i ABSTRAK
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE)
PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 1 WAYHALOM TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh ENDRALELA
Masalah dalam penelitian ini rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Wayhalom pada mata pelajaran IPA khususnya materi pesawat sederhana. Terbukti dari 28 siswa, yang tuntas hanya 12 siswa (42,86%) dan selebihnya 16 siswa (57,14%) belum tuntas dengan nilai rata-rata kelas hanya mencapai 51,40.
Tujuan penelitian ini Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 1 Wayhalom dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS tahun pelajaran 2011/2012.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas yang terdiri atas dua siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri I Wayhalom yang berjumlah 28 siswa. Setiap siklus menggunakan teknik pengumpulan data berupa tes tertulis dan observasi. Instrumen tes tertulis digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa, sedangkan instrumen observasi digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru dalam pembelajaran.
Berdasarkan hasil analisis data, diketahui pada siklus I dan siklus II menunjukkan peningkatan nilai rata-rata kelas secara berturut-turut yaitu 59,46 dengan persentase ketuntasan sebesar 53,57% dan 73,39 dengan persentase ketuntasan sebesar 85,71%. Hasil observasi menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa pada setiap siklusnya, yaitu 61,11% dengan kategori cukup aktif, dan 80,5% dengan kategori aktif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri I Wayhalom.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan belajar mengajar sebagai salah satu masalah rutin yang umumnya
dilaksanakan guru di kelas, bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri akan tetapi
terkait dengan berbagai faktor dan unsur. Oleh karena itu eksistensi seorang
guru tidak hanya diukur dari penguasaan materi pelajaran atau menyiapkan
perangkat-perangkat media yang diperlukan akan tetapi juga kemampuan
menciptakan kondisi belajar yang kondusif.
Selama ini perhatian sangat besar ditujukan pada upaya memberikan materi
sebanyak-banyaknya kepada siswa, sangat jarang diperhatikan
perbedaan-perbedaan individu dan suasana kelas yang sesungguhnya sangat
mempengaruhi proses belajar mengajar.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa
ini kurang meningkatkan motivasi dan aktivitas siswa. Masih banyak tenaga
pendidik yang lebih dominan verbal secara monoton dalam kegiatan
pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi
oleh guru. Dalam penyampaian materi biasanya guru menggunakan tipe
ceramah dimana siswa hanya duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang
demikian suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa
menjadi pasif.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi kegiatan belajar
berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator didalamnya agar
suasana kelas lebih hidup.
Sebagai bahan penelitian, salah satu kompetensi dasar yang sesuai dengan
pembelajaran IPA yaitu menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat
pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat. Berdasarkan hasil ulangan harian
siswa, mengenai materi pesawat sederhana yang diperoleh masih rendah.
Meskipun materi tersebut sudah sering diajarkan kepada siswa, tetapi hasil
yang diperoleh belum mencapai KKM yang ditentukan sekolah sebesar 60,00.
Hasil penjajakan lapangan yang penulis lakukan didapatkan hasil bahwa proses
pembelajaran IPA di kelas V SDN 1 Wayhalom Kecamatan Talangpadang
masih kurang optimal. Terbukti dari 28 siswa, yang tuntas hanya 12 siswa
(42,86%) dan selebihnya 16 siswa (57,14%) belum tuntas dengan nilai rata-rata
kelas hanya mencapai 51,40 (Data Sekolah: 2010).
Rendahnya hasil tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam kenyataan
yang terjadi di kelas, guru menghadapi anak yang sulit memahami materi
pelajaran, meskipun guru sudah berupaya sebaik mungkin dalam menjelaskan
materi, tetapi sebagian anak masih belum memahami apa yang telah dijelaskan.
Selain itu, lingkungan sangat mempengaruhi pada diri siswa misalnya
sedangkan kendala guru misalnya belum menerapkan secara efektif metode
pembelajaran yang digunakan.
Selama ini guru telah melakukan berbagai cara dengan menggunakan metode
yang bervariasi, media dan lain lain untuk membantu siswa supaya lebih aktif
dan dapat menguasai materi pelajaran sehingga hasil belajarnya lebih baik,
tetapi kenyataannya hasil belajar siswa masih tergolong rendah. Dalam proses
pembelajaran siswa kurang aktif, kurang merespon, kurang bersemangat, bila
diberi pertanyaan asal menjawab saja, bila diberi tugas tidak dikerjakan serta
kurang percaya diri.
Berdasarkan permasalahan di atas maka alternatif pemecahannya yang dirasa
cocok untuk pelajaran IPA adalah melalui model pembelajaran kooperatif.
Belajar kooperatif merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Belajar
kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk saling berinteraksi.
Siswa yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep pada temannya
sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat efektif yang bisa
memberikan hasil belajar yang jauh lebih maksimal daripada kalau dia
mendengarkan penjelasan guru.
Salah satu tipe kooperatif adalah tipe TPS. Tipe TPS yang dikembangkan oleh
Kagan (dalam Lie, A, 2002) ini mengajarkan siswa untuk lebih mandiri dalam
mengerjakan soal-soal yang diberikan sehingga dapat membangkitkan rasa
percaya diri siswa, dimana siswa dapat bekerja sama orang lain dalam
optimalisasi partisipasi siswa, selain itu dalam pembelajaran menghendaki
siswa untuk lebih banyak berfikir, menjawab, dan saling membantu dalam
kelompok kecil yang heterogen baik secara akademik maupun jenis kelamin.
Kelompok kecil ini diharapkan siswa lebih aktif belajar untuk menyelesaikan
tugas-tugas akademik dan semua anggota kelompok merasa terlibat
didalamnya. Untuk menanggulangi permasalahan di atas diterapkanlah model
pembelajaran tipe TPS.
Bertolak dari pandangan bahwa belajar adalah mengalami sesuatu, prosesnya
dapat berupa berbuat, bereaksi, mengalami sesuatu, menghayati sesuatu.
Mengalami sesuatu berarti menghayati situasi-situasi yang sebenarnya dan
mereaksi terhadap berbagai aspek situasi itu untuk tujuan-tujuan yang nyata
bagi siswa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran diperlukan suatu
metode pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Maka
untuk memecahkan permasalahan pembelajaran konsep IPA yang sulit
dipahami, peneliti akan mencoba memberikan upaya melalui pembelajaran
kooperatif dengan tipe TPS.
