• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGAIMANA BILA SYOK LISTRIK TERJADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAGAIMANA BILA SYOK LISTRIK TERJADI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAGAIMANA BILA SYOK LISTRIK TERJADI?

Apabila terjadi syok listrik, AC switching segera di off kan/dipadamkan dan semua elektroda harus dijauhi dari penderita. Penderita dipindahkan dengan menggunakan bahan-bahan isolator agar petugas dapat terhindar dari bahaya syok. Pengobatan terhadap syok tergantung berat ringannya syok. Ringan :

- Penderita diistirahatkan

- Diberi minum dengan air dingin dengan tujuan agar tidak menyebabkan vasodilatasi/pelebaran pembuluh darah dan berkeringat banyak yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah.

Berat :

- Penderita ditelentangkan agar mudah bernafas.

- Pakaian dibuka/dilonggarkan agar mendapat udara yang cukup, hindari ruang yang panas/pengap yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah.

- Apabila kesadaran menurun dan kegagalan pernafasan dapat dilakukan pernafasan buatan melalui “mulut ke mulut”, “mulut ke idung” atau beri oksigen melalui kantong udara atau masker.

- Kalau terjadi jantung berhenti berdenyut, lakukan mesase jantung. BAGAIMANA MENGHINDARI SYOK LISTRIK?

Karena bahaya syok sangat fatal, dapat mengakibatkan kematian sehingga dipandang perlu untuk melakukan tindakan pencegahan meliputi alat-alat yang digunakan, penderita, ruangan, dan petugas. Terhadap alat listrik yang digunakan :

- Alat listrik harus mempergunakan three wire cord/kabel tiga urat dan dihubungkan ke ground sekuat mungkin.

- Segala tombol dan tahanan harus berada pada live (kawat fasa).

- Seluruh tombol harus “turn off” dalam posisi mati apabila sudah tidak digunakan dan sterker harus dicabut dari sumber arus apabila tidak digunakan dalam jangka waktu lama.

- Alat pacu jantung atau kateter harus diisolasi dan hindari dari sentuhan logam. - Lakukan prosedur tes secara teratur.

- Alat-alat listrik, pipa radiator diletakkan sedemikian rupa sehingga terhindar dari pegangan penderita. Terhadap penderita :

Jika ada orang yang tersengat listrik, segera hubungi pertolongan medis jika tanda-tanda atau gejala-gejala di bawah ini tampak pada korban :

 Serangan jantung

 Masalah pada irama jantung (arrhythmias)  Kegagalan bernafas

 Sakit dan kontraksi pada otot  Epilepsi/ayan

 Kesemutan dan rasa geli  Tidak sadar/pingsan

Sementara menunggu pertolongan datang, ikuti langkah-langkah ini: 1) Lihat dulu, jangan disentuh!

Tubuh korban mungkin masih teraliri listrik. Menyentuh korban akan menjadikan anda korban berikutnya.

2) Jika mungkin, matikan sumber listriknya dulu.

Jika tidak bisa, jauhkan sumber listrik dari korban dan penolong dengan menggunakan benda-benda non konduktif, misalnya kayu atau plastik (pastikan benda-benda tersebut dalam keadaan kering). 3) Cek tanda-tanda sirkulasi darah pada korban.

Cek pernapasan, batuk atu gerakan tubuh. Jika tidak ada, segera mulai lakukan CPR (tekhnik menyelamatkan nyawa yang digunakan ketika pernafasan atau detak jantung seseorang terhenti). Idealnya, CPR terdiri dari dua unsur, Memompa jantungatau disebut juga CPR tangan, dikombinasikan dengan nafas buatan dari mulut ke mulut.

4) Cegah syok

Baringkan korban dan jika mungkin posisikan kepala korban sedikit lebih rendah dari pinggang, dan naikkan kakinya.

Kiat-kiat khusus:

 Jangan menyentuh korban dengan tangan kosong jika tubuh korban masih tersentuh arus listrik.  Jangan mendekati kabel-kabel tegangan tinggi sampai aliran listrik benar-benar sudah dimatikan.

Jaga jarak minimal 20 kaki (6 meter) atau bahkan lebih jauh jika kabelnya berlompatan atau mengeluarkan bunga api.

(2)

Terhadap ruangan :

- Lantai ruangan terbuat dari bahan tanpa penghantar listrik atau dipasang karpet karet. - Ruangan harus sekering mugkin.

Terhadap petugas :

- Diberi pendidikan keterampilan tentang penggunaan alat-alat listrik. - Pendidikan terhadap bahaya syok dan tekhnik proteksi yang baik.

CPR ABC to ‘CAB’ New AHA guidlines for resuscitation Thursday, 11 November 2010 22:48 administrator

American Heart Association (AHA) telah mengeluarkan panduan

Resusitasi Jantung paru (RJP) secara periodik sejak tahun 1966 hingga sekarang. Publikasi panduan AHA tahun 2010 ini mengangkat banyak perhatian karena mengeluarkan sebuah perubahan standarisasi

algoritma baru terutama untuk BLS yang cukup berbeda dari publikasi tahun 2005 yang telah dipakai secara universal dalam berbagai elemen.

