TESIS
Oleh
BASRI EFFENDI
127011119/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
BASRI EFFENDI
127011119/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD
Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
2. Notaris Dr. H. Syahril Sofyan, SH, MKn
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
Nim : 127011119
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : KODE ETIK NOTARIS DITINJAU DARI PERSPEKTIF
ISLAM (KAJIAN ANALISIS SURAT AL BAQARAH AYAT 282)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :BASRI EFFENDI
milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk dipertanggungjawabkan.
Dalam Surat Al Baqarah secara panjang lebar diceritakan mengenai Kajian tentang dasar-dasar, manfaat dan pentingnya pencatatan dan pencatat dalam setiap transaksi keuangan (terutama tentang utang-piutang).
Permasalahan Yang Akan Dibahas dalam penelitian ini adalah Hubungan Isi Surat Al Baqarah Ayat 282 Dengan Profesi Notaris Indonesia, Perbuatan Yang bagaimana Dilarang Bagi Notaris Menurut Surat Al Baqarah Ayat 282 Dan Akhlak Islam, Kesesuaian Kode Etik Notaris Indonesia Dengan Perintah Surat Al Baqarah Ayat 282 Dan Akhlak Islam.
Hubungan isi surat Al Baqarah Ayat 282 dengan profesi notaris sangatlah erat. Terdapat kesamaan antar notaris dalam UUJN dengan penulis dalam Surat Al Baqarah Ayat 282. Penulis dalam Surat Al Baqarah ayat 282 dalam menjalankan kerjanya di ikat oleh tata cara dan etika yang sudah ditentukan oleh Allah yaitu di antaranya harus jujur tidak memihak dan tidak merugikan para pihak, begitu juga dengan profesi notaris yang di ikat oleh undang-undang jabatan notaris dan kode etik notaris. Bahwa prinsip-prinsip profesi notaris telah di atur jauh hari dalam Islam hal ini ditunjukkan dengan perintah pencatatan transaksi jual beli khususnya berbentuk hutang piutang.
Perbuatan yang dilarang bagi seorang penulis dalam kandungan Surat Al Baqarah Ayat 282 antara lain: dilarang menulis secara tidak adil dan memihak, serta dilarang menulis tidak sesuai kaidah-kaidah penulisan. Janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya. Janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya;Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; Janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya;Janganlah penulis dan saksi
saling sulit menyulitkan; dan Janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian.
Pada dasarnya sebagian besar isi Surat Al Baqarah sudah termuat dalam Kode Etik Notaris Indonesia, walaupun masih ada yang belum termuat seperti ketentuan mengenai saksi khususnya masalah saksi laki-laki dan penetapan saksi harus melalui persetujuan dari para penghadap. Disini dapat kita tarik kesimpulan bahwa sebagian besar isi kandungan Surat Al Baqarah Ayat 282 termuat dalam Kode Etik Notaris Indonesia.
for safekeeping by Allah the Almighty in order to be used properly for the sake of humankind since everything will eventually be returned to Allah the Almighty in order to be justified.
In Verse 282 of Surah Al-baqarah, it is elaborately told about the analysis on the statute, the utility, and the importance of recording and the scribe in every financial transaction (particularly in debt and credit).
The problem which arose in the research was the correlation between the content of Verse 282 of Surah Al-Baqarah and the profession of Indonesian Notaries, what kind of action done by a notary that is forbidden according to Verse 282 of Surah Al-Baqarah and the Islamic ethics, and the correspondence of code of ethics of the Indonesian Notaries with the instruction found in Verse 282 of the Surah Al-Baqarah and the Islamic Ethics.
The content of Verse 282 of Surah Al-Baqarah with the profession of a notary is very closely related. There is the similarity between a Notary and the scribe in Verse 282 of Surah Al-Baqarah. The scribe in Verse 282 of Surah Al-Baqarah should comply with the procedures and ethics which are determined by Allah the Almighty: he has to be honest, impartial, and not to harm other people. The same is true to a Notary who has to comply with the law on Notarial Profession and Notarial Code of Ethics. The principles of Notarial Profession have been regulated long time ago in Islam by the order to record buy and selling transaction, particularly debt and credit.
Some prohibitions for a scribe in Verse 282 of Surah Al-Baqarah, among others, are: the prohibition to record a transaction unjustly and partially and to record a transaction which is not in accordance with the principles of recording. It is suggested that he should not be reluctant to record as it is ordered by Allah the Almighty, and that he should not reduce his debt. The witnesses should not be reluctant (to give information) when they are asked to witness. You should always record the debt even though it is little or biguntil you can pay it off. The scribe and the witnessshould not hamper to each other, and you (witnesses) should not conceal witness.
Basically, most of the content of Surah Al-Baqarah is included in theCode of Ethics of the Indonesian Notaries even though there are some aspects which are not included in it such as witnesses, particularly male witnesses, and the appointing of witnesses that has to be agreed by persons appearing. We can draw a conclusion that most of the content of Verse 282 of Surah Al-Baqarah is included in the Code of Ethics of the Indonesian Notaries.
iii
penulisan tesis ini dengan judul “KODE ETIK NOTARIS DITINJAU DARI
PERSPEKTIF ISLAM (KAJIAN ANALISIS SURAT AL BAQARAH AYAT
282)”.Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar Magister
Kenotariatan. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menyampaikan ajaran Islam sehingga kita keluar dari zaman kebodohan.
Harapan penulis, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bukan hanya
pada penulis sendiri, tetapi juga bagi masyarakat pada umumnya, dan bagi mahasiswa
khususnya yang berada dalam lingkungan pendidikan Islam. Penulis sangat
menyadari bahwa penulisan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, karena penulis
adalah manusia biasa dan tak luput dari kesalahan dan kekurangan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
mendalam kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moral
maupun materil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk
mengikuti pendidikan di Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi kesempatan dan fasilitas kepada
Penulis untuk mengikuti pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
3. Bapak Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan masukan dalam penulisan
iv
5. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn selaku anggota komisi pembimbing,
atas segala waktu, masukan, bimbingan serta sarannya dalam penyelesaian
penulisan tesis ini.
6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku dosen penguji dan
Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, atas segala waktu serta kritik dan sarannya dalam penyelesaian
Tesis ini.
7. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, MHum, selaku dosen penguji, atas segala kritik
dan sarannya demi kesempurnaan Tesis ini.
8. Para bapak/ibu Dosen Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan
yang sangat bermamfaat selama penulis mengikuti pendidikan di Program
Kenotariatan ini.
9. Seluruh staff biro pendidikan Magister kenotariatan yang telah banyak
memberikan bantuan kepada penulis selama ini.
10. Kedua orang tua Penulis, Bapak Abdul Halim Hasyim dan Ibu Almh Abbasyiah,
yang telah membesarkan dan mendidik penulis dari kecil hingga dewasa yang
senantiasa memberikan doa dan dukungan hingga saat ini. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan orang tua penulis dengan balasan SyurgaNya.