Beranjak dari latar belakang serta temuan yang ada di sekolah tersebut maka,
penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) yang
berjudu
Model Kooperatif Tipe TPS pada Pembelajaran IPA Kelas V SD Negeri 1
Dari hasil observasi yang telah dilakukan dalam rangka mengetahui beberapa
permasalahan, yang berhubungan dengan peningkatan pembelajaran IPA di SD
Negeri 1 Wayhalom, beberapa identifikasi masalah adalah :
1. Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA masih tergolong rendah.
2. Guru kurang memotivasi siswa dalam belajar.
3. Guru belum menerapkan secara efektif model pembelajaran Kooperatif
Tipe TPS.
4. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa terhadap pembelajaran IPA.
C.Pembatasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini penulis batasi pada peningkatan aktivitas dan
hasil belajar IPA melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS pada siswa
kelas V SD Negeri 1 Wayhalom.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan aktivitas siswa kelas V SD Negeri 1 Wayhalom
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS?
2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS pada pembelajaran IPA di kelas V SD
Negeri 1 Wayhalom ?
3. Bagaimanakah kinerja guru dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS pada
pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri 1 Wayhalom ?
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian
ini adalah untuk:
1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD
Negeri 1 Wayhalom dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe TPS.
2. Meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD
Negeri 1 Wayhalom dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe TPS.
3. Meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Bagi Siswa
Kegiatan pembelajaran dengan kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan
motivasi belajar dan meningkatkan kegairahan belajar, karena bisa menarik
perhatian siswa dengan anggota kelompoknya yang akan menimbulkan
suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih hidup, maka hasil belajarnya
pun meningkat.
2. Bagi Guru
Kegiatan pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat menciptakan situasi belajar
mengajar yang efektif dan efisien (suasana belajar yang kondusif), mengetahui
strategi pembelajaran yang bervariasi dan inovatif serta meningkatkan
pemahaman guru dalam melakukan tindakan kelas.
Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan
proses pembelajaran guna peningkatan kualitas pembelajaran IPA. Selain itu
juga memotivasi kepada guru - guru agar menerapkan pembelajaran kooperatif
tipe TPS.
4. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan serta wawasan peneliti dalam menerapkan model
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran
yang mendukung pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kooperatif adalah
salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni,
2009: 55). Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota
kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami
materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
Menurut Anita (2010: 29), model pembelajaran cooperative learning tidak
sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran
cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok
yang dilakukan asal-asalan.
Penerapan pembelajaran kooperatif akan memberikan hasil yang efektif kalau
memperhatikan dua prinsip inti berikut. Yang pertama adalah adanya saling
ketergantungan yang positif. Semua anggota dalam kelompok saling
bergantung kepada anggota lain dalam mencapai tujuan kelompok, misalnya
pribadi (individual accountability). Di sini setiap anggota kelompok harus
memiliki kontribusi aktif dalam bekerja sama.
Dari uraian di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah strategi belajar dimana setiap siswa dapat bekerja sama
dengan teman-temannya dalam satu kelompok dalam rangka memecahkan
suatu permasalahan dalam pembelajaran dan diharapkan semua siswa dalam
kelompok tersebut paham dan menguasai bahan yang dipelajarinya.
B. Hakikat Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pengajaran yang sukses di mana tim
kecil, masing-masing dengan siswa dari tingkat kemampuan yang berbeda,
menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman
mereka tentang suatu subjek. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak
hanya untuk belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan
belajar, sehingga menciptakan suasana prestasi bersama-sama. Siswa bekerja
melalui penugasan sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan
menyelesaikannya.
Pembelajaan kooperatif dikembangkan berdasarkan teori perkembangan
kognitif Vygotsky (dalam Isjoni, 2009: 55), dalam teorinya, Vygotsky
percaya bahwa anak aktif dalam menyusun pengetahuan mereka. Menurut
Santrock (2008: 61), ada tiga klaim dalam inti pandangan Vigotsky, yaitu (1)
keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterpretasikan
secara developmental; (2) kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa
dan bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu
berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural.
Implementasi teori Vygotsky untuk pendidikan anak mendorong pelaksanaan
pengajaran yang menggunakan strategi pembelajaran kolaboratif atau
pembelajaran kooperatif.
Dari tinjauan fisiologi otak, neuron-neuron yang berperan dalam pemrosesan
informasi membentuk modul-modul yang saling berhubungan dan
membentuk jalur majemuk yang pada gilirannya membentuk daerah atau
komunitas korteks. Setiap modul memiliki rancangan genetik khusus yang
menjadikannya ahli dalam satu arena interaksi dengan dunia. Beberapa sirkuit
memproses sejumlah emosi, beberapa memproses interaksi sosial, beberapa
memproses indrawi, dan lainyya menangani pikiran atau hal-hal terkait
dengan gerakan, warna dan sebagainya. Oleh karena semua sistem kompleks
ini memproses informasi secara khusus, maka disebut sebagai sistem
pembelajaran.
Dari tinjauan psikologi belajar, Djamarah (2008: 22) mengemukakan bahwa
belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi
dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dalam pengertian tersebut, belajar melibatkan dua unsur penyusun tubuh
manusia, yaitu jiwa dan raga. Untuk mendapatkan perubahan, gerak raga
harus sejalan dengan proses jiwa. Dengan demikian, perubahan yang
diperoleh bukanlah perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan gerakan
Sistem pembelajaran dipandu oleh kode genetik dan dipengaruhi oleh input
lingkungan dalam membentuk pola respons. Aspek genetik merupakan aspek
bawaan dan bersifat permanen sedangkan input lingkungan yang paling kuat
adalah pola pengasuhan dalam hal ini orang tua dan guru. Struktur dalam
pembelajaran kooperatif, memberikan peluang yang sangat tinggi dalam
mengembangkan lima sistem pembelajaran primer anak, yaitu emosional,
sosial, kognitif, fisik dan reflektif.
Menurut Given (2007: 29), untuk meningkatkan efektivitas belajar, guru
perlu menciptakan iklim kelas yang kondusif bagi keamanan emosional dan
hubungan pribadi untuk siswa. Guru yang memupuk sistem emosional
berfungsi sebagai mentor bagi siswa dengan menunjukkan antusiasme yang
tulus terhadap anak didik, dengan menemukan hasrat untuk belajar, dengan
membimbing mereka mewujudkan target pribadi yang masuk akal, dan
mendukung mereka dalam upaya menjadi apapun yang bisa mereka capai.
