• Tidak ada hasil yang ditemukan

Advokasi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Oleh Yayasan Pusaka Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Advokasi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Oleh Yayasan Pusaka Indonesia"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

DRAFT WAWANCARA

A. INFORMAN PANGKAL (Staf/ Divisi Anak dan Perempuan Yayasan Pusaka

Indonesia)

Profil Informan

a. Nama :

b. Jenis kelamin :

c. Umur :

d. Alamat :

1. Apa saja cara pengembangan motivasi yang di berikan dalam rangka pendirian

Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Siapa saja yang terlibat dalam penyusunan program?

3. Apakah ada tenaga profesional, organisasi masyarkat, lembaga negara yang ikut

dalam menyusun program di Yayasan Pusaka Indonesia ?

4. Cara apa saja yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia dalam rangka

pengembangan staf?

5. Bagaimana cara yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia dalam merekruitmen

staf?

6. Seperti apa cara Yayasan Pusaka Indonesia mendekatkan/ memperkenalkan

lembaga ke masyarakat?

7. Siapa saja stakeholder yang terlibat dalam mensosialisasikan Yayasan Pusaka

Indonesia?

8. Bagaimana prosedur menjadi calon target group (klien) dari Yayasan pasaka

Indonesia?

9. Apa saja tahap- tahap atau proses dalam penanganan kasus?

(2)

B. INFORMAN KUNCI

Profil Informan

a. Nama :

b. Jenis kelamin :

c. Umur :

d. Agama :

e. Pekerjaan :

f. Status :

B.1 Investigasi oleh Yayasan Pusaka Indonesia

1. Dari mana anda tahu tentang Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Apasaja bentuk kekerasan yang anda alami selama peristiwa KDRT?

3. Apakah ada dampak fisik, psikis, dan ekonomi yang anda rasakan selama

peristiwa KDRT?

4. Apa dampak yang anda rasakan dari kekerasan tersebut?

5. Apakah anda sampai masuk rumah sakit, atau menjalani perawatan dirumah

sakit atau sampai di obname?

6. Jika ya, berapa lama anda dirawat di Rumah Sakit?

7. Jika tidak, Bagaimana anda menyembuhkannya?

8. Adakah peran Yayasan Pusaka Indonesia dalam proses penyembuhan/

pemulihan tersebut?

(3)

10. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia pernah bertanya tentang perkembangan

kondisi (fisik, psikologis, sosial, ekonomi) kepada anda?

B.2 Layanan Penempatan Korban/Penjemputan Korban oleh Yayasan Pusaka

Indonesia

1. Apakah anda pernah ditempatkan di rumah aman sementara (shelter)?

2. Jika ya, dimanakah rumah aman sementara (shelter) nya?

3. Jika tidak, dimana anda tinggal selama proses pendampingan yang dilakukan

Yayasan Pusaka Indonesia?

4. Berapa lama anda ditempatkan di rumah aman sementara (shelter)?

B.3 Layanan Pemeriksaan Kondisi Kesehatan

1. Apakah anda pernah dirujuk kerumah sakit untuk melakukan visum/kondisi

kesehatan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Selama melakukan visum/kondisi kesehatan, apakah anda didampingi oleh

Yayasan Pusaka Indonesia?

3. Seperti apa pengalaman anda selama visum?

B.4 Layanan Konseling/pemberian bimbingan psikologis

1. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia pernah memberikan konseling/bimbingan

psikologis?

2. Jika ya, berapa kali anda menjalani konseling/bimbingan psikologis?

(4)

4.Apakah dengan mengikuti koseling/bimbingan psikologis anda terbantu dalam

menyelesaikan permasalahan anda?

5. Apakah anda mendapatkan manfaat saat konseling/bimbingan psikologis?

6.Upaya apa yang anda harapkan atau butuhkan selama proses

konseling/bimbingan psikologis?

B.5 Layanan Pendampingan dalam proses hukum (Litigasi)

1. Seperti apa langkah hukum yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Apakah selama proses hukum di kepolisian, anda didampingi oleh Yayasan

Pusaka Indonesia?

3. Apakah selama proses hukum di kejaksaan, anda didampingi oleh Yayasan

Pusaka Indonesia?

4. Apakah selama proses hukum di pengadilan, anda didampingi oleh Yayasan

Pusaka Indonesia?

5. Selama proses hukum di kepolisian, siapa saja yang melakukan monitoring?

6. Selama proses hukum di kejaksaan, siapa saja yang melakukan monitoring?

7. Selama proses hukum di pengadilan, siapa saja yang melakukan monitoring?

8. Apakah anda merasa puas dengan layanan hukum yang diberikan oleh

Yayasan Pusaka Indonesia?

B.6 Proses Perlindungan yang didapatkan korban

1. Apakah anda mendapatkan rehabilitasi dalam rangka penguatan secara

(5)

2. Jika anda mendapatkan rehabilitasi, berapa lama anda direhabilitasi untuk

pemulihan secara psikologi?

3. Upaya reintegrasi apa yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

4. Apakah anda mendapatkan manfaat selama proses rehabilitasi?

5. Apakah anda mendapatkan manfaat selama proses reintegrasi?

6. Upaya apa yang anda harapkan/butuhkan selama proses rehabilitassi dan

reintegrasi?

B.7 Monitoring yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia

1. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia melakukan kunjungan kerumah anda?

2. Apa yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia ketika datang kerumah anda?

3. Apakah anda pernah diminta untuk datang ke Yayasan Pusaka Indonesia

dalam rangka perkembangan kondisi/pasca selesai kasus kekerasan yang anda

alami?

4. Apakah anda pernah diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan

oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

B. INFORMAN BIASA

Profil Informan

a. Nama :

b. Jenis kelamin :

(6)

d. Agama :

e. Pekerjaan :

f. Status :

g. Hubungan dengan Korban :

C.1 Investigasi oleh Yayasan Pusaka Indonesia

1. Dari mana korban tahu tentang Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Apasaja bentuk kekerasan yang korban alami selama peristiwa KDRT?

3. Apakah ada dampak fisik, psikis, dan ekonomi yang korban rasakan selama

peristiwa KDRT?

4. Apa dampak yang korban rasakan dari kekerasan tersebut?

5. Apakah korban sampai masuk rumah sakit, atau menjalani perawatan dirumah

sakit atau sampai di obname?

6. Jika ya, berapa lama korban dirawat di Rumah Sakit?

7. Jika tidak, Bagaimana korban menyembuhkannya?

8. Setau anda, Adakah peran Yayasan Pusaka Indonesia dalam proses

penyembuhan/ pemulihan tersebut?

9. Apa saja perannya?

10. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia pernah bertanya tentang perkembangan

kondisi (fisik, psikologis, sosial, ekonomi) kepada korban?

C.2 Layanan Penempatan Korban/Penjemputan Korban oleh Yayasan Pusaka

(7)

1. Apakah korban pernah ditempatkan di rumah aman sementara (shelter)?

2. Jika ya, dimanakah rumah aman sementara (shelter) nya?

3. Jika tidak, dimana korban tinggal selama proses pendampingan yang dilakukan

Yayasan Pusaka Indonesia?

4. Berapa lama korban ditempatkan di rumah aman sementara (shelter)?

C.3 Layanan Pemeriksaan Kondisi Kesehatan

1. Apakah korban pernah dirujuk kerumah sakit untuk melakukan visum/kondisi

kesehatan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Setau anda, Selama melakukan visum/kondisi kesehatan, apakah korban

didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

3. Seperti apa pengalaman korban selama visum?

C.4 Layanan Konseling/pemberian bimbingan psikologis

1. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia pernah memberikan konseling/bimbingan

psikologis?

2. Jika ya, berapa kali korban menjalani konseling/bimbingan psikologis?

3. Jika tidak, apa cara yang korban lakukan dalam penguatan psikologis?

4.Apakah dengan mengikuti koseling/bimbingan psikologis korban terbantu

dalam menyelesaikan permasalahannya?

(8)

6.Setau anda, Upaya apa yang korban harapkan dan butuhkan selama proses

konseling/bimbingan psikologis?

C.5 Layanan Pendampingan dalam proses hukum (Litigasi)

1. Seperti apa langkah hukum yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Apakah selama proses hukum di kepolisian, korban didampingi oleh Yayasan

Pusaka Indonesia?

3. Apakah selama proses hukum di kejaksaan, korban didampingi oleh Yayasan

Pusaka Indonesia?

4. Apakah selama proses hukum di pengadilan, korban didampingi oleh Yayasan

Pusaka Indonesia?

5. Setau anda, Selama proses hukum di kepolisian, siapa saja yang melakukan

monitoring?

6. Selama proses hukum di kejaksaan, siapa saja yang melakukan monitoring?

7. Selama proses hukum di pengadilan, siapa saja yang melakukan monitoring?

8. Apakah korban merasa puas dengan layanan hukum yang diberikan oleh

Yayasan Pusaka Indonesia?

C.6 Proses Perlindungan yang didapatkan korban

1. Apakah korban mendapatkan rehabilitasi dalam rangka penguatan secara

psikologis?

2. Jika korban mendapatkan rehabilitasi, berapa lama anda direhabilitasi untuk

(9)

3. Upaya reintegrasi apa yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

4. Setau anda, Apakah korban mendapatkan manfaat selama proses rehabilitasi?

5. Apakah korban mendapatkan manfaat selama proses reintegrasi?

6. Upaya apa yang korban harapkan/butuhkan selama proses rehabilitasi dan

reintegrasi?

