• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budaya Kerja dan Kesejahteraan Petani Sawit”(Budaya Kerja Petani Sawit di Desa Bakti Mulya Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Budaya Kerja dan Kesejahteraan Petani Sawit”(Budaya Kerja Petani Sawit di Desa Bakti Mulya Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji. 2001. Psikologi Kerja. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Abdullah, Taufik, Ed. 1979. Agama, etos kerja, dan perkembangan ekonomi. Jakarta: LP3ES.

Creswell, John W. 2003. Bachtiar, Wardi, 2006, Sosiologi Klasik dari Comte HinggaParsons, Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Damsar, (2002). Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Geertz, Clifford. 1993. Involusi Pertanian, Perubahan Ekologi di Indonesia. Penerj, S. Supomo. Jakarta: Brata

Heddy Suri Ahimsa, Putra, dkk, (2003). Ekonomi Moral, Rasional dan Politik. Yogyakarta: KEPEL Press.

Jalaludin, dkk, (1997). Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Khairuddin. H. (1997). Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Liberty.

M.Si, Ferry Novliadi S.Psi. 2009. Hubungan Antara Organization-Based Self-Esteem Dengan

Etos Kerja. Karya Tulis Tidak Diterbitkan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Marshall, Edward. 1996. Transformasi Etos Kerja. Jakarta: PT. Halirang

Maslow. HA. (1998).Motivasi dan Kepribadian. Jakarta: Pustaka Binaman Persindo.

Ndraha, Taliziduhu, 2006. Budaya Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

Nasution. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Planck, Ulrich. 1990. Sosiologi Pertanian. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

(2)

Triguno. 2004. Budaya Kerja Menciptakan Lingkungan Yang Kondusif Untuk Meningkatkan

Produktivitas Kerja, Ed 6, Jakarta : PT. Golden Terayon Press.

Singarimbun, Masri, dkk. (1989). Metodologi Penelitian Survei. Jakarta: LP3E5.

Sajogyo, dan Pudjiwati S. 1999. Sosiologi Pedesaan: Kumpulan Bacaan. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.

Scott, James. C.1983. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsisten di Asia Tenggara. Penerjemah, Hasan Basri. Jakarta: LP3ES.

Shahab, Kurnadi.2007. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Tjondronegoro, Mp. Soediono dan Gunawan Wiradi. 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah:

Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa. Jakarta: Gramedia.

Vago, Steven.1989. Social Change. New Jersey: Prentice Hall:Engelwood Cliffs.

(3)

Situs Internet:

(http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2284125-pengertian-kesejahteraan-sosial-masyarakat/#ixzz2I1pj34LB)

tanggal akses 5 agustus 2013

tanggal akses 5 agustus 2013

(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Nasution (2006:5) pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap orang dengan lingkungannya, berinteraksi dengan mereka, memahami dan menafsirkan mereka tentang dunia dan sekitarnya.

Berdasarkan pendapat diatas, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena melakukan pengamatan terhadap budaya kerja petani kelapa sawit di Desa Bakti Mulya, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Desa Bakti Mulya, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi.Alasan pemilihan lokasi karena:

1. Letak lokasi Desa Bakti Mulya yang kebetulan adalah tempat dimana penulis tinggal di Desa tersebut.

2. Penduduk yang ada di Desa Bakti Mulya, sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani sawit.

3.3. Unit Analisis dan Informan

(5)

Unit analisis adalah satuan tertentu ysng diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1999:22). Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah petani sawit, di Desa Bakti Mulya. Pada penelitian ini memfokuskan pada petani kelapa sawit dan dibatasi ke dalam kreteria informan.

b. Informan

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini, diperoleh dari kreteria sebagai berikut:

• Sudah berkeluarga

• Lama tinggal minimal 6 tahun

• Luas lahan: ≤ 2 Hektar

3.4.Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian digolongkan menjadi dua yaitu:

a. Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian dilakukan dengan penelitian lapangan yaitu:

 Observasi

Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap gejala yang tampak pada saat penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti langsung ke lapangan untuk mengamati kehidupan para petani.

 Wawancara mendalam

(6)

guide) atau wawancara mendalam kepada masyarakat Desa yang memiliki mata pencarian sebagai petani sawit.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian ataupun dari instansi pemerintahan yang terkait. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, mengambil informasi dari buku-buku dan internet dan sebagainya yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Interpretasi Data

Informasi yang didapat akan dikategorisasikan berdasarkan pembagian-pembagian yang telah ditetapkan dalam defenisi konsep sehingga hasil pengketegorian tersebut menjadi data. Bogdan dan Biklen menjelaskan bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang diceritakan pada orang lain (Moleong, 2005:248). Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu.

(7)

3.6 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 ACC Judul √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ 4 Seminar Proposal Penelitian √

5 Revisi Proposal Penelitian √

6 Penelitian ke Lapangan √

7 Pengumpulan Data dan Analisis Data √

8 Bimbingan √ √ √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √ √

10 Sidang Meja Hijau √

3.7 Keterbatasan Penelitian

(8)

2. Kendala teknis juga dialami selama penelitian, seperti: informan merasa kebingungan saat akan diwawancarai dan juga kurang memahami pertanyaan yang diberikan. Melalui pendekatan pribadi peneliti dapat mengatasi kendala tersebut. Wawancara dilakukan dengan cara diskusi seputar pertanian dan aktivitas mereka sebagai petani, serta menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari mereka yang terkait dengan skripsi ini.

(9)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berada diwilayah Provinsi Jambi, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Tepatnya di desa Bakti Mulya. Sebelum berganti nama menjadi Desa Bakti Mulya dulunya Desa ini bernama Desa Rantau Harapan, dan pada tahun 2008 berganti menjadi Desa Bakti Mulya. Secara admnistratif desa Bakti Mulya memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.342 jiwa.Desa Bakti Mulya memiliki luas wilayah 1.250 Ha. Jarak kecamatan dan kabupaten 125 Km. Desa ini memiliki batas wilayah sebelah utara desa Suka Makmur kecamatan Sungai Bahar, sebelah selatan desa Bukit Makmur kecamatan Sungai Bahar, sebelah timur desa Panca Bakti kecamatan Sungai Bahar, dan sebelah barat desa Matro Manunggal kecamatan Bahar Utara (data desa Bakti Mulya Tahun 2012).

Tabel 4.1. Luas Lahan dan Fungsi No Penggunaan Lahan Luas (Ha) 1 Lahan Kelapa Sawit 1.100 2 Lahan Bukan Kelapa Sawit 91 3 Lahan Non Pertanian 59

Total 1250

Sumber: Data Desa Bakti Mulya Tahun 2012

(10)

tumbuhan palawija. Adapun pekerjaan diluar petani sawit adalah pedagang, buruh panen sawit, dan PNS.

4.1.2 Sarana dan Prasarana Desa

Desa Bakti Mulya memiliki letak yang tidak terlalu jauh dengan Kecamatan Sungai Bahar, yakni hanya sekitar 3 km, sedangkan dengan Ibukota Kabupaten Muaro Jambi sekitar 12 km, sehingga masyarakat cukup mudah untuk berinteraksi dengan dunia luar. Ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana umum di Desa Bakti Mulya sudah cukup memadai, karena meilhat jarak Desa tidak terlalu jauh dari Kota Kecamatan dan Ibukota Kabupaten. Dari pengamatan pada lapangan, sarana dan prasarana Desa antara lain:

1. Jalan

Kondisi jalan di Desa ini sudah cukup baik. Jalan yang dimiliki oleh Desa ini secara keseluruhan sudah diaspal, namun ada juga sebagian yang masih belum diaspal. Sehingga akses masyarakat juga lebih mudah karena kondisi jalan yang sudah baik.

2. Listrik

Fasilitas listrik sudah dapat dinikmati oleh masyarakat Desa Bakti Mulya sejak lama. Sehingga masyarakat dapat menerima informasi yang dimiliki oleh mereka, yang berupa televisi maupun radio.

3. Air Bersih

(11)

4. Transportasi

Desa Bakti Mulya memiliki sarana transportasi umum. Angkutan umum yang tersedia yaitu berupa angkot, dan bus Damri yang biasanya masyarakat menggunakan sarana transportasi umum tersebut untuk berpergian ke daerah Kota Jambi apabila mereka malas untuk membawa kendaraan sendiri. Apabila masyarakat ingin pergi ke unit-unit yang terdapat di Kecamatan tersebut biasanya masyarakat menggunakan ojek motor.

5. Tempat Ibadah

Tempat ibadah yang terdapat di Desa ini berupa 3 buah Masjid yang terletak di dusun 1 dan dusun III, Langgar/Mushalla 10 buah yang terdapat di dusun 1 sampai dusun IV, serta 1 buah Gereja yang terdapat di dusun II.

6. Kesehatan

Untuk jumlah penduduk yang cukup banyak, fasilitas kesehatan yang tersedia cukup memadai. Di Desa ini tersedia sebuah rumah sakit yang memang tidak besar karena baru dibangun, dan ada sebuah puskesmas, serta memiliki tiga orang bidan dan satu orang mantri, dan di buka setiap hari kecuali hari libur.

7. Aula

Aula yang tersedia merupakan balai Desa yang terletak di sebelah kantor kepala Desa. Balai Desa biasanya digunakan oleh warga untuk pertemuan yang berkaitan dengan kepentingan Desa, serta dipergunakan oleh perangkat Desa untuk mengadakan rapat serta jamuan apabila Desa mereka mendapat kunjungan dari Kecamatan.

(12)

Fasilitas pendidikan seperti Sekolah, sudah tersedia namun hanya sebatas hingga pendidikan menengah saja. Fasilitas pendidikan yang tersedia yakni, Sekolah Dasar Negeri yaitu SDN 174, gedung TK 1 buah, gedung SMP/Sederajat 1 buah, dan gedung SMA/Sederajat 1 buah.

