PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DOSIS TUNGGAL
ALBENDAZOLE SELAMA 2 DAN 3 HARI PADA INFEKSI
TRICHURIS TRICHIURA
PADA ANAK SDN 102052
TANJUNG BERINGIN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
TESIS
Oleh
ENIE
107027003
Magister Ilmu Kedokteran Tropis
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
MEDAN
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DOSIS TUNGGAL
ALBENDAZOLE SELAMA 2 DAN 3 HARI PADA INFEKSI
TRICHURIS TRICHIURA
PADA ANAK SDN 102052
TANJUNG BERINGIN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Tropis dalam Program Studi Ilmu
Kedokteran Tropis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
ENIE
NIM:107027003
MAGISTER ILMU KEDOKTERAN TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : Perbandingan Efektivitas Dosis Tunggal Albendazol Selama 2 dan 3 Hari pada Trichuris trichiura pada Anak SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai
Nama Mahasiswa : Enie
Nomor Pokok : 107027003
Program Studi : Ilmu Kedokteran Tropis
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.dr.Aman.A.P.Depari,DTM&H,Sp.Park) (
Ketua Anggota
dr.Endang.H.Gani,DTM&H,Sp.Park)
Ketua Program Studi Dekan
Telah diuji pada
Tanggal : 18 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof.dr.Aman A.P.Depari,DTM&H,Sp.Park
ANGGOTA : 1. dr. Endang H.Gani,DTM&H,Sp.Park
2. Prof.dr.Chairuddin P.Lubis, DTM&H,Sp.A(K)
3. Prof.dr.Aznan Lelo,PhD,Sp.FK
PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis
nyatakan dengan benar.
Nama : Enie
NIM : 107027003
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Enie
NIM : 107027003
Program Studi : Ilmu Kedokteran Tropis Jenis Karya Ilmiah : Tesis
demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royaliti Non-eksklusif (Non-exclusive
Royality Free Right) atas tesis saya yang berjudul :
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DOSIS TUNGGAL ALBENDAZOLE
SELAMA 2 DAN 3 HARI PADA INFEKSI TRICHURIS TRICHIURA PADA
ANAK SDN 102052 TANJUNG BERINGIN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royaliti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihkan media, memformat, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis ini tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan Pada tanggal : Juli 2013 Yang menyatakan
ABSTRAK
Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu infeksi Soil-Transmitted
Helminth (STH) yang banyak di Indonesia, yang dapat menyebabkan malnutrisi,
anemia, peradangan kronis saluran pencernaan, gangguan tumbuh kembang anak, gangguan proses belajar dan kehadiran di sekolah,.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut terhadap
trichuriasis, dengan uji klinis tersamar ganda terhadap 61 anak SDN 102052
Bagan Kuala. Kelompok I (n=30) diberikan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut dan kelompok II (n=31) diberikan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut. Sampel tinja diperiksa dengan metode
Kato-Katz sebelum dan sesudah pemberian obat hari ke 7, 14, 21 dan 28. Analisis
data dengan Uji Chi-Square dan t independent.
Pemberian dosis tunggal abendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut menunjukkan angka kesembuhan masing-masing sebesar 70% dan 96,77%. Pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut lebih efektif dibandingkan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut.
ABSTRACT
Trichuris trichiura infection is one of the more common Soil-Transmitted
Helminth (STH) infections in Indonesia, which could impair nutritional state,
anemia, chronic imflammatory digestion, impair children’s growth, study and school attendance.
The purpose of this study is to compare the effectivity of single dose albendazole 400 mg for 2 days and 3 days against trichuriasis, by a double blind ramdomized clinical trial on 61 children at SDN 102052 Bagan Kuala. Group I (n = 30) was given single dose albendazole 400 mg for 2 days and group II (n = 31) was given single dose albendazole 400 mg for 3 days. Kato-Katz method was used for stool examinations before and after drug administration on days 7, 14, 21 and 28. Data obtained were analyzed by using Chi-Square and t independent tests.
Single dose Abendazole 400 mg for 2 days and 3 days showed the cure rates 70% and 96.8%, respectively. Administration of albendazole 400 mg for 3 days was significantly more effective than albendazole 400 mg for 2 days.
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur kami panjatkan pada hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya maka penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Kedokteran Tropis di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Kedokteran Tropis.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH, atas kesempatan menjadi mahasiswa Magister Ilmu Kedokteran Tropis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Bapak Prof. dr. Aman A.P. Depari, DTM&H, Sp.Park dan dr. Endang H. Gani, DTM&H, Sp.Park selaku dosen pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai yang memberikan izin penelitian kepada penulis, Bappeda, Dinas Kesehatan, Kepala Desa Bagan Kuala Kabupaten Serdang Bedagai, Kepala Sekolah dan seluruh staf pengajar SDN 102052 Bagan Kuala beserta jajarannya yang telah memberikan dukungan data dan membantu penulis dalam penulisan tesis ini.
Seluruh rekan mahasiswa Program Magister Ilmu Kedokteran Tropis angkatan 10 yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis.
Kepada kedua orang tua yang tercinta, mami yang tersayang dan keluarga yang telah banyak memberikan dukungan doa, dorongan semangat, kesabaran dan pengorbanan atas waktu dan keikhlasan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
Akhirnya saya hanya mampu berdoa dan bermohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada seluruh keluarga, sahabat dan handaitolan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik secara langsung ataupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik secara moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi sesama untuk kebaikkan. Segala kebenaran datangnya dari Tuhan Yang Maha Esa dan segala kesalahan yang ada merupakan kesalahan penulis yang dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.
Medan, Juli 2013 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak ... i
Abstract ... ii
Ucapan Terima Kasih ... iii
Riwayat Hidup... v
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... ix
Daftar Gambar ... x
Daftar Singkatan dan Lambang ……… xi
Bab 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Hipotesa ... 5
1.5. Manfaat Penelitian ... 5
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Trichuris trichiura ... 6
2.1.1. Siklus hidup ... 7
2.2. Trichuriasis ... 8
2.2.1. Epidemiologi ... 8
2.2.2. Gejala Klinis ... 9
2.3. Albendazole ... 10
2.3.1. Dosis Albendazole ... 11
2.3.2. Farmakokinetika Albendazole ... 12
2.3.3. Penggunaan Klinis Albendazole ... 12
2.3.4. Efek Samping Albendazole ... 12
2.3.5. Kontraindikasi Albendazole ... 13
2.4. Kerangka Teori ... 13
2.5. Gambaran Umum Keadaan Desa Bagan Kuala, Tanjung Beringin ... 13
Bab 3 METODE PENELITIAN ... 16
3.1. Jenis Penelitian ... 16
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16
3.2.1 Tempat ... 16
3.2.2 Waktu ... 16
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 16
3.3.1 Populasi ... 16
3.3.2 Sampel ... 16
3.4. Perkiraan besar Sampel ... 17
3.5. Cara Kerja ... 18
3.5.1 Prosedur Pengambilan Sampel ... 18
3.5.2 Cara Peracikan dan Pemberian Obat ... 18
3.6. Pemeriksaan tinja dengan metode Kato Katz ... 19
3.6.1 Bahan Penelitian ... 19
3.6.2 Cara Pemeriksaan Kato-Katz ... 19
3.8. Konsep Penelitian ... 20
3.9. Defenisi Operasional ... 20
3.10. Alur Penelitian ... 21
3.11. Pengolahan dan Analisa Data ... 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1. Tahapan Penelitian ... 25
4.2 Karakteristik Penelitian ... 25
4.2.1 Karakteristik Responden ... 23
4.2.2 Infeksi T.trichiura ... 26
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 332 5.1. Kesimpulan ... 32
5.2. Saran ... 32
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Penelitian Terdahulu ... 3 2.1. Kejadian yang sering muncul pada waktu tertentu di desa Bagan
Kuala ... 14 2.2. Data Kesehatan Lingkungan desa Bagan Kuala 2013 ... 15 4.1. Karakteristik dasar penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin,
berat badan dan tinggi badan ... 25 4.2. Karakteristik dasar penelitian berdasarkan intensitas infeksi ... 26 4.3. Hasil analisis pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama
2 dan 3 hari terhadap tingkat kesembuhan infeksi cacing T.trichiura
sampai pengamatan 28 hari ... 27 4.4. Perbedaan persentase Angka Penurunan Telur (APT) trichuriasis
pada hari ke-7, 14, 21 dan 28 ... 29 4.5 Hasil analisis bivariat pemberian dosis tunggal albendazole 400
mg selama 2 dan 3 hari terhadap Angka Penurunan Telur sampai
pengamatan 28 hari ... 29 4.6. Sembuh-Tidak sembuh berdasarkan intensitas infeksi T.trichiura
sebelum intervensi ... 30 4.7 Sembuh-Tidak sembuh berdasarkan intensitas infeksi T.trichiura
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. T.trichura betina & jantan ... 7
2.2. Telur T.trichiura ... 7
2.3. Telur T.trichiura ... 7
2.4. Siklus hidup T.trichiura ... 8
2.5. Kerangka Teori ... 13
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 20
3.2. Alur Penelitian ... 21
4.1. Tahapan Penelitian ... 23
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
WHO : World Health Organization
STH : Soil-Transmitted Helminth
T.trichiura : Trichuris trichiura
epg : egg per gram
∑ : kumulatif
n : jumlah responden
Zα : Deviat baku normal untuk α
Zβ : Deviat baku normal untuk β
< : Lebih kecil dari
α : Kesalahan tipe I
β : Kesalahan tipe II
P : Besarnya peluang untuk hasil yang diobservasi bila hipotesis nol benar
IK : Interval Kepercayaan
SDN : Sekolah Dasar Negeri
SD : Standart Deviasi
APT : Angka Penurunan Telur
ABSTRAK
Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu infeksi Soil-Transmitted
Helminth (STH) yang banyak di Indonesia, yang dapat menyebabkan malnutrisi,
anemia, peradangan kronis saluran pencernaan, gangguan tumbuh kembang anak, gangguan proses belajar dan kehadiran di sekolah,.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut terhadap
trichuriasis, dengan uji klinis tersamar ganda terhadap 61 anak SDN 102052
Bagan Kuala. Kelompok I (n=30) diberikan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut dan kelompok II (n=31) diberikan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut. Sampel tinja diperiksa dengan metode
Kato-Katz sebelum dan sesudah pemberian obat hari ke 7, 14, 21 dan 28. Analisis
data dengan Uji Chi-Square dan t independent.
