• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah, Padi Gogo (Oryza sativa L.), dan Sorgum (Shorgum bicolor) di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah, Padi Gogo (Oryza sativa L.), dan Sorgum (Shorgum bicolor) di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (0C) Curah hujan (mm/tahun) Kelembaban (%) Media Perakaran (rc)

Drainase

Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Agak Retensi Hara (nr)

KTK liat (cmol) Bahaya Sulfidik (xs)

Kedalaman Sulfidik (cm) > 100 75 – 100 40 - 75 < 40 Bahaya Erosi (eh)

(2)

51 Sumber : Djaenudin, dkk., 2011

Lampiran 2. Karakteristik kesesuaian lahan untuk tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.)

Persyaratan Penggunaan / Karakteristik Lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (0C) 24 - 29 22 - 24 Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) bulan ke-1

Curah hujan (mm) bulan ke-2 &3

Curah hujan (mm) bulan ke-4 Kelembaban (%) Media Perakaran (rc)

Drainase

Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Baik, sedang, Retensi Hara (nr)

KTK liat (cmol) Bahaya Sulfidik (xs)

Kedalaman Sulfidik (cm) > 75 50 – 75 50 - 30 < 30 Bahaya Erosi (eh)

Lereng (%) Bahaya Banjir (fh)

Genangan - F11 F12 – F13 -

Penyiapan Lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)

(3)

52 Lampiran 3. Karakteristik kesesuaian lahan untuk tanaman Sorgum

(Shorgum bicolor) Persyaratan Penggunaan /

Karakteristik Lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (0C) Ketinggian Tempat dpl (m)

25 – 27 Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm)

Lamanya Masa Kering (bln)

Kelembaban (%) Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase

Median Perakaran (rc) Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Baik, Agak Retensi Hara (nr)

KTK liat (cmol) Bahaya Sulfidik (xs)

Kedalaman Sulfidik (cm) > 100 75 – 100 40 - 75 < 40 Bahaya Erosi (eh)

Lereng (%) Bahaya Banjir (fh)

(4)

53 Lampiran 4. Hasil Analisis Laboratorium

No. No. SPL

Tekstur

DHL dS/m

Nilai Tukar Kation

KTK KB

(%)

ESP (%)

Pasir Debu Liat Ca Mg K Na

--- % --- --- cmol/kg ---

1 SPL 1 32 24 44 0,13 4,93 4,49 0,52 1,36 13,42 84,2 10,13

2 SPL 2 64 12 24 0,17 2,48 0,66 0,15 0,28 6,01 59,4 4,65

3 SPL 3 60 16 24 0,1 2,51 0,43 0,37 0,23 5,58 63,4 4,12

(Sertifikat Hasil Analisis Tanah di Laboratorium PT. Nusa Pusaka Kencana Analytical & QC Laboratory, 2016)

Lampiran 5. Data Iklim : Curah Hujan Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai pada 10 Tahun Terakhir (mm/tahun)

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Total

2004 30 65 39 56 96 68 79 64 340 238 200 124 1400 2005 73 30 34 106 118 147 279 141 243 299 270 343 2083 2006 120 159 123 322 248 236 140 206 331 313 166 310 2674 2007 212 14 11 104 339 179 331 172 308 428 450 184 2732 2008 53 15 121 153 121 62 219 257 247 438 233 194 2113 2009 203 10 176 184 266 49 208 190 346 272 213 65 2181 2010 131 66 27 47 68 197 129 181 148 144 248 219 1605 2011 88 18 128 51 144 115 80 110 66 122 134 53 1109 2012 112 78 149 262 264 121 123 138 244 297 214 161 2163 2013 119 199 74 150 96 121 173 214 181 345 83 489 2244

Rata-Rata

(5)

54 Lampiran 6. Data Iklim : Data Rataan Temperatur Kecamatan Sei Bamban

Kabupaten Serdang Bedagai pada 10 Tahun Terakhir (0C)

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des

Rata -Rata 2004 27,4 27,9 28,5 28,5 28,7 28,9 28,4 27,9 27,5 27,4 27,5 27,6 28,0 2005 27,6 28,1 28,8 29,1 28,8 28,8 28,2 28,4 28,1 27,2 27,3 26,9 28,1 2006 27,2 27,8 33,2 28,3 28,2 28,0 28,1 27,7 27,6 27,5 27,5 27,0 28,2 2007 26,6 27,2 28,4 28,7 28,5 28,4 27,9 27,9 27,6 27,3 27,1 27,0 27,7 2008 27,6 27,3 27,4 28,1 28,3 27,9 27,9 27,6 27,7 26,9 27,5 26,9 27,6 2009 26,9 27,5 27,9 28,5 28,5 28,7 28,4 28,0 27,8 27,6 27,5 27,6 27,9 2010 27,5 28,7 28,9 29,3 29,9 28,7 28,3 28,3 28,0 28,4 27,5 27,0 28,4 2011 27,0 27,7 27,8 27,9 28,2 28,7 28,5 27,4 28,1 27,9 27,5 27,1 27,8 2012 27,4 27,9 28,2 28,1 28,3 28,6 28,1 27,9 28,0 27,7 27,8 27,7 28,0 2013 27,1 26,8 28,3 28,1 28,6 28,6 27,8 27,3 27,2 26,8 27 26,4 27,5

Rata-Rata 27,23 27,69 28,74 28,46 28,6 28,53 28,16 27,84 27,76 27,47 27,42 27,12 27,92 Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Serdang Bedagai

Lampiran 7. Data Iklim : Kelembaban Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai pada 10 Tahun Terakhir (%)

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Rata-Rata 2004 85 81 82 80 83 78 82 83 83 87 83 87 82,83 2005 81 82 81 82 78 82 81 80 78 82 81 81 80,75 2006 79 84 78 79 81 78 76 79 70 81 81 82 79,00 2007 81 70 75 82 86 82 84 80 85 86 87 86 82,00 2008 83 82 85 82 82 83 85 85 85 86 87 87 84,33 2009 85 83 83 84 84 81 82 85 85 86 85 85 84,00 2010 86 83 80 81 80 84 84 84 84 83 86 86 83,42 2011 85 83 84 84 83 81 82 84 84 84 86 86 83,83 2012 84 82 80 83 83 79 80 82 83 95 83 84 83,17 2013 82 84 81 80 80 78 81 84 84 85 86 89 82,83

(6)

55

(7)
(8)

57

(9)
(10)

59

(11)
(12)

61

(13)
(14)

63

(15)
(16)

65

(17)
(18)
(19)
(20)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2015. Sumatera Utara Dalam Angka 2015. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara.

Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Daerah Kecamatan Sei Bamban 2015. Badan Pusat Statistik Serdang Bedagai.

Damanik, M.M.B., B.E.Hasibuan., Fauzi., Sarifuddin., H. Hanum. 2011. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Djaenudin, D., Marwan, H., Subagjo, H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Bogor. 36p. _______________________________________________. 2011. Petunjuk Teknis

Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Bogor. 165p. Foth, H.D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UGM Press. Yogyakarta.

Hakim, N., M.Y. Nyakpa., A.M. Lubis., S.G. Nugroho., M.A. Diha., G.B. Hong dan H.H. Baailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Press. Lampung.

Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. UGM Press. Yogyakarta.

Kartasapoetra, G., A.G. Kartasapoetra dan M.M. Sutedjo. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. PT. Bina Aksara. Jakarta. Lubis, K.S. 2015. Pengantar Fisika Tanah. USU Press. Medan.

Mukhlis. 2014. Analisis Tanah Tanaman. Edisi Kedua. USU Press. Medan.

