• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Tekanan Darah Terhadap Kecemasan Pada Pasien Hipertensi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Korelasi Tekanan Darah Terhadap Kecemasan Pada Pasien Hipertensi"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI TEKANAN DARAH TERHADAP KECEMASAN

PADA PASIEN HIPERTENSI

Oleh: ERICK ARY T

090100047

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KORELASI TEKANAN DARAH TERHADAP KECEMASAN

PADA PASIEN HIPERTENSI

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: ERICK ARY T

090100047

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Korelasi Tekanan Darah Terhadap Kecemasan Pada Pasien Hipertensi

Nama : Erick Ary T

NIM : 090100047

Pembimbing Penguji I

(dr. Rina Amelia, MARS)

NIP. 19760420 200312 2 002 NIP.19731221 200312 2 001

(dr. Dina Keumala Sari, M.Gizi, Sp.GK)

Penguji II

(dr. T. Ibnu Alferally, Sp.PA) NIP. 19620212 198911 1 001

Medan, Januari 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

iii

ABSTRAK

Hipertensi adalah suatu kondisi terjadinya kenaikan tekanan darah. Beberapa penelitian menyatakan bahwa penderita hipertensi semakin meningkat dan menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. Terjadinya kematian disebabkan oleh komplikasi hipertensi itu sendiri, yaitu stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung, kerusakan ginjal, dan penyakit jantung koroner. Berbagai penelitian juga menunjukkan ada hubungan hipertensi dengan kecemasan yang dialami oleh penderitanya.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis korelasi tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien hipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional. Populasinya adalah pasien hipertensi di poli Kardiologi dan Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik. Teknik pengambilan sampelnya adalah consecutive sampling dan berjumlah 124 orang. Datanya adalah data primer yang diambil secara langsung. Untuk analisis datanya digunakan uji korelasi Spearman.

Berdasarkan data karakteristik responden, dijumpai lebih banyak responden yang berada pada usia dewasa madya (41-60 tahun), yaitu sebanyak 113 orang (91,1%) dan didapatkan lebih banyak pasien hipertensi yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 71 orang (57,3%). Untuk riwayat hipertensi, diperoleh lebih banyak responden dengan riwayat hipertensi tingkat satu 72 orang (58,1%). Dari seluruh responden yang menderita hipertensi, sekitar 68,5% responden tidak mengalami kejadian kecemasan atau sekitar 44,4 % responden yang mengalami kejadian kecemasan minimal. Pada uji korelasi Spearman, didapati korelasi Spearman 0,123 dengan nilai p > 0,05.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah terdapat korelasi yang sangat lemah dan tidak signifikan antara tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien hipertensi. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menambah jumlah sampel, memperpanjang waktu pengambilan data, atau melakukan penelitian secara prospektif sehingga hubungannya bisa lebih diketahui.

(5)

ABSTRACT

Hypertension is a condition where the blood pressure is increased. Many studies suggest that hypertensive patients’ amount is increasing and become one of world's leading causes of death. The death was caused by the complications itself, such as stroke, aneurysm, heart failure, heart attack, kidney failure and coronary heart disease. Some studies also suggest that there are correlation between hypertension and anxiety.

The objective of this study is to analyze a correlation between hypertension and anxiety. This study is a cross-sectional analytic study. Its population are hypertensive patients in Internal Medicine and Cardiology poly of Haji Adam Malik Hospital, Medan. This research used consecutive sampling

technique and the sample was 124 patients. The data is the directly primary data. To analyze the data, researcher used Spearman correlation test.

Based on the characteristics’ respondents, more respondents are in middle adulthood (41-60 years) as many as 113 patients (91,1%) and female hypertensive patients as many as 71 people (57.3%). Most of the respondents (72 patients) were diagnosed with first grade hypertension (58,1%). The datas show that in 44,4% of respondents minimal anxiety were detected and in 68,5% of the patients did not show anxiety. The Spearman correlation test showed a Spearman rho 0.123 with p>0.05.

The conclusion was that there were very weak and no significant correlation between hypertension and anxiety. But a prospective study with bigger sample and long follow-up period was needed to better show whether there was a correlation between hypertension and anxiety.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang telah dilaksanakan. Penelitian yang telah dilaksanakan ini berjudul ” Korelasi Tekanan Darah Terhadap Kecemasan Pada Pasien Hipertensi”. Dalam penyelesaian proposal penelitian ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dosen Pembimbing, dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp.KJ dan dr. Rina Amelia, MARS, yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Dosen Penguji I, dr. Irwan Fahri Rangkuti, Sp.KK dan dr. Dina Keumala Sari, M.Gizi, Sp.GK, yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Dosen Penguji II, dr. Yunita Sari Pane, M.Si dan dr. T. Ibnu Alferally, Sp.PA, yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.

(7)

7. Orang tua penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.

8. PT Indofood Sukses Makmur, Tbk yang telah memberikan beasiswa kepada penulis melalui Yayasan Karya Salemba Empat.

9. Medica Carita Foundation yang telah memberikan beasiswa penelitian kepada penulis.

10. Rekan-rekan mahasiswa FK USU stambuk 2009 yang telah memberi saran, kritik, dukungan materi, dan moril dalam baik dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

11. Abangda dan kakanda SCORE PEMA FK USU yang telah mengajarkan kepada penulis indahnya seluk beluk dunia penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini.

Medan, 01 Januari 2013

(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL … ………... i

HALAMAN PENGESAHAN....………..……….... ii

ABSTRAK... iii

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah... 5

2.1.3. Dasar Pengukuran Tekanan Darah... ... 6

2.1.4. Alat Ukur Tekanan Darah ... 6

2.1.5. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Pada Pengukuran... . 7

2.2. Hipertensi ... 8

2.2.1. Definisi Hipertensi... ... 8

2.2.2. Klasifikasi Hipertensi ... 8

2.2.3. Etiologi Hipertensi... ... 10

2.2.4. Faktor Risiko Hipertensi ... 11

2.2.5. Patogenesis Hipertensi... ... 12

2.2.6. Diagnosis Hipertensi... ... 14

2.3. Kecemasan ... 15

2.3.1. Definisi Kecemasan ... ... 15

2.3.2. Tingkat Kecemasan ... 16

2.3.3. Faktor Predisposisi Kecemasan ... 20

2.3.4. Klasifikasi Kecemasan ... 21

2.3.5. Diagnosis Kecemasan ... 22

2.4. Korelasi Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Terhadap Kecemasan ... 23

(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL….….. 26

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 26

3.2. Definisi Operasional... 26

3.3. Hipotesis……….. 27

BAB 4 METODE PENELITIAN……… 28

4.1. Desain/Jenis Penelitian... 28

4.2. Waktu dan Tempat ... 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN….……….. 32

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Pengendalian

Tekanan Darah 11

Gambar 2.2. Mekanisme Patofisiologi dari Hipertensi 14

Gambar 2.3. Korelasi Tekanan Darah terhadap Kecemasan 24

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 33

5.2. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Responden 34

5.3. Distribusi Frekuensi Kecemasan Responden 35

5.4. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Responden 35

5.5. Hasil Uji Korelasi Spearman mengenai Korelasi Tekanan Darah terhadap Kecemasan

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN II Lembar Penjelasan

LAMPIRAN III Lembar Persetujuan

LAMPIRAN IV Kuesioner Penelitian

LAMPIRAN V Data Induk Responden

LAMPIRAN VI Hasil Analisis Data

LAMPIRAN VII Surat Ijin Penelitian

(13)

DAFTAR SINGKATAN

ATR : AngioTension Receptors

BMI : Body Mass Index

DMH : Dorsomedial Hypothalamus

GAD : Generalized Anxiety Disorders

HDL : High Density Lipoprotein

HPA : Hypothalamic Pituitary Adrenal

JNC 7 : The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

LDL : Low Density Lipoprotein

NHLBI : The National Heart, Lung and Blood Institute

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

TB : Tinggi Badan

TIA : Transient Ischemic Attack

(14)

iii

ABSTRAK

Hipertensi adalah suatu kondisi terjadinya kenaikan tekanan darah. Beberapa penelitian menyatakan bahwa penderita hipertensi semakin meningkat dan menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. Terjadinya kematian disebabkan oleh komplikasi hipertensi itu sendiri, yaitu stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung, kerusakan ginjal, dan penyakit jantung koroner. Berbagai penelitian juga menunjukkan ada hubungan hipertensi dengan kecemasan yang dialami oleh penderitanya.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis korelasi tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien hipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional. Populasinya adalah pasien hipertensi di poli Kardiologi dan Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik. Teknik pengambilan sampelnya adalah consecutive sampling dan berjumlah 124 orang. Datanya adalah data primer yang diambil secara langsung. Untuk analisis datanya digunakan uji korelasi Spearman.

