• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawa Bperum Damri Sebagai Angkutan Bandara Terhadap Penumpang Yang Mengalami Kecelakaan Bus (Studi Pada Perum Damri Kantor Cabang Angkutan Bandara Soekarno- Hatta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung Jawa Bperum Damri Sebagai Angkutan Bandara Terhadap Penumpang Yang Mengalami Kecelakaan Bus (Studi Pada Perum Damri Kantor Cabang Angkutan Bandara Soekarno- Hatta)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku:

Greaves, Rosa, 2000, EC TRANSPORT, England, Pearson Education Limited. Ilham, 2010, Kamus Bahasa Indonesia, Surabaya, Mitra Jaya Publisher.

J.C.T.Simorangkir, Rudy Erwin,J.T Prasetyo, 2009, Kamus Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.

Miru, Ahmad, Sutarman Yodo, 2007, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada.

Muhammad, Abdulkadir, 2006, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

Muhammad, Abdulkadir, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

Mulano, Imam Radjo, 1982, Penjelasan Istilah-istilahHukum Belanda-Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia.

Nasution, Az, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta, Diadit Media.

Nurbaiti, Siti, 2009, Hukum Pengangkutan Darat:Jalan dan Kereta Api, Jakarta,Universitas Trisakti.

Purwosutjipto, HMN, 2003, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum Pengangkutan, Jakarta, Djambatan.

Shofie, Yusuf, 2003, Penyelsaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

Simanjuntak, PNH, 2005, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta, Jembatan.

Soekanto, Soerjono,2005, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Press).

Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, PT.Intermasa.

(2)

Usman Aji, Sutiono, 2000, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta.

Usman, Rachmadi, 2000, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Jakarta, Djambatan.

B. Undang-Undang:

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 8 Tahun 36/PMK.010/2008 Tentang Besar Santunan Dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2012 Tentang Sumber Daya Manusia Di Bidang Transportasi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Perusahaan Umum (PERUM) DAMRI

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2009, Kitab Undang-Undang KUHPerdata, Jakarta, Pradyna Paramita.

Shofie, Yusuf, 2003, Penyelsaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

C. Internet:

diakses 4 Juni 2016, pukul 12.00.

2016, pukul 22.10.

tanggal 3 Agustus 2016, pukul 12.26

(3)

Sri Ambarwati, “Realisasi Tanggung Jawab Perdata Pengangkut Udara Terhadap Penumpang Penerbangan Domestik Pada PT. Garuda Indonesia (persero), Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008, diakses pada tanggal 9 Juli, Pukul 22.10.

Wawancara:

(4)

BAB III

TANGGUNG JAWAB PERUM DAMRI SEBAGAI ANGKUTAN BANDARA DENGAN PENUMPANG BUS

A. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Di Bidang Angkutan

Tanggungjawab dalam kamus bahasa Indonesia didefinisikan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. 22 Di dalam istilah Belanda disebutkan Verantwoordelijkatau bertanggungjawab yaitu wajib mengadakan pertanggungjawaban, serta memikul tanggungjawab atas kemungkinan terjadinya kerugian.23

1. Based on fault(prinsip tanggung jawab berdasarkan atas kesalahan)

Dalam ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan, dikenal dengan adanya prinsip-prinsip tanggungjawab di bidang angkutan.Prinsip-prinsip tanggungjawab ini berkaitan dengan tanggungjawab pengangkut untuk membayar gantikerugian kepada pengguna jasa. Beberapa prinsip tanggungjawab tersebut adalah:

Prinsip Based on Fault atau prinsip tanggungjawab berdasar atas kesalahan diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyebutkan: “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Pasal ini dikenal dengan pasal tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad).

Titik tolak pengertian perbuatanmelawan hukum adalah Pasal 1365

22

Ilham, Kamus Bahasa Indonesia,Mitra Jaya Publisher, Surabaya, 2010, hal 414.

23

Imam Radjo Mulano, Penjelasan Istilah-istilahHukum Belanda-Indonesia, Ghalia

(5)

KUHPerdata tersebut, sebagaimana diberi penafsiran dalam putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda tanggal 31 Januari 1919, yang diikuti juga oleh pengadilan di Indonesia. Menurut Yurisprudensi, suatu perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan yang:

a. Melanggar hak orang lain;

b. Bertentangan dengan kewajiban hukum yang berbuat;

c. Bertentangan dengan kepatutan yang terdapat dalam masyarakat tentang diri, barang orang lain atau

d. Bertentangan dengan kesusilaan yang baik.

Tafsiran ini sangat luas, sehingga dalam bidang angkutan, pelanggaran lalu lintas oleh pengangkut atau oleh pegawainya juga termasuk dalam perbuatan melawan hukum, namun selama perbuatan itu tidak langsung mengenai kewajibannya terhadap pengguna jasa angkutan, merupakan tanggungjawab sendiri dari pengangkut, tetapi perbutan tersebut harus diperhitungkan apabila karena perbuatan tersebut pihak pengguna jasa angkutan mengalami kerugian dan akan mempunyai akibat terhadap masalah tanggungjawab pengangkut terhadap pengguna jasa angkutan.

(6)

Pada prinsip ini jelas bahwa beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, artinya pihak yang dirugikan yang harus membuktikan bahwa kerugiannya diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1865 KUHPerdata: “setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri atau membantah sesuatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”. Dan prinsip based on fault ini tidak didasarkan pada perjanjian, tetapi dengan perbuatan melawan hukum tersebut juga menimbulkan perikatan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1353 KUHPerdata. 2. Presumption of liability (prinsip pengangkut selalu bertanggungjawab)

Prinsip ini merupakan prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggungjawab”, tanpa ada keharusan bagi pihak yang dirugikan untuk membuktikan bahwa ada perbuatan melawan hukum dari pihak pengangkut atau tidak. Prinsip ini didasarkan pada perjanjian pengangkutan, akan tetapi pengangkutdapat membebaskan diri dari tanggungjawabnya, apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa:

a. Kerugian yang disebabkan oleh malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya atau berada di luar kekuasaannya;

b. Ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menghindari timbulnya kerugian;

c. Kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya;

d. Kerugian ditimbulkan oleh kelalaian atau kesalahan dari penumpangsendiri atau karena, cacat, sifat atau mutu barang yang diangkut.

(7)

dalam bus hingga sampai tujuan penumpang merupakan tanggungjawab bus DAMRI. Setiap penumpang telah diasuransikan dengan asuransi Jasa Raharja, bila terjadi kecelakaan maka santunan dari pihak jasa raharja maksimal sebesar sepuluh juta rupiah (Rp.10.000.000,00) dan bila penumpang sampai meninggal sebesar dua puluh lima juta (Rp.25.000.000,00). Tanggungjawab juga dilakukan oleh pengemudi terhadap penumpang yang diangkutnya tersebut yaitu berupa santunan sebesar 50% dengan didahulukan oleh pihak perusahaan dan selebihnya akan ditangani oleh pihak PERUM DAMRI. Dimana satu bus DAMRI angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta di tanggungjawabi oleh 2 pengemudi secara shift(bergantian).24

Jika tanggungjawab pengangkut bukan atas perbuatan melawan hukum (delictual liability), maka kemungkinan yang lain hanyalah bahwa tanggungjawab pengangkut berdasarkan suatu kontrak atau perjanjian (contractual liability), yaitu Praduga bahwa pengangkut selalu bertanggungjawab tidak sama dengan praduga bahwa pengangkut bersalah, karena justru unsur kesalahan inilah yang tidak menentukan dalam hal ada atau tidaknya tanggungjawab pengangkut. Menurut prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggungjawab”, pengangkut bertanggungjawab dengan tidak mempersoalkan, apakah pengangkut bersalah atau tidak, atau dengan kata lain, unsur kesalahan tidak menentukan ada atau tidaknya tanggungjawab pengangkut. Dengan demikian, maka dasar dari prinsip ini sudah pasti bukanlah suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan pengangkut, sehingga harus dicari dasar lain.

24

(8)

tanggungjawab pengangkut yang mengadakan perjanjian dengan pengguna jasa, bila perjanjian tersebut tidak dipenuhi, kurang dipenuhi atau terlambat dipenuhi.

Adapun alasan-alasan untuk mempergunakan prinsip praduga bahwa pengangkut selalu dianggap bertanggungjawab dan beban pembuktian diletakkan pada pengangkut didasarkan pada teori-teori:

1. Pengangkut dalam menjalankan usahanya dapat menimbulkan bahaya terhadap pihak lain;

2. Pengangkut harus memikul risiko untuk usaha-usaha yang dijalankannya; 3. Dipergunakan alat angkut, sehingga segala kerugian yang disebabkan oleh alat

angkut harus ditanggung oleh pengangkut.

