• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Psikologi Tokoh Utama Dalam Novel “Memoirs Of A Geisha” Karya Arthur Golden

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Psikologi Tokoh Utama Dalam Novel “Memoirs Of A Geisha” Karya Arthur Golden"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL “MEMOIRS OF A GEISHA”

KARYA ARTHUR GOLDEN

(ARTHUR GOLDEN NO MEMOIRS OF A GEISHATO IU SHOUSETSU DE NO SHUJINKOU NO SHINRI TEKI BUNSEKI)

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu

syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

IKA DAMAYANTI NASUTION

NIM: 080708011

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Disetujui Oleh :

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Departemen Sastra Jepang Ketua Departemen,

Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum. NIP : 19600919 1988 03 1 001

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam kepada Rasulullah SAW,

teladan yang terbaik bagi umat manusia.

Skripsi yang berjudul “Analisis Psikologi Tokoh Utama Dalam Novel

“Memoirs Of A Geisha” Karya Arthur Golden” ini penulis susun sebagai salah satu

syarat untuk dapat menyelesaikan program Sarjana pada Departemen Sastra Jepang

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat

kekurangan dan kesalahan, baik dalam susunan kalimatnya maupun proses

analisisnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi

perbaikan skripsi ini agar dapat menjadi skripsi yang lebih bermanfaat dan lebih

sempurna.

Tidak lupa pula pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih, penghargaan dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum., selaku Ketua Departemen Sastra Jepang

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen

Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama

(4)

3. Bapak Drs. Amin Sihombing, selaku Dosen Pembimbing I yang telah demikian

besar meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis, dan

selalu memberikan nasehat, masukan, dan arahan dengan sabar, sehingga skripsi

ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

4. Bapak/Ibu para dosen pengajar Departemen Sastra Jepang yang telah

memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.

5. Kepada orang tua penulis, Rustam Effendy Nasution dan Ibunda tercinta,

Saripah Hannum Ritonga, yang selalu mendoakan penulis agar selalu sehat,

memberikan dukungan moral dan material yang tak terhingga hingga saat ini,

yang tidak akan mampu penulis balas sampai kapanpun juga.

6. Kepada saudara-saudariku, Muhammad Ridwan Nst (Abang), Irfan Azhari Nst

(Abang), dan Devi Yusririzki Nst (adik) yang selalu mendukung, menemani,

dan menjagaku selama ini.

7. Kepada keluarga besar di Padangsidimpuan, Nenek, Uda, Bou, dan semua

saudara-saudara yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih

untuk dukungan kalian semua.

8. Kepada teman-teman seperjuanganku di stambuk 08, khususnya temanku yang

selalu Jajo-Jajo Sajo : Wilda, Nenk, Winda, Vivin, Magna, Dodi, Happy, Daher,

dan juga, Ndit, Surya, Ardi, dan teman-temanku 08 lainnya yang tidak bisa

disebutkan satu persatu, terima kasih karena sudah bersamaku selama 4 tahun

terakhir ini.

9. Teman-temanku Fitri, Kiki, Dina, Ozi, Suci karena sudah mau membantu dan

(5)

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan

bagi kita semua yang ingin lebih memahami tentang sinonim dalam bahasa Jepang,

khususnya pada verba hatten suru, hattatsu suru, dan shinpo suru.

Medan, Juli 2012

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 5

1.4 Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka ... 6

1.4.2 Kerangka Teori ... 9

1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 13

1.6 Metode Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL MEMOIRS OF A GEISHA DAN KONSEP PSIKOANALISA SIGMUND FREUD 2.1 Defenisi Novel ...;... 16

2.2 Unsur Intrinsik 2.2.1 Tema ... 17

2.2.2 Alur Cerita ... 19

2.2.3 Tokoh ... 22

2.2.4 Setting ... 24

2.3 Setting Dalam Novel “Memoirs Of a Geisha” ... 26

(7)

2.4.1 Pengertian Psikologi ... 32

2.4.2 Pengertian Psikologi Sastra ... 34

2.5 Teori Kepribadian Psikoanalisis Sigmund Freud 2.5.1 Id ... 36

2.5.2 Ego ... 37

2.5.3 Super Ego ... 37

2.6 Biografi Pengarang ... 38

BAB III ANALISIS PSIKOLOGI TERHADAP TOKOH UTAMA 3.1 Sinopsis Cerita Memoirs Of a Geisha ...,,,,,,... 41

3.2 Analisis Konflik Psikologis Yang Dialami Tokoh Utama Dalam Novel Memoirs Of a Geisha ...,,,,,,... 44

3.3 Deskripsi Kepribadian Tokoh Utama Dalam Novel Memoirs Of a Geisha Berdasarakan Teori Kepribadian Sigmund Freud ... 51

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 59

4.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(8)

ABSTRAK

Analisis Psikologi Tokoh Utama Dalam Novel

“Memoirs of A Geisha” Karya Arthur Golden

Sastra adalah bagian dari seni karya sastra yang berkaitan dengan ekspresi

dan kegiatan penciptaan. Karena karya sastra berhubungan dengan ekspresi, maka

karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. Karya sastra dibedakan

atas prosa, puisi dan drama. Sedangkan Prosa juga terbagi lagi kedalam jenis novel,

cerita pendek (cerpen) dan roman.

Pengertian novel adalah genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan

dicerna, novel juga kebanyakan mengandung unsur suspense dalam alur ceritanya

yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. Jadi dalam novel

terdapat bahasa sastra yang berusaha mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya

mengubah sikap pembaca. Begitu juga dengan novel yang berjudul Memoirs of a

Geisha yang merupakan salah satu hasil karya sastra yang memaparkan dan mendeskripsikan situasi sosial yang keras pada masa itu di kota Yoroido dan Kyoto.

Novel ini berceritakan tentang kehidupan seorang Geisha sebelum perang dunia ke-II. Kisah didalamnya merupakan perjalanan hidup seorang wanita, mulai

dari kehidupan masa kecilnya yang sulit, bersaing untuk menjadi seorang Geisha

profesional di Kyoto hingga pensiun dari pekerjaannya. Pada awalnya Sayuri tidak

mau menjadi seorang Geisha ketika dijual ke Kyoto. Hal ini dibuktikan ketika Sayuri

mencoba melarikan diri dari Okiya, yang membuatnya terancam menjadi pelayan

seumur hidup. Namun semuanya berubah ketika Sayuri bertemu dengan tuan

Iwamura Ken, seorang pedagang kaya di Kyoto. Pertemuan itu membuat Sayuri

bertekad untuk menjadi Geisha.

Konflik batin yang dialami tokoh utama dalam novel ini yang membuat penulis

tertarik untuk menganalisa psikologis tokoh utama berdasarkan teori kepribadian

(9)

Dalam hal ini penulis menggunakan dua teori pendekatan yaitu: Pendekatan

Psikologi Sastra Dan Pendekatan Semiotika. Sedangkan metode penelitian yang

dilakukan adalah metode penelitian kualitatif.

Tema yang terdapat dalam novel ini adalah tentang perjalanan hidup seorang

gadis kecil dari desa hingga menjadi seorang Geisha pada zaman Showa. Dimana

tokoh utama dalam novel ini adalah Sayuri, gadis dari kampung Nelayan di Yoroido

yang dibawa ke Kyoto untuk dijadikan sebagai calon Geisha. Sementara yang

menjadi fokus cerita dalam novel ini adalah lika-liku kehidupan dan perjuangan

seorang Geisha.

Unsur psikologis merupakan unsur pendukung dalam sebuah novel, karena

adanya beban psikologis yang ditambahkan pengarang didalamnya membuat cerita

dalam novel menjadi lebih menarik. Analisis konflik psikologi terhadap tokoh utama

dalam novel ini berdasarkan teori Sigmund Freud adalah Sayuri termasuk tokoh yang

kurang seimbang antara Id, Ego dan Super Ego. Salah satu contohnya adalah:

Ketika Sayuri mulai menyukai Iwamura Ken yang sering dipanggil ketua, Sayuri

berusaha menjadi Geisha agar bisa menjadi wanita simpanan ketua, hal ini

menunjukkan adanya dorongan Id dalam diri Sayuri yaitu rasa ingin memiliki

terhadap ketua. Ego juga muncul ketika Sayuri menyadari bahwa Ketua tidak akan menikahinya karena Ketua sudah menikah. Namun Sayuri tetap tidak

memperdulikannya. Sayuri tetap mencoba menarik perhatian Ketua dan berusaha

menghalangi Nobu agar tidak menjadi danna bagi dirinya. Struktur kepribadian Ego dalam hal ini kalah terhadap dorongan Id. Super Ego yang ditunjukkan dalam hal ini adalah Sayuri hanya akan menjadi istri simpanan dan nama keluarga Iwamura tidak

bisa diwariskan kepada anaknya serta menjadi pewarisnya.

