ANALISIS PERUBAHAN MAKNA KATA-KATA SERAPAN (GAIRAIGO) BAHASA JEPANG YANG BERASAL DARI BAHASA INGGRIS
EIGO KARA NIHONGO NO GAIRAIGO NO IMI NO HENKA NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi dalah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Budaya
Oleh:
Nama : Giovanni
NIM : 070708022
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRA STUDI S-1 SASTRA JEPANG
▸ Baca selengkapnya: kata kata izin keluar dari organisasi
(2)ANALISIS PERUBAHAN MAKNA KATA-KATA SERAPAN (GAIRAIGO) BAHASA JEPANG YANG BERASAL DARI BAHASA INGGRIS
EIGO KARA NIHONGO NO GAIRAIGO NO IMI NO HENKA NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi dalah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Budaya
Oleh:
Nama : Giovanni
NIM : 070708022
Pembimbing I Pembimbing II
Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum
196207271987032005 196009191988031001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRA STUDI S-1 SASTRA JEPANG
▸ Baca selengkapnya: terdapat kurang lebih 200 ekor penguin kelompok kata yang digarisbawahi memiliki makna
(3)Disetujui Oleh:
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Departemen Sastra Jepang Ketua,
Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Analisis Perubahan Makna Kata-kata Serapan (Gairaigo) Bahasa Jepang yang Berasal dari Bahasa Inggris”.
Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra, Jurusan Sastra
Jepang, Fakultas Sastra , Universitas Sumatera Utara.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan
dukungan, semanagat, bimbingan dan doa kepada penulis. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini,
penulis dengan tulus ingin mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. Bapak Dr. Sharon Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Program Studi Sastra Jepang,
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Wali yang telah
mendidik penulis selama perkuliahan dan bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran
dalam membimbing penulis serta banyak memberikan arahan, masukan dan kritik yang
membangun dan mendorong semangat penulis dalam penyusunan skripsi ini
4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah
mendidik penulis sejak awal hingga akhir perkuliahan dan bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, masukan dan kritikan yang membangun selama proses penyusunan
5. Bapak Nandi S, selaku Dosen Penguji yang telah mendidik penulis sejak awal perkuliahan
dan bersedia meluangkan waktunya sebagai penguji dan banyak memberikan arahan,
masukan dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ilmu Budaya, khususnya Program Studi Sastra
Jepang Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada
penulis selama perkuliahan.
7. Ayah, Ibu dan adik tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis, juga
kepada nenek tersayang dan keluarga besar orang tua yang selalu memberikan dukungan agar
segera menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman penulis, Melani dan Siska yang selalu menemani penulis selama perkuliahan
dan tidak hentinya memberikan semangat dan memberikan saran yang membangun untuk
menyelesaikan skripsi ini dan juga seluruh teman-teman penulis di Sastra Jepang, khusunya
teman-teman angkatan 2007, Siti, Naya, Rea, Windy, Rahma, Dini, Rani, Remi, Adjie dan
Wahyu terima kasih atas dukungannya serta bantuan yang telah diberikan selama perkuliahan,
dan juga kepada Hanum dan Kak Wilma yang selalu siap memberikan saran dan masukan
bagi penulis, semoga persabatan ini abadi.
9. Teman-teman penulis, Lyna, Lany, Nanny, Elita, Felicia, Franciscia, Alice, Giam dan Juni
yang selalu menyemangati penulis, terima kasih atas semua dukungan dan dorongan
semangat dan motivasi yang telah kalian berikan
10.Terima kasih juga kepada Kak Sri, Bang Joko, Ko Aan dan Ci Acen yang telah banyak
membantu penulis selama proses penyelesaian skripsi ini serta juga kepada semua pihak yang
telah membantu selama proses penulisan skrispi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dengan segala
keterbatasan dari pengetahuan penulis, oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi ke depannya.
