DRAFT WAWANCARA
A. INFORMAN PANGKAL (Staf/ Divisi Anak dan Perempuan Yayasan Pusaka
Indonesia)
Profil Informan
a. Nama :
b. Jenis kelamin :
c. Umur :
d. Alamat :
1. Apa saja cara pengembangan motivasi yang di berikan dalam rangka pendirian
Yayasan Pusaka Indonesia?
2. Siapa saja yang terlibat dalam penyusunan program?
3. Apakah ada tenaga profesional, organisasi masyarkat, lembaga negara yang ikut
dalam menyusun program di Yayasan Pusaka Indonesia ?
4. Cara apa saja yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia dalam rangka
pengembangan staf?
5. Bagaimana cara yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia dalam merekruitmen
staf?
6. Seperti apa cara Yayasan Pusaka Indonesia mendekatkan/ memperkenalkan
lembaga ke masyarakat?
7. Siapa saja stakeholder yang terlibat dalam mensosialisasikan Yayasan Pusaka
Indonesia?
8. Bagaimana prosedur menjadi calon target group (klien) dari Yayasan pasaka
Indonesia?
9. Apa saja tahap- tahap atau proses dalam penanganan kasus?
B. INFORMAN KUNCI
Profil Informan
a. Nama :
b. Jenis kelamin :
c. Umur :
d. Agama :
e. Pekerjaan :
f. Status :
B.1 Investigasi oleh Yayasan Pusaka Indonesia
1. Dari mana anda tahu tentang Yayasan Pusaka Indonesia?
2. Apasaja bentuk kekerasan yang anda alami selama peristiwa KDRT?
3. Apakah ada dampak fisik, psikis, dan ekonomi yang anda rasakan selama
peristiwa KDRT?
4. Apa dampak yang anda rasakan dari kekerasan tersebut?
5. Apakah anda sampai masuk rumah sakit, atau menjalani perawatan dirumah
sakit atau sampai di obname?
6. Jika ya, berapa lama anda dirawat di Rumah Sakit?
7. Jika tidak, Bagaimana anda menyembuhkannya?
8. Adakah peran Yayasan Pusaka Indonesia dalam proses penyembuhan/
pemulihan tersebut?
10. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia pernah bertanya tentang perkembangan
kondisi (fisik, psikologis, sosial, ekonomi) kepada anda?
B.2 Layanan Penempatan Korban/Penjemputan Korban oleh Yayasan Pusaka
Indonesia
1. Apakah anda pernah ditempatkan di rumah aman sementara (shelter)?
2. Jika ya, dimanakah rumah aman sementara (shelter) nya?
3. Jika tidak, dimana anda tinggal selama proses pendampingan yang dilakukan
Yayasan Pusaka Indonesia?
4. Berapa lama anda ditempatkan di rumah aman sementara (shelter)?
B.3 Layanan Pemeriksaan Kondisi Kesehatan
1. Apakah anda pernah dirujuk kerumah sakit untuk melakukan visum/kondisi
kesehatan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?
2. Selama melakukan visum/kondisi kesehatan, apakah anda didampingi oleh
Yayasan Pusaka Indonesia?
3. Seperti apa pengalaman anda selama visum?
B.4 Layanan Konseling/pemberian bimbingan psikologis
1. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia pernah memberikan konseling/bimbingan
psikologis?
2. Jika ya, berapa kali anda menjalani konseling/bimbingan psikologis?
4.Apakah dengan mengikuti koseling/bimbingan psikologis anda terbantu dalam
menyelesaikan permasalahan anda?
5. Apakah anda mendapatkan manfaat saat konseling/bimbingan psikologis?
6.Upaya apa yang anda harapkan atau butuhkan selama proses
konseling/bimbingan psikologis?
B.5 Layanan Pendampingan dalam proses hukum (Litigasi)
1. Seperti apa langkah hukum yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?
2. Apakah selama proses hukum di kepolisian, anda didampingi oleh Yayasan
Pusaka Indonesia?
3. Apakah selama proses hukum di kejaksaan, anda didampingi oleh Yayasan
Pusaka Indonesia?
4. Apakah selama proses hukum di pengadilan, anda didampingi oleh Yayasan
Pusaka Indonesia?
5. Selama proses hukum di kepolisian, siapa saja yang melakukan monitoring?
6. Selama proses hukum di kejaksaan, siapa saja yang melakukan monitoring?
7. Selama proses hukum di pengadilan, siapa saja yang melakukan monitoring?
8. Apakah anda merasa puas dengan layanan hukum yang diberikan oleh
Yayasan Pusaka Indonesia?
B.6 Proses Perlindungan yang didapatkan korban
1. Apakah anda mendapatkan rehabilitasi dalam rangka penguatan secara
2. Jika anda mendapatkan rehabilitasi, berapa lama anda direhabilitasi untuk
pemulihan secara psikologi?
3. Upaya reintegrasi apa yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?
4. Apakah anda mendapatkan manfaat selama proses rehabilitasi?
5. Apakah anda mendapatkan manfaat selama proses reintegrasi?
6. Upaya apa yang anda harapkan/butuhkan selama proses rehabilitassi dan
reintegrasi?
B.7 Monitoring yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia
1. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia melakukan kunjungan kerumah anda?
2. Apa yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia ketika datang kerumah anda?
3. Apakah anda pernah diminta untuk datang ke Yayasan Pusaka Indonesia
dalam rangka perkembangan kondisi/pasca selesai kasus kekerasan yang anda
alami?
4. Apakah anda pernah diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh Yayasan Pusaka Indonesia?
B. INFORMAN BIASA
Profil Informan
a. Nama :
b. Jenis kelamin :
d. Agama :
e. Pekerjaan :
f. Status :
g. Hubungan dengan Korban :
C.1 Investigasi oleh Yayasan Pusaka Indonesia
1. Dari mana korban tahu tentang Yayasan Pusaka Indonesia?
2. Apasaja bentuk kekerasan yang korban alami selama peristiwa KDRT?
3. Apakah ada dampak fisik, psikis, dan ekonomi yang korban rasakan selama
peristiwa KDRT?
4. Apa dampak yang korban rasakan dari kekerasan tersebut?
5. Apakah korban sampai masuk rumah sakit, atau menjalani perawatan dirumah
sakit atau sampai di obname?
6. Jika ya, berapa lama korban dirawat di Rumah Sakit?
7. Jika tidak, Bagaimana korban menyembuhkannya?
8. Setau anda, Adakah peran Yayasan Pusaka Indonesia dalam proses
penyembuhan/ pemulihan tersebut?
9. Apa saja perannya?
10. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia pernah bertanya tentang perkembangan
kondisi (fisik, psikologis, sosial, ekonomi) kepada korban?
C.2 Layanan Penempatan Korban/Penjemputan Korban oleh Yayasan Pusaka
1. Apakah korban pernah ditempatkan di rumah aman sementara (shelter)?
2. Jika ya, dimanakah rumah aman sementara (shelter) nya?
3. Jika tidak, dimana korban tinggal selama proses pendampingan yang dilakukan
Yayasan Pusaka Indonesia?
4. Berapa lama korban ditempatkan di rumah aman sementara (shelter)?
C.3 Layanan Pemeriksaan Kondisi Kesehatan
1. Apakah korban pernah dirujuk kerumah sakit untuk melakukan visum/kondisi
kesehatan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?
2. Setau anda, Selama melakukan visum/kondisi kesehatan, apakah korban
didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia?
3. Seperti apa pengalaman korban selama visum?
C.4 Layanan Konseling/pemberian bimbingan psikologis
1. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia pernah memberikan konseling/bimbingan
psikologis?
2. Jika ya, berapa kali korban menjalani konseling/bimbingan psikologis?
3. Jika tidak, apa cara yang korban lakukan dalam penguatan psikologis?
4.Apakah dengan mengikuti koseling/bimbingan psikologis korban terbantu
dalam menyelesaikan permasalahannya?
6.Setau anda, Upaya apa yang korban harapkan dan butuhkan selama proses
konseling/bimbingan psikologis?
C.5 Layanan Pendampingan dalam proses hukum (Litigasi)
1. Seperti apa langkah hukum yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?
2. Apakah selama proses hukum di kepolisian, korban didampingi oleh Yayasan
Pusaka Indonesia?
3. Apakah selama proses hukum di kejaksaan, korban didampingi oleh Yayasan
Pusaka Indonesia?
4. Apakah selama proses hukum di pengadilan, korban didampingi oleh Yayasan
Pusaka Indonesia?
5. Setau anda, Selama proses hukum di kepolisian, siapa saja yang melakukan
monitoring?
6. Selama proses hukum di kejaksaan, siapa saja yang melakukan monitoring?
7. Selama proses hukum di pengadilan, siapa saja yang melakukan monitoring?
8. Apakah korban merasa puas dengan layanan hukum yang diberikan oleh
Yayasan Pusaka Indonesia?
C.6 Proses Perlindungan yang didapatkan korban
1. Apakah korban mendapatkan rehabilitasi dalam rangka penguatan secara
psikologis?
