• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Tinggal Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Tinggal Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2016"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

SURAT PERSETUJUAN (INFORMED CONCERNT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur : Jenis Kelamin : Alamat :

Menyatakan bersedia untuk menjadi subyek penelitian dari : Nama : Yenni Afridayanti

NIM : 121000256

Fakultas : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Setelah saya membaca prosedur penelitian yang terlampir, saya mengerti dan memahami dengan benar prosedur penelitian dengan judul “HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH TINGGAL DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN RANTAU UTARA KABUPATEN LABUHANBATU TAHUN 2016”, saya menyatakan bersedia menjadi sampel penelitian beserta segala risikonya dengan sebenar-benarnya tanpa paksaan dari pihak manapun.

Rantau Utara, ...2016

(2)

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH TINGGAL DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN RANTAU UTARA KABUPATEN LABUHANBATU

TAHUN 2016

A. IDENTITAS SAMPEL

Nomor Responden : ---

Kelompok : (kasus/kontrol) coret salah satu

Nama Penderita : --- Umur : --- Jenis Kelamin : ---

B. DATA UMUM RESPONDEN

Nama Responden : --- Alamat : Kelurahan --- RT/RW --- Umur : ---

Jenis Kelamin : 1. Laki-Laki

2. Perempuan

Pendidikan : 1. Tidak Sekolah

2. Tamat SD 3. Tamat SLTP 4. Tamat SLTA

5. Perguruan Tinggi (D-III/S-I)

Pekerjaan : 1. Pedagang

2. Petani 3. PNS

(3)

5. Buruh

NO KOMPONEN YANG DIAMATI KRITERIA

Tempat Perindukan Nyamuk

1 Terdapat tempat penampungan air di dalam atau di luar rumah

1. Ada 2. Tidak Ada 2 Tempat penampungan air (TPA) untuk

keperluan sehari-hari: 3 Tempat penampungan air (TPA) bukan untuk

keperluan sehari-hari: 4 Tempat penampungan air (TPA) alamiah:

(4)

- Tempurung kelapa - Pohon bambu

- Ada/Tidak Ada - Ada/Tidak Ada Sanitasi Lingkungan Rumah

- Kawat kasa pada ventilasi

5 Ventilasi di rumah 1. Ada

2. Tidak Ada 6 Menggunakan kawat kasa nyamuk pada

seluruh ventilasi rumah

1. Ya 2. Tidak - Kerapatan Dinding

7 Bahan yang digunakan untuk pembuatan dinding rumah responden

9 Terdapat langit-langit/plafon 1. Ya 2. Tidak 10 Ketinggian langit-langit/plafon 1. < 2,5 m

2. ≥ 2,5 m - Pencahayaan

11 Kondisi pencahayaan pada rumah repsonden 1. Tidak terang 2. Kurang terang 3. Terang

12 Pencahayaan dapat digunakan untuk membaca 15 Jika ada, apakah memenuhi syarat:

- Tertutup - Kedap air

- Mudah dibersihkan - Mudah diangkut

- Tidak menjadi sarang vektor

(5)

16 Pengelolaan sampah yang dapat menampung air (botol, kaleng, plastik, dll)

1. Dibuang 2. Dijual 3. Dibiarkan

terbuka 4. Dibakar - Pembuangan air limbah

17 Tersedia SPAL rumah tangga 1. Ya

2. Tidak 18 Jenis SPAL rumah tangga yang digunakan 1. Tertutup

2. Terbuka 19 Air tidak tergenang/mengalir dengan lancar 1. Ya

(6)

Lampiran 3

MASTER DATA

No Status

Resp Nama Responden Umur

Jen

alamiah Vntlasi Dnding Plafon Penchyn Kelmbbn Sampah PAL

(7)

No Status

Resp Nama Responden Umur

Jen

alamiah Vntlasi Dnding Plafon Penchyn Kelmbbn Sampah PAL

(8)

No Status

Resp Nama Responden Umur

Jen

alamiah Vntlasi Dnding Plafon Penchyn Kelmbbn Sampah PAL

48 2 Karina S 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

49 1 Yosua Sianipar 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1

50 2 Eben Ezer 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2

Keterangan:

No = Nomor Urut

Status Resp = Status Responden (1=kasus ; 2=kontrol)

Umur = Umur Responden (1= 0-15 tahun ; 2= >15 tahun) Jen Kel = Jenis Kelamin (1=laki-laki ; 2=perempuan) Pddkn = Pendidikan (1=rendah ; 2=tinggi)

Pkrjaan = Pekerjaan (1=Tidak bekerja ; 2=Bekerja)

TPA harian = Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari (1=Ada ; 2=Tidak Ada) TPA non harian = Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (1=Ada ; 2=Tidak Ada) TPA Alamiah = Tempat penampungan air alamiah (1=Ada ; 2=Tidak Ada)

Vntlasi = Ventilasi (1=Tidak Berkasa ; 2=Berkasa) Dnding = Dinding (1=Tidak Rapat ; 2=Rapat)

(9)

Lampiran 4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 0-15 Tahun 18 72.0 72.0 72.0 >15 Tahun 7 28.0 28.0 100.0 Total 25 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Laki-Laki 12 48.0 48.0 48.0 Perempuan 13 52.0 52.0 100.0 Total 25 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Rendah (Tidak Sekolah, SD,

SLTP) 18 72.0 72.0 72.0

Tinggi (SLTA, Perguruan

Tinggi) 7 28.0 28.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak Bekerja 20 80.0 80.0 80.0

(10)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 17 68.0 68.0 68.0

Tidak Ada 8 32.0 32.0 100.0 Total 25 100.0 100.0

TPA non harian

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 20 80.0 80.0 80.0

Tidak Ada 5 20.0 20.0 100.0 Total 25 100.0 100.0

TPA Alamiah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 9 36.0 36.0 36.0

Tidak Ada 16 64.0 64.0 100.0 Total 25 100.0 100.0

Ventilasi Berkasa

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak 23 92.0 92.0 92.0

Ya 2 8.0 8.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Kerapatan Dinding

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak Rapat 10 40.0 40.0 40.0

Rapat 15 60.0 60.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Langit-langit/plafon

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak Memenuhi Syarat 19 76.0 76.0 76.0

Memenuhi Syarat 6 24.0 24.0 100.0

(11)

Kelembaban (%)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid >15 Tahun 25 100.0 100.0 100.0

Jenis Kelamin

(12)

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Rendah (Tidak Sekolah, SD,

SLTP) 3 12.0 12.0 12.0

Tinggi (SLTA, Perguruan

Tinggi) 22 88.0 88.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 23 92.0 92.0 92.0

Tidak Ada 2 8.0 8.0 100.0 Total 25 100.0 100.0

TPA non harian

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ada 25 100.0 100.0 100.0

TPA Alamiah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 10 40.0 40.0 40.0

