• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON FISIOLOGIS AYAM PETELUR FASE GROWER PADA KEPADATAN KANDANG YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RESPON FISIOLOGIS AYAM PETELUR FASE GROWER PADA KEPADATAN KANDANG YANG BERBEDA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

RESPON FISIOLOGIS AYAM PETELUR FASE GROWER PADA

KEPADATAN KANDANG YANG BERBEDA Oleh

Rosaliya Imelda

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui respon fisiologis ayam petelur fase grower pada kepadatan kandang yang berbeda dan (2) mengetahui kepadatan kandang yang berpengaruh terbaik terhadap respon fisiologis ayam petelur fase grower. Penelitian dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di Varia Agung Jaya Farm, Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram,

Kabupaten Lampung Tengah. Ayam yang digunakan adalah ayam petelur fase grower strain ISA Brown umur 8--10 minggu sebanyak 210 ekor.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Langkap (RAL), terdiri atas empat perlakuan, dengan ulangan sebanyak lima kali, yaitu P1: kepadatan kandang 6 ekor m-2, P2: kepadatan kandang 9 ekor m-2, P3: kepadatan kandang 12 ekor m-2, P4: kepadatan kandang 15 ekor m-2. Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam pada taraf nyata 5%.

Hasil penelitian menunjukkan kepadatan kandang 6, 9, 12 dan 15 ekor per m-2 tidak berpengaruh nyata (P<0,05) dan tidak memperlihatkan pengaruh tingkat kepadatan kandang yang terbaik terhadap respon fisiologis (frekuensi pernapasan, suhu rektal dan suhu shank) ayam petelur fase grower.

(2)
(3)

RESPON FISIOLOGIS AYAM PETELUR FASE

GROWER

PADA KEPADATAN KANDANG YANG BERBEDA

(Skripsi)

Oleh Rosaliya Imelda

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(5)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Kegunaan Penelitian ... 2

D. Kerangka Pemikiran ... 3

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Ayam Petelur ... 7

B. Ayam Petelur Fase Grower ... 8

C. Kepadatan Kandang ……….. 9

D. Respon Fisiologis ……….. 10

1. Frekuensi rektal ... 11

2. Suhu shank ... 12

3. Suhu pernafasan ... 13

III. BAHAN DAN METODE ... 15

(6)

B. Bahan dan Alat ... 15

C. Metode Penelitian ... 17

1. Rancangan perlakuan ... 17

2. Analisis data ... 17

D. Pelaksanaan Penelitian ... 17

1. Persiapan kandang ... 17

2. Tahap pelaksanaan ... 18

3. Tahap koleksi data ... 18

E. Peubah yang Diukur ………. 19

1. Frekuensi pernafasan ... 19

2. Suhu rektal °C ... 19

3. Suhu shank °C ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

A. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Frekuensi Suhu Rektal ... 20

B. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Shank ... 22

C. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Suhu Pernafasan ... 25

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 28

A. Simpulan ... 28

B. Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan nutrisi ransum hasil analisis proksimal ... 16 2. Rata-rata rektal ayam petelur fase grower minggu

ke-8 sampai ke-10 ... 20 3. Rata-rata suhu shank ayam petelur fase grower minggu ke-8

sampai ke-10 ... 23 4. Rata-rata frekuensi pernafasan ayam petelur fase grower minggu ke-8

sampai ke-10 ... 25 5. Rata-rata frekuensi pernafasan ayam petelur fase grower minggu

ke-8 ... 34 6. Analisis ragam rata-rata frekuensi pernafasan ayam petelur fase

grower minggu ke-8 ... 35

7. Rata-rata frekuensi pernafasan ayam petelur fase grower minggu

ke-9 ... 36 8. Analisis ragam rata-rata frekuensi pernafasan ayam petelur fase

grower minggu ke-9 ... 37

9. Rata-rata frekuensi pernafasan ayam petelur fase grower minggu

ke-10 ... 38 10. Analisis ragam rata-rata frekuensi pernafasan ayam petelur fase

grower minggu ke-10 ... 39

11. Rata-rata suhu rektal ayam petelur fase grower minggu ke-8 ... 40 12. Analisis ragam rata-rata suhu rektal ayam petelur fase grower

(8)

