• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Polimorfisme Protein Darah dan Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Arab Periode Produksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Polimorfisme Protein Darah dan Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Arab Periode Produksi"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

1

STUDI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN

KARAKTERISTIK GENETIK EKSTERNAL

AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI

SKRIPSI DESI ARYANTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

i RINGKASAN

Desi Aryanti. D1407066. 2011. Studi Polimorfisme Protein Darah dan Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Arab Periode Produksi. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Sri Darwati, M.Si.

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S.

Secara genetis ayam Arab tergolong galur ayam buras yang unggul karena memiliki kemampuan produksi telur yang tinggi. Selain itu, ayam Arab juga mempunyai potensi untuk disilangkan guna perbaikan bibit ayam buras asli Indonesia sehingga didapatkan jenis ayam baru yang memiliki produksi telur yang tinggi dan daging yang disukai masyarakat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui polimorfisme genetik pada ayam Arab melalui analisis protein darah. Selanjutnya, polimorfisme protein darah ini akan dikaitkan dengan produksi telur ayam Arab yang dipelihara pada suhu lingkungan kandang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melengkapi data karakteristik genetik eksternal seperti warna bulu, pola warna bulu, warna shank, dan bentuk jengger pada ayam Arab yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Penelitian ini dilaksanakan di Darmaga, Bogor. Materi yang digunakan pada penelitian ini yaitu ayam Arab betina dewasa (umur 34 minggu) sebanyak 134 ekor yang diamati karakteristik genetik eksternalnya, kemudian dari sejumlah ayam tersebut dipilih 30 ekor untuk dipelihara dan dicatat produksi telurnya selama 20 hari. Ayam Arab tersebut dikelompokkan berdasarkan jarak antar tulang pubis, yaitu jarak tulang pubis lebar, sedang, dan sempit. Pada akhir periode pencatatan produksi telur, masing-masing sampel darah ayam diambil untuk dilakukan analisis protein darah dengan metode elektroforesis.

Hasil analisis protein darah menunjukkan lokus transferin dan albumin bersifat polimorfik. Pada lokus transferin ditemukan 3 alel yang membentuk 3 alternatif genotipe (TfAA, TfAB dan TfAC), sedangkan pada albumin ditemukan 3 alel yang membentuk 4 alternatif genotipe (AlbAA, AlbAB, AlbBB dan AlbBC). Frekuensi alel tertinggi pada lokus transferin yaitu alel TfA (0,57), sedangkan pada lokus albumin yaitu alel AlbB (0,58). Alel A, B, dan C pada lokus transferin secara genetik berpengaruh meningkatkan produksi telur ayam Arab dengan nilai efek gen secara berurutan masing-masing sebesar 7,0975 (alel B), 5,9575 (alel C) dan 1,8732 (alel A). Begitu pula alel A (2,1635) dan B (0,0209) pada lokus albumin, sedangkan alel C (-2,3355) berpengaruh menurunkan produksi telur.

(3)

ii panas menunjukkan adanya perbedaan produksi telur antara ayam dengan jarak tulang pubis besar yang dibandingkan dengan ayam dengan jarak tulang pubis kecil (P < 0,05) serta ayam dengan jarak tulang pubis sedang yang dibandingkan dengan ayam dengan jarak tulang pubis kecil (P < 0,05), tetapi tidak ada perbedaan produksi telur antara ayam dengan jarak tulang pubis besar bila dibandingkan dengan ayam dengan jarak tulang pubis sedang (P > 0,05).

Hasil pengamatan karakteristik genetik eksternal menunjukkan bahwa frekuensi gen pengontrol tertinggi pada ayam Arab adalah warna bulu berwarna (ii), pola bulu liar (e_+), kerlip bulu emas (ss), corak bulu lurik (BB), warna shank hitam (idid), dan bentuk jengger tunggal (pp). Berdasarkan nilai heterozigositasnya ayam Arab memiliki warna bulu, pola bulu, corak bulu dan bentuk jengger yang seragam (h=0,0000), sedangkan kerlip bulu dan warna shank pada ayam Arab masih bervariasi yang ditunjukkan dengan nilai heterozigositas harapan (h) masing-masing 0,3127 dan 0,0856.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu ayam Arab memiliki protein plasma albumin dan transferin yang bersifat polimorfik (beragam), tetapi sifat karakteristik genetik eksternalnya bersifat seragam. Selain itu, diketahui bahwa polimorfisme protein plasma darah ayam Arab memiliki hubungan dengan produksi telur sehingga produksi telur ayam Arab dapat dideteksi melalui polimorfisme darahnya.

(4)

iii

ABSTRACT

Study of Blood Protein Polymorphism and External Genetic Characteristics of Arab Chickens on Laying Period

Aryanti, D., S. Darwati, and H.S. Iman Rahayu

The aim of this research was to know genetic variance of Arab chickens through blood protein polymorphism analysis by using electrophoresis method. Two loci were analysed, i.e. Transferin (Tf) and Albumin (Alb). Then, this research can be used to study the effect of transferin and albumin loci to egg production characteristic of Arab chickens. In additional, the observation of external genetic characteristic also can used to identify the genetic variation of Arab chickens. A number of 134 Arab chickens were used for the observation of external genetic characteristic, then 30 laying of Arab chicken selected to record the egg production until period of 20 days. The birds were divided into 2 groups based on the cage temperature treatment, i.e. environment temperature (±25 oC) and hot temperature (±30 oC). It’s done to determine the influence of the environment, especially different cage temperature on egg productivity of Arab chicken. Furthermore, blood protein polymorphism analysed by electrophoresis method, and blood sample taken from each chickens.

The result of blood protein polymorphism analysis showed that in transferin locus were identified 3 aleles forming 3 genotipes (TfAA, TfAB and TfAC) and in albumin were identified 3 aleles forming 4 genotipes (AlbAA, AlbAB, AlbBB and AlbBC). In transferin, A (0,57) gene frequency was highest than B (0,05) and C (0,38) gene frequency, in albumin B (0,58) gene frequency was highest than A (0,07) and C (0,35) gene frequency. Respectively, Arab chickens with AB genotype on all loci locus had higher (P < 0,05) egg production than other heterozygote genotype. It’s causes B gene (7,0975) in transferin and A gene (2,1635) in albumin had highest value of gene effects than other. Albumin had the heterosigosity value more higher than transferin, it is 0,54 and 0,53. The result of observation external genetic characteristic showed that the highest controlling genes external characteristic of Arab chickens are coloured (ii), wild type pattern (e_+), golden feature (ss), barred (B_), black shank coloured (idid), and single comb (pp). According to the rate of heterosigosity value, Arab chickens was homogenous with it’s value was 6,64%. The conclusion of the research are Arab chickens had uniform characteristic of genetic external, but had variance in blood protein. The blood protein polymorphism of Arab chicken can use to detect egg production.

(5)

iv

STUDI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN

KARAKTERISTIK GENETIK EKSTERNAL

AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI

DESI ARYANTI D14070066

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

v Judul : Studi Polimorfisme Protein Darah dan Karakteristik Genetik

Eksternal Ayam Arab Periode Produksi Nama : Desi Aryanti

NIM : D14070066

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

Ir. Sri Darwati, M.Si. NIP. 19631003 198903 2 001

Pembimbing Anggota,

Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S., M.S. NIP. 19590421 198403 2 002

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc. NIP. 19591212 198603 1 004

(7)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1990 di Ciamis, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Mamat, S.P dan Ibu Lilis Kartika.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri 67 Pagaralam dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Pagaralam. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Pagaralam pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007.

(8)

vii KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Studi Polimorfisme Protein Darah dan Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Arab Periode Produksi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2010 sampai dengan 28 Februari 2011 di Bogor. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi dalam dunia peternakan.

Penelitian ini dimulai dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan untuk mengidentifikasi karakteristik genetik eksternal ayam Arab betina periode produksi dengan menggunakan ayam Arab sebanyak 134 ekor. Selanjutnya, ayam dipilih sebanyak 30 ekor dan dikelompokkan berdasarkan ukuran pubisnya untuk dilakukan pemeliharaan dan pencatatan produksi telur selama 20 hari. Pengambilan sampel darah untuk analisis polimorfisme protein darah ayam Arab dilakukan setelah data produksi telur diperoleh atau di akhir masa pemeliharaan. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data dasar untuk mengetahui polimorfisme protein plasma darah ayam Arab dan kaitannya terhadap produksi telur serta untuk melengkapi data karakteristik genetik eksternal ayam Arab yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga bermanfaat untuk upaya pelestarian dan pengembangan ayam Arab.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh sebab itu kritik dan saran akan sangat membantu demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT meridhoi karya ini. Amien.