Basic Life Support (BLS)

BLS adalah pilar dasar pertolongan pertama henti jantung. Aspek penting dalam BLS adalah pengenalan dini terhadap henti jantung dan mengaktivasi sistem respon darurat untuk memanggil bantuan, RJP dini yang berkualitas, penggunaan alat defibrilasi otomatis sesuai dengan indikasi.

Gambar 1. Chain of Survival3

Perubahan yang terlihat adalah pada algoritma Basic Life Support (BLS) umum untuk dewasa dan anak (terkecuali neonatus), yaitu urutan “A-B-C” (Airway, Breathing, Chest compression) yang telah lama digunakan kini berubah menjadi “C-A-B” (Chest compression, Airway, Breathing). Rekomendasi ini berdasarkan studi analisis komprehensif dari literatur mengenai resusitasi yang pernah dipublikasikan. Proses ini berlangsung selama 36 bulan, didalamnya terdapar 356 ahli resusitasi dari 29 negara yang telah menganalisa, mengevaluasi, mendebatkan dan

mendiskusikan hal tersebut.

Alasan untuk perubahan tersebut adalah :

• Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka

keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early defibrillation). • Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk

(3)

• Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan orang umum temukan paling sulit. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut

setidaknya dapat melakukan kompresi dada.

AHA 2010 dalam panduannya memberikan 2 jenis algoritma BLS bagi korban dewasa yaitu sederhana untuk penolong non petugas kesehatan dan khusus untuk petugas kesehatan. Berikut algoritma terbaru dan penjelasannya.

Algoritma sederhana ini diperuntukan untuk semua penolong untuk mempelajari, mengingat, dan mempraktekkan.

Pengenalan dini. Jika seorang penolong menemukan korban dewasa yang tidak ada respon (tidak ada pergerakan atau respon terhadap stimulus luar) atau melihat korban tiba-tiba jatuh pingsan, maka

penolong harus memastikan keamanan tempat kejadian lalu mengecek respon dengan menepuk bahu korban selagi meneriakkan nama korban. Jika penolong lebih dari satu orang maka langkah-langkah dalam

algoritma ini dapat dilakukan bersamaan dan sinergis.

Aktivasi sistem respon darurat. Penolong sebaiknya mengaktivasi sistem respon darurat yang dalam hal ini berarti menghubungi institusi yang mempunyai fasilitas/layanan gawat darurat, hal ini dapat beruba menghubungi rumah sakit, polisi, atau instansi terkait. Penolong non petugas kesehatan harus siap menerima instruksi dan melakukannya.2 Jika melihat korban tidak berespon dan dan tidak bernapas atau hanya sesak terengah-engah maka penolong dapat mengasumsikan bahwa korban mengalami henti jantung.

Pemeriksaan denyut nadi. Riset menunjukkan bahwa terdapat kesulitan dalam pemeriksaan denyut nadi korban baik dilakukan oleh penolong non petugas ksesehatan ataupun petugas kesehatan sehingga dapat membuang waktu yang berharga. Karena hal tersebut maka terdapat dua rekomendasi baru yaitu :

• Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban, penolong sebaiknya berasumsi bahwa korban mengalami henti jantung jika melihat gejala yang disebutkan diatas.

• Untuk petugas kesehatan, pemeriksaan nadi korban sebaiknya tidak lebih dari 10 detik jika lebih dari waktu tersebut tidak didapatkan

denyut nadi yang definitive maka petugas sebaiknya memulai RJP dengan kompresi dada.

(4)

Setelah kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus dilanjutkan dengan ventilasi mulut ke mulut sebanyak dua kali ventilasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah berikan jarak 1 detik antar ventilasi,

perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat, dan perbandingan kompresi dan ventilasi untuk satu siklus adalah 30 : 2.

Pengunaan alat defibrilasi otomatis. Algoritma diatas menunjukan adanya langkah terpisah untuk mendapatkan alat defibrilasi otomatis. Jika hanya terdapat satu penolong maka sebaiknya setelah mengaktivasi sistem darurat, penolong diharapkan mencari alat defibrilasi otomatis (jika tersedia dan dekat) lalu kembali ke korban untuk melakukan RJP. Jika ada lebih dari satu penolong maka langkah tersebut dilakukan bersamaan.2

Tipe strategi RJP. Terdapat 3 pola strategi RJP yang dapat diterapkan pada penolong sesuai dengan keadaannya.

Pertama, untuk penolong non petugas kesehatan yang tidak terlatih, mereka dapat melakukan strategi “Hands only CPR” (hanya kompresi dada). Kompresi dada sebaiknya dilakukan hingga petugas kesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis tersedia.

Kedua, untuk penolong non petugas kesehatan yang terlatih, mereka dapat melakukan strategi RJP kompresi dada dan dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2. RJP sebaiknya dilakukan hingga petugas kesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis tersedia.

