• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

iv

EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN AFRIKA

(Vernonia amygdalina) SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF

MEDIKAMEN SALURAN AKAR TERHADAP

Porphyromonas gingivalis

(In Vitro)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

TIURMA SITOMPUL

NIM: 110600115

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

iv

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Tahun 2015

Tiurma Sitompul

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

xi + 61 halaman

Perawatan saluran akar memerlukan bahan medikamen untuk mengeliminasi

mikroorganisme yang tidak dapat dicapai dengan teknik preparasi chemo-mechanical. Salah satu bakteri yang sering ditemukan pada infeksi endodontik primer adalah

Porphyromonas gingivalis. Ca(OH2) merupakan bahan medikamen yang umum

digunakan selama ini, namun pada beberapa penelitian menemukan Ca(OH)2 kurang

efektif mengeliminasi Porphyromonas gingivalis. Daun Afrika (Vernonia amygdalina) merupakan salah satu bahan alami yang bersifat antibakteri yang dapat

dijadikan sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar. Tujuan penelitian adalah

untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak etanol daun Afrika terhadap bakteri

Porphyromonas gingivalis.

Penelitian ini dimulai dengan melakukan ekstraksi daun Afrika sebanyak 2 kg

dengan pelarut etanol 70% hingga diperoleh ekstrak kental. Pengujian efek

antibakteri menggunakan metode dilusi dengan mengencerkan ekstrak etanol daun

Afrika dalam media MHB dimulai dari konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan 3,125% yang direplikasi 4 kali. Setiap konsentrasi ditambahkan 1 ml suspensi

bakteri, divorteks, dan diinkubasi 37°C selama 24 jam pada inkubator CO2.

Kekeruhan diamati dan dibandingkan dengan kontrol Mc Farland secara visual. Pada tabung dengan kekeruhan yang mulai tampak jernih merupakan nilai KHM. Setelah

penentuan KHM, dilanjutkan penghitungan jumlah koloni bakteri dengan metode

(3)

iv

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun

Afrika memiliki efek antibakteri terhadap Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan nilai KBM pada konsentrasi 50% dan nilai KHM tidak representatif sehingga

tidak dapat diketahui hasilnya.

Kata kunci : Porphyromonas gingivalis, medikamen saluran akar, daun Afrika, antibakteri

(4)

EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN AFRIKA

(Vernonia amygdalina) SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF

MEDIKAMEN SALURAN AKAR TERHADAP

Porphyromonas gingivalis

(In Vitro)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

TIURMA SITOMPUL

NIM: 110600115

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran Gigi

di Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua

tercinta, Delimar Sitompul dan Ratna Butarbutar yang telah senantiasa memberikan

kasih sayang, doa, nasehat, motivasi dan dukungan yang tidak dapat terbalaskan.

Penulis tidak lupa juga mengucapkan terimakasih kepada adik-adik tercinta, Shanty,

Ricky, dan Joel serta seluruh keluarga penulis yang selalu memberikan doa,

dukungan dan masukan kepada penulis.

Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak

mendapatkan bantuan, pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu,

pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus,

penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., Sp. Ort, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Fakultas Kedokteran Gigi USU dan selaku dosen pembimbing pertama yang telah

meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan arahan, masukan, bimbingan,

penjelasan dan motivasi dalam proses penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai.

3. Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc selaku dosen pembimbing kedua yang

juga telah meluangkan banyak waktu, tenaga, pemikiran, kesabaran, dukungan dan

bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama Departemen Ilmu

Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang telah membantu penulis

dengan memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi.

5. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D selaku Dosen Pembimbing Akademis

yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di

(6)

6. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. selaku kepala Laboratorium Obat

Tradisional Farmasi USU dan kepada staf laboratorium yang telah membimbing dan

membantu penulis dalam menjalani kegiatan laboratorium.

7. Wahyu Hidayatiningsih, S.Si, M.Kes selaku penguji dan staf laboran di

Laboratorium Pusat Penyakit Tropis di UNAIR yang telah membantu penulis dalam

kegiatan penelitian.

8. Maya Fitria, SKM, M.Kes yang telah meluangkan waktu dan membantu

penulis dalam konsultasi statistika.

9. Partner tersayang penulis, Sumindak Gultom yang selalu mendoakan,

memberi dukungan dan semangat kepada penulis hingga saat ini.

10. Sahabat-sahabat terbaik penulis yaitu Ellizabeth, Elsi, Rikha dan Yohana,

dan kelompok rohani yaitu kak Ruth, Bella, Mustika, serta teman-teman masa SMA

angkatan XIX yang selalu memberikan doa, semangat dan motivasi setiap saat

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan skripsi, Hendy, Alvin, Mutiara, Inggrid, Yuki,

Adel, Deasy, Margareth, Dina, Fenny, Cyntia, Eldora, Ong, Hengyan, Ezzati, dan

Shamini serta teman-teman angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Gigi USU lainnya,

yang telah banyak memberi dukungan dan bantuan kepada penulis selama pembuatan

skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan, oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila

terdapat kesalahan selama penyusunan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati,

penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang

berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan bermanfaat bagi masyarakat.

Medan, 30 April 2015 Penulis,

Tiurma Sitompul

(7)

iv

2.2 Porphyromonas gingivalis sebagai Salah Satu Bakteri yang Ter- dapat pada Infeksi Endodontik Primer ... 9

2.4.2 Nilai Farmakologi Daun Afrika (Vernonia amygdalina) .. 21

2.4.3 Aktivitas Antibakteri Daun Afrika (Vernonia amygdalina) 22 2.5 Kerangka Teori ... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 24

3.1 Kerangka Konsep... 24

3.2 Hipotesis Penelitian ... 24

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN... 25

(8)

4.1.1 Jenis Penelitian ... 25

4.1.2 Rancangan Penelitian... 25

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

4.2.1 Lokasi Penelitian ... 25

4.2.2 Waktu Penelitian ... 25

4.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel Penelitian ... 25

4.3.1 Populasi Penelitian ... 25

4.3.2 Sampel Penelitian ... 25

4.3.3 Besar Sampel Penelitian ... 26

4.4 Variabel dan Definisi Operasional... 28

4.4.1 Variabel Penelitian... 28

4.5 Metode Penatalaksanaan Penelitian ... 32

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Daun Afrika (Vernonia amygdalina) dalam pelarut etanol 70% terhadap Porphyromonas

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bakteri Porphyromonas gingivalis dibawah electron micrograph ... 11

2. Prevalensi mikroorganisme yang terdeteksi pada gigi dengan infeksi endodontik primer disertai abses apikalis akut dengan metode Poly- merase Chain Reaction ... 15

3. Prevalensi mikroorganisme yang terdeteksi pada infeksi saluran akar disertai periodontitis apikal akut dengan metode Polymerase Chain Reaction... 16

4. Daun Afrika (Vernonia amygdalina) ... 19

5. Bunga Vernonia amygdalina ... 19

6. Penimbangan daun Afrika 2 kg ... 35

7. Pengeringan daun Afrika ... 35

8. Daun Afrika yang sudah kering diblender ... 35

9. Simplisia daun Afrika ... 35

10. Proses destilasi etanol 96% ... 36

11. Pengenceran etanol 96% ... 36

12. Proses maserasi ... 36

13. Proses perkolasi ... 36

14. Ekstrak cair daun Afrika ... 36

15. Vacuum rotavapor ... 36

16. Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 yang telah dibiakkan ... 38

17. Ekstrak kental daun Afrika... 41

18. Uji antibakteri ekstrak etanol daun Afrika dengan metode dilusi ... 42

19. Pertumbuhan bakteri pada media MHA dengan konsentrasi 100% dan 50% ... 43

20. Pertumbuhan bakteri pada media MHA dengan konsentrasi 25% dan 12,5% ... 44

(11)

22. Pertumbuhan bakteri pada media MHA dengan konsentrasi 6,25%

dan 3,125% ... 46

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Alur Pikir ... 62

2. Alur Penelitian ... 65

3. Sertifikat Hasil Uji ... 69

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Mikroorganisme memegang peranan sebagai agen etiologi utama dalam

penyakit pulpa dan jaringan periapikal.1 Sekitar 700 spesies bakteri mulut telah diidentifikasi dengan analisis urutan nukleotida subunit 16S rRNA dan kurang dari