Mukhlis., Sarifuddin., dan H. Hanum. 2011. Kimia Tanah : Teori dan Aplikasi. USU Press. Medan

(21)

49 Raden, I., Thamrin., S. Syarif F., Fadli., dan Darmi. 2010. Evaluasi Kesesuaian

Lahan Untuk Tanaman Padi Dan Padi Ladang Di Desa Bila Talang

Kecamatan Tabang Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal Berkala Fakultas Pertanian, Universitas Kutai Kartanegara. Tanggerang

Ritung, S., Wahyunto., Agus F., dan H. Hidayat. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta Arahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre. Bogor.

(22)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sei Bamban (3021’00’’ - 3028’30” LU dan 9905’30” - 99012’00” BT) dengan ketinggian tempat 7 sampai 20 meter diatas permukaan laut. Analisis tanah

dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan PT Nusa Pusaka Kencana Analytical & QC Laboratory. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2016 sampai Juni 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample tanah yang diambil dari lokasi penelitian pada setiap Satuan Peta Lahan (SPL), kriteria kesesuaian lahan Padi Sawah dan Padi Gogo serta Sorgum, bahan – bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Satuan Peta Lahan (SPL) Kecamatan Sei Bamban skala 1 : 50.000 yang dihasilkan dari overlay antara Peta Jenis Tanah skala 1 : 50.000, Peta Kemiringan Lereng skala 1 : 50.000 dan Peta Ketinggian Tempat skala 1 : 50.000, Global Position System (GPS) untuk mengetahui titik koordinat dan ketinggian tempat, Aklinometer untuk mengukur kemiringan lereng, bor tanah untuk mengambil contoh tanah, kertas label untuk memberi label sample tanah, kantung plastik sebagai wadah sample

(23)

Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat Deskriptif dengan menggunakan metode survey. Teknik sampling yang digunakan berdasarkan Satuan Peta Lahan (SPL) dengan sistem Grid Bebas. Data iklim yang diklasifikasikan berdasarkan tipe iklim Schimdt dan Ferguson. Evaluasi lahan yang dilakukan menggunakan perbandingan (matching) dengan cara mencocokkan serta membandingkan antara karakteristik lahan dengan kriteria kelas kesesuaian lahan.

Untuk memperoleh kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Padi Sawah dan Padi Gogo serta Sorgum di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai, maka data iklim, data lapangan dan data hasil analisis laboratorium dicocokkan (matching) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Padi Sawah dan Padi Gogo serta Sorgum oleh Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian (Djaenuddin, dkk., 2011). Selanjutnya ditentukan kelas kesesuaian lahan potensial denga melakukan perbaikan teknis yang mungkin.

Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan

Sebelum kegiatan penelitian, dilakukan prapenelitian untuk mengetahui permasalahan yang terdapat pada lokasi penelitian, sehingga dapat ditentukan persiapan yang dibutuhkan sebelum melakukan penelitian.

Pengumpulan data iklim untuk Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai selama 10 tahun (2004-2013) diperoleh dari BPS Serdang Bedagai meliputi data: curah hujan, temperatur, dan kelembaban udara.

(24)

Tahap Kegiatan di Lapangan

- Pengamatan karakteristik lahan pada setiap Satuan Peta Lahan (SPL) di lapangan.

- Pengambilan sampel tanah di setiap Satuan Peta Lahan (SPL) dilakukan secara zig zag pada kedalaman 0 – 20 cm lalu dikompositkan dari beberapa lokasi pada SPL yang sama, sehingga diperoleh 3 sample tanah untuk ketiga Satuan Peta Lahan (SPL). Kemudian dimasukkan sampel tanah tersebut ke dalam plastik dengan berat tanah + 2 kg serta diberi label lapangan.

Tahap Analisis di Laboratorium

Sampel tanah setiap SPL dikeringudarakan untuk diteliti di laboratorium yang meliputi sifat fisik dan kimia tanah yang terdapat pada tabel karakteristik lahan.

Tahap Pengolahan Data

Selanjutnya dilakukan pengolahan data yang didapat dari hasil pengamatan dilapangan dengan kriteria kelas kesesuaian lahan tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) dan Padi Gogo serta Sorgum (Shorgum bicolor) dalam buku Petunjuk Teknis Evauasi Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian oleh Djaenuddin, dkk., (2011).

Parameter Pengamatan

Karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam penelitian ini seperti temperatur (tc), ketersediaan air (wa), media perakaran (rc), retensi hara (nr), dan lain-lain. Untuk parameter yang lebih lengkap dapat dilihat pada pada Lampiran 1, 2, dan 3.

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Data Iklim

Data iklim selama 10 tahun terakhir (2004-2013) diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Serdang Bedagai yaitu, curah hujan, temperatur, dan kelembaban udara rata-rata bulanan yang dianggap dapat mewakili data iklim di Kecamatan Sei Bamban.

Adapun data iklim yang diperoleh dengan data rata-rata berikut: a. Suhu udara rata-rata tahunan pada ketinggian 0 – 100 m dpl : 27,92 0C b. Curah hujan rata-rata tahunan : 2030,4 mm/tahun

c. Kelembaban rata-rata tahunan : 82,6 d. Lamanya bulan kering : 0,13 bulan

e. Tipe iklim (Schimdt dan Ferguson) : B (Daerah basah, Q : 17,93%) Karakteristik Lahan

(26)

Tabel 4. Karakteristik Lahan SPL (Satuan Peta Lahan) Satuan Peta

Lahan (SPL)

Koordinat Jenis

Tanah Lokasi Desa

Luas (ha)

SPL 1 99’6’’30–9’12’’30;

3’24’’00–3’28’’30 Inseptisol

Bakaran Batu, Gempolan, Penggalangan, Pon,

Rampah Estate, Sei Bamban, Sei Bamban Estate,

Sei Belutu Estate, Suka Damai

7.051

SPL 2 99’6’’00-99’9’’00 ;

3’22’’30-3’24’’00 Ultisol Sei Belutu 148 SPL 3 99’5’’30-99’6’00 ;

3’22’’00-3’22’’30 Ultisol Sei Belutu 1.350 Evaluasi KesesuaianLahan

Kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman padi sawah pada Satuan Peta Lahan 1 (SPL 1) yang berada di Desa Bakaran Batu, Gempolan, Penggalangan, Pon, Rampah Estate, Sei Bamban, Sei Bamban Estate, Sei Belutu Estate, dan Suka Damai, terdapat pada tabel 5. berikut:

(27)

Tabel 5 . Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) pada Satuan Peta Lahan 1 (SPL 1)

Persyaratan Penggunaan

Lahan Nilai Data

Kelas Kes. Lahan Aktual

Kelas Kes. Lahan Potensial Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (0C) Curah hujan (mm/tahun) Kelembaban (%) Media Perakaran (rc)

Drainase Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Baik Retensi Hara (nr)

KTK liat (cmol)

Bahaya Sulfidik (xs)

Kedalaman Sulfidik (cm) > 100 S1 S1

Bahaya Erosi (eh) Lereng (%) Bahaya Banjir (fh)

Genangan F21 S1 S1

Penyiapan Lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)

< 5 Kesesuaian Lahan Aktual S3nr, C-organik (nr), Drainase (rc)

Usaha Perbaikan Perbaikan drainase, penambahan bahan organik. Kesesuaian Lahan Potensial S1

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan di laboratorium, kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah pada tabel 5. adalah sesuai marginal / S3nr dengan faktor pembatas retensi hara yaitu C-organik. C-organik dapat diperbaiki pada kelas kesuaian lahan potensialnya. Dan ada faktor lain yang dapat diperbaiki seperti media perakaran yaitu drainase. Maka kelas kesesuian

(28)

Penggalangan, Pon, Rampah Estate, Sei Bamban, Sei Bamban Estate, Sei Belutu Estate, dan Suka Damai, terdapat pada tabel 6. berikut :

Tabel 6. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.) pada Satuan Peta Lahan 1 (SPL 1)

Persyaratan Penggunaan

Lahan Nilai Data

Kelas Kes. Lahan Aktual

Kelas Kes. Lahan Potensial Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (0C) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) bulan ke-1 Curah hujan (mm) bulan ke-2 &3

Curah hujan (mm) bulan ke-4 Kelembaban (%) Media Perakaran (rc)

Drainase Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Baik Retensi Hara (nr)

KTK liat (cmol)

Bahaya Sulfidik (xs)

Kedalaman Sulfidik (cm) > 100 S1 S1

Bahaya Erosi (eh) Lereng (%) Penyiapan Lahan (lp)

Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)

< 5 Kesesuaian Lahan Aktual S3nr, C-organik(nr), Curah hujan (wa)

Usaha Perbaikan Perbaikan drainase, penambahan bahan organik Kesesuaian Lahan Potensial S1

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan di laboratorium, kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi gogo pada tabel 6. adalah sesuai marginal / S3nr dengan faktor pembatas retensi hara yaitu C-organik. C-organik dapat diperbaiki pada kelas kesesuaian lahan potensialnya. Dan ada faktor lain

(29)

yang dapat diperbaiki seperti ketersediaan air yaitu curah hujan. Maka kelas kesesuian lahan potensialnya adalah sangat sesuai / S1.

Kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman sorgum pada Satuan Peta Lahan 1 (SPL 1) yang berada di Desa Bakaran Batu, Gempolan, Penggalangan, Pon, Rampah Estate, Sei Bamban, Sei Bamban Estate, Sei Belutu Estate, dan Suka Damai, terdapat pada tabel 7. berikut :

Tabel 7. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Sorgum (Shorgum bicolor) pada Satuan Peta Lahan 1 (SPL 1)

Persyaratan Penggunaan

Lahan Nilai Data

Kelas Kes. Lahan Aktual

Kelas Kes. Lahan Potensial Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (0C) Ketinggian Tempat dpl (m) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm/tahun) Lamanya Masa Kering (bln) Kelembaban (%) Media Perakaran (rc)

Drainase Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Baik Retensi Hara (nr)

KTK liat (cmol)

Bahaya Sulfidik (xs)

Kedalaman Sulfidik (cm) > 100 S1 S1

Bahaya Erosi (eh) Lereng (%) Bahaya Banjir (fh)

Genangan F21 S3 S1

Penyiapan Lahan (lp)

Batuan di permukaan (%) < 5 S1 S1

(30)

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan di laboratorium, kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman sorgum pada tabel 7. adalah tidak sesuai / Nwa dengan faktor pembatas ketersediaan air yaitu curah hujan. Curah hujan dapat diperbaiki pada kelas kesuaian lahan potensialnya. Dan ada faktor lain yang dapat diperbaiki seperti bahaya banjir yaitu genangan. Maka kelas kesesuian lahan potensialnya adalah sesuai / S2tcwa.

Kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman padi sawah pada Satuan Peta Lahan 2 (SPL 2) yang berada di Desa Sei Belutu, terdapat pada tabel 8. berikut :

(31)

Tabel 8. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) pada Satuan Peta Lahan 2 (SPL 2)

Persyaratan Penggunaan

Lahan Nilai Data

Kelas Kes. Lahan Aktual

Kelas Kes. Lahan Potensial Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (0C) Curah hujan (mm/tahun) Kelembaban (%) Media Perakaran (rc)

Drainase Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Sedang Retensi Hara (nr)

KTK liat (cmol)

Bahaya Sulfidik (xs)

Kedalaman Sulfidik (cm) > 100 S1 S1

Bahaya Erosi (eh) Lereng (%) Bahaya Banjir (fh)

Genangan F0 S1 S1

Penyiapan Lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)

< 5 Kesesuaian Lahan Aktual S2nr, KTK liat (nr), C-organik(nr)

Usaha Perbaikan Penambahan bahan organik. Kesesuaian Lahan Potensial S1

(32)

Kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman padi gogo pada Satuan Peta Lahan 2 (SPL 2) yang berada di Desa Sei Belutu, terdapat pada tabel 9. berikut :

Tabel 9. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.) pada Satuan Peta Lahan 2 (SPL 2)

Persyaratan Penggunaan

Lahan Nilai Data

Kelas Kes. Lahan Aktual

Kelas Kes. Lahan Potensial Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (0C) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) bulan ke-1 Curah hujan (mm) bulan ke-2 &3 Curah hujan (mm) bulan ke-4 Kelembaban (%) Media Perakaran (rc)

Drainase Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Sedang Retensi Hara (nr)

KTK liat (cmol)

Bahaya Sulfidik (xs)

Kedalaman Sulfidik (cm) > 100 S1 S1

Bahaya Erosi (eh) Lereng (%) Penyiapan Lahan (lp)

Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)

< 5

Kesesuaian Lahan Aktual S2wanr (Curah hujan (wa), KTK liat (nr), C-organik(nr) Usaha Perbaikan Perbaikan drainase, penambahan bahan organik.

Kesesuaian Lahan Potensial S1

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan di laboratorium, kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi gogo pada tabel 9. adalah sesuai / S2wanr dengan faktor pembatas ketersediaan air yaitu curah hujan, retensi hara

(33)

yaitu C-organik dan KTK liat. Curah hujan, C-organik, dan KTK liat dapat diperbaiki pada kelas kesuaian lahan potensialnya. Maka kelas kesesuian lahan potensialnya adalah sangat sesuai / S1.

Kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman sorgum pada Satuan Peta Lahan 2 (SPL 2) yang berada di Desa Sei Belutu, terdapat pada tabel 10. berikut :

Tabel 10. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Sorgum (Shorgum bicolor) pada Satuan Peta Lahan 2 (SPL 2)

Persyaratan Penggunaan

Lahan Nilai Data

Kelas Kes. Lahan Aktual

Kelas Kes. Lahan Potensial Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (0C) Ketinggian Tempat dpl (m) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm/tahun) Lamanya Masa Kering (bln) Kelembaban (%) Media Perakaran (rc)

Drainase Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Sedang Retensi Hara (nr)

KTK liat (cmol)

Bahaya Sulfidik (xs)

Kedalaman Sulfidik (cm) > 100 S1 S1

Bahaya Erosi (eh) Lereng (%) Bahaya Banjir (fh)

Genangan F0 S1 S1

(34)

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan di laboratorium, kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman sorgum pada tabel 10. adalah tidak sesuai / Nwa dengan faktor pembatas ketersediaan air yaitu curah hujan. Curah hujan dapat diperbaiki pada kelas kesuaian lahan potensialnya. Dan ada faktor lain yang dapat diperbaiki seperti media perakaran yaitu drainase dan retensi hara yaitu KTK liat. Maka kelas kesesuian lahan potensialnya adalah sesuai / S2tcwa.

Kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman padi sawah pada Satuan Peta Lahan 3 (SPL 3) yang berada di Desa Sei Belutu, terdapat pada tabel 11. berikut :

(35)

Tabel 11. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) pada Satuan Peta Lahan 3 (SPL 3)

Persyaratan Penggunaan

Lahan Nilai Data

Kelas Kes. Lahan Aktual

Kelas Kes. Lahan Potensial Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (0C) Curah hujan (mm/tahun) Kelembaban (%) Media Perakaran (rc)

Drainase Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Sedang Retensi Hara (nr)

KTK liat (cmol)

Bahaya Sulfidik (xs)

Kedalaman Sulfidik (cm) > 100 S1 S1

Bahaya Erosi (eh) Lereng (%) Bahaya Banjir (fh)

Genangan F0 S1 S1

Penyiapan Lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)

< 5 Kesesuaian Lahan Aktual S3nr, C-organik (nr), KTK liat (nr), Lereng(eh) Usaha Perbaikan Penambahan bahan organik, pembuatan teras. Kesesuaian Lahan Potensial S1

(36)

Kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman padi gogo pada Satuan Peta Lahan 3 (SPL 3) yang berada di Desa Sei Belutu, terdapat pada tabel 12. berikut :

Tabel 12. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.) pada Satuan Peta Lahan 3 (SPL 3)

Persyaratan Penggunaan Lahan Nilai Data Kelas Kes. Lahan Aktual

Kelas Kes. Lahan Potensial Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (0C) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) bulan ke-1 Curah hujan (mm) bulan ke-2 &3 Curah hujan (mm) bulan ke-4 Kelembaban (%) Media Perakaran (rc)

Drainase Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Sedang Retensi Hara (nr)

KTK liat (cmol)

Bahaya Sulfidik (xs)

Kedalaman Sulfidik (cm) > 100 S1 S1

Bahaya Erosi (eh) Lereng (%) Penyiapan Lahan (lp)

Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)

< 5 Kesesuaian Lahan Aktual S3nr, C-organik (nr), KTK liat (nr), Curah hujan (wa) Usaha Perbaikan Perbaikan drainase, penambahan bahan organik. Kesesuaian Lahan Potensial S1

(37)

dapat diperbaiki pada kelas kesuaian lahan potensialnya. Dan ada faktor lain yang dapat diperbaiki seperti ketersediaan air yaitu curah hujan dan retensi hara seperti KTK liat. Maka kelas kesesuian lahan potensialnya adalah sangat sesuai / S1.

Kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman sorgum pada Satuan Peta Lahan 3 (SPL 3) yang berada di Desa Sei Belutu, pada tabel 13. berikut :

Tabel 13. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Sorgum (Shorgum bicolor) pada Satuan Peta Lahan 3 (SPL 3)

Persyaratan Penggunaan

Lahan Nilai Data

Kelas Kes. Lahan Aktual

Kelas Kes. Lahan Potensial Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (0C) Ketinggian Tempat dpl (m) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm/tahun) Lamanya Masa Kering (bln) Kelembaban (%) Media Perakaran (rc)

Drainase Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Sedang Retensi Hara (nr)

KTK liat (cmol)

Bahaya Sulfidik (xs)

Kedalaman Sulfidik (cm) > 100 S1 S1

Bahaya Erosi (eh) Lereng (%) Bahaya Banjir (fh)

Genangan F0 S1 S1

(38)

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan di laboratorium, kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman sorgum pada tabel 13. adalah tidak sesuai / Nwa dengan faktor pembatas ketersediaan air yaitu curah hujan. Curah hujan dapat diperbaiki pada kelas kesuaian lahan potensialnya. Dan ada faktor lain yang dapat diperbaiki seperti media perakaran yaitu drainase dan retensi hara yaitu KTK. Maka kelas kesesuian lahan potensialnya adalah sesuai / S2tcwa.

Pembahasan

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dengan tanaman padi sawah maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada SPL 1, SPL 3 adalah sesuai marginal / S3nr dan pada SPL 2 adalah sesuai / S2nr dengan faktor pembatas retensi hara yairu KTK liat dan C-organik. Permasalahan pada faktor pembatas yaitu retensi hara dapat dilakukan usaha perbaikan, dimana dengan dilakukan penambahan bahan organik dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik, kima dan biologi tanah. Hal ini didukung oleh Rayes (2007) didalam Jenis usaha perbaikan karakteristik lahan aktual (saat ini) untuk menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya yang menyatakan bahwa dalam evaluasi lahan dengan karakteristik lahan berupa retensi hara dapat dilakukan usaha perbaikan dengan cara pengapuran atau penambahan bahan organik. Winarso (2005) menyatakan bahwa penambahan bahan organik lebih kuat pengaruhnya kearah perbaikan sifat-sifat tanah baik sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dengan dilakukannya usaha perbaikan sehingga diperoleh kelas kesesuian lahan potensial tanaman padi sawah pada SPL 1, SPL 2, dan SPL 3 adalah sangat sesuai / S1.

(39)

dan C-Organik. Sedangkan untuk SPL 2 kelas kesesuaian lahan aktualnya adalah sesuai / S2wanr dengan faktor pembatas ketersediaan air yaitu curah hujan dan retensi hara yaitu KTK liat dan C-Organik. Permasalahan pada faktor pembatas retensi hara berupa KTK liat dan C-Organik dapat dilakukan usaha perbaikan seperti penambahan bahan organik, dimana dengan dilakukan penambahan bahan organik dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik, kima dan biologi tanah. Hal ini didukung oleh Winarso (2005) yang menyatakan bahwa penambahan bahan organik lebih kuat pengaruhnya kearah perbaikan sifat-sifat tanah baik sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sedangkan permasalahan pada faktor pembatas ketersediaan air yaitu curah hujan dapat dilakukan usaha perbaikan seperti memperbaiki sistem drainase. Perbaikan system drainase dilakukan karena tingginya intensitas curah hujan dilapangan sehingga kurang sesuai untuk tanaman padi gogo. Dengan dilakukannya usaha perbaikan sehingga diperoleh kelas kesesuian lahan potensial tanaman padi gogo pada SPL 1, SPL 2, dan SPL 3 adalah sangat sesuai / S1.

(40)

diperoleh kelas kesesuian lahan potensial tanaman sorgum pada SPL 1, SPL 2, dan SPL 3 adalah sesuai / S2tcwa dengan faktor pembatas adalah temperatur dan ketersediaan air.

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Kelas

kesesuaian lahan aktual tanaman padi sawah pada Inseptisol ; 0-3% dan Ultisol ; 3-8% adalah S3nr, dan pada Ultisol ; 0-3% adalah S2nr. Sedangkan kelas kesesuaian lahan potensialnya adalah S1 untuk Inseptisol ; 0-3%, Ultisol ; 0-3%, danUltisol ; 3-8%.

2. Kelas

kesesuaian lahan aktual tanaman padi gogo pada Inseptisol ; 0-3% dan Ultisol ; 3-8% adalah S3nr, dan pada Ultisol ; 0-3% adalah S2wanr. Sedangkan kelas kesesuaian lahan potensialnya adalah S1 untuk Inseptisol ; 0-3%, Ultisol ; 0-3%, dan Ultisol ; 3-8%.

3. Kelas

kesesuaian lahan aktual tanaman sorgum pada Inseptisol ; 0-3%, Ultisol ; 0-3%, dan Ultisol ; 3-8% adalah Nwa. Sedangkan kelas kesesuaian lahan potensialnya adalah S2tcwa untuk Inseptisol ; 0-3%, Ultisol ; 0-3%, dan Ultisol ; 3-8%.

Saran

(42)

TINJAUAN PUSTAKA Evaluasi lahan

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaa tataguna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan) (Djaenudin, dkk., 2003).

Kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan ini mengenal 4 (empat) kategori, yaitu :

1. Ordo

Pada tingkat ordo ditunjukkan, apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk suatu jenis penggunaan lahan tertentu. Dikenal ada 2 (dua) ordo, yaitu : Ordo S (Sesuai) : Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat

(43)

Ordo N (tidak sesuai) : Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan yang telah direncanakan. Lahan dapat digolongkan sebagai tidak sesuai untuk digunakan bagi usaha pertanian karena berbagai penghambat, baik secara fisik (lereng sangat curam, berbatu-batu, dan sebagainya) atau secara ekonomi (keuntungan yang didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan)

(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). 2. Kelas

Menurut Ritung, dkk., (2007) pada tingkat kelas, kelas kesesuaian lahan digolongkan atas beberapa tingkatan sebagai berikut :

Kelas S1 (Sangat Sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.

Kelas S2 (Cukup Sesuai) : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.

(44)

Kelas N (Tidak Sesuai): Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.

3. Sub-kelas

Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi faktor pembatas terberat, misal Subkelas S3rc, sesuai marginal dengan pembatas kondisi perakaran (rc=rooting condition) (Ritung, dkk., 2007). 4. unit

Unit adalah keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Contoh kelas S3rc1 dan S3rc2, keduanya mempunyai kelas dan subkelas yang sama dengan faktor penghambat sama yaitu kondisi perakaran terutama faktor kedalaman efektif tanah, yang dibedakan ke dalam unit 1 dan unit 2. Unit 1 kedalaman efektif sedang (50-75 cm), dan Unit 2 kedalaman efektif dangkal (<50cm). Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan (Ritung, dkk., 2007).