11. Istri tercinta Cut Yusnita dan Ananda Muhammad Ghazy Daffa Al Qawwiy yang
selalu menemani dan memberi dukungan tak terhingga dalam senang maupun
susah.
12. Seluruh Sahabat-sahabat penulis di Magister Kenotariatan Khususnya kelas
v
kritik dan saran dari semua pihak atas segala kekurangan yang penulis sadari
sepenuhnya terdapat dalam tesis ini guna perbaikan dikemudian hari.
Medan, Mei 2014
Penulis
Tempat Tanggal Lahir : Aceh Besar, 21 April 1983
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jln. Utama No. 101 Rukoh, Banda Aceh
II. DATA KELUARGA
1. Nama Ayah : Abdul Halim
2. Nama Ibu : Abbasyiah
3. Nama Kakak : 1. Marhalina
2. Dewi Linawati
3. Agustina
4. Ria Anita
4. Nama Adik : - Eka Saputra
5. Nama Istri : Cut Yusnita, S.Si
6. Nama Anak : Muhammad Ghazy Daffa Al Qawwy
III. PENDIDIKAN FORMAL
1. SDN 83 Banda Aceh : Lulus Tahun 1995
2. SLTPN 8 Banda Aceh : Lulus Tahun 1998
3. SMUN 5 Banda Aceh : Lulus Tahun 2001
4. SI Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala : Lulus Tahun 2008
5. S2 Program Studi Magister Kenotariatan
vii
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Keaslian Penelitian ... 14
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15
1. Kerangka Teori ... 15
2. Konsepsi ... 24
G. Metode Penelitian ... 26
1. Spesifikasi Penelitian ... 26
2. Sumber Data ... 28
3. Teknik Pengumpulan Data ... 30
4. Analisis Data ... 31
BAB II HUBUNGAN ISI SURAT AL BAQARAH AYAT 282 DENGAN ETIKA PROFESI NOTARIS... 32
A. Penafsiran Ulama Tentang Surat Al Baqarah Ayat 282 ... 32
B. Surat Al Baqarah Ayat 282 Dan Kaitannya Dengan Profesi Notaris Indonesia ... 60
viii
Notaris... 80
C. Persentuhan Kode Etik Notaris Indonesia Dengan Isi Surat Al Baqarah Ayat 282-283 ... 91
D. Larangan Bagi Notaris Dalam Surat Al Baqarah Ayat 282 dan Akhlak Islam ... 96
BAB IV KODE ETIK NOTARIS DAN PERSENTUHAN DENGAN ISI SURAT AL BAQARAH AYAT 282 ... 104
A. Akad-Akad Yang Dilarang Dalam Islam ... 104
B. Status Akta Yang Menyalahi Surat Al Baqarah Ayat 282 Dan Ajaran Islam ... 125
C. Unsur-Unsur Dalam Praktek Notaris Yang Menyalahi perintah dan larangan Surat Al Baqarah Ayat 282 dan Etika Ajaran Islam... 138
D. Kode Etik Notaris Indonesia Dan UUJN Sejalan Dengan Surat Al Baqarah Ayat 282 ... 141
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 147
A. Kesimpulan ... 147
B. Saran ... 148
milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk dipertanggungjawabkan.
Dalam Surat Al Baqarah secara panjang lebar diceritakan mengenai Kajian tentang dasar-dasar, manfaat dan pentingnya pencatatan dan pencatat dalam setiap transaksi keuangan (terutama tentang utang-piutang).
Permasalahan Yang Akan Dibahas dalam penelitian ini adalah Hubungan Isi Surat Al Baqarah Ayat 282 Dengan Profesi Notaris Indonesia, Perbuatan Yang bagaimana Dilarang Bagi Notaris Menurut Surat Al Baqarah Ayat 282 Dan Akhlak Islam, Kesesuaian Kode Etik Notaris Indonesia Dengan Perintah Surat Al Baqarah Ayat 282 Dan Akhlak Islam.
Hubungan isi surat Al Baqarah Ayat 282 dengan profesi notaris sangatlah erat. Terdapat kesamaan antar notaris dalam UUJN dengan penulis dalam Surat Al Baqarah Ayat 282. Penulis dalam Surat Al Baqarah ayat 282 dalam menjalankan kerjanya di ikat oleh tata cara dan etika yang sudah ditentukan oleh Allah yaitu di antaranya harus jujur tidak memihak dan tidak merugikan para pihak, begitu juga dengan profesi notaris yang di ikat oleh undang-undang jabatan notaris dan kode etik notaris. Bahwa prinsip-prinsip profesi notaris telah di atur jauh hari dalam Islam hal ini ditunjukkan dengan perintah pencatatan transaksi jual beli khususnya berbentuk hutang piutang.
Perbuatan yang dilarang bagi seorang penulis dalam kandungan Surat Al Baqarah Ayat 282 antara lain: dilarang menulis secara tidak adil dan memihak, serta dilarang menulis tidak sesuai kaidah-kaidah penulisan. Janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya. Janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya;Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; Janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya;Janganlah penulis dan saksi
saling sulit menyulitkan; dan Janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian.
Pada dasarnya sebagian besar isi Surat Al Baqarah sudah termuat dalam Kode Etik Notaris Indonesia, walaupun masih ada yang belum termuat seperti ketentuan mengenai saksi khususnya masalah saksi laki-laki dan penetapan saksi harus melalui persetujuan dari para penghadap. Disini dapat kita tarik kesimpulan bahwa sebagian besar isi kandungan Surat Al Baqarah Ayat 282 termuat dalam Kode Etik Notaris Indonesia.
for safekeeping by Allah the Almighty in order to be used properly for the sake of humankind since everything will eventually be returned to Allah the Almighty in order to be justified.
In Verse 282 of Surah Al-baqarah, it is elaborately told about the analysis on the statute, the utility, and the importance of recording and the scribe in every financial transaction (particularly in debt and credit).
The problem which arose in the research was the correlation between the content of Verse 282 of Surah Al-Baqarah and the profession of Indonesian Notaries, what kind of action done by a notary that is forbidden according to Verse 282 of Surah Al-Baqarah and the Islamic ethics, and the correspondence of code of ethics of the Indonesian Notaries with the instruction found in Verse 282 of the Surah Al-Baqarah and the Islamic Ethics.
The content of Verse 282 of Surah Al-Baqarah with the profession of a notary is very closely related. There is the similarity between a Notary and the scribe in Verse 282 of Surah Al-Baqarah. The scribe in Verse 282 of Surah Al-Baqarah should comply with the procedures and ethics which are determined by Allah the Almighty: he has to be honest, impartial, and not to harm other people. The same is true to a Notary who has to comply with the law on Notarial Profession and Notarial Code of Ethics. The principles of Notarial Profession have been regulated long time ago in Islam by the order to record buy and selling transaction, particularly debt and credit.