14. Analisis ragam rata-rata suhu rektal ayam petelur fase grower

minggu ke-9 ... 43 15. Rata-rata suhu rektal ayam petelur fase grower minggu ke-10 ... 44 16. Analisis ragam rata-rata suhu rektal ayam petelur fase grower

minggu ke-10 ... 45 17. Rata-rata suhu shank ayam petelur fase grower minggu ke-8 ... 46 18. Analisis ragam rata-rata suhu shank ayam petelur fase grower

minggu ke-8 ... 47 19. Rata-rata suhu shank ayam petelur fase grower minggu ke-9 ... 48 20. Analisis ragam rata-rata suhu shank ayam petelur fase grower

minggu ke-9 ... 49 21. Rata-rata suhu shank ayam petelur fase grower minggu ke-10 ... 50 22. Analisis ragam rata-rata suhu shank ayam petelur fase grower

minggu ke-10 ... 51 23. Rata-rata suhu (°C) dan kelembaban (%) kandang ayam petelur

(9)
(10)

Alhamdulillah hirobbil

alamin, segala puja dan puji hanya milik Allah Rabb

semesta alam, penguasa setiap makhluk sekaligus pelindungnya. Dia yang selalu

hadir dan menyertai setiap langkah, meberi kekuatan, semangat dan keberanian.

Dia Yang Maha Hidup dan Yang Member Hidup, menyertai setiap jiwa-jiwa

yang merindukan Rabb nya.

Shalawat teriring salam kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW,

manusia pilihan yang membawa cahaya bagi seluruh umat manusia. Semoga

syafaatnya senantiasa kita dapatkan dari dunia hingga hari akhir.

Dan akhirnya kupersembahkan karya ku ini kepada orang-orang tersayang yang

member arti dalam kehidupan ku.

Kepada Ayah ku tercinta Syah Reza dan Mak ku tercinta Kustanti, hari-hari

yang ku lalui dan tiap langkah yang ku pertahankan hanya demi kalian. Rasa

syukur yang teramat dalam ku panjatkan karena aku memiliki ayah dan mak

sebagai kedua orang tua ku.

Saudara-saudara ku yang memberkan ku untuk tetap maju dan bertahan pada

berbagai kondisi.

Almamater tercinta Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas

(11)

“…Ingatlah hanya dengan mengingat Allah

-lah hati menjadi

tentram”

(Q.S. Ar-

Ra‟d;28)

kebebasan bukanlah tentang seberapa jauh kita bisa pergi tapi

tentang seberapa ikhlas kita bisa menerima”

(Rosaliya Imelda)

“bahagia, sedih, susah, senang, adalah ekspresi dari kehidupan dan

kesemuanya kita yang tentukan. Karna hidup bukan bagaimana dia

(12)
(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekon Teba Bunuk, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus pada 15 November 1992, sebagai putri kedua dari lima bersaudara pasangan Bapak Syah Reza dan Ibu Kustanti.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri I Teba Bunuk pada 2004; Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Bandar Lampung pada 2007; Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kota Agung pada 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung pada 2010, melalui jalur PKAB. Pada Juli sampai Agustus 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Sumber Sari Farm Desa Srisawahan, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah dan pada Januari sampai Februari 2014, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Labuhan Baru, Kecamatan Way Serdang, Kabupaten Mesuji.

Selama masa studi, penulis aktif di Forum Studi Islam (FOSI) Fakultas Pertanian sebagai Bendahara Umum periode 2011/2012, Wakil Ketua Badan Khusus Bimbingan Baca Qur’an (BK-BBQ) Fakultas Pertanian Unila periode 2012/1013, Ketua Divisi Humas Badan Khusus Pemberdayaan Muslimah (BKPM)

(14)

SANWACANA

Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa dukungan, bantuan, dan bimbingan dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.--selaku Pembimbing Utama dan Sekertaris Jurusan Peternakan--atas bimbingan, kesabaran, perhatian, motivasi terbaik, arahan, dan ilmu yang diberikan selama masa studi dan penyusunan skripsi; 2. Ibu Veronica Wanniatie, S.Pt., M. Si.--selaku Pembimbing Anggota--atas

bimbingan, saran, nasehat, dan ilmu yang diberikan selama masa studi dan penyusunan skripsi;

3. Bapak drh. Madi Hartono, M.P.--selaku Pembahas--atas bimbingan, saran, dan bantuannya;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas izin dan bimbingannya;

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;

(15)

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan atas bimbingan, nasehat, motivasi dan ilmu yang diberikan selama masa studi;

