Lampiran 2
Rincian Biaya Penelitian
Besar biaya yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini adalah sebesar Rp.1.235.000.- dengan rincian berikut:
1. Persiapan Proposal
Biaya pembelian buku Rp.200.000,-
Tinta printer 2 kotak @ Rp.90.000,- Rp.180.000,-
Perbanyak proposal Rp. 30.000,-
Kertas A4 2 rim @ Rp.35.000,- Rp. 70.000,-
Internet Rp. 30.000,-
Fotokopi Rp. 20.000,-
Biaya tidak terduga Rp.200.000,-
2. Pengumpulan Data
Transportasi Rp.300.000,-
Izin Penelitian Rp. 75.000,-
3. Analisa Data dan Penyusunan Laporan Perbaikan
Penjilidan Rp.100.000,-
Penggandaan Laporan Penelitian Rp. 30.000,- Jumlah = Rp.1.235.000,-
149 622371 P 33 11 Normal
150 585165 L 68 9.8 Anem ia Ringan
151 533661 P 30 12.1 Normal
152 611962 L 74 11.4 Normal
153 604162 L 57 9.5 Anem ia Ringan
154 597062 L 44 9.4 Anem ia Ringan
155 621762 L 52 9.5 Anem ia Ringan
156 590528 L 65 10.2 Normal
157 540130 L 69 10.7 Normal
158 548003 L 40 9.9 Anem ia Ringan
159 543174 L 68 9.6 Anem ia Ringan
160 582374 L 61 8 Anemia Sedang
161 606477 P 58 8.3 Anem ia Ringan
162 153126 P 74 10.5 Normal
163 593376 P 55 11.8 Normal
164 582475 P 42 12.2 Normal
165 588175 P 32 10.1 Normal
166 559865 P 48 4.9 Anem ia Berat
167 598360 P 63 7.7 Anemia Sedang
168 627838 L 76 8.2 Anem ia Ringan
169 568883 L 65 7.6 Anemia Sedang
170 623383 P 60 12.4 Normal
171 533885 P 72 8.5 Anem ia Ringan
Lampiran 7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Frequencies
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
/TABLES=KlasifikasiAnemia BY Usia /FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT ROW COLUMN TOTAL /COUNT ROUND CELL.
Usia * Klasifikasi Anemia Crosstabulation
tahun % within Usia 50.0% 50.0% 0.0% 0.0% 100.0%
/TABLES=KlasifikasiAnemia BY JenisKelamin /FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT ROW COLUMN TOTAL /COUNT ROUND CELL.
Klasifikasi Anemia * Jenis Kelamin Crosstabulation
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
Klasifikasi Anemia
Normal
Count 41 39 80
% within Klasifikasi Anemia 51.3% 48.8% 100.0% % within Jenis Kelamin 45.1% 48.1% 46.5%
% of Total 23.8% 22.7% 46.5%
anemia ringan
Count 31 18 49
% within Klasifikasi Anemia 63.3% 36.7% 100.0% % within Jenis Kelamin 34.1% 22.2% 28.5%
% of Total 18.0% 10.5% 28.5%
anemia sedang
Count 16 22 38
% within Jenis Kelamin 17.6% 27.2% 22.1%
% of Total 9.3% 12.8% 22.1%
anemia berat
Count 3 2 5
% within Klasifikasi Anemia 60.0% 40.0% 100.0% % within Jenis Kelamin 3.3% 2.5% 2.9%
% of Total 1.7% 1.2% 2.9%
Total
Count 91 81 172
% within Klasifikasi Anemia 52.9% 47.1% 100.0% % within Jenis Kelamin 100.0% 100.0% 100.0%
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., 2013. Distribusi Derajat Anemia pada Pasien Kanker Kolorektal di RSU Dr. Soedarso Pontianak tahun 2007-2011. Pontianak: Universitas Tanjungpura
American Cancer Society, 2014. Colorectal Cancer Facts & Figures 2014-2016.
Atlanta: American Cancer Society
American Cancer Society, 2014. What is Colorectal cancer. Available from: http://www.cancer.org/cancer/colonandrectumcancer/detailedguide/colorec
tal-cancer-what-is-colorectal-cancer [Accessed on 24 April 2015]
Bakta, I., 2013. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
Corwin, E.J., 2001. Handbook of Pathophysiology. Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
Depkes, 2014. Hilangkan Mitos Tentang Kanker. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Fahrizal, K., 2014. Hubungan Usia dan Status Nutrisi terhadap Kejadian Anemia pada Kanker Kolorektal. Semarang: Universitas Diponegoro
Globocan, 2012. All Cancers Estimated Incidence, Mortality, and Prevalence Worldwide in 2012. World Health Organization. Available from: http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer.aspx [Accessed on 22
April 2015]
Hingorani, M., dan Sebag-Montefiore, D., 2011. Oxford Desk Reference Oncology. United States: Oxford
Jemal, A., Bray, F., Center, M., et al., 2011. Global Cancer Statistics. CA Cancer J Clin volume 61: 64-90
Johns Hopkins Medicine Colon Cancer Centre, 2015. Colorectal Cancer Overview. Available from:
http://www.hopkinscoloncancercenter.org/CMS/CMS_Page.aspx?Current
Khanbhai, M., Shah, M., Cantanhede, G., Ilyas, S., dan Richards, T., 2014. The Problem of Anaemia in Patients with Colorectal Cancer. ISRN
Hematology volume 2014
Levin, B., Lieberman, D.A., dan McFatland, B., et al., 2008. Screening and Surveillance for the Early Detection of Colorectal Cancer and Adenomatous Polyps: A Joint Guidelines from the American Cancer Society, the US Multisociety Task Force on Colorectal Cancer and the American College of Radiology. CA Cancer J Clin volume 58: 130-160 Luluk, Q.A., 2010. Hubungan antara Derajat Anemia Sebagai Faktor Prediktif
Letak Tumor Pada Keganasan Kolorektal. Universitas Diponegoro.
Munoz, M., Gomez-Ramirez, S., Martin-Montanez, E., dan Auerbach, M., 2014.
Perioperative Anemia Management in Colorectal Cancer Patients: A Pragmatic Approach. World J Gastroenterol volume 20: 1972-1985 National Cancer Institute, 2006. Available from: www.cancer.org [Accessed on
21 April 2015]
National Health Institute, 2014. Available from:
www.nlm.nih.gov/medlineplus/colorectalcancer.html [Accessed on 25
April 2015]
Rahmianti, D., Bahaya Kanker Kolorektal. Readers Digest. Available from: http://www.readersdigest.co.id/sehat/info.medis/bahaya_kanker_kolorektal
/005/001/166 [Accessed on 21 April 2015]
Rizqhan, M., 2014. Hubungan Indeks Eritrosit dan Kadar Hemoglobin terhadap Lokasi Tumor pada Pasien Kanker Kolorektal. Semarang: Universitas Diponegoro
Smeltzer & Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Soebroto, I., 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta:
Bangkit
Sridianti, 2014. Efek Samping Kemoterapi Kanker Usus Besar. Available from:
Thankamma, Barrett, A., Hatcher, H., et al. 2011. Oxford Desk Reference Oncology. United States: Oxford
Tettamanti, M., Lucca, U., Gandini, F., et al. 2010. Prevalence, incidence and types of mild anemia in the elderly: the “Health and Anemia” population-based study. Available from :
http://www.haematologica.org/content/95/11/1849 [Accessed on 29
November 2015]
UNICEF, 2002. Prevention and control of nutritional anemia. UNICEF Regional for South Asia.
