• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Pengaruh Kesiapan Berubah terhadap Semangat Kerja pada Pekerja Perkebunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "“Pengaruh Kesiapan Berubah terhadap Semangat Kerja pada Pekerja Perkebunan"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dengan hormat,

Saya adalah mahasiswa Magister Profesi Psikologi Industri dan Organisasi Universitas Sumatera Utara. Pada saat ini saya sedang menyelesaikan tugas akhir atau tesis. Oleh karena itu saya harus mengumpulkan data mengenai kondisi psikologis karyawan sebuah perusahaan/organisasi. Saya memohon kepada Bapak/Ibu atas kesediaannya membantu saya dengan mengisi 2 (dua) kuesioner terlampir.

Pada tiap kuesioner, Anda diharapkan membaca dengan teliti petunjuk pengisian kuesioner. Dalam mengisi kuesioner ini tidak ada jawaban yang benar ataupun yang salah. Setiap orang dapat memiliki jawaban yang berbeda oleh karena itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri anda. Semua data yang Anda berikan akan dijaga kerahasiaannya serta hanya dipergunakan untuk penyelesaian penelitian ini saja.

Setelah kuesioner ini diisi, silahkan memasukkan kembali kuesioner ini ke dalam amplop dan direkatkan. Bantuan Anda dalam menjawab pernyataan kuesioner ini adalah bantuan yang sangat besar artinya bagi keberhasilan tesis saya. Atas kesediaan dan bantuan Bapak/Ibu berikan, Saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

(2)

NIM. 107029022 A. IDENTITAS

Usia :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan *) Status : Menikah/Belum Menikah *) Pendidikan : SMU/Diploma/S1/S2/S3 *) Status : Staff/Karyawan *)

Lama Bekerja : ……….. tahun

Keterangan: *)coret yang tidak perlu B. CARA PENGERJAAN

Pada kuesioner ini terdapat sejumlah pernyataan, Bapak/Ibu diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan diri Bapak/Ibu dengan cara memberi tanda silang.

SS : bila Anda merasa Sangat Sesuai dengan pernyataan tersebut S : bila Anda merasa Sesuai dengan pernyataan tersebut

N : bila Anda merasa Netral dengan pernyataan tersebut

TS: bila Anda merasa Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut

STS: bila Anda merasa Sangat Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut Contoh

No Pernyataan SS S N TS STS

1. Saya menyelesaikan pekerjaan tepat waktu

Silanglah kotak SS jika pernyataan tersebut Sangat Sesuai dengan diri Anda!

No Pernyataan SS S N TS STS

1. Saya menyelesaikan pekerjaan tepat waktu X

Jika Anda ingin mengubah pilihan jawaban Anda, maka coretlah jawaban Anda sebelumnya kemudian beri tanda silang pada pilihan jawaban Anda yang baru.

No Pernyataan SS S N TS STS

1. Saya menyelesaikan pekerjaan tepat waktu X X

(3)

Selamat Mengerjakan C. KUESIONER 1

No Pernyataan SS S N TS STS

1. Saya menikmati pekerjaan saya.

2. Saya mencari berbaagai cara agar permasalahan pekerjaan saya terselesaikan. 3. Menurut saya wajar apabila karyawan merasa

tidak mampu mengatasi masalah pekerjaan yang dihadapinya.

4. Saya lebih suka bekerja sendiri daripada bekerjasama dengan rekan kerja yang lain. 5. Saya tiba di kantor lebih awal dari waktu

yang ditentukan.

6. Buat saya pekerjaan ini hanya rutinitas semata.

7. Saya tetap dapat melihat bahwa ada cara untuk bisa keluar dari kegagalan pekerjaan yang saya hadapi.

8. Jika ada masalah dengan pekerjaan, maka saya dan rekan kerja bersama-sama mencari solusinya.

9. Bekerja adalah hal yang penting buat saya. 10. Saya mampu menyelesaikan pekerjaan saya

tepat waktu.

11. Menunda-nunda pekerjaan merupakan hal yang sering dilakukan oleh setiap pegawai. 12. Saya tertekan dengan pekerjaan saya.

13. Ketika ada masalah dengan pekerjaan, saya cenderung mudah marah.

(4)

yang saya temui disebabkan oleh faktor lain di luar diri saya.

15. Penyelesaian pekerjaan akan lebih efektif bila bekerjasama.

16. Menurut saya, seharusnya setiap orang mampu menyelesaikan pekerjaannnya tanpa bantuan orang lain.

17. Saya berusaha mengerjakan pekerjaan saya hari itu juga meskipun saya boleh mengerjakannya esok hari.

18. Ada tidak adanya atasan di tempat, saya tetap mengerjakan pekerjaan saya.

19. Apabila saya menemukan masalah pekerjaan, saya akan menyalahkan orang lain.

20. Rekan-rekan kerja saya jarang meminta pertolongan dari saya.

21. Menurut saya tidak masalah apabila menghabiskan sebagian waktu istirahat saya untuk bekerja.

22. Saya sering merasa putus asa apabila pekerjaan yang saya lakukan salah.

23. Saling menjatuhkan satu sama lain merupakan hal yang wajar dilakukan di tempat kerja.

24. Terlambat datang ke kantor merupakan hal yang wajar bagi setiap karyawan.

25. Saat ini, saya merasa tidak tertantang dengan pekerjaan saya.

(5)

lama untuk menyelesaikan pekerjaan.

27. Ketika dihadapkan dengan masalah pekerjaan, saya akan menyediakan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan pekerjaan.

28. Pada dasarnya saya merasa senang bila ada rekan kerja yang mengalami masalah pekerjaan.

29. Saya memandang positif kegagalan yang saya hadapi di tempat kerja.

30. Apabila pekerjaan yang saya lakukan salah, saya akan terus memperbaikinya sampai pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan.

31. Saya dan rekan kerja bekerjasama dengan baik agar tujuan perusahaan dapat tercapai. 32. Keterlambatan menyelesaikan pekerjaan

merupakan hal yang wajar bagi setiap karyawan.

33. Saya bosan dengan pekerjaan saya.

34. Ketika menghadapi masalah pekerjaan yang cukup besar, saya merasa malas untuk pergi bekerja.

35. Ketika saya mengalami kegagalan dalam bekerja, saya cenderung melampiaskan rasa marah saya ke orang lain.

36. Saya sering lembur di kantor menyelesaikan pekerjaan saya.

(6)

38. Saya meraasa tidak memiliki cukup energi untuk menyelesaikan masalah-masalah pekerjaan.

39. Saya terus berusaha mencari solusi yang paling tepat untuk mengatasi masalah pekerjaan yang saya hadapi.

D. KUESIONER 2

No Pernyataan SS S N TS STS

1. Pengalaman saya sebelumnya membuat saya mampu bekerja dengan baik setelah adanya perubahan di dalam perusahaan ini.

2. Menurut saya, alasan perusahaan melakukan perubahan sudah tepat.

3. Pimpinan di perusahaan ini belum terlibat secara pribadi dalam pelaksanaan perubahan. 4. Perubahan yang terjadi dalam perusahaan ini

mengganggu hubungan pertemanan yang telah saya bangun selama ini.

5. Apabila pikiran saya terbuka terhadap perubahan, saya mampu mempelajari segala hal yang dibutuhkan untuk merespon perubahan yang terjadi dalam perusahaan. 6. Perubahan yang telah terjadi pada dasarnya

merugikan perusahaan ini.

(7)

perubahan.

8. Kebanyakan pimpinan dalam perusahaan ini memiliki komitmen untuk menjalankan perubahan.

9. Perubahan membuat pekerjaan saya menjadi lebih mudah.

10. Saya dapat membayangkan keuntungan finansial yang akan saya peroleh dari perubahan yang terjadi di perusahaan ini.

11. Menurut saya, para manajer tidak menginginkan terjadinya perubahan dalam perusahaan ini meskipun para pekerja telah melakukan perubahan.

12. Saya merasa terpaksa mempelajari tugas-tugas baru dikarenakan adanya perubahan di perusahaan.

13. Saya tidak yakin dapat melakukan tugas tambahan yang diberikan kepada saya akibat terjadinya perubahan.

14. Perubahan meningkatkan efisiensi perusahan secara menyeluruh.

15. Saya percaya bahwa pihak manajemen melakukan upaya optimal agar perubahan dalam perusahaan berhasil.

16. Pimpinan puncak yang ada dalam perusahaan ini memberikan dukungan penuh di balik perubahan perusahaan.

17. Perubahan yang terjadi sesuai dengan prioritas perusahaan.

(8)

muncul setelah adanya perubahan.

