Tabel Penghasilan Anggota Kelompok Tani Hutan di Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas
Dari tabel dapat dihitung persentase pendapatan masyarakat yang diperoleh dari hutan hak, yaitu :
= (4.050.000/24.400.000) x 100% = 0.166 x 100%
= 16,6 %
Persentase ini termasuk dalam kategori kurang baik.
No. Nama Responden Penghasilan Utama Pendapatan dari Hutan
Hak/ bulan Pendapatan Total
1 Iwan Lumbangaol Rp. 3.000.000 - Rp. 3.000.000
2 Harri Lumbangaol Rp. 500.000 - Rp. 500.000 3 Darwin Simanullang Rp. 7.000.000 - Rp. 7.000.000
4 Marojahan Munte Rp. 1.000.000 - Rp. 1.000.000
5 Halason Sitorus - Rp. 500.000 Rp. 500.000
6 Dohar Gultom Rp. 500.000 - Rp. 500.000
Lampiran 2: Dokumentasi Foto
Gambar 1. Kantor Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas
Gambar 2. Wawancara dengan anggota koperasi
Gambar 4. Kondisi hutan rakyat di Desa Matiti
DAFTAR PUSTAKA
Adinta, I. 2011. Dampak Sertifikasi Terhadap Pengelolaan Hutan Rakyat. Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Semarang.
Awang, S. A., dkk. 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Pustaka Kehutanan Masyarakat. CV. Debut Press. Yogyakarta.
Basrowi dan Sukidin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perpsektif Mikro. Cetakan Pertama. Insan Cendekia. Surabaya.
Bogdan, R & Taylor, S.J. 1997. Introduction to Qualitative Research Methods: A Guide Book and Resource. Siracuse University Press. New York.
Bungin, M.B. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta.
Creswell, J. W. 1998. Qualitatif Inquiry and Research Design. Sage Publications, Inc: California.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dephutbun RI. Jakarta. Dikutip dari : http://mofrinet.cbn.net.id/INFORMASI/STATISTIK/2001
Dubrin, A. J. 1984. Foundation of Organizational Behavior an Applied Perspective. London: Prentice-Hall International Inc.
Hardjosoediro .1980. Pemilihan Jenis Tanaman Reboisasi dan Penghijauan Hutan Alam dan Hutan Rakyat. Lokakarya Pemilihan Jenis Tanaman Reboisasi. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta.
Kementerian Kehutanan. 2012. Pendampingan Verifikasi Legalitas Kayu Rakyat. Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan Pusat Penyuluhan Kehutanan.
Rahmawaty. 2004. Tinjauan Aspek Pengelolaan Hutan Rakyat. Dikutip dari : http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-rahmawaty9
Ritchie B, dkk. 2001. Kriteria dan Indikator Kelestarian Hutan yang Dikelola Oleh Masyarakat (Community Managed Forest). Bogor: Center for International Forestry Research (CIFOR).
Rohman, N. 2010. Kajian Dampak Sertifikasi Phbml Terhadap Pengelolaan Hutan Rakyat. Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Semarang.
Sadino. 2011. Peran Serta Masyaraklat Dalam Pemberantasan Pembalakan Liar Hutan (Ilegal Logging). Kementrian hukum dan HAM. Jakarta.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di hutan rakyat KSU Hutan Mas yang berkedudukan di Desa Matiti I Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang
Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 – Maret 2014.
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital untuk dokumentasi, kalkulator dan perangkat komputer untuk pengolahan data.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sertifikat dan kuesioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun primer dan laporan-laporan hasil penelitian terdahulu serta berbagai pustaka penunjang sebagai
sumber data sekunder untuk melengkapi pengamatan langsung di lapangan.
Prosedur Penelitian
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari orang atau masyarakat yang ada di lapangan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner dan
wawancara kepada responden. Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi:
2. Pengelolaan dan peran kelembagaan KSU Hutan Mas sesuai dengan kriteria dan indikator pengelolaan hutan oleh masyarakat pada prinsip kesejahteraan masyarakat terjamin dan kesejahteraan rakyat terjamin.
Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data umum yang ada pada pemerintah daerah setempat dan dinas kehutanan. Data ini meliputi
kondisi umum lokasi penelitian dan literatur-literatur yang mendukung penelitian. Pengumpulan data primer dan sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara dan kuesioner, observasi dan studi literatur.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menjadi anggota di
Koperasi Serba Usaha Hutan Mas sebanyak 19 anggota dan masyarakat yang berada di luar anggota koperasi sebanyak 30 orang sebagai pembanding. Sampel dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling (sampel bertujuan).
Teknik Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, kuesioner dan studi pustaka.
1. Wawancara
Wawancara dilakukan sebagai upaya untuk menguji ulang dan melengkapi
informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Keterbukaan dan kejujuran responden memberikan informasi sangat penting adanya karena wawancara dilakukan seperti pembicaraan secara informal dan bersifat dialogis, terutama
dengan membangun kepercayaan antara responden dan peneliti. Wawancara bebas dilakukan dengan menggunakan daftar isian atau pertanyaan dengan
Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan daftar isian atau pertanyaan (kuesioner) terhadap semua informasi dari responden.
2. Observasi
Observasi dilakukan guna melihat kondisi sebenarnya dari masyarakat dan kawasan yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian. Kegiatan yang
dilakukan pada observasi yakni : melihat kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, melihat sosial budaya dalam pemanfaatan dan penguasaan lahan dan bercocok tanam, serta melihat kondisi lahan dan cara pengelolaannya.
3. Kuesioner
Kuesioner merupakan daftar pertanyaan atau pernyataan yang diberikan kepada responden baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebaran
kuesioner dilakukan untuk memperoleh data-data primer yang dibutuhkan dalam penelitian. Kuesioner disebarkan kepada seluruh sampel penelitian.
4. Studi pustaka/dokumentasi
Dokumentasi dapat berupa lahan foto lahan dan produk-produk hutan
Analisis Data
Analisis Kualitatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu suatu proses
penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti
membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998).
Penelitian ini merupakan suatu kajian deskriptif yaitu penelitian yang bermaksud membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu. Teknik analisis deskriptif dilakukan terhadap kriteria dan indikator PHML mengenai prinsip kesejahteraan masyarakat terjamin dan prinsip kesejahteraan rakyat terjamin. Kriteria dan indikator
dianalisis dari data primer dan data sekunder yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner, wawancara, observasi, dan studi pustaka.
Analisis Kuantitatif
Evaluasi pengelolaan hutan rakyat berdasarkan prinsip kesejahteraan masyarakat terjamin dan prinsip kesejahteraan rakyat terjamin merupakan bagian
dari evaluasi Pengelolaan Hutan oleh Masyarakat secara Lestari (PHML). Dalam melakukan evaluasi data dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan prinsip
dasar Jenkins dan Sanders (1992) yang dikutip oleh Rudyanto (2013), dikatakan bahwa evaluasi dilakukan mengikuti prosedur pemeriksaan kesehatan manusia. Pada diagnosa kondisi pengelolaan hutan rakyat ditetapkan masyarakat sejahtera
memperhatikan indikator dari kriteria kesejahteraan masyarakat terjamin dan criteria kesejahteraan rakyat terjamin.
Diagnosa kesejahteraan masyarakat terjamin dan kesejahteraan rakyat
terjamin ditentukan oleh masing-masing empat indikator. Berdasarkan indicator tersebut, ditetapkan baik buruknya kondisi pengelolaan hutan rakyat. Kriteria,
indikator, dan parameter evaluasi disajikan dalam tebel berikut.
Tabel 2. Kriteria dan indikator evaluasi PHML berdasarkan prinsip kesejahteraan masyarakat terjamin dan prinsip kesejahteraan rakyat terjamin menurut Ritchie, dkk (2001)
Kesepakatan status (Sumber: Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. Monitoring dan Evaluasi Kondisi Soasial Ekonomi dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai : Studi Kasus di DAS Progo Hulu ol1h Ekawati, dkk. 2005).
