• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 1 WAYHALOM TAHUN PELAJARAN 2011/2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 1 WAYHALOM TAHUN PELAJARAN 2011/2012"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

i ABSTRAK

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE)

PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 1 WAYHALOM TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh ENDRALELA

Masalah dalam penelitian ini rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Wayhalom pada mata pelajaran IPA khususnya materi pesawat sederhana. Terbukti dari 28 siswa, yang tuntas hanya 12 siswa (42,86%) dan selebihnya 16 siswa (57,14%) belum tuntas dengan nilai rata-rata kelas hanya mencapai 51,40.

Tujuan penelitian ini Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 1 Wayhalom dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS tahun pelajaran 2011/2012.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas yang terdiri atas dua siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri I Wayhalom yang berjumlah 28 siswa. Setiap siklus menggunakan teknik pengumpulan data berupa tes tertulis dan observasi. Instrumen tes tertulis digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa, sedangkan instrumen observasi digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil analisis data, diketahui pada siklus I dan siklus II menunjukkan peningkatan nilai rata-rata kelas secara berturut-turut yaitu 59,46 dengan persentase ketuntasan sebesar 53,57% dan 73,39 dengan persentase ketuntasan sebesar 85,71%. Hasil observasi menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa pada setiap siklusnya, yaitu 61,11% dengan kategori cukup aktif, dan 80,5% dengan kategori aktif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri I Wayhalom.

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan belajar mengajar sebagai salah satu masalah rutin yang umumnya

dilaksanakan guru di kelas, bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri akan tetapi

terkait dengan berbagai faktor dan unsur. Oleh karena itu eksistensi seorang

guru tidak hanya diukur dari penguasaan materi pelajaran atau menyiapkan

perangkat-perangkat media yang diperlukan akan tetapi juga kemampuan

menciptakan kondisi belajar yang kondusif.

Selama ini perhatian sangat besar ditujukan pada upaya memberikan materi

sebanyak-banyaknya kepada siswa, sangat jarang diperhatikan

perbedaan-perbedaan individu dan suasana kelas yang sesungguhnya sangat

mempengaruhi proses belajar mengajar.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa

ini kurang meningkatkan motivasi dan aktivitas siswa. Masih banyak tenaga

pendidik yang lebih dominan verbal secara monoton dalam kegiatan

pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi

oleh guru. Dalam penyampaian materi biasanya guru menggunakan tipe

ceramah dimana siswa hanya duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang

(3)

demikian suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa

menjadi pasif.

Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi kegiatan belajar

berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator didalamnya agar

suasana kelas lebih hidup.

Sebagai bahan penelitian, salah satu kompetensi dasar yang sesuai dengan

pembelajaran IPA yaitu menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat

pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat. Berdasarkan hasil ulangan harian

siswa, mengenai materi pesawat sederhana yang diperoleh masih rendah.

Meskipun materi tersebut sudah sering diajarkan kepada siswa, tetapi hasil

yang diperoleh belum mencapai KKM yang ditentukan sekolah sebesar 60,00.

Hasil penjajakan lapangan yang penulis lakukan didapatkan hasil bahwa proses

pembelajaran IPA di kelas V SDN 1 Wayhalom Kecamatan Talangpadang

masih kurang optimal. Terbukti dari 28 siswa, yang tuntas hanya 12 siswa

(42,86%) dan selebihnya 16 siswa (57,14%) belum tuntas dengan nilai rata-rata

kelas hanya mencapai 51,40 (Data Sekolah: 2010).

Rendahnya hasil tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam kenyataan

yang terjadi di kelas, guru menghadapi anak yang sulit memahami materi

pelajaran, meskipun guru sudah berupaya sebaik mungkin dalam menjelaskan

materi, tetapi sebagian anak masih belum memahami apa yang telah dijelaskan.

Selain itu, lingkungan sangat mempengaruhi pada diri siswa misalnya

(4)

sedangkan kendala guru misalnya belum menerapkan secara efektif metode

pembelajaran yang digunakan.

Selama ini guru telah melakukan berbagai cara dengan menggunakan metode

yang bervariasi, media dan lain lain untuk membantu siswa supaya lebih aktif

dan dapat menguasai materi pelajaran sehingga hasil belajarnya lebih baik,

tetapi kenyataannya hasil belajar siswa masih tergolong rendah. Dalam proses

pembelajaran siswa kurang aktif, kurang merespon, kurang bersemangat, bila

diberi pertanyaan asal menjawab saja, bila diberi tugas tidak dikerjakan serta

kurang percaya diri.

Berdasarkan permasalahan di atas maka alternatif pemecahannya yang dirasa

cocok untuk pelajaran IPA adalah melalui model pembelajaran kooperatif.

Belajar kooperatif merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan

pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Belajar

kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk saling berinteraksi.

Siswa yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep pada temannya

sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat efektif yang bisa

memberikan hasil belajar yang jauh lebih maksimal daripada kalau dia

mendengarkan penjelasan guru.

Salah satu tipe kooperatif adalah tipe TPS. Tipe TPS yang dikembangkan oleh

Kagan (dalam Lie, A, 2002) ini mengajarkan siswa untuk lebih mandiri dalam

mengerjakan soal-soal yang diberikan sehingga dapat membangkitkan rasa

percaya diri siswa, dimana siswa dapat bekerja sama orang lain dalam

(5)

optimalisasi partisipasi siswa, selain itu dalam pembelajaran menghendaki

siswa untuk lebih banyak berfikir, menjawab, dan saling membantu dalam

kelompok kecil yang heterogen baik secara akademik maupun jenis kelamin.

Kelompok kecil ini diharapkan siswa lebih aktif belajar untuk menyelesaikan

tugas-tugas akademik dan semua anggota kelompok merasa terlibat

didalamnya. Untuk menanggulangi permasalahan di atas diterapkanlah model

pembelajaran tipe TPS.

Bertolak dari pandangan bahwa belajar adalah mengalami sesuatu, prosesnya

dapat berupa berbuat, bereaksi, mengalami sesuatu, menghayati sesuatu.

Mengalami sesuatu berarti menghayati situasi-situasi yang sebenarnya dan

mereaksi terhadap berbagai aspek situasi itu untuk tujuan-tujuan yang nyata

bagi siswa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran diperlukan suatu

metode pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Maka

untuk memecahkan permasalahan pembelajaran konsep IPA yang sulit

dipahami, peneliti akan mencoba memberikan upaya melalui pembelajaran

kooperatif dengan tipe TPS.

