• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pemantauan dan analisis sebaran titik panas (studi kasus : Provinsi Kalimantan Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pemantauan dan analisis sebaran titik panas (studi kasus : Provinsi Kalimantan Tengah)"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN DATA

PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN

DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS

(STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Oleh : Reny Eko Afniati

103093029685

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

(2)

PEMANFAATAN DATA

PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN

DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS

(STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

oleh : Reny Eko Afniati

103093029685

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

(3)

PEMANFAATAN DATA

PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN

DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS

(STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

oleh :

Reny Eko Afniati

103093029685

Menyetujui, Pembimbing I

Nur Aeni Hidayah, MMSI NIP. 19750818 200501 2 008

Pembimbing II

Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D NIP. 19460404 197611 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Sistem Informasi

(4)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah)” yang ditulis oleh Reny Eko Afniati, NIM : 103093029685 telah diuji dan dinyatakan Lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, tanggal 05 Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Sistem Informasi.

Jakarta, Mei 2010

Tim Penguji,

Penguji I Penguji II

Zainul Arham, M. Si NIP. 150 411 259

Ir. Bakri La Katjong, MT NIP. 470 035 764 Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Nur Aeni Hidayah, MMSI NIP. 19750818 200501 2 008

Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D NIP. 19460404 197611 1 001 Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP. 19680117 200112 1 001

Ketua Program Studi Sistem Informasi

(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM

PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA

ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN.

Jakarta, Maret 2010

(6)

viii ABSTRAK

RENY EKO AFNIATI, Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan Dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah), di bawah bimbingan Ibu NUR AENI HIDAYAH dan Bapak MAHDI KARTASASMITA.

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan. Pemanfaatan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan atau lahan untuk skala wilayah yang luas, oleh karena itu digunakanlah satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Parameter yang digunakan untuk memantau kebakaran hutan dan lahan dari satelit adalah titik panas yang merupakan indikasi terjadinya kebakaran.

Untuk mendapatkan sebaran titik panas di Provinsi Kalimantan Tengah diperlukan data satelit Terra yang terdiri dari 4 (empat) file dalam format HDF (Hierarchical Data Format) yaitu: (1) MOD02QKM = Quarter Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 250 meter, (2) MOD02HKM = Half Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 500 meter, (3) MOD021KM = 1 Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 1000 meter, dan (4) MOD03 = geolocation hotspot. Kemudian digunakan program imapp2bin yang berfungsi menyaring band yang diperlukan dari 4 file HDF (Hierarchical Data Format), sedangkan program mod2rect berfungsi untuk memetakan kembali band ke area yang terpilih, sehingga menghasilkan file dalam format ers. Algoritma mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global, dalam pendeteksian titik panas apabila data pada band 22 hilang atau rusak dapat digantikan dengan band 21 yang mempunyai saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif.

Hasil dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) terbagi menjadi 2 (dua) yaitu peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas dalam bentuk vektor dan peta citra satelit dalam bentuk raster. Dengan begitu informasi tersebut bagi para pengguna dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan seperti bila diketahui titik panas pada area tertentu masih kecil maka dapat mempermudah pemadamannya. Selain itu dapat bermanfaat untuk melakukan perencanaan terhadap kerusakan-kerusakan hutan akibat kebakaran hutan atau lahan dan pencegahan adanya penyebaran asap.

Kata Kunci: Penginderaan Jauh, Titik Panas, MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), algoritma mod14, band 21, serta band 22

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS (STUDI

KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)”. Shalawat serta salam

teruntuk Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan syafa’atnya kepada kita semua.

Dalam penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari rekan-rekan kerja. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini yaitu kepada:

1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

2. Ibu Nur Aeni Hidayah, MMSI, selaku pembimbing I yang telah memberikan dorongan agar cepat selesai.

3. Bapak Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D, selaku pembimbing II atau pembimbing lapangan dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) yang telah memberikan bimbingan, saran, serta waktunya.

4. Alm. Bapak Muji Haryadi, S. Hut, MT, yang pernah membimbing penulis. 5. Bapak A’ang Subiyakto, M. Kom, selaku Ketua Program Studi Sistem

(8)

6. Orang Tuaku yang senantiasa memberikan doa, serta suamiku. My Baby “Adi” sebagai pelipur lara dari hati yamg gundah.

7. Bapak Kustio yang telah mengajarkan mengenai pengolahan titik panas. 8. Bu Dianovita yang sebagai perantara Pak Mahdi atau asistennya yang telah

banyak membantu penulis. Terima kasih juga kepada staf lainnya seperti Mbak Iken, Mbak Aida, Pak Wiji, serta rekan-rekan kerja sekalian yang tidak disebutkan satu persatu.

9. Terima kasih pula kepada temanku Farrah, Yati, Dede, dan Uut yang telah memberikan saran dan bantuan kepada penulis.

10.Serta teman-teman sekalian SI angkatan 2003 dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung selesainya penulisan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya untuk penulis maupun mahasiswa lain pada umumnya.

Jakarta, Maret 2010

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iv

PERNYATAAN ... v

TABEL KARAKTERISTIK DATA CITRA SATELIT TERRA DENGAN SENSORNYA MODIS (MODERATE RESOLUTION IMAGING SPECTRORADIOMETER) ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1LATAR BELAKANG ... 1.2PERUMUSAN MASALAH ... 1.3BATASAN MASALAH ... 1.4TUJUAN DAN MANFAAT ... 1.4.1Tujuan ... 1.4.2Manfaat ... 1.5SISTEMATIKA PENULISAN ...………….

(10)

BAB II LANDASAN TEORI ...………

2.1PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ... 2.1.1Keadaan Geografis ... 2.1.2Titik Panas di Provinsi Kalimantan Tengah ... 2.2SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ...

2.2.1Konsep Dasar Sistem ... 2.2.2Konsep Dasar Sistem Informasi ... 2.2.3Konsep Dasar SIG (Sistem Informasi Geografis) ... 2.2.4Model Data Spasial di Dalam SIG (Sistem Informasi

Geografis) ... 2.2.4.1Model Data Raster ... 2.2.4.2Model Data Vektor ... 2.3 PENGINDERAAN JAUH ... 2.3.1Konsep Dasar Penginderaan Jauh ... 2.3.2Komponen Sistem Penginderaan Jauh ... 2.4 KARAKTERISTIK CITRA ... 2.5 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT SECARA UMUM ... 2.5.1Resolusi Spasial ... 2.5.2Resolusi Spektral ... 2.5.3Resolusi Temporal ... 2.5.4Resolusi Radiometrik ... 2.6 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT TERRA-MODIS ...

2.6.1Resolusi Spasial ... 2.6.2Resolusi Spektral ... 2.6.3Resolusi Temporal ... 2.6.4Resolusi Radiometrik ... 2.7 KARAKTERISTIK TITIK PANAS ... 2.8 KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN ... 2.9 PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) ... 2.9.1Penggunaan Software MODIS ... 2.9.2Algoritma Mod14 ...

(11)

2.9.3HDFView 2.3 ... 2.9.4ER Mapper 7.0 ... 2.9.5Microsoft Excel 2003 ... 2.9.6ArcView 3.2 ... 2.10 TELAAH PENELITIAN SEBELUMNYA ...

40 41 41 41 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...

