• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Anemia pada Pasien Kanker Kolorektal di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi Anemia pada Pasien Kanker Kolorektal di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 2

Rincian Biaya Penelitian

Besar biaya yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini adalah sebesar Rp.1.235.000.- dengan rincian berikut:

1. Persiapan Proposal

Biaya pembelian buku Rp.200.000,-

Tinta printer 2 kotak @ Rp.90.000,- Rp.180.000,-

Perbanyak proposal Rp. 30.000,-

Kertas A4 2 rim @ Rp.35.000,- Rp. 70.000,-

Internet Rp. 30.000,-

Fotokopi Rp. 20.000,-

Biaya tidak terduga Rp.200.000,-

2. Pengumpulan Data

Transportasi Rp.300.000,-

Izin Penelitian Rp. 75.000,-

3. Analisa Data dan Penyusunan Laporan Perbaikan

Penjilidan Rp.100.000,-

Penggandaan Laporan Penelitian Rp. 30.000,- Jumlah = Rp.1.235.000,-

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)

149 622371 P 33 11 Normal

150 585165 L 68 9.8 Anem ia Ringan

151 533661 P 30 12.1 Normal

152 611962 L 74 11.4 Normal

153 604162 L 57 9.5 Anem ia Ringan

154 597062 L 44 9.4 Anem ia Ringan

155 621762 L 52 9.5 Anem ia Ringan

156 590528 L 65 10.2 Normal

157 540130 L 69 10.7 Normal

158 548003 L 40 9.9 Anem ia Ringan

159 543174 L 68 9.6 Anem ia Ringan

160 582374 L 61 8 Anemia Sedang

161 606477 P 58 8.3 Anem ia Ringan

162 153126 P 74 10.5 Normal

163 593376 P 55 11.8 Normal

164 582475 P 42 12.2 Normal

165 588175 P 32 10.1 Normal

166 559865 P 48 4.9 Anem ia Berat

167 598360 P 63 7.7 Anemia Sedang

168 627838 L 76 8.2 Anem ia Ringan

169 568883 L 65 7.6 Anemia Sedang

170 623383 P 60 12.4 Normal

171 533885 P 72 8.5 Anem ia Ringan

(13)

Lampiran 7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(14)

Frequencies

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(15)

/TABLES=KlasifikasiAnemia BY Usia /FORMAT=AVALUE TABLES

/CELLS=COUNT ROW COLUMN TOTAL /COUNT ROUND CELL.

Usia * Klasifikasi Anemia Crosstabulation

(16)

tahun % within Usia 50.0% 50.0% 0.0% 0.0% 100.0%

/TABLES=KlasifikasiAnemia BY JenisKelamin /FORMAT=AVALUE TABLES

/CELLS=COUNT ROW COLUMN TOTAL /COUNT ROUND CELL.

Klasifikasi Anemia * Jenis Kelamin Crosstabulation

Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan

Klasifikasi Anemia

Normal

Count 41 39 80

% within Klasifikasi Anemia 51.3% 48.8% 100.0% % within Jenis Kelamin 45.1% 48.1% 46.5%

% of Total 23.8% 22.7% 46.5%

anemia ringan

Count 31 18 49

% within Klasifikasi Anemia 63.3% 36.7% 100.0% % within Jenis Kelamin 34.1% 22.2% 28.5%

% of Total 18.0% 10.5% 28.5%

anemia sedang

Count 16 22 38

(17)

% within Jenis Kelamin 17.6% 27.2% 22.1%

% of Total 9.3% 12.8% 22.1%

anemia berat

Count 3 2 5

% within Klasifikasi Anemia 60.0% 40.0% 100.0% % within Jenis Kelamin 3.3% 2.5% 2.9%

% of Total 1.7% 1.2% 2.9%

Total

Count 91 81 172

% within Klasifikasi Anemia 52.9% 47.1% 100.0% % within Jenis Kelamin 100.0% 100.0% 100.0%

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S., 2013. Distribusi Derajat Anemia pada Pasien Kanker Kolorektal di RSU Dr. Soedarso Pontianak tahun 2007-2011. Pontianak: Universitas Tanjungpura

American Cancer Society, 2014. Colorectal Cancer Facts & Figures 2014-2016.

Atlanta: American Cancer Society

American Cancer Society, 2014. What is Colorectal cancer. Available from: http://www.cancer.org/cancer/colonandrectumcancer/detailedguide/colorec

tal-cancer-what-is-colorectal-cancer [Accessed on 24 April 2015]

Bakta, I., 2013. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Corwin, E.J., 2001. Handbook of Pathophysiology. Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher

Depkes, 2014. Hilangkan Mitos Tentang Kanker. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Fahrizal, K., 2014. Hubungan Usia dan Status Nutrisi terhadap Kejadian Anemia pada Kanker Kolorektal. Semarang: Universitas Diponegoro

Globocan, 2012. All Cancers Estimated Incidence, Mortality, and Prevalence Worldwide in 2012. World Health Organization. Available from: http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer.aspx [Accessed on 22

April 2015]

Hingorani, M., dan Sebag-Montefiore, D., 2011. Oxford Desk Reference Oncology. United States: Oxford

Jemal, A., Bray, F., Center, M., et al., 2011. Global Cancer Statistics. CA Cancer J Clin volume 61: 64-90

Johns Hopkins Medicine Colon Cancer Centre, 2015. Colorectal Cancer Overview. Available from:

http://www.hopkinscoloncancercenter.org/CMS/CMS_Page.aspx?Current

(19)

Khanbhai, M., Shah, M., Cantanhede, G., Ilyas, S., dan Richards, T., 2014. The Problem of Anaemia in Patients with Colorectal Cancer. ISRN

Hematology volume 2014

Levin, B., Lieberman, D.A., dan McFatland, B., et al., 2008. Screening and Surveillance for the Early Detection of Colorectal Cancer and Adenomatous Polyps: A Joint Guidelines from the American Cancer Society, the US Multisociety Task Force on Colorectal Cancer and the American College of Radiology. CA Cancer J Clin volume 58: 130-160 Luluk, Q.A., 2010. Hubungan antara Derajat Anemia Sebagai Faktor Prediktif

Letak Tumor Pada Keganasan Kolorektal. Universitas Diponegoro.

Munoz, M., Gomez-Ramirez, S., Martin-Montanez, E., dan Auerbach, M., 2014.

Perioperative Anemia Management in Colorectal Cancer Patients: A Pragmatic Approach. World J Gastroenterol volume 20: 1972-1985 National Cancer Institute, 2006. Available from: www.cancer.org [Accessed on

21 April 2015]

National Health Institute, 2014. Available from:

www.nlm.nih.gov/medlineplus/colorectalcancer.html [Accessed on 25

April 2015]

Rahmianti, D., Bahaya Kanker Kolorektal. Readers Digest. Available from: http://www.readersdigest.co.id/sehat/info.medis/bahaya_kanker_kolorektal

/005/001/166 [Accessed on 21 April 2015]

Rizqhan, M., 2014. Hubungan Indeks Eritrosit dan Kadar Hemoglobin terhadap Lokasi Tumor pada Pasien Kanker Kolorektal. Semarang: Universitas Diponegoro

Smeltzer & Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Soebroto, I., 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta:

Bangkit

Sridianti, 2014. Efek Samping Kemoterapi Kanker Usus Besar. Available from:

(20)

Thankamma, Barrett, A., Hatcher, H., et al. 2011. Oxford Desk Reference Oncology. United States: Oxford

Tettamanti, M., Lucca, U., Gandini, F., et al. 2010. Prevalence, incidence and types of mild anemia in the elderly: the “Health and Anemia” population-based study. Available from :

http://www.haematologica.org/content/95/11/1849 [Accessed on 29

November 2015]

UNICEF, 2002. Prevention and control of nutritional anemia. UNICEF Regional for South Asia.