Pemberian dosis tunggal abendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut menunjukkan angka kesembuhan masing-masing sebesar 70% dan 96,77%. Pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut lebih efektif dibandingkan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut.
ABSTRACT
Trichuris trichiura infection is one of the more common Soil-Transmitted
Helminth (STH) infections in Indonesia, which could impair nutritional state,
anemia, chronic imflammatory digestion, impair children’s growth, study and school attendance.
The purpose of this study is to compare the effectivity of single dose albendazole 400 mg for 2 days and 3 days against trichuriasis, by a double blind ramdomized clinical trial on 61 children at SDN 102052 Bagan Kuala. Group I (n = 30) was given single dose albendazole 400 mg for 2 days and group II (n = 31) was given single dose albendazole 400 mg for 3 days. Kato-Katz method was used for stool examinations before and after drug administration on days 7, 14, 21 and 28. Data obtained were analyzed by using Chi-Square and t independent tests.
Single dose Abendazole 400 mg for 2 days and 3 days showed the cure rates 70% and 96.8%, respectively. Administration of albendazole 400 mg for 3 days was significantly more effective than albendazole 400 mg for 2 days.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Infeksi cacing Trichuris trichiura adalah salah satu infeksi
Soil-Transmitted Helminth (STH) yang banyak di Indonesia. Data survei di berbagai
tempat di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi T.trichiura merupakan masalah di semua daerah di Indonesia dengan prevalensi 35% sampai 75% (Keisser & Utzinger, 2008; Schmidt et al., 2005). Infeksi cacing ini dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Cacing ini dapat menyebabkan timbulnya malnutrisi, anemia, gangguan proses belajar dan kehadiran di sekolah, karena parasit ini hidup di saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan proses peradangan kronis yang dapat menganggu kesehatan anak (Awashi et al., 2003; Hall & Nahar, 1994).
Iklim Indonesia sangat sesuai untuk infeksi STH (Margono, 2003). Ada beberapa spesies cacing yang mempunyai prevalensi tinggi dan tersebar luas, seperti prevalensi infeksi Trichuris trichiura dan Ascaris lumbricoides lebih dari 70% dengan angka prevalensi T.trichiura di Sumatera Utara mencapai 78,6% (Dewayani et al., 2004). Faktor lingkungan juga mempunyai pengaruh yang penting dalam proses transmisi, seperti iklim tropis di Indonesia, di mana tempat tinggal dengan sanitasi yang buruk serta higienitas yang rendah mempunyai risiko terinfeksi yang lebih tinggi (Brooker et al., 2006; WHO, 2003).
Infeksi cacing dapat ditemukan pada berbagai golongan umur, namun lebih sering ditemukan pada anak balita dan anak usia sekolah, terutama yang mempunyai kebiasaan bermain di tanah dan makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu (Ibrahim, 2013; Ideham, 2007).
World Health Organization (2006) melaporkan infeksi A.lumbricoides
mencapai 1 miliar orang, T.trichiura 795 juta orang dan cacing tambang 740 juta orang. World Health Organization (2012) mendapatkan 1,5 miliar (24%) terinfeksi STH, 270 juta anak merupakan usia prasekolah dan 600 juta anak bertempat tinggal di daerah parasit yang ditularkan secara intensif.
T.trichiura (Keisser et al., 2008; WHO, 2007). Dosis albendazole yang direkomendasikan adalah 400 mg dosis tunggal. Obat ini efektif dalam mengontrol morbiditas yang berhubungan dengan infeksi cacing yang endemis (Keisser et al., 2008). Albendazole adalah anthelmintik benzidazole yang mekanisme kerjanya mengganggu biokimia nematoda yang rentan. Efek kerja obat tersebut bekerja secara selektif dan irreversible dalam menurunkan atau menghambat pengambilan glikogen parasit, sehingga mengganggu berbagai stadium pada perkembangan parasit tersebut (Katzung, 2004).
Belizario et al.(2003) dalam penelitiannya di Philipina pada anak sekolah penderita trichuriasis umur 6-12 tahun diberikan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 1 hari didapatkan angka kesembuhan 31,5% dan angka penurunan jumlah telur 54% (tabel 1).
Yunus(2008) dalam uji Clinical Trial prospektif di Medan Tembung melaporkan angka kesembuhan 57,6% pada pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 1 hari, 56,6% pada pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut dan 74,6% pada pemberian dosis tunggal 400 mg selama 3 hari berturut-turut pada trichuriasis (tabel 1).
Hasil studi Legesse et al.(2004) di Etiopia pada anak sekolah umur 6-19 tahun dengan pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 1 hari didapatkan angka kesembuhan 17,1% terhadap trichuriasis (tabel 1).
Vercruyse et al.(2007) dalam penelitiannya di 7 negara (Brazil, Kamerun, Kamboja, Etiopia, India, Tanzania dan Vietman) melaporkan angka kesembuhan 46,6% pada pemberian dosis tunggal albendazole 400 selama 1 hari pada trichuriasis (tabel 1). Studi lain yang dilaporkan Steinmann et al.(2011) di RRC didapatkan angka kesembuhan 33,8% pada pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 1 hari dan 56,2% pada pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut terhadap trichuriasis (tabel 1).