50% dari spesies ini tidak bisa dan belum dapat diisolasi dari pulpa terinfeksi.2 Mayoritas bakteri yang diisolasi adalah bakteri obligat anaerob. Pada penelitian

pengkulturan bakteri dari gigi yang utuh dengan infeksi saluran akar ditemukan 91%

bakteri yang terlibat adalah bakteri obligat anaerob.2 Hal ini didukung oleh penelitian Baumgartner (1991) yang mengkultur apeks gigisepanjang 5 mm yang terkena karies

menemukan 67% bakteri obligat anaerob.2,3

Infeksi saluran akar memiliki sifat polimikroba yaitu dimana mikroorganisme

melekat satu sama lain atau pada dinding saluran akar yang membentuk interaksi

antar bakteri.2 Bakteri-bakteri ini tumbuh dan membentuk suatu kesatuan dalam komunitas yang terintegrasi secara metabolik yang disebut dengan biofilm.4 Bakteri dalam bentuk biofilm memiliki virulensi yang lebih tinggi dan cenderung mempunyai tantangan besar dalam mengeliminasi dari dinding saluran akar.2,4 Bakteri obligat anaerob merupakan yang mendominasi pada biofilm yang terbentuk pada infeksi endodontik primer.4,5

Porphyromonas gingivalis merupakan salah satu bakteri obligat anaerob berpigmen hitam gram negatif yang banyak ditemukan pada saluran akar yang

nekrosis.4-6 Berdasarkan penelitian Kipalev et al. (2014), bakteri Porphyromonas gingivalis yang paling sering terdeteksi dengan infeksi endodontik primer dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction yaitu sebesar 54,2% dibandingkan

infeksi endodontik sekunder.7 Penelitian yang telah dilakukan oleh Tomazinho et al. (2007) juga melaporkan bahwa pada infeksi endodontik primer bakteri

(14)

diketahui memiliki faktor virulensi yang besar termasuk diantaranya fimbriae, haemagglutinin, capsule, outer membrane vesicles, powerful hydrolytic enzymes dan

lipopolysaccharide (LPS). Faktor virulensi ini memulai mekanisme pertahanan dengan menimbulkan kerusakan jaringan host.9

Bakteri Porphyromonas gingivalis mempunyai kemampuan untuk

berkolonisasi dengan bakteri lain membentuk microbial biofilm sehingga menimbulkan inflamasi dan lebih patogen.6 Penelitian membuktikan keberadaan

Porphyromonas gingivalis dihubungkan dengan bakteri lainnya pada inflamasi periapikal akan meningkatkan toksisitas dan risiko timbulnya simtom klinis serta

pembentukan abses.2 Pada penelitian Loo et al. (2009) menunjukkan bahwa terjadi infeksi silang antara bakteri Porphyromonas gingivalis dengan Bacteroides forsythus

pada saluran akar yang meningkatkan resiko periodontitis apikalis kronis.11 Selain itu, kombinasi Fusobacterium nucleatum, Prevotella spp., dan Porphyromonas spp. dapat memberikan faktor risiko untuk endodontik flare-up dengan bertindak secara sinergi sehingga meningkatkan intensitas reaksi inflamasi periapikal.11

Perawatan saluran akar merupakan perawatan yang bertujuan untuk

mengeliminasi bakteri beserta produknya dan menciptakan lingkungan dimana

mikroorganisme yang tersisa tidak dapat bertahan hidup. Hal ini menjadi dasar untuk

keberhasilan perawatan saluran akar.5,12 Untuk mengeliminasi bakteri sebanyak mungkin dari seluruh sistem saluran akar dilakukan kombinasi preparasi saluran akar

chemo-mechanical dengan larutan irigasi. Namun, beberapa studi telah menunjukkan bahwa preparasi saluran akar chemo-mechanical dengan irigasi antibakteri hanya akan memberikan 50-70% dari kanal yang terinfeksi bebas dari mikroorganisme.13

Pada penelitian Siquiera et al. (2007) melaporkan bahwa setelah preparasi

chemo-mechanical menggunakan sodium hipoklorit (NaOCl) 2.5% sebagai bahan irigasi menunjukkan sekitar 40-55% pada infeksi endodontik primer dengan lesi

periodontitis apikal masih menghasilkan kultur positif bakteri.12 Hal ini kemungkinan disebabkan karena anatomi pulpa yang kompleks sehingga beberapa mikroorganisme

dapat bermigrasi ke ramifikasi, isthmus, delta saluran akar, dan tubulus dentin setelah

(15)

akar.12,13 Adapun syarat dari bahan medikamen saluran akar harus memiliki aktivitas antibakteri, mengeliminasi bakteri saluran akar yang tidak tereliminasi pada proses

preparasi chemo-mechanical, mengurangi inflamasi periapikal, mengurangi rasa sakit pasca perawatan, mampu mencegah infeksi ulang dan bersifat biokompatibel.13,14

Medikamen saluran akar yang digunakan dalam perawatan saluran akar dibagi

atas beberapa kelompok besar yaitu golongan fenol, aldehida, halida, steroid, kalsium

hidroksida, antibiotik, dan kombinasi.14 Salah satu bahan medikamen saluran akar yang banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi sejak tahun 1920 hingga saat

ini adalah kalsium hidroksida (Ca(OH)2).12,15 Ca(OH)2 memiliki efek antimikroba,

dapat mempertahankan aktivitas antimikrobanya dalam waktu yang panjang,

menghidrolisis lipopolisakarida (LPS) dari bakteri gram negatif dan menghilangkan

kemampuan LPS untuk merangsang TNF yang diproduksi monosit darah perifer

sehingga mungkin mengurangi respon inflamasi lokal.13,15,16

Ca(OH)2 juga memiliki efek terhadap jaringan dimana penggunaannya

sebagai medikamen saluran memberikan efek yang kurang baik terhadap jaringan

periodontal. Blomlőf et al. (1988) mengamati hal tersebut disebabkan karena Ca(OH)2 memberikan pengaruh negatif terhadap proses penyembuhan jaringan lunak

dan menghambat proses perlekatan gingival fibroblast.17 Ca(OH)2 juga memberikan

efektivitas antibakteri yang lambat hingga memerlukan waktu minimal satu minggu

dan residu yang sulit dihilangkan.13 Penelitian Saunders juga menemukan bahwa

Ca(OH)2 kurang efektif mengeliminasi Porphyromonas gingivalis dan

Peptostreptococcus micros.3 Akibat dari kelemahan yang dimiliki oleh bahan medikamen tersebut, maka diperlukan pengembangan bahan alami sebagai bahan

alternatif medikamen saluran akar yang memenuhi syarat bahan medikamen saluran

akar.

Menurut WHO, tanaman herbal akan menjadi sumber terbaik untuk

menghasilkan berbagai jenis obat dan telah merekomendasikan penggunaan obat

herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan

(16)

obat-obatan berbahan dasar alami.19 Salah satu tanaman herbal yang masih dalam penelitian adalah daun Afrika (Vernonia amygdalina).

Daun Afrika (Vernonia amygdalina) merupakan salah satu alternatif bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan medikamen saluran akar. Daun Afrika

yang biasa disebut bitter leaf di Inggris ini sering digunakan secara tradisional mengatasi demam, cegukan, penyakit ginjal diabetes, diare, antimalaria, antimikroba,

antivirus, analgesik, antifungal, antihelmintik, antikanker, antioksidan, dan

antidiabetes.20,21 Daun Afrika (Vernonia amygdalina) memiliki berbagai metabolit sekunder antara lain anthraquinones, tannins, flavonoids, alkaloids, saponins, cardiac glycosides, dan triterpenes.21,22 Oleh karena itu, aktivitas antimikroba dan antifungal yang kuat pada Vernonia amygdalina terjadi karena adanya kandungan bioaktif seperti alkaloid, saponin, tanin, flavonoid dan terpene.20-22

Beberapa penelitian eksperimental Vernonia amygdalina telah melaporkan bahwa tanaman ini memiliki aktivitas antibakteri dan antifungal.20 Hal ini didukung oleh penelitian bahwa ekstrak air batang dan kulit kayu Vernonia amygdalina

menunjukkan aktivitas bakterisida terhadap bakteri anaerob mulut seperti

B. gingivalis, B. asaccharolyticus, B. melaninogenicus, dan B. orali ≤ 10%.20 Ekstrak air dari akar Vernonia amygdalina juga menunjukkan aktivitas antibakteri pada