Berdasarkan data karakteristik responden, dijumpai lebih banyak responden yang berada pada usia dewasa madya (41-60 tahun), yaitu sebanyak 113 orang (91,1%) dan didapatkan lebih banyak pasien hipertensi yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 71 orang (57,3%). Untuk riwayat hipertensi, diperoleh lebih banyak responden dengan riwayat hipertensi tingkat satu 72 orang (58,1%). Dari seluruh responden yang menderita hipertensi, sekitar 68,5% responden tidak mengalami kejadian kecemasan atau sekitar 44,4 % responden yang mengalami kejadian kecemasan minimal. Pada uji korelasi Spearman, didapati korelasi Spearman 0,123 dengan nilai p > 0,05.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah terdapat korelasi yang sangat lemah dan tidak signifikan antara tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien hipertensi. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menambah jumlah sampel, memperpanjang waktu pengambilan data, atau melakukan penelitian secara prospektif sehingga hubungannya bisa lebih diketahui.

(15)

ABSTRACT

Hypertension is a condition where the blood pressure is increased. Many studies suggest that hypertensive patients’ amount is increasing and become one of world's leading causes of death. The death was caused by the complications itself, such as stroke, aneurysm, heart failure, heart attack, kidney failure and coronary heart disease. Some studies also suggest that there are correlation between hypertension and anxiety.

The objective of this study is to analyze a correlation between hypertension and anxiety. This study is a cross-sectional analytic study. Its population are hypertensive patients in Internal Medicine and Cardiology poly of Haji Adam Malik Hospital, Medan. This research used consecutive sampling

technique and the sample was 124 patients. The data is the directly primary data. To analyze the data, researcher used Spearman correlation test.

Based on the characteristics’ respondents, more respondents are in middle adulthood (41-60 years) as many as 113 patients (91,1%) and female hypertensive patients as many as 71 people (57.3%). Most of the respondents (72 patients) were diagnosed with first grade hypertension (58,1%). The datas show that in 44,4% of respondents minimal anxiety were detected and in 68,5% of the patients did not show anxiety. The Spearman correlation test showed a Spearman rho 0.123 with p>0.05.

The conclusion was that there were very weak and no significant correlation between hypertension and anxiety. But a prospective study with bigger sample and long follow-up period was needed to better show whether there was a correlation between hypertension and anxiety.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang menetap yang penyebabnya mungkin tidak diketahui (hipertensi esensial, idiopatik, atau primer) maupun yang berhubungan dengan penyakit yang lain (hipertensi sekunder). Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk melawan tekanan dinding arteri ketika darah tersebut melewatinya (Dorland, 2009).

Berdasarkan The Seventh Report of the Joint National Committee on the Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) (2003), tekanan darah dapat dibagi menjadi beberapa derajat, yaitu normal (di bawah 120/80 mmHg), prahipertensi (dari 120/80 mmHg sampai 139/89 mmHg), hipertensi tingkat I (dari 140/90 mmHg sampai 159/99 mmHg), dan hipertensi tingkat II (melebihi 160/100 mmHg).

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Kearney et al (2005) dalam Chockalingam et al (2006), dilaporkan bahwa sekitar 972 juta jiwa pada tahun 2000 di seluruh dunia menderita hipertensi dan negara berkembang di seluruh dunia menyumbang hampir dua kali lipat dibandingkan dengan negara maju (sekitar 639 juta jiwa di negara berkembang dan sekitar 333 juta jiwa di negara maju) sehingga prevalensi kejadian hipertensi di seluruh dunia adalah sekitar 26,4% dari seluruh populasi di dunia. Selain itu, diprediksi juga bahwa pada tahun 2025, kejadian hipertensi akan meningkat menjadi 60% dari seluruh populasi, yaitu sekitar 1,56 milliar jiwa.

(17)

Menurut Yogiantoro (2006), hipertensi dapat menimbulkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ yang mendapatkan suplai darah darinya seperti jantung, otak dan ginjal. Penyakit yang sering timbul akibat hipertensi adalah stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. hipertensi juga bisa mengakibatkan penyakit jantung koroner yang merupakan pembunuh nomor satu di dunia. Oleh karena itu, hipertensi ini berdampak negatif pada organ-organ tubuh bahkan dapat mengakibatkan kematian.

Banyak penelitian terdahulu menunjukkan adanya korelasi hipertensi terhadap kecemasan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wei et al (2006), hampir 12 % pasien hipertensi memiliki sindrom kecemasan. Selain itu, ada juga penelitian yang dilakukan oleh Grimsrud et al (2009) menyatakan bahwa pasien hipertensi memiliki kecemasan dengan odds ratio sekitar 1,55 dibandingkan dengan yang tidak hipertensi. Menurut Virtanen et al (2003), korelasi tekanan darah terhadap kecemasan adalah sebesar 0,25. Korelasi ini penting karena pasien hipertensi yang mengalami kecemasan akan semakin meningkat tekanan darahnya sehingga akan lebih rentan mengalami komplikasi dini hipertensi serta kegagalan terapi (Feng et al, 2012).

Mengamati data bahwa penderita hipertensi semakin meningkat hampir di seluruh dunia dan hipertensi ini mempunyai korelasi terhadap kecemasan maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai korelasi tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien hipertensi di Medan, khususnya di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik.

1.2. Rumusan Masalah

(18)

3

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien hipertensi di RSUP Haji Adam Malik.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui penggolongan tekanan darah pasien hipertensi di RSUP Haji Adam Malik.

2. Mengetahui penggolongan kecemasan pasien hipertensi di RSUP Haji Adam Malik.

3. Mengetahui korelasi tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien hipertensi di RSUP Haji Adam Malik.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Subjek Penelitian

Bagi subjek penelitian, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai korelasi tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien hipertensi.

2. Masyarakat

Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada masyarakat tentang korelasi tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien hipertensi.

3. Peneliti

(19)

serta sebagai syarat untuk mendapat gelar sarjana kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan menjadi suatu masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Rumah sakit

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tekanan Darah

2.1.1. Pengertian Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat ventrikel beristirahat dan mengisi ruangannya. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik (Oxford, 2003).

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Menurut Kozier et al (2009), ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tekanan darah, diantaranya adalah:

1. Umur

Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg. Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia hingga dewasa. Pada orang lanjut usia, arterinya lebih keras dan kurang fleksibel terhadap darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan tekanan darah.

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan Journal of Clinical Hypertension, Oparil menyatakan bahwa perubahan hormonal yang sering terjadi pada wanita menyebabkan wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga menyebabkan risiko wanita untuk terkena penyakit jantung menjadi lebih tinggi (Miller, 2010).

3. Olahraga

Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah.

4. Obat-obatan

(21)

5. Ras

Pria Amerika Afrika berusia di atas 35 tahun memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria Amerika Eropa dengan usia yang sama.

