• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekobiologi dan dinamika stok sebagai dasar pengelolaan ikan endemik bonti bonti (Paratherina striata aurich) di danau towuti, Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekobiologi dan dinamika stok sebagai dasar pengelolaan ikan endemik bonti bonti (Paratherina striata aurich) di danau towuti, Sulawesi Selatan"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

EKOBIOLOGI DAN DINAMIKA STOK SEBAGAI DASAR

PENGELOLAAN IKAN ENDEMIK BONTI-BONTI

(

Paratherina striata

Aurich)

DI DANAU TOWUTI, SULAWESI SELATAN

SYAHROMA HUSNI NASUTION

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(3)

iii

PERNYATAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Ekobiologi dan Dinamika Stok sebagai Dasar Pengelolaan Ikan Endemik Bonti-bonti (Paratherina striata Aurich) di Danau Towuti, Sulawesi Selatan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Maret 2008

Syahroma Husni Nasution

NIM: C161040081

(4)

iv

ABSTRACT

SYAHROMA HUSNI NASUTION. Ecobiology and Stock Dinamic as a base on Management of Endemic Fish Bonti-bonti (Paratherina striata Aurich) in Towuti Lake, South Sulawesi. Advisory committe: SULISTIONO, DEDI SOEDHARMA, ISMUDI MUCHSIN, and SOETIKNO WIRJOATMODJO.

Bonti-bonti (Paratherina striata), is one of endemic and vulnerable fish in Towuti and Mahalona Lake. It should be protected from decreasing of it population due to habitat quality decline and increasing of exploitation. The objectives of this research is to study the spatial and temporal distribution, growth potency (somatic and reproductive), and relationship between exploitation level and stock ability to recover as base management of the fish. This research was conducted in Towuti Lake, South Sulawesi from May 2006 to April 2007. Samples were collected at five stations using experimental gillnet sized 0.625, 0.75, 1.0, and 1.25 inches and bagan (dipnet). The results show that bonti-bonti is dispersing widely from lakeside to the middle of the lake. The highest abundance of the fish are in inlet with sand, gravel, and stone substrat. The highest temporal distribution of the fish abundance in November and December influenced by dissolved oxygen and high water level. The result of covarian and cluster analysis towards standard morphometric character, could be said that male and female at I, II, III, IV, and V stations is similar tendency or predicted from one fish population. Bonti-bonti is kind of partial spawner fish with peak spawning in May and November. Spawning site, nursery site, and feeding site of the fish are in inlet station. Recruitment of the fish each month with the peak estimated in September, October, and November. Growth pattern of male is Lt=20.05 [1-e-1.7(t+0.02)], while female is Lt=20.45 [1-e-2.0(t+0.01)]. Total length of male and female mature gonad (50%) were 16.78 and 14.61 cm, respectively. Pursuant to growth parameters value and matured fish (50%), growth potency of bonti-bonti is still in good condition. Exploitation level of bonti-bonti stock in Towuti Lake indication to over-fishing (male E=0.54 and female E=0.56). The increasing catch effort (unit/month) of bagan tend to reduce the catch productivity. Decreasing of ability of bonti-bonti stock to recover is not caused by the environmental variables, but caused by over exploitation activity.

(5)

v

RINGKASAN

SYAHROMA HUSNI NASUTION. Ekobiologi dan Dinamika Stok sebagai Dasar Pengelolaan Ikan Endemik Bonti-bonti (Paratherina striata Aurich) di Danau Towuti, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh SULISTIONO, DEDI SOEDHARMA, ISMUDI MUCHSIN, dan SOETIKNO WIRJOATMODJO.

Ikan bonti-bonti (Paratherina striata) yang termasuk ke dalam famili Telmatherinidae adalah salah satu dari empat jenis ikan Paratherina. Ikan bonti-bonti selain endemik, statusnya tergolong rawan punah (vulnerable species) dan hanya terdapat di Danau Towuti dan Danau Mahalona, Sulawesi Selatan. Masyarakat di sekitar danau memanfaatkan ikan ini sebagai ikan konsumsi dalam bentuk ikan kering/ikan asin maupun sebagai ikan hias dan bahan pakan hewan. Diperkirakan potensi kemampuan pulih kembali populasi ikan ini mengalami penurunan selain diduga karena kualitas habitat mengalami penurunan, juga karena tingkat eksploitasi yang meningkat, sehingga dikhawatirkan sumberdaya ikan bonti-bonti mengalami tekanan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan yaitu: 1) mengkaji distribusi ikan bonti-bonti secara spasial dan temporal, 2) menganalisis potensi tumbuh somatik dan reproduktif ikan bonti-bonti dari beberapa habitat perairan, dan 3) mengkaji hubungan antara tingkat eksploitasi dengan kemampuan untuk pulih kembali sebagai dasar pengelolaan stok ikan endemik bonti-bonti.

Penelitian dilakukan di perairan Danau Towuti, Sulawesi Selatan. Pengamatan dilakukan setiap bulan secara time series selama 12 bulan dari bulan Mei 2006 hingga April 2007. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Desain penelitian ditetapkan dengan cara zonasi (segmentasi) dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik perairan Danau Towuti berdasarkan tipologi habitat dan pengaruh/tekanan lingkungan sekitar danau, dan eksploitasi. Berdasarkan hal tersebut, ditetapkan lima stasiun penelitian yaitu: stasiun I=Tanjung Bakara, stasiun II=Inlet Danau Towuti, stasiun III=Pulau Loeha, stasiun IV=Outlet Danau Towuti, dan stasiun V=Beau. Dilakukan pengukuran parameter lingkungan perairan, parameter biologi, dan parameter dinamika stok dan tingkat eksploitasi. Data kualitas air diperoleh menggunakan Water Quality Checker-Horiba. Sampel ikan ditangkap menggunakan experimental gillnet dengan ukuran mata jaring ⅝, ¾, 1, dan 1¼ inci dan bagan. Untuk memperoleh data hasil tangkapan bagan dilakukan dengan cara observasi (mengikuti penangkapan) dan wawancara melalui enumerator.

(6)

vi

Regression. Nilai indeks kematangan gonad ikan antar stasiun/habitat dan antar waktu/musim, dianalisis secara non parametrik Mann-Whitney Test. Hubungan fekunditas dengan ukuran ikan (panjang dan bobot) ditentukan menggunakan analisis regresi. Sampel telur yang diukur, dibuat frekuensi diameter telurnya. Parameter pertumbuhan (K, L∞, dan to) dianalisis menggunakan metode ELEFAN I yang terakomodasi pada perangkat lunak FiSAT II. Pendugaan laju mortalitas total (Z) dihitung dengan menggunakan metode kurva hasil tangkapan yang dikonversi ke panjang dan metode Beverton and Holt. Laju mortalitas alami (M) diduga dengan metode persamaan empiris Pauly. Dihitung juga mortalitas karena eksploitasi (F). Dianalisis hubungan antara hasil tangkapan dengan upaya penangkapan (yield/effort). Analisis pola rekrutmen/R (penambahan baru) menggunakan perangkat lunak FiSAT II. Analisis stok berdasarkan hasil per penambahan baru relatif (Y/R’) menggunakan rumus Beverton and Holt. Dari hasil kajian-kajian tersebut akan disusun suatu konsep pengelolaan ikan bonti-bonti yang berdasar pada potensi pembentukan biomasa (rekrut), sehingga kelestarian sumberdaya ikan dapat terjaga dan usaha penangkapan dapat terkendali, serta daya pulih sumberdaya ikan bonti-bonti dapat berkelanjutan.

Hasil penelitian menunjukkan ikan bonti-bonti menyebar mulai dari pinggir danau hingga ke bagian pulau di tengah danau. Kelimpahan tertinggi terdapat di stasiun inlet Danau Towuti dengan tipe substrat pasir, kerikil, dan batu. Berdasarkan uji Mann-Whitney dapat dikatakan bahwa nilai parameter kualitas air antar stasiun (secara spasial), adalah sama. Patut diduga bahwa secara spasial parameter kualitas air bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perbedaan kelimpahan ikan bonti-bonti yang tidak merata di Danau Towuti. Secara temporal kelimpahan ikan bonti-bonti tertinggi dijumpai pada bulan Nopember dan Desember. Parameter oksigen terlarut dan tinggi muka air lebih berpengaruh terhadap kelimpahan ikan dibandingkan parameter lain. Hasil uji Ancova dan analisis pengelompokan menunjukkan bahwa ikan bonti-bonti di kelima stasiun merupakan satu kelompok populasi. Makanan utama ikan bonti-bonti adalah Insekta dan ikan kecil. Perkembangan gonad ikan bonti-bonti digolongkan dalam lima tahap yaitu TKG I, II, III, IV, dan V baik pada ikan jantan maupun ikan betina.

Fekunditas ikan bonti-bonti dengan ukuran panjang total antara 11,30- 18,33 cm dan bobot total antara 14,00-77,52 gram sebanyak 818-6.051 butir. Hubungan antara fekunditas dengan panjang dan bobot total ditentukan dengan masing-masing persamaan F =0,704 PT3,220 dan F = 118,815 BT1,003. Diameter telur ikan bonti-bonti berkisar antara 0,01 hingga 1,50 mm. Ukuran panjang total ikan jantan dan ikan betina matang gonad dengan peluang 50% adalah 16,78 dan 14,61 cm. Stasiun II dan III diduga merupakan tapak pemijahan ikan bonti-bonti karena ditemukan ikan dengan nilai IKG tertinggi baik pada ikan jantan maupun betina. Nilai rata-rata IKG ikan bonti-bonti jantan dan betina secara temporal memiliki nilai tertinggi pada bulan Mei dan Nopember. Ikan bonti-bonti adalah tipe ikan yang memijah secara parsial (partial spawner) dengan puncak pemijahan pada bulan Mei dan Nopember.