Selain menganalisis konflik psikologis tokoh utama dalam novel ini, penulis

juga mendeskripsikan kepribadian yang dimiliki tokoh utama yaitu:

- Merupakan anak yang cerdas

- Memiliki rasa ingin tau yang tinggi

- Memiliki sifat pendendam

- Suka mengejek

- Suka melakukan hal-hal yang dilarang

(10)

ABSTRAK

Analisis Psikologi Tokoh Utama Dalam Novel

“Memoirs of A Geisha” Karya Arthur Golden

Sastra adalah bagian dari seni karya sastra yang berkaitan dengan ekspresi

dan kegiatan penciptaan. Karena karya sastra berhubungan dengan ekspresi, maka

karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. Karya sastra dibedakan

atas prosa, puisi dan drama. Sedangkan Prosa juga terbagi lagi kedalam jenis novel,

cerita pendek (cerpen) dan roman.

Pengertian novel adalah genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan

dicerna, novel juga kebanyakan mengandung unsur suspense dalam alur ceritanya

yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. Jadi dalam novel

terdapat bahasa sastra yang berusaha mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya

mengubah sikap pembaca. Begitu juga dengan novel yang berjudul Memoirs of a

Geisha yang merupakan salah satu hasil karya sastra yang memaparkan dan mendeskripsikan situasi sosial yang keras pada masa itu di kota Yoroido dan Kyoto.

Novel ini berceritakan tentang kehidupan seorang Geisha sebelum perang dunia ke-II. Kisah didalamnya merupakan perjalanan hidup seorang wanita, mulai

dari kehidupan masa kecilnya yang sulit, bersaing untuk menjadi seorang Geisha

profesional di Kyoto hingga pensiun dari pekerjaannya. Pada awalnya Sayuri tidak

mau menjadi seorang Geisha ketika dijual ke Kyoto. Hal ini dibuktikan ketika Sayuri

mencoba melarikan diri dari Okiya, yang membuatnya terancam menjadi pelayan

seumur hidup. Namun semuanya berubah ketika Sayuri bertemu dengan tuan

Iwamura Ken, seorang pedagang kaya di Kyoto. Pertemuan itu membuat Sayuri

bertekad untuk menjadi Geisha.

Konflik batin yang dialami tokoh utama dalam novel ini yang membuat penulis

tertarik untuk menganalisa psikologis tokoh utama berdasarkan teori kepribadian

(11)

Dalam hal ini penulis menggunakan dua teori pendekatan yaitu: Pendekatan

Psikologi Sastra Dan Pendekatan Semiotika. Sedangkan metode penelitian yang

dilakukan adalah metode penelitian kualitatif.

Tema yang terdapat dalam novel ini adalah tentang perjalanan hidup seorang

gadis kecil dari desa hingga menjadi seorang Geisha pada zaman Showa. Dimana

tokoh utama dalam novel ini adalah Sayuri, gadis dari kampung Nelayan di Yoroido

yang dibawa ke Kyoto untuk dijadikan sebagai calon Geisha. Sementara yang

menjadi fokus cerita dalam novel ini adalah lika-liku kehidupan dan perjuangan

seorang Geisha.

Unsur psikologis merupakan unsur pendukung dalam sebuah novel, karena

adanya beban psikologis yang ditambahkan pengarang didalamnya membuat cerita

dalam novel menjadi lebih menarik. Analisis konflik psikologi terhadap tokoh utama

dalam novel ini berdasarkan teori Sigmund Freud adalah Sayuri termasuk tokoh yang

kurang seimbang antara Id, Ego dan Super Ego. Salah satu contohnya adalah:

Ketika Sayuri mulai menyukai Iwamura Ken yang sering dipanggil ketua, Sayuri

berusaha menjadi Geisha agar bisa menjadi wanita simpanan ketua, hal ini

menunjukkan adanya dorongan Id dalam diri Sayuri yaitu rasa ingin memiliki

terhadap ketua. Ego juga muncul ketika Sayuri menyadari bahwa Ketua tidak akan menikahinya karena Ketua sudah menikah. Namun Sayuri tetap tidak

memperdulikannya. Sayuri tetap mencoba menarik perhatian Ketua dan berusaha

menghalangi Nobu agar tidak menjadi danna bagi dirinya. Struktur kepribadian Ego dalam hal ini kalah terhadap dorongan Id. Super Ego yang ditunjukkan dalam hal ini adalah Sayuri hanya akan menjadi istri simpanan dan nama keluarga Iwamura tidak

bisa diwariskan kepada anaknya serta menjadi pewarisnya.

Selain menganalisis konflik psikologis tokoh utama dalam novel ini, penulis

juga mendeskripsikan kepribadian yang dimiliki tokoh utama yaitu:

- Merupakan anak yang cerdas

- Memiliki rasa ingin tau yang tinggi

- Memiliki sifat pendendam

- Suka mengejek

- Suka melakukan hal-hal yang dilarang

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Secara harfiah, kata sastra berasal dari bahasa latin, yakni “littera” yang

berarti tulisan. Demikian pula dalam bahasa indonesia, kata sastra diambil dari

bahasa sansekerta yang juga berarti tulisan. Jadi yang menjadi pengertian dan

sekaligus batasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak.

Sedangkan menurut Atar Semi (1993:8), Sastra adalah bagian dari seni karya

sastra yang berkaitan dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena karya sastra

berhubungan dengan ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur

kemanusiaan. Contohnya seperti perasaan, semangat, kepercayaan dan keyakinan

yang mampu membangkitkan kekaguman. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu

melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan

manusia. Di samping itu, sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide

yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia.

Karya sastra dibedakan atas prosas, puisi dan drama. Jenis prosa dalam

pengertian kesusasteraan juga disebut sebagai fiksi. Istilah fiksi dalam pengertian ini

berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal itu disebabkan fiksi merupakan karya

naratif yang isinya tidak menyarankan kepada kebenaran sejarah (Abrams dalam

Nurgiyantoro, 1995:2). Prosa terbagi lagi kedalam jenis novel, cerita pendek (cerpen)

(13)

Novel merupakan sesuatu yang menggambarkan kehidupan sehari-hari di

dalam masyarakat meskipun kejadiannya tidak nyata (Takeo dalam Pujiono 2002:3).

Sedangkan Menurut Djacob Sumardjo (1999:11-12), novel adalah genre sastra yang

berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna, novel juga kebanyakan mengandung unsur

suspense dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi

pembacanya. Jadi dalam novel terdapat bahasa sastra yang berusaha mempengaruhi,

membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca. Begitu juga dengan novel

yang berjudul Memoirs of a Geisha yang merupakan salah satu hasil karya sastra yang memaparkan dan mendeskripsikan situasi sosial yang keras pada masa itu di

Yoroido dan Kyoto.

Novel ini berceritakan tentang kehidupan seorang Geisha sebelum perang

dunia ke-II. Kisah didalamnya merupakan perjalanan hidup seorang wanita, mulai

dari kehidupan masa kecilnya yang sulit, bersaing untuk menjadi seorang Geisha

profesional di Kyoto hingga pensiun dari pekerjaannya. Pada awalnya Sayuri tidak

mau menjadi seorang Geisha ketika dijual ke Kyoto. Hal ini dibuktikan ketika Sayuri

berulang kali mencoba melarikan diri dari Okiya, yang membuatnya terancam

menjadi pelayan seumur hidup. Okiya adalah tempat menginap atau tempat tinggal Geisha. Namun semuanya berubah ketikaSayuri bertemu dengan tuan Iwamura Ken seorang pedagang kaya di Kyoto. Pertemuan itu membuat Sayuri bertekad untuk

menjadi Geisha.

Persaingan untuk menjadi seorang Geisha yang populer membuat kawan

(14)

menyebabkan konflik dalam dirinya. Sebagai perempuan biasa yang ingin mencintai

dan dicintai dan sebagai seorang Geisha yang harus konsisten terhadap karirnya.