6. Obesitas

Obesitas, baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor predisposisi hipertensi.

2.1.3. Dasar Pengukuran Tekanan Darah

Kecepatan aliran (velocity) suatu cairan dalam pembuluh akan bergantung kepada isi aliran (flow) dan luas penampang pembuluh (area). Dalam hal ini, kecepatan yang dimaksud adalah kecepatan linier yang mempunyai rumus V= Q/A dengan V adalah kecepatan, Q adalah aliran, dan A adalah luas penampang. Berdasarkan rumus di atas, dapat diketahui bahwa perubahan pada luas penampang, misalnya penyempitan pembuluh, akan sangat mempengaruhi kecepatan aliran (Singgih, 1989).

Apabila dikaji lebih jauh, kecepatan aliran berpengaruh pada tekanan sisi

(lateral pressure) pembuluh. Tekanan dalam pipa merupakan jumlah tekanan sisi ditambah energi kinetik. Energi ini dapat dihitung berdasarkan viskositas cairan dan kecepatan aliran (1/2 PV2 dengan P adalah viskositas cairan dan V adalah kecepatan aliran). Kecepatan aliran yang berubah akan mempengaruhi energi kinetik dan perubahan pada energi ini akan mempengaruhi tekanan sisi pembuluh. Hal ini dikemukakan karena pada hakikatnya yang diukur pada pengukuran tekanan darah secara tidak langsung adalah tekanan sisi pembuluh darah (Singgih, 1989).

2.1.4. Alat Ukur Tekanan Darah

(22)

7

Menurut laporan WHO, yang penting ialah lebar kantong udara dalam manset harus cukup lebar untuk menutupi 2/3 panjang lengan atas. Demikian pula, panjang manset harus cukup panjang untuk menutupi 2/3 lingkar lengan atas. Ukuran manset tersebut bertujuan agar tekanan udara dalam manset yang ditera dengan tinggi kolom air raksa, benar-benar seimbang dengan tekanan sisi pembuluh darah yang akan diukur (Singgih, 1989).

2.1.5. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Pada Pengukuran

Menurut Singgih (1989), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran tekanan darah agar hasil pengukurannya lebih akurat, yaitu:

1. Ruang pemeriksaan.

Suhu ruang dan ketenangan ruang periksa yang nyaman harus diperhatikan. Suhu ruang yang terlalu dingin dapat meningkatkan tekanan darah.

2. Alat

Alat yang sebaiknya digunakan adalah sfigmomanometer dengan pipa air raksa yang tegak lurus dengan bidang horisontal. Hindarkan paralaks sewaktu membaca permukaan air raksa. Gunakan manset dengan lebar yang dapat mencakup 2/3 panjang lengan atas serta panjang yang dapat mencakup 2/3 lingkar lengan. Penggunaan manset yang lebih kecil akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi daripada yang sebenarnya.

3. Persiapan

Apabila diperlukan dan keadaan pasien memungkinkan, sebaiknya dipersiapkan dalam keadaan basal karena biasanya hanya diperlukan nilai tekanan darah sewaktu, maka pengaruh kerja jasmani, makan, merokok dihilangkan terlebih dahulu sebelum diukur.

4. Jumlah pengukuran

(23)

5. Tempat pengukuran

Pengukuran dilakukan pada lengan kanan dan kiri bila dicurigai terdapat peningkatan tekanan darah. Kesenjangan nilai lengan kanan dan kiri dapat ditimbulkan karena coarctatio aorta. Posisi orang yang diperiksa sebaiknya dalam posisi duduk. Dalam keadaan ini, lengan bawah sedikit fleksi dan lengan atas setinggi jantung. Hindarkan posisi duduk yang menekan perut, terutama pada orang yang gemuk. Untuk pasien hipertensi, terutama yang sedang dalam pengobatan, perlu diukur dalam posisi berbaring dan pada waktu 1-5 menit setelah berdiri.

6. Pemompaan dan pengempesan manset

Manset seharusnya dipompa dan dikempeskan sebelum mengukur tekanan darah pasien. Hal ini untuk menghindarkan kesalahan nilai karena rangsang atau reaksi obstruksi sirkulasi darah. Pemompaan dilakukan dengan cepat hingga 20-30 mmHg di atas tekanan pada waktu denyut arteri radialis tidak teraba. Pengempesan dilakukan dengan kecepatan yang tetap (konstan) 2-3 mmHg tiap detik. Pengempesan yang terlalu cepat akan mengakibatkan nilai diastolik yang lebih rendah daripada yang sebenarnya.

2.2. Hipertensi

2.2.1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang menetap yang penyebabnya masih tidak diketahui (hipertensi esensial, idiopatik, atau primer) maupun yang berhubungan dengan penyakit yang lain (hipertensi sekunder) (Dorland, 2009).

Hipertensi juga dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arteri di atas batas normal yang diharapkan pada kelompok usia tertentu (Oxford, 2003).

2.2.2. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1. Hipertensi primer (esensial) adalah hipertensi yang tidak diketahui

(24)

9

hipertensi tipe ini. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum ada satu teori yang menegaskan patogenesis hipertensi ini. Faktor genetik memegang peranan penting dalam jenis hipertensi ini. Apabila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik, orang tersebut mempunyai kecenderungan untuk memiliki hipertensi esensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium atau mengubah ekskresi kallikrein urin, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang merupakan akibat kelainan penyakit ataupun obat tertentu yang bisa meningkatkan tekanan darah. Kurang dari 10 % pasien menderita jenis hipertensi ini. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab hipertensi sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi penyakit yang mendasarinya merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder ini (Muchid et al, 2006).

Berdasarkan bentuknya, hipertensi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan

diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.

(25)

3. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut (Phibbs, 2007).

Berdasarkan kriteria tekanan darahnya dalam JNC 7 (2003), Hipertensi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Prahipertensi. Tekanan darahnya dari 120/80 mmHg sampai 139/89 mmHg.

2. Hipertensi tingkat I. Tekanan darahnya dari 140/90 mmHg sampai 159/99 mmHg.

3. Hipertensi tingkat II. Tekanan darahnya melebihi 160/100 mmHg.

2.2.3. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan Kumar et al (2004), hipertensi memiliki beberapa etiologi, yaitu :

1. Faktor genetik. Beberapa mutasi genetik pada gen-gen pengatur tekanan darah akan menyebabkan sebuah keluarga lebih rentan terhadap Hipertensi daripada keluarga yang tidak memiliki riwayat hipertensi. 2. Faktor fetal. Menurut penelitian, berat badan lahir yang rendah

mempunyai risiko mengalami kejadian hipertensi yang lebih tinggi. Ini berhubungan dengan adanya kelainan pada sistem pembuluh darahnya. 3. Faktor lingkungan :

a. Obesitas. Orang yang gemuk lebih sering mengalami kejadian hipertensi dibandingkan dengan orang yang kurus.

b. Alkohol. Banyak penelitian menunjukkan adanya hubungan antara meminum alkohol dengan kejadian hipertensi.

c. Asupan garam. Semakin tinggi asupan garam yang diterima oleh seseorang, peluang untuk terjadinya hipertensi semakin besar.

d. Stres. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stres dapat

(26)

11

e. Mekanisme humoral. Sistim saraf pusat memegang peranan penting dalam pengaturan tekanan darah. Jika sistem ini terganggu, maka pengaturan tekanan darah juga terganggu.

f. Resistensi insulin. Hubungan antara diabetes dengan hipertensi telah lama diketahui dan salah satu ciri pada diabetes adalah hiperinsulinemia sehingga resistensi insulin juga akan memiliki hubungan dengan terjadinya kejadian hipertensi.

2.2.4. Faktor Risiko Hipertensi

Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya hipertensi adalah:

1. Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, dan genetik.