Bogor, Mei 2011

(9)

viii

Polimorfisme Protein Plasma Transferin ... 10

Polimorfisme Protein Plasma Albumin ... 10

Elektroforesis ... 11

MATERI DAN METODE ... 13

Waktu dan Lokasi ... 13

Materi ... 13

Metode ... 14

Pencatatan Produksi Telur ... 14

Pengambilan Sampel Darah ... 15

Teknik Elektroforesis ... 15

Pembuatan Campuran Larutan untuk Elektroforesis ... 15

(10)

ix

Penetesan Sampel dan Running 17

Teknik Pewarnaan dan Pencucian 17

Analisis Hasil Elektroforesis 17

Pengamatan Karakteristik Genetik Eksternal ... 18

Penentuan Warna Bulu ... 18

Penentuan Pola Warna Bulu ... 19

Penentuan Corak Warna Bulu ... 19

Penentuan Kerlip Warna Bulu ... 19

Penentuan Warna Shank ... 19

Penentuan Bentuk Jengger ... 19

Analisis Data ... 20

Analisis Deskriptif ... 20

Frekuensi Alel Protein Plasma Darah ... 20

Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Autosomal ... 21

Frekuensi Gen Dominan Terkait Kromosom Kelamin ... ... 21

Frekuensi Alel Ganda ... 22

Efek Gen ... 22

Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg (HW) ... 23

Heterozigositas ... 23

Uji-t ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Protein Darah ... 25

Protein Plasma Transferin (Tf) ... 25

Protein Plasma Albumin (Alb) ... 29

Produksi Telur ... 31

Karakteristik Genetik Eksternal ... 35

Warna, Pola, Kerlip, dan Corak Bulu ... 35

Warna Shank ... 37

Bentuk Jengger ... 38

Frekuensi Gen Pengontrol Karakteristik Genetik Eksternal 39 Heterozigositas ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

UCAPAN TERIMA KASIH ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(11)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sifat Kualitatif Ayam Arab ... 5

2. Kandungan Nutrien Pakan ayam Arab ... 14

3. Jarak antar Tulang Pubis Berdasarkan Umur ... 15

4. Karakteristik Genetik Eksternal Ayam ... 18

5. Frekuensi Genotipe, Heterozigositas, dan Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg Lokus Transferin pada Ayam Arab ... 26

6. Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Transferin dan Albumin serta Efek Gen terhadap Produksi Telur ... 28

7. Frekuensi Genotipe, Heterozigositas, dan Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg Lokus Albumin pada Ayam Arab ... 30

8. Rataan, Simpangan Baku, dan Koefisien Keragaman Produksi Telur Ayam Arab ... 32

9. Persentase Fenotipe Warna, Pola, Kerlip, dan Corak Bulu pada Ayam Arab ... 36

10. Persentase Fenotipe Warna Shank pada Ayam Arab ... 38

11. Persentase Fenotipe Bentuk Jengger pada Ayam Arab ... 39

12. Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Karakteristik Eksternal pada Ayam Arab ... 39

(12)

xi DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Ayam Arab Betina dan Jantan ... 4

2. Susunan Pola Pita Protein Plasma Darah Ayam Kedu ... 17

3. Pola Pita Protein Hasil Analisis Plasma Darah Ayam Arab ... 25

4. Pola Pita Protein Transferin Ayam Arab ... 26

5. Pola Pita Protein Albumin Ayam Arab ... 29

6. Proses Pembentukan Kerabang Telur ... 34

7. Warna, Pola, Kerlip, dan Corak Bulu Ayam Arab ... 35

8. Warna Shank pada Ayam Arab ... 37

(13)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Jarak Tulang Pubis, Sifat Kualitatif, Produksi Telur dan Protein

Darah Ayam Arab ... 47

2. Perhitungan Produksi Telur Ayam Arab ... 49

3. Perhitungan Frekuensi Genotipe ... 49

4. Perhitungan Point of Origin (O) dan Genotypic Value ... 49

5. Perhitungan Frekuensi Alel ... 49

6. Perhitungan Nilai Tengah Genotipe (m) dan Nilai Tengah Nyata (M) ... . 50

7. Perhitungan Nilai Efek Gen ... 50

8. Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg ... 52

9. Perhitungan Heterozigositas Protein Darah ... 53

10. Uji-t Pengaruh Jarak Tulang Pubis terhadap Produksi Telur pada Ayam Arab yang Dipelihara pada Kandang Suhu Nyaman ... 53

11. Uji-t Pengaruh Jarak Tulang Pubis terhadap Produksi Telur pada Ayam Arab yang Dipelihara pada Kandang Suhu Panas ... 54

12. Uji-t Pengaruh Jarak Tulang Pubis terhadap Produksi Telur pada Ayam Arab yang Dipelihara pada Kandang Suhu Lingkungan dibandingkan dengan Kandang Suhu Panas ... 55

13. Jumlah Ayam Arab berdasarkan Krakteristik Genetik Eksternal…. 57 14. Perhitungan Persentase Fenotipe Karakteristik Genetik Eksternal pada Ayam Arab ... 57

15. Perhitungan Frekuensi Gen Karakteristik Genetik Eksternal pada Ayam Arab ... 58

16. Perhitungan Heterozigositas (h) Karakteristik Genetik Eksternal pada Ayam Arab ... 60

17. Perhitungan Simpangan Baku (SE(h)) Karakteristik Genetik Eksternal pada Ayam Arab ... 60

(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam Arab merupakan ayam tipe petelur unggul karena memiliki kemampuan bertelur yang cukup tinggi. Ayam Arab memiliki ciri-ciri antara lain bersifat lincah, agak liar, tidak mengeram, daya seksual pada jantan tinggi, kemampuan memproduksi telur yang tinggi, dan berpostur tubuh ramping. Keunggulan yang dimiliki ayam Arab menyebabkan ayam tersebut sering disilangkan dengan ayam jenis lain guna memperoleh bibit ternak unggul khususnya dalam produksi telur. Namun, perkawinan alami yang tidak terkontrol dapat menyebabkan keragaman genetik yang tinggi pada suatu populasi sehingga dapat menyebabkan menurunnya produktivitas ayam Arab tersebut.

Keragaman genetik yang sering disebut juga dengan polimorfisme genetik merupakan salah satu klasifikasi sifat kualitatif dalam arti luas. Keragaman genetik suatu ternak dapat diketahui pada tingkat gen (genotipe) maupun penampakan luar (fenotipe). Penentuan keragaman genetik pada tingkatan gen salah satunya dapat dilakukan menggunakan fraksi-fraksi protein darah melalui polimorfisme proteinnya dengan metode elektroforesis, yaitu suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan pada pergerakan molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan listrik. Pola protein yang berbeda-beda pada hasil elektroforesis menunjukkan variasi fenotipe yang mewakili genotipe individu dan akan menghasilkan perbedaan distribusi frekuensi gen pada suatu populasi. Karakteristik genetik eksternal pada ayam dapat dilakukan melalui pengamatan fenotipe meliputi warna bulu, kerlip bulu, warna shank, dan bentuk jengger serta produksi telur. Identifikasi melalui karakteristik genetik eksternal lebih mudah dilakukan dibandingkan cara elektroforesis.

(15)

2 Produksi telur ayam selain ditentukan dari segi genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan yang kurang mendukung akan mengakibatkan produksi telur menurun meskipun mempunyai genetik yang baik. Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap produksi telur adalah suhu lingkungan pada tempat pemeliharaan. Suhu lingkungan yang nyaman akan meningkatkan produksi telur karena sifat genetik akan muncul secara optimal bila diberikan lingkungan yang optimal pula, sedangkan suhu yang terlalu tinggi akan menurunkan produksi telur karena ayam mengalami stres panas.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui polimorfisme genetik pada ayam Arab melalui analisis protein darah. Selanjutnya, polimorfisme protein darah ini dikaitkan dengan produksi telur ayam Arab pada suhu lingkungan kandang yang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melengkapi data karakteristik genetik eksternal seperti warna bulu, pola warna bulu, warna

(16)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Arab

Berbagai alasan muncul berkaitan dengan asal-usul penamaan ayam Arab. Beberapa sumber mengatakan bahwa asal mula disebut ayam Arab karena awalnya dibawa dari kepulangan ibadah haji dari tanah Arab. Sumber lain menyebutkan penamaan ayam Arab dikarenakan pejantan ayam Arab memiliki libido (keinginan kawin) yang tinggi dan ayam betinanya memiliki bulu dari kepala sampai leher membentuk jilbab apabila dilihat dari jauh. Ayam ini bukan merupakan ayam asli Indonesia melainkan berasal dari Belgia (Natalia et al., 2005). Ayam Arab yang banyak ditemukan di Indonesia merupakan hasil persilangan dengan berbagai jenis ayam, baik ayam lokal maupun ayam ras (Nataamijaya et al., 2003). Ayam Arab lebih tahan penyakit dan tahan perubahan iklim (Yusdja et al., 2005), sehingga berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia dan juga dapat disilangkan dengan ayam lokal lain untuk memperoleh produksi telur yang lebih tinggi dengan kualitas daging yang lebih baik (Sulandari et al., 2007).

Ayam Arab ada dua jenis, yaitu ayam Arab silver (brakel kriel-silver) dan ayam Arab golden (brakel kriel-gold). Dalam perkembangannya di masyarakat ayam Arab silver lebih banyak dikenal dan dibudidayakan dibandingkan ayam Arab

golden. Kedua jenis ayam Arab ini dibedakan pada warna bulunya sesuai dengan namanya. Ayam Arab silver mempunyai warna bulu dari kepala hingga leher putih keperakan dan warna bulu totol hitam putih/ lurik hitam putih. Ayam Arab golden

memiliki ciri khas warna bulu pada kepala sampai leher merah keemasan dan warna bulu badan totol merah keemasan (Natalia et al., 2005).