Dengan demikian dalam prinsip ini, adanya tanggungjawab pengangkut, tidak tergantung pada adanya kesalahan dari pengangkut, karena justru apabila ada kesalahan pada pengangkut, maka prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggungjawab” tidak berlaku lagi dan unsur kesalahan ini harus dibuktikan oleh pihak yang dirugikan, dengan kata lain tanggungjawab pengangkut tidak merupakan praduga (presumed) lagi. Hal ini tentunya dapat merubah tanggungjawab pengangkut berdasarkan kontrak atau perjanjian menjadi tanggungjawab berdasarkan atas kesalahan atau perbuatan melawan hukum.

Antara prinsip based on fault dengan prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggungjawab” tersebut mempunyai perbedaan yang sangat mendasar, yaitu, prinsip based on fault tidak didasarkan pada adanya suatu kontrak atau perjanjian dan beban pembuktiannya ada pada pihak yang dirugikan dalam hal ini adalah pihak pengguna jasa angkutan, sedangkan prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggungjawab” selalu didasarkan pada adanya suatu kontrak atau perjanjian dan beban pembuktiannya terletak pada pengangkut.25

3. Presumption of non liability(prinsip pengangkut selalu tidak bertanggungjawab)

Prinsip ini merupakan prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu tidak bertanggungjawab”, untuk barang bawaan yang berada di dalam pengawasan penumpang sendiri, contohnya adalah bagasi tangan, dan beban pembuktian adanya tanggungjawab pengangkut terletak pada penumpang dan tanggungjawab ini baru ada, apabila ada kesalahan dari pengangkut. Prinsip didasarkan pada

25

(9)

perjanjian pengangkutan. Dengan adanya prinsip ini, maka ada kemungkinan tidak ada satu pihakpun yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai kerugian terhadap barang bawaan yang berada dalam pengawasan penumpang sendiri, yaitu apabila penumpang membuktikan bahwa ia telah mengambil tindakan seperlunya untuk menjaga barang tersebut, sedangkan pengangkut juga telah membuktikan bahwa ia tidak mungkin dapat mencegah timbulnya kerugian.Dengan demikian, maka penumpang sendirilah yang harus memikul kerugiannya. Kemungkinan tersebut, terlepas dari hal apakah kerugian terhadap barang bawaan yang berada dalam pengawasan penumpang sendiri ditimbulkan oleh penumpang lain. Jika terjadi hal yang demikian, memang pengangkut tidak bertanggungjawab, akan tetapi penumpang tersebut, dapat menuntut ganti kerugian berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum.

Kekhususan dari prinsip presumption of non liability ini adalah ditujukan khusus pada barang bawaan yang berada dalam pengawasan penumpang sendiri, yang didasarkan pada perjanjian, dimana beban pembuktian ada pada penumpang, karena barang sepenuhnya berada dalam pengawasan penumpang sendiri dan berarti menjadi tanggungjawab penumpang sendiri. Hal ini berbeda dengan prinsip presumption of liability, dimana beban pembuktian ada pada pengangkut, karena barang (termasuk penumpang) berada sepenuhnya dalam pengawasan pengangkut.

(10)

perbedaan, yaitu pada prinsip based on fault tidak didasarkan pada perjanjian, sedangkan pada presumption of non liability, didasarkan pada perjanjian.

Prinsip bahwa pengangkut tidak bertanggungjawab pada dasarnya dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Dapat diterapkan dalam keadaan netral atau normal atau tidak terdapat hal-hal yang istimewa sehingga dalam hal yang demikian tidak ada persoalan beban pembuktian;

b. Pengangkut tidak bertanggungjawab dalam hal-hal yang sama seperti pada pengangkutan penumpang dan barang, yaitu apabila pengangkut dapat membuktikan:

1. Ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah timbulnya kerugian;

2. Ia tidak mungkin mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah timbulnya kerugian;

3. Adanya kesalahan penumpang sendiri atau penumpang lain.

c. Pengangkut bertanggungjawab jika penumpang dapat membuktikanadanya perbuatan sengaja atau kesalahan berat dari pengangkut;

d. Pengangkut bertanggungjawab jika penumpang dapat membuktikan apabila penumpang telah mengambil semua tindakan yang perlu, tetapi ada kelalaian dari pengangkut.

4. Absolute atau strict liability( prinsip tanggung jawab mutlak)

(11)

tanggungjawab yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan untuk dipermasalahakan apakah pada kenyatannya ada atau tidak ada.

Tentang prinsip absolute liability ada yang membedakan dengan strict liability, tetapi ada juga yang menyamakannya. Pendapat yang menyamakan antara prinsip absolute dengan strict liability adalah Mieke Komar. Ia mengutip pendapat dari Goldie, yang diambil dari doktrin yang berasal dari hukum Anglo Saxon yang dikenal sejak kasus Ryland vs Flecther: “The doctrine of strict (or absolute) liability has evolved in modern times on certain kinds of situation where injury has been caused by an activity that is not wrongful but gives rise to liability even in the absence of an allegation of negligence of fault…”.

Berdasarkan prinsip tersebut, tergugat (dalam hal ini pihak pengangkut)harus membayar seluruh kerugian yang telah disebabkan oleh tindakannya, terlepas dari salah satu atau tidaknya pihak tegugat. Namun dalam strict liability, selalu disertai dengan pembatasan jumlah ganti rugi , selain itu dalam prinsip ini tidak dipermasalahkan adanya unsur kesalahan, kesengajaan atau kelalaian, asal ada cukup pembuktian tentang terjadinya kerugian akibat perbuatan tergugat.

(12)

membebaskan tanggungjawab pengangkut, kecuali hal-hal yang mengarah pada pernyataan tidak bersalah (absence of fault), karena kesalahan tidak lagi diperlukan, sedangkan absolute liability akan timbul kapan saja. Keadaan yang membuktikan tanggungjawab tersebut tanpa mempersalahkan oleh siapa dan bagaimana terjadinya kerugian tersebut. Dengan demikian, dalam absolute liability tidak diperlukan hubungan kausalitas dan hal-hal yang membebaskan dari tanggungjawab hanya yang dapat dinyatakan secara tegas dalam perundang-undangan.

Selanjutnya E.Saefullah menyimpulkan bahwa tidak ada ukuran pasti di dalam membedakan istilah absolute liability dengan strict liability, namun ada indikasi yang diterima umum bahwa pada strict liability, pihak yang bertanggungjawab dapat membebaskan diri berdasarkan semua alasan yang sudah umum dikenal (conventional defense), sedangkan pada absolute liability alasan-alasan umum pembebasan tersebut tidak berlaku, kecuali secara khusus dinyatakan dalam instrumen-instrumen tertentu (konvensi, undang-undang, dan sebagainya), dan tanggungjawab akan timbul begitu kerugian terjadi tanpa mempersoalkan siapa penyebabnya dan bagaimana terjadinya.

Demikian dalam penggunaan istilah ini ternyata tidak dapat dibedakan secara tegas karena yang menjadi ukuran utama dari prinsip tanggungjawab mutlak (absolute-strict liability) adalah tanggungjawab yang tidak mempersoalkan ada atau tidak adanya kesalahan.

(13)

kriteria, misalnya dengan menentukan hanya hal-hal yang sudah diketahui oleh umum atau sudah lazim tidak perlu dibuktikan. Sebagai contoh kebijakan pemerintah misalnya. Sebab tujuan utama dianutnya prinsip tanggungjawab mutlak adalah untuk memudahkan penyelsaian klaim ganti rugi dengan sejauh mungkin menghindari proses pengadilan.

5. Limitation of liability (prinsip pembatasan tanggungjawab)

Prinsip iniberhubungan dengan semua prinsip tanggungjawabyang telah dikemukakan, yaitu baik based on fault, presumption of liability, presumption of non liability, maupun absolute liability. Pembatasan tanggung jawab pengangkut, pada dasarnya merupakan pembatasan dalam jumlah ganti rugi yang harus dijabarkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang angkutan.Alasan digunakannya prinsip ini adalah:

a. Kegiatan pengangkutan, risiko terbesar ada pada pengangkut, maka sudah sepantasnya risiko itu dibatasi, walaupun mungkin dipandang dari sudut moral, pembatasan tanggungjawab dalam hal seorang penumpang menderita luka-luka atau meninggal adalah tidak pantas, akan tetapi prinsip pembatasan tanggungjawab ini sebagai suatu prinsip harus tetap ada, dan ketidakpantasan penggunaannya dalam praktek, dapat dihindarkan apabila terdapat alsan-alasan yang kuat, menurut kebijakan hakim-hakim yang dapat menyelesaikan perkaranya;

b. Agar pengangkut tidak boleh mengadakan syarat-syarat perjanjian pengangkutan yang meniadakan tanggungjawabnya;

c. Adanya limit-limit tertentu sebagai dasar untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan ganti rugi dengan secepat-cepatnya dan semudah-mudahnya tanpa harus meminta perantara hakim lagi. Setidak-tidaknya pencantuman limit ganti rugi dalam peraturan perundang-undangan di bidang angkutan akan memberikan pedoman atau patokan yang jelas, baik bagi pengangkut maupun pihak yang menuntut ganti rugi, mengenai ganti rugi yang harus dibayarkan.