Jika pembelajaran memenuhi kriteria ini, maka kecemasan akademis
diperkecil dan sistem emosional siswa siap untuk belajar.
Kecenderungan alamiah sistem pembelajaran sosial adalah hasrat untuk
menjadi bagian dari kelompok, dihormati dan menikmati perhatian dari yang
lain. jika sistem emosioanl bersifat pribadi, berpusat pada diri dan internal,
maka sistem sosial berfokus pada interaksi dengan orang lain atau
pengalaman interpersonal. Kebutuhan sosial siswa menuntut sekolah dikelola
menjadi komunitas pelajar, tempat guru dan siswa bisa bekerja sama dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang nyata. Dengan
sebagai berkah individual untuk dihormati, dan bukan sebagai perbedaan
yang harus diperbaiki. Cara ini dapat memaksimalkan perkembangan sosial
melalui kerja sama tulus anta-individu, perbedaan di antara mereka justru
menciptakan petualangan kreatif dalam pemecahan masalah.
Menurut Slavin (2010: 11), pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang
efektif untuk meningkatkan prestasi terutama jika disediakan penghargaan
tim atau kelompok dan tanggung jawab individual.Penghargaan atau
pengakuan diberikan kepada kelompok sehingga anggota kelompok dapat
memahami bahwa membantu orang lain adalah demi kepentingan mereka
juga. Sedangkan tanggung jawab individual merupakan bentuk akuntabilitas
individu di mana setiap orang memiliki kontribusi yang penting bagi tim atau
kelompok.
Metode pembelajaran kooperatif telah banyak digunakan oleh para guru di
sekolah selama bertahun-tahun dalam bentuk kelompok laboratorium,
kelompok tugas, kelompok diskusi dan sebagainya. Namun, penelitian
terakhir di Amerika dan beberapa negara lain telah menciptakan
metode-metode pembelajaran kooperatif yang sistematis dan praktis yang ditujukan
unutk digunakan sebagai elemen utama dalam pola pengaturan di kelas.
Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa hakikat
pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi pembelajaran yang
dapat diterapkan secara efektif dengan membentuk tim atau kelompok belajar
dan adanya tanggung jawab siswa bukan hanya untuk belajar tetapi untuk
C. Elemen Pembelajaran Kooperatif
Hanya dalam kondisi tertentu bahwa usaha-usaha koperatif dapat diharapkan
untuk menjadi lebih efektif dan produktif daripada upaya kompetitif dan
individualistis. Oleh karena itu, pembelajaran kooperatif didesain sebagai
pola pembelajaran yang dibangun oleh lima elemen penting sebagai
prasyarat, sebagai berikut:
1. Saling ketergantungan secara positif (Positive Interdependence).
Bahwasanya setiap anggota tim saling membutuhkan untuk sukses. Sekecil
apapun perannya, sebuah tim membutuhkan saling ketergantungan dengan
individu lain. Ibarat pepatah, tenggelam atau berenang bersama-sama.
2. Interaksi langsung (Face-to-Face Interaction). Memberikan kesempatan
kepada siswa secara individual untuk saling membantu dalam
memecahkan masalah, memberikan umpan balik yang diperlukan antar
anggota untuk semua individu, dan mewujudkan rasa hormat, perhatian,
dan dorongan di antara individu-individu sehinga mereka termotivasi
untuk terus bekerja pada tugas yang dihadapi.
3. Tanggung jawab individu dan kelompok (Individual & Group
Accountability). Bahwasanya tujuan belajar bersama adalah untuk
menguatkan kemampuan akademis siswa, sehingga kontribusi siswa harus
adil. Guru perlu mengatur struktur kelompok agar tidak ada siswa yang
tidak berkontribusi, sehingga tanggung jawab seorang siswa tidak boleh
dilebihkan dari yang lain. Dalam kelompok, tidak ada menumpang
dan tidak ada bermalas-malasan.
4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (Interpersonal &
menjadi hormat dan perhatian, berkomunikasi secara efektif, dan dapat
dipercaya tidak selalu benar. Sering kali, kita harus menyisihkan waktu
untuk memperhatikan hal ini dan menunjukkan bahwa keterampilan kerja
sama tim sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu
cara untuk meningkatkan kerja sama tim dan keterampilan sosial siswa
adalah untuk menyisihkan waktu secara berkala untuk membahas hal ini
dengan siswa. Keterampilan sosial harus mengajarkan kepemimpinan,
pengambilan keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi,
keterampilan manajemen konflik.
5. Proses kerja kelompok (group processing). Proses kerja kelompok
memberikan umpan balik kepada anggota kelompok tentang partisipasi
mereka, memberikan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan
pembelajaran kolaboratif anggota, membantu untuk mempertahankan
hubungan kerja yang baik antara anggota, dan menyediakan sarana untuk
merayakan keberhasilan kelompok.One strategy is to ask each team to list
three things the group has done well and one that needs improvement
(Smith, 1996: 72). Salah satu strateginya adalah meminta setiap tim untuk
mendaftar tiga hal telah lakukan dengan baik oleh kelompok dan satu yang
perlu perbaikan. Guru juga dapat mendorong proses kerja bagi kelas,
dengan mengamati kelompok-kelompok dan memberikan umpan balik
yang baik untuk kelompok-kelompok individu atau ke seluruh kelas.
D. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
Model Pembelajaran TPS menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa
pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.
Thinking
mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan
oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan
jawabannya.
Pairing
-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi.
Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah
dipikirkannya Intersubjektif dengan pasangannya.
Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan
pasangan seluruh kelas. Tahap ini dike sharing
ini mengharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengontruksian
pengetahuan secara intergratif. Perserta didik dapat menemukan struktur dari
pengngetahuan yang di pelajarinya.
Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat konvensional,
Pembelajaran keoperatif memiliki beberapa keunggulan. Keunggulannya di
lihat dari aspek siswa, Adalah memberi peluang kepada siswa agar
mengngemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman yang
diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan kearah satu
pandangan kelompok.
Dengan melaksanakan pada pembelajaran keoperatif, siswa memungkinkan
dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu juga, bisa
skill), seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima sasaran
dan masukan dari orang lain, bekerja sama, rasa setia kawan, dan mengurangi
timbulnya prilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas.
