• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Bibit Sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen] yang Dikembangkan dari Benih dan Kultur Jaringan pada Berbagai Komposisi Media Tanam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan Bibit Sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen] yang Dikembangkan dari Benih dan Kultur Jaringan pada Berbagai Komposisi Media Tanam"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ARIF BUDI PURNOMO. Growth of Sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen] Seedling that Developed from Seed and Tissue Culture in Various Planting Media. Supervised by ARUM SEKAR WULANDARI.

Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) was one of fast-growing tree species. Generally, it was multiplied generatively caused of its seed that provided every year with germinating percentage higher than 80%. Sengon tree was also could be multiplied in vegetative way by using tissue culture technique. This research was supposed to compare the growth of seedling from seed and tissue culture, which planted in various planting media.

Sengon seedling, which developed from seed and tissue culture, was planted in different composition of media. First media was soil, compost, and shuck coal with ratio 5:3:1 (v/v/v). Second media was soil and shuck coal with ratio 8:1 (v/v), added by Arbuscular Mycorrizhae Fungi (AMF) inoculation in planting holes which amounted 4 gram/planting hole. Third media (control media) was soil, sand, and compost with ratio 1:1:1 (v/v/v). Experiment was performed by using Complete Random Design (CRD) with 2 factors; those are source of seedling development and planting media. Each treatment has 4 replication and each replication consist of 5 polybag unit that contain Sengon seedling.

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) merupakan salah satu jenis pohon yang pertumbuhannya sangat cepat. Tinggi pohon dapat mencapai 25–45 meter. Pohon sengon dapat ditebang setelah berumur 5–9 tahun. Potensi

produksi kayunya sebesar 10–40 m³/hektar/tahun. Kayu sengon dapat

dimanfaatkan untuk papan penyekat, kayu kontruksi/bangunan, peti kemas, korek api, pulp, kayu bakar dan lain-lain. Manfaat non kayu yang dapat diambil yaitu berasal dari daunnya yang dapat digunakan untuk pakan ternak, dan kulit batang digunakan untuk penyamak jaring.

Pada umumnya perbanyakan tanaman sengon dilakukan secara generatif, karena benihnya tersedia sepanjang tahun dengan persen perkecambahan dapat mencapai lebih dari 80%. Tanaman sengon dapat juga diperbanyak secara

vegetatif yaitu dengan teknik kultur jaringan. Untuk melakukan teknik kultur jaringan dibutuhkan biaya yang cukup mahal bila dibandingkan dengan perbanyakan generatif, namun bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan memiliki keunggulan dari perbanyakan generatif, yaitu secara genetik sama dengan induknya dan pertumbuhannya lebih cepat.

Media tanam yang baik harus memiliki persyaratan tertentu, di antaranya: tidak mengandung bibit hama dan penyakit dan bebas gulma, mampu menampung air, tetapi juga mampu membuang/mengalirkan kelebihan air, remah dan porous sehingga akar bisa tumbuh dan berkembang menembus media tanam dengan mudah, dan derajat keasaman (pH) antara 6–6,5. Media tanam akan menentukan pertumbuhan bibit yang ditanam (Anonim 2007).

(3)

1.2Tujuan Penelitian

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen]

Sengon merupakan pohon yang termasuk anggota famili Fabaceae dan merupakan salah satu jenis pohon yang pertumbuhannya sangat cepat. Pertumbuhannya selama 25 tahun dapat mencapai tinggi 45 m dengan diameter batang mencapai 100 cm. Pada umur 6 tahun sengon sudah dapat menghasilkan kayu bulat sebanyak 372 m3/ha. Pohon sengon berbatang lurus, tidak berbanir, kulit berwarna kelabu keputih-putihan, licin, tidak mengelupas dan memiliki batang bebas cabang mencapai 20 m (Atmosuseno 1998).

Perakaran sengon sebagaimana legum lainnya, mengandung bintil akar atau nodul akar. Bintil akar ini mengandung rhizobium yang dapat mengikat

nitrogen bebas dari udara dan mengubahnya menjadi ammonia (NH3) yang dapat

dimanfaatkan sebagian sumber nitrogen oleh tanaman.

Pohon ini berbunga sepanjang tahun dan berbuah pada bulan Juni-Nopember (umumnya pada akhir musim kemarau). Buahnya berbentuk polong, pipih, dan tipis. berwarna hijau sampai coklat jika sudah masak. Panjang buah sekitar 6–12 cm. Setiap polong buah berisi 15–30 biji. Jumlah benih/kg dapat mencapai 40.000–55.000 biji dengan daya kecambah rata-rata 80% (Atmosuseno 1998). Sengon dengan sifat unggul dan benihnya sedikit, seperti sengon solomon dapat diperbanyak dengan kultur jaringan (Siregar dan Wulandari 2010).

2.2 Kultur Jaringan

Kultur jaringan adalah istilah umum yang ditujukan pada budidaya secara

in vitro terhadap berbagai bagian tanaman yang meliputi batang, daun, akar, bunga, kalus, sel, protoplas, dan embrio. Bagian-bagian tersebut disebut sebagai eksplan, diisolasi dalam kondisi in vitro dan dikulturkan pada medium buatan yang steril sehingga dapat beregenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (Street 1973).

(5)

dan Razdan 1983). Selain itu, menurut Siregar et al. (2009) perbanyakan tanaman sengon dengan teknik kultur jaringan mampu menghasilkan pohon sengon yang mempunyai ketahanan terhadap serangan hama boktor (Xystrocera festivan

Pascoe). Menurut Suhaendi (1993) teknik kultur jaringan juga dapat digunakan untuk meningkatkan keragaman genetik atau memperluas genetic base dalam rangka mendapatkan benih unggul.

2.3 Media Tanam

Tanah merupakan medium atau tampat untuk tumbuh berkembangnya pohon. Tanah adalah kumpulan bahan-bahan alami yang terdapat di permukaan bumi, tempat berpijak pepohonan, dan terbentuk karena pengaruh iklim, kehidupan organisme pada bahan induk, relief atau bentuk permukaan bumi dan waktu (Darjadi dan Harjanto 1976).

Tanah mempunyai peran untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup tanaman, seperti memberikan dukungan mekanis, tempat berjangkarnya akar, menyediakan ruang untuk pertumbuhan dan perkembangan akar, menyediakan udara (oksigen) untuk respirasi, menyediakan air dan hara, dan sebagai media terjadinya interaksi antara tanaman dengan mikroorganisme tanah (Anonim 2007).

Pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi tanah. Sejauh ini, pasir dianggap memadai dan sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih, dan pertumbuhan bibit tanaman. Sifatnya

yang cepat kering akan memudahkan proses pengangkatan bibit tanaman yang dianggap sudah cukup umur untuk dipindahkan ke media lain. Pasir memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori makro) sehingga pasir menjadi mudah basah dan cepat kering oleh proses penguapan. Dengan demikian, media pasir lebih membutuhkan pengairan. Hal tersebut yang menyebabkan pasir jarang digunakan sebagai media tanam secara tunggal. Penggunaan pasir sebagai media tanam sering dikombinasikan dengan campuran bahan anorganik lain, seperti kerikil, batu-batuan, atau bahan organik yang disesuaikan dengan jenis tanaman.

(6)

sesuai untuk dijadikan sebagai media tanam. Unsur-unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis hewan, umur hewan, keadaan hewan, jenis makanan, bahan hamparan yang dipakai, perlakuan, serta penyimpanan sebelum diaplikasikan sebagai media tanam. Pupuk kandang yang akan digunakan sebagai media tanam harus yang sudah matang. Pemilihan pupuk kandang yang sudah matang bertujuan untuk mencegah munculnya bakteri atau fungi yang dapat merusak tanaman.

Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa) yang sudah digiling. Sekam padi yang biasanya digunakan berupa sekam bakar atau sekam mentah (tidak dibakar). Sekam bakar dan sekam mentah memiliki tingkat porositas yang sama. Sebagai media tanam, keduanya berperan penting dalam perbaikan struktur tanah sehingga sistem aerasi dan drainase di media tanam menjadi lebih baik. Sekam bakar juga memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi gembur.

