ANALISIS FUNGSI GENKAN ( 玄関) PADA ARSITEKTUR RUMAH MASYARAKAT JEPANG
NIHON SHAKAI NO KATEI NO KENCHIKU NI GENKAN KINOU KAISEKI
SKRIPSI
Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah satu
Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
SABAR LIANA SIAGIAN NIM: 100708087
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa yang
selalu memberikan segala berkat-Nya kepada Penulis sehingga mampu
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulisan skripsi yang berjudul “ANALISIS FUNGSI GENKAN PADA ARSITEKTUR RUMAH MASYARAKAT JEPANG” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya
Program Studi Strata-1 Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.
Dalam pelaksanaan penyelesaian studi dan skripsi ini, penulis banyak
menerima bantuan dan bimbingan moril maupun materil dari berbagai pihak.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Program Studi S-1
Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I,
yang mana dalam kesibukannya sebagai pengajar telah menyediakan
banyak waktu, pikiran, dan tenaga dalam membimbing, mengarahkan, dan
memeriksa skripsi ini dari awal hingga akhir ujian skripsi ini selesai.
4. Bapak Drs. Amin Sihombing, selaku Dosen Pembimbing II, yang mana
pikiram, dan tenaga dalam membimbing, mengarahkan, dan memeriksa
skripsi ini dari awal hingga ujian skripsi ini selesai.
5. Dosen Penguji Ujian Skripsi yang telah menyediakan waktu membaca dan
menguji skripsi ini. Tak lupa pula penulis sampaikan kepada seluruh staf
pengajar Program Studi S-1 Sastra Jepang yang telah memberikan banyak
ilmu kepada penulis sebagai bekal masa depan dari tahun pertama hingga
dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Semoga semua ilmu yang
diberikan bermanfaat bagi banyak orang.
6. Kepada kedua orang tua penulis, Bapakku tercinta N. Siagian dan Mamaku
tercinta T. Simbolon dan kedua Adikku yang telah berjuang untuk
membantu Penulis sampai menyelesaikan skripsi ini.
7. Untuk teman-teman terbaik AOTAKE 2010 A dan sahabat-sahabatku yang
memberi kritik dan semangat selama Penulis menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Tuhan yang Maha Kuasa memberi berkat yang berlimpah serta
membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan kepada Penulis selama ini.
Amin.
Medan, Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 5
1.3Ruang Lingkup Pembahasan ... 5
1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 6
1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
1.6Manfaat Penelitian ... 8
1.7Metode Penelitian ... 9
BAB II GMBARAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR DAN GENKAN DALAM PERKEMBANGANNYA 2.1 Sejarah Genkan ... 12
2.2 Pengertian Drama Kabuki ... 17
2.2.1 Bagian-bagian Genkan ... 20
2.2.2 komponen-komponen yang Berhubungan dengan Genkan ... 25
2.2.3 Elemen Sekuler pada Genkan ... 31
2.3 Cara bertamu di Genkan ... 32
BAB III ANALISIS FUNGSI GENKAN 3.1 Analisis Fungsi Genkan dalam Presfektif Uchi-Soto ... 36
3.2 Analisis Fungsi Genkan dalam Presfektif Religi ... 37
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ... 43
4.2 Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Jepang dalam perkembangan arsitektur modren adalah satu-satunya negara timur ( Asia ) yang mempunyai tradisi yang berbeda dengan negara-negara lain. Dalam arsitektur Jepang keindahan dipancarkan oleh keheningan, kesunyian, bersih dan polos. Budaya Jepang sangat kuat terungkap dalam ciri arsitektur Jepang antara lain dalam bentuk kepolosan dan kesederhanaan. Dalam artsitekturnya, Jepang lebih mengutamakanfungsi-fungsi dari tiap ruangannya.
Ruangan pertama yang akan ditemui pada rumah Jepang sebelum memasuki ruang tamu adalah genkan. Istilah genkan dapat diartikan sebagai serambi, jalan masuk, ruang gerbang, dan merupakan bagian dari rumah orang Jepang yang terletak pada bagian depan dalam ruangan rumah mereka. Kedudukan genkan di dalam tata ruang rumah Jepang tampaknya merupakan bagian ruangan yang harus ada di dalam keseluruhan ruang lingkup struktur bangunan Jepang, baik itu rumah biasa, rumah susun maupun apartement bergaya modren. Genkan sudah menjadi ruang yang wajib ada dalam rumah tinggal mereka, sehingga setiap pintu masuk rumah Jepang memiliki ruang genkan. Dari keadaan ini dapat diketahui bahwa
genkan kedudukan dan fungsi penting dalam tata ruang tempat tinggal mereka.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kata “ kebudayaan “ dan “ culture “ berasal dari bahasa Sansekerta
budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan berarti hal – hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.
Menurut Pasurdi Suparlan, kebudayaan adalah keseluruhan pengtahuan manusia
yang dimiliki sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan
menafsirkan lingkungan yang dihadapinya (Suparlan, 1996 ).
Kita akan melihat satu per satu wujud kebudayaan sebagaimana dilukiskan oleh
Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan
(1974:5-8).
1. Wujud Ideal
Wujud ideal adalah wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud ini disebut
ideal, karena sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto.
2. Sistem Sosial
Manusia tidak hanya berfikir dam mencetuskan ide-ide. Manusia juga tidak hanya
berharap dan mencita-citakan sesuatu yang baik. Manusia pun berusaha
mewujudkan apa yang dipikirkan dan dicita-citakannya. Untuk itu dia harus
melakukan berbagai aktivitas. Dia tidak melakuan aktivitas-aktivitas secara
individual, melainkan secara sosial. Manusia dengan segala norma yang
manusia melakukan berbagai aktivitas budaya. Dibandingkan dengan wujud ideal,
wujud kebudayaan yang disebut sistem sosial itu lebih konkret.
3. Kebudayaan Fisik
Kebudayan fisik meliputi semua benda atau objek fisik hasil karya manusia,
seperti rumah, gedung-gedung perkantoran, jalan, jembatan, mesin-mesin, dan
sebagainya. Karena itu sifatnya paling konkret, mudah diobservasi, diraba.
Kebudayaan fisik merupakan hasil dari aktivitas sosial manusia.
Menurut Yulianto Sumalyo dalam bukunya Arsitektur Klasik Eropa,
arsitektur adalah bagian dari kebudayaan, yang berkaitan dengan berbagai segi
kehidupan antara lain: seni, teknik, ruang/tata ruang, geografis, dan sejarah. Oleh
karena itu, ada beberapa pengertian tentang arsitektur berdasarkan
batasan-batasannya, tergantung dari segi mana memandangnya.
Dipandang dari segi seni, arsitektur adalah bangunan, termasuk bentuk dan
ragam hiasanya. Dari segi teknik, arsitektur adalah sistem mendirikan bangunan,
termasuk proses perancangan kontruksi, struktur, dan dalam hal ini juga
menyangkut aspek dekorasi dan keindahan. Dari segi ruang arsitektur adalah
pemenuhan kebutuhan ruang oleh manusia atau kelompok manusia untuk
melaksanakan aktivitas tertentu. Sedangkan dari segi sejarah, kebudayaan dan
geografi, arsitektur dipandang sebagai ungkapan fisik peninggalan budaya dari
suatu masyarakat dalam batasan waktu dan tempat tertentu ( Sumalyo, 1997:1).
Menurut teori “Ideal Schemata”, bangunan pada awalnya berfungsi sebagai tempat tinggal berteduh, serta berlindung bagi manusia yang biasa disebut
melembaga menjadi suatu fenomena budaya. Karena kemampuan manusia
berkembang, maka manusia sanggup membedakan serta memilah-milah ruang,
misalnya: ruang pertemuan, ruang tamu, serta ruang tidur yang privasinya tinggi.