2. Jika korban mendapatkan rehabilitasi, berapa lama anda direhabilitasi untuk
3. Upaya reintegrasi apa yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?
4. Setau anda, Apakah korban mendapatkan manfaat selama proses rehabilitasi?
5. Apakah korban mendapatkan manfaat selama proses reintegrasi?
6. Upaya apa yang korban harapkan/butuhkan selama proses rehabilitasi dan
reintegrasi?
C.7 Monitoring yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia
1. Setau anda, Apakah Yayasan Pusaka Indonesia melakukan kunjungan kerumah
korban?
2. Apa yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia ketika datang kerumah
korban?
3. Apakah korban pernah diminta untuk datang ke Yayasan Pusaka Indonesia
dalam rangka perkembangan kondisi/ pasca selesai kasus kekerasan yang
korban alami?
4. Apakah korban pernah diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Kukuh Jumi. (2013). Esensial Konseling: Pendekatan Traint and Factor dan
Client Centered. Yogyakarta: Garudawacha.
Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Survei Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Anak Tahun 2010, Jakarta: BPS & KNPP.
Juniarti, Elisabeth dan Amri Khairil. (2010). Spo penangan kasus yayasan pusaka indonesia. Medan: Yayasan Pusaka Indonesia.
Daryanto dan Abdullah. (2012). Pengantar Ilmu Manajemen dan Komunikasi. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya.
LBH Malang. (2008).
Luhulima, Achie S. (2000). Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: PT. Alumni.
Panduan bantuan hukum di Indonesia: pedoman anda
memahami dan menyelesaikan permasalahan. Malang: LBH Malang.
Mahendra, A.A.Oka. (2006). Reformasi Pembangunan Hukum dalam Perspektif
Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia
Mansur , Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom. (2007). Urgensi Perlindungan
Korban Kejahatan antara Norma dan Realita. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
. Jakarta: Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Mei Leandha ( 2012, Maret 13). Butet, Kasus Perbudakan di Medan. Kompas.
Hal. 1-2
Profil yayasan pusaka indonesia, 2008
Redaksi Sinar Grafika. (2009). Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga. Jakarta: PT. Sinar Grafika.
Relawati , Rahayu. (2011). Konsep dan Aplikasi Penelitian Gender. Bandung: Muara Indah
Shinta, Dewita Hayu dan Oetari Cintya Bramanti. (2007). Kekerasan dalam Rumah
Tangga dalam RUU KUHP. Jakarta: LBH APIK dan Aliansi Nasional
Reformasi KUHP
Siagian, Matias. (2011). Metode Penelitian Sosial. Medan: PT. Grasindo Monoratama
Silawati, Hartian. (2001). Menggagas Women’s Crisis Center di Indonesia. Yogyakarta: Rifka Annisa WCC
Septiawan, Hadi dan Sugihastuti. (2007). Gender & Inferioritas
Solekhah, H. (2009). Panduan Penumbuhan Lembaga Konsultasi Keluarga di
Kabupaten / Kota. Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia.
Sukoco, Dwi Heru. (2001).Profesi Pekerja Sosial. Jakarta: Gramedia
Sugiyono. (2011). Metode penelitian. Bandung: CV. Alfabet
Usman, Rachmadi. (
Wadong, Maulana Hasan. (2000). Pengantar Advokasi dan Perlindungan Anak. Jakarta: Gramedia.
2012). Mediasi di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
YLBHI. (2007). Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman Anda Memahami
dan Menyelesaikan Masalah Hukum. Jakarta: Sentralisme Production.
Sumber lain :
, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
, Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009
pada
tanggal 28 februari 2014, pukul 14.30 WIB.
WIB.
Pukul 10.43 WIB
tanggal 28 februari 2014, pukul 14.30 WIB.
20.15 WIB.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Tipe penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif dengan sebuah model
studi kasus. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan
menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti. Termasuk
di dalamnya bagaimana unsur- unsur yang ada dalam variabel penelitian
ituberinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung
(Siagian, 2011: 52).
Pada penelitian kualitatif, penelitian dilakukan pada objek yang alamiah
maksudnya, objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan
kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada objek tersebut
Studi kasus adalah strategi penelitian yang terfokus pada pemahaman
terhadap sesuatu yang dinamis dan melibatkan satu kasus atau lebih dengan tingkat
analisis yang berbeda- beda dan dapat memberikan gambaran terhadap suatu
masalah. Ketika menggunakan model studi kasus, masalah yang diteliti adala suatu
realitas sosialyang benar- benar terjadi dimasyarkat sehingga masalah tersebut dapat
dideskripsikan secara mendalam.
Karena itu penelitian ini di darapkan mampu menggambarkan secara jelas
dan mendalam mengenai bagaimana Advokasi Korban Kekerasan dalam Rumah
Tangga oleh Yayasan Pusaka Indonesia
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera
Utara yang beralamat di Jalan Kenangan Sari nomor 20, Kecamatan Medan
Kekerasan dalam Rumah Tangga. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi
penelitian ini dikarenakan Yayasan Pusaka Indonesia adalah lembaga yang
menghormati, melindungi, dan memenuhi hak- hak anak dan perempuan serta
lingkungan sosialnya dengan menganut prinsip kepentingan terbaik untuk anak dan
perempuan. Selain itu Yayasan Pusaka Indonesia juga memiliki serangkaian kegiatan
advokasi yang dinilai mampu mengcover permasalahan Kekerasan dalam Rumah
Tangga mengingat pengaruh kebudayaan Indonesia yang menimbulkan
kecendrungan pihak keluarga dan korban bungkam terhadap kasus Kekerasan dalam
Rumah Tangga.
3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis
Pada penelitian ini yang perlu dijelaskan bukan “populasi dan sampel”
melainkan “subjek penelitiannya”, istilah subjek penelitian menunjukkan pada orang,
individu atau kelompok yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang dianalisis. Unit
analisis merupakan sosok (hal, entitas) amat penting ketika melakukan analisis data
penelitian. Penentuan unit analisis menjadi faktor yang utama untuk mendapatkan
informasi dan data penelitian. Penentuan unit analisis menjadi faktor yang utama
untuk mendapatkan informasi dan data yang akurat dilapangan. Adapun yang
menjadi unit analisis atau subjek kajian dari penelitian ini adalah anak korban
kekerasan seksual yang pernah ditangani oleh Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera
Utara.
3.3.2 Informan
Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh
pewawancara dan diperkirakan dapat memahami atau memberikan informassi, data
dalam fokus penelitian ini selanjutnya akan menjadi informan penelitian yang
diharapkan akan memberikan informassi yang diperlukan selama proses penelitian.
Informan dalam penelitian ini terdiri atas tiga jenis yaitu informan pangkal, informan
kunci, dan informan biasa.
1. Informan pangkal adalah orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih
banyak tentang masalah yang akan diteliti seperti Pihak Yayasan Pusaka
Indonesia yang menangani permasalahan anak dan perempuan guna
mendapatkan data mengenai kronologis kasus, upaya pendampingan yang
dilakukan, maupun perspektif hukum dalam memandang kasus kekerasan
dalam rumah tangga. Yang menjadi informan pangkal adalah Mitra Lubis,
SH (koordinator devisi anak dan perempuan) dan Elisabeth Juniarti, SH
(anggota devisi anak dan perempuan).
2. Informan kunci dalam penelitian ini adalah korban kekerasan dalam rumah
tangga yang pernah ditangani atau didampingi oleh Yayasan Pusaka
Indonesia. Yang menjadi informan kunci adalah 3 orang korban kekerasan
dalam rumah tangga.
3. Informan biasa adalah informan tambahan yang mampu memperkuat data
yang diperoleh dari informan pangkal dan informan kunci seperti keluarga,
lingkungan belajar maupun lingkungan tempat tinggal korban. Yang menjadi
informan biasa adalah 3 orang keluarga yang mengetahui kekerasan dalam
rumah tangga yang dialami oleh korban.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini maka penulis
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan tehnik pengumpulan data atau informasi yang
menyangkut masalah yang diteliti dengan mengolah berbagai sumber kepustakaan
seperti buku ilmiah, peraturan undang- undang, makalah, surat kabar, jurnal serta
bentuk- bentuk tulisan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang akan
diteliti.
2. Observasi Partisipatif
Observasi Partisipatif adalah pengumpulan data melalui observasi, interaksi
interpersonal ataupun pengamatan terhadap objek secara langsung sehingga
pengamat dapat betul- betul menyelami kehidupan objek penelitian. Observasi
partisipatif dalam penelitian ini dilakukan selama kurun waktu satu bulan atau
hingga peneliti memperoleh informasi yang cukup untuk merumuskan dan
menggambarkan hasil dari penelitian.
Adapun yang menjadi alat bantu peneliti dalam melakukan observasi
partisipatif yaitu dengan form wawancara, alat perekam suara, dan alat tulis yang
telah disediakan oleh peneliti.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data kualitatif, umumnya tidak digunakan sebagai alat
mencari data dalam arti frekuensi akan tetapi digunakan untuk menganalisis proses
sosial yang berlangsung dan makna dari fakta- fakta yang tampak dipermukaan itu.
