• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP SENGKETA PENGGELEMBUNGAN DAFTAR PEMILIH TETAP PADA PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP SENGKETA PENGGELEMBUNGAN DAFTAR PEMILIH TETAP PADA PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2009"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

ANALISIS PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP SENGKETA PENGGELEMBUNGAN DAFTAR PEMILIH TETAP PADA PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2009 (Studi Kasus Terhadap Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 108-109/PHPU.B-VII/2009)

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh:

BASKORO ADI PRABOWO E 0005009

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

(3)
(4)
(5)

commit to user

v MOTTO

Orang yang paling sukses adalah orang yang paling sering gagal, dan ia mau terus berusaha

hingga ia dapatkan kesuksesan yang sesungguhnya, , ,

Hal yang paling harus kita takuti di dunia ini adalah ketakutan itu sendiri, , ,

Apabila kita mencoba mungkin kita akan gagal, namun apabila kita tidak mencoba maka kita

pasti gagal. . .

Tidak ada orang sukses yang tidak pernah gagal. . .

Hal yang besar selalu diawali dari hal yang kecil, dan dilakukan mulai sekarang. . .

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Didalam ketidaksempurnaan, kupersembahkan skripsiku ini:

v Untuk Tuhan-ku “ALLAH SWT”,

v Untuk Rasul-ku “Muhammad SAW”, v Untuk mereka yang selalu mendidikku, membimbingku, menuntunku dan mendoakanku yang tak bisa kubalas jasanya, “Ibu dan Bapak” yang tercinta, kakak-kakak terbaikku

Indra Kusumawardhani, Early Kusumaningtyas, Agung Nugroho Oktavianto,

v Untuk Dwi Wulan Maimunah yang selalu setia dalam suka dan duka serta selalu setia menanti skripsi ini tercipta

v Untuk Keluarga besar penulis yang telah menjadi motivator dan inspirasi bagi penulis untuk selalu optimis,,

(7)

commit to user

vii ABSTRAK

Baskoro Adi Prabowo, E0005009, 2010. “ANALISIS PUTUSAN HAKIM

MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP SENGKETA

PENGGELEMBUNGAN DAFTAR PEMILIH TETAP PADA PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2009 (Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 108-109/PHPU.B-VII/2009)”. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penulisan Hukum ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai Bagaimana Analisis Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi Terhadap Sengketa Penggelembungan Daftar Pemilih Tetap Pada Pemilihan Presiden Tahun 2009 (Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 108-109/PHPU.B-VII/2009).

Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen dengan teknik analisis isi (content analysis).

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pada dasarnya, Sengketa Penggelembungan Daftar Pemilih Tetap (DPT) bukan merupakan sengketa Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) karena sengketa Penggelembungan DPT tersebut lebih cenderung terhadap pelanggaran administrasi karena pelanggaran tersebut dilakukan akibat warga negara yang belum memenuhi syarat-syarat untuk menjadi pemilih tetapi sudah diberikan hak pilih dan merupakan bagian dari proses persiapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden . Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan dalam pasal 248 UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu.

Dasar Hukum yang digunakan dalam Penggelembungan DPT yaitu Pasal 29 sampai dengan Pasal 32 UU No. 42 Tahun 2008, Pasal 258 UU No. 10 Tahun 2008. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa penggelembungan DPT pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagai berikut: Masalah Kualitatif yang terdiri dari Bantuan pihak asing dalam Pemilu, Pengurangan Tempat Pemungutan Suara (TPS), Pemutakhiran DPT dan pelanggaran-pelanggaran lainnya, masalah Kuantitatif yang terkait dengan penggelembungan suara dan pengurangan suara.

Kata Kunci: Sengketa Penggelembungan DPT, Pemilihan Presiden dan Wakil

(8)

commit to user ABSTRACT

Baskoro Adi Prabowo, E0005009, 2010. "ANALYSIS OF THE

CONSTITUTIONAL COURT OF JUSTICE DECISION ON THE DISPUTE distension LIST OF VOTERS REMAIN ON PRESIDENTIAL ELECTION OF 2009 (A Case Study of the Constitutional Court Decision Against Number 108-109/PHPU.B-VII/2009). Faculty of Law, Sebelas Maret University.

Legal writing this review and answer the problem of how the Constitutional Court Decision Analysis Dispute Against distension Voters List On Presidential Election of 2009 (Case Study Towards the Constitutional Court Decision No. 108-109/PHPU.B-VII/2009).

This research study is a descriptive normative law. Type of data used are secondary data covering primary legal materials, secondary legal materials and legal materials tertiary. Data collection techniques used is the study of documents with the technique of content analysis.

Based on this study showed that basically, Dispute inflate the Voters List is not a Dispute Election Results because the dispute is more likely to inflate the DPT against administrative violations because the offense was committed due to citizens who do not meet the requirements for become voters but has been granted the right to vote and are part of the preparation process of Presidential and Vice-President. This is in accordance with those described in article 248 of Law No. 10 of 2008 About Elections.

Legal Basis used in mark-DPT namely Article 29 through Article 32 of Law No. 42 of 2008, Article 258 of Law No. 10 of 2008. Basic Considerations Justice of the Constitutional Court in deciding disputes on Election DPT inflate the President and Vice President as follows: Qualitative Problems of foreign aid in the election, polling Reduction (TPS), DPT Updates and other violations, Quantitative problems associated with inflation of sound and sound reduction.

(9)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Bismilahirrahmaanirrahiim

Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah AWT karena hanya dengan

berkah, rahmat, karunia, dan ridho-Nya, sehingga akhirnya Penulis dapat

menyelesaikan penulisan hukum dengan judul “ANALISIS PUTUSAN HAKIM

MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP SENGKETA

PENGGELEMBUNGAN DAFTAR PEMILIH TETAP PADA PEMILIHAN

PRESIDEN TAHUN 2009 (Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 108-109/PHPU.B-VII/2009)” dengan baik dan lancar.

Penulisan hukum ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas serta

memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selain itu penulisan hukum ini

diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan informasi bagi penulisan

maupun pembaca.

Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis tidak dapat

menyelesaikannya tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Moh. Jamin, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas HukumUniversitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk penulisan hukum

ini;

2. Ibu Rofikah, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Akademik (PA) yang telah

memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

3. Ibu Aminah, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus selaku pembimbing

utama skripsi penulis yang telah berjasa memberikan arahan, bantuan,

meluangkan waktu tanpa mengenal lelah dan dengan penuh kesabaran yang

tiada batas demi keberhasilan penyusunan skripsi ini yang tidak akan

(10)

commit to user

ix

4. Ibu Sunny Ummul Firdaus, S.H., M.Hum. selaku co. pembimbing skripsi

penulis yang dengan penuh kesabaran memberikan arahan, bantuan, semangat,

senyuman dan telah meluangkan banyak waktu untuk mendengarkan keluh

kesah penulis dalam penyusunan skripsi ini, dan beliau merupakan inspirator

penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang

jasanya tidak akan pernah penulis lupakan;

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum

pada khususnya kepada penulis sehingga pengetahuan tersebut dapat dijadikan

bekal dalam penulisan hukum ini dan semoga dapat penulis amalkan dalam

kehidupan masa depan penulis;

6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang selama ini telah banyak sekali membantu Penulis dalam hal

akademis dan hal-hal lain yang berkenaan dengan perkuliahan;

7. Ibunda dan Ayahanda tercinta, Ibunda yang selama ini telah mengorbankan

jiwa dan raganya dan senantiasa mencurahkan seluruh kasih sayangnya,

Ayahanda yang senantiasa memberikan dukungan dan doa bagi penulis

sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan hukum ini;

8. Kakak-Kakakku, Mbak Iin, Mbak Lily dan Mas Nunuk, terima kasih atas

nasehat dan dukungan kalian selama ini,

9. Dwi Wulan Maimunah, orang yang selalu ada di hati penulis yang telah

memberikan doa dan banyak inspirasi dan selalu setia menanti penulisan

hukum ini.