Steptococcus gordonii, Porphyromonas gingivalis, Porphyromonas nigrescens, Prevotella intermedia, Fusobacterium nucleatum, dan P. aeruginosa dengan kadar hambat minimum 100 mg/ml.21 Pada penelitian Vika (2014) menunjukkan efek antibakteri ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) terhadap

Fusobacterium nucleatum dengan nilai konsentrasi bunuh minimum (KBM) sebesar 12,5%.23 Penelitian Jocelyn (2014) juga menunjukkan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) terhadap Enterococcus faecalis dengan nilai konsentrasi bunuh minimum sebesar 6,25%.24 Penelitian Ilondu et al. (2009) juga menunjukkan bahwa pada ekstrak air daun Afrika (Vernonia amygdalina)

dengan konsentrasi 50 %, 40%, 30%, 20%, 10% memiliki daya hambat terhadap

pertumbuhan jamur.25 Selain itu, penelitian Ibrahim et al. (2011) melakukan penelitian mengenai toksisitas dari ekstrak etanol daun Afrika terhadap tikus dan

(17)

Berdasarkan penelitian Ibrahim et al. juga menyimpulkan daun Afrika (Vernonia amygdalina) juga memiliki aktivitas analgesik yang dapat mengatasi sakit gigi, gingivitis, dan rematik.26

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa daun Afrika (Vernonia amygdalina) dapat dijadikan sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar karena memenuhi

beberapa syarat bahan medikamen saluran akar yaitu mempunyai aktivitas

anktibakteri, bersifat biokompatibel dan mengurangi rasa nyeri. Namun hingga saat

ini belum ditemukan penelitian mengenai efek antibakteri ekstrak etanol daun Afrika

(Vernonia amygdalina) terhadap bakteri saluran akar Porphyromonas gingivalis

sebagai salah satu bakteri yang ditemukan pada infeksi endodontik primer. Oleh

karena itu, perlu dilakukan pengujian efek antibakteri ekstrak etanol daun Afrika

(Vernonia amygdalina) terhadap bakteri saluran akar Porphyromonas gingivalis

sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar. Penelitian ini menggunakan metode

dilusi untuk menentukan nilai KHM dan KBM yang mempresentasikan efek

antibakteri ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) terhadap

Porphyromonas gingivalis. Kultur bakteri diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam karena pada suhu dan waktu tersebut Porphyromonas gingivalis dapat tumbuh dengan optimal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Apakah ada efek antibakteri ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar terhadap bakteri

Porphyromonas gingivalis diukur dari nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM) ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina)?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak

(18)

hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM) ekstrak etanol

daun Afrika (Vernonia amygdalina).

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut pengembangan ekstrak etanol

daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai bahan alternatif untuk medikamen saluran akar.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai studi/referensi

tambahan tentang bahan medikamen saluran akar dari ekstrak etanol daun Afrika

untuk digunakan dalam perawatan saluran akar bagi bidang ilmu kedokteran gigi

khususnya konservasi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Menambah informasi dalam bidang kedokteran gigi mengenai efek

antibakteri dari ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina).

2. Meningkatkan pengembangan bahan kedokteran gigi yang berasal dari

alam, mempunyai sifat biokompatibel yang tinggi, mudah didapat dan harga yang

terjangkau.

3. Meningkatkan pelayanan kesehatan gigi pada masyarakat dengan

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dasar keberhasilan perawatan saluran akar adalah mengeliminasi bakteri dan

produk-produknya. Ca(OH)2 merupakan bahan medikamen saluran akar yang umum

digunakan, namun pada penelitian menemukan bahwa Ca(OH)2 kurang efektif

mengeliminasi Porphyromonas gingivalis. Beberapa penelitian telah melakukan pengembangan bahan alami sebagai alternatif medikamen saluran akar yang telah

dilakukan. Untuk itu, ekstrak etanol daun Afrika diharapkan dapat dikembangkan

sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar.

2.1 Bahan Medikamen dalam Perawatan Saluran Akar

Bahan medikamen saluran akar adalah suatu medikamen yang diletakkan

sementara pada saluran akar dengan biokompatibilitas yang baik. Tujuan utama

penggunaan bahan medikamen saluran akar yaitu untuk mengeliminasi bakteri yang

mungkin masih tersisa setelah dilakukannya instrumentasi mekanis maupun irigasi.12 Beberapa studi telah menunjukkan bahwa preparasi saluran akar chemo-mechanical

dengan irigasi antibakteri hanya akan memberikan 50-70% dari kanal yang terinfeksi

bebas dari mikroorganisme.12 Hal ini dapat disebabkan beberapa mikroorganisme dapat bermigrasi ke ramifikasi, isthmus, delta saluran akar, dan tubulus dentin

meskipun sudah dilakukan preparasi chemo-mechanical sehingga perlu dieliminasi dengan medikamen saluran akar.12,13 Oleh karena itu, perawatan saluran akar memerlukan bahan medikamen untuk meningkatkan keberhasilan perawatan.12-14

Syarat dari bahan medikamen saluran akar adalah harus memiliki aktivitas

antibakteri, mengeliminasi bakteri saluran akar yang tidak tereliminasi pada proses

preparasi chemo-mechanical, mengurangi inflamasi periapikal, mengurangi rasa sakit

pasca perawatan, mampu mencegah infeksi ulang dan bersifat biokompatibel.12,13 Selain itu medikamen juga digunakan untuk mengeliminasi eksudat pada daerah

(20)

dibagi dalam beberapa kelompok besar yaitu golongan fenol (Eugenol, CMCP,

Parachlorophenol, Camphorated Parachlorophenol, Metakresilasetat, Kresol, Creosote, Timol), golongan aldehid/formaldehida (formokresol dan glutaraldehid), golongan halida (natrium hipoklorit dan iodine-kalium iodida), kalsium hidroksida,

antiobiotik, steroid dan kombinasi. Namun yang paling populer sering digunakan

adalah Ca(OH)2, CMCP, dan formokresol.12,14

Bahan medikamen golongan fenol merupakan bahan kristalin putih

mempunyai bau khas batubara. Fenol adalah racun protoplasma dan menyebabkan

nekrosis jaringan lunak. Selain itu, golongan fenol juga memiliki potensi mutagenik

dan kariogenik dan jika berkontak dengan cairan membuatnya menjadi tidak aktif.

Penggunaan bahan medikamen saluran akar golongan fenol sudah tidak dianjurkan

lagi.14 Bahan medikamen formokresol merupakan suatu medikamen bakterisidal yang tidak spesifik dan sangat efektif terhadap organisme aerobik dan anaerobik yang

ditemukan dalam saluran akar.14 Antibiotik yang paling umum yaitu pasta Ledermix dan Septomixine Forte. Keduanya sama-sama mengandung kortikosteroid sebagai

agen antiinflamasi, namun belum sesuai untuk digunakan pada perawatan saluran

akar karena spektrum kerja kedua jenis antibiotik tersebut kurang luas dan hanya

fokus pada inflamasi.12,14

Ca(OH)2 telah digunakan secara luas di bidang endodontik dan dikenal

sebagai bahan desinfeksi saluran akar yang paling efektif.13,14 Ca(OH)2 pertama kali

diperkenalkan pada tahun 1920 oleh Herman dan sejak itu penggunaannya dalam

perawatan endodontik telah meningkat terutama untuk digunakan sebagai bahan

medikamen saluran akar dan menjadi gold standard dalam perawatan saluran akar.15,16 Ca(OH)2 memberikan efek antibakteri melalui pH yang tinggi yang dapat

mencapai 12,5 yang menyebabkan rusaknya dinding sel bakteri sehingga terjadi

proses denaturasi protein yang menghambat replika DNA dari bakteri dan

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri.3,17 Cara kerja Ca(OH)2 melalui

pelepasan ion Ca2+ yang memiliki peran dalam proses mineralisasi jaringan dan ion OH- yang menghasilkan alkalin yang tinggi sehingga menyebabkan lingkungan yang tidak sesuai bagi mikroorganisme. Ca(OH)2 juga dapat menghambat resorpsi tulang