2. Sistem saraf simpatis (tonus simpatis dan variasi diurnal).

3. Keseimbangan antara modulator, vasodilatasi, dan vasokontriksi.

4. Pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin, dan aldosteron (Yogiantoro, 2009).

Gambar 2.1. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Pengendalian Tekanan Darah. Dikutip dari: Yogiantoro, M., 2006. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, A. W.,

(27)

Selain itu, menurut Sigarlaki (2006), faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak terkontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Akan tetapi, hipertensi ini dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti neurotransmiter, hormon dan genetik, maupun yang bersifat eksogen seperti rokok, nutrisi dan stres.

2.2.5. Patogenesis Hipertensi

Menurut Yusuf (2008), tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Di dalam tubuh, terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang langsung bereaksi ketika terjadi perubahan tekanan darah dan ada juga yang bereaksi lebih lama. Sistem yang cepat tersebut antara lain refleks kardiovaskular melalui baroreseptor, refleks kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos. Sistem lain yang kurang cepat merespon perubahan tekanan darah melibatkan respon ginjal dengan pengaturan hormon angiotensin dan vasopresor.

Pada hipertensi primer terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi tekanan darah berupa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis, dan sistem renin angiotensin yang mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta obesitas dan faktor endotel.

Pada tahap awal hipertensi primer, curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer normal yang disebabkan peningkatan aktivitas simpatis. Pada tahap selanjutnya, curah jantung menjadi normal sedangkan tahanan perifer yang meninggi karena refleks autoregulasi melalui mekanisme konstriksi katup prakapiler. Kelainan hemodinamik ini juga diikuti dengan perubahan struktur pembuluh darah (hipertrofi pembuluh darah) dan jantung (penebalan dinding ventrikel).

(28)

13

Berbagai promoter pressor-growth bersamaan dengan kelainan fungsi membran sel yang mengakibatkan hipertrofi vaskular akan menyebabkan peninggian tahanan perifer serta tekanan darah.

Mengenai kelainan fungsi membran sel, Garay (1990) dalam Yusuf (2008) telah membuktikan adanya defek transportasi ion Na+ dan Ca2+ untuk melewati membran sel. Defek tersebut dapat disebabkan oleh faktor genetik atau peninggian hormon natriuretik akibat peninggian volume intravaskular. Selain itu, terjadi perubahan intraselular dimana kenaikan Na+ intraselular akibat penghambatan pompa Na+ akan meningkatkan ion Ca2+ intraselular sehingga menyebabkan perubahan dinding pembuluh darah maupun konstriksi fungsional yang mengakibatkan peninggian tahanan darah dan tekanan darah yang menetap.

Sistem renin angiotensin aldosteron juga memegang peranan penting dalam penyakit ini dimana renin akan melepaskan angiotensin I dan angiotensin converting enzym akan mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang mempunyai efek vasokonstriksi kuat dan angiotensin II juga menyebabkan sekresi aldosteron yang berfungsi meretensi Na+ dan air.

Studi pasien Framingham yang dilakukan oleh The National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) juga melaporkan adanya korelasi antara gangguan toleransi glukosa dengan hipertensi. Selain itu, ada juga yang melaporkan bahwa pada pasien hipertensi, kadar insulin darah meningkat setelah dilakukan pembebanan glukosa pada tes toleransi glukosa oral. Pada keadaan hiperinsulinemia, terjadi pengaktifan saraf simpatis, peningkatan reabsorpsi natrium oleh tubulus proksimal dan gangguan transportasi membran sel berupa penurunan pengeluaran natrium dari dalam sel akibat kelainan pada sistem Na+/K+ ATPase dan Na+/H+exchanger dan terganggunya pengeluaran ion Ca2+ dari dalam sel. Akibatnya, terjadi peningkatan sensitivitas otot polos pembuluh darah terhadap zat vasokonstriktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan kontraktilitas. Sementara itu, kadar ion H+ yang rendah dalam sel akan meningkatkan sintesis protein, proliferasi sel dan hipertrofi pembuluh darah.

(29)

menurunkan tahanan perifer sehingga tidak terjadi peningkatan tekanan darah. Selain itu, rokok dan alkohol juga memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi dimana pada orang yang peminum alkohol serta perokok akan lebih mudah menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok atau meminum alkohol.

Semua ini akan mengakibatkan peningkatan tahanan perifer sehingga akan terjadi peningkatan tekanan darah. Paparan yang terus menerus ini akan mengakibatkan seseorang menderita hipertensi. Apabila tidak diobati dan dijaga, orang tersebut akan menderita berbagai komplikasi yang akan mengakibatkan kematian.

Gambar 2.2. Mekanisme Patofisiologi dari Hipertensi.

Dikutip dari: Muchid, A., et al, 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan

2.2.6. Diagnosis Hipertensi

(30)

15

dan prosedur diagnostik lainnya. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pengukuran tekanan darah yang benar, pemeriksaan funduskopi, perhitungan BMI (Body Mass Index) yaitu berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri karotis, abdominal, dan bruit arteri femoralis. Selain itu, pemeriksaan juga meliputi palpasi pada kelenjar tiroid, pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru, pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, massa intraabdominal dan pulsasi aorta yang abnormal, palpasi ekstremitas bawah untuk melihat adanya edema dan denyut nadi, serta penilaian neurologis.

Hipertensi seringkali disebut silent killer karena pasien dengan hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala (asimtomatik). Penemuan fisik yang utama adalah meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol dilakukan untuk mendiagnosis hipertensi. Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan sesuai dengan tingkatnya.

Pemeriksaan laboratorium rutin yang direkomendasikan sebelum memulai terapi antihipertensi adalah urinalisis, kadar gula darah dan hematokrit, kalium, kreatinin, kalsium serum, profil lemak (setelah puasa 9–12 jam) termasuk HDL, LDL dan trigliserida, serta elektrokardiogram. Pemeriksaan pilihan yang biasanya dilakukan adalah pengukuran ekskresi albumin urin atau rasio albumin/kreatinin.

Selain itu, melalui anamnesis, didapatkan riwayat penyakit untuk membedakan penyebab yang mungkin. Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus meliputi hal-hal, seperti otak (stroke, TIA, dementia), mata (retinopati), jantung (hipertropi ventrikel kiri, angina atau pernah infark miokard, pernah revaskularisasi koroner), ginjal (penyakit ginjal kronis) dan penyakit arteri perifer (Muchid et al, 2006).

2.3. Kecemasan

2.3.1. Definisi Kecemasan

(31)

Menurut Post (1978) dalam Trismiati (2004), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat. Freud juga menggambarkan dan mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu, seperti perubahan detak jantung dan pernafasan. Menurut Freud, kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis. Dengan kata lain, kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya.

Lefrancois (1980) juga menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan ketakutan. Hanya saja, menurut Lefrancois, pada kecemasan, bahaya bersifat kabur, misalnya ada ancaman, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi, adanya perasaan-perasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Lefrancois adalah pendapat Johnston yang menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi karena kekecewaan, ketidakpuasan, perasaan tidak aman atau adanya permusuhan dengan orang lain. Kartono (1981) juga mengungkapkan bahwa

neurosa kecemasan ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis, walaupun tidak ada rangsangan yang spesifik. Menurut Wignyosoebroto (1981), ada perbedaan mendasar antara kecemasan dan ketakutan. Pada ketakutan, yang menjadi sumber penyebabnya selalu dapat ditunjuk secara nyata, sedangkan pada kecemasan, sumber penyebabnya tidak dapat ditunjuk dengan tegas, jelas dan tepat (Trismiati, 2004).

Menurut Kaplan, Saddock, dan Grebb (1994) dalam Fausiah et al (2008), kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal normal yang terjadi yang disertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, serta dalam menemukan identitas diri dan hidup.