4.1.3. Jumlah dan Komposisi Penduduk

Berdasarkan data Des Bakti Mulya tahun 2012, jumlah penduduk Desa Bakti Mulya adalah 2.342 jiwa dengan jumlah rumah tangga sekitar 649 Kepala keluarga. Terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 1.247 jiwa atau 53,24 % dan perempuan adalah 1.095 atau 46,76 %.

Berikut ini adalah tabel jumlah dan komposisi penduduk Desa Bakti Mulya berdasarkan kelompok umur serta tebel jumlah penduduk per dusunnya.

Tabel 4.2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur No Kelompok

Umur

Laki-Laki Perempuan Jumlah (Jiwa)

Persentase

1. 0-15 tahun 658 590 1.248 53,28 %

2. 15-50 tahun 384 344 728 31,10 %

3. 50-80 tahun 205 161 366 15,62%

Jumlah 1.247 1.095 2.342 100 %

(13)

Tabel 4.3.

Komposisi Penduduk Tiap Dusun Berdasarkan Jenis Kelamin No Nama Dusun KK Laki-Laki Perempuan Jumlah

(Jiwa)

1. Dusun I 185 445 399 844

2. Dusun II 96 186 184 370

3. Dusun III 186 379 343 722

4. Dusun IV 182 237 169 406

Jumlah 649 1.247 1.095 2.342

Sumber: Data Kantor Kepala Desa

Jika kita melihat tebel komposisi penduduk diatas, maka kelompok usia yang menjadi mayoritas adalah kelompok usia 0-15 tahun (1,248 jiwa atau 53,28 %). Kelompok umur pada usia produktif berada pada urutan kedua, yakni kelompok umur 15-50 tahun (728 jiwa atau 31,10 %). Sisanya atau minoritasnya merupakan kelompok usia 50-80 tahun (366 jiwa atau 15,62 %). Pekerjaan dibidang pertanian yang terbesar menyerap kelompok usia produktif dan sebagian kelompok usia minoritas. Sedangkan jumlah penduduk yang paling padat berada pada dusun I dan dusun III yang dihuni oleh mayoritas suku melayu dan dan suku jawa.

4.1.4. Sistem Mata Pencaharian

(14)

Tabel 4.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No Mata Pencaharian Jumlah Persentase

1. Petani 1.409 60,16%

2. Pedagang 600 25,61 %

3. Peternak 180 7,68 %

4. PNS 140 6.00 %

5. Pengusaha 10 0,42 %

6. TNI 2 0,09 %

7. POLRI 1 0,04 %

Total 2.342 100 %

Sumber: Data Desa Kepala Desa Bakti Mulya

Data didalam tabel diatas memperlihatkan secara umum masyarakat bekerja di sektor pertanian. Sebanyak 1.409 atau 60,16 % dari keseluruhan jumlah penduduk memiliki mata pencaharian utama bagi masyarakat , salah satu sebabnya adalah tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah. Sebagian masyarakat juga menggantungkan mata pencahariannya sebagai pedagang 600 jiwa atau 25,61 % dan mata pencaharian sebagai peternak memiliki persentase yang sedikit yakni 7,6 8 % atau 180 jiwa.

4.1.4. Tingkat Pendidikan

(15)

Tabel 4.5.

Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1. Sarjana 15 0,64 %

2. SLTA 150 6,40 %

3. SLTP 260 11,10 %

4. SD 701 29,93 %

5. Belum Tamat SD 569 24,30 %

6. Belum Tamat Sekolah 647 27,63 %

Total 2.342 100 %

Sumber: Data Kantor Kepala Desa

Apabila dilihat dari data tabel diatas, maka tingkat pendidikan di Desa Bakti Mulya masih tergolong rendah. Penduduk yang memiliki pendidikan tinggi hingga tingkat sarjana hanya sebanyak 0,64 % atau 15 jiwa, merupakan jumlah yang sangat minim sekali. Sedangkan penduduk dengan tingkat SMA sebanyak 6,40 % atau 150 orang, dan tingkat SMP sebanyak 11,10 % atau 260 jiwa. Sisanya yang menjadi mayoritas adalah penduduk dengan gabungan pendidikan SD, belum tamat dan tidak bersekolah dengan total persentasenya yakni 81,86 % 1.917 jiwa.

4.1.5. Penduduk Berdasarkan Agama

(16)

Tabel 4.6

Komposisi penduduk berdasarkan agama

No Agama Jumlah Persentase (%)

1. Islam 1.823 77,83 %

2. Kristen 304 12,99 %

3. Katholik 215 9,18 %

Total 2.342 100 %

Sumber: Data Kantor Kepala Desa

Apabila dilihat dari tabel diatas, maka hampir seluruh penduduk di Desa Bakti Mulya ini memeluk agama Islam yakni hampir mencapai 80 %. Kehidupan beragama di Desa ini lebih di warnai oleh nilai-nilai Islami, namun begitu masyarakat di Desa ini cukup memiliki rasa toleransi. Warga Desa yang menganut agama Islam mendiami dusun I, dusun III dan sebagian kecil pada dusun II. Warga Desa yang menganut agama Kristen sebanyak 12,99 % dan keseluruhannya mendiami dusun IV . Sedangkan sisanya adalah menganut agama Katholik yang banyak tinggal di dusun II.

4.2. Profil Informan

1. Nama : Jumiran

Umur : 47 tahun

Lama Tinggal : 29 tahun

Luas Lahan : 7 Hektar

(17)

lahan miliknya saja, tetapi ia juga memanfaatkan waktu luangnya dengan melakukan berbagai kegiatan lain, yang dapat menjadi pengahasilan tambahan baginya kelak. Bapak Jumiran bukan asli warga Desa Bakti Mulya, ia lahir dijawa lalu memutuskan untuk merantau ke daerah Jambi dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Bapak Jumiran menjadi penduduk Desa Bakti Mulya pada tahun 1982, ketika ia menikahi seorang gadis asli Desa Bakti Mulya lalu kemudian mereka tinggal di dusun II, Desa Bakti Mulya.

Bapak Jumiran dan istri bersuku jawa dikaruniai 4 orang anak, 3 orang perempuan dan 1 orang laki-laki. 2 orang anaknya perempuan sudah menikah dan memiliki anak, hal ini dikarenakan umumnya warga Desa Bakti Mulya menikah pada usia muda. Sementara putri bapak Kastari yang masih bungsu saat ini masih Sekolah dibangku SMA. Ketiga orang anak Bapak Kastari telah menamatkan pendidikannya hingga bangku SMEA dan STM. Hal ini cukup baik, karena tidak banyak anak dari tetangganya yang mau menamatkan pendidikannya hingga jenjang SMA. Bapak Kastari menginginkan anak-anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik darinya, tetapi hanya tamatan STM anaknya hanya bekerja sebagai buruh pabrik dan sekarang juga telah berhenti. Sementara dua oarang anak perempuannya telah menikah dan sibuk mengurus keluarganya. Hanya anak perempuannya yang bungsu menjadi harapan terakhir baginya untuk dapat lebih maju.

(18)

lain selain sebagai petani. Sebenarnya ia ingin sekali merubah nasibnya tetapi karena pendidikan yang dimilikinya, ia tidak memiliki kesempatan untuk bekerja yang lain selain sabagai petani, tetapi walaupun hanya seorang petani sawit kehidupannya sudah cukup sejahtera dan tercukupi. Dahulu ketika masih muda untuk mencari tambahan uang belanja dan biaya Sekolah anaknya, Pak Jumiran masih sering menjadi tukang panen di lahan milik orang lain dan istrinya membantu dengan berjualan bakso. Namun karena usianya tidak muda lagi, sekarang ia hanya memilih menjadi petani sabagai pekerjaan utamanya.

Bapak Jumiran memiliki ladang sendiri seluas 7 hektar tetapi tempatnya berbeda-beda. Dalam menanam sawit di ladanganya ia dibantu oleh anak laki-lakinya, sementara istrinya sudah tidak dapat lagi membantunya di ladang. Tetapi ketika ia dan anaknya sudah keletihan atau sedang ada kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan, biasanya ia menyuruh orang lain untuk memanen sawitnya dengan upah Rp. 60.000 per ton, sementara untuk mendapatkan hasil penen yang baik ia memupuk lahan sawitnya setiap 6 bulan sekali. Untuk perawatan selanjutnya seperti menerbasi rumput dan membersihkan pelepah sawit yang berlebihan, dikerjakannya berdua dengan anak laki-lakinya. Bapak Kastari menghabiskan waktunya untuk bekerja di ladang selama 7 jam perharinya, ia berangkat pada pukul 07.00 s/d 17.00 untuk makan siangnya ia sudah membawa bekalnya dari rumah karena melihat jarak dari ladang ke rumahnya cukup jauh. Sementara hari minggu dihabiskannya untuk beristirahat dirumah dan berkumpul dengan keluarganya.

(19)

“Habis mau dibilang apalagi, kalau hasil penen mengalami trek terpaksa kami harus

menghemat pengeluaran dan terkadang berhutang dulu untuk membeli pupuk dan

membayarnya saat penen sudah kembali normal, belum lagi sering ada kebutuhan mendadak

seperti harus memberi sumbangan untuk hajatan, untuk berobat dan macam-macam lagi”.

(Wawancara 16 Februari 2014).

Menurut Bapak Jumiran menanam sawit menguntungkan karena harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan menanam yang lainnya apalagi disaat harga sawit naik yang biasanya mencapai Rp.1.600 per kg, tetapi menurut beliau hal ini seimbang dengan modal yang dikeluarkan oleh Bapak Kastari untuk menanam sawit. Modal untuk menanam sawit sebenarnya cukup tinggi, selain harus mengeluarkan modal untuk membeli bibit yang bagus, tanaman sawit juga membutuhkan perawatan yang lebih seperti harus dipupuk setiap 6 bulan sekali dan membutuhkan modal yang tidak sedikit untuk membeli pupuk dan disemprot dengan anti hama.