Langkah-langkah model pembelajaranTPSadalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang
disampaikan guru.
3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang)
dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil
diskusinya.
5. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada
pokok ermasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para
siswa.
6. Kesimpulan/Penutup.
Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa model pembelajaran TPS
memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan
demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga
berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya.
E. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar
Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa yang bersifat individual yakni
individu. Pengalaman dapat berupa situasi belajar yang sengaja diciptakan
oleh orang lain atau situasi yang tercipta begitu adanya. Peristiwa belajar
yang terjadi karena dirancang oleh orang lain di luar diri individu sebagai
pebelajar biasa disebut proses pembelajaran. Proses ini biasa dirancang
oleh guru. Istilah belajar berarti suatu proses perubahan sikap dan tingkah
laku pada diri individu yang biasanya terjadi setelah adanya interaksi
dengan sumber belajar, sumber belajar ini dapat berupa buku, lingkungan,
guru atau sesama teman.
Dalam pengertian yang sangat luas, Anita (dalam Mawarni dan Suryani,
2005: 176), mengatakan bahwa belajar terjadi ketika pengalaman
menyebabkan suatu perubahan pengetahuan dan prilaku yang relative
permanen pada individu. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat
ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan,
pemahaman, sikap, dan tingkahlaku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan
serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Adapun istilah mengajar adalah menciptakan situasi yang mampu
merangsang siswa untuk belajar. Hal ini tidak harus berupa proses
transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa. Reber (dalam Agus
Suprijono, 2009: 3) mengatakan bahwa belajar adalah proses mendapatkan
pengetahuan.
Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya
banyak dianut. Guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha
memberikan ilmu pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan peserta
sebagai salah satu bentuk pendidikan yang multi variabel sudah tentu
dalam proses penyelenggaraannya akan turut dipengaruhi serta melibatkan
faktor-faktor lain.
Faktor tersebut secara umum terbagi atas tiga macam berupa:
1) Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa seperti
halnya minat, bakat dan kemampuan.
2) Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari lingkungan disekitar
siswa seperti keadaan keluarga, latar belakang ekonomi dan
kemampuan guru dalam mengajar.
3) Faktor pendekatan mengajar, berupa upaya belajar siswa yang meliputi
strategi dan metode yang digunakan dalam melakukan kegiatan
pembelajaran.
Dengan demikian, untuk menciptakan proses pembelajaran yang tepat
dibutuhkan suatu formula bentuk pembelajaran yang utuh dan tentu saja
menyeluruh, dalam arti proses pembelajaran melibatkan aktivitas siswa.
Jadi pada hakekatnya, belajar adalah wujud keaktifan siswa walaupun
derajatnya tidak sama antara siswa satu dengan yang lainnya dalam suatu
proses belajar mengajar di kelas. Tetapi terdapat banyak keaktifan yang
tak dapat dilihat dengan mata atau tak dapat diamati, misalnya
menggunakan hasanah ilmu pengetahuannya untuk memecahkan masalah,
memilih teorama-teorama untuk membuktikan proposisi, melakukan
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
yang dimaksud belajar secara aktif adalah belajar dengan melibatkan
keaktifan mental walaupun dalam banyak hal diperlukan keaktifan fisik.
2. Pengertian Hasil Belajar
Setelah berakhirnya proses pembelajaran biasanya diperoleh hasil belajar
yang merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi
hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses
belajar.
Gagne (dalam Suprijono, 2009: 4) mengungkapkan bahwa hasil belajar
adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi dan keterampilan.
Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku atau keterampilan yang berupa
pengetahuan, pemahaman, sikap dan aspek lain, melalui serangkaian
kegiatan membaca, mengamati, mendengar, meniru, menulis, dan lain
sebagainya, sebagai bentuk pengalaman individu dengan lingkungan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Hasil belajar dipengaruhi 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
1) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa) Faktor ini meliputi
faktor fisiologis maupun psikologis. Faktor fisiologis antara lain:
berupa motivasi, minat, reaksi, konsentrasi, organisasi, repetisi,
komprehensif, dan sebagainya.
2) Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa). Faktor ini datangnya dari
luar diri siswa, faktor ini melipui faktor keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Ketersediaan sarana dan prasarana atau adanya
laboratorium.
Hasil belajar dapat digolongkan pada hasil yang bersifat penguasaan sesaat
dan penguasaan berkelanjutan. Penguasaan sesaat contohnya pengetahuan
tentang fakta, teori, istilah-istilah, pendapat dan sebagainya. Hasil belajar
yang bersifat berkelanjutan harus dilakukan terus menerus dalam hampir
setiap kegiatan belajar. Penguasaan berkelanjutan misalnya keterampilan
tertentu dalam mengolah suatu produk, menyelesaikan perhitungan dan
sebagainya.
Agar hasil belajar yang dicapai oleh siswa tinggi dan berkualitas, tujuan
pengajaran yang dicapai juga tinggi, sangat dipengaruhi oleh proses
interaksi antara guru dan siswa. Interaksi antara guru dan siswa akan baik
bila komunikasi antara guru dan siswa juga berjalan dengan baik.
Kemudian untuk mengukur hasil belajar dalam penentuan keberhasilan
siswa dalam suatu proses pembelajaran yang sering digunakan adalah
berupa tes hasil belajar. Tes hasil belajar disusun berdasarkan tujuan
penggunaan tes itu sendiri, misalnya dalam bentuk pretes dan postes.
Pretes adalah tes yang diberikan sebelum suatu pelajaran dimulai yang
bertujuan untuk mengetahui sejauhmana siswa telah menguasai bahan
suatu pelajaran selesai diajarkan, tujuannya adalah untuk mengetahui
sejauhmana siswa tersebut telah menguasai bahan yang telah diajarkan.
Perbedaan hasil kedua jenis tes ini akan ditentukan oleh kualitas
pembelajarannya. Jika proses pembelajaran baik maka pengaruhnya ialah
terdapat perbedaan yang besar antara postes dengan pretes.
Pertanyaan-pertanyaan pada pretes harus dibuat sama dengan Pertanyaan-pertanyaan-Pertanyaan-pertanyaan
pada postes, supaya kedua hasil tes ini dapat dibandingkan.
Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal (dalam diri siswa) dan
eskternal (luar diri siswa). Hasil belajar yang dicapai siswa akan optimal
apabila terjadi proses interaksi atau komunikasi yang baik antara guru dan
siswa.
4. Motivasi Belajar
MC Donal (dalam Mawarni dan Suryani, 2005: 177) mendefinisikan
motivasi sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri /pribadi seseorang
yang di tandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha
mencapai tujuan.
Agar pembelajaran menjadi lebih berkualitas maka guru harus dapat
membangkitkan motivasi siswa untuk belajar, sebab jika tidak ada
dorongan dalam diri siswa untuk belajar, maka proses pembelajaran tidak
akan efektif. Siswa yang termotivasi belajar akan berpartisipasi secara
aktif dalam pelajaran yang berlangsung tanpa rasa terpaksa, tetapi secara
sukarela atas inisiatif sendiri. Sebagai akibat dari hal ini maka hasil belajar
belajar tersebut maka dorongan dalam diri siswa akan terpenuhi; dan siswa
akan merasa puas dengan hasil belajar yang dirasakan sebagai pemenuhan
kebutuhan. Dalam kegiatan belajar di kelas ada tiga hal pokok yang perlu
diperhatikan yaitu: (1) kemana siswa menuju pada akhir kegiatan, (2)
bagaimana caranya agar siswa tiba pada sasaran yang dituju, dan (3)
bagaimana agar dapat diketahui apakah sasaran yang dituju itu sudah
tercapai atau belum.
Agar melalui ketiga hal tersebut guru harus menciptakan kondisi yang
dapat merangsang timbulnya motivasi belajar siswa yaitu mengikat
perhatian siswa, menggiatkan semangat belajar, menyediakan kondisi
yang optimal untuk belajar. Oleh karena itu, maka guru harus
membangkitkan motivasi belajar siswa terlebih dahulu sebelum proses
pembelajaran dimulai. Selanjutnya ia mengemukakan bahwa motivasi
juga dapat berfungsi untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah
yang dihadapinya, khususnya untuk menemukan jalan untuk mencapai
tujuan belajar. Dalam hal ini diharapkan siswa dapat menyelesaikan tugas
yang diberikan dalam kelompoknya mengenai materi pelajaran yang
dipelajarinya.
Berdasarkan penyebab timbulnya, ada dua jenis motivasi; yaitu motivasi
ekstrinsik dan motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang
timbul dari luar diri individu, baik yang disebabkan oleh orang lain
maupun oleh keadaan alam dan lingkungan. Seperti keluarga, masyarakat,
sekolah. Motivasi instrinsik yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri
Motivasi instrinsik jauh lebih kuat dari pada motivasi ekstrinsik, karena
timbulnya motivasi instrinsik ini sepenuhnya disadari oleh individu yang
terlibat, tanpa desakan atau dorongan apapun. Motivasi instrinsik dapat
mengubah sikap seseorang dari malas menjadi giat belajar. Motivasi
ekstrinsik dapat membantu timbulnya motivasi instrinsik, yang
berpengaruh lebih kuat terhadap keberhasilan belajar.
Kemungkinan penyebab rendahnya motivasi belajar siswa diantaranya,
siswa beranggapan bahwa mata pelajaran IPA itu sulit, kemungkinan
lainnya adalah model pembelajaran yang digunakan masih berorientasi
pada guru sehingga siswa belum terlibat aktif secara maksimal dalam
proses pembelajaran, oleh karena itu maka perlu upaya untuk
membangkitkan motivasi belajar dan meningkatkan kualitas pembelajaran
IPA agar hasil pembelajaran menjadi bermakna perlu menggunakan
pendekatan yang sesuai, antara lain dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif(cooperative learning).
Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa motivasi instrinsik
adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak
perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik
dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang
tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsi karena adanya
perangsang dari laur, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai
F. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan
pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat)
yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat
suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah
secara bijaksana.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap
Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian
pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan
keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta
didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan
sendiri yang difasilitasi oleh guru.
Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut.
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.
Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa proses pembelajaran IPA
meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan
kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam
situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA dengan
menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
G. Lingkungan Belajar dan Prosedur Pembelajaran
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh peran aktif
siswa dalam menemukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana
mempelajarinya. Iklim demokratis dikembangkan oleh guru dalam
mengambil keputusan terhadap pemecahan masalah yang timbul dalam
pembelajaran. Dalam pembentukan kelompok, guru menerapkan suatu
struktur dengan memperhatikan heterogenitas kemampuan, jenis kelamin,
Semua prosedur didefinisikan secara baik sehingga semua siswa
memahaminya. Namun, siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan
aktivitas mereka di dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan yang
ditargetkan bersama.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain.
pembelajaran tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih
menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Dalam pembelajaran
kooperatif, tujuan yang diingin dicapai bukan hanya tujuan akademik atau
pengetahuan akan konten (kompetensi), akan tetapi juga unsur kerja sama
dalam upaya penguasaan kompetensi tersebut. Penekanan pada kerja sama
inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif .
Menurut Sanjaya (2009: 67), prosedur pembelajaran kooperatif pada
prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu: (a) penjelasan materi, (b) belajar
dalam kelompok, (c) penilaian dan (d) pengakuan tim.
a. Penjelasan Materi
Proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa siswa
belajar dalam kelompok. Tahapan bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini,
guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus
dikuasai yang selanjutnya siswa akan diperdalam pada pembelajaran
kelompok. Guru dapat menggunakan metode ceramah, brainstorming,
tanya jawab, presentasi atau demonstrasi. Penggunaan media dalam hal ini
sangat penting agar penyajian dapat lebih menarik.
Pada tahap ini siswa bekerja dalam kelompoknya masing-masing yang
telah dibentuk sebelumnya. Kelompok dibentuk secara heterogen dan
mengakomodasi sebanyak mungkin variabel pembeda. Melalui
pembelajaran dalam kelompok, siswa didorong untuk melakukan
tukar-menukar informasi dan pendapat, mendiskusikan permasalahan secara
bersama, membandingkan jawaban mereka, dan mengoreksi hal-hal yang
kurang tepat.
c. Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dapat dilakukan dalam bentuk tes
atau evaluasi. Penilaian dapat dilakukan secara individual maupun secara
kelompok. Penilaian individual akan memberikan informasi kemampuan
setiap siswa secara individu, dan penilaian kelompok akan memberikan
informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir penilaian dapat
mengekuilibrasi penilaian individu dan penilaian kelompok. Nilai setiap
kelompok memiliki nilai yang sama terhadap semua anggota
kelompoknya, karena nilai kelompok merupakan hasil kerja sama setiap
kelompok.
d. Pengakuan Tim
Pada tahap ini, guru memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap
siswa. Di mana penetapan tim yang dianggap paling menonjol dan
berprestasi untuk kemudian diberikan perhargaan. Pengakuan dan
pemberian penghargaan diharapkan dapat memotivasi siswa dan tim untuk
terus membangkitkan semangat berprestasi.
Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif telah banyak dilakukan,
Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Teams-Gamestournament (TGT) sebagai Upaya
Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Siswa pada Pokok Bahasan
Peluang dan Statistika di SMP Negeri 4 Depok Yogyakarta Kelas IX C
an Minat
Siswa dalam Pembelajaran Kooperarif Tipe Student Teams Achievement
Division(STAD) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Semester
II dalam Pokok Bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Berbagai Bentuk
Pecahan di SD Negeri Kalirejo Tahun Pelajaran 2006/2007
Usaha Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Bangun
Datar Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Memanfaatkan Alat Peeraga
Bangun Datar di Kelas VII SMP Negeri 3 Secang Magelang Tahun Pelajaran
2004/2005
Dari ketiga hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
I. Kerangka Berpikir
Model pembelajran kooperatif TPS menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Model pembelajran
kooperatif TPS dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, mengajak siswa melatih daya pikir sehingga timbul keberanian dan keterampilan dalam
menjawab dan mengemukakan pendapat.
Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan
mengacu pada materi/tujuan pembelajaran. Keunggulan model pembelajaran
kooperatif TPS dilihat dari aspek siswa, adalah memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman
yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan kearah
satu pandangan kelompok.
Pembelajaran Sains menekankan pada pemberian belajar secara langsung
melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses (Badan Standar
Pendidikan Nasioal: 2006). Maka dengan hal ini untuk meningkatkan mutu
pendidikan diperlukan adanya penggunaan metode pembelajaran yang
bervariasi.
J. Hipotesis Tindakan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan
memperhatikan langkah-langkah secara tepat, akan dapat meningkatkan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Wayhalom
Kecamatan Talangpadang Kabupaten Tanggamus tahun pelajaran
2011/2012.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012
selama 3 bulan yaitu dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2012.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Wayhalom
sebanyak 28 siswa yang terdiri atas 12 siswa perempuan dan 16 siswa laki-laki.
Peneliti mengambil subjek siswa kelas V mengingat karakteristiknya
cenderung lebih pasif dibandingkan kelas lain dan berdasarkan dari hasil
belajar pada konsep materi sebelumnya masih dianggap relatif rendah.
Sedangkan partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah rekan sejawat
yang merupakan guru sekolah disekolah tersebut sebagai kolaborator.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) atau dalam bahasa
Inggris disebutClassroom Action Research(CAR). Penelitian ini dimaksudkan
untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa yang berkaitan dengan
proses pembelajaran di kelas, dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS .
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan sebanyak dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari
4 tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti akan melaksanakan penelitian tindakan kelas
dengan mengikuti draft pelaksanaan penelitian sebagai berikut.
Bagan Alur Siklus PTK
(Suharsimi, 2010: 137)
Penjelasan alur di atas sebagai berikut.
SIKLUS I Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan Refleksi
Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan
1. Perencanaan, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan
masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya
instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Pelaksanaan/Tindakan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai
upaya membangun pemahaman konsep siswa.
3. Pengamatan (observasi), dengan mengamati hasil atau dampak dari
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Observasi dibagi
dalam dua siklus dimana masing-masing siklus dikenai perlakuan yang sama
(alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri
dengan tes tertulis diakhir pembelajaran.
4. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang
diisi oleh observer. Berdasarkan hasil refleksi tersebut kemudian dapat
diputuskan apakah dilanjutkan pada siklus berikutnya ataukah tidak.
E. Urutan Siklus Penelitian Tindakan Kelas I. Siklus I
a. Perencanaan
Siklus pertama diawali dengan perencanaan. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk mengadakan perencanaan kegiatan yang akan dilakukan setelah
melihat dan mengamati keadaan pembelajaran sebenarnya di lapangan.
Rencana kegiatan ini didapat setelah diadakan diskusi antara peneliti dan
kolaborator.
1. Membuat pemetaan, silabus dan Rencana Perbaikan Pembelajaran
(RPP) pembelajaran IPA pada materi pesawat sederhana dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
2. Guru merancang sekenario pembelajaran IPA pada materi pesawat
sederhana dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TPS.
3. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana proses belajar
mengajar dikelas berlangsung.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini adalah melaksanakan kegiatan
pembelajaran sebagaimana yang telah direncanakan berdasarkan rencana
pelaksaaan pembelajaran (RPP) dengan indikator yang telah ditetapkan
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
1. Pertemuan Pertama
A. Kegiatan Awal (10 menit)
1. Siswa dan guru berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing untuk mengawali pelajaran.
2. Mengkondisikan siswa pada pembelajaran yang efektif, mendata
kehadiran siswa.
3. Apersepsi dan memotivasi siswa dengan menjelaskan tujuan dan
kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
4. Guru menginformasikan model pembelajaran, yaituCooperative
Learningtipe TPS.
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1. Guru menjelaskan peta konsep tentang pesawat sederhana.
2. Guru meminta siswa untuk berfikir tentang pengertian pesawat
sederhana.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya
(kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran
masing-masing dengan melakukan kegiatan diskusi tentang
jenis pesawat sederhana, antara lain:
Tuas (pengukit)
Bidang miring
Katrol
Roda
2. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok
mengemukakan hasil diskusinya yaitu setiap kelompok siswa
menyebutkan jenis-jenis pesawat sederhana.
3. Masing-masing kelompok mengerjakan jawaban soal di papan
tulis.
4. Guru memberi latihan pendalaman materi dengan memberi
lembar kerja siswa (LKS).
Konfirmasi
1. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui
siswa.
2. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan
pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.
C. Kegiatan Akhir (10 menit)
1. Memberikan kesimpulan bahwa setiap alat yang berguna bagi
manusia disebut pesawat dan pada tuas golongan pertama posisi
titik tumpu berada di antara beban dan kuasa.