Ketika Sayuri mulai menyukai Iwamura Ken yang sering dipanggil Ketua,

Sayuri berusaha menjadi Geisha agar bisa menjadi wanita simpanan Ketua, hal ini

menunjukkan adanya dorongan Id dalam diri Sayuri yaitu rasa ingin memiliki

terhadap Ketua. Walaupun Sayuri mengetahui bahwa Ketua sudah memiliki istri tapi

Sayuri tetap memperjuangkan cintanya. Hal ini menunjukkan bahwa Sayuri sadar

akan status Ketua, namun Sayuri tetap tidak memperdulikannya. Adanya kesadaran

dalam diri Sayuri akan hal itu menunjukkan adanya Ego dalam dirinya. Ketika

Sayuri tetap berusaha mendekati dan menarik perhatian Ketua walaupun hanya

sebagai istri simpanan, menunujukkan bahwa Ego yang dimiliki Sayuri kalah

terhadap Id. Sedangkan mengenai Super Ego dapat dilihat sebelum Sayuri bertemu Ketua, Sayuri berulang kali mencoba melarikan diri dari Okiya agar bisa bertemu dengan kakaknya. Sayuri sadar bahwa setiap calon Geisha yang melarikan diri dari Okiya akan menjadi pelayan seumur hidup. Akan tetapi Sayuri tetap tidak mengurungkan niatnya. Hal ini menunjukka Super Ego yang dimiliki Sayuri kalah terhadap Id.

Konflik batin yang dialami tokoh utama dalam novel ini, yang membuat

penulis tertarik untuk menganalisa psikologis tokoh utama berdasarkan teori

kepribadian Sigmund Freud melalui Id (aspek biologis), Ego (aspek psikologis) dan Super Ego (aspek sosiologis).

Dalam hal ini penulis mengambil acuan dalam sebuah novel, yang

(15)

Skripsi ini berjudul “ Analisis Psikologi Tokoh Utama Dalam Novel Memoirs

Of A Geisha Karya Arthur Golden ”.

B. Perumusan Masalah

Profesi Geisha di dunia bisnis hiburan jepang bisa menjadi profesi seumur hidup. Hal ini disebabkan karena yang diutamakan dalam profesi ini adalah

keterampilan berkesenian dan kemampuan berbincang dengan para tamunya. Bukan

hanya kecantikan fisik belaka, hingga seorang Geisha dapat menjalankan profesinya

sampai usia lanjut. Namun ketika seorang Geisha menikah, mereka juga akan

mengakhiri profesinya. Pada umumnya seorang Geisha dianggap ideal apabila

memiliki seorang danna. Danna adalah pelindung, patron atau orang yang

membiayai semua kebutuhan Geisha. Dengan siapa Geisha tersebut terlibat secara emosional, seksual dan ekonomi.

Ketika Sayuri mulai menyukai Ketua dan adanya rasa ingin memiliki,

menunjukkan adanya dorongan Id (aspek biologis) dalam diri Sayuri. Sayuri

berusaha menjadi Geisha agar bisa menjadi wanita simpanan Ketua, walaupun

Sayuri mengetahui bahwa Ketua sudah memiliki istri tapi Sayuri tetap

memperjuangkan cintanya. Hal ini menunjukkan adanya Ego (aspek psikologis).

Sayuri sadar akan status Ketua, namun Sayuri tetap tidak memperdulikannya. Hal ini

menunjukkan Ego yang dimiliki Sayuri kalah terhadap Id. Adanya pertimbangan antara yang baik dan buruk dalam diri Sayuri menunjukkan psikologis yang dimiliki

(16)

dipertimbangkan lagi dengan adanya Super Ego. Sedangkan Super Ego dapat dilihat ketika Sayuri berulang kali mencoba melarikan diri dari Okiya. Sayuri sadar bahwa setiap calon Geisha yang melarikan diri dari Okiya akan diancam menjadi pelayan seumur hidup. Akan tetapi Sayuri tetap tidak mengurungkan niatnya. Hal ini

menunjukkan Super Ego yang dimiliki Sayuri kalah terhadap Id.

Sikap dan tingkah laku Sayuri dalam menanggapi

permasalahan-permasalahan yang ada menunjukkan psikologis yang dimiliki tokoh. Hal ini

membuat penulis tertarik melakukan analisis psikologi tokoh utama yang terdapat di

dalam karya sastra yang ditulis oleh Arthur Golden melalui Id, Ego dan Super Ego berdasarkan teori kepribadian Sigmund Freud.

Pembahasan dalam skripsi ini, terangkum dalam pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana konflik psikologis yang dialami tokoh utama dalam novel

Memoirs of a Geisha ?

2. Bagaimana deskripsi kepribadian tokoh utama yang tergambar dalam novel

(17)

C. Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam setiap penelitian diperlukan adanya pembahasan masalah agar

pembahasan tidak terlalu melebar, sehingga menyulitkan pembaca untuk memahami

pokok permasalahan yang dibahas.

Untuk itu pembahasan dalam skripsi ini akan dibatasi berdasarkan pada cerita

yang tergambar pada novel Memoirs of a Geisha karya Arthur Golden. Skripsi ini membahas tentang psikologi tokoh utama dan konflik batin yang dialami tokoh

utama dalam novel, berdasarkan teori kepribadian psikoanalisa Sigmund Freud.

Untuk memperjelas dalam pembahasan masalah pada skripsi ini, penulis juga

menjelaskan tentang defenisi novel, unsur intrinsik, defenisi psikologi sastra, teori

kepribadian Sigmund Freud dan biografi pengarang.

D. Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori

1. Tinjuan Pusataka

Karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan, tidak

terkecuali ilmu jiwa atau psikologi. Hal ini tidak terlepas dari pandangan dualisme

yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri atas jiwa dan raga. Maka

penelitian yang meggunakan pendekatan psikologi terhadap karya sastra merupakan

bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi psikologi. Alasan ini

didorong karena tokoh-tokoh dalam karya sastra dimanusiakan, mereka semua diberi

jiwa, mempunyai raga bahkan untuk manusia yang disebut pengarang mungkin

memiliki penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya, terutama

(18)

Novel adalah suatu cerita dengan alur yang cukup panjang mengisi satu buku

atau lebih yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif

(Tarigan, 2000:164). Sedangkan secara etimologi, novel berasal dari bahasa latin

yaitu novellus dibentuk dari kata novus yang berarti baru. Dikatakan baru karena bentuk novel adalah bentuk karya sastra yang datang dari bentuk karya sastra lainnya

seperti puisi dan drama. Sedangkan dari bahasa Italia yaitu novella yang artinya cerita pendek dalam bentuk prosa.

Tokoh cerita dalam suatu karya satra fiksi merupakan hasil karya pengarang

yang murni berasal dari alam pikirnya. Boulton (Aminuddin, 2000:79),

mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan

tokohnya itu dapat berbagai macam. Mungkin pengarang menampilkan tokoh

sebagai pelaku yang hanya hidup dalam mimpi, pelaku yang memiliki semangat

perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang memiliki cara sesuai

dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku yang egois, kacau dan

mementingkan diri sendiri. Dalam cerita fiksi, tokoh tersebut dapat berupa manusia

atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat manusia.

Tokoh cerita dalam karya sastra fiksi sama seperti halnya manusia dalam

kehidupan sehari-hari sekitar kita, selalu memiliki watak-watak tertentu. Aminuddin,

(2000:80), mengatakan bahwa dalam upaya memahami watak seorang tokoh

pembaca dapat menelusurinya lewat:

1. Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.

2. Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan hidupnya

(19)

3. Menunjukkan bagaimana perilakunya.

4. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri.

5. Memahami jalan pikirannya.

6. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya.

7. Melihat tokoh lain berbincang dengannya.

8. Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya.

9. Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh lainnya.

Setelah memahami watak dalam karya sastra fiksi, barulah kita bisa

memahami bagaimana seorang pengarang dalam menampilkan tokoh tersebut dalam

karya sastranya. Begitu juga dengan karya sastra yang berjudul Memoirs of a Geisha, di dalamnya tergambar kondisi dan kehidupan masyarakat pada saat itu, yang juga

tidak terlepas dari konflik kehidupan manusia.

Dalam pengertian Ensiklopedia Umum (1990:360), Geisha adalah wanita

khusus yang dilatih untuk menjadi penjamu dan penghibur, ahli tari, ramah-tamah

dalam pergaulan dan mampu memberi jawaban-jawaban yang tepat dalam

wawancara.

Sedangkan pengertian Geisha secara etimologi adalah berasal dari kata 芸 (gei) yang artinya seni dan 者 (sha) yang artinya pelaku atau hal yang menyatakan orang. Jadi bisa dikatakan bahwa Geisha itu adalah seorang seniman. Pengertian ini

memang tidak terlalu jauh dari kegiatan Geisha itu sendiri yang tidak hanya

(20)

dan ahli dalam seni musik, seni tari, seni upacara minum teh, menuangkan sake dan

menguasai pembicaraan para tamu-tamunya.