10. Bapak dan Ibu Orang tua Wulan, Mbak Anti dan Nana yang selalu memberi

dukungan dan motivasi serta doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan hukum ini dengan lancer,

11. Seluruh teman-teman Angkatan 2005: FM, Komeng, Trek, Galih, Endrika,

Bajay, Rusdi, Dony dsb yang tidak dapat disebutkan satu persatu;

12. Seluruh teman-teman diecaster; Om Poing, Om Her, Mas Adi dan semua

diecaster di seluruh Indonesia yang telah memberikan dukungan dan motivasi

(11)

commit to user

x

13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun penulisan hukum

ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan karya yang sempurna, untuk itu

kritik dan saran dari pembaca budiman sangat penulis perlukan. Akhirnya,

semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat bagi kita semua.

Surakarta, 25 Oktober 2010

(12)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis ... 18

1. Tinjauan mengenai Negara Hukum ... 18

2. Tinjauan mengenai Demokrasi ... 23

3. Tinjauan mengenai Konstitusi ... 30

4. Tinjauan mengenai Mahkamah Konstitusi ... 40

(13)

commit to user

xii

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor yang Menjadi Dasar Hukum dan Dasar

Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Memutus

Sengketa Penggelembungan DPT ... 63

1. Faktor-faktor yang menjadi Dasar Hukum Hakim Mahkamah Konstitusi ... 63

2. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi ... 65

3. Dasar Hukum Pengaturan DPT berdasarkan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 ... 74

B. Analisis Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi terhadap Perkara Sengketa Penggelembungan DPT (Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU)) ... 76

1. Kewenangan Mahkamah Konstitusi ... 76

2. Kedudukan Hukum ... 77

3. Pokok Perkara Permohonan ... 79

4. Amar Putusan... 80

BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan ... 87

2. Saran ... 87

(14)

commit to user

xiii

[image:14.595.168.436.237.498.2]

DAFTAR GAMBAR

(15)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jenuhnya masyarakat terhadap status quo yang telah berjalan beberapa

dekadelah yang mendasari amukan gelombang massa pada tahun 1997 yang

menuntut Orde Baru segera turun dan diganti dengan semangat pembaharuan

yaitu reformasi. Berbagai keputusan politik dan produk hukum yang lahir pada

era reformasi merupakan bentuk tuangan suara rakyat yang menuntut adanya

perubahan yang nyata setelah sistem demokrasi bangsa Indonesia selama 32

tahun hanya terjadi pada tingkat elit sedangkan sebagian besar masyarakat

tidak pernah dilibatkan dalam praktek demokrasi semu tersebut. Oleh karena

itu, perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 juga

merupakan daftar teratas tuntutan yang menjadi latar belakang runtuhnya

rezim Orde Baru pada tahun 1998. Persoalannya bukan lagi siapa yang

menjadi tokoh penguasa pada masa tersebut yang menyebabkan otoriter,

namun juga sistem hukum dan ketatanegaraannya. Kelemahan dan

ketidaksempurnaan sebagai hasil karya manusia adalah suatu hal yang pasti

(Moris, dalam Jimly Asshiddiqie, www.mahkamahkonstitusi.go.id).

Ketidaksempurnaan tersebut terlihat jelas bahwa tidak adanya

mekanisme check and balances sehingga kekuasaan eksekutif begitu kuat

tanpa ada yang membatasi kewenangannya. Pasal-pasal dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 merupakan pasal yang

multitafsir oleh karena itu dapat dijadikan landasan hukum saat terjadi sebuah

penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah penguasa. Terlebih MPR

sebagai badan tertinggi negara pada masa tersebut hanya berfungsi sebagai

“boneka kekuasaan” dari eksekutif sehingga praktek demokrasi hanya menjadi

retorika saja. Sehingga, kesepakatan pemerintahan Habibie dengan menggelar

pelaksanaaan pemilu pertama pasca Orde Baru pada tahun 1999 merupakan

(16)

commit to user

langkah awal tegaknya demokrasi Indonesia. Bahwa pemilu tersebut jauh

lebih demokratis daripada pemilu-pemilu sebelumnya.

Sistem pemerintahan otoriter yang bergerak ke arah sistem

pemerintahan yang lebih demokratis jika diibaratkan seperti halnya arah dari

gerakan pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi

dan kondisi politik pada zamannya masing-masing. Model pengaturan yang

demikian memungkinkan untuk terjadi karena hukum adalah sebuah produk

politik (Moh. Mahfud M.D., 1998: 7).

Terkait dengan proses demokrasi di Indonesia, atas dasar semangat

reformasi perubahan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari “Kedaulatan ditangan rakyat

dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”, menjadi “Kedaulatan di tangan rakyat

dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini berarti bahwa

kedaulatan rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar undang-undang

dasar yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar oleh

lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya

dalam Undang-Undang Dasar.

Konsep pemikiran tersebut kembali diperjelas dengan sikap yang nyata

oleh pemerintah, ketika menawarkan terobosan politik (political

breakthrough) ketika bersama-sama dengan DPR merombak secara total

mekanisme sistem sistem Pemilihan Presiden (Pilpres) dari Pilpres yang

ditetapkan oleh MPR menjadi Pilpres secara langsung. Landasan dasar hukum

adanya pilpres secara langsung ini termuat pada Pasal 6A ayat (4)

amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang

menegaskan bahwa Berdasarkan Pasal 6A Ayat (1) menyatakan bahwa

Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung

(17)

commit to user

Mekanisme Pilpres secara langsung ini mengisyaratkan bahwa proses

demokrasi dan arah kebijakan dari pemerintah tidak lagi ditentukan oleh

segelintir kaum elit saja. Terlibatnya suara rakyat yang merupakan

pendelegasian dari arus demokrasi yang menggumpal yang tak dapat

dibendung oleh siapa pun. Jika dibendung dan tidak diagregasi dengan baik,

maka demokrasi akan membuat jalannya sendiri, sebab suara rakyat adalah

suara Tuhan (vox populi vox dei). Adagium ini tak dapat diartikan, suara

rakyat (vox populi) itu identik dengan suara Tuhan, melainkan vox populi yang

bersumber dari sanubari rakyat itu akan selalu dimenangkan oleh Tuhan.

(Mahfud MD, dalam http://www.mohmahfudmd.com/ index.php?

page=web.Opini Lengkap&id =15)

Perubahan paradigma dalam amandemen Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945 apabila dikaitkan dengan pendapat dari K.C.

