DAFTAR PUSTAKA
Agboola, Oluwagbemiga Paul & Modi Sule Zango. 2014. "Development of
Traditional Architecture in Nigeria: A Case Study of Hause Form".
International Journal of African Society Cultures and Traditions: Vol.1,
No.1,, pp.61-74.
Antonius, Bungaran. 2015. “ Arti dan Fungsi Tanah Bagi Masyarakat Batak Toba,
Karo, Simalungun” edisi pembaruan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Zoest, Aart Van. 1978. “Semiotik, Basisbucen, ambo, Bearn”.
Berger, Arthur. 2000. “Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer”
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Collections Kitlv Digital Image Library
Dantes, Nyoman. 2012. “Metode Penelitian”. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Hidayati, A.M. 1993. “Album Arsitektur Tradisional Sumatera Utara”. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Jencks, Charles . 1977. “The Architectural Sign” dalam Broadbent “Sign, Symbol
and Architecture”
Karo.or.id
Karokab.bps.go.id
Keman, Soedjajadi. 2005. "Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Perumahan".
Langer, Susanne, K. (1957). Problems Of Arts, edition-6, Charles Seribners Sons,
NewYork. 1976 Philosophy in a New Key A Study In the Symbolism of
reason, Rite, and Art: third edition, Harvard.
Mukono, HJ. 2000. “Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan”. Surabaya: Airlangga University Press, pp 155-157
Marcella, Joyce Laurens. 2004. “Arsitektur dan Perilaku Manusia”. Jakarta: PT.
Grasindo.
Napitupulu, S.P & dkk. 1997. “Arsitektur Tradisional Daerah Sumatera Utara”. Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Pusat
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Eka Dharma.S
Putro, Brahma. 1981. “Karo dari Jaman ke Jaman”. Medan: Yayasan Massa.
Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Raho, Bernard. 2007. “Teori Sosiologi Modern”. Jakarta: prestasi pusaka.
Ronald, Arya. 2005. “Nilai-nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa”.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Setiyoko, Glinggang. 2007. “Aspek-aspek Perancangan Rumah Tinggal”.
Teodolita Vol.8, No.1, Juni 2007: 45-52.
Sinulingga, Sukaria. 2011. “Metode Penelitian.” Medan: Usu Press.
Singarimbun, Masri. 1975. "The Adat House, Kinship, Descent and Alliance
Soeroto, Myrtha. 2003. “Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia”. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sugiyono. 2010. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & RND”. Bandung: Alfabeta.
Soekamto, Sujono. 2001. “Sosioligi Suatu Pengantar”. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suharjanto, Gatot. 2011. Membandingkan Istilah Arsitektur Tradisional Versus
Arsitektur Vernakular: Studi Kasus Bangunan Minangkabau dan Bangunan
Bali. ComTech Vol.2 No.2: 592-602
Supangat, Andi. 2007. Statistika dalam Kajian Deskriftif, Inferensi dan
Nonparametrik. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Turner, John F., Housing By People – Towards Autonomy In Building Environments, Marion Boyars Publishers Ltd, London, 1976
Undang-Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1992. Perumahan dan
Permukiman.
Wahid, Julaihi & Bhakti Alamsyah. 2013. “Arsitektur & Sosial Budaya Sumatera
Utara”. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Website Kantor Kabupaten Langkat
Wibowo, Arif Sarwo. 2012. Arsitektur Vernakular dalam Perubahan: Kajian
Terhadap Arsitektur Kampung Naga, Jawa Barat. Prosiding Temu Ilmiah
IPLBI
www.horas.web.id
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif
dimana penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan fakta-fakta yang ada dan
mencari keterangan secara faktual untuk mendapatkan kebenaran mengenai
penelitian. (Sinulingga, 2011), mengetahui keadaan yang terjadi saat ini dan
menentukan sifat keadaan pada waktu penelitian dilakukan (Dantes, 2012).
3.2 Variabel Penelitian
Dalam menentukan variabel dari teori landasan yang dipilih berdasarkan
isu permasalahan yang akan diselesaikan dan dianalisis dalam penelitian. Variabel
yang telah ditentukan menjadi dasar dalam membuat metode pengumpulan data.
Adapun variabel dalam penelitian ini yaitu :
Tabel 3.1 Tabel Variabel Penelitian
Variabel Indikator
Rumah Tradisional Karo Material rumah tradisional Karo
Bagian Bawah Rumah
Bagian Tengah Rumah (Dinding)
Bagian Tengah Rumah (Pintu atau Labah) Bagian Tengah Rumah (Para atau Rak) Bagian Tengah Rumah (Beranda) Bagian Tengah Rumah (Dapur) Bagian Atas Rumah (Atap)
3.3 Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai karakteristik tertentu yang kemudian ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010) yaitu
rumah yang ada pada Desa Lingga.
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan memberikan karakteristik
atau hasil terhadap penelitian yang akan dilakukan (Supangat, 2007). Dalam hal
ini sampel dari penelitian yaitu rumah tradisional Karo yang ada pada Desa
Lingga.
3.4 Metoda Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian survei
deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dengan
cara wawancara secara langsung dengan responden untuk mengetahui lebih jelas
mengenai makna dan bentuk rumah tradisional Karo yang ada pada Desa Lingga.
Adapun data berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data yang
diperoleh dari lapangan dan metode yang digunakan yaitu:
Wawancara secara langsung dengan pemilik rumah atau narasumber yang
memahami mengenai rumah tradisional Karo sehingga diperoleh data yang
terkait dengan penelitian.
Observasi lapangan yang dilakukan dengan mengambil gambar langsung
pada rumah tradisional Karo menggunakan kamera. Observasi lapangan
bertujuan agar mendapatkan bagian-bagian rumah yang merupakan simbol
tradisional Karo. Dan juga bagian-bagian ruang yang memiliki simbol bagi
penghuni rumah tradisional Karo.
Data sekunder berupa data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain Metode
yang digunakan dalam mengumpulkan data sekunder yaitu:
Studi penelitian sejenis, sehingga dapat membantu dan membandingkan
dengan penelitian yang dilakukan dan menambah masukan bagi penelitian
seperti jurnal.
Studi literatur seperti mencari data dari internet sehingga mendapat data
yang berhubungan dengan penelitian. Seperti peta kawasan, buku sejarah
mengenai masyarakat Karo dan rumah tradisional masyarakat Karo.