Medan, Desember 2013
Penulis
Giovanni
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iv
BAB 1 : PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Perumusan Masalah ...7
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ...8
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ...10
1.4.1 Tinjauan Pustaka ...10
1.4.2 Kerangka Teori ...12
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...15
1.5.1 Tujuan Penelitian ...15
1.5.2 Manfaat Penelitian ...15
1.6 Metode Penelitian ...16
BAB II : GAMBARAN UMUM TENTANG GAIRAIGO, MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA ...18
2.1 Gambaran Umum Gairaigo ...18
2.1.1 Pengertian Gairaigo ...18
2.1.2 Sejarah Gairaigo...20
2.1.4 Karakteristik Gairaigo ...25
2.1.5 Kriteria Gairaigo ...27
2.1.6 Pembentukan Gairaigo ...27
2.1.7 Jenis-jenis Gairaigo ...29
2.1.8 Wasei-eigo ...32
2.1.9 Pengaruh Gairaigo ...34
2.2 Pengertian dan Jenis-jenis Makna ...40
2.2.1 Pengertian Makna ...40
2.2.2 Jenis-jenis Makna...41
2.3 Perubahan Makna ...46
2.3.1 Pengertian Perubahan Makna ...46
2.3.2 Jenis-jenis Perubahan Makna ...46
2.3.3 Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Makna ...48
2.4 Makna Gairaigo yang Mengalami Perubahan dan Makna Aslinya dalam Bahasa Inggris ...54
BAB III : ANALISIS PERUBAHAN MAKNA GAIRAIGO YANG BERASAL DARI BAHASA INGGRIS DALAM BAHASA JEPANG ...91
3.1 Gairaigo yang Mengalami Perluasan Makna ...91
3.2 Gairaigo yang Mengalami Penyempitan Makna ...100
3.3 Gairaigo yang Mengalami Perubahan Makna Total ...134
3.4 Gairaigo yang Mengalami Pengasaran Makna ...153
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ...171
4.1 Kesimpulan ...171
4.2 Saran ...171
ABSTRAK
JUDUL: ANALISIS PERUBAHAN MAKNA KATA-KATA SERAPAN (GAIRAIGO) BAHASA JEPANG YANG BERASAL DARI BAHASA INGGRIS
Seiring dengan perkembangan zaman, di dunia ini sudah tidak ada lagi bahasa yang
murni. Hal ini dikarenakan terjadinya persentuhan antara bahasa yang satu dengan yang lain
yang memungkinkan terjadinya pertukaran dan penyerapan budaya dan bahasa. Proses
penyerapan kata-kata dan istilah dari bahasa lain di mana kata-kata dan istilah yang dipinjam
kemudian dijadikan sebagai bagian dari kosakata bahasa nasional disebut sebagai proses
peminjaman (borrowing). Dalam bahasa Jepang, kata-kata pinjaman ini dikenal dengan istilah gairaigo (外来語).
Gairaigo (外 来 語) merupakan istilah yang dipakai dalam bahasa Jepang untuk
menyebutkan kosakata pinjaman dari bahasa asing, tidak termasuk kosakata pinjaman dari
bahasa China (漢語 / kango). Gairaigo yang diserap ke dalam bahasa Jepang, umumnya telah
mengalami penyesuaian. Penyesuaian yang dilakukan pada gairaigo umumnya menyebabkan
perubahan pada kosakata yang bersangkutan baik dari segi fonologi, morfologi maupun semantik
sehingga setelah proses penyesuaian, gairaigo tersebut seringkali tidak bisa dimengerti oleh
pengguna bahasa asli, dalam hal ini bahasa Inggris. (Shibatani, 2001: 153).
Campell (2006: 253) menyatakan bahwa perubahan semantik berurusan dengan
perubahan dalam makna, yang berarti merubah konsep yang berhubungan dengan kata-kata yang
bersangkutan. Dalam skripsi ini, penulis akan membahas mengenai perubahan makna yang
terjadi akibat penyesuaian yang dilakukan pada saat kata-kata gairaigo dari bahasa Inggris
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan makna yang terjadi pada
gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris dalam bahasa Jepang jika dibandingkan dengan kata
aslinya dalam bahasa Inggris. Sumber data untuk gairaigo diambil dari Majalah Myojo edisi
bulan Desember 2008 dan edisi bulan Maret, Mei, Juli, dan November tahun 2009. Penulis
memilih menggunakan majalah sebagai sumber data dikarenakan sebagian besar gairaigo
diperkenalkan kepada masyarakat melalui media massa, termasuk koran dan majalah.
Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam majalah
Myojo edisi edisi bulan Desember tahun 2008 dan edisi bulan Maret, Mei, Juli, dan November
tahun 2009, terdapat 2,068 gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris. Dari jumlah tersebut, ada
89 gairaigo yang mengalami perubahan makna. Semua gairaigo yang mengalami perubahanan
makna termasuk dalam kelas kata nomina. Dari 89 gairaigo yang merupakan nomina, 9 di
antaranya juga termasuk dalam kelas kata verba, yaitu kataサイン, トリートメント, フィーバ
ー, プレゼント, プロデュース, プロポーズ, メイク, ミス, dan リフォーム. Tiga dari 89
gairaigo yang termasuk dalam nomina tersebut juga termasuk dalam adjektiva /-na/, yaitu kata
スイート, ソフト, dan ハイテンション. Dari 89 gairaigo yang dibahas, 38 gairaigo mengalami
penyempitan makna, 21 gairaigo mengalami perubahan makna total, 10 gairaigo mengalami
perluasan makna dan 1 gairaigo mengalami pengasaran makna dan sisanya merupakan waseieigo.
Ada 19 gairaigo yang perubahannya tidak termasuk dalam teori perubahan makna sehingga dapat
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Menurut Keraf (1980: 16), bahasa
adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi, suara, yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia. Bahasa dianggap penting karena manusia memerlukan bahasa dalam
kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan pendapat dan pikirannya sehingga dapat dimengerti
oleh orang lain, seperti yang dinyatakan Sutedi (2010 : 2) bahwa bahasa adalah alat untuk
menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Bahasa dapat berbentuk
bahasa tulisan maupun bahasa lisan.
Seargent (2009: 1) menyatakan bahwa bahasa hadir bukan hanya sebagai media dari
suatu ekspresi tetapi juga sebagai konsep; di mana kita tidak hanya berbicara dengan
menggunakan bahasa tetapi juga membicarakan bahasa itu sendiri; dan pada kenyataannya,
penggunaan bahasa selalu sesuai dengan pemikiran yang telah kita bentuk atas sebuah bahasa.
