• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelaksananaan Pendidikan Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Luar Biasa Negeri Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Pelaksananaan Pendidikan Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Luar Biasa Negeri Kota Medan"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PENDIDIKAN KHUSUS BAGI

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH LUAR BIASA

NEGERI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan

Pendidikan Strata 1 (S-1)

Di Departemen Imu Administrasi Negara

OLEH:

Fariz Dharmawan

NIM. 110903019

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya dengan memberikan kesehatan, ketabahan, dan ketekunan kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat penulis selesaikan. Adapun penulisan ini untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Program Sarjana Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam proses penyelesaian skripsi ini, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun penulisan. Akhirnya dengan rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “EFEKTIVITAS

PELAKSANANAAN PENDIDIKAN KHUSUS BAGI ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI KOTA MEDAN’.

Penulisan skirpsi ini dapat dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(3)

2. Bapak Drs. Zakaria, MSP. selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Asayati Br Sembiring selaku Pembantu Dekan 1 Kepala Sub Bagian Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si. selaku ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Wali yang juga telah banyak memberikan bimbingannya kepada penulis selama proses perkuliahan hingga saat ini.

5. Ibu Dra. Elita Dewi, MSP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Drs. Ridwan Rangkuti, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

bersedia eluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skirpsi ini.

7. Seluruh Dosen Departemen Ilmu Administrasi Negara maupun Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah telah berjasa memberikan ilmu, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penulis menimba ilmu di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

8. Terima kasih juga penullis ucapkan kepada seluruh Staf Pegawai Administrasi yang ada di Departemen Ilmu Adminitrasi Negara khususnya

(4)

Kak Mega dan Kak Dian yang telah banyak membantu segala urusan administrative sejak awal penullis memulai studi hingga saat ini.

9. Kepada Bapak Drs. Masri, M.Si selaku Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin peneliti untuk melakukan penelitian di Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara dan Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Sumatera Utara.

10. Ibu Dra. Erni Mulatsih, M.Pd, selaku Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Khusus yang telah meluangkan waktunya dan bersedia memberikan informasi kepada peneliti terkait topik penelitian.

11. Bapak Drs. Basrin Siregar, M.Pd selaku Kepala Seksi Pendidikan Luar Biasa yang juga bersedia dan mau direpotkan oleh peneliti dalam pengumpulan data dan kesediaannya untuk memberikan informasn terkait topik penelitian

12. Kepada seluruh Staf Pegawai Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yang telah membantu peneliti dalam pengumpulan data khususnya Pegawai Sekretariat Sub Bagian Umum dan Sub Bagian Kepegawaian.

13. Terima kasih juga kepada Bapak Saroso, S.Pd selaku Kepala Sekolah SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Sumatera Utara yang juga iktu membantu peneliti dalam pengumpulan data penelitian

14. Kepada Staf Pengajar dan Pegawai di SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Sumatera Utara.beserta Orangtua Siswa yang mau-maunya

(5)

direpotkan oleh penelti dan bersedia untuk diwawancarai terkait dengan topik penelitian.

15. Keluarga tercinta, Oma Hj Arismah, Ayahanda H. Benny Iskandar, Ibunda Hj. Herlinda, yang telah membesarkan dan mendidik penulis dalam kasih sayang yang tak hentinya memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada penulis.

16. Abangku Aldar Valery, beserta adik-adikku tercinta Sarah Puspita Belinda, Yunika Safira, dan Yumna yang telah memberikan motivasi, semangat dan doa kepada penulis.

17. Untuk Tante Ita yang telah mau-maunya direpotkan oleh peneliti dalam mengumpulkan data dan membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi 18. Kawan-kawan kelompok internshipku, Santo, Vivin, Dhita, Dewi, Tiwi,

Amin, Putri, Henni, Dzikra, dan Nisa, terima kasih atas semuanya yang sudah kita jalani bersama dan semua kenangan baik suka maupun duka. Semoga sukses untuk kita semua.

19. Tidak lupa juga teman-teman ku Kristin, Reza, Feby, Devi, Grace, dan teman-teman AN Stambuk 2011 lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penyusunan skripsi dan terima kasih untuk semuanya. Semoga sukses kepada kalian semua dalan kehidupan ke depan nanti.

(6)

20. Tak lupa juga untuk teman-teman dan sahabatku Deby, Hanin, dan Ditha. Semoga sukses untuk kalian semua dalam kehidupan ke depan nantinya.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Semoga Allah memberikan Rahmat dan Keridhoan-Nya kepada kita semua. Amin Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, April 2015 Penulis

FARIZ DHARMAWAN 110903019

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

ABSTRAK xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Perumusan Masalah Penelitian 7

1.3.Tujuan Penelitian 7

1.4.Manfaat Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teori 9

2.1.1. Kebijakan Publik 9

2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik 9

2.1.1.2. Tahapan Kebijakan Publik 11

2.1.2. Implementasi Kebijakan 13

2.1.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan 13

2.1.2.2. Model Implementasi Kebijakan 14

2.2. Variabel-variabel dalam Penelitian 21

2.3. Hasil-hasil Penelitian mengenai Pelaksananaan Pendidikan Khusus 23

2.4. Kebijakan-kebijakan tentang Pelaksanaan Pendidikan Khusus 27

2.5.Definisi Konsep 43

2.6.Definisi Operasional 44

(8)

2.7.Sistematika Penulisan 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Bentuk Penelitian 48

3.2.Lokasi Penelitian 48

3.3.Populasi dan Sampel 49

3.4.Informan Penelitian 49

3.5.Teknik Pengumpulan Data 50

3.5.1. Data Primer 50

3.5.2. Data Sekunder 51

3.6.Teknik Analisis Data 51

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1.Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara 53

4.1.1. Letak Geografis 53

4.1.2. Prasarana dan Infrastruktur 55

4.1.3. Kondisi Kependudukan 56

4.2.Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara 58

4.2.1. Sejarah Singkat 58

4.2.2. Visi dan Misi 60

4.2.3. Struktur Organisasi 62

4.2.4. Uraian Tugas, Fungsi dan Tatakerja 65

4.2.5. Data Kepegawaian 81

4.3.Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Sumatera Utara 88

4.3.1. Sejarah Singkat Sekolah 88

4.3.2. Visi dan Misi Sekolah 89

4.3.3. Struktur Organisasi Sekolah 90

4.3.4. Data Pegawai 93

4.3.5. Data Siswa 99

(9)