(14)

yaitu dalam hal kerugian disebabkan oleh adanya perbuatan sengaja (willfull misconduct) atau kelalaian berat (gross negligence) dari pengangkut. Sedangkan unbreakable limit, artinya tidak dapat dilampauidengan alasan apapun. Hal ini berarti tanggungjawab pengangkut dengan ganti rugi yang harus dibayarkan tidak boleh melebihi jumlah yang dinyatakan.26

B. Hak Dan Kewajiban PERUM DAMRI Sebagai Pengangkut 1. Hak PERUM DAMRI sebagai Pengangkut (Pelaku usaha)

Secara umum, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia tidak dijumpai definisi pengangkut, kecuali dalam pengangkutan laut. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) dan/atau barang. Singkatnya, pengangkut adalah penyelenggara pengangkutan.

Dilihat dari sisi kepemilikan badan usaha, pengangkut dapat dikelompokkan dalam 3 jenis, yaitu;

a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Ada yang berbentuk perusahaan perseroan (Persero), contohnya PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Garuda Indonesia Airlines (Persero), dan PT Pelayaran Nusantara Indonesia (Persero). Ada juga yang berbetuk Perusahaan Umum (Perum), contohnya Perum DAMRI.

b. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)

Umumnya berbentukbadan hukum perseroan terbatas, contohnya PTLintas

26

(15)

Sumatera, PT Samudra Indonesia, PT Sriwijaya Airlines, dan PT Lion Airlines, sedangkan yang berbentuk badan hukum koperasi, contohnya Taksi

Kopti Jaya. Akan tetapi, ada juga yang berbetuk persekutuan bukan badan hukum CV, contohnya CV Titipan Kilat.

c. Badan Usaha Milik Perseorangan Contohnya PO Putra Remaja.

Berdasarakan uraian diatas, dapat disimpulkan kriteria pengangkut menurut Undang-Undang Pengangkutan Indonesia adalah:

1) Perusahaan penyelenggara pengangkutan; 2) Menggunakan alat pengangkut mekanik; 3) Penerbit dokumen pengangkutan; dan

4) Memperoleh izin usaha dari pemerintah Indonesia.27

Sedangkan pengertian pelaku usaha dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan KonsumenPasal 1 butir 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melaluiperjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.28

PERUM DAMRI sebagai pengangkut yang merupakansalah satu badan usaha milik negara, PERUM DAMRI sendiri mengikuti yang terdapat dalam

27 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 54-55.

28

Yusuf Shofie, Penyelsaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang

(16)

Undang yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.29

“Jika barang angkutan tidak diambil oleh pengirim atau penerima sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati,Perusahaan Angkutan Umum berhak memusnahkan barang yang sifatnya berbahaya atau mengganggu dalam penyimpanannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Menurut UULAJ (Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan) Nomor 22 Tahun 2009, hak-hak perusahaan pengangkutan umum, yaitu:

Pasal 195, menyatakan bahwa: Ayat 1

“Perusahaan angkutan umum berhak untuk menahan barang yang diangkutjika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian pengangkutan”.

Ayat 2

“Perusahaan angkutan umum berhak memungut biaya tambahan atas barang yang disimpan dan tidak diambil sesuai dengan kesepakatan”.

Ayat 3

“Perusahaan angkutan umum berhak menjual barang yang diangkut secara lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.

Pasal 196, menyatakan bahwa:

30

Pengangkutan umum berhak memperoleh kembali dokumen pengangkutandari penumpang dan/atau pengirim barang sebagai bukti bahwa biaya pengangkutan memang sudah dibayar lunas sebelumnya dan sudah dikembalikan kepada penumpang atau pengirim.31

29

Hasil wawancara tanggal 25 Juli2016 dengan narasumber Bpk Andi Yuneska, selaku ASM.Perencanaan dan PJ PERUM DAMRI Kantor Cabang Angkutan BandaraSoekarno Hatta Jakarta Timur.

30

Siti Nurbaiti, Op.Cit, Lampiran 1 Pasal 195-196 UULAJ, hal 276.

31

(17)

Dapat diperjanjikan pula bahwa perusahaan pengangkutan umum berhak menolak mengangkut barang yang dilarang undang-undang atau membahayakan ketertiban dan kepentingan umum. Barang yang dilarang itu,misalnya, barang seludupan, petasan, berbagai jenis narkotika, ekstasi, minuman keras, ataupun hewan yang dilindungi.

Pengaturan mengenai pelaku usaha sebagai badan usaha dimana dalam bidang pengangkutan merupakan pengangkut juga diatur di dalam Undang-UndangNo. 8Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, hak-hak pelaku usaha, yaitu:

Pasal 6bagian kedua yang menyatakan bahwa:

(a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

(b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

(c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

(d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

(e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.32

2. Kewajiban PERUM DAMRI sebagai pelaku usaha (pengangkut)

Kewajiban utama pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang serta menerbitkan dokumen pengangkutan dan sebagai imbalan haknya memeperoleh biaya pengangkutan dari penumpang atau pengirim barang.Pihak-pihak dapat juga memperjanjikan bahwa di samping kewajiban utama, pengangkut mempunyai kewajiban pelengkap, yaitu:

a. Menjaga serta merawat penumpang dan memelihara barang yang diangkut dengan sebaik-baiknya.

32

(18)

b. Melepaskan dan menurunkan penumpang di tempat pemberhentian atau di tempat tujuan dengan aman dan selamat.

c. Menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima dengan utuh, lengkap, tidak rusak, atau tidak terlambat.33

Kewajiban PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta, secara khusus adalah mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan dengan selamat dan untuk pengaturan kewajiban yang lain tetap berpedoman dan mengikuti yang terdapat pada undang-undang.34

Pasal 189menyatakan bahwa:

Kewajiban perusahaan angkutan umum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UULAJ) antara lainterdapat dalam:

Pasal 186 menyatakan bahwa:

Perusahaan angkutan umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh penumpang dan/atau pengirim barang.

Pasal 187menyatakan bahwa:

Perusahaan angkutan umum wajib mengembalikan biaya angkutan yang telah dibayar oleh penumpang dan/atau pengirim barang jika terjadi pembatalan pemberangkatan.

Pasal 188menyatakan bahwa:

Perusahaan angkutan umum wajibmengganti kerugian yang diderita olehpenumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayananangkutan.

33

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2008, hal 152.

34

(19)

Perusahaan angkutan umum wajib mengasuransikan tanggungjawabnyasebagaimana dimaksud dalam pasal 188.

Pasal 190menyatakan bahwa:

Pengemudi kendaraan bermotor umum dapat menurunkan penumpang dan/atau barang yang diangkut pada tempat pemberhentian terdekat jika penumpang dan/atau barang yang diangkut dapat membahayakan keamanan dan keselamatan angkutan.

Pasal 191 menyatakan bahwa:

Perusahaan angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggara angkutan.

Pasal 192 menyatakan bahwa:

Ayat 1 “Perusahaan angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang”.

Ayat 2 “Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya”.

Ayat 3 “Tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak Penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati”.

Ayat 4 “Pengangkut tidak bertanggungjawab atas kerugian barang bawaan penumpang, kecuali jika penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut”.

Ayat 5 “Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah”.

Pasal 193 menyatakan bahwa:

Ayat 1 “Perusahaan angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim”.

(20)

Ayat 3 “Tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakati”. Ayat 4 “Perusahaan angkutan umum tidak bertanggungjawab jika kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan surat muatan angkutan barang”.

Ayat 5 “Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah”.

Pasal 194 menyatakan bahwa:

Ayat 1 “Perusahaan angkutan umum tidak bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan perusahaan angkutan umum”.

Ayat 2 “Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian pihak ketiga kepada perusahaan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian”.35

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

Pengaturan mengenai pelaku usaha sebagai suatu badan usaha dalam bidang pengangkutan yaitu pengangkut juga diatur di dalam Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, kewajiban pelaku usaha, yaitu:

Pasal 6 bagian kedua menyatakan bahwa:

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikandan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standartmutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencobabarang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yangdiperdagangkan;

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.36

35

Siti Nurbaiti, Op.Cit, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan, hal 273-275.