3.1ALAT DAN BAHAN ………..…………

3.1.1 Alat ... 3.1.2 Bahan ... 3.2WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 3.3PENGUMPULAN DATA ... 3.4PENGOLAHAN DATA ... 3.4.1 Data Satelit Terra Dengan Sensornya MODIS ... 3.4.2 Quicklook Serta Nilai Yang Diolah ... 3.4.3 Menghasilkan Titik Panas Dengan Algoritma Mod14 ... 3.4.4 Input Nilai Pada Program Imapp2bin dan Mod2rect ... 3.4.5 Pemotongan Citra (Cropping) ... 3.4.6 Pembuatan Layout ...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem penginderaan jauh …………...………...……..……... Gambar 2.2 Energi elektromagnetik ……….……….... Gambar 2.3 Spektrum elektromagnetik ………..………... Gambar 2.4 Inframerah ……….……….…... Gambar 2.5 Citra Landsat komposit ……….. ……... Gambar 2.6 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran Gambar 2.7 Pola pikir pengolahan ...…...………... Gambar 3.1 Gambaran pola pikir penelitian ...…...……….. Gambar 3.2 Quicklook ...…………... Gambar 3.3 Algoritma mod14 ...………... Gambar 3.4 Tampilan HDF ...…... Gambar 3.5 Tampilan excel ...……..………..……... Gambar 3.6 Open table dbf ...………... Gambar 3.7 Add event theme ...……..………..………... Gambar 3.8 Titik panas setelah dikonversi dari dbf ...……..…... Gambar 3.9 Program imapp2bin dan mod2rect ...……... Gambar 3.10 Tampilan tipe data ers ...………... Gambar 3.11 Window algorithm ...…………... Gambar 3.12 Raster region ………... Gambar 3.13 Hasil cropping ...………... Gambar 3.14 Layout ...………... Gambar 4.1 Peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas ...……. Gambar 4.2 Peta citra satelit ... Gambar 4.3 Sebaran titik panas pada bulan September tahun 2007 …….... Gambar 4.4 Grafik sebaran titik panas berdasarkan batas administrasi ... Gambar 4.5 Query builder untuk mencari nilai confidence tertinggi ... Gambar 4.6 Query builder untuk mencari nilai confidence terendah ...

(13)

Gambar 4.7 Grafik sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan .. Gambar 4.8 Kombinasi band 721 ………..………... Gambar 4.9 Peta citra satelit Provinsi Kalimantan Tengah ... Gambar 4.10 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik sensor AVHRR dan fungsi masing-masing band pada NOAA ………... Tabel 2.2 MODIS mempunyai 36 saluran spektral untuk memotret darat,

laut, dan atmosfer dari jarak jauh ... Tabel 2.3 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran

aktif ………... Tabel 2.4 Standard klasifikasi penutupan lahan hasil penafsiran citra

satelit Landsat untuk kepentingan kehutanan ... Tabel 4.1 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan

selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 ... Tabel 4.2 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan batas administrasi

selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 ... Tabel 4.3 Perbandingan hasil pengolahan titik panas antara data NOAA

dengan data Terra-MODIS pada tanggal 20 September tahun 2007 ...…………... Tabel 4.4 Hasil pengolahan titik panas pada bulan September tahun 2007 Tabel 4.5 Hasil sebaran titik panas berdasarkan batas

administrasi pada bulan September tahun 2007 ... Tabel 4.6 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan

pada bulan September tahun 2007 ………... Tabel 4.7 Hasil sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan

pada bulan September tahun 2007 ... Tabel 4.8 Luas kelas penutupan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah Tabel 4.9 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil pengolahan sebaran titik panas harian berdasarkan peta tutupan lahan dan berdasarkan peta citra satelit

2. Perbandingkan antara tabel data NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang diperoleh dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer)

3. Definisi level pengolahan data MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer)

4. Spatial Resolution

5. Kode-kode program projectl1b.csh (yang menjalankan program imapp2bin v4.4 dan program mod2rect v1.10)

(16)

DAFTAR ISTILAH

Band atau saluran adalah informasi dari range panjang gelombang yang berdekatan dikumpulkan menjadi satu dan disimpan dalam band.

Citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu obyek dari pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik obyek, yang direkam dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik, atau elektronik.

Koreksi geometrik adalah proses perbaikan kesalahan geometrik dan transformasi citra penginderaan jauh agar memberikan hasil citra yang mempunyai skala tertentu dan mengikuti proyeksi peta tertentu.

Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik, kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer, dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi matahari.

(17)

MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) adalah sensor utama pada satelit Terra dan satelit Aqua yang mengorbit bumi secara polar (arah utara selatan) pada ketinggian 705 Kilometer dan melewati garis khatulistiwa pada jam 10:30 dan pada jam 22:30 waktu lokal (Justice, 2006). Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330 Kilometer.

Resolusi radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang dimungkinkan pada setiap band.

Resolusi spasial adalah ukuran obyek terkecil yang masih dapat disajikan, dibedakan, dan dikenali pada citra.

Resolusi spektral merupakan daya pisah obyek berdasarkan besarnya spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data.

Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam suatu daerah yang sama.

(18)

TABEL KARAKTERISTIK DATA CITRA SATELIT TERRA DENGAN SENSORNYA MODIS (MODERATE RESOLUTION IMAGING SPECTRORADIOMETER)

(19)
(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, menurunnya populasi satwa, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar.

(21)

yaitu bulan Agustus sampai September. Jumlah titik panas akan benar- benar berkurang mulai Oktober, karena mulai bulan tersebut curah hujan meningkat.

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan dengan jumlah titik panas sebanyak 223 titik panas yang dilanjutkan dengan Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 152 titik panas, Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 45 jumlah titik panas, serta yang terakhir Provinsi Kalimantan Selatan sejumlah 34 titik panas dari hasil pantauan pada bulan September 2001 dengan menggunakan satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer) (Dewanti, 2001; hal 26). Sedangkan berdasarkan penyebarannya dalam periode Juli sampai November pada tahun 2006, jumlah titik panas yang tercatat menurut data satelit NOAA 12 (National Oceanic and Atmospheric Administration) masih dipimpin oleh Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 46.285 titik panas, diikuti oleh Kalimantan Barat 28.061 titik panas, Sumatera Selatan 21.030 titik panas, dan Riau sebanyak 10.784 titik panas (Fire Bulletin, 2007; hal 1).

(22)

3

gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Selain itu dalam Pemanfaataan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Ttik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) sekaligus melakukan proses pengolahan sehingga menghasilkan titik panas, untuk mengetahui jenis penggunaan lahan yang terbakar digunakan peta digital klasifikasi tutupan lahan yang bersumber dari Departemen Kehutanan dan untuk mengetahui informasi lokasi keberadaan titik panas digunakan peta digital batas administrasi berdasarkan Kabupaten yang berasal dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional).

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Masalah yang dibahas dalam Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah:

1. Bagaimana mendeteksi titik panas dan lokasinya dari data satelit? 2. Bagaimana penyebaran titik panas pada tiap kabupaten selama 1

bulan?

(23)

1.3 BATASAN MASALAH

Batasan masalah di dalam Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah:

1. Batasan daerah yang diteliti hanya pada Provinsi Kalimantan Tengah.

2. Waktu yang diteliti selama 1 bulan di bulan September 2007.

3. Sumber data utama yang digunakan yaitu data satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer).

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT

1.4.1 Tujuan

(24)

5 1.4.2 Manfaat

Manfaat-manfaat yang diperoleh dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah:

1. Memudahkan mendeteksi titik panas secara penginderaan jauh dengan satelit khususnya untuk daerah yang luas seperti Kalimantan Tengah.

2. Hal ini akan mempermudah pemadamannya bila diketahui titik panas pada area tertentu masih kecil.

3. Dapat dilakukan perencanaan terhadap kerusakan-kerusakan hutan akibat kebakaran hutan atau lahan dan pencegahan adanya penyebaran asap.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi menjadi 5 (lima) bab, yaitu:

BAB I: PENDAHULUAN

(25)

diberikan atas hasil penelitian, dan sistematika penulisan yaitu sistematika yang direncanakan untuk penulisan skripsi.