2.3.2. Tingkat Kecemasan

(32)

17

1. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan adalah perasaannya merasa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, bertindak, menyelesaikan masalah, merasakan, dan melindungi dirinya sendiri. Kecemasan ringan ini berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini, lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada.

a. Respon fisiologis

• Sesekali nafas pendek

• Nadi dan tekanan darah naik

• Gejala ringan pada lambung

• Muka berkerut dan bibir bergetar

• Ketegangan otot ringan

• Rileks atau sedikit gelisah

b. Respon kognitif

• Mampu menerima rangsang yang kompleks

• Konsentrasi pada masalah

• Menyelesaikan masalah secara efektif

• Perasaan gagal sedikit

• Waspada dan memperhatikan banyak hal

• Terlihat tenang dan percaya diri

• Tingkat pembelajaran optimal c. Respon perilaku dan emosi

• Tidak dapat duduk tenang

Tremor halus pada tangan

• Suara kadang-kadang meninggi

• Sedikit tidak sabar

(33)

2. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang merupakan perasaan yang mengganggu dan merasa ada sesuatu yang benar-benar berbeda. Individu menjadi gugup atau agitasi, misalnya, seorang wanita mengunjungi ibunya untuk pertama kali dalam beberapa bulan dan merasa bahwa ada sesuatu yang sangat berbeda. Ibunya mengatakan bahwa berat badannya turun banyak tanpa ia berupaya menurunkannya. Pada tingkat ini, lahan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan menyampingkan hal yang lain.

a. Respon fisiologis

• Ketegangan otot sedang

• Tanda-tanda vital meningkat

• Pupil dilatasi, mulai berkeringat

• Sering mondar-mandir, memukulkan tangan

• Suara berubah: suara bergetar, nada suara tinggi

• Kewaspadaan dan ketegangan meningkat

• Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung

b. Respon kognitif

• Lapang persepsi menurun

• Tidak perhatian secara selektif

• Fokus terhadap stimulus meningkat

• Rentang perhatian menurun

• Penyelesaian masalah menurun

• Pembelajaran berlangsung dengan memfokuskan c. Respon perilaku dan emosi

• Tidak nyaman

• Mudah tersinggung

• Kepercayaan diri goyah

• Tidak sadar

(34)

19

3. Kecemasan Berat

Kecemasan berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman. Dia memperlihatkan respon takut dan stres. Ketika individu mencapai tingkat tertinggi kecemasan dan panik berat, semua pemikiran rasional berhenti dan individu tersebut mengalami respon fight, flight atau freeze yakni, kebutuhan untuk pergi secepatnya, tetap ditempat dan berjuang, atau menjadi beku atau tidak dapat melakukan sesuatu.

a. Respon fisiologis

• Ketegangan otot berat

• Hiperventilasi

• Kontak mata buruk

• Pengeluaran keringat meningkat

• Bicara cepat, nada suara tinggi

• Tindakan tanpa tujuan dan serampangan

• Rahang menegang, menggetakkan gigi

• Kebutuhan ruang gerak meningkat

• Mondar-mandir, berteriak

• Meremas tangan, gemetar

b. Respon kognitif

• Lapang persepsi terbatas

• Proses berpikir terpecah-pecah

• Sulit berpikir

• Penyelesaian masalah buruk

• Tidak mampu mempertimbangkan informasi

• Hanya memperhatikan ancaman

• Praokupasi dengan pikiran sendiri

• Egosentris

c. Respon perilaku dan emosi

(35)

• Agitasi

• Takut

• Bingung

• Merasa tidak adekuat

• Menarik diri

• Penyangkalan

• Ingin bebas

2.3.3. Faktor Predisposisi Kecemasan

Menurut Dalami et al (2009), faktor predisposisi kecemasan dapat dibagi menjadi:

1. Teori Psikoanalitik

Kecemasan merupakan konflik emosional antara dua elemen kepribadian, yaitu ide, ego dan super ego. Ide melambangkan dorongan insting dan impuls primitif. Super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma budaya seseorang. Ego digambarkan sebagai mediator antara ide dan super ego. Kecemasan berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu budaya yang perlu segera diatasi.

2. Teori Interpersonal

Kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan dan perpisahan. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah mengalami kecemasan yang berat.

3. Teori Perilaku

(36)

21

4. Kajian Biologis

Otak mengandung reseptor spesifik untuk benzodiazepin. Reseptor ini diduga berperan dalam membuat kecemasan.

2.3.4. Klasifikasi Kecemasan

Freud dalam Andri et al (2007) mengemukakan tiga klasifikasi kecemasan yaitu:

1. Kecemasan Realitas

Kecemasan ini merupakan kecemasan atau rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di dunia luar, seperti banjir, gempa, runtuhnya gedung-gedung. Kecemasan realitas ini merupakan yang paling pokok karena dari kedua kecemasan yang lain, kecemasan neurotis dan moral, berasal dari kecemasan yang realistis ini. Kecemasan realitas yang dialami oleh ibu hamil adalah takut mati, trauma kelahiran, perasaan bersalah atau berdosa, dan sebagainya.

2. Kecemasan Neurotis.

(37)

3. Kecemasan Moral

Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara id dan super ego. Secara dasar, ini merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri. Ketika individu termotivasi untuk mengekspresikan impuls instingtual yang berlawanan dengan nilai moral yang terdapat dalam super ego individu itu, maka ia akan merasa malu atau bersalah. Pada kehidupan sehari-hari, ia akan menemukan dirinya sebagai conscience stricken. Kecemasan moral menjelaskan bagaimana berkembangnya super ego. Biasanya individu dengan kata hati yang kuat akan mengalami konfllik yang lebih hebat daripada individu yang mempunyai kondisi toleransi moral yang lebih longgar. Kecemasan moral juga mempunyai dasar dalam kehidupan nyata. Anak-anak akan dihukum bila melanggar aturan yang ditetapkan orang tua mereka. Orang dewasa juga akan mendapatkan hukuman jika melanggar norma yang ada di masyarakat. Rasa malu dan perasaan bersalah menyertai kecemasan moral. Dapat dikatakan bahwa yang menyebabkan kecemasan adalah kata hati individu itu sendiri. Freud mengatakan bahwa super ego dapat memberikan balasan yang setimpal jika ada pelanggaran terhadap aturan moral.

2.3.5. Diagnosis Kecemasan

Menurut Dacey (2000), dalam mengenali gejala kecemasan dapat ditinjau melalui tiga komponen, yaitu:

1. Komponen psikologis: kegelisahan, gugup, tegang, cemas, rasa tidak aman, takut, dan cepat terkejut.

(38)

23

3. Komponen sosial: sebuah perilaku yang ditunjukkan oleh individu di lingkungannya. Perilaku itu dapat berupa tingkah laku (sikap) dan gangguan tidur.

2.4. Korelasi Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi terhadap Kecemasan

Korelasi tekanan darah pada pasien hipertensi terhadap kecemasan memang sedikit sulit untuk dijelaskan. Hal ini dikarenakan belum banyaknya penelitian yang meneliti dan menjelaskan korelasi tekanan darah pada pasien hipertensi terhadap kecemasan secara jelas. Menurut Feng et al (2012), beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi tekanan darah pada pasien hipertensi terhadap kejadian kecemasan. Salah satu mekanismenya adalah melalui keterlibatan angiotensin II yang dimediasi oleh Hypothalamic Pituitary Adrenal

(HPA) dan sympatho-adrenal axis. Selain diekspresikan oleh ginjal, angiotensin II ini juga ada di otak. Efek angiotensin II ini ditentukan oleh reseptornya, yaitu AT1R dan AT2R. AT1R ini diekspresikan di organ subfornical, paraventricular nucleus, nucleus tractus solitarius, HPA axis, dan amygdala. AT1R inilah yang memegang peranan penting dalam korelasi tekanan darah pada pasien hipertensi terhadap kecemasan.