36

(21)

C. Hak Dan Kewajiban Penumpang Bus DAMRI 1. Hak penumpang bus DAMRI

Undang-Undang Lalu Lintas Dan angkutan Jalan menentukan bahwa pengguna jasa adalah “perseorangan” atau badan hukum yang menggunakan jasa perusahaan angkutan umum Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.

Dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan orang, penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan dan atas dasar ini ia berhak untuk memperoleh jasa pengangkutan. Menurut perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan, penumpang harus mampu melakukan perbuatan hukum atau mampu membuat perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata). Berdasarkan uraian di atas, kriteria penumpang menurut Undang-Undang Pengangkutan Indonesia, yaitu:

a. Orang yang berstatus pihak dalam perjanjian pengangkutan.

b. Pihak tersebut adalah penumpang yang wajib membayar biaya pengangkutan. c. Pembayaran biaya pengangkutan dibuktikan oleh karcis yang dikuasai oleh

penumpang.37

Adapun Hak-hak penumpang bus DAMRI sebagai konsumen menurut Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

Pasal 4 bagian pertama, menyatakan bahwa:

37

(22)

1.) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2.) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3.) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4.) Hak untuk didengar pendapat dan keluhanya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5.) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6.) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7.) Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8.) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9.) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 2. Kewajiban penumpang bus DAMRI sebagai konsumen menurut Undang No. 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen konsumen, yaitu: Pasal 5 berbunyi:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelsaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.38

38

(23)

BAB IV

TANGGUNGJAWAB PERUM DAMRI SEBAGAI ANGKUTAN BANDARA TERHADAP PENUMPANG YANG MENGALAMI

KECELAKAAN BUS

A. Eksistensi PERUM DAMRI Sebagai Angkutan Bandara

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Perusahaan Umum (PERUM) DAMRI memberi definisi mengenai PERUM DAMRI, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut perusahaan, adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969, yang bidang usahanya berada dalam lingkup tugas dan kewenangan menteri, dimana seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. 39

PERUM DAMRI merupakan perpanjangan sejarah warisan dari perusahaan angkutan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia pada kurun tahun sekitar tahun 1943, yaitu dari semulanya bernama Jawa Unyu Zigyosha sebuah perusahaan angkutan barang dengan truk dan cikar dipulau Jawa serta Zidosha Sokyoku adalah sebuah perusahaan angkutan penumpang bus.Pada saat kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 kedua perusahaan angkutan tersebut direbut paksa oleh para pejuang Indonesia dan diserahterimakan kepada pemerintah Republik Indonesia yang kemudian mengelolanya dibawah fungsi Departemen Perhubungan. Oleh pemerintah Republik Indonesia, kedua perusahaan angkutan warisan Jepang tersebut diubah Sejarah Berdirinya PERUM DAMRI

39

(24)

namanya menjadi "Djawatan Pengangkutan Untuk Angkutan Barang" dan "Djawatan Angkutan Darat Untuk Angkutan Penumpang". Pada tanggal 25 November 1946, berdasarkan maklumat Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 01/DAM/46, kedua perusahaan tersebut disatukan dan diberi nama "Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia" atau disingkat DAMRI.

Berdasarkan maklumat tersebut maka fungsi utama DAMRI adalah menyelenggarakan angkutan darat bagi kepentingan masyarakat dengan menggunakan truk, bus serta jenis angkutan motor lainnya. Terjadi peralihan status DAMRI menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Negara (BPUPN) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.233 Tahun 1961, yang kemudian pada tahun 1965 BPUPN dihapus dan DAMRI ditetapkan sebagai Perusahaan Negara (PN). Yang kemudian berubah lagi di tahun 1982 menjadi Perusahaan Umum (PERUM DAMRI) berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1984, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 dengan lapangan usaha berupa angkutan bus kota, angkutan perintis, angkutan antar wilayah, angkutan wisata serta jenis angkutan lainnya yang dimungkinkan oleh peraturan perundangan yang berlaku hingga sekarang. DAMRI maju dan berkembang bersama pelanggan. Melayani kebutuhan masyarakat, menggerakkan masyarakat mencapai tujuan memenuhi harapan akan perjalanan yang aman, cepat, dan nyaman, kemarin, sekarang, dan nanti.

Adapun visi dan misi PERUM DAMRI yang merupakan pedoman bagi setiap cabang PERUM DAMRI terutama PERUM DAMRI cabang angkutan bandara Soekarno-Hatta. Visi dan misi PERUM DAMRI yaitu:

(25)

Menjadi penyedia jasa angkutan jalan yang aman, terjangkau, berkinerja unggul andalan masyarakat Indonesia dan regional Asean.

Misi:

1. Menyajikan layanan angkutan jalan berkelas dunia(world class land transportation provider) yang aman (safe) berkualitas prima (high quality service) danterjangkau (affordable) yang dapat memuaskan pengguna jasa (customer satisfaction) di Indonesia dan regional Asean.

2. Menjalankan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) dalam rangka memenuhi harapan stakeholder.

3. Mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi sosial budaya nasional serta regional Asean sekaligus menjaga keutuhan wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia.40

Untuk mempertahankan eksistensi DAMRI sebagai penyedia jasa angkutan jalan raya yang aman, handal, terjangkau serta unggul dalam kinerja, DAMRI mengutamakan kualitas pelayanan, keamanan dan kepuasan pelanggan melalui penyediaan pelayanan angkutan kota, angkutan antar kota, angkutan antar kota antar provinsi, angkutan lintas batas negara hingga daerah terpencil yang siap melayani kebutuhan angkutan penumpang dan barang dengan memiliki jaringan operasional yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, diantaranya: kantor pusat, 4 kantor wilayah yang didukung 60 kantor cabang dan 2 (dua) Strategic Businness Unit (SBU), memiliki 7 (tujuh) segmentasi usaha, yaitu:

a. Angkutan Antar Kota/ Inter-City Transport

1) Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP)

(26)

2) Angkutan Antar Kota Provinsi (AKAP) b. Angkutan kota/ city bus

c. Angkutan bandara/ airpot bus

d. Angkutan antar negara/ inter-state transport

e. Angkutan travel pariwisata/ travel and tourism transport f. Angkutan barang/ logistic transport

g. Angkutan perintis/ pioneering transport

Sejarah PERUM DAMRI Unit Angkutan Khusus Bandara Soekarno-Hatta

PERUM DAMRI unit angkutan khususbandara Soekarno-Hatta diresmikan pada tanggal 17 Oktober 1984. Berdasarkan SK Direksi Damri No. 134/OT/001/DAMRI 1984 dengan nama Stasiun PERUM DAMRI Cengkareng.Pada akhirnya tanggal 1 Desember 1984, statusnya dirubah menjadi “PERUM DAMRI Unitangkutan Khusus Bandara Soekarno-Hatta Jakarta”.41

Kemudian cabang angkutan bandara Soekarno-Hatta melayani 7 rute, yaituKemayoran, Gambir, Blok M, Kp.Rambutan, Rawamangun, Bekasi danBogor.Untuk jurusan Bogor stand by dua jam sekali. Selain itu angkutan cabang bandara Soekarno-Hatta melayani jemputan PT. Angkasa Pura II dengan rute Dwikora, Dirgantara (Halim-Bandara Soekarno-Hatta), Kuarton, Halim-Slipi, PERUM DAMRI cabang angkutan bandara Soekarno-Hatta mempunyai kedudukan sebagai pelaksana yang menjalankan sebagian tugas perusahaan di bidang angkutan bandara. Kantor cabang ini dipimpin oleh seorang kepala yang menerima petunjuk-petunjuk dan bertanggungjawab secara langsung kepada kantor pusat.

(27)

Departemen Perhubungan, Karawaci, batu Raja, KOABRI, Blok M, Kemayoran dan Cimone. Cabang ini juga dipercaya oleh Departemen Tenaga Kerja untuk mengantarkan para tenaga kerja Indonesia ke bandara Soekarno-Hatta pulang pergi. Selain itu, pada tahun ini cabang ini juga merupakan angkutan yang mengantarkan para jema’ah haji dari asrama haji menuju ke bandara. Cabang ini juga melayani angkutan transit khusus daerah Sumatera bagian selatan seperti Pangkal Pinang, Bangka dll.

Struktur organisasi dan pembagian tugas PERUM DAMRI terdiri dari tiga bagian di daerah Jakarta, yaitu tingkat pusat, unit angkutan khusus bandaraSoekarno-Hatta (UAKB), dan tingkat wilayah. Struktur organisasi dan pembagian tugas pada PERUM DAMRIangkutan Bandara Soekarno-Hatta adalah sebagai berikut :

(1) Kepala cabang, mempunyai tugas :

(a) Menetapkan perintah-perintah serta melakukan perundingan-perundingan mengenai perjanjian.

(b) Mengoreksi hasil-hasil perundingan yang berupa naskah perjanjian.