Tidak Ada 15 60.0 60.0 100.0 Total 25 100.0 100.0

Ventilasi Berkasa

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak 16 64.0 64.0 64.0

Ya 9 36.0 36.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Kerapatan Dinding

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak Rapat 3 12.0 12.0 12.0

Rapat 22 88.0 88.0 100.0

(13)

Langit-langit/plafon

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak Memenuhi Syarat 15 60.0 60.0 60.0

Memenuhi Syarat 10 40.0 40.0 100.0

(14)

Crosstabs TPA non harian * Status

(15)

Umur * Status Responden % within Status Responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Continuity Correctionb 25.087 1 .000

(16)

Jenis Kelamin * Status Responden % within Status Responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Continuity Correctionb 1.358 1 .244

Likelihood Ratio 2.141 1 .143 .244 .122 Odds Ratio for Jenis Kelamin (Laki-Laki /

Perempuan) 2.374 .734 7.677

(17)

Pendidikan * Status Responden

Crosstab

Status Responden

Total Kasus Kontrol

Pendidikan Rendah (Tidak Sekolah, SD, SLTP)

Continuity Correctionb 16.092 1 .000

Likelihood Ratio 20.035 1 .000 .000 .000 Odds Ratio for Pendidikan (Rendah

(Tidak Sekolah, SD, SLTP) / Tinggi (SLTA, Perguruan Tinggi))

(18)

Pekerjaan * Status Responden % within Status Responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Continuity Correctionb 4.253 1 .039

Likelihood Ratio 5.704 1 .017 .038 .019 Odds Ratio for Pekerjaan (Tidak Bekerja

/ Bekerja) 4.333 1.235 15.206

(19)

TPA Harian * Status Responden % within Status Responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Continuity Correctionb 3.125 1 .077

Likelihood Ratio 4.758 1 .029 .074 .037 Odds Ratio for TPA Harian (Ada / Tidak

Ada) .185 .035 .983

(20)

TPA non harian * Status Responden % within Status Responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Continuity Correctionb 3.556 1 .059

(21)

TPA Alamiah * Status Responden % within Status Responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .085 1 .771 1.000 .500 Odds Ratio for TPA Alamiah (Ada / Tidak

Ada) .844 .269 2.647

(22)

Ventilasi Berkasa * Status Responden % within Status Responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Continuity Correctionb 4.196 1 .041

Likelihood Ratio 6.081 1 .014 .037 .019 Odds Ratio for Ventilasi Berkasa (Tidak /

Ya) 6.469 1.230 34.012

(23)

Kerapatan Dinding * Status Responden

Continuity Correctionb 3.742 1 .053

Likelihood Ratio 5.309 1 .021 .051 .025 Odds Ratio for Kerapatan Dinding (Tidak

(24)

Langit-langit/plafon * Status Responden

Continuity Correctionb 3.977 1 .046

Likelihood Ratio 5.295 1 .021 .045 .023 Odds Ratio for Langit-langit/plafon (Tidak

(25)

Pencahayaan * Status Responden

Continuity Correctionb 5.255 1 .022

Likelihood Ratio 6.825 1 .009 .021 .010 Odds Ratio for Pencahayaan (Tidak

(26)

Kelembaban (%) * Status Responden

Crosstab

Status Responden

Total Kasus Kontrol

Kelembaban (%) Tidak Memenuhi Syarat

Continuity Correctionb 5.373 1 .020

Likelihood Ratio 7.519 1 .006 .018 .009 Odds Ratio for Kelembaban (%) (Tidak

(27)

Pengelolaan Sampah * Status Responden

Continuity Correctionb 3.926 1 .048

Likelihood Ratio 5.220 1 .022 .046 .023 Odds Ratio for Pengelolaan Sampah

(Tidak Memenuhi Syarat / Memenuhi Syarat)

(28)

SPAL * Status Responden % within Status Responden 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Continuity Correctionb 5.373 1 .020

Likelihood Ratio 7.519 1 .006 .018 .009 Odds Ratio for SPAL (Tidak Memenuhi

(29)

Lampiran 5

DOKUMENTASI PENELITIAN

Lampiran Gambar 1. Wawancara responden kasus bersama dengan tenaga Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu

(30)

Gambar Lampiran 3. Kondisi Perumahan Responen Kasus

(31)

Gambar Lampiran 5. Halaman rumah responden Kasus

(32)

Gambar Lampiran 7. Kondisi tempat penampungan air di rumah responden kasus

(33)

Gambar Lampiran 9. Ventilasi Rumah Responden Kasus Tidak Berkasa

(34)

Gambar Lampiran 11. Pengelolaan sampah di rumah responden kasus dengan cara dibakar

(35)
(36)
(37)
(38)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F. 2014. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Rajawali Pers. Jakarta.

Adyatma, dkk. 2011. Hubungan antara Lingkungan Fisik Rumah, Tempat Penampungan Air dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian DBD di Kelurahan Tidung Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Jurnal FKM Universitas Hasanuddin. Makassar.

Anggraini, D.S. 2010. Stop Demam Berdarah Dengue. Cita Insan Madani. Bogor.

Azwar, Azrul. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta

Chandra, B. 2006. Pengantar kesehatan Lingkungan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Dahlan, Sopiyudin. 2014. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. CV. Sagung Seto. Jakarta.

Darjito, Endo, dkk. 2008. Beberapa Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kabupaten Banyumas. Jurnal Media Litbang Kesehatan Vol XVIII No 3. Depkes RI. 1990. Permenkes RI No. 416/MenKes/Per/IX/1990. Syarat-syarat

Dan Pengawasan Kualitas Air. Jakarta.

___ . 1999. Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999. Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta

. 2002. Pengendalian Lingkungan Fisik Perumahan. Ditjen PP dan PL. Jakarta

. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010.

. 2005. Modul Latihan Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Ditjen PPM dan PL. Jakarta.

(39)

. 2014. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Ditjen PP dan PL. Jakarta.

. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014.

Dinkes Kabupaten Labuhanbatu. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu 2014.

Dinkes Provinsi Sumatera Utara. 2013. Profil Kesehatan Sumatera Utara 2012. Djunaedi, Djoni. 2006. Demam Berdarah Dengue (DBD). Universitas

Muhammadiyah Malang. Malang.

Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Hadi, Upik K., dkk. 2009. Habitat Perkembangbiakan Jentik Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) pada Air Terpolusi. Seminar Nasional Hari Nyamuk 2009. Bogor.

Hadinegoro, dkk. 2004. Demam Berdarah Dengue. FKUI. Jakarta.

Hanike, Nisrina, dkk. 2015. Hubungan Upaya Pencegahan Dengan Kejadian DBD Di Kelurahan Antang Kecamatan Manggala Kota Makassar. Jurnal Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Harijanto, P. N. 2000. Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi, Klinis dan Penanganan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Hasyimi, M, dkk. 2011. Hubungan Tempat Penampungan Air Minum Dan Faktor Lainnya Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Provinsi DKI Jakarta Dan Bali. Artikel Media Litbang Kesehatan Vol 21 No 2.