2. Kerangka Teori

Untuk dapat menganalisis suatu karya sastra diperlukan satu atau lebih teori

pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan penulisan ini. Dalam hal ini penulis

menggunakan dua teori pendekatan yaitu: Pendekatan Psikologi Sastra Dan

Pendekatan Semiotika.

Psikologi sastra adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut

psikologis (Hartoko melalui Endra Swara, 2008:70). Sedangkan menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, (2005:392), Psikologi adalah ilmu yang berkaitan dengan

proses-proses mental baik normal maupun abnormal dan perilaku ilmu pengetahuan

tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa. Siswanto (2008:12) dalam argumennya

menyatakan bahwa kepribadian sastrawan adalah unsur-unsur akal dan jiwa yang

menentukan tingkah laku atau tindakan dari setiap individu manusia. Unsur tersebut

adalah pengetahuan, perasaan dan dorongan naluri.

Teori psikologi sastra yang digunakan dalam pendekatan ini adalah teori

Sigmund Freud. Dimana Sigmund Freud mengibaratkan kesadaran manusia sebagai

gunung es, sedikit yang terlihat di permukaan adalah menunjukkan kesadaran,

sedangkan bagian tidak terlihat yang lebih besar menunjukkan aspek ketidaksadaran.

Dalam daerah ketidaksadaran yang sangat luas ini ditemukan dorongan-dorongan,

nafsu-nafsu, ide-ide dan perasaan-perasan yang ditekan, suatu dunia dalam yang

besar dan berisi 14 kekuatan vital yang melaksanakan kontrol penting atas

(21)

Penekanan Freud pada aspek ketidaksadaran yang letaknya lebih dalam

daripada aspek kesadaran tersebut, membuat aliran psikologi yang disusun atas dasar

penyelidikannya itu disebut ‘Psikologi Dalam’ (Sujanto, 1980:62). Namun hal

tersebut lebih lazim disebut psikoanalisa, yang menekankan penyelidikannya pada

proses kejiwaan dalam ketidaksadaran manusia (S. Calvin Hall dan Lindzey Gardner,

1993:73).

Secara umum, Id bisa dipandang sebagai komponen biologis kepribadian,

Ego sebagai komponen psikologisnya sedangkan Super Ego adalah komponen

sosialnya.

1. Id adalah aspek biologis yang merupakan sistem asli dalam kepribadian, dari sini aspek kepribadian yang lain tumbuh. Id berisikan hal-hal yang dibawa

sejak lahir dan yang menjadi pedoman Id dalam berfungsi adalah

menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar kenikmatan. Untuk

mengejar kenikmatan itu Id mempunyai dua cara, yaitu: tindakan refleks dan proses primer, tindakan refleks seperti bersin atau berkedip, sedangkan proses

primer seperti saat orang lapar membayangkan makanan (Sumadi Suryabrata,

1993:145 - 146).

2. Ego adalah adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena

kebutuhan individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Dalam

berfungsinya Ego berpegang pada prinsip kenyataan atau realitas. Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, karena Ego mengontrol jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi

(22)

mempersatukan pertentangan-pertentangan antara Id dan Super Ego. Peran

Ego ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan instingtif dan

keadaan lingkungan (Sumadi Suryabrata, 1993:146 - 147).

3. Super Ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan

orang tua kepada anaknya lewat perintah-perintah atau larangan-larangan.

Super Ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau

tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat. Fungsi pokok

Super Ego adalah merintangi dorongan Id terutama dorongan seksual dan

agresif yang ditentang oleh masyarakat. Mendorong Ego untuk lebih

mengejar hal-hal yang moralistis dari pada realistis dan megejar

kesempurnaan. Jadi Super Ego cenderung untuk menentang Id maupun Ego dan membuat konsepsi yang ideal (Sumadi Suryabrata, 1983:148 - 149).

Dalam pendekatan psikoanalisa ini, penulis dapat meneliti kepribadian dan

psikologis tokoh utama yang tergambar melalui sikap tokoh dalam menghadapi

konflik atau persoalan-persoalan yang ada dengan teori psikoanalisa Sigmund Freud.

Menurut Paul Lobley dan Litza Tanz (Kutha Ratna, 2004:7), Semiotika

berasal dari kata seme dalam bahasa yunani yang berarti penafsir tanda. Dalam

pengertian yang lebih luas, sebagai teori semiotika berarti studi sistematis mengenai

produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya dan apa manfaatnya

(23)

Teori semiotika yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika

Peirce. Teori peirce dicetuskan oleh Charles Sanders Peirce, yang mengatakan bahwa

sesuatu itu dapat disebut sebagai suatu tanda jka ia mewakili sesuatu yang lain.

Sebuah tanda haruslah mengacu atau mewakili sesuatu yang disebutnya sebagai

objek acuan (Nurgiyantoro, 1995:41).

Melalui pendekatan semiotika ini, penulis dapat meneliti kepribadian tokoh

yang dapat dilihat secara tersirat dalam pembicaraan atau dialog antar tokoh cerita

yang terdapat dalam novel Memoirs of a Geisha. Dari penggunaan bahasa, isi hati dan pemikiran para tokoh menunjukkan psikologis yang dimiliki setiap tokoh yang

(24)

E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan skripi ini adalah:

1. Mendeskripsikan konflik psikologis yang dialami tokoh utama dalam novel

Memoirs of a Geisha.

2. Mendeskripsikan kepribadian tokoh utama dalam novel Memoirs of a Geisha berdasarkan teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoretis

maupun praktis seperti:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya

khazanah ilmu pengetahuan tentang budaya jepang yaitu Geisha pada khususnya dan studi sastra pada umumnya. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberi

sumbangan dalam teori sastra dan teori psikologi satra dalam mengungkap novel

Memoirs of a Geisha.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca

(25)

kondisi kejiwaan para tokoh dan konflik yang dihadapi dengan pemanfaatan lintas

disiplin ilmu yaitu psikologi dan sastra.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah petunjuk yang memberi arah dan corak penelitian,

sehingga dengan metode yang tepat suatu penelitian akan memperoleh hasil yang

maksimal.

Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode

penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individu,

keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati (Lexy J. Moleong,

2001:6).

Data deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yang

dikumpulkan berbentuk kata-kata, frase, klausa, kalimat atau paragraf dan bukan

angka-angka. Dengan demikian, hasil penelitian ini berisi analisis data yang sifatnya

menuturkan, memaparkan, menganalisis dan menafsirkan (Soediro Satoto, 1992:15).

Sementara itu, teknik yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data

adalah metode Library Research (penelitian kepustakaan) yaitu dengan

mengumpulkan data yang ada dari berbagai sumber tulisan yang ada. Diantaranya

adalah buku-buku, hasil penelitian baik yang ilmiah seperti skripsi, tesis ataupun non

ilmiah. Penulis juga melakukan penelusuran data melalui internet seperti Google

(26)

judul skripsi ini. Sumber utama penelitian ini adalah novel Memoirs of a Geisha Karya Arthur Golden. Setelah data diperoleh dari referensi yang berkaitan dalam penulisan ini, maka data tersebut dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dan

(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL MEMOIRS OF A

GEISHA DAN KONSEP PSIKOANALISA SIGMUND FREUD

2.1 Definisi Novel

Sebutan novel berasal dari bahasa italia, yakni novella yang secara harfiah

berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek

dalam bentuk prosa (Abrams dalam Nurgiyanto, 1995:9). Dalam bahasa Jerman

novel disebut dengan novelle dan dalam bahasa inggris disebut dengan novel, istilah ini yang kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia.

Menurut Djsacob Sumardjo (1992:11-12), novel adalah genre sastra yang

berupa cerita yang mudah dibaca dan dicernakan, juga kebanyakan mengandung

unsur suspense dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi

pembacanya.

Novel merupakan jenis dan genre prosa dalam karya sastra. Prosa dalam

pengertian kesusasteraan juga disebut fiksi. Karya fiksi menyarankan pada suatu

karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak

ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya kedunia

nyata (Nurgiyantoro, 1995:2). Dan menurut Takeo (Pujiono, 2002:3), novel

merupakan sesuatu yang menggambarkan kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat

(28)

Walau bersifat imajiner namun ada juga karya fiksi atau novel yang

berdasarkan pada fakta. Karya fiksi yang demikian adalah (Abrams dalam

Nurgiyantoro 1995:4) menggolongkan sebagai fiksi non fiksi (non fiction fiction),

yang terbagi atas (1) fiksi historis (historical fiction) atau novel historis, jika yang

menjadi dasar penulisan fajta sejarah; (2) fiksi biografis (biographical fiction) atau

novel biografis; jika yang menjadi dasar penulisan fakta biografis dan (3) fiksi sains

(science fiction) atau novel sains, jika yang menjadi dasar pemikirannya fakta ilmu

pengetahuan.