Unoviona, 2013. Kanker Usus Besar Diprediksi Meningkat. Kompas. Available from: http://health.kompas.com/read/2013/06/04/07514418/ [Accessed on

23 April 2015]

Wendy, Y.M., 2013. Carsinoma Colorektal. Available from:

http://yuhardika.com/2013/05/carsinoma-colorektal.html [Accessed on 22

April 2015]

WHO, 2014. Hilangkan Mitos Tentang Kanker. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

World Cancer Research Fund International, 2012. Colorectal Cancer Statistics. Available from:

http://www.wcrf.org/int/cancer-facts-figures/data-specific-cancers/colorectal-cancer-statistics [Accessed on 21 April 2015]

(21)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dijalankan seperti yang di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Prevalensi Anemia pada Pasien Kanker Kolorektal

Pasien kanker kolorektal

Kadar Hb pada

pasien kanker

kolorektal pada

Rekam Medik

Normal: > 10 gr/dl

Anemia : Anemia ringan: 8

10gr/dl

Anemia sedang:

5 – 8 gr/dl

Anemia berat: < 5

(22)

3.2. Definisi Operasional 1. Pasien kanker kolorektal

 Pasien kanker kolorektal dalam penelitian ini adalah semua pasien yang telah didiagnosa menderita kanker pada kolon atau rektum

dari Januari 2013 – Desember 2014.

 Cara pengukuran : Observasional (melihat data pasien kanker kolorektal yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik)

 Alat pengukuran : Rekam Medis

 Skala pengukuran : Nominal

2. Anemia

 Anemia dalam penelitian ini adalah kadar Hb yang rendah pada pasien kanker kolorektal yaitu kurang daripada 10 gr/dl.

 Cara pengukuran : Observasional (melihat data rekam medik pasien kanker kolorektal)

 Alat pengukuran : Rekam Medis

 Skala pengukuran : Ordinal

3. Derajat Anemia

 Derajat anemia dalam penelitian ini adalah tingkat keparahan anemia pada pasien kanker kolorektal.

 Cara pengukuran : Observasional (melihat data rekam medik pasien kanker kolorektal)

 Alat pengukuran : Rekam Medis

(23)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian berbentuk deskriptif yang dilakukan untuk

mengetahui prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal di RSUP Haji Adam

Malik, Medan. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah

secara cross sectional dimana pengumpulan data dilakukan pada saat tertentu.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Instalasi Rekam Medis di RSUP Haji Adam Malik di Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan

Augustus hingga November 2015. RSUP Haji Adam Malik dipilih menjadi

tempat dilakukan penelitian karena merupakan tempat rujukan dari berbagai

sarana pelayanan kesehatan di Medan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh pasien

kanker kolorektal yang didiagnosa dan dirawat di RSUP Haji Adam Malik,

Medan dari bulan Januari 2013 hingga bulan Desember 2014.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah data semua pasien yang didiagnosa kanker

(24)

Desember 2014 dengan besar sampel adalah sama dengan populasi (total sampling). Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah :-

1. Kriteria inklusi berupa semua rekam medik pasien kanker kolorektal yang

lengkap.

2. Kriteria eksklusi berupa data rekam medik yang tidak memiliki

kelengkapan dalam catatan berupa tulisan tidak jelas.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah berupa data sekunder yaitu Rekam Medik pasien kanker kolorektal di RSUP Haji Adam Malik, Medan. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara mengobservasi catatan Rekam Medik pasien yang telah

didiagnosa kanker kolorektal. Data rekam medik yang dijadikan sampel dalam

penelitian ini adalah data dari bulan Januari 2013 sampai dengan Desember 2014.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian yang digunakan adalah data rekam medis pasien kanker

kolorektal di RSUP Haji Adam Malik, Medan. Data yang dianalisa adalah :-

1. Identitas pasien

a. Nama atau Kode tertentu

b. Usia

c. Jenis kelamin

2. Kadar hemoglobin berdasarkan data yang tertulis pada rekam medik. Kadar

hemoglobin dapat dibagi menjadi:

a. Normal : > 10 gr/dl

b. Anemia : < 10 gr/dl

3. Derajat anemia berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik pasien

dapat dikategorikan sebagai berikut :

(25)

b. Anemia sedang : 5-8 gr/dl

c. Anemia berat : < 5 gr/dl

Setelah dilakukan pengumpulan data, semua data dicatat dan diolah dengan

menggunakan komputer, yang dianalisis dan dibuat dalam bentuk tabel distribusi

(26)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan yang berlokasi

di Jalan Bunga Lau No.17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan

Tuntungan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Sampel penelitian adalah semua pasien yang telah didiagnosa dengan

kanker kolorektal di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dari Januari 2013

sehingga Desember 2014. Selama periode tersebut didapatkan pasien kanker

kolorektal sebanyak 226 orang. Dari penelusuran di Instalasi Rekam Medis RSUP

H.Adam Malik Medan hanya didapatkan 172 catatan medik lengkap (79,1%), 54

tidak lengkap dan hilang (23,9%).

Data distribusi pasien kanker kolorektal berdasarkan jenis kelamin, usia

dan kadar Hb yang diperoleh dari rekam medis pasien-pasien kanker kolorektal di

RSUP Hj.Adam Malik tahun 2013-2014 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.1. Distribusi Pasien Kanker Kolorektal Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Kadar Hb

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 91 52.9

Perempuan 81 47.1

Total 172 100%

(27)

0-19 tahun 2 1.2

20-39 tahun 19 11.0

40-59 tahun 83 48.3

60-79 tahun 66 38.4

80-99 tahun 2 1.2

Total 172 100%

Kadar Hb

> 10 gr/dl 80 46.5

8-10 gr/dl 49 28.5

5-8 gr/dl 38 22.1

< 5 gr/dl 5 2.9

Total 172 100%

Total 172 100%

Berdasarkan tabel 5.1 di atas, distribusi pasien kanker kolorektal

berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa kanker kolorektal lebih sering

terjadi pada laki-laki sebanyak 91 orang (52,9%) dibandingkan wanita sebanyak

81 orang (47,1%). Sedangkan distribusi pasian kanker kolorektal berdasarkan usia

menunjukkan bahwa kanker kolorektal paling sering terjadi pada rentang usia

40-59 tahun seramai 83 orang (48,3%), diikuti oleh golongan usia 60-79 tahun

sebanyak 66 orang (38,4%). Seterusnya adalah dari golongan 20 hingga 39 tahun

dengan jumlah 19 orang (11%). Golongan yang paling sedikit didiagnosa dengan

kanker kolorektal adalah antara usia 0 sehingga 19 tahun dan golongan usia 80

hingga 99 tahun yaitu sebanyak 2 orang (1,2%). Berdasarkan tabel 5.1 diatas

dapat diketahui bahwa sebanyak 92 pasien kanker kolorektal (53,5%) dari jumlah

(28)

pasien kanker kolorektal lebih banyak mengalami anemia ringan yaitu sebanyak

49 orang (28,5%) diikuti anemia sedang dengan jumlah 38 orang (22,1%).

Seramai 80 orang (46,5%) pasien kanker kolorektal tidak mengalami anemia dan

hanya 5 orang (2,9%) yang mengalami anemia berat.

Tabel 5.2. Distribusi Pasien Kanker Kolorektal Yang Mengalami Anemia Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari tabel 5.2 di atas dapat kita lihat bahwa pasien laki-laki sebanyak 50

orang (54,3%) lebih banyak mengalami anemia dibandingkan dengan pasien

perempuan sebanyak 42 orang (45,7%). Berdasarkan derajat anemia, pasien

kanker kolorektal perempuan sebanyak 18 orang (19,6%) mengalami anemia

ringan, 22 orang (23,9%) dengan anemia sedang dan 2 pasien lainnya (2,2%)

dengan anemia berat. Sedangkan pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 31 orang (33,7%) mengalami anemia ringan, 16 orang (17,4%) dengan

anemia sedang dan 3 orang (1,7%) mengalami anemia berat.

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Perempuan Anemia ringan 18 19.6

Anemia sedang 22 23.9

Anemia berat 2 2.2

Total 42 45.7%

Laki-laki Anemia ringan 31 33.7

Anemia sedang 16 17.4

Anemia berat 3 3.3

Total 50 54.3%

(29)

Tabel 5.3. Distribusi Pasien Kanker Kolorektal Yang Mengalami Anemia Berdasarkan Usia

Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat kita lihat pasien kanker kolorektal yang

lebih banyak menderita anemia berdasarkan kelompok usia adalah pasien yang

berusia 40-59 tahun sebanyak 45 orang (48,9%), diikuti pasien yang berusia

60-79 tahun sebanyak 39 orang (42,4%). Pasien kanker kolorektal yang sedikit

mengalami anemia berdasarkan usia adalah pasien yang berada dalam rentang

(30)

usia 20-39 tahun sebanyak 7 orang (7,6%) dan 80-99 tahun sebanyak 1 pasien

(1.1%). Dari segi derajat anemia pula pasien dengan rentang usia 60-79 tahun

sebanyak 22 orang (23,9%) mengalami anemia ringan, diikuti anemia sedang

paling banyak terjadi pada pasien dengan rentang usia 40-59 tahun yaitu sebanyak

19 orang (20,7%), sedangkan anemia berat paling banyak terjadi pada pasien

dengan rentang usia 40-59 tahun sebanyak 5 orang (5,4%).