(c) Menentukan ketentuan-ketentuan dan formulasi dalam setiap perjanjian dengan pihak lain.

(d) Menguji segala kegiatan-kegiatan yang ditunjukan kepada PERUM DAMRI.

(2) Bagian niaga dan angkutan

a. Sub. bagian tata laksana dan operasi, mempunyai tugas :

(28)

mendapat surat perintah dinas serta menerima kembali sisa bukti penumpang yang belum terjual.

2) Bidang administrasi pendapatan, yaitu mempunyai tugas menerima pesanan angkutan secara borongan dan mencatatnya dalam daftar pesanan angkutan dan membuat surat pesanan sewa angkutan borongan, membukukan semua pendapatan perusahaan hasil operasional. Baik yang berasal dari regular, borongan maupun perniagaan lainnya serta membuat laporan secara berkala tentang hasil-hasil perniagaan tersebut.

3) Bidang perusahaan, menghimpun data yang ada kaitannya dengan angkutan. Baik mengenai bis maupun non bis yang meliputi jumlah armada, tarif trayek dan lainnya. Serta mempersiapkan program operasional baik program harian, bulanan, dan tahunan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh kantor pusat.

b. Sub. bagian administrasi kendaraan, mempunyai tugas :

1) Mencatat surat kendaraan lain seperti STNK, ijin trayek,dll.

2) Jika terjadi kecelakaan, mempelajari dan menyimpulkan sebab-sebabkecelakaan tersebut.

3) Menyelesaikan masalah ganti rugi akibat kecelakaan baik yang timbul karena kelalaian pengemudi DAMRI maupun kelalaian pihak lain yang menyebabkan kerugian bagi PERUM DAMRI.

4) Membuat laporan mengenai jumlah dan keadaan kendaraan.

(29)

1) Mempersiapkan surat perintah dinas angkutan sesuai dengan jadwal kerja harian pada crew.

2) Mempersiapkan dan mengatur kendaraan-kendaraan yang siap dioperasikan baik untuk melayani dinas angkutan jurusan yang sesuai dengan rute ataupun untuk rombongan, serta crew cadangan jika sewaktu-waktu diperlukan.

3) Mempersiapkan dan membuat jadwal giliran kerja bagi crew baik untuk shift I maupun untuk shift II dalam jadwal bulanan.

4) Menerima laporan dari para crew baik yang kembali ke pool/terminal, yang sedang dalam perjalanan atau crew yang kembali bersama kendaraannya, tentang kerusakan kendaraan.

5) Membuat daftar dan mengurus uang dinas jalan para crew.

6) Membina dan mengawasi terselenggaranya dinas angkutan sesuai dengan program yang telah ditentukan.

3) Bagian tata usaha

a) Sub. bagian keuangan, mempunyai tugas dan kewajiban :

1) Menerima uanghasil operasi,baik berupa borongan maupun regular atau perniagaan lainya.

2) Mengadakan pembukuan untuk setiap penerimaan dan pengeluaran uang perusahaan.

(30)

4) Membuat laporan keuangan setiap bulan untuk diserahkan ke kantor pusat.

b. Sub. bagian kepegawaian (personalia), mempunyai tugas : 1) Menyimpan dan memelihara berkas-berkas para pegawai.

2) Mempersiapkan usulan-usulan yang berkaitan dengan pengangkatan pegawai, kenaikan jabatan, dan pemberhentian pegawai.

3) Membuat dan mempersiapkan daftar gaji, uang beras dan tunjangan-tunjangan lain.

4) Membuat laporan pegawai dan menyampaikannya ke kantor pusat. 5) Mengajukan usulan serta mempersiapkan pegawai-pegawai yang

memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan baik yang diselenggarakan oleh PERUM DAMRI ataupun yang diselenggarakan oleh instansi lain.

c. Sub. bagian umum dan rumah tangga, bertugas :

1) Menerima dan mencatat surat yang berasal dari lingkungan PERUM DAMRI maupun dari instansi lain dalam buku agenda.

2) Mengurus dan menyelesaikan pengiriman surat-surat untuk PERUM DAMRI dan instansi lain.

3) Mempersiapkan laporan dan ikhtisar bulanan yang diperlukan kepala unit.

4) Mempersiapkan, membeli, menyimpan dan mengurus alat-alat tulis dan perlengkapan kantor.

(31)

4) Bagian tehnik, terdiri dari :

a) Sub. bagian tata laksana, mempunyai tugas dan kewajiban : 1) Membuat surat perintah kerja untuk para montir.

2) Mencatat dan mengerjakan bukti barang masuk dan keluar. 3) Mencatat dan mengerjakan kartu persediaan barang.

4) Mencatat label barang-barang yang diterima dan dikeluarkan (dibutuhkan).

5) Membuat laporan pembiayaan kendaraan dan perinciannya tiap bulan. 6) Membuat surat pesanan barang.

7) Membuat daftar intensif karyawan tehnik. b) Sub. bagian persediaan gudang, bertugas :

1) Mempersiapkan rencana pengadaan suku cadang, atau spare part lainnya yang merupakan perlengkapan kendaraan-kendaraan dan perlengkapan tehnik.

2) Mengurus dan menerima bon permintaan barang dan sparepart lainnya dari bagian pemeliharaan dan perawatan.

3) Mencatat label barang-barang yang telah diterima dan dikeluarkan. c) Sub. bagian pemeliharaan dan perawatan, bertugas :

1) Membuat jadwal kerja para montir.

2) Merawat dan memperbaiki kendaraan-kendaraan dinas angkutan atau kendaraan non dinas angkutan.

(32)

4) Menyusun laporan pemeliharaan dan perawatan kendaraan.

5) Mengadakan tes atau pengujian terhadap kendaraan yang baru diperbaiki.

Berikut adalah susunan/struktur kerja pada PERUM DAMRI cabang angkutan bandara Soekarno-Hatta:

1. Kepala cabang,

2. Kabag. niaga dan angkutan, terdiri dari: a) Kasubag. tata laksana dan operasi, b)Kasubag. administrasi kendaraan, dan

c) Kasubag. pengatur persiapan kendaraan dinas angkutan. 3. Kabag. tata usaha, terdiri dari:

a) Kasubag. keuangan

b)Kasubag. kepegawaian (personalia), dan c) Kasubag. umum

4. Kabag. tehnik, terdiri dari: a) Kasubag. tata laksana tehnik, b)Kasubag. tata laksana gudang,

c) Kasubag. pemeliharaan dan perawatan.

PERUM DAMRI unit angkutankhusus bandara Soekarno-Hattadapat

(33)

mengantarkan penumpang hingga sampai tujuan dengan selamat dan menjadikan PERUM DAMRI sebagai jasa pengangkutan yang dicari dan digunakan terus oleh masyarakat. PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara memiliki ikrar keselamatan pengemudi yang berbunyi “Saya Adalah Pengemudi Yang Mengutamakan Keselamatan Dan Sopan Santun Berkendara”. Pengemudi di PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandaraSoekarno-Hatta dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Pengemudi perusahaan/ tetap ( 381 orang) b. Pengemudi kontrak (130 orang)

Setiap pengemudi yang masuk PERUM DAMRI akan mendapatkan berupa: 1) BPJS Kesehatan

2) BPJS Ketenagakerjaan

3) Pengemudi akan masuk ke dalam paguyuban dan akan mengumpulkan iuran yang merupakan Dansos (dana sosial) yaitu bila terjadi kecelakaan maka pengemudi dapat menggunakan iuran dari paguyuban tersebut

4) Uang jaminan perusahaan

(34)

Hak pengemudi: (1) Gaji

(2) UDJ (Uang Dinas Jalan)

Uang dinas jalan adalah 10% dari pendapatan akan diberikan kepada pengemudi yang bertanggungjawab terhadap bus tersebut yaitu 2 orang.

(3) Uang Read

Uang yang diberikan kepada pengemudi setiap membawa bus dan akan diberikan setiap hari.

Bagi para pegawai PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta mereka akan diberikan oleh perusahaan berupa tunjangan. Pemberian tunjangan kepada pegawai dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Pegawai kontrak

Tunjangan yang diberikan perusahaan pada pegawai kontrak hanya pada saat dia bekerja di perusahaan tersebut menyangkut pekerjaannya.