Bahasa digunakan untuk berkomunikasi dan komunikasi hanya akan berhasil jika makna
dari komunikasi telah disetujui oleh masyarakat penggunanya dan oleh karena itu, bahasa adalah
suatu hal yang bersifat sosial (Hartley, 1982: 11).
Hall dalam Lyons (2002: 5) menyatakan bahwa bahasa yang digunakan oleh masyarakat
tertentu adalah bagian dari kebudayaan masyarakat tersebut. Hal ini berarti bahasa merupakan
bagian dari kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia. Oleh karena itu, sama seperti halnya
kebudayaan, setiap bangsa di dunia memiliki bahasa tersendiri yang unik dan berbeda jika
yang mirip satu dengan yang lain dikarenakan bahasa-bahasa tersebut masih satu rumpun,
misalnya antara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu Malaysia, namun bahasa-bahasa tersebut
tetap memiliki keunikan tersendiri.
Bahasa bersifat dinamis sehingga akan selalu berubah dan berkembang seiring dengan
berlalunya waktu dan perkembangan zaman. Karena pemikiran manusia yang semakin maju dan
berkembang, bahasa yang digunakan pun mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan
zaman dan kebutuhan manusia.
Sapir dalam Ullman (2007, 247) menyatakan bahwa “Bahasa bergerak terus sepanjang
waktu membentuk dirinya sendiri. Ia mempunyai gerakan yang mengalir… tak satu pun yang
sama sekali statis.” Ullman (2007: 247) menambahkan bahwa makna mungkin merupakan yang
paling lemah daya tahannya untuk berubah, yang berarti makna merupakan bagian dari bahasa
yang paling rentan terhadap perubahan. Perubahan makna meliputi pelemahan, penggantian,
penggeseran, perluasan, dan juga kekaburan makna. Perubahan makna bisa terjadi diakibatkan
oleh berbagai faktor, misalnya akibat masuknya pengaruh dari bahasa asing (Pateda, 2001:
158-159).
Seiring dengan perkembangan zaman, di dunia ini sudah tidak ada lagi bahasa yang
murni. Hal ini dikarenakan terjadinya persentuhan antara bahasa yang satu dengan yang lain.
Chaer (2007: 65) menyatakan bahwa dalam masyarakat yang terbuka, artinya para anggotanya
dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu
Sejak beribu-ribu tahun lalu, dimulai ketika manusia mulai menyadari adanya
kebudayaan lain di luar komunitas mereka, telah terjadi kontak antara bahasa yang satu dengan
bahasa yang lain, baik melalui perdagangan maupun penjajahan. Interaksi-interaksi ini
memungkinkan terjadinya pertukaran dan penyerapan budaya dan bahasa. Proses penyerapan
kata-kata dan istilah dari bahasa lain di mana kata-kata dan istilah yang dipinjam kemudian
dijadikan sebagai bagian dari kosakata bahasa nasional disebut sebagai proses peminjaman
(borrowing).
Proses peminjaman adalah suatu proses di mana elemen dari suatu bahasa diambil alih
dan digunakan dalam bahasa lainnya (Hsia, 1989: 8). Proses peminjaman terjadi dikarenakan
adanya kontak antara bahasa yang satu dengan yang lain, seperti yang dikatakan Okubu dan
Tanaka (1995: 170) bahwa 「ある言葉が、他の言葉と触れ合うと、単語の貸し借りが、行
われる。」(Aru kotoba ga, hoka no kotoba to fureauto, tango no kashikari ga, okonawareru.)
yang dapat diterjemahkan menjadi, ‘Ketika suatu kata berinteraksi dengan kata yang lain,
terjadilah pinjam meminjam kosakata.’
Daulton (2008: 9) menyatakan bahwa “Language is greedy”, yang dapat diartikan menjadi bahasa itu tamak. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa sesuai dengan sifatnya yang
dinamis, maka setiap bahasa akan berusaha memperluas diri dengan cara meminjam kata-kata
dari bahasa lain ataupun mengembangkan bahasa itu sendiri dari bahasa aslinya misalnya dengan
menjadikan beberapa kosakata bahasa daerah menjadi bagian dari kosakata bahasa nasional. Ada
kalanya kosakata yang telah ada dalam bahasa asli tidak dapat menggambarkan suatu ekspresi
Menurut Ellington (2009: 229), semua bahasa di dunia memiliki kata pinjaman dari
bahasa lain. Dalam hal ini tidak terkecuali Jepang yang memiliki banyak kata-kata pinjaman
dalam kosakata mereka. Dalam bahasa Jepang, kata-kata pinjaman ini dikenal dengan istilah
gairaigo (外来語) yang dapat diterjemahkan menjadi bahasa yang datang dari luar.