3.5 Kawasan Penelitian
Rumah tradisional Karo yang berada pada desa Lingga. Dimana Desa
Lingga terletak pada Kecamatan Simpang Empat. Kecamatan tersebut berada
pada Kabupaten Karo yang merupakan salah satu Kabupaten di provinsi Sumatera
Utara, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Kabanjahe. Kabupaten ini
memiliki luas wilayah 2.127,25 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih
500.000 jiwa.
Gambar 3.1 Peta Kabupaten Karo
Gambar 3.2 Peta Kecamatan Simpang Empat
Sumber : website Kantor Kabupaten Karo
3.6 Metoda Analisa Data
Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis
distribusi frekuensi. Adapun langkah analisa yang dilakukan yaitu:
1. Mengumpulkan data-data dari jurnal, dokumen yang lama ataupun baru
serta buku yang berkaitan dengan penelitian.
2. Melakukan survei ke kawasan penelitian berupa mengamati langsung
daerah tersebut, mengambil gambar dan melakukan wawancara
terhadap masyarakat yang menempati rumah tradisional Karo.
3. Membandingkan temuan data yang telah diperoleh dari survei
langsung, wawancara maupun data yang didapatkan dari jurnal,
4. Menganalisa data yang telah didapatkan dan meringkas data yang
paling sering ditemukan dan berpengaruh terhadap variabel yang akan
diteliti.
BAB IV
DESKRIPSI RUMAH TRADISIONAL KARO DI DESA LINGGA
4.1 Deskripsi Bangunan Tradisional Di Kawasan Penelitian
Terdapat geriten yang berukuran kira-kira 2,5 meter x 2,5 meter s pada
jalan setelah tugu masuk menuju lingkungan penelitian. Geriten yang dahulunya
memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan tengkorak keluarga yang telah
meninggal tidak berfungsi sebagai tempat penyimpanan tengkorak lagi. Geriten
masih memiliki ornamen Karo dan memiliki 4 ayo. Dan geriten menjadi simbol
bahwa lingkungan ini merupakan desa budaya Karo yang masih
memepertahankan budayanya. Tetapi geriten ini sudah tidak berfungsi sebagai
tempat penyimpanan tulang oleh masyarakat lagi.
1
2
3
Gambar. 4.1 Geriten di Lingga
Selain geriten, bangunan lainnya yang terdapat dekat dengan rumah
tradisional Karo di Lingga yaitu bangunan Sapo Page atau Sapo Ganjang. Sapo
Page yang ada di Desa Lingga didirikan pada tahun 1870 dan sudah pernah
dilakukan renovasi seperti pengecatan ulang pada dinding dan ornamen. Sapo
page yang dulunya berfungsi sebagai lumbung padi dan tempat beristirahat para
pemuda sekarang sudah menjadi tempat penyimpanan barang warga yang
sebelumnya pernah berfungsi sebagai taman bacaan anak. Bangunan ini masih
mempertahankan gaya tradisional tetapi tidak berada tepat di depan rumah
tradisional Karo yang masih ada di Desa Lingga. Bangunan ini terdiri dari dua
tingkat yang ditopang oleh tiang dan lantai bawah dan juga tidak memiliki
dinding.
Gambar.4.5 Sapo Page di Lingga
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Pada bagian bawah bangunan dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat
hidup hewan peliharaan mereka seperti ayam dan juga sekaligus
mengembangbiakkan hewan tersebut sebagai salah satu mata pencaharian
masyarakat.
Gambar.4.6 Bagian Tengah hingga Bawah Sapo Page
Gaya tradisional Karo yang ada pada bangunan ini yaitu ornamen yang
ada pada bagian atas bangunan. Adanya tanduk kerbau dan ornamen pengeret-eret
memberikan tanda bahwa tidak hanya rumah tinggal saja yang memiliki ornamen
tersebut. Material yang digunakan sebagai penutup atap juga masih menggunakan
ijuk yang memiliki ketebalan sekitar 15 cm. Sapo page memiliki 4 ayo(bagian
atap bangunan yang berbentuk segitiga dan memiliki hiasan) yang terbuat dari
anyaman bambu.
Gambar.4.7 Bagian Atas Sapo Page
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Gambar.4.8 Ayo-ayo pada Sapo Page
4.2 Rumah Gerga
Rumah gerga yaitu salah satu rumah tradisional Karo yang masih berdiri
kokoh di Desa Lingga. Dari hasil wawancara dengan penghuni rumah bahwa
rumah ini dulunya ditinggali oleh raja dan dihuni oleh 12 kepala keluarga yang
didirikan lebih kurang pada tahun 1860 dan didirikan oleh keluarga Sinulinnga.
Fasad yang sekarang sudah berwarna merupakan renovasi yang dilakukan agar
menjadi lebih indah dan kokoh. Penghuni rumah gerga sendiri merupakan
keturunan dari anak beru yang dulunya tinggal di rumah gerga di Desa Lingga.
Penghuni rumah ini bernama Damson yang memiliki marga Sinulingga. Sekarang
Pak Damson hanya tinggal sendiri di dalam rumah tersebut.
Gambar 4.9 Rumah Gerga
4.2.1 Bagian Bawah Rumah
Terlihat barisan kolom yang masih kokoh menopang rumah gerga. Dari
bentuk tiang yang menusuk kolom bulat, maka rumah gerga disebut rumah sendi.
Rumah panggung menjadi simbol rumah tradisional Karo karena sejarahnya
banyaknya binatang buas yang berada di lingkungan masyarakat Karo di Desa
Lingga. Masih sedikitnya masyarakat yang membangun rumah dan masih
banyaknya pepohonan yang ada di Desa Lingga pada zaman dahulu
mengakibatkan binatang buas sering memasuki lingkungan rumah masyarakat.
Untuk menjaga masyarakat dari bahaya binatang buas tersebut maka masyarakat
membuat bangunan berbentuk panggung. Tinggi rumah panggung yaitu 1,7 meter
dan sekarang pada bagian bawah rumah berfungsi sebagai tempat ternak (ayam)
penghuni rumah.
Gambar 4.10 Bagian Bawah Rumah
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.2.2 Bagian Tengah Rumah (Lantai)
Lantai rumah merupakan salah satu bagian penting dalam rumah, lantai
tikar yang dibuat langsung oleh penghuni rumah. Penghuni rumah yang tidur di
dalam rumah yaitu hanya orang tua dan anak perempuan, anak laki-laki akan
menjaga lingkungan di luar rumah dan beristirahat di geriten. Anak laki-laki
berada di rumah hanya saat makan. Anak perempuan tidur di bagian depan kamar
orang tuanya dimana kamar orang tuanya hanya dibatasi dengan kain saja.