Kriteria baik buruknya kondisi pengelolaan hutan rakyat (berdasarkan
prinsip kesejahteraan masyarakat terjamin dan prinsip kesejahteraan rakyat terjamin) diklasifikasikan berdasarkan skor rata-rata seperti dalam tabel berikut :
Tabel 3. Kriteria dan skor penentuan PHML berdasarka prinsip kesejahteraan masyarakat terjamin dan prinsip kesejahteraan rakyat terjamin
Kriteria Skor rata-rata
MATRIKS METODOLOGI
Adapun matriks metodologi penelitian ini disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4. Matriks Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian Tujuan Studi Data Kunci Sumber dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan Hutan rakyat di Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas
Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas sudah berdiri lebih dari dua tahun. Latar belakang didirikannya koperasi yaitu karena adanya berbagai
kesulitan dan kendala yang dihadapi oleh masyarakat, baik dalam mengelola hutan mereka maupun dalam memperoleh kesejahteraan masyarakat di Desa
Matiti. Koperasi membantu agar masyarakat mampu mandiri dengan menolong dirinya sendiri untuk memperoleh kesejahteraan dengan adanya kebersamaan,
kesatuan tujuan dan kebutuhan yang sama antar masyarakat. Dengan adanya koperasi masyarakat yang bergabung dapat saling berbagi ilmu dan pengetahuan serta bekerja sama untuk mengelola hutan secara lestari. Selama koperasi berdiri,
sumber modal masyarakat berasal dari simpanan wajib anggota (modal sendiri), modal dari luar (pinjaman) dan modal social (dari dalam/anggota dan luar koperasi). Koperasi menjadi wadah bagi masyarakat untuk menyatukan persepsi
dan berpartisipasi bagi pengelolaan hutan yang lestari.
Semua pengelolaan koperasi yang dilakukan oleh kelompok tani hutan
harus sesuai dengan Standart Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan oleh koperasi. Dengan adanya SOP anggota kelompok tani hutan lebih terarah dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan dihutan mereka, sehingga tujuan dan
sasaran koperasi dapat tercapai dengan baik. Salah satu kegiatan koperasi adalah kegiatan pemanenan hutan, setelah itu dilakukan penanaman kembali dengan
Pada tanggal 19 Maret 2013, Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas memperoleh Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) melalui Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). KSU Hutan Mas menjadi koperasi pertama yang memiliki
sertifikat legalitas kayu di Sumatera Utara. Sertifikasi SVLK adalah sistem untuk
memastikan bahwa sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan
di Indonesia adalah legal. Sertifikat ini juga berfungsi untuk meningkatkan daya saing produk perkayuan secara nasional maupun internasional, sekaligus mengurangi praktek pembalakan liar yang harapannya dapat menunjang efisiensi
dalam peredaran dan perdagangan kayu di lingkup hutan negara dan hutan rakyat/milik. Salah satu kelebihan sertifikat tersebut, koperasi sudah bisa
mengeluarkan surat angkut kayu sendiri yang selama ini dikeluarkan pihak Dinas Kehutanan setempat. Sebelumnya, sebagian masyarakat kurang memanfaatkan kayu yang ada di lahannya dan menjual dengan harga yang murah kepada pembeli
dari desa lain yang mencari kayu. Setelah memperoleh sertifikat legalitas kayu, masyarakat mampu menjual hasil hutan kayu dengan harga yang bersaing atau lebih tinggi dari harga sebelumnya. Dalam hal ini masyarakat telah
memperlihatkan bahwa mereka mampu mengelola hutan secara lestari dan mandiri. KSU hutan Mas diharapkan mampu membawa dampak bagi masyarakat
untuk mengelola hutan dengan baik agar fungsi dan manfaat hutan tetap lestari sehingga kontribusi hutan rakyat dapat dirasakan masyarakat secara bekelanjutan. Kegiatan koperasi diharapkan dapat membuat kesejahteraan masyarakat
Analisis kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan dengan metode wawancara melalui penyebaran kuesioner kepada masyarakat yang menjadi narasumber dan sampel
penelitian. Tujuan penyebaran kuesioner adalah untuk memperoleh semua informasi yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Masyarakat yang menjadi sampel
penelitian yaitu kelompok tani hutan di Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas yang berjumlah 19 orang dan masyarakat diluar anggota koperasi yang dipilih secara purposive sampling (sampel bertujuan). Setiap responden akan diberikan 1
eksemplar kuesioner yang terdiri dari beberapa pertanyaan untuk dijawab oleh responden. Sementara itu, peneliti berperan sebagai pewawancara atau enumerator
dengan menanyakan secara langsung pertanyaan yang terdapat pada kuesioner tersebut. Tujuan dilakukan wawancara secara langsung adalah untuk memperoleh informasi yang lebih akurat. Peneliti menilai bahwa tidak semua masyarakat
mengerti maksud dan arah dari pertanyaan yang telah tersedia pada kuesioner. Wawancara secara langsung dapat membantu responden untuk memahami setiap pertanyaan melalui penjelasan pertanyaan yang dilakukan peneliti melalui bahasa
yang lebih mudah dipahami oleh responden.
1. Kriteria kesejahteraan masyarakat terjamin
a. Kelembagaan Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas di Desa Matiti
dan Partisipasi
Pengelolaan hutan rakyat di Desa Matiti telah memiliki sistem
kelembagaan yang jelas. Hutan rakyat yang terdapat di Desa Matiti dikelola oleh Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas. Stuktur organisasi KSU Hutan Mas
bendahara, serta badan pengawas. Kajian kelembagaan KSU Hutan Mas, disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Kelembagaan Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas di Desa Matiti
Kriteria Uraian Masalah Alternatif Pemecahan Lembaga/ organisasi Sistem pengelolaan Kegiatan pengelolaan
koperasi kurang musyawarah. Kepengurusan inti koperasi terdiri dari ketua, sekretaris dan
bendahara, selain itu, terdapat badan pengawas yang berjumlah 3 orang yang berfungsi untuk memantau setiap kegiatan di koperasi agar tujuan dan fungsi
belajar, wahana bekerjasama dan unit produksi. Koperasi memiliki kegiatan yang rutin untuk dilaksanakan seperti rapat anggota, sosialisasi dan pengumpulan iuran bulanan. Namun, kegiatan rutin tersebut kurang berjalan karena tidak
adanya manfaat langsung yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat dari kegiatan rutin tersebut. Berbagai pertemuan di koperasi awalnya berjalan dengan
rutin, namun sampai sekarang intensitas pertemuan-pertemuan tersebut sudah semakin menurun karena sebagian anggota kurang antusias untuk terlibat secara aktif. Akibatnya, komunikasi di dalam kelompok kurang baik dan sebagian
anggota kurang mengetahui perkembangan pengelolaan hutan didalam koperasi. Sementara itu, masyarakat yang tidak bergabung dengan KSU Hutan Mas
mengelola hutannya secara pribadi dan tidak memiliki sistem pengelolaan yang jelas. Mereka mengelola hutan tanpa ada kerjasama dengan masyarakat lain dan tidak ada program tertentu yang mereka kembangkan untuk meningkatkan
produksi hutan karena hutan sudah dikelola secara turun-temurun. Masyarakat hanya fokus mengelola hutan untuk menghasilkan getah kemenyan. Sebagian masyarakat menganggap bahwa mereka masih mampu mengelola hutan secara
pribadi dengan teknik-teknik yang telah mereka ketahui Padahal dengan sistem kelembagaan yang jelas masyarakat mampu mengembangkan hutan rakyat dengan
baik karena adanya berbagai program dan kegiatan rutin yang membantu masyarakat untuk mengelola hutan dengan lebih baik.