Tabel 1 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian di atas menunjukkan pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg untuk penanggulangan infeksi cacing T.trichiura tidak memberi hasil yang baik, apabila memperlama pemberian albendazole akan didapatkan hasil yang lebih baik (Lubis, 2009), tapi mengingat biaya, maka dicoba pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut.
air besar mereka lakukan di MCK umum dan jamban cemplung yang banyak di sekitar sungai, sedangkan anak-anak buang air besar di pekarangan sekitar rumah, selokan, atau tinjanya dibungkus dan dibuang di sembarang tempat. Hal ini menyebabkan terjadi pencemaran tanah oleh telur cacing STH. Ketika terjadi banjir, luapan air akan membawa tinja yang mengandung telur cacing STH, sehingga terjadi penyebaranke seluruh pemukiman penduduk. Telur tersebut akan berkembang menjadi telur yang infektif di tanah, yang sangat mudah menginfeksi manusia. Berdasarkan alasan tersebut, peneliti mengharapkan tingginya infeksi cacing T.trichiura pada desa tersebut.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka diteliti bagaimana efektivitas pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut terhadap penyembuhan dan penurunan jumlah telur T.trichiura pada anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan efektivitas dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari dalam menurunkan infeksi cacing T.trichiura dan menurunkan jumlah telur cacing T.trichiura pada anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui perbandingan efektivitas dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut terhadap kesembuhan infeksi trichuriasis pada anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.
b. Untuk mengetahui perbedaan efektivitas dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut terhadap penurunan jumlah telur cacing
T.trichiura pada anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin,
1.4 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah efektivitas dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut lebih baik dibandingkan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut dalam penyembuhan dan penurunan jumlah telur cacing T.trichiura pada anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Mendapatkan anthelmintik dengan dosis yang tepat dalam upaya menurunkan transmisi telur cacing T.trichiura sehingga dapat menurunkan angka reinfeksi trichuriasis.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah dalam menanggulangi infeksi cacing T.trichiura dan meningkatkan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan anak di Indonesia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trichuris trichiura
T.trichiura pertama sekali ditemukan oleh Linnaeus (1771). Siklus hidup
T.trichiura pertama sekali dipelajari oleh Grassi (1887), selanjutnya oleh
Fulleleborn (1923) dan Hasegawa (1924) (dikutip dari Eisenberg, 1983).
T.trichiura berbentuk mirip cambuk, sehingga disebut sebagai cacing
cambuk (Behrman & Vaughan, 1995; Garcia & Bruckner, 1996; Maegraith & Gilles, 1971). Bagian anteriornya yang merupakan 3/5 bagian tubuhnya, halus mirip benang. Sedangkan 2/5 bagian tubuhnya merupakan bagian posterior yang tampak lebih tebal. Bagian kaudal cacing jantan melengkung ke ventral 3600 dan dilengkapi dengan spikulum. Bagian kaudal cacing betina membulat dan tumpul mirip koma (Brown & Neva, 1983; Hunter et al., 1976). Panjang cacing betina 35- 50 mm dan panjang cacing jantan 30-45 mm (Gambar 2.1. a & b). Telur berbentuk mirip buah lemon dan berukuran 50 µm x 22 µm, berkulit tebal dan licin terdiri atas dua lapis dan berwarna trengguli-coklat. Pada masing-masing kutubnya dilengkapi tutup (plug) transparan yang menonjol Telur berisi massa granula yang seragam, berwarna kuning (Faust & Russel, 1965; Hunter et al., 1976; Prasetyo, 2003; Schmidt et al., 2005; Soedarto, 2008) (Gambar 2.2).
Cacing dewasa jarang ditemukan di dalam tinja karena melekat pada dinding usus besar (Garcia & Bruckner, 1996). Bagian kepala cacing ini terbenam dalam mukosa dinding usus sedangkan ujung posteriornya lebih tebal dan terletak bebas di lumen usus besar (Eisenberg, 1983; Faust & Russel, 1965; Garcia & Bruckner, 1996; Hunter et al., 1976; Schmidt et al., 2005).
Di tanah telur dapat berkembang setelah 10-14 hari menjadi telur berembrio (berisi larva) yang bersifat infektif (Garcia & Bruckner, 1996; Hunter et al., 1966; Warren & Mahmoud, 1984). Telur T.trichiura harus dibedakan dari telur
Capillaria hepatica yang berbentuk lonjong seperti telur T.trichiura. Telur
Capillaria hepatica berukuran 51-67 x 30-35 µm dan kedua kutubnya terdapat
Gambar 2.1. a. T.trichiura betina. b. T.trichiura jantan.
Gambar 2.2 Telur T.trichiura
2.1.1 Siklus Hidup
Manusia mendapatkan infeksi T.trichiura karena tertelan telur cacing infektif yang mengkontaminasi makanan. Telur-telur menetas di usus halus, larva akan keluar, berkembang di mukosa usus kecil dan menjadi dewasa di sekum, akhirnya melekat pada mukosa usus besar. Cacing betina menjadi dewasa dalam tiga bulan dan akan mulai bertelur dalam 60-70 hari setelah menginfeksi manusia dan dapat hidup selama 5 tahun lebih serta menghasilkan 10.000 telur setiap hari. Telur dikeluarkan dalam stadium belum membelah dan membutuhkan 10-14 hari untuk menjadi matang pada tanah yang lembab (Behrman & Vaughan, 1995; Eisenberg, 1983; Faust & Russel, 1965; Garcia & Bruckner, 1996; Hunter et al., 1966) ( Gambar 2.3)
Gambar 2.3. Siklus hidup T.trichiura (dikutip dari WHO)
2.2 Trichuriasis
Trichuriasis disebabkan oleh infeksi cacing T.trichiuira yang melekat pada mukosa usus manusia, terutama di daerah kolon (Eisenberg, 1983; Faust & Russel, 1965; Garcia & Bruckner, 1996; Hunter et al., 1966; Prasetyo, 2003; Schmidt et al., 2005).
2.2.1 Epidemiologi
Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang penting dalam proses transmisi, sanitasi yang buruk, higienitas yang jelek, populasi yang padat, umumnya dijumpai pada tempat yang kumuh dan tingkat sosioekonomi yang rendah sangat menguntungkan perkembangan cacing T.trichiura. Indonesia mempunyai empat area ekologi utama terhadap transmisi T.trichiura yaitu dataran tinggi, dataran rendah, kering dan hujan (Keisser & Utzinger, 2008; Schmidt et al., 2005).
Angka prevalensi tertinggi terjadi pada anak umur 5-15 tahun, yang terinfeksi karena terlelan telur yang infeksius dari tanah yang terkontaminasi (Montresor, 1998; Pasaribu & Lubis, 2008; Rudolph & Hoffman, 1987). Telur
T.trichiura tidak dapat bertahan dalam suasana yang kering (37oC) atau yang
dingin sekali (Garcia & Bruckner, 1996; Hunter et al., 1976). Temperatur lethal untuk T.trichiura +52oC dan -9o
Anak usia sekolah mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap infeksi cacing STH, terutama anak kecil yang bermain di tanah. Anak yang bertempat tinggal di lingkungan sanitasi buruk dan hiegenitas yang rendah mempunyai risiko terinfeksi yang lebih tinggi (Brown & Neva, 1983; Maegraith & Gilles, 1971; Hunter et al., 1976). Sekolah di pedesaan biasanya suplai air ataupun fasilitas jamban kurang memadai, pendidikan higienie yang rendah dan tumpukan sampah di lingkungan sekolah juga mendukung tingginya prevalensi (Brooker et al., 2006; WHO, 2003).
C. Oleh karena itu, trichuriasis lebih sering terjadi di daerah yang hangat dan lembab. Telur dengan lingkungan yang optimal dapat bertahan 6 tahun (Warren & Mahmoud, 1984).
2.2.2 Gejala Klinis
Gejala klinis yang timbul berhubungan dengan jumlah cacing. Jumlah cacing yang besar dapat menimbulkan anemia berat, disentri, nyeri perut, mual-muntah, berat badan menurun dan prolapsus ani (Behrman & Vaughan, 1995; Eisenberg, 1983; Garcia & Bruckner, 1996; Maegraith & Gilles, 1971).
T.trichiura mengisap darah dari host diperkirakan 0,005 ml darah/hari/ekor
(Behrman, 1995; Brown & Neva, 1983; Faust & Russel, 1965; Hunter et al., 1966; Schmidt et al., 2005).