(21)

menghidrolisis LPS dengan menghasilkan asam lemak hidroksi dalam jumlah yang

banyak dan menonaktifkan enzim dalam membran bakteri serta mengganggu

mekanisme transportasi yang mengakibatkan sel keracunan.27

Selain memiliki keunggulan, Ca(OH)2 juga memiliki kelemahan. Penelitian

klinis menunjukkan bahwa pemakaian rutin medikamen ini sebagai medikamen

saluran akar tidak berpengaruh pada pencegahan atau pengurangan rasa sakit.12 Ca(OH)2 merupakan antimikroba yang bekerja lambat dan diperlukan dalam jumlah

yang cukup banyak serta memerlukan waktu minimal satu minggu untuk efektif.27 Kelemahan lainnya adalah sisa residunya sulit dihilangkan dari dinding saluran akar

sehingga akan mengurangi setting time sealer yang berbasis zinc oxide yang digunakan pada pengisian saluran akar.13 Blomlőf et al. (1998) menemukan penggunaan Ca(OH)2 sebagai medikamen saluran akar pada pasien yang juga

melakukan perawatan periodontal memiliki efek yang kurang baik pada jaringan

periodontal. Hal ini disebabkan karena Ca(OH)2 memberikan pengaruh negatif dalam

proses penyembuhan jaringan lunak dan terlihat Ca(OH)2 dapat menghambat proses

perlekatan gingiva fibroblas walaupun tidak secara signifikan.17

2.2 Porphyromonas gingivalis sebagai Salah Satu Bakteri yang Terdapat pada Infeksi Endodontik Primer

Pada saluran akar yang terinfeksi terdapat kumpulan berbagai jenis komunitas

bakteri sehingga disebut sebagai infeksi polimikrobial. Mikroorganisme menginvasi

saluran akar berupa sel tunggal (bentuk planktonik) yang tersebar bebas dalam cairan

pada saluran akar atau melekat satu sama lain atau ke akar dinding saluran atau

keduanya.4,11 Namun yang menjadi faktor penting dalam beberapa tahun terakhir adalah bahwa bakteri dalam saluran akar dapat tumbuh tidak hanya sebagai sel

planktonik atau beragregasi, berkoagregasi, tetapi dapat juga membentuk biofilm

yang terdiri dari jaringan kompleks mikroorganisme yang berbeda. Biofilm

didefinisikan sebagai sebuah lapisan tipis dari komunitas mikroorganisme

multiseluler yang terkondensasi dan melekat secara kuat pada permukaan dan

terperangkap dalam matriks extracellular polymeric substance (EPS) yang terdiri dari

(22)

Komunitas biofilm adalah struktur kompleks dan dinamis yang berkumpul melalui kolonisasi beberapa bakteri rongga mulut yang berurutan dan teratur.2,28

Pembentukan biofilm pada infeksi saluran akar diawali beberapa saat setelah terjadinya invasi pada ruang pulpa oleh bakteri planktonik akibat kerusakan jaringan.

Lesi inflamasi yang terus berkembang ini akan menyediakan cairan bagi organisme

planktonik yang menginvasi sehingga mereka dapat bereplikasi dan terus melekat

pada dinding saluran akar. Jaringan nekrotik pulpa menjadi lingkungan yang

menguntungkan bagi proliferasi mikrobial karena adanya residu organik atau nutrisi

yang berperan sebagai substrat atau medium kultur.28

Bakteri yang berada di biofilm dapat berkomunikasi, bertukaran bahan genetik dan juga memperoleh sifat-sifat baru. Komunikasi dalam biofilm terdiri dari dua jenis yaitu komunikasi intraspesies dan komunikasi antar spesies. Quorum sensing adalah komunikasi intraspesies bakteri yang dimediasi oleh molekuler rendah yang berat,

yang dapat mengubah aktivitas metabolisme sel-sel tetangga dan mengkoordinasikan

fungsi sel bakteri yang terdapat dalam biofilm. Quorum sensing juga dapat mengatur properti mikroba seperti faktor virulensi dan penggabungan DNA ekstraseluler.12,28

Pada infeksi endodontik primer, bakteri yang paling banyak diisolasi adalah

obligat anaerob, salah satunya adalah bakteri Porphyromonas gingivalis.2,5,12 Bakteri

Porphyromonas gingivalis yang merupakan golongan Porphyromonas sp., juga merupakan salah satu bakteri yang dapat dijumpai pada biofilm yang terbentuk pada infeksi saluran akar.2 Berdasarkan taksonominya, bakteri Porphyromonas gingivalis

diklasifikasikan sebagai berikut:9

Kingdom : Eubaceria

Filum : Bacteroidates

Classes : Bacteroides

Ordo : Bacteroidales

Famili : Porphyromonadaceae

Genus : Porphyromonas

Spesies : Porphyromonas gingivalis

(23)

sel berbentuk batang, berukuran kecil antara 0,5-2 μm, asaccharolytic, pleomorfik, dan berbentuk coccobacilli.2,9,31 Bakteri golongan Porphyromonas sp. memiliki karakteristik khusus yang memancarkan warna merah bata ketika berada di bawah

sinar ultraviolet gelombang panjang dan bewarna coklat hitam ketika dikultur pada

blood-containing media, sehingga bakteri ini juga dapat diidentifikasi sebagai bakteri berpigmen hitam Bacteroides.9,31

Porphyromonas gingivalis tumbuh dalam media kultur membentuk koloni berdiameter 1-2 mm, konveks, halus dan mengkilat, yang bagian tengahnya

menunjukkan gambaran lebih gelap karena memproduksi protoheme, yaitu suatu

substansi yang bertanggung jawab terhadap warna khas koloni ini. Pertumbuhannya

dipengaruhi oleh adanya protein hydrolysates, seperti peptone atau yeast extract. Produk fermentasi Porphyromonas gingivalis yang utama adalah n-butirat dan asam asetat sedangkan sedangkan produk minornya terdiri dari propionic, isobutyric, isovaleric, dan phenilacetic acids.33

2.2.1 Faktor Virulensi Bakteri Porphyromonas gingivalis

Porphyromonas gingivalis memiliki berbagai faktor virulensi yang patogenik

yang berperan dalam menyebabkan penyakit. Faktor virulensi tersebut antara lain

adalah fimbriae, capsule, outer membrane vesicles, hemagglutinin,

lipopolysaccharides (LPS), enzyme activity dan protein antigens. Faktor virulensi tersebut dapat menginisiasi mekanisme pertahanan host yang menyebabkan

(24)

kerusakan jaringan. Di antara faktor-faktor ini, LPS adalah faktor yang umumnya

dianggap sebagai faktor virulensi penting dalam bakteri gram negatif.9,15,34

Fimbriae bakteri memiliki peranan penting dalam interaksi bakteri dan sel

host. Fimbriae Porphyromonas gingivalis merupakan komponen filamen pada struktur permukaan sel dengan diameter 5 nm hingga 10 nm.9,11 Fimbriae

Porphyromonas gingivalis memiliki variasi aktivitas biologi termasuk imunogenitas, perlekatan pada berbagai protein host, menstimulasi sitokin dan merangsang terjadinya resopsi tulang. Fimbriaenya juga memiliki perlekatan yang sangat kuat

pada sel host dan memiliki potensi yang besar menjadi virulensi dengan berinteraksi

dengan bakteri lain.11

Kapsul bakteri telah dianggap faktor virulensi utama pada permukaan sel

bakteri.29 Semua bakteri yang termasuk golongan Bacteroides yang salah satunya

Porphyromonas gingivalis memiliki kapsul yang tersusun dari polisakarida pada membran luar sel. Kapsulnya terlibat dalam adhesi atau perlekatan, pembentukan

abses dan melindungi dari proses opsonisasi dan fagositosis sel host. Bakteri yang terselubung dalam kapsul seperti Bacteroides, Fusobacterium, fakultatif kokus gram positif biasanya menyebabkan abses, sedangkan bakteri yang tidak terselubung dalam

kapsul tidak menyebabkan abses.9,34

Lipopolysacharide (LPS) yang juga disebut endotoksin, merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari dinding sel bakteri gram negatif.11 Patogenitas yang utama dari bakteri gram negatif disebabkan oleh adanya LPS pada dinding

selnya. LPS adalah komponen utama dari bakteri gram negatif yang tersusun dari

polysaccharide, core polysaccharide dan Lipid A.9,30 LPS memiliki potensi yang kuat sebagai stimulator inflamasi karena LPS mampu menembus ke dalam jaringan

periradikuler dan bertindak sebagai endotoksin dalam organisme host sehingga menyebabkan peradangan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan tulang.