2.4 Mikoriza

Mikoriza merupakan bentuk asosiasi antara akar tanaman dengan fungi pembentuk mikoriza (Killham 1996). Asosiasi tersebut merupakan interaksi simbiosis mutualisme. Simbiosis mutualisme akan terjadi apabila fungi pembentuk mikoriza dan akar tanaman merupakan pasangan yang sesuai. Dalam bentuk simbiosis mutualisme tersebut, mikoriza mempunyai peran besar untuk

pertumbuhan tanaman dan sebaliknya, fungi pembentuk mikoriza akan memperoleh sumber makanan dan tempat berkembang biak dari tanaman yang berasosiasi. Salah satu jenis mikoriza ialah Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).

(7)
(8)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan, yaitu mulai bulan Juni sampai dengan Desember 2010. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah: pasir, kompos, arang sekam, benih sengon, planlet sengon, tanah, fungisida, pupuk daun, hormon IBA, dan amoksilin. Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah: gelas ukur, penggaris, paranet, plastik, karet gelang, bak kecambah, polibag, lidi, otoklaf, timbangan, spidol, gunting, kaliper, pot tray, sprayer, dan tally sheet.

3.3 Tahapan Penelitian 3.3.1 Persiapan Bahan

Penyemaian Benih Sengon. Benih sengon yang digunakan ialah provenan Kediri. Benih diunduh 1 bulan sebelum disemai, pengunduhan dilakukan pada pohon plus sengon yang tumbuh di Universitas Winaya Mukti Jatinangor, Jawa Barat. Media yang digunakan untuk mengecambahkan benih sengon ialah pasir. Pasir diayak halus dan dimasukkan ke dalam bak kecambah.

Benih sengon dipatahkan dormansinya dengan cara merendam benih dalam air panas selama 5 menit, kemudian direndam dalam air dingin selama 24 jam. Benih yang sudah dipatahkan dormansinya, kemudian ditanam dalam bak kecambah yang telah berisi media. Jarak satu benih dengan yang lainnya kurang lebih 0,5 cm. Penyiraman dilakukan 2 hari sekali. Dua minggu setelah tanam, bibit sengon siap disapih.

(9)

botol kultur, sisa agar-agar yang masih menempel pada planlet dicuci bersih. Setelah itu, planlet direndam dalam larutan fungisida 2% dan bakterisida 2% selama 10 menit. Planlet kemudian direndam dalam larutan pupuk daun 2% dan hormon IBA 2 ppm, selama 5 menit.

Media yang dipakai untuk aklimatisasi ialah campuran arang sekam dan pasir dengan perbandingan 2:1 (v/v). Media tersebut disterilisasi dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1 atm, selama 25 menit. Media kemudian dimasukkan dalam potray yang diletakan dalam bak-bak kecambah. Planlet kemudian ditanam di media yang telah disiapkan dan ditutup dengan menggunakan plastik bening yang dikencangkan dengan karet gelang. Bak-bak kecambah tersebut diletakkan dalam rumah kaca dan diberi sungkup. Pada minggu ketiga, plastik penutup bak kecambah dibuka secara bertahap. Pada minggu keempat, planlet sudah berakar dan siap disapih ke dalam polibag.

Persiapan Media Tanam. Media tanam yang digunakan ialah tanah, pasir, kompos, dan arang sekam. Media yang digunakan terdiri atas 3 komposisi yang berbeda. Media 1 dengan komposisi tanah, kompos, dan arang sekam dengan perbandingan 5:3:1 (v/v/v). Media 2 dengan komposisi tanah, dan arang sekam dengan perbandingan bururutan 8:1 (v/v). Media 2 diberi tambahan inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) yang diberikan dalam lubang tanam. Jumlah FMA yang digunakan ialah 4 gram/lubang tanam. Media 3 yaitu dengan komposisi tanah, pasir, dan kompos dengan perbandingan 1:1:1 (v/v/v).

Media yang telah tercampur merata kemudian dimasukkan ke dalam

polibag ukuran 15 x 20 cm. Setiap komposisi media diulang sebanyak 4 kali. Setiap ulangannya terdiri atas 5 polibag bibit sengon.

3.3.2 Penyapihan Bibit ke Polibag

(10)

Gambar 1 Ilustrasi penanaman bibit di polibag

3.3.3 Pengamatan dan Pengambilan data

Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah tinggi bibit, diameter batang, berat basah dan berat kering tanaman, nisbah pucuk akar, dan jumlah bintil akar.

1. Tinggi Bibit (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan penggaris. Anakan diukur mulai dari leher akar (batas antara batang dengan akar di atas permukaan tanah) hingga pucuknya. Untuk menghindari kesalahan pengukuran, di samping bagian batang terukur ditancapkan penanda yang ditandai dengan selotip berwarna. Pengukurannya dilakukan seminggu sekali, mulai dari awal penanaman hingga akhir pengamatan (16 minggu).

2. Diameter Batang (mm)

Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan kaliper 1-2 cm di atas leher akar. Pengukuran dilakukan sebulan sekali, selama 5 bulan,

Untuk menghindari kesalahan pengukuran, bagian batang terukur ditandai dengan selotip berwarna.

3. Berat Basah dan Berat Kering Tanaman

Pengukuran berat basah dan berat kering dilakukan pada akar dan pucuk untuk setiap tanaman. Pengambilan data ini dilakukan pada akhir pengamatan. Pengukuran berat basah dan kering pada akar dan pucuk ini dilakukan dengan cara memisahkan tanaman dari media tanam, kemudian akar dicuci dari kotoran yang menempel. Setelah bersih bagian akar dan pucuk dipisahkan. Pucuk dan akar kemudian ditimbang berat basahnya. Berat basah pucuk dan akar dijumlahkan untuk mendapatkan berat basah total. lalu dikeringkan dalam oven pada suhu

Ajir yang diberi selotip berwarna untuk mengukur tinggi

Komposisi media Bibit

Polibag ukuran 15x20 cm Untuk pengukuran diameter

(11)

80˚C selama 72 jam untuk mendapat berat keringnya, Serta jumlahkan berat

kering pucuk dan akar untuk mendapatkan berat kering total. 4. Nisbah pucuk akar

Nisbah pucuk akar ditentukan dengan membandingkan bobot kering pucuk dengan bobot kering akar.

5. Jumlah Bintil Akar

Secara alami tanaman legum (termasuk sengon) dapat bersimbiosis dengan rhizobium dan menghasilkan bintil akar. Rhizobium dapat memfiksasi nitrogen dari udara. Pengambilan data ini dilakukan pada akhir pengamatan. Penghitungan jumlah bintil akar dilakukan dengan cara memisahkan tanaman dari media tanam, kemudian akar dicuci dari kotoran yang menempel. Setelah bersih, jumlah bintil akar yang ada dihitung.

3.3.4 Rancangan percobaan dan Analisis data

Percobaan dilakukan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu asal pengembangan bibit dan media tanam. Asal pengembangan bibit terdiri atas 2 perlakuan yaitu dari benih dan dari kultur jaringan. Media terdiri atas

3 perlakuan, yaitu media 1, 2, dan 3. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Setiap ulangan terdiri atas 5 unit polibag yang berisi bibit sengon. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan ANOVA. Apabila ada perbedaan nyata di antara perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan. Program yang digunakan ialah SAS 9.1 (Statistical Analysis System).

Model rancangan percobaan yang digunakan ialah:

Y

ijk

=

μ

+

α

i

+

β

j

+ (

αβ

)

ij

+

ε

ijk

Yijk = nilai pengamatan pada faktor asal bibit ke-i, faktor media tanam ke-j dan

ulangan ke-k

μ

=

rataan umum

αi = pengaruh perlakuan asal bibit (benih dan kultur jaringan) ke-i

β = pengaruh pelakuan media tanam (1, 2, 3) ke-j media 1 = tanah:kompos:arang sekam=5:3:1

(12)

(αβ) ij = pengaruh interaksi antara perlakuan asal bibit ke-i dan media tanam ke-j εijk = pengaruh acak pada perlakuan asal bibit i, perlakuan media tanam

(13)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Bibit sengon yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari benih dan kultur jaringan. Persentase keberhasilan kecambah benih sengon ialah 94,5%, sedangkan persen aklimatisasi planlet sengon ialah 67,5%. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh asal pengembangan bibit sengon dan media tanam terhadap peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh asal pengembangan bibit sengon dan komposisi media terhadap peubah yang diamati

Peubah Asal Bibit (A) Media Tanam (B) AxB

Tinggi * tn tn

Diameter * * *

Berat basah pucuk tn * *

Berat basah akar tn * tn

Berat basah total tn * *

Berat kering pucuk tn * *

Berat kering akar tn * tn

Berat kering total tn * *

Nisbah pucuk akar tn * tn

Jumlah bintil akar tn * *

* = Pengaruh perlakuan berbeda nyata pada taraf nyata 5 % tn = Pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata

(14)

Tabel 2 Pertambahan tinggi bibit sengon 16 minggu setelah tanam

angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Pertambahan tinggi bibit sengon yang ditanam pada 3 macam media tanam dapat dilihat pada Tabel 2. Bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan mempunyai pertambahan tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih. Media 2 memberikan pengaruh yang lebih baik

terhadap pertambahan tinggi bibit bila dibandingkan dengan media 1 dan 3. Pertumbuhan tinggi bibit sengon selama 16 minggu dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pertumbuhan tinggi bibit sengon 16 minggu setelah tanam

Pertambahan diameter bibit sengon yang ditanam pada 3 macam komposisi media tanam dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Bibit yang dikembangkan dari benih dan kultur jaringan, dan ditanam pada media 2 memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan dan 3.