(17)

4 mengeram sehingga waktu bertelur menjadi lebih panjang (Natalia et al., 2005; Sulandari et al., 2007). Telur ayam Arab berwarna putih karena memiliki gen dominan yang berasal dari ayam ras impor, walaupun di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan ayam lokal. Bobot telur ayam Arab yaitu 34,24±1,38 g per butir dengan umur pertama bertelur yaitu 168,52±3,20 hari dan produksi telur per periode 6 bulan yaitu 51,41±4,61%. Natalia et al. (2005) menyataan bahwa ayam Arab memiliki daging yang tipis dan kulit yang berwarna hitam sehingga daging ayam Arab kurang disukai konsumen, disamping bobot afkirnya tergolong rendah yaitu hanya mencapai 1,1-1,2 kg.

Gambar 1. Ayam Arab Betina (kiri) dan Jantan (kanan)

Nataamijaya et al. (2003) menyatakan ayam Arab memiliki sifat kualitatif antara lain memiliki jengger bentuk tunggal tegak bergerigi (Serrated Single Comb) dan berwarna merah dengan ukuran jengger pada betina jauh lebih kecil daripada jantan, pial berwarna merah, memiliki warna bulu lebih homogen dengan warna dasar hitam dihiasi warna putih di daerah kepala, leher, dada, punggung dan sayap, serta berwarna putih pada paruh, kulit, dan sisik kaki. Ayam Arab memiliki tingkah laku diantaranya sangat mudah ketakutan, mempunyai sifat liar, dan mudah terkejut.

Karakteristik Genetik Eksternal

(18)

5 yang nampak dari luar disebut fenotipe. Warwick et al. (1990) mendefinisikan sifat fenotipe sebagai suatu penampakan luar atau sifat-sifat lain dari suatu individu yang dapat diamati atau dapat diukur. Selanjutnya, Hardjosubroto (1999) menjelaskan bahwa fenotipe ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Fenotipe individu dapat dibedakan atas yang bersifat kualitatif dan yang bersifat kuantitatif. Sifat kualitatif adalah sifat yang tidak dapat diukur tetapi dapat dibedakan dan dikelompokkan secara tegas, misalnya warna bulu, bentuk jengger, ada tidaknya tanduk atau sebagainya. Sifat ini dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak sama sekali dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sifat kuantitatif adalah sifat yang dapat diukur, misalnya produksi susu, produksi telur, pertambahan berat badan harian, dan sebagainya. Sifat ini dikendalikan oleh banyak pasang gen dan juga banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Ayam Arab memiliki fenotipe yang seragam, yaitu pada jantan bentuk jengger tunggal, tegak, dan berukuran relatif besar dibandingkan ayam lain serta berwarna terang, jengger betina bersifat sama dengan jantan hanya ukurannya agak lebih kecil (Nataamijaya, 2000). Sifat kualitatif ayam Arab disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat Kualitatif Ayam Arab

Sifat Kualitatif Jantan Betina

Warna Badan (Bulu) bintik putih/bintik merah bintik putih/bintik merah

Warna Kulit hitam hitam

Bentuk Jengger tunggal dan tegak, berukuran relatif lebih besar dibanding jenis ayam lain

tunggal berukuran kecil dibanding jantan tapi relatif lebih besar dibanding jenis betina lain dan ada yang rebah

Warna Jengger merah muda terang merah pucat

Warna Kaki hitam hitam

(19)

6 Warna Bulu

Warna bulu ayam dipengaruhi oleh adanya pigmen melanin (Crawford, 1990). Pigmen melanin terbagi menjadi dua tipe, yaitu eumelanin yang membentuk warna hitam dan biru pada bulu, dan feomelanin yang membentuk warna merah- cokelat, salmon, dan kuning tua (Searle, 1968; Brumbaugh, 1968).

Kerja pigmen melanin ini diatur oleh gen I (inhibitor) sebagai gen penghambat produksi melanin dan gen i sebagai gen pemicu produksi melanin sehingga ada dua sifat utama pada sifat warna bulu ayam, yaitu sifat berwarna dan sifat tidak berwarna. Warna bulu putih pada ayam yang membawa gen I (inhibitor) adakalanya resesif terhadap warna bulu lain. Begitu pun warna bulu pada ayam yang membawa gen i (gen pembawa sifat warna) tidak selalu hitam tergantung ukuran dan pengaturan granula pigmen. Sifat inhibitor merupakan sifat dominan tidak lengkap pada heterozigot (Ii) yang ditunjukkan oleh adanya spot dan garis hitam pada bagian bulu ayam saat masih muda dan bulu akan sebagian ataupun sepenuhnya hitam pada ayam dewasa (Hutt, 1949).

Pola Warna Bulu Primer

(20)

7 Pola Bulu Sekunder (Corak Bulu)

Distribusi melanin pada bulu sekunder akan menimbulkan pola bulu yang disebut pola bulu sekunder atau istilah lainnya adalah corak bulu. Corak bulu pada ayam ada dua jenis corak, yaitu lurik/burik (barred) dilambangkan dengan gen B dan tidak lurik (non barred) dilambangkan b. Gen pola bulu barred (B) bersifat dominan tidak lengkap dan penampilannya bervariasi yang disebabkan oleh faktor jenis kelamin dan pertumbuhan bulu. Ayam betina gen terkaitnya bersifat hemizigot, sedangkan pada jantan bisa bersifat homozigot atau heterozigot. Kerja gen B ini adalah menghambat deposisi melanin dan akan menimbulkan palang-palang putih pada warna dasar hitam sehingga bulu terlihat hitam bergaris-garis putih (Hutt, 1949).

Kerlip Bulu

Warna kerlip pada lapisan bulu utama dinamakan kerlip bulu yang terdiri dari kerlip perak (Silver dan dilambangkan dengan gen S) dan emas (dilambangkan dengan gen s). Kerlip bulu ditemukan pada ayam yang berbulu hitam polos sampai yang putih sekalipun, namun kurang terlihat pada ayam yang memiliki gen autosomal merah atau yang memiliki bulu dengan kombinasi warna yang keragamannya sangat kompleks. Gen pembawa sifat kerlip bulu terdapat pada kromosom kelamin (Hutt, 1949). Gen S (silver) dan s (emas) terletak di kromosom sex dan alel ini berguna pada persilangan komersial untuk mengidentifikasi jenis kelamin anak ayam yang baru ditetaskas (Crawford, 1990).

Warna Shank

Karakteristik warna shank kuning (Co) atau putih (I) disebabkan oleh kurangnya kandungan melanin pada jaringan kulit luar (epidermis); kandungan melanin pada lapisan kulit luar dikontrol oleh gen resesif yang ditandai dengan warna shank hitam (Hutt, 1949). Deposisi melanin pada lapisan dermis kulit cakar ayam menyebabkan dua warna, yaitu warna cakar kuning/putih (gen Id) dan warna cakar hitam (gen id).

(21)

8 Selanjutnya diterangkan bahwa gen dominan Id tidak bersifat dominan penuh, hal ini terlihat jelas pada individu heterozigot yang ternyata memiliki bintik-bintik melanin cukup banyak pada permukaan kulit sehingga warna cakar terlihat bukan hitam, tapi abu-abu.

Bentuk Jengger

Bentuk jengger menurut Hutt (1949) terbagi dalam 4 bagian yaitu bentuk ros, kapri, tunggal, dan walnut (kemiri). Selanjutnya Hutt (1949) menjelaskan bahwa sifat gen dominan tidak penuh dibawa oleh dua gen R (Ros) dan P (pea/kapri). Kedua gen ini akan muncul ekspresinya jika gen lainnya dalam keadaan resesif homozigot, misalnya R-pp akan berfenotipe jengger berbentuk ros dan rrP- berekspresi jengger bentuk kapri.

Apabila dominan R berada bersama-sama dengan dominan P, maka akan menyebabkan jengger berbentuk walnut (Hardjosubroto, 1999). Bentuk jengger walnut memiliki empat kemungkinan genotipe, yaitu PPRR, PpRR, PPRr atau PpRr (Crawford, 1990). Hutt (1949) menyatakan sifat jengger tunggal akan muncul dalam bentuk homozigot resesif rrpp. Selanjutnya dijelaskan oleh Hutt (1949) bahwa bentuk jengger mampu menjelaskan bobot badan yang dimiliki oleh ayam tersebut, karena menurutnya besar jengger sangat berkorelasi positif terhadap bobot hidup ayam, nilai korelasinya mencapai 0,85 sampai 0,96.