(45)

diolah, permeabilitas subsoil, drainase permukaan, drainase internal profil tanah, kemiringan, derajat erosi, dan bahaya erosi bila tanah diolah (Raden, dkk., 2010).

Menurut kerangka FAO (1976) dikenal dua macam kesesuaian lahan, yaitu: Kesesuaian lahan kualitatif dan Kesesuaian lahan kuantitatif. Masing-masing Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai secara aktual maupun potensial, atau Kesesuaian lahan aktual dan Kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang hanya dinyatakan dalam istilah kualitatif, tanpa perhitungan yang tepat baik biaya atau modal maupun keuntungan. Klasifikasi ini didasarkan hanya pada potensi fisik lahan. Kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan tidak hanya pada fisik lahan,

tetapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi, seperti input-output atau cost-benefit. Dalam perencanaan operasional proyek biasanya membutuhkan

evaluasi lahan secara kuantitatif. Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi penggunaan lahan sekarang (present land use), tanpa masukan perbaikan. Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi setelah diberikan masukan perbaikan, seperti penambahan pupuk, pengairan atau terasering tergantung dari jenis faktor pembatasnya (Djaenudin, dkk., 2003).

(46)

Karakteristik Lahan

Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Menurut Djaenudin, dkk., (2003) menyatakan bahwa karakteristik lahan yang digunakan adalah: temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, kapasitas tukar kation liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan.

 Temperatur udara : merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam °C

 Curah hujan : merupakan curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm

 Kelembaban udara : merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %

 Drainase : merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah

 Tekstur : menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran < 2 mm

 Bahan kasar : menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan

ukuran > 2 mm

 Kedalaman tanah : menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat

dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi

 KTK liat : menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat

 Kejenuhan basa : jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh

tanah.

(47)

10

 Reaksi tanah (pH) : nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan

dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah

diukur di lapangan

 C-organik : kandungan karbon organik tanah.

 Alkalinitas : kandungan natrium dapat ditukar

 Lereng : menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %

 Bahaya erosi : bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi

lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully

erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata)

per tahun

 Genangan : jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun

 Batuan di permukaan : volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan

(48)

11

Tabel 1. Jenis usaha perbaikan karakteristik lahan aktual (saat ini) untuk menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya

Kualitas / Karakteristik Lahan

Jenis Usaha Perbaikan Tingkat Pengelolaan 1. Rezim radiasi

Panjang / lama penyinaran matahari

Tidak dapat dilakuakan perbaikan - 2. Rezim suhu

Suhu rerata tahunan Tidak dapat dilakukan perbaikan - Suhu rerata bulan terdingin Tidak dapat dilakukan perbaikan - Suhu rerata bulan terpanas Tidak dapat dilakukan perbaikan - 3. Rezim kelembaban

udara

Kelembaban nisbi Tidak dapat dilakukan perbaikan - 4. Ketersediaan air

Bulan kering Sisitem irigasi / pengairan Sedang, tinggi Curah hujan Sisitem irigasi / pengairan Sedang, tinggi 5. Media perakaran

Drainase Perbaikan sistem drainase, seperti pembuatan saluran drainase

Sedang, tinggi Tekstur Tidak dapat dilakukan perbaikan -

Kedalaman efektif Umumnya tidak dapat dilakukan perbaikan kecuali pada lapisan padas lunak dan tipis dengan membongkarnya saat pengolahan tanah.

Tinggi

6. Retensi hara

KTK Pengapuran atau penambahan bahan

organic

Sedang, tinggi

Ph Pengapuran

7. Ketersediaan hara Pengapuran

N total Pemupukan Sedang, tinggi

P2O5 tersedia Pemupukan K2O dapat ditukar Pemupukan 8. Bahaya banjir

Periode frekuensi Pembuatan tanggul penahan banjir serta pembuatan saluran drainase untuk mempercepat pengaturan air

Tinggi

9. Kegaraman

Salinitas Reklamasi Sedang, tinggi

10. Toksisitas

Kejenuhan aluminium Pengapuran Sedang, tinggi Lapisan pirit Pengaturan sistem tata air tanah, tinggi

permukaan air tanah harus di atas lapisan bahan sulfidic

Sedang, tinggi

11. Kemudahan pengolahan

Pengaturan kelembaban tanah untuk mempermudah pengolahan tanah.

Sedang, tinggi 12. Terrain / potensi

mekanisasi

Tidak dapat dilakukan perbaikan - 13. Bahaya erosi Pembuatan teras, penanaman sejajar

kontur, penanaman cover crop

(49)

12 Tabel 2. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial

menurut tingkat pengelolaannya

Kualitas / karakteristik lahan Tingkat pengelolaan

1. Rezim radiasi - - -

2. Rezim suhu - - -

3. Rezim lengas udara - - -

1. Ketersediaan air

• Bulan kering - + ++

• Curah hujan - + ++

2. Media perakaran

• Drainase - + ++

• Tekstur - - -

• Kedalaman efektif - - +

• Gambut: kematangan - - +

• Gambut: ketebalan - - +

3. Retensi hara

• KTK - + ++

• pH - + ++

4. Ketersediaan hara

• N total + ++ +++

• P2O5 tersedia + ++ +++

• K2O dapat ditukar + ++ +++

5. Bahaya banjir

• Periode - + ++

• Frekuensi - + ++

6. Kegaraman

• Salinitas - + ++

7. Toksisitas

• Kejenuhan aluminium - + ++

• Lapisan pirit - + ++

(50)

Keterangan:

• Tingkat pengelolaan rendah : pengelolaan dapat dilakukan oleh petani dengan biaya yang relative rendah.

• Tingkat pengelolaan sedang : pengelolaan dapat dilakukan pada tingkat petani menengah, memerlukan modal yang cukup besar dan teknik pertanian sedang.

• Tingkat pengelolaan tinggi : pengelolaan hanya dilakukan dengan modal yang relative besar atau menengah.

• - Tidak dapat dilakukan perbaikan

• + Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan satu kelas tingkat lebih tinggi (S3 menjadi S2)

• ++ Kenaikan kelas dua tingkat lebih tinggi (S3 menjadi S1) Iklim

Ada dua komponen iklim yang paling mempengaruhi kemampuan lahan, yaitu temperatur dan curah hujan. Di daerah tropis, faktor yang mempengaruhi temperatur udara adalah elevasi (ketinggian tempat dari permukaan laut).

Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan yang ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu. Pengukuran curah hujan dapat dilakukan secara manual dan otomatis. Secara manual biasanya dicatat besarnya jumlah curah hujan yang terjadi selama 1(satu) hari, yang kemudian dijumlahkan menjadi bulanan dan seterusnya tahunan (Ritung, dkk., 2007).

Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah.

Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm. Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman pangan, terutama untuk padi. Berdasarkan kriteria Schmidt & Ferguson (1951) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda, yakni bulan basah (>100 mm) dan bulan

(51)

14

kering (<60 mm). Kriteria yang terakhir lebih bersifat umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk penilaian tanaman tahunan (Ritung, dkk., 2007).

Media Perakaran Drainase

Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Drainase merupakan suatu proses menghilangnya air yang berkelebihan secepat mungkin dari profil tanah, terutama dari lapisan permukaan dan subsoil bagian atas. Kalau drainase dari rawa-rawa dan daerah-daerah yang tergenang air merupakan suatu hal yang penting, drainase tanah yang sudah diolah kerap kali jauh lebih penting. Boleh dikatakan, bahwa drainase tanah pertanian ialah yang paling penting dalam setiap masyarakat, bahkan di daerah kering, terutama dimana irigasi dilaksanakan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Kelas drainase tanah dibedakan dalam 7 kelas sebagai berikut:

1. Sangat terhambat (very poorly drained), tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.

(52)

15

lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.