Unoviona, 2013. Kanker Usus Besar Diprediksi Meningkat. Kompas. Available from: http://health.kompas.com/read/2013/06/04/07514418/ [Accessed on
23 April 2015]
Wendy, Y.M., 2013. Carsinoma Colorektal. Available from:
http://yuhardika.com/2013/05/carsinoma-colorektal.html [Accessed on 22
April 2015]
WHO, 2014. Hilangkan Mitos Tentang Kanker. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
World Cancer Research Fund International, 2012. Colorectal Cancer Statistics. Available from:
http://www.wcrf.org/int/cancer-facts-figures/data-specific-cancers/colorectal-cancer-statistics [Accessed on 21 April 2015]
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dijalankan seperti yang di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Prevalensi Anemia pada Pasien Kanker Kolorektal
Pasien kanker kolorektal
Kadar Hb pada
pasien kanker
kolorektal pada
Rekam Medik
Normal: > 10 gr/dl
Anemia : Anemia ringan: 8
10gr/dl
Anemia sedang:
5 – 8 gr/dl
Anemia berat: < 5
3.2. Definisi Operasional 1. Pasien kanker kolorektal
Pasien kanker kolorektal dalam penelitian ini adalah semua pasien yang telah didiagnosa menderita kanker pada kolon atau rektum
dari Januari 2013 – Desember 2014.
Cara pengukuran : Observasional (melihat data pasien kanker kolorektal yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik)
Alat pengukuran : Rekam Medis
Skala pengukuran : Nominal
2. Anemia
Anemia dalam penelitian ini adalah kadar Hb yang rendah pada pasien kanker kolorektal yaitu kurang daripada 10 gr/dl.
Cara pengukuran : Observasional (melihat data rekam medik pasien kanker kolorektal)
Alat pengukuran : Rekam Medis
Skala pengukuran : Ordinal
3. Derajat Anemia
Derajat anemia dalam penelitian ini adalah tingkat keparahan anemia pada pasien kanker kolorektal.
Cara pengukuran : Observasional (melihat data rekam medik pasien kanker kolorektal)
Alat pengukuran : Rekam Medis
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian berbentuk deskriptif yang dilakukan untuk
mengetahui prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal di RSUP Haji Adam
Malik, Medan. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah
secara cross sectional dimana pengumpulan data dilakukan pada saat tertentu.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Instalasi Rekam Medis di RSUP Haji Adam Malik di Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan
Augustus hingga November 2015. RSUP Haji Adam Malik dipilih menjadi
tempat dilakukan penelitian karena merupakan tempat rujukan dari berbagai
sarana pelayanan kesehatan di Medan.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi
Populasi yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
kanker kolorektal yang didiagnosa dan dirawat di RSUP Haji Adam Malik,
Medan dari bulan Januari 2013 hingga bulan Desember 2014.
4.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah data semua pasien yang didiagnosa kanker
Desember 2014 dengan besar sampel adalah sama dengan populasi (total sampling). Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah :-
1. Kriteria inklusi berupa semua rekam medik pasien kanker kolorektal yang
lengkap.
2. Kriteria eksklusi berupa data rekam medik yang tidak memiliki
kelengkapan dalam catatan berupa tulisan tidak jelas.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah berupa data sekunder yaitu Rekam Medik pasien kanker kolorektal di RSUP Haji Adam Malik, Medan. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara mengobservasi catatan Rekam Medik pasien yang telah
didiagnosa kanker kolorektal. Data rekam medik yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini adalah data dari bulan Januari 2013 sampai dengan Desember 2014.
4.5. Pengolahan dan Analisis Data
Pada penelitian yang digunakan adalah data rekam medis pasien kanker
kolorektal di RSUP Haji Adam Malik, Medan. Data yang dianalisa adalah :-
1. Identitas pasien
a. Nama atau Kode tertentu
b. Usia
c. Jenis kelamin
2. Kadar hemoglobin berdasarkan data yang tertulis pada rekam medik. Kadar
hemoglobin dapat dibagi menjadi:
a. Normal : > 10 gr/dl
b. Anemia : < 10 gr/dl
3. Derajat anemia berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik pasien
dapat dikategorikan sebagai berikut :
b. Anemia sedang : 5-8 gr/dl
c. Anemia berat : < 5 gr/dl
Setelah dilakukan pengumpulan data, semua data dicatat dan diolah dengan
menggunakan komputer, yang dianalisis dan dibuat dalam bentuk tabel distribusi
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan yang berlokasi
di Jalan Bunga Lau No.17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan
Tuntungan.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Sampel penelitian adalah semua pasien yang telah didiagnosa dengan
kanker kolorektal di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dari Januari 2013
sehingga Desember 2014. Selama periode tersebut didapatkan pasien kanker
kolorektal sebanyak 226 orang. Dari penelusuran di Instalasi Rekam Medis RSUP
H.Adam Malik Medan hanya didapatkan 172 catatan medik lengkap (79,1%), 54
tidak lengkap dan hilang (23,9%).
Data distribusi pasien kanker kolorektal berdasarkan jenis kelamin, usia
dan kadar Hb yang diperoleh dari rekam medis pasien-pasien kanker kolorektal di
RSUP Hj.Adam Malik tahun 2013-2014 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.1. Distribusi Pasien Kanker Kolorektal Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Kadar Hb
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 91 52.9
Perempuan 81 47.1
Total 172 100%
0-19 tahun 2 1.2
20-39 tahun 19 11.0
40-59 tahun 83 48.3
60-79 tahun 66 38.4
80-99 tahun 2 1.2
Total 172 100%
Kadar Hb
> 10 gr/dl 80 46.5
8-10 gr/dl 49 28.5
5-8 gr/dl 38 22.1
< 5 gr/dl 5 2.9
Total 172 100%
Total 172 100%
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, distribusi pasien kanker kolorektal
berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa kanker kolorektal lebih sering
terjadi pada laki-laki sebanyak 91 orang (52,9%) dibandingkan wanita sebanyak
81 orang (47,1%). Sedangkan distribusi pasian kanker kolorektal berdasarkan usia
menunjukkan bahwa kanker kolorektal paling sering terjadi pada rentang usia
40-59 tahun seramai 83 orang (48,3%), diikuti oleh golongan usia 60-79 tahun
sebanyak 66 orang (38,4%). Seterusnya adalah dari golongan 20 hingga 39 tahun
dengan jumlah 19 orang (11%). Golongan yang paling sedikit didiagnosa dengan
kanker kolorektal adalah antara usia 0 sehingga 19 tahun dan golongan usia 80
hingga 99 tahun yaitu sebanyak 2 orang (1,2%). Berdasarkan tabel 5.1 diatas
dapat diketahui bahwa sebanyak 92 pasien kanker kolorektal (53,5%) dari jumlah
pasien kanker kolorektal lebih banyak mengalami anemia ringan yaitu sebanyak
49 orang (28,5%) diikuti anemia sedang dengan jumlah 38 orang (22,1%).
Seramai 80 orang (46,5%) pasien kanker kolorektal tidak mengalami anemia dan
hanya 5 orang (2,9%) yang mengalami anemia berat.
Tabel 5.2. Distribusi Pasien Kanker Kolorektal Yang Mengalami Anemia Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari tabel 5.2 di atas dapat kita lihat bahwa pasien laki-laki sebanyak 50
orang (54,3%) lebih banyak mengalami anemia dibandingkan dengan pasien
perempuan sebanyak 42 orang (45,7%). Berdasarkan derajat anemia, pasien
kanker kolorektal perempuan sebanyak 18 orang (19,6%) mengalami anemia
ringan, 22 orang (23,9%) dengan anemia sedang dan 2 pasien lainnya (2,2%)
dengan anemia berat. Sedangkan pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 31 orang (33,7%) mengalami anemia ringan, 16 orang (17,4%) dengan
anemia sedang dan 3 orang (1,7%) mengalami anemia berat.