(7)

vii

adalah 3,43 dan 4,12 per tahun. Rekrutmen ikan bonti-bonti terjadi setiap bulan dengan puncaknya diperkirakan pada bulan September, Oktober, dan November. Pola strategi adaptasi ikan bonti-bonti termasuk strategi tipe “r”. Tingkat pemanfaatan stok ikan bonti-bonti di Danau Towuti ada indikasi kelebihan tangkap pada ikan jantan dan betina (E=0,54 dan E=0,56). Produktivitas alat tangkap bagan pada effort >100 unit bagan/bulan cenderung menurun. Jumlah effort yang optimal adalah sebesar 188 unit bagan/bulan dan masing-masing bagan hanya diperbolehkan beroperasi selama 10 hari/bulan. Hasil tangkapan ikan di Danau Towuti saat ini didominasi oleh hasil dari alat tangkap bagan dengan ukuran mata jaring sangat kecil (0,3 cm) sehingga ukuran ikan yang pertama kali tertangkap juga kecil (Lc≈4 cm). Pada kondisi demikian laju eksploitasi menghasilkan E maksimum sebesar 0,420 per tahun, Y/R’ sebesar 0,021 dan B/R’ sebesar 25%. Strategi reproduksi ikan bonti-bonti yaitu memijah pada saat yang tepat di sekitar bulan Oktober-Nopember, menghasilkan penambahan baru, yaitu ikan ukuran kecil (3,80-9,00 cm) ditemukan dengan kelimpahan yang tinggi (75,83-87,20%; N=164-240 ekor) di bulan Nopember dan Desember. Namun hasil penambahan baru tidak dapat mempertahankan kestabilan stok ikan bonti-bonti karena adanya tekanan penangkapan yang intensif.

Penentuan ukuran ikan yang boleh ditangkap didasarkan atas pertimbangan ikan telah mampu melakukan reproduksi, sehingga ikan mempunyai kesempatan melakukan pemijahan untuk proses kelangsungan keturunannya. Ukuran ikan rata-rata yang tertangkap pada L50 adalah 9,42 cm. Ukuran ikan pertama kali tertangkap adalah 4,00 cm, sedangkan ukuran ikan pertama kali matang gonad dengan peluang 50% pada ikan jantan dan betina masing-masing adalah 16,78 dan 14,61 cm. Berdasarkan ukuran ikan bonti-bonti pertama kali matang gonad tersebut, ukuran ikan yang tertangkap pertama kali jauh lebih kecil dari ukuran ikan yang matang gonad. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kerawanan penggunaan alat tangkap bagan terhadap kemampuan pulih kembali stok ikan bonti-bonti.

(8)

viii

EKOBIOLOGI DAN DINAMIKA STOK SEBAGAI DASAR

PENGELOLAAN IKAN ENDEMIK BONTI-BONTI

(

Paratherina striata

Aurich)

DI DANAU TOWUTI, SULAWESI SELATAN

SYAHROMA HUSNI NASUTION

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

ix

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup:

1. Dr. Sutrisno Sukimin

(Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB) 2. Prof. Dr. Ir. Enang Harris. M.S

(Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB)

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka:

1. Dr. Ir. Gadis Sri Haryani

(Kepala Pusat Penelitian Limnologi-LIPI) 2. Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, M.Sc

(10)

x

Judul Disertasi : Ekobiologi dan Dinamika Stok sebagai Dasar Pengelolaan Ikan

Endemik Bonti-bonti (Paratherina striata Aurich) di Danau Towuti, Sulawesi Selatan

Nama : Syahroma Husni Nasution

NIM : C 161040081

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin Dr. Soetikno Wirjoatmodjo Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Enang Harris. M.S Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(11)

xi

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Mei 2006 hingga April 2007 ini adalah pengelolaan ikan bonti-bonti, dengan judul ”Ekobiologi dan Dinamika Stok sebagai Dasar Pengelolaan Ikan Endemik Bonti-bonti (Paratherina striata Aurich) di Danau Towuti, Sulawesi Selatan”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Dedi

Soedharma, DEA., Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin, dan Dr. Soetikno Wirjoatmodjo selaku anggota komisi pembimbing atas segala masukan dan saran-saran yang diberikan.

2. Para penguji, yaitu penguji di luar komisi pembimbing serta wakil dari Program Studi

Ilmu Perairan dan Sekolah Pascasarjana IPB yang berkenan menyumbangkan buah pikiran untuk memperkaya penelitian ini.

3. Pemerintah RI, melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat

Penelitian Limnologi atas bantuan beasiswa yang diberikan.

4. Kepala Pusat Penelitian Limnologi-LIPI dan Kepala Bidang Produktivitas Perairan

Darat Pusat Penelitian Limnologi-LIPIatas bantuan dan kesempatan yang diberikan

untuk melanjutkan pendidikan S3.

5. P.T. INCO Soroako Sulawesi Selatan atas segala bantuan yang telah diberikan

selama penulis menjalankan penelitian.

6. Yayasan Damandiri-P2SDM LPPM IPB yang telah memberikan bantuan penelitian.

7. Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo dan Bapak Dr. Chairul Muluk atas masukan yang

diberikan.

8. Dr. Ir. Dede Irving Hartoto, APU atas masukan, saran, dan referensi yang telah

diberikan untuk menunjang penelitian ini.

9. Seluruh Staf Pusat Penelitian Limnologi-LIPI atas bantuan dan dukungan yang

diberikan.

10. Ibunda, Hj. Siti Asmah Tanjung (alm.); Ayahanda, Drs. H.M. Syarif Nasution yang

telah memberi kasih sayang dan semangat serta doanya kepada penulis untuk terus menuntut ilmu. Abangda, Zulfadhli Nasution, Drh.Zulkarnain Nasution, Dr. Akhyar H. Nasution, Sp.An.; Kakanda, Syahridha Yanti Nasution, SE.; dan Adinda, Ir. Prita Zuhroh Nasution, Asrul Akmal Nasution, dan Afrida Aryani Nasution atas doa dan dukungannya.

11. Suami, Ir. Zulkifli dan Ananda, Andika Nur Zulhusni dan Ridzki Nugraha Zulhusni

atas pengertian, dukungan, pengorbanan, doa, dan kasih sayang yang dicurahkan.

12. Drs. Jefry Jack Mamangkey, M.Si, Dista Setiana, dan Siti Aminah atas bantuan dan

kerjasama yang baik selama penelitian serta teman-teman S3-AIR.

13. Keluarga Bapak Mas’ud dan Bapak Cillik yang telah membantu penulis selama

pengambilan data di perairan Danau Towuti.

14. Berbagai pihak lainnya yang memiliki andil terhadap keberhasilan penulis dalam

menyelesaikan studi S3 di Program Studi Ilmu Perairan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2008

(12)

xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 26 Januari 1965 sebagai anak kelima dari pasangan Drs. H.M. Syarif Nasution dan Hj. Siti Asmah Tanjung. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan IPB, lulus pada tahun 1987. Pada tahun 2001 penulis diterima di Program Studi Ilmu Perairan dengan Minat Studi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Lingkungan Perairan pada Sekolah Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor di Program Studi Ilmu Perairan dengan Minat Studi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Lingkungan Perairan pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Penulis bekerja sebagai Peneliti Madya di Pusat Penelitian Limnologi LIPI sejak tahun 1988 dan ditempatkan di Cibinong Jawa Barat. Bidang keahlian yang diampu adalah Konservasi dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Perairan Darat. Pada tahun 1990, penulis menikah dengan Ir. Zulkifli dan telah dikaruniai dua orang putra yaitu Andika Nur Zulhusni dan Ridzki Nugraha Zulhusni.

(13)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA... 6

Tipologi Perairan Danau Towuti ... 6

Klasifikasi Ikan Bonti-bonti ... 8

Ekobiologi ... 9

Distribusi ... 9

Reproduksi ... 11

Makanan dan Kebiasaan Makanan ... 13

Dinamika Stok Ikan ... 14

Pertumbuhan ... 14

Rekrutmen (Penambahan Baru) ... 15

Mortalitas Total (Z) ... 17

Mortalitas Alami (M) ... 18

Mortalitas Eksploitasi (F) ... 18

Model Hasil per Penambahan Baru (Y/R) ... 19

Konservasi dan Pengelolaan ... 20

METODE PENELITIAN ... 25

Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

Metode dan Desain Penelitian ... 25

Variabel Pengukuran ... 27

Bahan dan Metode Pengukuran ... 28

(14)

xiv

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

Ekobiologi ... 37

Distribusi Ikan secara Spasial ... 37

Hubungan Kualitas Air dengan Kelimpahan Ikan antar Stasiun... 39

Piramida Umur antar Stasiun ... 42

Pengelompokan Populasi Ikan Bonti-bonti secara Spasial ... 44

Distribusi Ikan secara Temporal ... 47

Hubungan Kualitas Air dengan Kelimpahan Ikan antar Waktu .... 49

Piramida Umur antar Waktu ... 53

Kebiasaan Makanan ... 54

Nilai Index of Preponderance masing-masing Stasiun Pengamatan ... 54

Perubahan Pola Kebiasaan Makanan ... 56

Reproduksi ... 59

Seksualitas ... 59

Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ... 63

Fekunditas ... 68

Diameter Telur ... 68

Ukuran Ikan Pertama Kali Matang Gonad ... 70

Indeks Kematangan Gonad (IKG) ... 71

Dinamika Stok Ikan ... 74

Pertumbuhan ... 76

Mortalitas ... 80

Rekrutmen (Penambahan Baru) ... 81

Potensi Rekrut ... 82

Tingkat Eksploitasi ... 87

Laju Eksploitasi ... 87

Tingkat Produksi dan Upaya Penangkapan Ikan ... 89

Analisis Stok berdasarkan Hasil per Penambahan Baru Relatif (Y/R’) dan Biomasa per Penambahan Baru Relatif (B/R’) ... 92