8. Ibu Tri Rumiyani, S.Pt., M.Sc. dan Mas Agus atas bantuan, fasilitas selama kuliah, selama penelitian dan penyusunan skripsi;

9. Ayah, Emak tercinta, Cikwo Resti, Repi, Ade, Aura, beserta keluarga besarku atas semua kasih sayang, nasehat, kesabaran, motivasi, dukungan, dan

keceriaan di keluarga serta do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis;

10.Mursyiduna, Ummi, Mas Doni, beserta keluarga besar Al-Hanif atas segala bimbingan dan bantuannya;

11.Dewi Wijayanti dan Dwi Erfif Gustira, teman seperjuangan saat penelitian atas kerjasamanya;

12.Seluruh teman PTK ’10, ’11, ’12, ’13 yang tidak dapat dituliskan namanya

satu persatu atas do’a, kenangan, perhatian, semangat, kebersamaan, dan bantuannya selama ini;

13.Ilmia Nova, Andar Retnowati, Siti Basyiroh, Nivo Lia Febriana, Irma Suryani, Shofia Nadia, teman-teman FOSI FP dan BIROHMAH Unila yang senantiasa memberikan semangat, dorongan, motivasi, keceriaan, serta persaudaraan selama ini.

Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT, dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, September 2014 Penulis

(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil peternakan tersebut antara lain daging, susu dan telur. Telur merupakan produk yang paling digemari oleh konsumen. Selain karena mudah didapat, harga telur juga relatif lebih murah dibandingkan dengan produk hasil peternakan yang lain.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan telur masyarakat, peningkatan produktivitas ternak khususnya ayam petelur harus terus diupayakan. Produktivitas ayam dipengaruhi dua faktor yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas ayam petelur salah satunya adalah kepadatan kandang.

(17)

2

tubuh, konsumsi air minum, frekuensi pernapasan, evaporasi air, dan perubahan konsumsi ransum. Pada kepadatan kandang yang rendah ayam petelur cenderung berada dalam kondisi nyaman akan tetapi kurang efisien dalam segi ekonomi dan produksi.

Pengaruh kapasitas kandang yang berbeda pada ayam petelur fase grower terhadap respon fisiologis belum banyak diteliti. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang dapat mendukung dan memberikan informasi mengenai pengaruh kepadatan kandang terhadap respon fisiologis (frekuensi pernapasan, suhu rektal dan suhu shank) ayam petelur fase grower.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1) mengetahui pengaruh kepadatan kandang terhadap respon fisiologis (frekuensi pernapasan, suhu rektal dan suhu shank) ayam petelur fase grower;

2) mengetahui kepadatan kandang yang terbaik terhadap respon fisiologis (frekuensi pernapasan, suhu rektal dan suhu shank) ayam petelur fase grower.

C. Kegunaan Penelitian

(18)

3

grower serta dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih

kepadatan kandang yang terbaik dalam upaya meningkatkan produktivitas ayam petelur fase grower.

D. Kerangka Pemikiran

Ayam petelur fase grower adalah ayam petelur yang berumur 7 sampai 18 minggu (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013). Menurut Rasyaf (1994), pada fase ini kontrol pertumbuhan dan keseragaman perlu dilakukan, hal ini berhubungan dengan sistem reproduksi dan produksi ayam tersebut. Pada fase grower sistem reproduksi ayam seperti saluran reproduksi mulai tumbuh dan sistem hormon reproduksi mulai berkembang dengan baik, selain itu terjadi penambahan ukuran tubuh dan bulu yang semakin lengkap serta kelamin sekunder yang mulai nampak.

Pertumbuhan ayam petelur fase grower dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan memegang peranan terbesar dalam pemeliharaan dan produksi unggas yaitu sebesar 70% terhadap

pertumbuhan. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain kepadatan kandang, pemberian ransum, suhu dan kelembaban kandang.

(19)

4

produktivitas ternak akan meningkat dan angka kematian akibat cekaman panas menurun. Kandang dengan kepadatan yang tinggi akan menyebabkan suhu dan kelembaban yang tinggi sehingga mengganggu fungsi fisiologis tubuh ayam (Guyton dan Hall, 2010). Pada kondisi ini, ayam akan mempertahankan diri tetap berada pada kondisi homeostatis yaitu suatu keadaan stabil yang dipelihara oleh semua proses aktif dalam tubuh untuk mengantisipasi terhadap perubahan proses fisiologis. Untuk mencapai keadaan homeostatis dalam tubuh diperlukan

pengaturan proses-proses fisiologis yang memadukan dan mengoordinasikan semua sistem melalui sistem endokrin dan sistem saraf (Sonjaya, 2012).