Gairaigo sendiri merupakan bagian dari goi (語彙 / kosakata). Berdasarkan asal-usulnya,
kosakata bahasa Jepang dapat dibagi menjadi tiga macam yakni wago (和語 / kosakata asli
bahasa Jepang, sering juga disebut sebagai yamato kotoba, ditulis dengan huruf hiragana dan kanji), kango (漢語 / kosakata pinjaman dari bahasa China, sering juga disebut sebagai
Sino-Japanese, ditulis dengan huruf kanji), gairaigo (外来語 / kosakata pinjaman dari bahasa Inggris
dan bahasa asing lain selain bahasa China, ditulis dengan huruf katakana) dan konshugo (混種語
/ kosakata campuran/gabungan, yang merupakan kombinasi dari wago, kango dan gairaigo,
ditulis dengan hiragana, kanji dan katakana). (Coulmas, 2004: 99)
Peminjaman kata-kata dari bahasa luar negeri untuk memperluas kosakata Jepang
sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada zaman dahulu, masyarakat Jepang sering meminjam
kata-kata dari bahasa China, di mana kata-kata yang dipinjam dapat berupa kata-kata baru dan
juga dapat berupa kata-kata yang telah memiliki padanan kata dalam kosakata bahasa Jepang asli.
Meskipun kata-kata yang dipinjam telah memiliki padanan kata dalam bahasa Jepang asli,
masyarakat Jepang pada saat itu tetap menggunakan kata-kata pinjaman tersebut. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan mereka merasa kata pinjaman tersebut lebih cocok untuk digunakan dalam
aslinya dalam bahasa Jepang ataupun semata-mata karena kata-kata pinjaman tersebut lebih enak
didengar. (Keene dan Rimer, 1996: 75)
Sama halnya dengan gairaigo dari bahasa Inggris, di mana kata-kata pinjaman digunakan kebanyakan karena tidak ada kata-kata yang tepat dalam bahasa Jepang asli untuk
menggambarkan suatu hal atau ekspresi. Peminjaman kata-kata dari bahasa asing juga banyak
digunakan dengan tujuan memberikan kesan glamor terhadap suatu ekspresi, misalnya untuk
menyebutkan hal yang berhubungan dengan fashion, seperti merk sepatu, tas ataupun baju.
(Keene dan Rimer, 1996: 75)
Meskipun gairaigo merupakan kata-kata pinjaman dari bahasa luar negeri, nuansa Jepang telah dimasukkan dalam kata-kata gairaigo sehingga gairaigo tidak dapat disamakan dengan gaikokuko (外国語 / bahasa luar negeri). Menurut Haig & Nelson (1999: 139), gaikokugo
didefinisikan sebagai foreign language (bahasa asing) dan gairaigo didefinisikan sebagai words of foreign origins (kata-kata yang berasal dari bahasa asing). Pelafalan dan penulisan gairaigo telah disesuaikan dengan kaidah bahasa Jepang sehingga gairaigo sudah merupakan bagian dari kokugo (国語 / bahasa dalam negeri). Sugimoto dalam Irwin (2011: 8) menyatakan bahwa:
Gairaigo are foreign words (gaikokugo) that have been subsumed into one’s native language or, more strictly, foreign words whose form has been adapted to the phonotactics of the country (kuni):e.g.rajio for English radio. Pernyataan tersebut diterjemahkan menjadi: Gairaigo adalah kata-kata asing (gaikokugo) yang telah dimasukkan ke dalam bahasa asli suatu negara atau, lebih tepatnya, kata-kata asing yang bentuknya telah disesuaikan dengan fonetik negara yang
rajio yang berasal dari bahasa Inggris yaitu radio. Rajio disebut sebagai gairaigo karena telah menjadi bagian dari bahasa Jepang.
Penyesuaian yang dilakukan pada gairaigo umumnya menyebabkan perubahan pada kosakata yang bersangkutan baik dari segi fonologi, morfologi maupun semantik sehingga
setelah proses penyesuaian, kosakata gairaigo tersebut seringkali tidak bisa dimengerti oleh pengguna bahasa asli, dalam hal ini bahasa Inggris. (Shibatani, 2001: 153). Contohnya pada kata
talento (タレント/ talent). Dalam bahasa Indonesia dan Inggris, talent berarti bakat. Namun
dalam bahasa Jepang, selain berarti bakat, kata talento juga merujuk pada orang yang muncul di acara televisi sebagai pengisi acara, pemain drama televisi dan sebagainya. (Murray, 1999: 133).
Dalam hal ini berarti kosakata talent dalam bahasa Jepang telah mengalami perubahan makna berupa perluasan makna, dengan tambahan makna yang tidak ada dalam kosakata aslinya dalam
bahasa Inggris. Jika talent dalam bahasa Inggris bermakna sama dengan ‘bakat’ atau sainou (才
能), maka kata talento, yang sudah menjadi gairaigo, selain bermakna sainou juga bermakna
‘artis’ atau geinoujin (芸能人). Hal ini juga merupakan salah satu hal yang membingungkan bagi
pembelajar bahasa Jepang, kapan kita boleh menggunakan suatu kosakata gairaigo sebagai
subsitusi untuk padanan katanya dalam bahasa Jepang dan kapan kosakata gairaigo tersebut dianggap tidak tepat digunakan sebagai subsitusi diakibatkan perbedaan makna yang terimplikasi
meskipun sekilas gairaigo yang bersangkutan memiliki makna yang sama dengan padanan katanya dalam wago dan kango.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memutuskan untuk melakukan penelitian
gairaigo. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul: “Analisis Perubahan Makna Kata-kata Serapan (Gairaigo) Bahasa Jepang yang Berasal dari Bahasa Inggris”.