Some prohibitions for a scribe in Verse 282 of Surah Al-Baqarah, among others, are: the prohibition to record a transaction unjustly and partially and to record a transaction which is not in accordance with the principles of recording. It is suggested that he should not be reluctant to record as it is ordered by Allah the Almighty, and that he should not reduce his debt. The witnesses should not be reluctant (to give information) when they are asked to witness. You should always record the debt even though it is little or biguntil you can pay it off. The scribe and the witnessshould not hamper to each other, and you (witnesses) should not conceal witness.
Basically, most of the content of Surah Al-Baqarah is included in theCode of Ethics of the Indonesian Notaries even though there are some aspects which are not included in it such as witnesses, particularly male witnesses, and the appointing of witnesses that has to be agreed by persons appearing. We can draw a conclusion that most of the content of Verse 282 of Surah Al-Baqarah is included in the Code of Ethics of the Indonesian Notaries.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diturunkan Allah kepada manusia
melalui Rasul-Nya. Jadi Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh para nabi Pada
setiap zamannya yang berakhir dengan kenabian Nabi Muhammad SAW. Penamaan
agama Islam bagi para nabi didasarkan kepada firman Allah:
“Katakanlah (Hai orang-orang mukmin): kami beriman kepada Allah dan
kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada Ibrahim,
ismail, Ishak, Yakub serta anak cucunya dan kepada apa yang telah diturunkan
kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak
mebeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya berserah diri
kepada-Nya”(Al Baqarah:136)1
Ajaran Islam bersifat universal dan berlaku setiap zaman. Keabadian dan
keaktualan Islam telah dibuktikan sepanjang sejarahnya, dimana setiap kurun waktu
dan perkembangan peradaban manusia senantiasa dapat dijawab tuntas oleh ajaran
Islam melalui Al Qur’an sebagai landasannya. Khalifah pertama umat Islam Abu
Bakar ra pernah berkata, ”Seandainya tali untaku hilang, tentu aku akan
mendapatkannya dalam Kitabullah.”2
1Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005
2 Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin I, Era Intermedia, Surakarta,
Al Qur’an memecahkan problem-problem kemanusiaan dalam berbagai segi
kehidupan, baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi maupun politik dengan pemecahan
yang bijaksana, karena ia diturunkan oleh yang mahabijaksana dan maha terpuji. Pada
setiap problem Al Qur’an meletakkan sentuhannya yang mujarab dengan dasar-dasar
yang umum yang dapat dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia dan
sesuai dengan setiap zaman dalam menjawab berbagai masalah yang ada. Al Qur’an
selalu memperoleh kelayakannya di setiap waktu dan tempat, karena Islam adalah
agama yang abadi.3
Islam adalah sebuah sistem nilai yang komprehensif, mencakup seluruh sendi
kehidupan. Dia memberi petunjuk bagi kehidupan manusia dalam semua aspeknya,
dan menggariskan formulasi sistemik yang akurat tentang hal itu. Ia sanggup
memberi solusi atas berbagai masalah vital dan kebutuhan akan berbagai tatanan
untuk mengangkat harkat martabat manusia.4
Islam adalah aqidah dan ibadah, negara dan kewarganegaraan, toleransi dan
kekuatan, moral dan material,peradaban dan perundang-undangan. Sesungguhnya
seorang muslim dengan hukum Islamnya dituntut untuk memperhatikan semua
persoalan umat. Barangsiapa yang tidak memperhatikan persoalan kaum muslimin,
dia bukan termasuk golongan mereka.5
3Manna Khalil Al-Qattan,Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa, Jakarta, 2006, Hal. 14 4Manna Khalil Al-Qattan,Ibid, Hal. 37
5 Hasan Al-Banna, Risalah pergerakan Ikhwanul Muslimin II, Era Intermedia, Surakarta,
Keuniversalan ajaran Islam pada hakikatnya terwujud dari hal yang paling
mendasar dan pokok dari seluruh konsep Islam, yaitu keyakinan akan keesaan Allah
dan Tauhidullah. Konsep tauhidullah adalah konsep khas Islam dan menjadi asas
yang paling esensial dalam seluruh system Islam yang dapat melahirkan jiwa kaum
muslimin merdeka dari intervensi, penekanan, dan intimidasi manusia lain.
Syariat Islam yang datang dari Allah itu ditujukan kepada manusia, makhluk
Allah. Karena sumber Syariat adalah Allah, maka realisasi Syariat Islam dalam
kehidupan manusia telah terencana dengan sempurna sebagai perbuatan yang mampu
dilakukan manusia, karena kapasitas kemanusiaannya telah disesuaikan dengan beban
dan bobot syariat. Karena itu tidak heran jika syariat Islam sesuai dengan kodrat
tersebut. Dengan demikian penolakan manusia terhadap Syariat Islam merupakan
penolakan manusia terhadap kodrat asasi dirinya sebagai manusia
Indonesia adalah negara yang terletak di benua Asia sebelah tenggara.
Meskipun jauh dari negara asal agama Islam, namun penduduk yang menganut
agama Islam di Indonesia sangatlah besar, yaitu sekitar 12,7 persen dari total Muslim
dunia. Pada tahun 2010, penganut Islam di Indonesia sekitar 205 juta jiwa atau 88,1
persen dari jumlah penduduk.6
Sepanjang telaah tentang sejarah hukum di Indonesia, maka nampak jelas,
bahwa sejak berabad-abad yang lalu, hukum Islam itu telah menjadi hukum yang
hidup di tengah-tengah masyarakat Islam di negeri ini. Betapa hidupnya hukum Islam
6
itu, dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang disampaikan masyarakat melalui
majalah dan koran, untuk dijawab oleh seorang ulama atau mereka yang mengerti
tentang hukum Islam. Ada ulama yang menerbitkan buku soal jawab, yang isinya
adalah pertanyaan dan jawaban mengenai hukum Islam yang membahas berbagai
masalah. Organisasi-organisasi Islam juga menerbitkan buku-buku himpunan fatwa,
yang berisi bahasan mengenai soal-soal hukum Islam. Kaum Nahdhiyin mempunyai
Al-Ahkamul Fuqoha, dan kaum Muhammadiyin mempunyai Himpunan Putusan
Tarjih. Buku Ustadz Hassan dari Persis,Soal Jawab, dibaca orang sampai ke
negara-negara tetangga.7
Ajaran Islam, sebagaimana dalam beberapa ajaran agama lainnya,
mengandung aspek-aspek hukum, yang kesemuanya dapat dikembalikan kepada
sumber ajaran Islam itu sendiri, yakni Al-Qur’an dan Al-Hadith. Dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari, baik sebagai pribadi, anggota keluarga dan anggota
masyarakat, di mana saja di dunia ini, umat Islam menyadari ada aspek-aspek hukum
yang mengatur kehidupannya, yang perlu mereka taati dan mereka jalankan. Tentu
saja seberapa besar kesadaran itu, akan sangat tergantung kepada komposisi
besar-kecilnya komunitas umat Islam, seberapa jauh ajaran Islam diyakini dan diterima oleh
individu dan masyarakat, dan sejauh mana pula pengaruh dari pranata sosial dan
politik dalam memperhatikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dan hukum-hukumnya
dalam kehidupan masyarakat itu.