2.2.3 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan identifikasi dan ditemukan telur cacing T.trichiura
dalam tinja (Behrman & Vaughan, 1995; Brown & Neva, 1983; Soedarto, 2007). Pemeriksaan yang direkomendasikan adalah pemeriksaan sampel tinja dengan tehnik hapusan tebal cara Kato-Katz. Metode ini dapat mengukur intensitas infeksi secara tidak langsung dengan menunjukkan jumlah telur per gram tinja (Epg) (Brooker et al., 2006; Prasetyo, 2003).
Dengan metode Kato-Katz, penghitungan egg per gram (Epg) didapat dengan mengalikan jumlah telur yang dihitung dengan faktor multiplikasi. Faktor ini bervariasi bergantung dari berat tinja yang digunakan. WHO merekomendasikan hapusan yang menampung 41,7 mg tinja , di mana dengan faktor multiplikasinya 24 (Prasetyo, 2003).
WHO menetapkan derajat intensitas infeksi sebagai berikut (Katzung, 2004) : a. Derajat ringan : 1 – 999 Epg
b. Derajat sedang : 1.000 – 9.999 Epg c. Derajat berat : > 10.000 Epg
2.3 Albendazole
WHO memberikan empat daftar anthelmintik esesial yang aman dalam penanganan dan kontrol STH, yaitu albendazole, mebendazole, levamisole dan pirantel pamoat. Jika diberikan secara regular pada komunitas yang terinfeksi, obat-obat ini efektif dalam mengontrol morbiditas yang berhubungan dengan infeksi cacing yang endemis (Keisser & Utzinger, 2008).
dalam nematoda secara selektif dan irreversible dalam menurunkan atau menghambat pengambilan glikogen nematoda, nematoda usus akan dilumpuhkan secara pelahan-lahan, sehingga mengganggu berbagai stadium pada perkembangan parasit tersebut. Akibatnya cadangan glikogen menjadi habis, sehingga terjadi penurunan atau gangguan dalam produksi adenosine triphosphate (ATP) dan mencapai tahap dimana kadar energi inadekuat, menyebabkan parasit tidak dapat hidup (Katzung, 2004).
Albendazole memiliki efek larvasidal (pembunuh larva) dan efek ovisidal (pembunuh telur). Albendazole tersedia dalam bentuk tablet dan cairan, sediaan 200 mg dan 400 mg (Bennett & Brown 2008; Brenner & Steven, 2010; Katzung, 2004).
Albendazole tersedia dalam berbagai bentuk dan dagang seperti :
a. Helben ( PT. MECOSIN INDONESIA ) kaplet 400 mg dan suspensi 200 mg / 5 ml.
b. Albendazole (PT.INDOFARMA) kaplet 400 mg. c. Albendazole (GlaxoSmithKline – WHO OMS) 400 mg.
Albendazole diindikasikan untuk mengobati infeksi cacing usus baik infeksi tunggal maupun infeksi campuran (Bennett & Brown, 2008) :
a. Ascaris lumbicoides
b. Trichuris trichiura
c. Necator americanus
d. Ancylostoma duodenale
e. Enterobius vermicularis
f. Strongyloides stercolaris
g. Taenia Spp
2.3.1 Dosis Albendazole (Katzung, 2004; Tan & Rahardja, 2008)
a. Untuk dewasa dan anak-anak > 2 tahun diberikan 1 kaplet 400 mg atau 10 ml suspensi yang mengandung 400 mg sebagai dosis tunggal.
:
c. Pengobatan tidak memerlukan puasa atau pemakaian obat pencahar.
2.3.2 Farmakokinetika Albendazole
Albendazole merupakan suatu benzimidazole carbamate. Setelah pemberian per oral, albendazole diserap secara tidak teratur dan dengan cepat mengalami metabolisme lintas pertama dalam hati menjadi albendazole sulfoxide dan metabolit-metabolit lain (dalam jumlah yang lebih kecil). Sekitar 3 jam setelah pemberian dosis oral 400 mg, sulfoxide tersebut mencapai konsentrasi plasma maksimum 113-367 ng/ml ; waktu paruh plasmanya 8-12 jam. Kadar plasma menurun seiring dengan kesinambungan pengobatan. Sebagian besar sulfoxide tersebut mengikatkan diri pada protein dan didistribusikan ke dalam jaringan-jaringan, termasuk ke dalam cairan empedu dan cairan serebrospinal (perbandingan serum terhadap cairan serebrospinal adalah 2:1) ( Katzung, 2004).
Ekskresi sulfoxide diduga melalui saluran empedu, karena kurang dari 1% dari zat yang bersangkutan didapati dalam urine. Penyerapan albendazole meningkat hingga lima kali lipat saat dikonsumsi dengan makanan berlemak, dan hingga empat kali lipat saat dikonsumsi dengan praziquantel (Chaudhry et al., 2004; Warren & Mahmoud, 1984).
2.3.3 Penggunaan Klinis Albendazole
Albendazole sebaiknya diberikan pada saat perut kosong untuk penanganan parasit-parasit intestinal. Pada trichuriasis, pengobatan untuk orang dewasa dan anak-anak di atas usia dua tahun adalah dosis tunggal 400 mg/hari secara oral ( Katzung, 2004).
2.3.4 Efek samping Albendazole
2.3.5 Kontraindikasi albendazole
Kontraindikasi albendazole adalah wanita hamil dan wanita yang sedang menyusui. Hati-hati bila diberikan kepada penderita dengan gangguan fungsi hati dan gangguan fungsi ginjal (Katzung, 2004; Schaefer et al., 2007).
2.4 Kerangka Teori
Gambar 2.4 Kerangka Teori
Gambar 2.4 menjelaskan pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 & 3 hari terhadap trichuriasis akan membunuh cacing dewasa, membunuh telur yang ada di tubuh cacing betina (sehingga telur tidak akan menjadi infeksius) dan membunuh larva yang baru menetas di usus halus.
2.5 Gambaran Umum Keadaan Desa Bagan Kuala, Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai
Desa Bagan Kuala merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara. Desa Bagan Kuala memilki luas wilayah 1.500 Ha dan berada pada ketinggian ± 1,5 m diatas permukaan laut (saat surut) dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
1) Sebelah Utara : Laut Selat Malaka.
2) Sebelah Timur : Desa Gelam Sei Rampah Kec. Bandar Khalifah 3) Sebelah Selatan : Desa Tebing Tinggi Kec. Tanjung Beringin 4) Sebelah Barat : Desa Pematang Kuala Kec. Teluk Mengkudu
Desa Bagan Kuala, Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai letaknya ± 15 km dari ibukota Kabupaten Serdang Bedagai atau ± 7 km dari Kecamatan Tanjung Beringin. Kabupaten Serdang Bedagai ± 60 km dari kota Medan. Desa
Bagan Kuala pada peta Kabupaten Serdang Bedagai masih merupakan “Hutan Bakau” karena sepanjang jalan menuju desa Bagan Kuala dikelilingi oleh “tumbuhan bakau”, akses jalan yang rusak parah dan medan yang berat. Sebagian kecil lahan yang berada di desa Bagan Kuala diperuntukan sebagai tempat tinggal (pemukiman) dan sebagian besar lahan gambut/lumpur dimanfaatkan oleh penduduk untuk tambak dan perkebunan.
Jumlah Penduduk Desa Bagan Kuala 2013 sebanyak 377 Kepala Keluarga atau 1.432 jiwa. Pada umumnya tingkat pendidikan mayoritas penduduk adalah SD, SLTP dan SLTA. Sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai nelayan (502 orang) dan sebagian kecil lagi bekerja sebagai petani (21 orang), buruh bangunan (10 orang), pedagang (46 orang), lain-lain/merantau bekerja sebagai tenaga kerja di malaysia (580 orang) dan pegawai negeri (1 orang).
Tabel 2.1. Kejadian yang sering muncul pada waktu tertentu di desa Bagan Kuala 2012
Masalah
Pancaroba Kemarau Musim Hujan
Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb
Kurang Pangan - - - - - - - * ** *** * - Banyak Penyakit * * * * * ** ** * * ** ** - Banjir - * * * - - - - ** *** * - Keterangan :
Tanda * (Bintang) menunjukkan tingkat kejadian, semakin sering sesuatu itu terjadi maka tanda bintang akan semakin banyak.