(15)

xv

Status Perikanan Ikan Bonti-bonti di Perairan Danau Towuti ... 97

Pengelolaan dan Konservasi ... 101

Konsep Pengelolaan Perikanan Ikan Bonti-bonti di Perairan Danau Towuti. ... 102

Penentuan Ukuran Ikan yang Boleh Ditangkap ... 102

Pengaturan melalui Penentuan Ukuran Mata Jaring yang Boleh Digunakan ... 104

Pengaturan Daerah dan Musim penangkapan ... 105

Daerah Suaka Perikanan (Reservat) Ikan Bonti-bonti di Perairan Danau Towuti ... 106

KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

Kesimpulan ... 109

Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Pola seleksi tipe ”k” dan ”r” kaitannya dengan siklus hidup ikan ... 13 2. Uji non parametrik Mann-Whitney terhadap kelimpahan ikan

bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina antar stasiun ... 38 3. Nilai rata-rata kualitas air masing-masing stasiun dari bulan

Mei 2006 hingga April 2007 ... 40 4. Uji non parametrik Mann-Whitney terhadap nilai parameter kualitas

air antar stasiun ... 41 5. Hubungan antara karakter PT dengan karakter morfometrik

lainnya yang memiliki nilai korelasi yang erat ... 45 6. Kelompok makanan ikan bonti-bonti (P. striata) ... 55 7. Karakter meristik ikan bonti-bonti (P. striata) ... 60 8. Karakter morfometrik ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina . 61 9. Tingkat perkembangan gonad ikan bonti-bonti (P. striata) jantan ... 64 10. Tingkat perkembangan gonad ikan bonti-bonti (P. striata) betina ... 66 11. Nilai IKG ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina di setiap

stasiun penelitian di Danau Towuti ... 71 12. Hasil tangkapan ikan bonti-bonti (P. striata) menggunakan

experimental gillnet dan bagan di Danau Towuti ... 75 13. Ukuran rata-rata ikan bonti-bonti (P. striata) yang tertangkap selama

penelitian di Danau Towuti ... 78 14. Panjang dan umur ikan bonti-bonti (P. striata) yang tertangkap

selama penelitian di Danau Towuti ... 78 15. Penghitungan mortalitas total ikan bonti-bonti (P. striata) berdasarkan

rumus Beverton and Holt (1957) ... 81 16. Potensi rekrut ikan bonti-bonti (P. striata) dibandingkan

dengan beberapa jenis ikan Telmatherinidae lain ... 84 17. Variabel yang diperlukan dalam penghitungan Y/R’. ... 93 18. Jumlah penduduk dan produksi perikanan di Danau Matano,

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka pemecahan masalah penelitian ... 5

2. Ikan bonti-bonti (Paratherina striata Aurich) ... 9

3. Jenis ikan dominan dari famili Telmatherinidae yang terdapat di Danau Towuti ... 10

4. Hubungan antara pengkajian stok ikan, strategi pengelolaan, dan peraturan perikanan ... 24

5. Peta lokasi penelitian di Danau Towuti ... 26

6. Karakter morfometrik ikan bonti-bonti (P. striata) ... 30

7. Diagram alir kerangka penelitian... 36

8. Distribusi spasial ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina berdasarkan stasiun penelitian di Danau Towuti ... 37

9. Nilai kisaran kualitas air masing-masing stasiun dari bulan Mei 2006 hingga April 2007 di Danau Towuti ... 40

10. Piramida umur ikan bonti-bonti (P. striata) berdasarkan stasiun penelitian... 43

11. Pengelompokan populasi ikan jantan dan ikan betina berdasarkan persen koefisien kemiripan karakter morfometrik masing-masing stasiun pengamatan... 46

12. Kelimpahan ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina berdasarkan waktu penelitian ... 48

13. Ukuran rata-rata ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina dari bulan Mei 2006 hingga April 2007 ... 49

14. Parameter lingkungan selama penelitian dari bulan Mei 2006 hingga April 2007 ... 50

15. Pengaruh beberapa faktor lingkungan terhadap kelimpahan ikan bonti-bonti (P. striata) yang dianalisis secara multivariat ... 52

16. Hubungan antara kelimpahan ikan bonti-bonti (P. striata) dengan tinggi muka air dan kandungan oksigen terlarut ... 52

17. Piramida umur ikan bonti-bonti (P. striata) berdasarkan waktu penelitian pada bulan Nopember dan Desember 2006.... ... 53

18. Komposisi makanan ikan bonti-bonti (P. striata) berdasarkan stasiun penelitian ... 55

(18)

xviii

20. Hubungan antara frekuensi kelompok Insekta dan ikan dengan

selang kelas panjang ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina .. 57 21. Hasil tangkapan ikan bonti-bonti (P. striata) dan ikan pangkilang

halus (Telmatherina exilis sp.) selama penelitian menggunakan

bagan ... 58 22. Ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina ... 62 23. Gonad ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina pada tingkat

kematangan gonad (TKG) IV ... 63 24. Histologi gonad ikan bonti-bonti (P. striata) jantan di Danau Towuti .. 65 25. Histologi gonad ikan bonti-bonti (P. striata) betina di Danau Towuti .. 67 26. Hubungan antara fekunditas dengan panjang dan bobot total

ikan bonti-bonti (P. striata) ... 68 27. Sebaran ukuran diameter telur ikan bonti-bonti (P. striata)

berdasarkan tingkat kematangan gonad ... 69 28. Analisis Bhattacharya berdasarkan sebaran diameter telur ikan

bonti-bonti (P. striata) pada TKG III dan IV ... 70 29. Ukuran ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina 50% matang

gonad ... 70 30. Nilai rata-rata IKG ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina

secara temporal ... 72 31. Ukuran rata-rata diameter telur ikan bonti-bonti (P. striata)

matang gonad berdasarkan waktu pengamatan ... 73 32. Sebaran frekuensi panjang ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dari

bulan Mei 2006-April 2009 di Danau Towuti ... 76 33. Sebaran frekuensi panjang ikan bonti-bonti (P. striata) betina dari

bulan Mei 2006-April 2009 di Danau Towuti ... 77 34. Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy berdasarkan data frekuensi

panjang ikan ikan bonti-bonti (P. striata) ... 77 35. Analisis Bhattacharya berdasarkan sebaran frekuensi panjang ikan

bonti-bonti (P. striata) bulan Nopember ... 79 36. Mortalitas ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina berdasarkan

kurva hasil tangkapan yang dikonversi ... 80 37. Penambahan baru ikan bonti-bonti (P. striata) di Danau Towuti dari

bulan Mei 2006 hingga April 2007 ... 82 38. Nisbah kelamin dankomposisi indukikan bonti-bonti (P. striata) dari

(19)

xix

41. Hubungan antara hasil (Y) dan upaya (f) penangkapan bagan ... 91 42. Hubungan antara laju eksploitasi dengan hasil per penambahan

baru relatif (Y/R’) dan biomasa per penambahan baru relatif

(B/R’) pada kondisi simulasi ... 94 43. Hubungan antara laju eksploitasi dengan hasil per penambahan

baru relatif (Y/R’) dan biomasa per penambahan baru relatif

(B/R’) pada kondisi saat ini ... 95 44. Pengaruh tingkat eksploitasi terhadap hasil kemampuan untuk pulih

kembali stok ikan bonti-bonti(P. striata) ... 97 45. Hubungan antara ukuran ikan bonti-bonti (P. striata) dengan

jumlah ikan yang tertangkap, jumlah ikan jantan dan betina

matang gonad ... 103

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Gambar keadaan stasiun penelitian di Danau Towuti ... 121

2. Beberapa alat yang digunakan selama penelitian ... 122

3. Gambar alat tangkap experimental gillnet dan bagan ... 123

4. Lembar data hasil tangkapan nelayan bagan di Danau Towuti ... 124

5. Parameter suhu air di Danau Towuti ... 125

6. Parameter oksigen terlarut di Danau Towuti ... 126

7. Parameter konduktivitas di Danau Towuti ... 127

8. Parameter pH air di Danau Towuti ... 128

9. Parameter alkalinitas di Danau Towuti ... 129

10. Analisis kovarian (Ancova) pada karakter morfometrik ikan bonti-bonti (P. striata) jantan di Danau Towuti ... 130

11. Analisis kovarian (Ancova) pada karakter morfometrik ikan bonti-bonti (P. striata) betina di Danau Towuti ... 133

12. Uji Mann-Whitney terhadap kelimpahan ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina.. ... 136

13. Komposisi ukuran panjang ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina dari bulan Mei 2006 hingga April 2007 ... 137

14. Piramida umur ikan bonti-bonti (P. Striata) berdasarkan waktu penelitian ... 138

15. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kelimpahan ikan bonti-bonti (P. striata) ... 140

16. Curah hujan rata-rata bulanan dari bulan Mei 2006 hingga April 2007 di Danau Towuti ... 141

17. Jenis alage di Danau Towuti ... 142

18. Kisaran diameter telur ikan bonti-bonti (P. striata) pada TKG I-V ... 143

19. Uji Mann-Whitney terhadap IKG ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina antar stasiun penelitian ... 144