Irmayani, 2013. Analisis Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue pada Anak yang Dirawat Di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. Jurnal STIKES Nani Hasanuddin Vol 3 Nomor 4. Makassar.

Lestari, Y.M.W. 2015. Cegah dan Tangkal Sampai Tuntas Demam Berdarah. Andi. Yogyakarta.

(40)

Maria, Ita, dkk. 2013. Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Makassar Tahun 2013. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar.

Marlina, Endy, dkk. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Molina, Oni. 2012. Hubungan Kondisi Perumahan Dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau Tahun 2012. Skripsi, Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mukono, H.J. 2009. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press. Surabaya.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Purba, Dahlia. 2012. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai. Tesis, Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rahayu, Liswidyawati. 2010. Waspada Wabah Penyakit. Nuansa. Bandung. Roose, Awida. 2008. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan

Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008. Tesis, Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Salawati, Trixie, dkk. 2010. Kejadian Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Faktor Lingkungan Dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Srondol Kecamatan Banyumanik Kota Semarang). Jurnal Universitas Muhammadiyah Semarang, Vol 6 No 2. Semarang.

Satari, H.I. dan Meiliasari, M., 2004, Demam Berdarah Perawatan di Rumah dan Rumah Sakit. Puspa Swara. Jakarta.

Sembel, D.T. 2009. Entomologi Kedokteran. Penerbit Andi. Yogyakarta.

(41)

Slamet, Juli Soemirat, 2002. Kesehatan Lingkungan. Gajahmada University Press. Yogyakarta.

Soegijanto, S. 2004. Demam Berdarah Dengue, Tinjauan dan Temua Baru di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya.

. 2006. Demam Berdarah Dengue. Airlangga University Press. Surabaya.

Stiawati, Elly. 2013. Hubungan Perilaku, Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian DBD Pada Anak SD Di Kota Palembang Tahun 2013. Tesis Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM. Yogyakarta.

Sumarmo, S.P. 1999. Masalah Demam Berdarah Dengue Di Indonesia, Naskah Lengkap Pelatihan Bagi Pelatih Dokter Spesialis Dalam Tata Laksana Kasus DBD. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Tamza, Riza Berdian, dkk. 2013. Hubungan Faktor Lingkungan dan perilaku dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Badar Lampung. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

Tanjung, Lisa Anggriani. 2015. Hubungan Faktor Fisik Lingkungan Rumah Dan Karakteristik Penderita Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2015. Skripsi, Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

WHO. 2005. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

. 2015. Report on Global Surveillance of Epidemic-prone Infectious Diseases-Dengue and dengue haemorrhagic fever, http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/CSR_ISR_2000_1/ en/. Diakses pada tanggal 3 Februari 2016.

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survai yang bersifat analitik yaitu untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan rumah tinggal dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu tahun 2016 dengan desain penelitian Case Control, yang merupakan suatu penelitian analitik yang mengikuti perjalanan penyakit ke arah belakang (retrospektif) untuk menguji hipotesis tentang adanya hubungan faktor risiko di masa lalu dengan timbulnya penyakit.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu karena pada wilayah tersebut jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) selama tiga bulan terakhir tergolong tinggi yaitu mencapai 30

kasus dengan jumlah kematian sebanyak dua jiwa dan masih banyak rumah tinggal di tempat penelitian yang belum memenuhi syarat kesehatan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Mei 2016 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

(43)

1. Populasi Kasus

Populasi kasus dalam penelitian ini adalah semua penduduk yang menderita DBD dalam tiga bulan terakhir (Oktober – Desember 2015) berdasarkan hasil pemeriksaan klinis oleh petugas kesehatan dan merupakan penduduk tetap di Kecamatan Rantau Utara yaitu sebanyak 30 penderita.

2. Populasi Kontrol

Populasi kontrol dalam penelitian ini adalah semua penduduk yang tidak menderita DBD dalam tiga bulan terakhir (Oktober – Desember 2015) berdasarkan hasil pemeriksaan klinis oleh petugas kesehatan dan merupakan penduduk tetap di Kecamatan Rantau Utara.

3.3.2 Sampel

Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan perbandingan kasus dan kontrol 1:1. Penentuan besar sampel menggunakan proporsi kontrol dan OR penelitian terdahulu. Rumus pengambilan besar sampel (Dahlan, 2014) adalah sebagai berikut :

Keterangan:

n1 = n2 = Besar sampel untuk kasus dan kontrol

Zα = Tingkat kepercayaan ditetapkan sebesar 95% (1,96) Zβ = Kekuatan penelitian 80% (0,842)

(44)

Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,57 = 0,43

OR = 10

P1 = = = 0,93

Q1 = 1 – P1 = 1 – 0,93 = 0,07

P =

=

=

0,5

Q = 1 – P = 1 – 0,5 = 0,5

Perhitungannya adalah sebagai berikut:

= 24,92 25 orang

1. Sampel Kasus

(45)

2. Sampel Kontrol

Sampel kontrol adalah orang terdekat dari penderita kasus (tetangga) dan tidak menderita demam berdarah.

3.3.3 Teknik Pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel acak sederhana (Simple Random Sampling) yaitu setiap sampel yang diambil atau setiap unit penelitian dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara undian, yaitu membuat daftar penderita yang dituliskan pada secarik kertas, digulung, kemudian dikocok dan diambil sesuai dengan jumlah sampel yang direncanakan.

Kriteria teknik pengambilan sampel yang digunakan ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria Insklusi

Kriteria Insklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel yang meliputi:

a. Penderita DBD pada bulan Oktober – Desember 2015 b. Penderita DBD yang bersedia menjadi responden

c. Penderita DBD yang bertempat tinggal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu

(46)

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi sebagai sampel yang meliputi:

a. Penderita DBD yang tidak bersedia menjadi responden b. Penderita DBD pindah ke luar kota atau meninggal 3.4 Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Pada penelitian ini, data primer diperoleh melalui hasil pengamatan (observasi) dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi yang berisi informasi tentang karakteristik responden, tempat perindukan nyamuk dan sanitasi lingkungan rumah tinggal.

2. Data Sekunder

Pada penelitian ini data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu berupa data cakupan rumah sehat dan angka kejadian DBD pada tahun 2015.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Dependen

Adapun variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian DBD 2. Variabel Independen

(47)

perindukan nyamuk dan sanitasi lingkungan rumah (kawat kasa pada ventilasi, kerapatan dinding, langit-langit/plafon, pencahayaan, kelembaban, pengelolaan sampah, pembuangan air limbah).

3.5.2 Defenisi Operasional

Definisi Operasional pada masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kejadian DBD adalah jumlah penderita DBD dalam tiga bulan terkahir, yaitu pada bulan Oktober, November dan Desember 2015 yang telah didiagnosis baik secara laboratorium maupun secara klinis dan dinyatakan menderita DBD berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu.