C.7 Monitoring yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia

1. Setau anda, Apakah Yayasan Pusaka Indonesia melakukan kunjungan kerumah

korban?

2. Apa yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia ketika datang kerumah

korban?

3. Apakah korban pernah diminta untuk datang ke Yayasan Pusaka Indonesia

dalam rangka perkembangan kondisi/ pasca selesai kasus kekerasan yang

korban alami?

4. Apakah korban pernah diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Kukuh Jumi. (2013). Esensial Konseling: Pendekatan Traint and Factor dan

Client Centered. Yogyakarta: Garudawacha.

Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Survei Kekerasan

Terhadap Perempuan dan Anak Tahun 2010, Jakarta: BPS & KNPP.

Juniarti, Elisabeth dan Amri Khairil. (2010). Spo penangan kasus yayasan pusaka indonesia. Medan: Yayasan Pusaka Indonesia.

Daryanto dan Abdullah. (2012). Pengantar Ilmu Manajemen dan Komunikasi. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya.

LBH Malang. (2008).

Luhulima, Achie S. (2000). Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan Terhadap

Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: PT. Alumni.

Panduan bantuan hukum di Indonesia: pedoman anda

memahami dan menyelesaikan permasalahan. Malang: LBH Malang.

Mahendra, A.A.Oka. (2006). Reformasi Pembangunan Hukum dalam Perspektif

Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia

Mansur , Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom. (2007). Urgensi Perlindungan

Korban Kejahatan antara Norma dan Realita. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

. Jakarta: Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Mei Leandha ( 2012, Maret 13). Butet, Kasus Perbudakan di Medan. Kompas.

Hal. 1-2

Profil yayasan pusaka indonesia, 2008

Redaksi Sinar Grafika. (2009). Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga. Jakarta: PT. Sinar Grafika.

Relawati , Rahayu. (2011). Konsep dan Aplikasi Penelitian Gender. Bandung: Muara Indah

Shinta, Dewita Hayu dan Oetari Cintya Bramanti. (2007). Kekerasan dalam Rumah

Tangga dalam RUU KUHP. Jakarta: LBH APIK dan Aliansi Nasional

Reformasi KUHP

Siagian, Matias. (2011). Metode Penelitian Sosial. Medan: PT. Grasindo Monoratama

Silawati, Hartian. (2001). Menggagas Women’s Crisis Center di Indonesia. Yogyakarta: Rifka Annisa WCC

Septiawan, Hadi dan Sugihastuti. (2007). Gender & Inferioritas

(11)

Solekhah, H. (2009). Panduan Penumbuhan Lembaga Konsultasi Keluarga di

Kabupaten / Kota. Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia.

Sukoco, Dwi Heru. (2001).Profesi Pekerja Sosial. Jakarta: Gramedia

Sugiyono. (2011). Metode penelitian. Bandung: CV. Alfabet

Usman, Rachmadi. (

Wadong, Maulana Hasan. (2000). Pengantar Advokasi dan Perlindungan Anak. Jakarta: Gramedia.

2012). Mediasi di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.

YLBHI. (2007). Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman Anda Memahami

dan Menyelesaikan Masalah Hukum. Jakarta: Sentralisme Production.

Sumber lain :

, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

, Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009

pada

tanggal 28 februari 2014, pukul 14.30 WIB.

WIB.

Pukul 10.43 WIB

tanggal 28 februari 2014, pukul 14.30 WIB.

20.15 WIB.

(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Tipe penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif dengan sebuah model

studi kasus. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan

menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti. Termasuk

di dalamnya bagaimana unsur- unsur yang ada dalam variabel penelitian

ituberinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung

(Siagian, 2011: 52).

Pada penelitian kualitatif, penelitian dilakukan pada objek yang alamiah

maksudnya, objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan

kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada objek tersebut

Studi kasus adalah strategi penelitian yang terfokus pada pemahaman

terhadap sesuatu yang dinamis dan melibatkan satu kasus atau lebih dengan tingkat

analisis yang berbeda- beda dan dapat memberikan gambaran terhadap suatu

masalah. Ketika menggunakan model studi kasus, masalah yang diteliti adala suatu

realitas sosialyang benar- benar terjadi dimasyarkat sehingga masalah tersebut dapat

dideskripsikan secara mendalam.

Karena itu penelitian ini di darapkan mampu menggambarkan secara jelas

dan mendalam mengenai bagaimana Advokasi Korban Kekerasan dalam Rumah

Tangga oleh Yayasan Pusaka Indonesia

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera

Utara yang beralamat di Jalan Kenangan Sari nomor 20, Kecamatan Medan

(13)

Kekerasan dalam Rumah Tangga. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi

penelitian ini dikarenakan Yayasan Pusaka Indonesia adalah lembaga yang

menghormati, melindungi, dan memenuhi hak- hak anak dan perempuan serta

lingkungan sosialnya dengan menganut prinsip kepentingan terbaik untuk anak dan

perempuan. Selain itu Yayasan Pusaka Indonesia juga memiliki serangkaian kegiatan

advokasi yang dinilai mampu mengcover permasalahan Kekerasan dalam Rumah

Tangga mengingat pengaruh kebudayaan Indonesia yang menimbulkan

kecendrungan pihak keluarga dan korban bungkam terhadap kasus Kekerasan dalam

Rumah Tangga.

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Pada penelitian ini yang perlu dijelaskan bukan “populasi dan sampel”

melainkan “subjek penelitiannya”, istilah subjek penelitian menunjukkan pada orang,

individu atau kelompok yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang dianalisis. Unit

analisis merupakan sosok (hal, entitas) amat penting ketika melakukan analisis data

penelitian. Penentuan unit analisis menjadi faktor yang utama untuk mendapatkan

informasi dan data penelitian. Penentuan unit analisis menjadi faktor yang utama

untuk mendapatkan informasi dan data yang akurat dilapangan. Adapun yang

menjadi unit analisis atau subjek kajian dari penelitian ini adalah anak korban

kekerasan seksual yang pernah ditangani oleh Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera

Utara.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh

pewawancara dan diperkirakan dapat memahami atau memberikan informassi, data

(14)

dalam fokus penelitian ini selanjutnya akan menjadi informan penelitian yang

diharapkan akan memberikan informassi yang diperlukan selama proses penelitian.

Informan dalam penelitian ini terdiri atas tiga jenis yaitu informan pangkal, informan

kunci, dan informan biasa.

1. Informan pangkal adalah orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih

banyak tentang masalah yang akan diteliti seperti Pihak Yayasan Pusaka

Indonesia yang menangani permasalahan anak dan perempuan guna

mendapatkan data mengenai kronologis kasus, upaya pendampingan yang

dilakukan, maupun perspektif hukum dalam memandang kasus kekerasan

dalam rumah tangga. Yang menjadi informan pangkal adalah Mitra Lubis,

SH (koordinator devisi anak dan perempuan) dan Elisabeth Juniarti, SH

(anggota devisi anak dan perempuan).

2. Informan kunci dalam penelitian ini adalah korban kekerasan dalam rumah

tangga yang pernah ditangani atau didampingi oleh Yayasan Pusaka

Indonesia. Yang menjadi informan kunci adalah 3 orang korban kekerasan

dalam rumah tangga.

3. Informan biasa adalah informan tambahan yang mampu memperkuat data

yang diperoleh dari informan pangkal dan informan kunci seperti keluarga,

lingkungan belajar maupun lingkungan tempat tinggal korban. Yang menjadi

informan biasa adalah 3 orang keluarga yang mengetahui kekerasan dalam

rumah tangga yang dialami oleh korban.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini maka penulis

(15)

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan tehnik pengumpulan data atau informasi yang

menyangkut masalah yang diteliti dengan mengolah berbagai sumber kepustakaan

seperti buku ilmiah, peraturan undang- undang, makalah, surat kabar, jurnal serta

bentuk- bentuk tulisan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang akan

diteliti.

2. Observasi Partisipatif

Observasi Partisipatif adalah pengumpulan data melalui observasi, interaksi

interpersonal ataupun pengamatan terhadap objek secara langsung sehingga

pengamat dapat betul- betul menyelami kehidupan objek penelitian. Observasi

partisipatif dalam penelitian ini dilakukan selama kurun waktu satu bulan atau

hingga peneliti memperoleh informasi yang cukup untuk merumuskan dan

menggambarkan hasil dari penelitian.

Adapun yang menjadi alat bantu peneliti dalam melakukan observasi

partisipatif yaitu dengan form wawancara, alat perekam suara, dan alat tulis yang

telah disediakan oleh peneliti.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data kualitatif, umumnya tidak digunakan sebagai alat

mencari data dalam arti frekuensi akan tetapi digunakan untuk menganalisis proses

sosial yang berlangsung dan makna dari fakta- fakta yang tampak dipermukaan itu.