20. Uji Mann-Whitney terhadap IKG ikan bonti-bonti (P. striata) jantan dan betina antar waktu penelitian ... 145

21. Sebaran data frekuensi panjang ikan bonti-bonti (P. striata) jantan ... 146

22. Sebaran data frekuensi panjang ikan bonti-bonti (P. striata) betina ... 147

(21)

xxi

24. Hasil tangkapan bagan di Danau Towuti berdasarkan observasi dan

wawancara melalui enumerator ... 149 25. Hasil tangkapan ikan bonti-bonti (P. striata) menggunakan

experimental gillnet dan bagan di DanauTowuti ... 150 26. Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan bonti-bonti (P. striata)

jantan berdasarkan data frekuensi panjang ... 151 27. Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan bonti-bonti (P. striata)

betina berdasarkan data frekuensi panjang ... 151 28. Produksi ikan bonti-bonti (P. striata) (kg) dan effort (unit bagan) selama

(22)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keanekaragaman ikan air tawar di Indonesia adalah yang tertinggi kedua setelah Brazil, sebanyak 1300 jenis (World Bank, 1998). Keanekaragaman ikan di Indonesia saat ini menghadapi ancaman dari berbagai aktivitas manusia yang dapat menyebabkan menurunnya keanekaragaman ikan-ikan tersebut. Dari 87 jenis ikan Indonesia yang terancam punah, diketahui 66 spesies (75%) diantaranya adalah ikan air tawar (Froese and Pauly, 2004). Sebagian besar (68%) dari ikan air tawar yang terancam punah ini adalah ikan endemik (Kottelat

et al., 1993).

Ikan bonti-bonti (Paratherina striata) adalah salah satu dari empat jenis ikan Paratherina yang endemik di danau sekitar Kompleks Malili. Ikan bonti-bonti selain endemik, statusnya tergolong rawan punah (vulnerable species) (IUCN, 2003 dan Froese and Pauly, 2004) dan hanya terdapat di Danau Towuti dan Danau Mahalona, Sulawesi Selatan (Kottelat et al., 1993 dan Wirjoatmodjo

dkk., 2003). Ikan ini merupakan bagian dari kekayaan sumberdaya hayati dan plasma nutfah dimana keberadaannya sangat penting dalam kestabilan ekosistem perairan danau, namun pemerintah belum melindungi ikan tersebut. Masyarakat di sekitar danau memanfaatkan ikan ini sebagai ikan konsumsi dalam bentuk kering/asin maupun sebagai ikan hias dan bahan pakan hewan (Nasution, 2006).

Diperkirakan potensi kemampuan pulih kembali populasi ikan ini

mengalami penurunan, selain diduga karena kualitas habitat yang

(23)

2 Menurut Reid and Miller (1989) kepunahan stok ikan air tawar sebagian besar disebabkan oleh kerusakan/lenyapnya habitat (35%), introduksi spesies eksotik (30%), dan eksploitasi spesies yang berlebihan (4%). Sisanya karena pencemaran, persaingan penggunaan air, dan pemanasan global. Beberapa kegiatan yang dilakukan di sekitar Danau Towuti, berpotensi dapat mengancam kerusakan lingkungan perairan antara lain: 1) penebangan hutan baik secara legal maupun illegal; 2) industri penggergajian kayu yang menghasilkan limbah

saw-mill; 3) industri pertambangan nikel yang menghasilkan limbah; dan 4)

penangkapan ikan yang cenderung intensif (Nasution, 2006). Kegiatan ini tentunya akan mempengaruhi lingkungan perairan Danau Towuti sebagai tempat hidup berbagai organisme akuatik yang dihuni banyak spesies endemik tersebut. Kegiatan penebangan hutan, penggergajian kayu, dan pertambangan nikel menghasilkan limbah yang dapat menurunkan kualitas air yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kehidupan ikan.

Informasi mengenai ikan bonti-bonti terbatas pada sistematika (Weber and De Beaufort, 1922 dan Kottelat et al., 1993) dan distribusinya (Wirjoatmodjo

et al., 2003). Namun ada beberapa penelitian yang dilakukan pada kelompok

ikan famili Telmatherinidae lain yaitu pada ikan rainbow selebensis

(Telmatherina celebensis) di Danau Towuti mengenai distribusi, pertumbuhan,

reproduksi, dan kualitas perairan danau tersebut (Nasution dan Sulistiono, 2003; Nasution, 2004a; Nasution dkk., 2004; Indiarto dan Nasution, 2004; Soeroto et al., 2004; Nasution, 2005a dan 2005b; Nasution dkk., 2006; Nasution, 2007; dan Nasution dkk., 2007). Gray and McKinnon (2006) meneliti tentang tingkah laku kawin (mating behavior) dan Herder et al., (2006) tentang keragaman dan evolusi pada beberapa ikan famili Telmatherinidae.

Perumusan Masalah

Ikan bonti-bonti merupakan bagian dari kekayaan sumberdaya hayati dan termasuk ikan endemik yang hanya ditemukan di Danau Towuti dan Danau Mahalona, Sulawesi Selatan. Ikan ini juga dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi, ikan hias, dan bahan pakan hewan oleh penduduk sekitar danau. Keberadaan ikan ini perlu dipertahankan di perairan tersebut agar dapat berkelanjutan.

(24)

3 cenderung intensif pada daerah tertentu dan penurunan kualitas habitat (faktor lingkungan) di perairan Danau Towuti.

Penurunan daya pulih terkait dengan adanya dugaan bahwa potensi pertumbuhan dan rekrutmen yang cenderung menurun. Hal ini diduga: 1) karena kualitas habitat untuk mencari makan (feeding ground) dan memijah (spawning

ground) mengalami perubahan menjadi kurang mendukung. Ikan yang mampu

tumbuh dan bereproduksi normal (menghasilkan induk matang gonad) menyebar untuk mendapatkan makanan dan habitat yang cocok, yaitu habitat dengan sumberdaya makanan yang cukup tersedia dan habitat untuk pemijahan yang tepat; 2) meningkatnya eksploitasi yang efektif karena daerah operasional penangkapan berada atau tepat pada pusat penyebaran ikan pada periode tertentu.

Rekrut (penambahan baru) tidak akan tercapai apabila jumlah induk ikan yang sudah mencapai matang gonad tidak tersedia dalam jumlah yang cukup. Hal ini disebabkan tingkat eksploitasi yang tinggi (F) terutama pada musim-musim pemijahan, ikan dewasa selalu tereksploitasi, sehingga tidak memadai untuk rekrut, dan adanya kompetisi dan pemangsaan (M). Rekrut dalam stok perikanan (R) tercapai apabila pertumbuhan dan rekrutmen (G+R) lebih besar dari hasil tangkapan dan kematian alami (F+M)=kematian total (Z).

Pendekatan terhadap permasalahan tersebut dapat dilihat dari beberapa sisi antara lain: 1) lingkungan yang mendukung keberadaan ikan tersebut diduga telah mengalami penurunan, interaksi faktor fisika-kimia dan biologi (ekobiologi) adalah merupakan satu kesatuan komponen ekologis yang akan berpengaruh kepada struktur stok ikan; 2) belum adanya pengawasan dan pengendalian yang efektif serta jumlah alat tangkap yang beroperasi dalam menangkap calon induk atau induk matang gonad untuk menunjang keberlanjutan stok. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 yaitu kerangka pemecahan masalah penelitian.

Kebaharuan penelitian ini adalah:

(25)

4 yang dapat diketahui antara lain pola pertumbuhan, pola rekrutmen, dan tingkat eksploitasi. Informasi mengenai hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar pengelolaan ikan bonti-bonti di perairan Danau Towuti.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji distribusi ikan bonti-bonti secara spasial dan temporal

2. Menganalisis potensi tumbuh somatik dan reproduktif ikan bonti-bonti dari beberapa habitat perairan.

3. Mengkaji hubungan antara tingkat eksploitasi dengan kemampuan untuk pulih kembali sebagai dasar pengelolaan stok ikan endemik bonti-bonti.

Manfaat penelitian ini adalah:

(26)

5

(27)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Tipologi Perairan Danau Towuti

Danau Towuti terdapat di wilayah Kompleks Malili di samping Danau Matano, Mahalona, Masapi dan Wawontoa. Danau Matano, Towuti dan Mahalona adalah danau cascade, dimana Danau Matano terletak di bagian hulu, Danau Mahalona di bagian tengah serta Danau Towuti di bagian hilir.

Danau Towuti mempunyai luas 560 km2, kedalaman maksimum 203 m,

ketinggian dari permukaan laut 293 m, dan transparansi sedalam 22 m (Fernando dalam Haffner et al., 2001). Danau Towuti merupakan danau tipe tektonik yang dikelilingi oleh hutan-hutan lebat. Danau Towuti memperoleh air disamping dari air hujan yang jatuh langsung ke permukaan danau dan dari 26 sungai-sungai kecil. Di tengah danau terdapat sebuah pulau yaitu Pulau Loeha yang tidak ada penghuninya. Air dari Danau Towuti (outlet) mengalir melalui sungai Larona dan bermuara ke Teluk Bone.

Kondisi alamnya yang unik menyebabkan danau ini memiliki keanekaragaman hayati yang unik pula dengan berbagai jenis organisme di dalamnya yang bersifat endemik. Sebagian besar hewan air yang terdapat di danau-danau tersebut distribusinya terbatas pada satu atau beberapa danau saja dan tidak ditemukan di danau lainnya (Kottelat, 1991). Ketiga danau ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam berdasarkan keputusan Mentan No. 274/Kpts/Um/1979.