Perlakuan Tinggi (cm)

Asal bibit

Benih 6,98b

Kultur Jaringan 8,82a

Media tanam

1 6,75b

2 11,11a

(15)

Gambar 3 Pertambahan diameter bibit sengon 16 minggu setelah tanam

Perlakuan asal pengembangan bibit tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah pucuk, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat basah pucuk pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki berat basah lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3 (Gambar 5). Bibit yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 2 memberikan pengaruh interaksi yang lebih baik

bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 2, dan bibit yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 1 dan 3 memberikan pengaruh interaksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 1 dan 3.

(16)

Gambar 5 Berat basah pucuk bibit sengon 16 minggu setelah tanam

Perlakuan asal pengembangan bibit memperlihatkan pengaruh yang tidak bebeda nyata terhadap berat basah akar, sedangkan perlakuan media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat basah akar pada taraf 5% (Tabel 3). Bibit sengon yang ditumbuhkan pada media 2 mempunyai berat basah akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan media 1 dan 3.

Tabel 3 Berat basah akar sengon 16 minggu setelah tanam

angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Perlakuan asal pengembangan bibit tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah total, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat basah total pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki berat basah total total lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3 (Gamabar 6).

Perlakuan Tinggi (cm)

Asal bibit

Benih 2,33a

Kultur Jaringan 2,58a

Media tanam

1 0,98b

2 5,44a

(17)

Gambar 6 Berat basah total bibit sengon 16 minggu setelah tanam

Perlakuan asal pengembangan bibit tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering pucuk, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat kering pucuk pada taraf 5%. Bibit sengon yang

ditanam pada media 2 memiliki berat kering lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3 (Gambar 7). Bibit yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 1 dan 3 memberikan pengaruh interaksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 1 dan 3.

Gambar 7 Berat kering pucuk bibit sengon 16 minggu setelah tanam

(18)

Tabel 4 Berat kering akar sengon 16 minggu setelah tanam

angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Perlakuan asal pengembangan bibit tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering total, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat kering total pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki berat kering total lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3 (Gambar 8).

Gambar 8 Berat kering total bibit sengon 16 minggu setelah tanam

Perlakuan asal pengembangan bibit memperlihatkan pengaruh yang tidak bebeda nyata terhadap nisbah pucuk akar, sedangkan perlakuan media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nisbah pucuk akar pada taraf 5% (Tabel 5). Hasil pengujian pengaruh komposisi media menunjukan bahwa bibit sengon yang ditumbuhkan pada media 2 mempunyai nisbah pucuk akar yang lebih rendah dibandingkan dengan media 1 dan 3.

Perlakuan Tinggi (cm)

Asal bibit

Benih 1,91a

Kultur Jaringan 2,16a

Media tanam

1 0,90b

2 4,43a

(19)

Tabel 5 Nisbah pucuk akar sengon 16 minggu setelah tanam

angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Perlakuan asal pengembangan bibit memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah bintil akar, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah bintil akar pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki jumlah bintil akar lebih banyak dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3. Bibit yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 2 memberikan pengaruh interaksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 2 (Gambar 9). Bentuk bintil akar dapat

dilihat pada Gambar 10.

Gambar 9 Jumlah bintil akar bibit sengon 16 minggu setelah tanam

Perlakuan Tinggi (cm)

Asal bibit

Benih 3,43a

Kultur Jaringan 2,56a

Media tanam

1 3,97a

2 1,56b

(20)

1 cm I cm

A B Gambar 10 (A) Bintil akar yang masih berada di akar, (B) Bintil akar yang telah

terpisah dari akar

4.2 Pembahasan

Benih dan planlet sengon yang digunakan berasal dari provenan yang sama yaitu provenan Kediri. Benih diunduh 1 bulan sebelum digunakan, sehingga persentase perkecambahan benihnya masih tinggi. Teknik aklimatisasi planlet sengon yang diterapkan dalam penelitian ini mampu meningkatkan persentase keberhasilan aklimatisasi menjadi 67,5%, dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu 40% (Imelda et al. 2010). Menurut Sukarutiningsih et al. (2002) persentase keberhasialan aklimatisasi planlet sengon dapat mencapai 100%, jika proses pengakarannya dilakukan di dalam media kultur jaringan dalam kondisi aseptik. Daniel et al. (1987) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pertumbuhan semai yaitu kondisi lingkungan berupa ketersediaan air dan suhu lingkungan mikro, serta kondisi internal semai yaitu berupa kesiapan fisiologis semai untuk beradaptasi pada saat penyapihan.

Bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan mempunyai tinggi dan diameter yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih. Namun, bibit sengon yang dikembangkan dari benih dan kultur

(21)

diterapkan untuk tanaman sengon yang mempunyai sifat unggul, seperti: pohon sengon yang mempunyai ketahanan terhadap serangan hama boktor (Xystrocera festivan Pascoe) (Siregar et al. 2009), dan pertumbuhannya cepat.

Pertumbuhan tanaman adalah proses terjadinya peningkatan jumlah dan ukuran daun dan batang. Pertumbuhan tanaman tidak hanya terjadi pada bagian atas (tajuk) tanaman, tetapi juga terjadi pada bagian bawah (akar) tanaman. Akar menentukan kemampuan tanaman untuk menyerap nutrisi dan air, pertumbuhannya ditentukan oleh area daun yang aktif melakukan fotosintesis karena akar bergantung pada penangkapan energi oleh daun. Pada saat suplai energi terbatas, maka energi yang ada digunakan oleh jaringan tanaman yang paling dekat dengan lokasi fotosintesis. Oleh karena itu, akar menerima energi hanya pada saat ada kelebihan energi yang diproduksi melalui fotosintesis yang tidak digunakan untuk pertumbuhan tajuk tanaman (Dewi 2007).

Nisbah pucuk akar (NPA) mencerminkan keseimbangan antara pucuk dan akar. Nisbah pucuk akar harus relatif seimbang karena nilainya menandakan keseimbangan antara transpirasi dan kemampuan daya isap akar terhadap jumlah air yang berada di dalam tanah. Nilai NPA juga merupakan ukuran dan nilai penting bagi bibit dalam proses pemindahannya ke lapangan, karena tanaman yang baru dipindahkan harus mempunyai laju transpirasi sekecil mungkin untuk menghindari dehidrasi (Sari 2002).

NPA terendah terdapat pada bibit sengon yang ditanam pada media 2 dengan nilai sebesar 1,56. Menurut beberapa penelitian nilai nisbah pucuk akar

yang mendekati 1 lebih baik untuk daerah tropis dengan intensitas cahaya matahari cukup tinggi. NPA yang rendah memberikan indikasi ketahanan dan pertumbuhan yang baik (Sari 2002). Hal ini menunjukkan media 2 dapat menghasilkan bibit sengon dengan keseimbangan pertumbuhan pucuk-akar yang baik serta memiliki tingkat survival yang lebih tinggi dibandingkan dengan media 1 dan 3.

(22)

dan klorofil). Selain itu tajuk dapat memasok karbohidrat yang digunakan akar untuk menghasilkan ATP yang membantu penyerapan hara.