Dengan demikian, maka analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah

proses dan fakta serta bukan sekedar untuk menjelaskan fakta tersebut. Dan dalam

penelitian ini tehnik analisis data yang digunakan adalah tehnik analisa kualitatif

dengan menggunakan pendekatan induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan

(16)

kesimpulan umum. Dengan demikian, pendekatan ini menggunakan logika berfikir

(17)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI

4.1 Sejarah Lembaga

Pusaka Indonesia (PI) adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM)

berbadan hukum yayasan. Lembaga ini didirikan pada tanggal 10 Desember 2000,

bertepatan dengan hari HAM sedunia, oleh sejumlah aktivis LSM, dosen dan advokat

di Sumut.

Struktur lembaga ini terdiri dari tiga yakni Badan Pengawas, Badan Pembina

dan Badan Pengurus. Di Badan Pengurus duduk seorang Ketua Badan Pengurus yang

dibantu empat divisi yakni Divisi Anak dan Perempuan, Divisi Litigasi, Divisi

Lingkungan & Demokratisasi, dan Divisi Riset, Informasi & Dokumentasi.

Yayasan Pusaka Indonesia memiliki visi terciptanya tatanan masyarakat sipil

(civil society) dan kebijakan yang menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak

anak serta lingkungan sosialnya dengan menganut prinsip kepentingan terbaik untuk

anak.

Misi yang diemban Yayasan Pusaka Indonesia adalah memberikan bantuan

hukum (di dalam dan di luar pengadilan) terhadap anak-anak, khususnya anak-anak

yang membutuhkan perlindungan khusus (children in need special protection), dan

masyarakat pencari keadilan (justiabelen), merancang konsep tanding (legal drafting

counter draft dan judicial review) dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di

bidang anak dan peradilan yang independen (independent judicial), melakukan upaya

mempengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan (lobi, negosiasi, kolaborasi dan

lainnya) dalam perlindungan anak dan justiabelen,mempengaruhi pendapat umum

(kampanye, siaran pers, jajak pendapat, riset dan lainnya) untuk mempengaruhi

(18)

Pusaka Indonesia juga melancarkan tekanan dengan proses pengorganisasian

masyarakat (pendidikan politik) dalam mempercepat perubahan kebijakan di bidang

anak dan justiabelen.

4.2 Visi dan Misi Yayasan Pusaka Indonesia

Adapun visi dari Yayasan Pusaka Indonesia adalah:

1. Ikut dan memposisikan visi dan misi yang strategis dalam mempercepat

perbaikan dan perubahan kebijakan (isi, struktur dan kultur) perlindungan

anak dan lingkungan serta masyarakat pencari keadilan di Indonesia.

2. Membangun sebuah kultur pengorganisasian organisasi non politik dalam

bidang perlindungan anak yang demokratis, trasformatif dan accountable

terhadap segenap stakeholdernya.

3. Sebagai ikhtiar untuk turut serta mempercepat tumbuh dan kembangnya

kekuatan sipil di Indonesia.

Adapun Misi dari Yayasan Pusaka Indonesia adalah:

1. Memberikan bantuan hukum (di dalam dan di luar pengadilan) dan pelayanan

sosial lainnya terhadap anak- anak, khususnya anak- anak yang

membutuhkan perlindungan khusus (Children in Need Special Protection)

dan masyarakat pencari keadilan.

2. Merancang konsep tanding (legal drafting, counter draft dan judicial review)

dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di bidang anak dan peradilan yang

independent.

3. Melakukan upaya mempengaruhi pembuat dan pelaksanaan kebijakan (lobby,

(19)

4. Mempengaruhi pendapat umum (kampanye, siaran pers, jajak pendapat, riset

dan lainnya) untuk mempengaruhi perubahan kebijakan perlindungan anak

dan masyarakat pencari keadilan.

5. Tekanan dengan proses pengorganisasian masyarakat (pendidikan politik)

dalam mempercepat perubahan kebijakan di bidang anak dan masyarakat

pencari keadilan.

4.2.1 Falsafah lembaga

a. Peduli Terhadap Anak dan Perempuan

b. Menjunjung Tinggi Nilai HAM.

c. Anti Kekerasan.

d. Non – Diskriminasi.

e. Transparansi Publik.

f. Anti Korupsi.

g. Menghargai Perbedaan.

h. Berintegritas

i. Peduli terhadap Sesama dan Lingkungan

4.3 Program Yayasan Pusaka Indonesia

Pusaka Indonesia memiliki lima program besar yakni :

1. Melakukan Perlindungan bagi anak yang berkonflik dengan hukum.

Activities :

a. Pemberian layanan hukum bagi anak-anak yang menjadi korban dan

pelaku tindak pidana.

b. Pembuatan kartu anggota layanan hukum bagi anak jalanan di Medan.

c. Penyusunan dokumentasi kasus-kasus kekerasan yang dialami anak

(20)

d. Pembuatan buku saku pendampingan hukum anak jalanan.

e. Pemberian bantuan ekonomi bagi sejumlah keluarga dan pendidikan anak

yang berkonflik dengan hukum.

2. Melakukan Upaya untuk melawan dan mencegah Perdagangan anak dan

perempuan.

Activities:

a. Penguatan kapasitas organisasi masyarakat dalam memerangi

perdagangan anak & perempuan di Sumatera Utara.

b. Kampanye kesadaran publik tentang bahaya praktek perdagangan anak

dan perempuan di Sumatera Utara.

c. Penguatan kapasitas aparatur pemerintah dan dukungan bagi Komite Aksi

Propinsi dalam melakukan pencegahan praktek perdagangan anak dan

perempuan.

d. Dukungan bagi penguatan aparatur penegak hukum dalam perlindungan

dan penanganan korban perdagangan anak dan perempuan.

3. Melakukan Pencegahan anak-anak yang bekerja di sektor terburuk.

Activities:

a. Penyusunan draft peraturan daerah Sumatera Utara dalam mencegah

anak-anak bekerja di sektor terburuk di Sumatera Utara.

b. Penyusunan buku proses pembuatan dan pengesahan peraturan daerah

dalam mencegah anak bekerja di sektor terburuk.

c. Monitoring terpadu dengan aparat pemeritah dan penegak hukum

terhadap anak-anak yang bekerja di jermal.

(21)

e. Pembuatan publikasi untuk kampanye publik menentang pekerja anak di

sektor terburuk dan keluarga.

f. Program pencegahan anak bekerja di sektor terburuk melalui program

PKBM.

4. Melakukan Penyelamatan anak-anak korban Tsunami dan Gempa Bumi di Aceh

dan Nias.

Activities:

a. Pendataan anak-anak yang terpisah dengan orangtua dan keluarganya

akibat Tsunami dan Gempa di Aceh dan Nias Island.

b. Pemberian logistic (child food, hygiene kits dan school kits) kepada

anak-anak korban Tsunami dan gempa di Aceh dan Nias.

c. Pemberian / pelayanan perwalian bagi anak-anak korban tsunami.

d. Program lifeskill dan livelihood bagi kelompok perempuan korban

konflik dan tsunami di NAD.

e. Pelayanan traumatic, pendidikan emergency (psikosocial) bagi anak-anak

korban tsunami dan gempa di Aceh dan Nias.

f. Pemberian bantuan logistik bagi anak-anak korban Gempa di Nias.

5. Melakukan Penguatan Kapasitas Kelompok Anak dan Perempuan dalam Isu

Lingkungan dan Demokratisasi.

Activities:

a. Program penguatan komunitas anak dan lingkungan.

b. Program pendidikan politik bagi perempuan.

c. Program penguatan kapasitas kelompok rakyat dalam konservasi hutan

(22)

4.3.1 Program yang telah Dijalankan:

1. Penanganan dan Pendampingan Korban Perdagangan Manusia (ICMC).

2. Monitoring Penyusunan Draft Ranperda Tentang Bentuk-Bentuk

Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (ILO-IPEC).

3. Perlindungan Hukum dan HAM serta Penyadaran Hukum Bagi Anak

Jalanan di Kota Medan (Save the Children).

4. Pendokumentasian Kasus dan Pembuatan Buku Saku Pendamping (Save

the Children).

5. Membangun Koordinasi Penanganan Perempuan dan Anak Korban

Traffiking di Sumatera Utara (US. Embassy).

6. Advokasi Pengembangan Kapasitas Propinsi Sumatera Utara Untuk

Memberantas Perdagangan Anak dan Perempuan di Indonesia (Save The

Children).

7. Peningkatan Kapasitas Peer Group Dalam Penanganan Anak Jalanan

Berkonflik dengan Hukum (Save the Children).

8. Workshop Penyusunan Program Bagi Anak Jalanan di Kota Medan

(Save the Children).

9. Pendataan Anak Korban Gempa dan Tsunami Aceh dan Nias yang ada di

Medan (Save the Children).

10.Workshop Evaluasi dan Refleksi Penanganan Anak Jalanan di Sumatera

Utara (Save the Children).

11.Pencetakan Buku ’’Membangun Kekuatan di Atas Ketidakpastian

Perlindungan Hukum” (Save the Children).

(23)

13.Penanganan dan Penanggulangan Trafiking di Sumatera Utara (Uni Eropa

– EIDHR).

14.Pemberdayaan Anak Berkonflik dengan Hukum yang dibina di Lembaga

Permasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan (APBD Sumut).

15.Program penguatan Good Governance di Tingkat Desa (PGRI– UNDP).

16.Program Bantuan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan

Traffiking (APBD Sumut).

17.Program Penanggulangan dan Penegakan Hak-Hak Anak Korban Gempa

Bumi dan Tsunami di Aceh dan Nias (UNICEF).