Kemampuan membedakan serta memilah-milah ruang tersebut bermula dari
proses kognitif yang berakar dari schemata (kerangka) dalam pikiran manusia. Kemampuan tersebut diwujudkan dalam bentuk bangunan dan ruang.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa bangunan mempunyai beberapa fungsi
bagi kehidupan manusia, terutama sebagai tempat berlindung dari cuaca,
keamanan, tempat tinggal, privasi, tempat menyimpan barang, dan tempat bekerja.
Suatu bangunan tidak bisa lepas dari kehidupan khususnya sebagai sarana pemberi
rasa aman dan nyaman.
Salah satu ciri rumah masyarakat Jepang adalah genkan. Genkan adalah tempat dimana orang melepas sepatu mereka. Dari sudut prespektif arsitektur
genkan adalah ruang kecil yang ketinggiannya sama dengan daratan diluar rumah. Kedudukan genkan dalam tata ruang rumah masyarakat Jepang tampaknya merupakan bagian ruangan yang harus ada di dalam keseluruhan ruang lingkup
struktur banguan Jepang, baik berupa rumah biasa, rumah susun, maupun
apartemen bergaya modern. Genkan sudah menjadi bagian ruangan yang wajib ada dalam rumah tinggal mereka, sehingga setiap pintu masuk pada rumah Jepang
memiliki ruang genkan. Dari keadaan ini dapat diketahui bahwa genkan memiliki kedudukan dan fungsi penting dalam tata ruang tempat tinggal mereka.
penghubung dan juga merupakan istilah lain dari pos pemeriksaan. Jadi, dapat
diartikan sebagai serambi, jalan masuk, atau ruang gerbang.
Walaupun sebagian masyarakat Jepang menganggap bahwa genkan bukan merupakan hal yang besar dan perlu dipermasalahkan lebih lanjut, namun
sesungguhnya genkan sudah menjadi bagian dari ruangan yang wajib ada dalam rumah tinggal mereka. Selain itu, dalam bukunya yang berjudul Japanese Lanscape : Where Land and Culture Merge, Shigeru Iijima dkk menyatakan bahwa :“ bentuk dari rumah tradisional, terutama pintu masuknya mampu
merefleksikan aspek psikologi dari masyarakat Jepang”.
Menurutnya, gaya arsitektur yang terdapat pada bangunan tradisional
mampu merefleksikan aspek psikologi dari orang yang tinggal di tempat tersebut,
demikian halnya dengan genkan.
Dilihat dari sudut pandang konsep secara tata ruang, genkandan uchi-soto
memiliki suatu hubungan erat yang tidak terlepaskan dari fungsi keduanya
terhadap perkembangan psikologi masyarakat Jepang, baik dalam diri mereka
sebagai seorang individu pribadi, dalam berkeluarga maupun bermasyarakat. Hal
ini mampu menjelaskan mengapa di rumah Jepang harus dilengkapi dengan suatu
bagian ruang yang bernama genkan.
Untuk mengetahui genkan dan fungsinya dalam tata ruang rumah masyarakat Jepang. Maka penulis memilih judul penelitian : ANALISIS FUNGSI
GENKAN PADA ARSITEKTUR RUMAH MASYARAKAT JEPANG.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
penulis mencoba mengangkat beberapa permasalahan dalam penulisan skripsi ini
yang dikelompokan menjadi dua :
1. Bagaimana kedududkan genkan dalam rumah masyarakat Jepang ? 2. Bagaimana falsafah genkan?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Dari pemasalahan yang ada maka diperlukan adanya pembatasan ruang
lingkup dalam pembahasan permasalahan agar masalah penelitian tidak terlalu
luas dan berkembang jauh sehingga masalah yang akan dikemukakan dapat lebih
terarah dalam penulisan nantinya.
Ruang lingkup pembahasan ini terfokus pada analisis fungsi genkan pada arsitektur rumah masyarakat Jepang dari sudut Perspektif Uchi-Soto dan Perspektif Religi.
1. 4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka
Setiap kebudayaan memiliki ekspresi-ekspresi artistik. Oleh karena itu,
ide-ide, nilai-nilai, cita-cita, serta perasaan-perasaannya. Karya-karya seni
merupakan media komunikasi, sehingga seorang seniman dapat
mengkomunikasikan suatu permasalahan maupun suatu pengalaman batin kepada
orang lain. Karena itu, arsitektur adalah seni yang merupakan bagian dari
kebudayaan, yang memiliki kaitan dengan usaha manusia dalam
menyelenggarakan hidupnya. (Raga, 2000 : 46 ).
Arsitektur merupakan suatu karya manusia untuk manusia, berarti
sesungguhnya arsitektur tidak dapat dinilai hanya sebagai seni bangunan saja,
tetapi harus selalu dalam konteks manusianya. Suatu karya arsitektur baru dapat
dinilai setelah karya tesebut berfungsi dan, bukan pada saat karya tersebut secara
fisik selesai. (Poedio, 1986 : 2)
Secara umum, genkan berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Diluar fungsi umun genkan sebagai pintu masuk rumah/bangunan, genkan juga merupakan suatu ruang yang menjadi pembatas antara bagian dalam rumah dan
luar rumah. Genkan adalah wilayah peralihan antara dunia luar kepura-puraaan sosial dan bisnis dan dunia batin dari rumah dimana satu dapat santai dan asli.
( Lebra 1976 :112 ).
2. Kerangka Teori
Sebagai rancangan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan
penelitian, kerangka teori merupakan salah satu unsur dalam prosedur penelitian
yang tak kalah pentingnya dengan hal yang menjadi fokus dalam suatu penelitian
dalam hal ini semua teori-teori yang akan ditampilkan mengacu kepada objek
yang dibahas ataupun dijelaskan secara terperinci. Dimana penjelasan tersebut
Dalam penelitian ini teori yang penulis gunakan adalah teori Orientasi
Nilai Budaya ‘Theory Oreantation Value of Culture’. Yang dikemukakan oleh Kluckhon dan Strodberck. Menurut Kluckhon dan Strodberck soal-soal yang
paling tinggi nilainya dalam kehidupan manusia dan yang ada dalam tiap
kebudayaan di dunia ini menyangkut paling sedikit lima hal, yakni (1) Human Nature atau makna hidup manusia; (2) Man Nature atau persoalan hubungan manusia dengan alam sekitarnya; (3) Persoalan Waktu, atau persepsepsi manusia
terhadap waktu; (4) Persoalan Aktivitas ‘Activity’, persoalan mengenai pekerjaan, karya dan amal perbuatan manusia; dan (5) Persoalan Relasi ‘Relationality’ atau hubungan manusia dengan manusia lainnya ( Ihromi, 2006 : 52).
Pada penulisan penelitian ini penulis lebih mengacu pada point yang
kelima dari teori Orientasi Nilai Budaya yaitu, Persoalan Relasi ‘Relationality’
atau hubungan manusia dengan manusia lainnya. Karena pada saat penerimaan
tamu di genkan dapat kita temui persoalan relasi antara tamu dengan pemilik rumah/penerima tamu.
Selanjutnya pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan mitopoik.
Teori mitopoik dianggap teori yang paling pluralis sebab memasukkan hampir
semua unsur kebudayaan, seperti sejarah, sosiologi, antropologi, psikologi, agama,
filsafat, dan kesenian ( Ratna, 2004:67 ). Dalam pendekatan mitopoik ini, penulis
harus sadar bahwa data harus dipahami secara metodelogis sehingga diperoleh
makna yang tunggal.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan tentang fungsi
dalam arsitektur bangunan rumah masyarakat Jepang. Hal ini dikarenakan genkan
merupakan bagian dalam tata ruang rumah Jepang, yang sepertinya tidak
ditinggalkan, walaupun kecilnya tempat tinggal mereka. Genkan adalah bagian dari ciri khas kebudayaan tradisional Jepang yang tidak pernah tertelan zaman.