Protein Darah

(22)

9 Protein adalah polimer panjang yang tersusun atas asam-asam amino yang

terikat secara kovalen oleh ikatan-ikatan peptida (Stansfield dan Elrod, 2002). Kadar protein plasma pada unggas berkisar antara 30-75 mg/ml. Protein plasma pada

hewan vertebrata tingkat tinggi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fibrinogen, globulin, dan albumin. Fibrinogen bertanggung jawab dalam proses pembentukan darah. Globulin bertanggung jawab dalam berbagai fungsi, terutama yang berkaitan dengan reaksi kekebalan (imun) dan transfer molekul tertentu seperti hormon, vitamin, dan zat besi. Sementara albumin bertanggung jawab mempertahankan volume plasma (Isnaeni, 2010). Protein darah dihasilkan melalui proses transkripsi DNA (asam dioksiribonukleat) dan translasi RNA (asam ribonukleat). Susunan asam amino dan jumlah protein dalam darah sangat ditentukan oleh gen-gen yang mengkodenya (Stansfield dan Elrod, 2002). Penentuan fraksi-fraksi protein darah dapat digunakan untuk menentukan karakteristik genetik ternak tersebut melalui polimorfisme proteinnya (Warwick et al., 1990).

Polimorfisme Protein Darah

Polimorfisme merupakan variasi genetik yang terjadi pada tingkat DNA dan protein, serta seringkali terekspresikan dalam bentuk fenotipe-fenotipe yang berbeda pada suatu populasi. Polimorfisme dapat muncul pada tiga tingkatan antara lain pada tingkat kromosom, gen, dan pada restriksi fragmen DNA yang polimorfik (Stansfield dan Elrod, 2002). Harris (1994) menyatakan bahwa jika suatu populasi yang anggota-anggotanya memiliki dua atau lebih fenotipe protein yang dikode oleh dua alel atau lebih pada suatu lokus gen tertentu, maka hal tersebut dikenal dengan istilah polimorfisme. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu lokus disebut polimorfik apabila frekuensi alel tidak lebih besar dari 0,99.

(23)

pre-10 albumin (Palb), albumin (Alb), tansferin (Tf), dan post-transferin (Ptf). Pada ayam Kampung ditemukan empat macam lokus protein yang polimorfik yaitu hemoglobin, albumin, post-albumin, dan transferin (Johari, 1999).

Polimorfisme Protein Plasma Transferin

Transferin memiliki kisaran berat molekul sebesar 85.000 Dalton (Da). Hasil penelitian Johari et al. (2008) pada ayam Kedu menunjukkan bahwa lokus transferin (Tf) dikontrol oleh dua alel, yaitu TfB dan TfC. Pita yang bergerak lebih cepat ke arah kutub positif dinamakan alel B, sedangkan pita yang bergerak lebih lambat dinamakan alel C. Kedua alel tersebut dapat membentuk karakter heterozigot BC.

Ismoyowati (2008) melaporkan hasil identifikasi fenotipe atau genotipe lokus transferin pada itik Tegal diperoleh tiga alel atau gen yang kombinasinya membentuk empat macam genotipe yaitu, TfAA, TfAB, TfBB dan TfBC dengan masing-masing frekuensi gen TfA adalah 0,25676, frekuensi gen TfB adalah 0,64865 dan frekuensi gen TfC adalah 0,09459. Genotipe homosigot TfAA memiliki potensi produksi telur paling tinggi dibanding dengan genotipe lainnya (104 butir). Genotipe heterosigot TfAB dengan alel atau gen TfA dominan terhadap alel atau gen TfB, sehingga kombinasi antara keduanya menyebabkan menurunnya potensi produksi telur (87 butir). Genotipe homosigot TfBB memiliki potensi produksi telur paling rendah (84 butir). Genotipe heterosigot TfBC dengan alel atau gen TfC dominan terhadap alel TfB, sehingga kombinasi antara keduanya menyebabkan potensi produksi telur yang lebih tinggi dibanding genotipe TfBB (94butir).

Polimorfisme Protein Plasma Albumin

Albumin memiliki berat molekul sebesar 69.000 Dalton (Da). Pita albumin terlihat jelas karena albumin memiliki bentuk pita yang sangat tebal jika dibandingkan dengan pita-pita lain. Polimorfisme protein darah ayam Kedu diperoleh 2 alel yaitu B dan C dengan nilai frekuensi gen masing-masing yaitu 0,525 dan 0,475 (Johari et al., 2008).

(24)

11 dengan alel atau gen AlbB dominan terhadap alel AlbA, sehingga kombinasi antara keduanya menyebabkan menurunnya potensi produksi telur (85,50 butir). Genotipe heterosigot AlbAC (88 butir) dengan alel atau gen AlbC dominan terhadap alel AlbA, sehingga kombinasi antara keduanya menyebabkan potensi produksi telur yang lebih rendah dibanding genotipe AlbAA. Genotipe homosigot AlbBB memiliki potensi produksi telur paling rendah (80,50 butir). Genotipe heterosigot AlbBC (96 butir) dengan alel atau gen AlbC dominan terhadap alel AlbB, sehingga kombinasi antara keduanya menyebabkan potensi produksi telur yang lebih tinggi dibanding genotipe AlbBB (Ismoyowati, 2008).

Elektroforesis

Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan molekul selular berdasarkan atas ukurannya dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, misalnya gel agarose, kemudian dialiri arus listrik dari satu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya, maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah (rasio) muatan terhadap massanya, serta tergantung pula pada bentuk molekulnya (Yuwono, 2005).

Yuwono (2005) menyatakan bahwa teknik elektroforesis dapat digunakan untuk analisis DNA, RNA maupun protein. Secara umum, teknik elektroforesis protein kadang-kadang disebut analisis allozyme (Feldhamer et al., 1999). Elektroforesis protein pada dasarnya dilakukan dengan prinsip serupa seperti yang digunakan dalam elektroforesis DNA, namun gel yang digunakan adalah gel poliakrilamid. Protein yang dielektroforesis dapat dianalisis dengan pengecatan menggunakan Coomassie blue. Senyawa ini biasanya ditambahkan bersama-sama dengan sampel. Pengecatan protein dapat juga dilakukan dengan larutan perak nitrat yang lebih sensitif dibanding dengan Coomassie blue (Yuwono, 2005).

(25)
(26)

13 MATERI DAN METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai bulan Februari 2011. Pengamatan karakteristik eksternal, pencatatan produksi telur, dan pengambilan sampel darah dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Unggas Blok B. Analisis protein darah dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Materi yang digunakan pada penelitian ini yaitu ayam Arab betina dewasa (umur 34 minggu) sebanyak 134 ekor yang diamati karakteristik genetik eksternalnya, kemudian dari sejumlah ayam tersebut dipilih 30 ekor untuk dipelihara dan dicatat produksi telurnya selama 20 hari. Sampel darah untuk analisis elektroforesis diambil dari 30 ayam Arab tersebut dan pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir periode pencatatan produksi telur. Pada akhir periode pencatatan produksi telur, masing-masing ayam diambil sampel darahnya untuk dilakukan analisis protein darah dengan metode elektroforesis. Materi yang digunakan selama pemeliharaan ayam Arab yaitu pakan, vaksin, vitamin dan air minum. Pakan yang digunakan yaitu pakan komplit ayam petelur dewasa umur 19 minggu produksi 65% dengan merk dagang Gold Coin 105-M. Kandungan nutrien pakan disajikan pada Tabel 2. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis elektroforesis protein darah terdiri dari alkohol 70%, natrium ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA) sebagai anti koagulan, akrilamid, bisakrilamid, gliserin,

Destilation Water (DW), tris, HCl, amonium peroksodisulfat (APS), TEMED, glisin, bromphenol blue, methanol, asam asetat, dan Coomasie brilliant blue.

(27)

14 ukur, beker glass, timbangan analitik, cawan petri, spatula, nampan plastik, oven, inkubator, seperangkat alat elektroforesis yang terdiri dari cetakan gel, bak,

voltage/current regulator Kayagaki model PS-300 dan voltage regulator model EC-458. Peralatan yang digunakan untuk pengamatan sifat karakteristik genetik eksternal adalah lembar data, alat tulis, dan kamera digital.

Tabel 2. Kandungan Nutrien Pakan Ayam Arab

Nutrien Persentase (%)

Kadar Air Maks. 13

Protein Kasar 16-18

Serat Kasar Maks 6

Lemak Min. 3

Abu Maks. 14

Phosfor 0,6-1,0

Kalsium 3,0-4,2

Sumber :PT. Gold Coin Indonesia

Keterangan: Pakan tersebut dibuat tahun 2010 dari bahan-bahan: jagung kuning, bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, tepung ikan, tepung daging, dedak padi, pollard, vitamin, trace mineral, dan antioxidant.