Beranjak dari latar belakang serta temuan yang ada di sekolah tersebut maka,

penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) yang

berjudu

Model Kooperatif Tipe TPS pada Pembelajaran IPA Kelas V SD Negeri 1

(6)

Dari hasil observasi yang telah dilakukan dalam rangka mengetahui beberapa

permasalahan, yang berhubungan dengan peningkatan pembelajaran IPA di SD

Negeri 1 Wayhalom, beberapa identifikasi masalah adalah :

1. Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA masih tergolong rendah.

2. Guru kurang memotivasi siswa dalam belajar.

3. Guru belum menerapkan secara efektif model pembelajaran Kooperatif

Tipe TPS.

4. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa terhadap pembelajaran IPA.

C.Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini penulis batasi pada peningkatan aktivitas dan

hasil belajar IPA melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS pada siswa

kelas V SD Negeri 1 Wayhalom.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan aktivitas siswa kelas V SD Negeri 1 Wayhalom

dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS?

2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS pada pembelajaran IPA di kelas V SD

Negeri 1 Wayhalom ?

3. Bagaimanakah kinerja guru dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS pada

pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri 1 Wayhalom ?

(7)

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian

ini adalah untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD

Negeri 1 Wayhalom dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif

tipe TPS.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD

Negeri 1 Wayhalom dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif

tipe TPS.

3. Meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Bagi Siswa

Kegiatan pembelajaran dengan kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan

motivasi belajar dan meningkatkan kegairahan belajar, karena bisa menarik

perhatian siswa dengan anggota kelompoknya yang akan menimbulkan

suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih hidup, maka hasil belajarnya

pun meningkat.

2. Bagi Guru

Kegiatan pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat menciptakan situasi belajar

mengajar yang efektif dan efisien (suasana belajar yang kondusif), mengetahui

strategi pembelajaran yang bervariasi dan inovatif serta meningkatkan

pemahaman guru dalam melakukan tindakan kelas.

(8)

Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan

proses pembelajaran guna peningkatan kualitas pembelajaran IPA. Selain itu

juga memotivasi kepada guru - guru agar menerapkan pembelajaran kooperatif

tipe TPS.

4. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan serta wawasan peneliti dalam menerapkan model

(9)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

yang mendukung pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kooperatif adalah

salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa

sebagai anggota kelompok yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni,

2009: 55). Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota

kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami

materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum

selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan

pelajaran.

Menurut Anita (2010: 29), model pembelajaran cooperative learning tidak

sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran

cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok

yang dilakukan asal-asalan.

Penerapan pembelajaran kooperatif akan memberikan hasil yang efektif kalau

memperhatikan dua prinsip inti berikut. Yang pertama adalah adanya saling

ketergantungan yang positif. Semua anggota dalam kelompok saling

bergantung kepada anggota lain dalam mencapai tujuan kelompok, misalnya

(10)

pribadi (individual accountability). Di sini setiap anggota kelompok harus

memiliki kontribusi aktif dalam bekerja sama.

Dari uraian di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah strategi belajar dimana setiap siswa dapat bekerja sama

dengan teman-temannya dalam satu kelompok dalam rangka memecahkan

suatu permasalahan dalam pembelajaran dan diharapkan semua siswa dalam

kelompok tersebut paham dan menguasai bahan yang dipelajarinya.

B. Hakikat Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah strategi pengajaran yang sukses di mana tim

kecil, masing-masing dengan siswa dari tingkat kemampuan yang berbeda,

menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman

mereka tentang suatu subjek. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak

hanya untuk belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan

belajar, sehingga menciptakan suasana prestasi bersama-sama. Siswa bekerja

melalui penugasan sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan

menyelesaikannya.

Pembelajaan kooperatif dikembangkan berdasarkan teori perkembangan

kognitif Vygotsky (dalam Isjoni, 2009: 55), dalam teorinya, Vygotsky

percaya bahwa anak aktif dalam menyusun pengetahuan mereka. Menurut

Santrock (2008: 61), ada tiga klaim dalam inti pandangan Vigotsky, yaitu (1)

keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterpretasikan

secara developmental; (2) kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa

dan bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu

(11)

berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural.

Implementasi teori Vygotsky untuk pendidikan anak mendorong pelaksanaan

pengajaran yang menggunakan strategi pembelajaran kolaboratif atau

pembelajaran kooperatif.

Dari tinjauan fisiologi otak, neuron-neuron yang berperan dalam pemrosesan

informasi membentuk modul-modul yang saling berhubungan dan

membentuk jalur majemuk yang pada gilirannya membentuk daerah atau

komunitas korteks. Setiap modul memiliki rancangan genetik khusus yang

menjadikannya ahli dalam satu arena interaksi dengan dunia. Beberapa sirkuit

memproses sejumlah emosi, beberapa memproses interaksi sosial, beberapa

memproses indrawi, dan lainyya menangani pikiran atau hal-hal terkait

dengan gerakan, warna dan sebagainya. Oleh karena semua sistem kompleks

ini memproses informasi secara khusus, maka disebut sebagai sistem

pembelajaran.

Dari tinjauan psikologi belajar, Djamarah (2008: 22) mengemukakan bahwa

belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi

dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Dalam pengertian tersebut, belajar melibatkan dua unsur penyusun tubuh

manusia, yaitu jiwa dan raga. Untuk mendapatkan perubahan, gerak raga

harus sejalan dengan proses jiwa. Dengan demikian, perubahan yang

diperoleh bukanlah perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan gerakan

(12)

Sistem pembelajaran dipandu oleh kode genetik dan dipengaruhi oleh input

lingkungan dalam membentuk pola respons. Aspek genetik merupakan aspek

bawaan dan bersifat permanen sedangkan input lingkungan yang paling kuat

adalah pola pengasuhan dalam hal ini orang tua dan guru. Struktur dalam

pembelajaran kooperatif, memberikan peluang yang sangat tinggi dalam

mengembangkan lima sistem pembelajaran primer anak, yaitu emosional,

sosial, kognitif, fisik dan reflektif.

Menurut Given (2007: 29), untuk meningkatkan efektivitas belajar, guru

perlu menciptakan iklim kelas yang kondusif bagi keamanan emosional dan

hubungan pribadi untuk siswa. Guru yang memupuk sistem emosional

berfungsi sebagai mentor bagi siswa dengan menunjukkan antusiasme yang

tulus terhadap anak didik, dengan menemukan hasrat untuk belajar, dengan

membimbing mereka mewujudkan target pribadi yang masuk akal, dan

mendukung mereka dalam upaya menjadi apapun yang bisa mereka capai.

Jika pembelajaran memenuhi kriteria ini, maka kecemasan akademis

diperkecil dan sistem emosional siswa siap untuk belajar.