7Amrullah Ahmad,Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional,Gema Insani Pers, Jakarta,
Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana
kekuasaan tunduk pada hukum. Hukum mengatur segala hubungan antar individu
atau perorangan dan individu dengan kelompok atau masyarakat maupun individu
dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Dalam mewujudkan
hal tersebut memerlukan adanya alat bukti. Salah satu alat bukti tersebut dapat berupa
akta otentik.8
Lembaga kenotariatan telah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum
Indonesia merdeka atau pada masa pemerintahan kolonial Belanda notaris telah
melaksanakan tugasnya. Keberadaan notaris pada awalnya di Indonesia merupakan
kebutuhan bagi bangsa Eropa maupun yang dipersamakan dengannya dalam upaya
untuk menciptakan akta otentik khususnya di bidang perdagangan.9
Dewasa ini lembaga notariat semakin dikenal oleh masyarakat dan dibutuhkan
dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat otentik dari suatu perbuatan
hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Kebutuhan akan lembaga notaris dalam
praktek hukum sehari-hari tidak bisa dilepaskan dari meningkatnya tingkat
perekonomian dan kesadaran hukum masyarakat. Kekuatan akta otentik yang dibuat
oleh notaris memiliki kekuatan hukum yang sangat kuat mengingat akta otentik
merupakan alat bukti yang sempurna. Maka tidak jarang berbagai peraturan
8Hasyim Asy’ari, Skripsi: Tindak Pidana Pemalsuan Akta Otentik Oleh Notaris,Perspektif Hukum Islam,UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,2013, Hal. 2
perundangan mewajibkan perbuatan hukum tertentu dibuat dalam akta otentik, seperti
pendirian perseroan terbatas, koperasi, akta jaminan fidusia dan sebagainya
disamping akta tersebut dibuat atas permintaan para pihak.
Jabatan Notaris timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang
menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan hukum keperdataan
yang ada dan/atau terjadi di antara mereka, suatu lembaga dengan para pengabdinya
yang ditugaskan oleh kekuasaan umum, dan apabila undang-undang mengharuskan
sedemikian atau dikehendaki oleh masyarakat, membuat alat bukti tertulis yang
mempunyai kekuatan otentik.10
Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat
akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan
oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta11.Pasal 1
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) yang mulai
berlaku tanggal 6 Oktober 2004, menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini.
Sebagai seorang pejabat umum notaris harus dan wajib memahami dan
mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
merupakan suatu hal yang mutlak mengingat jabatan notaris merupakan jabatan
kepercayaan dalam proses penegakan hukum.
10Arum Puspita,Ibid,Hal 28
11Sudikno Mertokusumo,Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris,Renvoi,Nomor 12 Tanggal 3
Disamping hal tersebut notaris harus senantiasa berprilaku dan bertindak
sesuai dengan kode etik profesi notaris. Keberadaan kode etik profesi notaris diatur
oleh organisasi profesi notaris dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai
wadah tunggal tempat berhimpunnya Notaris Indonesia. Ditunjuknya INI sebagai
wadah tunggal organisasi profesi notaris Indonesia diatur dalam UUJN Pasal 82 Ayat
1. Hal ini berbeda dengan keadaan sebelum berlakunya UUJN yang memungkinnya
notaris berhimpun dalam berbagai wadah organisasi notaris, yang tentunya akan
membawa konsekuensi terdapatnya berbagai kode etik yang berlaku bagi
masingmasing anggotanya.
Hampir setiap organisasi profesi dapat kita temui kode etik, hal ini dipandang
perlu untuk memberikan pedoman berprilaku bagi anggotanya.
Jabatan yang diemban notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang
diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang notaris
bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya
dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran
jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang notaris maka dapat
menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum dan mengganggu proses penegakan
hukum yang sedang gencar dilakukan selama orde reformasi khususnya beberapa
tahun terakhir.
Kode etik profesi notaris, yang disusun oleh organisasi profesi notaris, Ikatan
Notaris Indonesia (I.N.I). Pasal 1 angka (2) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris
disebut kode etik adalah seluruh kaedah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan
Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut ”Perkumpulan” berdasarkan
keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan berlaku bagi serta
wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang
menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat
Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Penggati Khusus.
Kode etik notaris merupakan seluruh kaedah moral yang menjadi pedoman
dalam menjalankan jabatan notaris. Ruang lingkup kode etik notaris berdasarkan
Pasal 2 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) berlaku bagi seluruh
anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan
notaris, baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) yang ditetapkan di
Bandung, pada tanggal 28 Januari 2005 tersebut memuat kewajiban, larangan dan
pengecualian bagi notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Notaris dapat dikenakan
sanksi apabila terbukti telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang
dimuat dalam kode etik notaris.
Keberadaan kode etik notaris bertujuan agar suatu profesi notaris dapat
intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi
nilai-nilai moral.12
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi
kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur
dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan
milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan
sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali
kepada Allah swt untuk dipertanggungjawabkan.
Dalam Surat Al Baqarah secara panjang lebar diceritakan mengenai Kajian
tentang dasar-dasar, manfaat dan pentingnya pencatatan dan pencatat dalam setiap
transaksi keuangan (terutama tentang utang-piutang), sebagaimana disinyalir dalam
Firman Allah Swt.“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah
dengan cara tidak tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang
itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah (Tuhannya) dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”.
(QS-Al Baqoroh:282).13
12Anshori, Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum Dan Etika,
UII Press, Yogyakarta, 2009.Hal.9
Tidak ada yang samar pada pengertian ayat tersebut, Sejak 16 Abad yang
silam, telah diperintahkan dengan tegas bagi ummat Islam untuk mempelajari,
mengamalkan dan menjaga kebiasaan menulis (Membuat akad perjanjian serta
membukukan) dalam setiap bermu’amalah (Melakukan Jual-beli, utang-piutang,
sewa-menyewa dan lain sebagainya) yang dilakukan secara tidak tunai (Kredit) dalam
jangka waktu yang telah ditentukan.
Secara implisit, ayat tersebut mengandung isyarat tentang beberapa ketentuan
dalam melakukan transaksi (Terutama transaksi non tunai), yaitu: pertama, Dalam
membuat akad perjanjian, diperlukan seorang pencatat yang mencatat transaksi
tersebut. Kedua, hendaknya kedua belah pihak memeriksa dengan teliti terhadap
seluruh isi perjanjian agar tidak menimbulkan masalah dibelakang hari.Ketiga, Akad
perjanjian dan saksi merupakan alat bukti apabila terjadi sengketa.Keempat, Apabila
diantara keduabelah pihak ada yang menyulitkan dalam perjanjian tersebut, maka
yang bersangkutan tergolong orang Fasik (telah mencederai ajaran agamanya).