18.Program Livelihood bagi keluarga yang memelihara

anak Separated danUncompanied di NAD (JOHANITER).

19.Program Penguatan Masyarakat di TNBG (CEVF, Bitra Konsorsium).

20.Program Fasilitasi pembuatan Ranperda ADD (Tifa Foundation).

4.3.2 Program yang Sedang Berjalan :

1. Program Pengembangan Children Center di NAD dan Nias.

2. Program Disaster Risk Reduction di Lhokseumawe, Aceh Utara dan

Simeuleu.

3. Program Penguatan PKBM di NAD.

4. Program Pengembangan Media Anak di NAD dan Nias.

5. Program DRR di Lhokseumawe, Aceh Utara dan Lhokseumawe.

Saat ini di Pusaka Indonesia terlibat sekitar 50 aktivis dengan berbagai disiplin ilmu.

Sebanyak 35 orang dari 50 aktivis itu juga telah direkrut sebagai staf kontrak yang

(24)

4.3.3 Program yang telah dijalankan:

1. Penanganan dan Pendampingan Korban Perdagangan Manusia (ICMC).

2. Monitoring Penyusunan Draft Ranperda Tentang Bentuk-Bentuk

Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (ILO-IPEC).

3. Perlindungan Hukum dan HAM serta Penyadaran Hukum Bagi Anak

Jalanan di Kota Medan (Save the Children).

4. Pendokumentasian Kasus dan Pembuatan Buku Saku Pendamping (Save

the Children).

5. Membangun Koordinasi Penanganan Perempuan dan Anak Korban

Traffiking di Sumatera Utara (US. Embassy).

6. Advokasi Pengembangan Kapasitas Propinsi Sumatera Utara Untuk

Memberantas Perdagangan Anak dan Perempuan di Indonesia (Save The

Children).

7. Peningkatan Kapasitas Peer Group Dalam Penanganan Anak Jalanan

Berkonflik dengan Hukum (Save the Children).

8. Workshop Penyusunan Program Bagi Anak Jalanan di Kota Medan

(Save the Children).

9. Pendataan Anak Korban Gempa dan Tsunami Aceh dan Nias yang ada di

Medan (Save the Children).

10.Workshop Evaluasi dan Refleksi Penanganan Anak Jalanan di Sumatera

Utara (Save the Children).

11.Pencetakan Buku ’’Membangun Kekuatan di Atas Ketidakpastian

Perlindungan Hukum” (Save the Children).

(25)

13.Penanganan dan Penanggulangan Trafiking di Sumatera Utara (Uni Eropa

– EIDHR).

14.Pemberdayaan Anak Berkonflik dengan Hukum yang dibina di Lembaga

Permasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan (APBD Sumut).

15.Program penguatan Good Governance di Tingkat Desa (PGRI– UNDP).

16.Program Bantuan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan

Traffiking (APBD Sumut).

17.Program Penanggulangan dan Penegakan Hak-Hak Anak Korban Gempa

Bumi dan Tsunami di Aceh dan Nias (UNICEF).

18.Program Livelihood bagi keluarga yang memelihara

anak Separated danUncompanied di NAD (JOHANITER).

19.Program Penguatan Masyarakat di TNBG (CEVF, Bitra Konsorsium).

20.Program Fasilitasi pembuatan Ranperda ADD (Tifa Foundation).

4.4 Sumber Dana Yayasan Pusaka Indonesia

Yayasan Pusaka Indonesia dalam melakukan pola pendanaan menggunakan

azas sentralisasi karena belum memiliki cabang di provinsi atau daerah lain.

Sedangkan sumber dana yang dimiliki secara tidak tetap, dimana sumber-sumber

pendanaan dari lembaga Pusaka Indonesia masih tergantung pada proyek yang di

kerjakan. Artinya, YPI belum memiliki sumber-sumber keuangan tetap. Jumlah dan

persentasi dana yang di kelola, sangat tergantung pada jumlah proyek yang di kelola

setiap tahun.

Dalam hal seperti ini, sangat sulit untuk memberikan prinician secara pasti.

Pada umumnya, proyek-proyek yang di tangani masih bersifat project-based; antara

(26)

4.4.1 Sponsor Yayasan Pusaka Indonesia

1. UNICEF

Nama Proyek :

- Program Pelayanan Terpadu Bagi Korban Tsunami di 4 kabupaten (Banda

Aceh, Aceh Jaya, Gunung Sitoli, Nias Selatan)

Total Dana untuk 1 tahun Rp. 1.927.174.000,-

Contact Person : Zubedy Koteng [HP. 0813 6052 3474]

Email

Alamat : Jl. Mesjid Sadaqah No. 2

2. OCSP

Nama Proyek :

- Program Memperkuat Kapasitas Lokal Dalam Mendukung Upaya Konservasi

Di Kawasan Hutan Lindung Register 66 Batu Ardan Di Kabupaten Dairi Dan

Pakpak Bharat (OCSP) (2009-2010)

Total Dana Rp. 801.314.250,-

Contact Person : Nurhayati [HP. 08161891694]

Email : nurhayati@dai.com

Alamat : Ratu Plaza Building, 17th

Jl. Jend. Sudirman No. 9 Jakarta – 10270 floor

3. CORDAID

Nama Proyek :

- Program Pengurangan Resiko Bencana di Komunitas Sekolah dan Masyarakat

di Kabupaten Simeulue, NAD (2008-2011)

(27)

- Program Tanggap Darurat untuk Anak-anak Korban Gempa Sumatera Barat

(2009-2010)

Total Dana : Rp. 1.149.539.999,-

Contact Person : Listyadewi

HP. 081578724998

Email : listya@karina.or.id

4. ILO –IPEC

Nama Proyek :

- Program Rehabilitasi dan Reintegrasi Anak-anak Korban Perdagangan untuk

Tujuan Eksploitasi Seksual (2009-2010)

Total Dana : Rp. 388.803.250,-

Contact Person : Edi Sunarwan [HP. 08116202313]

Email : edysunarwan@yahoo.com

Alamat : Setia Budi Makmur I Blok D 32

5. UNI EROPA

Nama Proyek :

- Program Evaluasi implementasi Konvensi Hak Anak dalam rangka

membangun Juvenile Restorative Justice bagi Anak berkonflik dengan hukum

(suara dari 5 kota) (2010-2011)

Total Dana : Rp. 1.356.207.710,-

Contact Person : Savitri Hanartani – Finance & Contract Section

Phone : 021 2554 6200

Email : Savitri.HANARTANI@eu.europa.eu

Alamat : Initial Tower, 16th

(28)

4.5 Struktur Lembaga Badan Pembina Yayasan

Ketua Badan Pembina : DR. Edy Ikhsan, SH MA

Sekretaris : Mahadi SH

Bendahara : Prof DR Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI

Anggota : Deni Purba, SH LLM

Marasamin Ritonga, SH

Badan Pengawas Yayasan

Ketua Badan Pengawas : Drs. Zahrin Piliang, MAP

Anggota : DR. Mahmul Siregar, SH., Mhum

Rusdiana, SE

Badan Pengurus Yayasan

Ketua Badan Pengurus : Fatwa Fadillah, SH

Deputi : Drs.Prawoto

Sekretaris : Nurida Khairuna, Amd

Bendahara : Irma Sari, Amd

Kasir : Nur Azmi

Office Boy : M. Yunus

Security : Indrasyah

Divisi Anak dan Perempuan

Koordinator : M. Mitra Lubis, SH

(29)

Divisi Community Development / Pengembangan Komunitas

Koordinator : Marjoko, SH

Anggota : Amrizal Nst, SH

Ok Syahputra Harianda, S.IKom

Divisi Riset dan Informasi Dokumentasi

Koordinator : Khairul Amri

Divisi Pengembangan Usaha

Koordinator : Kristina Perangin-angin, SE

4.6 Devisi Kelembagaan

4.6.1 Devisi Anak dan Perempuan

Sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat yang konsern terhadap

perlindungan anak dan perempuan khususnya di Sumatera Utara, Pusaka Indonesia

menitik beratkan pekerjaannya pada advokasi anak dan perempuan baik litigasi

maupun non litigasi. Berbagai kasus sudah di tangani oleh Pusaka Indonesia, baik

anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku tindak pidana ataupun perempuan

yang menjadi korban KDRT, trafiking dan kasus-kasus lainnya. Peningkatan kasus

kekerasan terhadap anak dan perempuan di 2 tahun terakhir menuntut divisi ini

untuk lebih berbenah dan memiliki startegi yang lebih matang dalam melakukan

kerja-kerja advokasi terhadap isu anak dan perempuan.

Kini kami ingin adanya perobahan dalam meningkatkan kualitas kerja divisi

anak dan perempuan dalam menunjang keberlangsungan kerja lembaga melakukan

perlindungan terhadap anak dan perempuan, menjadikan Pusaka sebagai lembaga

(30)

perempuan, serta mengembangkan program yang mengarah pada riset center dalam

isu anak dan perempuan.

Visi dari Divisi Anak dan Perempuan adalah Terwujudnya kesadaran

keberpihakan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan berbasis gender di

Indonesia, dengan memberikan perlindungan dan penguatan bagi perempuan dan

anak korban kekerasan berbasis gender, memberikan pelayanan yang optimal

terpadu, berupa; pelayanan hukum, pelayanan rehabilitasi dan melakukan upaya

pencegahan tindak kekerasan berbasis gender di masyarakat.