Wheare merupakan sebuah keputusan yang tepat, dalam bukunya, Modern

Constitutions, menegaskan bahwa konstitusi adalah resultante atau produk

kesepakatan politik yang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan situasi tertentu.

Ini berarti, isi konstitusi harus selalu sesuai dengan situasi dan kebutuhan

masyarakat, karena itu dapat diubah melalui resultante baru jika situasi dan

kebutuhan masyarakat yang dilayaninya berubah. (K.C Wheare, dalam

Mahfud M.D) http://www.mohmahfudmd.com/ index.php?page=web.

OpiniLengkap&id=15.

Terlebih ketika terdapat sengketa pemilu telah diatur secara rigid

kewenangan yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945 tentang mekanisme penyelesaian sengketa dan badan negara

yang independen dalam memutus sengketa pemilu tersebut. Kewenangan

tersebut berada pada tangan Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah

Konstitusi berperan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of

the constitution). Inilah salah satu ciri dari sistem penyelenggaraan kekuasaan

negara yang berdasarkan konstitusi. Setiap tindakan lembaga-lembaga negara

(18)

commit to user

konstitusi. Tindakan yang bertentangan dengan konstitusi dapat diuji dan

diluruskan oleh Mahkamah Konstitusi melalui proses peradilan yang

diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi diberikan

wewenang oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat

final. Final dalam artian bahwa tidak dapat diupayakan terjadinya upaya

hukum lagi setelah putusan ditetapkan.

Terkait dengan Pilpres pada 8 Juli 2009 yang diselenggarakan oleh

Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang terdapat drama-drama politik ketika

rakyat dilibatkan dalam pesta demokrasi dan telah menggunakan hak pilih

masing-masing untuk mendukung salah satu dari ketiga kandidat Capres dan

Cawapres yang disahkan oleh KPU. Ketiga pasangan Capres dan Cawapres

yang bersaing memperebutkan kursi nomor satu di negeri ini adalah Megawati

Soekarnoputri-Prabowo, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, dan Yusuf

Kalla-Wiranto. Berdasarkan hasil rekapitulasi yang diumumkan Mahkamah

Konstitusi KPU pada Sabtu, 25 Juli 2009 pasangan nomor urut dua, Susilo

Bambang Yudhoyono-Boediono menempati urutan teratas dan berpeluang

menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2009-2014.

Pesta demokrasi yang hampir selesai kembali menuai konflik, banyak

pengangkatan isu-isu miring mengenai kinerja KPU dalam hal masalah Daftar

Pemilih Tetap (DPT) oleh partai-partai politik setelah pengumuman pasangan

pemenang Pilpres. Banyak yang meragukan akuntabilitas dari daftar pemilih

yang dimiliki oleh KPU, apakah benar sudah semua rakyat yang telah

mempunyai hak untuk memilih telah terdaftar. Hal ini dikarenakan banyak

terdapat temuan-temuan di lapangan bahwa terdapat warga yang seharusnya

tidak mempunyai hak memilih masuk di DPT sedangkan warga yang

seharusnya memilih malah tidak terdaftar. Polemik inilah yang menjadi topik

hangat yang menjadi headline news di beberapa media beberapa bulan

(19)

commit to user

Adanya dugaan terjadinya praktik penggelembungan DPT yang

diangkat beberapa perwakilan politik memperkeruh dan mempersempit ruang

demokrasi rakyat. Jika pengangkatan dugaan pengglembungan DPT tersebut

terbukti secara meyakinkan di pembuktian Mahkamah Konstitusi selaku badan

yang berwenang memutus sengketa pemilu. Maka ada kekhawatiran di

berbagai kalangan bahwa akan terjadi Pilpres ulang sebagaimana yang diputus

di Pilkada Jatim. Kekhawatiran ini bukanlah tanpa dasar selain menghabiskan

dana rakyat yang tidak sedikit untuk melakukan Pilpres ulang. Pertanyaan

yang membayangi kemudian adalah kredibilitas dari KPU dan pemerintah

patut dipertanyakan. Menurut Yudi, selaku saksi ahli atas permintaan Tim

JK-Wiranto itu mengatakan “permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di

Indonesia hanya satu-satunya di Indonesia.

Salah satu pelanggaran yang paling berat, kata Yudi, adalah persoalan

DPT. Carut marut DPT yang selama ini menyertai pemilu menyebabkan cacat

besar dalam pemilu. Sebab basis demokrasi adalah diakuinya hak

konstitusional setiap warga negara. Persoalan DPT telah membuat sekian

banyak warga negara kehilangan hak pilihnya. "DPT yang baik adalah basis

pemilu yang baik. Itulah yang jadi basis legalitas. Tanpa legalitas, pemilu

cacat," kata Yudi.

(http://genenetto.blogspot.com/2009/08/saksi-ahli-kasus-dpt-tak-ada.html).

Pengajuan sengketa Pilpres atas nama rakyat ataukah pengajuan

segelintir kalangan yang mengatasnamakan rakyatlah yang menjadi tanda

tanya di benak masyarakat. Dan bagaimanakah kebijakan Mahkamah

Konstitusi dalam proses pengambilan putusan dalam menyikapi sengketa

pemilu inilah yang menjadi daya tarik penulis untuk mengangkat masalah ini

dengan judul : ANALISIS PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH

(20)

commit to user B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah langkah untuk mengidentifikasi persoalan

yang diteliti secara jelas, biasanya berisi pertanyaan-pertanyaan kritis,

sistematis dan representatife untuk mencari jawaban dari persoalan yang ingin

dipecahkan. Arti penting perumusan masalah adalah sebagai pedoman bagi

tujuan dan manfaat penelitian dalam rangka mencapai kualitas penelitian yang

optimal.

Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan permasalahan yang akan

diteliti adalah meliputi:

a. Faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar hukum dan dasar pertimbangan

hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa Penggelembungan

Daftar Pemilih Tetap;

b. Analisis putusan hakim Mahkamah Konstitusi terhadap perkara sengketa

penggelembungan Daftar Pemilih Tetap (Putusan Perselisihan Hasil

Pemilihan Umum (PHPU)).

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dinyatakan sebelumnya

maka untuk mengarahkan suatu penelitian maka diperlukan adanya tujuan dari

suatu penelitian. Tujuan penelitian dikemukakan secara deklaratif, dan

merupakan pernyataan-pernyataan yang hendak dicapai dalam penelitian

tersebut (Soerjono Soekanto, 2006:118).

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah antara lain sebagai berikut:

1. Tujuan obyektif:

a. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar hukum

dan dasar pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus

(21)

commit to user

b. Untuk menganalisis putusan hakim Mahkamah Konstitusi terhadap

perkara sengketa penggelembungan Daftar Pemilih Tetap (Putusan

Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU))

2. Tujuan subyektif:

a. Untuk menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan, dan

pemahaman Penulis khususnya di bidang Hukum Tata Negara;

b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar sarjana

dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian yang berhasil adalah penelitian yang dapat

memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun

manfaat yang diharapkan sehubungan dengan penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum pada

umumnya dan hukum tata negara pada khususnya;

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi di

bidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di

masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memperoleh data guna dianalisa agar dapat menjawab rumusan

masalah yang Penulis kemukakan;

b. Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi masyarkat luas

mengenai Analisis Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi terhadap

Sengketa Penggelembungan Daftar Pemilih Tetap Pada Pemilihan

Presiden Tahun 2009 (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor

(22)

commit to user

c. Untuk meningkatkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis

serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh Penulis selama studi di

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

E. Metode Penelitian

Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode,

sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu

atau beberapa gejala hukum dan masyarakat, dengan jalan menganalisanya.