Begitulah bagian dari ajaran Islam yang agung dan amat terencana sebelum maupun
setelahnya, selanjutnya tergantung kepada setiap individu pemeluknya untuk
melakukan atau mengingkarinya.14
“Hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar”
(Al Baqarah:282)15
14file:///C:/Users/ACER/Downloads/Artikel Pentingnya Pembukuan, Dalam Perspektif
Islam.htm,di unduh 10 Oktober, 2010
Ini adalah tugas bagi orang yang menulis utang piutang itu, bukan para pihak
yang melakukan transaksi. Hikmah mengundang pihak ketiga, bukan salah satu dari
kedua belah pihak yang melakukan transaksi, ialah agar lebih berhati-hati. Juru tulis
ini diperintahkan untuk menulisnya dengan adil (benar), tidak boleh condong kepada
salah satu pihak, dan tidak boleh mengurangi atau menambahkan sesuatu dalam teks
yang disepakati itu.16
“Janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya”(Al Baqarah :282).
Penugasan di sini adalah dari Allah, kepada penulis, agar dia jangan
menunda-nunda, enggan, dan merasa keberatan melaksanakannya sendiri.itu adalah kewajiban
dari Allah melalui nash tasyri’. Pertanggungjawabannya adalah kepada Allah. Ini
merupakan penunaian terhadap karunia Allah atas dirinya yang telah mengajarinya
bagaimana cara menulis. “Maka hendaklah ia menulis” sebagaimana yang telah
diajarkan Allah kepadanya.17
Islam juga mengatur etika atau akhlak dalam hubungan dengan pencatatan,
Dari ayat tersebut sudah ada beberapa poin penting tentang kode etik seorang penulis,
hal ini mengindikasikan bahwa dalam Islam untuk mejalankan suatu profesi terdapat
aturan berperilaku yang harus diperhatikan oleh profesi tersebut, maka dalam
pembahasan tesis ini akan diusahakan untuk menggali lebih jauh nilai etika yang
16Sayyid Quthb,Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Di bawah Naungan Al Qur’an ( Surat Al-Fatihah-Al-Baqarah) Jillid I, Gema Insani, 2000, Hal. 392
terkandung dalam Surat Al Baqarah ayat 282 dan hal-hal lain yang terkait dengan
jabatan seorang juru tulis.
Jika dihubungkan dengan hukum positif Indonesia seorang juru tulis yang
diakui sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah Notaris. Sebagaimana
bunyi Pasal 1 ayat (1) Bab I Ketentuan Umum Undang-undang RI Nomor 30 Tahun
2004 yang menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas,perlu suatu penelitian lebih lanjut
mengenai tugas dan tanggung jawab seorang pencatatan dalam Islam dikaitkan
dengan Surat Al Baqarah 282 yang akan dituangkan dalam judul tesis “KODE ETIK
NOTARIS DITINJAU DARI PERSPEKTIF ISLAM (KAJIAN ANALISIS
SURAT AL BAQARAH AYAT 282)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Hubungan Isi Surat Al Baqarah Ayat 282 Dengan Profesi Notaris
Indonesia?
2. Perbuatan Yang bagaimana Dilarang Bagi Notaris Menurut Surat Al Baqarah
Ayat 282 Dan Akhlak Islam?
3. Apakah Kode Etik Notaris Indonesia Sesuai Dengan Perintah Surat Al Baqarah
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas, adapun tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan Hubungan Isi Surat Al Baqarah Ayat 282
Dengan Profesi Notaris Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan Larangan Bagi Notaris Menurut Surat Al
Baqarah Ayat 282 Dan Akhlak Islam.
4. Untuk mengetahui dan menjelaskan Apakah Kode Etik Notaris Indonesia Sesuai
Dengan Perintah Surat Al Baqarah Ayat 282 Dan Akhlak Islam.
D. Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian dan mamfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang
hendak dicapai bersama,Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara
teoritis dan praktis, yaitu :
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam bidang pengetahuan
dan menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan peraturan pelaksanaan
kode etik notaris yang lebih baik. Dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
2. Manfaat praktis.
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat memberikan masukan para praktisi
maupun bagi pihak terkait mengenai pemahaman dan peneraapan kode etik
notaris di Indonesia, khususnya di tinjau dari sudut pandang/perspektif Islam.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan yang ada di
lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di Program Magister Kenotariatan
dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian
sebelumnya yang berjudul tentang Kode Etik Notaris Dalam Perspektif Islam (Kajian
Analisis Surat Al Baqarah Ayat 282), akan tetapi ada beberapa penelitian yang
membahas mengenai kode etik notaris, antara lain diteliti oleh :
1. Ekawati Prasetia, NIM 087011040, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2008, berjudul Peranan Kode
Etik Profesi Dalam Pemuliaan Jabatan Notaris.
2. Nurmilys Ginting, NIM 057011065, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2005, berjudul Analisis Yuridis
penegakan hukum atas undang-undang notaris (UUJN) dalam hubungannya
dengan penegakan kode etik notaris.
3. Octoverry Purba, NIM 087011088, mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2008, berjudul larangan
melakukan promosi jabatan dalam menjalakan profesinya menurut kode etik
notaris sebagai upaya menghindari persaingan tidak sehat antar notaris.
Oleh karenanya maka penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis
lakukan ini jelas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena senantiasa
memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting karena
memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah
yang kita bicarakan secara lebih baik.18
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,
kerangka teori dalam suatu penelitian hukum memegang peranan yang penting guna
menjadikan dasar berpijak bagi penelitian untuk menentukan arah atau tujuan
penelitian.
Teori bertujuan menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau
proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.19
Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum
positif. Pada saat orang mempelajari hukum positif, maka ia sepanjang waktu
dihadapkan pada peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang kegiatan dan
permasalahannya. Menurut Radbruch, tugas teori hukum adalah “membikin jelas
nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang
tertinggi.”(Friedmann, 1958:3).20
18Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, Hal.259
19J.J.J.M.Wuisman, Penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas,FE UI,
Jakarta ,1996, Hal.203
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori,
tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan
pegangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya.21sedangkan
tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan
dan menginterprestasikan hasil penelitian dan menghubungkannya dengan
hasil-hasil penelitian yang terdahulu.22
Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan.
Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:23
a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam fakta;
b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta;
c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang di uji kebenarannya.
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya
mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis
yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.