3. Agak terhambat (somewhat poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 25 cm.

4. Agak baik (moderately well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 50 cm. 5. Baik (well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya

menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah

demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi

dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 100 cm. 6. Agak cepat (somewhat excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas

hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok

untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan

aluminium serta warna gley (reduksi).

(53)

16

cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

(Djaenudin, dkk., 2011). Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif butir-butir fraksi utama didalam tanah. Penamaan tekstur tanah berdasarkan kelas tekstur secara mudah didasarkan pada perbandingan massa dari ketiga fraksi yakni fraksi pasir, debu, dan liat yang berbeda ditetapkan kedalam kelas yang berbeda berdasarkan segitiga tekstur USDA (Lubis, 2015).

Tekstur tanah berhubungan erat dengan plastisitas, permeabilitas, kekerasan, kemudahan olah, kesuburan dan produktivitas tanah pada daerah daerah geografis tertentu. Akan tetapi berhubungan dengan adanya variasi yang terdapat dalam sistem mineralogy fraksi tanah, maka belum ada ketentuan-ketentuan umum yang berlaku untuk semua jenis tanaman dipermukaan bumi (Hakim, dkk., 1986).

Menurut Ritung, dkk., (2007) mengklasifikasikan kelas tekstur yang digunakan adalah :

t1 : halus : liat berpasir, liat, liat berdebu.

(54)

17

Kedalaman Tanah

Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Lapisan tersebut dapat berupa lapisan kontak lithik, lapisan padas keras, padas liat, padas rapuh atau lapisan phlintit (Rayes, 2007).

Winarso (2005) mengatakan bahwa Kedalaman efektif tanah merupakan

tebalnya lapisan tanah dari permukaan sampai bahan induk atau sampai suatu

lapisan dimana perakaran tanaman tidak dapat atau tidak mungkin menembusnya.

Kedalaman tanah ini dapat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman karena

pengaruhnya terhadap volume media yang menyuplai air dan unsur hara serta

pada tempat penetrasinya perakaran.

Menurut Ritung dkk (2007) mengklasifikasikan kelas kedalaman tanah dibedakan menjadi :

(55)

18

Retensi Hara

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation (KTK) adalah kapasitas atau kemampuan tanah menjerap dan melepaskan kation yang dinyatakan sebagai total kation yang dapat dipertukarkan per 100 gram tanah yang dinyatakan dalam milli equivalen disingkat me/100 g atau dalam satuan internasionalnya cmol/kg. Tanah-tanah yang mempunyai kadar liat/koloid lebih tinggi dan/atau kadar bahan organik tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dibandingkan tanah yang mempunyai kadar liat rendah (tanah pasiran) dan kadar bahan organik rendah. (Winarso, 2005).

Kapasitas tukar kation ( KTK ) dinyatakan dalam satuan mili equivalen per 100 g tanah ( me/100g ) atau centimol per kg tanah ( cmol (+)/kg. Satuan yang terakhir digunakan secara resmi di internasional ( Mukhlis, 2014 ).

Besarnya KTK suatu tanah ditentukan oleh faktor-faktor berikut : 1. Tekstur tanah.

Tanah yang bertekstur liat akan memiliki nilai KTK yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang bertekstur pasir. Hal ini karena liat merupakan koloid tanah.

2. Kadar bahan organik

Oleh karena sebahagian bahan organik merupakan humus yang berperan sebagai koloid tanah, maka semakin banyak bahan organik akan semakin besar nilai KTK tanah.

(56)

19

Kejenuhan Basa (KB)

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation-kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat diserap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut. Kejenuhan basa (KB) merupakan sifat yang berhubungan dengan KTK, yang dapat didefenisikan sebagai berikut :

% KB= x 100%

Kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Disamping itu basa-basa umumnya mudah tercuci sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Winarso, 2005).

Kejenuhan basa merupakan suatu sifat yang berhubungan dengan KTK. Terdapat juga korelasi positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya, terlihat bahwa kejenuhan basa tinggi jika pH tanah tinggi. Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudian pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya ≥ 80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 50 dan 80%, dan tidak subur jika kejenuhan basanya ≤ 50% (Mukhlis, dkk., 2011).

pH Tanah

(57)

20

perubahan 10 kali dari jumlah kemasaman atau kebasahan. Pada tanah yang mempunyai pH 6,0 berarti tanah tersebut mempunyai H+ aktif sebanyak 10 kali dibandingkan dengan tanah yang mempunyai pH 7,0 (Winarso, 2005).

pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran total asam yang ada ditanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu, seperti tanah liat berat mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang berpasir. Tanah yang mampu menahan kemasaman tersebut dikenal sebagai tanah yang berpenyangga baik. Kemampuan penyangga adalah ketahanan ion hydrogen untuk berubah ( Mukhlis, 2014 ).

Kemasaman tanah (pH) dapat dikelompokkan sebagai berikut : pH < 4,5 (sangat masam)

pH 6,6 – 7,5 (netral) pH 4,5 – 5,5 (masam) pH 7,6 – 8,5 (agak alkalis) pH 5,6 – 6,5 (agak masam) pH > 8,5 (alkalis)

(Arsyad, 1989). C-organik Tanah

(58)

21

Kandungan bahan organik tanah yang beragam dipengaruhi oleh faktor lingkungan, vegetasi dan tanah, sehingga sumbangannya terhadap kemasaman tanah juga beragam pada tanah gambut dan tanah mineral yang mengandung sejumlah besar bahan organik (Damanik, dkk., 2011).

Bahan organik tanah dapat didefinisikan sebagai sisa – sisa tanaman dan hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan baik masih hidup maupun mati. Di dalam tanah dapat berfungsi atau dapat memperbaiki baik sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya sekitar 3 – 5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah :

− Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah

− Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro lainnya

− Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara − Sumber energi bagi mikroorganisme

(Winarso, 2005). Bahaya Erosi Topografi

(59)

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) mengklasifikasikan kemiringan lereng sebagai berikut :

l0 = 0 - 3 % : datar

l1 = 3 - 8 % : landai/berombak

l2 = 8 - 15% : agak miring/bergelombang l3 = 15 - 30% : miring/berbukit

l4 = 30 - 45 % : agak curam l5 = 45 - 65% : curam l6 = > 65 % : sangat curam

Kecuraman lereng, panjang lereng dan bentuk lereng dapat mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Lereng sering kali dapat menjadi petunjuk jenis tanah tertentu dan pengaruhnya pada penggunaan dan pengelolaan tanah dapat dievaluasi sebagai bagian satuan peta. Jika data hasil penelitian tentang besarnya erosi dibawah sistem pengelolaan tertentu atau kepekaan tanah (nilai K) tersedia, maka data tersebut dapat digunakan untuk mengelompokkan tanah pada tingkat kelas (Rayes, 2007).

Erosi

Erosi dapat juga disebut pengikisan atau kelongsoran yang merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/perbuatan manusia (Kartasapoetra, dkk., 1987).

(60)

23

dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon A (Ritung, dkk., 2007).

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) mengklasifikasikan kelas erosi sebagai berikut :

e0 : tidak ada erosi : 0 %

e1 : ringan : < 25% lapisan atas hilang e2 : sedang : 25 – 75% lapisan atas hilang

e3 : berat : > 75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah hilang e4 : sangat berat : > 75% lapisan atas hilang, > 25% lapisan bawah hilang Tabel 3. Tingkat bahaya erosi

Tingkat bahaya erosi Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun) Sangat ringan (sr)

Ringan (r) Sedang (s) Berat (b) Sangat berat (sb)

< 0,15 0,15 - 0,9

0,9 - 1,8 1,8 - 4,8 > 4,8 Sumber : Djaenudin, dkk., 2011.

Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Metode USLE

Prediksi erosi dengan metode USLE diperoleh dari hubungan antara faktor-faktor erosi yang dipercepat umumnya yaitu:

A = R * K * L *S * C * P Dimana:

(61)

24

K = faktor erodibilitas tanah L = Faktor panjang lereng S = faktor kemiringan lereng C = faktor vegetasi penutup tanah P = faktor pengendali erosi (Kartasapoetra, dkk., 1987). a. Faktor Erosivitas Hujan (R)

Curah hujan terdiri curah hujan harian, bulanan, tahun. Dimana Curah hujan harian dapat dihitung yaitu Menurut Hardjowigeno dan widiatmaka (2007 ):

RH = 2,467 ( Rh )² 0,02727Rh + 0,275 Ket : Rh = curah Hujan

RH = erosivitas hujan harian Curah hujan bulanan yaitu :

R = 6,119 (Rain)ᵐ1,21(Days) ᵐ-0;47(Max.P) ᵐ0;53 Keterangan : RM = Erosivitas hujan bulanan

(Rain)ᵐ 1,21 = curah hujan bulanan (cm)

(Days) ᵐ -0;47 = banyaknya hari hujan setiap bulan ` (Max.P) ᵐ 0;53 = hujan harian maksimum ( cm )

Nilai R (erosivitas hujan ) setahun diperoleh dengan menjumlahkan RM selama setahun

(Hardjowigeno dan widiatmaka, 2007 ). b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)

(62)

25

akan berarti bahwa resistensi atau daya tahan tanah itu kuat, dengan perkataan lain tanah tahan ( resisten ) terhadap erosi ( Kartasapoetra dkk., 1987 ).

c. Faktor Topografi (LS)

Kelas kemeringan lereng diukur pada waktu survey tanah dilapangan, atau dapat juga ditentukan dengan cara membuat jaring-jaring yang berjarak tetap

missal 1 cm x 1 cm pada peta topongrafi. Untuk menghitung besarnya topografi ( LS ) dengan menggunakan rumus :

LS = 1,38 + 0,965S + 0,138 S² ) Keterangan : = panjang lereng S = kemiringan Lereng LS = Faktor Topografi ( Hardjowigeno dan widiatmaka , 2007 ).

d. Faktor Penutup dan Konservasi Tanah (CP)

- Penentuan besarnya indeks C ini sangat rumit karena harus mempertimbangkan sifat perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan. Sifat perlindungan tanaman harus dinilai sejak dari pengolahan lahan hingga panen, bahkan penanaman berikutnya.

- Faktor teknik konservasi tanah ( P ) yang dimaksud dengaan konservasi tanah disini tidak hanya tindakan konservasi tanah secara mekanik atau fisik saja, tetapi termasuk juga berbagai macam usaha yang bertujuan untuk mengurangi erosi tanah

(63)

26

Bahaya Banjir

Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari kedalaman banjir (X) dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat di lapangan.

Kedalaman banjir (X): Lamanya banjir (Y): 1. < 25 cm 1. < 1 bulan

2. 25 - 50 cm 2. 1 - 3 bulan 3. 50 - 150 cm 3. 3 - 6 bulan 4. > 150 cm. 4. > 6 bulan.

Bahaya banjir diberi simbol Fx, y. (dimana X adalah simbol kedalaman air genangan, dan Y adalah lamanya banjir).

(Djaenudin, dkk., 2011).

Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan pertanian karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Rayes (2007) bahaya banjir dapat dikelompokkan sebagai berikut :

O0 = tidak pernah (dalam periode satu tahun tanah tidak pernah kebanjiran selama > 24 jam).

O1 = kadang-kadang (tanah kebanjiran > 24 jam dan terjadinya tidak teratur dalam periode < satu bulan).

O2 = selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur kebanjiran untuk selama > 24 jam).

(64)

27

O4 = selama ≥ 6 bulan tanah selalu dil anda banjir secara teratur yang lamanya lebih dari 24 jam).

Penyiapan Lahan Batuan Permukaan

Batu diatas permukaan tanah ada dua macam, yaitu batuan lepas yang terletak diatas permukaan tanah dan batuan tersingkap yang berada diatas permukaan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam didalam tanah. Batuan lepas adalah batuan yang tersebar diatas permukaan tanah dan berdiameter > 25 cm (berbentuk bulat) atau bersumbu memanjang lebih dari 40 cm (berbentuk pipih). Menurut Rayes (2007), batuan permukaan dapat dikelompokkan sebagai berikut :

b0 = tidak ada ( < 0,01 % dari luas areal)

b1 = sedikit ( 0,01% - 3 % permukaan tanah tertutup), pengolahan tanah dengan mesin agak tergangu tetapi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman.

b2 = sedang ( 3 % - 15 % permukaan tanah tertutup), pengolahan tanah mulai agak sulit dan luas areal produktif agak berkurang.

b3 = banyak ( 15% - 90 % permukaan tanah tertutup), pengolahan tanah dan penanaman menjadi sangat sulit.

(65)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam ekosistem, diantaranya adalah sebagai pertumbuhan tanaman, habitat bagi jasad tanah, media bagi konstruksi (rekayasa), sistem daur ulang bagi unsur hara dan sisa sisa organik serta sistem bagi pasokan dan penyaringan/penjernihan air. Tanpa tanah, manusia tidak dapat bertahan hidup. Mengingat tanah memainkan peranan penting dalam ekosistem kita, maka kita

harus berhati-hati dalam mengelolah dan melindunginya dari kerusakan (Rayes, 2007).

Dalam setiap usaha pertanian yang dilakukan sebagai tujuan utama dalam kegiatannya adalah peningkatan produksi dengan tanaman yang dibudidayakan. Dalam pencapaian tujuan tersebut maka kita harus memahami kondisi termasuk kendala serta potensi yang terdapat pada lahan yang diusahakan, sehingga penggunaan lahan tersebut dapat dilakukan secara maksimal serta menghindari terjadinya kerusakan pada lahan akibat pengolahan lahan yang tidak sesuai dengan aturan.

(66)

2

Melalui evaluasi lahan dapat ditentukan nilai potensi suatu lahan untuk tujuan tertentu agar dapat diketahui kondisi dan kelas kesesuain lahan sebagai sumberdaya pendukung untuk pengembangan tanaman pangan. Sehingga melalui evaluasi lahan budidaya tanaman yang dikembangkan dapat memberikan hasil yang optimal.

Berdasarkan data BPS, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2014 dengan luas areal panen 676.724 ha menghasilkan sebesar 3.490.516 ton padi sawah yang tersebar dalam 33 Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara, dengan produksi padi sawah tertinggi 526.330 ton dan luas panen sebesar 88.582 ha serta rata-rata produksi 59,45 kw/ha terdapat pada Kabupaten Simalungun. Selanjutnya diikuti dengan Kabupaten Serdang Bedagai dengan luas panen 66.548 ha dengan total produksi mencapai 372.310 ton dan produksi rata-rata sebesar 55,95 kw/ha (Badan Pusat Statistik, 2015).

Kecamatan Sei Bamban merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang memiliki produksi padi sebesar 74.581 ton dan sebagai lumbung padi di Kabupaten Serdang Bedagai. Dengan luas sebesar 72,26 km2 Kecamatan Sei Bamban terbagi atas 10 desa dan 82 dusun yang memiliki iklim tropis dengan

suhu dan Curah Hujan rata-rata sebesar 27,50C dan 187 mm (Badan Pusat Statistik, 2015).

Pada tahun 2014 Kecamatan Sei Bamban memiliki luas lahan yang diusahakan untuk tanaman padi sawah sebesar 6.781 ha yang terdiri dari lahan sawah irigasi setengah teknis 5.439 ha dan irigasi sederhana sebesar 1.342 ha. Sekitar 93,84% dari total luas lahan Kecamatan Sei Bamban adalah lahan tanah

(67)

mencapai 55,96 kw/ha, sedangkan produksi nasional padi sawah dapat mencapai 59,45 kw/ha (Badan Pusat Statistik, 2015).