Secara garis besar tujuan Divisi:

1. Menguatkan jaringan pengamanan korban kekerasan terhadap perempuan dan

anak.

2. Memperpendek birokrasi penanganan korban kekerasan terhadap perempuan

dan anak.

3. Mendorong masyarakat agar melakukan pencegahan tindak kekerasan

berbasis gender.

4. Memperkuat layanan advokasi ABH & Perempuan korban kekerasan &

eksploitasi

Ruang Lingkup Divisi:

1. Advokasi Kebijakan, (khususnya yang menyangkut Kepentingan Anak dan

Perempuan).

2. Pendampingan terhadap Anak dan Perempuan (khususnya di bidang

Pendidikan, Kesehatan, Sosial Ekonomi dan Hukum).

3. Penguatan Ekonomi Keluarga

Aktivitas yang utama yang dilakukan oleh divisi Anak dan Perempuan adalah

(31)

berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku. Namun,

seiring dengan pengembangan dan perubahan stuktur Yayasan Pusaka Indonesia,

maka pelayanan hukum tidak hanya berfokus pada penanganan hukum anak dan

perempuan berkonflik dengan hukum, tetapi juga melakukan advokasi untuk

kepentingan perempuan dan anak.

Tugas umum pelayanan hukum di Divisi Anak dan Permpuan adalah:

1. Mengkoordinir semua kegiatan baik internal maupun dalam hubungannya

dengan divisi lain yang ada di Yayasan Pusaka Indonesia dan Badan

Pengurus.

2. Menyusun program kerja divisi dan membuat laporan divisi kepada Ketua

Badan Pengurus.

3. Membangun hubungan kerjasama (Networking) dengan instansi pemerintah,

aparat penegak hukum, LSM dan masyarakat umum, dalam melakukan

kerja-kerja advokasi khususnya penanganan kasus.

4. Melakukan kampanye (pembentukan opini publik) terhadap kasus yang di

tangani agar dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat umum baik melalui

konfrensi pers, pers rilis, ataupun web-site Yayasan Pusaka Indonesia. Dalam

hal ini, memberikan support data ke Divisi Indok untuk mengkampanyekan

kasus.

5. Melakukan pendataan terhadap kasus-kasus anak dan perempuan yang terjadi

baik lokal maupun nasional.

6. Melakukan analisis terhadap kasus-kasus yang di tangani untuk mengatasi

hambatan yang di hadapai diskusi bedah kasus dengan melibatkan divisi lain,

ataupun mengembangkan program baik di divisi litigasi ataupun divisi

(32)

7. Melakukan investigasi dan monitoring terhadap kasus-kasus yang di tangani,

secara litigasi dan non litigasi.

8. Memberikan pendampingan dan pelayanan hukum terhadap anak, perempuan

dan masyarakat umum yang membutuhkannya.

Adapun yang menjadi bidang kerja Pelayanan Hukum di Divisi Anak dan Perempuan

adalah:

1. Melakukan pendampingan dan pelayanan hukum terhadap anak, perempuan

dan masyarakat pencari keadilan, termasuk bimbingan psikologis dan

kesehatan.

2. Mengembangkan jejaring kerja (Networking) dalam rangka melakukan

pembelaan dan perlindungan terhadap anak dan perempuan berkonflik

dengan hukum.

3. Melakukan pengembangan jaringan kerja yang lebih komprehensif terhadap

anak dan perempuan yang di dampingi oleh Pusaka Indonesia dalam proses

litigasi.

4. Melakukan penyadaran masyarakat tentang persoalan-persoalan yang

menyangkut pada penegakan hukum dan perlindungan terhadap anak dan

perempuan (sosialisasi, pelatihan paralegal, kampanye publik).

5. Melakukan kajian dan analisis terhadap peraturan dan kebijakan yang

mengatur tentang perlindungan anak dan perempuan.

6. Mendokumentasikan kasus-kasus yang di tangani.

7. Aktip dalam setiap tindakan yang bermuara pada perlindungan perempuan

dan anak diserulah level.

8. Melakukan investasi dan monitoring terhadap kasus-kasus yang tangani, baik

(33)

Analisis SWOT Divisi Anak dan Perempuan, yaitu :

A. Kekuatan (Strength)

1. Pusaka masih menjadi Lembaga Rujukan bagi Instasi Pemerintah, APH, dan

masyarakat

2. Pusaka memiliki jaringan daerah, nasional serta internasional dalam

penanganan kasus anak dan perempuan ( JARNAS)

3. Memiliki kerja sama yang kuat dengan APH, Pemerintah Serta Lembaga

Anak lain.

4. Memiliki Advokat dan Calon Advokat yang berlisensi dan memiliki

kapasitas bagi pendampingan klien

B. Kelemahan (weakness)

1. Kurangnya tenaga pendamping seperti Paralegal dan Lawyer

2. Lemahnya system perekrutan staf magang untuk pendamping.

3. Minimnya forum diskusi kasus bagi bagi pendamping.

4. Pendokumentasian Kasus yang masih minim ( penyususnan dan Pemutahiran

data Kasus yang ditangani)

C. Peluang (Opportunity)

1. Adanya mahasiswa binaan yang menjadi cikal bakal young layers dimasa

yang akan datang.

2. Pusaka menjadi pilihan utama masyarakat, APH, Pemerintah dalam

penanganan kasus.

3. Pusaka menjadi salah satu pilihan bagi Calon Advokat Peradi guna

(34)

D. Ancaman (Threat)

1. Minimnya ketersediaan dana bagi penanganan kasus dan menjalankan

program

2. Terbatasnya tempat pemampungan korban.

4.6.2 Divisi Community Development

Pengertian Masyarakat merujuk kepada sekelompok orang yang tinggal

menetap di suatu wilayah tertentu. Kaitannya dengan isu Pengembangan Masyarakat

(Community Development), dimaksudkan agar komunitas masyarakat mempunyai

andil di dalam mengidentifikasi, menemukan dan menganalisis berbagai kekuatan

dan sumber-sumber lainnya yang ada pada tiap individu dan masyarakat. Tujuannya

untuk mencari solusi terbaik tentang cara-cara peningkatan kapasitas masyarakat

agar mampu mandiri dan bertahan dalam menghadapi berbagai situasi, dengan

memanfaatkan dan mengaktifkan sebesar-besarnya sumber daya yang dimiliki baik

oleh individu maupun kelompok masyarakat.

Pusaka Indonesia sebagai sebuah lembaga yang konsern terhadap

perlindungan anak dan perempuan dan juga isu-isu strategis lainnya, telah

membentuk satu divisi yang diberi nama Community Development. Yang

mempunyai tujuan atau cita-cita besar untuk membangun dan meningkatkan

kemandirian masyarakat dengan memberdayakan seluruh sumber daya yang ada di

masyarakat itu sendiri. Pada kenyataannya, program Community Development

(Comdev) akan menempatkan masyarakat sebagai subjek dan pelaku bagi lahirnya

komunitas masyarakat yang cerdas dan memiliki kepedulian lebih, yang mau berbuat

dalam menentukan nasibnya sendiri.

Tidak bisa dipungkiri memang jika dalam prakteknya sering timbul pro dan

(35)

menghilangkan keragu-raguan di masyarakat, maka masyarakat akan diikutsertakan

dalam program, dengan diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberi masukan

atau peranan. Untuk mencapai efisiensi dalam pengembangan masyarakat tersebut,

maka masyarakat harus mempunyai kapasitas untuk menganalisa kondisi dan

merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya.

Berkaitan dengan hal di atas, maka Pusaka Indonesia melalui divisi

Community Development (Comdev) membuat dan menjalankan program yang akan

mendorong komunitas masyarakat agar berani dan mau berbuat untuk kebaikan di

komunitasnya. Dengan bersandar kepada kearifan lokal dan upaya-upaya partisipatif

yang melibatkan seluruh komponen di masyarakat, diyakini model ini akan

menyadarkan dan menumbuhkan tanggung jawab di komunitasnya. Posisi Pusaka

Indonesia hanya sebagai fasilitator, karena berhasil atau tidaknya suatu program akan

tergantun peran serta dan dukungan penuh seluruh elemen.

Visi dari Divisi ini adalah : Terciptanya tatanan masyarakat yang mandiri dan

sejahtera dalam membangun Budaya Keselamatan dan Ketangguhan serta

Memelihara Lingkungan sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan

keseimbangan lingkungan.

Untuk mendukung terwujudnya visi tersebut, perlu ada misi yang harus dilakukan,

yakni :

1. Meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi

yang memanfaatkan sumberdaya dan potensi lokal.

2. Meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam meningkatkan mutu

pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

3. Melakukan pendidikan tentang kesadaran bencana kepada masyarakat,

(36)

4. Membentuk Kelompok Penanggulangan Bencana di Masyarakat.

5. Menyebarkan informasi dan regulasi tentang kebencanaan.

6. Melakukan kegiatan Advokasi dan mendorong pemerintah dan

lembaga-lembaga lain bagi lahirnya akuntabilitas public dalam merespon dan

menanggulangi bencana.

7. Menjalin kerjasama dan membangun partisipasi dengan lembaga local,

nasional dan internasional dalam urusan kebencanaan dan Pemberdayaan

Masyarakat.