Lantai rumah dulunya memiliki lubang sedalam 30 cm dan lebar 30 cm
yang diartikan sebagai sungai bagi pemilik rumah yang berada pada hulu (bagian
depan rumah) hingga hilir (bagian belakang rumah). Sungai tersebut dimaksudkan
agar menolak ancaman dari luar seperti niat jahat atau roh jahat. Sungai akan
membawa hal-hal buruk tersebut keluar sesuai arah aliran sungai tersebut
sehingga tidak memberi pengaruh buruk terhadap penghuni rumah. Tetapi
lubangnya sekarang telah ditutup karena banyak yang terluka saat memasuki
Gambar 4.11 Perletakan Posisi Keluarga
Sumber : Digambar Ulang g
Tempat anak perempuan tidur
=
=
Kamar anak beru=
Kamar kalimbubuGambar 4.12 Lantai Rumah
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.2.3.Bagian Tengah Rumah (Dinding)
Cuping-cuping merupakan batas derpih (dinding) yang berbentuk seperti
kuping (telinga manusia) dan juga merupakan salah satu struktur pada rumah
sebagai pengait antara dinding. Mengandung arti bahwa pendengaran yang tajam
penghuni rumah terhadap kejadian dan berita-berita yang terjadi pada lingkungan
masyarakat yang dapat menyaring berita-berita mana saja yang layak untuk
diterima dan tidak.
Gambar 4.13 Cuping-cuping
Ornamen yang memanjang di bagian dinding seperti motif binatang melata
cecak sebenarnya adalah beras padi dan disebut pengeretret. Beras padi tersebut
memiliki simbol sebagai dewa penolong. Pada zaman dulu masyarakat Karo
sering kehutan untuk mengambil kayu sebagai alat memasak. Dan ketika itu pula
masyarakat sering kesasar dan tidak menemukan jalan pulang kemudian datang
dewa beras padi untuk memberi petunjuk jalan pulang pada masyarakat yang
tersesat tersebut. Selain sebagai ornamen pada dinding rumah, pengeretret juga
berfungsi sebagai pengikat dinding karena ornamen tersebut dibuat dari tali ijuk
yang diikatkan pada dinding sehingga dinding lebih kuat walaupun tanpa
menggunakan paku.
Gambar 4.14 Pengeretret
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Ragam hias yang terdapat pada melmelen rumah gerga yaitu tapak raja
sulaiman, embun sikawiten dan cimba lau atau tutup dadu. Ragam hias pada
melmelen dianggap sebagai doa dan berhubungan dengan sistem kekeluargaan di
dalam rumah. Seperti ragam hias tapak raja sulaiman dianggap sebagai penolong
bagi penghuni rumah karena pada zaman penjajahan Belanda saat rumah dibakar
hias cimba lau yang berfungsi sebagai hiasan. Dan pada rumah gerga ini ragam
hiasnya merupakan pahatan langsung oleh penghuni rumah pada saat mula
mendirikan rumah.
Gambar 4.15 Ornamen pada Dapur-Dapur atau Melmelen
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.2.4 Bagian Tengah Rumah (Pintu Atau Labah)
Pintu rumah memiliki lebar 85 cm dan panjang 1 m. Pintu bagian depan
dan belakang memiliki 2 buah daun pintu karena bermaksud bahwa tiap penghuni
yang tinggal pada bagian kiri maka masuknya melewati bagian pintu yang sebelah
kiri dan jikapenghuni yang tinggal di sebalah kanan maka masuknya dari sebelah
kanan. Setiap pintu diberi palang yang terbuat dari kayu bulat berdiameter sekitar
3 cm dibagian dalam sebagai kunci. Saat pemilik rumah tidak ada yang berada di
rumah maka pintu rumah tidak dapat dikunci. Walaupun pada zaman dahulu saat
pembangunan rumah gerga ini masyarakat belum mengenal pendidikan, tetapi
masyarakat mengetahui teknik untuk membuat pintu.
Cara membuka pintu tidak sembarangan, kita harus menggeser palang ke
arah sebelah kiri dahulu lalu bisa membuka pintu sebalah kanan lalu bisa terbuka
pintu sebelah kiri. Lubang untuk palang pada bagian pintu sebelah kiri dibuat Cimba Lau
Tapak Raja Sulaiman
lebih dalam dibandingkan lubang untuk pintu sebalah kanan. Teknik seperti ini
tidak menggunakan paku ataupun besi untuk mengunci pintu tetapi pintu memiliki
kekokohan dan keamanan yang tinggi.
Gambar 4.16 Letak Pintu Rumah
Gambar 4.17 Pintu Rumah
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Pengalo-ngalo(bendi-bendi) atau juga disebut pegangan yang berada pada
pintu masuk yaitu berfungsi sebagai pegangan bagi wanita untuk melahirkan.
Pada saat dibangun rumah gerga belum ada dikenal rumah sakit atau puskesmas
sehingga wanita yang akan melahirkan melakukan persalinannya di bagian teras
rumah dan berpegangan pada pegangan yang ada pada bagian pintu masuk
tersebut dan ditutupi dengan kain. Selain itu pegangan juga memiliki fungsi
Gambar 4.18 Bendi-bendi
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Jendela pada rumah memiliki 2 jenis yaitu jenis jendela yang terletak pada
2 sisi depan rumah dan 2 sisi bagian belakang rumah serta jenis jendela lainnya
yaitu jendela yang terletak pada bagian dalam kamar rumah. Jenis jendela yang
ada pada bagian depan rumah yaitu memiliki palang dari kayu yang melintang
dan membujur. Jendela tersebut menjadi simbol bahwa jendela sebagai pembatas
antara wanita dan pria dalam menjalin hubungan. Wanita berada di dalam rumah
dan pria berada di luar rumah, mereka berkomunikasi melalui jendela. Karena jika
berbicara ataupun memegang tangan lawan jenis di dalam rumah akan dikenai
Gambar 4.19 Letak Jendela Rumah bagian Depan
Sumber : Digambar Ulang
Jenis jendela yang berada di kamar yaitu berfungsi sebagai keluar
masuknya udara bagi penghuni rumah agar memiliki udara yang segar dan tidak
terlalu lembab. Jenis jendela berbentuk persegi panjang dan tidak memiliki palang
seperti jendela yang ada pada bagian depan dan belakang rumah.