Metode

Pencatatan Produksi Telur

Sebelum penelitian dimulai, ayam Arab dipilih dan dikelompokkan berdasarkan ukuran pubis, yaitu ukuran jarak antar tulang pubis lebar (3 – 4 jari atau 3,46 - 4,33 cm), jarak antar tulang pubis sedang (2 – 2,5 jari atau 2,30 - 2,86 cm), dan jarak antar tulang pubis sempit (1 – 1,5 jari atau 1,07-1,50 cm). Semakin lebar jarak antar tulang pubis, diasumsikan semakin tinggi produksi telurnya. Penentuan jarak antar tulang pubis ini mengacu pada Arbor Acres (2006) yang dapat dilihat pada Tabel 3. Selain itu, dilakukan persiapan kandang dan peralatan terlebih dahulu serta pemberian obat anti stres terhadap masing-masing ayam Arab yang dipelihara. Perlakuan suhu kandang yang diberikan selama pemeliharaan, yaitu kandang suhu lingkungan sekitar ± 25 oC (21-29 oC) dan kandang suhu panas sekitar 30 oC (24-32 o

(28)

15 Tabel 3. Jarak antar Tulang Pubis Berdasarkan Umur

Umur Jarak Tulang Pubis

12 minggu (84 hari) Tertutup

21 hari sebelum telur pertama 1,5 jari

10 hari sebelum telur pertama 2 – 2,5 jari

Pada saat mulai bertelur 3 jari

Sumber : Arbor Acres (2006)

Pengambilan Sampel Darah

Sampel darah diambil dari 30 ekor ayam Arab yang telah dicatat produksi telurnya selama 20 hari. Sampel darah ayam diambil dengan menggunakan spuit pada vena bagian sayap ayam sekitar 2 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 2,5 ml yang telah diisi EDTA sebagai anti koagulan dan disimpan pada termos es. Plasma darah dipisah dari sel darah merah dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit pada suhu 20 oC. Plasma darah yang telah terpisah dari sel darah merah diambil menggunakan pipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang baru dan disimpan pada suhu 4 oC sampai dilakukan analisis.

Teknik Elektroforesis

Teknik elektroforesis vertikal dengan gel poliakrilamid digunakan untuk penentuan protein plasma darah Albumin (Alb) dan Transferin (Tf). Teknik ini dilakukan berdasarkan metode yang disarankan oleh Ogita dan Markert (1979). Bahan yang dipersiapkan terdiri atas bahan larutan gel pemisah dan larutan gel penggertak. Komposisi bahan untuk larutan gel pemisah dan larutan gel penggertak berdasarkan petunjuk Gahne et al. (1977).

Pembuatan Campuran Larutan untuk Elektroforesis Bahan Gel Pemisah (I):

Bahan IA: akrilamid 39 g, bis 1 g, gliserin 20 ml, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IB: tris 9,15 g, HCl 1N 3 ml, ditambah H2O sampai 100 ml.

(29)

16 Bahan Gel Penggertak (II):

Bahan IIA: akrilamide 38 g, bis 2 g, gliserin 20 ml, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IIB: tris 1,5 g, HCl 1N 1 ml, ditambah H2O sampai 100 ml.

Bahan IIC: amonium peroksodisulfat 0,4 g, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IID: temed 0,2 ml ditambah H2O sampai 100 ml.

Bahan Penyangga Elektrode (IIIA):

Tris 1,5 g, glisin 7,2 g, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan Indikator Contoh (IVA):

Tris HCl 0,5 M penyangga pH 6,8 25 ml dilarutkan dalam 40 ml gliserin,

bromphenol blue 0,01% 20 ml dan H2O 15 ml. Bahan Pewarna:

Untuk penentuan protein Transferin dan Albumin pada plasma darah digunakan

Coomasie briliant blue 1,25 g, metanol 255 ml, asam asetat 50 ml, ditambah H2O 225 ml.

Bahan Pencuci:

H2O 800 ml, methanol 150 ml dan asam asetat 50 ml. Pembuatan Gel Elektroforesis

(30)

17 membentuk lengkungan dan dimasukkan sisir sebagai pencetak tempat sampel sebelum gel membeku.

Penetesan Sampel dan Running

Alat elektroforesis disiapkan, slab dipasang pada bak yang telah diberi larutan penyangga elektrode, kemudian cetakan sisir dibuka setelah larutan penyangga elektrode diisi pada bak bagian atas. Sampel darah yang sudah siap dibiarkan mencair terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam tempat sampel dalam gel dengan menggunakan pipet Hamilton yang sebelumnya dicampur dengan larutan indikator contoh. Sampel plasma darah sebanyak 0,6 μl menggunakan larutan indikator sebanyak 0,6 μl. Alat elektroforesis tersebut dihubungkan dengan

Voltage/Current regulator dengan arus 35-40 mA (constant current), tegangan 100 volt selama satu jam.

Teknik Pewarnaan dan Pencucian

Setelah running selesai, slab dibuka untuk memisahkan gel dari lempeng kaca, kemudian gel diberi pewarna Coomasie brilliant blue pada baki plastik, dibiarkan selama 15 menit. Proses yang terakhir dilakukan adalah pencucian gel. Gel yang telah diwarnai diberi larutan pencuci sambil digoyang-goyang dan larutan pencuci diganti beberapa kali sampai jernih dan terlihat pita-pita protein plasma darah.

Analisis Hasil Elektroforesis

Analisis pola pita lokus protein transferin dan albumin ayam Arab diilustrasikan seperti Gambar 2 mengacu pada penelitian sebelumnya mengenai keragaman genetik ayam Kedu yang dilakukan oleh Wulandari (2008).

Alb AA AA AA AA AA AA AB AB AB AB AB AB AB Tf CC CC BC BC CC CC CC BC BC BC BC BC AC

Gambar 2. Susunan Pola Pita Protein Plasma Darah Ayam Kedu (Wulandari, 2008) (+)

Alb

Tf

(31)

18 Pengamatan Karakteristik Genetik Eksternal

Pengamatan karakteristik genetik eksternal menggunakan ayam Arab umur 34 minggu sebanyak 134 ekor. Pengamatan ini meliputi sifat-sifat kualitatif fenotipe yaitu warna bulu, pola warna bulu, corak bulu, kerlip bulu, warna shank, dan bentuk jengger. Lokus dan tipe gen yang mengendalikan karakteristik genetik eksternal pada ayam disajikan pada Tabel 4. Hasil pengamatan kemudian dicatat dalam tabel pengamatan yang kemudian dilanjutkan dengan analisis data.

Tabel 4. Karakteristik Genetik Eksternal Ayam

Ekspresi Lokus Genotipe (Fenotipe)

Warna Bulu I-i

Bentuk Jengger P-p Pp (Tunggal)

P (Pea)

Sumber :Nishida et al. (1980)

Penentuan Warna Bulu (Crawford, 1990)

(32)

19 ayam berwarna putih, sedangkan berwarna apabila ditemukan warna pada permukaan bulu di sekujur tubuh ayam.

Penentuan Pola Warna Bulu (Crawford, 1990)

Pola warna bulu dibedakan menjadi pola warna hitam, tipe liar dan kolumbian. Penentuan pola warna hitam adalah apabila pada seluruh permukaan bulu pada ayam berwarna hitam polos, pola warna tipe liar pada jantan apabila ditemukan sebaran warna hitam pada bagian dada dan warna selain hitam pada leher, punggung dan sayap, sedangkan pada betina apabila tubuh terdiri dari campuran warna coklat dan hitam, bagian dada berwarna coklat muda, dan pola warna kolumbian apabila terdapat warna kuning keemasan pada bulu bagian leher, sayap, dan ekor.

Penentuan Corak Warna Bulu (Hardjosubroto, 1999)

Corak warna bulu dibedakan atas lurik dan polos. Penentuan warna lurik yaitu apabila ditemukan warna bercak-bercak hitam dengan batas-batasnya tegas dan teratur, sedangkan corak warna bulu polos apabila ditemukan hanya satu warna dalam satu bulu.

Penentuan Kerlip Warna Bulu (Hutt, 1949)

Kerlip warna bulu dibedakan menjadi kerlip warna silver dan gold. Kerlip warna bulu silver terdapat pada ayam yang memiliki warna bulu putih, lurik, kolumbian, bercak abu-abu. Kerlip warna bulu gold terdapat pada ayam yang memiliki warna bulu kekuning-kuningan, merah, hitam, putih, lurik emas, bercak coklat, kombinasi hitam-merah.

Penentuan Warna Shank (Oluyemi dan Roberts, 1979)

Warna shank pada ayam dibedakan menjadi warna kuning/putih dan hitam/ abu-abu. Warna shank kuning akibat adanya pigmen lipokrom, sedangkan warna shank hitam disebabkan adanya pigmen melanin.