Pengaturan proses-proses fisiologis tersebut berdampak pada peningkatan suhu tubuh, frekuensi pernapasan, denyut jantung, dan laju peredaran darah serta perubahan pola tingkah laku dan aktivitas hormon.

Peningkatan suhu tubuh ternak mengakibatkan terjadinya mekanisme

thermoregulasi sebagai upaya ternak dalam mempertahankan suhu tubuh agar

(20)

5

terjadinya peningkatan suhu pada arel tubuh tertentu seperti permukaan kulit, shank dan rektal.

Kepadatan kandang yang terlalu tinggi mengakibatkan tingkat konsumsi ransum berkurang; tingkat pertumbuhan yang terhambat; efisiensi ransum yang

berkurang; tingkat kematian yang meningkat; kasus kanibalisme meningkat; luka dada meningkat; dan keperluan ventilasi meningkat. Apabila kepadatan kandang rendah, maka akan menyebabkan pemborosan ruang kandang per ekor ayam. Ayam akan banyak bergerak sehingga energi banyak terbuang (Fadillah, 2004).

Pemeliharaan ayam petelur fase grower yang dilakukan kebanyakan peternak di lapangan belum memperhatikan kapadatan kandang yang ideal, padahal ayam akan merasa nyaman pada kepadatan kandang yang sesuai. Kapasitas kandang yang biasa digunakan juga hanya diperkirakan berdasarkan luas kandang.

Menurut Rasyaf (1994), kepadatan kandang untuk ayam petelur coklat fase grower hingga umur 18 minggu adalah 7 ekor/m2. Berdasarkan hasil penelitian Yuliana (2012), kepadatan kandang 16 ekor/m2 pada ayam petelur jantan tipe medium umur 7 minggu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap frekuensi

(21)

6

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. adanya pengaruh tingkat kepadatan kandang terhadap respon fisiologis (suhu rektal, suhu shank, dan frekuensi pernapasan) ayam petelur fase grower; 2. adanya pengaruh tingkat kepadatan kandang yang terbaik terhadap respon

(22)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam Petelur

Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

dikembangkan pada tipe ayam petelur adalah cepat mencapai dewasa kelamin, ukuran telur normal, bebas dari sifat mengeram, bebas dari kanibalisme, dan nilai afkir ayam tinggi (Rasyaf, 2001).

Menurut Rasyaf (2001) tipe ayam ras petelur pada umumnya dibagi menjadi dua macam yaitu:

1. Tipe ayam petelur ringan

(23)

8

2. Tipe ayam petelur medium

Tubuh ayam tipe ini berukuran sedang dan lebih besar dari ayam petelur tipe ringan. Ayam ini berwarna coklat, telur yang dihasilkannya cukup banyak, selain itu juga menghasilkan daging yang cukup banyak sehingga ayam ini disebut sebagai ayam tipe dwiguna (Rasyaf, 2001). Selain itu ayam tipe ini juga disebut ayam petelur coklat karena warna telur dan bulunya yang coklat.

Ayam petelur memiliki karakteristik bersifat nervous atau mudah terkejut, bentuk tubuh ramping, cumping telinga berwarna putih kerabang terlur berwarna putih ataau coklat. Karakteristik lainnya yaitu produksi telur tinggi (200 butir/ ekor/ tahun), efisien dalam penggunaan ransum, tidak memiliki sifat memgeram (Suprijatna, et. al., 2005).

B. Ayam Petelur Fase Grower

(24)

9

Pada fase grower sistem produksi ayam mulai tumbuh dan sistem hormon reproduksi mulai berkembang sehingga sangat penting memperhatikan jumlah konsumsi pakan per hari baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pembatasan pemberian pakan dilakukan bila berat badan yang diperoleh melebihi standar. Pakan yang mengandung protein dan asam amino yang rendah akan menyebabkan naiknya lemak tubuh (gemuk), dan akan menyebabkan ayam makan terlalu

banyak pada masa grower dan bermasalah pada awal produksi.