4.3.6. Ketersediaan Sarana dan Prasarana 99

BAB V PENYAJIAN DATA

5.1.Deskripsi Hasil Wawancara 102

5.1.1. Komunikasi 103

5.1.2. Sumber Daya 111

5.1.3. Disposisi Implementator 118

5.1.4. Struktur Birokrasi 119

5.2.Deskripsi Hasil Kuisioner 122

5.2.1. Identitas Responden 122

5.2.2. Distribusi Jawaban Responden 125

5.3.Data Sekunder 137

BAB VI ANALISIS DATA

6.1.Komunikasi 140

6.2.Sumber Daya 144

6.3.Disposisi Implementator 148

6.4.Struktur Birokrasi 151

6.5.Analisis Hubungan Antar Variabel 154

BAB VII PENUTUP

7.1.Kesimpulan 160

7.2.Saran 163

DAFTAR PUSTAKA 165

LAMPIRAN

(10)

DARTAR TABEL

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara menurut Kabupaten /

Kota tahun 2010-2012 56

Tabel 4.2. Populasi Penyandang Cacat di Provinsi Sumatera Utara

berdasarkan Kabupaten tahun 2010/2012 57

Tabel 4.3. Jumlah PNS menurut Golongan pada Dinas Pendidikan 81

Tabel 4.4. Jumlah PNS menurut Jenis Kelain pada Dinas Pendidikan 82

Tabel 4.5. Jumlah PNS menurut Kualifikasi Pendidikan pada Dinas

Pendidikan 82

Tabel 4.6. Jumlah PNS menurut Jabatan pada Dinas Pendidikan Provinsi 83 Tabel 4.7. Jumlah PNS menurut Bidang/Unit Pelaksana pada Dinas

Pendidikan 84

Tabel 4.8. Rekapitulasi Jumlah Sekolah Luar Biasa Provinsi Sumatera

Utara 86

Tabel 4.9. Daftar Urut Kepangkatan Pegawai SLB-E Negeri Pembina 93

Tabel 4.10. Jumlah Siswa menurut Tingkat Sekolah dan Jenis Ketunaan 99

Tabel 5.1. Karakteristik Respnden menurut Pekerjaan 122

Tabel 5.2. Karakteristik Responden menurut Jenis Kelamin 123

Tabel 5.3. Karakteristik Responden menurut Usia Orang tua/wali 123

Tabel 5.4. Karakteristik Responden menurut Jenis Kebutuhan Khusus/

Kelainan 124

Tabel 5.5. Karakteristik Responden menurut Tingkatan Sekolah anak 125

Table 5.6. Distribusi Jawaban Responden mengenai komunikasi antara guru

dengan orang tua/wali 125

Tabel 5.7. Distribusi Jawaban Respon mengenai intensitas komunikasi antara

guru dengan orang tua/wali 126

Tabel 5.8. Distribusi Jawaban Responden mengenai Jumlah Pegawai/Guru 127

(11)

Tabel 5.9. Distribusi Jawaban Responden mengenai Kelengkapan Sarana

dan Prasarana 127

Tabel 5.10. Distribusi Jawaban Responden mengenai Kondisi Sarana

dan Prasarana 128

Tabel 5.11. Distribusi Jawaban Responden mengenai Sikap para Guru 129

Tabel 5.12. Distribusi Jawaban Responden mengenai Prosedur Pengurusan

Administrasi 129

Tabel 5.13. Distribusi Jawaban Responden mengenai Kualitas Pelayanan

Kepala Sekolah 130

Tabel 5.14. Distribusi Jawaban Responden mengenai Kualitas Pelayanan

Guru 131

Tabel 5.15. Distribusi Jawaban Responden mengenai Kualitas Pelayanan

Staf/Pegawai 132

Tabel 5.16. Distribusi Jawaban Responden mengenai Permasalahan dalam

Penyelenggaraan Pendidikan Khusus 132

Tabel 5.17. Distribusi Jawaban Responden mengenai intensitas konsultasi

mengenai Permasalahan dalam Belajar Mengajar 133

Tabel 5.18. Distribusi Jawaban Responden mengenai Pelaksana dari Pendidikan

Khusus 134

Tabel 5.19. Distribusi Jawaban Responden mengenai Kelengkapan Struktur

Organisasi Sekolah 134

Tabel 5.20. Distribusi Jawaban Responden mengenai Kerjasama antara Kepala

Sekolah dengan Guru 135

Tabel 5.21. Distribusi Jawaban Responden mengenai Kerjasama antara Kepala

Sekolah dengan Staf/Pegawai 136

Tabel 5.22. Distribusi Jawaban Responden mengenai Kerjasama antara Guru

dengan Staf/Pegawai 136

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn 15

Gambar 2.2. Model Implementasi Kebijakan Menurut George Edwards III 18

Gambar 2.3. Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle 20

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara` 64 Gambar 4.2. Bagan Struktur Organisasi SLB-E Negeri PTP Sumatera Utara 92

Gambar 6.1. Gambar Ruang Kelas di SLB-E Negeri Pembina 148

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Pengajuan Judul Skripsi Lampiran 2. Surat Permohonan Judul Skripsi Lampiran 3. Surat Penunjukan Dosen Pembimbing Lampiran 4. Surat Pengajuan Judul Skripsi

Lampiran 5. Surat Undangan Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi Lampiran 6. Jadwal Seminar Proposal Usulan Penelitian Skrisi

Lampiran 7. Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Rancangan Usulan Penelitian Skripsi

Lampiran 8. Surat Rekomendasi/Izin Penelitan dari FISIP USU

Lampiran 9. Surat Rekomendasi/Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 10. Surat Izin Penelitian dari SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 11. Surat Pemberitahuan Telah Melakukan Penelitian di Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara pada Bidang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Khusus

Lampiran 12. Kartu Kendali Bimbingan Skripsi Lampiran 13. Pedoman Wawancara

Lampiran 14. Transkrip Wawancara

(14)

Lampiran 15. Contoh Kuisioner Lampiran 16. Hasil Kuisioner

Lampiran 17. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lampiran 18. Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 33 Tahun 2008 Tentang Standar Sarana Dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB)

Lampiran 19. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang

Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan

Lampiran 20. Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 18 Tahun 2010 tentang Uraian Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 21. Panduan Pelaksanaan Tahun 2011 mengenai Bantuan Pengembangan E-Learning SMLB (SLB)/Sekolah Khusus

Lampiran 22. Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional Sekolah Dasar/Madrasah Ibitidaiyah dan Sekolah Dasar Luar Biasa Tahun Pelajaran 2012/2013 Lampiran 23. Peratutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 157 Tahun