1.2Perumusan Masalah
Interaksi antar bangsa di dunia, baik melalui perdagangan maupun penjajahan,
memungkinkan terjadinya pertukaran dan penyerapan budaya dan bahasa. Didukung dengan
pesatnya perkembangan teknologi informasi pada masa kini mempermudah masyarakat dari
suatu negara untuk mengakses informasi dan budaya dari negara-negara lain melalui berbagai
media misalnya internet, televisi, ataupun majalah dan buku-buku yang diimpor dari
negara-negara luar.
Seiring dengan bertambahnya interaksi bahasa, maka peminjaman kata dari suatu bahasa
ke bahasa lainnya menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Kosakata yang dipinjam dapat
berupa kosakata baru yang belum terdapat dalam kosakata bahasa peminjam ataupun kosakata
yang telah ada dalam kosakata bahasa peminjam. Dalam proses peminjaman tersebut, terjadi
proses penyesuaian yang menyebabkan perubahan kosakata yang dipinjam, baik dari segi
fonologi, morfologi maupun semantik.
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai perubahan makna gairaigo bahasa Jepang yang berasal dari bahasa Inggris, dilihat dari segi semantik, khususnya gairaigo
sering juga dibekukan, makanan lainnya yang berbentuk bulat, suatu gumpalan yang pipih,
sesuatu yang mudah (piece of cake), kue, roti dan sebagainya (The Pocket Oxford Dictionary And Thesaurus, 2006:106) sedangkan keeki didefinisikan sebagai 「西洋風のお菓子」
(seiyoufuu no okashi) (Miura & McGloin, 1994: 52) yang diterjemahkan menjadi kue dari barat. Keeki dalam bahasa Jepang hanya merujuk pada kue yang berasal dari barat sehingga keeki tidak bisa digunakan untuk menyatakan kue tradisional Jepang sedangkan kata cake dapat digunakan untuk menyatakan kue, baik yang berasal dari barat maupun kue tradisional dari negara lain. Hal
ini berarti keeki telah mengalami perubahan makna berupa penyempitan makna jika dibandingkan dengan kata asalnya yaitu cake.
Berdasarkan hal tersebut, penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Gairaigo apa saja yang berasal dari bahasa Inggris yang terdapat dalam majalah Myojo?
2. Apakah ada perubahan makna yang terjadi pada gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris dalam bahasa Jepang jika dibandingkan dengan kata aslinya dalam bahasa Inggris akibat
penyesuaian gairaigo ke dalam bahasa Jepang.
1.3Ruang Lingkup Pembahasan
Penelitian ini hanya mencakup pada perubahan makna kata-kata gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris yang terdapat dalam majalah Myojo. Majalah Myojo diterbitkan oleh
tahun 1958 ini merupakan majalah yang memfokuskan diri pada wawancara dan berita artis-artis
Jepang, perilisan lagu dan ulasan dorama atau film baru serta iklan-iklan.
Gairaigo yang diteliti hanya terbatas pada gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris dikarenakan pada saat ini gairaigo yang terbanyak adalah yang berasal dari bahasa Inggris, seperti yang dinyatakan Ellington (2009: 240) bahwa hampir 80% persen gairaigo dalam bahasa Jepang berasal dari bahasa Inggris. Sisanya berasal dari bahasa Belanda, Portugis, Spanyol,
Prancis, Jerman dan sebagainya. Sumber data untuk gairaigo diambil dari Majalah Myojo edisi
bulan Desember 2008 dan edisi bulan Maret, Mei, Juli, dan November tahun 2009. Penulis
memilih menggunakan majalah sebagai sumber data dikarenakan sebagian besar gairaigo diperkenalkan kepada masyarakat melalui media massa, termasuk koran dan majalah.
Data-data yang dikumpulkan berupa gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris yang terdapat dalam majalah Myojo. Gairaigo yang mengalami perubahan makna kemudian dianalisis
untuk mengetahui perubahan makna yang telah terjadi.
Sebelum melakukan analisis terhadap data-data yang dikumpulkan, penulis terlebih
dahulu memaparkan mengenai pengertian dan jenis-jenis makna; pengertian perubahan makna,
sebab-sebab perubahan makna dan jenis-jenis perubahan makna; serta pengertian, sejarah singkat,
1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pusaka
Gairaigo (外 来 語) merupakan istilah yang dipakai dalam bahasa Jepang untuk
menyebutkan kosakata pinjaman dari bahasa asing, tidak termasuk kosakata pinjaman dari
bahasa China (漢語 / kango). Kata gairaigo berasal dari kata gai (外) yang berarti luar, rai (来)
yang berarti datang dan go (語) yang berarti kata, yang jika diterjemahkan secara langsung dapat
diartikan sebagai kata yang datang dari luar.
Gairaigo mudah dikenali karena penulisannya menggunakan huruf katakana. Penulisan dan pelafalan gairaigo adalah dengan cara mencocokkan bunyi yang di dengar dengan bunyi yang tersedia dalam suku kata bahasa Jepang yang mempunyai bunyi paling dekat dengan bunyi
yang didengar tersebut (Situmorang, 2007:5).