Sektor kehutanan pada dasarnya mempunyai manfaat sosial yang sangat
besar, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya masyarakat yang sangat bergantung pada keberadaan hutan. Manfaat sosial langsung dari hutan yang
dan kayu. Strategi yang dapat digunakan dalam pemberdayaan masyarakat adalah dengan melakukan penguatan kelembagaan yang merupakan sebuah kegiatan dalam rangka memberdayakan masyarakat sekitar hutan agar mau dan mampu
berperan serta dalam pengelolaan dan pelestarian hutan untuk meningkatkan kesejahteraannya.
b. Mekanisme Pengelolaan Lokal Hutan Rakyat
Koperasi Serba Usaha Hutan Mas di Desa Matiti memiliki mekanisme pengelolaan lokal yang berfungsi untuk mengatur dan mengawasi penggunaan
sumber daya hutan oleh masyarakat. Mekanisme peraturan tersebut bertujuan agar hutan yang dikelola dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
keberadaan hutan tetap lestari. Adapun kajian tersebut di sajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Mekanisme pengelolaan lokal Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas
di Desa Matiti
Kriteria Uraian Masalah Alternatif
Pemecahan Mekanisme
pengelolaan lokal
Masyarakat yang menjadi anggota koperasi saat ini tidak memiliki pengetahuan lokal yang bersifat khusus seperti tempat-tempat yang dianggap keramat atau pantangan-pantangan yang harus dipatuhi oleh masyarakat.
Mekanisme pengetahuan lokal yang telah dimiliki masyarakat Desa Matiti secara turun-temurun sampai sekarang yaitu pngelolaan hutan secara gotong-royong dan
penyelesaian masalah secara kekeluargaan. Pengetahuan lokal tersebut tidak ada secara tertulis tetapi sudah dilakukan secara turun-temurun dan telah menjadi kebudayaan bagi anggota masyarakat.
Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas di Desa Matiti memiliki kebijakan dalam pelestarian hutan. Salah satu kebijakan tersebut yaitu dengan
merawat hutan secara alami. Mereka menganggap bahwa hutan yang diolah secara alami produktifitasnya lebih baik. Masyarakat juga membuat kebijakan bahwa setiap satu pohon yang ditebang akan ditanami kembali dengan lima pohon.
Namun, sampai saat ini kebijakan tersebut kurang berjalan karena kegiatan pemanenan baru dilakukan satu kali saja. Sebelum kebijakan tersebut diterapkan masyarakat hanya menebang pohon kemenyan yang sudah tidak produktif lagi.
Jika dibandingkan dengan masyarkat yang tidak bergabung dengan KSU Hutan Mas, sebagian masyarakat tersebut memiliki pengetahuan lokal yang
bersifat khusus. Beberapa masyarakat masih melakukan kegiatan ritual sebelum bekerja di hutan yang disebut dengan itak gurgur. Ada juga masyarkat yang menggunakan satu baju saja pada saat bekerja di hutan dan baju tersebut tidak
boleh diganti dengan baju lain kecuali baju tersebut tidak dapat dipakai lagi. Tujuan dari semua kegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan hasil hutan
atau patroli terhadap lahan hutan mereka sehingga, keamanan lahan hutan kurang terjamin. Masyarakat juga tidak memiliki peraturan-peraturan khusus yang harus dilakukan dan dipatuhi.
c. Manajemen Konflik Pengelolaan Hutan Rakyat
Konflik merupakan suatu proses interaksi sosial, dimana dua orang atau
lebih, atau dua kelompok atau lebih, berbeda atau bertentangan terhadap suatu permasalahan dalam pendapat dan tujuan mereka. Tujuan manajemen konflik adalah untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara meminimalkan akibat
konflik yang merugikan. Kajian manajemen konflik pada pengelolaan hutan rakyat membahas mengenai konflik dan alternatif pemecahan jika terjadi konflik.
Adapun kajian tersebut di sajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Manajemen Konflik Pengelolaan Hutan Rakyat di Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas di Desa Matiti
Kriteria Uraian Masalah Alternatif Pemecahan Manajemen konflik Konflik pada
pengelolaan hutan
kekerabatan yang masih erat antar masyarakat, sehingga cara kekeluargaan menjadi pilihan dalam penyelesaian masalah tersebut. Konflik ini sering terjadi akibat kurangnya pengawasan terhadap kawasan hutan, khusnya areal hutan yang
jaraknya jauh dari pemukiman atau jalan, sehingga areal hutan tersebut sulit dijangkau oleh masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota koperasi, sejauh ini masalah yang sering dihadapi oleh masyarakat dalam mengelola dan mengawasi areal hutan yaitu terkait masalah sarana dan prasarana. Masyarakat menganggap
pengurus koperasi terlalu lamban dalam melaksanakan kegiatan operasional yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sementara itu, pengurus koperasi menganggap
bahwa masyarakat kurang paham pada tujuan dan sasaran koperasi,. Masyarakat mengharapkan semua kegiatan dapat memberikan hasil dengan cepat, padahal semua prosedur kegiatan pengelolaan hutan sudah disusun dalam Standar
Operasional Prosedur (SOP) koperasi. Namun, sampai saat ini hasil pengelolaan hutan masih kurang maksimal karena selain masih dalam tahap awal pengelolaan, koperasi juga mengalami kesulitan dalam hal melengkapi dokumen, perijinan dan
dana. Hal tersebut membuat kinerja koperasi menjadi kurang lancar.
Sama halnya dengan masyarakat yang berada di luar anggota koperasi,
masyarakat tersebut menyelesaikan konflik secara kekeluargaan. Konflik yang sering dihadapi oleh masyarakat yang memiliki hutan rakyat yaitu mengenai keamanan kawasan dan pencurian hasil hutan. Dari hasil wawancara, sejauh ini
d. Kewenangan Untuk Mengelola (Status Kepemilikan Lahan) Hutan akyat
Indikator mengenai kewenangan untuk mengelola dan status kepemilikan lahan membahas mengenai jaminan kepemilikan atas sumberdayanya untuk
memperoleh wewenang lahan hutan yang dimiliki oleh masyarakat. Adapun bahasan ini disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Kepemilikan Lahan Hutan Rakyat
Kriteria Uraian Masalah Alternatif
Pemecahan Kepemilikan lahan Status kepemilikan:
Lahan hutan yang
Lahan yang dikelola oleh masyarakat kelompok tani adalah hutan rakyat.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menyatakan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Tanpa adanya jaminan status kepemilikan, orang
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara. Sementara itu, hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak / hutan rakyat yang
ditanam langsung tidak dikenakan provisi. Jadi, anggota kelompok tani hutan di Desa Matiti tidak dikenakan provisi dari pemanfaatan hasil hutan kayu kerena
kayu yang diperoleh berasal dari hutan rakyat.
KSU Hutan Mas adalah satu-satunya koperasi yang memiliki Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) yang diperoleh melalui Sistem Verifikasi Legalitas Kayu
(SVLK). Tujuan dari penerapan SVLK adalah untuk melindungi hak-hak negara atas hasil hutan dan kelestarian hutan, sehingga penebangan illegal dapat ditekan
untuk menjaga agar fungsi dan manfaat hutan tetap lestari. Dengan kepemilikan S-LK, maka kayu dijamin berasal dari sumber yang legal. Perdagangan international juga telah mempersyaratkan bahwa hanya produk kayu yang
memiliki bukti lagalitas yang dapat diperdagangkan dalam pasar internasional. Jadi, pemilik kayu yang berasal dari sumber yang legal akan memiliki posisi tawar yang kuat terutama dalam penentuan harga jual karena tidak ada pilihan lain
selain membeli bahan baku yang legal. Suatu hal yang nyata bahwa sertifikasi membantu kejelasan status lahan, menguatkan posisi masyarakat dalam
pengelolaan hutan dan mengakui kapasitas atau kemampuan pengelolaan mereka. Jika dibandingkan dengan masyarakat yang bukan anggota koperasi, kebanyakan masyarakat tidak memiliki status lahan yang jelas. Lahan hutan
rakyat yang dikelola merupakan lahan hutan warisan keluarga. Masyarakat juga tidak mengetahui dan kurang paham mengenai S-LK. Masyarakat tidak dapat
masyarakat tidak pernah mendapatkan penyuluhan atau sosialisasi mengenai pengelolaan hutan rakyat dan SVLK, akibatnya pengetahuan masyarakat kurang berkembang mengenai pengelolaan hutan. Hal ini membuat masyarakat lebih
tertarik untuk mengubah lahan hutan menjadi lahan pertanian seperti lahan kopi karena dianggap lebih menguntungkan dan prosedur pengelolaan lebih mudah.