Yang diadakan pemeriksaan secara mendalam terhadap fakta hukum tersebut

permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.

Agar suatu penelitian ilmiah dapat berjalan dengan baik maka perlu

menggunakan suatu metode penelitian yang baik dan tepat. Metodologi

merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto, 1986 : 7).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum

normatif atau penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder

yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis,

dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dalam masalah

yang diteliti.

Menurut Peter Mahmud Marzuki, langkah-langkah dalam melakukan

penelitian hukum adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak

relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan.

(23)

commit to user

Sebagai langkah pertama dalam penelitian hukum untuk

keperluan praktis adalah mengidentifikasi fakta hukum dan

mengeliminir hal-hal yang tidak relevan. Sering kali kasus yang

dikemukakan oleh klien bercampur antara fakta dan pendapat serta

keinginan klien. Dalam hal ini ahli hukum harus dapat

membedakan mana fakta dan mana pendapat klien. Lebih jauh ahli

hukum harus dapat membedakan mana yang fakta hukum dan yang

bukan fakta hukum. Dengan membedakan fakta dan fakta

non-hukum peneliti akan dapat menetapkan isu non-hukum yang hendak

dipecahkan.

2) Penelitian untuk keperluan akademis.

Untuk mengidentifikasi fakta hukum, mengeliminir hal-hal

yang tidak relevan dan menetapkan isu hukum bagi keperluan

akademis, langkah pertama adalah peneliti harus dapat

memisahkan dirinya dari kepentingan-kepentingan yang terlibat di

dalam kegiatan penelitian itu. Ia harus menjadi dirinya sendiri yang

mempunyai sikap disinterestedness terhadap isu atau masalah

hukum yang hendak dipecahkan. Selanjutnya peneliti harus mampu

mengeliminir faktor-faktor yang tidak relevan dengan isu tersebut.

Penelitian yang dilakukan peneliti disini adalah penelitian

untuk keperluan akademis. Dalam penelitian ini diambil dua isu

yang menjadi permasalahan yang perlu dijawab atau dipecahkan

yaitu; (1) Faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar hukum dan

dasar pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus

sengketa Penggelembungan Daftar Pemilih Tetap? (2) Analisis

putusan hakim Mahkamah Konstitusi terhadap perkara sengketa

penggelembungan Daftar Pemilih Tetap (putusan Perselisihan

Hasil Pemilihan Umum (PHPU)). Kedua isu hukum itulah yang

(24)

commit to user

b. Pengumpulan bahan-bahan hukum.

Setelah isu hukum ditetapkan, peneliti melakukan penelusuran

untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu yang

dihadapi. Karena dalam hal ini, salah satu pendekatan yang digunakan

peneliti adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach),

maka sesuai dengan isu yang diangkat, penulis harus mengumpulkan

bahan-bahan yang diantaranya yaitu Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 baik sebelum maupun sesudah

perubahan serta bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan isu

hukum yang diangkat tersebut.

c. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan.

Dalam rangka menjawab isu hukum yang diangkat, peneliti harus

menelaah isu hukum itu dengan merujuk kepada ketentuan-ketentuan

hukum yang relevan dengan isu tersebut. Selain menelaah isu tersebut

berdasarkan ketentuan-ketentuan yang relevan, isu itu juga ditelaah

dari berbagai bahan-bahan hukum yang relevan dengan isu itu, yang

telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti. Dari telaah yang dilakukan

oleh peneliti berdasarkan bahan-bahan hukum maupun bahan

non-hukum itu, peneliti berusaha untuk menjawab isu yang diangkatnya.

Kemudian dari telaah-telaah itu diambil sebuah kesimpulan sebagai

jawaban atas isu hukum yang diangkat tersebut.

d. Menarik kesimpulan yang menjawab isu hukum.

Penelitian hukum itu bukan untuk menguji hipotesis, maka

konsekuensinya kesimpulan yang ditarik dari penelitian hukum bukan

menghasilkan diterima atau ditolaknya hipotesis. Dengan

menggunakan bahan-bahan hukum dan bilamana perlu juga

non-hukum sebagai penunjang, peneliti akan dapat menarik kesimpulan

(25)

commit to user

e. Memberikan Preskripsi.

Memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya

merupakan hal yang esensial dari penelitian hukum. Baik untuk

keperluan praktek maupun untuk penulisan akademis, preskripsi yang

diberikan menentukan nilai penelitian tersebut, maka langkah terakhir

dari suatu penelitian yaitu memberikan preskripsi berupa rekomendasi

yang didasarkan pada kesimpulan yang telah diambil. Berpegang pada

karekteristik Ilmu Hukum sebagai ilmu terapan, preskripsi yang

diberikan di dalam kegiatan penelitian hukum harus dapat atau

setidaknya mungkin untuk diterapkan.

Langkah-langkah tersebut dapat diterapkan, baik terhadap

penelitian untuk keperluan praktis maupun untuk kajian akademis.

Itulah ringkasan mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan di

dalam penelitian hukum yang dijelaskan oleh Peter Mahmud Marzuki

di dalam bukunya yang berjudul “Penelitian Hukum” (Peter Mahmud

Marzuki, 2008 : 171-209).

2. Sifat Penelitian

Dalam penelitian hukum ini, Penulis menggunakan penelitian hukum

yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk

memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia atau gejala,

keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif

adalah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu dan

memperkuat teori-teori lama di dalam kerangka menyusun teori-teori baru

(Soerjono Soekanto:2006:10).

3. Pendekatan Penelitian

Nilai ilmiah suatu pembahasan dan pemecahan masalah terhadap legal

issue yang diteliti sangat tergantung kepada cara pendekatan (approach)

(26)

commit to user

tidak akurat dan kebenarannya pun dapat digugurkan (Johnny Ibrahim,

2007 : 299).

Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan dalam penelitian hukum

terdapat beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan

(statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis

(historical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach)

dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud

Marzuki, 2005: 93). Sedangkan menurut Johny Ibrahim dari kelima

pendekatan tersebut ditambah dengan pendekatan analitis (analytical

approach) dan pendekatan filsafat (philosophical approach) berikut

(Johnny Ibrahim, 2007: 246). Dari beberapa pendekatan tersebut,

pendekatan yang relevan dengan penelitian hukum ini adalah pendekatan

undang-undang (statute approach) dan pendekatan analitis (analytical

approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan mendekati

masalah yang diteliti dengan menggunakan sifat hukum yang normatif,

karena dalam penelitian ini hukum dikonsepkan sebagai norma-norma

tertulis yang dibuat oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Oleh

karena itu, pengkajian yang dilakukan hanyalah terbatas pada peraturan

perundang-undangan (tertulis) yang terkait dengan masalah yang diteliti.