Tabel 2.2 Data Kesehatan Lingkungan desa Bagan Kuala 2013
Tabel 2.2 menunjukkan dusun I (lokasi penelitian) dengan jumlah 175 KK hanya memiliki 9 jamban keluarga, 13 sarana Mandi Cuci Kakus (MKC) keluarga dan 13 sumur bor (sarana air bersih). Dusun II dengan jumlah 109 KK hanya memiliki 5 jamban keluarga, 17 MCK keluarga, 1 MCK umum dengan 4 kamar mandi dan 11 sumur bor (sarana air bersih). Dusun III dengan jumlah 93 KK hanya memliki 3 MCK keluarga, 1 fasilitas umum berupa air bersih untuk mandi dan cuci, 40 sumur dan 13 sumur bor (sarana air bersih).
Dusun Jlh KK
Jamban keluarga
MKC keluarg a
Fasilitas Umum
Sarana Air Bersih
PAM Sumur Sungai Sumur bor
I 175 9 13 - - - - 13
II 109 5 17 1 MCK dengan 4 kamar mandi
- - - 11
III 93 - 3 Air bersih
Mandi+cuci
40
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan uji klinis tersamar ganda yang membandingkan efektivitas dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut + 1 hari sacharum lactis dan 3 hari berturut-turut untuk mengetahui kesembuhan dan penurunan jumlah telur cacing T.trichiura pada anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Tempat
Lokasi pengambilan sampel dilakukan di SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai. Sampel yang sudah dikumpul diperiksa di Laboratorium Parasitologi FK USU.
3.2.2 Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012 - April 2013 yang meliputi persiapan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data beserta perbaikannya.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi target adalah anak sekolah dasar yang menderita trichuriasis. Populasi terjangkau adalah anak sekolah dasar SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai bulan Januari - Februari 2013.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria Inklusi
1). Semua murid SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai 2). Hasil pemeriksaan Kato-Katz ditemukan telur T.trichiura dengan jumlah
telur/ gram tinja.
lainnya.
4). Tidak mengkonsumsi anthelmintik selama 1 bulan sebelum penelitian. 5). Orang tua murid bersedia mengisi Informed Consent.
b. Kriteria Eksklusi
1) Menolak minum obat.
2) Tidak bersedia mengembalikan pot yang berisi tinja untuk pemeriksaan
Kato-Katz setelah mendapat pengobatan.
3) Demam dan diare.
3.4 Perkiraan besar sampel
Besar sample dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi independen, yaitu :
n1 = n2 = ( Zα 2PQ + Zβ P1Q1+P2Q2 ) ( P1-P2 )
2
2
n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok A n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok B
α = kesalahan tipe I = 0,05 Tingkat kepercayaan 95%
Zα = nilai baku normal = 1,96
β = kesalahan tipe II = 0,2 Power (kekuatan penelitian) 80%
Zβ = 0,842 P1
(dikutip dari Sastroasmoro, 2011)
= angka kesembuhan penderita trichuriasis dengan regimen A = 75%
P2
A = kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari = angka kesembuhan penderita trichuriasis dengan regimen B = 90%
berturut-turut.
B = kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut.
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Prosedur Pengambilan Sampel
1) Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuesioner tertulis.
2) Pot tinja yang sudah diberi nomor dibagikan pada semua murid SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.
3) Tinja yang telah dikumpul diperiksa di laboratorium Parasitologi FK USU dengan menggunakan metode Pemeriksaan Kato- Katz.
4) Anak yang tinjanya positif telur cacing T.trichiura dengan jumlah telur/gram tinja dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok I dan kelompok II, masing-masing kelompok terdiri dari infeksi sedang dan berat.
5) Kelompok I adalah anak yang mendapat dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut + 1 hari sacharum lactis. Kelompok I terdiri dari 30 anak yaitu 26 anak infeksi sedang dan 4 anak infeksi berat.
6) Kelompok II adalah anak yang mendapat dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut. Kelompok II terdiri dari 31 anak yaitu 25 anak infeksi sedang dan 6 anak infeksi berat.
7) Tinja kelompok I dan II setelah selesai pemberian obat 3 hari akan diperiksa pada hari ke-7, 14, 21 dan 28, apakah masih ditemukan telur cacing T.trichiura dengan jumlah telur / gram tinja.
8) Mencatat efek samping obat yang timbul saat penelitian.
3.5.2 Cara Peracikan dan Pemberian Obat
3.6 Pemeriksaan tinja dengan metode Kato-Katz : 3.6.1 Bahan Penelitian
1) Rectangular cardboard (30x40x1.37mm) dengan lubang ditengahnya
berdiameter 6 mm.
2) Wire net (90 MESH )
3) Absobable paper
4) Hydrophilic Cellophane 25 x 30 mm
5) Aplikator stick/spatula dari kayu 6) Pinset
7) Kertas saring
8) Kato (Glyserol malachite green)
9) Object glass
3.6.2 Cara Pemeriksaan Kato-Katz
1) Letakkan sedikit tinja diatas kertas untuk diabsorbsi.
2) Letakkan kawat saring diatas tinja, lalu tekan agar tinja tersaring dan bertumpuk diatas kawat saring.
3) Letakkan template diatas object glass.
4) Isi lubang di template dengan tinja yang telah disaring. 5) Ratakan tinja yang berlebih dengan spatula.
6) Angkat template tersebut.
7) Lapisi tinja yang tertinggal dengan kertas cellophane.
8) Tekan object glass tersebut ke permukaan yang rata agar tinja merata dan menyebar.
9) Perataan yang baik jika dapat membaca kertas koran dibalik hapusan tinja. 10)Bacalah slide dengan mikroskop (10 x 10 dan 10 x 40).
11)Hitung jumlah telur diseluruh slide. 12)Catat jumlah telur untuk setiap spesies. Cara menghitung :
1) Bila X = jumlah telur per slide.
Interpretasi (NEPG) Trichuris trichiura : Ringan : 1 – 999
Sedang : 1.000 – 9.999 Berat : > 10.000
3.7 Variabel Penelitian
Variabel bebas : Trichuriasis dengan Epg dan lama
pemberian albendazole Kelompok pemberian albendazole : 2 dan 3 hari pada penderita trichuriasis Variabel tergantung : Sembuh / tidak sembuh
Kesembuhan infeksi T.trichiura : Jumlah telur Jumlah telur T.trichiura : Rasio
3.8 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, maka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.1 menjelaskan variabel independen pada pemberian dosis tunggal albendazole 400mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut diberikan pada penderita trichuriasis dengan infeksi sedang dan infeksi berat akan mempengaruhi variabel bebas yaitu sembuh dan tidak sembuh.
3.9 Definisi Operasional
Infeksi T.trichiura disebutkan bila ditemukan telur T.trichiura dalam tinja ( Epg ). Cara ukur : Pemeriksaan mikroskopik tinja hapusan dengan metode Kato-Katz. Alat ukur : Metode pemeriksaan Kato-Katz dengan jumlah telur / gram tinja. Hasil ukur: Jumlah telur / gram tinja dikali 24 (sesuai dengan lubang pada karton).
1. Sembuh 2. Tidak sembuh Pemberian dosis tunggal
albendazole 400mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut pada penderita trichuriasis
Trichuriasis Sedang dan
Efektivitas obat dilihat dari :
a. Sembuh bila tidak ditemukan telur cacing T.trichiura pada pemeriksaan tinja penderita setelah pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut.
b. Penurunan jumlah telur bila dijumpai jumlah telur dari awal pemeriksaan jumlahnya berkurang.
3.10 Alur Penelitian
Gambar 3.2 Alur Penelitian
Gambar 3.2 menjelaskan populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri dari intensitas infeksi sedang dan berat dan dibagi atas 2 kelompok yaitu Kelompok I (n=30) diberikan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut + 1 hari sacharum lactis dan kelompok II (n=31) diberikan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut. Sampel tinja diperiksa dengan metode Kato-Katz sebelum dan sesudah pemberian obat hari ke 7, 14, 21 dan 28. Trichuriasis dinyatakan sembuh bila tidak ditemukan telur cacing T.trichiura pada pemeriksaan tinja penderita setelah pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg
Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inlkusi, yang terdiri dari intensitas infeksi sedang dan berat
Dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut.
Dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut + 1 hari
sacharum lactis
Dinyatakan sembuh dari infeksi T.trichiura
Angka penurunan jumlah telur
selama 2 dan 3 hari berturut-turut. Penurunan jumlah telur bila dijumpai jumlah telur dari awal pemeriksaan jumlahnya berkurang.
3.11 Pengolahan dan Analisa Data
Penelitian tersebut untuk mengetahui perbedaan efektivitas dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut -turut terhadap kesembuhan infeksi T.trichiura dengan uji chi-square dengan interval kepercayaan ( IK ) 95% , p < 0,05. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan efektivitas dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut terhadap produksi telur
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tahapan Penelitian
Gambar 4.1 Tahapan Penelitian
Dari 185 anak yang masuk dalam skrining infeksi cacing T.trichiura pada anak sekolah SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai didapatkan Prevalensi kecacingan sebesar 76,76% (142 anak) , sedangkan prevalensi infeksi cacing T.trichiura didapati sebesar 81,69% (116 anak). Angka infeksi cacing campuran dijumpai lebih dominan dalam penelitian ini. Prevalensi anak yang menderita infeksi campuran cacing T.trichiura dan A.lumbricoides sebesar
185 anak yang masuk dalam skrining infeksi cacing T.trichiura
142 anak yang menderita kecacingan STH (infeksi
T.trichiura,A.lumbricoides dan infeksi campuran
T.trichiura + A.lumbricoides
116 anak trichuriasis diperiksa dengan metode Kato-Katz
77 anak penderita trichuriasis sedang-berat
66 anak dengan infeksi cacing T.trichiura sedang-berat yang memenuhi kriteria penelitian
61 anak dengan infeksi cacing T.trichiura sedang-berat yang bersedia mengikuti seluruh rangkaian penelitian
Randomisasi
Kelompok II : n = 31 dengan intensitas infeksi sedang = 25 anak dan infeksi berat = 6 anak diberi dosis tunggal albendazole
400 mg selama 3 hari berturut- turut
Kelompok I : n = 30 dengan intensitas infeksi sedang = 26 anak
dan infeksi berat = 4 anak diberi dosis tunggal albendazole 400 mg
71,83% (102 anak), infeksi tunggal cacing T.trichiura hanya didapati pada 11,81% (15 anak) dan infeksi tunggal cacing A.lumbricoides didapati sebesar 22,41% (26 anak). Anak penderita trichuriasis dengan intensitas infeksi sedang merupakan kelompok yang terbesar pada responden penelitian ini yaitu 86,67% pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut dan 80,65% pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut (Gambar 4.1) .
Masyarakat Bagan Kuala kebanyakan tidak memiliki jamban keluarga, sehingga untuk buang air besar mereka lakukan di MCK umum dan jamban cemplung yang banyak di sekitar sungai, sedangkan anak-anak buang air besar di pekarangan sekitar rumah, selokan, atau tinjanya dibungkus dan dibuang di sembarang tempat. Hal ini menyebabkan terjadi pencemaran tanah oleh telur cacing STH.
Ketika terjadi banjir, luapan air akan membawa tinja yang mengandung telur cacing STH, sehingga terjadi penyebaranke seluruh pemukiman penduduk. Telur tersebut akan berkembang menjadi telur yang infektif di tanah, yang sangat mudah menginfeksi manusia. Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, perilaku higiene masyarakat yang jelek, akses jalan yang rusak dan kurangnya penyuluhan kesehatan mengakibatkan tingginya prevalensi kecacingan anak di daerah tersebut.
4.2 Karakteristik Penelitian
4.2.1 Karakteristik Responden
Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang bersekolah di SDN 102052 desa Bagan Kuala, Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai. Jumlah seluruh murid SDN 102052 Bagan Kuala 185 anak, tetapi yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini sebanyak 66 anak dan yang bersedia mengikuti seluruh rangkaian penelitian ini sebanyak 61 anak, yang dibagi atas dua kelompok yaitu masing-masing terdiri dari 30 anak yang mendapat dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut + 1 hari
sacharum lactis dan 31 anak lainnya mendapat dosis tunggal albendazole 400 mg
selama 3 hari berturut-turut.
Tabel 4.1 Karakteristik dasar penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin,berat badan dan tinggi badan
Karakteristik Albendazole 2 hari (n=30)
perempuan sebanyak 9 anak (29,03%). Rerata berat badan responden pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut adalah 22,93 kg ± 4,10 dan kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut adalah 27,00 kg ± 5,75. Rerata tinggi badan responden pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut adalah 123,58 cm ± 8,32 dan kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut adalah 132,94 cm ± 7,64.
Tabel 4.2 Karakteristik dasar penelitian berdasarkan intensitas infeksi
Karakteristik Albendazole 2 hari
(n=30)
Albendazole 3 hari (n=31)
Prevalensi trichuriasis (%) 100% 100%
Intensitas Infeksi, n(%) Infeksi campuran ascariasis &
trichuriasis
29 (96,67%) 28 (90,32%)
Tabel 4.2 Intensitas infeksi dibagi atas intensitas infeksi sedang dan berat, pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut ada 26 anak (86,67%) menderita infeksi sedang dan 4 anak (13,33%) infeksi berat, sedangkan kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut ada 25 anak (80,65%) menderita infeksi sedang dan 6 anak (19,35%) infeksi berat. Infeksi campuran (ascariasis dan trichuriasis) pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut ada 29 anak (96,67%) dan kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut ada 28 anak (90,32%)
4.2.2 Infeksi T.trichiura
Hasil penelitian ini mengikutsertakan 185 anak SDN 102052 Bagan Kuala, Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai yang dilakukan pemeriksaan tinja (skrining) terhadap infeksi cacing T.trichiura, ditemukan 142 anak (76,76%) menderita kecacingan STH (infeksi T.trichiura, A.lumbricoides
menggunakan metode Kato-Katz) : 39 anak (33,62%) menderita infeksi ringan, 66 anak (56,90%) menderita infeksi sedang dan 11 anak (9,48%) menderita infeksi berat. Dalam penelitian ini dipilih anak yang menderita trichuriasis sedang (66 anak) dan berat (11 anak), tetapi yang bersedia mengikuti penelitian ini sebanyak 61 anak, yang dibagi atas dua kelompok yaitu masing-masing terdiri dari 30 anak yang mendapat dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut + 1 hari plasebo (sacharum lactis) dan 31 anak lainnya mendapat dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut.
Tabel 4.3 Hasil analisis pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari terhadap tingkat kesembuhan infeksi cacing T.trichiura sampai pengamatan 28 hari
Obat
Kesembuhan
Sembuh Tidak sembuh p
n % n %
Albendazole 2 hari ( H – 7 ) 23 76,66 7 23,33 0,063 Albendazole 3 hari ( H – 7 ) 29 93,55 2 6,45
Albendazole 2 hari ( H – 14 ) 21 70,00 9 30,00 0,017 Albendazole 3 hari ( H – 14 ) 29 93,55 2 6,45
Albendazole 2 hari ( H – 21 ) 21 70,00 9 30,00 0,046 Albendazole 3 hari ( H – 21 ) 28 90,32 3 9,68
Albendazole 2 hari ( H – 28 ) 21 70,00 9 30,00 0,005 Albendazole 3 hari ( H – 28 ) 30 96,77 1 3,23
(p = 0,017). Pada pengamatan hari ke-21 setelah pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut menunjukkan anak yang tidak sembuh sebanyak 9 anak dibandingkan dengan pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut dimana anak yang tidak sembuh sebanyak 3 anak (p = 0,046). Sedangkan pengamatan hari ke-28 setelah pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut menunjukkan anak yang tidak sembuh sebanyak 9 anak dibandingkan dengan pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut dimana anak yang tidak sembuh sebanyak 1 anak (p = 0,005). Dari hasil seluruh pengamatan menunjukkan bahwa pada infeksi trichuriasis dengan intensitas sedang sampai berat, pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari dan 3 hari berturut-turut menunjukkan angka kesembuhan yang signifikan pada hari ke-14, 21 & 28(Gambar 4.2).