“Untuk nanam sawit, modal awalnya besar bisa sampai puluhan juta apalagi untuk

beli lahannya, itu belum memperhitungkan tenaga kami yang keluar”. (Wawancara Februari

2014).

(20)

penyemprotan pestisida beberapa kali, kerena itu menggolongkannya sebagai tanaman yang cukup sulit dalam perawatannya. Panen sawit biasanya ketika sawit sudah berumur sekitar 5 tahun semenjak ditanam dilahan itu pun buahnya masih kecil-kecil biasanya petani sawit menyebutnya buah pasir dan terkadang buah yang masih kecil-kecil itu harus diberondoli karena takut apabila dijual ke toke tidak laku apabila dalam keadaan utuh.

Berbagai tantangan dalam menjalani pekerjaannya sebagai petani sawit pernah dialaminya, ketika panen yang didapatkannya tidak sesuai. Menurutnya itu merupakan masa yang cukup sulit, bahkan untuk kebutuhan sehari-hari ia harus kasbon ke kedai kerana uang yang didapatkan dari hasil panen tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Ia juga mengeluhkan seringkali kesulitan mencari pupuk, kalaupun ada ada harganya cukup mahal. Bantuan dari dinas pertanian sebenarnya juga ada yang diberikan kepada kelompok tani untuk disalurkan bagi anggotanya, dan itu biasanya berupa pupuk subsidi tetapi menurutnya bantuan pupuk subsidi tersebut tidak selalu ada, dan jumlahnya juga terbatas biasanya hanya 3 goni.

(21)

2. Nama : Jalaludin

Usia : 43 tahun

Lama Tinggal : 25 tahun

Status : menikah

Luas Lahan : 4 hektar

Bapak Jalaludin merupakan warga pendatang yang melakukan transmigrasi ke daerah Jambi dan menetap di desa Bakti Mulya sejak tahun 1989, ia adalah suku jawa. Bapak Jalaludin menikah tahun 1996 dan beristrikan warga asli desa Bakti Mulya. Ia di karunia dua orang anak, yang pertama adalah laki-laki berusia 14 tahun dan masih duduk dikelas 2 SMP, dan anak bungsunya perempuan masih berusia 6 tahun. Bapak Jalaludin sudah sejak kecil diajarkan orang tuanya untuk bertani. Bertani merupakan kemampuan yang dikuasinya, sehingga menjadi mata pencaharian utamanya. Bapak Jalaludin tidak memiliki pekerjaan lain selain bertani ataupun berusaha mencoba pekerjaan yang lain, buatnya petani merupakan pilihan utama pekerjaan untuknya kerena ia sadar pendidikannya tidaklah tinggi dan bertani merupakan keahlian yang dimilikinya untuk mencari nafkah. Kerena hanya bertani sawit kemampuannya, maka bapak Jalaludin berusaha maksimal untuk melakukan pekerjaannya, ia menginginkan anaknya memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari pada yang hanya tamat SMP dan istrinya yang tamatan SMA.

(22)

kerena ia berpikir bahwa dengan berkebun kelapa sawit dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Kondisi lahan yang dimiliki bapak Jalaludin sampai saat ini tidak mengalami penyusutan karena ia tidak ada sedikit pun untuk menjual lahan sawit miliknya,malah ia berkeinginan untuk membeli beberapa hektar tanah lagi dan di tanam bibit sawit yang baru.

Bapak Jalaludin mengatakan ia senang selama menjadi petani sawit, karena dari bertani kelapa sawit ia dapat menghidupi keluarganya dan dapat menyekolahkan ke dua anaknya, sebenarnya lahan sawit yang ia miliki untuk saat ini sudah cukup kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan membayar uang sekolah anaknya, kerena saat ini anaknya masih duduk dibangku SMP dan anaknya paling bungsu baru akan masuk SD, jadi menurutnya untuk saat ini beban hidupnya belum terlalu berat. Bapak jalaludin pergi ke ladang hampir setiap hari, ia biasanya berangkat dari rumah pukul 09.00 Wib dan pulang ke rumah sekitar pukul 17.00 Wib. Setiap hari ia membersihkan rumput-rumput yang berada di sekeliling batang kelapa sawitnya kerena hama rumput tersebut dapat menyerap makanan dari sawit tersebut, dan ia melakukan penyemprotan apabila rumput-rumput sudah mulai tinggi dan agak sulit untuk membunuh sampai ke akarnya bila hanya di terbas dengan menggunakan parang/arit. Biasanyac pada saat anak pak Jalaludin yang SMP sedang libur ia mengajak anaknya ke ladang umtuk membantunya membersihkan lahan sawitnya, karena melihat umur anaknya yang masih kecil ia hanya menyuruh anaknya untuk mencabuti rumput yang tumbuh disekitar batang kelapa sawitnya.

(23)

diladangnya ini, terkadang ia dibantu oleh istri dan anak laki-lakinya. Hal ini dilakukannya agar lebih mengirit pengeluarannya, dari pada ia harus mengeluarkan biaya ekstra jika harus mengupah lebih banyak orang lain untuk menanam di ladangnya dan juga waktu yang lebih efesien dalam mengerjakannya. Untuk pekerjaan lainnya seperti memberikan pupuk dilakukannya bersama dengan anaknya. Jika semua pekerjaan tersebut sudah selesai, maka sudah tidak banyak lagi yang dapat dilakukan diladang sawitnya tersebut. Pekerjaan selanjutnya hanya merumputi ladangnya atau membersihkan rumput atau gulma yang menganggu tanaman sawitnya, dan itu hanya dilakukan satu atau dua kali saja. Setelah itu Bapak Jalaludin hanya mengawasi tanaman padinya saja agar tidak diganggu oleh babi hutan.

(24)

“sebenarnya jika dibandingkan dengan petani sawit lain yang banyak anaknya,

wajar mereka berusaha keras kerena hasil dari ladang yang hanya 1 atau 2 hektar tidak

cukup untuk keluarga mereka. Tetapi saya ini tidak mau egois walaupun jika hemat

pengeluaran bisa dicukup-cukupi. Kemampuan saya bertani, ya bertani lah yang saya

kerjakan, karena ini semuanya untuk masa depan keluarga agar bisa Sekolah tinggi

nantinya.” (Wawancara Februari 2014).

Pada sebagian lahannya yang sudah menghasilkan buah atau usia produktif biasanya Pak Jalaludin melakukan pemanenan 2 minggu sekali dan ia memanen sendiri hasil dari ladangnya, dan biasanya ia meminta bantuan orang lain untuk membantunya mengangkati buah sawitnya dengan menggunakan ledok/sorong untuk di bawa ke TPH. Pak Jalaludin biasanya mengupah pekerjanya dengan bayaran Rp.70.000/ ton nya. Terkadang apabila anak laki-lakinya sedang libur sekolah biasanya ia mengajak anaknya untuk membantunya mengumpulkan brondalan, sayang jika brondolan nya tidak dikumpulkan, karena lumayan untuk menambahi hasilnya. Hasil penen yang didapat biasanya langsung dijual kepada tauke sawit, setelah selesai memanen Pyuak Jalaludin langsung menelepon tauke yang biasa di penggil tauke Juntak, ia sudah biasa menjual hasil penennya kepada tauke tersebut karena cuman itu satu-satunya tauke sawit yang biasanya membeli sawit para petani sawit yang di Desa Bakti Mulya.

“ Biasanya saya manen sawit setiap 2 minggu sekali, dan saya menjual hasil penen

ke tauke marga Simanjuntak, saya menjual ke dia kerena kalau saya siap manen ia langsung

saya telepon dan langsung cepat datang jadi saya tidak menunggu lama, dan harga yang dia

kasih pun lebih tinggi di bandingkan tauke sawit yang lain, jadi saya senang menjual hasil

panen saya ke tauke Juntak”.

(25)

Pengeluaran keluarga kecilnya cukup banyak untuk uang belanja, uang jajan anak-anak, disan lainnya, per harinya mencapai Rp.40.000, itu belum termasuk membayar uang listrik, uang wirid dan uang SPP anak tiap bulannya, serta pengeluaran tak terduga lainnya. Dalam setiap bulannya jika ia dan istrinya mengakalkulasi pengeluarannya, bisa mencapai Rp.1.500.000. Upaya penghematan pengeluaran cukup sering ia lakukan dan istrinya, hanya saja terkadang pengeluaran yang tidak direncanakan membuat pengeluarannya semakin banyak apalagi disaat buah mengalami trek atau hasil nya menurun drastis, seperti misalnya dalam sebulannya ia mendapatkan undangan pesta minimal 4 kali dan itu wajib untuk dihadiri mereka. Terkadang karena kebutuhan yang banyak dan serba mahal membuat istrinya harus dapat mengatasinya dan berusaha menghemat pengeluaran, seperti berhemat-hemat ketika belanja disaat buah sawit mengalami trek.