Gambar 4.20 Jendela Di Ruang Kamar Rumah
4.2.5 Bagian Tengah Rumah (Para Atau Rak)
Para atau rak yang berada pada bagian dalam rumah digunakan untuk
meletakkan kayu bakar, panci dan bahan-bahan makanan yang digunakan saat
memasak. Para atau rak yang dibuat karena pada saat rumah dibangun belum ada
dijual lemari ataupun rak-rak seperti biasa. Dan pada sudut setiap sisi para dibuat
meruncing seperti tanduk kerbau untuk menempatkan daging yang didapat dari
hasil berburu penghuni rumah sebelum memasaknya. Penghuni rumah
menggantungkan para atau rak ke tiang-tiang rumah. Rumah gerga yang sekarang
hanya memiliki 5 buah para atau rak yang letaknya tepat berada di atas tungku
memasak.
Gambar 4.21 Letak Para atau Rak
Gambar 4.22 Bagian Sudut Para
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Gambar 4.23 Para atau Rak Tergantung Pada Tiang
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.2.6 Bagian Tengah Rumah (Beranda)
Setiap rumah mempunyai dua buah beranda (ture) yang terletak disebelah
hilir atau belakang (ture jahe) dan satu bagian hulu atau depan (ture julu). Beranda
sekitar 1,7 m, dengan panjang beranda sekitar 3 m dan lebar 2 m. Beranda
memiliki fungsi sebagai tempat berkomunikasi antara pria dan wanita dimana pria
yang berada pada beranda rumah, sebagai tempat wanita menganyam dan
membuat tikar untuk digunakan sehari-hari, sebagai tempat melahirkan bagi para
wanita yang kemudian wanita tersebut akan ditutup oleh kain, sebagai kamar
mandi bagi penghuni rumah dan juga digunakan sebagai tempat untuk
memandikan jenazah jika ada salah satu anggota masyarakat yang meninggal
dunia.
Terdapat tangga yang terbuat dari bambu memiliki 3 buah anak tangga
pada bagian depan rumah dan terdapat 6 buah anak tangga pada bagian belakang
rumah. 3 Anak tangga pada bagian depan memiliki makna sebagai lambang rakut
sitelu yaitu hubungan kekeluargaan yang ada pada masyarakat Karo (Kalimbubu,
Senina dan Anak Beru). Dan 6 anak tangga yang terdapat pada belakang rumah
memiliki makna bahwa terdapat 6 dapur dalam satu rumah. Tangga tersebut
menyatukan hubungan kekeluargaan dan kepala keluarga yang berada di dalam
satu rumah dan diyakini dapat menambah harmonisasi untuk penghuni rumah
Gambar 4.24 Letak Beranda atau Teras Rumah Gerga
Sumber : Digambar Ulang 4.2.7.Bagian Tengah Rumah (Dapur)
Rumah gerga sekarang mempunyai 5 buah dapur yang dulunya memiliki 6
buah dapur, penghuni yang tinggal sekarang menutup satu dapur. Tiap dapur
digunakan oleh dua keluarga yang saling bersebelahan. Dapur berukuran persegi
dengan ukuran sekitar 2 m x2 m dan tiga buah tungku (diliken) di tengah-tengah
dapur, yang menggambarkan kelompok kekerabatan atau hubungan masyarakat
Karo yang disebut Rakut sitelu yaitu, anak beru, kalimbubu, dan senina. Karena
setiap dapur digunakan oleh dua keluarga, maka setiap dapur terdapat dua pasang
tungku yang terdiri dari enam buah tungku. Dapur rumah harus digunakan setiap
tungku yang digunakan dapat menghilangkan air dan lembab pada ijuk sehingga
ijuk tidak terlalu berat. Penghuni rumah gerga setiap pukul 17.00 WIB selalu
menghidupkan api. Pada saat siang hari jika berada di dalam rumah akan terasa
dingin dan lembab dan pada saat malam hari akan terasa lebih hangat hal tersebut
merupakan fungsi lainnya dihidupkan api pada rumah dan penggunaan ijuk pada
atap.
Gambar 4.25 Letak Dapur Rumah Gerga
Gambar 4.26 Dapur Rumah Gerga
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.2.8 Bagian Atas Rumah (Atap)
Bentuk atap merupakan gabungan antara pelana dan perisai dan pada
ujung puncak atap pelana terdapat kepala kerbau. Material yang digunakan
sebagai penutup atap yaitu ijuk. Ijuk berasal dari batang pola atau disebut nira
yang digunakan masyarakat karo untuk rumah. Ijuk disusun bertindih dan
menutup rongga-rongga agar air hujan tidak masuk ke dalam rumah dan ijuk juga
berfungsi sebagai penahan panas yang dilakukan penghuni rumah saat
menghidupkan tungku saat memasak. Sehingga saat malam hari keadaan di dalam
rumah tidak terlalu dingin. Material yang digunakan untuk tiang penopang yaitu
bambu, bambu digunakan karena lebih ringan dan mudah ditemukan pada saat
akan mendirikan rumah gerga. Bambu dianggap sebagai material yang cepat
tumbuh dan kokoh untuk menahan ijuk yang cukup tebal sebagai penutup atap.
Karena semakin tipis nya ijuk maka telah dilakukan penambahan ijuk dan juga
penambahan tiang penopang atap. Penutup atap tersebut tidak dibongkar
melainkan di tambah dengan yang baru, begitu pula pada tiang penopang atap.
Penghuni rumah gerga menambahkan bambu baru dan mengikatnya dengan tali
yang tidak menggunakan paku atau tali, masyarakat pada saat mendirikan
bangunan menggunakan ijuk sebagai pengikat antar bambu. Dan teknik tersebut
masih kokoh dan tidak ada yang putus hingga sekarang.
Gambar 4.27 Material Penahan Atap
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Gambar 4.28 Pengikat antar Bambu
Gambar 4.29 Ijuk Penutup Atap
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Tanduk kerbau dianggap sebagai sikap hormat dan sikap bertahan jika ada
yang mengganggu, bentuk keperkasaan tanduk kerbau melambangkan bahwa
tanduk kerbau dapat menjaga keselamatan penghuni rumah dari gangguan roh-roh
jahat dan juga tanduk kerbau sebagai penangkal petir bagi penghuni rumah.