Sehubungan dengan pembahasan di atas, maka penelitian ini perlu
mempunyai landasan pikir, yaitu berupa teori-teori hukum yang akan
digunakan.teori-teori hukum tersebut adalah sebagai berikut:
1. Teori keadilan
Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menulisnya dengan adil, yakni
dengan benar, tidak menyalahi ketentuan Allah dan perundangan yang berlaku dalam
masyarakat. Tidak juga merugikan salah satu pihak yang bermuamalah, sebagaimana
dipahami dari kata adil dan di antara kamu. Dengan demikian, dibutuhkan tiga
kriteria bagi penulis, yaitu kemampuan menulis, pengetahuan tentang aturan serta
tatacara menulis perjanjian, dan kejujuran.24
Ayat ini mendahulukan penyebutan adil daripada penyebutan pengetahuan
yang diajarkan oleh Allah. Ini karena keadilan, disamping menuntut adanya
pengetahuan bagi yang berlaku adil, juga karena seorang yang adil tapi tidak
mengetahui, keadilannya akan mendorong dia untuk belajar. Berbeda dengan yang
mengetahui tetapi tidak adil. Ketika itu pengetahuannya akan dia gunakan untuk
menutupi ketidakadilannya. Ia akan mencari celah hukum untuk membenarkan
penyelewengan dan menghindari sanksi.25
Adil dalam bahasa arab di artikan dengan lurus, orang yang adil harus bejalan
lurus dan sikapnya harus menggunakan ukuran yang sama bukan ganda.26Orang adil
harus berjalan sesuai aturan yang ada,dalam Islam rujukan bagi setiap muslim adalah
Al Qur’an. Keadilan dalam Islam harus dilihat dari perspektif Al Qur’an.
Berlaku adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban
harus di jalankan secara adil. Hak dan kewajiban juga terkait dengan amanah.
Amanah harus diberikan kepada yang berhak menerimanya. Orang yang memikul
amanah haruslah orang yang berlaku adil.27
24Quraish Shihab,Op cit, Hal. 604 25Quraish Shihab,Op.Cit, Hal.605
26 Hasballah Thaib Dan Zamakhsyari Hasballah, Tafsir Tematik Al Qur’an II, Pustaka
Bangsa, Medan, 2007 Hal.239
27Zamakhsyari,Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih Dan Ushul Figih, Citapustaka Media
“Hai orang yang beriman, hendaklah kamu orang yang selalu menegakkan
kebenaran karena Allah, menjadi saksi yang adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap suatu kaum,mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS
Al-Maidah [5]:8)28
Keimanan dan keadilan tidak terpisahkan. Orang yang imannya benar dan
berfungsi dengan baik akan selalu berlaku adil terhadap sesamanya. Ayat di atas juga
mencerminkah beberapa prinsip, pertama; berlaku amanah,seorang mukmin tidak
dibenarkan berlaku curang, bohong dan khianat.Kedua;berlaku adil dalam
menetapkan hukum untuk kemaslahatan manusia.29
Kepada notaris Allah memerintahkan berlaku adil sebagaimana disebut dalam
Surat Al Baqarah ayat 28230
“Dan hendaklah ada diantara kamu seorang penulis yang adil”31
2. Teori Kemaslahatan
Ayat sebelum ayat 282 adalah ayat tentang nasehat ilahi kepada orang memiliki
piutang untuk tidak menagih siapa yang sedang dalam kesulitan, nasehat itu
dilanjutkan oleh ayat ini, kepada yang melakukan transaksi hutang-piutang, yakni
bahwa demi memelihara harta serta mencegah kesalahpahaman, maka
hutang-28Al Qur’an terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005 29Zamakhsyari,Op Cit,Hal.96
piutang hendaknya ditulis walau jumlahnya kecil, disamping nasehat serta
tuntunan lain yang berkaitan dengan hutang-piutang. Hal ini untuk mencapai
kemaslahatan32
Pengertian kemaslahatan menurut Imam Al-Ghazali adalah mengambil
manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuansyarak.
Apabila seseorang menjaga dan memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta,
maka tujuansyarakitu telah terpenuhi maslahahnya. Sebagaimana firman Allah SWT
yang artinya: “ dan dalamqishasitu ada jaminan kelangsungan hidup bagi manusia”
(QS. Al Baqarah: 179).33menurut Al-Thufi sebagaimana dikutip Zamakhsyari, ayat
tersebut mengandung pengertian pemeliharaan kemaslahatan manusia, yaitu jiwa,
harta dan kehormatan mereka.34
3. TeoriSadd Al-Zari’ah
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya”. (QS Al-Baqarah: 282)
Menurut Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Sayuti dalam Tafsir
Jalalain, Ayat 282 Surat Al Baqarah ini menjelaskan muamalat seperti jual beli,
sewa-menyewa, utang-piutang, dan lain-lain yang tidak secara tunai misalnya pinjaman
atau pesanan untuk waktu yang ditentukan atau diketahui, maka hendaklah dituliskan
untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya.35
Kata “menghilangkan pertikaian nantinya” hal ini sesuai dengan Teori Sadd
Al Zari’ah /Teori Preventif
Kata Al-Zari’ah, dalam bahasa Arab, berarti jalan menuju kepada sesuatu.
Zari’ahartinya washilah, atau jalan yang menyampaikan kepada tujuan.
Jalan yang menyampaikan kepada tujuan yang haram, maka hukumnyapun
menjadi haram. Sedangkan jalan yang menyampaikan kepada tujuan yang halal,
maka hukumnyapun menjadi halal.36
Dalam pandangan ulama, hukum dibagi menjadi dua bagian:
1. Maqashid(tujuan), yaitumaqashid al-syari’ahyang berupa kemaslahatan.
2. Wasa’il (cara dan sarana), yaitu jalan yang menuju kepada pencapaian
hukum.37
Dalam hal ini, Imam al-Qarafi menyatakan:
‘Washilah (cara/alat) yang menyampaikan kepada tujuan yang paling utama
adalah alat yang paling utama, dan yang menyampaikan kapada tujuan yang
peling buruk adalah alat yang paling buruk, dan yang menyampaikan kepada
tujuan yang tengah-tengah adalah alat yang tengah-tengah juga.”
35Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin Al-Suyuti,Tafsir Jalalain, Juz I, Sinar
Baru Algesindo, Bandung, 2003, Hal.156-157
36
Zamakhsyari,Ibid, Hal.151
Secara terminologis, Al-Zari’ahdidefinisikan dengan sesuatu yang membawa
kepada sesuatu yang dilarang, karena mengandung kemudharatan.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, ahli fiqih mazhab Hambali, mengatakan
bahwa pembatasan pengertianAl-Zari’ahpada sesuatu yang dilarang saja tidak tepat,
karena ada pula Al-Zari’ah yang bertujuan yang dianjurkan. Oleh sebab itu,
pengertian Al-Zari’ah bersifat umum, bisa dilarang, dan bisa pula dituntut untuk
dilaksanakan.38
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, ahli fiqih mazhab hambali dan imam Al-Qarafi,
ahli fiqih mazhab Maliki, mengatakan bahwa al-Zari’ah adakalanya dilarang, dan
disebutsadd al-Zari’ah. Dan adakalanya dianjurkan, dan disebutfath al-Zari’ah.