Selanjutnya penelitian ini akan diuraikan secara deskriptif dengan

menelaah, menjelaskan, memaparkan, menggambarkan, serta menganalisis

permasalahan atau isu hukum yang diangkat, seperti apa yang telah

dikemukakan dalam perumusan masalah.

4. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka berupa

keterangan-keterangan yang secara tidak langsung diperoleh melalui studi

kepustakaan, peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia 1945, peraturan perundangan lainnya

(27)

commit to user

yang diteliti seperti putusan dan tulisan-tulisan ilmiah, sumber-sumber

tertulis lainnya serta makalah-makalah yang berkaitan dengan penelitian

ini.

5. Sumber Data

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (normatif), sehingga

bahan dari penelitian ini adalah data-data hukum sekunder. Data-data

hukum sekunder oleh Soerjono Soekanto dikelompokkan menjadi

(Soerjono Soekanto dalam Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990:

14-15).

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.

Antara lain sebagai berikut:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

hasil amandemen;

2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah

Konstitusi;

3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Presiden dan Wakil Presiden.

4) Putusan Mahkamah Konstitusi No. 108-109/PHPU.B-VII/2009

tentang Penggelembungan DPT Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden

5) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 29 Tahun 2009 tentang

Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan

Suara di Tempat Pemungutan Suara.

6) Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2007 Tentang

Penyelenggaraan Pemilihan Umum.

7) Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer. Menurut Peter Mahmud Marzuki,

bahan penelitian hukum sekunder adalah bahan-bahan berupa semua

(28)

commit to user

resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal

hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter

Mahmud Marzuki, 2005: 141). Bahan penelitian hukum sekunder yang

digunakan penulis adalah penjelasan dari tiap-tiap peraturan

perundang-undangan sebagaimana telah disebutkan di atas sebagai

bahan hukum sekunder yang menjadi pertimbangan penting bagi

penulis, dikarenakan penjelasan dari tiap-tiap peraturan

perundang-undangan menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan peraturan

perundang-undangan oleh subyek-subyek pembentuknya, buku-buku

yang terkait dengan materi/bahasan, hasil-hasil penelitian, artikel

majalah dan koran, pendapat pakar hukum maupun makalah-makalah

yang berhubungan dengan topik penulisan ini;

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan

petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

6. Teknik Pengumpulan Data

Suatu penelitian pasti membutuhkan data yang lengkap dalam hal ini

dimaksudkan agar data yang terkumpul benar-benar memiliki nilai

validitas yang cukup tinggi. Di dalam penelitian lazimnya dikenal tiga

jenis pengumpulan data yaitu studi kepustakaan atau bahan pustaka,

pengamatan atau observasi dan wawancara.

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian

hukum ini adalah studi kepustakaan yaitu berupa pengumpulan data

sekunder. Dalam penelitian hukum ini, penulis mengumpulkan data

sekunder yang memiliki hubungan dengan masalah yang diteliti dan

digolongkan sesuai dengan katalogisasi. Selanjutnya data yang diperoleh

kemudian dipelajari, diklarifikasikan serta dianalisis lebih lanjut sesuai

(29)

commit to user

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian

hukum ini adalah studi kepustakaan yaitu berupa pengumpulan data

sekunder. Dalam penelitian hukum ini, penulis mengumpulkan data

sekunder yang memiliki hubungan dengan masalah yang diteliti dan

digolongkan sesuai dengan katalogisasi. Selanjutnya data yang diperoleh

kemudian dipelajari, diklarifikasikan serta dianalisis lebih lanjut sesuai

dengan tujuan dan permasalahan penelitian.

7. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan logika

deduktif. Menurut Johny Ibrahim yang mengutip pendapatnya Bernard

Arief Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik

kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat

individual (Johny Ibrahim, 2007: 249). Sedangkan Prof. Peter Mahmud

Marzuki yang mengutip pendapatnya Philiphus M. Hadjon menjelaskan

metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles,

penggunaan metode deduksi berpangkal dari pegajuan premis major

(pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat

khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau

conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2007: 47). Jadi yang dimaksud

dengan pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif adalah

menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum, selanjutnya menarik

kesimpulan dari hal itu yang sifatnya lebih khusus.

F. Sistematika Penulisan

Dalam bagian ini, Penulis mensistematiskan bagian-bagian yang akan

dibahas menjadi beberapa bab yang diusahakan dapat berkaitan dan lebih

tersistematis, terarah dan mudah dimengerti, sehingga saling mendukung dan

menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh.

(30)

commit to user

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini mencakup latar belakang permasalahan yang akan ditulis,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode

penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan mencakup kajian pustaka berkaitan dengan judul

dan masalah yang diteliti yang memberikan landasan teori serta

diuraikan mengenai kerangka pemikiran yaitu berupa Tinjauan Pertama mengenai Negara Hukum yang meliputi : Pendapat para ahli tentang Negara Hukum dan Prinsip-prinsip Negara

Hukum. Tinjauan Kedua mengenai Demokrasi yang meliputi

Pengertian dan hakikat demokrasi; asas-asas demokrasi;

faktor-faktor penegak demokrasi; model-model demokrasi. Tinjauan Ketiga mengenai Konstitusi meliputi : sejarah konstitusi; pengertian konstitusi; tujuan, fungsi dan ruang lingkup

konstitusi; klasifikasi konstitusi; nilai-nilai konstitusi; serta

prinsip-prinsip umum perubahan konstitusi. Tinjauan Keempat

mengenai Mahkamah Konstitusi yang meliputi : Latar belakang pembentukan Mahkamah Konstitusi RI; Tugas dan

wewenang Mahkamah Konstitusi. Tinjauan Kelima mengenai

Hukum Acara Mahkamah Konstitusi yang meliputi : Pengertian Hukum Acara Mahkamah Konstitusi; sumber hukum

acara Mahkamah Konstitusi; asas-asas hukum Mahkamah

Konstitusi; permohonan dalam hukum acara Mahkamah

Konstitusi; alat bukti dan sistem pembuktian; serta putusan

Mahkamah Konstitusi.

BAB III : PEMBAHASAN

Bab ini mencakup hasil penjelasan dari penelitian yang

(31)

commit to user

1. Faktor-faktor yang menjadi dasar hukum dan dasar

pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus

sengketa Penggelembungan Daftar Pemilih Tetap serta,

2. Analisis hakim Mahkamah Konstitusi terhadap perkara

sengketa penggelembungan Daftar Pemilih Tetap (Putusan

Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU)).

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab akhir ini mencakup tentang uraian kesimpulan dari hasil

pembahasan serta memuat saran-saran mengenai permasalahan

(32)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Tinjauan Mengenai Negara Hukum

Negara Hukum merupakan terjemahan dari rechtstaat (ahli-ahli

hukum Eropa Kontinental) atau rule of law (ahli-ahli hukum Anglosaxon).

Ide Negara hukum, selain terkait dengan konsep rechtsstaat dan the rule of

law, juga berkaitan dengan konsep nomocracy sebagai faktor penentu

dalam penyelenggaraan kekuasaan. Karena itu, istilah nomokrasi itu

berkaita erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai

kekuasaan tertinggi.