Di Indonesia, situ/telaga, rawa dan waduk masuk dalam kategori danau yang memiliki multi fungsi yaitu fungsi ekologi maupun fungsi sosial ekonomi budaya (sebagai sumber air bersih, sumber perikanan dan tempat hidup berbagai biota air, penghasil ikan dan tumbuhan air, sumber tenaga listrik (PLTA), pengatur tata air, dan sebagai pusat kegiatan religi dan tradisi). Perairan Danau Towuti antara lain dimanfaatkan untuk air minum, PLTA, taman wisata, perikanan, dan transportasi (Husnah dkk., 2005).

(28)

7 suhu air antara lain akan mempengaruhi derajat metabolisme ikan. Bagi ikan perubahan suhu merupakan tanda secara alamiah dimulainya proses pemijahan dan ruaya. Ikan mempunyai sifat yang dapat mengadaptasi perubahan suhu lingkungan, dan ikan air tawar mempunyai daya toleransi yang besar terhadap perubahan suhu (Krebs, 1985) dan (Goto, 1987). Menurut Anonim(1995), nilai suhu di perairan Danau Towuti berdasarkan stratifikasi kedalaman 0, 2, 5, 10, 20, 40, 80, 100, dan 150 m masing-masing adalah 27,1; 25,0; 26,4; 25,9; 25,7; 25,4; 25,4; 25,9; dan 27,5 oC. Suhu air Danau Towuti berkisar antara 23-30 oC (Nasution dkk., 2007).

Kedalaman air berpengaruh terhadap kehidupan ikan terutama dalam hal pemijahan. Ikan yang hidup di perairan alami umumnya memijah pada musim hujan karena terjadi peningkatan volume air. Pada saat itu, terjadi perubahan kondisi perairan dan dapat merangsang ikan untuk memijah (Welcomme, 2001).

Rendahnya oksigen terlarut dalam air dapat menyebabkan stres bahkan kematian pada ikan. Perairan yang mengalir, perairan yang terdapat tanaman air, dan permukaan danau umumnya memiliki kandungan oksigen yang tinggi, yaitu berkisar 6-8 mg/L. Daya larut oksigen menurun pada saat suhu meningkat dan tingkat konsumsi oksigen melalui oksidasi kimiawi dan biologi juga akan meningkat (Jeffries and Mills, 1996). Menurut Anonim (1995), kandungan oksigen terlarut di perairan Danau Towuti berdasarkan stratifikasi kedalaman 0, 2, 5, 10, 20, 40, 80, 100, dan 150 m masing-masing adalah 7,22; 9,45; 8,76; 9,75; 8,88; 8,56; 8,54; 8,76; dan 6,71 mg/L. Menurut Nasution dkk., (2007), kandungan oksigen terlarut di perairan Danau Towuti berkisar 3,0-7,8 mg/L. Parameter kualitas air yang memiliki keeratan hubungan dengan kelimpahan ikan rainbow selebensis di Danau Towuti adalah oksigen terlarut.

(29)

8 Alkalinitas diartikan sebagai gambaran kapasitas air untuk menetralkan

asam atau kemampuan kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap

perubahan pH perairan (APHA, 1989). Nilai alkalinitas pada perairan alami jarang sekali melebihi 500 mg/L CaCO3. Nilai alkalinitas yang baik menurut Boyd (1988) berkisar 30-500 mg/L. Menurut Nasution (2004a) kisaran nilai alkalinitas di perairan Danau Towuti adalah 28-96 mg/L.

Menurut Anonim (1995), nilai konduktivitas di perairan Danau Towuti berdasarkan stratifikasi kedalaman 0, 2, 5, 10, 20, 40, 80, 100, dan 150 m masing-masing adalah 0,16; 0,16; 0,16; 0,16; 0,16; 0,16; 0,15; 0,16; 0,16 mS/cm.

Ketersediaan makanan adalah salah satu faktor yang menentukan kepadatan populasi, pertumbuhan, reproduksi, dan dinamika populasi, serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan (Lagler et al., 1977). Kekurangan makanan merupakan faktor pembatas yang serius terhadap populasi ikan di perairan umum. Selain sebagai faktor pembatas populasi ikan, ketersediaan makanan juga merupakan faktor yang mempengaruhi pola distribusi ikan. Di suatu habitat yang kaya akan bahan makanan seperti tempat dangkal yang berarus lemah serta banyak tanaman air, cenderung lebih padat populasi ikannya. Sebaliknya ditempat yang sedikit mengandung bahan makanan, seperti tempat dangkal berarus kuat atau tempat dalam yang tidak dapat dihuni oleh tanaman air, cenderung lebih sedikit populasi ikannya (Scott, 1979). Untuk melakukan reproduksi ikan mencari tempat memijah yang sesuai sehingga dapat menghasilkan individu baru (Effendie, 1979). Di daerah tropis, makanan baik jenis maupun jumlahnya merupakan faktor yang penting (Goetz, 1983).

Klasifikasi Ikan Bonti-bonti

Klasifikasi ikan bonti-bonti menurut Nelson (1984)adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Kelas : Osteichthyes

Ordo : Atheriniformes

Famili : Telmatherinidae

(30)

9

Spesies : Paratherina Striata Aurich

Nama daerah : Bonti-bonti

Ikan bonti-bonti memiliki bentuk tubuh pipih (compressed), agak memanjang. Warna ikan keperakan, sedikit lebih gelap di bagian punggung. Ujung sirip berwarna kekuningan dan mata berwarna biru cerah. Profil kepala bagian bawah membulat (Gambar 2).

Gambar 2. Ikan bonti-bonti (Paratherina striata Aurich), Foto: Nasution (2006)

Ikan bonti-bonti yang ditemukan selama penelitian memiliki ukuran panjang maksimum 197,8 mm. Sirip punggung pertama ikan jantan lebih panjang dibandingkan betina.

Ekobiologi

Distribusi

(31)

10 (1994), tingkat endemisitas yang tinggi ditemukan di perairan Sulawesi Tengah (Danau Poso) dan Sulawesi Selatan (Danau Matano dan Danau Towuti).

Distribusi biota perairan tergantung dari beberapa faktor biotik maupun abiotik. Pola distribusi yang khas dari suatu biota, sesuai dengan habitat dimana biota tersebut berada. Jenis biota yang ditemukan di Sulawesi adalah khas yang tidak ditemukan di daerah lain di Indonesia maupun di dunia (Husnah dkk.,

2005). Faktor penentu distribusi ikan yaitu tipe habitat, stratifikasi suhu dan oksigen terlarut, sertaketersediaan makanan alami (Krebs, 1985; Lagler et al.,

1977).

Ikan bonti-bonti termasuk ikan endemik dan bersifat pelagis. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 60 Tahun 2007, Pasal 23 ayat 2c menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan endemik (daerah penyebaran terbatas), endemisitas merupakan suatu keadaan dari jenis ikan tertentu yang memiliki sebaran terbatas. Menurut Weber and Beaufort (1922), ikan ini hanya terdapat di perairan Danau Towuti. Sedangkan menurut Kottelat et al., (1993) dan Wirjoatmodjo dkk., (2003) ikan ini selain terdapat di Danau Towuti juga terdapat di Danau Mahalona.

Ikan dari famili Telmatherinidae menyebar luas di Danau Towuti (Wirjoatmodjo et al., 2003). Ikan rainbow selebensis(Telmatherina celebensis) yangmerupakan famili Telmatherinidae (satu famili dengan P. striata) dijumpai mulai dari bagian tepi hingga ke bagian tepi Pulau Loeha di bagian tengah Danau Towuti (Nasution, 2004). Gambar 3 memperlihatkan jenis-jenis ikan famili Telmatherinidae yang dominan. Kelimpahan ikan rainbow selebensis

(32)

11 (37,8 %) dan bonti-bonti (41,7 %) di Danau Towuti adalah paling tinggi dibandingkan dengan famili Telmatherinidae yang lain (Wirjoatmodjo dkk., 2003 dan Nasution, 2006).

Reproduksi

Sifat seksual primer pada ikan ditandai adanya testis dan ovarium untuk membedakan jenis kelamin. Sifat seksual sekunder pada ikan ialah tanda-tanda luar pada ikan yang dipakai untuk membedakan antara ikan jantan dan ikan betina. Beberapa ikan merupakan ikan yang tergolong seksual dimorfisme

artinya ikan tersebut memiliki sifat yang dapat dipakai untuk membedakan ikan jantan dan ikan betina. Seperti halnya pada kelompok rainbow, untuk membedakan ikan jantan dan ikan betina dapat dilihat dari sirip punggung pertama, sirip punggung ikan jantan lebih panjang dibandingkan ikan betina. Tanda lain adalah pada warna tubuh, ikan jantan memiliki warna yang lebih cerah dan menarik dibandingkan ikan betina yang lebih pucat (Nasution, 2005a), tanda seksual ini disebut sexualdichromatisme.

Tingkat kematangan gonad adalah tahapan tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan tersebut memijah. Perkembangan gonad merupakan bagian dari proses reproduksi ikan. Terjadinya perkembangan

gonad ini sebagai akibat adanya proses vitellogenesis yaitu proses

pengendapan kuning telur pada tiap-tiap sel telur. Sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme ikan dimanfaatkan bagi keperluan perkembangan gonadnya.