Ketiga, untuk petugas kesehatan, lakukan RJP kompresi dada sebanyak satu siklus yang dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2. Lakukan hal tersebut hingga advanced airway tersedia, kemudian lakukan kompresi dada tanpa terputus sebanyak 100 kali/menit dan ventilasi setiap 6-8 detik/kali (8-10 nafas/menit). Untuk petugas

kesehatan penting untuk mengadaptasi urutan langkah sesuai dengan penyebab paling mungkin yang terjadi pada saat itu. Contohnya, jika melihat seseorang yang tiba-tiba jatuh, maka petugas kesehatan dapat berasumsi bahwa korban mengalami fibrilasi ventrikel, setelah petugas kesehatan mengkonfirmasi bahwa korban tidak merespon dan tidak bernapas atau hanya sesak terengah-engah, maka petugas sebaiknya mengaktifasi sistem respon darurat untuk memanggil bantuan, mencari dan menggunakan AED (Automated External Defibrilator), dan

melakukan RJP. Namun jika petugas menemukan korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat. Sama halnya dalam bayi baru lahir, penyebab

arrestkebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.

Untuk petugas kesehatan, prinsip dasar langkah-langkah algoritma tetap sama dengan yang sederhana.

(5)

mengasumsi bahwa korban mengalami henti jantung.

Aktivasi sistem darurat. Petugas sebaiknya mengaktivasi sistem respon darurat yang dalam hal ini berarti menghubungi institusi yang

mempunyai fasilitas/layanan gawat darurat, contohnya menghubungi rumah sakit, polisi, atau instansi terkait.

Hal yang perlu diperhatikan adalah pada AHA 2010 ini ada dua hal yang tidak dianjurkan setelah memeriksa korban tidak responsif yaitu :

• Memeriksa ada tidaknya nafas pada korban dengan “look, feel, listen”. Sulitnya menilai nafas yang adekuat pada korban merupakan alasan dasar hal tersebut tidak dianjurkan. Nafas yang terengah dapat disalah artikan sebagai nafas yang adekuat oleh professional maupun bukan. Contohnya pada korban dengan sindroma koroner akut sering kali terdapat nafas terengah yang dapat disalah artikan sebagai

pernafasan yang adekuat. Maka tidak dianjurkan memeriksa pernafasan dengan “look, feel, listen” dan direkomendasikan untuk menganggap pernafasan terengah sebagai tidak ada pernafasan.

• Memeriksa denyut nadi pasien. Untuk petugas kesehatan,

pemeriksaan nadi korban sebaiknya tidak lebih dari 10 detik jika lebih dari waktu tersebut tidak didapatkan denyut nadi yang definitive maka petugas sebaiknya memulai RJP.

Kedua hal tersebut tidak lagi dianjurkan bertujuan untuk meminimalisir waktu untuk memulai RJP.

Resusitasi Jantung Paru dini. Seperti yang telah disebutkan, mulai RJP dengan algoritma “C-A-B” . Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria penting untuk mendapatkan kompresi yang berkualitas adalah :

• Frekuensi kompresi setidaknya 100 kali/menit.

• Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm).

• Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur (bila perlu dengan bantuan ganjalan kaki untuk mencapai tinggi yang diinginkan sehingga dan papan kayu untuk mendapatkan kompresi yang efektif selama tidak memakan waktu).

• Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi. • Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi.

• Menghindari ventilasi berlebihan.

• Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap 2 menit.

Setelah itu melakukan langkah Airway dan Breathing. Kriteria peting pada Airway dan Breathing adalah :

• Airway. Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt– chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.

(6)

Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut :

• Pastikan hidung korban terpencet rapat

• Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam) • Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin • Berikan satu ventilasi tiap satu detik

• Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik.

Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban.

Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml.

Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi 6 – 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi.

Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit.

Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.

RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.

Alat defibrilasi otomatis. Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat tersedia/datang ke tempat kejadian. Pergunakan

program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak.

(7)
(8)

Referensi

Dokumen terkait

71 penting yaitu welding/las yaitu proses pengelasan dengan sistem ERW (Electric Resisitance Welding) yang sudah dibentuk oleh roll-roll sehingga terbentuk pipa, kelima

Rubâ`î Hamzah Fansûrî adalah sebuah karya sastra sufi dikarang oleh Hamzah Fansuri dalam bentuk puisi, tertulis dengan bahasa Melayu yang terdiri dari 42 ikatan syair, yang berisi

Sistem peralatan pemboran lepas pantai pada prinsipnya adalah merupakan perkembangan dari sistem peralatan pemboran di darat, maka metoda operasi lepas pantai

Sudah menjadi ketentuan adat di daerah tersebut bahwa jumlah rumah dan kepala keluarga itu harus enam dengan susunan tiga rumah di sebelah kiri dan tiga rumah di

Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan diserap

Swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri oleh institusi, dimana dalam pelaksanaannya dapat dilaksanakan oleh PPK, instansi pemerintah

positif namun tidak signifikan kepada rating obligasi yang dilakukan oleh PT. 2) Likuiditas yang diproksikan menggunakan Current Ratio (CR) memiliki pengaruh

Pada siklus III ini hasil observasi aktivitas siswa diperoleh jumlah skor 799, dengan rata-rata skor 29,59 yang termasuk dalam kategori sangat baik, dan sesuai dengan