2. Kriteria Kesejahteraan Masyarakat Terjamin
a. Kesehatan dan Makanan
Berdasarkan hasil observasi peneliti di lapangan, saat ini masyarakat tidak
memanfaatkan areal hutan rakyat untuk menanam tanaman yang berfungsi sebagai sumber bahan pangan dan tanaman obat. Hal ini terjadi karena seluruh lahan hutan didominasi oleh tumbuhan kemenyan. Masyarakat masih lebih fokus terhadap
pengelolaan tumbuhan kemenyan. Tanaman lain yang dapat dimakan juga sangat sulit ditemui karena di lahan masyarakat tidak ada ditanami tanaman buah-buahan
ataupun tanaman pertanian lainnya. Bahasan tersebut disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan di areal hutan rakyat
Kriteria Uraian Masalah Alternatif Pemecahan
Getah Kemenyan Dijual - -
Sementara itu, tanaman buah-buahan dan tanaman obat sama sekali belum ada kegiatan penanaman dan pemanfaatan.
Gambar1. Getah Kemenyan
Untuk meningkatkan manfaat hutan, masyarakat sudah merencanakan untuk menerapkan teknik agroforestry pada lahan hutan mereka. Didalam
penerapan agroforestry terdapat interaksi sosial, ekonomi dan ekologi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyrakat. Ritchie dkk (2001) menyatakan bahwa interaksi dengan hutan memberikan manfaat secara langsung terhadap kesehatan
dan kesejahteraan fisik manusia. Banyak hal yang menunjukkan pentingnya hasil hutan sebagai sumber bahan makanan. Masyarakat berencana akan menanami
b. Kesejahteraan (keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari hutan)
Masyarakat yang bergabung dalam kelompok tani hutan di KSU Hutan Mas mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan mayoritas pekerjaan
sampingan mereka adalah sebagai petani hutan yaitu petani kemenyan. Hanya beberapa orang yang memiliki mata pencaharian utama sebagai petani kemenyan.
Hasil dari hutan rakyat yang paling utama adalah hasil getah kemenyan, sementara itu hasil hutan lainnya seperti kayu belum dapat diproduksi secara berkelanjutan. Masyarakat menilai bahwa saat ini hasil hutan semakin menurun,
termasuk getah kemenyan yang dahulu sebagai sumber mata pencaharian utama masyarakat di Desa Matiti kini menjadi mata pencaharian sampingan. Masyarakat
lebih antusias untuk mengelola lahan pertanian mereka karena dianggap lebih memiliki manfaat langsung bagi kesejahteraan masyrakat. Pada kriteria ini, peneliti akan menghitung besarnya kontribusi yang diberikan hutan rakyat
terhadap pendapatan masyarakat setiap bulannya. Kajian mengenai kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan masyarakat disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Pendapatan total dan pendapatan rata-rata dari kegiatan hutan rakyat dan kontribusinya terhadap pendapatan total masyarakat peserta hutan rakyat selama 1 bulan
No. Sumber Pendapatan
Pendapatan Total (Rp)
Pendapatan Rata-rata (Rp)
Kontribusi Hutan rakyat Terhadap Pendapatan Total (%) 1 Hutan rakyat Rp. 4.050.000 Rp. 213.158
16,66 % 2 Luar Hutan rakyat Rp. 20.350.000 Rp. 1.071.053
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa kegiatan terhadap hutan rakyat memberikan kontribusi sebesar 16,66% kepada masyarakat kelompok tani dari total pendapatan masyarakat di KSU Hutan Mas. Kontribusi yang diberikan hutan
rakyat kepada masyarakat kelompok tani masih termasuk rendah atau kurang baik. Data tersebut membuktikan bahwa pengelolaan hutan rakyat belum sesuai dengan
tujuan pembangunan hutan rakyat, karena pengelolaan hutan rakyat sejauh ini belum mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Menurut Jaffar (1993), tujuan pembangunan hutan rakyat/ hutan rakyat adalah:
1. Meningkatkan poduktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara optimal dan lestari.
2. Membantu penganekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat.
3. Membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku
industri serta kayu bakar.
4. Menigkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan sekaigus meningkatkan kesejahteraannya.
5. Memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS.
Berdasarkan hasil wawancara masyarakat mengatakan bahwa saat ini hutan rakyat belum dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan utama karena hasil hutan sudah semakin menurun. Masyarakat berharap bahwa bergabung
dengan koperasi dapat meningkatkan manfaat secara langsung kepada masyarakat. Rendahnya kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan masyrakat disebabkan
kegiatan koperasi masih dalam tahap persiapan dan perencanaan, sehingga kegiatan koperasi belum dapat berjalan dengan lancar. Disisi lain masyarakat ingin mendapat kan hasil yang cepat dari pengelolaan hutan tersebut.
Potensi kayu yang ada di hutan rakyat di Desa Matiti sebenarnya sangat menguntungkan secara ekonomi. Sebelum tergabung dengan KSU Hutan Mas,
sebagian masyarakat pernah memanen kayu dari lahan hutan rakyat mereka dengan sistem borongan. Sistem ini dilakukan apabila masyarakat membutuhkan dana untuk hal penting yang mendadak. Caranya adalah dengan memborongkan
pohon yang tumbuh di lahan yang mereka miliki kepada pemborong. Teknik pemanenan yang dilakukan adalah dengan tebang habis. Berdasarkan pengalaman
masyarakat, hasil yang diperoleh sebanyak Rp 100.000/pohon.
Berdirinya KSU Hutan Mas sebagai kelompok pengelola hutan rakyat di Desa Matiti menanggapi keinginan masyarakat untuk bisa mengelola hutan rakyat
yang mereka miliki dengan keuntungan yang lebih besar serta kelestarian hutan yang tetap terjaga. Dari hasil percobaan pemanenan yang dilakukan koperasi di lahan seluas 1 Ha dengan sistem tebang pilih, keuntungan ekonomi yang
diperoleh meningkat menjadi Rp 250.000/kubik. Rencana pengelolaan hutan rakyat oleh KSU Hutan Mas di Desa Matiti menjadi pilihan utama yang lebih
menjanjikan dibandingkan pengalaman masyarakat mengelola dengan sistem Adanya program pengelolaan hutan rakyat di Desa Matiti melalui KSU Hutan Mas diharapkan mampu membawa pengaruh kepada peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Selain untuk meningkatkan kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan masyarakat, pengelolaan juga diharapkan mampu
fungsi dan manfaat hutan bagi kehidupan, sehingga hutan mampu memberikan manfaat berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat.
c. Kebijakan dan Saling Berbagi Ilmu Pengetahuan
Status kepemilikan hutan rakyat dapat diwariskan secara turun-temurun, terlebih lagi karena hutan rakyat merupakan lahan milik yang tidak dibebani batas
hak kelola seperti di lahan hutan negara. Masyarakat juga perlu transfer ilmu ataupun membagikan ilmu kepada anggota keluarganya yang akan menjadi penerus sebagai pengelola hutan rakyat di Desa Matiti. Tujuannya agar hutan
tersebut tetap memiliki fungsi dan manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
Dari hasil wawancara dan observasi di lapangan, dapat dilihat adanya transfer ilmu antar generasi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Matiti hingga saat ini, yaitu tentang cara merawat, mengelola dan memanfaatkan sumber daya
alam yang ada di lahan hutan rakyat. Hutan rakyat yang dikelola oleh KSU Hutan Mas didominasi oleh tumbuhan kemenyan, maka pengetahuan yang telah diberikan secara turun-temurun adalah cara penyadapan, penyiangan dan
perawatan pohon kemenyan. Masyarakat mengatakan bahwa merawat kemenyan sama halnya dengan merawat hutan. Hasil pohon kemenyan akan lebih baik jika
pohon tersebut dibiarkan tumbuh secara alami di hutan.