Penentuan Bentuk Jengger (Crawford, 1990)

(33)

20 Analisis Data

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif ditujukan untuk menghitung rataan produksi telur ayam Arab pada kandang yang diberi perlakuan suhu berbeda. Analisis ini dilakukan dengan menghitung nilai rataan ( ), simpangan baku (Sb) dan koefisien keragaman (KK) dengan prosedur statistik sebagai berikut (Stansfield dan Elrod, 2002) :

= Sb =

KK(%) =

(100%)

Keterangan : = rataan

Sb = simpangan baku

xi = ukuran ke i peubah ke x n = jumlah populasi

KK = koefisien keragaman

Analisis deskriptif digunakan pula untuk menghitung frekuensi fenotipe suatu sifat kualitatif yang diamati. Perhitungan frekuensi fenotipe dilakukan dengan menghitung jumlah masing-masing ayam yang mempunyai sifat kualitatif tertentu dibagi dengan jumlah populasi ayam yang diamati dikalikan 100%. Perhitungan dilakukan menggunakan formula (Minkema, 1993) sebagai berikut:

Frekuensi fenotipe sifat A =

x 100%

Keterangan:

A= salah satu sifat kualitatif yang diamati N= total populasi yang diamati

Frekuensi Alel Protein Plasma Darah

(34)

21

Keterangan:

frekuensi alel ke i

= jumlah sampel yang bergenotipe ii = jumlah sampel yang bergenotipe ij

N = jumlah populasi sampel

Perhitungan frekuensi alel atau gen juga digunakan terhadap sifat karakteristik genetik eksternal yang meliputi perhitungan frekuensi gen dominan dan resesif autosomal, perhitungan frekuensi gen dominan terkait kromosom kelamin, dan perhitungan frekuensi alel ganda.

Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Autosomal

Frekuensi gen dominan autosomal (warna bulu dan bentuk jengger) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Nishida et al., 1980):

q = 1 - ; p= 1 – q

Keterangan:

q = frekuensi gen dominan

R = jumlah ayam yang menunjukkan sifat resesif N = jumlah seluruh ayam

p = frekuensi gen resesif autosomal

Frekuensi Gen Dominan Terkait Kromosom Kelamin

Frekuensi gen dominan terkait kelamin (corak bulu, kerlip bulu, dan warna

shank) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Nishida et al., 1980):

q =

q♂ + q♀; p = 1 – q

Keterangan:

q♂ = frekuensi gen dominan pada kelompok jantan N♂ = jumlah total individu jantan

(35)

22 p = frekuensi gen resesif terkait kelamin

q♀ = ♀

Keterangan:

R♀ = jumlah individu betina dengan ekspresi resesif N♀ = jumlah total individu betina

Frekuensi Alel Ganda

Frekuensi gen alel ganda (pola warna bulu) dihitung menggunakan rumus Standfield dan Elrod (2002) sebagai berikut :

r =

q =

- r

p = 1 - q – r Keterangan:

p = frekuensi gen E q = frekuensi gen e+ r = frekuensi gen e Efek Gen

Pengaruh masing-masing gen terhadap sifat produksi telur ayam Arab dihitung menurut petunjuk Pirchner (1983) sebagai berikut:

(36)

23 Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg (HW)

Uji keseimbangan Hardy-Weinberg bertujuan untuk mengetahui apakan suatu populasi berada dalam keseimbangan. Keseimbangan Hardy-Weinberg (HW) dilakukan dengan pengujian Chi-Kuadrat terhadap masing-masing lokus pada protein plasma darah ayam Arab. Uji Chi-kuadrat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Nei dan Kumar, 2000):

X

2

=

Keterangan: = Chi-Kuadrat O = nilai pengamatan E = nilai harapan Heterozigositas

Heterozigositas digunakan untuk menentukan keragaman alel (gen) pada protein plasma darah ayam Arab. Heterozigositas digunakan pula untuk mengetahui keragaman genetik ayam Arab berdasarkan karakteristik genetik eksternalnya. Nilai heterozigositas dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Nei dan Kumar, 2000):

h = 1 – Keterangan:

h = nilai heterozigositas = frekuensi alel ke-i

q = jumlah alel

Rata-rata heterozigositas (H) adalah rata-rata nilai h terhadap jumlah seluruh lokus atau:

H = Keterangan:

h = heterozigositas per individu

(37)

24 m = jumlah alel

= frekuensi gen ke-i Analisis dengan Uji-t

Uji-t digunakan untuk mengetahui perbedaan rataan produksi telur ayam Arab dengan perlakuan suhu kandang yang berbeda. Uji-t menurut Walpole (1995) sebagai berikut :

t =

keterangan : t = nilai t hitung

= rataan sampel kelompok 1 = rataan sampel kelompok 2 Sp = simpangan baku

(38)

25 HASIL DAN PEMBAHASAN

Protein Darah

Hasil analisis elektroforesis protein plasma darah ayam Arab dengan menggunakan gel poliakrilamid menunjukkan 2 lokus protein yang polimorfik diantaranya adalah transferin (Tf) dan albumin (Alb). Penentuan alel dari masing-masing lokus tersebut dilakukan dengan cara melihat pita-pita protein yang muncul atau sering disebut band (pita) pada gel poliakrilamid. Pola pita protein hasil analisis plasma darah pada ayam Arab dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pola Pita Protein Hasil Analisis Plasma Darah Ayam Arab Protein Plasma Transferin (Tf)

Hasil identifikasi genotipe lokus transferin pada ayam Arab diperoleh tiga alel atau gen yang kombinasinya dapat membentuk enam macam genotipe, yaitu TfAA, TfAB, TfBB, TfAC, TfBC, dan TfCC. Namun, pada penelitian ini hanya ditemukan tiga macam genotipe, yaitu TfAA, TfAB, dan TfAC, sedangkan tiga genotipe lainnya tidak ditemukan pada lokus transferin ayam Arab. Pita yang bergerak lebih cepat ke arah anoda dinamakan alel A, sedangkan pita yang bergerak paling lambat dinamakan alel C. Alel B berada diantara alel A dan C. Pola pita protein plasma transferin dapat dilihat pada Gambar 4.

Sebaran genotipe protein plasma transferin pada ayam Arab dengan urutan terbanyak adalah TfAC, TfAA dan TfAB dengan frekuensi masing-masing 0,77; 0,13; dan 0,10 (Tabel 5). Frekuensi gen tertinggi terdapat pada alel TfA (0,57) dan frekuensi alel terendah yaitu alel TfB (0,05). Berdasarkan nilai frekuensi gen tersebut maka lokus transferin pada ayam Arab bersifat polimorfik. Hal ini sesuai dengan Harris (1994) yang menyatakan bahwa lokus disebut polimorfik apabila frekuensi

Tf

(39)

26 alel terbanyak tidak lebih dari 0,99. Frekuensi masing-masing alel disajikan pada Tabel 5.

Gambar 4. Pola Protein Transferin Ayam Arab

Heterozigositas diperoleh dari hasil perhitungan frekuensi gen pada masing-masing lokus. Tabel 5 menunjukkan bahwa heterozigositas lokus transferin ayam Arab sebesar 0,53. Sartika et al. (1997) menyatakan bahwa keragaman genetik suatu populasi ditentukan oleh lokus-lokus yang mempunyai nilai heterozigositas yang tinggi. Javanmard et al. (2005) menambahkan bahwa suatu populasi dikatakan memiliki keragaman gen yang rendah apabila memiliki nilai heterozigositas kurang dari 0,5. Berdasarkan nilai heterozigositas (H = 0,53) yang diperoleh dapat diketahui bahwa lokus transferin pada ayam Arab memiliki keragaman yang cukup tinggi, sehingga masih memungkinkan untuk dilakukannya seleksi pada populasi tesebut. Tabel 5. Frekuensi Genotipe, Heterozigositas, dan Uji Keseimbangan Hardy-

Weinberg Lokus Transferin pada Ayam Arab Lokus

Keterangan: H (Heterozigositas); * = berbeda nyata (P < 0,05) (+)

(-)

(40)

27 Hasil uji keseimbangan Hardy-Weinberg (Tabel 5) menunjukkan tidak adanya keseimbangan genotipe lokus transferin (Tf) pada populasi ayam Arab ( ). Hal ini diduga karena ayam Arab telah mengalami seleksi secara bertahap dan dilakukannya perkawinan silang untuk meningkatkan produksi telurnya. Warwick et al. (1990) menyatakan bahwa berdasarkan hukum Hardy-Weinberg, dalam populasi yang besar jika tidak terjadi seleksi, migrasi atau mutasi, dan perkawinan terjadi secara acak, maka frekuensi gen dan genotipik akan tetap sama dari generasi ke generasi (Tabel 6 menunjukkan bahwa ayam Arab dengan genotipe homozigot TfAA memiliki potensi produksi telur paling rendah (2 butir/ekor/20 hari). Genotipe heterosigot TfAB yang merupakan kombinasi dari alel atau gen TfA dengan alel atau gen TfB memiliki produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan genotipe TfAA, yaitu sebanyak 13 butir/ekor/20 hari. Genotipe heterosigot TfAC (12 butir/ekor/20 hari) yang merupakan kombinasi alel atau gen TfA dengan alel atau gen TfC memiliki produksi telur yang lebih rendah dibandingkan ayam dengan genotipe TfAB, namun masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi telur ayam dengan genotipe TfAA (TfAB > TfAC > TfAA). Pirchner (1983) menyatakan bahwa kombinasi gen yang berpengaruh pada sifat kuantitatif bersifat penambahan (aditif).