Tujuan lainnya adalah menambah pengetahuan tetang kebudayaan Jepang,
khususnya tentang arsitektur tata ruang rumah Jepang.
1. 6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan agar nantinya bermanfaat bagi pihak-pihak
tertentu seperti :
1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai perkembangan arsitektur Jepang.
2. Bagi masyarakat luas pada umumnya dan para pelajar/mahasiswa bahasa
maupun sastra Jepang khususnya, diharapkan penelitian ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan tentang Genkan pada arsitektur rumah Jepang.
1.7 Metode Penelitian
Penelitian diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis
untuk mengumpulkan data dengan metode atau teknik tertentu guna mencari
jawaban atas permasalahan yang ada. Sedangkan metode adalah cara yang
digunakan untuk mencapai tujuan penelitian tersebut (Sinaga dkk, 1997:8).
Metode penelitian sebagai salah satu bagian penelitian merupakan salah
methodos adalah cara jalan. Secara ilmiah, metode merupakan cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Menurut
Ginting dalam Gulo ( 2007: 12 ), metode penelitian adalah prosedur atau
langkah-langkah teratur yang sistematis dalam menghimpun pengetahuan untuk dijadikan
ilmu.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan subjek atau
objek pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya ( Sinaga dkk, 1997: 9 ).
Menurut Koentjaraningrat ( 1976: 30 ) penelitian yang bersifat deskriptif
yaitu sebuah penelitian yang memberikan gambaran yang secermat mungkin
mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Dalam
penelitian deskriptif ini untuk memecahkan masalah dilakukan pengumpulan,
penyusunan, pengkajian dan penginterprestasian data.
Dalam pengumpulan data-data dan bahan-bahan yang berhubungan dengan
topik penelitian ini, penulis juga menggunakan metode studi kepustakaan
( liberary research ). Beberapa aspek penting yang perlu dicari dan digali dalam studi kepustakaan antara lain lain masalah yang ada, teori-teori, konsep-konsep,
dan penerikan kesimpulan, serta saran ( Nasution, 2001: 14 ). Perpustakaan yang
menjadi sumber bahan bacaan adalah : Perpustakaan Umum Universitas Sumatera
Utara, Perpustakaan Konsulat Jenderal Jepang di Medan, Perpustakaan Daerah
Sumatera Utara-Medan, koleksi peribadi penulis, dan sumber literatur lainnya baik
BAB II
GENKAN DALAM PERKEMBANGANNYA
Sebuah arsitektur atau sistem arsitektur adalah model konseptual yang
mendefinisikan struktur, perilaku, dan pandangan lebih dari suatu
sistem. Sebuah deskripsi arsitektur adalah deskripsi formal dan representasi dari
suatu sistem, yang diselenggarakan dengan cara yang mendukung penalaran
tentang struktur dan perilaku sistem.
Sebuah arsitektur sistem dapat terdiri dari komponen
sistem, sifat eksternal terlihat dari
komponen-komponen, hubungan (misalnya perilaku) di antara mereka. Hal ini dapat
memberikan rencana yang produk dapat diperoleh, dan sistem yang
dikembangkan, yang akan bekerja sama untuk menerapkan sistem secara
keseluruhan
Jepang dalam perkembangan arsitektur modern adalah satu-satunya negara
timur (Asia) yang mempunyai tradisi yang berbeda dengan negara-negara lain. Di
Jepang tradisi adat, termasuk Shintoisme (ajaran agama asli Jepang yang
mengedepankan kedekatan alam), menjadi dasar pola pikir dan hidup serta
budaya, terungkap dalam fisik arsitektural, konsep arsitektur modern parism yang berkaitan dengan kemurnian, harmoni dan keseimbangan sudah berabad-abad
menjadi konsep perancangan bangunan di Jepang. Dalam arsitektur Jepang
keindahan dipancarkan oleh keheningan, kesunyian, bersih dan polos. Budaya
bentuk kepolosan bidang-bidang, tampa hiasan selain garis-garis tegak datar
terbentuk oleh rangka, kolom dan balok yang menjadi kerangka dari bidang.
Pada awal abad ke-20 modernisme arsitektur Jepang belum seperti
perkembangan yang ada di Barat, namun setelah perang dunia II, Jepang
mengalami kemajuan. Perkembangan dan perubahan luar biasa dalam berbagai
bidang termasuk seni dan arsitektur. Budaya tradisional Jepang baik Shinto
ataupun Katsura dapat menerima konsep-konsep modrenisme, karena sebenarnya
hanya kesamaan dan tradisi Jepang yang mengacu pada kesederhanaan. Falsafah
“sederhana itu indah” seperti konsep kemurnian dalam arsitektur Jepang.
2.1Sejarah Genkan
Dapat dikatakan bahwa hampir semua rumah orang Jepang memiliki
genkan di dalam tata ruangnya. Dari hal ini, dapat diketahui bahwa genkan
merupakan bagian dari ruang bangunan yang harus ada dan memiliki arti yang
penting. Dalam perkembangnnya, genkan pun berkembang mengikuti perkembangnan zaman hingga sekarang.
Secara umum, genkan berfungsi sebagai tempat untuk menerima tamu. Diluar dari fungsi umum genkan sebagai pintu keluar masuk/bangunan, genkan
juga merupakan suatu ruang yang menjadi pembatas antara bagian dalam rumah
dan luar rumah.
Dari sudut linguistik, istilah genkan terdiri dari dua kanji, sesuai dengan yang tertulis pada kamus Nelson yakni kanji gen ( 玄) dan kan ( 関 ) . Sebagaimana telah dipaparkan pada bab pendahuluan gen ( 玄) dalam genkan
merupakan istilah lain dari langit (ten no betsumei 天の別名). Sedangkan kan
( 関 ) dalam genkan dapat diartikan sebagai gerbang atau pos pembatas/pemeriksaan. Sehingga jika kedua disatukan akan muncul suatu
pengertian tentang genkan yang dapat diartikan secara harafiah sebagai gerbang menuju/mencapai langit. Hal ini dihubungkan dengan fungsi awal genkan sebagai jalan menuju kuil utama dalam kuil Budha (kuil utama tempat dewa). Seiring
perkembangan jaman, pengertian mengenai genkan semakin meluas terutama dilihat dari fungsi dan peranan genkan dalam masyarakat.
Awal dari dasar bentuk genkan pertama kali diperlihatkan pada abad ke-14 dalam arsitektur Kenchouji yang berada dikota Kamakura provinsi Kanagawa,
Jepang yang juga merupakan kuil terbesar dari lima kuil besar Zen di daerah
pegunungan Kamakura Jepang.
Gambar: Genkan Kuil Kenchouji
Desain genkan yang ditemukan pada kuil Kenchouji pertama kali diambil dari bentuk jalan yang melintang di depan kuil utama Houjou ( 方丈). Pada abad ke-16, istilah genkan ditunjukan dengan suatu jalan setapak yang menuju pada aula utama kuil yang menuju pada bangunan utama pada tempat tinggal
Genkan pada abad ke-16 menghadap langsung kearah taman dan memiliki atap berbentuk segitiga kirizuma (切 妻
Gambar: Kirizuma (
) atau atap yang memiliki bentuk arsitektur atap Cina, yang langsung menyatu dengan pintu gerbang.
切妻
Gambar:Kurumayose Genkan (車寄せ玄関 ) )
Pada zaman Edo ( 1603-1868 ), tipe genkan yang digunakan mulai tergantikan yaitu, langsung menghubungkan antara bagian dapur dan ruang utama.