2. Pegawai tetap

Tunjangan yang diberikan perusahaan kepada pegawai tetap yaitu sejumlah 3 orang yang terdiri dari istri dan 2 anak.42

42

(35)

STRUKTUR ORGANISASI PERUM DAMRI

Universitas

Sumatera

(36)

B. Tanggungjawab PERUM DAMRI Sebagai Angkutan Bandara Terhadap Penumpang Yang Mengalami Kecelakaan

Tanggungjawab dalam kamus bahasa Indonesia didefinisikan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya.43 Di dalam istilah Belanda disebutkan Verantwoordelijkatau bertanggungjawab yaitu wajib mengadakan pertanggungjawaban, serta memikul tanggungjawab atas kemungkinan terjadinya kerugian.44

Kecelakaan (accident) adalah peristiwa hukum pengangkutan berupa kejadian atau musibah; yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak: terjadi sebelum dalam, dalam waktu, atau sesudah penyelenggaraan pengangkutan; karena perbuatan manusia atau kerusakan alat pengangkut sehingga menimbulkan kerugian material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencarian bagi pihak penumpang, bukan penumpang, pemilik barang, atau pihak pengangkut. Berdasarkan konsep tersebut, dapat diuraikan unsur-unsur kecelakaan pengangkutan sebagai berikut:45

1. Kejadian atau musibah;

Kejadian atau musibah pengangkutan merupakan peristiwa yang tidak dapat diketahui sebelumnya oleh penumpang, pengirim barang, atau oleh pengangkut bahwa hal itu terjadi. Akan tetapi, bagi orang yang ahli tentang alat pengangkut, mungkin musibah itu dapat diperkirakan akan terjadi jika alat pengangkut tersebut tidak diperiksa atau peralatan yang tidak lagi memenuhi standar operasional tidak diganti. Orang yang ahli tentang alat pengangkut dapat memperkirakan bahwa musibah tidak akan terjadi jika alat pengangkut itu diperiksa secara rutin atau

43

Ilham, Kamus Bahasa Indonesia,Mitra Jaya Publisher, Surabaya, 2010, hal 414.

44

Imam Radjo Mulano, Penjelasan Istilah-istilahHukum Belanda-Indonesia, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1982, hal.211.

(37)

berkala sesuai dengan ketentuan undang-undang. Jika alat pengangkut dinyatakan layak operasi yang dibuktikan oleh sertifikat kelayakan, tetapi musibah masih terjadi juga, hal ini dikatakan sebagai kelalaian pengangkut (human eror), misalnya, pengemudi mengantuk, mabuk minuman keras, atau karena ceroboh mengendalikan alat pengangkut. 46

Jika alat pengangkut itu sudah diperiksa oleh ahlinya dan ternyata layak digunakan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang, sedangkan pengemudi mengendalikan alat pengangkut dengan professional dan kehati-hatian yang tinggi, kemudian terjadi kecelakaan, barulah hal ini dapat dikatakan musibah objektif, yang disebut objective force majeure. Artinya, siapa pun pengemudi professional yang mengendalilkan alat pengangkut tersebut tidak mungkin dapat mencegah terjadinya musibah. Dengan kata lain, musibah terjadi bukan karena kelalaian manuasia (human eror), melainkan karena kehendak pihak lain yang bukan penumpang, bukan pengemudi, dan bukan pengangkut, melainkan Walaupun musibah tersebut masih dapat dikatakan sebagai subjective force majeure karena sifat relatif pada dasarnya masih dapat dicegah oleh orang lain karena kehati-hatiannya atau oleh ahli yang melakukan pemeriksaan alat pengangkut. Sebenarnya, jika pemilik alat pengangkut memeriksa secara rutin selama tenggang waktu tertentu kepada ahlinya sesuai dengan ketentuan undang-undang, akan dapat diketahui kelemahan alat pengangkut itu sehingga sebelum dioperasikan dapat diperbaiki atau diganti bagian yang tidak memenuhi syarat operasional. Dengan demikian, dapat dicegah kemungkinan musibah akibat alat pengangkut tidak memenuhi standar keselamatan operasional.

46

(38)

kehendak Yang Maha Kuasa, misalnya karena angin puting beliung, hujan badai, ataupun petir menyambar

2. Tidak dikehendaki oleh pihak-pihak;

Terjadinya musibah pengangkutan tidak dikehendaki oleh semua orang, terutama pihak-pihak dalam pengangkutan karena akan menimbulkan kerugian material, fisik, atau korban jiwa. Bentuk kerugian tersebut dapat berupa kehilangan, kerusakan, kehancuran barang milik penumpang atau pengirim barang, korban jiwa,. Terjadinya musibah pengangkutan tidak dikehendaki, tetapi penyebab terjadi musibah diabaikan oleh penumpang atau pengangkut atau pihak lain karena penumpang atau pengangkut sudah terbiasa tidak mematuhi peraturan atau disiplin kerja. Contohnya, ada penumpang membawa mercon atau bom rakitan yang tidak terdeteksi oleh petugas, akibatnya terjadi ledakan. Pengangkut lalai melakukan pengecekan rutin terhadap roda alat pengangkut yang ternyata sudah licin, akibatnya mudah pecah.

(39)

karena terjatuh dari tangga ketika naik alat pengangkut atau terhempas ketika dimuat ke dalam alat pengangkut sehingga mengakibatkan luka pada penumpang atau kerusakan pada barang. Jika pihak yang bersalah adalah penumpang, misalnya karena kelalaiannya, penumpang yang menanggung akibatnya. Akan tetapi, jika pihak yang bersalah itu adalah pengangkut, misalnya karena kecerobohannya, dia bertanggungjawab mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan. Antara penumpang atau pemilik barang dengan pengangkut sudah terjadi perjanjian pengangkutan yang sah dan mengikat kedua belah pihak. Penumpang atau pemilik barang sudah membayar biaya pengangkutan sehingga dia berhak mengklaim ganti kerugian kepada pengangkut sebagai penyelenggara.

PERUM DAMRI tidak menganut bahwa kecelakaan sebelum terjadinya pengangkutan penumpang merupakan tanggungjawab perusahaan, tetapi DAMRI menganut unsur tanggungjawab perusahaan terhadap penumpang dalam waktu penyelenggaraan dan sesudah penyelenggaraan atau dari stasiun asal hingga di stasiun tujuan. Karena terjadinya suatu perjanjian antara penumpang dengan perusahaan pengangkutan saat penumpang menaiki bus (dalam waktu penyelenggaraan) dan saat sampai di tempat tujuan (sesudah penyelenggaraan pengangkutan) dimana terikat dengan adanya karcis yang dibeli oleh penumpang untuk menaiki bus DAMRI dan DAMRI bertanggungjawab saat terjadinya penyelenggaraan pengangkutan.47

Kecelakaan pengangkutan berupa kejadian atau musibah dapat juga terjadi dalam waktu penyelenggaraan pengangkutan. Kecelakaan pengangkutan mungkin saja terjadi karena tidak dilakukan pengawasan atau pemeriksaan rutin terhadap

47

(40)

alat pengangkut. Misalnya, menaikkan penumpang melebihi kapasitas daya angkut, bus berpenumpang penuh dengan kecepatan tinggi, ketika sopir menginjak rem, ternyata rem tidak berfungsi sehingga bus terperosok masuk jurang. Mengalami kecelakaan pengangkutan seperti kejadian tersebut, pengangkut tidak dapat bebas dari tanggungjawab.

Kecelakaan pengangkutan berupa kejadian atau musibah dapat juga terjadi setelah pengangkutan berakhir atau berhenti di halte. Ketika penumpang sedang turun dari bus di halte sebelah kiri jalan, kemudian sopir tancap gas, dan terjatuhlah penumpang. Dalam hal seperti ini, pengangkut bertanggungjawab atas akibat kecelakaan tersebut, karena kecelakaan terjadi sebelum perjanjian pengangkutan berakhir, pengangkut masih terikat pada kewajiban perjanjian pengangkutan dengan penumpang atau pemilik barang.

4. Karena perbuatan manusia atau kerusakan alat pengangkut;

Kecelakaan pengangkutan berupa kejadian atau musibah dapat terjadi karena perbuatan manusia atau karena kerusakan alat pengangkut. Perbuatan manusia sebagai penyebab kecelakaan, misalnya di dalam bus diletakkan bom waktu yang tersembunyi, ketika bus sedang melaju terjadi ledakan bom yang dahsyat. Kerusakan alat pengangkut dapat menjadi penyebab timbulnya kecelakaan atau musibah pengangkutan. Bus melaju dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba satu ban depan pecah sehingga bus oleng dan terbalik.

(41)

sakit terdekat untuk dirawat. Sehingga pertanggungjawaban DAMRI terhadap penumpang tesebut adalah membiayai perobatan rumah sakit dan mengganti rugi biaya tiket pesawat karena akibat kejadian tersebut ada penumpang yang ketinggalan penerbangan.