C. Kepadatan Kandang

Kandang merupakan tempat yang berfungsi untuk melindungi ternak dari pengaruh luar seperti iklim, gangguan binatang buas atau pencuri. Menurut Suprijatna, et al., (2005), secara makro kandang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi unggas agar terlindung dari pengaruh-pengaruh buruk iklim (hujan, panas, dan angin) serta gangguan lainnya (hewan liar atau buas dan pencurian). Secara mikro kandang berfungsi menyediakan lingkungan yang nyaman agar ternak terhindar dari cekaman. Kenyamanan kandang berkaitan erat dengan tingkat produksi. Jika ternak merasa nyaman dalam suatu kandang maka tingkat produksinya dapat meningkat.

.

(25)

10

dipengaruhi oleh suhu kandang. Semakin tinggi temperatur udara dalam kandang maka kepadatan kandang optimal semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah temperatur udara dalam kandang, maka kepadatan kandang optimal semakin tinggi.

Kondisi kandang yang tidak nyaman menyebabkan ternak memberikan respon cepat dalam bentuk respon tingkah laku, termasuk meningkatkan keringat, meningkatkan frekuensi pernafasan, dan juga meningkatkan temperatur tubuh (Isroli, 1996). Selain itu, kandang dengan kepadatan yang tinggi akan

mengakibatkan ternak stres sehingga konsumsi ransum menurun, konsumsi air minum meningkat, ayam akan panting untuk menyeimbangkan suhu tubuhnya, dan pada akhirnya akan memengaruhi pertumbuhan ternak.

Kepadatan kandang yang tinggi dapat mengganggu fungsi fisiologis tubuh ayam. Untuk dapat mencapai produksi yang optimal, ayam harus berada pada kepadatan kandang yang sesuai. Menurut Rasyaf (1994) Kepadatan kandang untuk ayam petelur coklat fase grower hingga umur 18 minggu adalah 7 ekor/m2.

D. Respon Fisiologis

Respon fisiologis merupakan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh makhluk hidup. Menurut Sonjaya (2012), fisiologi itu sendiri merupakan disiplin ilmu yang mempelajari fungsi-fungsi, baik pada tingkat sel maupun tingkat organ yang terjadi dalam tubuh suatu makhluk hidup.

(26)

11

cekaman panas pada ternak, sehingga terjadi perubahan fisiologis berupa peningkatan suhu tubuh, konsumsi air minum, frekuensi pernapasan, evaporasi air, dan perubahan konsumsi ransum. McDowell (1974) juga mengatakan bahwa ekspresi ternak yang terkena cekaman panas antara lain peningkatan suhu tubuh, frekuensi pernapasan dan denyut jantung; peningkatan konsumsi air minum; penurunan konsumsi ransum; perubahan pola tingkah laku; peningkatan laju peredaran darah; dan perubahan aktivitas hormon.

1. Suhu rektal

Ternak unggas, termasuk ayam petelur tidak memiliki kelenjar keringat,

sehingga jalur utama untuk menjaga keseimbangan suhu adalah pelepasan panas melalui penguapan air (evaporasi) pada kulit dan saluran pernafasan dengan cara panting (Hoffman dan Walsberg 1999; Ophir et al., 2002). Indikator yang sangat

sederhana untuk mengetahui fenomena ini adalah dengan mengukur permukaan bagian-bagian tubuh ayam dan beberapa parameter fisiologis. Menurut Yousef (1985), produksi panas yang berlebihan akan meningkatkan suhu tubuh dan menyebabkan kematian bila suhu tubuh terlalu tinggi, sedangkan produksi panas yang terlalu rendah akan mengakibatkan ternak tidak mampu bertahan terhadap dinginnya udara luar.

Salah satu indikator fisiologis yang cukup mudah untuk diketahui adalah suhu tubuh. Suhu tubuh dapat diketahui dengan mengukur suhu pada rektal. Perubahan suhu pada tubuh ternak merupakan salah satu pengaruh dari mekanisme

thermoregulasi yang dilakukan oleh tubuh ternak dalam rangka mempertahankan

(27)

12

adalah manifestasi dalam usaha mencapai keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang dikeluarkan.

Suhu tubuh ayam dewasa rata-rata sekitar 40,6--41,7ºC. Menurut Suprijatna, dkk. (2005), ayam merupakan hewan berdarah panas dengan tingkat metabolisme yang tinggi dan suhu tubuh ayam relatif tinggi. Ayam petelur mempunyai variasi temperatur normal yang dipengaruhi oleh umur, kelamin, lingkungan, panjang waktu siang dan malam serta makanan yang dikonsumsi (Frandson, 1992; Yahav, et al., 2004).