Secara keseluruhan bibit sengon yang ditanam pada media 2 memberikan pengaruh yang sangat baik pada peubah diameter, berat basah pucuk, berat basah akar, berat basah total, berat basah pucuk, berat basah akar, berat basah total, nisbah pucuk akar, dan jumlah bintil akar. Media 2 merupakan campuran dari tanah dan arang sekam, disertai penambahan inokulum FMA yang diberikan pada lubang tanam. FMA akan berasosiasi dengan akar bibit sengon untuk membantu meningkatkan penyerapan hara. Bibit yang diinokulasi dengan FMA biasanya mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Sebagai contoh, inokulasi FMA dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit sengon (Putri 1998), tanaman blueberry

(Scagel et al. 2005), bibit Acacia mangium dan sengon (Ekyastuti 1998), bibit

Gmelina arborea (Hidayat 2003), bibit Lamtoro (Verawati 2003). Pada penelitian ini inokulasi FMA dapat meningkatkan pertumbuhan bibit sengon sampai 110% dibandingkan dengan kontrol. FMA berperan meningkatkan serapan P oleh akar tanaman. Pada saat P (Phosfor) berada di sekitar rambut akar, maka hifa membantu penyerapan P di tempat-tempat yang tidak dapat lagi dijangkau rambut akar (Li et al. 2005).

Selain dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, FMA juga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah, contohnya Rhizobium. Bibit sengon yang diinokulasi oleh FMA mempunyai jumlah bintil akar yang lebih banyak bila dibandingkan dengan bibit sengon yang tidak diinokulasi oleh FMA,

(23)

Bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan lebih mampu beradaptasi dengan baik pada semua komposisi media bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih. Secara keseluruhan, bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 2 mempunyai pertumbuhan yang lebih baik.

Media 1 juga memberikan hasil yang baik bila dibandingkan dengan media 3 yang digunakan sebagai kontrol. Media 3 merupakan campuran dari tanah, kompos, dan pasir. Media 3 merupakan media yang umum digunakan untuk bibit sengon sehingga media 3 ditetapkan sebagai kontrol. Komposisi media 1 merupakan campuran dari tanah, kompos, dan arang sekam. Pada semua peubah yang diamati media 1 yang menggunakan arang sekam menunjukkan rata-rata yang lebih baik bila dibandingkan dengan media 3 yang menggunakan pasir. Hal ini menunjukkan bahwa arang sekam dapat dapat digunakan sebagai campuran media tanam untuk pengganti pasir. Penggunaan arang sekam dapat menyebabkan akar lebih berkembang sehingga penyerapan hara dan air berjalan baik dan berpengaruh pula pada pertumbuhan tanaman. Menurut Djatmiko et al. (1985) arang adalah suatu bahan padat yang berpori-pori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur C (Carbon). Secara morfologi arang memiliki pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah. Aplikasi arang sekam terutama pada lahan yang miskin hara dapat meningkatkan kesuburan tanah, karena dapat meningkatkan beberapa fungsi antara lain: sirkulasi udara dan air tanah, pH tanah, dan menyerap kelebihan CO2 tanah (Pari 2002).

(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 2 memiliki pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan bibit sengon yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 2.

5.2 Saran

Media 2 dapat digunakan sebagai media tanam untuk bibit sengon yang dikembangkan dari benih dan kultur jaringan.

(25)

PERTUMBUHAN BIBIT SENGON [Paraserianthes

falcataria (L.) Nielsen] YANG DIKEMBANGKAN DARI

BENIH DAN KULTUR JARINGAN PADA BERBAGAI

KOMPOSISI MEDIA TANAM

ARIF BUDI PURNOMO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(26)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2007. http://www.wikipedia.org/wiki/peat_moss. [10 Juni 2010].

Atmosuseno BS. 1998. Budidaya, Kegunaan, dan Prospek Sengon. Jakarta: Penerbar Swadaya.

Bhojwani SS, Razdan MK. 1983. Plant Tissue Culture Theory and Parctice. Amsterdam: Elsevier.

Daniel TW, Helms JA, Baker FS. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Volume ke-2 Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Darjadi L, Harjanto R. 1976. Sendi-sendi Silvikultur. Jakarta: Direktorat Jendral Kehutanan, Depatremen Kehutanan.

Dewi IR. 2007. Rhizobacteria Pendukung Pertumbuhan Tanaman. Sumedang: Universitas Padjadjaran.

Djatmiko B, Ketaren S, Setyahartini S. 1985. Pengolahan Arang dan kegunaannya. Bogor: Agro Industri Press.

Ekyastuti W. 1998. Pengaruh Perbaikan Kualitas Media Tailing Terhadap Pertumbuhan Semai Acacia mangium Willd. dan Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen yang Diinokulasi Rhizobium dan Mikoriza [skripsi] Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Hidayat MF. 2003. Pemanfaatan Asam Humat dan Omega Pada Pemberian Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Gmelina arborea Roxb. yang Diinokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) [skripsi] Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

(27)

Killham K. 1996. Soil Ecology. United Kingdom: Cambridge University Press.

Li M, Liu R, Christie P, Li X. 2005. Influence of three arbuscular mycorrhizal fungi and phosphorus on growth and nutrient status of taro.

Comminications in Soil Science and Plant Analysiss (36):2383-2396.

Nandakwang P, Elliott S, Youpensuk S, Lumyong S. 2008. Effects of arbuscular mycorrhizal inoculation and fertilizer on production in Northerdam Thailand. Res J of Microbiol 3(4):225-236.

Nusantara AD. 2002 Tangap semai sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) terhadap inokulasi ganda cendawan mikoriza arbuskular dan

Rhizobium sp. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 4(2):62-67.

Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. http://tumoutou.net [1 Agustus 2010].

Putri ER. 1998. Uji Keefektifan Beberapa Isolat Mikoriza Arbuskula Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Paraserianthes falkataria (L.) Nielsen,

Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth, dan Acacia mangium Willd Pada Media Tailing [skripsi] Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Quilambo OA, Weissenhorn I, Doddema H, Kuiper PJC, Stulen I. 2005. Arbuscular mycorrhiza inoculation of peanut in low-fertile tropical soil. II. Alleviation of drought stress. Journal of Plant Nutrition 28:1645-1662.

Salisbury FB, dan Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Plant Physiologi.

Sari LP. 2002. Pengaruh Media Campuran Tanah Latosol dan Kompos dengan Menggunakan Beberapa Jenis Tumbuhan Obat Terhadap pertumbuhan semai Gmelina arborea Linn [skripsi] Bogor. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Scagel CF, Wagner A, Winiarski P. 2005. Frequency and intensity of root colonization by ericoid mycorrhizal fungi in nursery production of bluberry plants. Small FruitsReview 4(4):95-111.

Sikes BA, Cottenia K, Kliromost. 2009. Plant and fungisida identity determines pathogen protection of plant roots by arbuscular mycorrhizas. Jurnal of ecology 97:1274-1280.

(28)

Siregar UJ, Wulandari AS. 2010. In vitro propagation of improved sengon tree (Paraserianthes falkataria) from solomon island to overcome its limited seed production [poster]. Korea: IUFRO World Congress.

Street HE 1973. Plant Tissue and Cell Cultures. London: Blackweell Scientific Publications.

Suhaendi H. 1993. Laporan Kegiatan Penelitian Seleksi Pohon Plus [Laporan kegiatan penelitian]. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan.

Sukarutiningsih, Saito Y, Ide Y. 2002. In vitro planlet regeneration of

Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Bull Tokyo Univ For 107:21-28.

Turnau K, Anielska T, Ryszka P. 2008. Establishment arbuscular mycorrhizal plants originating from xerothermic grasslands on heavy metal rich industrial wastes-new solution for waste revegetation. Plan Soil 305:267-280.

(29)

PERTUMBUHAN BIBIT SENGON [Paraserianthes

falcataria (L.) Nielsen] YANG DIKEMBANGKAN DARI

BENIH DAN KULTUR JARINGAN PADA BERBAGAI

KOMPOSISI MEDIA TANAM

ARIF BUDI PURNOMO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(30)

PERTUMBUHAN BIBIT SENGON [Paraserianthes

falcataria (L.) Nielsen] YANG DIKEMBANGKAN DARI

BENIH DAN KULTUR JARINGAN PADA BERBAGAI

KOMPOSISI MEDIA TANAM

ARIF BUDI PURNOMO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Departeman Silvukultur Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(31)

Judul skripsi : Pertumbuhan Bibit Sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen] yang Dikembangkan dari Benih dan Kultur Jaringan

pada Berbagai Komposisi Media Tanam Nama : Arif Budi Purnomo

NRP : E44070055

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS NIP. 19660316 200604 2 003

Mengetahui:

An. Dekan Fakultas Kehutanan Ketua Departemen Silvikultur

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP. 19601024 198403 1 009

(32)

RINGKASAN

ARIF BUDI PURNOMO. Pertumbuhan Bibit Sengon [Paraserianthes falcataria

(L.) Nilsen] yang Dikembangkan dari Benih dan Kultur Jaringan pada Berbagai Komposisi Media Tanam. Di bawah Bimbingan ARUM SEKAR WULANDARI.

Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nilsen) merupakan salah satu jenis pohon yang pertumbuhannya sangat cepat. Pada umumnya perbanyakan tanaman sengon dilakukan secara generatif, karena benihnya tersedia sepanjang tahun dengan persen perkecambahan dapat mencapai lebih besar dari 80%. Tanaman sengon dapat juga diperbanyak secara vegetatif yaitu dengan teknik kultur jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pertumbuhan bibit tanaman sengon yang dikembangkan dari benih dan kultur jaringan, yang ditumbuhkan pada berbagai media tanam.

Bibit sengon yang dikembangkan dari benih dan kultur jaringan ditumbuhkan pada media yang berbeda. Media 1 ialah tanah, kompos, dan arang sekam dengan perbandingan 5:3:1 (v/v/v). Media 2 ialah tanah dan arang sekam dengan perbandingan 8:1 (v/v), disertai dengan penambahan inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) yang diberikan dalam lubang tanam. Jumlah FMA yang diberikan ialah 4 gram/lubang tanam. Media 3 (kontrol) ialah tanah, pasir, dan kompos dengan perbandingan 1:1:1 (v/v/v). Percobaan dilakukan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu asal pengembangan bibit dan komposisi media. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Setiap ulangan terdiri atas 5 unit polibag yang berisi bibit sengon.

(33)

ABSTRACT

ARIF BUDI PURNOMO. Growth of Sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen] Seedling that Developed from Seed and Tissue Culture in Various Planting Media. Supervised by ARUM SEKAR WULANDARI.

Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) was one of fast-growing tree species. Generally, it was multiplied generatively caused of its seed that provided every year with germinating percentage higher than 80%. Sengon tree was also could be multiplied in vegetative way by using tissue culture technique. This research was supposed to compare the growth of seedling from seed and tissue culture, which planted in various planting media.

Sengon seedling, which developed from seed and tissue culture, was planted in different composition of media. First media was soil, compost, and shuck coal with ratio 5:3:1 (v/v/v). Second media was soil and shuck coal with ratio 8:1 (v/v), added by Arbuscular Mycorrizhae Fungi (AMF) inoculation in planting holes which amounted 4 gram/planting hole. Third media (control media) was soil, sand, and compost with ratio 1:1:1 (v/v/v). Experiment was performed by using Complete Random Design (CRD) with 2 factors; those are source of seedling development and planting media. Each treatment has 4 replication and each replication consist of 5 polybag unit that contain Sengon seedling.

(34)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pertumbuhan Bibit Sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen] yang Dikembangkan dari Benih dan Kultur Jaringan pada Berbagai Komposisi Media Tanam” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

(35)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan kehendak-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Pertumbuhan Bibit Sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen] yang Dikembangkan dari Benih dan Kultur jaringan pada Berbagai Komposisi Media Tanam”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pertumbuhan bibit tanaman sengon yang dikembangkan dari benih dan kultur jaringan, yang ditumbuhkan pada berbagai komposisi media tanam.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sutarmo dan Ibu Sunarti, serta keluarga atas doa restu dan dorongan moril maupun materilnya. Penghargaan penulis disampaikan pula kepada Keluarga Besar Departemen Silvikultur, khususnya teman-teman Silvikultur 44 atas pengalaman dan kenangan yang indah, Salysa Wijayanti Pramono yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis, dan seluruh pihak yang membantu selesainya skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan tulisan ini.

.

Bogor, Desember 2011

(36)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 21 Oktober 1988 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Sutarmo dan Sunarti. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Budi Mulia Ciledug

Tangerang pada tahun 2007. Penulis masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur SPMB di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi kemahasiswaan sebagai anggota himpunan mahasiswa TGC (Tree Grower Community) Fakultas Kehutanan IPB. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosisitem Hutan (PPEH) di Kamojang Sancang pada tahun 2009. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT. Amal Nusantara, Sulawesi Barat pada bulan Juli-Agustus 2011.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pertumbuhan Bibit Sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen] yang Dikembangkan dari Benih dan Kultur Jaringan pada Berbagai Komposisi Media Tanam” di bawah bimbingan Dr.Ir. Arum Sekar Wulandari, MS.

(37)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi DAFTAR LAMPIRAN ... xii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nilsen]. ... 3 2.2 Kulturjaringan ... 3 2.3 Media Tanam ... 4 2.4 Mikoriza ... 5 BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat ... 7 3.2 Bahan dan Alat ... 7 3.3 Tahapan Penelitian ... 7 3.3.1 Persiapan Bahan ... 7 3.3.2 Penyapihan Bibit ke Polibag ... 8 3.3.3 Pengamatan dan pengambilan Data ... 9

3.3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ... 12 4.2 Pembahasan ... 19 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(38)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh asal pengembangan bibit

(39)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi penanaman bibit di polibag. ... 9 2 Pertumbuhan tinggi bibit sengon 16 minggu setelah tanam ... 13

3 Pertambahan diameter bibit sengon 16 minggu setelah tanam ... 14 4 Pertambahan diameter bibit sengon 5 bulan setelah tanam ... 14 5 Berat basah pucuk bibit sengon 16 minggu setelah tanam ... 15 6 Berat basah total bibit sengon 16 minggu setelah tanam ... 16 7 Berat kering pucuk bibit sengon 16 minggu setelah tanam ... 16 8 Berat kering total bibigt sengon 16 minggu setelah tanam ... 17 9 Jumlah bintil akar bibit sengon 16 minggu setelah tanam ... 18 10 (A) Bintil akar yang masih berada di akar, (B) Bintil akar yang

(40)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk

peubah diameter ... 27 2 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk

peubah berat basah pucuk ... 29 3 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk

peubah berat basah total ... 30 4 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk

peubah berat kering pucuk ... 31 5 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk

peubah berat kering total ... 33 6 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk

peubah jumlah bintil akar ... 34

(41)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) merupakan salah satu jenis pohon yang pertumbuhannya sangat cepat. Tinggi pohon dapat mencapai 25–45 meter. Pohon sengon dapat ditebang setelah berumur 5–9 tahun. Potensi

produksi kayunya sebesar 10–40 m³/hektar/tahun. Kayu sengon dapat

dimanfaatkan untuk papan penyekat, kayu kontruksi/bangunan, peti kemas, korek api, pulp, kayu bakar dan lain-lain. Manfaat non kayu yang dapat diambil yaitu berasal dari daunnya yang dapat digunakan untuk pakan ternak, dan kulit batang digunakan untuk penyamak jaring.

Pada umumnya perbanyakan tanaman sengon dilakukan secara generatif, karena benihnya tersedia sepanjang tahun dengan persen perkecambahan dapat mencapai lebih dari 80%. Tanaman sengon dapat juga diperbanyak secara

vegetatif yaitu dengan teknik kultur jaringan. Untuk melakukan teknik kultur jaringan dibutuhkan biaya yang cukup mahal bila dibandingkan dengan perbanyakan generatif, namun bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan memiliki keunggulan dari perbanyakan generatif, yaitu secara genetik sama dengan induknya dan pertumbuhannya lebih cepat.

Media tanam yang baik harus memiliki persyaratan tertentu, di antaranya: tidak mengandung bibit hama dan penyakit dan bebas gulma, mampu menampung air, tetapi juga mampu membuang/mengalirkan kelebihan air, remah dan porous sehingga akar bisa tumbuh dan berkembang menembus media tanam dengan mudah, dan derajat keasaman (pH) antara 6–6,5. Media tanam akan menentukan pertumbuhan bibit yang ditanam (Anonim 2007).

(42)

1.2Tujuan Penelitian

(43)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen]

Sengon merupakan pohon yang termasuk anggota famili Fabaceae dan merupakan salah satu jenis pohon yang pertumbuhannya sangat cepat. Pertumbuhannya selama 25 tahun dapat mencapai tinggi 45 m dengan diameter batang mencapai 100 cm. Pada umur 6 tahun sengon sudah dapat menghasilkan kayu bulat sebanyak 372 m3/ha. Pohon sengon berbatang lurus, tidak berbanir, kulit berwarna kelabu keputih-putihan, licin, tidak mengelupas dan memiliki batang bebas cabang mencapai 20 m (Atmosuseno 1998).