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Perempuan Anemia ringan 18 19.6
Anemia sedang 22 23.9
Anemia berat 2 2.2
Total 42 45.7%
Laki-laki Anemia ringan 31 33.7
Anemia sedang 16 17.4
Anemia berat 3 3.3
Total 50 54.3%
Tabel 5.3. Distribusi Pasien Kanker Kolorektal Yang Mengalami Anemia Berdasarkan Usia
Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat kita lihat pasien kanker kolorektal yang
lebih banyak menderita anemia berdasarkan kelompok usia adalah pasien yang
berusia 40-59 tahun sebanyak 45 orang (48,9%), diikuti pasien yang berusia
60-79 tahun sebanyak 39 orang (42,4%). Pasien kanker kolorektal yang sedikit
mengalami anemia berdasarkan usia adalah pasien yang berada dalam rentang
usia 20-39 tahun sebanyak 7 orang (7,6%) dan 80-99 tahun sebanyak 1 pasien
(1.1%). Dari segi derajat anemia pula pasien dengan rentang usia 60-79 tahun
sebanyak 22 orang (23,9%) mengalami anemia ringan, diikuti anemia sedang
paling banyak terjadi pada pasien dengan rentang usia 40-59 tahun yaitu sebanyak
19 orang (20,7%), sedangkan anemia berat paling banyak terjadi pada pasien
dengan rentang usia 40-59 tahun sebanyak 5 orang (5,4%).
5.2. Pembahasan
Dari hasil penelitian ini, didapatkan hasil distribusi frekuensi terbesar
penderita kanker kolorektal di RSUP Haji Adam Malik Medan adalah jenis
kelamin laki-laki 91 orang (52,9%). Sisanya sebanyak 81 orang (467,1%) adalah
penderita perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Aisyah
(2013) dimana didapatkan proporsi laki-laki lebih tinggi sebesar 52,8%
dibandingkan perempuan 47,2%.
Selain itu, berdasarkan penelitian ini diperoleh distribusi pasian kanker
kolorektal berdasarkan usia menunjukkan bahwa kanker kolorektal paling sering
terjadi pada rentang usia 40 hingga 59 tahun. Sedangkan menurut penelitian
Aisyah (2013) distribusi pasian kanker kolorektal berdasarkan usia menunjukkan
bahwa kanker kolorektal paling sering terjadi pada rentang usia 62 hingga 70
tahun. Manakala berdasarkan American Cancer Society tahun (2014) juga
menyatakan bahwa tingkat kejadian kanker kolorektal 50 kali lebih tinggi pada
orang yang berusia 60-79 dibandingkan pada mereka yang lebih muda dari 40.
Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 172 pasien kanker kolorektal,
sebanyak 92 pasien (53,5%) mengalami anemia baik itu anemia ringan hingga
anemia berat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
oleh Khanbai (2014) yang mengatakan bahwa dijumpai prevalensi anemia pada
pasien kanker kolorektal sebanyak 51%. Berdasarkan penelitian ini dijumpai
pasien dengan anemia ringan sebanyak 49 pasien (28,5%), anemia sedang
sebanyak 38 pasien (22,1%) dan anemia berat sebanyak 5 pasien (2,9%).
Sedangkan 80 pasien (46,5%) memiliki kadar hemoglobin dalam rentang yang
juga hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Luluk (2010) dimana
ditemukan hasil persentase pasien kanker kolorektal yang mengalami anemia
ringan lebih tinggi yaitu seramai 79 pasien (69,9%) dan sisanya 34 pasien (30,1%)
mengalami anemia sedang dan berat.
Dari hasil penelitian ini, pasien kanker kolorektal yang lebih sering
mengalami anemia berdasarkan jenis kelamin di RSUP Haji Adam Malik Medan
dari tahun 2013 sehingga tahun 2014 adalah pasien laki-laki sebanyak 50 pasien
(54,3%) dibandingkan pasien perempuan sebanyak 42 orang (45,7%). Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Aisyah (2103) dimana
dijumpai pasien kanker kolorektal laki-laki lebih banyak menderita anemia
sebanyak 36 orang (53,7%) dibandingkan pasien perempuan sebanyak 31 orang
(46,3%).
Berdasarkan derajat anemia, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
anemia ringan lebih dominan terjadi pada pasien laki-laki yaitu sebanyak 31
pasien (33,7%). Sedangkan anemia sedang lebih dominan terjadi pada pasien
perempuan yaitu sebanyak 22 pasien (23,9%). Hasil penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Aisyah (2013) di RSU Dr.Soedarso
Pontianak yang menyatakan bahwa anemia ringan lebih sering terjadi pada
laki-laki (48,6%), sedangkan anemia derajat sedang lebih sering terjadi pada wanita
sebesar (30,3%).
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pasien kanker kolorektal yang
lebih banyak menderita anemia berdasarkan kelompok usia adalah pasien yang
berusia 40-59 tahun sebanyak 45 orang (48,9%), diikuti pasien yang berusia
60-79 tahun sebanyak 39 orang (42,4%). Pasien kanker kolorektal yang sedikit
mengalami anemia berdasarkan usia adalah pasien yang berada dalam rentang
usia 20-39 tahun sebanyak 7 orang (7,6%) dan 80-99 tahun sebanyak 1 pasien
(1.1%). Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat kita lihat bahwa pasien kanker
kolorektal dengan usia lebih tua lebih banyak mengalami anemia. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Luluk (2010) yang menyatakan bahwa
pada populasi umum, anemia lebih sering terjadi seiring dengan bertambahnya
Dari segi derajat anemia berdasarkan usia pada pasien kanker kolorektal di
RSUP H.Adam Malik Medan dari tahun 2013 sehingga tahun 2014 diketahui
bahwa anemia ringan lebih banyak terjadi pada pasien yang berusia 60-79 tahun
yaitu sebanyak 22 pasien (23,9%), diikuti anemia sedang lebih banyak terjadi
pada usia 40-59 tahun yaitu sebanyak 19 pasien (20,7%) dan anemia berat lebih
banyak terdapat pada pasien usia 40-59 tahun yaitu sebanyak 5 pasien (5,4%).
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh
Aisyah (2013), dimana dalam penelitiannya dinyatakan bahwa pasien kanker
kolorektal dengan usia lebih tua lebih banyak mengalami anemia dan didapatkan
bahwa anemia derajat berat paling banyak dialami oleh pasien kanker kolorektal
dengan rentang usia 71-80 tahun. Bagaimanapun, Tettamanti (2010) menyatakan
bahwa tidak banyak alasan yang menyatakan bahwa usia tua dengan kanker
kolorektal lebih sering mengalami anemia dibandingkan dengan usia muda. Hal
ini diperkirakan karena orang usia tua lebih toleran terhadap gejala tersembunyi
BAB 6 KESIMPULAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal di
RSUP H. Adam Malik Medan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebanyak 92 pasien kanker kolorektal (53,5%) mengalami anemia
baik, anemia ringan hingga anemia berat.
2. Pasien kanker kolorektal sebanyak 80 orang (46,5%) mempunyai
kadar Hb yang normal yaitu lebih daripada 10 gr/ dl dan sebanyak 92
pasien (53,5%) mempunyai kadar Hb yang kurang dari 10 gr/dl.
3. Derajat anemia yang paling banyak dialami oleh pasien kanker
kolorektal adalah anemia ringan sebanyak 49 pasien (28,5%).
4. Anemia ringan lebih sering terjadi pada pasien kanker kolorektal
laki-laki, sedangkan anemia sedang lebih sering terjadi pada pasien kanker
kolorektal wanita.
5. Anemia ringan paling banyak terjadi pada pasien kanker kolorektal
dengan rentang usia 60-79 tahun, anemia berat paling banyak terjadi
pada pasien kanker kolorektal dengan rentang usia 40-59 tahun.
6.2. Saran
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti hubungan antara
derajat anemia dengan usia, jenis kelamin dan lokasi kanker pada
pasien kanker kolorektal.
2. Perlu ditingkatkan kewaspadaan dan perhatian khusus terhadap pasien
kanker kolorektal dengan status nutrisi yang kurang, dan mengingat
adanya resiko tinggi terjadi anemia.
3. Diharapkan peran aktif instansi kesehatan untuk memperkenalkan dan
memberikan infromasi kepada masyarakat mengenai tanda dan gejala
kanker kolorektal untuk meningkatkan kewaspadaan dan deteksi dini
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kanker Kolorektal 2.1.1. Definisi
Kanker kolorektal adalah kanker yang dimulai dari bagian kolon atau rektum (American Cancer Society, 2014). Kanker kolorektal terjadi ketika tumor
terbentuk pada lapisan usus besar (National Institute of Health, 2013).