Menurut Komisi Internasional Ahli Hukum, Konferensi di

Bangkok tahun 1965 (The International Commission of Jurists),

pemerintah yang demokratis di bawah rule of law harus memenuhi syarat

sebagai berikut:

a. Adanya perlindungan konstitusional;

b. Adanya pemilihan umum yang bebas;

c. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;

d. Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat;

e. Adanya kebebasan untuk berserikat /berorganisasidan beroposisi

f. Adanya pendidikan kewarganegaraan (civic education).

Profesor Utrecht membedakan antara Negara Hukum formil dan

Negara Hukum materiil. Negara Hukum formil menyangkut pengertian

hukum yang bersifat formil dan sempit yaitu dalam arti

perundang-undangan tertulis, sedangkan negara hukum materiil yang lebih mutakhir,

mencakup pula pengertian keadilan didalamnya. Pembedaan ini, menurut

Jimly Asshiddiqie, memang dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam

konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud

(33)

commit to user

secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu

sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat

pula dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum utama.

Jika hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti

perundang-undangan semata, niscaya pengertian negara hukum yang

dikembangkan bersifat sempit dan terbatas serta belum tentu menjamin

keadilan substantif. Karena itu, disamping istilah the rule of law oleh

Friedman juga dikembangkan istilah rule of just law untuk memastikan

bahwa dalam pengertian tentang the rule of law tercakup pengertian

keadilan yang lebih essensial daripada sekedar memfungsikan peraturan

perundang-undangan dalam arti sempit. Kalaupun istilah yang digunakan

tetap the rule of law, pengertian yang bersifat luas itulah yang diharapkan

dicakup dalam istilah the rule of law yang digunakan untuk menyebut

konsepsi tentang Negara Hukum di zaman sekarang (Majalah

Konstitusi.2009. Edisi 26:16).

Dari uraian-uraian diatas, dapat dirumuskan kembali adanya dua

belas pokok prinsip Negara Hukum (Rechtstaat) yang merupakan

pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern

sehingga dapat disebut Negara Hukum yaitu (Jimly

Asshiddiqie.2005:151):

a. Supremasi Hukum (Supremacy of Law)

Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi

hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum

sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum

(supremacy of law), pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang

sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan

hukum yang tertinggi. Dalam republik yang menganut sistem

(34)

commit to user

lebih tepat untuk disebut sebagai kepala negara dan kepala

pemerintahan seperti dalam sistem pemerintahan parlementer.

b. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law)

Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan

pemerintahan, yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara

empirik. Dalam rangka prinsip persamaan, segala sikap diskriminatif

dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan

tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat

khusus dan sementara guna mendorong dan mempercepat kelompok

masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu untuk

mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat perkembangan yang

sama dan setara dengan kelompok masyarakat yang jauh lebih maju.

c. Asas Legalitas (Due Process of Law)

Dalam setiap negara hukum, dipersyaratkan berlakunya asas

legalitas dalam segala bentuknya (Due Process of Law) yaitu bahwa

segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan

perundang-undangan yang sah dan tertulis.

d. Pembatasan Kekuasaan

Adanya pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ negara

dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal

atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai dengan hukum

besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk

berkembang menjadi sewenang-wenang.

Karena itu, kekuasaan harus selalu dibatasi dengan cara

memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat

checks and balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling

mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain. Pembatasan

(35)

commit to user

beberapa organ yang tersusun secara vertikal. Dengan begitu,

kekuasaan tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu organ

atau satu tangan yang memungkinkan terjadinya

kesewenang-wenangan.

e. Organ-organ Eksekutif Independen

Dalam rangka membatasi kekuasaan itu, di zaman sekarang

berkembang pula adanya pengaturan kelembagaan pemerintahan yang

bersifat independent, seperti bank sentral, organisasi tentara, organisasi

kepolisian dan kejaksaan. Lembaga, badan atau organisasi-organisasi

ini sebelumnya dianggap sepenuhnya berada dalam kekuasaan

eksekutif, tetapi sekarang berkembang menjadi independen sehingga

tidak lagi sepenuhnya merupakan hak mutlak seorang kepala eksekutif

untuk menentukan pengangkatan atau pemberhentian pimpinannya.

f. Peradilan yang bebas dan tidak memihak

Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak ini mutlak

harus ada dalam setiap negara hukum. Dalam menjalankan tugas

yudisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik

karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang. Untuk

menjamin keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya

intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim,

baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislatif

ataupun dari kalangan masyarakat dan media massa.

g. Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan tata usaha negara juga menyangkut prinsip peradilan

bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya secara khusus sebagai

pilar utama Negara Hukum. Dalam setiap negara hukum, harus terbuka

kesempatan bagi tiap-tiap warga negara untuk menggugat keputusan

pejabat administrasi negara. Pengadilan Tata Usaha Negara ini penting

(36)

commit to user

keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak

yang berkuasa.

h. Peradilan Tata Negara (Constitusional Court)

Dalam negara hukum modern diharapkan adanya jaminan

tegaknya keadilan tiap-tiap warga negara dengan mengadopsikan

gagasan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraannya.

Pentingnya Mahkamah Konstitusi adalah upaya memperkuat sistem

check and balances antara cabang-cabang kekuasaan yang sengaja

dipisah-pisahkan untuk menjamin demokrasi.

i. Perlindungan Hak Asasi Manusia

Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia

dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses

yang adil. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut

dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan

penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia sebagai

ciri yang penting suatu negara hukum yang demokratis.

j. Bersifat Demokratis (Democratische Rechtstaat)

Dalam prinsip demokrasi yang menjamin peran serta masyarakat

dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap

peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan

mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat.

Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh

ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk

kepentingan penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip

demokrasi.

k. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare

(37)

commit to user

Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan

bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui

gagasan negara demokrasi maupun yang diwujudkan melalui gagasan

negara hukum yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan

umum. Bahkan sebagaimana cita-cita nasional yang dirumuskan dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, tujuan bangsa Indonesia bernegara adalah dalam rangka

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

l. Transparansi dan Kontrol Sosial.

Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap

setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan

dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi

dapat dilengkapi secara komplementer oleh peran serta masyarakat

secara langsung dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran.

Adanya partispasi langsung ini penting karena sistem perwakilan

rakyat melalui parlemen tidak pernah dapat diandalkan sebagai

satu-satunya saluran aspirasi rakyat.

2. Tinjauan mengenai Demokrasi

a. Pengertian dan Hakikat Demokrasi

Pengertian tentang demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa

(etimologis) dan istilah (terminologis). Secara etimologis, "demokrasi"

berasal dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu

demos yang berarti rakyat, dan cratos atau cratein yang berarti

pemerintahan, sehingga dapat disimpulkan sebagai pemerintahan

rakyat. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan

suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan

(38)

commit to user

tersebut. Demokrasi bila ditinjau dari terminologis (Azyumardi Azra,

2000 : 110), sebagaimana dikemukakan beberapa para ahli, misalnya:

1) Joseph A. Schmeter, bahwa demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.