(26)

3. Nama : Sahpudin Usia : 41 Tahun Lama Tinggal : 10 tahun Status : Menikah Luas Lahan : 2 hektar

Bapak Sahpudin lahir dan besar di Simpang Kawat Kabupaten Tanjung Jabung Jambi, ia tinggal di Desa Bakti Mulya semenjak 10 tahun yang lalu, tepatnya sejak ia menikahi seorang gadis dari desa daerah Kota Baru Jambi. Ia tinggal di Desa ini bersama istrinya semenjak menikah, dan mereka tinggal dirumah peninggalan orang tuanya. Pak Pudin memiliki dua orang anak perempuan dari pernikahannya, yang pertama berusia 6,5 tahun bersekolah di SDN 173 Muaro Jambi dan duduk di kelas 1, anak yang kedua masih berusia 3,5 tahun. Pak Pudin bekerja sebagai petani semenjak ia kecil. Semenjak kecil ia telah membantu orang tuanya diladang, tetai pada saat itu orang tuanya memiliki ladang karet, hal ini karena ia adalah anak laki-laki maka orang tuanya mewajibkannya untuk membantu diladang sehabis pulang Sekolah. Kerena semenjak kecil telah diajarkan untuk bekerja diladang, membuatnya tidak mau untuk melanjutkan Sekolah ke tingkat yang labih tinggi. Ia hanya menamatkan Sekolah hingga tingkat SMP saja, dan ketika diminta orang tuanya untuk melanjutkan hingga ke tingkat SMA ia menolaknya. Saat itu ia berpikir jika ia sudah mampu bekerja dan menghasilkan uang sendiri, maka ia tidak perlu lagi melanjutkan Sekolah, dan selanjutnya ia bekerja diladang milik orang tuanya.

(27)

petani sawit yang penghasilan nya tidak menentu. Saat masih lajang ia pernah bekerja dikota sebagai pekerja bangunan, tetai dengan gaji yang kecil dan resiko cukup besar membuatnya meninggalkan pekerjaan tersebut. Belum lagi biaya hidup di kota yang ternyata lebih mahal daripada di Desa, membuat keputusannya semakin bulat untuk pergi ke desa dan memilih pekerjaannya sebagai petani sawit.

Setelah memutuskan tinggal di Desa Bakti Mulya ia bekerja diladang sebagai petani sawit. Setelah ia menikah dan tinggal di desa Bakti Mulya, ia pun membeli lahan sawit sebanyak 2 hektar. Saat ia telah menikah, maka ia tidak hanya memikirkan kebutuhannya seorang tetapi sudah ada tanggungan bagi dirinya yaitu istrinya dan anaknya setelah mereka dikaruniai anak. Sawit yang dimiliki Pak Pudin lokasinya kurang bagus karena lahan nya yang tidak rata dan agak sedikit berbukit, kerena ia merupakan warga pendatang yang belum lama tinggal di desa tersebut, jadi pada saat memanen pun ia sulit untuk mengangakagigitinya menggunakan ledok kerena kondisi tanah yang tidak rata. Pada saat hujan turun deras lahan sawit yang dimiliki Pak Pudin mengalami banjir karena lokasinya juga yang berdekatan dengan sungai jadi pada saat musim hujan dan pada saat waktu memanen ia kesulitan untuk mengambil buahnya karena kondisi lahan yang banjir. Kondisi ini terkadang membuat Pak Pudin ingin menjual lahan sawit miliknya dan menggantinya dengan membeli lahan sawit yang lokasinya bagus, akan tetapi karena sulitnya saat ini untuk mencari lahan sawit yang mau dijual terkecuali ia harus membeli tanah yang sangat jauh dari tempat tinggalnya dan membuka lahan sawit di lokasi tersebut.

“ginilah sawit yang kami punya dek, ngga bagus tempatnya, kadang aku nih malas

nian nengok sawit ini, mau manen pun kadang susah karena bukit-bukit nih, cepat kali

capeknya kalau ngeledokinya ke TPH, apalagi kalo udah musim hujan, banjir lah semua,

(28)

gitu aja karena banjir. Kami nak jual ladang nih, mau beli yang lain, tapi susah nian nyari

sawit sekarang orang nak jual, kalo mau beli tanah pun harus jauh lah ke pedalaman sano.

(Wawancara Februari 2014)

Istri dari Pak Pudin memang tidak banyak membantu pekerjaannya di ladang kerena ia memang tidak terbiasa untuk bekerja di ladang, hanya sesekali membantu menerbas rumput di ladangnya. Tetapi istri Pak Pudin juga ikut membantu suaminya dalam mencari nafkah, memang tidak banyak pendapatannya tetapi cukup membantu untuk menambah uang belanja ataupun untuk jajan anaknya. Di pekarang rumahnya istri Pak Pudin berjualan bensin eceran, dalam seharinya ia mampu menjual minimal 15 liter bensin dengan untung per liternya sebanyak Rp.500. Selain itu ia sesekali membantu warga yang membutuhkan bantuannya untuk membantu-bantu dirumahnya, seperti:mencuci, menyetrika ataupun pekerjaan rumah tangga lainnya.

(29)

pekerjaan yang jauh lebih baik agarb kehidupan anak-anaknya kelak lebih sejahtera. Tetapi sekarang anaknya masih kecil-kecil, masih banyak hal yang harus dilakukan oleh Pak Pudin untuk mewujudkan keinginannya. Saat ini tugas dari Pak Pudin dan istrinya adalah mendidik anaknya dengan budi pekerti yang baik, berusaha memberikan pendidikan formal yang cukup agar kelak mereka dapat hidup lebih baik daripada kedua orang tuanya.

Tinggal di Desa Bakti Mulya menurutnya tidak jauh berbeda daripada Desa tempat kelahirannya di Simpang Kawat, hanya saja di tempat ia lahir bertani karet. Kehidupan masyarakatnya sebagian besar bergantung pada pertanian kelapa sawit, dengan tingkat kekerabatan yang cukup erat kerena budaya orang di Desa yang tingkat kepeduliannyabmasih tinggi. Diwadahi oleh STM perwiridan sehingga antar warga Desa saling mengenal dengan baik dan yang lainnya ataupun kebiasaaan saling membantu antar warga yang membuat budaya gotong royong masih terlaksana.

4. Nama : Pak Suwandi Usia : 49 tahun Lama Tinggal : sejak Lahir Status : menikah

Luas Lahan : 4 hektar

(30)

ini masih duduk di bangku SMA kelas 2. Anak ketiganya saat ini masih SMP dan anak bungsunya masih kelas 1 SD.

Pak Suwandi bersama keluarganya tinggal dirumahnya sendiri yang merupakan pemberian dari mertuanya. Awalnya rumahnya merupakan semi permanen, tetapi sedikit demi sedikit ia mampu membangun rumahnya maskipun tidak terlalu besar. Mereka memiliki ladang seluas 4 hektar, sebagian merupakan pemberian pemerintah di masa pemerintahan Suharto dulu. Dahulu mereka hanya memiliki ladang seluas 2 hektar, sehingga untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka agak sulit kerena melihat harga sawit dulu tidak semahal sekarang. Pada masa itu ibu Ngatilah juga sering membantu Bapak di ladang, ketika sawit mereka sudah mulai menghasilkan/berbuah ia membantu untuk mengutipi brondolan yang berserakan. Pak Suwandi memiliki anak laki-laki, ketika itu anaknya yang bungsu belum lahir dan anak ketiga Pak Kasiman masih balita. Kedua orang anak laki-laki nya juga terkadang diajak Pak Kasiman ke ladang untuk membantunya sehingga pekerjaan mereka menjadi labih ringan.

(31)

Setelah kepulangannya dari bekerja di Malaysia, Ibu Ngatilah dan suami kembali bekerja di ladang mengurusi lahan sawit mereka. Setelah ia pulang bekerja di Malaysia ia berhasil membeli ladang seluas 2 hektar, Pa hanya bekerja di ladang sawitnya milik sendiri, dan Pak Suwandi tidak lagi bekerja upahan di ladang milik orang lain. Setahun sebelumnya Ibu Ngatilah baru saja memulai berjualan makanan-makanan ringan dan menjual minyak bensin eceran di halaman rumahnya, keuntungan yang didapatkan olehnya cukup untuk menambah penghasilannya. Sehingga Pak Suwandi sudah mulai tidak sehat, sang istri memutuskan agar suaminya tidak terlalu kelelahan bekerja diladang. Saat itu Pak Kasiman hanya mengerjakan ladang miliknya dibantu oleh anak pertamannya serta anak ketiganya jika ia telah pulang sekolah atau pada saat libur.

Membuka kios kecil dan menjual bensin eceran di rumahnya dilakukan Ibu Ngatilah untuk menambah penghasilannya sebagai ibu tangga, sekaligus membantu suaminya. Bekerja di ladang buat Ibu Ngatilah tidak ada masalah, tetapi jika harus terus menerus bekerja di ladang tentunya ia sudah tidak seperti saat ia muda. Dengan pendapatan dari berladang yang tidak setiap hari dan juga penghasilan yang didapatkan bergantung dari banyak atau tidaknya panen saat itu dan harga sawit yang naik turun, membuat Ibu Ngatilah mencoba mencari cara yang lain untuk menambah penghasilannya. Membuka kios kecil dan menjual bensin eceran untuk Ibu Ngatilah juga dilakukannya untuk mengisi kegiatannya dirumah agar tidak terlalu banyak waktu terbuang, karena ladangnya telah dikerjakan oleh suami dan anaknya sehingga Ibu Ngatilah tidak lagi banyak kesibukan selain memasak dirumah. Dari kegiatannya berjualan makanan-makanan ringan dan bensin eceran untuk mengisi waktu luangnya sebagai ibu rumah tangga, ternyata hasilnya cukup lumayan untuk menambah uang belanja. Pendapatan bersih ibu Ngatilah per harinya dapat mencapai Rp.100.000.

(32)

Rp.5.000.000-Rp.6.000.000 tetapi jika sawit mengalami trek atau penyusutan hasil, biasanya hasil yang di dapat hanya 2 atau 3 ton dan jika harga sawit sedang turun mereka hanya menerima Rp.2.000.000-Rp.3.000.000 sekali panen.