2. Suhu shank

(28)

13

Latipudin (2011), menunjukkan suhu shank ayam petelur fase grower sebesar 27,6ºC.

Kepadatan kandang akan berpengaruh terhadap temperatur lingkungan di sekitar kandang. Kepadatan kandang yang tinggi menyebabkan temperatur lingkungan kandang meningkat. Pada saat temperatur lingkungan tinggi, ternak akan

berupaya menyetabilkan suhu internalnya dengan cara radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. Mekanisme radiasi panas dari ayam ke lingkungan terjadi akibat perbedaan temperatur permukaan tubuh dan temperatur udara sekitarnya. Konveksi terjadi melalui aliran udara dari jengger, pial, wajah, kaki, jari-jari, leher, tubuh dan sayap (Yahav et al., 2005). Evaporasi dilakukan dengan penguapan panas baik melalui saluran pernafasan (panting) maupun melalui permukaan kulit.

3. Frekuensi pernafasan

Pernafasan atau respirasi adalah proses umum organisme untuk mengambil energi bebas dalam lingkungannya dengan mengoksidasi substrat organik (Sonjaya, 2012). Fungsi utama dari sistem pernafasan ini adalah menggerakkan oksigen dari udara luar ke paru-paru dan menggerakkan karbondioksida pada arah yang

berlawanan. Respirasi melibatkan transpor oksigan dari paru-paru ke darah dan dari darah ke jaringan (Sonjaya, 2012).

(29)

14

adalah respon normal terhadap panas yang terjadi akibat adanya mekanisme thermoregulasi pada tubuh ayam untuk mempertahankan suhu tubuh pada kondisi

stabil melalui evaporasi. Evaporasi pada ayam tidak terjadi melalui penguapan air yang dihasilkan oleh kelenjar keringat, melainkan melalui pelepasan panas dari mulut (panting). Panting efektif apabila kelembaban lingkungan tidak terlalu tinggi. Panting membutuhkan energi untuk aktivitas otot organ pernafasan, panting yang cepat dan berat akibat temperatur ekstrim dapat meningkatkan

frekuensi pernafasan hingga 10 kali lipat (Rinastiti, 2013).

(30)

15

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di Varia Agung Jaya Farm Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah.

B. Bahan dan Alat

a. Ayam penelitian

Ayam yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam petelur fase grower tipe medium strain ISA Brown sebanyak 210 ekor, yang dipelihara mulai dari umur 8 minggu sampai dengan umur 10 minggu.

b. Kandang

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang panggung.

c. Ransum

(31)

16

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum hasil analisis proksimat Analisa Kandungan nutrisi

Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung (2014)

d. Air minum

Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air sumur bor yang diberikan secara ad libitum.

e. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. tempat ransum hanging feeder dan tempat air minum digunakan untuk ayam berumur 8--10 minggu;

2. bambu untuk menyekat kandang;

3. timbangan kapasitas 10 kg dengan ketelitian 0,1 g yang digunakan untuk menimbang ayam dan ransum pada minggu 8--10;

4. lampu pijar untuk penerangan; 5. ember dan bak;

6. thermohygrometer;

(32)

17

C. Metode Penelitian

1. Rancangan perlakuan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas empat perlakuan, setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Keempat perlakuan tersebut adalah :

P1 : Kepadatan 6 ekor m-2 P2 : Kepadatan 9 ekor m-2 P3 : Kepadatan 12 ekor m-2 P4 : Kepadatan 15 ekor m-2

2. Analisis Data

Data yang dihasilkan dianalisis ragam pada taraf nyata 5% .

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan kandang

Tahap awal yang dilakukan adalah:

a. pembuatan petak kandang penelitian ayam petelur fase grower sebanyak 20 petak dengan ukuran 1 x 1 x 1,5 m;

b. mencuci peralatan kandang seperti tempat pakan dan tempat minum; c. memasang nama perlakuan pada kandang;

(33)

18

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian yang dilakukan adalah :

a. Menimbang terlebih dahulu secara acak untuk mengetahui berat awal ayam petelur umur 7 minggu;

b. meletakkan ayam-ayam ditempat yang telah disediakan;

c. memberikan ransum sebanyak 2 kali dalam sehari, pengukuran sisa ransum dilakukan setiap pagi hari dengan cara menimbang sisa ransum;

d. memberikan air minum secara adlibitum;

e. mengukur suhu dan kelembaban kandang setiap hari yaitu pukul 06.00, 13.00 dan 18.00 WIB menggunakan thermohygrometer;

f. mencatat semua data yang dibutuhkan;

g. menimbang bobot tubuh ayam yang dilakukan setiap minggu.