2) Sidney Hook, bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

3) Phillipe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl yang menyatakan bahwa demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.

4) Henry B. Mayo, bahwa demokrasi merupakan suatu sistem politik

yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.

5) Affan Gaffar, bahwa demokrasi terbagi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara normatif, ialah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh suatu negara, dan pemaknaan secara empirik, yaitu demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat ditarik suatu

pengertian dasar bahwa demokrasi merupakan suatu sistem

pemerintahan dimana kekuasaan berada di tangan rakyat, yang

mengandung tiga unsur, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,

dan untuk rakyat. Pemerintahan dari rakyat mengandung pengertian

bahwa pemerintah yang berdaulat adalah pemerintah yang mendapat

pengakuan dan didukung oleh rakyat. Legitimasi suatu pemerintahan

sangat penting karena dengan legitimasi tersebut, pemerintahan yang

berdaulat dapat menjalankan pemerintahannya serta program-program

(39)

commit to user

Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa pemerintah yang

mendapat legitimasi amanat dari rakyat sudah seharusnya untuk

tunduk pada pengawasan rakyat (social control). Dengan adanya

control tersebut, maka dapat sebagai tindakan preventif mengantisipasi

ambisi keotoriteran para pejabat pemerintah.

Pemerintahan untuk rakyat mengandung arti bahwa kekuasaan

yang diberikan dari dan oleh rakyat kepada pemerintah harus

dijalankan untuk kepentingan rakyat. Oleh karena itu, perlu adanya

kepekaan pemerintah terhadap kebutuhan rakyat dan terhadap aspirasi

rakyat yang perlu diakomodir yang kemudian di follow-up melalui

pengeluaran kebijakan maupun melalui pelaksanaan program kerja

pemerintah.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang

membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan

legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang

saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu

sama lain. Independensi dan kesejajaran dari ketiga jenis lembaga

negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling

mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and

balances.

Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya

kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara

langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden

atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara

tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih

sendiri secara langsung hanyalah sedikit dari sekian banyak makna

kedaulatan rakyat. Peranannya dalam sistem demokrasi tidak besar,

suatu pemilu sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara

(40)

commit to user

tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus,

sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang

pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada

masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara.

b. Asas-asas Demokrasi

Dalam menentukan berlakunya suatu sistem demokrasi di suatu

negara ialah ada tidaknya asas-asas demokrasi dalam sistem

pemerintahan suatu negara. Adapun asas-asas demokrasi yaitu

(http://pendkewarganegaraansmpnasima.blogspot.com/2009/01/blogsp

ot.html diakses tgl kamis 4 februari 2010 jam 15.15):

1) Adanya pengakuan hak – hak asasi manusia sebagai penghargaan

terhadap martabat manusia

Negara berperan aktif dalam memberikan perlindungan dan

menjamin hak asasi manusia dengan diatur dalam peraturan

perundanga-undangan yang mempunyai payung hukum yang jelas

terhadap hak asasi manusia. Seperti di Indonesia, sudah ada

pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dicantumkan dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia.

2) Adanya partisipasi dan dukungan rakyat kepada pemerintah

Rakyat ikut serta menentukan kebijakan pemerintah yang

bersifat asasi dan menguasai hajat hidup orang banyak sehingga

pemerintah tidak dapat semena-mena dalam menentukan

kebijakan, perlu adanya kontrol dari rakyat. Di sisi lain, pemerintah

membutuhkan dukungan langsung dari rakyat dalam hal pemilihan

(41)

commit to user c. Faktor-faktor Penegak Demokrasi

Mengingat sangat pentingnya demokrasi, maka perlu adanya

faktor-faktor untuk menegakan demokrasi itu sendiri (Azyumardi

Azra, 2000 : 117 – 121). Ada empat faktor utama yaitu :

1) Negara hukum (rechtstaat dan rule of law)

Konsep rechtsstaat adalah adanya perlindungan terhadap

Hak Asasi Manusia (HAM), adanya pemisahan dan pembagian

kekuasaan pada lembaga negara, pemerintahan berdasarkan

peraturan, serta adanya peradilan administrasi. Konsep dari rule of

law yaitu adanya supremasi aturan-aturan hukum, adanya

kedudukan yang sama di muka hukum (equality before the law),

serta adanya jaminan perlindungan HAM.

Berdasarkan dua pandangan di atas, maka dapat ditarik

suatu konsep pokok dari negara hukum adalah adanya jaminan

perlindungan terhadap HAM, adanya supremasi hukum dalam

penyelenggaraan pemerintahan, adanya pemisahan dan pembagian

kekuasaan negara, dan adanya lembaga peradilan yang bebas dan

mandiri.

2) Masyarakat madani

Masyarakat madani dicirikan dengan masyarakat yang

terbuka, yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara,

masyarakat yang kritis dan berpartisipasi aktif, serta masyarakat

yang egaliter. Masyarakat yang seperti ini merupakan elemen yang

sangat signifikan dalam membangun demokrasi. Demokrasi yang

terbentuk kemudian dapat dianggap sebagai hasil dinamika

masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi. Selain itu,

demokrasi merupakan pandangan mengenai masyarakat dalam

kaitan dengan pengungkapan kehendak, adanya perbedaan

(42)

commit to user 3) Infrastruktur

Infrastruktur politik yang dimaksud terdiri dari partai

politik (parpol), kelompok gerakan, serta kelompok kepentingan

atau kelompok penekan.

Partai politik merupakan suatu wadah struktur kelembagaan

politik yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai, dan

cita-cita yang sama yaitu memperoleh kekuasaan politik dan

merebut kedudukan politik dalam mewujudkan

kebijakan-kebijakannya. Kelompok gerakan lebih dikenal dengan organisasi

masyarakat, yang merupakan sekelompok orang yang berhimpun

dalam satu wadah organisasi yang berorientasi pada pemberdayaan

warganya. Kelompok kepentingan atau penekan adalah

sekumpulan orang dalam suatu wadah organisasi yang didasarkan

pada kriteria profesionalitas dan keilmuan tertentu.

Dikaitkan dengan demokrasi, menurut Miriam Budiardjo,

parpol memiliki empat fungsi yaitu sebagai sarana komunikasi

politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai recruitment kader

dan anggota politik, serta sebagai sarana pengatur konflik.

Keempat fungsi tersebut merupakan pengejawantahan dari

nilai-nilai demokrasi, yaitu adanya partisipasi serta kontrol rakyat

melaui parpol. Sedangkan kelompok gerakan dan kelompok

kepentingan merupakan perwujudan adanya kebebasan

berorganisasi, kebebasan menyampaikan pendapat, dan melakukan

oposisi terhadap negara dan pemerintah.

4) Pers yang bebas dan bertanggung jawab

Pers yang dapat menjalankan fungsinya sebagai penyebar

informasi yang obyektif melakukan kontrol sosial yang konstruktif

menyalurkan aspirasi rakyat dan meluaskan komunikasi dan

(43)

commit to user

positif antara pers, pemerintah, dan masyarakat (Sukarno, 1986 :

30).

d. Model-model demokrasi (Azyumardi Azra, 2000 : 134).