5. Nama : Pak Rusik Usia : 56 tahun Lama Tinggal :44 tahun Status : Menikah Luas Lahan : 5 hektar

Bapak Rusik tinggal di Desa Bakti Mulya sejak usia 12 tahun atau tepatnya semenjak ia menyelesaikan pendidikan dasarnya hanya sampai tingkat SMP saja, setelah itu ia tidak lagi melanjutkan Sekolah ke tingkat yang lebih tinggi karena ketiadaan biaya. Bapak Rusik menikahi seorang gadis asal Sarolangun bernama Samsiah pada tahun 1980, saat itu ia berusia 25 tahun. Pada pernikahannya tersebut Bapak Rusik dan Ibu Samsiah dikaruniai 4 orang anak, seorang anak perempuan dan 3 orang anak laki-laki. 2 orang lagi masih Sekolah masing-masing SMA dan SD. Anak kedua Bapak Rusik adalah seorang putri, telah menikah dan tinggal berbeda dengan Bapak Rusik.

(33)

hektar sawitnya mampu dipanennya sebanyak 2-3 ton sekali panen, jika musim kemarau dan buah mengalami trek hasilnya tidak sebanyak itu.

Hasil panen yang didapatkan merupakan harapan kelangsungan hidup Bapak Rusik. Meskipun demikian ia sangat menyadari hasil panen dari ladang sawitnya apabila mengalami trek terpaksa keluarga Bapak Rusik harus menghemat pengeluaran rumah tangganya. Biasanya Bapak Rusik pergi ke ladang sekitar pukul 10.00 Wib untuk membersihkan dan melihat keadaan lahan miliknya, tetapi ini ia lakukan tidak setiap hari dalam seminggu biasanya Pak Rusik ke ladang sebanyak 3 atau 4 kali. Apabila ke ladang biasanya Pak Rusik membawa parang panjang dan egrek/dodos untuk memotong/menunas pelepah sawit yang tumbuh berlebihan di sekitar pokok kelapa sawit dan menerbas rumput-rumput dan pohon yang tumbuh secara liar di sekitar lahan sawit miliknya. Untuk makan siang biasanya Pak Rusik membawa bekal dari rumah agar tidak repot untuk pulang ke rumah dulu. Setelah selesai melakukan pekerjaannya di ladangnya Pak Rusik pulang ke rumah sekitar pukul 17.00 Wib, pekerjaan ini menurut ia bukan merupakan beban atau pekerjaan yang sulit karena selain untuk mencari nafkah pekerjaan bertani juga merupakan kegiatan untuk membuang suntuk atau rasa bosan jika hanya diam di rumah saja. Sebenarnya Pak Rusik bisa saja mempekerjakan orang lain untuk mengurus ladang miliknya seperti yang dilakukan beberapa petani sawit lainnya, tetapi karena bertani merupakan hobi baginya jadi lebih baik ia melakukannya sendiri.

(34)

sulungnya tetapi anaknya hanya membantu mengangkati/meledoki ke TPH. Pak Rusik menerapkan hal tersebut agar ketiga anak laki-laki Pak Rusik terbiasa mandiri dan mau bekerja, serta anak-anaknya mampu menghargai jerih payah yang sudah dilakukan oleh orang tua nya. Istri Pak Rusik tidak banyak membantu di ladang, karena ia tidak terbiasa bekerja di ladang sehingga ia hanya melakukan pekerjaan rumah tangga saja.

(35)

6. Nama : Ilham Usia : 39 tahun Lama Tinggal : Sejak Lahir Status : menikah Luas Lahan : 2 hektar

Bang Ilham merupakan warga asli Desa Bakti Mulya, karena ia lahir dan dibesarkan di Desa tersebut. Pada 15 tahun yang lalu Bang Ilham menikah dengan seorang gadis yang juga berasal dari Desa tersebut bernama Raihanun. Dari pernikahannya, Bang Ilham memiliki 2 orang anak dan seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Anak pertama Bang Ilham bersekolah di kelas 2 Mts, Anak kedua Bang Ilham duduk di bangku kelas 5 SD dan anak perempuan bungsunya masih Sekolah di TK. Bang Ilham dan Kak Raihanun menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan yang lebih baik daripada kedua orang tuanya yang hanya tamat SMP dan SMA.

(36)

sehari karena melihat waktu yang sudah terlalu sore ia melanjutkan pekerjaannya keesokan harinya.

Bang Ilham bekerja di ladangnya dengan dibantu oleh istri dan anak pertamanya, sebab jika harus mengupah orang lain untuk bekerja di ladangnya, maka ia akan kesulitan untuk membayarnya. Belum lagi ketika sawit mengalami trek/penyusutan hasil panen dan belum lagi pada waktu ia harus mengeluarkan modal untuk membeli pupuk, racun untuk rumput, dan sebagainya. Hal yang cukup memberatkan bagi Bang Ilham adalah ketika pupuk yang akan digunakan sulit dicari, jika kondisinya sudah seperti itu harga pupuk akan semakin tinggi. Bantuan dari pemerintah jarang didapatkan oleh Bang Ilham sebagai petani, baik itu berupa pupuk ataupun penyuluhan dari dinas pertanian setempat. Jikalau ada biasanya bantuan yang diberikan juga sangat terbatas dan disalurkan melalui kelompok tani yang ada.

Untuk mengehemat pengeluaran sekaligus juga agar anaknya terbiasa untuk bekerja, ia mewajibkan anak laki-lakinya untuk membantunya di ladang ketika telah pulang dari sekolah. Raihanun juga turut membantu Bang Ilham di ladang, ketika seluruh tugas rumah tangganya sudah selesai dikerjakan ia akan ikut membantu Bang Ilham di ladang jika pekerjaan di ladangnnya sedang banyak. Bang Ilham hingga saat ini masih sering bekerja sebagai tukang panen di ladang milik orang lain. Ada sebagian warga yang memiliki lahan sawit yang cukup luas sering mengupah jasa orang lain untuk bekerja di ladangnya, biasanya pemilik ladang mengupahkan orang lain untuk memanen, merumput, dan menunas pelepah di ladangnya. Bang Ilham sadar kebutuhan hidup semakin banyak dan mahal, jika hanya mengandalkan hasil panen dari ladangnya yang tidak luas apalagi jika hasil panen yang menurun. Menjadi tenaga upahan di ladang milik orang lain merupakan salah satu alternatif yang dijalankan Bang Ilham, disaat pekerjaan di ladangnya telah selesai.

(37)

baginya untuk lebih produktif. Apabila pekerjaan di ladangnya telah selesai dan tidak ada lagi orang lain yang menyuruhnya untuk membantu di ladang, maka Bang Ilham memanfaatkan waktunya dengan mencari pekerjaan lain yang mampu dikerjakannya. Seringkali juga Bang Ilham mencari ikan di sungai atau parit besar dengan menggunakan jaring atau menggunakan setrum. Mencari ikan dimanfaatkan Bang Ilham untuk mencari kegiatan di sela-sela waktunya yang kosong, hasil tangkapannya diberikan kepada istrinya untuk dimasak.

Dalam mendidik anak-anaknya Bang Ilham mengajarkan pentingnya nilai-nilai agama dan norma, selain itu baginya mengenyam pendidikan formal sangat diutamakan. Bang Ilham menginginkan anaknya mampu memiliki yang labih tinggi, agar kelak masa depan mereka akan lebih baik. Meski Bang Ilham mewajibkan anak lelakinya membantu di ladang, ketika telah pulang sekolah tetapi tidak berarti akan mengabaikan sekolah mereka. Setelah pulang membantu di ladang anak-anak Bang Ilham wajib untuk belajar mengulang pelajaran mereka saat di sekolah. Membantu di ladang tidak setiap hari dilakukan anak-anak Bang Ilham, hanya ketika pekerjaan di ladang sedang banyak yakni ketika panen, anaknya di suruh untuk mengumpulkan brondolan yang berserakan, selebihnya mereka tidak perlu bekerja di ladang. Bang Ilham membiasakan anak-anaknya untuk membantu di ladang, agar mereka terbiasa untuk bekerja keras dan manghargai jerih payah orang lain.

(38)

Tabel 4.7

Kelendar Harian Petani

No. Kegaiatan / Aktivitas Jumlah (jam)

1. Bekerja di ladang 5 jam (pkl

07.00-12.00)

2. Istirahat 2 ½ jam (pkl 12.00-

14.30)

3. Kembali ke ladang 1 ½ jam (pkl 14.30-

16.00

4. Aktivitas lain (mengurus ternak,dll) 2 jam (pkl 16.00-18.00)

5. Istirahat 13 jam (pkl

18.00-07.00)

Jumlah 24 jam

Sumber: Hasil wawancara Februari 2014

4.3. Interpretasi Data

4.3.1. Bertani Sawit Sebagai Mata Pencaharian

(39)

subsistem semakin berkembang dengan mengenal sistem pasar, meskipun sebagian petani masih menjalankan sistem pengolahan lahan yang bersifat tradisional.Sistem pertanian subsistem yang menjalankan aktivitas tani sebagai pemenuh kebutuhan dasar keluarga saja semakin berkembang, kelebihan hasil pertanian mulai dijual kepada orang yang membutuhkan.

Sektor pertanian menjadi salah satu mata pencaharian utama pada sebagian masyarakat yang tinggal di pedesaan, hal ini juga dikarenakan ketersediaan lahan di Desa yang lebih memungkinkan individu untuk bercocok tanam dibandingkan dengan kondisi di kota. Kegiatan bercocok tanam yang dilakukan adalah menanam kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Kondisi demikan dapat digambarkan oleh warga Desa Bakti Mulya yang sebagian besarnya memiliki mata pencaharian sebagai petani sawit..

Mayoritas warga di Desa Bakti Mulya memiliki mata pencaharian sebagai petani sawit.Keahlian yang dimiliki oleh petani ketika melakukan aktivitas bertani telah dikuasai mereka semenjak kecil, karena orang tua mereka membiasakan mereka untuk bekerja di ladang.Bertani sawit telah menjadi pilihan utama mereka dalam mencari nafkah karena mereka telah menguasai cara-cara bertani semenjak kecil.Petani menjadi pilihan mata pencaharian bagi mereka sebab dilatar belakangi faktor pendidikan mereka.