Pada penelitian ini, anak dengan trichuriasis derajat intensitas infeksi sedang dan berat, pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut memberikan angka kesembuhan dan efektivitas albendazole lebih baik daripada pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut.
76,70%
70% 70% 70%
93,50% 93,30% 90,30% 96,80%
Hari ke 7 hari ke 14 hari ke 21 hari ke 28
Angka Kesembuhan
albendazole 400 mg 2 hari berturut-turut
Tabel 4.4 Perbedaan persentase Angka Penurunan Telur (APT) trichuriasis pada hari ke-7, 14, 21 dan 28
Tabel 4.4 menunujukkan hasil penelitian setelah pemberian intervensi dijumpai perbedaan penurunan jumlah telur rerata (Epg) T.trichiura antara kedua kelompok sampai pengamatan 28 hari, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak signifikan.
Tabel 4.3 dan tabel 4.4 menunjukkan bahwa semakin tinggi Angka Penurunan Jumlah Telur maka Angka Kesembuhan juga akan menjadi semakin baik.
Tabel 4.5 Hasil analisis bivariat pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari terhadap Angka Penurunan Telur sampai pengamatan 28 hari
Tabel 4.5 menunjukkan tidak ada perbedaan penurunan jumlah telur yang signifikan pada hari ke-7, 14, 21 dan 28, dimana pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut dengan masing-masing p = 0,432, p = 0,766 , p = 0,506 dan p = 0,307.
Tabel 4.6 Sembuh-Tidak sembuh berdasarkan intensitas infeksi T.trichiura
sebelum intervensi
Trichuriasis Sebelum Intervensi p
Albendazole 2 hari,
Tabel 4.7 Sembuh-Tidak sembuh berdasarkan intensitas infeksi T.trichiura setelah intervensi
Trichuriasis Sesudah Intervensi p
Albendazole 2 hari,
Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 menunjukkan kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut (n = 30), 26 anak (86,67%) dengan infeksi sedang dan 4 anak (13,33%) dengan infeksi berat, setelah intervensi terjadi konversi yaitu 21 anak (70,00%) sembuh dan 9 anak (30,00%) masih menderita infeksi ringan. Pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut (n = 31), 25 anak (80,65%) dengan infeksi sedang dan 6 anak (19,35%) dengan infeksi berat, setelah intervensi terjadi konversi yaitu 30 anak (96,77%) sembuh dan 1 anak (3,23%) masih menderita infeksi ringan.
Hasil penelitian ini memberikan Cure Rate = 96,77% menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada Cure Rate 93,4% yang diperoleh dari Lubis (2012) pada pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 5 hari berturut-turut. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan derajat intensitas infeksi.
yang dihadapi semakin ringan. Tempat hidup cacing T.trichuira di sekum menjadikan cacing ini lebih resisten terhadap anthelmintik yang diberikan. Peningkatan efektivitas akan meningkat dengan memperlama waktu kontak obat dengan parasit dan memberikan dosis anthelmintik berulang secara berkala (3-6 bulan).
Efek samping timbul pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut hanya didapatkan 3 anak (9,7%) berupa mual-mual, tetapi tidak didapati efek samping pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut. Pada dasarnya efek samping pada pemberian albendazole sangat jarang terjadi, hanya timbul gejala gatrointestinal berupa nyeri epigastrium, diare, mual, muntah dan secara keseluruhan hanya menunjukkan kejadian sekitar 1 %. Penelitian di Thailand yang menggunakan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 7 hari berturut-turut hanya melaporkan keseluruhuan kejadian efek samping sebesar 2,9 %.
Penelitian ini masih dijumpai beberapa kekurangan antara lain diagnostik trichuriasis hanya melalui pemeriksaan Kato-Katz tunggal. Akurasi pemeriksaan
Kato-Katz dalam mendeteksi infeksi T.trichiura sangat dipengaruhi variasi
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian Perbandingan Efektivitas Dosis Tunggal Albendazole Selama 2 Dan 3 Hari Pada Infeksi Trichuris trichiura Pada Anak SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bebagai, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Prevalensi kecacingan di desa Bagan Kuala, Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai didapatkan sebesar 76,76% (142 anak).
2. Prevalensi infeksi cacing T.trichiura didapati sebesar 81,69% (116 anak). 3. Infeksi trichuriasis dengan intensitas sedang sampai berat, pemberian dosis
tunggal albendazole 400 mg selama 2 dan 3 hari berturut-turut menunjukkan angka kesembuhan yang signifikan pada hari ke-14, 21 & 28, dengan masing-masing p = 0,017, p = 0,046 dan p = 0,005.
4. Penurunan jumlah telur rerata (Epg) dijumpai T.trichiura dijumpai perbedaan antara kedua kelompok pada hari ke-7, 14, 21 dan 28, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak signifikan, yaitu p = 0,764.
5. Pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut menunjukkan hasil yang signifikan dan lebih efektif dibandingkan pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut. 6. Penyembuhan parasitologik hanya berdasarkan jumlah telur pada tinja. 7. Hipotesis pada penelitian ini yang menyatakan bahwa efektivitas dosis
tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut lebih baik dibandingkan dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut dalam penyembuhan dan penurunan jumlah telur cacing T.trichiura
5.2. SARAN
1. Diharapkan pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai khususnya Dinas Kesehatan dapat melakukan pengobatan helminthiasis dengan pemberian obat cacing secara berkala (3 bulan atau 6 bulan) ke sekolah-sekolah dasar mengingat prevalensi infeksi kecacingan didapati lebih dari 50 % pada usia anak sekolah di Kabupaten Serdang Bedagai, khususnya di desa Bagan Kuala, Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Penyelenggaraan penyuluhan secara rutin mengenai cara pencegahan kecacingan, mengingat pengetahuan akan kebersihan dan hidup sehat di desa Bagan Kuala masih sangat minim, hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat Bagan Kuala untuk hidup sehat dan kurangnya penyuluhan kesehatan di desa Bagan Kuala.
DAFTAR PUSTAKA
Awashi, S., Bundy, D.A.P., Savioli L. 2003. Helminthic infection. Br Med J; 327:431-3.
Belizario, V.Y., Amarillo, M.E., de Leon, W.U. et al. 2003. A comparison of the efficacy of single doses of albendazole, ivermectin, and
diethylcarbamazine alone or in combinations against Ascaris and
Trichuris spp. Bulletin of the World Health Organization.; 81,1 ; Proquest
Medical Library,pg.35-42.
Bennett, P.N., Brown, M.J. 2008. Clinical Pharmacology. Tenth edition. Churchill Livingstone Elsevier, page: 247-249.
Behrman, R.E., Vaughan V.C. 1995. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 12. Penerbit buku kedokteran EGC, hal: 356-357.
Brenner, G.M., Stevens, C.W. 2010. Pharmacology. Third edition. Saunders Elsevier, page: 488-489.
Brooker, S., Clements, A.C., Bundy, D.A. 2006. Global epidemiology, ecology
and control of soil-transmitted helminth infection. Adv Parasitol :
62:221-61.
Brown, H.W., Neva, F.A. 1983. Basic Clinical Parasitology. Fifth edition. Appleton Century Crofts/ Norwalk, Connections, page: 111-115.
Chaudhry, Z.H., Afral M., Malik M.A. 2004. Epidemiological Factora Affecting Prevalence of Intestinal Parasite in Children of Muzaffarabd District.
Pakistan J. Zool ; 36 (4) : 267-71.
Dewayani, B.S., Situmeang R., Sembiring T., Hamid E.D., Pasaribu S., Lubis C.P. Albendazole pada soil-transmitted helminthiasis. USU 2004. Diunduh
dari:
Agustus 2012.
Eisenberg, R.L. 1983. Gastrointestinal Radiology. A pattern Approach. J.B. Lippincott Company, page: 728-731.
Faust, E.C., Russel, P.F. 1965. Clinical Parasitology. Seventh edition Philadelphia ;Lea & Febiger, page: 341-346.