Dengan demikian, maka analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah
proses dan fakta serta bukan sekedar untuk menjelaskan fakta tersebut. Dan dalam
penelitian ini tehnik analisis data yang digunakan adalah tehnik analisa kualitatif
dengan menggunakan pendekatan induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan
kesimpulan umum. Dengan demikian, pendekatan ini menggunakan logika berfikir
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI
4.1 Sejarah Lembaga
Pusaka Indonesia (PI) adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM)
berbadan hukum yayasan. Lembaga ini didirikan pada tanggal 10 Desember 2000,
bertepatan dengan hari HAM sedunia, oleh sejumlah aktivis LSM, dosen dan advokat
di Sumut.
Struktur lembaga ini terdiri dari tiga yakni Badan Pengawas, Badan Pembina
dan Badan Pengurus. Di Badan Pengurus duduk seorang Ketua Badan Pengurus yang
dibantu empat divisi yakni Divisi Anak dan Perempuan, Divisi Litigasi, Divisi
Lingkungan & Demokratisasi, dan Divisi Riset, Informasi & Dokumentasi.
Yayasan Pusaka Indonesia memiliki visi terciptanya tatanan masyarakat sipil
(civil society) dan kebijakan yang menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak
anak serta lingkungan sosialnya dengan menganut prinsip kepentingan terbaik untuk
anak.
Misi yang diemban Yayasan Pusaka Indonesia adalah memberikan bantuan
hukum (di dalam dan di luar pengadilan) terhadap anak-anak, khususnya anak-anak
yang membutuhkan perlindungan khusus (children in need special protection), dan
masyarakat pencari keadilan (justiabelen), merancang konsep tanding (legal drafting
counter draft dan judicial review) dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di
bidang anak dan peradilan yang independen (independent judicial), melakukan upaya
mempengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan (lobi, negosiasi, kolaborasi dan
lainnya) dalam perlindungan anak dan justiabelen,mempengaruhi pendapat umum
(kampanye, siaran pers, jajak pendapat, riset dan lainnya) untuk mempengaruhi
Pusaka Indonesia juga melancarkan tekanan dengan proses pengorganisasian
masyarakat (pendidikan politik) dalam mempercepat perubahan kebijakan di bidang
anak dan justiabelen.
4.2 Visi dan Misi Yayasan Pusaka Indonesia
Adapun visi dari Yayasan Pusaka Indonesia adalah:
1. Ikut dan memposisikan visi dan misi yang strategis dalam mempercepat
perbaikan dan perubahan kebijakan (isi, struktur dan kultur) perlindungan
anak dan lingkungan serta masyarakat pencari keadilan di Indonesia.
2. Membangun sebuah kultur pengorganisasian organisasi non politik dalam
bidang perlindungan anak yang demokratis, trasformatif dan accountable
terhadap segenap stakeholdernya.
3. Sebagai ikhtiar untuk turut serta mempercepat tumbuh dan kembangnya
kekuatan sipil di Indonesia.
Adapun Misi dari Yayasan Pusaka Indonesia adalah:
1. Memberikan bantuan hukum (di dalam dan di luar pengadilan) dan pelayanan
sosial lainnya terhadap anak- anak, khususnya anak- anak yang
membutuhkan perlindungan khusus (Children in Need Special Protection)
dan masyarakat pencari keadilan.
2. Merancang konsep tanding (legal drafting, counter draft dan judicial review)
dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di bidang anak dan peradilan yang
independent.
3. Melakukan upaya mempengaruhi pembuat dan pelaksanaan kebijakan (lobby,
4. Mempengaruhi pendapat umum (kampanye, siaran pers, jajak pendapat, riset
dan lainnya) untuk mempengaruhi perubahan kebijakan perlindungan anak
dan masyarakat pencari keadilan.
5. Tekanan dengan proses pengorganisasian masyarakat (pendidikan politik)
dalam mempercepat perubahan kebijakan di bidang anak dan masyarakat
pencari keadilan.
4.2.1 Falsafah lembaga
a. Peduli Terhadap Anak dan Perempuan
b. Menjunjung Tinggi Nilai HAM.
c. Anti Kekerasan.
d. Non – Diskriminasi.
e. Transparansi Publik.
f. Anti Korupsi.
g. Menghargai Perbedaan.
h. Berintegritas
i. Peduli terhadap Sesama dan Lingkungan
4.3 Program Yayasan Pusaka Indonesia
Pusaka Indonesia memiliki lima program besar yakni :
1. Melakukan Perlindungan bagi anak yang berkonflik dengan hukum.
Activities :
a. Pemberian layanan hukum bagi anak-anak yang menjadi korban dan
pelaku tindak pidana.
b. Pembuatan kartu anggota layanan hukum bagi anak jalanan di Medan.
c. Penyusunan dokumentasi kasus-kasus kekerasan yang dialami anak
d. Pembuatan buku saku pendampingan hukum anak jalanan.
e. Pemberian bantuan ekonomi bagi sejumlah keluarga dan pendidikan anak
yang berkonflik dengan hukum.
2. Melakukan Upaya untuk melawan dan mencegah Perdagangan anak dan
perempuan.
Activities:
a. Penguatan kapasitas organisasi masyarakat dalam memerangi
perdagangan anak & perempuan di Sumatera Utara.
b. Kampanye kesadaran publik tentang bahaya praktek perdagangan anak
dan perempuan di Sumatera Utara.
c. Penguatan kapasitas aparatur pemerintah dan dukungan bagi Komite Aksi
Propinsi dalam melakukan pencegahan praktek perdagangan anak dan
perempuan.
d. Dukungan bagi penguatan aparatur penegak hukum dalam perlindungan
dan penanganan korban perdagangan anak dan perempuan.
3. Melakukan Pencegahan anak-anak yang bekerja di sektor terburuk.
Activities:
a. Penyusunan draft peraturan daerah Sumatera Utara dalam mencegah
anak-anak bekerja di sektor terburuk di Sumatera Utara.
b. Penyusunan buku proses pembuatan dan pengesahan peraturan daerah
dalam mencegah anak bekerja di sektor terburuk.
c. Monitoring terpadu dengan aparat pemeritah dan penegak hukum
terhadap anak-anak yang bekerja di jermal.
e. Pembuatan publikasi untuk kampanye publik menentang pekerja anak di
sektor terburuk dan keluarga.
f. Program pencegahan anak bekerja di sektor terburuk melalui program
PKBM.
4. Melakukan Penyelamatan anak-anak korban Tsunami dan Gempa Bumi di Aceh
dan Nias.
Activities:
a. Pendataan anak-anak yang terpisah dengan orangtua dan keluarganya
akibat Tsunami dan Gempa di Aceh dan Nias Island.
b. Pemberian logistic (child food, hygiene kits dan school kits) kepada
anak-anak korban Tsunami dan gempa di Aceh dan Nias.
c. Pemberian / pelayanan perwalian bagi anak-anak korban tsunami.
d. Program lifeskill dan livelihood bagi kelompok perempuan korban
konflik dan tsunami di NAD.
e. Pelayanan traumatic, pendidikan emergency (psikosocial) bagi anak-anak
korban tsunami dan gempa di Aceh dan Nias.
f. Pemberian bantuan logistik bagi anak-anak korban Gempa di Nias.
5. Melakukan Penguatan Kapasitas Kelompok Anak dan Perempuan dalam Isu
Lingkungan dan Demokratisasi.
Activities:
a. Program penguatan komunitas anak dan lingkungan.
b. Program pendidikan politik bagi perempuan.
c. Program penguatan kapasitas kelompok rakyat dalam konservasi hutan
4.3.1 Program yang telah Dijalankan:
1. Penanganan dan Pendampingan Korban Perdagangan Manusia (ICMC).
2. Monitoring Penyusunan Draft Ranperda Tentang Bentuk-Bentuk
Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (ILO-IPEC).
3. Perlindungan Hukum dan HAM serta Penyadaran Hukum Bagi Anak
Jalanan di Kota Medan (Save the Children).
4. Pendokumentasian Kasus dan Pembuatan Buku Saku Pendamping (Save
the Children).
5. Membangun Koordinasi Penanganan Perempuan dan Anak Korban
Traffiking di Sumatera Utara (US. Embassy).
6. Advokasi Pengembangan Kapasitas Propinsi Sumatera Utara Untuk
Memberantas Perdagangan Anak dan Perempuan di Indonesia (Save The
Children).
7. Peningkatan Kapasitas Peer Group Dalam Penanganan Anak Jalanan
Berkonflik dengan Hukum (Save the Children).
8. Workshop Penyusunan Program Bagi Anak Jalanan di Kota Medan
(Save the Children).
9. Pendataan Anak Korban Gempa dan Tsunami Aceh dan Nias yang ada di
Medan (Save the Children).
10.Workshop Evaluasi dan Refleksi Penanganan Anak Jalanan di Sumatera
Utara (Save the Children).
11.Pencetakan Buku ’’Membangun Kekuatan di Atas Ketidakpastian
Perlindungan Hukum” (Save the Children).
13.Penanganan dan Penanggulangan Trafiking di Sumatera Utara (Uni Eropa
– EIDHR).