BAB II: LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan atau dasar dari penulisan skripsi.

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini menjelaskan alur pola pikir penelitian, alat dan bahan yang digunakan, waktu dan tempat penelitian, pengumpulan data, pengolahan data yang mencakup beberapa proses didalamnya seperti menghasilkan titik panas dengan algoritma mod14, input nilai pada program imapp2bin dan mod2rect, pemotongan citra (cropping), kemudian lakukan pembuatan layout.

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan hasil dan pembahasan dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah).

BAB V: PENUTUP

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

2.1.1 Keadaan Geografis

Provinsi Kalimantan Tengah secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, yaitu 00 45’ LU sampai 30 30’ LS, 1110 BT sampai 1160 BT (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006). Provinsi Kalimantan Tengah merupakan Provinsi terluas nomor 4 (empat) setelah Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Papua, dan Provinsi Kalimantan Timur. Provinsi ini dihuni oleh 1.958.428 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 12 jiwa/Km2 (Kalimantan Tengah, 2006). Luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah 157.983 Km2 mencakup 13 Kabupaten dan 1 Kota dengan 85 Kecamatan terdiri dari 1.340 Desa dan 101 Kelurahan. Jumlah Kecamatan akan meningkat seiring dengan pemekaran Kabupaten tersebut (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006).

(27)

Pemekaran daerah otonom Kabupaten dan Kota terjadi dalam masa Provinsi Kalimantan Tengah menjadi daerah otonom (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006). Kabupaten Barito dimekarkan menjadi Kabupaten Barito Utara dan Barito Selatan, sedangkan Kabupaten Kotawaringin dimekarkan menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Kotawaringin Timur. Sementara itu, daerah otonom Kota diberikan kepada Palangka Raya sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Tengah.

(28)

2.1.2 Titik Panas di Provinsi Kalimantan Tengah

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan dengan jumlah titik panas sebanyak 223 titik panas yang dilanjutkan dengan Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 152 titik panas, Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 45 jumlah titik panas, serta yang terakhir Provinsi Kalimantan Selatan sejumlah 34 titik panas dari hasil pantauan pada bulan September 2001 dengan menggunakan satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer) (Dewanti, 2001; hal 26).

Sedangkan berdasarkan penyebarannya dalam periode Juli sampai November pada tahun 2006, jumlah titik panas yang tercatat menurut data satelit NOAA 12 (National Oceanic and Atmospheric Administration) masih dipimpin oleh Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 46.285 titik panas, diikuti oleh Kalimantan Barat 28.061 titik panas, Sumatera Selatan 21.030 titik panas, dan Riau sebanyak 10.784 titik panas (Fire Bulletin, 2007; hal 1).

2.2 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

2.2.1 Konsep Dasar Sistem

(29)

dalam kaitan dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah keterkaitan antara berbagai komponen seperti komputer dengan berbagai bagiannya yang bervariasi, perangkat lunak yang rancangannya juga berbeda-beda, dan informasi serta proses-proses analisis yang secara implisit tercakup didalamnya (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Sistem merupakan integrasi pemakai dengan sarana atau alat untuk menghasilkan informasi, untuk mendukung operasi, manajemen, analisis dan pengambil keputusan dalam suatu organisasi (Meijerink et.al., 1994).

2.2.2 Konsep Dasar Sistem Informasi

Sistem informasi adalah suatu jaringan perangkat keras dan lunak yang dapat menjalankan operasi perencanaan pengamatan dan pengumpulan data, penyimpanan, dan analisis data, termasuk penggunaan informasi dalam proses pengambilan keputusan (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Fungsi sistem informasi adalah sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu peta merupakan bagian dari sistem informasi spasial. Peta baru dianggap sebagai sistem apabila sudah terjadi interaksi antara pemakai dengan peta itu sendiri.

2.2.3 Konsep Dasar SIG (Sistem Informasi Geografis)

(30)

menyimpan data non spasial (Star dan Estes, 1990). Disebutkan juga SIG (Sistem Informasi Geografis) telah terbukti kehandalannya untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menganalisa, dan menampilkan data spasial baik biofisik maupun sosial ekonomi. Star dan Estes mengemukakan bahwa secara umum SIG (Sistem Informasi Geografis) menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mengambil, mengelola, memanipulasi dan menganalisa data serta menyediakan hasil baik dalam bentuk grafik maupun dalam bentuk tabel, namun demikian fungsi utamanya adalah untuk mengelola data spasial

Keuntungan SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah kemampuan untuk menyertakan data dari sumber berbeda untuk aplikasi deteksi perubahan. Walaupun, penggabungan sumber data dengan perbedaan akurasi sering mempengaruhi hasil deteksi perubahan. Pendekatan SIG (Sistem Informasi Geografis) untuk menghitung dampak pengembangan kota baru di Hong Kong, melalui integrasi data multi temporal foto udara pada land use dan menemukan bahwa overlay citra dengan teknik masking biner bermanfaat dalam menyatakan secara kuantitatif dinamika perubahan pada masing-masing kategori landuse (Lo dan Shipman, 1990).

(31)

multi sumber. Sehingga, kekuatan fungsi SIG (Sistem Informasi Geografis) memberikan alat untuk pengolahan data multi sumber dan efektif dalam menangani analisa deteksi perubahan yang menggunakan data multi sumber. Banyak penelitian difokuskan pada integrasi SIG (Sistem Informasi Geografis) dan teknik penginderaan jauh yang diperlukan untuk analisis deteksi perubahan yang lebih akurat.

2.2.4 Model Data Spasial di Dalam SIG (Sistem Informasi Geografis)

2.2.4.1 Model Data Raster

Model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid (Prahasta, 2001; hal 146). Setiap piksel atau sel ini memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik. Akurasi model data ini sangat bergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya (sel grid) di permukaan bumi. Entity spasial raster disimpan di dalam layers yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh sumber-sumber entity spasial raster adalah citra satelit (misalnya NOAA, SPOT, Landsat, Ikonos).

2.2.4.2 Model Data Vektor

(32)

didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x, y). Di dalam model data spasial vektor, garis merupakan sekumpulan titik-titik terurut yang dihubungkan. Sedangkan area atau poligon juga disimpan sebagai sekumpulan list titik-titik, tetapi dengan catatan bahwa titik awal dan titik akhir poligon memiliki nilai koordinat yang sama (poligon tertutup sempurna).

2.3 PENGINDERAAN JAUH

2.3.1 Konsep Dasar Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994 dalam Purwadhi, 2001; hal 2).

(33)

Gambar 2.1 Sistem penginderaan jauh 2.3.2 Komponen Sistem Penginderaan Jauh

Energi elektromagnetik adalah sebuah komponen utama dari kebanyakan sistem penginderaan jauh untuk lingkungan hidup yaitu sebagai medium untuk pengiriman informasi dari target kepada sensor (Yaslinus, 2002). Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa diukur yaitu: panjang gelombang atau wavelength, frekuensi, amplitudo, dan kecepatan. Amplitudo adalah tinggi gelombang, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak (Yaslinus, 2002).

(34)

Energi elektromagnetik dipancarkan atau dilepaskan oleh semua masa di alam semesta pada level yang berbeda-beda. Semakin tinggi level energi dalam suatu sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari energi yang dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya. Perbedaan karakteristik energi gelombang digunakan untuk mengelompokkan energi elektromagnetik.

Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik (Yaslinus, 2002). Spektrum elektromagnetik merupakan berkas dari tenaga elektromagnetik, yang meliputi spektra kosmis, Gamma, X, ultraviolet, tampak, inframerah, gelombang mikro, dan gelombang radio (Purwadhi, 2001; hal 3). Gambar spektrum elektromagnetik di bawah pada gambar 2.3 disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan m) mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti radiasi X-ray dan Gamma Ray. Beberapa contoh kelompok energi pada spektrum elektromagnetik yaitu:

(35)

mempelajari pola cuaca, badai, membuat peta 3D permukaan bumi, mengukur curah hujan, pergerakan es di daerah kutub dan memonitor lingkungan. Panjang gelombang radar berkisar antara 0,8 Centimeter sampai 100 Centimeter.

2. Microwave: panjang gelombang radiasi microwave berkisar antara 0,3 Centimeter sampai 300 Centimeter. Penggunaannya terutama dalam bidang komunikasi dan pengiriman informasi melalui ruang terbuka, memasak, dan sistem penginderaan jauh aktif. Pada sistem penginderaan jauh aktif, pulsa microwave ditembakkan kepada sebuah target dan refleksinya diukur untuk mempelajari karakteristik target. Sebagai contoh aplikasi adalah TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission’s) TMI (Microwave Imager), yang mengukur radiasi microwave yang dipancarkan dari spektrum elektromagnetik energi elektromagnetik atmosfer bumi untuk mengukur penguapan, kandungan air di awan dan intensitas hujan.

(36)

posisinya pada spektrum elektromagnetik berada di dekat sinar nampak. Panjang gelombang near IR atau reflected IR berkisar antara 0,7 m sampai 3 m, sedangkan panjang gelombang thermal IR berkisar antara 3 m sampai 15 m. Untuk aplikasi penginderaan jauh lingkungan hidup menggunakan citra Landsat, Reflected IR pada band 4 (near IR), band 5,7 (Mid IR) dan thermal IR pada band 6, merupakan karakteristik utama untuk interpretasi citra. Sebagai contoh, gambar 2.4 menunjukkan suhu permukaan laut global (dengan thermal IR) dan sebaran vegetasi (dengan near IR).

4. Visible: posisi sinar nampak pada spektrum elektromagnetik adalah di tengah. Tipe energi ini bisa dideteksi oleh mata manusia, film dan detektor elektronik. Panjang gelombang berkisar antara 0,4 m sampai 0,7 m. Perbedaan panjang gelombang dalam kisaran ini dideteksi oleh mata manusia dan oleh otak diterjemahkan menjadi warna. Gambar 2.5 adalah contoh komposit dari citra Landsat 7.

(37)

Radiasi UV bisa dideteksi oleh film dan detektor elektronik, sedangkan X-ray dan Gamma-ray diserap sepenuhnya oleh atmosfer, sehingga tidak bisa diukur dengan penginderaan jauh.

Gambar 2.3 Spektrum elektromagnetik

(38)

Gambar 2.5 Citra Landsat komposit 2.4 KARAKTERISTIK CITRA

Dalam penginderaan jauh, citra berkaitan dengan representasi pictorial tanpa peduli media apa yang digunakan untuk mendeteksi dan merekam energi elektromagnetik (Samsuri, 2004; hal 3). Pendapat lain mengemukakan bahwa secara definitif citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu obyek dari pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik obyek, yang direkam dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik, atau elektronik (Purwadhi, 2001; hal 22). Normalnya foto dapat direkam diluar dari range panjang gelombang 0,3 m sampai 0,9 m. Semua foto dapat dikategorikan sebagai citra tetapi tidak semua citra dapat dikatakan foto.

(39)

2.5 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT SECARA UMUM

Untuk informasi yang detail (skala besar) dapat menggunakan citra satelit Quickbird, Ikonos, dan SPOT. Untuk informasi regional (skala menengah) dapat menggunakan citra satelit SPOT, Aster, dan Landsat. Untuk informasi global (skala kecil) dapat menggunakan citra satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dan MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer). Salah satu satelit yang sangat terkenal adalah satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution radiometer) yang dikembangkan oleh lembaga antariksa Amerika NASA sejak tahun 1978 untuk pemantauan iklim dan kelautan global (Anonim, 2007).

2.5.1 Resolusi Spasial

(40)

3000 Kilometer permukaan bumi. Kelebihan lainnya, sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution radiometer) dapat dimanfaatkan dalam pemantauan kondisi lingkungan suatu areal pengamatan secara kontinyu dalam suatu periode.

2.5.2 Resolusi Spektral

Resolusi spektral merupakan daya pisah obyek berdasarkan besarnya spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data (Purwadhi, 2001; hal 19). Semakin sempit panjang gelombang, resolusi spektral akan menjadi semakin tinggi, sebagai contoh dapat dilihat tabel 2.1. Tabel 2.1 Karakteristik sensor AVHRR dan fungsi masing-masing band

pada NOAA

Band Spektrum Radiasi Panjang

Gelombang

( m)

Pemanfaatan

1 Visibel 0,58 – 0,68 Berpotensi dalam perhitungan

albedo permukaan bumi dan puncak

awan, mendeteksi kondisi

permukaan darat dan laut,

memantau kondisi vegetasi,

mendeteksi lapisan salju dan es di

muka bumi dan mendeteksi jenis

(41)

Tabel 2.1 (lanjutan)

Band Spektrum Radiasi Panjang Gelombang

( m)

Pemanfaatan

2 Inframerah dekat 0,728 – 1,10 Berpotensi dalam pemantauan kondisi vegetasi,

deteksi es dan salju di muka bumi, dan komputasi albedo permukaan bumi atau puncak awan

(42)

Tabel 2.1 (lanjutan)

Band Spektrum Radiasi Panjang Gelombang

( m)

Pemanfaatan

4 Inframerah jauh 10,30 – 11,30 Berpotensi dalam ekstraksi parameter temperatur permukaan bumi atau laut,

mendeteksi awan, mengestimasi temperatur

puncak awan dan pemantauan bencana alam seperti letusan gunung berapi

5 Inframerah jauh 11,50 – 12,50 Berpotensi dalam ekstraksi parameter temperatur permukaan bumi atau laut,

mendeteksi awan, mengestimasi temperatur

(43)

2.5.3 Resolusi Temporal

Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam suatu daerah yang sama (Samsuri, 2004; hal 4). Contoh : jika citra Landsat TM melewati suatu daerah yang sama sebanyak 16 hari sekali, sedangkan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dapat 2 kali sehari melewati daerah yang sama di permukaan bumi. Oleh kerena itu resolusi temporal NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) lebih tinggi daripada Landsat TM.

2.5.4 Resolusi Radiometrik

Resolusi radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang dimungkinkan pada setiap band (Samsuri, 2004; hal 4). Hal ini ditunjukkan dengan jumlah bit perekaman. Contoh pada Landsat TM mencakup 8 bit, sehingga jumlah nilai data pada spektral untuk setiap piksel adalah 0 sampai 255. Untuk satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) mencakup 10 bit, sehingga jumlah nilai data pada spektral untuk setiap piksel adalah 0 sampai 1.023. Resolusi ini lebih tinggi dibanding dengan Landsat TM.

2.6 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT TERRA-MODIS

(44)

tersebut melengkapi sistem pemantauan titik panas menggunakan satelit, sehingga dapat diperoleh informasi pada jam-jam yang berbeda.

MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) adalah sensor utama pada satelit Terra dan satelit Aqua yang mengorbit bumi secara polar (arah utara selatan) pada ketinggian 705 Kilometer dan melewati garis khatulistiwa pada jam 10:30 dan pada jam 22:30 waktu lokal (Justice, 2006; hal 1). Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330 Kilometer. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) sebanyak 36 band (36 interval panjang gelombang), mulai dari 0,620 m sampai 14,385 m (1 m = 1/1.000.000 meter).

MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan salah satu sensor yang dimiliki oleh EOS (Earth Observing System) dan dibawa oleh dua wahana yaitu Terra yang diluncurkan pada 18 Desember 1999 dan Aqua pada tanggal 4 Mei 2002 (Darmawan, 2006). Sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan turunan dari sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), SeaWIFS (Sea Viewing Wide Field of view sensor), dan HIRS (High Resolution Imaging Spectrometer) yang dimiliki EOS yang sebelumnya telah mengorbit (Darmawan, 2006).

(45)

memotret bumi dengan gelombang infra merah dan termal infra merah, karena itu suhu permukaan bumilah yang terpantau oleh sensor tersebut. Dengan berbagai formula yang diterapkan di berbagai stasiun pemantau, jumlah titik panas yang terpantau juga cenderung berbeda-beda. Sebagai contoh data titik panas NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) menerapkan ambang batas 3180 Kelvin (0Kelvin = 0Celcius + 273) atau setara dengan 450 Celcius (Anonim, 2007). Artinya adalah jika suatu daerah yang dipantau oleh satelit memiliki suhu diatas ambang batas tersebut, maka areal tersebut terdeteksi sebagai titik panas. Sementara itu MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) menerapkan ambang batas suhu yang lebih tinggi yaitu sebesar 3200 Kelvin atau sekitar 470 Celcius (Anonim, 2007). Sehingga secara teori, jumlah titik panas NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang cenderung lebih banyak dibandingkan data titik panas MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer), jika waktu pemantauannya sama. Namun demikian pemantauan kebakaran melalui satelit juga memiliki beberapa kelemahan. Sensor optik satelit-satelit tersebut tidak mampu menembus awan, sehingga kebakaran yang terjadi di bawahnya tidak dapat terdeteksi.

(46)

Resolution Imaging spectroradiometer) memiliki beberapa kelebihan dibanding NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution radiometer). Diantara kelebihannya adalah lebih banyaknya spektral panjang gelombang (resolusi radiometrik) dan lebih telitinya cakupan lahan (resolusi spasial) (Mustafa, 2004). Sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) dapat digunakan dalam riset untuk pendeteksian kebakaran hutan, pendeteksian perubahan tutupan lahan dan pengukuran suhu permukaan bumi.

2.6.1 Resolusi Spasial

Kelebihan dari sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) dibandingkan dengan sensor global lainnya adalah dalam hal resolusi spasial 250 meter, 500 meter dan 1 Kilometer (Steber, 2007; hal 6). Resolusi spasial citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) hanya mampu menghasilkan informasi dengan skala global (1:500.000 sampai dengan 1:1.000.000) (Darmawan, 2006). 2.6.2 Resolusi Spektral

(47)

(Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif terdapat pada tabel 2.3.

Tabel 2.2 MODIS mempunyai 36 saluran spektral untuk memotret darat, laut, dan atmosfer dari jarak jauh (Steber, 2007)

Gelombang Reflektif

Band

Panjang Gelombang

(µm) Penggunaan

1, 2 0.645, 0.865 Vegetasi darat atau batas awan 3, 4 0.470, 0.555 Darat atau properti awan 5 - 7 1.24, 1.64, 2.13 Darat atau properti awan 8 - 10 0.415, 0.443, 0.490 Warna laut atau klorofil 11 - 13 0.531, 0.565, 0.653 Warna laut atau klorofil 14 - 16 0.681, 0.75, 0.865 Warna laut atau klorofil 17 - 19 0.905, 0.936, 0.940 Penguapan air atmosfer

26 1.375 Awan cirrus

29 8.550 Suhu permukaan atau awan

30 9.730 Ozon

(48)

Tabel 2.3 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran

1 0,620 – 0,670 Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran palsu dan balutan awan

2 0,841 – 0,876 Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran palsu dan balutan awan

7 2,105 – 2,155 Menolak sunglint dan menolak tanda kebakaran palsu

20 3,660 – 3,840 Saluran jangkauan untuk deteksi kebakaran aktif (3300 Kelvin)

21 3,929 – 3,989 Saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif (5000 Kelvin)

22 3,929 – 3,989 Saluran jangkauan rendah untuk deteksi kebakaran aktif (3310 Kelvin)

31 10,780 – 11,280 Latar belakang suhu untuk deteksi kebakaran tertentu dan balutan awan (3400 Kelvin) 32 11,770 – 12,270 Balutan awan (3880 Kelvin)

(49)

secara berurutan ke arah panjang gelombang yang pendek, yaitu dari warna merah bata ke arah oranye, kuning, dan kadang-kadang ke arah warna putih.

Gambar 2.6 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran

(50)

panas obyek di bumi, maka disebut tenaga inframerah termal (Lillesand dan Kiefer, 1997; hal 9).

Suhu kobaran api pada kebakaran liar biasanya sekitar 10000 Kelvin, namun karena satelit hanya mengukur area dengan luas 1 Km2 dan ada pula penyerapan atmosfer, maka rata-rata suhunya sekitar 3000 Kelvin sampai 5000 Kelvin. Dari gambar 2.6 diatas, dapat dilihat bahwa pancaran maksimum pada suhu tersebut terjadi pada gelombang 4 mikrometer, Gelombang ini terdapat pada sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) dan AVHRR (Advanced Very High Resolution radiometer) yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran. Pancaran radiasi darat, awan dan permukaan air pada panjang gelombang 4 mikrometer adalah antara 0,8 sampai 0,9 artinya bahwa bagian matahari yang tidak memancar pada panjang gelombang ini akan direfleksikan dan mempengaruhi sensor dan dapat menyebabkan deteksi kebakaran palsu. Kesalahan seperti ini tidak terjadi pada malam hari. Algoritma otomatis dapat menghitung semua faktor tersebut.

2.6.3 Resolusi Temporal

(51)

inilah yang menjadi salah satu alasan penting digunakannya citra satelit dengan resoulsi temporal harian di dalam pemantauan kebakaran secara global.

2.6.4 Resolusi Radiometrik

Data yang terkirim dari satelit Terra adalah dengan kecepatan 11 Mega bytes setiap detik dengan resolusi radiometrik 12 bit (Mustafa, 2004). Artinya obyek dapat dideteksi dan dibedakan sampai 212 (4.096) derajat keabuan (grey levels).

Peluang pemanfaatan data satelit generasi EOS (Earth Observing System) (LAPAN, 2005):

1. Data satelit EOS (Earth Observing System) bersifat publik dan ditransmisikan tanpa bayar ke semua stasiun di dunia.

2. Software akusisi dan pengolahan datanya bersifat “open source” dan tersedia di berbagai website. Pengembangan modul aplikasinya di sesuaikan dengan minat : institusi, universitas atau kelompok peneliti di berbagai negara.

3. Sebagian algoritma dan software pengolahannya belum tervalidasi. Sehingga update terus berlangsung (baik karena revisi algoritma, validasi software maupun karena standarisasi format).

(52)

5. Hingga level tertentu, cukup ideal mengikuti perkembangan yang ada melalui proses integrasi dan adaptasi yang disesuaikan dengan kebutuhan.

Produk level 1B MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) memiliki informasi geolokasi yang ditempatkan pada file terpisah, sehingga tampilan citra akan ”tidak benar” bila menggunakan modul penampil yang tidak mampu mengintegrasikan data citra dan informasi geometrik secara bersamaan (LAPAN, 2005).

2.7 KARAKTERISTIK TITIK PANAS

Titik panas merupakan indikasi terjadinya kebakaran (WWF Indonesia, 2007). Titik panas menunjukkan bahwa daerah tersebut mengeluarkan panas melebihi ambang batas yang sudah ditentukan sehingga tertangkap sensor panas satelit.