Tanduk kerbau diletakkan pada sudut atas atap sehingga terdapat 2 buah tanduk
kerbau di rumah gerga. Tanduk kerbau di dapat dari pesta tahunan yang diadakan
di desa dan setiap rumah diharuskan memotong seekor kerbau. Daging kerbau
Gambar 4.30 Tanduk Kerbau
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Selain tanduk kerbau yang terletak di atap, terdapat pula ayo-ayo atau
disebut lambe-lambe. Ayo-ayo yaitu bagian pada atap yang berbentuk segitiga
dan memiliki ragam hias antara lain pengeretret, bunga gundur dan ipen-ipen.
Ragam hias tersebut dianggap memberikan doa dan menolak bala pada penghuni
rumah. Bentuk 3 sisi tersebut mempunyai arti bahwa terdapat 3 ikatan
kekerabatan yang ada pada masyarakat Karo yaitu Kalimbubu, Anak Beru dan
Senina.
Gambar 4.31 Ayo-ayo
Gambar 4.32 Keterangan Ragam Hias pada Ayo-ayo
Sumber : Digambar Ulang
Bunga gundur melambangkan kesuburan dan penangkal roh jahat yang akan
menjaga penghuni rumah
Mata-mata lembu melambangkan penolak bala dan juga sebagai hiasan
Bunga gundur sitelen melambangkan penolak bala dan juga sebagai hiasan
Embun berkabun-kabun yaitu motif alam yang berfungsi sebagai hiasan
Pengeret-ret melambangkan simbol kekuatan
4.3 Rumah Belang Ayo
Rumah belang ayo merupakan rumah tradisional Karo yang masih
bertahan pada Desa Lingga. Rumah belang ayo disebut juga sebagai rumah Si
Waluh Jabu yang artinya rumah yang berpenghuni 8 kepala keluarga. Berbeda
dengan rumah gerga, rumah belang ayo merupakan rumah tinggal masyarakat
keluarga dan merupakan keturunan dari kalimbubu dan anak beru. Rumah belang
ayo di Desa Lingga didirikan pada tahun sekitar 1862 dan pendirinya yaitu dari
keluarga Sinulingga dan anak beru.
Gambar 4.33 Rumah Belang Ayo
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.3.1 Bagian Bawah Rumah
Bagian bawah rumah belang ayo sama dengan bagian bawah rumah gerga
yaitu barisan kolom yang menopang rumah belang ayo dari bentuk tiang yang
menusuk kolom bulat, maka rumah belang ayo disebut rumah sendi sama seperti
rumah gerga. Rumah panggung juga diterapkan pada rumah belang ayo hingga
sekarang. Bagian bawah (kolong) rumah belang ayo dimanfaatkan sebagai tempat
penyimpanan barang bagi penghuni rumah. Tinggi rumah panggung dari
Gambar 4.34 Bagian Bawah Rumah
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.3.2 Bagian Tengah Rumah (Lantai)
Lantai rumah belang ayo juga memiliki lubang sedalam 30 cm dan lebar
30 cm yang juga diartikan sebagai sungai bagi pemilik rumah yang berada pada
hulu (bagian depan rumah) hingga hilir (bagian belakang rumah). Dan juga
memiliki arti bahwa sungai dapat membuang roh dan bahaya yang menimpa
penghuni rumah, yaitu dibawa keluar oleh sungai tersebut. Dan sekarang sudah
Gambar 4.35 Perletakan Posisi Keluarga
Sumber : Digambar Ulang
Tempat anak perempuan tidur
=
=
Kamar anak beruGambar 4.36 Lantai Rumah
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.3.3 Bagian Tengah Rumah (Dinding)
Cuping-cuping juga terdapat pada rumah belang ayo yang juga dianggap
sebagai sebagai simbol bahwa penghuni dapat menyerap informasi yang baik dan
benar dari berita dan informasi yang ada pada masyarakat.
Gambar 4.37 Cuping-cuping
Ornamen pengeretret juga terdapat pada rumah belang ayo yang juga
berfungsi sebagai pengikat dinding dan juga dianggap sebagai dewa penyelamat
bagi penghuni rumah dan masyarakat karo.
Gambar 4.38 Pengeretret
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Ragam hias yang terdapat pada melmelen rumah belang ayo yaitu tapak
raja sulaiman, embun sikawiten dan bindu matagah . Ragam hias pada melmelen
dianggap sebagai doa dan berhubungan dengan sistem kekeluargaan di dalam
rumah. Sama halnya dengan rumah gerga ragam hias tapak raja sulaiman
dianggap sebagai penolong bagi penghuni rumah.
Gambar 4.39 Ornamen pada Dapur-Dapur atau Melmelen
Sumber : Dokumentas Pribadi (2016)
1
3 2
Keterangan ragam hias pada bagian melmelen rumah belang ayo yaitu yaitu:
1. Embun sikawiten berupa ragam hias yang terdiri tadi bunga bincole dan tulak
paku pada ujungnya. Embun sikawiten mengandung makna kemakmuran dan
merupakan tanda kekerabatan antara kalimbubu dan anak beru
2. Cimba lau atau tutup dadu melambangkan awan berarak yang akan menimbulkan
kecerahan bagi rumah. Cimba lau berfungsi sebagai hiasan pada rumah
3. Tapak raja sulaiman berfungsi sebagai menolak roh-roh jahat, penolak bala dan
sebagai penunjuk jalan saat tersesat di hutan
4. Bindu matagah melambangkan kekuatan bathin penghuni rumah
4.3.4 Bagian Tengah Rumah (Pintu Atau Labah)
Pintu rumah belang ayo sama seperti rumah gerga yang memiliki lebar
sekitar 85 cm dan panjang 1 m. Pintu bagian depan dan belakang juga memiliki 2
buah daun pintu karena bermaksud bahwa tiap penghuni yang tinggal pada bagian
kiri maka masuknya melewati bagian pintu yang sebelah kiri dan jika penghuni
yang tinggal di sebalah kanan maka masuknya dari sebelah kanan. Setiap pintu
rumah belang ayo juga diberi palang yang terbuat dari kayu bulat berdiameter
sekitar 3 cm dibagian dalam sebagai kunci.
Cara teknik membuka pintunya sama dengan rumah gerga yaitu kita harus
menggeser palang ke arah sebelah kiri dahulu lalu bisa membuka pintu sebalah
kanan lalu bisa terbuka pintu sebelah kiri. Lubang untuk palang pada bagian pintu
sebelah kiri juga dibuat lebih dalam dibandingkan lubang untuk pintu sebelah
Gambar 4.40 Letak Pintu Rumah
Sumber : Digambar Ulang
Gambar 4.41 Pintu Rumah
Pengalo-ngalo(bendi-bendi) atau juga disebut pegangan yang berada pada
pintu masuk yaitu berfungsi sebagai pegangan bagi wanita untuk melahirkan.