Pada abad ke-17 istilah genkan digunakan sebagai ruang pos penjagaan, yang dibangun di kediaman bushi (武士) dan shogun (将軍) . Ruangan ini disebut sebagai kurumayose genkan (車寄せ玄関 ) yang memiliki struktur tembok yang kuat, lantai yang diaspal dan jalan setapak yang menghubungkan antara ruang
genkan dengan ruangan yang ada di dalam.
Genkan dilarang untuk dibangun pada kediaman rumah masyarakat sipil, minka
Pada tahun 1630, genkan mulai dilengkapi dengan suatu pijakan tambahan
shikidai (式台) yang terbuat dari kayu atau batu yang berfungsi untuk membantu tamu untuk naik memasuki bangunan utama. Tetapi pada awal abad ke-17, jenis
kurumayosegenkan yang dilengkapi shikidai beralih fungsi menjadi pintu masuk formal yang juga disebut sebagai onari genkan (御成り玄関). Onari genkan juga berfungsi menjadi symbol dari kelas sosial tinggi yang dibatasi oleh peraturan
ketat yang berlaku pada masyarakat Jepang yang terbatas untuk kaum bushi, bangsawan dan pemuka agama.
Gambar: Onari Genkan kaum Bushi
Pada pertengahan zaman Edo, bentuk perkembangan dari kurumayose genkan dan onari genkan adalah dengan penambahan lebar ruang dan shikidai
(pijakan) yang digunakan untuk memudahkan naik-turun ke dalam rumah.
Seringkali pada atap genkan juga dihiasi oleh hiasan-hiasan. Dan genkan seperti ini biasanya ditemukan pada kediaman bushi kelas menengah sebagai bentuk ruang formal, penggunaan genkan biasanya dibatasi hanya untuk tuan rumah, sedangkan anggota keluarga yang lain menggunakan pintu masuk berbeda,
Memasuki abad ke-18 rumah dari para kaum pedagang, kepala desa (shou/
庄屋) dan staff pemerintahan (honjin/本陣) mulai diijinkan untuk membangun
genkan sebagai bentuk dari pengadopsian dari gaya arsitektur shion-zukuri yang digunakan sebagai penerima tamu, kemudian untuk dibangun pada rumah
tabib-tabib dan rumah dari pengurus kuil (shikan/士官)
Genkan biasanya ditambahkan pada ruangan yang paling luar pada bangunan sebagai tempat penerima tamu seperti halnya ruangan masuk pada
toko-toko tradisional Jepang. Rumah-rumah yang berada di kota besar (machiya/町家),
genkan yang dibangun dalam rumah dilengkapi oleh shikidai sering kali dibuat langsung pada doma dan mengarah menuju ruangan yang memiliki lantai yang dinaikkan (kyoshitsubu/居室部) .
Bentuk genkan pada rumah kaum bushi berkelas rendah di akhir zaman Edo, lebih ditekankan pada fungsinya. Ruang genkan dibuat langsung dengan berhadapan dengan doma dan yoritsuki sebagai tempat melepaskan sepatu, namun
genkan tidak dilengkapi dengan shikidai. Genkan inilah yang digunakan pada arsitektur rumah Jepang modern.
2.2 Bentuk-bentuk Genkan
Pada rumah Jepang, kita akan menemukan genkan yang dianggap sebagai tempat yang penting, hal ini dikarenakan genkan bisa menjadi “wajah” dari si pemilik rumah. Secara abstrak, genkan yang disebut ie no kao (家の顔) yang memiliki arti wajah dari rumah mengacu pada karakter dari pemilik rumah
ie no kao “ dikemukakan oleh ahli fengsui Dr. Copa dalam blognya “ ifuusui to genkan ni tsuite “ yang menuliskan bahwa :
”自分
“ Genkan rumah sendiri dapat dikiaskan sebagai wajah dari manusia. Dalam arti lain, tampak dari genkan rumah merupakan gambaran dari wajah manusia. Dan pula, disebutkan bahwa pintu masuk genkan yang disebut sebagai “iruguchi”
merupakan pengkhiasan dari “mulut”.”
Jika Dr. Copa membahas struktur konkrit genkan berdasarkan penampilan luarnya, Hayashi Nozomu membahas tentang struktur konkrit genkan berdasarkan struktur pintu genkan yang dinyakininya dalam artikelnya yang berjudul “Genkan”
memiliki nilai yang lebih dalam dari sekedar pintu. Dia memaparkan bahwa
genkan Jepang memiliki ciri khas yang berbeda dengan genkan bergaya barat ( contohnya di Inggris ) terutama dilihat dari arah membuka pintu genkan Jepang, yakni dari arah dalam ke luar.
Ada bermacam-macam jenis dan ukuran genkan, dan biasanya semakin besar ukuran genkan maka bisa dipastikan bahwa si pemilik rumah merupakan orang yang memiliki kehidupan yang mapan.
Dalam menentukan ukuran luas genkan tidak menjadi hal yang penting dalam pembangunan rumah yang memiliki genkan karena ukuran luas pada
Gambar: Denah pada rumah Jepang
Sesuai dengan perkembangan jaman, bentuk-bentuk genkan pun mengalami bentuk perkembangan terutama pada segi fisik genkan. Berikut ini adalah bentuk-bentuk genkan pada kuil, tempat tinggal yang bergaya tradisional dan modern.
Gambar: Genkan Tradisional
Gambar: Bentuk Genkan Modern
Genkan memiliki bagian-bagian yang dapat membentuk stuktur fisik dari
genkan secara utuh. Genkan memiliki bagian-bagian yang lengkap secara utuh biasanya hanya dapat ditemukan pada bangunan yang memiliki arsitektur
tradisional.
Pada bangunan atau tempat tinggal Jepang yang berarsitektur modern
struktur genkan hanya ditekankan pada penggunaan tiga bagian saja yaitu genkan no doa, doma dan yoritsuki. Tiga bagian inilah yang mewakili genkan secara keseluruhan.
2.2.1 Bagian-bagian pada Genkan
Genkan Chuumon (玄関中門)
Atap yang berada tepat sebelum genkan no doa. Bagian ini biasa digunakan untuk membantu tamu yang berkunjung agar tidak terlalu basah karena hujan atau terik
karena sengatan matahari ketika menunggu di depan pintu genkan.
Gambar: Genkan Chuumon (玄関中門)
Genkan no doa (玄関のドア)
Genkan no doa merupakan pintu yang terdapat sebelum memasuki atau keluar dari genkan. Genkan no doa dapat pula disebut sebagai deiriguchi (出入り口).
Genkan no doa dapat berupa pintu geser atau pun pintu bergaya barat.
Ranma (欄間)
Ranma merupakan suatu sekat yang berada di atas Genkan no doa, ranma
memiliki fungsi sebagai sirkulasi udara dalam ruang genkan agar tidak terlalu lembab.
Gambar: Ranma (欄間) Doma (土間)
Doma merupakan bagian dari genkan yang berupa lantai yang sejajar dengan tanah. Jika tidak ada wakiagari, maka tamu akan melepaskan sepatunya di doma sebelum masuk ke dalam rumah ( naik ke yoritsuki ). Bagian dari doma hingga ruang tepat sebelum menaiki yoritsuki dapat pula disebut sebagai doma to ittai no kuukan.
Gambar: Doma (土間) Wakiagari (脇上がり)
menginjak tanah. Wakiagari dapat ditemukan di sekolah-sekolah Jepang maupun
ryokan (penginapan bergaya Jepang )besar.
Gambar: Wakiagari (脇上がり) Shikidai (式台)
Shikidai merupakan undakan berupa kayu atau batu untuk membantu tamu naik ke
yoritsuki (寄り付き).