5. Menimbulkan kerugian material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencarian; Akibat terjadi kecelakaan atau musibah pengangkutan timbul kerugian material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencaharian. Kerugian material adalah berupa kerugian berupa benda, uang, surat berharga, dan hak milik lainnya. Kerugian berupa benda, antara lain, musnah atau rusaknya barang bawaan ataupun barang kiriman. Kerugian berupa uang, antara lain, lenyapnya atau hilangnya sejumlah uang tunai, keuntungan yang diharapkan. Kerugian berupa surat beharga atau surat tagihan, antara lain, surat cek, surat saham, obligasi, buku tabungan, deposito, kartu ATM, kartu kredit, ataupun tagihan biaya pengobatan, perawatan, dan penguburan. Kerugian fisik berupa luka bakar, patah tulang, atau cacat seumur hidup. Kerugian jiwa berupa meninggalnya penumpang atau pihak ketiga. Kerugian hilangnya mata pencaharian berupa tidak mampu lagi bekerja secara fisik akibat musibah sehingga diputuskan hubungan kerja oleh majikan. 6. Bagi penumpang, bukan penumpang, pemilik barang, atau pengangkut.

(42)

Pihak ketiga adalah pihak yang berada diluar perjanjian dengan perusahaan angkutan, akan tetapi menderita kerugian akan adanya penyelenggaraan pengangkutan.

Pengangkut adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan, biasanya selalu berstatus sebagai pengusaha yang menjalankan perusahaan bidang jasa pengangkutan, sebagai pemilik alat pengangkut. Apabila terjadi musibah atau kecelakaan pengangkutan, pengangkut pada umumnya menjadi menjadi pihak yang bertanggungjawab utama atas terjadinya musibah atau kecelakaan karena pengangkut adalah pihak penyelenggara pengangkutan dan sebagai pemilik alat pengangkut yang dijamin aman untuk dioperasikan. Pengertian pengangkut, termasuk semua pihak yang dipekerjakan pada alat pengangkut yang bersangkutan, antara lain, pengemudi, kondektur.

Selain kecelakaan (accident) ada beberapa hambatan dalam pengangkutan. Hambatan pengangkutan adalah kesulitan-kesulitan yang dialami oleh pihak penyelenggara pengangkutan darat yang timbul akibat peristiwa alam atau perilaku manusia. Kesulitan-kesulitan yang menjadi hambatan pengangkutan tersebut menyebabkan pengangkutan berlangsung lambat atau bahkan terhenti sama sekali untuk sementara waktu. Hal semacam ini sudah tentu menimbulkan kerugian bagi penyelengggara pengangkutan dan pengguna jasa pengangkutan juga bertentangan dengan asas pengangkutan yang tertib, lancar, nyaman, serta tepat waktu.48

Kerugian yang dimaksud dapat berupa: a. Kerugian waktu

48

(43)

Yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk sampai di tempat tujuan yang telah ditentukan.

b. Kerugian biaya

Yaitu peningkatan biaya tambahan yang dikeluarkan selain biaya pengangkutan, seperti biaya BBM.

c. Kerugian tenaga

Yaitu tidak berfungsinya tenaga karena tidak bekerja yang berarti menurunkan nilai guna.

d. Kerugian kesehatan

Yaitu kelelahan, kecapean, mengalami stress mental yang dapatmengakibatkan sakit yang memerlukan perawatan.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan , berbagai macam kesulitan yang menjadi penghambat pengangkutan, antara lain:

1.) Bencana alam berupa tsunami, tanggul jebol, jembatan rontok, banjir bandang, tanah longsor, atau pohon besar tumbang menimpa jalan.

2.) Jumlah kendaraan di jalan raya terlalu padat sehingga lalu lintas tersendat-sendat, mengakibatkan jalan macet, dan boros BBM.

3.) Perilaku manusia berupa unjuk rasa di jalan raya, tidak disiplin berlalu lintas, atau jalan digunakan untuk parkir dan berdagang kaki lima.

4.) Kendaraan bermotor mengalami kerusakan di jalan raya mengakibatkan lalu lintas macet.

5.) Penundaan keberangkatan bus dari jadwal yang ditetapkan semula tanpa alasan jelas.

6.) Alat pengangkut yang tidak dirawat dengan baik dan rutin sehingga menimbulkan kerusakan dalam pengangkutan dan akhirnya perjalanan jadi tertunda.

(44)

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964. Asuransi sosial kecelakaan penumpang (Askep) diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan asuransi kecelakaan lalu lintas jalan merupakan salah satu jenis perlindungan bagi masyarakat yang sifatnya sangat penting. Melalui asuransi kecelakaan lalu lintas jalan, setiap pengendara kendaraan di jalan raya dapat dijamin dari biaya-biaya yang mungkin timbul sebagai akibat dari kecelakaan, serta keluarganya dapat memperoleh santunan apabila korban kecelakaan meninggal dunia, dasar hukum pelaksanaan asuransi kecelakaan lalu lintas jalan adalah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 jo Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 36/PMK.010/2008 juga mengatur tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, dimana besarnya santunannya di dalam Pasal 2 ayat (2) disebutkan:

a. Ahli waris dari korban yang meninggal dunia berhak memperoleh santunan sebesar Rp. 25.000.000,00.

b. Korban yang mengalami cacat tetap berhak memperoleh santunan yang besarnya dihitung berdasarkan angka prosentase sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 dari besar santunan meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam huruf (a). c. Korban yang memerlukan perawatan dan pengobatan berhak memperoleh

santunan berupa penggantian biaya perawatan dan pengobatan dokter sebesar Rp. 10.000.000,00.49

Periode tanggungjawab perusahaan angkutan umum berdasarkan ketentuan Pasal 192 ayat (3), tanggungjawab perusahaan angkutan umum dimulai sejak penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati dan ini dianut dan dipegang oleh PERUM DAMRI selama mengangkut penumpang. Pasal ini mengatur mengenai periode tanggungjawab perusahaan angkutan umum, yaitu kapan perusahaan angkutan dianggap mulai bertanggungjawab dan kapan dianggap berakhirnya tanggungjawab. Berdasarkan ketentuan ayat ini dapat ditafsirkan bahwa pengangkut mulai memikul tanggungjawabnya sejak penumpang berada dalam angkutan umum sampai di tempat tujuan yang disepakati. Hal ini berarti hanya ada dua tahap, yaitu tahap dalam pengangkutan dan tahap sesudah pengangkutan.

49

(45)

Contoh kasus yang diteliti pada PERUM DAMRI Cabang Angkutan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Timur

(46)

sosial) Rp.6.000.000,00 dan sisanya akan dibayar dengan cara mengangsur setiap bulannya Rp.700.000,00 yang dipotong dari uang gaji pengemudi.

Penumpang (pihak kedua) yang mengalami kecelakaan bus tersebut ada 1 orang, sehingga pihak bus DAMRI dan pihak kedua sepakat untuk berdamai dan bermusyawarah terkait musibah kecelakaan bus DAMRI arah Bandara Soekarno-Hatta, dengan ini pihak DAMRI membantu biaya pengobatan pihak kedua sebesar Rp.80.500.000,00.Penumpang tersebut juga mendapat santunan dari asuransi Jasa Raharja terkait perobatan dan pengobatan dokter maksimal sebesar Rp.10.000.000,00.

PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta membedakan korban menjadi 2 yaitu:

1) Korban jiwa

Bila terjadi kecelakaan dan menjatuhkan korban jiwa maka pengemudi yang melintas dan mengetahui adanya kecelakaan bus DAMRI agar dapat membantu dan memberi pertolongan, dan melaporkan ke pimpinan operasi untuk melakukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan.

a. Korbanyang meninggal dunia

(47)

b. Korban yang mengalami luka berat

Korban yang memerlukan perawatan dan pengobatan maka akan segera dibawa ke rumah sakit terdekat oleh pihak PERUM DAMRI dan biaya pengobatan akan ditanggung oleh PERUM DAMRI, dan asuransi jasa raharja akan memperoleh santunan berupa penggantian biaya perawatan dan pengobatan dokter paling besar Rp.10.000.000,00 sisanya akan dibantu oleh perusahaan .

c. Korban yang mengalami luka ringan

PERUM DAMRI cabangangkutan Soekarno-Hatta akanmembawa ke rumah sakit agar penumpang dapat segera di obati lukanya.

d. Korban material

Selain adanya korban jiwa ada juga korban material artinya ada kerusakan akibat kecelakaan. Maka PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta mengganti kerugian dari kerusakan kendaraan yang mengalami kecelakaan. Bila akibat dari kecelakaan penumpang mengalami keterlambatan penerbangan dan mengakibatkan tiket hangus maka PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta akan mengganti tiket pesawat penumpang tersebut dengan jadwal keberangkatan yang berbeda.50

Bus DAMRI angkutan khusus bandara, tidak hanya mengangkut penumpangnya di terminal/pool, melainkan bus DAMRI juga mengangkut penumpang yang ada di tengah jalan. Tanggungjawab terhadap penumpang yang naik di tengah jalan tidak dibedakan dengan penumpang yang naik dari terminal/pool, karena meskipun penumpang tersebut naik di tengah jalan mereka

50

(48)

tetap memiliki tiket yang sama dengan penumpang yang naik di terminal, sehingga tanggungjawab yang akan diberikan pihak DAMRI terhadap penumpang yang naik di tengah jalan dengan yang naik dari terminal tetaplah sama tanpa adanya perbedaan. Biasanya penumpang yang naik di tengah jalan merupakan penumpang yang ingin keluar dari jalan tersebut tetapi tidak ada kendaraan umum seperti angkot untuk dapat dinaiki, seperti orang dari Bogor ke Bekasi biasanya jalannya harus lewat tol sehingga tidak mungkin menggunakan angkot, sehingga bus DAMRI merupakan alat transportasi penjembatan antar daerah untuk sebagian penumpang.