Penelitian menunjukkan bahwa respon radang dimulai saat LPS Porphyromonas gingivalis berikatan dengan lipopolysacharide binding protein (LBP) membentuk

molekul CD14. Molekul ini akan dikenali oleh makrofag melalui reseptor TLR4

(25)

Enzim cysteine protease yang dihasilkan Porphyromonas gingivalis yang dinamakan gingipain menjadi salah satu faktor virulensi penting.30 Gingipain

memiliki kemampuan untuk mendegradasi protein pertahanan host untuk menyediakan peptida dan asam amino sebagai sumber karbon dan nitrogen bagi

pertumbuhan bakteri tersebut. Gingipain ini juga berperan dalam 85% aktivitas proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri Porphyromonas gingivalis. Gingipain ini sendiri terdiri atas Arg-gingipain (Rgp) dan Lys-gingipain (Kgp).34 Collagenase

merupakan faktor virulensi Porphyromonas gingivalis yang berhubungan dengan penyakit periodontal. Penelitian menyatakan keberadaan collagenase gene (prtC)

yang diperiksa pada 21 strain spesies Porphyromonas dapat diisolasi pada infeksi saluran akar. Porphyromonas gingivalis dari infeksi saluran akar memiliki prtC gen, sedangkan Porphyromonas endodontalis tidak memiliki prtC gen.34

Kemampuan untuk menyerang sel dan jaringan host merupakan faktor virulensi penting dalam bakteri. Masuknya Porphyromonas gingivalis ke sel epitel gingiva prevalensinya sangat tinggi dan cepat, dan bakteri ini berkumpul pada daerah

perinuklear sel. Porphyromonas gingivalis berada di dalam sel selama lebih dari 24 jam dan menghasilkan aktin sitoskeleton bersamaan dengan perubahan ukuran dan

bentuk sel host. Mikroorganisme yang terdapat pada saluran akar yang terinfeksi dapat menyebabkan fokal infeksi pada penyakit kardiovaskuler. Hal ini dibuktikan

dengan kultur primer sel kardiovaskuler.34

Saluran akar yang terinfeksi merupakan infeksi polimikrobial yang

menyebabkan risiko terjadinya virulensi semakin tinggi bila terdapat kombinasi

mikroorganisme dalam jumlah yang besar terutama dari spesies bakteri gram negatif.

Kombinasi Porphyromonas gingivalis dengan Fusobacterium nucleatum dan bakteri berpigmen hitam Prevotella intermedia juga menunjukkan virulensi yang lebih tinggi dan memiliki risiko terjadinya flare up endodonti. Hal ini disebabkan adanya sinergi pada infeksi saluran akar antara bakteri tersebut, sehingga meningkatkan intensitas

terjadinya inflamasi pada jaringan periapikal.11 Selain itu, pada penelitian Loo et al. (2009) juga menunjukkan bahwa terjadi infeksi silang antara bakteri

(26)

Bakteri Porphyromonas gingivalis merupakan salah satu bakteri “red complex” (Bacteroides forsythus, Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola) yang paling proteolitik dan patogen dalam golongannya serta bakteri yang paling sering ditemukan pada infeksi endodontik primer.2,6,29 Namun, pada infeksi sekunder bakteri ini masih dapat ditemukan walaupun dalam jumlah yang sedikit. Hal

ini sesuai dengan hasil penelitian Ercan et al. (2006) yaitu bahwa bakteri

Porphyromonas spp. ditemukan memiliki prevalensi yang lebih rendah pada saluran akar dengan infeksi endodontik sekunder dibandingkan infeksi endodontik primer.35

Berdasarkan penelitian Kipalev et al. (2014) melaporkan bahwa bakteri

Porphyromonas gingivalis yang paling sering terdeteksi pada infeksi saluran akar

primer dengan menggunakan metode PCR. Persentase bakteri Porphyromonas gingivalis pada infeksi saluran akar primer sebesar 54,2%.7 Penelitian Tomazinho et al. (2007) juga melaporkan bahwa pada infeksi endodontik primer bakteri

Porphyromonas gingivalis memiliki prevalensi sebesar 27,3% dengan metode kultur dan 43,3% dengan metode Polymerase Chain Reaction.8 Penelitian Saito et al. (2009) mendeteksi bakteri Porphyromonas gingivalis sebesar 28% pada infeksi endodontik primer dengan metode Polymerase Chain Reaction.30 Hal ini didukung juga dari penelitian pada infeksi endodontik primer disertai abses apikal akut yang

menggunakan metode PCR menemukan prevalensi sekitar 55% dari jumlah sampel

dan pada infeksi endodontik primer disertai periodontitis apikal akut menggunakan

metode PCR dengan prevalensi sekitar 48% dari jumlah sampel.36

Pada infeksi endodontik primer maupun sekunder, bakteri Porphyromonas gingivalis diketahui sering ditemukan dengan bakteri Porphyromonas endodontalis.

Namun, prevalensi bakteri Porphyromonas gingivalis lebih tinggi ditemukan dibandingkan bakteri Porphyromonas endodontalis. Penelitian Kipalev et al. (2014) menemukan prevalensi Porphyromonas endodontalis 48,6%7 pada infeksi endodontik primer dan penelitian Tomazinho et al. (2007) menemukan prevalensi sebesar 43,3%

(27)
(28)

2.3 Penggunaan Bahan Alami dalam Bidang Endodontik

Produk herbal telah digunakan sejak dahulu sebagai obat secara tradisi di

masyarakat Timur dan Barat. Banyak tanaman dengan sifat biologis dan antimikroba

diteliti sejak ribuan tahun lalu dalam kedokteran gigi yang digunakan sebagai

anti-inflamasi, antibiotik, analgesik dan agen obat penenang. Akibat sering terjadinya

(29)

medikamen saluran akar untuk mengeliminasi bakteri di tubulus dentin, maka dalam

bidang endodontik mulai dikembangkan beberapa bahan medikamen yang berasal

dari komponen biologis tanaman herbal.37

Beberapa penelitian telah dilakukan di Indonesia mengenai penggunaan bahan

alami dalam bidang endodontik. Penelitian yang dilakukan Kawilang dkk. (2014)

menyimpulkan bahwa ekstrak kulit manggis memiliki aktivitas antibakteri terhadap

biofilm Porphyromonas gingivalis dengan nilai KHM dan KBM yang diperoleh adalah 25% dan 50%.38 Penelitian yang dilakukan Vivi Leontara dan Nevi Yanti (2014) menunjukkan bahwa ekstrak lerak mempunyai antibakteri terhadap

Porphyromonas gingivalis dengan diperolehnya nilai KBM pada konsentrasi 25%.39 Penelitian Sarah Amalia (2012) juga menunjukkan bahwa ekstrak pegagan memiliki

daya antibakteri terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis dengan diperolehnya nilai KBM sebesar 25% sehingga ekstrak pegagan dapat dikembangkan sebagai

bahan alternatif medikamen saluran akar.40

2.4 Daun Afrika (Vernonia amygdalina)

Vernonia amygdalina adalah tanaman tropis yang termasuk dalam genus

Vernonia dan digunakan secara luas sebagai sayuran dan tanaman obat.20 Genus

Vernonia memiliki sekitar 1000 spesies dan lebih dari 500 tanaman Vernonia ini dapat ditemukan di Afrika dan Asia, sekitar 300 di Meksiko, dan sekitar 16

ditemukan di Amerika Serikat.20,21 Penelitian yang telah dilakukan ditemukan sebanyak 109 spesies Vernonia menunjukkan adanya kandungan sebagai medikamen. Seratus lima dari spesies tersebut dihubungkan kepada perawatan atau manajemen

dari 44 penyakit atau kondisi kesehatan manusia, sementara dua spesies digunakan

sebagai medikasi pada simpanse dan gorila. Penelitian secara in vitro dan in vivo

melaporkan validasi adanya kandungan medikasi dari beberapa spesies. Seratus tiga

senyawa bioaktif juga diisolasi dari berbagai spesies Vernonia dan Vernonia amygdalina diidentifikasi yang paling sering digunakan dari genus Vernonia.21

Vernonia amygdalina atau Gymnanthemum amygdalinum yang secara umum

(30)

berdiameter sekitar 6 mm (Gambar 4).20,21 Vernonia amygdalina memiliki daun berwarna hijau gelap dengan bau yang khas dan rasanya yang pahit. Tanaman ini

tidak menghasilkan benih sehingga untuk memperbanyak tanaman tersebut dapat

dilakukan dengan cara stek batang. Selain itu beberapa penelitian menemukan bahwa