Gambar shikidai (式台) Yoritsuki (寄り付き)
Yoritsuki merupakan bagian dari genkan yang berupa lantai yang dinaikan , dan sejajar dengan ruangan di dalam rumah. Yoritsuki sudah merupakan teritori dan
uchi atau bagian dalam rumah.
Selain bagian-bagian yang telah disebutkan di atas, genkan pun memiliki beberapa benda-benda yang walaupun bukan merupakan kesatuan namun dapat
ditemukan di dalam ruang lingkup genkan. Benda-benda tersebut adalah rak atau lemari kecil yang biasanya digunakan untuk menaruh sepatu atau sandal tuan
rumah dan tamu yang berkunjung, keranjang yang biasanya digunakan untuk tepat
meletakkan payung tamu jika membawanya, gantungan mantel untuk tamu dan
juga tuan rumah memajangkan foto keluarga atau ikebana (生け花) sebagai hiasan di genkan.
Gambar: Genkanyang dilengkapi hiasanya
Dalam arsitektur rumah Jepang juga terdapat komponen-komponen yang
berhubungan dengan genkan. Komponen-komponen ini juga berfungsi sebagai pintu masuk atau keluar rumah. Komponen-kompnen ini tidak diharuskan ada,
namun beberapa diantaranya memiliki fungsi yang penting sebagai kompoen yang
memiliki hubungan dengan genkan.
2.2.2 Komponen-komponen yang Berhubungan dengan Genkan
Uchi Genkan (内玄関)
Bagian tambahan dalam genkan yang digunakan oleh pemilik rumah sebagai pintu masuk. Uchi genkan biasanya ditemukan di tempat tinggal bushi.
Gambar:Uchi Genkan (内玄関)
Naka-no-kuchi (中の口)
Pintu masuk yang bersifat semiformal yang biasanya terletak agak jauh
dengan genkan. Naka no kuchi langsung menghubungkan area luar dengan bagian dalam rumah yang berbentuk jalan setapak terbuat dari ubin yang memiliki posisi
lantai sejajar dengan tanah.
Hiroshiki (広敷き)
Pintu masuk yang langsung berhubungan dengan dapur dan tuang utama.
Hiroshiki memiliki bentuk yang sama dengan genkan dan dapat ditemukan pada bangunan atau rumah tradisional bergaya Buke Zukuri.
Gambar: Hiroshiki (広敷き)
Katteguchi (勝手口)
Pintu masuk langsung yang berhubungan dengan dapur dan ruangan dalam
rumah.
Gambar:Katteguchi (勝手口) Oodoguchi (大戸口)
Pintuk masuk yang dapat digunakan secara umum oleh siapa saja tanpa
biasanya berada di pojok atau belakang rumah yang biasanya digunakan oleh
pengurus rumah untuk tempat keluar masuk.
Gambar: Oodoguchi (大戸口)
Onari Genkan (御成り玄関)
Genkan yang memiliki arsitektur mewah yang biasanya merefleksikan status pemilik rumah yang tinggi. Onari genkan juga memiliki fungsi sebagai rumah penjagaan.
Gambar: Onari Genkan (御成り玄関)
Sama halnya seperti bagian dari arsitektur bangunan Jepang yang sarat
bangunan , maupun peranan genkan terhadap pemilik rumah dan lingkungan sekitarnya. Beberapa nilai-nilai yang terkandung dalam genkan dipengaruhi oleh kondisi fisik dari genkan, karena bentuk genkan pada setiap rumah tidak selalu sama, terutama pada kondisi genkan yang terdapat pada rumah tradisional jika dibandingkan dengan genkan yang bergaya modern karena genkan yang bergaya modern lebih mengutamakan fungsionalnya daripada artistiknya.
a. Ma (間) merupakan elemen artistic yang menjadikan faktor ruang
sebagai dasar pengertiannya. Ma meliputi batasan antara luar dan dalam pada genkan, serta menjadi penyesuaian bentuk maupun luas
genkan yang dibangun dalam rumah, seperti besar kecilnya genkan.
Nilai dari ma juga mengacu pada peranan genkan sebagai pemberi batasan yang nyata antara uchi dan soto, baik secara fisik maupun abstrak.
b. Kanso (簡素) merupakan elemen artistik yang menggambarkan suatu
kesederhanaan yang murni dalam suatu objek. Kanso pada genkan
meliputi tiga bagian dari genkan yang mampu mendeskripsikan genkan
secara utuh yaitu doa,doma dan yoritsui. Elemen kanso yang diterapkan pada genkan, biasa ditemukan pada bentuk genkan yang ada di rumah atau bangunan yang memiliki luas yang terbatas.
c. Yuugen (幽玄) dan Myou (妙) merupakan dua elemen artistic Jepang
yang menggambarkan suatu misteri atau ketidakjelasan pada objek
yang di tuju. Yuugen dan Myou, tidak dapt terlihat secara fisik, manun
penerapannya ada secara nyata dan dirasakan oleh individu yang
d. Zen (禅) merupakan elemen artistic yang menggambarkan suatu
keberadaan dan ketiadaan dalam sebuah objek. Zen cendrung mengacu pada fungsi genkan. Elemen zen yang direfleksikan pada genkan,
dieprlihatkan pada batasan genkan juga memiliki hubungan dengan elemen Ma dan Yuugen/Myou. Namun pengaruh zen terhadap fungsi
genkan lebih ditekankan pada pembatasan ruang antara bagian yang suci dan tidak suci lebih menekankan pada fungsi religius.
e. Kyubou (窮乏) merupakan elemen artistic yang menggambarkan suatu
pengambilan bentuk sikap dan tindakan dari individu, yang didasari
oleh prinsip yang ada dalam diri mereka saat mereka bersentuhan
denagn objek (genkan). Hal ini dilaksanakan dalam ehidupan sehari-hari tanpa terkecuali karena sudah menjadi tradisi. Kyubou pada
genkan meliputi etiket yang harus diterapkan di genkan yang memiliki suatu tradisi untuk melepaskan sepatu sebelum masuk ke dalam rumah
tanpa membedakan siapapun orangnya baik orang Jepang maupun
orang asing.
2.2.3 Elemen Sekuler pada Genkan
Selain elemen artistik dasar pada genkan, terdapat pula elemen-elemen lain yang dapat kita temui, terutama pada genkan tradisional maupun modern. Namun
tidak semua dari elemen ini ada pada setiap genkan .
Berikut ini contoh dari elemen sekuler yang ada pada genkan:
genkan menggunakan bahan dasar kayu, baik pada pembuatan struktur dasar
genkan , maupun bagian skunder dari genkan, seperti pintu genkan, shikidai,
maupun wakiagari. Sedangkan bahan material berupa bebatuan dapat ditemukan pada bagian doma maupun shikidai.
Ki (木 ) pada genkan direfleksikan pada penggunaan bahan dasar pembuatan genkan yang terbuat dari kayu. Pada rumah tradisional, elemen ki
menjadi elemen primer dari keseluruhan bahan dasar yang digunakan untuk
pembuatan rumah.
Ishi (石) sama seperti ki, ishi pada genkan, didasarkan pada bahan dasar pembuatan genkan yang berasal dari batu. Elemen ishi biasa ditemukan pada
doma dan shikidai.
Bukyou (部今日) direfleksikan dari peranan penggunaan genkan yang pertama kali ada pada Kuil Budha beraliran Zen yang bernama Kenchouji. Genkan
pada kenchouji berperan sebagai pembatas luar (kotor) dan dalam (suci).
Kuukan (空間) direfleksikan dari genkan yang dibangun di luar rumah atau pada halaman terbuka. Genkan yang memiliki elemen ini yang dapat ditemui pada bangunan tradisional Jepang. Biasanya, genkan yang memiliki elemen artistic
kuukan, dapat ditemukan pada genkan yang merangkap sebagai kurumayose atau
genkan yang masih berbentuk jalan setapak.