Perakaran sengon sebagaimana legum lainnya, mengandung bintil akar atau nodul akar. Bintil akar ini mengandung rhizobium yang dapat mengikat

nitrogen bebas dari udara dan mengubahnya menjadi ammonia (NH3) yang dapat

dimanfaatkan sebagian sumber nitrogen oleh tanaman.

Pohon ini berbunga sepanjang tahun dan berbuah pada bulan Juni-Nopember (umumnya pada akhir musim kemarau). Buahnya berbentuk polong, pipih, dan tipis. berwarna hijau sampai coklat jika sudah masak. Panjang buah sekitar 6–12 cm. Setiap polong buah berisi 15–30 biji. Jumlah benih/kg dapat mencapai 40.000–55.000 biji dengan daya kecambah rata-rata 80% (Atmosuseno 1998). Sengon dengan sifat unggul dan benihnya sedikit, seperti sengon solomon dapat diperbanyak dengan kultur jaringan (Siregar dan Wulandari 2010).

2.2 Kultur Jaringan

Kultur jaringan adalah istilah umum yang ditujukan pada budidaya secara

in vitro terhadap berbagai bagian tanaman yang meliputi batang, daun, akar, bunga, kalus, sel, protoplas, dan embrio. Bagian-bagian tersebut disebut sebagai eksplan, diisolasi dalam kondisi in vitro dan dikulturkan pada medium buatan yang steril sehingga dapat beregenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (Street 1973).

(44)

dan Razdan 1983). Selain itu, menurut Siregar et al. (2009) perbanyakan tanaman sengon dengan teknik kultur jaringan mampu menghasilkan pohon sengon yang mempunyai ketahanan terhadap serangan hama boktor (Xystrocera festivan

Pascoe). Menurut Suhaendi (1993) teknik kultur jaringan juga dapat digunakan untuk meningkatkan keragaman genetik atau memperluas genetic base dalam rangka mendapatkan benih unggul.

2.3 Media Tanam

Tanah merupakan medium atau tampat untuk tumbuh berkembangnya pohon. Tanah adalah kumpulan bahan-bahan alami yang terdapat di permukaan bumi, tempat berpijak pepohonan, dan terbentuk karena pengaruh iklim, kehidupan organisme pada bahan induk, relief atau bentuk permukaan bumi dan waktu (Darjadi dan Harjanto 1976).

Tanah mempunyai peran untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup tanaman, seperti memberikan dukungan mekanis, tempat berjangkarnya akar, menyediakan ruang untuk pertumbuhan dan perkembangan akar, menyediakan udara (oksigen) untuk respirasi, menyediakan air dan hara, dan sebagai media terjadinya interaksi antara tanaman dengan mikroorganisme tanah (Anonim 2007).

Pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi tanah. Sejauh ini, pasir dianggap memadai dan sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih, dan pertumbuhan bibit tanaman. Sifatnya

yang cepat kering akan memudahkan proses pengangkatan bibit tanaman yang dianggap sudah cukup umur untuk dipindahkan ke media lain. Pasir memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori makro) sehingga pasir menjadi mudah basah dan cepat kering oleh proses penguapan. Dengan demikian, media pasir lebih membutuhkan pengairan. Hal tersebut yang menyebabkan pasir jarang digunakan sebagai media tanam secara tunggal. Penggunaan pasir sebagai media tanam sering dikombinasikan dengan campuran bahan anorganik lain, seperti kerikil, batu-batuan, atau bahan organik yang disesuaikan dengan jenis tanaman.

(45)

sesuai untuk dijadikan sebagai media tanam. Unsur-unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis hewan, umur hewan, keadaan hewan, jenis makanan, bahan hamparan yang dipakai, perlakuan, serta penyimpanan sebelum diaplikasikan sebagai media tanam. Pupuk kandang yang akan digunakan sebagai media tanam harus yang sudah matang. Pemilihan pupuk kandang yang sudah matang bertujuan untuk mencegah munculnya bakteri atau fungi yang dapat merusak tanaman.

Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa) yang sudah digiling. Sekam padi yang biasanya digunakan berupa sekam bakar atau sekam mentah (tidak dibakar). Sekam bakar dan sekam mentah memiliki tingkat porositas yang sama. Sebagai media tanam, keduanya berperan penting dalam perbaikan struktur tanah sehingga sistem aerasi dan drainase di media tanam menjadi lebih baik. Sekam bakar juga memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi gembur.

2.4 Mikoriza

Mikoriza merupakan bentuk asosiasi antara akar tanaman dengan fungi pembentuk mikoriza (Killham 1996). Asosiasi tersebut merupakan interaksi simbiosis mutualisme. Simbiosis mutualisme akan terjadi apabila fungi pembentuk mikoriza dan akar tanaman merupakan pasangan yang sesuai. Dalam bentuk simbiosis mutualisme tersebut, mikoriza mempunyai peran besar untuk

pertumbuhan tanaman dan sebaliknya, fungi pembentuk mikoriza akan memperoleh sumber makanan dan tempat berkembang biak dari tanaman yang berasosiasi. Salah satu jenis mikoriza ialah Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).

(46)
(47)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan, yaitu mulai bulan Juni sampai dengan Desember 2010. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah: pasir, kompos, arang sekam, benih sengon, planlet sengon, tanah, fungisida, pupuk daun, hormon IBA, dan amoksilin. Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah: gelas ukur, penggaris, paranet, plastik, karet gelang, bak kecambah, polibag, lidi, otoklaf, timbangan, spidol, gunting, kaliper, pot tray, sprayer, dan tally sheet.

3.3 Tahapan Penelitian 3.3.1 Persiapan Bahan

Penyemaian Benih Sengon. Benih sengon yang digunakan ialah provenan Kediri. Benih diunduh 1 bulan sebelum disemai, pengunduhan dilakukan pada pohon plus sengon yang tumbuh di Universitas Winaya Mukti Jatinangor, Jawa Barat. Media yang digunakan untuk mengecambahkan benih sengon ialah pasir. Pasir diayak halus dan dimasukkan ke dalam bak kecambah.

Benih sengon dipatahkan dormansinya dengan cara merendam benih dalam air panas selama 5 menit, kemudian direndam dalam air dingin selama 24 jam. Benih yang sudah dipatahkan dormansinya, kemudian ditanam dalam bak kecambah yang telah berisi media. Jarak satu benih dengan yang lainnya kurang lebih 0,5 cm. Penyiraman dilakukan 2 hari sekali. Dua minggu setelah tanam, bibit sengon siap disapih.

(48)

botol kultur, sisa agar-agar yang masih menempel pada planlet dicuci bersih. Setelah itu, planlet direndam dalam larutan fungisida 2% dan bakterisida 2% selama 10 menit. Planlet kemudian direndam dalam larutan pupuk daun 2% dan hormon IBA 2 ppm, selama 5 menit.

Media yang dipakai untuk aklimatisasi ialah campuran arang sekam dan pasir dengan perbandingan 2:1 (v/v). Media tersebut disterilisasi dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1 atm, selama 25 menit. Media kemudian dimasukkan dalam potray yang diletakan dalam bak-bak kecambah. Planlet kemudian ditanam di media yang telah disiapkan dan ditutup dengan menggunakan plastik bening yang dikencangkan dengan karet gelang. Bak-bak kecambah tersebut diletakkan dalam rumah kaca dan diberi sungkup. Pada minggu ketiga, plastik penutup bak kecambah dibuka secara bertahap. Pada minggu keempat, planlet sudah berakar dan siap disapih ke dalam polibag.

Persiapan Media Tanam. Media tanam yang digunakan ialah tanah, pasir, kompos, dan arang sekam. Media yang digunakan terdiri atas 3 komposisi yang berbeda. Media 1 dengan komposisi tanah, kompos, dan arang sekam dengan perbandingan 5:3:1 (v/v/v). Media 2 dengan komposisi tanah, dan arang sekam dengan perbandingan bururutan 8:1 (v/v). Media 2 diberi tambahan inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) yang diberikan dalam lubang tanam. Jumlah FMA yang digunakan ialah 4 gram/lubang tanam. Media 3 yaitu dengan komposisi tanah, pasir, dan kompos dengan perbandingan 1:1:1 (v/v/v).

Media yang telah tercampur merata kemudian dimasukkan ke dalam

polibag ukuran 15 x 20 cm. Setiap komposisi media diulang sebanyak 4 kali. Setiap ulangannya terdiri atas 5 polibag bibit sengon.