Kecenderungan alamiah sistem pembelajaran sosial adalah hasrat untuk

menjadi bagian dari kelompok, dihormati dan menikmati perhatian dari yang

lain. jika sistem emosioanl bersifat pribadi, berpusat pada diri dan internal,

maka sistem sosial berfokus pada interaksi dengan orang lain atau

pengalaman interpersonal. Kebutuhan sosial siswa menuntut sekolah dikelola

menjadi komunitas pelajar, tempat guru dan siswa bisa bekerja sama dalam

pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang nyata. Dengan

(13)

sebagai berkah individual untuk dihormati, dan bukan sebagai perbedaan

yang harus diperbaiki. Cara ini dapat memaksimalkan perkembangan sosial

melalui kerja sama tulus anta-individu, perbedaan di antara mereka justru

menciptakan petualangan kreatif dalam pemecahan masalah.

Menurut Slavin (2010: 11), pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang

efektif untuk meningkatkan prestasi terutama jika disediakan penghargaan

tim atau kelompok dan tanggung jawab individual.Penghargaan atau

pengakuan diberikan kepada kelompok sehingga anggota kelompok dapat

memahami bahwa membantu orang lain adalah demi kepentingan mereka

juga. Sedangkan tanggung jawab individual merupakan bentuk akuntabilitas

individu di mana setiap orang memiliki kontribusi yang penting bagi tim atau

kelompok.

Metode pembelajaran kooperatif telah banyak digunakan oleh para guru di

sekolah selama bertahun-tahun dalam bentuk kelompok laboratorium,

kelompok tugas, kelompok diskusi dan sebagainya. Namun, penelitian

terakhir di Amerika dan beberapa negara lain telah menciptakan

metode-metode pembelajaran kooperatif yang sistematis dan praktis yang ditujukan

unutk digunakan sebagai elemen utama dalam pola pengaturan di kelas.

Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa hakikat

pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi pembelajaran yang

dapat diterapkan secara efektif dengan membentuk tim atau kelompok belajar

dan adanya tanggung jawab siswa bukan hanya untuk belajar tetapi untuk

(14)

C. Elemen Pembelajaran Kooperatif

Hanya dalam kondisi tertentu bahwa usaha-usaha koperatif dapat diharapkan

untuk menjadi lebih efektif dan produktif daripada upaya kompetitif dan

individualistis. Oleh karena itu, pembelajaran kooperatif didesain sebagai

pola pembelajaran yang dibangun oleh lima elemen penting sebagai

prasyarat, sebagai berikut:

1. Saling ketergantungan secara positif (Positive Interdependence).

Bahwasanya setiap anggota tim saling membutuhkan untuk sukses. Sekecil

apapun perannya, sebuah tim membutuhkan saling ketergantungan dengan

individu lain. Ibarat pepatah, tenggelam atau berenang bersama-sama.

2. Interaksi langsung (Face-to-Face Interaction). Memberikan kesempatan

kepada siswa secara individual untuk saling membantu dalam

memecahkan masalah, memberikan umpan balik yang diperlukan antar

anggota untuk semua individu, dan mewujudkan rasa hormat, perhatian,

dan dorongan di antara individu-individu sehinga mereka termotivasi

untuk terus bekerja pada tugas yang dihadapi.

3. Tanggung jawab individu dan kelompok (Individual & Group

Accountability). Bahwasanya tujuan belajar bersama adalah untuk

menguatkan kemampuan akademis siswa, sehingga kontribusi siswa harus

adil. Guru perlu mengatur struktur kelompok agar tidak ada siswa yang

tidak berkontribusi, sehingga tanggung jawab seorang siswa tidak boleh

dilebihkan dari yang lain. Dalam kelompok, tidak ada menumpang

dan tidak ada bermalas-malasan.

4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (Interpersonal &

(15)

menjadi hormat dan perhatian, berkomunikasi secara efektif, dan dapat

dipercaya tidak selalu benar. Sering kali, kita harus menyisihkan waktu

untuk memperhatikan hal ini dan menunjukkan bahwa keterampilan kerja

sama tim sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu

cara untuk meningkatkan kerja sama tim dan keterampilan sosial siswa

adalah untuk menyisihkan waktu secara berkala untuk membahas hal ini

dengan siswa. Keterampilan sosial harus mengajarkan kepemimpinan,

pengambilan keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi,

keterampilan manajemen konflik.

5. Proses kerja kelompok (group processing). Proses kerja kelompok

memberikan umpan balik kepada anggota kelompok tentang partisipasi

mereka, memberikan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan

pembelajaran kolaboratif anggota, membantu untuk mempertahankan

hubungan kerja yang baik antara anggota, dan menyediakan sarana untuk

merayakan keberhasilan kelompok.One strategy is to ask each team to list

three things the group has done well and one that needs improvement

(Smith, 1996: 72). Salah satu strateginya adalah meminta setiap tim untuk

mendaftar tiga hal telah lakukan dengan baik oleh kelompok dan satu yang

perlu perbaikan. Guru juga dapat mendorong proses kerja bagi kelas,

dengan mengamati kelompok-kelompok dan memberikan umpan balik

yang baik untuk kelompok-kelompok individu atau ke seluruh kelas.

D. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

Model Pembelajaran TPS menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa

(16)

pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.

Thinking

mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan

oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan

jawabannya.

Pairing

-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi.

Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah

dipikirkannya Intersubjektif dengan pasangannya.

Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan

pasangan seluruh kelas. Tahap ini dike sharing

ini mengharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengontruksian

pengetahuan secara intergratif. Perserta didik dapat menemukan struktur dari

pengngetahuan yang di pelajarinya.

Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat konvensional,

Pembelajaran keoperatif memiliki beberapa keunggulan. Keunggulannya di

lihat dari aspek siswa, Adalah memberi peluang kepada siswa agar

mengngemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman yang

diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan kearah satu

pandangan kelompok.

Dengan melaksanakan pada pembelajaran keoperatif, siswa memungkinkan

dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu juga, bisa

(17)

skill), seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima sasaran

dan masukan dari orang lain, bekerja sama, rasa setia kawan, dan mengurangi

timbulnya prilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas.

Langkah-langkah model pembelajaranTPSadalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang

disampaikan guru.

3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang)

dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.

4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil

diskusinya.

5. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada

pokok ermasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para

siswa.

6. Kesimpulan/Penutup.

Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa model pembelajaran TPS

memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan

keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan

demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga

berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya.

E. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar

Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa yang bersifat individual yakni

(18)

individu. Pengalaman dapat berupa situasi belajar yang sengaja diciptakan

oleh orang lain atau situasi yang tercipta begitu adanya. Peristiwa belajar

yang terjadi karena dirancang oleh orang lain di luar diri individu sebagai

pebelajar biasa disebut proses pembelajaran. Proses ini biasa dirancang

oleh guru. Istilah belajar berarti suatu proses perubahan sikap dan tingkah

laku pada diri individu yang biasanya terjadi setelah adanya interaksi

dengan sumber belajar, sumber belajar ini dapat berupa buku, lingkungan,

guru atau sesama teman.