Dilihat dari penggolongannya maka penulis memasukkan novel Memoirs of a

Geisha, yang merupakan objek penelitian ini, kedalam novel historis karena terikat oleh fakta-fakta yang dikumpulkan melalui penelitian dari berbagai sumber.

2.2 Unsur Intrinsik

2.2.1 Tema

Setiap cerita mempunyai dasar. Penulis atau tokoh menuliskan tokoh dengan

dasar atau tema yang telah ditentukan, mengingat kenyataan tersebut maka tema

menduduki posisi penting. Yang dimaksud dengan tema adalah persoalan yang

berhasil menduduki posisi tempat utama dalam cerita (MS. Hutagalung dalam

Badrun 1995:85).

Istilah tema menurut Scharbach (Aminuddin, 2000:91) berasal dari bahasa

latin yang berarti tempat meletakkan suatu perangkat. Disebut demikian karena tema

(29)

pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Sebab itulah

penyikapan terhadap tema yang diberikan pengarang terhadap pembaca umumnya

terbalik. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan

sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat

memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur- unsur signifikan yang

menjadi media pemapar tema tersebut.

Dalam mengapresiasi tema suatu cerita, apresiator harus memahami

ilmu-ilmu humanitas karena tema sebenarnya merupakan pendalaman hasil kontemplasi.

Pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusian serta masalah lain yang

bersifat universal. Tema dalam hal ini tidak lah berada diluar cerita, tetapi inklusif

didalamnya. Akan tetapi keberadaan tema meskipun inklusif didalam cerita tidaklah

terumus dalam satu dua kalimat secara tersurat tetapi tersebar dibalik keseluruhan

unsur-unsur signifikan atau media pemapar prosa fiksi. Dalam upaya pemahaman

tema, pembaca perlu memperhatikan beberapa langkah berikut secara cermat yaitu:

1. Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

2. Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.

3. Memahami suatu peristiwa pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa

fiksi yang dibaca.

4. Memahami plot atau alur prosa fiksi yang dibaca.

5. Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang

disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.

(30)

7. Mengidentifikasikan tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak

dari satuan pokok pikiran yang ditapilkannya.

8. Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu

dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan

pengarangnya.

Sesuai dengan novel yang berjudul “Memoirs of a Geisha” maka tema dalam novel ini adalah berceritakan tentang perjalanan hidup seorang gadis kecil dari desa

hingga menjadi seorang Geisha pada zaman Showa. Dimana tokoh utama dalam

novel ini adalah Sayuri, gadis dari kampung nelayan di Yoroido yang dibawa ke

Kyoto untuk dijadikan sebagai calon Geisha. Dan yang menjadi fokus cerita dalam novel “Memoirs of a Geisha” karya Arthur Golden ini adalah lika-liku kehidupan dan perjuangan seorang Geisha.

2.2.2 Plot Alur

Pengertian alur atau plot pada karaya sastra pada umumnya adalah rangkaian

cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita

yang dihadirkan para pelaku dalam sebuah cerita. Istilah alur dalam hal ini sama

dengan istilah plot maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu

cerita bisa berbentuk dalam rangkaian suatu peristiwa yang berbagai macam

(31)

Dalam cerita fiksi atau cerpen urutan peristiwa dapat beraneka ragam.

Montage dan Henshaw (Aminuddin, 2000:84) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa

dalam plot suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:

- Exposition: yakni tahap awal yang berisi penjelasan tentang tenpat terjadinya

peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita.

- Inciting force: yakni tahap ketika timbul kekuatan, kehendak maupun

perilaku yang bertentangan dari pelaku.

- Rising action: yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita mulai

berkonflik.

- Crisis yaitu: situasi makin panas dan para pelaku sudah diberikan gambaran

nasib oleh pengarangnya.

- Climax: yakni situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling

tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya itu sendiri.

- Falling action: yakni kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan

dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclution atau

penyelesaian cerita.

Dalam novel Memoirs of a Geisha, tahapan peristiwa dalam plot suat cerita juga tersusun dalam tahapan yang dinyatakan oleh Montage dan Henshaw yaitu

dalam tahapan:

- Exposition: didalam novel Memoirs of a Geisha pada awalnya diceritakan

tentang kehidupan Sayuri yang tinggal di Yoroido, yaitu suatu daerah yang

(32)

merupakan keluarga yang miskin, ketika ibunya meninggal Sayuri dan

kakaknya di bawa ke Kyoto.

- Inciting force: sejak tiba di Kyoto, Sayuri berusaha keras untuk melarikan diri

dari Okiya untuk bertemu dengan kakaknya, namun Sayuri gagal. Karena

Sayuri terlanjur melarikan diri dan gagal, Sayuri dihukum untuk tidak ikut

bersekolah layaknya para calon Geisha lainnya, kemudian diancam menjadi pelayan seumur hidup.

- Rising action: Sayuri tidak bersekolah dan hanya jadi pembantu di Okiya

serta jadi kambing hitamnya Hatsumomo, membuat Sayuri bersedih dan

merenung di tepi sungai Shirakawa. Namun tiba-tiba diluar kebiasaan

seorang bangsawan, Iwamura Ken datang menhampiri Sayuri dan

menghiburnya. Hal ini lah yang membuat Sayuri berusaha menjadi seorang

Geisha.

- Crisis yaitu: Sayuri bertemu dengan Mameha. Melihat kelebihan yang

dimiliki Sayuri membuat Mameha mengadopsi Sayuri sebagai adik

angkatnya. Mameha mengajari Sayuri banyak hal tentang Geisha. Mameha

dan Hatsumomo merupakan Geisha yang terkenal pada masa itu di Kyoto.

Hatsumomo selalu menganggap Mameha adalah saingannya. Karena

Mameha mengadopsi Sayuri membuat Hatsumomo berusaha keras mendidik

Labu (salah satu calon Geisha) dan menantang Mameha bersaing menjadikan

adik angkat mereka menjadi Geisha yang paling terkenal dimata para

bangsawan.

(33)

terkaya di Kyoto dan sahabat Iwamura Ken) ingin menjadi danna sayuri. Sedangkan Sayuri sangat mencintai Iwamura Ken sejak pertemuan pertama di

sungai Shirakawa. Sayuri sangat takut dan berusaha untuk membuat Nobu

agar tidak menjadi danna Sayuri. Sayuri berusaha untuk menghalangi Nobu hingga melakukan hal-hal bodoh yang memepertaruhkan kehormatannya.

- Falling action: Sayuri pada akhirnya sadar dan pasrah bahwa Nobu adalah

takdirnya. Namun Iwamura Ken tiba-tiba ingin bertemu dengan Sayuri dan

membawa Sayuri jauh dari Nobu. Kemudian Sayuri di bawa ke New York

dan berhenti menjadi Geisha. Disana Sayuri membuka bar kecil sebagai

aktivitasnya untuk orang-orang Jepang yang berkunjung ke New York.

2.2.3 Tokoh dan Penokohan

Struktur yang hendak dikaji dalam roman ini hanya akan dititikberatkan pada

tokoh dan penokohan. Tokoh dalam suatu cerita rekaan merupakan unsur penting

yang menghidupkan cerita. Kehadiran tokoh dalam cerita berkaitan dengan

terciptanya konflik, dalam hal ini tokoh berperan membuat konflik dalam sebuah

cerita rekaan (Burhan Nurgiyantoro, 1995:164).

Pembicaraan mengenai penokohan dalam cerita rekaan tidak dapat dilepaskan

hubungannya dengan tokoh. Istilah ‘tokoh’ menunjuk pada pelaku dalam cerita

sedangkan ‘penokohan’ menunjukkan pada sifat, watak atau karakter yang

melingkupi diri tokoh yang ada. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas

tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Burhan

(34)

penampilan tokoh sebagai pembawa peran watak tokoh dalam suatu cerita.

“Penokohan harus mampu menciptakan citra tokoh. Oleh karena itu, tokoh-tokoh

harus dihidupkan.” (Soediro Satoto, 1998:43).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah cara

pengarang menggambarkan dan mengembangkan watak dan tokoh-tokoh dalam

sebuah cerita rekaan. Penciptaan citra atau karakter ini merupakan hasil imajinasi

pengarang untuk dimunculkan dalam cerita sesuai dengan keadaan yang diinginkan.