3.3.2 Penyapihan Bibit ke Polibag

(49)

Gambar 1 Ilustrasi penanaman bibit di polibag

3.3.3 Pengamatan dan Pengambilan data

Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah tinggi bibit, diameter batang, berat basah dan berat kering tanaman, nisbah pucuk akar, dan jumlah bintil akar.

1. Tinggi Bibit (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan penggaris. Anakan diukur mulai dari leher akar (batas antara batang dengan akar di atas permukaan tanah) hingga pucuknya. Untuk menghindari kesalahan pengukuran, di samping bagian batang terukur ditancapkan penanda yang ditandai dengan selotip berwarna. Pengukurannya dilakukan seminggu sekali, mulai dari awal penanaman hingga akhir pengamatan (16 minggu).

2. Diameter Batang (mm)

Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan kaliper 1-2 cm di atas leher akar. Pengukuran dilakukan sebulan sekali, selama 5 bulan,

Untuk menghindari kesalahan pengukuran, bagian batang terukur ditandai dengan selotip berwarna.

3. Berat Basah dan Berat Kering Tanaman

Pengukuran berat basah dan berat kering dilakukan pada akar dan pucuk untuk setiap tanaman. Pengambilan data ini dilakukan pada akhir pengamatan. Pengukuran berat basah dan kering pada akar dan pucuk ini dilakukan dengan cara memisahkan tanaman dari media tanam, kemudian akar dicuci dari kotoran yang menempel. Setelah bersih bagian akar dan pucuk dipisahkan. Pucuk dan akar kemudian ditimbang berat basahnya. Berat basah pucuk dan akar dijumlahkan untuk mendapatkan berat basah total. lalu dikeringkan dalam oven pada suhu

Ajir yang diberi selotip berwarna untuk mengukur tinggi

Komposisi media Bibit

Polibag ukuran 15x20 cm Untuk pengukuran diameter

(50)

80˚C selama 72 jam untuk mendapat berat keringnya, Serta jumlahkan berat

kering pucuk dan akar untuk mendapatkan berat kering total. 4. Nisbah pucuk akar

Nisbah pucuk akar ditentukan dengan membandingkan bobot kering pucuk dengan bobot kering akar.

5. Jumlah Bintil Akar

Secara alami tanaman legum (termasuk sengon) dapat bersimbiosis dengan rhizobium dan menghasilkan bintil akar. Rhizobium dapat memfiksasi nitrogen dari udara. Pengambilan data ini dilakukan pada akhir pengamatan. Penghitungan jumlah bintil akar dilakukan dengan cara memisahkan tanaman dari media tanam, kemudian akar dicuci dari kotoran yang menempel. Setelah bersih, jumlah bintil akar yang ada dihitung.

3.3.4 Rancangan percobaan dan Analisis data

Percobaan dilakukan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu asal pengembangan bibit dan media tanam. Asal pengembangan bibit terdiri atas 2 perlakuan yaitu dari benih dan dari kultur jaringan. Media terdiri atas

3 perlakuan, yaitu media 1, 2, dan 3. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Setiap ulangan terdiri atas 5 unit polibag yang berisi bibit sengon. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan ANOVA. Apabila ada perbedaan nyata di antara perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan. Program yang digunakan ialah SAS 9.1 (Statistical Analysis System).

Model rancangan percobaan yang digunakan ialah:

Y

ijk

=

μ

+

α

i

+

β

j

+ (

αβ

)

ij

+

ε

ijk

Yijk = nilai pengamatan pada faktor asal bibit ke-i, faktor media tanam ke-j dan

ulangan ke-k

μ

=

rataan umum

αi = pengaruh perlakuan asal bibit (benih dan kultur jaringan) ke-i

β = pengaruh pelakuan media tanam (1, 2, 3) ke-j media 1 = tanah:kompos:arang sekam=5:3:1

(51)

(αβ) ij = pengaruh interaksi antara perlakuan asal bibit ke-i dan media tanam ke-j εijk = pengaruh acak pada perlakuan asal bibit i, perlakuan media tanam

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil [image:52.595.114.513.294.465.2]

Bibit sengon yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari benih dan kultur jaringan. Persentase keberhasilan kecambah benih sengon ialah 94,5%, sedangkan persen aklimatisasi planlet sengon ialah 67,5%. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh asal pengembangan bibit sengon dan media tanam terhadap peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh asal pengembangan bibit sengon dan komposisi media terhadap peubah yang diamati

Peubah Asal Bibit (A) Media Tanam (B) AxB

Tinggi * tn tn

Diameter * * *

Berat basah pucuk tn * *

Berat basah akar tn * tn

Berat basah total tn * *

Berat kering pucuk tn * *

Berat kering akar tn * tn

Berat kering total tn * *

Nisbah pucuk akar tn * tn

Jumlah bintil akar tn * *

* = Pengaruh perlakuan berbeda nyata pada taraf nyata 5 % tn = Pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata

(53)

Tabel 2 Pertambahan tinggi bibit sengon 16 minggu setelah tanam

angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Pertambahan tinggi bibit sengon yang ditanam pada 3 macam media tanam dapat dilihat pada Tabel 2. Bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan mempunyai pertambahan tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih. Media 2 memberikan pengaruh yang lebih baik

[image:53.595.106.500.100.816.2]

terhadap pertambahan tinggi bibit bila dibandingkan dengan media 1 dan 3. Pertumbuhan tinggi bibit sengon selama 16 minggu dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pertumbuhan tinggi bibit sengon 16 minggu setelah tanam

Pertambahan diameter bibit sengon yang ditanam pada 3 macam komposisi media tanam dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Bibit yang dikembangkan dari benih dan kultur jaringan, dan ditanam pada media 2 memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan dan 3.

Perlakuan Tinggi (cm)

Asal bibit

Benih 6,98b

Kultur Jaringan 8,82a

Media tanam

1 6,75b

2 11,11a

(54)
[image:54.595.154.448.87.277.2]

Gambar 3 Pertambahan diameter bibit sengon 16 minggu setelah tanam

Perlakuan asal pengembangan bibit tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah pucuk, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat basah pucuk pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki berat basah lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3 (Gambar 5). Bibit yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 2 memberikan pengaruh interaksi yang lebih baik

[image:54.595.120.478.559.721.2]

bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 2, dan bibit yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 1 dan 3 memberikan pengaruh interaksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 1 dan 3.

(55)
[image:55.595.149.471.87.282.2]

Gambar 5 Berat basah pucuk bibit sengon 16 minggu setelah tanam

Perlakuan asal pengembangan bibit memperlihatkan pengaruh yang tidak bebeda nyata terhadap berat basah akar, sedangkan perlakuan media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat basah akar pada taraf 5% (Tabel 3). Bibit sengon yang ditumbuhkan pada media 2 mempunyai berat basah akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan media 1 dan 3.

Tabel 3 Berat basah akar sengon 16 minggu setelah tanam

angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Perlakuan asal pengembangan bibit tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah total, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat basah total pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki berat basah total total lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3 (Gamabar 6).

Perlakuan Tinggi (cm)

Asal bibit

Benih 2,33a

Kultur Jaringan 2,58a

Media tanam

1 0,98b

2 5,44a

(56)
[image:56.595.103.491.72.838.2]

Gambar 6 Berat basah total bibit sengon 16 minggu setelah tanam

Perlakuan asal pengembangan bibit tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering pucuk, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat kering pucuk pada taraf 5%. Bibit sengon yang

ditanam pada media 2 memiliki berat kering lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3 (Gambar 7). Bibit yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 1 dan 3 memberikan pengaruh interaksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 1 dan 3.

Gambar 7 Berat kering pucuk bibit sengon 16 minggu setelah tanam

[image:56.595.180.436.87.248.2]
(57)

Tabel 4 Berat kering akar sengon 16 minggu setelah tanam

angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

[image:57.595.104.480.101.772.2]

Perlakuan asal pengembangan bibit tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering total, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat kering total pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki berat kering total lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3 (Gambar 8).

Gambar 8 Berat kering total bibit sengon 16 minggu setelah tanam

Perlakuan asal pengembangan bibit memperlihatkan pengaruh yang tidak bebeda nyata terhadap nisbah pucuk akar, sedangkan perlakuan media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nisbah pucuk akar pada taraf 5% (Tabel 5). Hasil pengujian pengaruh komposisi media menunjukan bahwa bibit sengon yang ditumbuhkan pada media 2 mempunyai nisbah pucuk akar yang lebih rendah dibandingkan dengan media 1 dan 3.