14.Pemberdayaan Anak Berkonflik dengan Hukum yang dibina di Lembaga
Permasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan (APBD Sumut).
15.Program penguatan Good Governance di Tingkat Desa (PGRI– UNDP).
16.Program Bantuan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan
Traffiking (APBD Sumut).
17.Program Penanggulangan dan Penegakan Hak-Hak Anak Korban Gempa
Bumi dan Tsunami di Aceh dan Nias (UNICEF).
18.Program Livelihood bagi keluarga yang memelihara
anak Separated danUncompanied di NAD (JOHANITER).
19.Program Penguatan Masyarakat di TNBG (CEVF, Bitra Konsorsium).
20.Program Fasilitasi pembuatan Ranperda ADD (Tifa Foundation).
4.3.2 Program yang Sedang Berjalan :
1. Program Pengembangan Children Center di NAD dan Nias.
2. Program Disaster Risk Reduction di Lhokseumawe, Aceh Utara dan
Simeuleu.
3. Program Penguatan PKBM di NAD.
4. Program Pengembangan Media Anak di NAD dan Nias.
5. Program DRR di Lhokseumawe, Aceh Utara dan Lhokseumawe.
Saat ini di Pusaka Indonesia terlibat sekitar 50 aktivis dengan berbagai disiplin ilmu.
Sebanyak 35 orang dari 50 aktivis itu juga telah direkrut sebagai staf kontrak yang
4.3.3 Program yang telah dijalankan:
1. Penanganan dan Pendampingan Korban Perdagangan Manusia (ICMC).
2. Monitoring Penyusunan Draft Ranperda Tentang Bentuk-Bentuk
Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (ILO-IPEC).
3. Perlindungan Hukum dan HAM serta Penyadaran Hukum Bagi Anak
Jalanan di Kota Medan (Save the Children).
4. Pendokumentasian Kasus dan Pembuatan Buku Saku Pendamping (Save
the Children).
5. Membangun Koordinasi Penanganan Perempuan dan Anak Korban
Traffiking di Sumatera Utara (US. Embassy).
6. Advokasi Pengembangan Kapasitas Propinsi Sumatera Utara Untuk
Memberantas Perdagangan Anak dan Perempuan di Indonesia (Save The
Children).
7. Peningkatan Kapasitas Peer Group Dalam Penanganan Anak Jalanan
Berkonflik dengan Hukum (Save the Children).
8. Workshop Penyusunan Program Bagi Anak Jalanan di Kota Medan
(Save the Children).
9. Pendataan Anak Korban Gempa dan Tsunami Aceh dan Nias yang ada di
Medan (Save the Children).
10.Workshop Evaluasi dan Refleksi Penanganan Anak Jalanan di Sumatera
Utara (Save the Children).
11.Pencetakan Buku ’’Membangun Kekuatan di Atas Ketidakpastian
Perlindungan Hukum” (Save the Children).
13.Penanganan dan Penanggulangan Trafiking di Sumatera Utara (Uni Eropa
– EIDHR).
14.Pemberdayaan Anak Berkonflik dengan Hukum yang dibina di Lembaga
Permasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan (APBD Sumut).
15.Program penguatan Good Governance di Tingkat Desa (PGRI– UNDP).
16.Program Bantuan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan
Traffiking (APBD Sumut).
17.Program Penanggulangan dan Penegakan Hak-Hak Anak Korban Gempa
Bumi dan Tsunami di Aceh dan Nias (UNICEF).
18.Program Livelihood bagi keluarga yang memelihara
anak Separated danUncompanied di NAD (JOHANITER).
19.Program Penguatan Masyarakat di TNBG (CEVF, Bitra Konsorsium).
20.Program Fasilitasi pembuatan Ranperda ADD (Tifa Foundation).
4.4 Sumber Dana Yayasan Pusaka Indonesia
Yayasan Pusaka Indonesia dalam melakukan pola pendanaan menggunakan
azas sentralisasi karena belum memiliki cabang di provinsi atau daerah lain.
Sedangkan sumber dana yang dimiliki secara tidak tetap, dimana sumber-sumber
pendanaan dari lembaga Pusaka Indonesia masih tergantung pada proyek yang di
kerjakan. Artinya, YPI belum memiliki sumber-sumber keuangan tetap. Jumlah dan
persentasi dana yang di kelola, sangat tergantung pada jumlah proyek yang di kelola
setiap tahun.
Dalam hal seperti ini, sangat sulit untuk memberikan prinician secara pasti.
Pada umumnya, proyek-proyek yang di tangani masih bersifat project-based; antara
4.4.1 Sponsor Yayasan Pusaka Indonesia
1. UNICEF
Nama Proyek :
- Program Pelayanan Terpadu Bagi Korban Tsunami di 4 kabupaten (Banda
Aceh, Aceh Jaya, Gunung Sitoli, Nias Selatan)
Total Dana untuk 1 tahun Rp. 1.927.174.000,-
Contact Person : Zubedy Koteng [HP. 0813 6052 3474]
Alamat : Jl. Mesjid Sadaqah No. 2
2. OCSP
Nama Proyek :
- Program Memperkuat Kapasitas Lokal Dalam Mendukung Upaya Konservasi
Di Kawasan Hutan Lindung Register 66 Batu Ardan Di Kabupaten Dairi Dan
Pakpak Bharat (OCSP) (2009-2010)
Total Dana Rp. 801.314.250,-
Contact Person : Nurhayati [HP. 08161891694]
Email : nurhayati@dai.com
Alamat : Ratu Plaza Building, 17th
Jl. Jend. Sudirman No. 9 Jakarta – 10270 floor
3. CORDAID
Nama Proyek :
- Program Pengurangan Resiko Bencana di Komunitas Sekolah dan Masyarakat
di Kabupaten Simeulue, NAD (2008-2011)
- Program Tanggap Darurat untuk Anak-anak Korban Gempa Sumatera Barat
(2009-2010)
Total Dana : Rp. 1.149.539.999,-
Contact Person : Listyadewi
HP. 081578724998
Email : listya@karina.or.id
4. ILO –IPEC
Nama Proyek :
- Program Rehabilitasi dan Reintegrasi Anak-anak Korban Perdagangan untuk
Tujuan Eksploitasi Seksual (2009-2010)
Total Dana : Rp. 388.803.250,-
Contact Person : Edi Sunarwan [HP. 08116202313]
Email : edysunarwan@yahoo.com
Alamat : Setia Budi Makmur I Blok D 32
5. UNI EROPA
Nama Proyek :
- Program Evaluasi implementasi Konvensi Hak Anak dalam rangka
membangun Juvenile Restorative Justice bagi Anak berkonflik dengan hukum
(suara dari 5 kota) (2010-2011)
Total Dana : Rp. 1.356.207.710,-
Contact Person : Savitri Hanartani – Finance & Contract Section
Phone : 021 2554 6200
Email : Savitri.HANARTANI@eu.europa.eu
Alamat : Initial Tower, 16th
4.5 Struktur Lembaga Badan Pembina Yayasan
Ketua Badan Pembina : DR. Edy Ikhsan, SH MA
Sekretaris : Mahadi SH
Bendahara : Prof DR Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI
Anggota : Deni Purba, SH LLM
Marasamin Ritonga, SH
Badan Pengawas Yayasan
Ketua Badan Pengawas : Drs. Zahrin Piliang, MAP
Anggota : DR. Mahmul Siregar, SH., Mhum
Rusdiana, SE
Badan Pengurus Yayasan
Ketua Badan Pengurus : Fatwa Fadillah, SH
Deputi : Drs.Prawoto
Sekretaris : Nurida Khairuna, Amd
Bendahara : Irma Sari, Amd
Kasir : Nur Azmi
Office Boy : M. Yunus
Security : Indrasyah
Divisi Anak dan Perempuan
Koordinator : M. Mitra Lubis, SH
Divisi Community Development / Pengembangan Komunitas
Koordinator : Marjoko, SH
Anggota : Amrizal Nst, SH
Ok Syahputra Harianda, S.IKom
Divisi Riset dan Informasi Dokumentasi
Koordinator : Khairul Amri
Divisi Pengembangan Usaha
Koordinator : Kristina Perangin-angin, SE
4.6 Devisi Kelembagaan
4.6.1 Devisi Anak dan Perempuan
Sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat yang konsern terhadap
perlindungan anak dan perempuan khususnya di Sumatera Utara, Pusaka Indonesia
menitik beratkan pekerjaannya pada advokasi anak dan perempuan baik litigasi
maupun non litigasi. Berbagai kasus sudah di tangani oleh Pusaka Indonesia, baik
anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku tindak pidana ataupun perempuan
yang menjadi korban KDRT, trafiking dan kasus-kasus lainnya. Peningkatan kasus
kekerasan terhadap anak dan perempuan di 2 tahun terakhir menuntut divisi ini
untuk lebih berbenah dan memiliki startegi yang lebih matang dalam melakukan
kerja-kerja advokasi terhadap isu anak dan perempuan.
Kini kami ingin adanya perobahan dalam meningkatkan kualitas kerja divisi
anak dan perempuan dalam menunjang keberlangsungan kerja lembaga melakukan
perlindungan terhadap anak dan perempuan, menjadikan Pusaka sebagai lembaga
perempuan, serta mengembangkan program yang mengarah pada riset center dalam
isu anak dan perempuan.