(40)

keistemewaan tersendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan (minyak goreng, margarin, vanaspati, lemak,dan lain-lain), tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan nonpangan (gliserin, sabun, deterjen, BBM, dan lain-lain) (Hadi, 2004: 1-5).

Hal tersebut menyebabkan penjajah Belanda pada saat itu menerapkan sistem perkebunan kelapa sawit di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di pulau Sumatera. Bercocok tanam mengelola lahan/tanah atau biasa disebut dengan bertani merupakan mata pencaharian utama yang dilakoni oleh penduduk desa Bakti Mulya. Kegiatan bertani dilakoni dengan peralatan-peralatan yang masih yang masih sangat tradisional dan dengan luas lahan perorangan ada yang luas dapat mencapai 5-10 Ha dan ada juga yang tidak begitu luas yang rata-rata hanya mencapai 1-2 Ha. Dengan luas antara 1-2 Ha para petani dapat menanam pohon kelapa sawit 135-270 pokok, dengan jarak tanam 4x6 m. Untuk luas 1 Ha biasanya mereka dapat memanen buah kelapa sawit berkisar 1½ ton sekali panen (untuk kebun sawit dengan perawatan yang baik), dalam durasi waktu panen 2 kali sebulan. Terkadang adapula diantara petani yang melakukan 3 kali proses pemanenan buah kelapa sawit dalam sebulan. Hal tersebut dilakukan karena keperluan konsumsi rumah tangga yang mendesak. Akan tetapi, tidak semua kebun kelapa sawit dapat menghasilkan jumlah produksi sawit per hektarnya 1½ ton, semuanya tergantung pada tingkat perawatan dan pengelolaan dari kebun kelapa sawit itu sendiri. Sementara itu hasil yang didapatkan dari perkebunan kelapa sawit akan dijual dengan harga yang berbeda yang sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan keadaan pasar. Harga buah kelapa sawit saat ini mencapai Rp.1.500 per kg. Apabila dikalkulasikan dengan luas tanah 1 Ha dengan produksi panennya sekitar 1 ton, maka para petani akan menerima pendapatan sebesar Rp.1.500.000,00 persekali panen.

(41)

Ha, tetapi produksi panennya tidak akan mencapai 1½ ton per hektarnya. Hal ini di akibatkan oleh sistem pemanenan yang tidak sesuai dengan masa panennya. Mereka melakukan pemanenan buah kelapa sawit tidak sesuai dengan jadwal panen seharusnya. Sistem panen yang demikian dapat menyebabkan kekerdilan pada pohon kelapa sawit, yang membuat pohon atau batang menjadi kecil dan runcing sehingga mengakibatkan terhambatnya pembuahan pada kelapa sawit (dikenal dengan istilah trek buah). Apabila telah terjadi trek

buah maka produksi panen akan menyusut. Penyusutan dapat mencapai jumlah yang sangat

besar, misalnya dalam 1 Ha yang semulanya dapat menghasilkan 1 ½ ton, kemungkinan dapat menyusut hingga 400-600 per kg.

Pekerjaan petani tidak hanya dilakukan oleh kepala keluarga ataupun yang disebut suami (ayah), tetapi anak-anak mereka juga ikut berperan dan membantu orang tuanya dalam bercocok tanam meskipun pengetahuan yang mereka miliki masih sangat terbatas. Sementara itu, istri mereka kebanyakan menghabiskan waktunya untuk mengurusin pekerjaan rumah tangga. Bertani juga merupakan salah satu mata pencaharian yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah daratan yang hidupnya hanya tergantung kepada alam. Hal tersebut juga terjadi kerena melihat pendidikan mereka yang rendah dan daerah di desa ini hanya cocok di tanam kelapa sawit. Kegiatan pertanian ini berlangsung sebagai kegiatan rutinitas masyarakat petani untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

(42)

parang panjang, babat, ledok/angkong, pupuk serta sistem pengetahuan yang mereka miliki

tentang bagaimana cara mereka merawat kebunnya. Sistem pengelolaan yang mereka lakukan dengan peralatan tersebut di atas merupakan sistem pengelolaan yang masih bersifat sederhana/tradisional.

Menurut Ellis (1988) dalam bukunya Peasant Economics, Farm Households And

Agrarian Development mengemukakan bahwa ekonomi subsistem meliputi tiga unit :

1. Aktivitas ekonomi adalah sebagai pekebun (farmer)

2. Tanah sebagai basis ekonomi

3. Pekerja berasal dari keluarga yang tidak dibayar.

4.3.2. Panen dan Sistem Pemasaran Kelapa Sawit

Dalam budidaya pertanian, penen merupakan puncak yang ditunggu-tunggu karena dari penen itulah petani memperoleh keuntungan.Pada perkebunan kelapa sawit milik rakyat, penen merupakan tahap akhir dari pengelolaan perkebunan, kerena TBS langsung dijual ke pabrik atau ke kebun inti di sekitarnya.

Proses panen yang dilakukan oleh petani kelapa sawit meliputi tiga kegiatan utama yang saling terkait, yaitu ;pertama, memetik atau memotong tandan buah yang telah masak ; kedua, mengumpulkan brondolan disekitar batang dan membawanya bersama TBS yang telah dipanen ke TPH ; ketiga, melakukan proses transaksi penjualan ke pihak agen atau tauke.

(43)

a. Dodos, yaitu alat pemotong tandan yang digunakan untuk memanen kelapa sawit pada

kelompok umur 1- 5 Tahun

b. Egrek atau arit bertangkai panjang, digunakan untuk memotong tandan buah kelapa sawit

pada kelompok umur 6 tahun ke atas.

c. Gancu, merupakan perlengkapan panen yang bentuknya menyerupai kail bertangkai,

digunakan untuk mengangkat dan mengumpulkan TBS.

d. Keranjang alat pikul, digunakan sebagai wadah untuk memikul atau membawa TBS

keluar dari petak areal.

e. Gerobak dorong,digunakan sebagai pengganti keranjang atau alat pikul dalam membawa

TBS. Gerobak dorong ini memiliki roda tiga dan digunakan pada areal perkebunan datar. f. Batu asah, yaitu berguna untuk mengasah dodos atau egrek agar tampak lebih tajam.

Sementara itu, setelah proses pemanenan selesai maka biasanya para petani kelapa sawit pergi kembali pulang ke rumah masing-masing. Para petani akan memberikan informasi kepada agen atau Tauke bahwa mereka telah lakukan panen sawit di kebunnya. Dari informasi itu akan jam berapa pihak tauke akan pergi ke lahan kebunnya untuk menimbang hasil panen sawit mereka. Namun ada juga diantara petani yang mengangkut sendiri hasil penennya dan segera mengantarkannya langsung ke rumah agen atau tauke.Hal ini disebabkan lahan perkebunan kelapa sawit milik mereka tidak dapat dimasuki oleh kendaraan beroda empat atau truk milik tauke.

4.3.3. Jam Kerja

(44)

bersama keluarga dan makan bersama.Setelah beristirahat, sekitar pukul 14.30 WIB, mereka kembali ke kebun untuk melihat tanaman sawitnya yang telah di tanam saat pergi tadi.Namun mereka tidak pernah berlama-lama, kerena mereka harus kembali ke rumah untuk berkumpul dan melakukan aktivitas lainnya bersama-sama.

Terkadang jam kerja para petani sawit di Desa Bakti Mulya juga tidak menentu, ada sebagian diantara mereka yang bekerja mulai pukul 10.00 WIB atau bahkan ada yang mulai bekerja di kebunnya pada sore hari yakni pada pukul 15.00 WIB. Hal ini dilakukan karena dalam perawatan kebun kelapa sawit tidak memerlukan rutinitas kerja yang seperti biasanya yang dilakukan oleh petani-petani lainnya. Biasanya, hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan petani kelapa sawit mencakup: pemotongan rumput, pembersihan kelapa sawit, dan pemupukan. Sistem perawatan yang demikian, berdasarkan keterangan dari beberapa in seforman tidak membutuhkan pengawasan ataupun jam kerja yang bersifat rutinitas.

4.3.4. Bentuk Hubungan Sosial Yang Terjalin atas Mata Pencaharian sebagai Petani Kelapa Sawit.

(45)

lain, dengan tauke dan juga pemilik modal, kerena tanpa petani, tauke maupun pemilik modal mereka tidak dapat melakukan aktivitas untuk mengembangkan usaha perkebunan yang selama ini dijadikan sebagai sumber penghidupan keluarganya. Adapun hubungan tersebut juga terjalin berdasarkan mata pencahariannya masing-masing.

4.3.5. Hubungan Patron-Klien antara Petani Kelapa Sawit dengan Tauke (Pemilik Modal)

Pola pekerjaan petani kelapa sawit merupakan jenis pekerjaan yang keras dengan tingkat penghasilan yang tidak menentu jumlahnya tergantung hasil panen dan perawatan perkebunan. Hal itu sangat menghawatirkan melihat banyaknya kebutuhan-kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh petani sawit, ditambah lagi dengan situasi penurunan harga kelapa sawit.

Ketergantungan petani kelapa sawit terhadap tauke atau pemilik modal kemudian terwujud dalam hubungan patron-klien atau hubungan bapak dan anak, antara tauke dan petani kelapa sawit. Secara tidak langsung dalam hubungan patron-klien ini telah terjadi eksploitasi terhadap petani kelapa sawit, dimana pendapatan patron yang cukup tinggi sedangkan pendapatan klien rendah. Artinya, harga tandan buah kelapa sawit yang dibeli oleh tauke dari para petani sawit cukup rendah sedangkan untuk harga penjualannya ke pasar atau pabrik cukup tinggi.