19. Perusahaan ini akan menjadi lebih produktif setelah terjadinya perubahan.

20. Waktu yang dihabiskan untuk perubahan seharusnya digunakan untuk melakukan hal-hal yang lain.

21. Setiap manajer dalam perusahaan ini telah menjelaskan pentingnya perubahan.

22. Ketika perubahan dilakukan, saya tidak percaya akan adanya manfaat yang dapat saya peroleh.

23. Ketika terjadi perubahan dalam perusahaan, saya mampu mengerjakan pekerjaan dengan baik.

24. Pimpinan dalam perusahaan ini telah mendorong bawahannya untuk merangkul perubahan ini.

25. Menurut saya, dengan melakukan perubahan akan diperoleh manfaat yang besar.

26. Tidak ada alasan yang masuk akal bagi perusahaan ini untuk melakukan perubahan. 27. Perubahan yang terjadi dalam perusahaan ini

sangat sesuai dengan keahlian yang saya miliki.

28. Untuk jangka panjang, saya merasa akan memperoleh manfaat apabila perusahaan menerapkan perubahan.

29. Perubahan akan memberikan kesempatan dalam berkarir.

(9)

perusahaan akan menjadi lebih baik dalam memenuhi kebutuhan pelanggannya.

31. Saya tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam pekerjaan saya.

32. Menurut saya, perusahaan melakukan perubahan karena memang mampu melakukannya.

33. Perusahaan akan memperoleh keuntungan dari perubahan yang dilakukan.

34. Saya khawatir akan kehilangan jabatan saya di perusahaan ketika dilakukan perubahan.

MOHON PERIKSA KEMBALI JAWABAN ANDA, JANGAN SAMPAI ADA YANG TERLEWATKAN!

(10)
(11)

DAFTAR PUSTAKA

Alas, R. (2008). The impact of work-related values on the readiness to change in Estonian organizations. Journal of Business Ethics, 86,113-124.

Applebaum, S.H., & Wohl, L. (2000). Transformation or change: Some prescriptions for health care organizations. Managing Service Quality, 10(5), 279-297.

Arikunto,S. (1998). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Armenakis, A.A. & Harris, S.G. (2009). Reflections: Our journey in organizational change research and practice. Journal of Change Management, 9(2),127-142.

Armenakis, A.A. & Harris, S.G. (2002). Crafting a change message to create transformational readiness. Journal of Organizational Change Management, 15(2), 169-183.

Armenakis, A.A., Harris, S.G., & Field, H.S. (1999). Making change permanent: A model for institutionalizing change intervention. Research in Organizational Change and Development, 12, 97-128.

Armenakis, A.A., Harris, S.G., & Mossholder, K.W. (1993). Creating readiness for organizational change. Human Relations, 46, 681-703.

Armstrong, M. (2006). A handbook of human resource management practice (10th ed). United Kingdom: Cambridge University Press.

Azwar, S. (2009). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2007). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2000). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Backer, T.E. (1995). Assessing and enhancing readiness for change: Implication

for technology transfer. In T.E Backer, S.L. David, & G. Soucy (Eds.), Reviewing the behavioral science knowledge base on technology transfer (pp. 21-41). Rockville, MD: National Institute on Drug Abuse. Berneth, J. (2004). Expanding our understanding of the change message. Human

Resource Development Review, 3(1), 36-52.

(12)

Bowles, D. & Cooper, C. (2009). Employee morale: Driving performance in challenging times. United Kingdom: Palgrave MacMillan.

Carlaw, M., Friedman, K., Deming, V.K., & Carlaw, P. (2003). Managing and motivating contact centre employee. USA: The McGraw-Hills Companies.

Cascio, W.F. (1998). Managing human resources: productivity, quality of worklife, profits. Boston: Irwin McGraw-Hill.

Chambers, K. & Honeycutt, A. (2009). Telecommunication mega-mergers: Impact on employee morale and turnover intention. Journal of Business & Economic Research, 7(2), 43-52.

Conner, D. (1993). Managing at the speed of change: How resilient managers succeed and prosper where others fail. New York: Villard Books.

Covin, T.J., & Kilmann, R.H. (1990). Participant perception of positive and negative influences on large-scale change. Group & Organization Studies, 15(2), 233-248.

Cunningham, C.E., Woodward, C.A., Shannon, H.S., MacIntosh., J., Lendrum., B., Rosenbloom, D., Brown, J. (2002). Readiness for organizational change: A longitudinal study of workplace, psychological and behavioural correlates. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 75, 377-392.

Dawson, P. (2003). Understanding organizational change: Contemporary experience of people at work. London: Sage Publication.

Davis, K. & Newstorm, J.W. (1996). Human behaviour at work. New Delhi: McGraw Hill Publishing Company Ltd.

Daniel, T.A., & Metcalf, G.S. (2001). The management of people in mergers and acquisition. Bridgeport: Quorum/Greenwood.

Desplaces, D. (2005). A multilevel approach to individual readiness to change.

Journal of Behavioral and Applied Management, 7(1), 25-39.

Decker, D., Wheeler, G.E., Johnson, J., & Parsons, R.J. (2001). Effect of organizational change on the individual employee. Health Care Management, 19(4), 1-12.

Elfrida, D. (2009). Analisis pengaruh iklim organisasi, motivasi, dan kompensasi terhadap semangat kerja petugas lembaga pemasyarakatan klas II-B Lubuk Pakam. Tesis: Universitas Sumatera Utara.

Elving, W.J.L. (2005). The role of communication in organizational change.

(13)

Fachri, M.W. (2008). Hubungan antara ciri kepribadian, usia, masa kerja, tingkat pendidikan, dan jenis kelamin dengan kesiapan untuk berubah. Skripsi: Universitas Indonesia.

Fard, H.D., Ghatari, A.R., & Hasiri, A. (2010). Employee morale in public sector: Is organizational trust an important factor?. Europen Journal of Scientific Research, 46(3), 378-390.

Field, A. (2009). Discovering statistic using spss (3rd edition). Singapore: Sage Publication Asia-Pasific Pte Ltd.

Forte, M., Hoffman, J.J. Lamont, B.T. & Brockman, E.N. (2000). Organizational form and environment: An analysis of between-form and within-form responses to environmental change. Strategic Management Journal, 21,

753-773.

Goksoy, A. (2012). The impact of job insecurity, role ambiguity, self monitoring and perceived fairness of previous change on individual readiness for change. Journal of Global Strategic Management, 11, 102-111.

Hadi, S. (2000). Metodologi research (jilid I-IV). Yogyakarta: Penerbit Andi. Hadi, S. (2002) Metodologi research. Yogyakarta: Andi Offset.

Hart, P.M., & Cooper, C.L. (2001). Occupational stress: Toward a more integrated framework. In N. Anderson, D.S. Ones, H.K. Sinangil & C. Viswesvaran (Eds), Handbook of industrial, work and organizational psychology. London: Sage

Hart, P.M., Wearing, A.J., Conn, M., Carter, N.L., & Dingle, R. (2000). Development of the school organizational health questionnaire: A measure for assessing teacher morale and school organizational climate.

British Journal of Educational Psychology, 70, 211-228.

Hasibuan, M.S.P (2005). Manajemen sumber daya manusia, edisi revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Holt, D.T., Armenakis, A.A., Field, H.S., & Harris, S.G. (2007). Readiness for organizational change: The systematic development of a scale. Journal of Applied Behavioral Science, 43(2), 232-255.

Ingram, H.J. (2009). Organizational transparency, employee perceptions, and employee morale: A correlational study. Proquest [online: diakses Januari 2012].

(14)

Jerome, L. & Kleiner, B.H. (1995). Employee morale and its impact on service: What companies do to create a positive service experience. Managing Service Quality, 5(6), 21-25.

Kerlinger, F.N. (2003). Asas-asas penelitian behavioral (3th ed). Yogyakarta : Gajah Mada University Express.

Khalid, A., & Rehman, R.R. (2011). Effect of organizational change on employee job involvement: Mediating role of communication, emotions and psychological contract. Information Management and Business Review, 3(3), 178-184.

Kotter, J.P. & Cohen, D.S. (2002). The heart of change: Real-life stories of how people change their organizations. Boston: Harvard Bussiness School Press.

Krueger, N.F., Jr., & Dickson, P.R. (1993). Self efficacy and perception of opportunities and threats. Psychological Reports, 72, 1235-1240.

Lewis, L.K. (2011). Organizational change: creating change through strategic communication. United Kingdom: Wiley Blackwell.

Linz, S.J, Good, L.K., & Huddleston P. (2006). Worker morale in Russia: An exploratory study. Journal of Managerial Psychology, 21(5), 415-437.

MacFadzean, F.A & McFadzean, E.S. (2005). Riding the emotional roller-coaster: A framework for improving nursing morale. Journal of Health Organization and Management, 19, 318.

Madsen, S.R., John, C.R, & Miller, D. (2006). Influential factors in individual readiness for change. Journal of Business and Management, 12(2), 93-110.

Madsen, S.R. (2003). Wellness in the workplace: Preparing employees for change.