Hall, A., Nahar, Q. 1994. Albendazole and infections with Ascaris lumbricoides
and Trichuris trichiura in children in Bangladesh. Trans R Soc Trop Med
Hyg.; 88;110-2.
Hunter, G.W., Frye, W.W., Swartzwelder, J.C. 1966. A Manual of Tropical
Medicine, Fourth edition. W.B. Saunders Company/ Philadelphia &
London, page: 422-426.
Hunter, G.W., Swartzwelder, J.C., Clyde, D.F. 1976. Tropical Medicine. Fifth edition. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, page: 458-451.
Ibrahim, I.A. 2012. Ascariasis dan Trichuriasis Sebagai Faktor Penentu Kejadian Anemia Gizi Besi Anak SD di pemukiman Kumuh Kota Makasar. Media Pangan; 13(1):48-54.
Ideham, B., Pusarawati, S. 2007. Helmintologi Kedokteran. Edisi I. Surabaya. Airlangga Press.
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik, Bagian Farmakologi Fakultas kedokteran Universitas Airlangga. Edisi 8. Penerbit Buku Salemba Medika, Mc Graw Hill, Hal 261 – 269.
Keisser, J., Utzinger, J. 2008. Efficacy of current drugs againts soil-transmitted
helminth infection, systematic review and meta-analysis. JAMA;
299:1937-48.
Legesse, M., Erko, B., Medhin, G. 2004. Comparative efficacy of albendazole and three brands of mebendazole in treatment of ascariasis and trichuriasis.
East Afr Med J.; 81(3): 134-8.
Lubis, A,D. 2009. Perbandingan Efektivitas Albendazole 5 dan 7 hari pada infeksi T.trichiura [tesis]. SUMUT : USU.
Maegraith, B.G. & Gilles, H.M. 1971. Management and treatment of Tropical
Diseases. Blackwell Scientific Publications, Oxford and Edinburgh, page
468-469.
Montresor, A. 1998. Guidelines for the evaluation of soil-transmitted
helminthiasis and schistosomiasis at community level. Geneva: WHO:
h.3-49.
Pasaribu, S., Lubis, C.P. 2008. Trichuriasis ( infeksi cacing cambuk ). Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Edisi 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. h.376-9.
Prasetyo, R.H. 2003 Atlas Berwarna Helmintologi Kedokteran. Airlangga Press, Surabaya, hal:21-26.
Rudolph, A.M. & Hoffman, J.I.E. 1987. Pediatrics. Eighteeth edition. Appleton & Lange, page: 644-645.
Sastroasmoro, S. 2011. Dasar – dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-4. Sagung Seto. Jakarta.
Schaefer, C., Peter, P., Miller, R.K. 2007. Drugs during pregnancy and lactation.
Second edition. Elservier, page: 164.
Schmidt, G.D., Roberts, L.S., Janovy, J,JR. 2005. Foundation of Parasitology.
Seventh edition. Mc Graw Hill, Higher Education, page: 397-399.
Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Cetakan pertama. Airlangga University Press, hal: 137-139.
Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Cetakan pertama. Airlangga University Press, hal: 83-86.
Steinmann, P., Utzinger, J., Du Z.W., Jing, J.Y., Chen, J.V. 2008. Efficacy of Single-Dose and Triple-Dose Albendazole and againts Soil-Transmitted
Helminth and Taenia spp.: A Randomized Controlled Trial. PloS One
6(9): e25003.doi: 10.1371 / jounal.pone. 0025003.
Sukarmi. 2008. Lampiran Data Prevalensi Kecacingan Dinas Kesehatan tingkat 1 Sumatera Utara di Kabupaten Serdang Bedagai.
Tan, H.T., Rahardja, K. 2008. Obat-obat Penting, Kasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Edisi 6. Penerbit PT.Elex Media Komputindo. h.203. Vercruyse, J., Behnke, JM., Albonico, M., Ame, SM., Angebault, C., et al., 2011.
PloS Negl Torp Dis 5(3) : e948.doi: 10.1371/vei
WHO. 2003. Schistosomiasis and soil transmitted helminth country profile
Indonesia. Diunduh dari
Agustus 2012.
WHO. 2006. Intestinal Worms, Soil Transmitted Helminths. Diunduh dari
WHO. 2007. Action againts worm. Issue 8. Diunduh dari
:
Agustus 2012.
WHO. 2012. Soil Transmitted Helminths. Diunduh
dari
2012.
Kepada Yth. Bpk/ibu
( Orang tua / Wali murid ) Di tempat
Dengan hormat,
Bersama surat ini saya beritahukan kepada bapak / ibu ( orang tua / wali murid ) bahwa saya akan memberikan pengobatan terhadap anak bapak / ibu yang saat ini sedang menderita Infeksi Cacing Cambuk dan Infeksi Cacing Gelang + Infeksi Cacing Cambuk ( infeksi ganda ), dari tingkat Infeksi Sedang sampai Infeksi Berat.. Pengobatan yang akan saya berikan adalah pengobatan terhadap Infeksi
Cacing Cambuk selama 3 hari berturut – turut. Mengingat cacing cambuk
tersebut sangat bandel dan susah diobati, maka pemberian obat cacing selama 3 hari berturut – turut perlu dilakukan. Obat yang paling baik saat ini adalah Albendazole, obat ini selain membunuh cacing, juga membunuh larva cacing dan telur cacing. Obat ini memberikan kesembuhan hampir 100 %. Pemberian obat tersebut kadang timbul efek samping berupa ketidaknyamanan perut, namun jarang terjadi. Adapun pemberian pengobatan ini tidak dikutip biaya apapun.
Infeksi cacing tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama mengganggu kemampuan belajar pada anak usia sekolah. Infeksi cacing dapat dicegah dengan menjaga kebersihan perorangan yaitu mencuci tangan sebelum makan, memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki saat menginjakkan kaki di tanah, buang air besar pada mck, dan lain-lain.
Anak bpk/ibu yang ikut dalam pengobatan ini akan menjalankan prosedur sebagai berikut :
2. Setelah selesai pengobatan obat cacing selama 3 hari, maka pemeriksaan tinja akan dilakukan pada hari ke-7. 14, 21 dan 28. Pemeriksaan tinja bertujuan untuk menilai keberhasilan pengobatan tersebut. Pemeriksaan tinja akan dilakukan 4 kali, dengan jarak 7 hari setiap pemeriksaan.
3. Pot kosong akan dibagikan ke murid – murid. Selanjutnya pot tersebut diisi tinja dan pot yang berisi tinja sebanyak seluas jari jempol tersebut akan dikumpulkan pada tgl.7, 14, 21 ,28 Februari 2013.
Pada dasarnya pengobatan ini bertujuan untuk membari kesembuhan bagi anak yang menderita infeksi cacing cambuk dalam rangka meningkatkan kesehatan anak usia sekolah pada umumnya dan meningkatkan kemampuan belajar anak pada khususnya. Pengobatan ini juga bertujuan untuk kepentingan penelitian dengan harapan dapat memberikan kontribusi ilmiah dalam menanggulangi infeksi cacing cambuk dan meningkatkan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan anak di Indonesia.
Pada lazimnya, penelitian ini tidak menimbulkan hal – hal yang berbahaya bagi anak, kemungkinan yang dapat terjadi pada anak bapak/ibu berupa ketidaknyaman pada pencernaan, mis. Mual, muntah, diare, mulut kering, pusing, sakit kepala, mengatuk dan gatal-gatal. Namun bila terjadi hal – hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, maka anak bapak /ibu segera ke berobat ke puskesmas / praktek dokter terdekat. Untuk penjelasan yang lebih lanjut bapak/ibu dapat menghubungi dr.Enie ( Hp. 081397294078 ).
Apabila bapak/ibu merasa tidak nyaman jika anak bapak/ibu menjadi subjek penelitian ini, anak bapak/ibu dapat mengundurkan diri kapan saja. Kerjasama yang baik bapak / ibu sangat diharapkan untuk keberhasilan pengobatan ini. Atas kerjasama dan perhatian bapak / ibu saya ucapkan terima kasih.