Vernonia amygdalina juga memiliki bunga yang akan tumbuh pada lingkungan tertentu, berwarna putih, harum dan menarik kedatangan lebah (Gambar 5).20,21

Berdasarkan taksonominya Vernonia amygdalina diklasifikasikan sebagai berikut:21

Synonym : Gymnanthemum amygdalinum

Kingdom : Plantae

Division : Angiosperma

Classes : Dicotyledons

Order : Asterales

Family : Compositae

Genus : Vernonia

Species : V. amygdalina

Botanical Name : Vernonia amygdalina

Vernonia amygdalina memiliki sebutan yang berbeda oleh setiap suku di seluruh dunia. Di Indonesia dikenal dengan sebutan daun Afrika, di Inggris disebut

bitter leaf, di Malaysia disebut South Africa leaf, dan dalam bahasa lokal bangsa Nigeria disebut sebagai ewuro (Yoruba), etidot (Efik), uzi (Ebira), shikawa (Hausa), dan onugbu (Igbo). Di tempat lain di Afrika disebut muop atau ndole (Cameroon),

tuntwono (Tanzania), dan mululuza (Uganda) sedangkan beberapa negara lain disebut

Chrysanthemum tonsils (China), Olulusia dan South Africa leaf (Kenya), Buzut

(Ethiopia), Musikavakadzi (Zimababwe), Umubilizi (Rwanda), dan liNyatselo

(31)

Vernonia amygdalina tumbuh di daerah ekologi di Afrika termasuk Zimbabwe dan Nigeria yang beriklim tropis dan dapat tumbuh secara liar ataupun

ditanam di sepanjang Sub-saharan Afrika.41,42 Di Nigeria, Ghana dan Kamerun tanaman ini ditanam di kebun dan di sekitar perumahan untuk persediaan dan sebagai

tanaman pagar dan pot.42 Daun Vernonia amygdalina juga dapat dijadikan sebagai sayuran dan dikonsumsi setelah melalui proses penghilangan rasa pahit melalui

perendaman atau perebusan untuk menghilangkan komponen astringent yang terkandung di dalamnya.20,42

Gambar 4. Daun Afrika (Vernonia amygdalina)20

(32)

2.4.1 Senyawa Fitokimia Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Antibakteri

Berdasarkan penelitian Asaolu et al. (2010) melaporkan analisis fitokimia daun Afrika (Vernonia amygdalina) adalah anthraquinones (0.08 ± 0.001), tannins

(1.55 ± 0.81), flavonoids (0.17 ± 0.004), alkaloids (2.95 ± 0.40), saponins (2.85 ± 0.39), cardiac glycosides (1.10 ± 0.03), dan triterpenes (0.54 ± 0.02). Luteolin, luteolin 7-0-beta-glukuronoside, dan luteolin 7-0-beta glukoside yang merupakan 3 jenis dari flavonoid yang juga terdapat pada daun Afrika (Vernonia amygdalina) memiliki aktivitas antioksidan dan berguna untuk mencegah kanker, serta dapat

melindungi dari diabetes dan arterosklerosis. Selain itu, ditemukan pula kandungan

antioksidan vitamin C yang tinggi pada Vernonia amygdalina.20,21 Kandungan bioaktif alkaloids, saponins, tannin, flavonoids dan terpenoids sebagai metabolit sekunder dari ekstrak daun Afrika (Vernonia amygdalina) memiliki peran sebagai antibakteri dengan mekanisme yang berbeda sebagai berikut:

a. Saponins merupakan zat yang mempunyai sifat seperti sabun yang dapat melarutkan kotoran. Secara kimia, saponin adalah glikosida berat molekul tinggi

dimana bagian triterpen atau steroid aglycone terikat dengan gula. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antibakteri adalah dengan membentuk senyawa kompleks

dengan membran sel bakteri melalui ikatan hidrogen yang kemudian dapat

menghancurkan permeabilitas dinding sel bakteri yang mengakibatkan kematian sel.43 b. Flavonoids adalah senyawa fenolik yang mengandung satu gugus karbonil dengan mekanisme kerja sebagai antibakteri adalah dengan membentuk senyawa

kompleks dengan protein ekstraseluler dan protein yang terlarut sehingga dapat

merusak dinding sel bakteri serta bersifat lipofilik yang dapat merusak lapisan lipid

pada membran bakteri.43

c. Alkaloids adalah senyawa nitrogen heterosiklik yang sudah digunakan berabad-abad dalam bidang medis karena dapat melawan sel asing melalui ikatan

dengan DNA sel sehingga mengganggu fungsi sel.43

d. Terpenes atau terpenoids aktif terhadap bakteri, jamur, virus, dan protozoa. Mekanisme kerja dari terpenoid tidak sepenuhnya dimengerti tetapi diduga

(33)

e. Tannins adalah senyawa fenolik polimer yang larut dalam air, gliserol, metanol, hidroalkoholik, dan propilena glikol, tetapi tidak dapat larut dalam benzene,

kloroform, eter, pretoleum eter, dan karbon disulfida. Tannin mempunyai rasa sepat

dan juga bersifat sebagai antibakteri dan astringent (bersifat menciutkan). Mekanisme penghambatan bakteri pada tannin adalah dengan cara bereaksi dengan membran sel,

inaktivasi enzim-enzim esensial dan destruksi fungsi material.43

f. Anthraquinones merupakan senyawa fenol yang bekerja sebagai antibakteri mirip dengan sifat-sifat fenol lainnya, yaitu menghambat bakteri dengan cara

mendenaturasi protein.43

2.4.2 Nilai Farmakologi Daun Afrika (Vernonia amygdalina)

Penggunaan Vernonia amygdalina sebagai tanaman obat dimulai ketika farmasi kebun binatang memberikan batang Vernonia amygdalina pada simpanse yang sakit. Berdasarkan laporan tersebut, banyak peneliti yang melakukan penelitian

ilmiah tentang manfaat medis ekstrak yang berbeda dari tanaman ini.20 Daun Afrika (Vernonia amygdalina) memiliki aktivitas biologis yaitu sebagai antibakteri, antijamur, antivirus, antiinflamasi, analgesik, antioksidan, antimalaria, antidiabetes,

dan antikanker. Ekstrak akar tanaman Vernonia amygdalina juga dapat digunakan untuk mengobati malaria dan penyakit saluran pencernaan. Tanaman Vernonia amygdalina juga dapat digunakan sebagai chewing stick dan digunakan secara tradisional untuk menjaga kesehatan mulut dengan dengan berkontribusi terhadap

penyembuhan gingiva, menyingkirkan mikroorganisme kariogenik, menghambat

pembentukan plak, dan berefek mengurangi karies gigi. 20

Berdasarkan laporan Aregheore et al. (1998) dan Igile et al. (1995) bahwa terdapat kandungan fitokimia yang mempunyai toksin dan menunjukkan terjadinya

hepatotoksisitas pada tikus.44 Namun, Ojiako dan Nwanjo (2006) melaporkan bahwa daun Afrika (Vernonia amygdalina) mungkin beracun (seperti beberapa sayuran

lainnya) jika dikonsumsi dalam jumlah yang sangat besar, tetapi bahaya yang

ditimbulkan tidak lebih parah dibandingkan sayuran umum lainnya yang rutin

(34)

bahkan menjadi lebih terorganisir dengan baik pada hewan yang diteliti dibandingkan

hewan kontrol.44

2.4.3 Aktivitas Antibakteri Daun Afrika (Vernonia amygdalina)

Banyak penelitian eksperimental Vernonia amygdalina telah melaporkan bahwa tanaman ini memiliki aktivitas antibakteri. Setiap bagian dari Vernonia amygdalina memiliki aktivitas antibakteri. Di Nigeria, batang dan akar Vernonia amygdalina digunakan sebagai chewing stick. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak dari batang dan akar Vernonia amygdalina yang digunakan sebagai chewing stick menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri anaerob rongga mulut seperti

Bacteroides gingivalis, Bacteroides asaccharolyticus, Bacteroides melaninogenicus,

dan Bacteroides Oralis pada konsentasi KHM 100 mg/ml.20 Penelitian Taiwo et al (1999), ekstrak air dari akar Vernonia amygdalina juga menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus gordoni, Porphyromonas nigrescens, Porphyromonas gingivalis, Provotella intermedia, Fusobacterium nucleatum, dan

Pseudomanas aeruginosa dengan KHM 100 mg/ml.20

Aktivitas antibakteri dari ekstrak daun Vernonia amygdalina secara signifikan lebih tinggi dibandingkan ekstrak batang dan akar Vernonia amygdalina. Pada penelitian Oboh dan Masodje (2009) menunjukkan bahwa ekstrak air daun Afrika

(Vernonia amygdalina) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan

(35)

2.5 Kerangka Teori

Ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina)

(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Penelitian ini dilakukan dengan menguji efek antibakteri ekstrak etanol daun

Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis dengan penentuan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) dan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM).