5.2. Pembahasan

Dari hasil penelitian ini, didapatkan hasil distribusi frekuensi terbesar

penderita kanker kolorektal di RSUP Haji Adam Malik Medan adalah jenis

kelamin laki-laki 91 orang (52,9%). Sisanya sebanyak 81 orang (467,1%) adalah

penderita perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Aisyah

(2013) dimana didapatkan proporsi laki-laki lebih tinggi sebesar 52,8%

dibandingkan perempuan 47,2%.

Selain itu, berdasarkan penelitian ini diperoleh distribusi pasian kanker

kolorektal berdasarkan usia menunjukkan bahwa kanker kolorektal paling sering

terjadi pada rentang usia 40 hingga 59 tahun. Sedangkan menurut penelitian

Aisyah (2013) distribusi pasian kanker kolorektal berdasarkan usia menunjukkan

bahwa kanker kolorektal paling sering terjadi pada rentang usia 62 hingga 70

tahun. Manakala berdasarkan American Cancer Society tahun (2014) juga

menyatakan bahwa tingkat kejadian kanker kolorektal 50 kali lebih tinggi pada

orang yang berusia 60-79 dibandingkan pada mereka yang lebih muda dari 40.

Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 172 pasien kanker kolorektal,

sebanyak 92 pasien (53,5%) mengalami anemia baik itu anemia ringan hingga

anemia berat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

oleh Khanbai (2014) yang mengatakan bahwa dijumpai prevalensi anemia pada

pasien kanker kolorektal sebanyak 51%. Berdasarkan penelitian ini dijumpai

pasien dengan anemia ringan sebanyak 49 pasien (28,5%), anemia sedang

sebanyak 38 pasien (22,1%) dan anemia berat sebanyak 5 pasien (2,9%).

Sedangkan 80 pasien (46,5%) memiliki kadar hemoglobin dalam rentang yang

(31)

juga hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Luluk (2010) dimana

ditemukan hasil persentase pasien kanker kolorektal yang mengalami anemia

ringan lebih tinggi yaitu seramai 79 pasien (69,9%) dan sisanya 34 pasien (30,1%)

mengalami anemia sedang dan berat.

Dari hasil penelitian ini, pasien kanker kolorektal yang lebih sering

mengalami anemia berdasarkan jenis kelamin di RSUP Haji Adam Malik Medan

dari tahun 2013 sehingga tahun 2014 adalah pasien laki-laki sebanyak 50 pasien

(54,3%) dibandingkan pasien perempuan sebanyak 42 orang (45,7%). Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Aisyah (2103) dimana

dijumpai pasien kanker kolorektal laki-laki lebih banyak menderita anemia

sebanyak 36 orang (53,7%) dibandingkan pasien perempuan sebanyak 31 orang

(46,3%).

Berdasarkan derajat anemia, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

anemia ringan lebih dominan terjadi pada pasien laki-laki yaitu sebanyak 31

pasien (33,7%). Sedangkan anemia sedang lebih dominan terjadi pada pasien

perempuan yaitu sebanyak 22 pasien (23,9%). Hasil penelitian ini sama dengan

penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Aisyah (2013) di RSU Dr.Soedarso

Pontianak yang menyatakan bahwa anemia ringan lebih sering terjadi pada

laki-laki (48,6%), sedangkan anemia derajat sedang lebih sering terjadi pada wanita

sebesar (30,3%).

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pasien kanker kolorektal yang

lebih banyak menderita anemia berdasarkan kelompok usia adalah pasien yang

berusia 40-59 tahun sebanyak 45 orang (48,9%), diikuti pasien yang berusia

60-79 tahun sebanyak 39 orang (42,4%). Pasien kanker kolorektal yang sedikit

mengalami anemia berdasarkan usia adalah pasien yang berada dalam rentang

usia 20-39 tahun sebanyak 7 orang (7,6%) dan 80-99 tahun sebanyak 1 pasien

(1.1%). Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat kita lihat bahwa pasien kanker

kolorektal dengan usia lebih tua lebih banyak mengalami anemia. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Luluk (2010) yang menyatakan bahwa

pada populasi umum, anemia lebih sering terjadi seiring dengan bertambahnya

(32)

Dari segi derajat anemia berdasarkan usia pada pasien kanker kolorektal di

RSUP H.Adam Malik Medan dari tahun 2013 sehingga tahun 2014 diketahui

bahwa anemia ringan lebih banyak terjadi pada pasien yang berusia 60-79 tahun

yaitu sebanyak 22 pasien (23,9%), diikuti anemia sedang lebih banyak terjadi

pada usia 40-59 tahun yaitu sebanyak 19 pasien (20,7%) dan anemia berat lebih

banyak terdapat pada pasien usia 40-59 tahun yaitu sebanyak 5 pasien (5,4%).

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh

Aisyah (2013), dimana dalam penelitiannya dinyatakan bahwa pasien kanker

kolorektal dengan usia lebih tua lebih banyak mengalami anemia dan didapatkan

bahwa anemia derajat berat paling banyak dialami oleh pasien kanker kolorektal

dengan rentang usia 71-80 tahun. Bagaimanapun, Tettamanti (2010) menyatakan

bahwa tidak banyak alasan yang menyatakan bahwa usia tua dengan kanker

kolorektal lebih sering mengalami anemia dibandingkan dengan usia muda. Hal

ini diperkirakan karena orang usia tua lebih toleran terhadap gejala tersembunyi

(33)

BAB 6 KESIMPULAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal di

RSUP H. Adam Malik Medan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebanyak 92 pasien kanker kolorektal (53,5%) mengalami anemia

baik, anemia ringan hingga anemia berat.

2. Pasien kanker kolorektal sebanyak 80 orang (46,5%) mempunyai

kadar Hb yang normal yaitu lebih daripada 10 gr/ dl dan sebanyak 92

pasien (53,5%) mempunyai kadar Hb yang kurang dari 10 gr/dl.

3. Derajat anemia yang paling banyak dialami oleh pasien kanker

kolorektal adalah anemia ringan sebanyak 49 pasien (28,5%).

4. Anemia ringan lebih sering terjadi pada pasien kanker kolorektal

laki-laki, sedangkan anemia sedang lebih sering terjadi pada pasien kanker

kolorektal wanita.

5. Anemia ringan paling banyak terjadi pada pasien kanker kolorektal

dengan rentang usia 60-79 tahun, anemia berat paling banyak terjadi

pada pasien kanker kolorektal dengan rentang usia 40-59 tahun.

6.2. Saran

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti hubungan antara

derajat anemia dengan usia, jenis kelamin dan lokasi kanker pada

pasien kanker kolorektal.

2. Perlu ditingkatkan kewaspadaan dan perhatian khusus terhadap pasien

kanker kolorektal dengan status nutrisi yang kurang, dan mengingat

adanya resiko tinggi terjadi anemia.

3. Diharapkan peran aktif instansi kesehatan untuk memperkenalkan dan

memberikan infromasi kepada masyarakat mengenai tanda dan gejala

kanker kolorektal untuk meningkatkan kewaspadaan dan deteksi dini

(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Kolorektal 2.1.1. Definisi

Kanker kolorektal adalah kanker yang dimulai dari bagian kolon atau rektum (American Cancer Society, 2014). Kanker kolorektal terjadi ketika tumor

terbentuk pada lapisan usus besar (National Institute of Health, 2013).

Pertumbuhan awal jaringan tumor terjadi dalam bentuk non polip kanker sebelum

berkembang menjadi kanker pada lapisan dalam kolon dan rektum (American

Cancer Society, 2014). Sebagian besar terdapat di kolon ascendens (30%), diikuti

oleh kolon sigmoid (25%), rektum (20%), kolon descendens (15%) dan kolon

transversum (10%) (Gambar 2-1) (John Hopkins Medicine Colon Cancer Centre,

2015).