Visi dari Divisi Anak dan Perempuan adalah Terwujudnya kesadaran
keberpihakan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan berbasis gender di
Indonesia, dengan memberikan perlindungan dan penguatan bagi perempuan dan
anak korban kekerasan berbasis gender, memberikan pelayanan yang optimal
terpadu, berupa; pelayanan hukum, pelayanan rehabilitasi dan melakukan upaya
pencegahan tindak kekerasan berbasis gender di masyarakat.
Secara garis besar tujuan Divisi:
1. Menguatkan jaringan pengamanan korban kekerasan terhadap perempuan dan
anak.
2. Memperpendek birokrasi penanganan korban kekerasan terhadap perempuan
dan anak.
3. Mendorong masyarakat agar melakukan pencegahan tindak kekerasan
berbasis gender.
4. Memperkuat layanan advokasi ABH & Perempuan korban kekerasan &
eksploitasi
Ruang Lingkup Divisi:
1. Advokasi Kebijakan, (khususnya yang menyangkut Kepentingan Anak dan
Perempuan).
2. Pendampingan terhadap Anak dan Perempuan (khususnya di bidang
Pendidikan, Kesehatan, Sosial Ekonomi dan Hukum).
3. Penguatan Ekonomi Keluarga
Aktivitas yang utama yang dilakukan oleh divisi Anak dan Perempuan adalah
berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku. Namun,
seiring dengan pengembangan dan perubahan stuktur Yayasan Pusaka Indonesia,
maka pelayanan hukum tidak hanya berfokus pada penanganan hukum anak dan
perempuan berkonflik dengan hukum, tetapi juga melakukan advokasi untuk
kepentingan perempuan dan anak.
Tugas umum pelayanan hukum di Divisi Anak dan Permpuan adalah:
1. Mengkoordinir semua kegiatan baik internal maupun dalam hubungannya
dengan divisi lain yang ada di Yayasan Pusaka Indonesia dan Badan
Pengurus.
2. Menyusun program kerja divisi dan membuat laporan divisi kepada Ketua
Badan Pengurus.
3. Membangun hubungan kerjasama (Networking) dengan instansi pemerintah,
aparat penegak hukum, LSM dan masyarakat umum, dalam melakukan
kerja-kerja advokasi khususnya penanganan kasus.
4. Melakukan kampanye (pembentukan opini publik) terhadap kasus yang di
tangani agar dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat umum baik melalui
konfrensi pers, pers rilis, ataupun web-site Yayasan Pusaka Indonesia. Dalam
hal ini, memberikan support data ke Divisi Indok untuk mengkampanyekan
kasus.
5. Melakukan pendataan terhadap kasus-kasus anak dan perempuan yang terjadi
baik lokal maupun nasional.
6. Melakukan analisis terhadap kasus-kasus yang di tangani untuk mengatasi
hambatan yang di hadapai diskusi bedah kasus dengan melibatkan divisi lain,
ataupun mengembangkan program baik di divisi litigasi ataupun divisi
7. Melakukan investigasi dan monitoring terhadap kasus-kasus yang di tangani,
secara litigasi dan non litigasi.
8. Memberikan pendampingan dan pelayanan hukum terhadap anak, perempuan
dan masyarakat umum yang membutuhkannya.
Adapun yang menjadi bidang kerja Pelayanan Hukum di Divisi Anak dan Perempuan
adalah:
1. Melakukan pendampingan dan pelayanan hukum terhadap anak, perempuan
dan masyarakat pencari keadilan, termasuk bimbingan psikologis dan
kesehatan.
2. Mengembangkan jejaring kerja (Networking) dalam rangka melakukan
pembelaan dan perlindungan terhadap anak dan perempuan berkonflik
dengan hukum.
3. Melakukan pengembangan jaringan kerja yang lebih komprehensif terhadap
anak dan perempuan yang di dampingi oleh Pusaka Indonesia dalam proses
litigasi.
4. Melakukan penyadaran masyarakat tentang persoalan-persoalan yang
menyangkut pada penegakan hukum dan perlindungan terhadap anak dan
perempuan (sosialisasi, pelatihan paralegal, kampanye publik).
5. Melakukan kajian dan analisis terhadap peraturan dan kebijakan yang
mengatur tentang perlindungan anak dan perempuan.
6. Mendokumentasikan kasus-kasus yang di tangani.
7. Aktip dalam setiap tindakan yang bermuara pada perlindungan perempuan
dan anak diserulah level.
8. Melakukan investasi dan monitoring terhadap kasus-kasus yang tangani, baik
Analisis SWOT Divisi Anak dan Perempuan, yaitu :
A. Kekuatan (Strength)
1. Pusaka masih menjadi Lembaga Rujukan bagi Instasi Pemerintah, APH, dan
masyarakat
2. Pusaka memiliki jaringan daerah, nasional serta internasional dalam
penanganan kasus anak dan perempuan ( JARNAS)
3. Memiliki kerja sama yang kuat dengan APH, Pemerintah Serta Lembaga
Anak lain.
4. Memiliki Advokat dan Calon Advokat yang berlisensi dan memiliki
kapasitas bagi pendampingan klien
B. Kelemahan (weakness)
1. Kurangnya tenaga pendamping seperti Paralegal dan Lawyer
2. Lemahnya system perekrutan staf magang untuk pendamping.
3. Minimnya forum diskusi kasus bagi bagi pendamping.
4. Pendokumentasian Kasus yang masih minim ( penyususnan dan Pemutahiran
data Kasus yang ditangani)
C. Peluang (Opportunity)
1. Adanya mahasiswa binaan yang menjadi cikal bakal young layers dimasa
yang akan datang.
2. Pusaka menjadi pilihan utama masyarakat, APH, Pemerintah dalam
penanganan kasus.
3. Pusaka menjadi salah satu pilihan bagi Calon Advokat Peradi guna
D. Ancaman (Threat)
1. Minimnya ketersediaan dana bagi penanganan kasus dan menjalankan
program
2. Terbatasnya tempat pemampungan korban.
4.6.2 Divisi Community Development
Pengertian Masyarakat merujuk kepada sekelompok orang yang tinggal
menetap di suatu wilayah tertentu. Kaitannya dengan isu Pengembangan Masyarakat
(Community Development), dimaksudkan agar komunitas masyarakat mempunyai
andil di dalam mengidentifikasi, menemukan dan menganalisis berbagai kekuatan
dan sumber-sumber lainnya yang ada pada tiap individu dan masyarakat. Tujuannya
untuk mencari solusi terbaik tentang cara-cara peningkatan kapasitas masyarakat
agar mampu mandiri dan bertahan dalam menghadapi berbagai situasi, dengan
memanfaatkan dan mengaktifkan sebesar-besarnya sumber daya yang dimiliki baik
oleh individu maupun kelompok masyarakat.
Pusaka Indonesia sebagai sebuah lembaga yang konsern terhadap
perlindungan anak dan perempuan dan juga isu-isu strategis lainnya, telah
membentuk satu divisi yang diberi nama Community Development. Yang
mempunyai tujuan atau cita-cita besar untuk membangun dan meningkatkan
kemandirian masyarakat dengan memberdayakan seluruh sumber daya yang ada di
masyarakat itu sendiri. Pada kenyataannya, program Community Development
(Comdev) akan menempatkan masyarakat sebagai subjek dan pelaku bagi lahirnya
komunitas masyarakat yang cerdas dan memiliki kepedulian lebih, yang mau berbuat
dalam menentukan nasibnya sendiri.
Tidak bisa dipungkiri memang jika dalam prakteknya sering timbul pro dan
menghilangkan keragu-raguan di masyarakat, maka masyarakat akan diikutsertakan
dalam program, dengan diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberi masukan
atau peranan. Untuk mencapai efisiensi dalam pengembangan masyarakat tersebut,
maka masyarakat harus mempunyai kapasitas untuk menganalisa kondisi dan
merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya.
Berkaitan dengan hal di atas, maka Pusaka Indonesia melalui divisi
Community Development (Comdev) membuat dan menjalankan program yang akan
mendorong komunitas masyarakat agar berani dan mau berbuat untuk kebaikan di
komunitasnya. Dengan bersandar kepada kearifan lokal dan upaya-upaya partisipatif
yang melibatkan seluruh komponen di masyarakat, diyakini model ini akan
menyadarkan dan menumbuhkan tanggung jawab di komunitasnya. Posisi Pusaka
Indonesia hanya sebagai fasilitator, karena berhasil atau tidaknya suatu program akan
tergantun peran serta dan dukungan penuh seluruh elemen.
Visi dari Divisi ini adalah : Terciptanya tatanan masyarakat yang mandiri dan
sejahtera dalam membangun Budaya Keselamatan dan Ketangguhan serta
Memelihara Lingkungan sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan
keseimbangan lingkungan.
Untuk mendukung terwujudnya visi tersebut, perlu ada misi yang harus dilakukan,
yakni :
1. Meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi
yang memanfaatkan sumberdaya dan potensi lokal.
2. Meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam meningkatkan mutu
pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
3. Melakukan pendidikan tentang kesadaran bencana kepada masyarakat,
4. Membentuk Kelompok Penanggulangan Bencana di Masyarakat.
5. Menyebarkan informasi dan regulasi tentang kebencanaan.
6. Melakukan kegiatan Advokasi dan mendorong pemerintah dan
lembaga-lembaga lain bagi lahirnya akuntabilitas public dalam merespon dan
menanggulangi bencana.
7. Menjalin kerjasama dan membangun partisipasi dengan lembaga local,
nasional dan internasional dalam urusan kebencanaan dan Pemberdayaan
Masyarakat.
8. Melakukan kajian dan pengembangan pola-pola penanganan bencana.
Analisis SWOT Divisi Community Development, yaitu :
A. Kekuatan (Strength)
1. Tersedianya sumber daya manusia yang berpengalaman dalam melakukan
pendampingan masyarakat
2. Tersedianya sarana dan prasarana lembaga dalam mendukung
kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat.
3. Adanya dukungan lembaga dalam mendukung implementasi non program
4. Memiliki jaringan kerja yang baik antar NGO yang memiliki focus kerja
tentang PRB dan lingkungan.
5. Memiliki visi dan misi yang jelas.
6. Memiliki pengalaman yang cukup untuk bekerja dengan komunitas dan
pemerintah terkait dengan program PRB dan Pemberdayaan Masyarakat.
B. Kelemahan (weakness)
1. Staf terlibat di beberapa program (double job) sehingga dikuatirkan akan
2. Lembaga memiliki pendanaan yang terbatas untuk mendukung kegiatan non
program
3. Pendanaan penelitian masyarakat yang masih terbatas
C. Peluang (Opportunity)
1. Adanya dukungan dari stakeholders dalam mendukung pemberdayaan
masyarakat melalui program CSR
2. Meningkatnya kepercayaan pemerintah kepada lembaga sosial
3. Banyaknya wilayah yang masyarakatnya belum sejahtera secara ekonomi
dan SDM.
4. Adanya dukungan Donor baik lokal maupun internasional dalam program
D. Ancaman (Threat)
1. Belum ditemukannya ruang masuk dalam mengakses dana CSR
2. Dukungan pemerintah belum sesuai dengan visi dan nilai lembaga
4.6.3 Divisi Kewirausahaan Sosial
Komunitas atau kelompok masyarakat bawah selama ini masih tergolong
dalam kelas marginal. Pemerintah tidak menjadi pengayom bagi keberlangsungan
hidup komunitas dalam bentuk regulasi dan kebijakan. Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan gerakan sosial lainnya juga bergerak terbatas dan tidak
kongkrit. Mereka bergerak hanya sampai pada level advokasi isu strategis. Namun,
untuk keberlanjutan dan aksi kemandirian ekonomi, LSM sebagai institusi pun tidak
mampu survive terhadap dirinya sendiri, apalagi untuk mendampingi kemandirian
ekonomi komunitas. Mereka berkembang menjadi lembaga yang bergantung pada
lembaga donor atau dana internasional.
Para pengusaha (kolektif dan individual pada tingkat lokal, nasional maupun
memanfaatkan peluang-peluang usahanya. Mereka justru bersikap eksploitatif dan
semakin memperjelas perbedaan antara kelas bawah dan kelas atas. Mestinya, dunia
bisnis tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan tertentu untuk kesejahteraan
lingkungan dan komunitas marjinal tersebut.
Maka dalam rangka kemandirian ekonomi, komunitas mestinya mulai
bangkit, melihat sendiri peluang usahanya, dan mengelola bersama dengan baik.
Pengelolaan ini tentu terkait pada hal peluang usaha, struktur organisasi, aturan main,
jaringan pasar, system dan mekanisme pembagian hasil, dan saving kepada
keberlanjutan organisasi.
Menjadi catatan penting perjalanan panjang 12 tahun Yayasan Pusaka
Indonesia dengan kerja-kerja advokasi yang dilakukan, telah berhasil mengurangi
kegelisahan masyarakat atas lemahnya perlindungan hukum terhadap hak anak dan
perempuan. Tetapi Yayasan Pusaka Indonesia sepakat, belum banyak melakukan
kerja pemberdayaan bagi kelompok dampingan khususnya dalam peningkatan
ekonomi yang sering menjadi sumber dari persoalan yang ada.
Keberadaan Divisi Social Enterpreneur akan menjadikan “kita” atau semua
pihak dalam elemen Yayasan Pusaka Indonesia, mulai berpikir dan bekerja untuk
satu perubahan sosial yang berkelanjutan serta pengembangan kelembagaan yang
mandiri dengan pengelolaan bidang usaha. Dengan menghimpun kekuatan, potensi
dan semangat serta memahami nilai-nilai yang dikembangkan, maka wirausaha
sosial yang swadaya atau mandiri, peduli, anti eksploitasi, kemitraan dan bersinergi
memiliki ekspektasi satu tahun ke depan, divisi ini akan mengerjakan program kerja
4.6.4 Divisi Informasi dan Dokumentasi
Tujuan dari Divisi Riset, Informasi dan Dokumentasiadalah melakukan
pengelolaan informasi dan dokumentasi untuk kemudian dikemas menjadi informasi
yang siap digunakan, baik oleh kalangan internal maupun eksternal. Hal ini
dilakukan untuk menunjang peran Pusaka Indonesia sebagai mediator dan fasilitator
antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas pejuang hak asasi anak
dan perempuan serta lingkungan.
Berbagai Program kerja yang dilakukan oleh Divisi Informasi dan
Dokumentasi Pusaka Indonesia diantaranya adalah perpustakaan,
website
Secara garis besar tujuan dari divisi Inventaris, Dokumentasi, pengembangan
dan Riset ini adalah sebagai berikut :
www.pusakaindonesia.or.id, data base, kliping, pembuatan bulletin, buku,
dan media kampanye lainnya, termasuk juga mengekspose berita keberbagai media
masa lokal maupun Nasional tentang kerja-kerja Yayasan Pusaka Indonesia.
1. Terbantunya kinerja divisi-divisi yang ada di Yayasan Pusaka Indonesia
sesuai dengan kebutuhan.
2. Terpublikasikannya berbagai kegiatan dan program kerja Pusaka Indonesia
secara nasional maupun internasional melalui berbagai media.
3. Tersedianya perpustakaan yang ideal di Pusaka Indonesia.
4. Terinventarisnya segala inventaris yang dimiliki oleh Pusaka Indonesia baik
yang berada di Medan maupun diluar Medan.
5. Terdokumentasinya, data, buku, inventaris lainnya di Pusaka Indonesia.
6. Terbangunnya koordinasi dan komunikasi dalam penyampaian informasi
Divisi Informasi dan Dokumentasi berkewajiban:
1. Membuat, mempublikasikan dan menyebarkan produk-produk terbitan
Pusaka Indonesia ke berbagai kalangan.
2. Membuat pers release dan konperensi pers hasil kerja-kerja Pusaka Indonesia
ke berbagai media massa baik lokal, nasional dan internasional.
3. Melakukan kajian dan riset sesuai dengan kebutuhan Pusaka Indonesia.
4. Mengupayakan produk-produk dan kinerja dari Divisi Indok menjadi salah
satu bagian dalam upaya fund raising
5. Menjaga, merawat dan menginventarisir segala inventaris Yayasan Pusaka
Indonesia.
6. Melakukan pengklipingan koran sesuai dengan issue .
7. Melakukan pendataan terhadap berbagai issue sesuai dengan program kerja
Pusaka Indonesia.
8. Melakukan Monitoring evaluasi dan koordinasi program-program kerja divisi
Riset, Pengembangan dan Indok.
4.7 Jaringan Kerja Lembaga
Yayasan Pusaka Indonesia terlibat dalam berbagai Jaringan Perlindungan
Anak di Indonesia dan Luar Negeri. Jaringan ini merupakan jaringan kerja antar
organisasi, yaitu:
No Nama Jaringan Tujuan Status Wilayah kerja Kegiatan
1. Komnas
perlindungan
Anak
Monitoring,
perlindungan,
kampanye
hak-hak anak di
Anggota Indonesia Koordinasi kasus
dan distribusi data
implementasu
Indonesia penyusunan report
ke PBB
2. Jaringan Pekerja
Anak (Jarak)
Anggota Indonesia Komunikasi
perkembangan
Anggota Indonesia Kampanye DDR di
sekolah-sekolah di
Anggota Indonesia Kolaborasi untuk
terburuk pekerja
Anggota Internasional Memperoleh
informasi tentang
Anggota Internasional Diseminasi
informasi tentang
pelaksanaan
hak-hak anak yang
berhadapan hukum
Dalam kurun waktu 11 tahun berdiri, Pusaka Indonesia telah terlibat dalam
berbagai kerja kolaborasi. Beberapa diantaranya disebutkan di bawah ini:
No Struktur/Posisi Kegiatan Tujuan Hasil
1. Anggota Jaringan Advokasi
kebijakan
Perda No.6 tahun 2004
tentang Pencegahan
Perdagangan
Perempuan dan Anak
di Sumut disahkan
2. Leading organisasi Advokasi
kebijakan
Lahirnya Peraturan
daerah tentang
Perda No.5/2004
tentang Pekerja
5. Anggota Sekretariat
Bersama
hak-hak anak di NAD
6. Anggota Koalisi Nasional
atas DAS Sungai Deli
dan Hak Anak atas
Lingkungan di kawasan
Taman Nasional Leuser
8 Anggota Jaringan Pekerja
Anak (Jarak)
Perda No.5 tahun 2004
tentang Pencegahan
dan Penghapusan
Bentuk-Bentuk
Pekerjaan Terburuk
bagi anak di Sumatera
BAB V ANALISIS DATA
5.1 Pengantar
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dilapangan melalui teknik
wawancara mendalam dan observasi partisipatif dengan informan, peneliti berhasil
mengumpulkan data informasi mengenai Advokasi Korban Kekerasan Dalam Rumah
Tangga.
Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan utama yaitu:
1. Penelitian dilakukan atau diawali dengan pengumpulan berbagai dokumen
dari Yayasan Pusaka Indonesia mengenai perempuan korban kekerasan
dalam rumah tangga yang pernah mereka dampingi. Pengumpulan data
tersebut berupa case record yang meliputi biodata perempuan korban
kekerasan dalam rumah tangga, kronologis kasus, dan dokumen lainnya yang
berhubungan dengan korban kekerasan dalam rumah tangga yang pernah
didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia.
2. Melakukan sejumlah diskusi terbuka dengan staf Yayasan Pusaka Indonesia
khususnya di divisi Anak dan Perempuan dalam proses penentuan informasi
dan kronologis kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami korban.
3. Melakukan pengamatan atau observasi, dalam hal ini peneliti membuat
catatan dilapangan untuk mengetahui informasi mengenai advokasi korban
kekerasan dalam rumah tangga.
Informan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 8 orang, dengan
komposisi 2 orang informan pangkal, 3 orang informan kunci dan 3 orang informan
biasa. Informan pangkal berperan sebagai penghubung antara peneliti dengan
kronologis kejadian dan data-data korban kekerasan dalam rumah tangga. Pada
informan kunci dan informan biasa dilakukan wawancara mendalam untuk
memperoleh data mengenai advokasi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Informan pangkal dalam penelitian ini adalah Pihak Yayasan Pusaka
Indonesia yaitu Ibu Elisabeth dan Bapak Mitra Lubis. Sedangkan informan kunci
dalam penelitian ini adalah tiga orang perempuan korban kekerasan dalam rumah
tangga yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Informasi mengenai
informan kunci dan informan biasa dalam penelitian ini disamarkan demi
kepentingan perlindungan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga.
Informan kunci dalam penelitian ini adalah Ibu SW, ART dan HS. Selanjutnya Ibu
EJ yang merupakan ibu kandung SW, Ibu NSR yang juga merupakan ibu kandung
ART, Ibu MH yang merupakan adik kandung HS adalah informan tambahan atau
biasa dalam penelitian ini.
5.2 Informan Pangkal
Informan pangkal dalam penelitian adalah Bapak Mitra Lubis selaku
koordinator divisi anak dan perempuan, serta Ibu Elisabeth selaku staf divisi anak
dan perempuan. Awal berdirinya Yayasan Pusaka Indonesia yaitu karena sebuah
kegelisahan para aktivis perlindungan anak dan perempuan terhadap lemah dan tidak
jelasnya implementasi visi dan misi negara dalam mewujudkan dan memberikan
hak- hak anak dan perempuan di Indonesia. Berbagai praktik ketidakadilan yang
dibuat negara yang membuat perlindungan anak dan perempuan masih terabaikan.
Bapak Mitra juga menyatakan bahwa:
Bedasarkan visi-misi yang sama dalam mendirikan Yayasan Pusaka
Indonesia, maka dengan mudah menyusun program untuk perlindungan anak dan
perempuan, dimana pihak luar juga diundang untuk memberikan masukan dalam
pembuatan program yang sesuai dengan kebutuhan. Ibu Elisabeth juga mengatakan:
“Dalam 1 tahun sekali kami melakukan evaluasi program, dalam pembuatan program kami juga memanggil pihak luar yang mempunyai kompeten di bidangnya sesuai kebutuhan program. Dimana pihak luar tersebut adalah tenaga profesional yang sifatnya kontrak. Setiap 1 program di pegang oleh 1 koordinator program, dimana koordinator tersebut adalah penggagas program yang mempunyai kompeten dan juga adalah salah satu staf di Yayasan Pusaka Indonesia”.
Setiap program yang dibuat harus dilakukan terlebih dahulu rapat internal dan
juga dalam 3-5 tahun dilakukan perubahan strategic planning yang melibatkan
semua pengurus di Yayasan Pusaka Indonesia. Semua pengurus di Yayasan Pusaka
Indonesia kebanyakan adalah orang-orang yang ahli di bidang hukum, dimana semua
pengurus mempunyai kualitas dan profesionalitas yang baik, ada juga diantara
pengurus berprofesi sebagai tenaga pengajar atau dosen.
Program yang dibuat akan menghasilkan program yang sesuai dengan
kebutuhan, karena dalam merekrut staf dan pengembangan staf di Yayasan Pusaka
Indonesia harus melalui mekanisme yang telah dirancang. Dimana Bapak Mitra
mengatakan:
“Dalam merekrut staf kami tidak main-main, mereka harus melewati berbagai mekanisme yang ada seperti wawancara dan proses seleksi lainnya. Kami juga mencari staf melalui pembukaan lowongan kerja, website dan juga rekomendasi dari pihak luar ataupun dari salah satu staf di Yayasan Pusaka Indonesia. Kami juga punya cara dalam pengembangan staf yaitu pelatihan, workshop, seminar dan hal lainnya. Tidak semua staf diberikan pelatihan atau pengembangan diri, kami melihatnya melalui kinerja staf tersebut atau pun bentuk pelatihan yang diberikan dan sesuai dengan kebutuhan”.
Pengembangan staf terbagi dalam dua hal yaitu pembinaan internal dan
pembinaan external. Pembinaan internal yaitu membentuk staf yang handal melalui
workshop dan lainnya. Setiap mengikuti pelahan, maka staf tersebut harus
memberikan laporan.
Yayasan Pusaka Indonesia juga melakukan pendekatan dengan masyarakat,
organisasi masyarakat, lembaga-lembaga yang terkait, instansi pemerintahan daerah
dan pusat melalui sosialisasi ataupun penyuluhan, pelatihan, seminar, buletin dan
konfrensi pers. Berikut penuturan Bapak Mitra selaku koordinator divisi anak dan
perempuan :
“Pendekatan yang kami lakukan dengan masyarakat dengan cara-cara yang mudah, karena kami tahu bahwa mereka adalah calon klien yang akan kami bantu. Untuk menjadi klien kami sangat mudah yaitu anak atau perempuan, membawa surat tanda miskin dari kelurahan masing-masing, jamkesmas, raskin dan apapun yang bisa menunjukkan bahwa dia tidak mampu atau miskin. Tidak hanya orang miskin yang kami hanya layani tetapi siapapun asalkan dia anak dan perempuan, tetapi kami lebih prioritaskan orang yang tidak mampu”.
Ibu Elisabeth juga menambahkan bahwa dengan menunjukkan 1 (satu) saja
surat keterangan yang bisa menunjukkan bahwa dirinya miskin akan kami terima.
Karena dengan hal tersebut akan kami ajukan kepada pihak yang terkait, seperti
kepolisian, kejaksaan, pengadilan. Dalam proses tersebut dibutuhkan banyak biaya,
tetapi dengan mempunyai keterangan tanda miskin akan diberikan keringanan dalam
biaya administrasi.
Setiap kasus yang masuk akan dilihat terlebih dahulu kasusnya seperti apa,
maka akan dilakukan berbagai tahapan-tahapan yang sesuai dengan kebutuhan,
ketika klien datang maka akan dilakukan konseling (apa yang dialami, maunya apa,
nasehat hukum) dan resiko yang akan diterima, terkadang ada juga klien dari
Yayasan Pusaka Indonesia yang melakukan pemutusan hubungan kerjasama
ditengah jalan, pemutusan tersebut bukan hanya berasal dari klien tetapi juga bisa
datang dari divisi anak dan perempuan. Ibu Elisabeth juga memaparkan bahwa :
pengajuan yang dilakukan pihak kepolisian. klien yang diajukan karena dia tidak mampu atau miskin, klien yang datang bisa jadi orang yang pernah kami tangani sebelumnya atau dia tahu kami dari temannya”.