Pengetahuan lain yang tetap dijaga masyarakat petani kemenyan yaitu mereka tidak boleh menebang hutan dengan sembarangan. Tujuannya, selain
menjaga fungsi pokok dan kelestarian hutan, yaitu untuk menjaga habitat kemenyan agar tetap baik. Kesadaran masyarakat untuk saling berbagi ilmu
utama dalam pengelolaan hutan lestari adalah dasar pengetahuan masyarakat yang berlaku/hidup dan berjalan baik, dan pengelolaan dilakukan atas dasar kebijakan bersama masyarakat. Alih pengetahuan antara generasi (dari tua ke muda)
merupakan hal penting demi menjaga kelangsungan pengetahuan tersebut untuk masa depan. Hal ini tampak penting bagi kehidupan spiritual dan kebudayaan
masyarakat lokal agar berakar kuat di dalam ekosistem hutan.
Berbagi ilmu pengetahuan mengenai pengelolaan sumber daya hutan juga dilakukan oleh pihak KSU Hutan Mas melalui kegiatan sosialisai atau
penyuluhan. Tujuan dari kegiatan tersebut yaitu untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan hutan rakyat yang ada di Desa Matiti agar tetap
lestari. Salah satu pengetahuan yang telah dikomitmenkan oleh koperasi untuk tetap dilaksanakan adalah kegiatan menanam lima pohon setiap menebang satu pohon. Masyarakat berharap bahwa kegiatan tersebut mampu mempertahankan
kelestarian hutan dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
d. Kesepakatan Status Kepemilikan Lahan Dalam Masyarakat
Hutan yang dikelola oleh KSU Hutan Mas yang berada di Desa Matiti
adalah hutan rakyat. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menyatakan bahwa hutan rakyat adalah hutan
yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.30/Menhut-II/2012 Tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan rakyat menyatakan bahwa
hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah/lahan masyarakat yang telah dibebani hak atas tanah diluar kawasan hutan negara, dibuktikan dengan alas titel
atau dokumen penguasaan/pemilikan lainnya yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Pengelolaan hutan rakyat di KSU Hutan Mas sudah melalui Standard
Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk memperoleh sertifikat legalitas kayu. Dokumen yang harus dipersiapkan untuk memperoleh sertifikat SVLK yaitu :
1. Akta Lembaga Pengaju (Akta Notaris); 2. Dokumen Tanah (sertifikat/SKPT/Lettre C); 3. Blanko Inventarisasi;
4. Peta Lokasi (peta batas desa, peta sebaran hutan rakyat pada setiap desa, peta blok kepemilikan);
5. Dokumen penataan batas yang dibuktikan dengan penataan batas secara jelas dilapangan, koordinat dipeta sama dengan batas di lapangan;
6. Dokumen PUHH (dokumen pengukuran/pengujian/pemeriksaan kayu,
SKAU, Nota, SKASKB Cap KR sesuai Permenhut Nomor P. 51 tahun 2006 dan perubahannya serta SKAU dilampiri DKB/DKO, Nota Angkutan, Nota Angkutan Penggunaan Sendiri, SAP sesuai Permenhut
Nomor P. 30 Tahun 2012).
Berdasarkan hasil verifikasi dan pemeriksaan pada KSU Hutan Mas
terdapat sketsa lahan yang menunjukkan lokasi lahan anggota dan pada batas kepemilikan lahan terdapat tanda-tanda yang jelas dilapangan. Setiap anggota kelompok tani memiliki luasan areal hutan rakyat yang berbeda. Masing-masing
anggota mengakui bahwa setiap lahan hutan yang mereka miliki merupakan warisan keluarga dan telah memiliki Surat Keterangan Pemilikan Tanah (SKPT)
Nasional (BPN) Kantor Pertahanan Kabupaten Humbang Hasundutan. Selain dokumen kepemilikan lahan hutan, pembuktian hak atas bidang tanah dilengkapi dengan pernyataan dan pengakuan masyarakat di Desa Matiti yang sudah
mengetahui dan mengenal batas-batas lahan mereka dengan jelas. Keterangan dan pengakuan masyarakat tersebut didukung dengan pengakuan masyarakat diluar
anggota dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak memiliki hubungan keluarga yang menyatakan bahwa masyarakat yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah tersebut. Sampai saat ini, tidak ada konflik antar masyarakat
mengenai hak kepemilikan lahan hutan ataupun konflik yang berhubungan dengan batas lahan hutan. Dengan adanya sertifikat SVLK maka usaha pemanfaatan hutan
rakyat tiap anggota menjadi lebih jelas.
Analisis Kuantitatif
Berdasarkan uraian analisis kualitatif terhadap pengelolaan hutan rakyat di
KSU Hutan Mas di Desa matiti, maka dilakukan juga analisis kuantitatif dari kedua kriteria yang masing-masing memiliki empat indikator. Analisis kuantitatif yang pertama dilakukan pada kriteria kesejahteraan masyarakat terjamin yang
terdiri dari indikator lembaga/organisasi masyarakat dan partisipasi, indikator mekanisme pengelolaan lokal, indikator manajemen konflik, dan indikator
kewenangan untuk mengelola/ status kepemilikanlahan.
Pada indikator lembaga/organisasi masyarakat dan partisipasi di Desa Matiti terdapat kelompok tani hutan yang berada dibawah pengawasan Koperasi
serba Usaha (KSU) Hutan Mas. Kelompok tani memiliki sejumlah kegiatan rutin yang dilakukan untuk mengelola sebagian areal hutan rakyat yang
mengikuti semua kegiatan rutin tersebut tetapi kegiatan tersebut masih tetap berjalan sesuai dengan standar operasional yang telah ditetapkan oleh koperasi. Maka indikator lembaga/organisasi masyarakat dan partisipasi diberi
skor 4, dengan evaluasi baik.
Pada indikator mekanisme pengelolaan lokal, tidak ditemui nilai-nilai
yang bersifat khusus pada masyarakat kelompok tani hutan di Desa Matiti, seperti tempat yang dianggap keramat, pantangan-pantangan dan ritual-ritual adat istiadat. Namun, anggota kelompok tani hutan masih menghormati
peraturan-peraturan mengenai pemanfaatan hutan secara lestari dan menjaga kelestarian fungsi hutan. Maka indikator mekanisme pengelolaan lokal diberi skor 2, dengan
evaluasi kurang baik.
Pada indikator manajemen konflik, diketahui bahwa terdapat konflik yang pernah terjadi antara anggota kelompok tani hutan dengan masyarakat diluar
kelompok tani hutan terkait keamanan kawasan. Tetapi konflik tersebut masih bisa terselesaikan secara kekeluargaan tanpa campur tangan dari pihak luar. Maka indikator manajemen konflik diberi skor 3, dengan evaluasi sedang.
Pada indikator kewenangan mengelola/status kepemilikan lahan diketahui bahwa hutan yang dikelola oleh masyarakat adalah hutan rakyat yang telah
memiliki sertifikat legalitas kayu yang diperoleh melalui sistem verifikasi legalitas kayu. Masyarakat mengelola sendiri lahan hutan mereka melalui kelompok tani hutan yang berada dibawah pengawasan KSU Hutan Mas. Maka
Tabel 11. Hasil evaluasi PHML berdasarkan prinsip kesejahteraan masyarakat terjamin pada kelompok tani hutan KSU Hutan Mas
Kriteria Indikator Parameter Standar Evaluasi Evaluasi Skor
Manajemen konflik Konflik dalam pengelolaan
Analisis kuantitatif yang kedua dilakukan pada kriterian kesejahteraan rakyat terjamin yang terdiri dari empat indikator, yaitu indikator kesehatan dan makanan, indikator kesejahteraan, indikator kebijaksanaan dan kebersamaan
dalam berbagi ilmu pengetahuan, dan indikator kesepakatan status kepemilikan lahan di dalam masyarakat.
Pada indikator kesehatan dan makanan dapat dinilai dari kontribusi hutan rakyat sebagai penyedia makanan bagi masyarakat Desa Matiti. Masyarakat tidak ada memanfaatkan hasil hutan sebagai bahan makanan dan sangat sulit ditemukan
tidak ada manfaat langsung bagi kesehatan fisik manusia. Oleh sebab itu, indikator kesehatan dan makanan diberi skor 1 dengan evaluasi buruk.