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, pengeluaran renin yang dapat disebabkan oleh aktivasi saraf simpatis, penurunan tekanan arteri ginjal, dan penurunan asupan garam ke tubulus distal akan melepaskan angiotensin I yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzym. Angiotensin II yang terus menerus dihasilkan menyebabkan semakin meningkatkan tahanan perifer melaui vasokonstriksi dan meningkatnya retensi air dan garam melalui pengaruh aldosteron sehingga tekanan darah semakin meninggi.

(39)

melalui pengaktifan AT1R di otak depan. Selain itu, Dorsomedial Hypothalamus (DMH) dan amygdala juga mengekspresikan AT1R. DMH juga memegang peranan penting dalam respon panik yang diinduksi oleh laktat atau angiotensin II melalui jalur osmosensitive periventricular dan sinyalnya akan diteruskan ke otak depan dimana sebagai tempat untuk merespon cemas. Oleh karena itu, angiotensin II baik sentral maupun perifer memiliki keterlibatan dalam gangguan kecemasan yang dimediasi oleh AT1R.

Hubungan ini menunjukkan bahwa pasien hipertensi yang mengalami kecemasan akan semakin meningkat tekanan darahnya sehingga akan menyebabkan pasien tersebut mengalami komplikasi hipertensi lebih dini dan terjadi kegagalan terapi secara fisik dan psikis.

Gambar 2.3. Korelasi Tekanan Darah terhadap Kecemasan

Dimodifikasi dari: Feng L., et al, 2012. The Link Between Angiotensin II-Mediated Anxiety and Mood Disorders with NADPH Oxidase-Induced Oxidative Stress. Int. J. Physiol. Pathophysiol. Pharmacol. 4 (1): 28-35. Available from:

[Accessed 27 April 2012]

2.5. GAD (Generalized Anxiety Disorders) 7

(40)

25

karena pengukuran yang ada pada saat itu sangatlah panjang sehingga membuang waktu para dokter, melelahkan dan jarang berguna sebagai pengukuran diagnostik dan tingkat keparahan kelainan tersebut. Berdasarkan masalah tersebut, Robert kemudian merancang beberapa pertanyaan dasar yang diambil dari skala GAD terdahulu sesuai dengan tanda-tanda yang ada pada pasien GAD yang kemudian diberikan kepada 2740 pasien yang dipilih dari 15 klinik di Amerika Serikat dan dibandingkan dengan diagnosis yang telah dilakukan oleh dokter. Pada akhirnya, skala pengukuran ini diakui kesahihannya dan kemampuannya dalam menentukan diagnostik dan keparahan dari pasien tersebut. Robert memberi nama kuesionernya dengan nama GAD 7.

Sesuai dengan namanya, kuesioner GAD 7 ini terdiri atas 7 pertanyaan. Pilihan yang ada pada setiap pertanyaan adalah “tidak pernah”, “beberapa hari”, “lebih dari separuh waktu yang dimaksud”, dan “hampir setiap hari”. Skornya untuk masing-masing pertanyaan adalah 0-3 sehingga rentang skornya adalah dari 0 sampai 21. Pertanyaan yang ada dalam kuesioner tesebut adalah dalam 2 minggu ini, apakah pasien :

1. Merasa gelisah, cemas atau amat tegang

2. Tidak mampu menghentikan atau mengendalikan rasa khawatir 3. Terlalu mengkhawatirkan berbagai hal

4. Sulit untuk santai

5. Sangat gelisah sehingga sulit untuk duduk diam 6. Menjadi mudah jengkel atau lekas marah

7. Merasa takut seolah-olah sesuatu yang mengerikan mungkin terjadi

(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konseptual adalah diagram yang menampilkan keterkaitan antara variabel independen dan variabel dependen yang diteliti (Mukhtar, 2011). Variabel independen dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi dan variabel dependen adalah kecemasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi tekanan darah terhadap kecemasan. Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional

1. Variabel Independen : Pasien Hipertensi

Pasien hipertensi adalah pasien yang memiliki tekanan darah yang lebih dari 140 mmHg. Pada penelitian ini, hipertensi dibagi menjadi dua kategori berdasarkan tekanan darahnya, yaitu hipertensi tingkat satu (tekanan darahnya 140-159 mmHg) dan hipertensi tingkat dua (tekanan darahnya melebihi 160 mmHg). Alat pengukurannya menggunakan sfigmomanometer. Cara mengukurnya dengan melakukan pengukuran secara langsung. Hasil pengukurannya berupa data numerik yang dinyatakan dalam satuan mmHg. Skala ukurnya adalah skala rasio.

2. Variabel Dependen : Kecemasan

Kecemasan adalah reaksi emosional yang berupa rasa takut yang tidak jelas dan berlebihan sehingga menimbulkan kelainan mental dan fisiknya yang diukur melalui kuesioner GAD 7. Alat pengukurannya dengan metode angket yaitu berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan

Variabel independen Variabel dependen

(42)

27

oleh responden pada instrumen kuesioner. Cara pengukurannya dengan menggunakan kuesioner GAD 7 yang terdiri atas 7 pertanyaan yaitu apakah selama 2 minggu ini, anda:

a. Merasa gelisah, cemas atau amat tegang

b. Tidak mampu menghentikan atau mengendalikan rasa khawatir c. Terlalu mengkhawatirkan berbagai hal

d. Sulit untuk santai

e. Sangat gelisah sehingga sulit untuk duduk diam f. Menjadi mudah jengkel atau lekas marah

g. Merasa takut seolah-olah sesuatu yang mengerikan mungkin terjadi

Responden akan menjawab pertanyaan ini dengan pilihan “tidak pernah”, “beberapa hari”, “lebih dari separuh waktu yang dimaksud”, dan “hampir setiap hari” dimana skornya untuk masing-masing pertanyaan adalah 0-3 sehingga rentang skornya adalah dari 0 sampai 21. Interpretasinya adalah jika skornya 0-7, tidak ada kelainan dan jika skornya di atas 8, kemungkinan memiliki kelainan kecemasan. Selain itu, berdasarkan tingkat kecemasan, jika skornya 0-4, orang tersebut memiliki kecemasan minimal, skor 5-9 untuk kecemasan ringan, skor 10-14 untuk kecemasan sedang dan skor 15 ke atas untuk kecemasan berat.

Hasil ukurnya berupa data numerik dalam bentuk skor dan skala ukurnya adalah skala interval.

3.3. Hipotesis

(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain/Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional yang bersifat analitik dan menggunakan desain cross sectional untuk mengetahui adanya korelasi tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien hipertensi di RSUP H. Adam Malik.

4.2. Waktu dan Tempat 4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2012.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik. Adapun pertimbangan memilih lokasi tersebut adalah karena merupakan salah satu rumah sakit rujukan yang ada di kota Medan sehingga distribusinya bervariasi dan cocok untuk penelitian.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Pada penelitian ini, populasinya adalah keseluruhan pasien hipertensi yang berusia 18 tahun sampai 59 tahun di poli Kardiologi dan poli Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik.

4.3.2. Sampel

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan teknik

non-probability sampling dengan cara consecutive sampling dan besar sampel dihitung berdasarkan rumus (Mukhtar, 2011):

(44)

29

= (1,960 + 0,842) 2 + 3 = 124 0,5 In [(1 + 0,25) / (1 – 0,25)]

Dimana :

Zα = Nilai batas normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,05, Zα = 1,960

Zβ = Nilai batas normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang

ditentukan. Untuk β = 0,20, Zβ = 0,842

r = Korelasi tekanan darah terhadap kecemasan yang didapatkan dari studi pendahuluan = 0,25

Jadi, didapatkan besar sampel adalah 124 orang.