8. Melakukan kajian dan pengembangan pola-pola penanganan bencana.

Analisis SWOT Divisi Community Development, yaitu :

A. Kekuatan (Strength)

1. Tersedianya sumber daya manusia yang berpengalaman dalam melakukan

pendampingan masyarakat

2. Tersedianya sarana dan prasarana lembaga dalam mendukung

kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat.

3. Adanya dukungan lembaga dalam mendukung implementasi non program

4. Memiliki jaringan kerja yang baik antar NGO yang memiliki focus kerja

tentang PRB dan lingkungan.

5. Memiliki visi dan misi yang jelas.

6. Memiliki pengalaman yang cukup untuk bekerja dengan komunitas dan

pemerintah terkait dengan program PRB dan Pemberdayaan Masyarakat.

B. Kelemahan (weakness)

1. Staf terlibat di beberapa program (double job) sehingga dikuatirkan akan

(37)

2. Lembaga memiliki pendanaan yang terbatas untuk mendukung kegiatan non

program

3. Pendanaan penelitian masyarakat yang masih terbatas

C. Peluang (Opportunity)

1. Adanya dukungan dari stakeholders dalam mendukung pemberdayaan

masyarakat melalui program CSR

2. Meningkatnya kepercayaan pemerintah kepada lembaga sosial

3. Banyaknya wilayah yang masyarakatnya belum sejahtera secara ekonomi

dan SDM.

4. Adanya dukungan Donor baik lokal maupun internasional dalam program

D. Ancaman (Threat)

1. Belum ditemukannya ruang masuk dalam mengakses dana CSR

2. Dukungan pemerintah belum sesuai dengan visi dan nilai lembaga

4.6.3 Divisi Kewirausahaan Sosial

Komunitas atau kelompok masyarakat bawah selama ini masih tergolong

dalam kelas marginal. Pemerintah tidak menjadi pengayom bagi keberlangsungan

hidup komunitas dalam bentuk regulasi dan kebijakan. Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) dan gerakan sosial lainnya juga bergerak terbatas dan tidak

kongkrit. Mereka bergerak hanya sampai pada level advokasi isu strategis. Namun,

untuk keberlanjutan dan aksi kemandirian ekonomi, LSM sebagai institusi pun tidak

mampu survive terhadap dirinya sendiri, apalagi untuk mendampingi kemandirian

ekonomi komunitas. Mereka berkembang menjadi lembaga yang bergantung pada

lembaga donor atau dana internasional.

Para pengusaha (kolektif dan individual pada tingkat lokal, nasional maupun

(38)

memanfaatkan peluang-peluang usahanya. Mereka justru bersikap eksploitatif dan

semakin memperjelas perbedaan antara kelas bawah dan kelas atas. Mestinya, dunia

bisnis tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan tertentu untuk kesejahteraan

lingkungan dan komunitas marjinal tersebut.

Maka dalam rangka kemandirian ekonomi, komunitas mestinya mulai

bangkit, melihat sendiri peluang usahanya, dan mengelola bersama dengan baik.

Pengelolaan ini tentu terkait pada hal peluang usaha, struktur organisasi, aturan main,

jaringan pasar, system dan mekanisme pembagian hasil, dan saving kepada

keberlanjutan organisasi.

Menjadi catatan penting perjalanan panjang 12 tahun Yayasan Pusaka

Indonesia dengan kerja-kerja advokasi yang dilakukan, telah berhasil mengurangi

kegelisahan masyarakat atas lemahnya perlindungan hukum terhadap hak anak dan

perempuan. Tetapi Yayasan Pusaka Indonesia sepakat, belum banyak melakukan

kerja pemberdayaan bagi kelompok dampingan khususnya dalam peningkatan

ekonomi yang sering menjadi sumber dari persoalan yang ada.

Keberadaan Divisi Social Enterpreneur akan menjadikan “kita” atau semua

pihak dalam elemen Yayasan Pusaka Indonesia, mulai berpikir dan bekerja untuk

satu perubahan sosial yang berkelanjutan serta pengembangan kelembagaan yang

mandiri dengan pengelolaan bidang usaha. Dengan menghimpun kekuatan, potensi

dan semangat serta memahami nilai-nilai yang dikembangkan, maka wirausaha

sosial yang swadaya atau mandiri, peduli, anti eksploitasi, kemitraan dan bersinergi

memiliki ekspektasi satu tahun ke depan, divisi ini akan mengerjakan program kerja

(39)

4.6.4 Divisi Informasi dan Dokumentasi

Tujuan dari Divisi Riset, Informasi dan Dokumentasiadalah melakukan

pengelolaan informasi dan dokumentasi untuk kemudian dikemas menjadi informasi

yang siap digunakan, baik oleh kalangan internal maupun eksternal. Hal ini

dilakukan untuk menunjang peran Pusaka Indonesia sebagai mediator dan fasilitator

antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas pejuang hak asasi anak

dan perempuan serta lingkungan.

Berbagai Program kerja yang dilakukan oleh Divisi Informasi dan

Dokumentasi Pusaka Indonesia diantaranya adalah perpustakaan,

website

Secara garis besar tujuan dari divisi Inventaris, Dokumentasi, pengembangan

dan Riset ini adalah sebagai berikut :

www.pusakaindonesia.or.id, data base, kliping, pembuatan bulletin, buku,

dan media kampanye lainnya, termasuk juga mengekspose berita keberbagai media

masa lokal maupun Nasional tentang kerja-kerja Yayasan Pusaka Indonesia.

1. Terbantunya kinerja divisi-divisi yang ada di Yayasan Pusaka Indonesia

sesuai dengan kebutuhan.

2. Terpublikasikannya berbagai kegiatan dan program kerja Pusaka Indonesia

secara nasional maupun internasional melalui berbagai media.

3. Tersedianya perpustakaan yang ideal di Pusaka Indonesia.

4. Terinventarisnya segala inventaris yang dimiliki oleh Pusaka Indonesia baik

yang berada di Medan maupun diluar Medan.

5. Terdokumentasinya, data, buku, inventaris lainnya di Pusaka Indonesia.

6. Terbangunnya koordinasi dan komunikasi dalam penyampaian informasi

(40)

Divisi Informasi dan Dokumentasi berkewajiban:

1. Membuat, mempublikasikan dan menyebarkan produk-produk terbitan

Pusaka Indonesia ke berbagai kalangan.

2. Membuat pers release dan konperensi pers hasil kerja-kerja Pusaka Indonesia

ke berbagai media massa baik lokal, nasional dan internasional.

3. Melakukan kajian dan riset sesuai dengan kebutuhan Pusaka Indonesia.

4. Mengupayakan produk-produk dan kinerja dari Divisi Indok menjadi salah

satu bagian dalam upaya fund raising

5. Menjaga, merawat dan menginventarisir segala inventaris Yayasan Pusaka

Indonesia.

6. Melakukan pengklipingan koran sesuai dengan issue .

7. Melakukan pendataan terhadap berbagai issue sesuai dengan program kerja

Pusaka Indonesia.

8. Melakukan Monitoring evaluasi dan koordinasi program-program kerja divisi

Riset, Pengembangan dan Indok.

4.7 Jaringan Kerja Lembaga

Yayasan Pusaka Indonesia terlibat dalam berbagai Jaringan Perlindungan

Anak di Indonesia dan Luar Negeri. Jaringan ini merupakan jaringan kerja antar

organisasi, yaitu:

No Nama Jaringan Tujuan Status Wilayah kerja Kegiatan

1. Komnas

perlindungan

Anak

Monitoring,

perlindungan,

kampanye

hak-hak anak di

Anggota Indonesia Koordinasi kasus

dan distribusi data

implementasu

(41)

Indonesia penyusunan report

ke PBB

2. Jaringan Pekerja

Anak (Jarak)

Anggota Indonesia Komunikasi

perkembangan

Anggota Indonesia Kampanye DDR di

sekolah-sekolah di

Anggota Indonesia Kolaborasi untuk

(42)

terburuk pekerja

Anggota Internasional Memperoleh

informasi tentang

Anggota Internasional Diseminasi

informasi tentang

pelaksanaan

hak-hak anak yang

berhadapan hukum

Dalam kurun waktu 11 tahun berdiri, Pusaka Indonesia telah terlibat dalam

berbagai kerja kolaborasi. Beberapa diantaranya disebutkan di bawah ini:

No Struktur/Posisi Kegiatan Tujuan Hasil

1. Anggota Jaringan Advokasi

kebijakan

Perda No.6 tahun 2004

tentang Pencegahan

Perdagangan

Perempuan dan Anak

di Sumut disahkan

2. Leading organisasi Advokasi

kebijakan

Lahirnya Peraturan

daerah tentang

Perda No.5/2004

(43)

tentang Pekerja

5. Anggota Sekretariat

Bersama

hak-hak anak di NAD

(44)

6. Anggota Koalisi Nasional

atas DAS Sungai Deli

dan Hak Anak atas

Lingkungan di kawasan

Taman Nasional Leuser

8 Anggota Jaringan Pekerja

Anak (Jarak)

Perda No.5 tahun 2004

tentang Pencegahan

dan Penghapusan

Bentuk-Bentuk

Pekerjaan Terburuk

bagi anak di Sumatera

(45)

BAB V ANALISIS DATA

5.1 Pengantar

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dilapangan melalui teknik

wawancara mendalam dan observasi partisipatif dengan informan, peneliti berhasil

mengumpulkan data informasi mengenai Advokasi Korban Kekerasan Dalam Rumah

Tangga.

Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan utama yaitu:

1. Penelitian dilakukan atau diawali dengan pengumpulan berbagai dokumen

dari Yayasan Pusaka Indonesia mengenai perempuan korban kekerasan

dalam rumah tangga yang pernah mereka dampingi. Pengumpulan data

tersebut berupa case record yang meliputi biodata perempuan korban

kekerasan dalam rumah tangga, kronologis kasus, dan dokumen lainnya yang

berhubungan dengan korban kekerasan dalam rumah tangga yang pernah

didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia.

2. Melakukan sejumlah diskusi terbuka dengan staf Yayasan Pusaka Indonesia

khususnya di divisi Anak dan Perempuan dalam proses penentuan informasi

dan kronologis kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami korban.

3. Melakukan pengamatan atau observasi, dalam hal ini peneliti membuat

catatan dilapangan untuk mengetahui informasi mengenai advokasi korban

kekerasan dalam rumah tangga.

Informan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 8 orang, dengan

komposisi 2 orang informan pangkal, 3 orang informan kunci dan 3 orang informan

biasa. Informan pangkal berperan sebagai penghubung antara peneliti dengan

(46)

kronologis kejadian dan data-data korban kekerasan dalam rumah tangga. Pada

informan kunci dan informan biasa dilakukan wawancara mendalam untuk

memperoleh data mengenai advokasi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Informan pangkal dalam penelitian ini adalah Pihak Yayasan Pusaka

Indonesia yaitu Ibu Elisabeth dan Bapak Mitra Lubis. Sedangkan informan kunci

dalam penelitian ini adalah tiga orang perempuan korban kekerasan dalam rumah

tangga yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Informasi mengenai

informan kunci dan informan biasa dalam penelitian ini disamarkan demi

kepentingan perlindungan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga.

Informan kunci dalam penelitian ini adalah Ibu SW, ART dan HS. Selanjutnya Ibu

EJ yang merupakan ibu kandung SW, Ibu NSR yang juga merupakan ibu kandung

ART, Ibu MH yang merupakan adik kandung HS adalah informan tambahan atau

biasa dalam penelitian ini.

5.2 Informan Pangkal

Informan pangkal dalam penelitian adalah Bapak Mitra Lubis selaku

koordinator divisi anak dan perempuan, serta Ibu Elisabeth selaku staf divisi anak

dan perempuan. Awal berdirinya Yayasan Pusaka Indonesia yaitu karena sebuah

kegelisahan para aktivis perlindungan anak dan perempuan terhadap lemah dan tidak

jelasnya implementasi visi dan misi negara dalam mewujudkan dan memberikan

hak- hak anak dan perempuan di Indonesia. Berbagai praktik ketidakadilan yang

dibuat negara yang membuat perlindungan anak dan perempuan masih terabaikan.

Bapak Mitra juga menyatakan bahwa:

(47)

Bedasarkan visi-misi yang sama dalam mendirikan Yayasan Pusaka

Indonesia, maka dengan mudah menyusun program untuk perlindungan anak dan

perempuan, dimana pihak luar juga diundang untuk memberikan masukan dalam

pembuatan program yang sesuai dengan kebutuhan. Ibu Elisabeth juga mengatakan:

“Dalam 1 tahun sekali kami melakukan evaluasi program, dalam pembuatan program kami juga memanggil pihak luar yang mempunyai kompeten di bidangnya sesuai kebutuhan program. Dimana pihak luar tersebut adalah tenaga profesional yang sifatnya kontrak. Setiap 1 program di pegang oleh 1 koordinator program, dimana koordinator tersebut adalah penggagas program yang mempunyai kompeten dan juga adalah salah satu staf di Yayasan Pusaka Indonesia”.

Setiap program yang dibuat harus dilakukan terlebih dahulu rapat internal dan

juga dalam 3-5 tahun dilakukan perubahan strategic planning yang melibatkan

semua pengurus di Yayasan Pusaka Indonesia. Semua pengurus di Yayasan Pusaka

Indonesia kebanyakan adalah orang-orang yang ahli di bidang hukum, dimana semua

pengurus mempunyai kualitas dan profesionalitas yang baik, ada juga diantara

pengurus berprofesi sebagai tenaga pengajar atau dosen.

Program yang dibuat akan menghasilkan program yang sesuai dengan

kebutuhan, karena dalam merekrut staf dan pengembangan staf di Yayasan Pusaka

Indonesia harus melalui mekanisme yang telah dirancang. Dimana Bapak Mitra

mengatakan:

“Dalam merekrut staf kami tidak main-main, mereka harus melewati berbagai mekanisme yang ada seperti wawancara dan proses seleksi lainnya. Kami juga mencari staf melalui pembukaan lowongan kerja, website dan juga rekomendasi dari pihak luar ataupun dari salah satu staf di Yayasan Pusaka Indonesia. Kami juga punya cara dalam pengembangan staf yaitu pelatihan, workshop, seminar dan hal lainnya. Tidak semua staf diberikan pelatihan atau pengembangan diri, kami melihatnya melalui kinerja staf tersebut atau pun bentuk pelatihan yang diberikan dan sesuai dengan kebutuhan”.

Pengembangan staf terbagi dalam dua hal yaitu pembinaan internal dan

pembinaan external. Pembinaan internal yaitu membentuk staf yang handal melalui

(48)

workshop dan lainnya. Setiap mengikuti pelahan, maka staf tersebut harus

memberikan laporan.

Yayasan Pusaka Indonesia juga melakukan pendekatan dengan masyarakat,

organisasi masyarakat, lembaga-lembaga yang terkait, instansi pemerintahan daerah

dan pusat melalui sosialisasi ataupun penyuluhan, pelatihan, seminar, buletin dan

konfrensi pers. Berikut penuturan Bapak Mitra selaku koordinator divisi anak dan

perempuan :

“Pendekatan yang kami lakukan dengan masyarakat dengan cara-cara yang mudah, karena kami tahu bahwa mereka adalah calon klien yang akan kami bantu. Untuk menjadi klien kami sangat mudah yaitu anak atau perempuan, membawa surat tanda miskin dari kelurahan masing-masing, jamkesmas, raskin dan apapun yang bisa menunjukkan bahwa dia tidak mampu atau miskin. Tidak hanya orang miskin yang kami hanya layani tetapi siapapun asalkan dia anak dan perempuan, tetapi kami lebih prioritaskan orang yang tidak mampu”.

Ibu Elisabeth juga menambahkan bahwa dengan menunjukkan 1 (satu) saja

surat keterangan yang bisa menunjukkan bahwa dirinya miskin akan kami terima.

Karena dengan hal tersebut akan kami ajukan kepada pihak yang terkait, seperti

kepolisian, kejaksaan, pengadilan. Dalam proses tersebut dibutuhkan banyak biaya,

tetapi dengan mempunyai keterangan tanda miskin akan diberikan keringanan dalam

biaya administrasi.

Setiap kasus yang masuk akan dilihat terlebih dahulu kasusnya seperti apa,

maka akan dilakukan berbagai tahapan-tahapan yang sesuai dengan kebutuhan,

ketika klien datang maka akan dilakukan konseling (apa yang dialami, maunya apa,

nasehat hukum) dan resiko yang akan diterima, terkadang ada juga klien dari

Yayasan Pusaka Indonesia yang melakukan pemutusan hubungan kerjasama

ditengah jalan, pemutusan tersebut bukan hanya berasal dari klien tetapi juga bisa

datang dari divisi anak dan perempuan. Ibu Elisabeth juga memaparkan bahwa :

(49)

pengajuan yang dilakukan pihak kepolisian. klien yang diajukan karena dia tidak mampu atau miskin, klien yang datang bisa jadi orang yang pernah kami tangani sebelumnya atau dia tahu kami dari temannya”.

Setiap klien yang datang akan dilakukan konseling, baik untuk klien itu

sendiri atau kepada keluarganya. Treatment-treatmen yang diberikan Yayasan

Pusaka Indonesia dilakukan oleh divisi anak dan perempuan, hal tersebut juga

dinyatakan oleh Ibu Elisabeth yaitu :

“Kita sendiri yang akan melakukan treatmen dengan pendekatan psikologis, tetapi kami juga tidak menutup kemungkinan akan memanggil pihak dari luar yang mempunyai kompeten di bidangnya, seperti tenaga psikolog. Kami tidak mempunyai tenaga psikolog, maka dari itu kami bekerja sama dengan fakultas psikologi USU (Universitas Sumatera Utara). Kami juga melihat dari kondisi korban, jika sangat parah kami akan rujuk ke lembaga berkompeten, misalnya dulu ada klien kami yang sampai sakit jiwa karena permasalahan yang dihadapinya dan kami merujuknya ke Rumah Sakit Jiwa. Maka dari itu semua treatmen yang kami berikan disesuaikan dengan kondisi korban dan kebutuhannya”.

Setiap masalah yang diderita korban akan membutuhkan pendekatan atau

treatmen yang berbeda. Bapak Mitra juga menambahkan bahwa divisi anak dan

perempuan juga mempunyai keterbatasan ditambah lagi rata-rata staf di Yayasan

Pusaka Indonesia mempunyai profesi sebagai pengacara atau ahli dibidang hukum.