Pada indikator kesejahteraan dapat dilihat bahwa hutak hak memberikan
kontribusi yang sangat rendah bagi pendapatan anggota kelompok tani hutan yaitu sebesar 16,66%. Berdasarkan penilaian tersebut masyarakat belum memeperoleh
kesejahteraan dan manfaat langsung dari pengelolaan hutan rakyat. Oleh sebab itu, indikator kesejahteraan diberi skor 2, dengan evaluasi kurang baik.
Pada indikator kebijaksanaan dan kebersamaan dalam berbagi ilmu
pengetahuan dapat dilihat bahwa masyarakat telah mengelola hutan secara turun-temurun. Transfer ilmu antar generasi dalam masyarakat yaitu tentang cara
merawat, mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di lahan hutan rakyat. Masyarakat tidak boleh menebang hutan dengan sembarangan karena dapat merusak fungsi dan manfaat hutan khususnya habitat pohon
kemenyan. Penyuluhan dan sosialisasi juga sering dilakukan koperasi untuk berbagi ilmu kepada masyarakat. Maka kebijaksanaan dan kebersamaan dalam berbagi ilmu pengetahuan diberi skor 4, dengan evaluasi baik.
Pada indikator kesepakatan status kepemilikan lahan di dalam masyarakat dapat dilihat bahwa hutan yang dikelola oleh masyarakat adalah hutan milik.
Bukti hak kepemilikan hutan rakyat dibuktikan melalui sertifikat letter C/girik yang diperoleh dari kepala desa dan diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sertifikat legalitas kayu yang diperoleh koperasi juga membuktikan bahwa lahan
yang dimiliki oleh masyrakat adalah benar milik masyarakat sendiri. Oleh sebab itu, indikator kesepakatan status kepemilikan lahan di dalam masyarakat diberi
Tabel 12. Hasil evaluasi PHML berdasarkan prinsip kesejahteraan rakyat terjamin pada kelompok tani hutan KSU Hutan Mas
Kriteria Indikator Parameter Standar Evaluasi Evaluasi Skor
Skor penilaian rata-rata pada kriteria kesejahteraan masyarakat terjamin,
berada pada rentang lebih besar dari 3 dan kecil sama dengan 4 yaitu 3,5. Dengan skor penilaian rata-rata tersebut, maka kriteria kesejahteraan masyarakat terjamin
termasuk dalam kategori baik sesuai dengan skor penentuan PHML.
Skor penilaian rata-rata pada kriteria kesejahteraan masyarakat terjamin, berada pada rentang lebih besar dari 2 dan kecil sama dengan 3 yaitu 2,75.
Hasil evaluasi pengelolaan hutan hak pada kelompok tani hutan Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas di Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan ditinjau dari aspek sosial termasuk dalam
kategori pengelolaan hutan hak yang baik. Hasil evaluasi disajikan pada tabel 13.
Tabel 13. Hasil evaluasi PHML pada kelompok tani hutan KSU Hutan Mas
Kriteria Skor Skor rata-rata Evaluasi
Kesejahteraan
masyarakat terjamin 3,5 3 < x ≤ 4 Baik
Kesejahteraan rakyat terjamin
2,75 2 < x ≤ 3 Sedang
Total 6,25
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kondisi pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh kelompok tani hutan
Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas di Desa Matiti berdasarkan evaluasi kriteria dan indikator PHML dengan prinsip kesejahteraan masyarakat terjamin dan prinsip kesejahteraan rakyat terjamin termasuk dalam kategori
pengelolaan hutan hak yang baik.
2. Hasil evaluasi pada indikator kesehatan dan makanan adalah buruk, karena tidak ada pemanfaatan hutan rakyat sebagai sumber makanan dan obat-obatan
bagi masyarakat.
3. Pengelolaan hutan rakyat oleh kelompok tani hutan di Koperasi Serba Usaha
(KSU) Hutan Mas lebih baik dan lebih berkembang jika dibandingkan dengan masyarakat yang mengelola hutan secara pribadi tanpa ada sistem kelembagaan yang jelas. Masyarakat kelompok tani hutan sering mengikuti
dan mengadakan sosialisasi, penyuluhan dan melaksanakan kegiatan rutin terkait dengan pengelolaan hutan hak untuk mengevaluasi pengelolaan mereka
di hutan hak. Saran
1. Masyarakat petani hutan di Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas
sebaiknya melaksanakan seluruh kegiatan pengelolaan dengan aktif agar fungsi organisasi dapat berjalan dengan baik.
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan merupakan sumber daya alam yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung, maupun intangible yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung
seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air,
pencegahan erosi. Keberadaan hutan ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan.
Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo, 2000).
Pengelolaan hutan lestari adalah pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan hutan lestari bertujuan sosial, ekonomi dan lingkungan. Berbagai lembaga kehutanan sekarang berbentuk
pengelolaan hutan berkelanjutan dan berbagai metode dan alat yang tersedia yang telah diuji dari waktu ke waktu. Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal
dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan rakyat, maka pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik, dan kerentanannya, serta tidak dibolehkan mengubah fungsi
utamanya. Perkembangan pembangunan kehutanan menuntut untuk memperhatikan dan memperhitungkan keberadaan hutan rakyat., hal ini
lahan kritis, konservasi lahan, perlindungan hutan, juga sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan dengan memperdayakan masyarakat setempat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penyelenggaraan kehutanan dengan
memperhatikan aspirasi dan mengikutsertakan masyarakat telah menjadi landasan yang utama. Bahkan pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat
melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna (Pasal 70 UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999). Bentuk peran masyarakat dalam bidang kehutanan yang harus didorong oleh pemerintah salah satunya
adalah pembangunan hutan rakyat (Rahmawaty, 2004).
Pengertian Hutan Rakyat
Gambar 1. Skema resmi pengelolaan hutan berbasis masyarakat
Menurut UU No.41/1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik
keberhasilan pembangunan hutan rakyat karena ada dukungan progam penghijauan dan kegiatan pendukung seperti demplot dan penyuluhan. Hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak
berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, dimiliki oleh masyarakat, proses terjadinya dapat dibuat oleh manusia, dapat juga terjadi secara alami, dan
dapat juga karena upaya rehabilitasi tanah kritis (Hardjosoediro, 1980).
Banyak sudut pandang yang dapat digunakan untuk mengenal dan mengerti hutan rakyat. Sudut pandang yang sering digunakan adalah sudut
pragmatisme, geografis, dan sistem tenurial (kepemilikan). Pandangan pragmatisme melihat hutan yang dikelola rakyat hanya dari pertimbangan
kepentingan pemerintah saja. Semua pohon-pohonan atau tanaman keras yang tumbuh di luar kawasan hutan negara langsung diklaim sebagai hutan rakyat. Pandangan geografis menggambarkan aneka ragam bentuk dan pola serta sistem
hutan rakyat tersebut, berbeda satu sama lain tergantung letak geografis, ada yang di dataran rendah, medium, dan dataran tinggi, dan jenis penyusunnya berbeda menurut tempat tumbuh, dan sesuai dengan iklim mikro. Pandangan sistem
tenurial berkaitan dengan status misalnya statusnya hutan negara yang dikelola masyarakat, hutan adat, hutan keluarga, dan lain-lain (Awang, dkk, 2001).
Hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah diluar kawasan hutan negara, dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pemilik Hutan rakyat
adalah pemilik hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang berada diluar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas title atau hak atas
hutan rakyat adalah hasil hutan berupa kayu yang berasal dari tanaman yang tumbuh dari hasil budidaya di atas areal hutan rakyat atau lahan masyarakat (Kementrian Kehutanan, 2012).
Potensi hutan rakyat yang besar tidak serta merta memberikan jaminan peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini karena kayu hasil hutan rakyat belum
mampu bersaing di pasar, terutama untuk produk ekspor. Ada tuntutan konsumen luar negeri yang menghendaki agar produk-produk kayu dari Indonesia merupakan hasil produk yang berasal dari pengelolaan hutan berkelanjutan.