1) Demokrasi liberal, yaitu pemerintahan yang dibatasi

undang-undang dan pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam

waktu yang tetap secara berkala.

2) Demokrasi terpimpin, yaitu dimana para pemimpin percaya bahwa

segala tindakan mereka dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan

umum yang bersaing sebagai “kendaraan” untuk menduduki

kekuasaaan.

3) Demokrasi Pancasila, adalah dimana kedaulatan rakyat sebagai

inti dari demokrasi. Karenanya rakyat mempunyai hak yang sama

untuk menentukan dirinya sendiri. Begitu pula partisipasi politik

yang sama semua rakyat. Untuk itu, Pemerintah patut memberikan

perlindungan dan jaminan bagi warga negara dalam menjalankan

hak politik.

4) Demokrasi sosial, adalah demokrasi yang menaruh kepedulian

pada keadilan sosial dan egaliterianisme bagi persyaratan untuk

memperoleh kepercayaan publik.

5) Demokrasi partisipasi, yang merupakan hubungan timbal balik

antara penguasa dengan yang dikuasai.

6) Demokrasi consociational, yang menekankan proteksi khusus bagi

kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerja sama yang

erat di antara elit yang mewakili bagian budaya masyarakat utama.

7) Demokrasi langsung, yang mana lembaga legislatif hanya

berfungsi sebagai lembaga pengawas jalannya pemerintahan,

sedangkan pemilihan pejabat eksekutif dan legislatif melalui

pemilihan umum (pemilu) oleh rakyat secara langsung.

8) Demokrasi tidak langsung, yang mana lembaga parlemen (sebagai

(44)

commit to user

berkaian dengan kehidupan masyarakat dalam hubungannya

dengan pemerintah dan negara. Hal ini berarti rakyat tidak secara

langsung berhadapan dengan pemerintah.

3. Tinjauan Mengenai Konstitusi

a. Sejarah Konstitusi

1) Terminologi klasik ( Constitutio dan Politeia )

Dari sejarah klasik terdapat 2 perkataan yang berkaitan erat

dengan pengertian kita sekarang tentang konstitusi , yaitu dalam

perkataan Yunani kuno Politeia dan perkataan bahasa latin

Constitutio yang juga berkaitan dengan kata jus. Dalam kedua

perkataan politeia dan costitutio itulah awal mula gagasan

konstitusionalisme diekspresikan oleh umat manusia beserta

hubungan di antara kedua istilah tersebut dalam sejarah.

Jika kedua istilah tersebut dibandingkan, maka dapat

dikatakan bahwa yang paling tua usianya adalah Politeia yang

berasal dari kebudayaan Yunani.

Namun, dalam bahasa Yunani kuno tidak dikenal adanya

istilah yang mencerminkan kata jus ataupun constituio seperti

dalam tradisi romawi yang datang kemudian. Dalam keseluruhan

sistem berfikir para filosof Yunani kuno, perkataan constitution

seperti yang kita maksudkan sekarang, tidak dikenal.

2) Warisan Yunani kuno (Aristoteles)

Menurut Aristoteles, klasifikasi konstitusi tergantung pada :

a) The ends pursued by states, and

b) The kind of authority exercised by their government

Tujuan tertinggi dari Negara adalah a good life, dan hal ini

merupakan kepentingan bersama seluruh warga masyarakat. Oleh

(45)

commit to user

wrong constution dengan ukuran kepentingan bersama. Jika

konstitusi diarahkan untuk tujuan mewujudkan kepentingan

bersama, maka konstitusi itu disebut konstitusi yang benar, tetapi

jika sebaliknya konstitusi itu adalah kostitusi yang salah (Jimly

Asshiddiqie.2010:6).

3) Warisan Romawi Kuno

Salah satu sumbangan penting filsof romawi, terutama

setelah Cicero mengembangkan karyanya adalah pemikiran tentang

hukum yang berbeda sama sekali dari tradisi yang sudah

dikembangkan sebelumnya oleh para filosof kuno sebelumnya.

Pada masa ini adalah awal mula dipakainya istilah lex yang

kemudian menjadi kata kunci untuk memahami konsepsi politik

dan hukun di zaman Romawi kuno. Penggunaan perkataan lex

tampaknya dianggap lebih luas cakupan maknanya.

Konstitusi mulai dipahami sebagai sasuatu yang berada di

luar dan bahkan diatas negara. Tidak seperti masa sebelumnya,

konstitusi mulai dipahami sebagai lex yang menentukan bagaimana

bangunan kenegaraan harus dikembangkan sesuai prinsip the

higher law. Prinsip hierarki hukum juga makin dipahami secara

tegas kegunaannya dalam praktik penyelenggaraan kekuasaan.

4) Warisan Islam (Konstitusionalisme dan Piagam Madinah)

Piagam tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang

dapat dibandingkan dengan pengertian konstitusi dalam arti

modern dalam Piagam Madinah. Piagam ini dibuat atas persetujuan

bersama antara Nabi Muhammad SAW dengan wakil-wakil

penduduk kota Madinah tidak lama setelah beliau hijrah dari

(46)

commit to user

Dapat dikatakan bahwa lahirnya Piagam Madinah pada

abad ke 7 M itu merupakan inovasi yang paling penting selama

abad-abad pertengahan yang memulai suatu tradisi baru adanya

perjanjian bersama di antara kelompok-kelompok masyarakat

untuk bernegara dengan naskah perjanjian yang dituangkan dalam

bentuk yang tertulis.

5) Terminologi konstitusi modern

Konstitusi bukanlah undang-undang biasa. Ia tidak

ditetapkan oleh lembaga legislatif yang biasa, tetapi oleh badan

yang lebih khusus dan lebih tinggi kedudukannya. Jika norma

hukum y

Gambar

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran .................................................................
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
gambarannya, apabila seorang pemilih tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih

Referensi

Dokumen terkait

a dan b, perlu menetapkan Peraturan Bupati Pangandaran tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan

Kemudian rujukan ditunjukkan dengan menuliskan nama belakang penulis dan tahun terbitan, tanpa nomor halaman (Fulan, 2019). Porsi dalam pendahuluan yaitu 10% dari total

Unit Layanan Pengadaan, yang selanjutnya disingkat ULP adalah unit yang terdiri dari pegawai-pegawai yang telah memiliki sertifikat keahlian pengadaan

Sepengetahuan peneliti saat ini belum ada penelitian yang dilakukan di Indonesia khususnya di DIY yang melihat hubungan antara derajat rasa haus dengan fraksi ejeksi dan

Salah satu pemecahan masalah-masalah terkait kabel yang panjang adalah penggunaan dengan menggunakan sinyal digital pada pengiriman data pengukuran, sehingga lebih kebal

Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Motaha tahun 2012 yang dilakukan terhadap 74 responden menunjukkan bahwa 37 responden kelompok kasus yang memiliki pengetahuan

Pengaruh PGPR secara langsung dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman terjadi melalui bermacam-macam mekanisme, di antaranya fiksasi nitrogen bebas sehingga dapat

Syarat penerima BLT DD selain secara garis besar disebutkan dalam PMK Nomor 40/PMK.07/2020, juga disebutkan dalam lampiran Permendes PDTT Nomor 6 Tahun 2020