Organization Development Journal, 21(1), 46-55.

Maier, N. (1998). Psychology in industry. Boston: Houghton Mifflin Company. Makawatsakul, N. & Kleiner, B.H. (2003). The effect of downsizing on morale

and attrition. Management Research News, 26(2-4), 52-62.

Mills, J.H., Dye, K., & Mills, A.J. (2009). Understanding organizational change. USA: Routledge.

(15)

McNabb, D.E., & Sepic, F.T. (1995). Culture, climate, and total quality management: Measuring readiness for change. Public and Manaegement Review, 18(4), 369-389.

Mumford, M.D., Baughman, W.A., Uhlman, C.E., Costanza, D.P., & Threlfall, K.V. (1993). Personality variable and skill acquisition: Performance while practicing a complex task. Human Performance, 6(4), 345-381. Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Depok: Penerbit

Universitas Indonesia (UI Press).

Myers, J.E. (1993). Downsizing blues: How to keep up morale. Management Review, 82(4), 28-31.

Neely, G.H. (1999). The relationship between employee morale and employee productivity. akses Januari 2012)

Ngambi, H.C. (2011). The relationship between leadership and employee morale in higher education. African Journal of Business Management, 5(3), 762-776.

Nitisemito, A.S. (2002). Manajemen personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nitisemito, A.S. (1996). Manajemen personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Oreg, S. (2006). Personality, context, and resistance to organizational change.

European Journal of Work and Organizational Psychology, 15(1), 73-101.

Pershing, J.A. (2006). Handbook of human performance technology: principle, practices and potential (3rd ed). New York: Pfeiffer.

Poole, M.S. & Van de ven, A.H. (2004). Handbook of organizational change and innovation. New York: Oxford University Press Inc.

Rafferty, A.E. & Simons, R.H. (2006). An examination of the antecedents of readiness for fine-tuning and corporate transformation changes. Journal of Bussiness and Psychology, 20(3), 325-350.

Rao, G.M. & Rao, V.S.P. (1999). Organization design, change and development. New Delhi: Discovery Publishing House.

Reichers, A.E., Wanous, J.P., & Austin, J.T. (1997). Understanding and managing cynicism about organizational change. The Academy of Management Executive, 11(1), 48-59.

(16)

Salim, E., Swassono, E.S., Swassono, Y., Abeng, T., Achir, A.C., & Sumampouw, P.M. (1997). Manajemen dalam era globalisasi. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia.

Santoso, S. (2002). Buku latihan spss statistik parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Sastrohadiwiryo, B.S. (2003). Manajemen tenaga kerja indonesia: Administratif dan operasional. Jakarta : Bumi Aksara.

Shah, N. (2011). A study of the relationship between organisational justice and employee readiness for change. Journal of Enterprise Information Management, 24(3), 224-236.

Shah, N., & Shah, S.G.S. (2010). Relationships between employee readiness for organizational change, supervisor and peer relations and demography.

Journal of Enterprise Information Management, 23(5), 640-652.

Sharma, S. (1996). Applied multivariate techniques. New York: Wiley.

Shirazi, A., Mortazavi, S., & Azad, N.P. (2011). Factors affecting employee’s readiness for knowledge management. European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences: hal 167-177.

Shook, L. & Roth, G. (2011). Downsizing, mergers and acquisition: Perspective of human resource development practitioners. Journal of European Industrial Training, 35(2), 135-153.

Smith, I. (2005). Achieving readiness for organizational change. Library Management, 26(6/7), 408-412.

Sofyandi, H. (2008). Manajemen sumber daya manusia. Jogjakarta: Graha Ilmu. Sunderji, M.G. (2004). Employee retention and turnover: The real reasons

employee stay or go. FMI Journal, 15(2), 37-48.

Suryabrata, S. (2008). Metode penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Tohardi, A. (2002). Pemahaman praktis manajemen sumber daya manusia.

Bandung: Mandar Maju.

Walinga, J. (2008). Toward a theory of change readiness: The roles of appraisal, focus, and perceived control. Journal of Applied Behavioral Science XXX(X).

(17)

Weber, P.S., & Weber, J.E. (2001). Changes in employee perceptions during organizational change. Leadership and Organizational Journal, 22(5/6), 291-300.

Weiner, B.J. (2009). A theory of organizational readiness for change. 2012].

Wibowo. (2005). Manajemen perubahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Vakola, M. & Nikolau, I. (2006). Attitude towards organizational change: What is

the role of employee’s stress and commitment. Employee Relations, 27(2), 160-174.

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan hasil penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subyek penelitian, prosedur penelitian, dan metode analisis (Hadi, 2002).

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Masalah yang harus dipecahkan harus diidentifikasi, dipilih dan dirumuskan dengan tepat untuk menguji hipotesis penelitian. Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu:

Variabel tergantung : Semangat kerja Variabel bebas : Kesiapan berubah

B. Definisi Operasional

(19)

B.1. Semangat Kerja

Semangat kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaan yang ditunjukkan dengan keinginan untuk bekerja secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan organisasi. Semangat kerja akan diukur dengan menggunakan skala semangat kerja yang disusun berdasarkan empat aspek semangat kerja yang dikemukakan oleh Maier (1998) yaitu kegairahan, kualitas untuk bertahan, kekuatan melawan frustrasi dan semangat kelompok.

Tabel 3.1. Definisi Operasional Aspek Semangat Kerja

Aspek Definisi Operasional

Kegairahan Minat dan kesenangan pekerja dalam melakukan pekerjaannya.

Kualitas untuk bertahan Usaha yang dilakukan oleh pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya meskipun mengalami kesulitan dalam pekerjaan.

Kekuatan melawan frustrasi Pekerja mampu mengatasi setiap masalah yang berkaitan dengan pekerjaan secara konstruktif. Semangat kelompok Pekerja memiliki hubungan yang harmonis

dengan rekan kerja

(20)

Sebaliknya, semakin rendah skor skala semangat kerja yang diperoleh menunjukkan semakin rendah semangat kerja karyawan.

B.2. Kesiapan Berubah

Kesiapan berubah adalah kondisi sejauhmana kesediaan pekerja secara kognisi dan afeksi mau menerima dan mengadopsi perubahan. Kesiapan berubah diukur dengan menggunakan skala yang diadaptasi dari skala kesiapan berubah yang dirancang oleh Holt, Armenakis, Feild dan Harris (2007) berdasarkan empat dimensi kesiapan berubah yaitu change self efficacy, appropriateness,

management support, dan personal benefit.

Tabel 3.2. Definisi Operasional Dimensi Kesiapan Berubah

Dimensi Definisi Operasional

Change self efficacy Keyakinan pekerja tentang keahlian yang dimilikinya untuk melakukan tugas dan aktivitasnya terkait dengan perubahan di perusahaan.

Appropriateness Keyakinan pekerja mengenai manfaat dan ketepatan perubahan bagi perusahaan.

Management support Keyakinan pekerja mengenai dukungan pimpinan dan pihak manajemen terhadap perubahan di perusahaan.

(21)

Skor total pada skala kesiapan berubah merupakan petunjuk bagi tinggi rendahnya kesiapan berubah pada karyawan. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula kesiapan berubah karyawan tersebut. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah pula kesiapan berubah karyawan tersebut.

C. Subjek Penelitian dan Teknik Sampling C.1. Subjek Penelitian

Dalam suatu penelitian, masalah populasi dan sampel yang dipakai merupakan faktor penting yang harus diperhatikan (Hadi, 2000). Populasi adalah kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2007). Dari populasi yang ditentukan akan diambil wakil dari populasi yang disebut sampel penelitian. Sampel adalah bagian dari populasi dan karena merupakan bagian dari populasi, sampel harus dapat mewakili ciri-ciri populasinya (Azwar, 2007).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah karyawan yang bekerja di perusahaan perkebunan. Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan PT Perkebunan X dan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 85 orang.

C.2. Teknik Sampling

(22)

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah non-random sampling, yaitu bahwa tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sampel (Hadi, 2000). Adapun jenis pengambilan sampel adalah incidental sampling. Incidental sampling merupakan teknik pengambilan sampel dimana hanya menyelidiki individu-individu yang kebetulan dijumpai (Hadi, 2000). Adapun karakteristik sampel penelitian adalah karyawan yang telah bekerja minimal selama 2 tahun dengan pertimbangan karyawan tersebut telah mengalami perubahan-perubahan selama bekerja di perusahaan.

D. Metode Pengambilan Data

Dalam usaha mengumpulkan data penelitian diperlukan suatu metode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan skala atau disebut dengan metode skala.

Metode skala yaitu suatu metode pengumpulan data yang merupakan suatu daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis (Hadi, 2000).

Menurut Hadi (2000), metode skala mendasarkan pada laporan-laporan pribadi (self report). Metode skala sendiri memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:

1. Subjek adalah orang yang paling tahu mengenai dirinya.

(23)

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.

Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2000). Metode ini menggunakan lima pilihan jawaban yaitu netral (N), sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

D.1. Skala Semangat Kerja

Skala semangat kerja dalam penelitian ini menggunakan skala semangat yang disusun berdasarkan aspek semangat kerja yang dikemukakan oleh Maier (1998) yaitu kegairahan, kualitas untuk bertahan, kekuatan melawan frustrasi, dan kerjasama.

Skala disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan favorabel

(mendukung) dan unfavorabel (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari bobot penilaian untuk setiap pernyataan, apakah favorabel atau unfavorabel. Untuk item yang favorabel, jawaban SS diberi skor 5, demikian seterusnya skor 1 untuk STS. Sedangkan item unfavorabel, jawaban STS diberi skor 5 dan seterusnya skor 1 untuk SS (Azwar, 2009).

(24)

Tabel 3.3. Tabel Blueprint Skala Semangat Kerja

Aspek Indikator Aitem Jumlah

(%) Favo Unfavo

Kegairahan a. Memiliki pandangan bahwa bekerja merupakan hal yang menyenangkan.

b. Antusias terhadap pekerjaan.

1, 5, 10, 17, 18, 21, 36 6, 11, 12, 24, 25, 32, 33 35.90 Kualitas untuk bertahan

a. Percaya diri mampu

mengatasi masalah pekerjaan. b. Tidak mudah lelah, tekun, dan

bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan. pekerjaan. c. Mencari alternatif bantuan dan

melibatkan berbagai jalan keluar.

2, 9, 27, 30, 39

3, 22, 38 20.51

Kekuatan melawan frustrasi

a. Tetap optimis dan berpikir positif ketika menghadapi kegagalan.

b. Melakukan tindakan koreksi diri.

7, 26, 29 13, 14, 19, 34, 35

20.51

Semangat kelompok a. Bersedia bekerjasama dengan rekan kerja yang lain.

b. Bersedia membantu rekan kerja lain dan tidak berusaha menjatuhkannya

8, 15, 31, 37

4, 16, 20, 23, 28

23.08

(25)

D.2. Skala Kesiapan Berubah

Skala kesiapan berubah diadaptasi dari skala kesiapan berubah yang dirancang oleh Holt, Armenakis, Field, dan Harris (2007) berdasarkan empat dimensi kesiapan berubah, yaitu change self efficacy, appropriateness, management support, dan personal benefit.

Skala disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan favorabel (mendukung) dan unfavorabel (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari bobot penilaian untuk setiap pernyataan, apakah favorabel atau unfavorabel Untuk item yang favorabel jawaban SS diberi skor 5, demikian seterusnya skor 1 untuk STS. Sedangkan item unfavorabel, jawaban STS diberi skor 5 dan seterusnya skor 1 untuk SS (Azwar, 2009).

(26)

Tabel 3.4. Blueprint Skala Kesiapan Berubah

Aspek Indikator Aitem Jumlah

(%) Favo Unfavo

Change self

efficacy

a. Perasaan mampu melakukan pekerjaan dengan baik setelah terjadi perubahan.

b. Merasa memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas setelah terjadi perubahan.

1, 5, 18, 23, 27

12, 13, 31

23.53

Appropriateness a. Keuntungan yang diperoleh perusahaan setelah melakukan perubahan.

b. Kebutuhan perusahaan untuk berubah.

2, 14, 17, 19, 30, 32, 33 6, 20, 26 29.41 Management support

a. Usaha yang dilakukan oleh pihak pimpinan terkait perubahan.

b. Usaha yang dilakukan pihak manajemen terkait perubahan.

7, 8, 15, 16, 21, 24

3, 11 23.53

Personal benefit a. Manfaat yang dihubungkan dengan aspek finansial, hubungan dengan rekan kerja, status, karir, dan tugas.

b. Manfaat secara umum yang diterima.

9, 10, 25, 28, 29

4, 22, 34

23.53

(27)

E. Uji Coba Alat Ukur

Sebelum melakukan penelitian, peneliti akan melakukan uji coba alat ukur terlebih dahulu kepada sejumlah responden untuk mmperoleh alat ukur yang valid dan reliabel.

Hadi (2000) mengemukakan tujuan dari try out adalah sebagai berikut: 1. Menghindari pernyataan-pernyataan yang kurang jelas maksudnya. 2. Menghindari penggunaan kata-kata yang terlalu asing, terlalu

akademik ataupun yang menimbulkan kecurigaan.

3. Memperbaiki pernyataan-pernyataan yang biasa dilewati (dihindari) atau hanya menimbulkan jawaban-jawaban dangkal.

4. Menambah item yang sangat perlu atau meniadakan item yang ternyata tidak relevan dengan tujuan penelitian.

E.1. Uji Validitas

Validitas adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukur artinya alat ukur memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2008). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi dan validitas konstruk.

(28)

(Azwar, 2000). Validitas isi ditegakkan dengan langkah telaah dan revisi butir pernyataan berdasarkan pendapat professional judgement yang dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing.

Validitas konstruk adalah validitas yang menunjukkan sejauhmana tes mengungkap suatu trait atau konstruk teoritik yang hendak diukur (Allen & Yen dalam Azwar, 2000). Validitas konstruk yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melihat korelasi antaritem dalam alat ukur yang dilakukan dengan analisis faktor.

Uji analisis faktor diawali dengan melihat nilai Keiser-Meyer-Olkin

(KMO) yaitu mengukur apakah sampel sudah cukup memadai. Menurut Kaiser (dalam Field, 2009) nilai KMO di atas 0.5 berarti bahwa sampel cukup memadai dan data dapat dianalisis lebih lanjut.

Kemudian dilihat nilai Measure of Sampling adequency/MSA dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan koefisien korelasi parsialnya. Menurut Santoso (2002) angka MSA berkisar antara 0 sampai dengan 1, dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lainnya.

b. Jika MSA lebih besar dari 0.5 maka variabel tersebut masih dapat diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.

(29)

Selanjutnya validitas konstruk dilihat dari nilai bobot faktor (loading factor) yang menunjukkan besarnya korelasi antara variabel awal dengan faktor yang terbentuk. Menurut Sharma (1996) nilai bobot faktor di atas 0.4 merupakan indikator bahwa sebuah variabel memiliki validasi yang cukup kuat.

E.2. Uji Reliabiitas

Menurut Azwar (2009) reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Menurut Hadi (2000) reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan. Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang merupakan indikator konsistensi item-item tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama.

Untuk menjaga reliabilitas alat ukur, peneliti akan menghitung koefisien reliabilitas pada alat ukur. Koefisien reliabilitas berkisar mulai dari 0,0 sampai dengan 1,0 dengan 1,0 merupakan konsistensi sempurna (Azwar, 2009).

E.3. Uji Daya Beda Item

(30)

Pengujian daya beda item ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap item dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu skor total tes itu sendiri, dengan menggunakan koefisien korelasi pearson product moment. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total yang dikenal dengan indeks daya beda item (Azwar, 2009). Uji daya beda item ini akan dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini, yaitu skala kesiapan berubah dan skala semangat kerja. Setiap butir item pada skala ini akan dikorelasikan dengan skor total skala. Prosedur pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (p<0,05). Umumnya koefisien indeks daya beda item di atas 0.30 atau di atas 0.25 sudah dianggap mengindikasi daya diskriminasi yang baik. Berdasarkan hal di atas, maka koefisien indeks daya beda item yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah lebih besar dari 0.3.

E.4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Hasil uji coba skala semangat kerja dan kesiapan berubah dilakukan terhadap 85 orang karyawan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. 1. Hasil uji coba skala semangat kerja

Untuk melihat daya diskriminasi item, dilakukan analisa dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 17 for windows, kemudian nilai

corrected item total correlation yang diperoleh dibandingkan dengan

(31)

daya item di atas 0.3 dan sebanyak 14 item yang gugur dengan kisaran koefisien korelasi 0.314 – 0.584.

Kemudian dilakukan analisis faktor pada 25 item tersebut. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa dari 25 item diperoleh 24 item yang memiliki validitas konstruk yang cukup memuaskan dengan nilai KMO dan MSA di atas 0.5 dan faktor loading di atas 0.4. Terdapat 1 item yaitu item no 6 yang gugur karena nilai faktor loadingnya di bawah 0.4.