Dalam pengertian yang sangat luas, Anita (dalam Mawarni dan Suryani,

2005: 176), mengatakan bahwa belajar terjadi ketika pengalaman

menyebabkan suatu perubahan pengetahuan dan prilaku yang relative

permanen pada individu. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat

ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan,

pemahaman, sikap, dan tingkahlaku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan

serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.

Adapun istilah mengajar adalah menciptakan situasi yang mampu

merangsang siswa untuk belajar. Hal ini tidak harus berupa proses

transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa. Reber (dalam Agus

Suprijono, 2009: 3) mengatakan bahwa belajar adalah proses mendapatkan

pengetahuan.

Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya

banyak dianut. Guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha

memberikan ilmu pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan peserta

(19)

sebagai salah satu bentuk pendidikan yang multi variabel sudah tentu

dalam proses penyelenggaraannya akan turut dipengaruhi serta melibatkan

faktor-faktor lain.

Faktor tersebut secara umum terbagi atas tiga macam berupa:

1) Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa seperti

halnya minat, bakat dan kemampuan.

2) Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari lingkungan disekitar

siswa seperti keadaan keluarga, latar belakang ekonomi dan

kemampuan guru dalam mengajar.

3) Faktor pendekatan mengajar, berupa upaya belajar siswa yang meliputi

strategi dan metode yang digunakan dalam melakukan kegiatan

pembelajaran.

Dengan demikian, untuk menciptakan proses pembelajaran yang tepat

dibutuhkan suatu formula bentuk pembelajaran yang utuh dan tentu saja

menyeluruh, dalam arti proses pembelajaran melibatkan aktivitas siswa.

Jadi pada hakekatnya, belajar adalah wujud keaktifan siswa walaupun

derajatnya tidak sama antara siswa satu dengan yang lainnya dalam suatu

proses belajar mengajar di kelas. Tetapi terdapat banyak keaktifan yang

tak dapat dilihat dengan mata atau tak dapat diamati, misalnya

menggunakan hasanah ilmu pengetahuannya untuk memecahkan masalah,

memilih teorama-teorama untuk membuktikan proposisi, melakukan

(20)

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa

yang dimaksud belajar secara aktif adalah belajar dengan melibatkan

keaktifan mental walaupun dalam banyak hal diperlukan keaktifan fisik.

2. Pengertian Hasil Belajar

Setelah berakhirnya proses pembelajaran biasanya diperoleh hasil belajar

yang merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak

mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi

hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses

belajar.

Gagne (dalam Suprijono, 2009: 4) mengungkapkan bahwa hasil belajar

adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,

apresiasi dan keterampilan.

Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa hasil

belajar adalah perubahan tingkah laku atau keterampilan yang berupa

pengetahuan, pemahaman, sikap dan aspek lain, melalui serangkaian

kegiatan membaca, mengamati, mendengar, meniru, menulis, dan lain

sebagainya, sebagai bentuk pengalaman individu dengan lingkungan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Hasil belajar dipengaruhi 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor

eksternal.

1) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa) Faktor ini meliputi

faktor fisiologis maupun psikologis. Faktor fisiologis antara lain:

(21)

berupa motivasi, minat, reaksi, konsentrasi, organisasi, repetisi,

komprehensif, dan sebagainya.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa). Faktor ini datangnya dari

luar diri siswa, faktor ini melipui faktor keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Ketersediaan sarana dan prasarana atau adanya

laboratorium.

Hasil belajar dapat digolongkan pada hasil yang bersifat penguasaan sesaat

dan penguasaan berkelanjutan. Penguasaan sesaat contohnya pengetahuan

tentang fakta, teori, istilah-istilah, pendapat dan sebagainya. Hasil belajar

yang bersifat berkelanjutan harus dilakukan terus menerus dalam hampir

setiap kegiatan belajar. Penguasaan berkelanjutan misalnya keterampilan

tertentu dalam mengolah suatu produk, menyelesaikan perhitungan dan

sebagainya.

Agar hasil belajar yang dicapai oleh siswa tinggi dan berkualitas, tujuan

pengajaran yang dicapai juga tinggi, sangat dipengaruhi oleh proses

interaksi antara guru dan siswa. Interaksi antara guru dan siswa akan baik

bila komunikasi antara guru dan siswa juga berjalan dengan baik.

Kemudian untuk mengukur hasil belajar dalam penentuan keberhasilan

siswa dalam suatu proses pembelajaran yang sering digunakan adalah

berupa tes hasil belajar. Tes hasil belajar disusun berdasarkan tujuan

penggunaan tes itu sendiri, misalnya dalam bentuk pretes dan postes.

Pretes adalah tes yang diberikan sebelum suatu pelajaran dimulai yang

bertujuan untuk mengetahui sejauhmana siswa telah menguasai bahan

(22)

suatu pelajaran selesai diajarkan, tujuannya adalah untuk mengetahui

sejauhmana siswa tersebut telah menguasai bahan yang telah diajarkan.

Perbedaan hasil kedua jenis tes ini akan ditentukan oleh kualitas

pembelajarannya. Jika proses pembelajaran baik maka pengaruhnya ialah

terdapat perbedaan yang besar antara postes dengan pretes.

Pertanyaan-pertanyaan pada pretes harus dibuat sama dengan Pertanyaan-pertanyaan-Pertanyaan-pertanyaan

pada postes, supaya kedua hasil tes ini dapat dibandingkan.

Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal (dalam diri siswa) dan

eskternal (luar diri siswa). Hasil belajar yang dicapai siswa akan optimal

apabila terjadi proses interaksi atau komunikasi yang baik antara guru dan

siswa.

4. Motivasi Belajar

MC Donal (dalam Mawarni dan Suryani, 2005: 177) mendefinisikan

motivasi sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri /pribadi seseorang

yang di tandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha

mencapai tujuan.

Agar pembelajaran menjadi lebih berkualitas maka guru harus dapat

membangkitkan motivasi siswa untuk belajar, sebab jika tidak ada

dorongan dalam diri siswa untuk belajar, maka proses pembelajaran tidak

akan efektif. Siswa yang termotivasi belajar akan berpartisipasi secara

aktif dalam pelajaran yang berlangsung tanpa rasa terpaksa, tetapi secara

sukarela atas inisiatif sendiri. Sebagai akibat dari hal ini maka hasil belajar

(23)

belajar tersebut maka dorongan dalam diri siswa akan terpenuhi; dan siswa

akan merasa puas dengan hasil belajar yang dirasakan sebagai pemenuhan

kebutuhan. Dalam kegiatan belajar di kelas ada tiga hal pokok yang perlu

diperhatikan yaitu: (1) kemana siswa menuju pada akhir kegiatan, (2)

bagaimana caranya agar siswa tiba pada sasaran yang dituju, dan (3)

bagaimana agar dapat diketahui apakah sasaran yang dituju itu sudah

tercapai atau belum.