(53)

Tbk = __ _ βk____

ln Lk (i, j)-αk

Dapat digambarkan pola pikir pengolahan titik panas dengan menggunakan beberapa persamaan seperti yang terlihat pada gambar 2.7 berikut. Karena data yang dipancarkan satelit dalam bentuk digital yang disebut radiometer count (DNk ), maka konversi radiansi (Lk) dari radiometer count (DNk)

dapat dilakukan melalui persamaan linier sebagai berikut: Lk (i, j) = Gk DNk (i, j) +

Ik. Sedangkan persamaan untuk konversi temperatur kecerahan dari radiansi

(54)
(55)

Keterangan:

k = kanal atau band

DNk (i, j) = radiometer count (latitude, longitude)

Lk (i, j) = radiansi (latitude, longitude)

Gk = koefisien Gain

Ik = Intercept

Tbk = suhu kecerahan (brightness temprorary)

αk dan βk = konstanta

Setelah didapat nilai suhu kecerahan (Tbk), selanjutnya adalah

menentukan lokasi dan distribusi titik panas harian menggunakan data MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dengan memanfaatkan data suhu kenampakan band 21 atau band 22 (T4) dan band 31 (T11). Adapun kriteria

penentuan titik panas yang digunakan adalah sebagai berikut: • Bukan titik panas, apabila:

– T4 < 315° Kelvin (305° Kelvin pada malam hari) atau

– Δ T41 < 5° Kelvin (3° Kelvin pada malam hari)

• Titik panas, apabila satu dari lima kombinasi berikut dipenuhi:

– { [(T 4 > T4b + 4 δ T4b) atau T4 > 320° Kelvin (315° Kelvin pada malam

hari ) ] dan [( Δ T41> Δ T41b + 4δΔT4 1 b) atau ΔT41> 20° Kelvin (10°

Kelvin pada malam hari)] } atau

(56)

Dimana:

Δ T 41 = T 4 – T 11

T 4b = suhu kenampakan latar belakang (background temperature) band 4 µm,

...yaitu suhu kenampakan dari piksel-piksel sekitarnya (21 x 21 piksel) δ T 4b = standard deviasi suhu kenampakan latar belakang band 4 µ m

Δ T 41b = T 4b – T 11b

2.8 KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN

Penggunaan lahan adalah semua bentuk pemanfaatan lahan yang ada secara alami maupun yang dibuat manusia yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhannya atas suatu bentang alam yang kompleks yang disebut lahan (Vink dan Bahri, 1998). Sebagai contoh: semak belukar, tegalan atau ladang, perkebunan, hutan, sawah, permukiman, rawa, dan lahan terbuka, penjelasannya dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Standard klasifikasi penutupan lahan hasil penafsiran citra satelit Landsat untuk kepentingan kehutanan

Kodefikasi Kelas Penutupan Lahan Keterangan

2001 Hutan Seluruh kenampakan hutan alamiah atau hasil tanaman manusia baik yang berada didaratan maupun yang berada di sekitar pantai

(57)

Tabel 2.4 (lanjutan)

Kodefikasi Kelas Penutupan Lahan Keterangan

2010 Perkebunan Seluruh kenampakan hamparan kebun (perkebunan) yang sudah ditanami 2012 Permukiman Seluruh kenampakan permukiman,

baik perkotaan, perdesaan, industri, dan fasilitas umum

2014 Lahan terbuka Pada umumnya merupakan daerah tidak bervegetasi seperti lahan terbuka bekas pembersihan lahan (land clearing)

2500 Awan Seluruh kenampakan awan dan

bayangan awan 3000 Savanna (padang

rumput)

Seluruh kenampakan hamparan non hutan alami berupa padang rumput

5001 Tubuh air Seluruh kenampakan perairan,

termasuk laut, sungai, danau, waduk, dan terumbu karang

20091 Pertanian Lahan pertanian yang bersifat alam maupun buatan manusia

20094 Tambak Seluruh kenampakan aktivitas

perikanan darat (ikan atau udang) atau penggaraman yang dicirikan dengan pola pematang (umumnya), serta biasanya tergenang dan berada di sekitar pantai

(58)

Tabel 2.4 (lanjutan)

Kodefikasi Kelas Penutupan Lahan Keterangan

20122 Transmigrasi Seluruh kenampakan areal

permukiman perdesaan (transmigrasi) beserta pekarangan di sekitarnya

20141 Pertambangan Seluruh kenampakan lahan terbuka yang digunakan untuk aktivitas pertambangan terbuka (open pit) seperti batubara, timah, dan tembaga. Serta lahan pertambangan tertutup skala besar yang dapat diidentifikasi kenampakan obyeknya seperti tailing ground (penimbunan limbah penambangan)

50011 Rawa Seluruh kenampakan lahan rawa yang sudah tidak berhutan (tidak ada vegetasi pohon)

2.9 PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE)

2.9.1 Penggunaan Software MODIS

(59)

2.9.2 Algoritma Mod14

Algoritma mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global (Steber, 2007; hal 31). Pengujian masing-masing piksel ini di kelaskan sebagai berikut: data hilang, awan, air, bukan api, api, atau tak dikenal. Apabila data pada band 22 hilang atau rusak dapat digantikan dengan band 21 yang mempunyai saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif. Waktu yang diperlukan saat menjalankan algoritma ini yaitu sekitar 10 menit atau 20 menit.

Untuk mendeteksi titik api palsu (awan, sinar matahari, dan permukaan berbayangan tinggi) dengan menggunakan mod14 dan anomali panas lain untuk MODIS (Giglio, 2005), yaitu dengan band 21 dan band 22 yang dapat mengeluarkan pancaran radiasi kuat dari inframerah sedang. 2.9.3 HDFView 2.3

(60)

penghubung yang dirancang untuk memudahkan pemakai untuk menggunakan data-data yang diperoleh dalam format HDF (Hierarchical Data Format) yang termasuk dalam format level 1B.

2.9.4 ER Mapper 7.0

ER Mapper 7.0 adalah salah satu perangkat lunak (software) pengolah data berbasis raster yang digunakan untuk mengolah data-data citra atau satelit (geographic image processing product) sekaligus merupakan produk dari Earth Resources Mapping, Australia (Hidayat, 2005; hal 1). Pengolahan data citra merupakan suatu cara memanipulasi data citra atau mengolah suatu data citra menjadi suatu keluaran (output) yang sesuai dengan yang diharapkan.

2.9.5 Microsoft Excel 2003

Penggunaan Microsoft Excel 2003 ini adalah dengan memanfaatkan format penyimpanannya sebagai database dengan tipe data DBF 4 (dBASE IV), yang nantinya dapat dipanggil pada software ArcView 3.2 karena mendukung adanya format data dbf.

2.9.6 ArcView 3.2

(61)

layout, model overlay, serta pemanggilan data eksternal tertentu dengan penambahan ekstention pendukungnya.