Yuuga (優雅) direfleksikan dari factor elegan yang dibangun pada genkan.
Yuuga biasa ditemukan pada Onari genkan di kediaman bushi kelas atas dan juga pada kediaman bangsawan.
benda yang memiliki fungsi umum (rak sepatu) maupun fungsi khusus (jimat)
dalam genkan.
2.3Cara Bertamu di Genkan
Cara bertamu atau etiket bertamu di Jepang berbeda dengan negara lain.
Sebagian besar etiket dan kebiasaan masyarakat Jepang dipengaruhi oleh tradisi
yang ada dalam keluarga mereka, maupun keadaan sekitar di lingkungan tempat
mereka tinggal. Dari hal ini, dapat diketahui bahwa tidak ada yang dinamakan
dengan etiket Jepang standar secara keseluruhan.
Namun, diluar dari perbedaan etiket yang ada dalam masyarakat Jepang
untuk menanggalkan sepatunya sebelum dia masuk ke dalam rumah. Etiket saat
masuk ke dalam genkan merupakan salah satu dari etiket yang memiiki pelaksanaan yang sama dari waktu ke waktu, dan diterapkan untuk seluruh elemen
masyarakat maupun orang asing yang berada di Jepang. Bagi masyarakat Jepang
bagaimana cara untuk masuk ke dalam genkan merupakan suatu pembelajaran yang harus diajarkan pada anak-anak sejak dini, dan bagi orang asing yang tinggal
maupun berkunjung di Jepang.
Masyarakat Jepang tidak akan mengijinkan siapapun melanggar etiket ini
sekalipun mereka adalah orang asing. Oleh karena itu, hingga sekarang banyak
artikel dan buku yang ditunjukan untuk orang asing yang berguna sebagai
pedoman untuk mereka ketika dating ke Jepang.
Berikut ini adalah cara bertamu atau etika bertamu yang harus diterapkan
1. Setelah menekan bel rumah berilah jarak antara tubuh dengan pintu rumah
kira-kira lebih dari setengah lebar pintu rumah. Ini dikarenakan hampir
semua pintu masyarakat Jepang membuka keluar tidak kedalam bagian
rumah.
2. Sebelum masuk berilah salam kepada tuan rumah dengan sedikit
menundukkan badan sambil mengucapkan “ gomenkudasai (ごめんくだ
さい)”, “ojyamashimasu (お邪魔します)” yang dapat diartikan sebagai
“ permisi atau maaf menggangu “. Pengucapan salam ini dilakukan saat
pemilik rumah sudah membukakan pintu dengan keadaan kita tetap berada
dalam jarak yang tetap sama seperti pintu belum terbuka, tetapi setelah
pintu terbuka tidak boleh langsung masuk ke dalam rumah.
4. Sebelum naik ke dalam rumah, lepaskanlah sepatu atau alas kaki, dan
tempatkan sepatu menghadap kearah pintu ke luar seperti pada gambar di
bawah ini.
5. Jika memakai mantel, topi atau membawa payung ketika bertamu, segera
lepas dan taruh barang-barang tersebut ditempat yang telah disediakan
tempat untuk menaruh mantel, topi atau payung, bertanyalah pada tuan
rumah dimana anda harus menaruhnya.
6. Saat menaiki genkan, biasanya tuan rumah akan menyediakan alas kaki/ sandal rumah untuk digunakan oleh tamu yang berkunjung. Gunakan
sandal rumah dan masuk sambil mengucapkan “shitsureishimasu (失礼し
ます)’, kemudian mengikuti tuan rumah menuju ruang tamu.
Selain etiket yang dilakukan di genkan ada juga fengsui di dalam ruang lingkup genkan. Walaupun berada dalam lingkungan masyarakat Jepang yang modern, fengsui juga memiliki pengaruh yang besar bagi masyarakat Jepang
untuk membantu mereka menjalankan kehidupan mereka sehari-hari. Fengsui
dipercaya masyarakat Jepang mampu memberikan pengaruh baik dan buruk
dalam kehidupan mereka, bahkan sebelum membangun rumah maupun pindah ke
suatu rumah tidak jarang mereka meminta tolong kepada ahli fengsui untuk
membantu menata rumah mereka.
Oleh karena itu, selayaknya sebuah wajah genkan pun hanya ada satu disetiap rumah Jepang . Jika dalam satu rumah memiliki dua genkan, terdapat dua pemikiran bahwa sang pemilik rumah merupakan orang yang berlidah dua
sehingga mampu mempengaruhi hubungan dari pemilik rumah dengan
orang-orang disekitarnya ataupun dengan sesama keluarga yang tinggal di rumah
tersebut. Namun karena hal fengsui di percaya dapat membantu mengurangi
ataupun menghindari pengaruh buruk yang timbul maka sering diletakkannya
BAB III
ANALISIS FUNGSI GENKAN
Genkan adalah area pintu masuk tradisional Jepang untuk rumah, apartemen, atau bangunan. Fungsi umum dari genkan adalah tempat untuk melepaskan sepatu sebelum memasuki bagian utama dari rumah atau
bangunan. Lantai genkan disebut tataki ( 三 和 土 ). Setelah masuk, sepatu biasanya diletakkan berbalik menghadap pintu atau diletakkan di
getabako (lemari untuk sepatu). Dan biasanya setelah melepas sepatu, seseorang melangkah ke genkan hanya memakai kaus kaki atau dengan kaki telanjang, untuk menghindari membawa kotoran ke dalam rumah. Setelah
masuk, biasanya sepatu akan dilepas dan diganti dengan sandal, atau sepatu yang
dapat dipakai dalam ruangan (uwabaki 上 履 き ). Kebiasaan melepas sepatu seseorang sebelum memasuki rumah diyakini lebih dari seribu tahun
Dilihat dari sudut pandang konsep secara tata ruang, genkan dan uchi-soto
memiliki suatu hubungan yang sangat erat yang tidak terlepaskan dari fungsi
keduanya terhadap perkembangan psikologi masyarakat Jepang baik dalam diri
mereka sebagai individu pribadi, dalam berkeluarga maupun bermasyarakat. Hal yang
lalu. Bahkan tidak hanya dalam melepaskan sepatu saja di genkan namun, dari
genkan pun kita dapat mengetahui watak dari pemilik rumah menurut fengsui yang di percaya oleh masyarakat Jepang.
genkan. Jika dilihat dari sudut pandang secara umum, genkan hanya merupakan tempat untuk menerima tamu dan tempat melepaskan sepatu sebelum masuk
kedalam rumah. Namun jika dianalisa dari sudut uchi-soto, peranan genkan
memiliki arti yang lebih dalam, bahkan pada fungsinya secara umum.
Menurut Yamaga-Karns (dalam Pence, 2007:12) orang Jepang mempunyai
kecenderungan untuk melihat semua orang dalam kelompok-kelompok. In group
(dalam kelompok) dan out-group (di luar kelompok). Orang Jepang adalah dalam
(uchi) dan orang asing selalu luar (soto). Menurut Davies dan Ikeno (2003: 217) pembagian ini merefleksikan cabang dasar dalam pola pikir orang Jepang yang
juga dikenal dengan Uchi-Soto. Kata Uchi bisa didefinisikan sebagai di dalam, rumahku, grup yang kita miliki, suamiku atau istriku. Sebaliknya, Soto berarti luar, di luar, kelompok lain, di luar rumah. Meskipun pembagian seperti ini bisa dilihat
di belahan dunia yang lain, tetapi konsep ini fundamental dan menyebar di seluruh
Jepang, selain itu juga mempunyai pengaruh yang hebat di masyarakat Jepang,
terutama dalam konteks hubungan sesama manusia. Kuatnya kesadaran
masyarakat Jepang akan konsep in-group dan out-group sering dideskripsikan
sebagai kesadaran akan uchi (dalam) - soto (luar), hal ini sudah menjadi karakter masyarakat Jepang sejak dahulu kala.