Pertumbuhan awal jaringan tumor terjadi dalam bentuk non polip kanker sebelum
berkembang menjadi kanker pada lapisan dalam kolon dan rektum (American
Cancer Society, 2014). Sebagian besar terdapat di kolon ascendens (30%), diikuti
oleh kolon sigmoid (25%), rektum (20%), kolon descendens (15%) dan kolon
transversum (10%) (Gambar 2-1) (John Hopkins Medicine Colon Cancer Centre,
2015).
Gambar 2.1 Letak kanker kolorektal
(Sumber: John Hopkins Medicine Colon Cancer Centre, 2015).
2.1.2. Klasifikasi Kanker Kolorektal
Sistem TNM yang dikembangkan oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC) adalah yang paling banyak digunakan, dan dianggap paling tepat
usus besar, N singkatan keterlibatan kelenjar getah bening, dan M mengacu pada
metastasis, atau apakah kanker telah menyebar ke bagian tubuh lainnya (John
Hopkins Medicine Colon Cancer Centre, 2015).
Tabel 2.1 Perbandingan klasifikasi TNM dan Dukes
(Sumber: John Hopkins Medicine Colon Cancer Centre, 2015)
Kunci Staging TNM
Primary tumor (T)
o TX - primary tumor cannot be assessed
o T0 - no evidence of primary tumor
o Tis - carcinoma in situ: intraepithelial or invasion of lamina propria
o T1 - tumor invades submucosa
o T2 - tumor invades muscularis propria
o T3 - tumor invades through muscularis propria into subserosa or
into nonperitonealized pericolic or perirectal tissues
o T4 - tumor directly invades other organs or structures and/or
perforates visceral peritoneum
Regional Lymph Nodes (N)
o NX - regional lymph nodes cannot be assessed
o N1 - metastatis in one to three regional lymph nodes
o N2 - metastatis in four or more regional lymph nodes
Distant Metastases (M)
o MX - distant metastatis cannot be assessed
o M0 - no distant metastatis
o M1 - distant metastatis
Klasifikasi menurut Dukes’ (Astler-Coller modification)
Stage A tumors invade through the muscularis mucosae into the submucosa but do not reach the muscularis propria
Stage B1 tumors invade into the muscularis propria
Stage B2 tumors completely penetrate the smooth muscle layer into the serosa
Stage C tumors encompass any degree of invasion but are defined by regional lymph node involvement
Stage C1 tumors invade the muscularis propria with fewer than four positive nodes
Stage C2 tumors completely penetrate the smooth muscle layer into the serosa with four or more involved nodes
Stage D lesions with distant metastases
Carcinoma in situ
(may be referred to as high grade dysplasia) –
intramucosal carcinoma that does not penetrate the
muscularis mucosae
Tabel 2.2 Klasifikasi stadium menurut Dukes
(Sumber: John Hopkins Medicine Colon Cancer Centre, 2015)
2.1.3. Epidemiologi
Kanker kolorektal adalah kanker ketiga yang paling umum pada pria ( 746.000 kasus, 10,0 %) dan yang kedua pada wanita (614.000 kasus , 9,2 %) di seluruh
dunia (Globocan, 2012). Menurut Jemal A et al. CA Cancer J Clin 2011; 61:69–
ini adalah karena perbedaan diet dan paparan lingkungan (Hingorani, M., &
Sebag-Montefiore, D., 2011).
Pada tahun 2012, ada 14,1 juta kasus kanker baru, 8.2 juta kematian dan 32,6
juta orang yang hidup dengan kanker (dalam 5 tahun didiagnosis) di seluruh dunia
(Globocan, 2012). Kanker kolorektal lebih sering dijumpai pada laki-laki
berbanding perempuan dengan rasio 1.2:1 (Hingorani, M., & Sebag-Montefiore,
D., 2011).
Di Indonesia sendiri, kanker kolorektal menempati urutan kanker nombor tiga
paling banyak ditemui setelah kanker payudara dan kanker paru. Berdasarkan
estimasi Globocan tahun 2012, insidens kanker kolorektal di Indonesia adalah
sebesar 16 per 100.000 laki-laki yang menempati urutan kedua pada laki-laki
setelah kanker paru.
2.1.4. Faktor Risiko
Berdasarkan American Cancer Society tahun (2014) ada banyak faktor yang diketahui yang dapat meningkatkan atau mengurangkan risiko kanker kolorektal.
Terdapat beberapa faktor yang dapat dimodifikasi dan juga faktor yang tidak
dapat dimodifikasi. Antara faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk
riwayat peribadi, riwayat kanker kolorektal di keluarga atau polip adenomatous
dan riwayat Inflammatory bowel disease. Studi epidemiologi juga telah mengidentifikasi banyak faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Ini termasuk
aktivitas fisik, obesitas, tingginya konsumsi daging merah/diproses, merokok dan
konsumsi alkohol (American Cancer Society, 2014).
Keturunan dan riwayat keluarga
Seseorang dengan orang tua, saudara atau anak yang memiliki kanker
kolorektal memiliki 2 sampai 3 kali risiko mengembangkan penyakit
dibandingkan dengan individu yang tidak mempunyai riwayat kanker
kolorektal di keluarga (American Cancer Society, 2014). Jika terdapat
riwayat keluarga yang didiagnosis pada usia muda atau jika ada sahli
sampai 6 kali. Sekitar 20% dari semua pasien kanker kolorektal memiliki
saudara dengan riwayat kanker kolorektal. Dan sekitar 5% dari pasien
kanker kolorektal mempunyai sindrom genetik yang menyebabkan
penyakit ini. Yang paling umum adalah Lynch syndrome (juga dikenal sebagai hereditary non-polyposis colorectal cancer) (American Cancer Society, 2014). Meskipun individu dengan sindrom Lynch cenderung juga
untuk berbagai jenis kanker lain, risiko kanker kolorektal adalah tertinggi.
Familial adenomatous polyposis (FAP) adalah faktor predisposisi sindrom genetik yang paling umum dan ditandai dengan perkembangan ratusan
hingga ribuan polip kolorektal pada individu yang terkena. Tanpa
intervensi, risiko seumur hidup kanker kolorektal mendekati 100% pada
usia 40 (American Cancer Society, 2014).
Riwayat kesehatan pribadi
Riwayat polip adenomatous adalah salah satu penyebab yang
meningkatkan risiko kanker kolorektal. Hal ini terutamanya apabila ukuran
polip besar atau jika lebih dari satu. Seseorang dengan Inflammatory bowel disease, kondisi dimana terjadi peradangan usus selama jangka waktu yang panjang, memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker kolorektal
(American Cancer Society, 2014). Inflammatory bowel disease yang paling umum adalah Ulcerative colitis dan penyakit Crohn (American Cancer Society, 2014).
Faktor risiko perilaku
Aktifitas fisik
Sebuah tinjauan literatur ilmiah telah menemukan bahawa seorang
yang aktif dari segi fisik mempunyai risiko 25% lebih rendah
terkena kanker usus berbanding seseorang yang tidak aktif.
Sebaliknya pada pasien kanker kolorektal yang kurang aktif
mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi berbandingkan
Obesitas
Obesitas atau kegemukan dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi
terjadinya kanker kolorektal pada laki-laki dan kanker usus pada
perempuan (American Cancer Society, 2014). Obesitas perut
(diukur keliling pinggang) merupakan faktor risiko yang lebih
penting berbanding obesitas keseluruhan baik pada laki-laki dan
perempuan (American Cancer Society, 2014).
Diet
Konsumsi daging merah atau daging diproses secara berlebihan
akan meningkatkan risiko terjadinya kanker di usus besar dan
juga rektum. Alasan untuk ini belum jelas tetapi mungkin terkait
dengan karsinogen (zat penyebab kanker) yang terbentuk ketika
daging merah dimasak pada suhu yang tinggi selama jangka
waktu yang panjang atau aditif nitrit yang digunakan untuk
pengawetan (American Cancer Society, 2014).