Hasil perhitungan efek gen pada lokus transferin diketahui bahwa gen A (α1), B (α2), dan C (α3) secara genetis berpengaruh terhadap peningkatan produksi telur ayam Arab, namun pengaruh atau efek gen B lebih tinggi dibandingkan dengan gen A dan C. Berdasarkan hasil produksi telur yang ditunjukkan pada Tabel 6 diketahui bahwa adanya alel atau gen TfB dalam keadaan heterosigot dapat meningkatkan potensi produksi telur ayam Arab, karena alel TfB (7,0975) memiliki nilai efek gen yang lebih tinggi dibandingkan TfA (1,8732) dan TfC (5,9575). Berdasarkan nilai efek gen tersebut juga dapat diduga bahwa jika ditemukan ayam dengan genotipe homosigot TfBB, maka ayam tersebut diduga akan memiliki potensi produksi telur yang paling tinggi diantara yang lainnya. Namun, pada penelitian ini ayam dengan genotipe TfBB tidak ditemukan, sehingga produksi telurnya tidak diketahui.

(41)

28 keadaan heterosigot produksi telur ayam Arab lebih tinggi daripada ayam dengan genotipe homosigot. Pirchner (1983) menyatakan sifat kuantitatif dipengaruhi oleh banyak gen (poligenik), interaksi gen satu dengan yang lainnya ada yang bersifat over dominan sehingga pemunculannya menekan pengaruh gen yang lain.

Tabel 6. Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Transferin dan Albumin serta Efek Gen Terhadap Produksi Telur

Lokus Protein Transferin Albumin

Produksi telur

Nilai tengah genotipe (m) 5,7741 0,0134

Nilai tengah nyata (M) 6,7741 12,0134

Frekuensi alel atau gen

(42)

29 (+)

(-)

BC BC AA AB AB AC AC BC AB BB

dengan lokus transferin, pada albumin pita yang bergerak lebih cepat ke arah anoda dinamakan alel A, sedangkan yang lebih lambat dinamakan alel C. Alel B berada diantara alel A dan C. Wulandari (2008) menyatakan bahwa lokus albumin sangat mudah dikenali karena memiliki ketebalan yang lebih besar dibandingkan lokus yang lain. Pola pita protein albumin disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Pola Pita Protein Albumin pada Ayam Arab

Genotipe AlbBC merupakan genotipe yang paling banyak ditemukan pada protein plasma albumin ayam Arab dengan frekuensi 0,7, kemudian genotipe AlbBB, AlbAB dan AlbAA dengan frekuensi masing-masing 0,2; 0,07 dan 0,03 (Tabel 7). Lokus albumin bersifat polimorfik dengan frekuensi alel tertinggi yaitu alel AlbB (0,58) dan frekuensi alel terendah yaitu alel AlbA (0,07). Hasil perhitungan frekuensi gen pada lokus albumin dapat dilihat pada Tabel 6.

(43)

30 meningkatkan produksi telurnya. Hasil perhitungan frekuensi genotipe, heterozigositas, dan uji keseimbangan Hardy-Weinberg disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Frekuensi Genotipe, Heterozigositas, dan Uji Keseimbangan

Hardy-Weinberg Lokus Albumin pada Ayam Arab Lokus

Keterangan: H (Heterozigositas); * = berbeda nyata (P < 0,05)

Tabel 6 menunjukkan genotipe homosigot AlbAA (10 butir/ekor/20 hari) memiliki potensi produksi telur lebih rendah dibandingkan genotipe homosigot AlbBB (14 butir/ekor/20 hari). Genotipe heterosigot AlbAB (14 butir/ekor/20 hari) yang merupakan kombinasi dari alel atau gen AlbA dengan alel atau gen AlbB memiliki produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan genotipe AlbAA, tetapi sama dengan produksi telur genotipe AlbBB. Genotipe heterosigot AlbBC yang merupakan kombinasidari alel atau gen AlbB dengan alel atau gen AlbC memiliki produksi telur yang sama dengan ayam bergenotipe AlbAA, tetapi lebih tinggi bila dibandingkan dengan ayam yang bergenotipe AlbBB.

(44)

31 berpengaruh menurunkan produksi telur, sehingga produksi telurnya lebih rendah dibanding ayam dengan genotipe AlbBB. Hasil berbeda yang diperoleh Ismoyowati (2008) yang menemukan 2 gen yang berpengaruh meningkatkan produksi telur Itik Tegal, yaitu gen A dan gen C yang masing-masing pengaruhnya sebesar 3,4658 dan 0,0815.

Produksi Telur

Kondisi lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses-proses di dalam tubuh ternak. Apabila proses tersebut terganggu, ternak akan stres sehingga mempengaruhi pertumbuhan atau produksi. Daerah tropis seperti Indonesia, kondisi lingkungan yang mempengaruhi ternak adalah temperatur dan kelembaban udara tinggi. Temperatur siang hari mencapai 29-30 oC. Temperatur lingkungan ideal pada ayam sekitar 21 oC. Di atas temperatur tersebut, ternak menjadi panas dan nafsu makan turun sehingga konsumsi pakanpun akan menurun. Dampak selanjutnya, pertumbuhan dan produksi telur juga akan menurun (Suprijatna

et al., 2005). Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa zona thermoneutral pada unggas, yaitu pada kisaran suhu 18-24 oC.

(45)

32 Kampung berhasil meningkatkan produksi telur dari 29,53% menjadi 48,89% pada generasi ketiga selama 6 bulan masa produksi.

Tabel 8. Rataan, Simpangan Baku, dan Koefisien Keragaman Produksi Telur Ayam Arab

Keterangan : a,b = superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P < 0,05)

x,y = superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P < 0,05)

(46)

33 pembentukan kerabang juga berkurang. Hal itulah yang menyebabkan rendahnya kualitas telur yang dihasilkan oleh ayam yang dipelihara pada kandang suhu panas.

Ayam yang sedang bertelur membutuhkan kalsium yang lebih banyak karena akan digunakan untuk pembentukan kerabang telur. Kebutuhan kalsium untuk ayam petelur umur 21-40 minggu yaitu sebanyak 3,25% atau 3800 mg/hari (Amrullah, 2004). Oleh karena itu, kecukupan kalsium menjadi salah satu faktor yang menentukan baik buruknya kualitas kerabang telur ayam.

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kualitas telur ayam Arab yang dipelihara pada suhu panas yaitu adanya aktivitas panting yang dilakukan ayam untuk mengontrol pelepasan panas. Pada temperatur lingkungan panas ayam akan melakukan panting untuk mengurangi panas yang berlebihan, sehingga CO2 banyak yang dilepaskan dari tubuh dan akibatnya CO2 dalam tubuh berkurang. Card dan Nesheim (1972) menyatakan bahwa formasi terbentuknya kerabang telur yaitu karena adanya ketersediaan ion kalsium dan ion karbonat di dalam cairan uterus yang akan membentuk kalsium karbonat. Ion karbonat terbentuk karena adanya CO2 dalam darah hasil metabolisme dari sel yang terdapat pada uterus yang bercampur dengan H2O, kemudian keduanya dirombak oleh enzim carbonic anhydrase

(dihasilkan pada sel mukosa uterus) menjadi ion bikarbonat yang akhirnya menjadi ion karbonat setelah ion hidrogen terlepas. Oleh karena itu, ketika ayam betina melakukan aktivitas panting karena udara yang panas, terjadi peningkatan penguapan air melalui saluran pernafasan. Hal ini menyebabkan berkurangnya CO2 dan ion bikarbonat dalam darah yang akhirnya mengakibatkan telur yang dihasilkan memiliki kerabang yang tipis. Proses pembentukan kerabang telur disajikan pada Gambar 6.

(47)

34 pubis lebar tidak memiliki perbedaan produksi telur dengan kelompok ayam dengan jarak tulang pubis sedang (P > 0,05).

Gambar 6. Proses Pembentukan Kerabang Telur

(Sumber: Card dan Nesheim, 1972)

(48)

35 Karakteristik Genetik Eksternal

Pengamatan terhadap karakteristik genetik eksternal ayam Arab terdiri atas pola warna bulu, kerlip bulu, corak bulu, warna shank, dan bentuk jengger berdasarkan gen yang mengontrolnya. Data pengamatan karakteristik genetik eksternal ayam Arab yang diperoleh pada penelitian ini ditujukan untuk melengkapi data yang telah diperoleh oleh peneliti sebelumnya.

Warna, Pola, Kerlip, dan Corak Bulu

Warna bulu putih tidak ditemukan pada ayam Arab. Hasil tersebut sesuai dengan Saputra (2010) yang menyatakan bahwa ayam Arab memiliki fenotipe 100% berwarna. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayam Arab memiliki warna bulu yang seragam. Nataamijaya et al. (2003) menyatakan bahwa ayam Arab yang merupakan ayam petelur memiliki warna bulu homogen dengan warna dasar hitam dihiasi warna putih di daerah kepala, leher, dada, punggung, dan sayap. Selanjutnya, Natalia et al.

(2005) menyatakan bahwa ayam Arab silver mempunyai warna bulu dari kepala hingga leher putih keperakan sedangkan ayam Arab golden memiliki warna merah keemasan. Warna, pola, kerlip, dan corak bulu pada ayam Arab disajikan pada Gambar 7.