Pada dimensi kegairahan diperoleh nilai KMO sebesar 0.712, nilai MSA bergerak dari 0.653 sampai 0.816 dan nilai faktor loading yang bergerak dari 0.411 sampai 0.708. Pada dimensi ini terdapat 1 item yang gugur yaitu item nomor 18 dikarenakan faktor loadingnya di bawah 0.4. Sementara untuk dimensi kualitas bertahan diperoleh nilai KMO sebesar 0.578, nilai MSA bergerak dari 0.526 sampai 0.677 dengan nilai faktor loading bergerak dari 0.417 sampai 0.716. Selanjutnya dimensi kekuatan melawan frustrasi diperoleh nilai KMO sebesar 0.614, nilai MSA bergerak dari 0.587 sampai 0.649, dan nilai faktor loading yang bergerak dari 0.498 sampai 0.728. Terakhir pada dimensi semangat kelompok diperoleh nilai KMO sebesar 0.676, nilai MSA bergerak dari 0.639 sampai 0.749, dan nilai faktor loading yang bergerak dari 0.452 sampai 0.778.

Setelah dilakukan analisa faktor, kemudian dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach dan diperoleh hasil rxx =

(32)
[image:32.595.107.534.149.760.2]

Tabel 3.5. Skala Semangat Kerja Setelah Uji Coba

Aspek Indikator Aitem Jumlah

(%) Favo Unfavo

Kegairahan a. Memiliki pandangan bahwa bekerja merupakan hal yang menyenangkan. b. Antusias terhadap

pekerjaan.

5, 10. 11, 12, 24, 25, 32, 33.

36.36

Kualitas untuk bertahan

a. Percaya diri mampu mengatasi masalah pekerjaan.

b. Tidak mudah lelah, tekun, dan bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan. pekerjaan.

c. Mencari alternatif bantuan dan melibatkan berbagai jalan keluar.

9, 30. 3, 22, 38.

22.73

Kekuatan

melawan frustrasi

a. Tetap optimis dan berpikir positif ketika menghadapi kegagalan.

b. Melakukan tindakan koreksi diri.

7. 13, 34, 35.

18.18

Semangat kelompok

a. Bersedia bekerjasama dengan rekan kerja yang lain.

b. Bersedia membantu rekan kerja lain dan tidak berusaha menjatuhkannya

15, 31. 20, 23, 28.

22.73

(33)

2. Hasil uji coba skala kesiapan berubah

Jumlah item skala kesiapan berubah yang akan dilakukan uji daya beda adalah sebanyak 34 item. Dari 34 item tersebut, 33 item memiliki nilai uji beda yang memuaskan dan 1 item yang gugur. Nilai koefisien korelasi item berkisar dari 0.352 sampai 0.714.

Kemudian dilakukan analisa faktor terhadap 33 item tersebut dan hasil analisa faktor menunjukkan bahwa 33 item tersebut memiliki validitas konstruk yang cukup memuaskan yaitu nilai KMO dan MSA berada di atas 0.5 sementara nilai faktor loadingnya di atas 0.4.

Pada dimensi self change efficacy, diperoleh nilai KMO sebesar 0.730, nilai MSA bergerak dari 0.620 sampai 0.820, dan nilai faktor loading dari 0.476 sampai 0.775. Dimensi kedua yaitu appropriateness diperoleh nilai KMO sebesar 0.783, nilai MSA bergerak dari 0.656 sampai 0.896, dan nilai faktor loading bergerak dari 0.457 sampai 0.752. Selanjutnya dimensi

management support diperoleh nilai KMO sebesar 0.738, nilai MSA bergerak dari 0.669-0.841, dan nilai faktor loading bergerak dari 0.462 sampai 0.790. Dimensi terakhir yaitu personal valence diperoleh nilai KMO sebesar 0.800, nilai MSA bergerak dari 0.620 sampai 0.884, dan nilai faktor loading yang bergerak dari 0.440 sampai 0.804.

Setelah melakukan analisa faktor pada item skala kesiapan berubah, maka dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach dan diperoleh hasil rxx’ = 0,934 yang berarti tingkat reliabilitas tinggi. Distribusi

(34)
[image:34.595.109.555.149.697.2]

Tabel 3.6. Skala Kesiapan Berubah Setelah Uji Coba

Aspek Indikator Aitem Jumlah

(%) Favo Unfavo

Change self

efficacy

a. Perasaan mampu melakukan pekerjaan dengan baik setelah terjadi perubahan.

b. Merasa memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas setelah terjadi perubahan.

1, 5, 18, 23, 27.

12, 13, 31.

24.24

Appropriateness a. Keuntungan yang diperoleh perusahaan setelah melakukan perubahan.

b. Kebutuhan perusahaan untuk berubah.

2, 14, 17, 19, 30, 32, 33.

6, 20. 27.28

Management

support

a. Usaha yang dilakukan oleh pihak pimpinan terkait perubahan.

b. Usaha yang dilakukan pihak manajemen terkait perubahan.

7, 8, 15, 16, 21, 24.

3, 11. 24.24

Personal benefit a. Manfaat yang dihubungkan dengan aspek finansial, hubungan dengan rekan kerja, status, karir, dan tugas.

b. Manfaat secara umum yang diterima.

9, 10, 25, 28, 29.

4, 22, 34.

24.24

(35)

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian F.1. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan

Dalam tahap persiapan ini, yang dilakukan peneliti adalah:

1. Mengumpulkan data atau fenomena yang ada dalam perusahaan (melalui prosesmagang).

Pada tahap ini, peneliti magang pada perusahaan dalam rangka menemukan permasalahan atau fenomena yang terjadi dalam perusahaan. Peneliti mulai magang pada bulan April 2012 – Juli 2012. Dalam mengumpulkan data, peneliti melakukan observasi pada 3 departemen dan wawancara terhadap karyawan departemen human capital dan karyawan departemen lainnya. 2. Pembuatan alat ukur

Penelitian ini menggunakan dua buah alat ukur, yaitu skala semangat kerja dan skala kesiapan berubah. Skala semangat kerja disusun oleh peneliti berdasarkan 4 aspek yang dikemukakan oleh Meier (1998). Skala semangat kerja yang disusun terdiri dari 39 item dengan 5 pilihan jawaban. Sementara itu, skala kesiapan berubah merupakan adaptasi dari alat ukur yang disusun oleh Holtz, Armenakis dan Harris (2007). Skala kesiapan berubah terdiri dari 34 item dengan 5 pilihan jawaban. Baik skala semangat kerja dan skala kesiapan berubah disajikan dalam bentuk booklet.

3. Uji coba alat ukur dan pengambilan data penelitian

(36)

semangat kerja dan kesiapan berubah. Sebanyak 100 skala semangat kerja disebarkan di kantor cabang Medan dan 100 skala skala di estate. Dari 200 skala yang disebarkan, ada 145 skala yang dikembalikan yaitu 53 skala dari kantor cabang Medan dan 98 skala dari estate. Dari 145 skala yang diperoleh, 85 skala digunakan untuk uji coba alat ukur penelitian dan 85 skala digunakan untuk data penelitian.

Setelah melakukan uji coba alat ukur, maka peneliti melakukan uji daya beda item dan reliabilitas pada ke dua buah skala dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 17 for Windows. Hasil uji daya beda item pada skala semangat kerja, maka diperoleh 22 item yang memiliki nilai korelasi yang memuaskan dengan reliabilitas sebesar 0.852. Hasil uji daya beda item pada skala kesiapan berubah, maka diperoleh 33 item yang memiliki nilai korelasi yang memuaskan dengan reliabilitas sebesar 0.934. Setelah mengetahui item-item mana saja yang memenuhi validitas dan reliabilitasnya, peneliti menggunakan item-item tersebut untuk digunakan dalam data penelitian.

F.2. Pengolahan Data Penelitian

(37)

G. Metode Analisa Data

Analisa hasil data utama penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistik. Alasan yang mendasari dipakainya analisa statistik adalah karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan (generalisasi) penelitian. Pertimbangan lain yang mendasari adalah karena analisis statistik bekerja dengan angka-angka yang bersifat objektif karena kerja statistik menutup kemungkinan masuknya unsur-unsur subjektif yang dapat merubah keinginan menjadi kenyataan atau kebenaran, serta bersifat universal dalam arti dapat digunakan hampir dalam semua bidang penyelidikan (Hadi, 2000).

Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier sederhana. Regresi adalah suatu proses memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa yang akan datang berdasarkan informasi masa lalu dan masa sekarang agar kesalahannya dapat diperkecil. Kegunaan regresi dalam penelitian salah satunya adalah untuk meramalkan (memprediksikan) variabel kriterium (Y) apabila variabel prediktor (X). Persamaan yang digunakan adalah:

Y = a + bX + e Keterangan

(38)

Keseluruhan analisa dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputerisasi SPSS 17.0 for Windows. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa lebih dahulu dilakukan uji asumsi meliputi:

1. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data penelitian terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one sample kolmogorov-smirnov. Data dikatakan terdistribusi normal jika harga p>0.5

2. Uji linieritas

Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian yaitu variabel kesiapan berubah dan semangat kerja memiliki hubungan linier. Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan uji F (Anova). Alasan peneliti menggunakan metode ini karena efektif dalam hal waktu dan tenaga. Data dapat dikatakan linier apabila p<0.5.