Gambar 2.1 Letak kanker kolorektal

(Sumber: John Hopkins Medicine Colon Cancer Centre, 2015).

2.1.2. Klasifikasi Kanker Kolorektal

Sistem TNM yang dikembangkan oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC) adalah yang paling banyak digunakan, dan dianggap paling tepat

(35)

usus besar, N singkatan keterlibatan kelenjar getah bening, dan M mengacu pada

metastasis, atau apakah kanker telah menyebar ke bagian tubuh lainnya (John

Hopkins Medicine Colon Cancer Centre, 2015).

Tabel 2.1 Perbandingan klasifikasi TNM dan Dukes

(Sumber: John Hopkins Medicine Colon Cancer Centre, 2015)

Kunci Staging TNM

Primary tumor (T)

o TX - primary tumor cannot be assessed

o T0 - no evidence of primary tumor

o Tis - carcinoma in situ: intraepithelial or invasion of lamina propria

o T1 - tumor invades submucosa

o T2 - tumor invades muscularis propria

o T3 - tumor invades through muscularis propria into subserosa or

into nonperitonealized pericolic or perirectal tissues

o T4 - tumor directly invades other organs or structures and/or

perforates visceral peritoneum

Regional Lymph Nodes (N)

o NX - regional lymph nodes cannot be assessed

(36)

o N1 - metastatis in one to three regional lymph nodes

o N2 - metastatis in four or more regional lymph nodes

Distant Metastases (M)

o MX - distant metastatis cannot be assessed

o M0 - no distant metastatis

o M1 - distant metastatis

Klasifikasi menurut Dukes’ (Astler-Coller modification)

Stage A tumors invade through the muscularis mucosae into the submucosa but do not reach the muscularis propria

Stage B1 tumors invade into the muscularis propria

Stage B2 tumors completely penetrate the smooth muscle layer into the serosa

Stage C tumors encompass any degree of invasion but are defined by regional lymph node involvement

Stage C1 tumors invade the muscularis propria with fewer than four positive nodes

Stage C2 tumors completely penetrate the smooth muscle layer into the serosa with four or more involved nodes

Stage D lesions with distant metastases

Carcinoma in situ

(may be referred to as high grade dysplasia) –

intramucosal carcinoma that does not penetrate the

muscularis mucosae

Tabel 2.2 Klasifikasi stadium menurut Dukes

(Sumber: John Hopkins Medicine Colon Cancer Centre, 2015)

2.1.3. Epidemiologi

Kanker kolorektal adalah kanker ketiga yang paling umum pada pria ( 746.000 kasus, 10,0 %) dan yang kedua pada wanita (614.000 kasus , 9,2 %) di seluruh

dunia (Globocan, 2012). Menurut Jemal A et al. CA Cancer J Clin 2011; 61:69–

(37)

ini adalah karena perbedaan diet dan paparan lingkungan (Hingorani, M., &

Sebag-Montefiore, D., 2011).

Pada tahun 2012, ada 14,1 juta kasus kanker baru, 8.2 juta kematian dan 32,6

juta orang yang hidup dengan kanker (dalam 5 tahun didiagnosis) di seluruh dunia

(Globocan, 2012). Kanker kolorektal lebih sering dijumpai pada laki-laki

berbanding perempuan dengan rasio 1.2:1 (Hingorani, M., & Sebag-Montefiore,

D., 2011).

Di Indonesia sendiri, kanker kolorektal menempati urutan kanker nombor tiga

paling banyak ditemui setelah kanker payudara dan kanker paru. Berdasarkan

estimasi Globocan tahun 2012, insidens kanker kolorektal di Indonesia adalah

sebesar 16 per 100.000 laki-laki yang menempati urutan kedua pada laki-laki

setelah kanker paru.

2.1.4. Faktor Risiko

Berdasarkan American Cancer Society tahun (2014) ada banyak faktor yang diketahui yang dapat meningkatkan atau mengurangkan risiko kanker kolorektal.

Terdapat beberapa faktor yang dapat dimodifikasi dan juga faktor yang tidak

dapat dimodifikasi. Antara faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk

riwayat peribadi, riwayat kanker kolorektal di keluarga atau polip adenomatous

dan riwayat Inflammatory bowel disease. Studi epidemiologi juga telah mengidentifikasi banyak faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Ini termasuk

aktivitas fisik, obesitas, tingginya konsumsi daging merah/diproses, merokok dan

konsumsi alkohol (American Cancer Society, 2014).

 Keturunan dan riwayat keluarga

Seseorang dengan orang tua, saudara atau anak yang memiliki kanker

kolorektal memiliki 2 sampai 3 kali risiko mengembangkan penyakit

dibandingkan dengan individu yang tidak mempunyai riwayat kanker

kolorektal di keluarga (American Cancer Society, 2014). Jika terdapat

riwayat keluarga yang didiagnosis pada usia muda atau jika ada sahli

(38)

sampai 6 kali. Sekitar 20% dari semua pasien kanker kolorektal memiliki

saudara dengan riwayat kanker kolorektal. Dan sekitar 5% dari pasien

kanker kolorektal mempunyai sindrom genetik yang menyebabkan

penyakit ini. Yang paling umum adalah Lynch syndrome (juga dikenal sebagai hereditary non-polyposis colorectal cancer) (American Cancer Society, 2014). Meskipun individu dengan sindrom Lynch cenderung juga

untuk berbagai jenis kanker lain, risiko kanker kolorektal adalah tertinggi.

Familial adenomatous polyposis (FAP) adalah faktor predisposisi sindrom genetik yang paling umum dan ditandai dengan perkembangan ratusan

hingga ribuan polip kolorektal pada individu yang terkena. Tanpa

intervensi, risiko seumur hidup kanker kolorektal mendekati 100% pada

usia 40 (American Cancer Society, 2014).

 Riwayat kesehatan pribadi

Riwayat polip adenomatous adalah salah satu penyebab yang

meningkatkan risiko kanker kolorektal. Hal ini terutamanya apabila ukuran

polip besar atau jika lebih dari satu. Seseorang dengan Inflammatory bowel disease, kondisi dimana terjadi peradangan usus selama jangka waktu yang panjang, memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker kolorektal

(American Cancer Society, 2014). Inflammatory bowel disease yang paling umum adalah Ulcerative colitis dan penyakit Crohn (American Cancer Society, 2014).

 Faktor risiko perilaku

 Aktifitas fisik

Sebuah tinjauan literatur ilmiah telah menemukan bahawa seorang

yang aktif dari segi fisik mempunyai risiko 25% lebih rendah

terkena kanker usus berbanding seseorang yang tidak aktif.

Sebaliknya pada pasien kanker kolorektal yang kurang aktif

mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi berbandingkan

(39)

 Obesitas

Obesitas atau kegemukan dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi

terjadinya kanker kolorektal pada laki-laki dan kanker usus pada

perempuan (American Cancer Society, 2014). Obesitas perut

(diukur keliling pinggang) merupakan faktor risiko yang lebih

penting berbanding obesitas keseluruhan baik pada laki-laki dan

perempuan (American Cancer Society, 2014).

 Diet

Konsumsi daging merah atau daging diproses secara berlebihan

akan meningkatkan risiko terjadinya kanker di usus besar dan

juga rektum. Alasan untuk ini belum jelas tetapi mungkin terkait

dengan karsinogen (zat penyebab kanker) yang terbentuk ketika

daging merah dimasak pada suhu yang tinggi selama jangka

waktu yang panjang atau aditif nitrit yang digunakan untuk

pengawetan (American Cancer Society, 2014).

 Merokok

Pada bulan November 2009, International Agency for Research on Cancer melaporkan bahawa ada bukti yang cukup untuk menyimpulkan bahawa tembakau dalam rokok dapat menyebabkan

kanker kolorektal. Asosiasi tampaknya lebih kuat pada rektum dari

kanker kolon (American Cancer Society, 2014).

 Alkohol

Kanker kolorektal dikaitkan dengan konsumsi alkohol berat dan

sedang. Seseorang yang mempunyai purata hidup dengan konsumsi

alkohol 2 hingga 4 minuman per hari memiliki risiko 23% lebih

tinggi terkena kanker kolorektal dibandingkan dengan mereka yang

mengkonsumsi 1 minuman per hari (American Cancer Society,

(40)

2.1.5. Patofisiologi

Kanker kolorektal khususnya, memiliki hubungan terhadap kondisi feses dari individu, serta riwayat penyakit yang diderita, dimana kondisi tersebut

merupakan dampak dari faktor risiko yang ada pada individu seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya. Tanda awal kanker pada kolon dan rektum adalah adanya

riwayat riwayat polip pada seseorang individu. Massa dari jaringan yang

menonjol pada lumen usus adalah dikenal sebagai polip (Smeltzer & Bare, 2002).