2014 Tentang Kurikulum Pendidikan Khusus

(15)

Lampiran 24. Peratutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 160 Tahun 2014 Tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013

Lampiran 25. Daftar Rekapitulasi Jumlah PNS pada Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Unit Kerja, Golongan Ruang, Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Kualifikasi Pendidikan per 1 Desember 2014

Lampiran 26. Rekapitulasi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Provinsi Sumatera

Lampiran 27. Profil SLB-E Negeri PTP Sumatera Utara

Lampiran 28. Sarana dan Prasarana pada SLB-E Negeri PTP Sumatera Utara Lampiran 29. Akreditasi SLB-E Negeri Pembina

Lampiran 30. Pedoman Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Khusus

Lampiran 21. Daftar Siswa SLB-E Negeri PTP Sumatera Utara Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015

Lampiran 32. Daftar Urut Kepangkatan (DUK) SLB-E Negeri PTP Sumatera Utara

(16)

ABSTRAK

Judul : Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa Kota Medan

Nama : Fariz Dharmawan

NIM : 110903019

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si

Terkait dengan peluang untuk memperoleh pendidikan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional dalam pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Pada pasal 5 ayat 2 Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Menurut Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 pasal 130 ayat 1 disebutkan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Kota Medan dan untuk mengetahui sudah sejauh mana pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus tersebut dilaksanakan dan manfaatnya kepada para anak yang membutuhkan pendidikan khusus tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksplanatif dengan analisis data kualitatif. Dan teknik pengumpulan data ialah dengan pengumpulan data primer berupa wawancara dan penyebaran kuisioner, dan data sekunder berupa dokumentasi dan studi kepustakaan.

Secara keseluruhan Pelaksanaan Pendidikan Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus masih belum efektif karena masih banyaknya permasalahan yang ada seperti halnya komunikasi yang belum berjalan dengan baik sehingga pemahaman akan penggunaan kurikulum pada satuan pendidikan khusus yaitu kurikulum 2013 karena masih adanya miskomunikasi. Selain itu juga pada sumberdaya seperti sarana dan prasaran dan dana belum digunakan secara maksimal dan masih banyaknya guru yang berlatar belakang pendidikan non PLB. Selain itu dalam variabel disposisi dan fasilitas-fasilitas yang sudah ada belum digunakan secara maksimal dan masih nyamannya sekolah dengan keadaan situasi konndisi yang ada sehingga pelaksanaannya tidak sesuai dengan pedoman yaitu Pedoman Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Khusus. Selain itu masih kurangnya SDM dirasakan juga dalam pelaksanaan pendidikan khusus di SLB-E Negeri Pembina karena guru selain menjadi tenaga pengajar juga dibebankan oleh kegiatan administrasi sekolah.

Kata-kata Kunci (Keywords) : Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan Khusus bagi Anak Berkebutuhan Khusus, SLB Negeri Kota Medan

(17)

ABSTRAK

Judul : Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa Kota Medan

Nama : Fariz Dharmawan

NIM : 110903019

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si

Terkait dengan peluang untuk memperoleh pendidikan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional dalam pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Pada pasal 5 ayat 2 Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Menurut Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 pasal 130 ayat 1 disebutkan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Kota Medan dan untuk mengetahui sudah sejauh mana pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus tersebut dilaksanakan dan manfaatnya kepada para anak yang membutuhkan pendidikan khusus tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksplanatif dengan analisis data kualitatif. Dan teknik pengumpulan data ialah dengan pengumpulan data primer berupa wawancara dan penyebaran kuisioner, dan data sekunder berupa dokumentasi dan studi kepustakaan.

Secara keseluruhan Pelaksanaan Pendidikan Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus masih belum efektif karena masih banyaknya permasalahan yang ada seperti halnya komunikasi yang belum berjalan dengan baik sehingga pemahaman akan penggunaan kurikulum pada satuan pendidikan khusus yaitu kurikulum 2013 karena masih adanya miskomunikasi. Selain itu juga pada sumberdaya seperti sarana dan prasaran dan dana belum digunakan secara maksimal dan masih banyaknya guru yang berlatar belakang pendidikan non PLB. Selain itu dalam variabel disposisi dan fasilitas-fasilitas yang sudah ada belum digunakan secara maksimal dan masih nyamannya sekolah dengan keadaan situasi konndisi yang ada sehingga pelaksanaannya tidak sesuai dengan pedoman yaitu Pedoman Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Khusus. Selain itu masih kurangnya SDM dirasakan juga dalam pelaksanaan pendidikan khusus di SLB-E Negeri Pembina karena guru selain menjadi tenaga pengajar juga dibebankan oleh kegiatan administrasi sekolah.

Kata-kata Kunci (Keywords) : Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan Khusus bagi Anak Berkebutuhan Khusus, SLB Negeri Kota Medan

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang 1945. Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah untuk melahirkan bangsa Indonesia yang cerdas yang dapat dicapai melalui pendidikan nasional. Pendidikan dapat memberikan sumbangan yang besar dalam mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

Terkait dengan peluang untuk memperoleh pendidikan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional dalam pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Pada pasal 5 ayat 2 Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Menurut Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat 3 menetapkan bahwa Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motoric, menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain, dan memiliki kelainan lain. Dalam pasal 130 ayat 1 disebutkan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat

(19)

diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pada ayat 2 Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan. Pasal 133 ayat 4 menetapkan bahwa Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara terintegrasi antarjenjang pendidikan dan/atau antarjenis kelainan.

Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, Anak Berkebutuhan Khusus memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. Selama ini cara pandang terhadap anak berkebutuhan khusus, masih negatif maka pemenuhan hak anak berkebutuhan khusus juga belum dapat memperoleh hak yang sama dengan masyarakat lainnya. Persamaan hak sebenarnya telah diatur dengan berbagai perangkat perundangan formal, tetapi permasalahannya tidak adanya sanksi yang jelas terhadap pelanggaran peraturan yang ada, sehingga masih banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang belum memperoleh haknya. Sehubungan dengan itu maka guru sebagai ujung tombak pendidikan formal perlu memberikan layanan secara optimal bagi semua siswa termasuk anak berkebutuhan khusus.

(20)

usia sekolah) berjumlah 317.016 anak. Sementara itu, berdasarkan data dari Direktorat PSLB (pendidikan sekolah luar biasa), ABK yang sudah mendapat layanan pendidikan hanya 66.610 anak. Rinciannya, TKLB 8.011 anak, SDLB 44.849 anak, SMPLB 9.395 anak dan SMALB sebesar 4.395 anak. Dengan fenomena itu, dapat disimpulkan baru 21 persen ABK di Indonesia yang telah memperoleh layanan pendidikan.