Agar melalui ketiga hal tersebut guru harus menciptakan kondisi yang

dapat merangsang timbulnya motivasi belajar siswa yaitu mengikat

perhatian siswa, menggiatkan semangat belajar, menyediakan kondisi

yang optimal untuk belajar. Oleh karena itu, maka guru harus

membangkitkan motivasi belajar siswa terlebih dahulu sebelum proses

pembelajaran dimulai. Selanjutnya ia mengemukakan bahwa motivasi

juga dapat berfungsi untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah

yang dihadapinya, khususnya untuk menemukan jalan untuk mencapai

tujuan belajar. Dalam hal ini diharapkan siswa dapat menyelesaikan tugas

yang diberikan dalam kelompoknya mengenai materi pelajaran yang

dipelajarinya.

Berdasarkan penyebab timbulnya, ada dua jenis motivasi; yaitu motivasi

ekstrinsik dan motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang

timbul dari luar diri individu, baik yang disebabkan oleh orang lain

maupun oleh keadaan alam dan lingkungan. Seperti keluarga, masyarakat,

sekolah. Motivasi instrinsik yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri

(24)

Motivasi instrinsik jauh lebih kuat dari pada motivasi ekstrinsik, karena

timbulnya motivasi instrinsik ini sepenuhnya disadari oleh individu yang

terlibat, tanpa desakan atau dorongan apapun. Motivasi instrinsik dapat

mengubah sikap seseorang dari malas menjadi giat belajar. Motivasi

ekstrinsik dapat membantu timbulnya motivasi instrinsik, yang

berpengaruh lebih kuat terhadap keberhasilan belajar.

Kemungkinan penyebab rendahnya motivasi belajar siswa diantaranya,

siswa beranggapan bahwa mata pelajaran IPA itu sulit, kemungkinan

lainnya adalah model pembelajaran yang digunakan masih berorientasi

pada guru sehingga siswa belum terlibat aktif secara maksimal dalam

proses pembelajaran, oleh karena itu maka perlu upaya untuk

membangkitkan motivasi belajar dan meningkatkan kualitas pembelajaran

IPA agar hasil pembelajaran menjadi bermakna perlu menggunakan

pendekatan yang sesuai, antara lain dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif(cooperative learning).

Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa motivasi instrinsik

adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak

perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik

dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang

tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Motivasi ekstrinsik adalah

motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsi karena adanya

perangsang dari laur, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai

(25)

F. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA

diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri

sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya

menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan

kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat

membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih

mendalam tentang alam sekitar.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk

terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan

pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat)

yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat

suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah

secara bijaksana.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific

inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap

(26)

Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian

pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan

keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI

merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta

didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan

pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta

didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan

sendiri yang difasilitasi oleh guru.

Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut.

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

(27)

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan

dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda

langit lainnya.

Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa proses pembelajaran IPA

meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan

kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam

situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA dengan

menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui

penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

G. Lingkungan Belajar dan Prosedur Pembelajaran

Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh peran aktif

siswa dalam menemukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana

mempelajarinya. Iklim demokratis dikembangkan oleh guru dalam

mengambil keputusan terhadap pemecahan masalah yang timbul dalam

pembelajaran. Dalam pembentukan kelompok, guru menerapkan suatu

struktur dengan memperhatikan heterogenitas kemampuan, jenis kelamin,

(28)

Semua prosedur didefinisikan secara baik sehingga semua siswa

memahaminya. Namun, siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan

aktivitas mereka di dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan yang

ditargetkan bersama.

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain.

pembelajaran tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih

menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Dalam pembelajaran

kooperatif, tujuan yang diingin dicapai bukan hanya tujuan akademik atau

pengetahuan akan konten (kompetensi), akan tetapi juga unsur kerja sama

dalam upaya penguasaan kompetensi tersebut. Penekanan pada kerja sama

inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif .

Menurut Sanjaya (2009: 67), prosedur pembelajaran kooperatif pada

prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu: (a) penjelasan materi, (b) belajar

dalam kelompok, (c) penilaian dan (d) pengakuan tim.

a. Penjelasan Materi

Proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa siswa

belajar dalam kelompok. Tahapan bertujuan untuk memberikan

pemahaman kepada siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini,

guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus

dikuasai yang selanjutnya siswa akan diperdalam pada pembelajaran

kelompok. Guru dapat menggunakan metode ceramah, brainstorming,

tanya jawab, presentasi atau demonstrasi. Penggunaan media dalam hal ini

sangat penting agar penyajian dapat lebih menarik.

(29)

Pada tahap ini siswa bekerja dalam kelompoknya masing-masing yang

telah dibentuk sebelumnya. Kelompok dibentuk secara heterogen dan

mengakomodasi sebanyak mungkin variabel pembeda. Melalui

pembelajaran dalam kelompok, siswa didorong untuk melakukan

tukar-menukar informasi dan pendapat, mendiskusikan permasalahan secara

bersama, membandingkan jawaban mereka, dan mengoreksi hal-hal yang

kurang tepat.

c. Penilaian

Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dapat dilakukan dalam bentuk tes

atau evaluasi. Penilaian dapat dilakukan secara individual maupun secara

kelompok. Penilaian individual akan memberikan informasi kemampuan

setiap siswa secara individu, dan penilaian kelompok akan memberikan

informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir penilaian dapat

mengekuilibrasi penilaian individu dan penilaian kelompok. Nilai setiap

kelompok memiliki nilai yang sama terhadap semua anggota

kelompoknya, karena nilai kelompok merupakan hasil kerja sama setiap

kelompok.

d. Pengakuan Tim

Pada tahap ini, guru memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap

siswa. Di mana penetapan tim yang dianggap paling menonjol dan

berprestasi untuk kemudian diberikan perhargaan. Pengakuan dan

pemberian penghargaan diharapkan dapat memotivasi siswa dan tim untuk

terus membangkitkan semangat berprestasi.