(33)

12 Ukuran ikan pertama kali matang gonad berhubungan dengan pertumbuhan ikan dan pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan serta strategi reproduksinya. Ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad tidak selalu sama. Hal ini disebabkan antara lain oleh perbedaan strategi hidup atau pola adapatasi ikan itu sendiri (Biusing, 1987). Faktor-faktor yang mempengaruhi saat pertama kali matang gonad yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dalam meliputi perbedaan spesies, umur, ukuran serta sifat fisiologi kemampuan ikan beradaptasi terhadap lingkungannya, sedangkan faktor luar antara lain makanan, suhu, arus, dan perbandingan jumlah ikan jantan dan betina (Lagler et al., 1997).

Ikan rainbow selebes yang terdapat di Sungai Maros (ukuran panjang total ikan jantan dan ikan betina antara 55-60 mm) pertama kali berkembang gonadnya pada ukuran 15 mm (Andriani, 2000). Ikan jantan mencapai TKG IV (matang gonad) pertama kali berukuran 45,00-50,99 mm dan ikan betina berukuran 33,00-44,99 mm panjang baku. Menurut Hoedeman (1975) rainbow

selebes mencapai kematangan seksual pada ukuran ± 50 mm dalam waktu

pemeliharaan intensif selama enam bulan. Pada spesies rainbow irian

(Melanotaenia boesemani), kematangan gonad dicapai pada ukuran panjang

baku 63,40 mm (Allen and Cross, 1980).

Fekunditas ialah jumlah telur pada ikan betina sebelum dikeluarkan pada waktu akan memijah. Hunter et al., (1992) menyatakan bahwa fekunditas total adalah jumlah telur yang terdapat di dalam ovari yang akan dikeluarkan pada waktu memijah. Fekunditas satu spesies ikan selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetis, juga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan bagi induk ikan (Wootton, 1979; Ridwan, 1979; dan Royce, 1984). Fekunditas mempunyai keterkaitan dengan umur, panjang atau bobot individu, dan spesies ikan. Pertambahan bobot dan panjang ikan cenderung meningkatkan fekunditas secara eksponensial (Effendie, 1979).

(34)

13 panjang dan terus menerus ditandai oleh banyaknya ukuran telur yang berbeda di dalam ovarium, sehingga dapat dikatakan sebaran diameter telur pada tiap tingkat kematangan gonad akan mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut.

Secara umum terdapat dua tipe ikan yang berbeda dalam mengantisipasi atau beradaptasi terhadap tekanan lingkungan. Perbedaan kedua tipe yang terkait dengan siklus hidup ikan menggambarkan pola seleksi atas tekanan lingkungan yang berbeda, yaitu spesies dengan pola seleksi tipe ”k” yang hidup di perairan yang stabil dan populasi yang padat (crowded). Spesies dengan pola seleksi tipe ”r” adalah spesies yang cocok untuk pertumbuhan populasi maksimum pada suatu kondisi lingkungan yang tidak padat (uncrowded) dan tekanan lingkungan yang tidak stabil (Horn, 1978; Bone and Marshal, 1982; Lowe and McConell, 1991). Mann and Mills (1979) dan Bone and Marshal (1982) membuat daftar yang mencirikan seleksi tipe ”k” dan ”r” (Tabel 1).

Tabel 1. Pola seleksi tipe ”k” dan ”r” kaitannya dengan siklus hidup ikan

Seleksi tipe ”k” Seleksi tipe ”r”

a) Kepadatan penuh b) Lingkungan stabil

c) Reproduksi sekali setahun d) Ukuran tubuh besar

e) Fekunditas sedikit

f) Pertumbuhan lambat

g) Jangka hidup panjang h) Kondisi lingkungan dapat

diperkirakan

i) Parental care

a) Kepadatan tidak penuh b) Lingkungan kurang stabil c) Reproduksi sepanjang tahun d) Ukuran tubuh kecil

e) Fekunditas banyak

f) Pertumbuhan cepat

g) Jangka hidup pendek h) Kondisi lingkungan sulit

diperkirakan i) Tidak parental care

Makanan dan Kebiasaan Makan

(35)

14 Berdasarkan makanannya, ada ikan planktivora, herbivora, detritivora, karnivora, dan omnivora. Berdasarkan jumlah variasi makanan, ikan dapat

dibagi menjadi: euryphagic yaitu ikan pemakan bermacam-macam makanan,

stenophagic yaitu ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit atau sempit,

dan monophagic yaitu ikan yang makanannya terdiri dari satu macam makanan

saja (Effendie, 2002).

Jenis ikan dari famili Telmatherinidae seperti rainbow selebes dan rainbow selebensis termasuk jenis karnivora yang cenderung insektivora. Pada ikan rainbow selebes makanan utamanya Insekta diikuti oleh Crustacea, Protozoa, Rotifera, Bacillariophyceae (diatom), dan Chlorophyceae (alga hijau) (Andriani, 2000 dan Furkon, 2003).

Kebiasaan makanan adalah semua jenis makanan yang biasa dimakan oleh ikan, meliputi kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan. Dengan demikian kebiasaan makanan dan cara makan itu secara alami bergantung kepada lingkungan tempat ikan itu hidup (Effendie, 2002). Kebiasaan makanan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain habitat, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, periode harian mencari makanan, spesies kompetitor, ukuran, dan umur ikan(Ricker, 1970)

Urutan kebiasaan makanan ikan terdiri dari: makanan utama yaitu makanan yang biasanya dikonsumsi dalam jumlah banyak; makanan pelengkap yaitu makanan yang ditemukan dalam saluran pencernaan dalam jumlah yang sedikit; makanan tambahan yaitu makanan yang terdapat pada saluran pencernaan dalam jumlah yang sangat sedikit. Selain itu terdapat makanan pengganti yaitu makanan yang dikonsumsi jika makanan utama tidak tersedia (Nikolsky, 1963).

Dinamika Stok Ikan

Pertumbuhan

(36)

15 Secara umum pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi keturunan, sex, umur, dan penyakit. Faktor luar meliputi jumlah dan ukuran makanan yang tersedia di dalam perairan serta kualitas air. Laju pertumbuhan organisme perairan tergantung kepada kondisi lingkungan dan ketersediaan organisme makanan di dalam perairan (Nikolsky, 1963).

Salah satu parameter untuk mengetahui populasi ikan secara lebih mendalam adalah pola pertumbuhan ikan tersebut. Data sebaran frekuensi panjang digunakan untuk penentuan kelompok ukuran ikan dalam populasi, struktur populasi, ukuran pertama kali matang gonad, dan lamanya hidup. Sebaran data frekuensi panjang yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk pendugaan umur ikan. Berdasarkan data panjang tersebut dapat ditentukan

panjang ikan maksimum (L∞) dan koefisien pertumbuhannya (K). Hubungan

umur dengan panjang ikan dapat diduga melalui data komposisi panjang yang dapat dikonversi untuk mendapatkan data komposisi umur. Selanjutnya data komposisi umur digunakan dalam pendugaan parameter pertumbuhan ikan (Spare and Venema, 1999).

Rekrutmen (Penambahan Baru)

Rekrutmen diartikan sebagai penambahan stok baru (dari semua ukuran) ke dalam populasi. Ada beberapa definisi stok yaitu: 1) suatu gugus dari suatu spesies yang mempunyai parameter pertumbuhan dan kematian sama, serta menghuni suatu wilayah geografis tertentu; 2) kelompok ukuran ikan yang tersedia pada waktu tertentu sehingga dapat tertangkap oleh alat tangkap. Masuknya stok dari luar wilayah perikanan ke dalam suatu stok perikanan (rekrut) yang sedang dieksploitasi tersebut berasal dari hasil reproduksi yang telah mencapai ukuran stok. Faktor penentu besarnya rekrutmen adalah jumlah induk yang siap memijah, fekunditas rata-rata, perbandingan induk jantan dan betina, sintasan pada rentang waktu antara pemijahan sampai dengan ikan mencapai ukuran stok (rekrut), dan laju eksploitasi (E) (Spare and Venema, 1998).

(37)

16 dalam persamaan untuk memprediksi ukuran ikan setelah mencapai umur tertentu. Parameter mortalitas (kematian) mencerminkan suatu laju kematian hewan (ikan) yakni jumlah kematian per unit waktu. Parameter mortalitas adalah mortalitas karena kegiatan penangkapan, yang mencerminkan kematian karena penangkapan dan mortalitas alami yang merupakan kematian karena penyakit, pemangsaan, dll.

Pengkajian stok ikan yang dieksploitasi dapat dibuat dengan data perikanan komersial yang meliputi:

1. Hasil tangkapan total ikan (menurut jenis ikan, daerah, waktu, dan jenis alat tangkap).

2. Upaya penangkapan (menurut daerah dan jenis alat tangkap)

3. Frekuensi sebaran panjang ikan (menurut jenis dan jenis kelamin). Tujuan dari frekuensi sebaran panjang adalah untuk mengetahui komposisi ukuran ikan hasil tangkapan. Apabila terlalu sedikit ikan ukuran besar (tua) yang tertangkap, maka stok ikan sudah tangkap lebih dan tekanan penangkapan terhadap stok ikan tersebut harus dikurangi. Sedangkan apabila terlalu banyak ikan berukuran besar (tua) yang tertangkap, maka stok ikan masih di bawah tekanan penangkapan dan masih banyak lagi ikan yang dapat ditangkap untuk memaksimalkan hasil.

4. Data biologi ikan (misalnya ukuran ikan dewasa dan siap memijah/tingkat kematangan gonad)

5. Data alat tangkap (misalnya ukuran mata jaring) dan operasi penangkapan.

Masukan dari data-data tersebut, akan diperoleh tingkat penangkapan optimum (tingkat optimum dari mortalitas/kematian karena penangkapan) dan dapat ditentukan hasil tangkapan maksimum lestari atau nilai dan posisi sekarang terhadap optimalnya (Sukimin, 2006).