2.10 TELAAH PENELITIAN SEBELUMNYA

Beberapa penelitian yang sudah dilakukan berkaitan dengan titik panas ataupun kebakaran hutan dan lahan, yaitu:

1. UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Samarinda, September 2004 dalam penelitiannya mengenai pengelolaan kebakaran hutan dan lahan terpadu di Kalimantan Timur. Penggunaan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan dan lahan untuk skala wilayah yang luas. Di Kalimantan Timur sudah dibangun sebuah stasiun penerima satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dengan bantuan Jerman, tepatnya berada di UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Samarinda. Data kiriman dari satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration-Advanced Very High

(62)

yang diperoleh setiap hari dari satelit NOAA 12 dan 16. Data ini harus dianalisis untuk memperoleh koordinat hotspot dan di-update secara teratur. Sistem peringatan dini yang dipergunakan adalah Fire Danger Rating (Tingkat Bahaya Kebakaran). Satu indeks bahaya kebakaran sederhana telah diadopsi dan dimodifikasi untuk Kalimantan Timur. Sistem ini disebut Keetch-Byram Drought Index (KBDI) atau Indeks Kekeringan Keetch-Byram. Indeks ini hanya memperhitungkan tiga variabel cuaca yaitu temperatur maksimum harian, curah hujan harian dan rata-rata curah hujan tahunan. KBDI mempunyai kisaran nilai 0 sampai dengan 2.000. Untuk kemudahan interpretasi bagi para manager kebakaran, KBDI dibagi dalam empat kelas yang terkait dengan skala sifat bahaya kebakaran yaitu;

- Rendah : 0 sampai dengan 900 - Sedang : 1000 sampai dengan 1499 - Tinggi : 1500 sampai dengan 1749 - Sangat tinggi : 1750 sampai dengan 2000

(63)
(64)

temperature) jauh lebih tinggi pada band 3 dibanding pada band 4 dan band 5 (Dozeer, 1981; Matson et.al., 1987 dalam Lee and Tag, 1990). Sedangkan dengan menggunakan band 3 dan 4 mampu mendeteksi kebakaran kecil seluas 1 hektar (Flannigan and Haar, 1986).

(65)

dikelompokkan menjadi 3 kelas menurut banyaknya titik panas yang ditemukan. Penentuan kelas tiap kelompok bervariasi setiap waktunya, disesuaikan dengan kondisi yang ada. Contohnya kelas titik panas (hotspot) di Pulau Kalimantan pada bulan Juli adalah kelas 1 untuk jumlah titik panas = 1, kelas 2 banyaknya titik panas antara 2 sampai 3, dan kelas 3 untuk titik panas yang berjumlah antara 4 sampai dengan 5. Sementara itu pengelompokan untuk citra bulan Agustus adalah kelas 1 untuk citra titik panas yang berjumlah 1 sampai dengan 7, kelas 2 jumlah titik panas 8 sampai dengan 15, dan kelas 3 jumlah titik panas berjumlah lebih dari 15 (Musawijaya, 2001).

(66)
(67)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan salah satu ciri utama bagi ilmu pengetahuan. Bagi penginderaan jauh sebagai ilmu baru, metode penelitiannya belum banyak diungkap pada pustaka yang ada (Sutanto, 1994; hal 81). Metode penginderaan jauh secara lengkap, yaitu yang dimulai dari perumusan masalah dan tujuan hingga penyelesaiannya. Pada gambar 3.1 adalah gambaran pola pikir penelitian mengenai Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) dijelaskan bahwa data bersumber dari data mentah satelit Terra dengan sensornya yaitu MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yanng memiliki resolusi spasial 250 meter, 500 meter, 1000 meter, serta dilengkapi dengan geolocation. Level 1B merupakan data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga diperoleh data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya (Mulyadi, 2003). Jadi data level 1B diproses menghasilkan Tbk (brightness temprorary)

(68)
(69)

3.1 ALAT DAN BAHAN

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan untuk membantu proses pengolahan data dalam penelitian ini adalah dengan bantuan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Untuk perangkat keras (hardware) yang digunakan yaitu seperangkat komputer yang terdiri dari: (1) Alat untuk masukan data (input) seperti keyboard dan mouse; (2) Alat untuk pengolahan seperti CPU (Central Processing Unit) dengan spesifikasi Intel Pentium D, sistem operasi Microsoft Windows XP Professional Version 2002 Service Pack 2, RAM 1.00 GB, harddisk 306.5 GB dan; (3) Alat untuk keluaran (output) seperti monitor dan printer.

Sedangkan untuk perangkat lunak (software) yang digunakan adalah: (1) Cygwin (menjalankan program imapp2bin v4.4 dan program mod2rect v1.10); (2) Algoritma mod14; (3) ER Mapper 7.0; (4) HDFView 2.3; (5) Microsoft Excel 2003 dan; (6) Arc View3.2.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

yang di download dari website

(70)

Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) tahun 2007.

3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu 4 bulan, yang dimulai pada tanggal 01 Oktober 2007 sampai dengan tanggal 31 Januari 2008 di Pusat Data Penginderaan Jauh, LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional).

3.3 PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan mengunjugi website http://ladsweb.nascom.nasa.gov/data/search.html untuk mencari daerah yang akan didownload. Setelah itu lakukan pemesanan melalui ftp://ladsweb.nascom.nasa.gov, dan pilih nomor ID sesuai daerah yang ingin diambil untuk penelitian kemudian download data tersebut. Perolehan data tersebut berupa digital number sesuai dengan apa yang telah terekam pada satelit diantariksa disertai quicklook berupa gambar yang direkam satelit, dengan resolusi spasial 250 meter, 500 meter, 1 Kilometer.

(71)

3.4 PENGOLAHAN DATA

3.4.1 Data Satelit Terra Dengan Sensornya MODIS

Data satelit Terra terdiri dari 4 (empat) file dalam format HDF (Hierarchical Data Format) yaitu: (1) MOD02QKM = Quarter Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 250 meter (band 1 sampai dengan band 2), (2) MOD02HKM = Half Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 500 meter (band 3 sampai dengan band 7), (3) MOD021KM = 1 Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 1000 meter (band 8 sampai dengan band 36), dan (4) MOD03 = geolocation hotspot (Steber, 2007; hal 6).

Pengolahan data MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) distandarisasi menjadi 5 macam level (tingkat) pengolahan yakni level 0 (L 0), level 1 (L 1), level 2 (L 2), level 3 (L 3), dan level 4 (L 4). Namun yang digunakan pada penelitian ini adalah level L 1B yang merupakan data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga diperoleh data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya (Mulyadi, 2003).

(72)

mempunyai skala tertentu dan mengikuti proyeksi peta tertentu (Purwadhi. 2001; hal 162). Proses perbaikan pada koreksi geometrik yaitu memperbaiki kemencengan, rotasi dan perspektif citra sehingga orientasi, proyeksi dan anotasinya sesuai dengan yang ada pada peta.

Adapun data L 1B harus mengikuti ketentuan penamaan file, sebagai berikut (Steber, 2007; hal 63):

rrsss_YYYYMMDD_hhmm_MODxxx.hdf Dimana:

rr: stasiun penerima (as: Alice Springs, da: Darwin, gd: GSFC/DAAC, ho: Hobart, mu: Murdoch University, wi: University of Wisconsin

sss: satelit (t01: Terra online attitude/ephemeris, t11: Terra post processed attitude/ephemeris, a01: Aqua online/predicted attitude/ephemeris, a11: Aqua post processed attitude/ephemeris)

YYYY: data set tahun MM: data set bulan DD: data set hari hh: data set jam mm: data set menit

(73)

Contoh:

DAAC data set

gdt01_20070913_0255_MOD02QKM gdt01_20070913_0255_MOD02HKM gdt01_20070913_0255_MOD021KM gdt01_20070913_0255_MOD03

3.4.2 Quicklook Serta Nilai Yang Diolah

(74)

Gambar 3.2 Quicklook Gambar 3.2 Quicklook L

3.4.3 Menghasilkan Titik Panas Dengan Algoritma Mod14 3.4.3 Menghasilkan Titik Panas Dengan Algoritma Mod14

Mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global (Steber, 2007; hal 31). Berikut adalah input nilai untuk menghasilkan titik panas dengan perintah:

Mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global (Steber, 2007; hal 31). Berikut adalah input nilai untuk menghasilkan titik panas dengan perintah:

mod14 [-tvgdc] [-c coarse_output] MOD021KM_input MOD03_input output_file

(75)

input menurut perintah diatas: mod14 –v gdt01_20070913_0255_MOD021KM.hdf

gdt01_20070913_0255_MOD03.hdf hotspot_20070913.hdf

(76)
(77)

Gambar 3.4 Tampilan HDF

(78)

Untuk membuka file yang telah disimpan dengan tipe data DBF 4 (dBASE IV) yang diberi nama 20070913.dbf yaitu terlebih dahulu buka software Arc View 3.3 kemudian lakukan langkah seperti yang terlihat pada gambar 3.6 dengan cara klik Tables Æ Add, sehingga muncul tampilan Add Table kemudian cari nama file pada directories yang dituju. Sedangkan untuk menampilkan simbol titik dari format penyimpanan tipe data dbf tadi yaitu dengan cara pilih menu bar View Æ Add Event Theme sehingga muncul tampilan seperti yang terlihat pada gambar 3.7 kemudian tentukan longitude sebagai X field dan latitude sebagai Y field. Setelah simbol titik dari format penyimpanan tipe data dbf tampil, maka langkah selanjutnya adalah lakukan konversi ke tipe data shp sesuai dengan format penyimpanan yang dimiliki oleh software Arc View yaitu dengan cara pilih menu bar Theme Æ Convert to Shapefile sehingga tampilan akan terlihat seperti pada gambar 3.8.