2. Guru memberi kata-kata pujian kepada siswa atas keikutsertaan
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
3. Guru meminta siswa mempelajari kembali di rumah materi yang
telah diterimanya.
4. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya.
5. Memberikan salam penutup.
2. Pertemuan Kedua
A. Kegiatan Awal (10 menit)
1. Siswa dan guru berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing untuk mengawali pelajaran.
2. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada
pertemuan sebelumnya.
3. Menyampaikan tujuan pembelajaran
4. Menginformasikan model pembelajaran, yaitu Cooperative
5. Guru menginformasikan kelompok.
B. Kegiatan Inti (50 menit) Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1. Guru menjelaskan peta konsep tentang pesawat sederhana.
2. Guru meminta siswa untuk berfikir tentang pengertian pesawat
sederhana.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1. Memahami peta konsep tentang pesawat sederhana.
2. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok
2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
dengan melakukan kegiatan diskusi.
3. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok melakukan
pengamatan terhadap jenis-jenis pesawat sederhana dan kemudian
mengelompokkannya berdasarkan jenisnya.
5. Masing-masing kelompok menyebutkan hasil diskusi
kelompoknya tentang pengelompokkan pesawat sederhana dan
manfaatnya bagi kehidupan.
6. Guru memberi latihan pendalaman materi dengan memberi
lembar kerja siswa (LKS).
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
2. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan
pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.
C. Kegiatan Akhir (10 menit)
1. Memberikan kesimpulan bahwa tuas adalah pesawat sederhana,
bagian-bagian tuas adalah beban, kuasa, dan titik tumpu, tuas
dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan posisi dari kuasa,
beban dan titik tumpu.
2. Siswa melaksanakan evaluasi secara tertulis.
3. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya.
4. Memberikan salam penutup.
c. Tahap Pengamatan/Observasi
Kegiatan ini dilakukan oleh pengamat atau observer dalam rangka
memantau proses Kegiatan Belajar Mengajar (PBM) yang sedang
berlangsung menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada
siklus I.
d. Refleksi
Hasil yang diperoleh dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis
dalam tahap refleksi ini. Jika dalam refleksi pada siklus pertama ini
masih ada kekurangan atau kendala yang ditemukan, maka untuk
selanjutnya akan disusun kembali rencana-rencana pembelajaran dengan
berorientasi pada pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS yang lebih baik lagi pada siklus
II. Siklus II
a. Perencanaan
Prosedur penelitian pada siklus II juga sama seperti siklus I yaitu dengan
membuat perencanaan antara teman sejawat dan peneliti secara
kolaboratif, antara lain:
1. Membuat pemetaan, silabus dan Rencana Perbaikan Pembelajaran
(RPP) pembelajaran IPA pada materi pesawat sederhana dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
2. Menyiapkan media pembelajaran.
3. Membuat lembar kerja siswa.
4. Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa untuk melihat
bagaimana proses pembelajaran di kelas.
5. Menyusun instrumen evaluasi pembelajaran, berupa soal postes.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
1. Pertemuan Pertama
A. Kegiatan Awal (10 menit)
1. Siswa dan guru berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing untuk mengawali pelajaran.
2. Mengkondisikan siswa pada pembelajaran yang efektif, mendata
kehadiran siswa.
3. Apersepsi dan memotivasi siswa dengan menjelaskan tujuan dan
4. Guru menginformasikan model pembelajaran, yaituCooperative
Learningtipe TPS.
B. Kegiatan Inti (50 menit) Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1. Guru menjelaskan peta konsep tentang pesawat sederhana.
2. Memahami pengertian bidang miring.
3. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya
(kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran
masing-masing dengan melakukan kegiatan diskusi tentang keuntungan
menggunakan benda miring.
2. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok
mengemukakan hasil diskusinya yaitu setiap kelompok siswa
menyebutkan keuntungan bidang miring dan contohnya.
3. Masing-masing kelompok mengerjakan jawaban soal di papan
tulis.
4. Guru memberi latihan pendalaman materi dengan memberi
lembar kerja siswa (LKS).
Konfirmasi
1. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui
siswa
2. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan
pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.
C. Kegiatan Akhir (10 menit)
1. Memberikan kesimpulan bahwa bidang miring adalah pesawat
sederhana. Bidang miring berguna untuk memindahkan benda
yang terlalu berat.
2. Guru memberi kata-kata pujian kepada siswa atas keikutsertaan
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
3. Guru meminta siswa mempelajari kembali di rumah materi yang
telah diterimanya.
4. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya.
5. Memberikan salam penutup.
2. Pertemuan Kedua
A. Kegiatan Awal (10 menit)
1. Siswa dan guru berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing untuk mengawali pelajaran.
2. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada
pertemuan sebelumnya.
3. Menyampaikan tujuan pembelajaran
4. Menginformasikan model pembelajaran, yaitu Cooperative
5. Guru menginformasikan kelompok.
B. Kegiatan Inti (50 menit) Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1. Guru menjelaskan peta konsep tentang pesawat sederhana.
2. Guru meminta siswa untuk berfikir dalam memahami peta
konsep pesawat sederhana.
3. Guru menjelaskan pengertian katrol dan roda.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1. Menyebutkan jenis katrol
Katrol tetap
Katrol bebas
Katrol majemuk
2. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya
(kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran
masing-masing dengan melakukan kegiatan diskusi.
3. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok melakukan
pengamatan terhadap penggunaan katrol dan roda.
4. Masing-masing kelompok menyebutkan hasil diskusi
kelompoknya tentang penggunaan katrol dan roda.
5. Guru memberi latihan pendalaman materi dengan memberi
lembar kerja siswa (LKS).
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui
siswa
2. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan
pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan
C. Kegiatan Akhir (10 menit)
1. Memberikan kesimpulan bahwa tiga jenis katrol adalah katrol
tetap, katrol bebas dan katrol majemuk. Roda memudahkan
pemindahan benda. Roda termasuk katrol tetap.
2. Siswa melaksanakan evaluasi secara tertulis.
3. Guru memberi kata-kata pujian kepada siswa atas keikutsertaan
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
4. Memberikan salam penutup.
c. Observasi
Observasi dilakukan observer pada saat pelaksanaan tindakan siklus II.