Jika tidak mampu melakukan treatment, divisi anak dan perempuan akan

berkoordinasi dengan lintas divisi, melakukan rujukan keberbagai lembaga yang

berkompeten, dan berkoordinasi dengan pihak yang terkait seperti instansi

pemerintahan daerah maupun pusat, kepolisian, kejaksaan, biro pemberdayaan

perempuan provinsi.

Berdasarkan kronologis kejadian serta data-data yang diperoleh, peneliti

kemudian melakukan wawancara mendalam dan observasi langsung kelapangan

untuk mengetahui advokasi korban kekerasan dalam rumah tangga yang dialami olah

ketiga informan kunci tersebut. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis

(50)

tangga yang diamati melalui aspek investigasi, Penempatan Korban/Penjemputan

Korban, Pemeriksaan Kondisi Kesehatan, Konseling dan pemberian bimbingan

psikologis, Pendampingan dalam proses hukum (Litigasi), Proses Perlindungan dan

Monitoring yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia.

Selain itu diperoleh juga data-data mengenai upaya-upaya apa saja yang

sudah diberikan dalam menangani permasalahan yang dihadapi oleh korban

kekerasan dalam rumah tangga baik oleh pemerintah maupun nonpemerintah. Serta

tindakan-tindakan apa saja yang diharapkan oleh pihak korban maupun keluarga

korban kepada pemerintah maupun lembaga-lembaga nonpemerintah untuk

membantu menangani permasalahan yang dialami oleh korban kekerasan dalam

rumah tangga baik upaya pendampingan, rehabilitasi maupun upaya lain yang

diperlukan untuk menangani permasalahan korban. Untuk memperoleh gambaran

yang lebih jelas dari data yang telah terkumpul, penulis coba membagi dalam

beberapa bagian poin-poin terkait permasalahan yang ingin diuraikan dengan

memasukkan petikan wawancara dari informan serta narasi penulis tentang data- data

tersebut.

5.3 Informan I

Nama : SW

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 32 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Jumlah Anak : 2 orang

(51)

Bentuk KDRT yang dialami : Kekerasan Fisik dan Ekonomi (Penelantaran)

1. Upaya Investigasi

Salah satu upaya untuk mengetahui kronologis yang terjadi pada korban

maka dilakukanlah investigasi yang merupakan upaya yang dilakukan oleh Yayasan

Pusaka Indonesia. Investigasi adalah serangkain tindakan untuk mengumpulkan

fakta- fakta dalam mencari kebenaran informasi tentang keberadaan korban/pelaku.

Investigasi dapat dilakukan berdasarkan penerimaan laporan langsung (berasal dari

keluarga/korban), penerimaan laporan tidak langsung (berasal dari LSM lain/media

massa/rujuakan polisi) (Yayasan Pusaka Indonesia, 2010: 44).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, investigasi adalah penyelidikan

dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan dengan

tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan (tentang peristiwa, sifat atau khasiat

suatu zat,) dan penyidikan.

SW merupakan ibu dari 2 orang anak, ia mengalami kekerasan fisik dan

kekerasan ekonomi (penelantaran), dimana pelakunya adalah suaminya. Mereka

sudah menikah hampir 8 tahun, SW yang sehari-hari adalah ibu rumah tangga yang

pekerjaanya hanya mengurus suami, anak dan rumah. Dimana semua barang yang

mereka punya masih tergolong kredit.

Semua barang-barang rumah tangga mereka berasal dari kerja keras bersama.

Selama 7 tahun menikah, suami SW selalu memberikan nafkah walaupun tidak tentu.

Mereka juga sering ribut, tetapi setahun terakhir sebelum masuk 8 tahun usia

pernikahan mereka. Suami SW sering tiba-tiba memarahi istrinya. Ia juga jarang

pulang dan memberikan nafkah kepada istri dan anak. Banyak alasan yang ia berikan

ketika pulang ke rumah, mulai dari banyak pekerjaan, capek, dan banyak yang harus

(52)

SW selalu mempercayai suaminya, ia tidak pernah merasa curiga dengan

perilaku suaminya, berikut penuturan SW tentang peristiwa yang dialaminya :

“Suami kakak sebenarnya orang yang baik. Kejadiannya pada Januari tahun 2013, Dia memukul kakak pada saat kakak memergoki dia lagi berduaan dengan wanita lain di dalam kamar, mama kakak. Pada saat itu kondisi rumah lagi tidak ada orang, mungkin inilah perasaan seorang istri, waktu itu kakak ingin sekali main-main kerumah mama. Mungkin Allah ingin menunjukkan jalan buat kakak. Dia memukul kakak dibagian wajah sebanyak 1 kali.”

Pada saat kejadian itu SW langsung pergi dari tempat tersebut, ia merasa

bingung dan menangis ditengah jalan, ia merasa kaget dan terkejut. Bentuk

kekerasan yang dialami SW yaitu memar pada bagian wajahnya. Pada saat itu juga

SW bercerita kepada keluarganya dan keluarganya menyuruh SW untuk berobat ke

Rumah Sakit.

Bukan hanya kekerasan fisik yang SW alami tetapi juga kekerasan ekonomi

(penelantaran). Kekerasan tersebut juga berdampak pada psikisnya, EJ yang

merupakan ibu kandung SW juga menuturkan bahwa anaknya sangat berjuang untuk

hidup bersama ARFR, karena dulu mantan suaminya ini adalah seorang DJ (Disc

Joki). Karena sudah menjadi pilihan SW, kami tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi

bagaimana pun juga dia adalah anak, maka abang- abang dari SW selalu

membantunya untuk membuka usaha sendiri. Keluarga SW membantu keuangan SW

setelah menikah selama 4 tahun. EJ menambahkan bahwa ia curiga kalau ARFR

cuma memanfaatkan putrinya. Penulis juga melihat bahwa EJ masih sangat kecewa

dengan mantan menatunya.

Setelah ketahuan selingkuh, suami SW tidak mau pulang. SW juga langsung

pindah ke Rumah orangtuanya bersama 2 anaknya, karena kejadian tersebut

membuat SW jatuh sakit. Berikut penuturan SW :

(53)

selama 5 hari di Rumah Sakit, kakak orangnya sangat lemah, mudah terkena penyakit. Setres sedikit saja kakak bisa sakit, apalagi kejadian ini membuat kakak menjadi setres sekali. Kakak tidak habis pikir kenapa dia tega sekali menghianati kami. Padahal modal usaha itu berasal dari abangnya kakak. Dia yang menyuruh kakak meminjam uang sama abangku”.

Pada saat mewawancarai SW, penulis melihat bahwa SW sudah mulai tegar

dan kuat, apalagi sekarang SW sudah punya pekerjaan sendiri untuk membiayai

kebutuhan anak- anaknya. Sekarang SW sudah tinggal di rumahnya sendiri. SW

tidak lagi tinggal dirumahnya yang lama, karena rumah tersebut masih kredit. SW

juga menjelaskan bahwa pada saat membuat usaha sendiri, tidak pernah

mendapatkan untung lebih. Ternyata belakangan ini suami SW meninggalkan hutang

yang banyak kepada rentnir dan barang- barang rumah tangga yang mereka miliki.

SW juga menjelaskan bahwa kredit mobil atas namanya pun terpaksa SW

yang harus bayar, padahal mobil tersebut yang menggunakan adalah suaminya untuk

memperlancar usaha mereka. SW dan suaminya mempunyai usaha toko baju. EJ juga

menjelaskan bahwa :

“Anak saya terlalu percaya sama mantan suaminya, sampai-sampai dia masuk Rumah Sakit kerana Tipus, saya sedih sekali waktu lihat keadaan anak saya, kalau suami saya masih hidup pasti dia marah sekali sama ARFR. Mungkin ini jalan yang terbaik buat anak saya, ini adalah takdir yang terbaik dari Allah untuk anak saya”.

SW merasa sangat terbantu dengan upaya yang diberikan oleh Yayasan

Pusaka Indonesia. Pusaka Indonesia banyak memberikan bantuan kepada SW mulai

dari proses di kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. SW tahu tentang Yayasan

Pusaka Indonesia dari temannya yang pernah menjadi klien juga. Berikut penuturan

SW :

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor penyebab tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah serangkaian indikator-indikator yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu (1) pelaksanaan pemberdayaan korban kekerasan dalam rumah tangga melalui kegiatankegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Sukma

Bab ini berisikan tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Prosedur Pemeriksaan Korban KDRT dalam proses Peradilan pidana, Aturan di dalam Undang-Undang

MEMBERIKAN ADVOKASI KEPADA KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi pada Women’s Crisis Centre Sukma Bangsa Malang).. Oleh: RETNO PUSPITANINGTYAS (

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas terapi menulis terhadap penurunan emosi negatif dan peningkatan emosi positif pada korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sosial ekonomi keluarga terhadap korban kekerasan seksual pada anak dampingan Yayasan Pusaka Indonesia.. Metode penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Dampak kekerasan Seksual Terhadap Perkembangan Anak dalam Studi Kasus Anak korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka

Artinya berdasarkan rerata yang nampak dari stabilitas, atribusi kekerasan para perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga yang menjadi subjek penelitian ini