2. Umur responden adalah lama hidup responden yang dihitung sejak lahir sampai ulang tahun terakhir pada saat penelitian dilakukan

3. Jenis kelamin adalah pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditemukan secara biologi yang melekat pada jenis kelamin tertentu, yaitu laki – laki dan perempuan

4. Pendidikan responden adalah tingkat pendidikan formal yang pernah dilalui oleh responden yang terdiri dari tidak sekolah, SD, SLTP, SLTA dan PT (Perguruan Tinggi).

5. Pekerjaan adalah status pekerjaan responden sehari – hari yaitu bekerja dan tidak bekerja

(48)

sehari-hari, bukan untuk keperluan sehari-hari maupun penampungan air alamiah yang terdapat di dalam ataupun di luar rumah.

7. Kawat kasa pada ventilasi adalah pemakaian kawat kasa pada tempat bertukarnya udara di dalam ruang rumah dengan lingkungan di sekitarnya yang berfungsi untuk menjaga kelembaban

8. Kerapatan dinding adalah rapat atau tidak rapat pembatas ruangan rumah responden yang terbuat dari pasangan batu bata, papan, anyaman bambu halus, anyaman bambu kasar dan dilihat dari kerapatannya

9. Langit-langit/Plafon rumah adalah kondisi area yang membatasi antara lantai dan atap.

10. Pencahayaan adalah banyaknya cahaya yang masuk ke dalam rumah dengan intensitas yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. 11. Kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam ruangan

berdasarkan hasil pengukuran kelembaban dengan menggunakan alat hygrometer.

12. Pengelolaan sampah adalah kondisi sarana pembuangan sampah perumahan

13. Pembuangan air limbah adalah sarana bangunan yang digunakan untuk pembuangan air bekas dari kamar mandi, dapur, tempat cuci dan air hujan. 3.6 Metode Pengukuran

(49)

1. Umur responden adalah lama hidup responden yang dihitung sejak lahir sampai ulang tahun terakhir pada saat penelitian dilakukan yang dikategorikan dalam skala ordinal berikut:

1. Usia anak-anak/remaja (0-15 Tahun) 2. Usia Dewasa (> 15 Tahun)

2. Jenis kelamin adalah pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditemukan secara biologi yang melekat pada jenis kelamin tertentu yang dikategorikan ke dalam skala nominal berikut:

1. Laki – laki 2. Perempuan

3. Pendidikan responden adalah tingkat pendidikan formal yang pernah dilalui oleh responden yang dikategorikan dengan skala ordinal yang terdiri dari:

1. Pendidikan rendah, yaitu jika pendidikan terakhirnya adalah tidak sekolah, tamat SD, tamat SLTP

2. Pendidikan tinggi, yaitu jika pendidikan terakhirnya adalah tamat SLTA, perguruan tinggi (D-III/S-1)

4. Pekerjaan adalah status pekerjaan responden sehari-hari dengan skala nominal yang dikategorikan sebagai berikut:

1. Tidak bekerja 2. Bekerja

(50)

sehari-hari, tidak untuk keperluan sehari-hari maupun penampungan air alamiah yang terdapat di dalam ataupun di luar rumah yang dikategorikan dalam skala ordinal berikut:

1. Ada, jika terdapat tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, bukan untuk keperluan sehari-hari atau penampung air alamiah yang berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk 2. Tidak ada, jika tidak terdapat tempat penampungan untuk

keperluan sehari-hari, bukan untuk keperluan sehari-hari atau penampung air alamiah yang berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk

6. Kawat kasa pada ventilasi adalah pemakaian kawat kasa pada tempat bertukarnya udara di dalam ruang rumah dengan lingkungan di sekitarnya yang berfungsi untuk menjaga kelembabannya yang dikategorikan dalam skala ordinal sebagai berikut:

1. Tidak berkasa 2. Berkasa

7. Kerapatan dinding adalah rapat atau tidak rapat pembatas ruangan rumah responden yang terbuat dari pasangan batu bata, papan, anyaman bambu halus, anyaman bambu kasar, dan dilihat dari kerapatannya. Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal dibagi menjadi dalam 2 kategori, yaitu:

(51)

2. Rapat, jika bersifat permanen dan tidak terdapat lubang pada dinding

8. Langit-langit/Plafon rumah adalah kondisi area yang membatasi antara lantai dan atap. Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal dibagi menjadi dalam 2 kategori yaitu:

1. Tidak memenuhi syarat, yaitu tidak terdapat langit-langit/plafon dan terdapat langit-langit dengan ketinggian < 2,5 m

2. Memenuhi syarat, yaitu terdapat langit-langit/plafon rumah dengan ketinggian ≥ 2,5 m

9. Pencahayaan adalah banyaknya cahaya yang masuk ke dalam rumah dengan intensitas yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak yang dikategorikan ke dalam skala ordinal sebagai berikut:

1. Tidak mememuhi syarat, yaitu tidak terang dan tidak dapat digunakan untuk membaca

2. Mememuhi syarat, yaitu terang dan dapat digunakan untuk membaca

10. Kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam ruangan berdasarkan hasil pengukuran kelembaban dengan menggunakan alat hygrometer yang dikategorikan ke dalam skala ordinal sebagai berikut:

1. Tidak memenuhi syarat apabila <40% atau >70% 2. Memenuhi syarat apabila 40-70%

(52)

1. Tidak memenuhi syarat, jika terdapat tempat sampah yang tidak memenuhi syarat dan pengelolaan yang tidak memenuhi syarat 2. Memenuhi syarat, jika terdapat tempat sampah yang memenuhi

syarat dan pengelolaan yang memenuhi syarat

12. Pembuangan air limbah adalah sarana bangunan yang digunakan untuk pembuangan air bekas dari kamar mandi, dapur, tempat cuci dan air hujan yang dikategorikan ke dalam skala ordinal yaitu:

1. Tidak memenuhi syarat, jika terbuka atau air tergenang/tidak mengalir dengan lancar

2. Memenuhi syarat, jika tertutup dan air tidak tergenang/mengalir dengan lancar

3.7 Pengolahan data 1. Editing

Kegiatan editing akan dilakukan setelah memperoleh data untuk diperbaiki sebelum melakukan kegiatan entry data sehingga jika terdapat kesalahan atau kekurangan pada data dapat segera diklarifikasi dan dikoreksi.

2. Coding

Kegiatan coding merupakan kegiatan mengubah data yang berbentuk huruf menjadi data yang berbentuk angka.

3. Processing

Processing data dilakukan dengan cara meng-entry data yang diperoleh

(53)

4. Cleaning

Setelah melalui kegiatan Processing, kegiatan selanjutnya adalah Cleaning (pembersihan data) yang merupakan kegiatan pemeriksaan atau pengecekan kembali data yang telah di-entry sebelumnya guna mengetahui ada atau tidaknya kesalahan pada data tersebut.