(30)

Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif telah banyak dilakukan,

Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Teams-Gamestournament (TGT) sebagai Upaya

Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Siswa pada Pokok Bahasan

Peluang dan Statistika di SMP Negeri 4 Depok Yogyakarta Kelas IX C

an Minat

Siswa dalam Pembelajaran Kooperarif Tipe Student Teams Achievement

Division(STAD) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Semester

II dalam Pokok Bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Berbagai Bentuk

Pecahan di SD Negeri Kalirejo Tahun Pelajaran 2006/2007

Usaha Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Bangun

Datar Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Memanfaatkan Alat Peeraga

Bangun Datar di Kelas VII SMP Negeri 3 Secang Magelang Tahun Pelajaran

2004/2005

Dari ketiga hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

I. Kerangka Berpikir

Model pembelajran kooperatif TPS menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Model pembelajran

kooperatif TPS dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, mengajak siswa melatih daya pikir sehingga timbul keberanian dan keterampilan dalam

menjawab dan mengemukakan pendapat.

Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan

(31)

mengacu pada materi/tujuan pembelajaran. Keunggulan model pembelajaran

kooperatif TPS dilihat dari aspek siswa, adalah memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman

yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan kearah

satu pandangan kelompok.

Pembelajaran Sains menekankan pada pemberian belajar secara langsung

melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses (Badan Standar

Pendidikan Nasioal: 2006). Maka dengan hal ini untuk meningkatkan mutu

pendidikan diperlukan adanya penggunaan metode pembelajaran yang

bervariasi.

J. Hipotesis Tindakan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan

memperhatikan langkah-langkah secara tepat, akan dapat meningkatkan

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Wayhalom

Kecamatan Talangpadang Kabupaten Tanggamus tahun pelajaran

2011/2012.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012

selama 3 bulan yaitu dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2012.

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Wayhalom

sebanyak 28 siswa yang terdiri atas 12 siswa perempuan dan 16 siswa laki-laki.

Peneliti mengambil subjek siswa kelas V mengingat karakteristiknya

cenderung lebih pasif dibandingkan kelas lain dan berdasarkan dari hasil

belajar pada konsep materi sebelumnya masih dianggap relatif rendah.

Sedangkan partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah rekan sejawat

yang merupakan guru sekolah disekolah tersebut sebagai kolaborator.

(33)

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) atau dalam bahasa

Inggris disebutClassroom Action Research(CAR). Penelitian ini dimaksudkan

untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa yang berkaitan dengan

proses pembelajaran di kelas, dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe TPS .

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan sebanyak dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari

4 tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Dalam penelitian ini peneliti akan melaksanakan penelitian tindakan kelas

dengan mengikuti draft pelaksanaan penelitian sebagai berikut.

Bagan Alur Siklus PTK

(Suharsimi, 2010: 137)

Penjelasan alur di atas sebagai berikut.

SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan Refleksi

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

(34)

1. Perencanaan, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan

masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya

instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. Pelaksanaan/Tindakan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai

upaya membangun pemahaman konsep siswa.

3. Pengamatan (observasi), dengan mengamati hasil atau dampak dari

diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Observasi dibagi

dalam dua siklus dimana masing-masing siklus dikenai perlakuan yang sama

(alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri

dengan tes tertulis diakhir pembelajaran.

4. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang

diisi oleh observer. Berdasarkan hasil refleksi tersebut kemudian dapat

diputuskan apakah dilanjutkan pada siklus berikutnya ataukah tidak.

E. Urutan Siklus Penelitian Tindakan Kelas I. Siklus I

a. Perencanaan

Siklus pertama diawali dengan perencanaan. Kegiatan ini dimaksudkan

untuk mengadakan perencanaan kegiatan yang akan dilakukan setelah

melihat dan mengamati keadaan pembelajaran sebenarnya di lapangan.

Rencana kegiatan ini didapat setelah diadakan diskusi antara peneliti dan

kolaborator.

(35)

1. Membuat pemetaan, silabus dan Rencana Perbaikan Pembelajaran

(RPP) pembelajaran IPA pada materi pesawat sederhana dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

2. Guru merancang sekenario pembelajaran IPA pada materi pesawat

sederhana dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

TPS.

3. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana proses belajar

mengajar dikelas berlangsung.

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan ini adalah melaksanakan kegiatan

pembelajaran sebagaimana yang telah direncanakan berdasarkan rencana

pelaksaaan pembelajaran (RPP) dengan indikator yang telah ditetapkan

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

1. Pertemuan Pertama

A. Kegiatan Awal (10 menit)

1. Siswa dan guru berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan

masing-masing untuk mengawali pelajaran.

2. Mengkondisikan siswa pada pembelajaran yang efektif, mendata

kehadiran siswa.

3. Apersepsi dan memotivasi siswa dengan menjelaskan tujuan dan

kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

4. Guru menginformasikan model pembelajaran, yaituCooperative

Learningtipe TPS.

(36)

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

1. Guru menjelaskan peta konsep tentang pesawat sederhana.

2. Guru meminta siswa untuk berfikir tentang pengertian pesawat

sederhana.

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

1. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya

(kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran

masing-masing dengan melakukan kegiatan diskusi tentang

jenis pesawat sederhana, antara lain:

Tuas (pengukit)

Bidang miring

Katrol

Roda

2. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok

mengemukakan hasil diskusinya yaitu setiap kelompok siswa

menyebutkan jenis-jenis pesawat sederhana.

3. Masing-masing kelompok mengerjakan jawaban soal di papan

tulis.

4. Guru memberi latihan pendalaman materi dengan memberi

lembar kerja siswa (LKS).

Konfirmasi

(37)

1. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui

siswa.

2. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan

pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.

C. Kegiatan Akhir (10 menit)

1. Memberikan kesimpulan bahwa setiap alat yang berguna bagi

manusia disebut pesawat dan pada tuas golongan pertama posisi

titik tumpu berada di antara beban dan kuasa.

2. Guru memberi kata-kata pujian kepada siswa atas keikutsertaan

secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

3. Guru meminta siswa mempelajari kembali di rumah materi yang

telah diterimanya.

4. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan

berikutnya.

5. Memberikan salam penutup.

2. Pertemuan Kedua

A. Kegiatan Awal (10 menit)

1. Siswa dan guru berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan

masing-masing untuk mengawali pelajaran.

2. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada

pertemuan sebelumnya.

3. Menyampaikan tujuan pembelajaran

4. Menginformasikan model pembelajaran, yaitu Cooperative

(38)

5. Guru menginformasikan kelompok.

B. Kegiatan Inti (50 menit)Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

1. Guru menjelaskan peta konsep tentang pesawat sederhana.

2. Guru meminta siswa untuk berfikir tentang pengertian pesawat

sederhana.

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

1. Memahami peta konsep tentang pesawat sederhana.

2. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok

2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing

dengan melakukan kegiatan diskusi.

3. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok melakukan

pengamatan terhadap jenis-jenis pesawat sederhana dan kemudian

mengelompokkannya berdasarkan jenisnya.

5. Masing-masing kelompok menyebutkan hasil diskusi

kelompoknya tentang pengelompokkan pesawat sederhana dan

manfaatnya bagi kehidupan.