Kewajiban dan tanggungjawab pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merujuk pada aturan tertulis pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, yaitu pada Pasal 234-240, dan diatur juga mengenai kewajiban dan tanggungjawab pemerintah terhadap prasarana lalu lintas yang menjadi penyebab kecelakaan dan menyediakan alokasi dana untuk pencegahan dan penanganan kecelakan lalu lintas yang terdapat pada Pasal 238-240 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.51

Tanggungjawab PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta juga diberikan terhadap orang yang dipekerjakannya selaku awak kendaraan juga, dimana dalam kasus ini pengemudi langsung dibawa ke rumah sakit untuk segera diobati dan pihak DAMRI akan memberitahukan kepada pihak keluarga

51

(49)

pengemudi mengenai kecelakaan yang dialami pengemudi.52

C. Pihak-Pihak yangdapat Diminta Pertanggungjawaban PERUM DAMRI dalam Kecelakaan Bus

PERUM DAMRI merujuk pada Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan: “seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannnya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya”, dan Pasal 191 UULLAJ 2009, yaitu: “perusahaan angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakannya dalam kegiatan penyelenggaraan pengangkutan”. Setiap awak kendaraan juga diasuransikan ke dalam PT.Jasa Raharja oleh PERUM DAMRI, bukan hanya penumpang saja yang diasuransikan oleh pihak PERUM DAMRI tetapi juga penumpang, jadi tidak hanya saja jaminan dari perusahaan tetapi juga ada jaminan asuransi dari PT.Jasa Raharja.

Kegiatan pengangkutan, kecelakaan merupakan kejadian yang tidak bisa dihindari dapat berupa bencana alam ataupun kelalaian manusia sehingga tidak hanya berakibat kepada pengemudi dan penumpang tetapi juga berakibat kepada pihak ketiga. Pihak ketiga merupakan pihak yang berada di luar perjanjian dengan perusahaan angkutan, akan tetapi menderita kerugian akan adanya penyelenggaraan pengangkutan. PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta bertanggungjawab atas kerugian dari pihak ketiga meskipun tidak terikat dalam perjanjian. Kerugian berupa biaya rumah sakit ataupun kerugian rusaknya kendaraan pihak ketiga akan ditanggung oleh pihak bus DAMRI,

52

(50)

pemberian tanggungjawab itu harus disertai dengan data-data yang lengkap dari pihak ketiga. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Andi Yuneska pihak bus DAMRI merujuk kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan bahwa di dalam pasal 194 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa:

a. Ayat 1 “Perusahaan angkutan umum tidak bertanggungjawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikkan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh perusahaan angkutanumum”

b. Ayat 2 “Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian pihak ketiga kepada perusahaan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian.53

Maka pihak DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta menyatakan bertanggungjawab atas setiap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, karena kecelakaan yang ditimbulkan oleh bus DAMRI berdampak bagi orang di sekitar jalan maupun pengemudi kendaraan bermotor lainnya yang diakibatkan oleh bus DAMRI meskipun tanpa adanya dokumen pengangkutan (tiket) yang mengikat antara pihak bus DAMRI dengan pihak ketiga.54

53

Ibid., hal 275.

54

Hasil wawancara tanggal 25 Juli2016 dengan narasumber Bpk Andi Yuneska, selaku ASM.Perencanaan dan PJ PERUM DAMRI kantor cabang Angkutan BandaraSoekarno Hatta Jakarta Timur.

(51)

diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Sistem tanggungjawab yang dianut adalah sistem berdasarkan atas kesalahan (based on fault), karena antara pihak ketiga dengan perusahaan tidak terdapat perjanjian pengangkutan, akan tetapi terdapat perikatan. Jadi pihak ketiga tidak dapat menuntut atas dasar sistem presumption of liability, karena tuntutan berdasarkan sistem presumption of liability hanya dapat dilakukan jika ada perjanjian pengangkutan.55

1. Setiap orang yang berada di luar angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan kecelakaan yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan tersebut.

Besarnya ganti kerugian yang diderita oleh pihak ketiga akan ditanggung oleh PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta, sesuai dengan bukti-bukti yang akurat dari pihak kepolisian. Pihak asuransi yaitu PT. Jasa Raharja juga memberikan santunan kepada pihak ketiga, dimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 jo Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, yaitu:

2. Setiap orang atau mereka yang berada di dalam suatu kendaraan bermotor yang ditumpangi dinyatakan bukan sebagai penyebab kecelakaan, termasuk dalam hal ini para penumpang kendaraan bermotor dan sepeda motor pribadi.

Penyelsaian terhadap tanggungjawab pihak ketiga oleh PERUM DAMRI tidak pernah hingga dibawa ke pengadilan, karena pihak DAMRI ingin menyelsaikannya secara kekeluargaan dan mufakat. Pihakketiga juga mengikuti proseduryang ada untuk membuktikkan adanya kerugian yang diderita dengan adanya tahap pertama (1) yaitu surat keterangan dari pihak kepolisian, lalu tahap kedua (2) pihak PERUM DAMRI akan segera membawa pihak ketiga yang terkena dampak dari kecelakaan ke rumah sakit terdekat untuk segera diobati dengan tepat waktu, tahap ketiga (3) pihak rumah sakitakan mengeluarkan surat

55

(52)

keterangan dokter dan surat itu akan diserahkan ke PT.Jasa Raharja selaku pihak asuransi kecelakaan agar santunan dapat segera di segera di keluarkan oleh pihak Jasa Raharjajadi pihak DAMRI juga dapat langsung memberikan tanggungjawabnya berupa penggantian terhadap keugian yang diderita pihak ketiga.56

56

(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Angkutan khusus bandara DAMRI sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan usaha yang dibentuk oleh pemerintah. DAMRI memiliki tanggung jawab yang besar sebagai perusahaan pengangkutan ataupun sebagai pengangkut, PERUM DAMRI selalu mengedepankan kenyamanan dan keamanan para penumpangnya. PERUM DAMRI Kantor Cabang Angkutan Bandara Soekarno-Hatta diresmikan pada tanggal 17 Oktober 1984. Berdasarkan SK Direksi Damri No. 134/OT/001/DAMRI 1984 dengan nama Stasiun PERUM DAMRI Cengkareng. Pada akhirnya tanggal 1 Desember 1984, statusnya dirubah menjadi “PERUM DAMRI Unit angkutan Khusus Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta dapat terus mempertahankan eksistensinya hingga sekarang karena mereka terus berusaha untuk melayani penumpang dengan sebaik-baiknya sesuai harapan dan keinginan para penumpang, ketepatan waktu keberangkatan, kebersihan armada, dan keramahan para crew untuk melayani penumpang dengan selamat sampai tujuan merupakan tujuan utama PERUM DAMRI.

(54)

sampai di tempat tujuan. Angkutan khusus bandara DAMRI dalam pelaksanaan tanggungjawabnya juga bekerjasama dengan pihak PT. Jasa Raharja dalam memberikan asuransi kecelakaan lalu lintas. Sehingga dalam memberikan tanggungjawabnya DAMRI tidak penah melalaikan tugasnya untuk bertanggungjawab terhadap penumpang.Dalam masalah kecil yaitu terkait kehilangan barang penumpang, DAMRI akan mengambil barang itu

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 tahun 1984 tentang Perusahaan Umum Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia (Perum Damri), Perum

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2009, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api.. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007,

Perusahaan Umum (PERUM) DAMRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1. dilakukan menurut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:

Pada periode sebelum tahun 1998 pengaturan rahasia bank diatur sejak tahun 1960 dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia

Dalam rangka mengatasi permasalahan angkutan umum yang telah disampaikan diatas, Perum DAMRI membutuhkan sebuah model sistem informasi yang dapat melakukan

Sesuai dengan Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 192 ayat (1) yang menyatakan jika pelaku usaha angkutan umum merugikan penumpang maka pelaku usaha angkutan

Variabel penelitian Tingkat Pelayanan Angkutan Bus Damri BIL Kota Mataram berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan minimal Angkutan orang dengan