(21)

Berdasarkan hasil penelitian Estitika Rochmatul, Irwan Noor, dan Heru Ribawanto dengan judul Pengembangan Kapasitas Sekolah Luar Biasa untuk Meningkatkan Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus di SDLBN Kedungkandang Malang), pelayanan pendidikan yang ada pada SDLBN Kedungkandang secara keseluruhan sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari: Metode pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dilakukan secara individual tergantung dari kemampuan masing-masing anak dan sesuai dengan apa yang diinginkan dan apa yang dibutuhkan oleh anak pada saat itu.

(22)

didiknya. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu gaya kepemimpinan Kepala Sekolah yang masih terpusat dan tidak mau diajak berkembang. Selain itu, beban administratif kepada guru yang menyebabkan adanya guru harus membagi fokus pekerjaan ke dua bidang yaitu sebagai tenaga pengajar dan sebagai tenaga administratif.

Problem akan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ini bukan karena faktor cacat yang dimilikinya, tetapi ada pada faktor eksternal penyandang cacat itu sendiri. Walaupun secara yuridis sudah tersedia perangkat regulasi yang memberikan peluang akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ini, namun peluang itu belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh para penyandang cacat. Terlebih pada era otonomi daerah kewenangan dibidang pendidikan berada ditangan daerah, itu artinya pemberdayaan potensi penyandang cacat merupakan hak untuk pemerintah daerah. Hal ini bukan merupakan tugas ringan dan tidak mengkin dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Pemerintah daerah perlu melakukan adaptasi terhadap program yang sudah ada sebelumnya dan juga harus melakukan inovasi program agar penyandang cacat terfasilitasi dengan baik sebagaimana warga masyarakat pada umumnya.

(23)

umum. Namun permasalahan yang ditemui adalah kekurangan dana operasional. Dana operasional untuk Sekolah Luar Biasa disamakan dengan sekolah umum, padahal pengenaan biaya per anak ABK tidak sama dan pasti membutuhkan dana yang lebih besar. Program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) menyiapkan dana sebesar Rp. 150.000 untuk operasional pendidikan seorang anak pada tingkatan sekolah dasar umum. Sementara seorang ABK seperti anak tunanetra membutuhkan Rp.300.000 sampai Rp. 400.000 untuk operasional sekolah setiap bulannya. Belum lagi ABK dengan kekhususan lain seperti ABK tunagrahita yang membutuhkan Rp. 600.000 per bulan. Ditambah lagi dengan permasalahan terbatasnya tenaga pendidik dikarenakan guru bantu khusus (GBK) ditarik oleh Dinas Pendidikan yang membuat Sekolah-sekolah Luar Biasa kekurangan GBK. Memang DIKNAS menyediakan GBK baik di SLB Negeri maupun Swasta, namun jumlahnya sangat kurang, bahkan sering seorang GBK harus meladeni minimal 2 sekolah. (Sumber dari http://majalahdiffa.com)

(24)

Selain kekurangan guru, anak berkebutuhan khusus masih banyak yang belum tersentuh pendidikan karena kurangnya pemahaman orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus ini untuk memberikan pendidikan yang layak dan sesuai kebutuhannya. (Sumber dari http://edukasi.kompasiana.com).

Dengan demikian, berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk membuat proposal dengan judul Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan Khusus bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SLB Negeri Kota Medan.

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil rmusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu:

Bagaimana Proses Pelakasanaan Pendidikan Khusus bagi Anak Berkebutuhan

Khusus di SLB Negeri Kota Medan

1.3. Tujuan Penelitian

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus.

(25)

1.4. Manfaat Penelitian

Ada pula beberapa manfaat yang didapatkan dari penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Subjektif

Sebagai suatu proses untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Manfaat Praktis

Sebagai upaya untuk memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua kalangan terutama bagi mereka yang serius mendalami pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus. Sekaligus sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah setempat terutama dalam pengambilan keputusan di masa yang akan datang dan sebagai tolak ukur dalam menilai peran program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dalam menunjang pemberian pelayanan pendidikan khusus tersebut.

3. Manfaat Akademis

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teori

Menurut Kerlinger, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara mengonstruksi hubungan antar konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.1.1. Kebijakan Publik

2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

Secara etimologis, istilah kebijakan publik atau public policy berasal dari bahasa Yunani “polis” yang berarti negara kota yang kemudian masuk ke dalam bahasa Latin menjadi “politia” yang berarti negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa Inggris “policie” yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah atau administrasi pemerintahan.

Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan (2003: 1), kebijkan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi

(27)

kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik.

Easton dalam Tangkilisan (2003: 2) berpendapat bahwa Kebijakan publik diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini hanya pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Definisi kebijakan publik menurut Easton ini dapat diklasifikasikan sebagai suatu proses management, yang merupakan fase dari serangkaian kerja pejabat publik. Dalam hal ini hanya pemerintah yang mempunyai andil untuk melakukan tindakan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah publik, sehingga definisi ini juga dapat diklasifikasikan dalam bentuk intervensi pemerintah.

(28)

kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkup tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi pemerintah (intervensi sosio kultural) dengan mendayagunakan berbagai instrumen (baik kelompok, individu maupun pemerintah) untuk mengatasi persoalan publik.

2.1.1.2. Tahapan Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu bebrapa ahli politik menaruh minat untuk mengkaji kebijakan public membagi proses- proses penyusunan kebijakan public ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan dalam mengkaji kebijakan publik. Berikut tahapan kebijkan publik (Winarno, 2002: 28):

a. Tahapan penyusunan agenda

(29)

masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

b. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternative atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahapan perumusan kebijakan masing masing alternative bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

c. Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumusan kebijakan, pada akhirnya salah satu alternative kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap implementasi kebijakan

(30)

dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen- agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit- unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya financial dan manusia. Pada tahap implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e. Evaluasi kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yan telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalh. Kebijkan public pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyrakat. Oleh karena itu, ditentukan ukuran-ukuran atau criteria yang mebjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan public telah meraih dampak yang diinginkan.

2.1.2. Implementasi Kebijakan

2.1.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan

(31)

beberapa bagian sebagai tahapantahapan, yaitu: agenda-setting, formulasi, legitimasi, implementasi, evaluasi, reformulasi dan terminasi. Dari siklus tersebut terlihat secara jelas bahwa implementasi hanyalah bagian atau salah satu tahap dari proses besar bagaimana suatu kebijakan publik dirumuskan.