(79)

Gambar 3.7 Add event theme

(80)

3.4.4 Input Nilai Pada Program Imapp2bin dan Mod2rect

Program imapp2bin berfungsi menyaring band yang diperlukan 4 file HDF (Hierarchical Data Format), sedangkan program mod2rect berfungsi untuk memetakan kembali band ke area yang terpilih (Steber, 2007; hal 64). Terlebih dahulu buka cygwin, karena cygwin mempunyai tugas untuk menjalankan program imapp2bin v4.4 dan mod2rect v1.10 seperti perintah yang terlihat di bawah ini:

cd Reny cd 256 ls

projectl1b.csh

/usr/bin/projectl1b.csh base latmin latmax lonmin lonmax maplines mapsamples bandlist

input sesuai perintah diatas: projectl1b.csh gdt01_20070913_0255 -4 7 108 119 4400 4400 r1 r2

(81)

Keterangan:

ls = list files at current directory latmin = latitude minimal latmax = latitude maksimal lonmin = longitude minimal lonmax = longitude maksimal

maplines, mapsamples = jumlah piksel

(82)

Gambar 3.10 Tampilan tipe data ers 3.4.5 Pemotongan Citra (Cropping)

Pemotongan citra (cropping) digunakan untuk memperkecil daerah yang dikaji (Hidayat, 2005; hal 39). Langkah untuk memotong citra (cropping) adalah sebagai berikut:

1. Data dari tiap band yang digabung dibuka, contoh: 256gdt01_20070913_0255. kemudian tampilkan semua band pada file tersebut, lalu ganti dengan nama-nama bandnya.

(83)

menampilkan data vektor dengan format penyimpanan tipe data erv.

Gambar 3.11 Window algorithm

Klik load file untuk dapat menampilkan data vektor (*.erv)

(84)

Gambar 3.12 Raster region

4. Langkah selanjutnya adalah memberikan formula untuk memotong citra (cropping) tersebut dengan cara: klik icon

(85)

Formula Editor pilih menu Standard Æ Inside region polygon test. Lalu isi INPUT1: B1:r1 dan REGION1: Region_0, lakukan hal tersebut pada tiap band yang ada. 5. Selanjutnya file dapat disimpan dalam bentuk virtual, misal:

Crop_256gdt01_20070913_0255.ers (lihat gambar 3.13)

Gambar 3.13 Hasil cropping 3.4.6 Pembuatan Layout

(86)

terlihat pada gambar 3.14, selanjutnya layout tersebut dapat dimodifikasi sesuai keinginan mengenai informasi apa saja yang ingin ditampilkan. Untuk penyimpanan layout, selain tersedia fasilitas penyimpanan dari masing-masing aplikasi mapping, dapat pula menggunakan file image dengan standar format grafik seperti BMP, GIF, dan JPEG.

Layout ini berisikan informasi sebaran titik panas dengan nilai confidence tertinggi dan terendah pada tiap Kabupaten, serta informasi tutupan lahan yang terbakar apabila terdapat titik panas dan berpotensi terjadinya kebakaran.

(87)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Hasil dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) dengan menggunakan data yang diperoleh dari satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang telah diproses selama 1 (satu) bulan yaitu pada bulan September tahun 2007 terbagi menjadi 2 (dua) yaitu peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas dalam bentuk vektor dan peta citra satelit dalam bentuk raster. Gambar 4.1 merupakan tampilan peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas dan pada gambar 4.2 merupakan tampilan dari peta citra satelit.

(88)

Gambar 4.2 Peta citra satelit 4.2 PEMBAHASAN

(89)
(90)

Tabel 4.1 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007

No. Kelas Penutupan Lahan Hari

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1. Hutan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 2 3 0 0 0 1 0 0 0

2. Semak belukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 5 0 0 1 0 11 0 1 1 0 8 0 5 0 0 0

3. Perkebunan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4. Lahan terbuka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5. Savanna (padang rumput) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6. Pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2 0 2 0 1 0 0 1 0 3 0 0 0 0 0

7. Sawah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 7 0 1 0 0 2 0 1 0 0 0

8. Rawa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

(91)

Tabel 4.2 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan batas administrasi selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007

No. Kabupaten Hari

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1. Kapuas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 1 0 4 0 2 0 0 1 0 5 0 0 0

2. Kotawaringin Timur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 3 0 0 1 0 4 0 1 0 0 0

3. Kotawaringin Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 3 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0

4. Kota Palangka Raya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0

5. Katingan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 0 0 2 0 2 0 0 0 0 0

6. Barito Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

7. Pulang Pisau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 5 0 0 0 0 10 0 2 0 0 2 0 1 0 0 0

8. Gunung Mas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0

9. Lamandau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0

10. Sukamara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(92)

Sedangkan untuk tabular pada masing-masing tanggal dapat dibandingkan antara tabel data NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang diperoleh dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), seperti yang terlihat pada lembar lampiran 2, sebagai contoh dapat dilihat tabel 4.1.

Gambar

Tabel 2.1  (lanjutan)
Gambar 2.6 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran
Gambar 2.7 Pola pikir pengolahan
Tabel 2.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebaran Titik Panas Tahunan Pada Areal Penutupan Lahan Tahun 2003 Berdasarkan data satelit NOAA-AVHHR tahun 2003 (Gambar 7), sebaran titik panas pada areal penutupan lahan di

Untuk meningkatkan fungsi pencarian titik panas, maka pada penelitian ini ditambahkan dengan fasilitas pencarian berupa dropdown checklist yang dapat menampilkan

Jumlah titik panas dapat sangat bervariasi dari suatu pengukuran selanjutnya tergantung dari waktu pengukuran pada hari itu (aktivitas api berkurang pada malam hari dan paling

Berdasarkan data titik panas yang terpantau dari satelit NOAA-AVHRR dapat diketahui bahwa selama rentang waktu dari tahun 2000 hingga tahun 2011, pada daerah Kalimantan Barat

Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 304 Dalam aplikasi untuk pemantauan potensi banjir harian yang telah dioperasionalkan oleh Lapan dan informasinya selalu diperbaharui

Salah satu pengaplikasiannya adalah dengan mengembangkan aplikasi pemetaan web untuk diseminasi informasi pemantauan sebaran titik panas yang akan berfungsi dalam

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MENGIDENTIFIKASI PERUBAHAN LUASAN PERTAMBANGAN PASIR ILEGAL DI KOTA BATAM Oleh : Destri ramadani/18331017

KESIMPULAN Pola temporal titik panas hotspot di Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah dari bulan Januari hingga Desember mulai tahun 2001 hingga 2020 terlihat