Gairaigo dari bahasa Inggris mulai gencar masuk ke Jepang pada zaman Meiji (1867-1912) dan terus berlangsung sampai sekarang. Banyaknya gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris dikatakan hampir menyamai kata-kata yang dipinjam dari bahasa China (Frellesvig 2010:
403).
Menurut Ellington (2009: 230), ada sekitar 35.000 sampai 40.000 kata-kata pinjaman
dalam bahasa Jepang namun tidak semua kata-kata pinjaman ini merupakan bentuk asli yang
langsung meniru kata-kata awal dari kata-kata pinjaman tersebut. Jepang terkenal sebagai negara
yang ahli mengadaptasi budaya dari luar dan memasukkan ciri khas Jepang dalam budaya
tersebut agar sesuai dengan budaya Jepang asli. Demikian juga halnya dengan bahasa. Kata-kata
pinjaman dalam bahasa Jepang umumnya telah mengalami perubahan penulisan, pelafalan dan
pengejaan dari kata aslinya. Seringkali pergeseran arti juga terjadi pada kata-kata pinjaman di
Gairaigo adalah hasil dari proses peminjaman atau borrowing. ‘Borrowing‘ adalah proses di mana suatu bahasa mengadopsi suatu kata, ungkapan dan sebagainya dari bahasa lain.
Dalam borrowing, umumnya kosakata yang dipinjam tersebut akan disesuaikan sesuai dengan
kebutuhan bahasa peminjam (Hartley, 1982: 106).
Kata-kata yang dipinjam dapat berupa kata-kata baru yang sebelumnya tidak terdapat
dalam kosakata bahasa peminjam ataupun berupa kata-kata yang telah ada dalam kosakata
bahasa peminjam (Nemoianu dalam Denham & Lobeck, 2005: 238). Gairaigo yang
diadaptasikan ke bahasa Jepang dikarenakan bahasa Jepang tidak memiliki kata-kata untuk
mengekspresikan konsep dan acuan baru umumnya tidak mengalami perubahan makna jika
dibandingkan dengan makna gairaigo dalam bahasa asalnya, misalnya rajio dan terebi, yang merupakan singkatan dari terebision. Namun gairaigo yang memiliki padanan kata dalam bahasa Jepang umumnya banyak yang mengalami perubahan makna.
Dengan terjadinya peminjaman bahasa (borrowing), maka banyak menimbulkan kerancuan makna ketika kata-kata yang berasal dari proses peminjaman tersebut dibandingkan
dengan kata-kata dari bahasa asal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran atau
perubahan makna. Makna termasuk dalam kanjian semantik. Oleh karena itu, penelitian ini
merupakan penelitian dari segi semantik. Semantik merupakan salah satu bagian dari linguistik
yang berfokus pada studi mengenai makna. Semantik merupakan istilah yang cukup baru dalam
bahasa Inggris dan semantik sebagai subdisiplin linguistik baru muncul pada abad ke-19, di
mana pada tahun 1825, seorang pakar bernama C.Reisig menyatakan bahwa tata bahasa terbagi
menjadi tiga bagian yaitu etimologi, sintaksis dan semasiologi, yang merupakan istilah lain dari
Pentingnya semantik dalam linguistik kemudian dinyatakan oleh Chomsky dalam Chaer
(2007 : 285), bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen
lain adalah sintaksis dan fonologi), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen
semantik ini. Sutedi (2010: 111) menyatakan bahwa semantik memegang peranan penting,
karena bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi tiada lain adalah untuk menyampaikan
suatu makna. Penelitan yang berhubungan dengan bahasa, apakah struktur kalimat, kosakata,
ataupun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari makna. Teori ini didukung oleh
Ferdinand de Saussure yang menyatakan bahwa studi linguistik tidak ada artinya bila tidak
diikuti dengan studi semantik (Chaer, 2007: 285).
1.4.2 Kerangka Teori
Pembahasan dalam tulisan ini adalah mengenai makna. Kridalaksana (2001: 132)
mengartikan makna (meaning, linguistic meaning, sense) sebagai: 1) maksud pembicara; 2) pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok
manusia; 3) hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antar bahasa dan alam di
luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya; 4) cara menggunakan
lambang-lambang bahasa.
Salah satu fungsi bahasa adalah menyampaikan informasi dan informasi didapatkan
melalui makna yang terdapat dalam sebuah kata ataupun ujaran. Namun makna tidak dapat
disamakan dengan informasi. Makna menyangkut keseluruhan masalah dalam-ujaran
(intralingual), sedangkan informasi hanya menyangkut masalah luar-ujaran (ekstra-lingual).
Dengam kata lain, makna menyangkut semua komponen konsep yang terdapat pada sebuah kata
mati dan meninggal, mekipun kedua kata tersebut sama-sama menyampaikan informasi
mengenai hilangnya nyawa, mati dan meninggal memiliki makna keseluruhan yang berbeda.