Bendi-bendi juga terdapat dirumah belang ayo. Selain itu pegangan ini juga
memiliki fungsi sebagai penyambut tamu yang datang dari penghuni rumah
belang ayo.
Gambar 4.42 Bendi-bendi
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Jendela pada rumah belang ayo memiliki 1 jenis saja. Jendela terletak pada
2 sisi depan rumah dan 2 sisi bagian belakang rumah dan juga terletak pada sisi
samping rumah yang berjumlah 2 tiap sisinya. Jenis jendela yang ada pada bagian
Sama halnya dengan rumah gerga, jendela rumah belang ayo menjadi menjadi
simbol bahwa jendela sebagai pembatas antara wanita dan pria dalam menjalin
hubungan. Wanita berada di dalam rumah dan pria berada di luar rumah, mereka
berkomunikasi melalui jendela. Karena jika berbicara ataupun memegang tangan
lawan jenis di dalam rumah akan dikenai denda dan jika tidak mau atau tidak
mampu membayar denda akan dipenjarakan.
Gambar 4.43 Letak Jendela Rumah bagian Depan
Gambar 4.44 Jendela Rumah bagian Depan
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Gambar 4.45 Jendela Rumah bagian Samping
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
4.3.5 Bagian Tengah Rumah (Para Atau Rak)
Sama halnya dengan rumah gerga para atau rak yang berada pada bagian
dalam rumah digunakan untuk meletakkan kayu bakar, panci dan bahan-bahan
saat rumah dibangun belum ada dijual lemari ataupun rak-rak seperti biasa. Dan
pada sudut setiap sisi para dibuat meruncing untuk menempatkan daging yang
didapat dari hasil berburu penghuni rumah sebelum memasaknya. Penghuni
rumah menggantungkan para atau rak ke tiang-tiang rumah. Rumah belang ayo
memiliki 4 buah para atau rak yang letaknya tepat berada di atas tungku memasak.
``
Gambar 4.46 Letak Para atau Rak
Gambar 4.47 Para atau Rak Tergantung Pada Tiang
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Gambar 4.48 Bagian Sudut Para atau Rak
4.3.6 Bagian Tengah Rumah (Beranda)
Beranda rumah belang ayo dan rumah gerga sama yaitu mempunyai dua
buah beranda (ture) yang terletak disebelah hilir atau belakang (ture jahe) dan satu
bagian hulu atau depan (ture julu). Beranda atau teras rumah yang terbuat dari
bambu ditopang dengan bambu juga setinggi sekitar 1,7 m, dengan panjang
beranda sekitar 3 m dan lebar 2 m. Sama halnya dengan rumah gerga bahwa
beranda memiliki fungsi sebagai tempat berkomunikasi antara pria dan wanita
dimana pria yang berada pada beranda rumah, sebagai tempat wanita menganyam
dan membuat tikar untuk digunakan sehari-hari, sebagai tempat melahirkan bagi
para wanita yang kemudian wanita tersebut akan ditutup oleh kain, sebagai kamar
mandi bagi penghuni rumah dan juga digunakan sebagai tempat untuk
memandikan jenazah jika ada salah satu anggota masyarakat yang meninggal
dunia.
Gambar 4.49 Letak Beranda atau Teras Rumah
4.3.7 Bagian Tengah Rumah (Dapur)
Rumah belang ayo mempunyai 4 buah dapur. Tiap dapur digunakan oleh
dua keluarga yang saling bersebelahan. Sama halnya dengan rumah gerga bahwa
setiap dapur digunakan oleh dua keluarga, maka setiap dapur terdapat dua pasang
tungku yang terdiri dari enam buah tungku. Dapur rumah digunakan setiap hari
agar menjaga atap rumah yang terbuat dari ijuk tetap kokoh. Karena asap dari
tungku yang digunakan dapat menghilangkan air dan lembab pada ijuk sehingga
ijuk tidak terlalu berat. Sama halnya dengan rumah gerga pada saat siang hari jika
berada di dalam rumah akan terasa dingin dan lembab dan pada saat malam hari
akan terasa lebih hangat hal tersebut merupakan fungsi lainnya dihidupkan api
pada rumah dan penggunaan ijuk pada atap.
Gambar 4.50 Letak Dapur Rumah Belang Ayo
Gambar 4.51 Dapur Rumah
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.3.8 Bagian Atas Rumah (Atap)
Sama halnya dengan rumah gerga bentuk atap rumah belang ayo
merupakan gabungan antara pelana dan perisai dan pada ujung puncak atap pelana
terdapat kepala kerbau. Material yang digunakan sebagai penutup atap juga sama
yaitu ijuk. Pengerjaan penutup atap pada rumah belang ayo juga sama dengan
rumah gerga yaitu ijuk disusun bertindih dan menutup rongga-rongga agar air
hujan tidak masuk ke dalam rumah dan ijuk juga berfungsi sebagai penahan panas
yang dilakukan penghuni rumah saat menghidupkan tungku saat memasak.
Sehingga saat malam hari keadaan di dalam rumah tidak terlalu dingin. Material
yang digunakan untuk tiang penopang juga sama dengan rumah gerga yaitu
bambu, bambu digunakan karena lebih ringan dan mudah ditemukan pada saat
tumbuh dan kokoh untuk menahan ijuk yang cukup tebal sebagai penutup atap.
Sama halnya dengan rumah gerga karena semakin tipisnya ijuk maka telah
dilakukan penambahan ijuk dan juga penambahan tiang penopang atap. Penutup
atap tersebut tidak dibongkar melainkan di tambah dengan yang baru, begitu pula
pada tiang penopang atap. Penghuni rumah belang ayo menambahkan bambu baru
dan mengikatnya dengan tali plastik dan juga menggunakan paku. Berbeda pada
saat pendirian rumah awalnya yang tidak menggunakan paku atau tali, masyarakat
pada saat mendirikan bangunan menggunakan ijuk sebagai pengikat antar bambu.
Dan teknik tersebut masih kokoh dan tidak ada yang putus hingga sekarang.
Gambar 4.52 Material Penahan Atap
Gambar 4.53 Ijuk Penutup Atap
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Sama seperti pada rumah gerga tanduk kerbau di rumah belang ayo juga
dianggap sebagai penangkal petir bagi penghuni rumah. Tanduk kerbau diletakkan
pada sudut atas atap sehingga terdapat 2 buah tanduk kerbau di rumah belang ayo.