Penokohan dalam cerita dapat disajikan melalui dua metode, yaitu metode

langsung (analitik) dan metode tidak langsung (dramatik). Metode langsung

(analitik) adalah teknik pelukisan tokoh cerita yang memberikan deskripsi, uraian

atau penjelasan langsung. Pengarang memberikan komentar tentang kedirian tokoh

cerita berupa lukisan sikap, sifat, watak, tingkah laku, bahkan ciri fisiknya. Metode

tidak langsung (dramatik) adalah teknik pengarang mendeskripsikan tokoh dengan

membiarkan tokoh-tokoh tersebut saling menunjukkan kediriannya masing-masing,

melalui berbagai aktivitas yang dilakukan baik secara verbal maupun nonverbal,

seperti tingkah laku, sikap dan peristiwa yang terjadi (Burhan Nurgiyantoro,

1995:166).

Setiap tokoh mempunyai wataknya sendiri-sendiri. Tokoh adalah bahan yang

paling aktif menjadi penggerak jalan cerita karena tokoh ini berpribadi, berwatak,

dan memiliki sifat-sifat karakteristik tiga dimensional, yaitu :

1. Dimensi fisiologis ialah ciri-ciri badan, misalnya usia (tingkat kedewasaan),

(35)

2. Dimensi sosiologis ialah ciri-ciri kehidupan masyarakat, misalnya status

sosial, pekerjaan, jabatan atau peran dalam masyarakat, tingkat pendidikan,

pandangan hidup, agama, aktifitas sosial, suku bangsa dan keturunan.

3. Dimensi psikologis ialah latar belakang kejiwaan, misalnya mentalitas,

ukuran moral, temperamen, keinginan, perasaan pribadi, IQ dan tingkat

kecerdasan keahlian khusus (Soediro Satoto, 1998:44 - 45).

Tokoh berkaitan dengan orang atau seseorang sehingga perlu penggambaran

yang jelas tentang tokoh tersebut. Menurut Burhan Nurgiyantoro (1995:173 - 174),

jenis-jenis tokoh dapat dibagi sebagai berikut:

1. Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya.

a. Tokoh utama, yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel dan

sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.

b. Tokoh tambahan, yaitu tokoh yang permunculannya lebih sedikit dan

kehadirannya jika hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara

langsung atau tidak langsung.

2. Berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh.

a. Tokoh protagonis, yaitu tokoh utama yang merupakan pengejawantahan

nilai-nilai yang ideal bagi pembaca.

(36)

1. Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya dalam novel Memoirs of a Geisha:

a. Tokoh utama dalam novel ini adalah Sayuri yang berperan sebagai gadis kecil

dari perkampungan nelayan di Yoroido yang kemudian menjadi seorang

Geisha di Kyoto.

b. Tokoh pendukung/tambahan dalam novel ini adalah Mameha (seorang

Geisha senior sekaligus kakak angkat Sayuri sebagai Geisha magang), Iwamura Ken (seorang bangsawan di Kyoto yang sering dipanggil Ketua),

Hatsumomo (seorang Geisha senior di Okiya Nitta), Labu ( kawan Sayuri di

Okiya Nitta sekaligus saingannya sebagai Geisha) dan Nobu (seorang

bangsawan Kyoto dan kawan akrab Ketua).

2.2.4 Setting

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu menyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995: 216). Latar

memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk

memberikan kesan realistis kepada pembaca menciptakan suasana tertentu yang

seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca demikian merasa

dipermudah untuk menggunakan daya imajinasinya, disamping dimungkinkan untuk

(37)

Unsur latar dapat dibedakan dengan tiga pokok yaitu latar tempat, latar waktu

dan latar sosial. Ketiga unsur itu masing-masing menawarkan permasalahan yang

berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan

dan saling mempengaruhi yang satu dengan yang lainnya (Nurgiyantoro, 1995:227).

2.3 Setting Dalam Novel Memoirs Of A Geisha

Unsur-unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu:

a. Latar Tempat

Latar tempat menyaran lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam

karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan

nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan

latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan atau tidak

bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.

Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini penting untuk mengesani pembaca

seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh ada dan terjadi ditempat dan

waktu seperti yang diceritakan itu.

Latar tempat dalam novel Memoirs Of a Geisha ini adalah ada di Yoroido, Kyoto dan New York. Hal tersebut bisa dilihat dari cuplikan dibawah ini:

Cuplikan hal 102

(38)

Ketika aku berhasil susah payah melepaskan diri semak itu, aku marah sekali sampai bisa menggigit putus kayu.”

Cuplikan diatas menunjukkan latar tempat yang pertama adalah di Yoroido.

Yoroido adalah nama sebuah perkampungan nelayan di sekitar Senzuru. Dari

Senzuru diperkirakan 2 kali naik kreta api ke Kyoto dan perjalanannya mulai pagi

hingga sore hari tiba di Kyoto. Di Yoroido adalah tempat dimana Sayuri tinggal

bersama keluarganya hingga berusia 9 tahun sebelum di jual ke Kyoto.

Cuplikan hal 200

“Tur ini meninggalkan kesan yang cukup mendalam bagiku, karena inilah pertama kalinya aku melihat luasnya kota Kyoto yang terhampar di luar batas-batas Gion kecil kami , apalagi ini pertama kalinya aku naik limusin.”

Cuplikan diatas menunjukkan latar tempat yang kedua ada di Kyoto. Kyoto

adalah kota tempat Chiyo dijual oleh tuan Tanaka ke sebuah Okiya yang disebut

dengan Okiya Nitta pada usia 9 tahun. Dan disinilah Sayuri memulai karirnya

sebagai Geisha yang sukses pada usia yang sangat muda.

Cuplikan hal 471

“Tetapi New York adalah kota yang sangat menggairahkan. Dalam waktu singkat New york terasa seperti rumah sendiri, seperti Gion.“

Cuplikan diatas menunjukkan latar tempat yang ketiga yaitu New York. New

York adalah kota tempat Sayuri menghabiskan masa tuanya setelah pensiun dari

Geisha dan menjalani hidup dengan Ketua.

b. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut

(39)

dengan latar tempat atau latar sosial sebab pada kenyataannya memang saling

berkaitan. Dalam novel ini latar waktu ditunjukkan pada cuplikan sebagai berikut:

Cuplikan hal 90

“Aku saat itu tidak tau, tetapi jalan-jalan sepi gara-gara depresi besar atau zaman Malaise. di era lain Miyagawa –Cho bisa saja jauh lebih ramai daripada Gion.”

Cuplikan diatas menunjukkan latar waktu pada zaman Malaise. Zaman

Malaise adalah masa terjadinya krisis perekonomian di dunia yang terjadi sekitar

tahun 1930_an. Termasuk di Jepang, selain terlibat perang Dunia ke II juga terjadi

kesulitan ekonomi yang disebut kuraitani yang artinya lembah kegelapan.

Cuplikan hal 467

“Tetapi dalam musim gugur 1952, aku menemani Ketua dalam perjalanan keduanya ke Amerika Serikat.”

Cuplikan hal 364

“Sementara sebagian besar orang Jepang hidup dalam lembah kegelapan sepanjang tahun 1930-an, misalnya di Gion kami masih dihangati oleh sedikit matahari.”

Kedua cuplikan diatas menunjukkan cerita ini berlangsung pada zaman

Showa yang berlangsung dari tahun 1926 - 1989.

c. Latar Sosial

Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata

cara kehudupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang

cukup kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan ,

(40)

juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,

menengah atau atas.

Dalam novel Memoirs of a Geisha terdapar ruang lingkup, tempat dan waktu sebagai wahana para tokoh-tokohnya mengalami berbagai pengalaman kehidupannya.

Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam novel ini terjadi dalam tiga tempat, yakni

Yoroido, Kyoto dan New York.

Kyoto dalam novel ini lebih spesifik lagi ditempatkan di Tominaga-cho di distrik Gion, yang merupakan salah satu pusat Geisha yang terkenal di Jepang pada saat itu. Pada umur 9 tahun Sayuri datang ke Kyoto dan menetap disana kira-kira 28 tahun. Keadaan Kyoto dalam novel ini terjadi pada tahun 1930 sampai 1940-an yang dalam kurun waktu tersebut telah menjadi salah satu kota besar di Jepang.

Wilayahnya terdiri dari jalan-jalan yang besar, kiri dan kanannya berjejer rumah dan

bangunan-bangunan besar. Karena telah mempergunakan listrik, di tepi jalan juga

sudah menggunakan lampu-lampu kota yang indah.

Kyoto memiliki penduduk yang cukup padat sehingga di seputaran kota dapat dilihat orang banyak berlalu-lalang, sepeda, mobil, dan truk. Selain itu stasiun kreta

api merupakan salah satu sarana transportasi antar daerah yang utama pada saat itu.