3. Tahap koleksi data

(34)

19

E. Peubah yang Diukur

1. Frekuensi pernapasan

Pengukuran frekuensi pernafasan dilakukan pada pukul 13.00 – 14.30 WIB. Perhitungan dilihat dari jumlah gerakan thorax ayam selama 30 detik (Zhou dan Yamamoto, 1997). Pengukuran dilakukan 1 kali per minggu.

2. Suhu rektal (ºC)

Suhu rektal diukur dengan thermometer digital pada pukul 13.00 – 14.30 WIB, pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan 1/3 bagian termometer ke dalam rektal ayam sampai termometer berbunyi yang dilakukan 1 kali per minggu.

3. Suhu shank (ºC)

(35)

43

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. kepadatan kandang 6, 9, 12 dan 15 ekor per m-2 tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap respon fisiologis (suhu rektal, suhu shank, dan frekuensi pernapasan) ayam petelur fase grower;

2. belum diperoleh kepadatan kandang terbaik terhadap respon fisiologis (suhu rektal, suhu shank, dan frekuensi pernapasan) ayam petelur fase grower.

B. Saran

(36)

29

DAFTAR PUSTAKA

Abioja, M. O., K. B. Ogundimu, T. E. Akibo, K. E. Odukoya, O. O. Ajiboya, J. A. Abiona, T. J. Williams, E. O. Oke, dan O. O. Osinowo. 2012. Growth, mineral deposition, responses of broiler chickens offered honey in drinking water during hot-dry season. Poultry Science 82: 2701–2861

Amstrong, D. V. 1994. Heat stress interaction with shade and cooling. Journal of Dairy Science. vol .77. pp . 2044-50

Bappenas. 2010. Beternak Ayam Petelur. http://www.ristek.go.id. Diakses tanggal 5 Januari 2014 pk. 13.57

Bligh. 1985. Thermal physiology”. in: Yousef, M.K. Stress Physiology in Livestock. Vol. III. CRC Press. Yogyakarta

Fadillah, R. 2004. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis. Agromedia Pustaka. Jakarta

Fadilah, R. dan Fatkhuroji. 2013. Memaksimalkan Produksi Ayam Ras Petelur. Agromedia Pustaka. Jakarta

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Fuller, H. L . dan M. Rendon. 1977. Energetic efficiency of different dietary fats for growth of young chicks . Poultry Science. 56: 549

Guyton, A. C. and J. E. Hall. 2010. Medical Physiology. 12th Edition. W. B. Saunders Company. Philadelphia

Havenstein, G. B., P. R. Ferket, J. L. Grimes, M. A. Qureshi, and K. E. Nestor. 2007. Comparison of the performance of 1966-versus 2003-type turkeys when fed representative 1966 and 2003 turkey diet: Growth rate, livability, and feed conversion. Poultry Science. 86:232–240

Hoffman, T. Y. C. M and G. E. Walsberg. 1999. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Gadjah Mada Press. Yogyakarta

(37)

30

Lin, H., H. F. Zhang, R. Du, X. H. Gu, Z. Y. Zhang, J. Buyse and E. Decuypere. 2005. Thermoregulation responses of broiler chickens to humidity at different ambient temperatures. II. Four weeks of age. Poultry Science. 84:1173-1178

McDowell, R. E. 1972. Improvement of livestock production in warm climate. W.H. Freemanand Co., San Frascisco.p.1-128

McDowell, R. E. 1974. The environment versus man and his animals. In: H.H. Cole & M. Ronning (Eds.). Animal Agriculture. W.H. Freeman and Co., San Fransisco

Mushawwir, A dan D. Latipudin. 2011. Respon fisiologi thermoregulasi ayam ras petelur fase grower dan layer. Jurnal Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang

Mutaf, S., N. Ş.Kahraman, and M. Z. Fırat. 2008. Surface wetting and its effect on body and surface temperatures of domestic laying hens at different thermal conditions. Poultry Science 87:2441–2450

North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Publishing by Chapman and Hall One. New York

Priyatno. 2004. Membuat Kandang Ayam. Cetakan ke-8. Penebar Swadaya. Jakarta

Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam Ras Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta

. 2001. Manajemen Bisnis Peternakan Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta

. 2008. Beternak Ayam Petelur. Cetakan ke-20. Penebar Swadaya. Jakarta

. 2010. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Rinastiti, L. 2013. Heat Stess.

http://lintangrinastiti.blogspot.com/2013/05/heat-stress-cekaman-panas-pada-ayam.html. Diposkan oleh Lintang Rinastiti 29 Mei 2013. Diakses 05 Maret 2014

Shinder, D., M. Rusal, J. Tanny, S. Druyan, and S. Yahav. 2007.