Gambar 4.54 Tanduk Kerbau
Gambar 4.55 Letak Tanduk Kerbau
Sumber : Digambar Ulang
Sama halnya dengan rumah gerga, rumah belang ayo selain memiliki tanduk
kerbau yang terletak di atap, terdapat pula ayo-ayo atau disebut lambe-lambe.
Ayo-ayo yaitu bagian pada atap yang berbentuk segitiga dan memiliki ragam hias
antara lain pengeretret, bunga gundur dan pakau-pakau. Ragam hias di rumah
belang ayo berbeda dengan rumah gerga tetapi ragam hias tetap dianggap
memberikan doa dan menolak bala pada penghuni rumah. Bentuk 3 sisi tersebut
merupakan pengertian bahwa terdapat 3 ikatan kekerabatan yang ada pada
Gambar 4.56 Ayo-ayo
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)
Gambar 4.57 Ayo-ayo
Sumber : Digambar Ulang
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Simbol Pada Dinding Rumah Gerga
5.1.1 Cuping-cuping
Gambar 5.1 Cuping-cuping
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016)
Cuping-cuping terdapat pada bagian setiap sudut rumah. Bentuk
cuping seperti kuping (telinga manusia) dan berwarna hitam. Fungsi
cuping-cuping merupakan batas dinding dan salah satu struktur pada rumah sebagai
pengait antara dinding dan membuat antara bagian dinding menjadi kokoh.
Makna cuping-cuping yaitu bahwa pendengaran yang tajam penghuni
masyarakat yang dapat menyaring berita-berita mana saja yang layak untuk
diterima dan tidak.
5.1.2 Pengeretret
Gambar 5.2 Pengeretret
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016)
Pada saat masyarakat Karo di Desa Lingga sering kehutan untuk
mengambil kayu sebagai alat memasak. Dan ketika itu pula masyarakat sering
tersesat dan tidak menemukan jalan pulang kemudian datang dewa yang
masyarakat sebutkan seperti beras padi untuk memberi petunjuk jalan pulang pada
masyarakat yang tersesat tersebut. Karena beras padi tersebut memiliki kaki yang
menyerupai dengan kaki cecak maka masyarakat kemudian menyebutkan seperti
hewan cecak yang dinamakan pengeretret.
Bentuk pengeretret memiliki kepala pada setiap ujung sisinya dan
memiliki dua kaki pada setiap ujungnya. Dan terdapat tiga jari pada setiap kaki.
Pada dinding bangunan sudah dilubangi dan dibentuk seperti cecak yang
menghubungkan antara papan yang menyusun derpih bangunan dan material yang
dibuat tebal sehingga akan terlihat seperti tali. Pengeretret di jahit pada dinding
dari dalam ke luar sehingga bagian dalam dan luar pengeretret sama bentuknya
dan menimbul pada setiap bagian dalam maupun luar bangunan.
Makna pengeretret sebagai dewa yang dapat menolong penghuni rumah
dari pengaruh buruk seperti setan dan roh yang ingin mengganggu penghuni
rumah dan yang akan masuk ke dalam rumah. Pengeretret juga dianggap sebagai
kekuatan untuk penghuni rumah dalam menghadapi segala keburukan yang akan
menimpa mereka.
5.1.3 Tapak Raja Sulaiman
Gambar 5.3 Tapak Raja Sulaiman
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016)
Bentuk simbol tapak raja sulaiman yaitu geometris yang terdiri dari garis
menyimpul membentuk ruang pada beberapa sisinya dan juga terdapat motif
bunga yang membuat menjadi empat bagian. Dan juga terdapat garis yang terlihat
seperti bunga pada bagian dalamnya. Warna pada simbol tapak raja sulaiman yaitu
terdiri dari warna hitam, merah, kuning dan hijau. Warna tersebut hanya untuk
pada awalnya dibangun simbol tapak raja sulaiman tidak memiliki warna dan
dipahat langsung terdapat timbul dan melengkungnya simbol tersebut.
Simbol tapak raja sulaiman yaitu dianggap sebagai penolong bagi
penghuni rumah karena pada zaman penjajahan Belanda saat rumah dibakar tetapi
rumah tidak terbakar dan tetap berdiri kokoh. Hal ini berkaitan dengan
kepercayaan masyarakat bahwa raja Sulaiman sebagai raja yang ditakuti oleh roh
jahat. Simbol ini dianggap sebagai penangkal roh-roh jahat dan penolak bala bagi
penghuni rumah.
5.1.4 Embun Sikawiten
Gambar 5.4 Embun Sikawiten
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016)
Ornamen bermotif alam seperti awan dan bunga yang menjalar, awan yang
beriringan dilangit dan memiliki gumpalan tebal saat lapisan awan yang beriring
dilangit bergerak maka bayangan awan tersebut akan mengikuti. Maksud dari
ornamen yaitu rakut sitelu dalam masyarakat Karo atau disebut sistem
kekeluargaan pada masyarakat Karo. Bagian atas awan merupakan kalimbubu dan
bagian bawahnya merupakan anak beru, dimana anak beru akan selalu dibimbing
oleh kalimbubunya. Kalimbubu memiliki peranan penting dan merupakan orang
yang disegani dan dihormati. Masyarakat Karo percaya jika menghormati
Ornamen ini dibuat dari kayu yang diukir dan dipahat seperti awan yang
sedang beriringan. Warna ornamen ini pada dinding rumah gerga memiliki
banyak jenis warna yaitu merah, hijau, putih, kuning, hijau. Warna tersebut
merupakan warna yang diberikan agar rumah gerga tetap berdiri kokoh dan
menambah nilai estetika, tetapi pemilik rumah sudah tidak mempertimbangkan
dengan makna yang terkandung pada tiap warnanya. Ornamen ini sebenarnya
memiliki warna dasar merah yang berarti pengaruh kalimbubu pada acara adat
dalam menjaga keharmonisan kekeluargaan dengan anak beru. Ornamen ini selain
berfungsi sebagai memperlihatkan sistem kekeluargaan pada masyarakat Karo
juga berfungsi sebagai penolak niat jahat yang mengganggu ketentraman satu
keluarga.
5.1.5 Cimba Lau
Gambar 5.5 Cimba Lau
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016)
Ornamen cimba lau berbentuk seperti tutup toples yang berbahan dasar
kayu dan salah satu ornamen yang tidak diukir pada rumah gerga, dan berwarna
putih. Ornamen ini melambangkan awan yang beriringan di langit dan
memberikan kecerahan pada kehidupan masyarakat Karo. Maksud dari kecerahan
tanam diturunkan hujan yang akan memberikan kecerahan dan kemakmuran bagi
kehidupan mereka.