Apabila terdapat polip yang tidak diatasi atau dilakukan intervensi, maka ia dapat

berubah menjadi sesuatu maligna. Polip yang telah berubah menjadi ganas

tersebut akan menyerang dan menghancurkan sel yang normal dan meluas di

jaringan sekitarnya.

Manusia pada dasarnya memiliki zat karsinogen atau zat pemicu kanker pada

tubuh. Efek karsinogen akan semakin meningkat apabila mendapat penyebab

kanker dari luar. Corwin (2001) menyatakan, kurangnya asupan antioksidan

dengan minimnya konsumsi buah dan sayuran yang mengandung antioksidan

(seperti vitamin E dan vitamin C) dapat mengurangi perlindungan sel terhadap

efek karsinogen. Buah dan sayuran yang segar memiliki enzim aktif yang dapat

memelihara dan meningkatkan pertumbuhan sel yang sehat.

Antara hal yang dapat memicu terjadinya kanker kolon adalah kondisi feses

yang yang kurang baik. Aktivitas atau olahraga yang kurang teratur dapat

mengakibatkan feses menjadi lebih lama berada di kolon atau rektum, terlebih

jika individu melakukan diet rendah serat. Kondisi ini dapat mengakibatkan

toksin yang terdapat dalam feses mencetuskan pertumbuhan sel kanker (Corwin,

2001). Selain itu, feses yang mengandung banyak lemak juga dapat memicu

pertumbuhan sel kanker. Tingginya lemak dalam feses diakibatkan oleh

konsumsi tinggi lemak seperti daging. Feses yang mengandung banyak lemak

dapat mengubah flora dalam feses menjadi bakteri Clostridia & Bacteriodes

yang mempunyai enzim 7-alfa hidroksilase yang mencerna asam menjadi asam

(41)

Massa kanker yang terdapat pada kolon ataupun rektum akan menyebabkan

terjadinya sumbatan atau obstruksi, yang mengakibatkan evakuasi feses yang

terhambat atau tidak lengkap setelah defekasi (Corwin, 2001). Komplikasi lebih

lanjutnya ialah konstipasi, distensi atau nyeri abdomen, hingga feses berdarah.

Apabila massa kanker ini tidak dideteksi sejak dini dan dibiarkan, maka besar

kemungkinan sel kanker akan melakukan metastasis. Metastasis pada sel kanker

kolorektal terdiri dari penyebaran langsung, penyebaran limfogen, dan

hematogen.

2.1.6. Gejala klinis

Sekitar 5-20% kasus kanker adalah asimptomatik dan didiagnosa selama

proses skrining (American Cancer Society, 2014). Kanker dengan gejala

obstruksi dan perforasi mempunyai prognosis yang buruk (Hingorani, M. &

Sebag-Montefiore, D., 2011). Kanker kolorektal dini seringkali tidak

menunjukkan gejala, itulah sebabnya skrining sangat penting (American Cancer

Society, 2014).

Berdasarkan Oxford Desk Reference: Oncology tahun (2011) antara

gejala-gejala kanker kolorektal adalah seperti berikut:-

 Perdarahan rektal

Perdarahan rektal adalah keluhan utama yang penting dalam 20-50%

kasus kanker kolorektal. Pasien dengan perdarahan yang diamati dengan

satu atau lebih gejala dibawah harus segera dirujuk untuk pemeriksaan

selanjutya.

 Usia lanjut (>50 tahun)

 Perubahan pola buang air besar dan nyeri perut

 Positif tes FOB

 Feses dengan darah

(42)

Perubahan pola BAB sering dijumpai pada banyak pasien kanker

kolorektal sekitar 39-85%. Gejala dibawah meningkatkan probabiliti yang

mendasari kejadian kanker kolorektal.

 Perubahan pola BAB terutamanya pada pasien lanjut usia.

 Riwayat mencret darah atau lendir harus segera merujuk pendapat

spesialis

 Riwayat baru diare dengan frekuensi yang sering dan konsistensi

cair

 Nyeri perut

 Nyeri perut pada pasien kanker kolorektal mungkin tanda dari

obstruksi yang akan terjadi

 Nyeri kolik abdomen dengan gejala obstruksi lain seperti mual,

muntah harus segera diperiksa

 Gejala lain

 Kehilangan darah kronis; anemia defiensi besi, kelelahan, lesu ;

sering dijumpai pada tumor sisi kanan

 Massa abdomen

 Pada pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) mungkin

dijumpai massa yang dapat diraba pada kanker rektal

 Penurunan berat badan, kehilangan nafsu makan

2.1.7. Penegakan Diagnosa

 Anamnesa (Thankamma, A., Barrett, A., Hatcher, H., et al., 2011)

 Riwayat onset dan durasi gejala fokal dan sistemik

 Kenalpasti pasien dengan risiko obstruksi

 Riwayat keluarga dengan sindrom kanker kolorektal keturunan

(43)

 Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut,

apabila teraba menunjukan keadaan sudah lanjut. Massa di dalam

sigmoid lebih jelas teraba daripada masa di bagian lain kolon.

Fecal Occult Blood Test (FOBT), kanker maupun polip dapat

menyebabkan pendarahan dan tes FOB dapat mendeteksi adanya

darah pada tinja. Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari

dari mana sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau

bagian usus lainnya dengan pemeriksaan yang lain. Penyakit wasir

juga dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja. Tes Single-

stool sample pada FOBT (Fecal Occult Blood Test) hasilnya tidak

memuaskan sebagai skrining kanker kolorektal dan tidak

direkomendasikan (Levin, 2008).

Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat

berupa kabel seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat

petunjuk yang ada cahaya dan bisa diteropong. Alat ini

dimasukkan melalui lubang dubur kedalam rektum sampai kolon

sigmoid, sehingga dinding dalam rektum dan kolon sigmoid dapat

dilihat. Bila ditemukan adanya polip, dapat sekalian diangkat. Bila

ada masa tumor yang dicurigai kanker, dilakukan biopsi, kemudian

diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk menentukan ganas

tidaknya dan jenis keganasannya.

Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan

kabel yang lebih panjang, sehingga seluruh rektum dan usus besar

dapat diteropong dan diperiksa. Pemeriksaan ini dapat menunjukan

gambaran seluruh mukosa kolon dan rektum. Kolonoskopi

merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip

dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan

kolonoskopi adalah sebesar 94% (Depkes, 2006).

Double-contrast barium enema, adalah pemeriksaan radiologi

dengan sinar rontgen pada kolon dan rektum. Penderita diberikan

(44)

dalam rektum. Kemudian difoto. Dan dilihat seluruh lapisan

dinding dapat dilihat apakah normal atau ada kelainan (Hingorani,

M., & Sebag-Montefiore, D., 2011)

Digital Rectal Examination (DRE), adalah pemeriksaan yang

sederhana dan dapat dilakukan oleh semua dokter dengan

memasuki jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi

kedalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum.

Merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila ada tumor di

rektum akan teraba dan diketahui dengan pemeriksaan ini (Wendy,

Y.M., 2013).

2.1.8. Tatalaksana Kanker kolon

Kebanyakan orang dengan kanker usus besar akan memiliki beberapa jenis operasi untuk mengangkat tumor. Terapi adjuvant (pengobatan tambahan setelah operasi) juga dapat digunakan (American Cancer Society, 2014).

 Karsinoma in situ

Karsinoma in situ adalah kanker yang belum menyebar di luar

lapisan sel di mana ia mulai. Pembedahan untuk mengangkat

pertumbuhan sel abnormal dapat dilakukan dengan polypectomy

(pengangkatan polip) atau eksisi lokal menggunakan kolonoskop.

Reseksi segmen usus besar mungkin diperlukan jika tumor

terlalu besar untuk diangkat dengan eksisi lokal (American

Cancer Society, 2014).

 Tahap lokal

Tahap lokal mengacu pada kanker invasif yang telah menembus

dinding usus besar. Reseksi bedah untuk mengangkat kanker,

bersama-sama dengan usus di kedua sisi tumor dan kelenjar

getah bening di dekatnya, adalah pengobatan standar (American

Cancer Society, 2014).