Jhon Benjamins (2004 : 22) dalam “Gender, Language and Culture” menyatakan :
“The concept of uchi ‘inside, in-group’ and soto ‘outside out-group’ is another basic nation that shapes japanese society. Uchi is the self and member of the self. Interactions that occur within the uchi domain area intimate and informal. soto Interactions take place with out-group speakers. That is the formal domain.”
“konsep uchi ‘dalam-kelompok’ dan soto ‘luar-kelompok’ merupakan dasar negara yang membentuk masyarakat Jepang. Uchi adalah diri sendiri dan anggota diri sendiri. Interaksi yang terjadi dalam wilayah uchi intim dan informal. Interaksi soto berlangsung dengan liaukelompok. Itu termasuk wilayah resmi
Rata-rata dari masyarakat Jepang berpendapat bahwa uchi merupakan suatu pola keruangan yang memungkinkan hubungan yang lebih bersahabat, santai
dan lebih intim dalam berinteraksi. Jika konsep uchi merupakan tempat tinggal yang hanya ditemukan satu diseluruh dunia dan didasarkan pada pandangan
masyarakat Jepang, maka dapat disimpulkan bahwa konsep uchi-soto merupakan bentuk pengembangan kebudayaan masyarakat Jepang.
.
Desain dari arsitektur rumah Jepang, terutama pada rumah tradisional
Jepang, merefleksikan pentingnya konsep uchi-soto dalam pembentukan psikologi masyarakat Jepang. Contoh dari konsep uchi-soto ini juga merupakan dasar yang menjadi faktor pembentuk tata-bahasa dalam bahasa Jepang yang digunakan
dalam interaksi masyarakat Jepang sehari-hari, yang memiliki tingkatan dalam
penggunaannya.
Pada struktur arsitektur dalam tata ruang rumah Jepang, tanpa harus
terpaku oleh ukuran (luas) rumah, rumah Jepang dikelilingin oleh tembok yang
memiliki tinggi kira-kira 1-2 meter yang terbuat dari bata maupun pembatas
tradisional (yang terbuat dari bambu atau kayu). Pada rumah ini, terdapat pula
gerbang masuk yang memungkinkan kita untuk masuk ke dalam suatu tempat
yang berada tepat di depan bangunan rumah. Begitu memasuki gerbang tersebut,
dibatasi oleh pagar rumah. Namun bagian mengenai batasan atara uchi-soto masih tetap bias jika hanya berhenti di tempat ini.
Genkan menandakan adanya perbedaan antara uchi dan soto. Hal tersebut dikarenakan bahwa lingkungan dalam bersih tidak boleh bercampur dengan
lingkungan luar yang kotor. Teori-teori tentang “kekotoran” dan “ kebersihan” itu
adalah sebuah sistem klasifikasi yang berhubungan dengan teori-teori tentang
“kekotoran” dan “ kebersihan” yang dipertahankan lebih dalam, seperti yang
dijelaskan oleh Mary Douglas (1970) bahwa di dalam masyarakat Jepang
perbedaan antara uchi dan soto adalah sebuah contoh dari klasifikasi yang dipertahankan begitu dalam ( Understanding Japanese Society : 44). Dan teori
tentang “kekotoran” dan “kebersihan” juga dijelaskan oleh Ohnuki-Tierney
(1984 : Chapter 2), Emiko menjelaskan bahwa lingkungan luar dianggap kotor
karena dilingkungan tersebut adalah tempat kuman-kuman. Ketika orang luar
masuk ke dalam lingkunganya konsep tentang “kekotoran” langsung terekpresikan.
Lingkungan luar itu adalah tempat dimana orang luar berbeda, Emiko
menambahkan orang-orang dari lingkungan tersebut dikatakan hitogomi (人ごみ)
yang artinya seperti “ manusia kotor atau sampah” akan tetapi arti dari ungkapan
tersebut yaitu orang banyak yang berada diluar lingkungannya.
Perlu diperhatikan bahwa pemikiran masyarakat Jepang terhadap konsep
uchi-soto merupakan suatu hal yang dinamis (tidak mengacu pada fisik), karena dapat berubah sesuai keadaan. Walaupun secara nyata, uchi dapat diartikan sebagai bagian dalam, namun sebenarnya tidak selalu demikian.
3.2 Analisis Fungsi Genkan dalam Presfektif Religi
Dilihat dalam sudut pandang secara religi, selain berfungsi secara sosial
pada teori uchi-soto yang membagi konsep uchi no mono dan soto no mono, genkan juga memiliki fungsi sebagai pembagi antara hare (晴) dan kegare (汚).
Batasan dalam genkan mengenai hare (晴) dan kegare (汚れ) juga diperkuat dengan pernyataan dari Randal L. Nedeau bahwa :
“The inner purity of household itself is protected by the vestibule or entrance way (guest) where shoes are removed, guest are greeted, and rites of purification are performed when the house is consecrated by the Shinto priest. Each room of the house has its protective kami, with the altar to the ancestors, and in traditional homes, to God of fireplace, kitchen and alcove”.
Terjemahan :
“Kemurnian dari dalam rumah sendiri dilindungin oleh bagian ruang atau jalan masuk (bagi tamu) yang mengkondisikan tempat sepatu ditanggalkan, tempat tamu disambut, dan tempat dilaksanakan suatu ritual ketika rumah dibuat, oleh pendeta Shinto. Setiap ruangan dalam rumah memiliki dewa pelindungnya masing-masing, dengan adanya altar untuk nenek moyang pemilik rumah, dan pada rumah tradisional, kepada dewa api, dewa dapur, dan dewa pada aula rumah.”
setiap rumah Jepang dipercaya memiliki dewa pelindung (kami 守 ) disetiap ruangan yang ada dalam rumah.
Adanya kepercanyaan orang Jepang mengenai Ujigami (氏神) (dewa yang melindungi rumah berasal dari nenek moyang pemilik rumah) dimana kondisi
rumah Jepang yang mayoritas memiliki kamidana dan butsudan membuat suatu
pemikiran bahwa bagian uchi rumah yang juga merupakan tempat dewa tinggal, merupakan bagian suci yang tidak boleh dikotori oleh kegare yang berasal dari
soto rumah. Keadaan seperti ini membuat fungsi genkan dalam pembatasa hare
dan kegare sebagai bentuk dari tempat penyucian diri atau purifikasi sebelum seseorang masuk ke dalam rumah.
Dan ada juga kebiasaan orang Jepang ketika mereka kembali dari
pemakaman, sesuai dengan yang ditulis Stuart D.B. Picken dalam bukunya
(2004:52), bahwa “
“The habit of ritual illustration after touching any object of impurity, a whole family would bath in the river after attending funeral rites. First, these customs still exist in the form of scattering salt in the genkan (entrance way) of one’s own home after attending a funeral. Mouners at a funeral receive a small sachet of salt for this purpose.”
Terjemahan :
Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa seseorang pulang dari
upacara pemakaman, maka orang tersebut dalam keadaan kotor secara kegare.
Untuk dapat kembali kekeadaan suci, maka dia diberi bungkusan kecil berisi
garam setelah acara pemakaman selesai. Kebiasaan ini telah ada danterus
berlangsung hingga sekarang.
Kedua pernyataan diatas mendeskripsikan pentingnya peranan gekan yang merupakan suatu “Invisible Barrier” atau dapat diartikan sebagai pembatas yang
tidak kelihatan.