Sementara itu, Van Meter dan Van Horn dalam Winarno (2002: 102) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-idividu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

Implementasi adalah tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Implementasi merupakan tahapan atau serangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Implementasi kebijakan merupakan hal yang paling berat, karena tahapan inilah masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan (Nugroho, 2006: 119).

(32)

Dalam implementasi kebijakan, terdapat beberapa model kebijakan, yaitu sebagai berikut:

1. Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn Van Meter dan Van Horn menetapkan beberapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan suato model kinerja kebijakan. Beberapa variabel yang terdapat dalam Model Van Meter dan Van Horn adalah (Winarno, 2002: 110):

Gambar 2.1. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Sumber: (Winarno, 2002: 110)

a) Standar dan Sasaran Kebijakan

(33)

regulasi-regulasi dan garis-garis pedoman program yang menyatakan kriteria untuk evaluasi pencapaian kebijakan. Akan tetapi, dalam beberapa hal ukuran-ukuran dasar dan sasaran-sasaran kebijakan harus dideduksikan oleh peneliti perorangan dan pilihan ukuran-ukuran pencapaian bergantung pada tujuan-tujuan yang didukung oleh penelitian.

b) Sumber Daya

Di samping standar dan tujuan kebijakan, yang perlu mendapatkan perhatian dalam proses implementasi kebijakan adalah sumber daya yang tersedia. Kebijakan menuntut tersedianya sumber daya, baik berupa dana maupun perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif. Sumber-sumber layak mendapat perhatian karena sangat menunjuang dalam keberhasilan implementasi kebijakan.

c) Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan-kegiatan Pelaksana

Menurut Van Meter dan Van Horn prospek-prospek tentang implementasi yang efektif ditentukan oleh kejelasan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan yang dinyatakan dan oleh ketepatan dan konsistensi dalam mengkomunikasikan ukuran-ukuran dan tujuan tersebut.

(34)

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya yang berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

e) Kecenderungan Implementator/Pelaksana

Kognisi, netralitas dan obyektivitas para individu pelaksana sangat berpengaruh bentuk respons mereka terhadap semua variabel tersebut. Wujud respons individu pelaksana menjadi penyebab dari berhasil dan gagalnya implementasi. Jika pelaksana tidak memahami tujuan kebijakan, lebih-lebih apabila sistem nilai yang mempengaruhi sikapnya berbeda dengan sistem nilai pembuat kebijakan maka implementasi tidak akan efektif.

f) Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi

(35)

kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

2. Model Implementasi Kebijakan George Edward III

Menurut Edwards dalam Winarno (2002, 125-126), terdapat empat faktos atau variable krusial dalam implementasi kebijakan publik. Factor-faktor atau variable tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2. Model Implementasi Kebijakan Menurut George Edwards III

Sumber: (Winarno, 2002: 125)

a) Komunikasi

(36)

akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. b) Sumber-sumber (Resources)

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasika secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya dalam melaksanakannya, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, sumber daya finansial. Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

c) Kecenderungan-kecenderungan (Disposisi)

(37)

d) Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap Implementor dalam bertindak.

3. Model Implementasi Merilee S. Grindle

Menurut Grindle (Subarsono, 2009: 99), ada dua variable besar yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu:

(38)

Sumber: (Subarsono, 2009: 99)

1. Variabel isi kebijakan (content of policy) mencakup:

a. Sejauh mana kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan,

b. Jenis manfaat yang diterima oleh target group,

c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan, d. Apakah letak suatu program sudah tepat,

e. Apakah suatu kebijakan telah menyebutkan implementatornya dengan rinci, dan

(39)

a. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para actor yang terlibat dalam implementasi kebijakan,

b. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa, dan c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

2.2. Variabel-variabel dalam Penelitian

Dalam mengkaji suatu studi implementasi kebijakan dapat dilakukana dengan menggunakan berbagai model implementasi kebijakan. Sehingga dapat dilihat pelaksanaan suatu kebijakan dengan variable-variabel dalam model-model implementasi tersebut. Model implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model implementasi kebijakan George C. Edwards, dengan variable sebagai berikut:

a. Komunikasi

Komunikasi diperlukan supaya tercipta konsistensi atau kesepakatan dari ukuran dasar dan tujuan sehingga implementator mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi antar organisasi juga menunujuk adanya tuntutan saling mendukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan. Komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah:

1) Kerjasama para implementator

(40)

b. Sumber Daya

Sumber daya yang memadai baik sumber daya manusia maupun finasial sangat penting dalam menjalankan kebijakan/program. Sumber daya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah:

1) Kemampuan implementator, dengan melihat jenjang pendidikan,

pemahaman terhadap tujuan dan sasaran serta aplikasi detail program, kemampuan menyampaikan program dan mengarahkan.

2) Ketersedian fasilitas sarana dan prasarana

3) Ketersediaan finansial, dengan melihat kebutuhan dana, prediksi kekuatan dana dan besaran biaya.

c. Disposisi

Sikap para implementator sangat dibutuhkan dalam menjalankan sebuah kebijakan/program. Adapun yang dimaksud dengan sikap implementator yan ditujukan dalam penelitian ini adalah:

1) Gambaran komitmen dan kejujuran yang dapat dilihat dari konsistensi antar pelaksana kegiatan dengan guideline yang telah ditetapkan

2) Sikap demokratis yang dapat terlihat dari proses kerjasama antar implementator.

d. Struktur Birokrasi

(41)

1) Ketersedian SOP yang mudah dipahami.

2) Struktur organisasi pelaksana yang melihat rentang kendali antara pemimpin dan bawahan.

2.3. Hasil-hasil Penelitian mengenai Pelaksanaan Pendidikan Khusus

Sebagai bahan pertimbangan, peneliti mencantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai pelaksanaan pendidikan khusus di sekolah luar biasa. Dalam penelitian Slamet H dan Joko Santosa mengenai Revitalisasi Sekolah Luar Biasa pasca implementasi program pendidikan inklusi melakukan penelitian di empat Kabupaten/Kota yaitu Surakarta, Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri dengan pemilihan sampel yaitu empat SLB Negeri dan delapan SLB Swasta dengan delapan jenis ketunaan yaitu tunanetra, tunarungu wicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autis, tunaganda, dan lambar belajar.

(42)

kekurangan standar sarana dan prasarana di beberapa SLB baik negeri maupun swasta.