(45)

Tahap regional adalah kanker yang telah tumbuh melalui dinding usus besar, serta kanker yang telah menyebar ke kelenjar getah

bening di dekatnya. Jika kanker hanya tumbuh melalui dinding

usus besar tetapi belum menyebar ke kelenjar getah bening

terdekat, reseksi bedah dari segmen usus yang mengandung

tumor mungkin satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan. Jika

kemungkinan kanker untuk kembali, karena penampilannya di

bawah mikroskop atau karena tumbuh menjadi jaringan lain,

terapi radiasi dan/atau kemoterapi juga mungkin dianjurkan. Jika

kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening terdekat, reseksi

bedah dari segmen usus yang mengandung tumor adalah

pengobatan pertama, biasanya diikuti dengan kemoterapi.

Perawatan kemoterapi berdasarkan obat fluorouracil (5-FU) telah

menunjukkan untuk peningkatkan kelangsungan hidup pada

pasien dengan stadium III terutama dengan mengurangi

kekambuhan. Terapi radiasi penyakit juga mungkin dianjurkan

jika kanker telah tumbuh menjadi jaringan yang berdekatan

(American Cancer Society, 2014).

Adjuvant (diberikan setelah operasi) kemoterapi atau radiasi

untuk kanker usus besar adalah efektif pada pasien usia 70 dan

lebih tua (lebih dari setengah dari semua pasien). Pasien yang

sehat seperti pasien yang lebih muda, obat-obatan tertentu

(misalnya, oxaliplatin) dapat dihindari untuk membatasi

toksisitas (American Cancer Society, 2014).

 Tahap distant

Pada tahap ini, kanker telah menyebar ke organ jauh dan

jaringan, seperti hati, paru-paru, peritoneum (selaput perut), atau

ovarium. Ketika operasi dilakukan, tujuannya biasanya untuk

menghilangkan atau mencegah penyumbatan usus dan mencegah

komplikasi lokal lainnya. Jika hanya ada beberapa metastasis ke

(46)

tumor usus besar, bisa menjadi pilihan. Operasi tidak

direkomendasikan untuk semua pasien. Kemoterapi dan radiasi

dapat diberikan sendiri atau dalam kombinasi untuk mengurangi

gejala dan memperpanjang kelangsungan hidup (American

Cancer Society, 2014).

Kanker rektum

Pembedahan adalah pengobatan utama untuk kanker rektum, dengan pengecualian pada beberapa pasien. Perawatan tambahan, seperti kemoterapi dan

radiasi, sering digunakan sebelum operasi (terapi neoadjuvant) dan/atau setelah

operasi (terapi adjuvant) untuk mengurangi risiko kekambuhan dan metastasis.

Obat kemoterapi yang digunakan dalam pengobatan kanker rektum adalah sama

dengan yang digunakan untuk kanker usus besar (American Cancer Society,

2014).

 Karsinoma in situ

Membuang pertumbuhan sel abnormal adalah tujuan utama.

Pilihan pengobatan termasuk polypectomy (pengangkatan polip), eksisi lokal, atau reseksi rektum. Tidak ada pengobatan

lanjut diperlukan (American Cancer Society, 2014).

 Tahap lokal

Pada tahap ini, kanker telah tumbuh melalui lapisan pertama

dari rektum ke lapisan yang lebih dalam, namun belum

menyebar di luar dinding rektum. Beberapa kanker dubur kecil

lokal dapat diobati dengan pembedahan melalui anus, tanpa

insisi perut. Untuk kanker dekat dengan anus, operasi mungkin

memerlukan pembedahan anus dan otot sfingter, sehingga

kolostomi permanen diperlukan (American Cancer Society,

2014).

 Tahap regional

Jika kanker telah menyebar melalui dinding rektum ke jaringan

(47)

kemoterapi sering diberikan bersamaan sebelum operasi,

kemoterapi tambahan sering diberikan setelah operasi

(American Cancer Society, 2014).

 Tahap distant

Pada tahap ini, kanker telah menyebar ke organ dan jaringan,

seperti hati atau paru-paru. Kanker dapat diatasi dengan

pembedahan tumor bersama dengan perawatan yang lain. Jika

tidak, operasi, kemoterapi, dan/atau terapi radiasi dilakukan

untuk meringankan, memperlambat, atau mencegah gejala dan

memperpanjang hidup (American Cancer Society, 2014).

Kolostomi

Kolostomi adalah sebuah prosedur bedah untuk membuat pembukaan di

antara usus besar dan bagian luar perut untuk memungkinkan

pengosongan tinja ke dalam kantung penampung, meskipun rektum telah

dihapus. Ketika bagian dari usus besar atau rektum dioperasi, ahli bedah

biasanya dapat menghubungkan bagian-bagian yang sehat, yang

memungkinkan pasien untuk mengeliminasi limbah secara normal.

(American Cancer Society, 2014).

(48)

2.2. Anemia 2.2.1. Definisi

Menurut WHO tahun (2011) anemia adalah satu kondisi di mana jumlah sel darah

merah atau kapasitas pembawa oksigen tidak mencukupi untuk memenuhi

kebutuhan fisiologis, yang bervariasi menurut umur, jenis kelamin, ketinggian,

merokok, dan status kehamilan.

Kekurangan zat besi diperkirakan menjadi penyebab paling umum dari anemia

secara global, meskipun kondisi lain, kekurangans eperti folat, vitamin B12, dan

vitamin A, peradangan kronis, infeksi parasit, dan kelainan bawaan semua dapat

menyebabkan anemia (World Health Organization, 2011).

Beberapa hal yang menyebabkan kekurangan darah (Yatim, F., 2012) :

a. Kekurangan konsentrasi Hemoglobin (Hb)

b. Berkurangnya Hematokrit (Ht)

c. Jumlah sel darah merah berkurang

2.2.2. Kategori Anemia

1) Tingkat keparahan pada anemia (Soebroto, I., 2010) :-

a. Normal : > 10 gr/dl

b. Anemia ringan : Kadar Hb 8 – 10 gr/dl

c. Anemia sedang : Kadar Hb 5 – 8gr/dl

d. Anemia berat : Kadar Hb < 5 gr/dl

2.2.3. Jenis-jenis Anemia

a. Anemia Defisiensi Zat Besi

Anemia akibat kekurangan zat besi. Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa

disebabkan karena banyak hal. Kurangnya zat besi pada orang dewasa

hampir selalu disebabkan karena perdarahan menahun, berulang-ulang

yang bisa berasal dari semua bagian tubuh (Soebroto, I., 2010).

(49)

Anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin C yang berat dalam

jangka waktu lama. Penyebab kekurangan vitamin C adalah kurangnya

asupan vitamin C dalam makanan sehari-hari. Salah satu fungsi vitamin C

adalah membantu penyerapan zat besi, sehingga jika terjadi kekurangan

vitamin C, maka jumlah zat besi yang diserap akan berkurang dan bisa

terjadi anemia (Soebroto, I., 2010).

c. Anemia Makrositik

Anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin B12 atau asam folat

yang diperlukan dalam proses pembentukan dan pematangan sel darah

merah, granulosit, dan platelet. Kekurangan vitamin B12 dapat terjadi

karena berbagai hal, salah satunya adalah karena kegagalan usus untuk

menyerap vitamin B12 dengan optimal (Soebroto, I., 2010).

d. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik terjadi apabila sel darah merah dihancurkan lebih cepat

dari normal. Penyebabnya kemungkinan karena keturunan atau karena

salah satu dari beberapa penyakit, termasuk leukemia dan kanker lainnya,

fungsi limpa yang tidak normal, gangguan kekebalan, dan hipertensi berat

(Soebroto, I., 2010).

e. Anemia Sel Sabit

Yaitu suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah

yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik (Soebroto, I.,

2010). Anemia sel sabit merupakan penyakit genetik yang resesif, artinya

seseorang harus mewarisi dua gen pembawa penyakit ini dari kedua orang

tuanya. Gejala utama penderita anemia sel sabit adalah:

1) Kurang energi dan sesak nafas

2) Mengalami penyakit kuning (kulit dan mata berwarna kuning)

3) Serangan sakit akut pada tulang dada atau daerah perut akibat

tersumbatnya pembuluh darah kapiler.