Merokok
Pada bulan November 2009, International Agency for Research on Cancer melaporkan bahawa ada bukti yang cukup untuk menyimpulkan bahawa tembakau dalam rokok dapat menyebabkan
kanker kolorektal. Asosiasi tampaknya lebih kuat pada rektum dari
kanker kolon (American Cancer Society, 2014).
Alkohol
Kanker kolorektal dikaitkan dengan konsumsi alkohol berat dan
sedang. Seseorang yang mempunyai purata hidup dengan konsumsi
alkohol 2 hingga 4 minuman per hari memiliki risiko 23% lebih
tinggi terkena kanker kolorektal dibandingkan dengan mereka yang
mengkonsumsi 1 minuman per hari (American Cancer Society,
2.1.5. Patofisiologi
Kanker kolorektal khususnya, memiliki hubungan terhadap kondisi feses dari individu, serta riwayat penyakit yang diderita, dimana kondisi tersebut
merupakan dampak dari faktor risiko yang ada pada individu seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Tanda awal kanker pada kolon dan rektum adalah adanya
riwayat riwayat polip pada seseorang individu. Massa dari jaringan yang
menonjol pada lumen usus adalah dikenal sebagai polip (Smeltzer & Bare, 2002).
Apabila terdapat polip yang tidak diatasi atau dilakukan intervensi, maka ia dapat
berubah menjadi sesuatu maligna. Polip yang telah berubah menjadi ganas
tersebut akan menyerang dan menghancurkan sel yang normal dan meluas di
jaringan sekitarnya.
Manusia pada dasarnya memiliki zat karsinogen atau zat pemicu kanker pada
tubuh. Efek karsinogen akan semakin meningkat apabila mendapat penyebab
kanker dari luar. Corwin (2001) menyatakan, kurangnya asupan antioksidan
dengan minimnya konsumsi buah dan sayuran yang mengandung antioksidan
(seperti vitamin E dan vitamin C) dapat mengurangi perlindungan sel terhadap
efek karsinogen. Buah dan sayuran yang segar memiliki enzim aktif yang dapat
memelihara dan meningkatkan pertumbuhan sel yang sehat.
Antara hal yang dapat memicu terjadinya kanker kolon adalah kondisi feses
yang yang kurang baik. Aktivitas atau olahraga yang kurang teratur dapat
mengakibatkan feses menjadi lebih lama berada di kolon atau rektum, terlebih
jika individu melakukan diet rendah serat. Kondisi ini dapat mengakibatkan
toksin yang terdapat dalam feses mencetuskan pertumbuhan sel kanker (Corwin,
2001). Selain itu, feses yang mengandung banyak lemak juga dapat memicu
pertumbuhan sel kanker. Tingginya lemak dalam feses diakibatkan oleh
konsumsi tinggi lemak seperti daging. Feses yang mengandung banyak lemak
dapat mengubah flora dalam feses menjadi bakteri Clostridia & Bacteriodes
yang mempunyai enzim 7-alfa hidroksilase yang mencerna asam menjadi asam
Massa kanker yang terdapat pada kolon ataupun rektum akan menyebabkan
terjadinya sumbatan atau obstruksi, yang mengakibatkan evakuasi feses yang
terhambat atau tidak lengkap setelah defekasi (Corwin, 2001). Komplikasi lebih
lanjutnya ialah konstipasi, distensi atau nyeri abdomen, hingga feses berdarah.
Apabila massa kanker ini tidak dideteksi sejak dini dan dibiarkan, maka besar
kemungkinan sel kanker akan melakukan metastasis. Metastasis pada sel kanker
kolorektal terdiri dari penyebaran langsung, penyebaran limfogen, dan
hematogen.
2.1.6. Gejala klinis
Sekitar 5-20% kasus kanker adalah asimptomatik dan didiagnosa selama
proses skrining (American Cancer Society, 2014). Kanker dengan gejala
obstruksi dan perforasi mempunyai prognosis yang buruk (Hingorani, M. &
Sebag-Montefiore, D., 2011). Kanker kolorektal dini seringkali tidak
menunjukkan gejala, itulah sebabnya skrining sangat penting (American Cancer
Society, 2014).
Berdasarkan Oxford Desk Reference: Oncology tahun (2011) antara
gejala-gejala kanker kolorektal adalah seperti berikut:-
Perdarahan rektal
Perdarahan rektal adalah keluhan utama yang penting dalam 20-50%
kasus kanker kolorektal. Pasien dengan perdarahan yang diamati dengan
satu atau lebih gejala dibawah harus segera dirujuk untuk pemeriksaan
selanjutya.
Usia lanjut (>50 tahun)
Perubahan pola buang air besar dan nyeri perut
Positif tes FOB
Feses dengan darah
Perubahan pola BAB sering dijumpai pada banyak pasien kanker
kolorektal sekitar 39-85%. Gejala dibawah meningkatkan probabiliti yang
mendasari kejadian kanker kolorektal.
Perubahan pola BAB terutamanya pada pasien lanjut usia.
Riwayat mencret darah atau lendir harus segera merujuk pendapat
spesialis
Riwayat baru diare dengan frekuensi yang sering dan konsistensi
cair
Nyeri perut
Nyeri perut pada pasien kanker kolorektal mungkin tanda dari
obstruksi yang akan terjadi
Nyeri kolik abdomen dengan gejala obstruksi lain seperti mual,
muntah harus segera diperiksa
Gejala lain
Kehilangan darah kronis; anemia defiensi besi, kelelahan, lesu ;
sering dijumpai pada tumor sisi kanan
Massa abdomen
Pada pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) mungkin
dijumpai massa yang dapat diraba pada kanker rektal
Penurunan berat badan, kehilangan nafsu makan
2.1.7. Penegakan Diagnosa
Anamnesa (Thankamma, A., Barrett, A., Hatcher, H., et al., 2011)
Riwayat onset dan durasi gejala fokal dan sistemik
Kenalpasti pasien dengan risiko obstruksi
Riwayat keluarga dengan sindrom kanker kolorektal keturunan
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut,
apabila teraba menunjukan keadaan sudah lanjut. Massa di dalam
sigmoid lebih jelas teraba daripada masa di bagian lain kolon.
Fecal Occult Blood Test (FOBT), kanker maupun polip dapat
menyebabkan pendarahan dan tes FOB dapat mendeteksi adanya
darah pada tinja. Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari
dari mana sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau
bagian usus lainnya dengan pemeriksaan yang lain. Penyakit wasir
juga dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja. Tes Single-
stool sample pada FOBT (Fecal Occult Blood Test) hasilnya tidak
memuaskan sebagai skrining kanker kolorektal dan tidak
direkomendasikan (Levin, 2008).
Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat
berupa kabel seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat
petunjuk yang ada cahaya dan bisa diteropong. Alat ini
dimasukkan melalui lubang dubur kedalam rektum sampai kolon
sigmoid, sehingga dinding dalam rektum dan kolon sigmoid dapat
dilihat. Bila ditemukan adanya polip, dapat sekalian diangkat. Bila
ada masa tumor yang dicurigai kanker, dilakukan biopsi, kemudian
diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk menentukan ganas
tidaknya dan jenis keganasannya.
Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan
kabel yang lebih panjang, sehingga seluruh rektum dan usus besar
dapat diteropong dan diperiksa. Pemeriksaan ini dapat menunjukan
gambaran seluruh mukosa kolon dan rektum. Kolonoskopi
merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip
dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan
kolonoskopi adalah sebesar 94% (Depkes, 2006).
Double-contrast barium enema, adalah pemeriksaan radiologi
dengan sinar rontgen pada kolon dan rektum. Penderita diberikan
dalam rektum. Kemudian difoto. Dan dilihat seluruh lapisan
dinding dapat dilihat apakah normal atau ada kelainan (Hingorani,
M., & Sebag-Montefiore, D., 2011)
Digital Rectal Examination (DRE), adalah pemeriksaan yang
sederhana dan dapat dilakukan oleh semua dokter dengan
memasuki jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi
kedalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum.
Merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila ada tumor di
rektum akan teraba dan diketahui dengan pemeriksaan ini (Wendy,
Y.M., 2013).
2.1.8. Tatalaksana Kanker kolon
Kebanyakan orang dengan kanker usus besar akan memiliki beberapa jenis operasi untuk mengangkat tumor. Terapi adjuvant (pengobatan tambahan setelah operasi) juga dapat digunakan (American Cancer Society, 2014).
Karsinoma in situ
Karsinoma in situ adalah kanker yang belum menyebar di luar
lapisan sel di mana ia mulai. Pembedahan untuk mengangkat
pertumbuhan sel abnormal dapat dilakukan dengan polypectomy
(pengangkatan polip) atau eksisi lokal menggunakan kolonoskop.
Reseksi segmen usus besar mungkin diperlukan jika tumor
terlalu besar untuk diangkat dengan eksisi lokal (American
Cancer Society, 2014).
Tahap lokal
Tahap lokal mengacu pada kanker invasif yang telah menembus
dinding usus besar. Reseksi bedah untuk mengangkat kanker,
bersama-sama dengan usus di kedua sisi tumor dan kelenjar
getah bening di dekatnya, adalah pengobatan standar (American
Cancer Society, 2014).
Tahap regional adalah kanker yang telah tumbuh melalui dinding usus besar, serta kanker yang telah menyebar ke kelenjar getah
bening di dekatnya. Jika kanker hanya tumbuh melalui dinding
usus besar tetapi belum menyebar ke kelenjar getah bening
terdekat, reseksi bedah dari segmen usus yang mengandung
tumor mungkin satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan. Jika
kemungkinan kanker untuk kembali, karena penampilannya di
bawah mikroskop atau karena tumbuh menjadi jaringan lain,
terapi radiasi dan/atau kemoterapi juga mungkin dianjurkan. Jika
kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening terdekat, reseksi
bedah dari segmen usus yang mengandung tumor adalah
pengobatan pertama, biasanya diikuti dengan kemoterapi.
Perawatan kemoterapi berdasarkan obat fluorouracil (5-FU) telah
menunjukkan untuk peningkatkan kelangsungan hidup pada
pasien dengan stadium III terutama dengan mengurangi
kekambuhan. Terapi radiasi penyakit juga mungkin dianjurkan
jika kanker telah tumbuh menjadi jaringan yang berdekatan
(American Cancer Society, 2014).
Adjuvant (diberikan setelah operasi) kemoterapi atau radiasi
untuk kanker usus besar adalah efektif pada pasien usia 70 dan
lebih tua (lebih dari setengah dari semua pasien). Pasien yang
sehat seperti pasien yang lebih muda, obat-obatan tertentu
(misalnya, oxaliplatin) dapat dihindari untuk membatasi
toksisitas (American Cancer Society, 2014).
Tahap distant
Pada tahap ini, kanker telah menyebar ke organ jauh dan
jaringan, seperti hati, paru-paru, peritoneum (selaput perut), atau
ovarium. Ketika operasi dilakukan, tujuannya biasanya untuk
menghilangkan atau mencegah penyumbatan usus dan mencegah
komplikasi lokal lainnya. Jika hanya ada beberapa metastasis ke
tumor usus besar, bisa menjadi pilihan. Operasi tidak
direkomendasikan untuk semua pasien. Kemoterapi dan radiasi
dapat diberikan sendiri atau dalam kombinasi untuk mengurangi
gejala dan memperpanjang kelangsungan hidup (American
Cancer Society, 2014).
Kanker rektum
Pembedahan adalah pengobatan utama untuk kanker rektum, dengan pengecualian pada beberapa pasien. Perawatan tambahan, seperti kemoterapi dan
radiasi, sering digunakan sebelum operasi (terapi neoadjuvant) dan/atau setelah
operasi (terapi adjuvant) untuk mengurangi risiko kekambuhan dan metastasis.
Obat kemoterapi yang digunakan dalam pengobatan kanker rektum adalah sama
dengan yang digunakan untuk kanker usus besar (American Cancer Society,
2014).
Karsinoma in situ
Membuang pertumbuhan sel abnormal adalah tujuan utama.
Pilihan pengobatan termasuk polypectomy (pengangkatan polip), eksisi lokal, atau reseksi rektum. Tidak ada pengobatan
lanjut diperlukan (American Cancer Society, 2014).
Tahap lokal
Pada tahap ini, kanker telah tumbuh melalui lapisan pertama
dari rektum ke lapisan yang lebih dalam, namun belum
menyebar di luar dinding rektum. Beberapa kanker dubur kecil
lokal dapat diobati dengan pembedahan melalui anus, tanpa
insisi perut. Untuk kanker dekat dengan anus, operasi mungkin
memerlukan pembedahan anus dan otot sfingter, sehingga
kolostomi permanen diperlukan (American Cancer Society,
2014).
Tahap regional
Jika kanker telah menyebar melalui dinding rektum ke jaringan
kemoterapi sering diberikan bersamaan sebelum operasi,
kemoterapi tambahan sering diberikan setelah operasi
(American Cancer Society, 2014).
Tahap distant
Pada tahap ini, kanker telah menyebar ke organ dan jaringan,
seperti hati atau paru-paru. Kanker dapat diatasi dengan
pembedahan tumor bersama dengan perawatan yang lain. Jika
tidak, operasi, kemoterapi, dan/atau terapi radiasi dilakukan
untuk meringankan, memperlambat, atau mencegah gejala dan
memperpanjang hidup (American Cancer Society, 2014).
Kolostomi
Kolostomi adalah sebuah prosedur bedah untuk membuat pembukaan di
antara usus besar dan bagian luar perut untuk memungkinkan
pengosongan tinja ke dalam kantung penampung, meskipun rektum telah
dihapus. Ketika bagian dari usus besar atau rektum dioperasi, ahli bedah
biasanya dapat menghubungkan bagian-bagian yang sehat, yang
memungkinkan pasien untuk mengeliminasi limbah secara normal.
(American Cancer Society, 2014).
2.2. Anemia 2.2.1. Definisi
Menurut WHO tahun (2011) anemia adalah satu kondisi di mana jumlah sel darah
merah atau kapasitas pembawa oksigen tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis, yang bervariasi menurut umur, jenis kelamin, ketinggian,
merokok, dan status kehamilan.
Kekurangan zat besi diperkirakan menjadi penyebab paling umum dari anemia
secara global, meskipun kondisi lain, kekurangans eperti folat, vitamin B12, dan
vitamin A, peradangan kronis, infeksi parasit, dan kelainan bawaan semua dapat
menyebabkan anemia (World Health Organization, 2011).
Beberapa hal yang menyebabkan kekurangan darah (Yatim, F., 2012) :
a. Kekurangan konsentrasi Hemoglobin (Hb)
b. Berkurangnya Hematokrit (Ht)
c. Jumlah sel darah merah berkurang
2.2.2. Kategori Anemia
1) Tingkat keparahan pada anemia (Soebroto, I., 2010) :-
a. Normal : > 10 gr/dl
b. Anemia ringan : Kadar Hb 8 – 10 gr/dl
c. Anemia sedang : Kadar Hb 5 – 8gr/dl
d. Anemia berat : Kadar Hb < 5 gr/dl
2.2.3. Jenis-jenis Anemia
a. Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia akibat kekurangan zat besi. Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa
disebabkan karena banyak hal. Kurangnya zat besi pada orang dewasa
hampir selalu disebabkan karena perdarahan menahun, berulang-ulang
yang bisa berasal dari semua bagian tubuh (Soebroto, I., 2010).
Anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin C yang berat dalam
jangka waktu lama. Penyebab kekurangan vitamin C adalah kurangnya
asupan vitamin C dalam makanan sehari-hari. Salah satu fungsi vitamin C
adalah membantu penyerapan zat besi, sehingga jika terjadi kekurangan
vitamin C, maka jumlah zat besi yang diserap akan berkurang dan bisa
terjadi anemia (Soebroto, I., 2010).
c. Anemia Makrositik
Anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin B12 atau asam folat
yang diperlukan dalam proses pembentukan dan pematangan sel darah
merah, granulosit, dan platelet. Kekurangan vitamin B12 dapat terjadi
karena berbagai hal, salah satunya adalah karena kegagalan usus untuk
menyerap vitamin B12 dengan optimal (Soebroto, I., 2010).
d. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terjadi apabila sel darah merah dihancurkan lebih cepat
dari normal. Penyebabnya kemungkinan karena keturunan atau karena
salah satu dari beberapa penyakit, termasuk leukemia dan kanker lainnya,
fungsi limpa yang tidak normal, gangguan kekebalan, dan hipertensi berat
(Soebroto, I., 2010).
e. Anemia Sel Sabit
Yaitu suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah
yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik (Soebroto, I.,
2010). Anemia sel sabit merupakan penyakit genetik yang resesif, artinya
seseorang harus mewarisi dua gen pembawa penyakit ini dari kedua orang
tuanya. Gejala utama penderita anemia sel sabit adalah:
1) Kurang energi dan sesak nafas
2) Mengalami penyakit kuning (kulit dan mata berwarna kuning)
3) Serangan sakit akut pada tulang dada atau daerah perut akibat
tersumbatnya pembuluh darah kapiler.
Terjadi apabila sumsum tulang terganggu, dimana sumsum merupakan
tempat pembuatan sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit),
maupun trombosit (Soebroto, I., 2010).
g. Anemia Penyakit Kronik
Anemia ini disebabkan oleh penyakit kronis tertentu, contohnya kanker
dan HIV/AIDS. Dapat mempengaruhi produksi sel darah merah,
menghasilkan anemia kronis. Gagal ginjal juga dapat menyebabkan
anemia (Soebroto, I., 2010).
2.2.4. Penyebab anemia
Penyebab timbulnya anemia antara lain adalah (Yatim, F., 2012) :- 1. Kegagalan sumsum tulang :
o Anemia aplastik (gangguan pembentukan sel darah merah
disertai gangguan pembentukan sel darah lain) dan anemia
aplastik sel darah merah yang murni.
o Kerusakan sumsum tulang seperti pada keganasan,
osteoporosis, dan myeloma fibrosis (jaringan sumsum
tulang digantikan jaringan fibrosis) seperti pada penyakit
ginjal kronis dan defisiensi vitamin D.
o Produksi hormon pankreas kurang seperti pada :
- Penyakit ginjal kronis
- Produksi kelenjar gondok kurang
- Kurang gizi terutama protein
- Peradangan kronis
- Mutasi hemoglobin hingga kurang kemampuan
mengikat oksigen.
2. Gangguan pematangan sel darah merah dan sel darah kurang efektif
pada :
o Pematangan sitoplasma sel terganggu karena :
- Kurang zat besi (Fe), talasemia
- Anemia sideroblastik
- Defisiensi vitamin B-12
- Defisiensi asam folat
- Kekurangan vitamin B-1
- Kelainan metabolisme asam folat
o Anemia hemolitik (sel darah merah cepat hancur)
- Gangguan hemoglobin
Mutasi struktural
Mutasi pembentukan pada sindroma talasemia
Kelainan membran dari sel darah merah
Kekurangan oksigen hingga merusak sel darah
merah
Penyakit infeksi yang menimbulkan kerusakan
pada sel darah merah
2.2.5. Patofisiologi dan Gejala Anemia
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia
apapun penyebabnya, apabila kadar Hb turun dibawah kadar tertentu. Gejala
umum anemia ini timbul karena (Bakta, I., 2013) :-
1. Anoksia organ target: karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah ke jaringan.
2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar Hb kurang dari 7g/dl. Berat
ringannya gejala umum anemia tergantung pada (Bakta, I., 2013) :-
a. Derajat penurunan Hb
b. Kecepatan penurunan Hb
c. Usia
Gejala anemia dapat dibagi menjadi tiga jenis gejala, yaitu (Bakta, I., 2013) :-
1. Gejala umum anemia atau sindroma anemia, timbul karena iskemia organ
target serta akibat kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar Hb. Gejala
ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan Hb sampai kadar
tertentu (<7g/dl). Sindroma anemia terdiri daripada rasa lemah, lesu cepat
lelah, telinga berdenging (tinnitus), kaki terasa dingin, sesak nafas dan
dyspepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat
pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah
kuku. Sindroma anemia tidak bersifat khusus karena dapat ditimbulkan
oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah
penurunan Hb yang berat (<7g/dl).
2. Gejala khas masing anemia. Gejala ini spesifik untuk
masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh (Bakta, I., 2013) :-
o Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah,
stomatitis angularis, dan kuku sendok
o Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada
defisiensi vitamin B12
o Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali
o Anemia aplastik : perdarahan dan tanda infeksi
3. Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang
menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia
tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang: sakit perut,
pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus
tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan seperti misalnya pada
Eritrosit / Haemoglobin menurun
Kapasitas angkut oksigen menurun
Anoksia organ target Mekanisme kompensasi tubuh
Gejala anemia
Gambar 2.2 Skema patofisiologi anemia (Sumber: Bakta, I., 2013)
2.2.6. Tatalaksana
Terapi untuk mengatasi keadaan gawat darurat (Bakta, I., 2013).
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung
maka harus segera diberikan terapi gawat darurat dengan transfusi sel
darah merah yang dimampatkan (packed red blood cell) untuk mencegah
perburukan payah jantung tersebut. Dalam keaadan sedemikian, spesimen
untuk pemeriksaan yang dipengaruhi oleh transfusi harus diambil terlebih
dahulu, seperti apusan darah tepi, bahan untuk pemeriksaan besi serum,
dan lain-lain.
Terapi khas untuk masing-masing anemia (Bakta, I., 2013).
Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai. Misalnya, preparat
besi untuk anemia defisiensi besi, asam folat untuk defisiensi asam folat
Terapi untuk mengobati penyakit dasar (Bakta, I., 2013).
Penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia harus diobati dengan baik.
Jika tidak, anemia akan kambuh. Misalnya, anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti cacing
tambang. Akan tetapi, tidak semua penyakit anemia dapat dikoreksi,
seperti anemia yang bersifat familial atau herediter.
Terapi ex juvantivus (Bakta, I., 2013).
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika
terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya
dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada
2.3. Anemia pada Kanker Kolorektal
Anemia adalah salah satu gejala umum pada penyakit kanker kolorektal namun tidak semua pasien kanker kolorektal mengalami anemia. Jenis anemia
yang umumnya sering terjadi adalah anemia defisiensi zat besi (Fahrizal, K.,
2014). Patofisiologi terjadinya anemia merupakan kondisi yang multifaktorial,
selain karena reaksi imun dari keganasan, adanya perdarahan yang sedikit tetapi
kronis atau perdarahan akut pada keganasan traktus digestivus diduga menjadi
salah satu penyebab utama terjadinya anemia pada karsinoma kolorektal (Fahrizal,
K., 2014).
Perdarahan traktus digestivus juga merupakan penyebab tersering terjadinya
anemia defisiensi besi pada laki-laki dewasa dan urutan kedua pada wanita setelah
perdarahan menstruasi (Rizqhan, M., 2014). Pada anemia akibat perdarahan
kronik, jumlah perdarahan mungkin sedikit namun berlangsung dalam jangka
waktu yang lama. Anemia akibat perdarahan kronik jika tetap berlanjut dapat
menjadi anemia defisiensi besi (Rizqhan, M., 2014).
Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahawa anemia pada
pasien kanker kolorektal adalah tergantung kepada beberapa faktor. Antara faktor
yang bisa mempengaruhi keadaan anemia pada pasien kanker kolorektal adalah
lokasi lesi, usia, jenis kelamin dan juga penyakit kronis lain. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan di RSUP Dr.Kariadi menunjukkan hasil bahawa
pasien dengan lokasi tumor di kolon kiri dengan dijumpai dengan anemia derajat
ringan sedangkan anemia derajat sedang dan berat dijumpai pada pasien dengan
lokasi tumor di kolon kanan. Hal ini disebabkan karena tumor di kolon kanan
menyebabkan perdarahan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama (Rizqhan,
M., 2014).