Setiap klien yang datang akan dilakukan konseling, baik untuk klien itu
sendiri atau kepada keluarganya. Treatment-treatmen yang diberikan Yayasan
Pusaka Indonesia dilakukan oleh divisi anak dan perempuan, hal tersebut juga
dinyatakan oleh Ibu Elisabeth yaitu :
“Kita sendiri yang akan melakukan treatmen dengan pendekatan psikologis, tetapi kami juga tidak menutup kemungkinan akan memanggil pihak dari luar yang mempunyai kompeten di bidangnya, seperti tenaga psikolog. Kami tidak mempunyai tenaga psikolog, maka dari itu kami bekerja sama dengan fakultas psikologi USU (Universitas Sumatera Utara). Kami juga melihat dari kondisi korban, jika sangat parah kami akan rujuk ke lembaga berkompeten, misalnya dulu ada klien kami yang sampai sakit jiwa karena permasalahan yang dihadapinya dan kami merujuknya ke Rumah Sakit Jiwa. Maka dari itu semua treatmen yang kami berikan disesuaikan dengan kondisi korban dan kebutuhannya”.
Setiap masalah yang diderita korban akan membutuhkan pendekatan atau
treatmen yang berbeda. Bapak Mitra juga menambahkan bahwa divisi anak dan
perempuan juga mempunyai keterbatasan ditambah lagi rata-rata staf di Yayasan
Pusaka Indonesia mempunyai profesi sebagai pengacara atau ahli dibidang hukum.
Jika tidak mampu melakukan treatment, divisi anak dan perempuan akan
berkoordinasi dengan lintas divisi, melakukan rujukan keberbagai lembaga yang
berkompeten, dan berkoordinasi dengan pihak yang terkait seperti instansi
pemerintahan daerah maupun pusat, kepolisian, kejaksaan, biro pemberdayaan
perempuan provinsi.
Berdasarkan kronologis kejadian serta data-data yang diperoleh, peneliti
kemudian melakukan wawancara mendalam dan observasi langsung kelapangan
untuk mengetahui advokasi korban kekerasan dalam rumah tangga yang dialami olah
ketiga informan kunci tersebut. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis
tangga yang diamati melalui aspek investigasi, Penempatan Korban/Penjemputan
Korban, Pemeriksaan Kondisi Kesehatan, Konseling dan pemberian bimbingan
psikologis, Pendampingan dalam proses hukum (Litigasi), Proses Perlindungan dan
Monitoring yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia.
Selain itu diperoleh juga data-data mengenai upaya-upaya apa saja yang
sudah diberikan dalam menangani permasalahan yang dihadapi oleh korban
kekerasan dalam rumah tangga baik oleh pemerintah maupun nonpemerintah. Serta
tindakan-tindakan apa saja yang diharapkan oleh pihak korban maupun keluarga
korban kepada pemerintah maupun lembaga-lembaga nonpemerintah untuk
membantu menangani permasalahan yang dialami oleh korban kekerasan dalam
rumah tangga baik upaya pendampingan, rehabilitasi maupun upaya lain yang
diperlukan untuk menangani permasalahan korban. Untuk memperoleh gambaran
yang lebih jelas dari data yang telah terkumpul, penulis coba membagi dalam
beberapa bagian poin-poin terkait permasalahan yang ingin diuraikan dengan
memasukkan petikan wawancara dari informan serta narasi penulis tentang data- data
tersebut.
5.3 Informan I
Nama : SW
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 32 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jumlah Anak : 2 orang
Bentuk KDRT yang dialami : Kekerasan Fisik dan Ekonomi (Penelantaran)
1. Upaya Investigasi
Salah satu upaya untuk mengetahui kronologis yang terjadi pada korban
maka dilakukanlah investigasi yang merupakan upaya yang dilakukan oleh Yayasan
Pusaka Indonesia. Investigasi adalah serangkain tindakan untuk mengumpulkan
fakta- fakta dalam mencari kebenaran informasi tentang keberadaan korban/pelaku.
Investigasi dapat dilakukan berdasarkan penerimaan laporan langsung (berasal dari
keluarga/korban), penerimaan laporan tidak langsung (berasal dari LSM lain/media
massa/rujuakan polisi) (Yayasan Pusaka Indonesia, 2010: 44).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, investigasi adalah penyelidikan
dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan dengan
tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan (tentang peristiwa, sifat atau khasiat
suatu zat,) dan penyidikan.
SW merupakan ibu dari 2 orang anak, ia mengalami kekerasan fisik dan
kekerasan ekonomi (penelantaran), dimana pelakunya adalah suaminya. Mereka
sudah menikah hampir 8 tahun, SW yang sehari-hari adalah ibu rumah tangga yang
pekerjaanya hanya mengurus suami, anak dan rumah. Dimana semua barang yang
mereka punya masih tergolong kredit.
Semua barang-barang rumah tangga mereka berasal dari kerja keras bersama.
Selama 7 tahun menikah, suami SW selalu memberikan nafkah walaupun tidak tentu.
Mereka juga sering ribut, tetapi setahun terakhir sebelum masuk 8 tahun usia
pernikahan mereka. Suami SW sering tiba-tiba memarahi istrinya. Ia juga jarang
pulang dan memberikan nafkah kepada istri dan anak. Banyak alasan yang ia berikan
ketika pulang ke rumah, mulai dari banyak pekerjaan, capek, dan banyak yang harus
SW selalu mempercayai suaminya, ia tidak pernah merasa curiga dengan
perilaku suaminya, berikut penuturan SW tentang peristiwa yang dialaminya :
“Suami kakak sebenarnya orang yang baik. Kejadiannya pada Januari tahun 2013, Dia memukul kakak pada saat kakak memergoki dia lagi berduaan dengan wanita lain di dalam kamar, mama kakak. Pada saat itu kondisi rumah lagi tidak ada orang, mungkin inilah perasaan seorang istri, waktu itu kakak ingin sekali main-main kerumah mama. Mungkin Allah ingin menunjukkan jalan buat kakak. Dia memukul kakak dibagian wajah sebanyak 1 kali.”
Pada saat kejadian itu SW langsung pergi dari tempat tersebut, ia merasa
bingung dan menangis ditengah jalan, ia merasa kaget dan terkejut. Bentuk
kekerasan yang dialami SW yaitu memar pada bagian wajahnya. Pada saat itu juga
SW bercerita kepada keluarganya dan keluarganya menyuruh SW untuk berobat ke
Rumah Sakit.
Bukan hanya kekerasan fisik yang SW alami tetapi juga kekerasan ekonomi
(penelantaran). Kekerasan tersebut juga berdampak pada psikisnya, EJ yang
merupakan ibu kandung SW juga menuturkan bahwa anaknya sangat berjuang untuk
hidup bersama ARFR, karena dulu mantan suaminya ini adalah seorang DJ (Disc
Joki). Karena sudah menjadi pilihan SW, kami tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi
bagaimana pun juga dia adalah anak, maka abang- abang dari SW selalu
membantunya untuk membuka usaha sendiri. Keluarga SW membantu keuangan SW
setelah menikah selama 4 tahun. EJ menambahkan bahwa ia curiga kalau ARFR
cuma memanfaatkan putrinya. Penulis juga melihat bahwa EJ masih sangat kecewa
dengan mantan menatunya.
Setelah ketahuan selingkuh, suami SW tidak mau pulang. SW juga langsung
pindah ke Rumah orangtuanya bersama 2 anaknya, karena kejadian tersebut
membuat SW jatuh sakit. Berikut penuturan SW :
selama 5 hari di Rumah Sakit, kakak orangnya sangat lemah, mudah terkena penyakit. Setres sedikit saja kakak bisa sakit, apalagi kejadian ini membuat kakak menjadi setres sekali. Kakak tidak habis pikir kenapa dia tega sekali menghianati kami. Padahal modal usaha itu berasal dari abangnya kakak. Dia yang menyuruh kakak meminjam uang sama abangku”.
Pada saat mewawancarai SW, penulis melihat bahwa SW sudah mulai tegar
dan kuat, apalagi sekarang SW sudah punya pekerjaan sendiri untuk membiayai
kebutuhan anak- anaknya. Sekarang SW sudah tinggal di rumahnya sendiri. SW
tidak lagi tinggal dirumahnya yang lama, karena rumah tersebut masih kredit. SW
juga menjelaskan bahwa pada saat membuat usaha sendiri, tidak pernah
mendapatkan untung lebih. Ternyata belakangan ini suami SW meninggalkan hutang
yang banyak kepada rentnir dan barang- barang rumah tangga yang mereka miliki.
SW juga menjelaskan bahwa kredit mobil atas namanya pun terpaksa SW
yang harus bayar, padahal mobil tersebut yang menggunakan adalah suaminya untuk
memperlancar usaha mereka. SW dan suaminya mempunyai usaha toko baju. EJ juga
menjelaskan bahwa :
“Anak saya terlalu percaya sama mantan suaminya, sampai-sampai dia masuk Rumah Sakit kerana Tipus, saya sedih sekali waktu lihat keadaan anak saya, kalau suami saya masih hidup pasti dia marah sekali sama ARFR. Mungkin ini jalan yang terbaik buat anak saya, ini adalah takdir yang terbaik dari Allah untuk anak saya”.
SW merasa sangat terbantu dengan upaya yang diberikan oleh Yayasan
Pusaka Indonesia. Pusaka Indonesia banyak memberikan bantuan kepada SW mulai
dari proses di kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. SW tahu tentang Yayasan
Pusaka Indonesia dari temannya yang pernah menjadi klien juga. Berikut penuturan
SW :