(38)

17 Potensi penambahan baru juga ditentukan besarannya dengan mengalisis sebaran panjang dan dianalisis dengan metode Elefan II pada program FiSAT.

Model yang dikembangkan Beverton and Holt (1957) adalah model analitik rekrutmen atau model hasil per penambahan baru. Model ini dikembangkan dengan asumsi bahwa pertumbuhan populasi akan mengikuti persamaan:

Nt = No e –Zt

Keterangan: Nt = jumlah ikan pada waktu t

No = jumlah ikan pada awal observasi (t=0) Z = tingkat kematian total

Apabila kajian dilakukan terhadap satu kohort (sekelompok ikan yang mempunyai umur yang sama) dan umur (t) dimulai saat ikan memasuki ukuran rekrutmen (tr), maka rumus di atas menjadi:

Nt = R e –Z(tc-tr)

Pada periode tr – tc (tc = umur ikan pertama kali tertangkap), ikan belum tertangkap, sehingga F = 0, karena Z = F + M, dan F = 0, maka Z = M. Dengan demikian pada periode tr ke tc rumus tersebut menjadi:

Nt = R e –M(tc-tr)

Jika pada saat ikan mencapai umur tc jumlah ikan adalah R’, maka: R’ = R e –M(tc-tr)

Pada selang waktu antara tc ke t∞ (tak terhingga), Z = M + F, karena sudah terjadi penangkapan. Oleh karena itu:

Nt = R e –(M+F) (t-tr)

Jika selang waktu diundurkan mulai dari tr ke t∞, maka persamaan menjadi:

Nt = R {e –(M(tc-tr)}{e –(M+F) (tc-tc)}

Mortalitas Total (Z)

(39)

18 Teknik kuosien Z/K dan modifikasinya dikembangkan oleh Beverton and Holt (1957) dan oleh Watherall (1986). Validitas metode ini didasarkan pada asumsi bahwa sampel ikan diperoleh dari populasi yang stabil dengan penambahan baru dan laju mortalitas yang konstan serta mengikuti model pertumbuhan Von Bertalanffy. Nilai Z/K dapat diduga jika nilai-nilai L∞, L c dan L diketahui dengan persamaan:

atau jika L’ diketahui dapat digunakan rumus :

Keterangan : K = indeks kurva pertumbuhan Von Bertalanffy L∞ = panjang infiniti

L = rata-rata panjang ikan dalam kelompok umur tertentu L c = panjang ikan pertama tertangkap alat

L’ = panjang ikan terkecil dalam sampel dengan jumlah sudah dapat diperhitungkan/representatif

Mortalitas Alami (M)

Faktor-faktor penyebab terjadinya mortalitas alami antara lain penyakit, parasit, karena tua, pencemaran, persaingan dan pemangsaan. Mortalitas alami (M) ikan bonti-bonti di perairan Danau Towuti belum diketahui. Laju mortalitas alami dapat diduga menggunakan pendekatan empiris Pauly (1983), yaitu menunjukkan adanya pengaruh suhu rata-rata tahunan (T) terhadap laju mortalitas alami ikan. Rumus empiris Pauly adalah sebagai berikut:

Log M = -0,0066 – 0,279 log L∞+ 0,6543 log K + 0,4634 log T

Keterangan : M = mortalitas alami/tahun L∞ = panjang infiniti (mm)

K = koefisien pertumbuhan/tahun T = suhu rata-rata tahunan

Mortalitas Eksploitasi (F)

(40)

19 yang dapat memberikan dugaan maksimum. Populasi virtual adalah jumlah hasil tangkapan dari cohort tertentu selama hidupnya. Karena itu hasil tangkapan dalam tahun tertentu bagaimana nisbinya terhadap hasil tangkapan tahun saat ini dan semua tahun lalu, adalah merupakan penduga. Penduga ini maksimum karena dugaan populasi virtual adalah pendugaan yang minimum, tidak meliputi ikan yang mati karena sebab-sebab lain kecuali laporan hasil tangkapan. Mortalitas eksploitasi dapat diperoleh setelah diketahui mortalitas total (Z) dan mortalitas alami (M) dari persamaan F = Z - M.

Model Hasil per Penambahan Baru (Y/R)

Secara matematik model hasil per penambahan baru (Y/R) terdiri atas persamaan yang menyatakan bahwa hasil dari suatu kelas ukuran atau umur ikan atau populasi tunggal sebagai fungsi parameter pertumbuhan dan mortalitas:

Keterangan : Y = hasil

Ft = laju mortalitas penangkapan pada waktu t Nt = banyaknya ikan pada waktu t

Wt = bobot ikan pada waktu t

Apabila persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy dimasukkan ke dalam persamaan hasil dari Beverton and Holt (1957), maka persamaan menjadi:

Jika kondisi stok sangat tereksploitasi, setiap terjadi penambahan baru yang masuk ke dalam stok langsung tertangkap oleh alat tangkap yang beroperasi (knife-edge recruitment fisheries), maka tc = tr sehingga persamaan dapat disederhanakan menjadi:

(41)

20 Keterangan: S = e-nK(tc-to)

K = koefisien pertumbuhan Von Bertalanffy to = umur teoritis pada waktu panjang ikan = 0 tc = umur pada waktu ikan pertama tertangkap alat tr = umur pada waktu ikan masuk ke dalam stok (rekrut)

F = laju mortalitas penangkapan

M = laju mortalitas alami

Z = laju mortalitas total = F + M

Konservasi dan Pengelolaan

Konservasi

Definisi konservasi sumber daya ikan menurut Undang-undang tentang Perikanan No. 31 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber daya Ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan.

Keendemisan flora dan fauna yang terdapat di suatu habitat perairan adalah salah satu faktor untuk dibuat klasifikasi kawasan, sehingga habitat perairan tersebut dapat dilindungi, dikonservasi, dan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan klasifikasi kawasan menurut UU No. 5 Tahun 1990 dan SK Mentan No.274/Kpts/Um/1979 pada tanggal 24 April 1979 bahwaDanau Towuti ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) yaitu kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Hal ini karena keindahan pemandangan dan hutan-hutan di sekitarnya.

Konservasi untuk kegiatan perikanan adalah suatu kegiatan positif yang mencakup kegiatan-kegiatan perlindungan, pemeliharaan, restorasi/rehabilitasi yang bertujuan untuk pemanfaatan secara berkelanjutan ekosistem alami. Pada kondisi sumber daya perikanan yang berada dalam status rawan punah

(vulnerable species) perlu dilakukan tindakan konservasi untuk

(42)

21 Konservasi dapat dibagi menjadi konservasi in-situ dan konservasi eks-situ. Konservasi in-situ adalah untuk menjaga keberadaan sumberdaya ikan umumnya dan ikan endemik khususnya di habitatnya secara alamiah agar sumberdaya ikan yang ada tetap dipertahankan keberadaannya. Konservasi eks-situ yaitu melindungi dan mengembangkan sumberdaya ikan umumnya dan ikan endemik khususnya agar memberikan manfaat untuk dikembangkan dan dikembalikan ke alam. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, bahwa konservasi in-situ dapat dilakukan dengan membuat: 1) Kawasan Suaka Alam yaitu Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa, 2) Kawasan Pelestarian Alam yaitu Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.

Konservasi in-situ fungsi utamanya adalah sebagai: 1) fungsi ekologis dalam menunjang peningkatan populasi alami melalui pemulihan populasi, 2) fungsi sosio ekonomi dan sosio budaya dalam memenuhi aspek pemanfaatannya bagi kesejahteraan manusia seperti membuat suaka perikanan (reservat) perairan darat.

Konservasi eks-situ dapat diterapkan melalui teknologi penangkaran atau domestikasi yaitu: 1) teknologi penangkaran untuk konservasi, teknologi ini dilakukan pada jenis ikan yang terancam punah dan langka, tidak boleh ada persilangan atau erosi genetik, dan tidak ada nilai profit. Apabila penangkaran telah dilakukan, maka harus dilakukan restocking ke habitat aslinya; 2) teknologi penangkaran untuk konservasi, sebagian bisa dimanfaatkan dan teknologi ini dilakukan untuk jenis ikan yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi, mempunyai nilai komersial, dan sebagian dari hasil penangkaran harus dikembalikan ke habitat aslinya.

Pengelolaan

(43)

22 Menurut King (1997), pengelolaan sumberdaya perikanan pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk: 1) memperoleh produksi maksimum yang berkelanjutan, dalam arti bahwa keberlanjutan stok alami dapat dipertahankan; 2) memperoleh keuntungan ekonomi yang maksimum berkesinambungan bagi para pihak pengguna sumberdaya perikanan; dan 3) secara sosial mampu meningkatkan kesejahteraan para pihak yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan terutama nelayan.

Prinsip dasar yang mendasari upaya pengelolaan adalah bahwa pemanfaatan sumberdaya harus didasarkan pada sistem dan kapasitas daya dukung (carrying capacity) alamiahnya. Besar kecilnya hasil tangkapan ikan tergantung pada jumlah stok alami yang tersedia di perairan dan kemampuan alamiah dari habitat untuk menghasilkan biomas ikan. Oleh sebab itu upaya pengelolaan diawali dengan pengkajian stok, agar potensi stok alaminya dapat diketahui. King (1997) mengemukakan suatu konsep pengelolaan sumberdaya perikanan yang merupakan keterkaitan antara pengkajian stok, tujuan, strategi dan pengaturan pengelolaan perikanan.