(50)

Terjadi apabila sumsum tulang terganggu, dimana sumsum merupakan

tempat pembuatan sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit),

maupun trombosit (Soebroto, I., 2010).

g. Anemia Penyakit Kronik

Anemia ini disebabkan oleh penyakit kronis tertentu, contohnya kanker

dan HIV/AIDS. Dapat mempengaruhi produksi sel darah merah,

menghasilkan anemia kronis. Gagal ginjal juga dapat menyebabkan

anemia (Soebroto, I., 2010).

2.2.4. Penyebab anemia

Penyebab timbulnya anemia antara lain adalah (Yatim, F., 2012) :- 1. Kegagalan sumsum tulang :

o Anemia aplastik (gangguan pembentukan sel darah merah

disertai gangguan pembentukan sel darah lain) dan anemia

aplastik sel darah merah yang murni.

o Kerusakan sumsum tulang seperti pada keganasan,

osteoporosis, dan myeloma fibrosis (jaringan sumsum

tulang digantikan jaringan fibrosis) seperti pada penyakit

ginjal kronis dan defisiensi vitamin D.

o Produksi hormon pankreas kurang seperti pada :

- Penyakit ginjal kronis

- Produksi kelenjar gondok kurang

- Kurang gizi terutama protein

- Peradangan kronis

- Mutasi hemoglobin hingga kurang kemampuan

mengikat oksigen.

2. Gangguan pematangan sel darah merah dan sel darah kurang efektif

pada :

o Pematangan sitoplasma sel terganggu karena :

- Kurang zat besi (Fe), talasemia

- Anemia sideroblastik

(51)

- Defisiensi vitamin B-12

- Defisiensi asam folat

- Kekurangan vitamin B-1

- Kelainan metabolisme asam folat

o Anemia hemolitik (sel darah merah cepat hancur)

- Gangguan hemoglobin

 Mutasi struktural

 Mutasi pembentukan pada sindroma talasemia

 Kelainan membran dari sel darah merah

 Kekurangan oksigen hingga merusak sel darah

merah

 Penyakit infeksi yang menimbulkan kerusakan

pada sel darah merah

2.2.5. Patofisiologi dan Gejala Anemia

Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia

apapun penyebabnya, apabila kadar Hb turun dibawah kadar tertentu. Gejala

umum anemia ini timbul karena (Bakta, I., 2013) :-

1. Anoksia organ target: karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat

dibawa oleh darah ke jaringan.

2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.

Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar Hb kurang dari 7g/dl. Berat

ringannya gejala umum anemia tergantung pada (Bakta, I., 2013) :-

a. Derajat penurunan Hb

b. Kecepatan penurunan Hb

c. Usia

(52)

Gejala anemia dapat dibagi menjadi tiga jenis gejala, yaitu (Bakta, I., 2013) :-

1. Gejala umum anemia atau sindroma anemia, timbul karena iskemia organ

target serta akibat kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar Hb. Gejala

ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan Hb sampai kadar

tertentu (<7g/dl). Sindroma anemia terdiri daripada rasa lemah, lesu cepat

lelah, telinga berdenging (tinnitus), kaki terasa dingin, sesak nafas dan

dyspepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat

pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah

kuku. Sindroma anemia tidak bersifat khusus karena dapat ditimbulkan

oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah

penurunan Hb yang berat (<7g/dl).

2. Gejala khas masing anemia. Gejala ini spesifik untuk

masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh (Bakta, I., 2013) :-

o Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah,

stomatitis angularis, dan kuku sendok

o Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada

defisiensi vitamin B12

o Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali

o Anemia aplastik : perdarahan dan tanda infeksi

3. Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang

menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia

tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang: sakit perut,

pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus

tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan seperti misalnya pada

(53)

Eritrosit / Haemoglobin menurun

Kapasitas angkut oksigen menurun

Anoksia organ target Mekanisme kompensasi tubuh

Gejala anemia

Gambar 2.2 Skema patofisiologi anemia (Sumber: Bakta, I., 2013)

2.2.6. Tatalaksana

Terapi untuk mengatasi keadaan gawat darurat (Bakta, I., 2013).

 Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung

maka harus segera diberikan terapi gawat darurat dengan transfusi sel

darah merah yang dimampatkan (packed red blood cell) untuk mencegah

perburukan payah jantung tersebut. Dalam keaadan sedemikian, spesimen

untuk pemeriksaan yang dipengaruhi oleh transfusi harus diambil terlebih

dahulu, seperti apusan darah tepi, bahan untuk pemeriksaan besi serum,

dan lain-lain.

Terapi khas untuk masing-masing anemia (Bakta, I., 2013).

 Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai. Misalnya, preparat

besi untuk anemia defisiensi besi, asam folat untuk defisiensi asam folat

(54)

Terapi untuk mengobati penyakit dasar (Bakta, I., 2013).

 Penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia harus diobati dengan baik.

Jika tidak, anemia akan kambuh. Misalnya, anemia defisiensi besi yang

disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti cacing

tambang. Akan tetapi, tidak semua penyakit anemia dapat dikoreksi,

seperti anemia yang bersifat familial atau herediter.

Terapi ex juvantivus (Bakta, I., 2013).

 Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika

terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya

dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada

(55)

2.3. Anemia pada Kanker Kolorektal

Anemia adalah salah satu gejala umum pada penyakit kanker kolorektal namun tidak semua pasien kanker kolorektal mengalami anemia. Jenis anemia

yang umumnya sering terjadi adalah anemia defisiensi zat besi (Fahrizal, K.,

2014). Patofisiologi terjadinya anemia merupakan kondisi yang multifaktorial,

selain karena reaksi imun dari keganasan, adanya perdarahan yang sedikit tetapi

kronis atau perdarahan akut pada keganasan traktus digestivus diduga menjadi

salah satu penyebab utama terjadinya anemia pada karsinoma kolorektal (Fahrizal,

K., 2014).

Perdarahan traktus digestivus juga merupakan penyebab tersering terjadinya

anemia defisiensi besi pada laki-laki dewasa dan urutan kedua pada wanita setelah

perdarahan menstruasi (Rizqhan, M., 2014). Pada anemia akibat perdarahan

kronik, jumlah perdarahan mungkin sedikit namun berlangsung dalam jangka

waktu yang lama. Anemia akibat perdarahan kronik jika tetap berlanjut dapat

menjadi anemia defisiensi besi (Rizqhan, M., 2014).

Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahawa anemia pada

pasien kanker kolorektal adalah tergantung kepada beberapa faktor. Antara faktor

yang bisa mempengaruhi keadaan anemia pada pasien kanker kolorektal adalah

lokasi lesi, usia, jenis kelamin dan juga penyakit kronis lain. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan di RSUP Dr.Kariadi menunjukkan hasil bahawa

pasien dengan lokasi tumor di kolon kiri dengan dijumpai dengan anemia derajat

ringan sedangkan anemia derajat sedang dan berat dijumpai pada pasien dengan

lokasi tumor di kolon kanan. Hal ini disebabkan karena tumor di kolon kanan

menyebabkan perdarahan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama (Rizqhan,

M., 2014).

Dari segi usia, anemia paling banyak dijumpai pada pasien dengan usia lanjut

berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUP Dr.Kariadi Semarang

(Aisyah, S., 2013). Menurut penelitian tersebut tidak ada alasan yang jelas

mengapa pasien usia tua dengan kanker kolorektal lebih sering mengalami anemia

(56)

Insidensi terjadinya anemia pada pasien kanker kolorektal adalah tinggi pada

pasien wanita berbanding pasien laki-laki. Hal ini adalah karena, wanita pada

umumnya memiliki cadangan besi yang lebih sedikit berbanding laki-laki dan

lebih banyak berkurang akibat menstruasi, yang menyebabkan wanita lebih

beresiko mengalami anemia (Aisyah, S., 2013). Faktor diet juga adalah salah satu

faktor yang berperan karena wanita lebih sedikit mengkonsumsi daging

berbanding laki-laki baik di Negara barat dan masyarakat tradisional (Aisyah, S.,

2013).