4.3.3. Kriteria inklusi dan eksklusi

1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Pasien hipertensi yang baru pertama kali datang atau sudah lama tidak kontrol ke poli Kardiologi dan poli Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik yang berumur 18-59 tahun.

b. Pasien hipertensi yang belum mengalami komplikasi yang bisa mempengaruhi kecemasan.

2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Memiliki riwayat gangguan mental emosional sebelumnya.

b. Mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya yang bisa mempengaruhi hasil penelitian.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

(45)

tujuan dan manfaat penelitian. Setelah itu, peneliti meminta persetujuan dari calon responden untuk menjadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan. Setelah itu, peneliti memberikan kuesioner GAD 7 sekaligus mengukur tekanan darah responden. Setelah itu, responden mengisi kuesioner GAD 7 dan memberikan kepada peneliti setelah selesai mengisinya.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan metode statistik secara komputerisasi. Data yang dikumpulkan ditabulasi dalam bentuk distribusi frekuensi. Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu (Wahyuni, 2008) yaitu :

1. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data.

2. Coding

Data yang telah dikumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode secara manual sebelum diolah dengan komputer.

3. Entri

Data dibersihkan kemudian dimasukkan ke program komputer. menggunakan program statistik.

4. Cleaning data

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

5. Saving

Penyimpanan data untuk dianalisa.

4.5.2. Analisis Data

(46)

31

> 0,05 (data terdistribusi normal), maka digunakan uji korelasi Pearson. Akan tetapi, jika p < 0,05 (data tidak terdistribusi normal), maka digunakan ujikorelasi

Spearman. Uji ini akan menghasilkan nilai p dimana jika nilai p < 0.05, maka korelasi tersebut signifikan sedangkan jika p > 0,05, maka korelasi tersebut tidak signifikan. Selain itu, uji ini juga digunakan untuk mengetahui sejauh mana korelasi tekanan darah terhadap kecemasan dengan pedoman sebagai berikut :

• r = 0,0 - 0,199 : korelasi sangat rendah

• r = 0,2 – 0,399 : korelasi rendah

• r = 0,4 – 0,599 : korelasi sedang

• r = 0,6 – 0,799 : korelasi kuat

• r = 0,8 – 1 : korelasi sangat kuat (Wahyuni, 2008).

4.6. Teknik Penyajian Data

Cara penyajian data penelitian dapat dilakukan melalui berbagai bentuk. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan diklasifikasikan dan ditabulasi dalam bentuk tabel.

4.7. Pertimbangan Etik

(47)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa.

Staf Medis Fungsional (SMF) di RSUP Haji Adam Malik terdiri dari bedah, bedah ortopedi, bedah syaraf, kesehatan anak, kebidanan dan penyakit kandungan, penyakit dalam, psikiatri, neurologi, kulit dan kelamin, Telinga Hidung Tenggorokan (THT), mata, gigi dan mulut, kardiologi, paru, anestesi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, mikrobiologi, dan kedokteran kehakiman.

(48)

33

kesehatan, kardiovaskuler, gas medis, kesehatan lingkungan, bank darah, mikrobiologi klinik, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, sistem informasi rumah sakit, laundry, rekam medik) dan 2 Unit (radioterapi dan kedokteran nuklir).

RSUP Haji Adam Malik juga memiliki instalasi rawat inap yang terbagi dalam 2 gedung dengan jumlah tempat tidur sebanyak 650 tempat tidur dan instalasi rawat jalan yang terdiri dari poliklinik bagian obstetri dan ginekologi, gigi dan mulut, jiwa, anak, kardiologi, paru, saraf, penyakit dalam, bedah, bedah ortopedi, bedah saraf, mata, THT, dan poliklinik kulit dan kelamin. Poliklinik kardiologi terletak di gedung P lantai 2 dan poliklinik penyakit dalam terletak di lantai 3.

5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini dikumpulkan selama periode Juli 2012 sampai Agustus 2012 dan diperoleh sebanyak 124 sampel. Semua data diperoleh melalui data primer yaitu wawancara secara langsung kepada responden (pasien). Karakteristik yang dinilai dalam penelitian ini adalah menurut umur dan jenis kelamin. Pembagian umur dewasa pada penelitian ini berdasarkan psikologi perkembangan menurut Hurlock (2002) yang membaginya menjadi masa dewasa dini (18 - 40 tahun) dan masa dewasa madya (41 - 60 tahun). Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel 5.1. di bawah ini.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Karakteristik

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentasi (%)

Laki-Laki 53 42,7

Perempuan 71 57,3

Total 124 100

Umur Jumlah (orang) Persentasi (%)

Dewasa Dini 11 8,9

Dewasa Madya 113 91,1

(49)

Dari Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa mayoritas jenis kelamin responden dalam penelitian ini adalah perempuan sebanyak 71 orang (57,3 %). Selain itu, dari tabel juga dapat diketahui mayoritas umur responden adalah dewasa madya sebanyak 113 orang (91,1 %) dan hanya 11 orang yang dewasa dini (8,9 %). Rata-rata umur responden yang diteliti adalah 50,01 (≈ 50) tahun dan mediannya terletak pada 51,5 tahun.

5.1.3. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Responden

Dari 124 responden yang diteliti, dilakukan pengukuran tekanan darah. Setelah pengukuran tekanan darah dilakukan, peneliti menbaginya menjadi dua kategori, yaitu hipertensi tingkat satu dan hipertensi tingkat dua. Responden dikategorikan sebagai hipertensi tingkat satu jika tekanan darahnya 140-159 mmHg dan hipertensi tingkat dua jika tekanan darahnya melebihi 160 mmHg. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat di Tabel 5.2 di bawah ini.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Responden.

Penggolongan Nilai (mmHg) Jumlah (orang) Persentasi (%)

Hipertensi tingkat 1 140-159 72 58,1

Hipertensi tingkat 2 > 160 52 41,9

Total 124 100

Dari Tabel 5.2 di atas, terlihat bahwa jumlah pasien yang menderita hipertensi tingkat satu saat pengambilan data lebih banyak daripada yang menderita hipertensi tingkat dua, yaitu sebanyak 72 orang (58,1 %). Nilai rata-rata yang didapatkan adalah 156,41 mmHg dan nilai mediannya adalah 155 mmHg.

5.1.4. Hasil Pengukuran Kecemasan Responden.

(50)

35

1. Ada Tidaknya Kecemasan Responden

Menurut Spitzer (2006), interpretasi kuesioner GAD 7 ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu ada kecemasan dan tidak ada kecemasan. Responden dikatakan cemas jika skor kuesioner GAD 7 yang dijawab ≥ 8. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 5.3 di bawah ini.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kecemasan Responden

Kecemasan Jumlah(orang) Persentasi (%)

Cemas 39 31.5

Tidak Cemas 85 68.5

Total 124 100

Berdasarkan Tabel 5.3 di atas, pasien hipertensi yang juga menderita kelainan kecemasan sebanyak 39 orang (31.5 %), jauh lebih sedikit daripada yang tidak menderita kelainan kecemasan (68.5 %).

2. Tingkat Kecemasan

Menurut Spitzer (2006), interpretasi kuesioner GAD 7 ini dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu kecemasan minimal (skor 0-4), ringan (skor 5-9), sedang(skor 10-14), dan berat (skor ≥15). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 5.4 di bawah ini.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Responden

Tingkat Kecemasan Jumlah Persentasi (%)

Kecemasan minimal 55 44.4

Kecemasan ringan 43 34.4

Kecemasan sedang 18 14.5

Kecemasan berat 8 6.5

Total 124 100

(51)

Nilai skor rata-rata kecemasan yang diteliti adalah skor 6,06 (≈ 6) dan nilai mediannya adalah skor 5.