3.8 Metode Analisis Data 1. Analisis Univariat

Variabel penelitian yang dideskripsikan pada analisis univariat yaitu karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), tempat perindukan nyamuk dan sanitasi lingkungan rumah tinggal (kawat kasa pada ventilasi, kerapatan dinding, langit-langit/plafon, pencahayaan, kelembaban, pengelolaan sampah, pembuangan air limbah) yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sehingga fenomena-fenomena yang berhubungan dengan variabel yang diteliti dapat dilihat.

2. Analisis Bivariat

(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Letak Geografis Lokasi Penelitian

Kecamatan Rantau Utara merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Labuhanbatu dengan luas wilayah yaitu 112,47 km2 dan terdiri dari sepuluh kelurahan yaitu Kelurahan Rantauprapat, Aek Paing, Pulo Padang, Padang Matinggi, Kartini, Sirandorung, Siringo-ringo, Padang Bulan, Binaraga, dan Cendana. Batas wilayah administratif meliputi:

 Sebelah Utara : Kecamatan Bilah Hulu  Sebelah Timur : Kecamatan Bilah Hulu  Sebelah Selatan : Kecamatan Rantau Selatan  Sebelah Barat : Kecamatan Rantau Selatan 4.1.2 Data Demografi

Jumlah penduduk kecamatan Rantau Utara yang terdiri atas 10 kelurahan mencapai 87,279 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 20.287 kepala keluarga. Berdasarkan jenis kelamin penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 41.157 jiwa dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 46.122 jiwa.

4.2 Analisis Univariat

(55)

dinding, langit-langit/plafon, pencahayaan, kelembaban, pengelolaan sampah dan pembuangan air limbah. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 responden yang terdiri dari 25 responden sebagai kasus dan 25 responden sebagai kontrol.

4.2.1 Karakteristik Responden Kasus dan Kontrol

Adapun gambaran karakteristik responden berupa umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan pada responden kasus dan kontrol pada penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.

(56)

sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 18 responden (72,0%). Pada variabel pendidikan diketahui bahwa pendidikan responden pada kelompok kasus sebagian besar berpendidikan rendah yaitu sebanyak 18 responden (72,0%) sedangkan pada kelompok kontrol pada umumnya berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 22 responden (88,0%). Pada variabel pekerjaan diketahui bahwa responden pada kelompok kasus pada umumnya tidak bekerja yaitu sebanyak 20 responden (80,0%) sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar bekerja yaitu sebanyak 13 responden (52,0%).

4.2.2 Tempat Perindukan Nyamuk pada Responden Kasus dan Kontrol Adapun gambaran tempat penampungan air pada responden kasus dan kontrol pada penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Penampungan Air Harian, Non-Harian dan Alamiah di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu tahun 2016

Kasus Kontrol

n % n %

TPA Harian

Ada 17 68,0 23 92,0

Tidak Ada 8 32,0 2 8,0

TPA Bukan Harian

Ada 20 80,0 25 100,0

Tidak Ada 5 20,0 0 0

TPA Alamiah

Ada 9 36,0 10 40,0

Tidak Ada 16 64,0 15 60,0

(57)

diketahui bahwa responden pada kelompok kasus pada umunya ada tempat penampungan bukan harian yaitu sebanyak 20 responden (80,0%) dan pada kelompok kontrol pada umumnya ada tempat penampungan bukan harian yaitu sebanyak 25 responden (100,0%). Pada variabel tempat penampungan air alamiah diketahui bahwa responden pada kelompok kasus sebagian besar tidak ada tempat penampungan alamiah yaitu sebanyak 16 responden (64,0%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar tidak ada tempat penampungan alamiah yaitu sebanyak 15 responden (60,0%).

4.2.3 Sanitasi Lingkungan Rumah Responden Kasus dan Kontrol

(58)
(59)

syarat yaitu sebanyak 18 rumah (72,0%). Pada variabel pecahayaan diketahui bahwa pada kelompok kasus sebagian besar memenuhi syarat yaitu sebanyak 18 rumah (72,0%) sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 16 rumah (64,0%). Pada variabel kelembaban diketahui bahwa pada kelompok kasus sebagian besar memenuhi syarat yaitu sebanyak 15 rumah (60,0%) dan pada kelompok kontrol pada umumnya memenuhi syarat yaitu sebanyak 23 rumah (92,0%). Pada variabel pengelolaan sampah diketahui bahwa pada kelompok kasus sebagian besar tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 16 rumah (64,0%) sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar memenuhi syarat yaitu sebanyak 17 rumah (68,0%). Pada variabel pembuangan air limbah diketahui bahwa pada kelompok kasus pada umumnya tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 23 rumah (92,0%) dan pada kelompok kontrol sebagia besar tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 15 rumah (60,0%).

4.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel yang diteliti dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD). Uji statistik yang digunakan pada analisis ini adalah Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95% (α = 5%). Berdasarkan uji statistik tersebut maka akan diperoleh nilai p. Nilai p <

(60)

4.3.1 Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue

Adapun hasil analisis bivariat hubungan karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan dengan kejadian demam berdarah dengue adalah sebagai berikut.

Tabel 4.4 Hubungan Karakteristik Responden dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu tahun 2016

Berdasarkan tabel 4.4 hasil analisis hubungan umur dengan kejadian Demam Berdarah Dengue menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur dengan

(61)

Hasil analisis hubungan jenis kelamin dengan kejadian Demam Berdarah Dengue menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,145 (p>0,05) sehingga

dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Demam Berdarah Dengue.

Hasil analisis hubungan pendidikan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05) sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dengan nilai OR sebesar 18,857 artinya risiko terjadinya DBD pada subjek berpendidikan rendah adalah sebesar 18,857 kali dibandingkan kelompok kontrol.

Hasil analisis hubungan pekerjaan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,018 (p<0,05) sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dengan nilai OR sebesar 4,333 artinya risiko terjadinya DBD pada subjek tidak bekerja adalah sebesar 4,333 kali dibandingkan kelompok kontrol.

4.3.2 Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue

(62)

Tabel 4.5 Hubungan Keberadaan Tempat Perindukan Nyamuk dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu tahun 2016

Berdasarkan tabel 4.5 hasil analisis hubungan tempat penampungan air harian dengan kejadian Demam Berdarah Dengue menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,034 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara keberadaan tempat penampungan air harian dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dengan nilai OR sebesar 0,185 artinya risiko terjadinya DBD pada subjek yang memiliki tempat penampungan air harian adalah sebesar 0,185 kali dibandingkan kelompok kontrol.

(63)

air bukan untuk keperluan harian adalah sebesar 0,444 kali dibandingkan kelompok kontrol.

Hasil analisis hubungan tempat penampungan air alamiah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,771 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara

keberadaan tempat penampungan air alamiah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue.