(46)

yaitu membeli buah kelapa sawit. Karena akan berdampak pada kerugian, jika pun memiliki untung, jumlahnya hanya sedikit, hal ini jauh dari yang diharapkan. Sementara itu mereka mesti membayar gaji para pekerjanya, dan biaya-biaya lainnya seperti kebutuhan terhadap minyak solar untuk kendaraan truk, dan sebagainya. Akan tetapi, karena kedua belah pihak yaitu petani dengan tauke tersebut telah terjalin hubungan yang erat, maka pihak tauke harus rela membantu para petani dengan pinjaman uang atau utangan. Dalam hal ini para petani akan merasa terikat menjadi langganan tetap atas taukenya meskipun harga kelapa sawit yang ditawarkan oleh pihak tauke tersebut jauh lebih rendah dari pada tauke-tauke kelapa sawit lainnya. Para petani kelapa sawit akan merasa berhutang budi terhadap pihak tauke kerena telah memberikannya pinjaman uang pada saat ia benar-benar membutuhkannya.

4.3.6. Hubungan Petani Kelapa Sawit dengan Sesama Petani

Setiap individu yang berada dalam suatu lingkungan kelompok atau masyarakat pasti memerlukan individu lainnya untuk dapat bertahan hidup. Karena individu tersebut merupakan mahluk sosial yang saling tergantung satu sama lainnya. Hubungan yang terjadi antara sesama petani juga terjalin sangat baik. Petani kelapa sawit di desa Bakti Mulya memegang prinsip saling menghargai,saling menghormati, menjunjung rasa solidaritas diantara sesama petani.mereka tidak pernah membeda-bedakan status baik mereka petani lapisan atas ataupun petani lapisan bawah. Kerena mereka sepakat untuk menganggap bahwa petani yang bekerja di kebun itu adalah seperti keluarga sendiri, satu nasib dan sepenanggungan. Hubungan yang harmonis tersebut bukan hanya terjalin dalam lingkungan tempat mereka bekerja, akan tetapi di luar lingkungan kerja juga harus dijaga, apalagi sebagian dari mereka juga ada yang tinggal berdekatan.

(47)

Bekerja sebagai petani sawit dan menjalani kehidupan sehari-hari tidak dapat dipisahkan dari peranan keluarga petani. Petani sawit yang ada di Desa Bakti Mulya umumnya adalah pendatang ataupun mendapatkan ladang dari pemerintah terdahulu dan sisanya mereka beli sendiri. Seiring dengan berjalannya waktu petani sawit tersebut ada yang memiliki tambahan lahan sawit dan ada pula yang tidak. Harga lahan kelapa sawit yang semakin mahal, membuat petani kesulitan untuk membeli lahan sawit baru. Rumah yang petani tempati adalah rumah sendiri, ada yang didapatkan dari pemberian orang tua mereka, dan ada juga yang mereka bangun sendiri serta sebagian kecill ada yang masih menumpang kepada orang tua.

Meskipun sebagian petani sawit di Desa Bakti Mulya merupakan pendatang, mereka sudah tinggal cukup lama di Desa Bakti Mulya, dan menekuni pekerjaan sebagai petani bukan hanya pada saat itu saja tetapi telah dikuasai dan ditekuni sejak mereka kecil. Bertani di ladang dilakukan oleh mereka setiap hari dimulai dari pagi hari pada pukul 07.00 WIB hingga sore hari pukul 05.00 WIB, petani beristirahat dan pulang ke rumah beberapa jam saja hanya pada waktu makan siang sekaligus hanya untuk melaksanakan shalat zuhur. Pada setiap hari minggu merupakan hari libur penuh bagi petani sawit dan sering digunakan petani untuk beristirahat dan berkumpul bersama keluarga.

(48)

mampu menyurutkan keluarga petani, meskipun harus berada pada kondisi sulit tetapi petanin dan keluarga perlahan-lahan mampu bangkit dan memperbaiki keadaan.

Kesulitan untuk mencari pupuk untuk kebutuhan petani saat menanam dan menambah hasil panen, terkadang harga pupuk di pasaran menjadi tinggi ketika ketersediaan pupuk terbatas. Sarana yang digunakan oleh petani sawit masih sederhana dan ada juga yang modern, seperti membersihkan rumput mereka menggunakan babat,parang dan peralatan pemotong rumput yang menggunakan mesin dan untuk memanen petani sawit menggunakan egrek atau dodos.

Umumnya keluarga juga memiliki peranan dalam membantu pekerjaan petani di ladang. Anak laki-laki semenjak kecil telah diajak oleh orang tua mereka untuk membantu bekerja di ladang agar sang anak terbiasa untuk bekerja keras dan mengetahui apa yang dikerjakan oleh orang tua mereka untuk kehidupan mereka. Setiap siang hari pulang sekolah hingga sore hari atau pada saat libur sekolah sang anak diwajibkan untuk bekerja di ladang membantu orang tua mereka, meskipun tidak terlalu lama waktu di ladang tetapi telah membuat mereka terbiasa dan mereka cukup terbiasa dan mereka cukup menguasai pekerjaan tersebut.

(49)
(50)

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Petani dan masyarakat Desa merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan, karena pertanian merupakan mata pencaharian utama bagi masyarakat pedesaan. Mayoritas warga Desa Bakti Mulya sangat bergantung pada sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama mereka. Tanaman kelapa sawit yang menjadi pilihan bagi mereka dalam bercocok tanam. Kelapa sawit merupakan komoditas penting dan strategis di daerah Jambi khususnya di Desa Bakti Mulya, karena sebagian besar masyarakat Desa Bakti Mulya adalah petani sawit, karena bagi mereka sawit yang mereka tanam dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka dan membawa perubahan bagi perekoniam keluarga mereka. Hasil panen dari tanaman sawit tersebut mereka jual, karena kelapa sawit tanaman yang proses panennya cepat,hanya 2 minggu sekali, tetapi proses mulai di tanam hingga berbuah cukup lama.

2. Bekerja bagi sebagian besar petani sawit di Desa Bakti Mulya bukan kegiatan untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarga mereka, tetapi bekerja bagi mereka juga suatu kesenangan dan hobi yang sudah mereka lakukan semenjak kecil yang di tularkan dari orang tua mereka. Bagi petani bekerja juga menjadi aktualisasi dirinya yang di dorong oleh keinginan untuk memanfaatkan lahan sebagai ruang kerja mereka, yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

(51)

pendapatan utama tersebut akan di gunakan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan untuk modal tanam selanjutnya. Petani sawit sangat bergantung pada hasil panen dari sawit yang mereka tanam. Menghadapi kondisi tersebut petani harus memiliki budaya dan semangat kerja yang keras demi keberlangsungan kehidupan keluarganya dan mempertahankan mata pencaharian utamanya. Berbagai sikap kerja mereka lakukan mulai dengan pergi ke ladang setiap pagi, bekerja sebagai buruh panen untuk menambah penghasilan, mengajarkan anak mereka untuk bekerja keras agar menghargai jerih payah orang lain.

4. Memiliki mata pencaharian sebagai petani, tidak terlepas dari peranan anggota keluarga didalamnya. Bagi petani peranan anggota keluarganya merupakan hal yang sangat penting, karena terkadang hambatan-hambatan muncul dalam kehidupan petani.untuk bertahan dan mengatasi hambatan tersebut peranan dan kerja sama dari anggota keluarga sangatlah dibutuhkan. Anggota keluarga bagi petani merupakan aset tenaga kerja dan melakukan sikap kerja dengan mengoptimalkan segala potensi keluarga dalam mengatasi tekanan dan hambatan dalam keluarga mereka.

5.2. Saran

(52)

pencaharian utama mereka dapat terus bertahan guna untuk kesejahteraan dan kemajuan Desa Bakti Mulya.

2. Penyuluhan dan pengawasan yang dilaksanakan lebih intensif oleh petugas dari dinas pertanian setempat sangat dibutuhkan oleh petani. Dengan adanya penyuluhan yang diberikan oeh pihak dinas pertanian untuk teknik bertanam yang baik, pemilihan bibit unggul yang tepat dan sebagainya, akan membantu petani dalam melakukan efesiensi dan meningkatkan hasil produksinya.

(53)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Budaya Kerja

Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai “kerja atau bekerja” (Triguno dalam Prasetya). Setiap fungsi atau proses kerja harus mempunyai perbedaan dalam cara bekerjanya, yang mengakibatkan berbedanya pula nilai-nilai yang sesuai untuk diambil dalam kerangka kerja petani. Seperti nilai-nilai apa saja yang sepatutnya dimiliki, bagaimana perilaku setiap orang akan dapat mempengaruhi kerja mereka, kemudian falsafah yang dianutnya seperti “budaya kerja” yang merupakan suatu proses tanpa akhir.

Fungsi budaya kerja bertujuan untuk membangun keyakinan sumber daya manusia atau menanamkan nilai-nilai tertentu yang melandasi atau mempengaruhi sikap dan perilaku yang konsisten serta komitmen membiasakan suatu cara kerja di lingkungan masing-masing. Dengan adanya suatu komitmen dan keyakinan kuat merefleksikan nilai-nilai tertentu, misalnya membiasakan kerja berkualitas, sesuai standar, atau sesuai ekspektasi, efektif atau produktif dan efisien. Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran petani. Budaya kerja berupaya mengubah komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern, sehingga tertanam semangat kerjasama yang tinggi dan displin.

(54)

hal ini dapat terlaksana dengan baik atau membudaya dalam diri petani, sehingga petani tersebut menjadi tenaga yang bernilai ekonomis, atau memberikan nilai tambah bagi orang lain dan petani. Budaya kerja mempunyai arti yang sangat mendalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Begitu pula budaya kerja yang baik yang dilakukan oleh petani sawit di desa Bakti Mulya akan meningkatkan produktivitas kelapa sawit tiap bulannya.