Sedangkan standar pendidik dan tenaga kependidikan diketahui bahwa dari 12 SLB terdapat empat SLB Negeri yang tidak memiliki tenaga laboratorium dan tujuh SLB swasta yang tidak memiliki tenaga laboratorium. Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa tenaga yang kurang memenuhi, baik di SLB negeri maupun swasta adalah tenaga laboratorium dan perpustakaan.

Dan mengenai Guru Pembimbing Khusus (GPK) diketahui bahwa guru pembimbing khusus yang sudah tersertifikasi lebih sedikit dari pada yang belum tersertifikasi. bahkan seluruh guru pembimbing khusus Tuna daksa, Tuna ganda, dan Lambat belajar belum ada yang sertifikasi. Hanya guru pembimbing khusus Tuna grahita yang telah sertifikasi jumlahnya lebih banyak dari pada yang belum.

(43)

pelayanan pendidikannya. Akan tetapi, kurikulum tersebut tidak dapat diterapkan seratus persen karena setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dan tidak bisa menyesuaikan kurikulum.

Dari hasil penelitian di SDLBN Kedungkandang masih terdapat sarana prasarana yang penting dan belum terpenuhi yaitu (1) ruang orientasi dan mobilitas untuk latihan ketrampilan gerak, pembentukan postur tubuh, gaya jalan dan olahraga untuk anak tunanetra, (2) Ruang Bina Wicara untuk lahihan wicara anak tunarungu, (3) Ruang Bina Diri untuk pembelajaran Bina Diri untuk anak tunagrahita, (4) Ruang tata usaha untuk pengelolaan administrasi. Ruangan-ruangan inilah yang seharusnya dipenuhi terlebih dahulu oleh sebuah sekolah luar biasa.

(44)

Upaya pengembangan kapasitas dalam hal budaya organisasi di SDLBN Kedungkandang, berdasarkan penelitian yaitu sekolah menerapkan budaya kekeluargaan dan saling keterbukaan satu sama lainnya. Adanya budaya demikian memberikan pengaruh yang besar di dalam sekolah. Suasana sekolah menjadi lebih nyaman dan kondusif. Akan tetapi, tetap seluruh kewenangan dan pengambilan keputusan masih sentalistik pada kepala Sekolah. Namun, guru-guru juga dapat menyampaikan pendapatnya karena sifatnya sharing. Semua pendapat dari guru akan didengarkan dan ditampung oleh Kepala Sekolah. Selanjutnya dalam keputusannya Kepala Sekolah tetap mempunyai andil besar dalam memutuskan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh Kepala Sekolah.

Sedangkan faktor yang dapat menghambat pengembangan yaitu gaya kepemimpinan Kepala Sekolah. Dalam hal ini pemimpin terkesan tidak mau berupaya untuk mengembangkan kapasitasnya. Dengan gaya kepemimpinan yang demikian terkadang membuat guru merasa nyaman dengan situasi dan kondisi yang ada. Hal itu karena guru tidak perlu berpikir yang rumit, karena semua keputusan ada di Kepala Sekolah. Sehingga guru-guru tidak dapat mengembangkan kemampuannya. Selain itu, gaya kepemimpinan Kepala Sekolah juga tertutup untuk segala hal tentang perkembangan sekolah. Sehingga yang mengetahui segala sesuatu tentang sekolah hanya Kepala Sekolah.

(45)

lebih banyak lagi. Dalam mengajar anak-anak berkebutuhan khusus membutuhkan energi yang besar dan butuh fokus yang besar pula. Apabila guru dibebankan dengan tugas lain di luar tugas utamanya yaitu mengajar maka guru akan merasa kewalahan. Kegiatan administrasi di sebuah sekolah luar biasa seharusnya dibebankan kepada personil lain di luar guru.

Dari dua penelitian yang telah peneliti paparkan tadi terungkap bahwa dalam pelaksanaan pendidikan khusus di sekolah luar biasa memang masih banyak kendala yang dihadapi seperti halnya sarana dan prasarana dalam menunjang pelaksanaan pendidikan khusus ini masih kurang memadai khususnya ruang-ruang khusus bagi setiap jenis kelainan atau kebutuhan khusus dan tidak memiliki tenaga laboratorium baik di SLB negeri maupun swasta. Kendala yang kedua ialah gaya kepemimpinan Kepala Sekolah. Dalam hal ini pemimpin terkesan tidak mau berupaya untuk mengembangkan kapasitasnya. Dengan gaya kepemimpinan yang demikian terkadang membuat guru merasa nyaman dengan situasi dan kondisi yang ada. Hal itu karena guru tidak perlu berpikir yang rumit, karena semua keputusan ada di Kepala

Sekolah sehingga guru-guru tidak benar-benar dapat mengembangkan

(46)

2.4. Kebijakan-kebijakan mengenai Pelaksanaan Pendidikan Khusus

Pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) sejak berdirinya hingga sekarang telah mengalami perjalanan yang panjang, baik yang terjadi di Indonesia maupun di negara-negara lain di dunia. Pendidikan anak berkebutuhan khusus secara umum dapat dilaksanakan di sekolah khusus, maupun di sekolah umum/sekolah reguler.

Di Indonesia, perkembangan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus dan pendidikan khusus lainnya, mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam dua dasa warsa terakhir. Dengan lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor.20 tahun 2003, pendidikan luar biasa tidak saja diselenggarakan melalui sistem persekolahan khusus (SLB), namun juga dapat diselenggarakan secara inklusif di sekolah reguler pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Dalam Undang-Undang Nomor.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, dan pada pasal 5 ayat 2 juga disebutkan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau social berhak memperoleh pendidika khusus.

(47)

1. Tunanetra

Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pendidikan khusus.

2. Tunawicara

Tunawicara merupakan individu yang mengalami kesulitan berbicara. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang atau tidak berfungsinya alat-alat bicara, seperti rongga mulut, lidah, langit-langit dan pita suara. Selain itu, kurang atau tidak berfungsinya organ pendengaran, keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan pada system saraf dan struktur otot, serta ketidakmampuan dalam kontrol gerak juga dapat mengakibatkan keterbatasan dalam berbicara.

3. Tunarungu

Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pendidikan khusus.

(48)

Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pendidikan khusus.

5. Tunalaras

Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.

6. Tunagrahita

Tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata (IQ dibawah 70) sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan pendidikan khusus. Hambatan ini terjadi sebelum umur 18 tahun

7. Berkesulitan Belajar

(49)

memerlukan pendidikan khusus. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan.

8. Lamban belajar (slow learner)

Lamban Belajar adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan karenanya memerlukan pendidikan khusus.

9. Autis

Autis adalah gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.