Selain itu anemia bisa juga menjadi efek samping perawatan kemoterapi

(Sridianti, 2015). Selama perawatan kemoterapi, sel-sel di sumsum tulang, saluran

pencernaan dan folikel rambut yang membelah dengan cepat dalam keadaan

normal juga merugikan. Hal ini dapat mengakibatkan myelosupresi atau

penurunan produksi sel darah (Sridianti, 2015). Efek kemoterapi pada jumlah sel

darah tergantung pada dosis dan jadwal obat. Sebuah jumlah hemoglobin rendah,

yang mengakibatkan anemia juga dapat disebabkan oleh efek dari pengobatan,

membuat pasien merasa lelah atau sesak napas. Ada juga kemungkinan jumlah

trombosit yang rendah, yang dapat menyebabkan mudah memar dan berdarah

(Sridianti, 2015).

Anemia pada pasien kanker akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap

kualitas hidup pasien akibat timbulnya kelelahan yang diinduksi oleh kanker

tersebut dan berpengaruh dalam proses terapi pasien. Penelitian yang telah

dilakukan di Norwegia menyatakan kejadian anemia preoperatif pada pasien

(57)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 .Latar Belakang

Kanker merupakan suatu penyakit yang dianggap sebagai masalah

besar di dunia. Setiap tahun dijumpai hampir 6 juta penderita baru yang

antaranya meninggal akibat kanker, dan peningkatan lebih cepat terjadi di

negara miskin dan berkembang (Depkes, 2014).

Di Indonesia prevalensi kanker juga cukup tinggi. Berdasarkan

data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi kanker di Indonesia

adalah 1,4 per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang (Depkes, 2014).

Kanker tertinggi di Indonesia pada perempuan adalah kanker payudara dan

kanker leher rahim. Sedangkan pada laki-laki adalah kanker paru dan

kolorektal (Depkes, 2014). Menurut World Cancer Research Fund

International (2014), kanker kolorektal merupakan kanker ketiga paling

umum diderita dengan hampir 1,4 juta kasus baru dijumpai pada tahun

2012. Berdasarkan jenis kelamin penderitanya diseluruh dunia, kanker

kolorektal menempati posisi kedua umum terjadi pada pria (746.000 kasus

atau sebesar 10% ) dan posisi ketiga pada wanita (614.000 atau kasus

9,2%) (Globocan, 2012).

Prevalensi kanker kolorektal yang semakin meningkat di seluruh

(58)

serius. Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia

(PGI) Profesor Marcellus Simadibrata mengatakan, kanker usus besar atau

kanker kolorektal merupakan penyumbang terbesar tingginya prevalensi

kanker saluran cerna (Unoviana, 2013). Di Indonesia sendiri, menurut data

Patologi Anatomi FKUI 2003-2007, jumlah pasien kanker kolorektal di

bawah usia 40 mencapai 28.17%. Bahkan prevalensinya diprediksi akan

meningkat di tahun-tahun mendatang (Rahmianti, D., 2014).

Terdapat banyak gejala yang dapat timbul akibat kanker kolorektal.

Gejala-gejala kanker kolorektal tergantung pada lokasi kanker, ukuran

kanker dan ada tidaknya metastasis. Salah satu manifestasi klinik penyakit

keganasan dengan prevalensi yang cukup tinggi pada pasien kanker

kolorektal adalah anemia (Fahrizal, K., 2014). Anemia pada kanker

kolorektal adalah disebabkan oleh pendarahan kronik dari saluran cerna

dan peradangan akibat keganasan yang diinduksi (Munoz, M., et al.,

2014). Anemia pada pasien kanker kolorektal sering dilaporkan dengan

prevalensi sebesar 51% (Khanbai, M., et al., 2014). Tingkat keparahan pada anemia dapat dikategorikan menjadi derajat ringan, derajat sedang,

derajat berat. (Soebroto, 2010). Anemia juga ditemukan sebagai faktor

yang mempengaruhi mortalitas pasien kanker kolorektal preoperatif

(Munoz, M., et al., 2014). Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini, yaitu untuk melihat prevalensi anemia pada

pasien kanker kolorektal di RSUP Hj.Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Salah satu manifestasi klinik penyakit keganasan dengan prevalensi yang

cukup tinggi pada pasien kanker kolorektal adalah anemia. Dari latar

belakang ini, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah

“Bagaimanakah prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal di RSUP

(59)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui

prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal di RSUP H.Adam

Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kadar Hb pada pasien kanker kolorektal di RSUP

H.Adam Malik Medan.

2. Mengetahui derajat anemia pada pasien kanker kolorektal di RSUP

H.Adam Malik Medan.

1.3.3. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pekerja medis dan

masyarakat tentang prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal.

2. Memberikan sumbangan informasi terhadap pengembangan ilmu

kedokteran yang berkaitan dengan kanker kolorektal dan juga anemia.

3. Dapat mengembangkan kemampuan dalam penelitian bagi penulis

(60)

ABSTRAK

Prevalensi kanker kolorektal yang semakin meningkat di seluruh dunia menjadikannya sebagai salah satu masalah kesehatan global yang sangat serius. Terdapat banyak gejala yang dapat timbul akibat kanker kolorektal. Salah satu manifestasi klinik penyakit keganasan dengan prevalensi yang cukup tinggi pada pasien kanker kolorektal adalah anemia. Anemia pada pasien kanker kolorektal sering dilaporkan dengan prevalensi sebesar 51%. Tingkat keparahan pada anemia dapat dikategorikan menjadi derajat ringan, derajat sedang, derajat berat.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dimana pengumpulan data dilakukan pada saat tertentu. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder dengan mengobservasi data di Rekam Medik pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahu prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal di RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2013 sehingga tahun 2014.

Dari 172 sampel yang diteliti, didapati mayoritas responden adalah laki-laki 91 orang (52,9%) dan sampel perempuan adalah 81 orang (47,1%). Sampel dari kategori umur 0 – 19 tahun adalah 2 orang (1,2%), 20 – 39 tahun adalah 19 orang (11,0%), 40-59 tahun adalah 83 orang (48,3%), 60-79 tahun adalah 66 orang (38,7%), dan kategori umur 80-99 tahun adalah 2 orang (1,2%). Prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal berdasarkan penelitian ini adalah sebesar 53,5%. Berdasarkan klasifikasi anemia, derajat anemia yang paling banyak dialami oleh pasien kanker kolorektal adalah anemia ringan sebanyak 49 orang (28,5%) diikuti anemia sedang sebanyak 38 orang (22,1%) dan anemia berat sebanyak 5 pasien (2,9%).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pasien kanker kolorektal di RSUP H. Adam Malik Medan mayoritas mengalami anemia sebanyak 92 pasien (53,5%). Justru harus ditingkatkan kewaspadaan dan perhatian khusus terhadap pasien kanker kolorektal karena adanya resiko tinggi terjadi anemia.

Gambar

Gambar 3.1.   Kerangka Konsep Prevalensi Anemia pada Pasien Kanker
Tabel 5.1. Distribusi Pasien Kanker Kolorektal Berdasarkan Jenis Kelamin,
Tabel 5.2. Distribusi Pasien Kanker Kolorektal Yang Mengalami Anemia
Tabel 5.3. Distribusi Pasien Kanker Kolorektal Yang Mengalami Anemia

Referensi

Dokumen terkait

Wajib Pajak berstatus pusat (kode cabang 000) yang dipindah dan ditetapkan terdaftar pada KPP Madya Balikpapan termasuk seluruh cabang Wajib Pajak yang berdomisili di wilayah

In our pre- vious work (Bulatov et al., 2014b), the road networks from free geographic data, sensor data evaluation results, as well as super- position of both, were analyzed for

Demikian atas perhatian dan kehadirannya disampaikan terima kasih. ASTON

Keluarga yang harus dihubungi dalam keadaan darurat kesehatan.. Jenis asuransi kesehatan yang

Harapan peneliti selanjutnya adalah dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca baik itu pengetahuan tentang adat dan kebudayaan yang ada di Kecamatan Paloh

Ketiga efisiensi pembiayaan anggaran, melalui defisit dan rasio utang yang terkendali, pengembangan creative financing , serta alokasi untuk Sovereign Wealth Fund

Hasil ini sesuai dengan hasil pengamatan laju sedimentasi yang telah dilakukan dimana pada stasiun 1 dan 3 memiliki nilai laju sedimentasi yang lebih

StudiTeknikInformatikaFakultasTeknologi InformasiUniversitas Kristen SatyaWacana. 2) Menerapkanteori yang sudahdiperolehselama di bangkukuliahkedalambentukperancangan receiver