Jalannya membentang dan berblok-blok, ditepinya berderet rumah-rumah

kayu yang berdempetan, yang sebagian besarnya adalah Okiya yaitu rumah-rumah

(41)

Pada tahun 1930-an, di seluruh dunia sedang terjadi depresi ekonomi yang

disebut dengan zaman Malaise. Demikian juga di Jepang, selain terlibat dalam

perang dunia II juga diseluruh daerah mengalami kesulitan ekonomi, tak terkecuali di

Kyoto. Kehidupan para Geisha di Kyoto dikatakan juga semakin menyedihkan, tidak ada lagi yang bersenang-senang atau mengadakan pesta karena kegiatan seperti itu

dianggap tidak patriotisdan tidak memikirkan keadaan bangsa dalam keadaan krisis.

Kemudian pada tahun 1943 dan puncaknya pada saat perang pacific terdapat

keputusan dari pemerntah bahwa selama perang semua district-district Geisha

ditutup.

Pada tahun 1946 telah ada keoptimisan dari rakyat Jepang bahwa keadaan

Jepang akan kembali pulih. Beberapa bulan kemudian di disrict-district Geisha dan

tempat-tempat hiburan di Kyoto kembali dibuka. Kali ini mulai mengikuti

kebudayaan barat karena saat itu banyak juga orang-orang asing yang datang bahkan

menetap di Kyoto.

Yoroido adalah sebuah desa yang terletak di laut Jepang, tempat kelahiran

Sayuri dan menghabiskan masa kecilnya sampai berusia 9 tahun dan akhirnya

dibawa ke Kyoto. Yoroido adalah sebuah perkampungan nelayan yang sering

mengalami badai dan masyarakatnya miskin. Terletak di tepi ceruk dan hanya punya

satu jalan besar dan di sana terdapat satu-satunya pabrik sebagai tempat

penampungan ikan.

Sepanjang jalan terdapat deretan rumah yang bagian depannya digunakan

sebagai toko. Rumah-rumah penduduknya berukuran kecil dan terbuat dari kayu

(42)

masih bersifat tradisional dan sangat percaya pada tahayul dan dalam kedudukan

sosialnya perempuan berstatus lebih rendah dari laki-laki, bahkan tidak

diperkenankan mencampuri pekerjaan laki-laki. Pakaian penduduknya pun masih

sederhana yakni pakaian petani untuk prianya dan wanita tidak pernah memliki

pakaian yang lebih mewah dari baju katun atau linen dengan motif ungu sederahana.

Diceritakan Sayuri pindah ke New York pada 1956, kira-kira pada umur 36

tahun. dan tinggal disana sampai pada masa tuanya. New York merupakan kota yang

menggairahkan penduduknya padat dan terdiri dari berbagai macam ras dunia.

Jalan-jalan rayanya ramai akan peJalan-jalan kaki dan wanita-wanita yang berpergian untuk

berkerja dan penuuh dengan suara-suara bising mobil-mobil yang memadati jalan

dan klakson taksi-taksi kuning yang meluncur cepat untuk mencari penumpang

(43)

2.4 Pendekatan Psikologi Sastra

1. Pengertian Psikologi

Psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘psyche’, yang artinya jiwa dan ‘logos’ yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologis, psikologi artinya adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya,

prosesnya, maupun latar belakangnya (Ahmad, 1979:1). Menurut pendapat lain,

(Bimo Walgito 1997:9) mengatakan bahwa ‘psikologi’ adalah ilmu yang

membicarakan tentang jiwa. Ia merupakan suatu ilmu yang menyelidiki dan

mempelajari tingkah laku serta aktifitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan.

Sedangkan dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995:792). dijelaskan bahwa

pengertian ‘psikologi’ adalah ilmu yang berkaitan dengan dengan proses-proses

mental baik normal maupun abnormal yang pengaruhnya pada perilaku atau ilmu

pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa.

Dengan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa psikologi adalah

ilmu yang mempelajari jiwa manusia, baik mengenai gejala-gejalanya, prosesnya

maupun latar belakangnya yang tercermin dalam tingkah laku serta aktivitas manusia

atau individu sendiri. Dalam penelitian ini, ada beberapa peristiwa kejiwaan yang

perlu dipahami antara lain:

a. Konflik

Konflik terjadi bila ada tujuan yang ingin dicapai, sekaligus dalam waktu

(44)

antara kebutuhan individu dan kemampuan potensial. Konflik dapat diselesaikan

melalui keputusan hati. Konflik dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu:

1. Approach-approach conflict, yaitu konflik-konflik psikis yang dialami oleh individu karena individu tersebut mengalami dua atau lebih motif yang positif dan

sama kuat. Misalnya, seorang mahasiswa pergi kuliah atau menemui temannya

karena sudah berjanji.

2. Approach avoIdance conflict, yaitu konflik psikis yang dialami individu karena dalam waktu yang bersamaan menghadapi situasi yang mengandung motif positif

dan motif negatif yang sama kuat. Misalnya, mahasiswa diangkat menjadi pegawai

negeri (positif) di daerah terpencil (negatif).

3. AvoIdance-avoIdance conflict, yaitu konflik psikis yang dialami individu karena menghadapi dua motif yang sama-sama negatif dan sama-sama kuat. Misalnya,

seorang penjahat yang tertangkap dan harus membuka rahasia kelompoknya dan

apabila ia melakukan akan mendapat ancaman dari kelompoknya.

4. Double approach avoIdance conflict, yaitu konflik psikis yang dialami individu karena menghadapi dua situasi yang masing-masing mengandung motif negatif dan

motif positif yang sama kuat. Misalnya, seorang mahasiswa harus menikah dengan

orang yang tidak disukai (negatif) atau melanjutkan studi (positif) (Usman Effendi

dan Juhaya S. Praja, 1993:73 - 75).

b. Sikap

Sikap merupakan masalah yang penting dan menarik dalam lapangan

(45)

perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Dengan mengetahui sikap

seseorang, orang dapat menduga respon atau perilaku yang akan diambil oleh orang

yang bersangkutan, terhadap sesuatu masalah atau keadaan yang dihadapkan

kepadanya.

Pengertian attitude itu dapat kita terjemahkan dengan kata sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi

sikap tersebut disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap

terhadap objek tadi. Jadi attitude itu lebih tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap sesuatu hal (Gerungan, 1991:149). Bimo Walgito

(1978:109) juga menegaskan bahwa, sikap itu merupakan organisasi pendapat,

keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai

adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk

membuat respons atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan organisasi

pendapat, pandangan, keyakinan seseorang mengenai objek tertentu yang disertai

adanya perasaan tertentu yang memberikan dasar kepada seseorang untuk membuat

respon atau bereaksi dengan cara tertentu yang dipilihnya.

2. Pengertian Psikologi Sastra

Psikologi sastra merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan

segi-segi kejiwaan dan menyangkut batiniah manusia. Lewat tinjauan psikologi akan

nampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk menghidangkan citra manusia

(46)

bahwa karya sastra pada hakikatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia

(Andre Hardjana, 1985:66).

Psikologi sastra sebagai cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut

psikologi. Perhatiannya dapat diarahkan kepada pengarang dan pembaca (psikologi

komunikasi sastra) atau kepada teks itu sendiri (Dick Hartoko dan B. Rahmanto,

1986:126).

Istilah psikologi sastra mempunyai 4 kemungkinan pengertian menurut

Wellek Rene dan Austin Warren (1989:90) yaitu:

a. Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pembeda.

b. Studi proses kreatif.

c. Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.

d. Studi yang mempelajari dampak sastra pada pembaca atau psikologi pembaca.

Berdasarkan pendapat Wellek dan Warren di atas, penelitian pada novel

Memoirs of a Geishaini mengarah pada pengertian ketiga, yaitu pendekatan psikologi sebagai studi tipe dan hukum-hukum yang diterapkan pada karya sastra. Secara

spesifik dapat dijelaskan, bahwa analisis yang akan dilakukan terutama diarahkan

pada kondisi kejiwaan tokoh utama yang berperan dalam cerita, untuk mengungkap

(47)

2.5 Teori Kepribadian Psikoanalisis Sigmund Freud

Sigmund Freud lahir di Moravia, 6 Mei tahun1856. Freud adalah psikolog

pertama yang menyelidiki aspek ketidaksadaran dalam jiwa manusia. Freud

mengibaratkan kesadaran manusia sebagai gunung es, sedikit yang terlihat di

permukaan adalah menunjukkan kesadaran, sedangkan bagian tidak terlihat yang

lebih besar menunjukkan aspek ketidaksadaran. Dalam daerah ketidaksadaran yang

sangat luas ini ditemukan dorongan-dorongan, nafsu-nafsu, ide-ide dan

perasaan-perasan yang ditekan, suatu dunia dalam yang besar dan berisi kekuatan14 kekuatan

vital yang melaksanakan kontrol penting atas pikiran-pikiran dan perbuatan sadar

manusia (S. Calvin Hall dan Lindzey Gardner, 1993:60).