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka memantau proses Kegiatan Belajar
Mengajar (PBM) yang sedang berlangsung menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS. Data yang diolah digeneralisasi agar
diperoleh kesimpulan yang akurat sehingga dapat direfleksi.
d. Refleksi
Hasil yang diperoleh dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis
dalam tahap refleksi siklus II untuk menentukan kesimpulan atas
pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar siswa.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan di dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan tolak ukur keberhasilan.
Kesemua teknik ini diharapkan dapat melengkapi dalam memperoleh data yang
diperlukan.
1) Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data yang sangat ampuh dalam
penelitian kualitatif. Keuntungan yang diperoleh melalui observasi adalah
pengalaman yang diperoleh secara mendalam, dimana peneliti
berhubungan secara langsung dengan subjek peneliti. Melalui hubungan
langsung tersebut peneliti dapat melihat apa yang terjadi sebenarnya di
lapangan. Tujuan utama dari observasi adalah untuk memantau proses,
hasil, dan dampak perbaikan pembelajaran yang direncanakan.
Langkah-langkah observasi terdiri dari tiga tahap yaitu : Pertemuan,
pendahuluan, pelaksanaan observasi, dan pertemuan balikan. Pertemuan
pendahuluan sering disebut sebagai pertemuan perencanaan dilakukan
sebelum observasi berlangsung dengan tujuan menyepakati hal-hal yang
akan diamati dengan mitra peneliti.
Dalam penelitian ini, observasi dilakukan di sekolah dan dikelas untuk
mengamati kegiatan belajar mengajar dan untuk memperoleh data tentang
aktifitas guru dalam pembelajaran IPA, misalnya cara guru menjelaskan
Selain itu teknik ini juga digunakan untuk mengumpulkan data tentang
aktifitas siswa dalam proses pembelajaran, misalnya bagaimana siswa
merespon sistem pengajaran, bagaimana siswa bertanya dan mengeluarkan
pendapat serta aspek-aspek lainnya. Dalam proses pembelajaran IPA
melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
2) Wawancara
Observasi tidak memadai dalam melakukan penelitian, itu sebabnya
observasi harus dilengkapi oleh wawancara. Dengan melakukan
wawancara penelitian dapat memasuki Dunia pilihan dan perasaan
responden. Selanjutnya menurut Nasution, tujuan wawancara adalah untuk
mengetahui apa yang terkandung dalam hati dan pikiran orang lain,
bagaimana pandangannya tentang hal-hal yang tidak dapat kita ketahui
melalui observasi. Teknik ini akan peneliti tempuh dengan melakukan
wawancara hati-hati dan mendalam berdasarkan instrument yang telah
dipersiapkan dan bersifat terbuka dengan maksud pertanyaan dapat
berkembang sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan.
Wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini dilakukan oleh
peneliti sendiri bekerja sama dengan teman sejawat (kolaborator).
Pedoman wawancara digunakan untuk menjaring data dengan rencana
pelaksanaan tindakan, pandangan dan pendapat guru, terutama guru IPA
dan siswa yang dijadikan subjek penelitian, serta Kepala Sekolah dan
tenaga pendidikan lainnya di sekolah terhadap model pembelajaran
Kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran IPA, baik sebelum dan sesudah
Untuk diketahui bahwa sebelum wawancara dilakukan, peneliti terlebih
dahulu memberitahukan tujuan wawancara tersebut kepada narasumber.
Adapun bentuk pertanyaan wawancara pada waktu pra survey atau studi
pendahuluan adalah wawancara tak berstruktur, sedangkan pada waktu
mengembangkan model pembelajarann, wawancara yang dilakukan adalah
wawancara berstruktur yang jawabannya bersifat terbuka. Isi pertanyaan
wawancara dalam pengembangan model pembelajaran ini berkenaan
dengan pendapat responden tentang pembelajaran.
3) Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan hasil lembar kerja siswa
dan foto-foto penelitian. Metode dokumentasi digunakan untuk mencari
data-data yang mendukung permasalahan yang akan diteliti.
4) Tolok Ukur Penilaian
Untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mengikuti
pembelajaran IPA selama penelitian tindakan kelas ini berlangsung, maka
pada setiap akhir pembelajaran pada setiap siklus, akan selalu diadakan
post test. Untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dengan tolok ukur
penilaian di bawah ini.
Tabel 3.1 Tolok Ukur Penilaian Skor Maksimal 100
No Rentang Skor Tingkat Kemampuan
1 85 - 100 Sangat Baik
2 75 - 84 Baik
3 60 - 74 Cukup
5 0 - 39 Sangat Kurang (Nurgiantoro, 2001:399).
G. Validitas Data
Teknik yang digunakan untuk mengetahui validitas dalam penelitian ini adalah
dengan menggunkan teknik triangulasi data. Validitas data ini dilakukan antara
lain untuk :
1. Mengetahui peningkatan kineraja guru dalam mengelola pembelajaran yaitu
pada lembar observasi kinerja guru.
2. Mengetahui peningkatan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran yaitu
pada lembar observasi aktivitas siswa.
3. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.
H. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu
suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta
sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi
belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap
kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Analisis ini dihitung dengân menggunakan statistik sederhana, yaitu :
1. Untuk menilai ulangan atau tes tertulis
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes tertulis dapat dirumuskan sebagai berikut.
Dengan : X = Nilai rata-rata N
X = Jumlah semua nilai siswa
N = Jumlah siswa
Diadopsi dari Muncarno (2004: 15)
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara
klasikal. Seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai nilai 60 dan
kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut mencapai daya serap lebih
dan atau sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase ketuntasan
belajar klasikal digunakan rumus sebagai berikut.
%
3. Presentase aktivitas belajar setiap siswa diperoleh dengan rumus:
Keterangan:
NP : Nilai persen yang dicari atau diharapkan
R : Skor mentah yang diperoleh siswa
SM : Skor maksimum dari tes yang ditentukan
100 : bilangan tetap
Diadopsi dari Ngalim Purwanto (2009: 102)
I. Indikator Keberhasilan 100 SM
Tolok ukur keberhasilan dalam penelitian ini apabila hasil belajar siswa pada
pokok bahasan pesawat sederhana, yaitu nilai rata-rata yang dihasilkan 60 atau
lebih dan siswa yang mendapat nilai 60 atau lebih sejumlah minimal 75% dari