4.3.3 Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue

(64)

Tabel 4.6 Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu tahun 2016

Berdasarkan tabel 4.6 hasil analisis hubungan penggunaan kawat kasa pada seluruh ventilasi dengan kejadian Demam Berdarah Dengue menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,017 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penggunaan kawa kasa pada seluruh ventilasi dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dengan nilai OR sebesar 6,469 artinya risiko terjadinya DBD pada subjek yang tidak memasang kasa pada seluruh ventilasi adalah sebesar 6,469 kali dibandingkan kelompok kontrol.

(65)

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kerapatan dinding dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dengan nilai OR sebesar 4,889 artinya risiko terjadinya DBD pada subjek yang memiliki dinding tidak rapat adalah sebesar 4,889 kali dibandingkan kelompok kontrol.

Hasil analisis hubungan langit-langit/plafon dengan kejadian Demam Berdarah Dengue menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,023 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara langit-langit/plafon dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dengan nilai OR sebesar 3,857 artinya risiko terjadinya DBD pada subjek dengan langit-langit/plafon yang tidak memenuhi syarat adalah sebesar 3,857 kali dibandingkan kelompok kontrol.

Hasil analisis hubungan pencahayaan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,010 (p<0,05) sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dengan nilai OR sebesar 4,750 artinya risiko terjadinya DBD pada subjek dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat adalah sebesar 4,750 kali dibandingkan kelompok kontrol.

Hasil analisis hubungan kelembaban dengan kejadian Demam Berdarah Dengue menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,008 (p<0,05) sehingga

(66)

Hasil analisis hubungan pengelolaan sampah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,024 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dengan nilai OR sebesar 3,778 artinya risiko terjadinya DBD pada subjek dengan pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat adalah sebesar 3,778 kali dibandingkan kelompok kontrol.

(67)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Pengukuran karakteristik responden dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) diukur berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan dan

pekerjaan. Berdasarkan hasil analisis hubungan antara umur responden terhadap kejadian DBD dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian Demam Berdarah Dengue. Hal ini menunjukkan bahwa umur merupakan faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus Dengue. Meskipun pada dasarnya semua golongan umur dapat terserang virus tersebut.

Menurut Sumarmo (1999) pada awal terjadi wabah berdasarkan distribusi umur memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah penderita pada golongan umur dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak adalah anak dengan umur 5-11 tahun. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hasyimi (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Provinsi DKI Jakarta dan Bali.

(68)

kejadian Demam Berdarah Dengue. Secara ilmiah jenis kelamin tidak mempunyai kontribusi terhadap kejadian DBD, artinya kebanyakan penderita DBD adalah by chance (faktor kebetulan).

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue. Hal ini menunjukkan bahwa masih perlu adanya penyuluhan untuk pemberian informasi tentang pengendalian DBD kepada masyarakat agar masyarakat mau berperilaku hidup bersih dan sehat dengan cara menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan masing-masing. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Roose (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian DBD. Menurut Notoadmodjo (2003) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah juga bagi orang tersebut untuk menerima informasi dan pada akhirnya semakin banyak pengetahuan yang mereka miliki.

(69)

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Roose (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian DBD.

5.2 Hubungan Tempat perindukan nyamuk Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Tempat penampungan air (TPA) merupakan salah satu tempat perindukan nyamuk yang paling potensial dalam perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dan tempat penampungan air menjadi salah satu faktor risiko munculnya kejadian Demam Berdarah.

Pengukuran tempat perindukan nyamuk dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) diukur berdasarkan keberadaan tempat penampungan air di sekitar rumah responden yaitu berupa tempat penampungan air harian seperti bak mandi, ember, gentong, tanki reservoir dan sebagainya. Kemudian melihat keberadaan tempat penampungan air bukan harian seperti vas bunga, tempat minum burung, bak kontrol, kulkas/dispenser, kaleng, botol, ban bekas, plastik bekas dan sebagainya. Terakhir yaitu melihat keberadaan tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pohon bambu, dan sebagainya. Dari semua jenis tempat penampungan air tersebut dilihat tempat-tempat yang berpotensi untuk dapat dijadikan sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti.

(70)

terkena DBD. Menurut Depkes RI (2002), jenis tempat penampungan air berhubungan dengan keberadaan jentik karena nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat penampungan air yang berwarna gelap, terbuka dan terletak pada tempat yang tidak terkena sinar matahari.

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara keberadaan tempat penampungan air harian dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tempat penampungan air harian dengan kejadian Demam Berdarah Dengue. Sama halnya dengan hasil analisis hubungan antara keberadaan tempat penampungan air bukan harian dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) disimpulkan bahwa ada hubungan antara tempat penampungan air bukan harian dengan kejadian Demam Berdarah Dengue.

Menurut Suroso (2000) dalam Tanjung (2015) diketahui bahwa tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti kaleng bekas, ban bekas, plastik, kaleng, botol, dan lain sebagainya dapat memberikan tempat dan peluang yang besar terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hanike (2015) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara tempat perindukan nyamuk dengan kejadian DBD.

(71)

5.3 Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Pengukuran sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) diukur berdasarkan pemasangan kawat kasa pada seluruh

ventilasi, kerapatan dinding, langit-langit/plafon, pencahayaan, kelembaban, pengelolaan sampah dan pembuangan air limbah. Berdasarkan hasil analisis hubungan antara penggunaan kawat kasa pada seluruh ventilasi rumah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penggunaan kawat kasa pada seluruh ventilasi rumah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara tahun 2016.

Pemasangan kawat kasa pada ventilasi rumah adalah salah satu upaya unutk mencegah penyakit DBD. Penggunaan kawat kasa pada seluruh ventilasi rumah akan memperkecil kemungkinan nyamuk untuk dapat masuk ke dalam rumah sehingga penghuni rumah terhindar dari gigitan nyamuk. Pada penelitian ini ventilasi rumah dikatakan memenuhi syarat apabila lubang ventilasi terpasang kawat kasa. Dari hasil penelitian diketahui bahwa umumnya masyarakat tidak menggunakan kawat kasa pada ventilasi rumahnya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Tamza, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa pemasangan kawat kasa pada ventilasi mempunyai hubungan dengan kejadian DBD.

(72)

rapat akan mencegah masuknya nyamuk ke dalam rumah. Rumah yang berdinding tidak rapat (berbahan kayu atau papan) akan memberi celah bagi nyamuk untuk masuk ke dalam rumah sehingga penghuni rumah berpotensi untuk digigit nyamuk. Menurut Mukono (2009) rumah dengan dinding yang tidak tertutup rapat akan memungkinkan terjadinya penularan penyakit DBD. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanjung (2015) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kerapatan dinding rumah terhadap kejadian DDB di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan.

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara langit-langit/plafon rumah responden dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara langit-langit/plafon rumah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara tahun 2016. Langit-langit/plafon merupakan pembatas antara dinding bagian atas dengan atap rumah. Langit-langit/plafon yang ada harus terpelihara dan selalu dalam keadaan bersih, bebas dari retakan dan lubang-lubang serta tidak menjadi sarang vektor. Jika rumah tidak memiliki langit-langit/plafon maka rumah tersebut akan terdapat lubang dan menjadi jalan bagi nyamuk untuk masuk ke dalam rumah.