10.Memiliki Gangguan Motorik

11.Menjadi Korban Penyalagunaan Narkotika, Obat Terlarang, dan Zat Adiktif Lainnya, dan

(50)

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan, penyelenggaraan pendidikan khusus bagi anak berkelainan diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan satuan pendidikan keagamaan. Pada satuan pendidikan khusus, diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dan pada satuan pendidikan umum diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota.

Bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

1) Sistem Layanan Segregasi

(51)

Ada empat bentuk penyelenggarakan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu SLB, SLB Berasrama, Kelas Jauh/Kelas Kunjung, dan lain sebagainya. Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. SLB berkembang sesuai dengan kelainan yang ada(satu kelaianan saja), sehingga ada SLB untuk Tunanetra (SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di SLB tesebut ada tingkat persiapan,tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistam individualisasi.

2) Sistem Layanan Terpadu/Integrasi/Inklusif

Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi/inklusi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, si sekolah terpadu di sediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK).

(52)

alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.

Selain itu dalam SPM tersebut ada juga tujuan setiap jenjang pendidikan, yaitu:

a. Taman Kanak-kanak Luar Biasa bertujuan untuk membantu peserta didik mengembangkan berbagai potensi baik fisik maupun psikis yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, social, emosional, kognitif, bahasa, fisik/motoric, kemandirian dan seni untuk sipa memasuki pendidikan dasar,

b. Sekolah Dasar Luar Biasa bertujuan agar peserta didika memiliki kemampuan dasar baca, tulis, hitung, pengetahuan imtak, berkarakter, berbudi pekerti luhur dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi peserta didik sesuai dengan tingkat perkembangannya, mempersiapkan peserta didika untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,

(53)

d. SMALB bertujuan memberikan bekal kemampuan yang merupakan peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh di SMPLB yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga Negara sesuai dengan kelainan yang dimilikinya.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasinonal No. 33 tahun 2008 disebutkan bahwa setiap SLB baik pada tingkatan SD, SMP, maupun SMA sekurang-kurangnya memiliki ruang pembelajaran umum, ruang pembelajaran khusus dan ruang penunjang sesuai dengan jenjang pendidikan dan jenis ketunaan peserta didik yang dilayani, dengan rincian sebagai berikut:

1. Ruang Pembelajaran Umum a) Ruang Kelas

Fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori dan praktik dengan alat sederhana yang mudah dihadirkan. Jumlah minimum ruang kelas sama dengan banyak rombongan belajar. Kapasitas maksimum ruang kelas adalah 5 peserta didik untuk ruang kelas tingkat SD dan 8 peserta didik untuk ruang kelas tingkat SMP dan SMA.

(54)

memberikan pandangan ke luar ruangan. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan. Salah satu dinding ruang kelas dapat berupa dinding semi permanen agar pada suatu saat dua ruang kelas yang bersebelahan dapat digabung menjadi satu ruangan.

b) Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik, guru dan orangtua peserta didik memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka dengan membaca, mengamati dan mendengar, dan sekaligus tempat petugas mengelola perpustakaan. Luas minimum ruang perpustakaan adalah 30 m2. Lebar minimum ruang perpustakaan adalah 5 m. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku.

2. Ruang Pembelajaran Khusus

a) Ruang Orientasi dan Mobilitas (OM) untuk Tunanetra (A)

(55)

b) Ruang Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) untuk Tunarungu (B)

i) Ruang Bina Wicara

Ruang Bina Wicara berfungsi sebagai tempat latihan wicara perseorangan. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunarungu memiliki minimum satu buah ruang Bina Wicara dengan luas minimum 4 m2.

ii) Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama

Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama berfungsi sebagai tempat mengembangkan kemampuan memanfaatkan sisa pendengaran dan/atau perasaan vibrasi untuk menghayati bunyi dan rangsang getar di sekitarnya, serta mengembangkan kemampuan berbahasa khususnya bahasa irama. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunarungu memiliki minimum satu buah ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama yang dapat menampung satu rombongan belajar dengan luas minimum 30 m2.

c) Ruang Bina Diri untuk Tunagrahita (C)

(56)

Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunagrahita memiliki minimum satu buah ruang Bina Diri dengan luas minimum 24 m2. Ruang Bina Diri dilengkapi dengan kamar mandi dan/atau jamban khusus untuk latihan atau dapat memanfaatkan jamban yang ada.

d) Ruang Bina Diri dan Bina Gerak untuk Tunadaksa (D)

Ruang Bina Diri dan Bina Gerak berfungsi sebagai tempat latihan koordinasi, layanan perbaikan disfungsi organ tubuh, terapi wicara dan terapi okupasional, serta sekaligus berfungsi sebagai ruang asesmen. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunadaksa memiliki minimum satu buah ruang Bina Diri dan Bina Gerak yang dapat menampung satu rombongan belajar dengan luas minimum 30

m2. Ruang Bina Diri dan Bina Gerak dilengkapi dengan kamar mandi dan/atau jamban khusus untuk latihan atau dapat memanfaatkan jamban yang ada.

e) Ruang Bina Pribadi dan Sosial untuk Tunalaras (E)

Ruang Bina Pribadi dan Sosial berfungsi sebagai tempat penanganan dan pemberian tindakan kepada peserta didik dalam usaha perubahan perilaku, pribadi dan sosial. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunalaras memiliki minimum satu ruang Bina Pribadi dan Sosial dengan luas minimum 9 m2.Ruang Bina Pribadi dan Sosial dapat memberikan kenyamanan suasana bagi peserta didik.

(57)

Ruang keterampilan berfungsi sebagai tempat kegiatan pembelajaran keterampilan sesuai dengan program keterampilan yang dipilih oleh tiap sekolah. Pada setiap sekolah yang menyelenggarakan jenjang pendidikan SMPLB dan/atau SMALB minimum terdapat dua buah ruang keterampilan. Ruang tersebut digunakan untuk kegiatan pembelajaran pada jenis keterampilan yang dapat dipilih dari tiga kelompok keterampilan: keterampilan rekayasa, keterampilan jasa atau keterampilan perkantoran. Ruang keterampilan memiliki luas minimum 24 m2 dan lebar minimum 4 m. Ruang keterampilan dilengkapi dengan sarana sesuai jenis keterampilan.