Penentuan strategi pengelolaan akan diawali dengan pengkajian stok sumberdaya yang hendak dikelola. Pada saat yang sama juga dilakukan pemantauan terhadap upaya eksploitasi terutama untuk memantau apakah sudah terjadi tangkap lebih (over fishing) dengan melihat hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dan ukuran dominan yang tertangkap. Berdasarkan hasil kajian stok dan pemantauan tersebut, dengan memperhatikan aspek resiko yang ditemukan dan aspek lingkungan (ekologi, sosial ekonomi dan budaya), maka akan dapat dibuat suatu peraturan perikanan, terutama terkait dengan pengaturan upaya eksploitasi (jenis alat, jumlah alat, jumlah nelayan, waktu dan lokasi penangkapan) dan pengaturan hasil tangkapan (ukuran dan jumlah ikan yang boleh ditangkap) (Gambar 4).

Agar populasi sumberdaya ikan tetap berkelanjutan, diperlukan

usaha-usaha sejak dini untuk menemukan suatu bentuk pengelolaan dengan

(44)
(45)

24 Mortalitas

penangkapan

Stok ikan

Hasil tangkapan Upaya penangkapan

Luaran terkontrol Masukan terkontrol

Pemantauan

CPUE Struktur

Ukuran ikan

Pengkajian stok

Strategi pengelolaan Aspek sosial,

ekonomi, dan lingkungan

Peraturan perikanan

Pengkajian resiko Pertumbuhan

Rekrutmen

Gambar 4. Hubungan antara pengkajian stok ikan, strategi pengelolaan, dan peraturan perikanan (dimodifikasi dari King 1997).

(46)

25

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di perairan Danau Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Pengamatan dilakukan setiap bulan secara time series

selama 12 bulan dari bulan Mei 2006 hingga April 2007. Pengambilan data disesuaikan dengan penangkapan bagan yaitu pada saat bulan gelap (akhir dan awal bulan). Pengambilan sampel ikan, dan data lingkungan/habitat dilakukan setiap sampling. Analisis sampel dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian Limnologi LIPI Cibinong.

Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Desain penelitian ditetapkan dengan cara zonasi (segmentasi) dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik perairan Danau Towuti berdasarkan tipologi habitat, pengaruh/tekanan lingkungan sekitar danau, dan eksploitasi.

Penentuan stasiun penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa: (1) contoh ikan yang diperoleh akan mewakili ikan bonti-bonti (Paratherina striata) yang ada di Danau Towuti, (2) habitat sesuai bagi ikan tersebut, (3) efisiensi

operasional pelaksanaan. Berdasarkan hal tersebut ditetapkan lima stasiun

penelitian di Danau Towuti (Gambar 5 dan Lampiran 1) menggunakan GPS

(Geographic Positioning System) (Lampiran 2) sebagai berikut:

Stasiun I : Tanjung Bakara, terletak di daerah yang mendapat pengaruh

sawmill dan aktivitas penduduk yang tinggi dalam bidang

perikanan dengan kedalaman air 1,5-10 m. Substrat terdiri dari batu, pasir, dan lumpur. Koordinat: 02o 40’47,1”LS; 121o 25’04,0”BT.

Stasiun II : Inlet Danau Towuti yang berasal dari Sungai Tominanga dengan kedalaman air 1-20 m. Substrat terdiri dari batu, kerikil, dan pasir

serta jauh dari tempat tinggal penduduk. Koordinat: 02o

39’43,4”LS; 121o 32’46,0”BT.

(47)

26 dari batu, kerikil, dan pasir. Koordinat: 02o 44’33,9”LS; 121o 34’44,6”BT.

Stasiun IV : Outlet Danau Towuti (Sungai Hola-hola) yang mengalir ke Sungai Larona dengan kedalaman air 3-10 m. Substrat terdiri

dari batu dan lumpur, terdapat tanaman air serta jauh dari tempat tinggal penduduk. Koordinat: 02o 47’35,1”LS; 121o 24’21,1”BT.

Stasiun V : Beau, terletak di daerah yang mendapat pengaruh aktivitas

penduduk yang tinggi dalam bidang perikanan dengan kedalaman air 1,5-5 m. Substrat terdiri dari lumpur berpasir dan banyak terdapat tanaman air. Koordinat: 02o 51’23,2”LS; 121o 32’46,6”BT.

Gambar 5. Peta lokasi penelitian di Danau Towuti

Peta landsat 21 Mei 2004 (Hehanussa, 2006) dengan modifikasi S. Tominanga

S. Larona

(48)

27

Variabel Pengukuran

Parameter lingkungan yang diukur: a) Suhu air (oC)

b) Oksigen terlarut/DO (mg/L) c) Konduktivitas (µS/cm) d) Derajat keasaman/pH e) Alkalinitas (mg/L CaCO3) f) Curah hujan (mL/Th) g) Tinggi muka air (m)

Parameter biologi yang diukur: a) Kelimpahan plankton b) Jenis kelamin

c) Panjang tubuh (mm) d) Bobot tubuh (gram) e) Karakter morfometrik (cm) f) Bobot gonad (gram)

g) Tingkat kematangan gonad (TKG) h) Fekunditas dan diameter telur

i) Kelimpahan dan distribusi ukuran panjang dan struktur TKG

j) Makanan ikan

Parameter dinamika stok dan tingkat eksploitasi yang diukur:

a) Frekuensi panjang hasil tangkapan experimental gillnet setiap bulan selama setahun

b) Jumlah kepemilikan alat tangkap (bagan) nelayan sampel c) Ukuran mata jaring bagan (cm)

d) Lama eksploitasi bagan (jam)

e) Jumlah pengangkatan jaring bagan dalam satu malam

f) Kelimpahan hasil tangkapan (produksi/biomas) bagan setiap bulan selama setahun

(49)

28

Bahan dan Metode Pengukuran

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel air, ikan hasil tangkapan dengan experimental gillnet pada setiap stasiun dan bagan, serta bahan pengawet (formalin, alkohol, lugol, dan larutan bouin).

Metode Pengukuran

Parameter lingkungan:

a) Peneraan kualitas air diukur secara insitu menggunakan Water quality

checker (WQC) Horiba yang mewakili musim hujan, kemarau, dan peralihan

(Lampiran 2). Pengukuran dilakukan di setiap stasiun secara horizontal dalam badan air (sampai 50 cm di bawah permukaan air) pada pukul 07-10.00 WITA di hari yang sama sebelum pengambilan sampel ikan.

Parameter biologi:

a) Sampel plankton diambil menggunakan Kemmerer water sampler kemudian disaring menggunakan plankton net No. 25 (porositas 40 µ). Sampel plankton diambil pada setiap zona secara horizontal dalam badan air (sampai 50 cm di bawah permukaan air). Volume air yang disaring 20 liter. Sampel air yang terkonsentrasi (30 mL) dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berlabel dan ke dalamnya dimasukkan 3-4 tetes larutan lugol sampai berwarna coklat. Menghitung kelimpahan plankton dengan cara mengambil sampel menggunakan pipet, kemudian diletakkan di atas gelas objek dan diamati menggunakan mikroskop binokuler. Pemeriksaan diulang tiga kali dan nilai yang diperoleh dirata-ratakan. Identifikasi plankton menggunakan buku petunjuk Needham and Needham (1963) dan Mizuno (1970). Penentuan kelimpahan plankton dilakukan dengan metode Lackley drop microtransect

counting (Anonymous, 1992).

b) Sampel ikan ditangkap menggunakan experimental gillnet (Lampiran 3)

Gambar

Gambar 2. Ikan bonti-bonti (Paratherina striata Aurich), Foto: Nasution (2006)
Tabel 1. Pola seleksi tipe ”k” dan ”r” kaitannya dengan siklus hidup ikan
Gambar  4.     Hubungan antara pengkajian stok ikan, strategi pengelolaan, dan peraturan perikanan (dimodifikasi  dari King 1997)
Gambar 5. Peta lokasi penelitian di Danau Towuti        Peta landsat 21 Mei 2004 (Hehanussa, 2006) dengan modifikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan penelitian ini akan menelaah dan menganalisa lebih lanjut tentang pemberian hibah bersyarat kepada lembaga keagaman yang dilakukan tanpa akta otentik Metode

Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan antara rasio lingkar pinggang panggul, asupan vitamin B6, asupan magnesium, asupan kalsium dan aktifitas fisik

Tidak dapat dipungkiri bahwasa- nya dalam keseharian ada mata pelaja- ran tertentu yang kurang diminati oleh siswa karena dianggap sebagai mata pelajaran wajib dan

tumpang tindih sehingga menciptakan suasana kebun Hal ini diduga karena pada perlakuan ini terdapat yang tidak sesuai bagi hama bubuk buah kopi. Di- empat cara pengendalian yaitu

Faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan yang bersifat negatif pada analisis regresi persentase tehadap kepadatan populasi hama pada buah kopi berwarna hijau pada

Meningkatnya kesadaran manusia terhadap upaya pelestarian alam serta terbebasnya tanaman pertanian atau perkebunan dari residu pestisida, berpengaruh terhadap semakin

TOKSISITAS EKSTRAK N-HEKSANA SERBUK GERGAJI KAYU SENGON (Albizia falcataria L. Forberg) TERHADAP MORTALITAS SERANGGA PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferr.) (Scolytidae:

menghisap darah orang (Man Biting Rate/MBR) dari tiga kali penangkapan diperoleh MBR Anopheles spp. Kebanyakan Anopheles spp. menghisap darah di luar rumah dibanding di dalam