Menurut Depkes RI (1999), rumah yang tidak memiliki langit-langit/plafon berisiko lebih besar untuk terjadinya kontak antara nyamuk Aedes aegypti dengan penghuni rumah dibandingkan dengan rumah yang memiliki

(73)

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pencahayaan rumah responden dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara tahun 2016. Berdasarkan observasi di lapangan sebagian besar rumah responden memiliki pencahayaan yang tidak memenuhi syarat yaitu gelap dan tidak dapat digunakan untuk membaca. Hal ini dikarenakan rumah tersebut berdempetan sehingga tidak ada pembuatan jendela yang dapat dijadikan sebagai jalan masuknya cahaya ke ruangan. Kurangnya pencahayaan di dalam rumah menyebabkan rumah menjadi redup dan lembab. Kondisi inilah yang disenangi nyamuk Aedes aegypti sebagai tempat peristirahatannya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sholihah (2014) yang menyimpulkan bahwa pencahayaan berhubungan secara signifikan dengan kejadian DBD.

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kelembaban rumah responden dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara tahun 2016. Kelembaban yang relatif tinggi pada ruangan merupakan tempat yang disukai nyamuk Aedes aegypti sebagai tempat hinggap dan beristirahat. Selain itu, kelembaban udara yang tinggi juga dapat memungkinkan sebagai tempat berkembangbiaknya bakteri penyebab penyakit.

(74)

menjadikan nyamuk lebih aktif dan lebih sering menggigit yang dapat meningkatkan kejadian DBD. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yudhastuti (2005), yang menyimpulkan bahwa kelembaban berhubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti sehingga kondisi tersebut memungkinkan untuk bertambahnya jumlah nyamuk di rumah dan meningkatkan kontak antara nyamuk dengan penghuni rumah.

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pengelolaan sampah responden dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara tahun 2016. Pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat seperti mengumpulkan sampah tanpa penanganan lanjut atau dibakar akan menyisakan sampah-sampah yang dapat menampung air. Selain itu sampah yang berserakan di sekitar rumah yang dapat menampung air akan berpotensi untuk menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

(75)

bahwa tempat yang paling potensial untuk menjadi sarang nyamuk adalah sampah yang dapat menampung air seperti botol, ban bekas, plastik bekas, tempurung, pelepah daun dan sebagainya. Sampah-sampah tersebut di masyarakat sering tidak dikelola dengan baik sehingga menjadi tempat yang disukai nyamuk untuk berkembang biak. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stiawati (2013) di Kota Palembang yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengelolaan sampah padat dengan kejadian DBD.

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pembuangan air limbah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pembuangan air limbah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara tahun 2016. Berdasarkan penelitian Hadi dkk

(2009), disimpulkan bahwa air yang terpolusi oleh tanah, deterjen dan kotoran ayam dapat menjadi tempat perindukan dan perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Berdasarkan observasi di lapangan sebagian besar pembuangan limbah

(76)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan tentang hubungan karakterisitk responden, tempat perindukan nyamuk dan sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Variabel karakteristik responden yang berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu adalah umur, pendidikan, dan pekerjaan.

2. Variabel tempat perindukan nyamuk yang berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu adalah tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari dan tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari.

3. Variabel sanitasi lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu adalah kasa pada ventilasi, kerapatan dinding, langit-langit/plafon, pencahayaan, kelembaban, pengelolaan sampah dan pembuangan air limbah.

6.2 Saran

(77)

1. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas disarankan agar lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan khususnya tentang kesehatan lingkungan perumahan dan pengendalian serta pencegahan Demam Berdarah Dengue melalui sosialisasi dan promosi upaya penanggulangan DBD.

2. Bagi masyarakat yang tinggal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu disarankan agar melakukan upaya penyehatan lingkungan terutama lingkungan perumahan seperti penanganan tempat perindukan nyamuk, memasang kasa pada seluruh ventilasi, memperbaiki kondisi dinding, menggunakan kelambu, memasang langit-langit/plafon rumah, mengatur pencahayaan dan kelembaban ruangan, mengelola sampah yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan mengelola pembuangan air limbah yang tidak mengalir dengan lancar serta mampu dalam melaksanakan program 3M plus di lingkungan rumahnya.

(78)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue

2.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang semakin luas penyebarannya. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 dari genus Flavivirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk tersebut terdapat hampir

di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut dan merupakan vektor utama penyakit DBD (Sembel, 2009).

Masa inkubasi penyakit DBD yaitu periode sejak virus Dengue menginfeksi manusia hingga menimbulkan gejala klinis. Masa inkubasi ekstrinsik berlangsung selama 8-10 hari, sedangkan masa inkubasi intrinsik berlangsung antara 3 – 14 hari, rata-rata 4-7 hari (WHO, 2005).

2.1.2 Epidemiologi dan Distribusi DBD 2.1.2.1 Epidemiologi DBD

(79)

DBD disertai tingkat kematian yang tinggi melanda negara di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia, Myanmar, Thailand, Singapura, Kamboja, Malaysia, dan Vietnam. Selama dua puluh tahun kemudian, terjadi peningkatan kasus dan wilayah penyebaran DBD yang luar biasa hebatnya, dan saat ini KLB muncul setiap tahunnya di beberapa negara di Asia Tenggara (Depkes RI, 2014).

Di Indonesia, penyakit DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 2010 telah menyebar di 33 provinsi dan 440 kota/kabupaten. Sejak ditemukan pertama kali kasus DBD terus meningkat dan bahkan sejak tahun 2004 kasus tersebut meningkat tajam. Kasus DBD terbanyak dilaporkan di daerah–daerah dengan tingkat kepadatan yang tinggi seperti provinsi-provinsi di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera (Depkes RI, 2014).

2.1.2.2 Distribusi DBD

Menurut Soegijanto (2006), distribusi pada penderita DBD dikelompokkan berdasarkan:

1. Distribusi Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Etnik

(80)

Syndrome (DSS) menunjukkan angka kematian yang tinggi dibandingkan

dengan kelompok laki-laki. Sedangkan untuk distribusi berdasarkan etnik, Singapura dan Malaysia pernah mencatat adanya perbedaan angka kejadian infeksi di antara kelompok etnik.

2. Distribusi Berdasarkan Waktu

Penularan DBD biasanya terjadi pada musim hujan yaitu meningkat pada bulan Mei sampai Agustus dan menurun pada bulan Oktober. Hal ini disebabkan karena pada musim hujan vektor penyakit demam berdarah jumlahnya semakin meningkat dengan bertambah banyaknya sarang-sarang nyamuk di luar rumah dan pada musim kemarau Aedes aegypti bersarang di bejana-bejana yang menampung air seperti bak mandi, tempayan, drum dan penampungan air lainnya.