Thermoregulatory responses of chicks (gallus domesticus) to low ambient temperatures at an early age. Poultry Science. 86: 2200–2209

Sonjaya, H. 2012. Dasar Fisiologi Ternak. IPB Press. Bogor

Suprijatna, E. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartosudjono. 2005. Ilmu Dasar Ternak

(38)

31

Steel, R. G. D. Dan J. Torrie. 1991, Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa B. Sumantri. PT. Gramedia. Jakarta Sturkie, P. D. 1979. Avian Phisiology. Cornell University Press. New York Sumaryadi, M. Y. dan I. Budiman. 1986. Fisiologi Guna Laksana Lingkungan.

Universitas Soedirman. Purwokerto

Togatorop, M. H . 1979. Pengaruh suhu udara terhadap produksi ayam. Lembaran LPP. No. 3-4. LPP Bogor. him. 1-10

Yahav, S. 2000. Relative humidity at moderate ambient temperatures: its effect on male broiler chickens and turkeys. British Poultry Science. 41: 49–100 Yahav, S., A. Straschnow, D. Luger, D. Shinder, J. Tanny, and S. Cohen. 2004.

Ventilation, sensible heat loss, broiler energy, and water balance under harsh environmental conditions. Poultry Science. 83:253–258

Yahav, S., D. Shinder, J. Tanny, dan S. Cohen. 2005. Sensible heat loss: the broilers paradox. World's Poultry Science Journal 61: 419-434

Yahav, S., M. Rusal, and D. Shinder. 2008. The effect of ventilation on performance body and surface temperature of young turkeys. Poultry Science. 87:133–137

Yanagi, T. Jr., H. Xin, and R. S. Gates. 2002. Optimization of partial surface wetting to cool caged laying hens. Appl. Eng. Agric. 45:1091–1100 Yousef, M. K. 1985. Thermoneutral Zone. In: M.K. Yousef (Ed.). Stress

physiology of livestock. Vol. II. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. P.68-69

Yuliana, E. 2012. Respon fisiologis ayam jantan tipe medium dengan kepadatan kandang yang berbeda pada kandang panggung. Skripsi. Fakultas

Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Zhou, W.T. and S. Yamamoto. 1997. Effect of environmentel temperatur and heat production due to food intake on abdominal temperatur, shank skin

Referensi

Dokumen terkait

Efektivitas Program Reading Time di Sekolah Dasar (Studi Deskriptif: Efektivitas Program Reading Time di Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya).

Dari Manusia Berjalan” ini bermaksud menambah referensi dan mereview yang sebelumnya sudah ada agar dapat diketahui perilaku struktur jembatan penyeberangan orang akibat

Variable Konsep Kearifan Lokal Kantor Bupati Bandung Transformasi Kearifan Kajian Penerapan Lokal Artefact Variable: Obyek Bangunan Menjadi sebuah bangunan permanen

Artinya perbandingan harus dilakukan dengan melihat satu variabel yang khusus dan dimiliki oleh masing-masing organisasi yang diperbandingkan.  Misalnya pada variabel

Untuk menghindari subjektivitas terhadap analisis kesalahan yang dilakukan, penulis melibatkan seorang pakar di bidangnya untuk melakukan pengecekan, dan (4)

X Muham mad Anugrah, Emsosfi Zaini, dan Rispiand a VSM dan WAM Membeerikan usulan berdasarkan identifikasi pemborosan yang terjadi menggunakan WAM Metode dalam

Maqashid syariʻah adalah dasar bagi pengembangan ekonomi Islam karena bertujuan tujuan untuk menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dengan menyeimbangkan

Konsepsi ini sangat jelas ketika Research And Development (RAND) Corporation men- definisikan seorang liberalis yang moderat dan membedakannya dari Islamis yang