3. Uji autokorelasi

(39)

4. Uji homoskedasitas

(40)

BAB IV

ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

Bab ini akan memberikan gambaran umum tentang subjek penelitian dan hasil penelitian yang berkaitan dengan analisa terhadap data penelitian. Analisa data pada bab ini berkaitan dengan masalah yang akan dijawab maupun variabel yang diteliti oleh peneliti.

A. Gambaran Subjek Penelitian

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja diperusahaan perkebunan. Total subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berjumlah 85 orang. Dari 85 orang subjek penelitian diperoleh gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin dan usia.

A.1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

[image:40.595.113.519.592.706.2]

Berdasarkan jenis kelaminnya, maka diperoleh gambaran penyebaran subjek seperti yang tertera pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%)

Laki-laki 66 orang 77.65%

Perempuan 19 orang 22.35%

Total 85 orang 100%

(41)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki sebanyak 66 orang (77.65%) dan perempuan sebanyak 19 orang (22.35%).

A.2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

[image:41.595.112.519.307.420.2]

Berdasarkan usianya, maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (N) Persentase (%)

21 – 40 tahun 44 orang 52.76%

40 – 60 tahun 41 orang 48.24%

Total 85 orang 100%

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa subjek penelitian yang berada pada rentang usia 21 – 40 tahun adalah sebanyak 44 orang (52.76%), sementara itu subjek penelitian yang berada pada rentang usia 40 – 60 tahun adalah sebanyak 41 orang (48.24%).

B. Hasil Utama Penelitian

(42)

1. Uji Asumsi Penelitian

Sebelum analisa data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu uji normalitas sebaran dan uji linieritas untuk melihat apakah data tersebar secara normal dan linier. Pengujian asumsi dan analisis dilakukan dengan menggunakan program komputer

SPSS versi 17.0 for windows. a. Uji Normalitas Sebaran

[image:42.595.188.488.430.633.2]

Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one sample kolmogorov-smirnov. Data dikatakan terdistribusi normal jika harga p>0.5

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Kesiapan

Berubah

Semangat Kerja

N 85 85

Normal Parametersa,,b Mean 117.4118 72.4000 Std.

Deviation

22.77284 17.84804 Most Extreme

Differences

Absolute .125 .095

Positive .083 .095

Negative -.125 -.050

Kolmogorov-Smirnov Z 1.156 .878

Asymp. Sig. (2-tailed) .138 .423

(43)

b. Uji Linieritas

[image:43.595.134.560.371.515.2]

Uji linieritas garis regresi ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam memilih model regresi yang akan digunakan. Uji ini merupakan persyaratan apakah model regresi dapat digunakan untuk menganalisis data. Untuk menentukan linieritas garis regresi dapat ditentukan dengan melihat nilai p. Kriteria yang digunakan adalah bila nilai p < 0.05 maka persamaan garis regresi disebut linier. Analisis perhitungan dapat terlihat pada tabel 4.4. di bawah ini.

Tabel 4.4. Hasil Uji Linieritas

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. Semangat

Kerja * Kesiapan Berubah

Between Groups

(Combined) 20652.383 45 458.942 2.931 .000 Linearity 9123.519 1 9123.519 58.273 .000 Deviation

from Linearity

11528.864 44 262.020 1.674 .052 Within Groups 6106.017 39 156.565

Total 26758.400 84

Dari tabel 10 di atas, maka diketahui bahwa nilai F = 58.273 dan nilai p = 0.00 (p < 0.05). Hal ini berarti persamaan garis regresi linier.

c. Uji Autokorelasi

(44)
[image:44.595.165.535.290.344.2]

dengan melihat nilai Durbin-Watson hitung. Kriteria yang digunakan untuk memutuskan tidak adanya autokorelasi adalah dU < D < (4-dU), sebaliknya dikatakan ada autokorelasi apabila D < dL atau D > (4-dL). Analisis perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil Uji Autokorelasi

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .584a .341 .333 14.57630 1.453

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa D = 1.453 < dL ( dL = 1.624 untuk n = 85, k = 1, σ = 0.05) yang berarti bahwa terdapat auotokorelasi.

d. Uji Homoskedasitas

(45)
[image:45.595.185.503.203.358.2]

Gambar 4.1. Scatterplot

Gambar scatterplot di atas menunjukkan tidak membentuk pola tertentu yang diartikan bahwa uji homoskedasitas terpenuhi.

2. Hasil Utama Penelitian

(46)
[image:46.595.175.517.161.252.2]

Tabel 4.6. Hasil Utama Penelitian

Pada tabel dapat dilihat nilai signifikansi adalah 0.000, dengan kriteria p < 0.05 maka dapat dikatakan bahwa kesiapan berubah memiliki pengaruh terhadap semangat kerja. Selanjutnya akan dilihat dan besarnya sumbangan efektif kesiapan berubah terhadap semangat kerja yang dapat dilihat pada tabel 4.7. berikut.

Tabel 4.7. Sumbangan Efektif Variabel Kesiapan Berubah

Dengan melihat nilai R = 0.584 yang bertanda positif maka dapat dikatakan bahwa hubungan variabel kesiapan berubah terhadap semangat kerja adalah searah yang artinya semakin tinggi kesiapan berubah maka semakin tinggi juga semangat kerjanya, begitu juga sebaliknya. Dari tabel terlihat bahwa koefisien determinan (R square) adalah sebesar 0.341, hal ini berarti bahwa kesiapan berubah dapat menjelaskan 34.1% variabel semangat kerja.

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig. 1 Regression 18.850 1 18.850 42.941 .000a

Residual 36.436 83 .439

Total 55.286 84

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

[image:46.595.186.481.469.524.2]
(47)
[image:47.595.149.515.180.284.2]

Model persamaan regresi dapat dibuat dengan melihat tabel 4.8. berikut. Tabel 4.8. Model Persamaan Regresi

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) .849 .380 2.235 .028

KesiapanBeru bah

.686 .105 .584 6.553 .000

Pada tabel 4.8. di atas dapat diketahui bahwa nilai koefisien konstanta B adalah sebesar 0.849 dan nilai koefisien variabel adalah 0.686 sehingga model persamaan regresi estimasi linier yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Y = 0.849 + 0.686 X

Dari persamaan garis di atas, dapat diartikan bahwa bila variabel X diganti dengan suatu satuan akan menyebabkan peningkatan pada variabel Y. Hal ini berarti jika variabel kesiapan berubah bernilai 1, maka semangat kerja adalah sebesar 1.535 satuan.

C. Kategorisasi Skor Penelitian

1. Kategorisasi Skor Penelitian Semangat Kerja

(48)

yang diharapkan dapat dicapai adalah 110. Dari skala semangat kerja diperoleh mean hipotetik (µ) sebesar 66 dengan standar deviasi (σ) adalah

[image:48.595.153.545.307.395.2]

sebesar 14.67. Sementara mean empirik (X) yang diperoleh adalah sebesar 72.40 dengan standar deviasi (S) 17.85. Perbandingan data empirik dan hipotetik dapat dilihat dalam tabel 4.9. berikut.

Tabel 4.9. Perbandingan data empirik dan teoritik semangat kerja

Variabel Data Empirik Data Hipotetik

Semangat Kerja Min Max Mean SD Min Max Mean SD 32 110 72.40 17.85 22 110 66 14.67

Berdasarkan hasil penelitian, didapat hasil perbandingan mean empirik dan mean hipotetik dari variabel semangat kerja yang menunjukkan bahwa rerata empirik (X = 72.40) lebih tinggi daripada rerata hipotetik (µ = 66). Sehingga dapat disimpulkan bahwa semangat kerja subjek penelitian lebih tinggi dibandingkan populasi secara umum.

(49)

X < (µ - 1.0σ) semangat kerja rendah

(µ - 1.0σ) ≤ X < (µ + 1.0σ) semangat kerja sedang

(µ + 1.0σ) ≥ X semangat kerja tinggi

Skala semangat kerja yang sahih terdiri dari 22 item dengan 5 pilihan jawaban yang bergerak dari 1-5 sehingga diperoleh rentang minimum-maksimumnya adalah 22x1 = 22 sampai dengan 22x5 = 110, sehingga luas jarak sebarannya adalah 110 – 22 = 88. Dengan demikian setiap satuan deviasi standarnya bernilai σ = 14.67 dan mean hipotetiknya

[image:49.595.152.526.466.610.2]

µ= 66. Dari data tersebut, dapat dibuat kategorisasi skor semangat kerja seperti pada tabel 4.10.