Mati umumnya dapat digunakan baik bagi manusia, binatang maupun tumbuhan dan ketika mati
digunakan untuk manusia, kata tersebut terkesan lebih kasar dibandingkan kata meninggal yang
hanya digunakan untuk manusia. (Chaer, 2006: 384-385)
Hannapel & Melenk dalam Indah (2008: 1) menyatakan bahwa makna dapat dilihat dari
dua sisi yaitu:
1. Pemahaman makna suatu kata sesuai dengan makna yang sebenarnya. Pemahaman makna
seperti ini disebut makna leksikal.
2. Pemahaman makna suatu kata yang disesuaikan dengan penggunaan kata tersebut dalam
suatu konteks, pemahaman tersebut disebut dengan teori kontekstual.
Dalam skripsi ini, makna kata yang akan diteliti adalah makna leksikal dan kontekstual.
Menurut Verhaar (2008 : 385), semantik itu dibagi menjadi semantik gramatikal dan semantik
leksikal. Makna leksikal dapat dilihat dari tiap unsur katanya, sedangkan makna gramatikal harus
dilihat dari gabungan seluruh unsurnya. Sutedi (2010:106) menyatakan bahwa makna leksikal
adalah makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan
indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu
kata. Misalnya kata /hon/ yang memiliki makna leksikal buku, dan kata /sakana/ yang memiliki makna leksikal ikan.
Makna kontekstual adalah makna kata yang sesuai dengan konteksnya. Suwandi
(2008:71) menyatakan bahwa makna kontekstual (contextual meaning; situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan situasi pada waktu ujaran dipakai. Menurut
dalam satu konteks ... Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat,
waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.
Pembahasan lain dari penelitian ini adalah mengenai perubahan makna yang terjadi
akibat penyesuaian kosakata yang berasal dari bahasa Inggris menjadi gairaigo dalam bahasa
Jepang. Bahasa merupakan suatu hal yang dinamis dan karena itu perubahan dalam bahasa
merupakan suatu hal yang tidak dapat terhindarkan, seperti yang dikatakan oleh seorang ahli
linguistik Jerman, Wilhelm von Humbodlt dalam Aitchison (2001: 3) bahwa: “There can never be a moment of true standstill in language... By nature, it is a continuous process of development” yang dapat diterjemahkan menjadi “Tidak ada saat di mana bahasa benar-benar berhenti
(berubah)...Secara alami, itu adalah sebuah proses pengembangan yang berkesinambungan.”
Tarigan (1999: 85) menyatakan bahwa perubahan semantik atau perubahan makna kerap
kali berbarengan dengan perubahan sosial yang disebabkan oleh peperangan, perpindahan
penduduk, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, ekonomi, budaya dan faktor-faktor
lainnya. Menurut Bloomfield (1995, 411), inovasi-inovasi yang mengubah makna leksikal, dan
bukan fungsi gramatikal suatu bentuk, diklasifikasikan sebagai perubahan makna atau perubahan
semantis.
Campell (2006: 253) menyatakan bahwa perubahan semantik berurusan dengan
perubahan dalam makna, yang berarti merubah konsep yang berhubungan dengan kata-kata yang
bersangkutan. Perubahan semantik tidak harus diikuti dengan perubahan fonetik ataupun bentuk
penyesuaian yang dilakukan pada saat kata-kata gairaigo dari bahasa Inggris dimasukkan ke
dalam kosakata bahasa Jepang.
1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakannya analisa mengenai penggunaan dan makna gairaigo pada majalah
Myojo adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris yang terdapat dalam
majalah Myojo.
2. Untuk mendeskripsikan perubahan makna yang terjadi pada gairaigo yang berasal dari
bahasa Inggris dalam bahasa Jepang jika dibandingkan dengan kata aslinya dalam bahasa
Inggris akibat penyesuaian gairaigo ke dalam bahasa Jepang.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari diadakannya analisa mengenai penggunaan dan makna gairaigo pada
majalah Myojo adalah sebagai berikut:
1. Menambah perbendaharaan kosakata gairaigo.
2. Menambah wawasan mengenai penggunaan dan makna gairaigo yang berasal dari bahasa
Inggris.
3. Dapat digunakan sebagai pedoman bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih jauh
1.6Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Menurut Chaer (2007: 9), kajian deskriptif biasanya dilakukan terhadap struktur internal bahasa,
yakni struktur bunyi (fonologi), struktur kata (morfologi), struktur kalimat (sintaksis), struktur
wacana dan struktur semantik. Kajian deskriptif ini dilakukan dengan mula-mula mengumpulkan
data, mengklasifikasikan data, lalu merumuskan kaidah-kaidah terhadap keteraturan yang
terdapat pada data itu.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan memanfaatkan metode
penelitian pustakan atau metode library research. Data-data yang dikumpulkan berupa kosakata
gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris yang terdapat dalam majalah Myojo edisi bulan
Desember tahun 2008 dan edisi bulan Maret, Mei, Juli, dan November tahun 2009. Referensi
untuk penulisaan ini diambil dari perpustakaan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara,
perpustakaan Sumatera Utara, perpustakaan Konsulat Jepang serta data-data dari Internet dan
sumber-sumber lainnya.