Yang mereka maksudkan denganfath al-Zari’ahadalah suatu perbuatan yang
dapat membawa pada sesuatu yang dianjurkan, bahkan diwajibkan syarak. Sebagai
contoh, karena shalat jum’at itu hukumnya wajib, maka berusaha untuk sampai di
mesjid dengan meninggalkan segala aktivitas juga diwajibkan.39
4. Teori Akhlak
Dalam kode etik notaries atau penjabaran surat al baqarah ayat 282 di
isyaratkan bahwa seorang penulis dalam Surat Al Baqarah Ayat 282 ataupun notaries
yang diatur dalam kode etik notaries diwajibkan memiliki moral dan berakhlak.
Akhlak secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluqyang berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang
38
berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq, yang menciptakan, makhluq, yang
diciptakan, dankhalq penciptaan. Kesamaan akar kata di ini mengisyaratkan bahwa
dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Tuhan
(Kholiq) dengan perilaku manusia (makhluq). Atau dengan kata lain kata perilaku
seseorang terhadap orang dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang
hakiki apabila tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Tuhan
(khaliq). Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja tata aturan atau
norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia tetapi juga norma
yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam
semesta sekalipun.40
Dalam ajaran Islam, akhlak memiliki peran yang sangat strategis, bahkan
akhlak dapat dikatakan sebagai ajaran Islam yang paling essensial. Nabi Muhammad
SAW juga diutus dalam rangka memperbaiki akhlak manusia. Sebagaimana
disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari Muslim yang artinya:
“Hanya saja aku diutus ke permukaan bumi ini untuk memperbaiki akhlak manusia”.
Dari sabda Rasul ini tersirat fakta bahwa ssebelum Muhammad SAW menjadi Rasul
ternyata akhlak manusia telah rusak atau setidak-tidaknya mengalami degradasi nilai
dari yang seharusnya dikehendaki Allah memalui wahyuNya yang telah
diturunkanNya melalui kitab Taurat, Zabur, dan Injil yang telah ditentukan
sebelumnya, sehingga Allah merasa masih perlu mengirim lagi seorang Rasul untuk
memperbaiki akhlak ummat manusia.41
40
Mukhlis Lubis dan Zulfahmi Lubis,Akhlak Islam,Pesantren Al Manar, Medan, 2009, Hal. 1 41
Akhlak adalah peri-keadaan jiwa manusia yang mampu melahirkan
perbuatan-perbuatan lahiriah secara spontan. Akhlak yang baik akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang
baik, sebaliknya akhlak yang buruk akan melahirkan perbuatan yang buruk juga.
Dalam dimensi vertikal maupun horizontal, akhlak diatur berdasarkan Al-Qur’an dan
Hadits Rasulullah SAW. Selanjutnya akhlak inilah yang diharapkan dapat lebih
diutamakan oleh seorang muslimdalam menggapai segala kebutuhan hidupnya42.
Berkembang pesatnya lembaga ekonomi Islam dewasa ini juga diikuti
meningkatnya berbagai macam transaksi bisnis secara Islami dan bentuk perjanjian
yang menuntut untuk menggunakan aturan Islam (syariah).
Al Qur’an dan Sunnah Rasullulah SAW sebagai penuntun memiliki daya
jangkau dan daya atur universal. Artinya, meliputi segenap aspek kehidupan umat
manusia dan selalu ideal untuk masa lalu, kini, dan yang akan datang.43
Syariat telah ditetapkan dan ditegakkan pondasinya serta disempurnakan
dasar-dasarnya pada masa Nabi Muhammad SAW. Hal ini terdapat dalam Firman
Allah Surat Al Maidah ayat 3 :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama
bagimu”.44
Mengenai muamalah, Allah telah berfirman dalam Al Qur’an Surat Al
Baqarah Ayat 282 yang artinya :
42Syahril Sofyan,Ibid,Hal.46
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dengan
benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang
yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah
dia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya.”45
Ayat Al Qur’an tersebut menerangkan mengenai perlunya seseorang atau para
pihak untuk menuliskan transaksinya sebagi bukti tertulis atas transaksi atau
perjanjian yang telah dilakukan. Menerangkan pula adanya seorang yang bertindak
sebagai penulis dan saksi dalam transaksi atau perjanjian tersebut.46
Seorang penulis tidak bisa orang sembarangan, karena penulis harus
menuliskan sesuatu dengan benar pekerjaan penulis merupakan amanah yang tidak
boleh ditolak sesuai dengan penggalan kalimat dalam ayat tersebut”janganlah kamu
enggan menuliskannya”,tentunya bagi pihak yang memang memiliki kapasitas atau
kemampuan dibidang menulis.
2. Konsepsi
Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus.47
45Al Qur’an Terjemahan DEPAG, Al Huda, Depok, 2005
46Masdar Suyitno,”Pentingnya Pembukuan Dalam Perspektif Islam”
file:///C:/Users/ACER/Downloads/bahan tugas mph, Terakhir di akses 4 Juli 2013
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi
dengan realitas.48
“Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakn terutama dalam
judulpenelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata
dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi
menuntun peneliti sendiri didalam menangani proses penelitian dimaksud.”49
Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran
terhadap istilah-istilah yag digunakan dalam penelitian ini.
Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau
istilah, agar di dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan, yaitu :
1) Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat
akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang
diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang
membuat akta.50
2) Kode Etik Notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh
perkumpulan Notaris berdasar keputusan konggres perkumpulan yang
48Masri Singaribun dkk,Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta,1989, Hal.34
49Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial,Raja Grafindo Persada,1999, Jakarta,
Hal.107-108
50Sudikno Mertokusumo,Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris,Renvoi, Nomor 12,
mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap
dan semua anggota perkumpulan yang menjalankan tugas jabatan Notaris.51
3) Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada amanusia melalui para
rasul dan pada saat terakhir agama ini diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW
4) Perspektif adalah cara melukiskan suatu benda dan lain-lain pada permukaan
yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi
(panjang, lebar, tingginya); sudut pandang52
5) Al Qur’an adalah Kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada nabi
Muhammad
6) Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena
penangguhan dalam pembayaran yang di perjanjikan sebelumnya, dan inilah
yang disebut Riba Nasi’ah.53
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji mengatakan penelitian dalam
pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang
dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Penelitian
dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis yang dimaksud
51 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (INI) Hasil Kongres Luar Biasa Tahun 2005
Bab I, Pasal 1, Hal. 1
52Surayin,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Rama Widya, Bandung, 2007. Hal. 433
53KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu
sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu
kerangka tertentu.54
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif (yuridis-normatif).
Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu menelaah berbagai
konvensi dan peraturan perundang-undangan terkait yang relevan dengan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Selanjutnya turut pula dilakukan
kajian tentang kasus-kasus yang telah terjadi dan mendapat perhatian publik,
kemudian menelaah latar belakang dan perkembangan isu permasalahan penelitian
yang diangkat, lalu membandingkannya mengenai hal-hal yang sama. Terakhir
dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam Ilmu
Hukum, guna menemukan ide, konsep dan asas-asas hukum yang relevan dengan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang
dilakukan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum. Maka spefikasi atau karakter dari penelitian ini adalah preskriptif.