Tabel 4.10 Kategorisasi Skor Semangat Kerja

Rentang Nilai Kategori Semangat Kerja Jumlah (N) Persentase (%) X < 51 Semangat kerja rendah 18 21.2

51 ≤ X < 81 Semangat kerja sedang 40 47.0

81 ≥ X Semangat kerja tinggi 27 31.8

Jumlah 85 100

(50)

2. Kategorisasi Skor Penelitian Kesiapan Berubah

Data kesiapan berubah diperoleh dengan menggunakan skor kesiapan berubah yang terdiri dari 33 item yang sahih. Pemberian skor terhadap setiap butir pernyataan bergerak dari 1-5, dari hal tersebut maka skor harapan terendah yang dapat dicapai adalah 33 dan skor tertinggi yang diharapkan dapat dicapai adalah 165. Dari skala kesiapan berubah diperoleh mean hipotetik (µ) sebesar 99 dengan standar deviasi (σ)

[image:50.595.150.562.445.531.2]

sebesar 22. Sementara mean empirik (X) yang diperoleh adalah 117.4 dengan standar deviasi (S) sebesar 23. Perbandingan data empirik dan hipotetik dapat dilihat dalam tabel 4.11. berikut.

Tabel 4.11. Perbandingan Data Empirik dan Hipotetik Kesiapan Berubah

Variabel Data Empirik Data Hipotetik

Kesiapan Berubah Min Max Mean SD Min Max Mean SD 65 165 117.4 23 33 165 99 22

(51)

karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit ini memiliki variasi yang tinggi.

Kemudian, subjek akan digolongkan dalam 3 kategori kesiapan berubah yaitu rendah, sedang dan tinggi. Pengkategorian kesiapan berubah dilakukan dengan membagi distribusi normal atas enam bagian atau enam satuan deviasi standar.

Skala kesiapan berubah yang terdiri dari 33 item dengan 5 pilihan jawaban yang bergerak dari 1-5, maka diperoleh rentang minimum-maksimumnya yaitu 33x1=33 sampai dengan 33x5=165 sehingga luas jarak sebarannya adalah 165-33=132. Dengan demikian setiap satuan deviasi standarnya bernilai σ=132/6=22 dan mean hipotetiknya adalah

[image:51.595.152.525.536.680.2]

µ=99. Dari perhitungan di atas, dapat dibuat kategorisasi kesiapan berubah seperti tabel 4.12. berikut.

Tabel 4.12. Kategorisasi Skor Kesiapan Berubah

Rentang Nilai Kategori Semangat Kerja Jumlah (N) Persentase (%) X < 77 Kesiapan berubah rendah 10 11.8

77 ≤ X < 121 Kesiapan berubah sedang 35 41.2

121 ≥ X Kesiapan berubah tinggi 40 47.0

Jumlah 85 100

(52)

kesiapan berubah sedang adalah sebanyak 35 orang (41.2%) dan subjek dengan kesiapan berubah tinggi adalah sebanyak 40 orang (47.0%).

D. Pembahasan

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin melihat apakah kesiapan berubah memiliki pengaruh terhadap semangat kerja pada karyawan. Hasil penelitian pada 85 orang karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit menunjukkan hipotesis penelitian yang berbunyi “ada pengaruh antara kesiapan berubah terhadap semangat kerja” diterima.

Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi (r2), sumbangan efektif kesiapan berubah terhadap semangat kerja adalah sebesar 34.1%, sementara 65.9% lainnya dipengaruhi oleh pengaruh variabel lain yang menyebabkan perilaku semangat pada karyawan. Model persamaan regresi estimasi linier yang diperoleh adalah Y = 0.849+0.686X, dapat diartikan bahwa jika variabel kesiapan berubah adalah 1 maka semangat kerja adalah sebesar 1.535 satuan. Hal ini berarti bahwa peningkatan 1 unit kesiapan berubah akan meningkatkan semangat kerja sebesar 0.686 unit.

(53)

perubahan cenderung menunjukkan penurunan semangat kerja (Hellriegel & Slocum, 2007).

Ada beberapa alasan mengapa kesiapan berubah memiliki hubungan positif dengan semangat kerja karyawan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, kesiapan berubah merupakan kesiapan mental dan fisik untuk mengambil suatu tindakan (Walinga, 2008). Ketika karyawan memiliki kesiapan berubah yang tinggi maka karyawan akan lebih mungkin untuk memulai perubahan, mengerahkan upaya yang lebih besar, tekun dan mau bekerjasama (Weiner, 2009) . Kerjasama sendiri merupakan salah satu aspek yang menyusun semangat kerja (Maier, 1998). Sehingga, hal ini menjelaskan bahwa ada hubungan positif kesiapan berubah dengan semangat kerja.

Alasan lain mengenai hubungan positif antara kesiapan berubah dengan semangat kerja dapat dijelaskan dari hubungan faktor-faktor pembentuk kesiapan berubah terhadap semangat kerja, yaitu:

Pertama, appropriateness adalah persepsi karyawan mengenai apakah perubahan organisasi benar-benar dibutuhkan dan tepat bagi organisasi (Holt, Armenakis, Field, & Harris, 2007). Karyawan yang melihat perubahan sebagai hal yang dibutuhkan organisasi akan lebih terikat (engage) dalam menerapkan perubahan dan terlibat dalam implementasi perubahan (Weiner, 2009).

(54)

secara konsisten mempengaruhi pola pikir, perilaku dan emosi seseorang (Armenakis, Harris & Mossholder, 1993). Change self efficacy yang tinggi akan membantu karyawan melihat perubahan sebagai suatu tantangan dan kesempatan untuk mengembangkan diri, bukan sebagai suatu ancaman (Krueger & Dickson, 1993), mengurangi stress sehingga pada akhirnya akan meningkatkan engagement karyawan (Jimmieson dkk, 2004). Dimana disebutkan bahwa engagement merupakan produk dari semangat kerja yang tinggi (Bowles & Cooper, 2009). Hal ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara change self efficacy sebagai dimensi pembentuk kesiapan berubah dengan semangat kerja.

(55)

bahwa kepemimpinan dan persepsi akan dukungan pemimpin terhadap perubahan mempengaruhi komitmen dan semangat kerja karyawan.

Terakhir, personal valence adalah keyakinan bahwa perubahan yang dilakukan membawa keuntungan (Armenakis & Harris, 2009). Hasil penelitian menemukan bahwa individu yang siap berubah pada dasarnya adalah individu yang memiliki persepsi bahwa perubahan akan memberikan manfaat bagi dirinya, sebaliknya individu yang nyaman dengan status quo dan takut kehilangan status keuangannya akan menolak perubahan (Christian, 1995). Hal ini dapat dijelaskan dengan teori motivasi Vroom yang menyatakan individu-individu lebih termotivasi dan akan mengeluarkan usaha pada aktivitas-aktivitas yang mereka percaya akan memberikan hasil yang bernilai bagi mereka (dalam Koontz, 2010).

(56)

yang rendah dalam suatu organisasi. Seorang karyawan dengan semangat kerja yang rendah tidak menyukai pekerjaannya, merasa tidak bahagia, dan menyebar ketidakbahagiannya dari satu departemen ke departemen lainnya hingga akhirnya mempengaruhi organisasi secara keseluruhan. Sehingga karyawan yang berada pada kategori semangat kerja yang rendah harus mendapat perhatian perusahaan.

Selain itu, perusahaan juga berharap karyawan memiliki kesiapan berubah yang tinggi, sebab karyawan dengan kesiapan berubah yang tinggi akan lebih mau memulai perubahan, mengerahkan upaya yang lebih besar terhadap perubahan, tekun dan lebih kooperatif (Weiner, 2009). Sebaliknya, karyawan dengan kesiapan berubah yang rendah memiliki kepuasan kerja yang rendah, lebih mudah teriritasi dengan lingkungan kerja dan memiliki intensi yang tinggi untuk keluar dari organisasi (Wanberg & Banas, 2008). Dengan melihat hasil dari tiap kategori dimana terdapat subjek yang masuk ke dalam kategori rendah untuk tiap variabel maka perlu dilakukan intervensi untuk meningkatkan kesiapan berubah yang akhirnya meningkatkan semangat kerja. Intervensi yang dilakukan akan mencakup dimensi dari kesiapan berubah dalam bentuk pelatihan peningkatan kesiapan berubah.

E. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

(57)

2. Sampel penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di kantor cabang dan karyawan yang bekerja di estate dalam hal ini karyawan-karyawan tersebut memiliki perbedaan dalam perubahan organisasi yang mereka alami, sehingga kemungkinan terdapat perbedaan dalam merespon perubahan yang terjadi. Hal ini dapat berimplikasi pada hasil penelitian, dimana ada kemungkinan perubahan yang terjadi di kantor cabang lebih dapat diterima daripada perubahan yang ada di estate, atau sebaliknya. 3. Alat ukur kesiapan berubah belum secara jelas mendefinisikan jenis

perubahan yang diukur, sehingga kemungkinan terdapat perbedaan persepsi mengenai perubahan yang dialami oleh karyawan. Hal ini dapat berimplikasi pada hasil penelitian dimana bisa saja karyawan cukup siap untuk jenis perubahan inkremental namun tidak siap untuk jenis perubahan lainnya.