Pengelolaan hutan rakyat masih belum mengacu pada aspek-aspek manajemen hutan yang berkelanjutan (Adinta, 2011).
Pengelolaan hutan rakyat juga tidak terlepas kebutuhan masyarakat itu sendiri, karena dalam pengelolaan hutan rakyat terdapat istilah “tebang butuh”. Pemanenan dilakukan sesuai dengan kebutuhan keluarga, seperti untuk biaya
sekolah, hajatan atau memenuhi kebutuhan untuk konstruksi rumah sendiri. Masyarakat akan melakukan pemanenan yang cenderung berlebih ketika mereka didesak pada kebutuhan ekonomi yang tinggi. Sukardayati (2006) mengatakan
bahwa sulit mengendalikan kegiatan pemanenan di hutan rakyat, hal ini terkait dengan belum adanya landasan hukum dalam kegiatan pemanenan tersebut. Jika
dibiarkan begitu saja maka akan berpengaruh kepada keberlanjutan hutan rakyat itu sendiri. Oleh karena itu untuk menjamin pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan maka pemerintah melakukan Sertifikasi Hutan Rakyat.
Masyarakat dan rakyat
Manusia adalah makhluk yang selalu hidup bermasyarakat
Masyarakat adalah sekelompok individu yang tinggal dalam suatu tempat tertentu, saling berinteraksi dalam waktu yang relatif lama, mempunyai adat istiadat dan aturan-aturan tertentu yang lambat laun membentuk sebuah kebudayaan.
Masyarakat juga merupakan sistem sosial yang terdiri dari sejumlah komponen struktur sosial yaitu: keluarga, ekonomi, pemerintah, agama, pendidikan, dan
lapisan sosial yang terkait satu sama lainnya, bekerja secara bersama-sama, saling berinteraksi, berelasi, dan saling ketergantungan. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti yang seluas- luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang
mereka anggap sama.
Rakyat adalah adalah bagian dari suatu negara atau unsur penting dari
suatu pemerintahan. Rakyat terdiri dari beberapa orang yang mempunyai ideologi yang sama dan tinggal di daerah atau pemerintahan yang sama dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)
Sertifikasi Hutan bertujuan untuk memberikan dukungan bagi kepentingan-kepentingan komunitas dalam pengelolaan hutan dan membantu
untuk mempromosikan kayu rakyat di tingkat pasar nasional dan internasional. Melalui sertifikasi diharapkan ada insentif yaitu berupa harga kayu yang cukup
tinggi kepada pengelola hutan yang mampu menunjukkan bahwa mereka telah mengelola hutan rakyat secara lestari (Adinta, 2011).
Suatu hal yang nyata bahwa sertifikasi membantu kejelasan status lahan,
menguatkan posisi masyarakat dalam pengelolaan hutan dan mengakui kapasitas atau kemampuan pengelolaan mereka. Pengenalan serifikasi oleh para pendukung
masyarakat untuk terlibat dalam semua aspek sertifikasi. Pengakuan pasar, khususnya ketersediaan harga premium yang signifikan, diinterpretasikan sebagai alat yang efektif untuk meningkatkan kesadaran publik dan
mendapatkan pengakuan yang lama dinantikan dalam pengelolaan hutan rakyat. Secara ideal, proyek-proyek sertifikasi hutan rakyat, memperkenalkan
aspek-aspek pasar dalam tahap pengembangan agar dapat memastikan bahwa masyarakat lokal paham sepenuhnya persyaratan pasar dan pembeli sadar mengenai perkembangannya (Rohman, 2010).
Standard Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah sejumlah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang memuat standar, kriteria, indikator,
verifier, metode verifikasi, dan norma penilaian. Verifikasi Legalitas Kayu atau disingkat V-LK adalah rangkaian kegiatan Lembaga Verifikasi Independen (LVI) untuk menilai kayu dan produk kayu yang dihasilkan pemegang hak atau ijin yang
berada di hulu atau hilir, apakah sudah memenuhi standar yang ditetapkan atau belum. Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) adalah surat keterangan yang diberikan kepada pemegang ijin atau pemilik hutan rakyat yang menyatakan bahwa
pemegang izin atau pemilik hutan rakyat telah memenuhi standar legalitas kayu. Adanya sertifikat sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) bagi hutan
rakyat telah mendorong pemerintah daerah untuk memperbaiki tata usaha kayu yang menyangkut penyederhaan mata rantai tata usaha kayu yang selama ini pengerjaannya lumayan panjang. Manfaat lain sistem verifikasi ini adalah
terbentuknya unit manajemen yang memayungi para pemilik hutan rakyat. Berhimpun dalam unit manajemen, memungkinkan masyarakat menanggung
memang bisa dilakukan secara kolektif untuk hutan milik maupun industri rumah tangga atau pengrajin. SVLK bisa didapatkan setelah melalui berbagai tahapan. Yang pertama, pengajuan aplikasi oleh unit manajemen. Kedua, dokumen tersebut
ditinjau dan dipublikasikan ke masyarakat umum di website Dinas Kehutanan dan Perkebunan serta media cetak. Ketiga, ada audit lapangan untuk mencocokkan
data antara dokumen dengan yang ada di lapangan. Empat, lembaga penilai melakukan uji petik, yakni mengecek kesesuaian semua dokumen satu tahun kebelakang. Lima, terjadi panel review, setelah itu keluar Keputusan sertifikasi
yang dilanjutkan dengan penerbitan SVLK.
SVLK memiliki dua dimensi yaitu dimensi Standar atau Alat untuk
menilai dan dimensi Sistem atau Mekanisme yang harus diikuti. Dengan demikian SVLK merupakan alat dan mekanisme untuk menilai atau memverifikasi legalitas kayu atau produk kayu. Manfaat penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu
(SVLK) yaitu menjamin kayu berasal dari sumber yang legal, jika industri pengolahan kayu ingin agar produk kayu masuk ke pasar international maka dengan mendapatkan bahan baku yang berasal dari sumber yang legal, maka
produk industri akan masuk pasar tanpa hambatan terutama self endorsement (pengesahan sendiri) terkait dengan pemberitahuan eksport barang. Pemilik kayu
yang berasal dari sumber yang legal akan memiliki posisi tawar yang kuat terutama dalam penentuan harga jual karena tidak ada pilihan lain selain membeli bahan baku yang legal. Penerapan SVLK disamping merupakan pemenuhan
standar, kriteria, indikator dan norma penilaian, atau sebagai alat untuk memastikan bahwa industri kayu mendapatkan sumber bahan baku dengan cara
yang akun tabel dan transparan, menyelamatkan hutan dari pembalakan liar, menekan laju deforestasi, juga menekan merosotnya cadangan karbon.
SVLK adalah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang
dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak stakeholder kehutanan yang memuat standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi dan norma penilaian.
Standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi dan norma penilaian untuk masing-masing pemegang izin dan pemilik hutan hak telah diatur secara lengkap pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Bina Usaha Kehutanan
No. P.8/VI-BPPHH/2012.
Tabel 1. Kriteria dan indikator standar pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor: P.8/VI-BPPHH/2012 tentang Standar Verifikasi Legalitas Kayu Pada Hutan rakyat
Standar Verifikasi Pedoman Verifikasi
keabsahan
Kriteria dan Indikator Kelestarian Hutan oleh Masyarakat
Ritchie dkk (2001) melalui Centre for International Forestry Research
(CIFOR) menyatakan bahwa terdapat empat prinsip Pengelolaan Hutan oleh
Masyarakat Lestari (PHML), yaitu :
1. Kesejahteraan masyarakat (kelembagaan) terjamin
2. Kesejahteraan rakyat terjamin 3. Kesehatan lanskap hutan terjamin
Penelitian ini mencoba menggali prinsip pertama dan kedua PHML, yaitu prinsip kesejahteraan masyarakat terjamin dan prinsip kesejahteraan rakyat terjamin. Dalam pengembangan K&I (Kriteria dan Indikator) untuk kesejahteraan
suatu masyarakat, masalah utama adalah menyangkut kemampuan masyarakat tersebut untuk mengelola dan mengatur fungsi ganda penggunaan dan
pemanfaatan hutan secara kolektif, sehingga manfaatnya dapat terbagi rata untuk perorangan , rumah tangga meupun kelompok, yang pada akhirnya sumberdaya hutan dapat menghasilkan kegunaan dan manfaat di masa mendatang.