6. Guru memberi latihan pendalaman materi dengan memberi

lembar kerja siswa (LKS).

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

(39)

2. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan

pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.

C. Kegiatan Akhir (10 menit)

1. Memberikan kesimpulan bahwa tuas adalah pesawat sederhana,

bagian-bagian tuas adalah beban, kuasa, dan titik tumpu, tuas

dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan posisi dari kuasa,

beban dan titik tumpu.

2. Siswa melaksanakan evaluasi secara tertulis.

3. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan

berikutnya.

4. Memberikan salam penutup.

c. Tahap Pengamatan/Observasi

Kegiatan ini dilakukan oleh pengamat atau observer dalam rangka

memantau proses Kegiatan Belajar Mengajar (PBM) yang sedang

berlangsung menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada

siklus I.

d. Refleksi

Hasil yang diperoleh dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis

dalam tahap refleksi ini. Jika dalam refleksi pada siklus pertama ini

masih ada kekurangan atau kendala yang ditemukan, maka untuk

selanjutnya akan disusun kembali rencana-rencana pembelajaran dengan

berorientasi pada pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS yang lebih baik lagi pada siklus

(40)

II. Siklus II

a. Perencanaan

Prosedur penelitian pada siklus II juga sama seperti siklus I yaitu dengan

membuat perencanaan antara teman sejawat dan peneliti secara

kolaboratif, antara lain:

1. Membuat pemetaan, silabus dan Rencana Perbaikan Pembelajaran

(RPP) pembelajaran IPA pada materi pesawat sederhana dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

2. Menyiapkan media pembelajaran.

3. Membuat lembar kerja siswa.

4. Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa untuk melihat

bagaimana proses pembelajaran di kelas.

5. Menyusun instrumen evaluasi pembelajaran, berupa soal postes.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini melalui tahap-tahap sebagai

berikut:

1. Pertemuan Pertama

A. Kegiatan Awal (10 menit)

1. Siswa dan guru berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan

masing-masing untuk mengawali pelajaran.

2. Mengkondisikan siswa pada pembelajaran yang efektif, mendata

kehadiran siswa.

3. Apersepsi dan memotivasi siswa dengan menjelaskan tujuan dan

(41)

4. Guru menginformasikan model pembelajaran, yaituCooperative

Learningtipe TPS.

B. Kegiatan Inti (50 menit)Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

1. Guru menjelaskan peta konsep tentang pesawat sederhana.

2. Memahami pengertian bidang miring.

3. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan

pembelajaran.

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

1. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya

(kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran

masing-masing dengan melakukan kegiatan diskusi tentang keuntungan

menggunakan benda miring.

2. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok

mengemukakan hasil diskusinya yaitu setiap kelompok siswa

menyebutkan keuntungan bidang miring dan contohnya.

3. Masing-masing kelompok mengerjakan jawaban soal di papan

tulis.

4. Guru memberi latihan pendalaman materi dengan memberi

lembar kerja siswa (LKS).

Konfirmasi

(42)

1. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui

siswa

2. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan

pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.

C. Kegiatan Akhir (10 menit)

1. Memberikan kesimpulan bahwa bidang miring adalah pesawat

sederhana. Bidang miring berguna untuk memindahkan benda

yang terlalu berat.

2. Guru memberi kata-kata pujian kepada siswa atas keikutsertaan

secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

3. Guru meminta siswa mempelajari kembali di rumah materi yang

telah diterimanya.

4. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan

berikutnya.

5. Memberikan salam penutup.

2. Pertemuan Kedua

A. Kegiatan Awal (10 menit)

1. Siswa dan guru berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan

masing-masing untuk mengawali pelajaran.

2. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada

pertemuan sebelumnya.

3. Menyampaikan tujuan pembelajaran

4. Menginformasikan model pembelajaran, yaitu Cooperative

(43)

5. Guru menginformasikan kelompok.

B. Kegiatan Inti (50 menit)Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

1. Guru menjelaskan peta konsep tentang pesawat sederhana.

2. Guru meminta siswa untuk berfikir dalam memahami peta

konsep pesawat sederhana.

3. Guru menjelaskan pengertian katrol dan roda.

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

1. Menyebutkan jenis katrol

Katrol tetap

Katrol bebas

Katrol majemuk

2. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya

(kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran

masing-masing dengan melakukan kegiatan diskusi.

3. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok melakukan

pengamatan terhadap penggunaan katrol dan roda.

4. Masing-masing kelompok menyebutkan hasil diskusi

kelompoknya tentang penggunaan katrol dan roda.

5. Guru memberi latihan pendalaman materi dengan memberi

lembar kerja siswa (LKS).

(44)

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

1. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui

siswa

2. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan

pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan

C. Kegiatan Akhir (10 menit)

1. Memberikan kesimpulan bahwa tiga jenis katrol adalah katrol

tetap, katrol bebas dan katrol majemuk. Roda memudahkan

pemindahan benda. Roda termasuk katrol tetap.

2. Siswa melaksanakan evaluasi secara tertulis.

3. Guru memberi kata-kata pujian kepada siswa atas keikutsertaan

secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

4. Memberikan salam penutup.

c. Observasi

Observasi dilakukan observer pada saat pelaksanaan tindakan siklus II.

Kegiatan ini dilakukan dalam rangka memantau proses Kegiatan Belajar

Mengajar (PBM) yang sedang berlangsung menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS. Data yang diolah digeneralisasi agar

diperoleh kesimpulan yang akurat sehingga dapat direfleksi.

d. Refleksi

Hasil yang diperoleh dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis

dalam tahap refleksi siklus II untuk menentukan kesimpulan atas

(45)

pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam meningkatkan aktivitas dan

hasil belajar siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan di dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan tolak ukur keberhasilan.

Kesemua teknik ini diharapkan dapat melengkapi dalam memperoleh data yang

diperlukan.

1) Observasi

Observasi sebagai teknik pengumpulan data yang sangat ampuh dalam

penelitian kualitatif. Keuntungan yang diperoleh melalui observasi adalah

pengalaman yang diperoleh secara mendalam, dimana peneliti

berhubungan secara langsung dengan subjek peneliti. Melalui hubungan

langsung tersebut peneliti dapat melihat apa yang terjadi sebenarnya di

lapangan. Tujuan utama dari observasi adalah untuk memantau proses,

hasil, dan dampak perbaikan pembelajaran yang direncanakan.

Langkah-langkah observasi terdiri dari tiga tahap yaitu : Pertemuan,

pendahuluan, pelaksanaan observasi, dan pertemuan balikan. Pertemuan

pendahuluan sering disebut sebagai pertemuan perencanaan dilakukan

sebelum observasi berlangsung dengan tujuan menyepakati hal-hal yang

akan diamati dengan mitra peneliti.