(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disimpulkan jawaban-jawaban dari permasalahan yang terdapat di dalam penelitian ini, dan pada akhir bab ini peneliti akan memberikan saran-saran bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan tema yang berkaitan dengan penelitian ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data penelitian dapat ditarik kesimpulan mengenai hasil penelitian yang dilakukan yaitu:

1. Ada pengaruh positif antara kesiapan berubah terhadap semangat kerja, dimana semakin tinggi kesiapan berubah maka akan semakin tinggi tingkat semangat kerja karyawan.

2. Kesiapan berubah memberikan kontribusi efektif sebesar 34.1% terhadap semangat kerja.

3. Berdasarkan pengkategorisasian, subjek dengan semangat kerja yang tinggi sebanyak 27 orang (31.8%), subjek dengan semangat kerja yang sedang sebanyak 40 orang (47.0%), dan subjek dengan semangat kerja yang rendah sebanyak 18 orang (21.2%).

(59)

35 orang (41.2%), dan terdapat subjek dengan kesiapan berubah rendah sebanyak 10 orang (11.7%).

B. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran-saran ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan kelanjutan studi ilmiah mengenai kesiapan berubah dan semangat kerja, antara lain:

1. Saran metodologis

a. Berdasarkan koefisien determinasi diketahui bahwa sumbangan efektif dari hasil penelitian kesiapan berubah terhadap semangat kerja sebesar 34.1%, selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Bagi peneliti yang tertarik melakukan penelitian mengenai semangat kerja, peneliti menyarankan untuk melihat faktor lain yang turut mempengaruhi semangat kerja.

b. Penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian serupa pada jenis perusahaan yang berbeda dengan jumlah sampel yang lebih besar dan representatif.

(60)

2. Saran praktis

a. Penelitian ini menemukan bahwa masih terdapat karyawan yang berada pada kategori semangat kerja rendah, sehingga perusahaan diharapkan dapat melakukan strategi yang dapat meningkatkan semangat kerja karyawan dengan menganalisa kebutuhan karyawan yang masih belum terpenuhi dan meningkatkan aspek-aspek yang penting dalam perusahaan terkait peningkatan semangat kerja karyawan.

b. Perusahaan yang ingin melakukan perubahan, hendaknya melakukan pengukuran kesiapan berubah karyawan tiap fase perubahan yaitu sejak dari masa perencanaan perubahan sampai dengan tahap internalisasi (institusi) perubahan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh

feedback mengenai dukungan atau penolakan karyawan terkait perubahan yang diusung. Kemudian berguna untuk menentukan intervensi yang tepat agar karyawan lebih siap berubah yang akhirnya berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan.

(61)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Semangat Kerja

A.1. Definisi Semangat Kerja

Morale atau semangat kerja menurut American Heritage Dictionary (dalam Chambers & Honeycutt, 2009) adalah spirit yang dimiliki oleh seseorang dan sekelompok orang yang ditunjukkan dengan adanya kepercayaan diri, keceriaan, disiplin dan kemauan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Semangat kerja juga didefinisikan dengan adanya energi, antusiasme, rasa kebersamaan dan kebanggaan yang dimiliki oleh karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya (Hart, Wearing, Conn, Carter, & Dingle, 2000; Hart & Cooper, 2005). Sementara itu, McKnight, Ahmad & Schroeder (2001) mendefinisikan semangat kerja sebagai derajat seorang karyawan merasa senang atau bahagia dengan pekerjaan maupun lingkungan kerjanya.

(62)

Menurut Sastrohadiwiryo (2003) terminasi semangat kerja mengacu pada suatu kondisi mental, atau perilaku individu tenaga kerja dan kelompok-kelompok yang menimbulkan kesenangan yang mendalam pada diri tenaga kerja tersebut untuk bekerja dengan giat dan konsekwen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Selanjutnya Hasibuan (2005) menyebutkan bahwa semangat kerja sebagai keinginan dan kesungguhan seseorang dalam mengerjakan pekerjaannya dengan baik dan disiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh berbagai ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa semangat kerja adalah sikap mental individu terhadap pekerjaan dan lingkungan kerjanya dimana individu bersedia mengerjakan pekerjaannya dengan gembira dan bersungguh-sungguh yang pada akhirnya akan menentukan kesediaan, antusiasme, kerjasama, dan energi yang dikeluarkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

A.2. Aspek Semangat Kerja

Maier (1998) mengemukakan empat aspek semangat kerja, yaitu: 1. Kegairahan

(63)

bekerja untuk organisasi dan tidak mengutamakan pada apa yang mereka peroleh.

2. Kualitas untuk bertahan

Aspek ini tidak langsung menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai semangat kerja yang tinggi tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran di dalam pekerjaannya. Ini berarti adanya ketekunan dan keyakinan penuh dalam diri karyawan. Keyakinan ini menunjukkan seseorang yang memiliki energi dan kepercayaan dalam memandang masa yang akan datang dengan baik. Individu tetap berusaha mencapai tujuan semula meskipun mengalami kesulitan, hal ini yang menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki kualitas untuk bertahan. Ketekunan mencerminkan seseorang memiliki kesungguhan dalam bekerja. Sehingga tidak menganggap bahwa bekerja sebagai hal yang menghabiskan waktu saja melainkan sebagai sesuatu yang penting.

3. Kekuatan untuk melawan frustrasi

Aspek ini menunjukkan adanya kekuatan seseorang untuk selalu konstruktif walaupun mengalami kegagalan yang ditemui dalam bekerja. Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tentunya tidak akan memiliki sifat pesimis apabila menemui kegagalan dalam pekerjaannya. 4. Semangat kerja

(64)

menunjukkan adanya kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain agar orang lain dapat mencapai tujuan bersama.

A.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja

Penelitian-penelitian mengenai semangat kerja yang selama ini dilakukan menunjukkan bahwa semangat kerja dipengaruhi oleh sikap positif individu terhadap pekerjaan dan penilaian hasil kerja (Linz, Good, & Huddleston, 2006), persepsi karyawan terhadap keadilan atasan pada proses pengangkatan dan promosi karyawan (Ingram, 2009), kepercayaan terhadap organisasi atau organizational trust (Fard, Ghatari, & Hasiri, 2010), merger (Chambers & Honeycutt, 2009), downsizing

(Makawatsakul & Kleiner, 2003; Myers, 1993), organizational team building (Zia, 2011), perubahan-perubahan organisasi (Decker, Wheeler, Johnson, & Parson (2001). Selain faktor-faktor diatas, pemberian

feedback, insentif dan autonomy dengan variabel moderator yaitu kedekatan hubungan atasan-bawahan juga memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan (McKnight, Ahmad, & Schroeder, 2001).

Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja karyawan dapat dibedakan menjadi faktor yang berasal organisasi, yaitu: merger, downsizing,

(65)

autonomy, keadaan organisasi serta ukuran organisasi, dan faktor yang berasal dari individu seperti sikap dan persepsi.

A.4. Indikator Turunnya Semangat Kerja

Dalam suatu organisasi, adapun yang menjadi tanda-tanda atau indikasi menurunnya semangat kerja antara lain sebagai berikut (Nitisemit

Gambar

Tabel 3.1. Definisi Operasional Aspek Semangat Kerja
Tabel 3.2. Definisi Operasional Dimensi Kesiapan Berubah
Tabel 3.3. Tabel Blueprint Skala Semangat Kerja
Tabel 3.4. Blueprint Skala Kesiapan Berubah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan bahwa penelitian ini dapat dikembangkan secara lebih mendalam guna kepentingan ilmu pengetahuan serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan

2) Sertifikat Badan Usaha (SBU) kualifikasi Usaha Kecil, dengan klasifikasi Bangunan Sipil - Subklasifikasi Jasa Pelaksana untuk Konstruksi Jalan Raya (kecuali

In this study we have considered five atmospheric parameters as the indicators of monsoon behavior namely Mean Sea Level Pressure (MSLP), vertical relative humidity, OLR, wind

2) Ser tifikatBadan Usaha (SBU) kualifikasi : Usaha Kecil dengan klasifikasi Bangunan Gedung - Subklasifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi Bangunan Komersial (BG004)

Lampu lalu lintas adalah suatu rangkaian peralatan elektronika yang digunakan untuk mengatur lalu lintas di jalan raya. Outputnya berupa led merah, kuning

[r]

Apabila dalam keadaan tertentu komunikasi melalui telepon selular gagal dan tidak dapat diterima oleh GSM modem yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti gangguan jaringan, maka

Sistem ini pada akhirnya akan diaplikasikan ke PT.Surya Plastik guna memperlancar dan memaksimalkan proses pengolahan data pemesanan barang serta untuk meminimalkan kesalahan yang