3. Ruang Penunjang a) Ruang Pimpinan

Ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan pengelolaan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, pertemuan dengan sejumlah kecil guru, orang tua murid, unsur komite sekolah, petugas dinas pendidikan, atau tamu lainnya. Luas minimum ruang pimpinan adalah 12 m2 dan lebar minimum adalah 3 m. Ruang pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah, serta dapat dikunci dengan baik.

b) Ruang Guru

(58)

dicapai dari halaman SDLB, SMPLB dan/atau SMALB ataupun dari luar lingkungan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, serta dekat dengan ruang pimpinan.

c) Ruang Tata Usaha

Ruang tata usaha berfungsi sebagai tempat kerja petugas untuk mengerjakan administrasi SDLB, SMPLB dan/atau SMALB. Rasio minimum luas ruang tata usaha adalah 4 m2/petugas dan luas minimum adalah 16 m2. Ruang tata usaha mudah dicapai dari halaman SDLB, SMPLB dan/atau SMALB ataupun dari luar lingkungan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, serta dekat dengan ruang pimpinan.

d) Tempat Beribadah

Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga SDLB, SMLPB dan/atau SMALB melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah. Banyaknya tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan tiap SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, dengan luas minimum adalah 12 m2.

e) Ruang UKS

Ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk penanganan dini peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan di SDLB, SMPLB dan/atau SMALB. Luas minimum ruang UKS adalah 12 m2.

f) Ruang Konseling/Asesmen

(59)

menggali data kemampuan awal peserta didik sebagai dasar layanan pendidikan selanjutnya. Luas minimum ruang konseling/asesmen adalah 9 m2. Ruang konseling/asesmen dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik.

g) Ruang Organisasi Kesiswaan

Ruang organisasi kesiswaan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan organisasi kesiswaan. Luas minimum ruang organisasi kesiswaan adalah 9 m2.

h) Jamban

Jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar dan/atau kecil. Minimum terdapat 2 unit jamban. Pada SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB untuk tunagrahita dan/atau tunadaksa, minimum salah satu unit jamban merupakan unit yang dapat digunakan oleh anak berkebutuhan khusus, termasuk pengguna kursi roda.

Jamban dilengkapi dengan peralatan yang mempermudah peserta didik berkebutuhan khusus untuk menggunakan jamban. Luas minimum 1 unit jamban adalah 2 m2. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah dibersihkan. Tersedia air bersih di setiap unit jamban.

i) Gudang

(60)

yang tidak/belum berfungsi, dan tempat menyimpan arsip SDLB, SMPLB dan/atau SMALB yang telah berusia lebih dari 5 tahun. Luas minimum gudang adalah 18 m2.

j) Ruang Sirkulasi

Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung antar ruang dalam bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB dan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi sosial peserta didik di luar jam pelajaran, terutama pada saat hujan ketika tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di halaman SDLB, SMPLB dan/atau SMALB.

Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan ruang-ruang di dalam bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB dengan luas minimum adalah 30% dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum adalah 1,8 m, dan tinggi minimum adalah 2,5 m.

Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang dengan baik, beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup. Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi 90 -110 cm.

k) Tempat Bermain/Berolahraga

(61)

latihan orientasi dan mobilitas bagi peserta didik tunanetra dan latihan mobilitas bagi peserta didik tunadaksa.

Minimum terdapat tempat bermain/berolahraga berukuran 20 m x 10 m yang memiliki permukaan datar, drainase baik, dan tidak terdapat pohon, saluran air, serta benda-benda lain yang mengganggu kegiatan berolahraga.

Sebagian lahan di luar tempat bermain/berolahraga ditanami pohon yang berfungsi sebagai peneduh. Lokasi tempat bermain/berolahraga diatur sedemikian rupa sehingga tidak banyak mengganggu proses pembelajaran di kelas. Tempat bermain/berolahraga tidak digunakan untuk tempat parkir.

Mengenai kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan khusus yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 157 tahun 2014 tentang Kurikulum Pendidikan Khusus bahwa kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didika berkelainan atau kebutuhan khusus merupakan kurikulum 013 PAUD, kurikulum 2013 SD/MI, kurikullum 2013 SMP/MTS, kurikulum 2013 SMA/MA, kurikulum 2013 SMK/MA yang kemudian disesuaikan dengan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus.

(62)

Pasal 9 ayat 2 yaitu muatan kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunarungu kelas I SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan kelas VI SD/MI ditambah program kebutuhan khusus dan program pilihan kemandirian. Pasal 9 ayat 3 yaitu muatan kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunagrahita ringan, tunadaksa sedang, dan autis kelas I SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan kelas IV SD/MI ditambah program kebutuhan khusus dan program pilihan kemandirian. Dan pada pasal 9 ayat 4 bahwa muatan kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunagrahita sedang kelas I SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan kelas II SD/MI ditambah program kebutuhan khusus dan program pilihan kemandirian.

Dan kemudian dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 160 tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum tahun 2006 dan Kurikulum 2013 dalam pasal 8 menyatakan bahwa satuan pendidikan khusus melaksanakan kurikulum 2013 sesuai dengan peraturan perundagn-undangan

(63)

Konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989: 3). Melalui konsep, peneliti diharapkan dapat meneyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan Publik adalah serangkaian pedoman dan dasar rencana yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi sebuah persoalan yang ada dalam kehidupan masyarakatnya dengan hubungan yang mengikat. Kebijkan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

2. Implementasi kebijakan merupakan tindakan atau proses pelaksanaan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan dan dijalankan dengan berbagai program untuk mencapai tujuan dan kepentingan bersama. Adapun teori yang digunakan yaitu dengan menggabungkan teori implementasi kebijakan George C. Edward sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2.1. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn
Gambar 2.2. Model Implementasi Kebijakan Menurut George Edwards III
Tabel 4.1.
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina tingkat Propinsi di Kota Medan akan dapat memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di kota Medan, yang dapat

Penelitian “Meningkatkan Kemampuan Membaca Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita Ringan dengan Pendekatan Berbasis Multimedia untuk Sekolah Luar Biasa”,

Judul Tesis : Pengembangan Pengelolaan Pembelajaran Pada Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Situs Pada Anak Tuna Grahita di Sekolah Luar Biasa Negeri Sukoharjo Klaseman Gatak

Masalah yang dibahas disini adalah sejauh mana Peranan Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan Dalam Memberikan Kegiatan

Masalah yang dibahas disini adalah sejauh mana Peranan Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan Dalam Memberikan Kegiatan

selaku ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Wali yang juga telah

ANALISIS PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA KELAS BERKEBUTUHAN KHUSUS SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI SURAKARTA DITINJAU DARI AKTIVITAS

Berdasarkan hasil dari perancangan Pengembangan Aplikasi Deteksi Dini pada Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa berbabasis website menggunakan metode