3.3 Analisisi Fungsi Genkan dalam Prespektif Interaksi Masyarakat
Dalam penganalisaan fungsi genkan secara sosial dengan konsep uchi-soto genkan berfungsi untuk membatasi ruang antara kehidupan pribadi, pemilik rumah dengan keluarganya, dan kehidupan bermasyarakat pemilik rumah dengan
orang-orang yang berada dilingkungan sekitarnya.
Dalam hal ini, genkan berfungsi menjadi suatu katalisator untuk membantu
pemilik rumah mampu menempatkan dirinya dalam bermasyarakat. Maka dengan
genkan, pemilik mampu mengetahui batasan siapa yang merupakan keluarga/kelompoknya dengan orang lain. Sehingga pemilik rumah memiliki
kesadaran untuk menempatkan dirinya dalam berinteraksi dan mampu mengambil
sikap untuk perilaku sehari-hari dalam lingkup keluarga maupun masyarakat.
Analisis dalam fungsi secara sosial dalam interaksi masyarakat juga mampu untuk
Genkan yang berfungsi sebagai ie no kao memiliki posisi untuk dapat menampilkan keadaan dari karakter dan watak dari pemilik rumah dan orang yang
menempati rumah tersebut. Hal ini sangat berperan sangat penting dalam cara
pandang masyarakat sekitar sebagai soto no mono (外の物) mengenai pencitraan keadaan dan watak dari uchi no mono (内の物) (pemilik rumah). Jika kondisi
genkan kotor dan tidak terawat maka hal pertama kali dibayangkan oleh soto
adalah situasi rumah yang kurang nyaman dan karakter dari pemilik rumah yang
kurang bersahabat, sehingga hal ini membuat soto menjadi enggan untuk berinteraksi dengan pemilik rumah maupun anggota keluarga yang tinggal di
dalam rumah. Namun, jika kondisi genkan bersih dan terawat, hal yang akan terjadi adalah sebaliknya, soto akan datang dengan sendirinya dan interaksi dalam bermasyarakat pun akan berjalan lancar.
Selain ie no kao atau ie no omote, genkan juga berfungsi sebagai aimai no tobira (曖昧の扉). Amai no tobira (甘いの扉) memiliki arti sebagai pintu yang bersifat ambigu. Hal ini memiliki arti bahwa walaupun seseorang akan merasakan
sudah berada dalam rumah ketika kita memasuki genkan, namun sesungguhnya tidak demikian. Selama masih berada pada bagian doma dan belum melepaskan alas kaki kita serta pemilik rumah belum mempersilahkan untuk masuk, maka kita
belum memasuki uchi dari dalam rumah. Setelah kita dierima oleh tuan rumah dan masuk dengan naik ke dalam rumah, disinilah kita dapat dapat menyimpulkan
Bagi orang Jepang uchi menjadi hal yang lebih primer dibandingkan soto, ini dinyatakan oleh Dick Gilbreath (2005 : 103). Soto no mono hanya akan dapat masuk menjadi uchi dalam arti sebenarnya jika uchi no mono memiliki suatu bentuk empati yang memuat uchi no mono menerima keberadaan soto dalam kelompoknya, masuknya soto no mono dalam ruang lingkup uchi belum bias membuktikan bahwa soto no mono dapat dikatakan sudah merupakan bagian dari
uchi. Selama soto masih menjadi soto no mono, uchi tidak akan menerimanya dalam arti yang sesungguhnya sebagaimanapun ramahnya sikap uchi terhadap
soto no mono. Bagi uchi keberadaaan uchi no mono merupakan hal yang sangat penting yang tidak akan dinomor-duakan dalam setiap pelaksanaan interaksi
kehidupan mereka. Untuk menganalisa lebih lanjut mengenai pentingnya
kedudukan uchi dalam pemikiran orang Jepang dapat ditelusuri dari struktur pintu
genkan yang membuka kearah luar. Walaupun secara psikologis kedaan pintu
genkan Jepang yang membuka mengarah keluar orang Jepang mencerminkan sikap orang yang terkesan tidak ramah, sebenarnya keadaan ini bukanlah mutlak
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari uraian yang telah disebutkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Istilah genkan ( 玄 関 ) dalam bahasa Jepang ditulis dengan menghubungkan dua buah kanji, gen (玄) merupakan istilah lain dari langit dan kan (関) penghubung dan juga merupakan istilah lain dari pos pemeriksaan. Jadi, dapat diartikan sebagai serambi, jalan masuk,
atau ruang gerbang (pintu gerbang).
2. Genkan merupakan hal yang penting dalam arsitektur Jepang lebih dari sekedar tempat untuk menerima tamu semata, yakni sebagai salah satu
unsur pembentuk psikologi orang Jepang dalam bersikap sesuai dengan
peranannya sebagai bentuk simbolik dari kebudayaan uchi-soto dalam masyarakat Jepang. Dan dalam struktur tata ruang secara nyata, genkan
berfungsi sebagai suatu ruang yang memisahkan antara bagian dalam
rumah (uchi) dengan bagian luar rumah (soto).
3. Dilihat dalam sudut pandang secara religi, selain berfungsi secara
sosial pada teori uchi-soto yang membagi konsep uchi no mono dan
soto no mono, genkan juga memiliki fungsi sebagai pembagi antara
hare (晴) dan kegare (汚).
untuk membantu pemilik rumah mampu menempatkan dirinya dalam
bermasyarakat. Maka dengan genkan, pemilik mampu mengetahui batasan siapa yang merupakan keluarga/kelompoknya dengan orang
lain. Sehingga pemilik rumah memiliki kesadaran untuk menempatkan
dirinya dalam berinteraksi dan mampu mengambil sikap untuk perilaku
sehari-hari dalam lingkup keluarga maupun masyarakat.
4.2 Saran
Jepang merupakan negara yang selalu menjaga dan tetap menerapkan
kebiasaan-kebiasan yang telah dilakukan para terdahulu mereka sampai saat ini.
Inilah yang membuat Jepang tidak terkontaminasi oleh budaya-budaya luar yang
ada di Jepang. Mereka tetap berpegang pada tradisi mereka sendiri, baik itu dalam
bidang pendidikan, ekomoni, sosial dan arsitektur. Arsitektur Jepang tidak banyak
menyimpang dari konsep aslinya, mereka tetap berpegang pada konsep
kesederhanaan. Konsep inilah yang menjadi cirri khas pada arsitekturnya.
Melalui sripsi ini, penulis berharap agar masyarakat Indonesia mencontoh
Jepang dalam bidang arsitekturnya yang lebih mengutamakan fungsi dari
bangunan itu sendiri dan bukan menonjolkan eksistensi dalam mendirikan
bangunan dimana kegunaannya pun terkadang tidak ada. Dan juga masyarakat
harus lebih teliti dalam tata ruangnya, agar fungsi dari tiap-tiap ruangan tersebut
lebih efesien pemakaiannya sehingga tidak banyak bahan materi yang harus
DAFTAR PUSTAKA
Basrowi, Dr. 2005. Pengantar Sosiologi. Bandung : Ghali.
Iijima, Shigeru. 1998. Japanese Lanscape : Whwre Land and Culture Merge.
Kentucky :University press.
Izarina, Nindya Ayu. September 2012. Konsep Uchi-Soto dalam Interaksi Sosial Orang Jepang. Surabaya : Universitas Airlangga.
Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia.
Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi 1. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Suparlan, Pasurdi. 1996. Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya. Jakarta : PT Rajawali Grafindo Persada.
Randal. L. Nadaau. 1996. Dimensions of Sacred Space in Japanese Popular Culture. Intercultural Communication Studies VI : 2, Trinity University.
Ratna, Nyoman Kutha.2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Sachari, Agus. 2002. Sejarah Perkembangan Desain. Bandung : penerbit ITB.
Sumalyo, Yulianto. 2003. Arsitektur Klasik Eropa, Yogyakarta : Gajah Mada Universty Perss.