Dari segi usia, anemia paling banyak dijumpai pada pasien dengan usia lanjut
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUP Dr.Kariadi Semarang
(Aisyah, S., 2013). Menurut penelitian tersebut tidak ada alasan yang jelas
mengapa pasien usia tua dengan kanker kolorektal lebih sering mengalami anemia
Insidensi terjadinya anemia pada pasien kanker kolorektal adalah tinggi pada
pasien wanita berbanding pasien laki-laki. Hal ini adalah karena, wanita pada
umumnya memiliki cadangan besi yang lebih sedikit berbanding laki-laki dan
lebih banyak berkurang akibat menstruasi, yang menyebabkan wanita lebih
beresiko mengalami anemia (Aisyah, S., 2013). Faktor diet juga adalah salah satu
faktor yang berperan karena wanita lebih sedikit mengkonsumsi daging
berbanding laki-laki baik di Negara barat dan masyarakat tradisional (Aisyah, S.,
2013).
Selain itu anemia bisa juga menjadi efek samping perawatan kemoterapi
(Sridianti, 2015). Selama perawatan kemoterapi, sel-sel di sumsum tulang, saluran
pencernaan dan folikel rambut yang membelah dengan cepat dalam keadaan
normal juga merugikan. Hal ini dapat mengakibatkan myelosupresi atau
penurunan produksi sel darah (Sridianti, 2015). Efek kemoterapi pada jumlah sel
darah tergantung pada dosis dan jadwal obat. Sebuah jumlah hemoglobin rendah,
yang mengakibatkan anemia juga dapat disebabkan oleh efek dari pengobatan,
membuat pasien merasa lelah atau sesak napas. Ada juga kemungkinan jumlah
trombosit yang rendah, yang dapat menyebabkan mudah memar dan berdarah
(Sridianti, 2015).
Anemia pada pasien kanker akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap
kualitas hidup pasien akibat timbulnya kelelahan yang diinduksi oleh kanker
tersebut dan berpengaruh dalam proses terapi pasien. Penelitian yang telah
dilakukan di Norwegia menyatakan kejadian anemia preoperatif pada pasien
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 .Latar Belakang
Kanker merupakan suatu penyakit yang dianggap sebagai masalah
besar di dunia. Setiap tahun dijumpai hampir 6 juta penderita baru yang
antaranya meninggal akibat kanker, dan peningkatan lebih cepat terjadi di
negara miskin dan berkembang (Depkes, 2014).
Di Indonesia prevalensi kanker juga cukup tinggi. Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi kanker di Indonesia
adalah 1,4 per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang (Depkes, 2014).
Kanker tertinggi di Indonesia pada perempuan adalah kanker payudara dan
kanker leher rahim. Sedangkan pada laki-laki adalah kanker paru dan
kolorektal (Depkes, 2014). Menurut World Cancer Research Fund
International (2014), kanker kolorektal merupakan kanker ketiga paling
umum diderita dengan hampir 1,4 juta kasus baru dijumpai pada tahun
2012. Berdasarkan jenis kelamin penderitanya diseluruh dunia, kanker
kolorektal menempati posisi kedua umum terjadi pada pria (746.000 kasus
atau sebesar 10% ) dan posisi ketiga pada wanita (614.000 atau kasus
9,2%) (Globocan, 2012).
Prevalensi kanker kolorektal yang semakin meningkat di seluruh
serius. Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia
(PGI) Profesor Marcellus Simadibrata mengatakan, kanker usus besar atau
kanker kolorektal merupakan penyumbang terbesar tingginya prevalensi
kanker saluran cerna (Unoviana, 2013). Di Indonesia sendiri, menurut data
Patologi Anatomi FKUI 2003-2007, jumlah pasien kanker kolorektal di
bawah usia 40 mencapai 28.17%. Bahkan prevalensinya diprediksi akan
meningkat di tahun-tahun mendatang (Rahmianti, D., 2014).
Terdapat banyak gejala yang dapat timbul akibat kanker kolorektal.
Gejala-gejala kanker kolorektal tergantung pada lokasi kanker, ukuran
kanker dan ada tidaknya metastasis. Salah satu manifestasi klinik penyakit
keganasan dengan prevalensi yang cukup tinggi pada pasien kanker
kolorektal adalah anemia (Fahrizal, K., 2014). Anemia pada kanker
kolorektal adalah disebabkan oleh pendarahan kronik dari saluran cerna
dan peradangan akibat keganasan yang diinduksi (Munoz, M., et al.,
2014). Anemia pada pasien kanker kolorektal sering dilaporkan dengan
prevalensi sebesar 51% (Khanbai, M., et al., 2014). Tingkat keparahan pada anemia dapat dikategorikan menjadi derajat ringan, derajat sedang,
derajat berat. (Soebroto, 2010). Anemia juga ditemukan sebagai faktor
yang mempengaruhi mortalitas pasien kanker kolorektal preoperatif
(Munoz, M., et al., 2014). Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini, yaitu untuk melihat prevalensi anemia pada
pasien kanker kolorektal di RSUP Hj.Adam Malik Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Salah satu manifestasi klinik penyakit keganasan dengan prevalensi yang
cukup tinggi pada pasien kanker kolorektal adalah anemia. Dari latar
belakang ini, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah
“Bagaimanakah prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal di RSUP
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui
prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal di RSUP H.Adam
Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kadar Hb pada pasien kanker kolorektal di RSUP
H.Adam Malik Medan.
2. Mengetahui derajat anemia pada pasien kanker kolorektal di RSUP
H.Adam Malik Medan.
1.3.3. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pekerja medis dan
masyarakat tentang prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal.
2. Memberikan sumbangan informasi terhadap pengembangan ilmu
kedokteran yang berkaitan dengan kanker kolorektal dan juga anemia.
3. Dapat mengembangkan kemampuan dalam penelitian bagi penulis
ABSTRAK
Prevalensi kanker kolorektal yang semakin meningkat di seluruh dunia menjadikannya sebagai salah satu masalah kesehatan global yang sangat serius. Terdapat banyak gejala yang dapat timbul akibat kanker kolorektal. Salah satu manifestasi klinik penyakit keganasan dengan prevalensi yang cukup tinggi pada pasien kanker kolorektal adalah anemia. Anemia pada pasien kanker kolorektal sering dilaporkan dengan prevalensi sebesar 51%. Tingkat keparahan pada anemia dapat dikategorikan menjadi derajat ringan, derajat sedang, derajat berat.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dimana pengumpulan data dilakukan pada saat tertentu. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder dengan mengobservasi data di Rekam Medik pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahu prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal di RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2013 sehingga tahun 2014.
Dari 172 sampel yang diteliti, didapati mayoritas responden adalah laki-laki 91 orang (52,9%) dan sampel perempuan adalah 81 orang (47,1%). Sampel dari kategori umur 0 – 19 tahun adalah 2 orang (1,2%), 20 – 39 tahun adalah 19 orang (11,0%), 40-59 tahun adalah 83 orang (48,3%), 60-79 tahun adalah 66 orang (38,7%), dan kategori umur 80-99 tahun adalah 2 orang (1,2%). Prevalensi anemia pada pasien kanker kolorektal berdasarkan penelitian ini adalah sebesar 53,5%. Berdasarkan klasifikasi anemia, derajat anemia yang paling banyak dialami oleh pasien kanker kolorektal adalah anemia ringan sebanyak 49 orang (28,5%) diikuti anemia sedang sebanyak 38 orang (22,1%) dan anemia berat sebanyak 5 pasien (2,9%).
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pasien kanker kolorektal di RSUP H. Adam Malik Medan mayoritas mengalami anemia sebanyak 92 pasien (53,5%). Justru harus ditingkatkan kewaspadaan dan perhatian khusus terhadap pasien kanker kolorektal karena adanya resiko tinggi terjadi anemia.