3. Distribusi Berdasarkan tempat

Distribusi vektor demam berdarah Aedes aegypti yang tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia tenggara. Menurut Hadinegoro (2004), DBD pertama kali di Indonesia terjadi pada tahun 1968 yang dicurigai terjadi di Surabaya dan pada tahun 1994 telah menyebar ke seluruh provinsi, terutama di sebagian besar wilayah perkotaan. Penyebaran Aedes aegypti di pedesaan relatif sering terjadi dikaitkan dengan pembangunan

(81)

nyamuk sedang sampai berat, sementara daerah pegunungan memiliki populasi nyamuk yang rendah.

2.1.3 Vektor Penular Penyakit DBD

Menurut Djunaedi (2006), vektor penyakit DBD adalah nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedes albopictus terutama bagi negara di Asia, seperti

Filiphina dan Jepang, sedangkan nyamuk jenis Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris dan Aedes pseudoscutellaris merupakan vektor di negara-negara

kepulauan Pasifik dan New Guinea. Menurut Soegijanto (2006), Vektor DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris, tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti.

2.1.4 Ekologi Aedes aegypti

Menurut Achmadi (2014), nyamuk memerlukan seperangkat faktor untuk mendukung kehidupannya, seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin, ketersediaan pangan, tempat perindukan dan tempat beristirahat. Keberadaan nyamuk Aedes aegypti di lingkungan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik dan biologis. Adapun dari lingkungan fisik yang mempengaruhi keberadaan nyamuk tersebut antara lain temperatur, curah hujan dan ketinggian tempat.

1. Lingkungan Fisik a. Temperatur

(82)

pertumbuhan nyamuk akan berhenti. Dan pada suhu lingkungan yang hangat akan menyebabkan lebih cepatnya pengaktifan virus Dengue di dalam tubuh nyamuk (Achmadi, 2014).

b. Curah hujan

Curah hujan yang tinggi akan menambah banyaknya genangan air di lingkungan yang digunakan oleh nyamuk sebagai tempat perindukan. Selain itu juga mampu menambah kelembaban udara. Dengan kelembaban udara yang tinggi maka semakin baik untuk tempat nyamuk melakukan siklus hidupnya.

c. Ketinggian tempat

Ketinggian tempat yang berbeda–beda mempengaruhi perkembangan nyamuk. Tempat dengan ketinggian di atas 1000 meter dari permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti dikarenakan pada ketinggian tersebut temperatur terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk.

2. Lingkungan Biologis

(83)

2.1.5 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti

Menurut WHO (2005), bionomik Aedes aegypti dilihat berdasarkan perilaku mencari makan, istirahat, jarak terbang dan lama hidup. Berikut penjelasannya:

1. Prilaku Makan

Aedes aegypti bersifat antropofilik (menyukai darah manusia), namun

nyamuk ini juga bersifat zoofilik dari hewan berdarah panas. Aktivitas menggigit berbeda antara nyamuk betina dan nyamuk jantan. Nyamuk betina menggigit dua kali sehari yaitu di pagi hari selama beberapa jam setelah matahari terbit dan pada sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit yang sebenarnya dapat beragam bergantung lokasi dan musim.

2. Perilaku Istirahat

Aedes aegypti beristirahat di tempat yang gelap, lembab dan tersembunyi

di dalam rumah atau bangunan termasuk di kamar tidur, kamar mandi dan di dapur. Tempat istirahat di dalam rumah yang paling disukai yaitu pada pakaian yang tergantung, di dinding dan di bawah perabotan rumah tangga. Nyamuk jenis ini jarang ditemukan di luar rumah, di tumbuhan atau tempat terlindung lainnya.

3. Jarak Terbang

(84)

darah. Namun untuk pencarian tempat bertelur nyamuk ini dapat berpindah sejauh 400 meter.

4. Lama Hidup

Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup hanya delapan hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, risiko penyebaran virus semakin besar.

2.1.6 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti dibagi menjadi empat stadium, yaitu telur, larva atau jentik, pupa dan nyamuk dewasa sehingga termasuk metamorfosis sempurna atau holometabola (Soegijanto, 2006).

1. Stadium Telur

Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam, berbentuk oval memanjang dengan ukuran 0,5-0,8 mm, dan tidak memiliki alat pelampung. Nyamuk ini meletakkan telur-telurnya satu per satu pada permukaan air jernih dan diletakkan di tepi air pada tempat-tempat penampungan air bersih dan sedikit di atas permukaan air. Nyamuk Aedes aegypti betina mampu menghasilkan hingga 100 telur apabila telah menghisap darah manusia. Telur pada tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur-telur ini kemudian akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 1-2 hari terendam air.

2. Stadium Larva (Jentik)

(85)

sangat lincah, dan pada waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan permukaan air. Larva menuju ke permukaan air dalam waktu kira-kira setiap ½-1 menit untuk mendapatkan oksigen yang digunakan untuk bernapas. Larva nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang selama 6-8 hari. Tingkat (instar) jentik ada empat yang sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:

a. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm b. Instar II : 2,5-3,8 mm

c. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II d. Instar IV : berukuran paling besar, yaitu 5 mm 3. Stadium Pupa

Pupa nyamuk Aedes aegypti berbentuk seperti koma, dengan bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya. Tahap pupa pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-4 hari. Saat nyamuk dewasa akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang pupa, pupa akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibanding larvanya dan berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain

4. Nyamuk dewasa

Gambar

Gambar Lampiran 3. Kondisi Perumahan Responen Kasus
Gambar Lampiran 5. Halaman rumah responden Kasus
Gambar Lampiran 8. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan  sehari-hari di rumah responden kontrol
Gambar Lampiran 9. Ventilasi Rumah Responden Kasus Tidak Berkasa
+7

Referensi

Dokumen terkait

tentang pacaran dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi terhadap mitos – mitos tentang

Pelelangan Sederhana di Lingkungan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung dinyatakan GAGAL , dengan alasan peserta yang memasukan Dokumen Penawaran tidak ada yang lulus

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) Nomor: BA-151/ULPD/WI.2/2016 Tanggal 23 September 2016 dan Penetapan Pemenang oleh Kelompok Kerja (Pokja) ULPD Kementerian

Hasil yang diperoleh dari uji statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% daun sirih ( Piper betle L. ) dapat mempengaruhi waktu perdarahan ( bleeding time )

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hadi, dkk (2010) yang mana pada penelitiannya mengenai Penyerapan air pada formula baru resin modifikasi glass

Hasil Penelitian : Hasil penelitian ini adalah tindakan yang telah dilakukan keluarga dalam upaya pencegahan penularan TB Paru adalah dengan membuka jendela rumah setiap hari,

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat, berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul berguna dan bermanfaat bagi para

Yaitu dengan mengamati secara langsung bagaimana proses penerapannya dengan strategi active learning dalam pembelajaran Qur’an Hadits di MTs Al- Iistiqomah