2.2. Masyarakat Petani

Petani adalah istilah bagi orang yang sehari-harinya bekerja mengolah lahan pertanian dengan bercocok tanam . kegiatan bercocok tanam yang dilakukan adalah menanam berbagai jenis tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Dalam mengolah lahan pertanian mereka menggunakan peralatan-peralatan yang sederhana hingga peralatan modern.

Menurut Firth, petani adalah kelompok sosial yang berbasis pada pertanian. Mata pencaharian mereka diperoleh dengan cara mengolah tanah dan bercocok tanam. Petani yang demikan pada umumnya telah memiliki komunitas yang tetap dan biasanya hidup dalam sebuah komunitas yang dikenal dengan masyarakat desa. Sebagai masyarakat mayoritas yang hidup di pedesaan, petani merupakan masyarakat yang tidak primitif, dan tidak pula modern. Masyarakat petani berada di pertengahan jalan antara suku-bangsa primitif dan masyarakat industri. Mereka terbentuk sebagai pola-pola dari suatu infrastruktur masyarakat yang tidak bisa dihapus (Wolf, 1985: 46-48)

(55)

Selanjutnya Scott dalam buku Heddy (2003 : 74) mengatakan bahwa kehidupan ekonomi masyarakat petani berada sedikit di atas garis subsistensi. Artinya kebanyakan rumah tangga petani hidup begitu dekat dengan batas-batas subsistensi dan menjadi sasaran-sasaran permainan alam serta tuntutan-tuntutan dari pihak luar, maka mereka meletakan landasan etika subsistensi atas dasar pertimbangan Safety First (dahulukan salamat). Menurut Scott keamanan merupakan suatu hal yang penting, sebab petani selalu dekat dengan garis bahaya. Prinsip “dahulukan selamat” mendasari pengaturan teknis, sosial, dan moral dalam masyarakat petani.

Sejarah pertanian telah mencatat bahwa pola pertanian masyarakat awal adalah pertanian subsisten. Mereka menanam berbagai jenis tanaman pangan sebatas untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Perkembangan kultur pertanian berikutnya adalah terbentuknya komunitas-komunitas kecil yang menyerupai desa dalam bentuk dan struktur yang sederhana. Bentuk pertaniannya masih berupa sistem berladang, masyarakatnya tidak bersifat menetap karena berpindah-pindah mengikuti ladang yang baru. Perubahan yang cukup penting adalah berlangsung ketika pergeseran kebutuhan keluarga petani. Satu bentuk interkasi sosial ekonomi yang lebih berkembang terjalin dengan lahirnya uang. Kelebihan hasil pertanian mulai dijual kepada orang yang membutuhkan. Pertanian pun bergeser dari corak subsisten ke pembentukan petani yang mulai mengenal sistem pasar akan tetapi sebagian masih menjalankan sistem pengelolaan lahan yang bersifat tradisional.

2.2 Etos Kerja Petani

(56)

sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Etos adalah aspek evaluatif yang bersifat menilai. Etos merupakan sifat dari seorang individu, yang menuntunnya atas keyakinan terhadap sesuatu hal.

Etos kerja sering dikaitkan dengan motivasi seseorang dalam mencapai suatu hal yang menjadi tujuan atau keyakinannya. Etos kerja merupakan karakteristik pribadi atau kelompok masyarakat yang dipengaruhi oleh orientasi nilai-nilai dan budaya mereka. Menurut Webster’s Online Dictionary, Work Ethic atau etos kerja diartikan sebagai:

Earnestness or fervor inn working, morale with regard to the tasks at hand ; Kesungguhan

atau semangat dalam bekerja, sebuah pandangan moral pada pekerjaan yang dilaksanakan. Menurut Geertz (Syahrial,1997:57) etos kerja sangat terikat dengan irama karakter, kualitas hidup, gaya moral, estetika dan suasana perasaan seseorang.

Etos kerja merupakan sebuah sikap yang timbul atas kehendak pribadi dan kesadaran seorang individu terhadap kerja. Menurut Abdullah (1978), etos kerja berarti sikap yang mendasar tentang kerja yang ada pada diri seseorang. Max Weber melalui tulisannya The

Protestan Ethic and The Spirit Of Capitalism, yang membahas tentang etika protestan yakni

ciri etos kerja kelompok kristen calvanis sebagai pelopor kapitalisme, yakni tentang tanggung jawab langsung kepada Tuhan, kejujuran dalam perbuatan, kerja keras, hemat, pembagian waktu secara metodik dalam kehidupan sehari-hari, rasional dan menekankan kepada tanggung jawab individu (Syahrial, 1997:59). Untuk mencapai keberhasilan seseorang harus melakukan aktivitas kehidupan, termasuk aktivitas ekonomi, yang dilandasi oleh disiplin dan bersahaja, yang didorong oleh ajaran agama (Damsar, 2002:14).

(57)

belakangan ini yang semuanya bermuara pada satu kesimpulan utama; bahwa keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Sebagian orang menyebut perilaku kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit) dan budaya kerja. Menurut Sinamo (Fery, 2009:6) setiap manusia memiliki spirit/ roh keberhasilan , yaitu motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Sinamo merumuskan delapan aspek Etos Kerja sebagai berikut:

1. Kerja adalah rahmat; karena kerja merupakan pemberian dari Yang Maha Kuasa, maka individu harus dapat bekerja dengan tulus dan penuh syukur.

2. Kerja adalah panggilan; kerja merupakan tittipan berharga yang dipercayakan pada kita sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh tanggung jawab.

3. Kerja adalah panggilan; kerja merupakan suatu dharma yang sesuai dengan panggilan jiwa kita sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas.

4. Kerja adalah aktualisasi; pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai hakikat manusia yang tertinggi sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh semangat.5

5. Kerja adalah ibadah; bekerja merupakan bentuk bakti dan ketaqwaan kepada Sang Khalik, sehingga melalui pekerjaan individu mengarahkan dirinya pada tujuan agung Sang Pencipta dalam pengabdian.

6. Kerja adalah seni; kerja dapat mendatangkan kesenangan dan kegairahan kerja sehingga lahirnya daya cipta, kreasi baru, dan gagasan inovatif.

7. Kerja adalah kehormatan; pekerjaan dapat membangkitkan harga diri sehingga harus dilakukan dengan tekun dan penuh keunggulan.

(58)

Dapat disimpulkan bahwa etos kerja merupakan sikap atau cara pandang yang mendasar pada sekelompok orang atau individu yang menilai bahwa bekerja adalah suatu hal yang positif untuk meningkatkan kualitas kehidupannya sehingga mempengaruhi perilaku dalam bekerja. Mubyarto (Yeyet, 2010:12) menjelaskan dalam konteks masyarakat pedesaan, maka tinggi rendahnya etos kerja anggota masyarakat tersebut sangat ditentukan oleh sejumlah faktor seperti pola pemilikan tanah dan faktor produksi lain seperti ternak, pola hubungan produksi yang ada didalam masyarakat, serta tersedia atau tidaknya pekerjaan di luar sektor pertanian. Bagi petani, bekerja merupakan bentuk aktualisasi dirinya sebagai kegiatan positif yang juga memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Yeyet (2010:12) menjelaskan etos kerja petani merupakan gairah atau semangat yang amat kuat dalam diri petani untuk mengerjakan tanah pertaniannya secara optimal sehingga produktivitas tanah meningkat dan pendapatan petani juga mengalami peningkatan.

2.3. Fungsi Lahan dan Struktur Sosial

(59)

berbagai persoalan penting berkaitan dengan lahan itu. Kerena sebagian tanah pertanian mereka mulai terusik dan mengalami perubahan, baik kepemilikan, luas lahan maupun fungsinya, kehidupan sosial pun terpengaruh. Misalnya, masalah perubahan nilai-nilai kehidupan keluarga dan nilai-nilai kerja.

Dalam konteks perubahan demikan Scott (1993) menunjukan bahwa masalah-masalah itu berakibat juga kepada nilai-nilai hubungan patron klien yang ditandai dengan meningkatnya buruh tani yang tidak. Menurut Vago (1989), fenomena sosial tersebut lahir karena adanya “pembangunan yang terencana”. Sedangkan hasil temuan Geertz (1977) di Mojokuto, Jawa Timur dan Tabanan Bali, menyebutkan bahwa perubahan perilaku masyarakat yang cukup signifikan dengan fungsi ekonominya, dimana struktur sosial yang ada, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari luas lahan. Jadi, kemampuan produksi di sektor pertanian bagi masyarakat sangat berpengaruh pada pola dan nilai-nilai budaya.

(60)

Gambar

Tabel 4.1. Luas Lahan dan Fungsi
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur
Tabel 4.3. Komposisi Penduduk Tiap Dusun Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Set kesempatan investasi tidak mampu memoderasi hubungan antara keputusan pendanaan terhadap nilai pemegang saham, dengan nilai signifikan sebesar 0,998 lebih dari 0,05. Kata kunci

Berdasarkan data penduduk Kecamatan Selat Nasik pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung, Kecamatan Selat

Ada beberapa point penting yang dianggap dan diterima sebagai bagian yang tidak lagi terpisahkan dari tanggung jawab sosial yaitu tanggung jawab sosial dan moral perusahaan

Oleh karena itu, tidak terlalu mengejutkan meskipun kadang-kadang menghawatirkan, bahwa dunia Islam kontemporer menyaksikan umat Islam yang mendasarkan seluruh

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa saran yang dapat peneliti berikan, yaitu : (1) Bagi guru yang ingin menggunakan media pembelajaran

Masyarakat dapat berperan secara aktif dalam rangka pengawasan terhadap ketentraman dan ketertiban penyelenggaraan Rumah Kos, dilingkungan masing-masing melalui

penerapan model pembelajaran kooperatif Course Review Horay (CRH) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan termokimia di kelas XI MIA SMAN 7

PT INKA (Persero) selama ini belum menetapkan waktu standar kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses pembuatan rangka utama underframe gerbong kereta api PPCW,