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan di sekolah dan dikelas untuk

mengamati kegiatan belajar mengajar dan untuk memperoleh data tentang

aktifitas guru dalam pembelajaran IPA, misalnya cara guru menjelaskan

(46)

Selain itu teknik ini juga digunakan untuk mengumpulkan data tentang

aktifitas siswa dalam proses pembelajaran, misalnya bagaimana siswa

merespon sistem pengajaran, bagaimana siswa bertanya dan mengeluarkan

pendapat serta aspek-aspek lainnya. Dalam proses pembelajaran IPA

melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

2) Wawancara

Observasi tidak memadai dalam melakukan penelitian, itu sebabnya

observasi harus dilengkapi oleh wawancara. Dengan melakukan

wawancara penelitian dapat memasuki Dunia pilihan dan perasaan

responden. Selanjutnya menurut Nasution, tujuan wawancara adalah untuk

mengetahui apa yang terkandung dalam hati dan pikiran orang lain,

bagaimana pandangannya tentang hal-hal yang tidak dapat kita ketahui

melalui observasi. Teknik ini akan peneliti tempuh dengan melakukan

wawancara hati-hati dan mendalam berdasarkan instrument yang telah

dipersiapkan dan bersifat terbuka dengan maksud pertanyaan dapat

berkembang sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan.

Wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini dilakukan oleh

peneliti sendiri bekerja sama dengan teman sejawat (kolaborator).

Pedoman wawancara digunakan untuk menjaring data dengan rencana

pelaksanaan tindakan, pandangan dan pendapat guru, terutama guru IPA

dan siswa yang dijadikan subjek penelitian, serta Kepala Sekolah dan

tenaga pendidikan lainnya di sekolah terhadap model pembelajaran

Kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran IPA, baik sebelum dan sesudah

(47)

Untuk diketahui bahwa sebelum wawancara dilakukan, peneliti terlebih

dahulu memberitahukan tujuan wawancara tersebut kepada narasumber.

Adapun bentuk pertanyaan wawancara pada waktu pra survey atau studi

pendahuluan adalah wawancara tak berstruktur, sedangkan pada waktu

mengembangkan model pembelajarann, wawancara yang dilakukan adalah

wawancara berstruktur yang jawabannya bersifat terbuka. Isi pertanyaan

wawancara dalam pengembangan model pembelajaran ini berkenaan

dengan pendapat responden tentang pembelajaran.

3) Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan hasil lembar kerja siswa

dan foto-foto penelitian. Metode dokumentasi digunakan untuk mencari

data-data yang mendukung permasalahan yang akan diteliti.

4) Tolok Ukur Penilaian

Untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mengikuti

pembelajaran IPA selama penelitian tindakan kelas ini berlangsung, maka

pada setiap akhir pembelajaran pada setiap siklus, akan selalu diadakan

post test. Untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dengan tolok ukur

penilaian di bawah ini.

Tabel 3.1 Tolok Ukur Penilaian Skor Maksimal 100

No Rentang Skor Tingkat Kemampuan

1 85 - 100 Sangat Baik

2 75 - 84 Baik

3 60 - 74 Cukup

(48)

5 0 - 39 Sangat Kurang (Nurgiantoro, 2001:399).

G. Validitas Data

Teknik yang digunakan untuk mengetahui validitas dalam penelitian ini adalah

dengan menggunkan teknik triangulasi data. Validitas data ini dilakukan antara

lain untuk :

1. Mengetahui peningkatan kineraja guru dalam mengelola pembelajaran yaitu

pada lembar observasi kinerja guru.

2. Mengetahui peningkatan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran yaitu

pada lembar observasi aktivitas siswa.

3. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.

H. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu

suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta

sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi

belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap

kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

Analisis ini dihitung dengân menggunakan statistik sederhana, yaitu :

1. Untuk menilai ulangan atau tes tertulis

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang

selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga

diperoleh rata-rata tes tertulis dapat dirumuskan sebagai berikut.

Dengan : X = Nilai rata-rata N

(49)

X = Jumlah semua nilai siswa

N = Jumlah siswa

Diadopsi dari Muncarno (2004: 15)

2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara

klasikal. Seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai nilai 60 dan

kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut mencapai daya serap lebih

dan atau sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase ketuntasan

belajar klasikal digunakan rumus sebagai berikut.

%

3. Presentase aktivitas belajar setiap siswa diperoleh dengan rumus:

Keterangan:

NP : Nilai persen yang dicari atau diharapkan

R : Skor mentah yang diperoleh siswa

SM : Skor maksimum dari tes yang ditentukan

100 : bilangan tetap

Diadopsi dari Ngalim Purwanto (2009: 102)

I. Indikator Keberhasilan 100 SM

(50)

Tolok ukur keberhasilan dalam penelitian ini apabila hasil belajar siswa pada

pokok bahasan pesawat sederhana, yaitu nilai rata-rata yang dihasilkan 60 atau

lebih dan siswa yang mendapat nilai 60 atau lebih sejumlah minimal 75% dari

Gambar

Tabel 3.1 Tolok Ukur Penilaian Skor Maksimal 100

Referensi

Dokumen terkait

Perhatikanlah salah satu akar yang sudah diketahui adalah berupa bilangan irasional(bilangan bentuk akar), maka salah satu akar yang lainpun juga akan berupa bilangan irasional

Sehubungan dengan dilaksanakannya evaluasi penawaran dan kualifikasi pada peserta lelang sesuai dengan yang termuat dalam Berita Acara Pembukaan Penawaran Nomor

Pengaruh cukup dalam diartikan bahwa orang tua tetap mengawasi dan menegur apabila melakukan tindakan merokok di rumah, namun apabila sudah di luar rumah kontrol

Nabati, Bahan Bakar Alternatif dari Tumbuhan Sebagai Pengganti Minyak. Bumi

Pada reaktor dengan durasi pengolahan aerobik selama 31,5 jam- anoksik 31,5 jam dapat dilihat bahwa nilai pH selalu mengalami kenaikan pada fase aerobik dan nilai DO

Kegiatan Rintisan Rumah Pintar dilakukan dalam bentuk penataan kelembagaan, peningkatan sarana dan prasarana, pembelajaran dan/atau pelatihan, serta pendampingan. Kegiatan yang

Hubungan antara kegiatan ekstrakurikuler futsal terhadap perilaku sosial dan kebugaran jasmani di SMP Negeri 3 Lembang.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Islam sebagai agama yang hadir ditengah-tengah kondisi sosial ma- syarakat arab yang memandang remeh perempuan, Islam tidak melaku- kan perubuhan secara menyeluruh terhadap tradisi