3.2 Hipotesis Penelitian

Ada efek antibakteri ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis dengan mencari konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM).

Ekstrak etanol daun Afrika

(Vernonia amygdalina) dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%,

12,5%, 6,25% dan 3,125%.

Pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis pada media MHB dan

MHA dengan penentuan nilai KHM dan KBM

(37)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

4.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental

laboratorium.

4.1.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah posttest only control group design.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU

2. Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi UNAIR

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah 3 bulan (Januari 2015-Maret 2015)

4.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah bakteri Porphyromonas gingivalis.

4.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah koloni bakteri

(38)

Keterangan:

t = jumlah perlakuan dalam penelitian r = jumlah perlakuan ulang (sampel)

4.3.3 Besar Sampel Penelitian

Penentuan besar sampel sesuai dengan SOP (Standard Operational Prosedur)

yang ada di Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi, Universitas Airlangga, yaitu

dengan menggunakan rumus:

(t-1) (r-1) ≥ 15

(t-1) (r-1) ≥ 15

(6-1) (r-1) ≥ 15 5r –5 ≥ 15

5r ≥ 20

r ≥ 4

Jumlah perlakuan ulang (r) yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah 4 kali

pengulangan.

Adapun penentuan besar sampel dilakukan sebagai berikut:

a. Penentuan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM)

Bahan coba dibagi ke dalam 6 kelompok dengan 2 kontrol, yaitu:

 Kelompok 1 : ekstrak etanol daun Afrika 100% = 4 sampel

 Kelompok 2 : ekstrak etanol daun Afrika 50% = 4 sampel

 Kelompok 3 : ekstrak etanol daun Afrika 25% = 4 sampel

 Kelompok 4 : ekstrak etanol daun Afrika 12,5% = 4 sampel

 Kelompok 5 : ekstrak etanol daun Afrika 6,25% = 4 sampel

 Kelompok 6 : ekstrak etanol daun Afrika 3,125% = 4 sampel

 Kelompok 7 : kontrol Mc Farland = 4 sampel

 Kelompok 8 : kontrol negatif (ekstrak etanol daun Afrika

(39)

b. Penentuan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM)

Kelompok yang dilanjutkan perhitungan koloni bakteri dengan Drop Plate Miles Misra, adalah:

 Kelompok 1 : ekstrak etanol daun Afrika 100% = 4 sampel

 Kelompok 2 : ekstrak etanol daun Afrika 50% = 4 sampel

 Kelompok 3 : ekstrak etanol daun Afrika 25% = 4 sampel

 Kelompok 4 : ekstrak etanol daun Afrika 12,5% = 4 sampel

 Kelompok 5 : ekstrak etanol daun Afrika 6,25% = 4 sampel

 Kelompok 6 : ekstrak etanol daun Afrika 3,125% = 4 sampel

 Kelompok 7 : kontrol Mc Farland = 4 sampel

 Kelompok 8 : kontrol negatif (ekstrak etanol daun Afrika

(40)

4.4 Variabel dan Definisi Operasional

4.4.1 Variabel Penelitian

Variabel bebas

Ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25% dan

c. Lama pengeringan daun Afrika (± 6 hari) d. Suhu pengeringan daun Afrika (40oC) e. Volume etanol yang dipakai 6 liter f. Konsentrasi etanol yang dipakai (70%) g. Waktu perendaman daun Afrika (15 menit) h. Waktu perkolasi (2 minggu)

i. Nomor kertas saring yang dipakai (Whatman No.42)

j. Jumlah kertas saring saat perkolasi (3 lapis) k. Kecepatan tetes cairan dalam perkolator (20 tetes/menit)

l. Suhu penguapan rotavapor (40oC)

m.Media pertumbuhan bakteri yaitu MHA dan MHB

n. Sterilisasi alat, bahan coba, dan media o. Porphyromonas gingivalis ATCC 33277

p. Jumlah bahan coba yang diteteskan ke MHA dan MHB (MHA=50µl, MHB=1 ml)

q. Suhu inkubasi (37oC)

r. Teknik pembiakan Porphyromonas gingivalis

s. Waktu pembiakan Porphyromonas gingivalis (24 jam)

c. Perlakuan terhadap daun Afrika selama tumbuh

(41)

4.4.2 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak etanol daun Afrika

(Vernonia amygdalina) dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25% dan 3,125%.

4.4.3 Variabel Tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah pertumbuhan bakteri

Porphyromonas gingivalis pada media MHA dengan pengukuran nilai KHM dan KBM.

4.4.4 Variabel Terkendali

Variabel terkendali pada penelitian ini terdiri atas:

a. Jenis dan asal daun Afrika (Vernonia amygdalina) (Kelurahan Hamdan, Medan)

b. Berat daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebelum pengeringan (2 kg) dan setelah pengeringan (300 gram)

c. Lama pengeringan daun Afrika (± 6 hari)

d. Suhu pengeringan daun Afrika (Vernonia amygdalina) (40oC) e. Volume etanol yang dipakai 6 liter

f. Konsentrasi etanol yang dipakai (70%)

g. Waktu perendaman daun Afrika (Vernonia amygdalina) (15 menit) h. Waktu perkolasi (2 minggu)

i. Nomor kertas saring yang dipakai (Whatman No.42)

j. Jumlah kertas saring saat perkolasi (3 lapis)

k. Kecepatan tetes cairan dalam perkolator (20 tetes/menit)

l. Suhu penguapan rotavapor (40oC)

m. Media pertumbuhan bakteri yaitu Mueller Hinton Broth (MHB) dan

Mueller Hinton Agar (MHA)

n. Sterilisasi alat, bahan coba, dan media

(42)

p. Jumlah bahan coba yang diteteskan ke MHA dan MHB (MHA=50µl, MHB=1 ml)

q. Suhu inkubasi (37oC)

r. Teknik pembiakan Porphyromonas gingivalis

s. Waktu pembiakan Porphyromonas gingivalis (24 jam) t. Waktu pengamatan (24 jam)

u. Keterampilan operator

4.4.5 Variabel Tidak Terkendali

Variabel yang tidak terkendali pada penelitian ini terdiri atas:

a. Lingkungan (kondisi tanah dan iklim) tempat tumbuh daun Afrika

(Vernonia amygdalina)

b. Usia daun Afrika (Vernonia amygdalina)

c. Perlakuan terhadap daun Afrika (Vernonia amygdalina) selama tumbuh d. Lama penyimpanan daun Afrika (Vernonia amygdalina) sampai proses ekstraksi

e. Suhu penyimpanan daun Afrika (Vernonia amygdalina) sampai proses ekstraksi

f. Lama bahan coba sampai ke Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi

UNAIR

g. Suhu saat pengiriman dari bahan coba sampai ke Laboratorium Rumah

(43)

4.4.6 Definisi Operasional

Variabel Bebas

No Variabel Defenisi Operasional Satuan

(44)

Variabel Tergantung

No Variabel Defenisi Operasional Satuan Ukur Skala

Ukur

4.5 Metode Penatalaksanaan Penelitian

4.5.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah

1. Daun Afrika (Vernonia amygdalina) 2 kg yang dipetik dari Kelurahan Hamdan, Medan, Sumatera Utara, Indonesia.

2. Etanol 70% sebanyak 6 liter (Kimia Farma, Indonesia)

3. Akuades 2 liter (Kimia Farma, Indonesia)

4. Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 (Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi, Surabaya, Indonesia)

5. Mueller Hinton Agar (Difco, USA)

6. NaCl 0,9% (Kimia Farma, Indonesia)

4.5.2 Alat Penelitian

1. Timbangan (Home Line, China)

(45)