Prinsip yang pertama (I) dikelompokkan dalam masalah-masalah berikut : a. Lembaga/organisasi masyarakat dan partisipasi
Untuk mengatur penawaran dan permintaan sumberdaya hutan masyarakat (termasuk pembagian hak dan kewajiban, kerjasama, dan perlindungan hutan) kebanyakan sistem PHM setempat mengembangkan beberapa bentuk organisasi
masyarakat. Organisasi serupa didirikan untuk membantu masyarakat untuk memusatkan perhatian pada pengembangan dan pelaksanaan peraturan melalui sistem insentif, persuasif atau penegakan sangsi. Keberadaan organisasi
masyarakat yang kuat sangat penting demi kelangsungan PHM. b. Mekanisme pengelolaan lokal (norma, peraturan, undang-undang)
Agar dapat berpengaruh terhadap keputusan pengelolaan oleh masyarakat, sistem PHM yang mampu bertahan pada umumnya mengembangkan seperangkat instrumen pengelolaan yang sesuai untuk mengatur dan mengawasi penggunaan
sumberdaya hutan oleh anggota masyarakat. Istilah mekanisme pengelolaan disini digunakan untuk mencakup seluruh instrumen formal dan informal, termasuk
dikembangkan masyarakat. Aturan-aturan tersebut terkadang rumit dan tidak jelas terlihat, dan layaknya organisasi itu sendiri, tertanam dalam kebudayaan setempat, spiritual dan lingkungan ekologinya. Mekanisme seperti diberlakukannya
sangsi-sangsi bagi pelanggar aturan, merupakan hal yang sangat penting di Indonesia (melalui sistem adat tradisional).
c. Manajemen konflik
Masyarakat perlu menemukan cara untuk mengatasi konflik yang suatu saat dapat timbul. Cara tersebut dapat dilakukan secara formal atau informal.
Masyarakat mengharapkan agar mekanisme tersebut dapat diterapkan secara efektif. Sebagai tambahan, kemampuan menggunakan mekanisme eksternal, yaitu
legal atau kenegaraan untuk mengatasi konflik juga merupakan hal yang penting. d. Kewenangan untuk pengelola (status kepemilikan lahan)
Masyarakat membutuhan jaminan kepemilikan atas sumber dayanya untuk
memperoleh wewenang pengelolaan. Tanpa adanya jaminan status kepemilikan, orang sering ragu untuk melakukan investasi pengelolaan jangka panjang. Ketiga lokasi yang diuji memasukkan kriteria dan indikator yang mengacu pada sistem
kepemilikan lahan masyarakat yang telah diakui masyarakat atau negara secara hukum (de jure). Isu status kepemillikan lahan termasuk juga permasalahan tata
Prinsip yang kedua (2) dikelompokkan dalam masalah-masalah berikut : a. Kesehatan dan makanan
Interaksi dengan hutan memberikan manfaat secara langsung terhadap
kesehatan dan kesejahteraan fisik manusia. Banyak hal yang menunjukkan pentingnya hasil hutan sebagai sumber bahan makanan. Di Indonesia, tidak ada
acuan yang dibuat menyangkut makanan atau kesehatan masyarakat. Kebanyakan K&I pengelolaan hutan lestari dan kesehatan masyarakat setempat dijadikan sebagai kriteria penting. Di Brazil, dimasukkan pula pemikiran tambahan bahwa
pengawasan petumbuhan populasi dan reproduksi sangat penting untuk kelestarian pengelolaan hutan.
b. Kesejahteraan (mata pencaharian, pembagian biaya dan manfaat, kesetaraan) Mata pencaharian penduduk setempat bergantung pada keberadaan hutan. Permasalahan yang dibahas disini mencakup keuntungan ekonomi yang diperoleh
dari hutan baik secara langsung atau melalui industri kecil (kerajinan tangan), sehingga memberikan nilai tambah bagi bahan mentah hutan melalui ketrampilan dan kreatifitas pekerjanya. Kamerun dan Brazil menyoroti masalah hasil hutan
ganda dan beraneka ragam, dan pentingnya kelompok pengguna hutan yang berbeda yang saling melengkapi dengan cara menggunakan sumberdaya yang
berbeda. Indonesia menekankan pemerataan pembagian produk hutan. c. Kebijaksanaan dan kebersamaan dalam berbagi ilmu pengetahuan
Aspek utama dalam pengelolaan hutan lestari adalah dasar pengetahuan
masyarakat yang berlaku dan berjalan baik, dan pengelolaan dilakukan atas dasar kebijakan bersama masyarakat. Alih pengetahuan antara generasi (dari tua ke
untuk masa depan. Hal ini tampak penting bagi kehidupan spiritual dan kebudayaan masyarakat lokal agar berakar kuat di dalam ekosistem hutan.
d. Kesepakatan status kepemilikan lahan di dalam masyarakat
Di kebanyakan PHM yang tetap berlaku, perlunya kepastian akses yang merata terhadap hutan dan sumberdaya lainnya menimbulkan perkembangan
adanya kesepakatan status kepemilikan lahan setempat. Kesepakatan penting ini berlaku antar perorangan (dan/atau rumah tangga atau kelompok) dan masyarakat, kesepakatan ini sesuai dengan budaya lokal dan kebutuhan pengelolaan
sumberdaya, dan biasanya didukung oleh norma dan peraturan yang berlaku. Hubungan antar individual (rumah tangga/kelompok), masyarakat dan wilayah
sumberdaya, ditentukan dalam kerangka spasial dan sementara, seperti misalnya, siapa yang dapat melakukan apa dan dimana. Hubungan status kepemilikan lahan yang ditetapkan dengan baik dan dapat diterima sangat penting bagi insentif untuk
mendorong, melindungi dan menjamin komitmen antar generasi. Meratanya hak penggunaan sangat penting bagi kesejahteraan rakyat, sebagaimana ditekankan di Brazil. Hak peninggalan atau warisan dan diteruskannya hak tersebut untuk
generasi berikutnya merupakan aspek kunci kelestarian. Bagian ini yang menyangkut kepemilikan secara individual berhubungan erat dengan bagian
lainnya, termasuk status kepemilikan dan kewenangan pengelolaan di tingkat masyarakat, dan distribusi isu dalam bagian yang menyangkut kesejahteraan.
Konsep Kualitatif
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Oleh
bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang
tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan.
Menurut Strauss dan Corbin (1997), yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau
cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian kualitatif secara-cara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku,
fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang
tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.
Bogdan dan Taylor (1992) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah
salah satu prosedur penelitian yng menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif
diharapkan mampu menghasil kan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari
sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap
terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang
kenyataan-kenyataan (Hadjar, 1996 dalam Basrowi dan Sukidin, 2002).
Kondisi umum lokasi penelitian
Desa Matiti berada di Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Desa Matiti terletak pada ketinggian ±1350m diatas permukaan laut (dpl) dengan jarak ± 8km dari ibukota Kabupaten
Humbang Hasundutan. Dari jarak tersebut dapat diasumsikan bahwa desa ini sudah dapat menerima arus informasi dari luar daerah dengan cepat.
Secara administratif Desa Matiti memiliki batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara : Desa Hutagurgur
Sebelah Selatan : Desa Sosor Tambok
Sebelah Timur : Desa Hutabagasan Sebelah Barat : Desa Pakkat
Sebagian besar msyarakat bekerja dibidang pertanian dan perkebunan.
Kemenyan merupakan salah satu komoditi unggulan dari Desa Matiti. Hasil lainnya yang terdapat di Desa Matiti adalah kopi, coklat, jeruk, dan hasil