Penelitian yang bersifat preskriptif merupakan penelitian hukum dalam rangka untuk
menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum
guna menjawab isu hukum yang dihadapi.55Karena penelitian yang dilakukan untuk
54 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Radja Grafindo
Persada, Jakarta, 2001, Hal. 42
menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan
metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu
kepada norma-norma hukum,56yang terdapat dalam hukum Islam dan peraturan
perundang-undangan Indonesia maka penelitian ini menekankan pada sumber-sumber
bahan sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum, di
samping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga
ditemukan suatu azas-azas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang
bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang
dibahas,57 yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan
dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai kode etik notaris dalam perspektif Islam. Di
samping itu penelitian ini didukung dengan penelitian hukum sosiologis yang
dibutuhkan untuk mengamati bagaimana reaksi dan interaksi hukum Islam yang
terkait dengan perilaku notaris dalam menjalankan tugasnya.
2. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum sekunder,bahan hukum primer dan bahan hukum tersier.
Data-data hukum sekunder tersebut meliputi berbagai macam sumber, baik sumber
56 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni,
Bandung, 1994, Hal.101
data tertulis seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku ilmiah, dan berbagai
macam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam hal ini seorang
peneliti di harapkan dapat mengumpulkan sebanyak mungkin bahan pustaka yang
terkait dengan objek penelitiannya sehingga dapat menambah khasanah dalam
menganalisis data dan menyajikan hasil penelitian.
a. Data sekunder
Data sekunder meliputi beberapa hal yaitu:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan salah satu sumber hukum yang penting
bagi sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif. Bahan
hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian.58 Bahan
hukum primer meliputi bahan-bahan hukum yang isinya mengikat secara
hukum karena dikeluarkan oleh instansi yang sah. Bahan hukum primer dapat
ditemukan melalui studi kepustakaan (library research) baik di perpustakaan
fakultas, universitas, maupun perpustakaan umum lainya.
Beberapa bahan hukum primer yang bisa digunakan dalam penelitian
adalah:
a) Undang-undang dasar
b) Konvensi
58Ronny Hanitijo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, Ghalia Indonesia,
c) Protokol
d) Peraturan perundang-undangan terkait.
2) Bahan hukum sekunder59
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang isinya
memperkuat atau menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder
biasanya berupa bahan-bahan hukum seperti bacaan hukum, jurnal-jurnal yang
memberikan penjelasan mengenai bahan primer, berupa buku teks,
konsideran, artikel dan jurnal, sumber data elektronik berupa internet, majalah
dan surat kabar serta berbagai kajian yang menyangkut kode etik notaris
dalam perspektif Islam.
3) Bahan hukum tersier.60
Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
Bahan hukum tersier biasanya memberikan informasi, petunjuk dan
keterangan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Di
perpustakaan biasanya bahan hukum tersier berada pada ruangan khusus.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penulisan ini, adalah
dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan
yaitu mengumpulkan data dan informasi serta mempelajari dokumen-dokumen,
buku teks, teori-teori, peraturan perundang-undangan, artikel, tulisan ilmiah yang ada
hubunganya dengan judul penelitian.
4. Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna
untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data
merupakan penelahaan dan penguraian data, sehingga data tersebut dapat diberi arti
dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian. Data
sekunder yang diperoleh kemudian disusun secara urut dan sistematis, untuk
selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif yaitu dengan penguraian
deskriptis analitis dan preskriptif,61 yang dilakukan untuk memperoleh gambaran
tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yakni
cara berfikir yang dimulai dari hal yang umum, untuk selanjutnya menarik hal-hal
yang khusus sebagai kesimpulan dan disajikan dalam bentuk preskriptif.
Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang
terkumpul baik inventarisasi karya ilmiah, peraturan perundang-undangan, informasi
media cetak, dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya yang berkaitan dengan judul
penelitian untuk mendukung studi kepustakaan. Kemudian data primer maupun data
sekunder dilakukan analisis penelitian secara kuantitatif dan untuk membahas lebih
mendalam dilakukan secara kualitatif. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat
menjawab segala permasalahan hukum dalam penelitian tesis ini.
61Soerjono Soekanto, Pengertian Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986,
BAB II
HUBUNGAN ISI SURAT AL BAQARAH AYAT 282 DENGAN ETIKA PROFESI NOTARIS
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah dengan cara tidak tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah (Tuhannya) dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”. jika yang berhutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendikte sendiri, maka hendaklah walinya mendikte dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan untuk menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu lebih adil disisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidak raguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah. Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah maha mengetahui segala sesuatu(QS-Al Baqarah:282)
Dalam penulisan tesis ini dikutip pandangan beberapa ulama tafsir yang
mewakili Tafsir Bil Ma’tsur atau Bir-Riwayah(tafsir murni),Tafsir Bil Ra,yi (akal),
Tafsir Kontemporer, dan Tafsir Nusantara. Sumber kajian ini dihadapkan kepada
berbagai kitab tafsir terkemuka yang memiliki penjelasan komprehensif beserta
riwayat, bahasa ataupun hikmah yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Selain
itu, kitab-kitab tafsir tersebut merupakan kitab tafsir yang dijadikan rujukan oleh
pihak yang ingin mendalami Al-Qur'an sehingga penjelasan yang ada dapat
a) Kitab Tafsir Ibnu Kathir62.
Menurut Ibnu Katsir QS. Al Baqarah ayat (282) di atas menjelaskan bahwa
apabila melakukan mua’malah supaya ditulis untuk dapat terjaga terhadap apa yang
disepakati serta menjadi kekuatan hukum bagi saksi. Kemudian mengenai frasa
“Janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis” Ibnu Katsir menjelaskan, orang yang ahli dalam ilmu
penulisan tidak boleh menolak jika ada masyarakat yang meminta bantuan dan
dilarang menyusahkan mereka.63
Mengenai hal ini Ibnu Katsir mengutip Hadist Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya termasuk sedekah jika engkau membantu seseorang yang berbuat
(kebaikan) atau berbuat baik bagi orang yang tidak mengerti” (H.R.Bukhari dan
Ahmad).64
Ibnu Katsir menambahkan, orang yang memiliki hajat terhadap sesuatu yang
hendak ditulis dapat mendiktekan kepada orang yang menulis dan penulis wajib
menulis dengan jujur tanpa melebihi dan mengurangi redaksionalnya sedikitpun.
Kemudian menyertakan dua orang laki-laki adil sebagai saksi. Namun apabila sulit
menemukan dua orang saksi dari laki-laki, maka boleh menyertakan dua orang saksi
perempuan dan seorang laki-laki yang direkomendasikan oleh pemilik hajat. Apabila
62Kitab Tafsir Ibn Kathir Adalah Judul Buku Yang Diterjemahkan DaripadaTafsir Al-Qur'an Al-‘AzimKarya Abu al-Fida’ Isma‘il Ibn Kathir.