5.1.5. Korelasi Tekanan Darah Terhadap Kecemasan

Pengujian terhadap hipotesis yang menyatakan bahwa adanya korelasi tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien hipertensi dilakukan dengan bantuan program statistik secara komputerisasi yang menganalisis secara bersama-sama variabel independen dan variabel dependen. Data yang telah dikumpulkan dari hasil wawancara dengan 124 responden dianalisis melalui uji korelasi yang sesuai.

Sesuai dengan data yang ada, menurut Mukhtar (2011), uji hipotesis di mana variabel independen dan dependen yang keduanya berupa jenis data numerik digunakan uji korelasi. Pertama-tama, dilakukan uji normalitas dengan uji Kolgomorov Smirnov pada variabel yang akan dikorelasikan untuk menentukan apakah data berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji Kolgomorov Smirnov pada penelitian ini menghasilkan p value=0,001 yang berarti data dalam penelitian ini tidak berdistribusi normal. Oleh karena itu, untuk menentukan korelasi tekanan darah terhadap kecemasan pada penelitian ini akan digunakan uji korelasi Spearman. Penelitian ini menggunakan hipotesis dua arah (two-tailed) dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian ini dapat dilihat di Tabel 5.5 di bawah ini.

Tabel 5.5. Hasil Uji Korelasi Spearman mengenai Korelasi Tekanan Darah terhadap Kecemasan

Variabel Rata-rata (Mean) SD

Tekanan darah 156,41 14,782

Kecemasan 6,06 4,736

Spearman rho = 0,123 p=0,172

(52)

37

Kemudian nilai p value > 0,05 sehingga tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kedua variabel yang diteliti.

5.2. Pembahasan

Dari hasil analisis data penelitian, dijumpai lebih banyak responden yang berada pada usia dewasa madya (41-60 tahun), yaitu sekitar 91,1 %. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anderson et al (1999) dan Sung et al

(2010). Ini dikarenakan semakin meningkatnya usia, maka kejadian hipertensi juga akan semakin meningkat. Selain itu, dalam penelitian ini, juga dibatasi usianya agar tidak mencapai usia diatas 60 tahun dikarenakan pasien lanjut usia akan memiliki kecendrungan untuk menderita isolated systolic hypertension

sehingga akan menjadikan hasil penelitian bias (McEniery, 2007).

Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan pasien hipertensi yang berjenis kelamin perempuan (57,3 %) sedikit lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (42,7 %). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gold et al

(2001) dan Dubey et al (2002) yang menyatakan bahwa usia pasien hipertensi adalah 41-60 tahun dengan rata-rata 51 tahun dan pada saat usia tersebut, kebanyakan pasien perempuan sudah mengalami menopause, maka efek protektif terhadap hipertensi yang ada pada perempuan mulai menghilang. Sesuai dengan artikel yang ditulis oleh Maric (2005), pasien hipertensi pada laki-laki akan lebih banyak dibandingkan pada perempuan sebelum menopause. Setelah menopause, pasien hipertensi wanita akan sama atau sedikit lebih meningkat dibandingkan dengan pasien laki-laki.

(53)

Berdasarkan data yang diperoleh, prevalensi kejadian kecemasan pada pasien hipertensi sangat sedikit dimana 68,5 % pasien hipertensi tidak mengalami kejadian kecemasan atau sekitar 44,4 % pasien hipertensi yang mengalami kejadian kecemasan minimal. Ini hampir sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wei et al (2006) dimana pada penelitian tersebut, pasien hipertensi yang diteliti juga memiliki kejadian kecemasan yang hampir tidak ada atau jumlahnya sangat sedikit. Selain itu, data ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kilkkinen et al (2007) dimana kejadian kecemasan pada kebanyakan orang hanyalah minimal.

Pada hasil analisis data dengan menggunakan uji korelasi Spearman, didapati korelasi Spearman 0,123 dimana angka ini berarti adanya korelasi yang sangat lemah antara tekanan darah terhadap kecemasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cheung et al (2005), dituliskan bahwa tidak adanya korelasi yang kuat antara tekanan darah pada pasien hipertensi. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan dimana memang hanya terdapat korelasi yang lemah antara tekanan darah terhadap kecemasan. Selain itu, penelitian Whitehead et al

(1977) juga menyatakan hal demikian.

(54)

39

5.3. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini didapati data bahwa adanya korelasi yang sangat lemah antara tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien hipertensi. Ini disebabkan terdapatnya beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode angket yaitu berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden pada alat ukur berupa instrumen kuesioner. Metode ini dapat menimbulkan bias dalam pengisian data diantaranya karena responden tidak mengisi kuesioner dengan sungguh-sungguh dan faktor subjektivitas yang tinggi dalam memberikan pendapat.

2. Penelitian ini menggunakan studi cross sectional di mana proses pengambilan data, tekanan darah dan skor kecemasan, dilakukan pada satu saat tertentu (point time approach) secara bersamaan. Studi jenis cross sectional tidak dapat menggambarkan perjalanan penyakit dari responden.

3. Penelitian ini tidak mengontrol secara ketat faktor-faktor lain yang dapat turut mempengaruhi faktor tekanan darah dengan kecemasan, misalnya faktor ekonomi, keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan sebagainya yang bisa mempengaruhi kecemasan responden.

(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan mengenai korelasi tekanan darah terhadap kecemasan sebagai berikut:

1. Dalam hasil penelitian, didapatkan jumlah pasien yang menderita hipertensi tingkat satu saat pengambilan data lebih banyak daripada yang menderita hipertensi tingkat dua, yaitu sebanyak 72 orang (58,1%).

2. Dalam hasil penelitian, didapatkan bahwa sebanyak 85 orang (68,5%) pasien hipertensi tidak menderita kelainan kecemasan. Selain itu, 55 orang (44,4%) pasien hipertensi mengalami tingkat kecemasan minimal dibandingkan tingkat kecemasan lainnya.

3. Terdapat korelasi yang sangat lemah dan tidak signifikan antara tekanan darah terhadap kecemasan dengan Spearman rho 0,123 dan p>0,05.

6.1. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:

1. Kepada Dinas Kesehatan Sumatera Utara agar lebih aktif mensosialisasikan dampak tekanan darah dan kecemasan pada pasien hipertensi dan masyarakat sehingga pasien hipertensi dan masyarakat memiliki kualitas hidup yang tinggi.

Gambar

Gambar 2.1. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Pengendalian Tekanan Darah.  Dikutip dari: Yogiantoro, M., 2006
Gambar 2.2. Mekanisme Patofisiologi dari Hipertensi. Dikutip dari: Muchid, A., et al, 2006
Gambar 2.3. Korelasi Tekanan Darah terhadap Kecemasan Dimodifikasi dari: Feng L., et al, 2012
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Penelitian ini untuk mengetahui hubungan tekanan darah pada pasien retinopati hipertensi dengan stadium retinopati hipertensi di RSUP.. Adam

Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan minum obat antihipertensi dengan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi dengan. p = 0,001

dengan α = 0,05 diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara shalat dengan tekanan darah systole dan diastole pasien hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan

Peneliti berasumsi bahwa terdapat perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah direndam dengan menggunakan air hangat pada pasien hipertensi. Air hangat sangat

Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat korelasi antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah dimana perempuan dengan nilai IMT yang lebih tinggi dari normal memiliki

Dari hasil didapatkan p value tekanan darah sistole = 0,000 dan p value tekanan darah diastole = 0,000.Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh

Tujuan : Penelitian ini untuk mengetahui hubungan tekanan darah pada pasien retinopati hipertensi dengan stadium retinopati hipertensi di RSUP.. Adam

Kesimpulan terdapat pengaruh pemberian aromaterapi lavender untuk menurunkan tingkat nyeri, kecemasan dan tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi.. Diharapkan klien untuk