Ornamen cimba lau juga berfungsi sebagai hiasan yang menambah
estetika rumah gerga, dan rumah tradisional Karo lainnya. Ornamen ini terdapat
pada setiap bagian rumah yang memanjang dari ujung satu sampai ke ujung
satunya. Ornamen ini juga disebut sebagai ornamen tutup dadu.
5.1.6 Bendi-bendi
Gambar 5.6 Bendi-bendi
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016)
Pengalo-ngalo(bendi-bendi) atau juga disebut pegangan yang berada pada
pintu masuk yaitu berfungsi sebagai pegangan bagi wanita untuk melahirkan.
Pada saat dibangun rumah gerga belum ada dikenal rumah sakit atau puskesmas
sehingga wanita yang akan melahirkan melakukan persalinannya di bagian teras
rumah dan berpegangan pada pegangan yang ada pada bagian pintu masuk
tersebut dan ditutupi dengan kain. Selain itu pegangan juga memiliki fungsi
Ornamen ini berbentuk garis panjang dengan tiga lubang yang berukuran
setengah lingkaran. Ornamen ini berbahan kayu yang dipahat seperti bentuk
pegangan kemudian di cat hitam dan diletakkan pada bagian kanan dan kiri pintu.
Makna dari ornamen ini sebagai penyambut tamu dan memberikan pengertian
bahwa masyarakat Karo memiliki keterbukaan dengan lingkungan luar tetapi
memiliki batas dan etika yang harus diikuti.
5.1.7 Bindu Matagah
Gambar 5.7 Bindu Matagah
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016)
Ornamen ini berupa garis yang menyilang diagonal yang hampir
berbentuk persegi, ornamen ini selalu berdekatan dengan tapak raja sulaiman.
Ornamen ini merupakan lambang kekuatan bathin yaitu penghuni rumah tidak
mudah digoyahkan dengan roh-roh jahat yang akan mengganggu. Selain
berfdungsi sebagai penolak bala, ornamen ini juga berfungsi sebagai tanda
kepercayaan masyarakat Karo bahwa hal yang baik dan tidak melanggar norma
harus dipegang teguh agar tidak merugikan orang lain. Ornamen ini terbuat dari
masyarakat Karo agar mendapat hasil buruan saat akan berburu ke hutan harus
memijakkan kaki kirinya pada ornamen ini yang dilukiskan di tanah.
5.2 Simbol Pada Dinding Belang Ayo
Beberapa simbol pada dinding rumah belang ayo yang memiliki kesamaan
bentuk, warna, fungsi dan makna antara lain :
5.2.1 Cuping-cuping
Gambar 5.8 Cuping-cuping
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016)
Cuping-cuping juga terdapat pada rumah belang ayo yang juga dianggap
sebagai sebagai simbol bahwa penghuni dapat menyerap informasi yang baik dan
benar dari berita dan informasi yang ada pada masyarakat.
Gambar 5.9 Pengeretret
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016)
Ornamen pengeretret juga terdapat pada rumah belang ayo yang juga
berfungsi sebagai pengikat dinding dan juga dianggap sebagai dewa penyelamat
bagi penghuni rumah dan masyarakat karo.
5.2.3 Bendi-bendi
Gambar 5.10 Bendi-bendi
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016) 5.2.4 Embun Sikawiten
Gambar 5.11 Embun Sikawiten
5.2.5 Cimba Lau
Gambar 5.12 Cimba Lau
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016) 5.2.6 Tapak Raja Sulaiman
Gambar 5.13 Tapak Raja Sulaiman
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016) 5.2.7 Bindu Matagah
Ga
Gambar 5.14 Bindu Matagah
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan
yaitu:
1. Terdapat bentuk atau simbol di rumah belang ayo dan rumah gerga yaitu:
Sama-sama disebut rumah sendi karena tiang menusuk kolom bulat
Terdapat para dan dapur dimana setiap satu dapur dan para
digunakan oleh 2 kepala keluarga. Seperti pada rumah gerga yang
dihuni oleh 12 kepala keluarga memiliki 6 para dan dapur. Pada
Jenis ragam hias yang ada pada ayo-ayo rumah belang ayo yaitu:
Pakau-pakau
Pengeret-ret
3. Simbol yang ada pada rumah tradisional karo pada bagian derpih atau
dinding dan melmelen yaitu:
Pada pintu masuk terdapat bendi-bendi yang melambangkan
kesopanan dan berperilaku baik saat memasuki rumah
Pada setiap sudut rumah terdapat takal dapur-dapur yang
melambangkan kemuliaan manusia, menambah umur panjang dan
berfungsi sebagai memperkuat sudut rumah
Selain takal dapur-dapur terdapat cuping-cuping pada sudut rumah
yang berbentuk seperti telinga dan melambangkan bahwa penghuni
rumah akan menerima dan menyaring berita yang baik dan buruk
jika mendengar berita dari masyarakat
Pengeret-ret yang berfungsi sebagai pengikat derpih atau dinding
melambangkan seorang dewa penolong bagi penghuni rumah.
pengeret-ret selain terdapat pada derpih juga terdapat pada ayo-ayo
Pada bagian melmelen atau dapur-dapur di rumah gerga terdapat
simbol antara lain cuping-cuping, embun sikawiten, cimba lau,
tapak raja sulaiman, bindu matagah yang dipahat dan pada rumah
belang ayo ragam hias hanya di lukis saja karena rumah gerga
awalnya dibangun khusus untuk raja dan keluarganya tinggal
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian terhadap simbol pada arsitektur rumah
tradisional karo, penulis memberi saran yaitu:
1. Bahwa simbol yang ada pada masyarakat karo memiliki nilai adat istiadat
dan fungsi yang telah diwariskan secara turun-temurun yang perlu
diperhatikan dan dilestarikan.
2. Untuk mengetahui simbol pada arsitektur rumah tradisional karo perlu
dilakukan penelitian lanjutan karena rumah tradisional karo tidak hanya
ada pada Desa Lingga saja.
Pentingnya bagi masyarakat karo dan juga masyarakat lainnya untuk perduli,
melindungi dan merawat rumah tradisional karo maupun rumah tradisional lainnya
agar tidak terjadi kepunahan dan untuk generasi selanjutnya masih dapat