3. Kertas perkamen 3 kajang

4. Blender (Panasonic, Japan)

5. Kapas 250gram (Bio Panca, Indonesia)

6. Kertas saring (Whatman no.42, England)

7. Aluminium foil 1 gulungan (Total Wrap, Indonesia)

8. Perkolator

9. Erlenmeyer (Pyrex, USA)

10. Vacuum rotary evaporator (Stuart, 2010) 11. Electronic balance (Sartorius, Germany)

12. Autoklaf (Tomy, Japan)

13. Densichek (bioMérieux, USA)

14. Vortex (Stuart, Japan)

15. Inkubator CO2 (Sanyo, Japan)

16. Mikropipet (Gilson, France)

17. Piring petri (Pyrex, Japan)

18. Ose dan spiritus

19. Kaca pembesar (Ootsuka ENV-CL, Japan)

4.5.3 Prosedur Penelitian

4.5.3.1 Pembuatan ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina)

Proses pembuatan ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) dilakukan berdasarkan Standart Operasional Laboratorium Obat Tradisional Fakultas

Farmasi USU dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pembuatan simplisia

Daun Afrika (Vernonia amygdalina) dipetik dan ditimbang sebanyak 2 kg (Gambar 6). Daun Afrika dicuci dengan air mengalir, kemudian dikeringkan di dalam

lemari pengering dengan suhu 40oC (Gambar 7). Daun Afrika dikatakan sudah mengering apabila daun diremas akan mudah hancur. Daun Afrika (Vernonia amygdalina) yang telah dikeringkan kemudian ditimbang kembali dan diperoleh 300

(46)

dengan menggunakan blender (Gambar 8) dan didapat serat-serat halus (simplisia)

daun Afrika (Gambar 9).

b. Proses destilasi sederhana etanol

Letakkan etanol 96% dalam labu destilasi kemudian dipanaskan dengan

pemanas (heater) yang berada dalam wadah berisi air. Etanol dipanaskan hingga mencapai titik didih etanol yaitu 78oC. Pada suhu 78oC etanol mulai mendidih dan menguap. Uap etanol akan naik ke pendingin (kondensor) spiral, sedangkan uap air

berubah menjadi embun dan jatuh kembali ke labu didih. Uap etanol yang berada

dalam pendingin diembunkan/didinginkan hingga menjadi cair dan ditampung di

dalam labu destilat. Proses destilasi etanol ini akan terus berlangsung hingga kadar

etanol dalam labu destilasi habis dan hanya akan menyisakan air. (Gambar 10)

c. Pengenceran etanol

Etanol 96% yang telah didestilasi ditambahkan dengan akuades hingga

mencapai 1 liter etanol 70% yang sesuai dengan rumus pengenceran yaitu

M1.V1 = M2.V2. Pengenceran dilakukan hingga mencapai volume etanol 70%

sebanyak 6 liter. (Gambar 11)

d. Proses maserasi

Sebanyak 300 gram serbuk simplisia diletakkan ke dalam bejana tertutup dan

direndam dengan etanol 70% selama 15 menit pada suhu 25oC (Gambar 12). e. Proses perkolasi

Perkolator disiapkan dengan cara meletakkan kapas secukupnya yang telah

dibasahi dengan etanol pada bagian dasar wadah perkolator, kemudian di atas kapas

tersebut diletakkan kertas saring sebanyak 2 lembar. Kemudian massa simplisia yang

telah direndam tersebut dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator di

mulai dari bagian tengah hingga ke tepi perkolator dengan hati-hati sambil sesekali

ditekan. Kemudian etanol 70% dituangkan ke dalam perkolator dan massa disaring

dengan lapisan kertas saring sampai cairan tersebut mulai menetes dan diatas

simplisia masih terdapat selapis cairan penyaring untuk mengetahui apakah

perkolator sudah berfungsi dengan baik. Kemudian perkolator ditutup dengan

(47)

Setelah 24 jam, perkulator dibuka kembali dan cairan dibiarkan menetes

dengan kecepatan 1 ml per menit atau 20 tetes per menit. Tambahkan berulang-ulang

etanol 70% secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas

simplisia dan diperoleh ekstrak cair.

f. Ekstrak cair (Gambar 14) diuapkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 40oC hingga konsistensi seperti madu (Gambar 15). Ekstrak yang telah kental tersebut ditimbang dengan timbangan analitik. Setelah itu ekstrak etanol daun Afrika

dimasukkan ke dalam botol kaca, lalu disimpan di tempat yang sejuk.

Gambar 6. Penimbangan daun Afrika 2 kg

Gambar 7. Pengeringan daun Afrika

Gambar 8. Daun Afrika yang sudah kering diblender

(48)

Gambar 13. Proses perkolasi

Gambar 14. Ekstrak cair daun Afrika

Gambar 12. Proses maserasi

Gambar 10. Proses destilasi etanol 96%

Gambar 11. Pengenceran etanol 96%

(49)

4.5.3.2 Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Dilusi

Proses pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) dilakukan berdasarkan Standart Operasional Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi UNAIR dengan langkah-langkah sebagai berikut:

4.5.3.2.1 Pembuatan Suspensi Bahan Uji

Ekstrak daun Afrika dalam pelarut etanol ditimbang menggunakan electronic balance dan massanya disesuaikan dengan konsentrasi yang diinginkan dengan cara dilarutkan dengan media Muller Hinton Broth (MHB). Ekstrak daun Afrika dalam

pelarut etanol dimulai dari konsentrasi 100% karena belum diketahui konsentrasi

ekstrak yang mampu menghambat pertumbuhan Porphyromonas gingivalis, jadi pengujian dimulai pada konsentrasi terbesar. Sediakan 6 tabung, pada tabung pertama

diberi 2 gr ekstrak kental daun Afrika ditambahkan 2 ml MHB kemudian dicampur dengan menggunakan vorteks sehingga didapatkan ekstrak etanol daun Afrika dengan

konsentrasi 100%. Kemudian dilakukan pengenceran berganda dengan cara

mengambil 1 ml dari konsentrasi ekstrak etanol daun Afrika 100% menggunakan

mikropipet dan diletakkan pada tabung kedua yang telah berisi 1 ml MHB untuk mendapatkan ekstrak etanol daun Afrika 50% (pengenceran berganda) kemudian

divorteks. Cara yang sama dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi 25%, 12,5%,

6,25%, dan 3,125% Masing-masing tersebut diberi label sesuai konsentrasinya.

4.5.3.2.2 Pembuatan Media Bakteri

Sebelum spesimen dibiakkan, terlebih dahulu dibuat media MHA. Sebanyak 34 gram MHA dilarutkan dalam 1 liter akuades kemudian dituangkan pada tabung reaksi (20 ml/tabung reaksi), lalu dipanaskan di atas tungku pemanas magnetik

sampai mendidih. Setelah masak, media disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit dengan tekanan 2 atm dan suhu 121oC, lalu disimpan dalam lemari pendingin. Jika akan digunakan, media dipanaskan kembali hingga mendidih lalu dituang ke dalam

petri. Kemudian media dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam untuk melihat

Gambar

Gambar                                                                                                         Halaman
Gambar 1.  Bakteri Porphyromonas gingivalis
Gambar 3. Prevalensi mikroorganisme yang terdeteksi pada gigi dengan infeksi                       endodontik primer disertai periodontitis apikalis akut dengan metode                      Polymerase Chain Reaction 36
Gambar 5. Bunga Vernonia amygdalina20
+7

Referensi

Dokumen terkait

SUSUNAN LAPORAN PENDAHULUAN 1. Pengertian 2. Etiologi 3. Tanda dan gejala / Manifestasi Klinis 4. Patofisiologi 5. Pathways 6. Pemeriksaan

Usia 6 bulan merupakan usia bayi memasuki tahap perkembangan, dimana bayi akan lebih banyak menggunakan aktifitas fisiknya, selain itu meningkatnya kemampuan bayi

[r]

Dalam penulisan ilmiah ini penulis menggunakan software Macromedia Flash MX 2004 yang sudah dikenal sebagai program animasi professional yang mudah digunakan dan sangat berdaya

[r]

Website toko buku Global ini juga dilengkapi dengan fasilitas pemesanan online, sehingga konsumen dapat mempersingkat waktu ketika melakukan pembelian. Dan memudahkan bagi toko

Seni Teater, termasuk di dalamnya teater tradisional bukan hasil kerja individu, tetapi merupakan hasil kreativitas bersama (kolektif) dengan beberapa awak pendukung pentas.

dengan kriptografi dan akan digunakan sebagai perumusan masalah serta tujuan dari penelitian ini. Tahap kedua : Kajian pustaka dilakukan dengan mengumpulkan