Padi Gogo (Oryza sativa L.) merupakan salah satu jenis padi yang ditanam didaerah tegalan atau ditanah kering. Di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai, padi gogo belum pernah dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Biasanya Petani di Kecamatan Sei Bamban menggunakan lahan keringnya dan lahan sawah yang tidak digunakan untuk menanam semangka. Padahal, jika lahan tersebut ditanami dengan Padi Sawah dan Padi Gogo akan memberikan nilai ekonomis dan manfaat yang lebih besar jika dibandingkan dengan hasil budidaya tanaman semangka. Dengan melakukan budidaya Padi Gogo diharapkan dapat meningkatkan produksi padi Kecamatan Sei Bamban. Sehingga Kecamatan Sei Bamban dapat membantu dalam pencapaian swasembada beras serta menjadi wilayah penyumbang produksi beras terbesar dalam membantu program pemerintah untuk peningkatan produksi beras Nasional pada tahun 2016 yang akan berdampak pada peningkatkan perekonomian petani dan masyarakat setempat.

Sorgum merupakan salah satu jenis bahan pangan pokok yang memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan padi dan menempati urutan ke 5 setelah padi, jagung, gandum, singkong, dan jelai. Budidaya tanaman sorgum di Indonesia masih sangat terbatas bahkan belum begitu populer di masyarakat. Padahal sorgum memiliki potensi yang besar untuk dibudidayakan dan dikembangkan secara komersil karena memiliki daya adaptasi yang luas, produktivitas tinggi, tahan terhadap hama penyakit tanaman serta lebih tahan terhadap kondisi marginal (kekeringan, salinitas, dan lahan masam).

(68)

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi kesesuaian lahan bagi tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) dan Padi Gogo (Oryza sativa L.) serta Sorgum (Shorgum bicolor) di Kecamatan Sei Bamban yang merupakan salah satu wilayah lumbung beras di Kabupaten Serdang Bedagai. Dengan demikian melalui evaluasi lahan dapat diketahui usaha-usaha perbaikan yang harus dilakukan dalam meningkatkan potensi lahan untuk mencapai peningkatan produksi secara optimal.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian menentukan kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial

tanaman Padi Sawah, Padi Gogo (Oryza sativa L.), dan Sorgum (Shorgum bicolor) di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan informasi tentang tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Padi Sawah, Padi Gogo serta Sorgum sebagai dasar dalam melakukan pengolahan lahan bagi para petani di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai.

- Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(69)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan pada tanaman padi sawah, padi gogo dan sorgum di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai. Diperoleh 3 (tiga) SPL (satuan peta lahan) yang ditentukan berdasarkan hasil overlay dari peta jenis tanah, peta kemiringan lereng dan peta

ketinggian tempat dengan skala 1 : 50.000 yaitu SPL 1 (Inseptisol ; 0-3% ; 0-100 mdpl), SPL 2 (Ultisol ; 0-3% ; 0-100 mdpl), dan SPL 3 (Ultisol ; 3-8% ; 0-100 mdpl). Penelitian ini menggunakan metode survey dan penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan cara pencocokan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Djaenudin dkk, 2011.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuaian lahan actual tanaman padi sawah dan padi gogo pada SPL 1 dan SPL 3 adalah Sesuai Marginal/ S3nr dengan factor pembatas retensi hara, untuk tanaman padi sawah pada SPL 2 adalah Sesuai/ S2nr dengan factor pembatas retensi hara, dan Sesuai/ S2wanr untuk padi gogo dengan factor pembatas ketersediaan air (wa) dan retensi hara (nr). Sedangkan kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman padi sawah dan padi gogo adalah Sangat Sesuai/S1 untuk SPL 1, SPL 2, dan SPL 3. Kelas kesesuaian lahan actual tanaman sorgum pada SPL 1, SPL 2, dan SPL 3 adalah Tidak Sesuai/ Nwa dengan factor pembatas ketersediaan air (wa). Sedangkan kelas kesesuaian lahan potensialnya adalah Sesuai/ S2tcwa dengan factor

pembatas temperatur (tc) dan ketersediaan air (wa) untuk SPL 1, SPL 2, dan SPL 3.

(70)

ABSTRACT

This study aimed to evaluate the suitability of land in rice crops, upland rice and sorghum in Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai. It can be obtained 3 (three) SPL (Land Mapping Unit) which is determined based on the overlay result from the soil type map, slope maps and altitude map with a scale of 1: 50.000 that is SPL 1 (inceptisol; 3%; 100 masl), SPL 2 (Ultisol; 3%; 0-100 masl), and SPL 3 (Ultisol; 3-8%; 0-0-100 masl). This study used survey method and the class assessment of land suitability was done by matching based on the criteria established by Djaenudin et al, 2011.

The results showed that the land suitability classes of actual rice crops and upland rice in the SPL 1 and SPL 3 is Marginally Suitable / S3nr by a nutrient retention barrier factor, for rice crops in the SPL 2 is Suitable / S2nr by a nutrient retention barrier factor, and Suitable / S2wanr for upland rice with barrier factor of water availability (wa) and nutrient retention (nr). While the potential classes of land suitability for rice crops and upland rice is Very Suitable / S1 for SPL 1 SPL 2, and SPL 3. The suitability class for actual sorghum on SPL 1 SPL 2, and SPL 3 is Not Suitable / Nwa with the barrier factor of water availability (wa). While the potential land suitability classes is Suitable / S2tcwa by the barrier factor of temperature (tc) and water availability (wa) for SPL 1 SPL 2, and SPL 3.

(71)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PADI SAWAH, PADI GOGO (Oryza sativa L.), DAN SORGUM (Shorgum bicolor) DI KECAMATAN

SEI BAMBAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

Oleh : WASKITO

120301011/ILMU TANAH

(72)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PADI SAWAH, PADI GOGO (Oryza sativa L.), DAN SORGUM (Shorgum bicolor) DI KECAMATAN

SEI BAMBAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

Oleh : WASKITO

120301011/ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(73)

Judul : Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah, Padi Gogo (Oryza sativa L.), dan Sorgum (Shorgum bicolor) Di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten

Serdang Bedagai Nama : Waskito

NIM : 120301011

Program Studi : Agroekoteknologi Minat Studi : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh Dosen Pembimbing:

(Ir. Purba Marpaung S.U) (Ir. Alida Lubis, M.S Ketua Anggota

)

Mengetahui,

(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc. Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Gambar

Tabel 4. Karakteristik Lahan SPL (Satuan Peta Lahan)  Satuan Peta
Tabel 5 . Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) pada Satuan Peta Lahan 1 (SPL 1)
Tabel 6. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.) pada Satuan Peta Lahan 1 (SPL 1)
Tabel 7. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Sorgum (Shorgum bicolor) pada Satuan Peta Lahan 1 (SPL 1)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kelas S1 (Sangat Sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor.. pembatas bersifat minor dan tidak

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dengan tanaman kopi arabika maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada SPL 6 dan SPL 10 adalah tidak

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dengan tanaman nenas pada Satuan Peta Lahan (SPL) 2, maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual adalah

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dengan tanaman kopi arabika maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada SPL 6 dan SPL 10 adalah tidak

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dan tanaman kopi robusta maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada SPL 14 dan SPL 16 masing-masing

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dengan tanaman Kelapa sawit maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada SPL 2, SPL 3, SPL 7, SPL 8 dan SPL

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dengan tanaman padi gogo maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada SPL 1, SPL 2, SPL 11, SPL 13 dan SPL 14

Kesesuaian Lahan Potensial S2tcwa, temperature tc, kelembaban wa Karakteristik lahan di Kecamatan Bilah Barat Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dengan tanaman