(a) (b)

Keterangan : (a) berwarna, pola liar, kerlip perak, corak lurik (b) berwarna, pola liar, kerlip emas, corak lurik Gambar 7. Warna, Pola, Kerlip, dan Corak Bulu Ayam Arab

(49)

36 Saputra (2010) juga menunjukkan hasil bahwa pola bulu liar merupakan pola bulu yang paling banyak ditemukan pada ayam Arab dengan persentase sebesar 75,65%. Tipe liar adalah apabila pada betina ditemukan bulu pada tubuh terdiri dari campuran warna coklat dan hitam, bagian dada berwarna coklat muda, sedangkan pada jantan ditemukan sebaran warna hitam pada bagian dada, warna selain hitam pada leher, punggung, dan sayap (Crawford, 1990).

Persentase fenotipe untuk kerlip bulu pada ayam Arab adalah emas sebesar 80,60% dan perak 19,40%. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Saputra (2010) yang menyatakan bahwa persentase fenotipe kerlip bulu tertinggi pada ayam Arab adalah kerlip bulu emas sebesar 62,61%. Natalia et al. (2005) menyatakan bahwa ayam Arab ada dua jenis, yaitu ayam Arab silver (brakel kriel-silver) dan ayam Arab golden (brakel kriel golden). Kedua jenis ayam ini dibedakan pada warna bulunya sesuai dengan namanya, yaitu ayam Arab silver dan ayam Arab

golden. Persentase fenotipe warna, pola, kerlip, dan corak bulu pada ayam Arab disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Persentase Fenotipe Warna, Pola, Kerlip, dan Corak Bulu pada Ayam Arab

Ekspresi Lokus Genotipe

(50)

37 lebih besar (77,39%) daripada corak polos (22,61%). Natalia et al. (2005) menyatakan bahwa ayam Arab silver memiliki corak bulu badan totol hitam putih/ lurik hitam sedangkan pada ayam Arab golden yaitu totol merah keemasan.

Warna Shank

Warna shank pada ayam dibedakan menjadi warna kuning/putih dan hitam/abu-abu. Warna shank pada ayam Arab dapat dilihat pada Gambar 8.

Keterangan: (a) warna shank putih/kuning (b) warna shank hitam/abu-abu Gambar 8. Warna Shank pada Ayam Arab

Persentase fenotipe warna shank pada ayam Arab menunjukkan bahwa warna

shank hitam lebih besar dibandingkan dengan warna putih, yaitu masing-masing sebesar 95,52% dan 4,48%. Persentase warna shank ini menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh Saputra (2010) yang menunjukkan bahwa

shank warna hitam pada ayam Arab sebesar 93,91%, dan warna shank putih sebesar 6,09%. Tingginya persentase warna shank hitam disebabkan oleh adanya pigmen melanin pada epidermis. Persentase Fenotipe warna shank pada ayam Arab disajikan pada Tabel 10.

Oluyemi dan Roberts (1979) menyatakan bahwa warna shank kuning disebabkan adanya pigmen lipokrom dan tidak adanya pigmen melanin, sedangkan warna shank hitam disebabkan adanya pigmen melanin. Ketika pigmen melanin ada

(51)

38 di dalam dermis dan pigmen lipokrom ada di dalam epidermis maka akan menyebabkan warna shank kehijau-hijauan. Namun, ketika kedua pigmen tersebut tidak ada maka shank akan berwarna putih.

Tabel 10. Persentase Fenotipe Warna Shank pada Ayam Arab Ekspresi Lokus Genotipe

(Fenotipe)

Jumlah ayam (ekor)

Persentase Fenotipe (%) Warna Shank Id_id Id_ (Putih)

idid (Hitam)

6 128

4,48 95,52

Bentuk Jengger

Bentuk jengger dibedakan menjadi bentuk jengger single dan pea. Bentuk jengger pada ayam Arab dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Bentuk Jengger Tunggal pada Ayam Arab

(52)

39 Tabel 11. Persentase Fenotipe Bentuk Jengger pada Ayam Arab

Ekspresi Lokus Genotipe

Frekuensi Gen Pengontrol Karakteristik Genetik Eksternal

Frekuensi gen pengontrol untuk warna bulu, pola bulu, corak bulu, kerlip bulu, warna shank, dan bentuk jengger ayam Arab disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Karakteristik Eksternal pada Ayam Arab

Ekspresi Lokus Genotipe

(53)

40 ayam Arab adalah hitam (idid) sebesar 0,9552 dan frekuensi gen pengontrol tertinggi untuk bentuk jengger adalah tunggal (pp) dengan frekuensi 1,000.

Heterozigositas

Ayam Arab memiliki warna bulu, pola bulu, corak bulu, dan bentuk jengger yang seragam. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai heterozigositas harapan (h) sebesar 0,000 ± 0,000, yang artinya persentase keragaman untuk warna bulu, pola bulu, corak bulu, dan bentuk jengger pada ayam Arab adalah 0%. Kerlip bulu dan warna shank pada ayam Arab memiliki variasi yang ditunjukkan dengan nilai heterozigositas harapan (h) masing-masing 0,3127 dan 0,0856. Hasil perhitungan nilai heterozigositas ayam Arab dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Heterozigositas Harapan per Individu (h) dan Rata-rata Heterozigositas per Individu ( ) Ayam Arab

Sifat yang Diamati Heterozigositas (h ± SE)

Warna Bulu 0 ,0000 ± 0,0000

Pola Bulu 0,0000 ± 0,0000

Kerlip Bulu 0,3127 ± 0,0296

Corak Bulu 0,0000 ± 0,0000

Warna Shank 0,0856 ± 0,0230

Bentuk Jengger 0,0000 ± 0,0000

[H ± SE( 0,0664 ± 0,0512

(54)

41 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa transferin dan albumin memiliki karakter polimorfik dengan mengklasifikasikannya ke dalam tiga alel, yaitu A, B, dan C. Lokus transferin memiliki 3 genotipe yaitu TfAA, TfAB, dan TfAC, sedangkan lokus albumin memiliki 4 genotipe yaitu AlbAA, AlbAB, AlbBB, dan AlbBC. Polimorfisme protein darah transferin dan albumin berhubungan erat dengan produksi telur ayam Arab. Alel A, B, dan C pada lokus transferin berpengaruh meningkatkan produksi telur. Begitu pula pada lokus albumin, kecuali alel C yang berpengaruh menurunkan produksi telur.

Rataan produksi telur ayam yang dipelihara pada kandang suhu panas lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang dipelihara pada kandang suhu lingkungan. Selain itu, jarak tulang pubis tidak berpengaruh terhadap produksi telur pada ayam yang dipelihara pada kandang suhu lingkungan, sedangkan untuk ayam yang dipelihara pada kandang suhu panas, ayam dengan jarak tulang pubis sempit memiliki pengaruh berbeda dengan ayam dengan jarak tulang pubis lebar ataupun sedang dalam hal produksi telur.

Hasil pengamatan karakteristik genetik eksternal ayam Arab menunjukkan bahwa frekuensi gen pengontrol tertinggi untuk karakteristik genetik eksternal ayam Arab adalah warna bulu berwarna (ii), pola bulu liar (e+_), kerlip bulu emas (ss), warna shank hitam (idid), dan bentuk jengger tunggal (pp). Pada umumnya ayam Arab memiliki ciri karakteristik genetik eksternal yang seragam, namun masih ada variasi untuk kerlip bulu dan warna shank yang ditemukan pada penelitian ini.

Saran

Gambar

Gambar 2.  Susunan Pola Pita Protein Plasma Darah Ayam Kedu (Wulandari, 2008)
Tabel 4. Karakteristik Genetik Eksternal Ayam
Tabel 6.  Produksi Telur Berdasarkan Genotipe  Lokus Transferin dan Albumin serta Efek Gen Terhadap Produksi Telur
Tabel 8.  Rataan, Simpangan Baku, dan Koefisien Keragaman Produksi Telur Ayam Arab
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dikatakan bahwa rekrutmen politik sebagai awal mula usaha partai politik untuk mencapai tujuannya. Rekrutmen politik juga menentukan siapa sajakah yang akan

Metode pengumpulan data adalah teknik atau acuan cara-cara yang dapat di gunakan untuk mengumpulkan data.Pengalaman data primer pada penelitian ini diperoleh dengan metode

Program dan Kegiatan Pengembangan Air Limbah Domestik Kabupaten Melawi secara keseluruhan pada tabel 4.2a., tabel 4.2b sumber pendanaan APBD Kabupaten Melawi, tabel 4.2c

bahwa dalam rangka membantu menyelesaikan tunggakan biaya pendidikan bagi mahasiswa reguler Program Pendidikan Pascasarjana (S2/S3), Sekolah Pascasarjana IPB yang

Bidang Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri mempunyai tugas menyiapkan bahan dan perumusan kebijakan teknis, fasilitasi, koordinasi serta pembinaan teknis di bidang

Keragaman genetik yang luas untuk beberapa karakter pada populasi ini disebabkan latar belakang genetik populasi yang berbeda dan seleksi akan diarahkan kepada

A concrete subclass of this abstract class shall be specified for each specific stationary image geometry (sensor) mathematical model, in an extension of this Image