Penekanan Freud pada aspek ketidaksadaran yang letaknya lebih dalam dari

pada aspek kesadaran tersebut, membuat aliran psikologi yang disusun atas dasar

penyelidikannya itu disebut ‘Psikologi Dalam’ (Sujanto, 1980:62).

Ajaran-ajaran Freud di atas, dalam dunia psikologi lazim disebut sebagai

psikoanalisa, yang menekankan penyelidikannya pada proses kejiwaan dalam

ketidaksadaran manusia. Dalam ketidaksadaran inilah menurut Freud berkembang

insting hidup yang paling berperan dalam diri manusia yaitu insting seks, dan selama tahun-tahun pertama perkembangan psikoanalisa, segala sesuatu yang dilakukan

manusia dianggap berasal dari dorongan ini. Seks dan insting-insting hidup yang lain,

mempunyai bentuk energi yang menopangnya yaitu libido (S. Calvin Hall dan

(48)

Struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem yaitu Id, (das es), Ego (das ich), dan Super Ego (das ueber ich). Perilaku manusia pada hakikatnya merupakan hasil

interaksi substansi dalam kepribadian manusia Id, Ego, dan Super Ego yang

ketiganya selalu bekerja, jarang salah satu di antaranya terlepas atau bekerjasendiri.

1. Id adalah aspek biologis yang merupakan sistem asli dalam kepribadian, dari sini aspek kepribadian yang lain tumbuh. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir dan

yang menjadi pedoman Id dalam berfungsi adalah menghindarkan diri dari

ketidakenakan dan mengejar kenikmatan. Untuk mengejar kenikmatan itu Id

mempunyai dua cara, yaitu: tindakan refleks dan proses primer, tindakan refleks

seperti bersin atau berkedip, sedangkan proses primer seperti saat orang lapar

membayangkan makanan (Sumadi Suryabrata, 1993:145 - 146).

2. Ego adalah adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena

kebutuhan individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Dalam

berfungsinya Ego berpegang pada prinsip kenyataan atau realitas. Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, karena Ego mengontrol jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi serta cara-cara

memenuhinya. Dalam berfungsinya sering kali Ego harus mempersatukan

pertentangan-pertentangan antara Id dan Super Ego. Peran Ego ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan instingtif dan keadaan lingkungan (Sumadi

Suryabrata, 1993:146 - 147).

3. Super Ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilainilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada

(49)

dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu

baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang

berlaku di masyarakat. Fungsi pokok Super Ego adalah merintangi dorongan Id

terutama dorongan seksual dan agresif yang ditentang oleh masyarakat. Mendorong

Ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralistis dari pada realistis, dan megejar

kesempurnaan. Jadi Super Ego cenderung untuk menentang Id maupun Ego dan

membuat konsepsi yang ideal (Sumadi Suryabrata, 1983:148 - 149).

Demikianlah struktur kepribadian menurut Freud, yang terdiri dari tiga aspek

yaitu Id, Ego dan Super Ego yang ketiganya tidak dapat dipisahkan. Secara umum, Id

bisa dipandang sebagai komponen biologis kepribadian, Ego sebagai komponen

psikologisnya sedangkan Super Ego adalah komponen sosialnya.

2.6 Biografi Pengarang

Arthur Golden dilahirkan dan dibesarkan di Chattanooga, Tennesee, Amerika

Serikat. Dia merupakan lulusan Harvard College pada tahun 1978 dari jurusan

Sejarah Kesenian khususnya kesenian Jepang. Pada tahun 1980 Arthur Golden

berhasil memperoleh gelar M.A dalam bidang Sejarah Jepang dari Colombia

University tempat di mana dia juga mempelajari bahasa Mandarin.

Setelah melewatkan satu musim panas di Universitas Beijing, dia bekerja di

sebuah majalah di Tokyo. Kemudian pada tahun 1988 dia memperoleh gelar M.A

dalam bahasa Inggris dari Boston University. Setelah tinggal dan bekerja ke Jepang,

(50)

di Brookline, Massachussetts bersama istri dan anak-anaknya. “Memoirs of a Geisha” adalah novel pertamanya.

Minat Arthur Golden dalam mengangkat topik Geisha dalam novelnya ini

adalah ketika dia bekerja di Tokyo di mana dia bertemu dengan seorang pemuda

yang mempunyai Ayah seorang pengusaha terkenal dan seorang ibu mantan Geisha.

Ketika kembali ke Amerika dia mencoba menuliskan masa kecil si pemuda ituke

dalam sebuah novel. Kemudian dia menyadari bahwa dia lebih tertarik pada

kehidupan ibu si pemuda yang pernah menjalani profesi sebagai seorang Geisha

sehingga akhiranya dia membulatkan tekad untuk menulis novel tentang Geisha.

Dalam pembuatan novel ini pada awalnya Arthur Golden telah berhasil

menulis draft pertama sebanyak 800 halaman, yang berkisah tentang lima tahun

kehidupan seorang Geisha di Kyoto, tak lama setelah Perang Dunia ke II. Ini

dibuatnya setelah membaca resensi mengenai topik tersebut, baik dalam bahasa

Inggris maupun bahasa Jepang. Pada akhirnya draft awal yang ditulis sebelumnya itu,

terpaksa harus diubah mulai dari awal setelah pertemuannya dengan Mineko, seorang

Geisha Kyoto yang sudah mengundurkan diri pada usia 42 tahun. Arthur Golden mengenal Mineko sebagai sahabat lama neneknya yang berangkat ke Jepang untuk

bertemu dan berbicara dengannya mengenai kehidupan Geisha.

Sambutan Mineko adalah sangat berkerjasama dan sangat berterus ternag

dalam memberikan semua keterangan yang dibutuhkan. Mineko kemudian membawa

Arthur Golden melakukan kunjungan sebagai orang dalam ke Gion, sebuah distrik

(51)

Novel “Memoirs of a Geisha” ini kemudian menjadi sukses dan merupakan novel terlaris sepanjang tahun 1997, tahun pertama kalinya diterbitkan. Novel ini

juga banyak mendapat pujian dari berbagai pihak, baik itu orang asing dan orang

Jepang sendiri. Mengikuti kesuksesan novel ”Memoirs of a Geisha” ini, semakin

banyak essai dan buku-buku yang berisi tentang gambaran kehidupan Geisha yang dulu maupun sekarang, baik itu berupa fiksi maupun nonfiksi. Bahkan kisah novel

ini telah dibuat ke dalam film produksi Hollywood, Amerika Serikat dengan judul

yang sama dengan versi aslinya, yakni “Memoirs of a Geisha”.

Pada intinya “Memoirs of a Geisha” bercerita tentang persaingan dan

perjuangan hidup perempuan di tengah masyarakat patriarki yang mendewakan

laki-laki. Novel ini telah diterbitkan ke dalam 32 bahasa dan terjual sebanyak empat juta

(52)

BAB III

ANALISIS PSIKOLOGI TE

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pendeta kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang dapat mengubah dari yang biasa menjadi luar biasa. Dan juga kepemimpinan transformasional

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh promosi susu formula (p = 0,001) dan dukungan keluarga (p = 0,002) terhadap pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas

Perbedaan Prosedur Pengembangan Desain Kurikulum Pada Pembelajaran Akselerasi dan Pembelajaran Reguler .... Perbedaan Penetapan Tujuan Kurikulum pada

formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan. Adapun Kabupaten dengan cakupan paling rendah adalah: (1) Nagan

Berdasarkan Penetapan Pemenang Nomor : 58.10/POKJA II-ULP/2015 Tanggal 14 September 2015 tentang Penetapan Pemenang untuk pekerjaan Belanja Modal Pengadaan Bangunan

Bab ini akan dibahas secara rinci mengenai strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan roti “Tiga Berlian” di Semanggi Surakarta dalam meningkatkan volume

NILAI KARYA ILMIAH DOSEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR A. Identitas Dosen Peng usul.. 1. Identitas Artikel

 Guru berkelompok berdasarkan MGMP untuk melakukan Focused Group Discussion, tentang revisi/membuat KKM dan Intrumen Penilaian sesuai rambu-rambu.  Panel