Perlakuan Tinggi (cm)

Asal bibit

Benih 1,91a

Kultur Jaringan 2,16a

Media tanam

1 0,90b

2 4,43a

(58)

Tabel 5 Nisbah pucuk akar sengon 16 minggu setelah tanam

angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Perlakuan asal pengembangan bibit memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah bintil akar, sedangkan faktor media tanam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah bintil akar pada taraf 5%. Bibit sengon yang ditanam pada media 2 memiliki jumlah bintil akar lebih banyak dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media 1 dan 3. Bibit yang dikembangkan dari benih dan ditanam pada media 2 memberikan pengaruh interaksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 2 (Gambar 9). Bentuk bintil akar dapat

[image:58.595.102.504.134.700.2]

dilihat pada Gambar 10.

Gambar 9 Jumlah bintil akar bibit sengon 16 minggu setelah tanam

Perlakuan Tinggi (cm)

Asal bibit

Benih 3,43a

Kultur Jaringan 2,56a

Media tanam

1 3,97a

2 1,56b

(59)

1 cm I cm

A B Gambar 10 (A) Bintil akar yang masih berada di akar, (B) Bintil akar yang telah

terpisah dari akar

4.2 Pembahasan

Benih dan planlet sengon yang digunakan berasal dari provenan yang sama yaitu provenan Kediri. Benih diunduh 1 bulan sebelum digunakan, sehingga persentase perkecambahan benihnya masih tinggi. Teknik aklimatisasi planlet sengon yang diterapkan dalam penelitian ini mampu meningkatkan persentase keberhasilan aklimatisasi menjadi 67,5%, dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu 40% (Imelda et al. 2010). Menurut Sukarutiningsih et al. (2002) persentase keberhasialan aklimatisasi planlet sengon dapat mencapai 100%, jika proses pengakarannya dilakukan di dalam media kultur jaringan dalam kondisi aseptik. Daniel et al. (1987) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pertumbuhan semai yaitu kondisi lingkungan berupa ketersediaan air dan suhu lingkungan mikro, serta kondisi internal semai yaitu berupa kesiapan fisiologis semai untuk beradaptasi pada saat penyapihan.

Bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan mempunyai tinggi dan diameter yang lebih baik bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih. Namun, bibit sengon yang dikembangkan dari benih dan kultur

[image:59.595.116.508.85.242.2]
(60)

diterapkan untuk tanaman sengon yang mempunyai sifat unggul, seperti: pohon sengon yang mempunyai ketahanan terhadap serangan hama boktor (Xystrocera festivan Pascoe) (Siregar et al. 2009), dan pertumbuhannya cepat.

Pertumbuhan tanaman adalah proses terjadinya peningkatan jumlah dan ukuran daun dan batang. Pertumbuhan tanaman tidak hanya terjadi pada bagian atas (tajuk) tanaman, tetapi juga terjadi pada bagian bawah (akar) tanaman. Akar menentukan kemampuan tanaman untuk menyerap nutrisi dan air, pertumbuhannya ditentukan oleh area daun yang aktif melakukan fotosintesis karena akar bergantung pada penangkapan energi oleh daun. Pada saat suplai energi terbatas, maka energi yang ada digunakan oleh jaringan tanaman yang paling dekat dengan lokasi fotosintesis. Oleh karena itu, akar menerima energi hanya pada saat ada kelebihan energi yang diproduksi melalui fotosintesis yang tidak digunakan untuk pertumbuhan tajuk tanaman (Dewi 2007).

Nisbah pucuk akar (NPA) mencerminkan keseimbangan antara pucuk dan akar. Nisbah pucuk akar harus relatif seimbang karena nilainya menandakan keseimbangan antara transpirasi dan kemampuan daya isap akar terhadap jumlah air yang berada di dalam tanah. Nilai NPA juga merupakan ukuran dan nilai penting bagi bibit dalam proses pemindahannya ke lapangan, karena tanaman yang baru dipindahkan harus mempunyai laju transpirasi sekecil mungkin untuk menghindari dehidrasi (Sari 2002).

NPA terendah terdapat pada bibit sengon yang ditanam pada media 2 dengan nilai sebesar 1,56. Menurut beberapa penelitian nilai nisbah pucuk akar

yang mendekati 1 lebih baik untuk daerah tropis dengan intensitas cahaya matahari cukup tinggi. NPA yang rendah memberikan indikasi ketahanan dan pertumbuhan yang baik (Sari 2002). Hal ini menunjukkan media 2 dapat menghasilkan bibit sengon dengan keseimbangan pertumbuhan pucuk-akar yang baik serta memiliki tingkat survival yang lebih tinggi dibandingkan dengan media 1 dan 3.

(61)

dan klorofil). Selain itu tajuk dapat memasok karbohidrat yang digunakan akar untuk menghasilkan ATP yang membantu penyerapan hara.

Secara keseluruhan bibit sengon yang ditanam pada media 2 memberikan pengaruh yang sangat baik pada peubah diameter, berat basah pucuk, berat basah akar, berat basah total, berat basah pucuk, berat basah akar, berat basah total, nisbah pucuk akar, dan jumlah bintil akar. Media 2 merupakan campuran dari tanah dan arang sekam, disertai penambahan inokulum FMA yang diberikan pada lubang tanam. FMA akan berasosiasi dengan akar bibit sengon untuk membantu meningkatkan penyerapan hara. Bibit yang diinokulasi dengan FMA biasanya mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Sebagai contoh, inokulasi FMA dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit sengon (Putri 1998), tanaman blueberry

(Scagel et al. 2005), bibit Acacia mangium dan sengon (Ekyastuti 1998), bibit

Gmelina arborea (Hidayat 2003), bibit Lamtoro (Verawati 2003). Pada penelitian ini inokulasi FMA dapat meningkatkan pertumbuhan bibit sengon sampai 110% dibandingkan dengan kontrol. FMA berperan meningkatkan serapan P oleh akar tanaman. Pada saat P (Phosfor) berada di sekitar rambut akar, maka hifa membantu penyerapan P di tempat-tempat yang tidak dapat lagi dijangkau rambut akar (Li et al. 2005).

Selain dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, FMA juga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah, contohnya Rhizobium. Bibit sengon yang diinokulasi oleh FMA mempunyai jumlah bintil akar yang lebih banyak bila dibandingkan dengan bibit sengon yang tidak diinokulasi oleh FMA,

(62)

Bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan lebih mampu beradaptasi dengan baik pada semua komposisi media bila dibandingkan dengan bibit yang dikembangkan dari benih. Secara keseluruhan, bibit sengon yang dikembangkan dari kultur jaringan dan ditanam pada media 2 mempunyai pertumbuhan yang lebih baik.

Media 1 juga memberikan hasil yang baik bila dibandingkan dengan media 3 yang digunakan sebagai kon

Gambar

Tabel 1  Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh asal pengembangan bibit sengon
Gambar 2  Pertumbuhan tinggi bibit sengon 16 minggu setelah tanam
Gambar 4  Pertumbuhan diameter bibit sengon 5 bulan setelah tanam
Gambar 5  Berat basah pucuk bibit sengon 16 minggu setelah tanam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar isolat protein yang dihasilkan dari ampas tahu, mengetahui pengaruh penambahan montmorillonit terhadap sifat mekanik yang

Berdasarkan hal tersebut, akan diadakan pengumpulan data yang diperlukan kemudian dijabarkan dalam bentuk tabel, gambar dan desain gambar dan maket dan dianalisa untuk

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persebaran lahan mangrove di Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi pada tahun 2009, 2014, dan 2019, serta menganalisis

Kondisi ini sangat dimungkinkan dengan adanya krisis ekonomi yang membawa dampak kepada semua sektor tanpa terkecuali perpustakaan.  Konsep penggabungan perpustakaan dimungkinkan

Gambar 6 memperlihatkan bahwa setelah berkembangnya wisata pantai di Dusun Pulegundes jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh responden adalah berdagang

Modal ekonomi Saguer mencakup alat-alat produksi (pisau, bambu, tanki, rumah produksi dan tenaga pembuat saguer), materi (pendapatan dari hasil penjualan saguer)

Dari pendapat para ahli ini dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daripada kinerja karyawan atau pegawai itu antara lain adalah kesetiaan (loyalitas)

Dilihat dari strategi kreatif dengan tujuan pesan affective , video advertising “OREO Penuh Keajaiban” dapat menciptakan perasaan positif dan emosional target audiens ter-