Menurut Nasution (2001:14), Metode kepustakaan adalah metode yang menggunakan
beberapa aspek penting yang perlu di cari dan di gali dalam studi yang selaras dengan kegiatan
penelitian antara lain: masalah yang ada, teori-teori, konsep-konsep dan penarikan kesimpulan
serta saran.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data-data dari sumber referensi yang berkaitan dengan judul penelitian.
3. Mengumpulkan kosakata gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris yang terdapat dalam majalah Myojo.
4. Mengklasifikasikan dan menganalisis kosakata gairaigo yang telah dikumpulkan.
5. Menyusun data yang telah dianalisis menjadi laporan.
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG GAIRAIGO, MAKNA, DAN
PERUBAHAN MAKNA
2.1Gairaigo
2.1.1 Pengertian Gairaigo
Gairaigo (外 来 語) merupakan istilah yang digunakan dalam bahasa Jepang untuk
menyebutkan kosakata pinjaman dari bahasa asing namun tidak termasuk kosakata pinjaman dari
bahasa China (漢語 / kango). Kata gairaigo berasal dari kata gai (外) yang berarti luar, rai (来)
yang berarti datang dan go (語) yang berarti kata, yang jika diterjemahkan secara langsung dapat
diartikan sebagai kata yang datang dari luar.
Ishiwata dalam 外来語の語源/ Gairaigo no Gogen (1979: iv), menyebutkan bahwa
pengertian gairaigo adalah:
“外来語は外国から日本語の中に入って来た単語である。いわゆる漢語も中国から取り入れた物
であるから、外来語といっても良いが、だいたいはそうでない。日本で外来語というのは、特
にヨーロッパの社言語から日本語の中に入ってきた言語である。”
“Gairaigo wa gaikoku kara nihongo no naka ni haitte kita tango de aru. Iwayuru kango mo chugoku kara
tori ireta mono de aru kara, gairaigo to itte mo yoi ga, daitai wa sou de nai. Nihon de gairaigo to iu no
wa, toku ni yooroppa no shagengo kara nihongo no naka ni haitte kita gengo de aru.”
Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kata-kata yang termasuk
gairaigo dalam bahasa Jepang pada umumnya adalah kata-kata yang berasal dari bahasa negara-negara Eropa dan negara-negara lainnya, tidak termasuk kango yang terlebih dulu dipakai di dalam bahasa Jepang sejak zaman dahulu kala. Menurut Gottlieb (2005: 11), kango berasal dari interaksi antara Jepang dengan China sejak abad ke-5. Panjangnya sejarah kango di Jepang mengakibatkan kebanyakan orang Jepang tidak lagi memandang kango sebagai gairaigo namun sebagai bagian dari kosakata Jepang asli. Oleh karena itu, pada masa sekarang, yang termasuk
dalam gairaigo umumya adalah kata-kata pinjaman yang berasal dari barat ataupun dari negara lain selain China.
Meskipun gairaigo merupakan kata-kata pinjaman dari bahasa luar negeri, nuansa Jepang telah dimasukkan dalam gairaigo sehingga gairaigo tidak dapat disamakan dengan gaikokuko (外国語 / bahasa luar negeri). Sudjianto dan Dahidi (2004: 104) menyatakan bahwa gairaigo
adalah kata-kata yang berasal dari bahasa asing (gaikokugo) lalu dipakai sebagai bahasa nasional (kokugo). Pelafalan dan penulisan gairaigo telah disesuaikan dengan kaidah bahasa Jepang sehingga gairaigo sudah merupakan bagian dari kokugo (国 語 / bahasa dalam negeri).
Penyesuaian yang dilakukan pada gairaigo umumnya menyebabkan perubahan pada kosakata yang bersangkutan baik dari segi fonologi, morfologi maupun semantik sehingga setelah proses
penyesuaian, kosakata gairaigo tersebut seringkali tidak bisa dimengerti oleh pengguna bahasa asli, dalam hal ini bahasa Inggris. (Shibatani, 2001: 153).
Suzuki dalam Gottlieb (11-12) menyatakan bahwa bahasa Jepang sekarang ini dibanjiri
dengan banyak sekali kata-kata pinjaman dalam segala bentuk yang umumnya berasal dari
Inggris. Berkembangnya teknologi juga menjadi penyebab berkembangnya istilah baru yang
Pelajaran bahasa resmi Inggris di sekolah-sekolah di Jepang juga merupakan salah satu
kontributor dari munculnya kata-kata pinjaman baru.
2.1.2 Sejarah Gairaigo
Menurut Frellesvig (2010: 403) masuknya kata-kata pinjaman atau gairaigo dari luar negeri ke bahasa Jepang dibagi menjadi tiga gelombang utama: (a) sebelum zaman Meiji, (b)
dari zaman Meiji sampai akhir Perang Dunia Kedua dan (c) setelah berakhirnya Perang Dunia
Kedua. Kosakata yang masuk pada dua gelombang terakhir dinilai lebih berpengaruh terhadap
bahasa Jepang zaman sekarang dibandingkan kosakata pinjaman yang masuk ke dalam bahasa
Jepang sebelum zaman Meiji, tidak termasuk kango yang merupan pinjaman dari bahasa China, masuk sebelum zaman Meiji dan tetap memiliki pengaruh dalam bahasa Jepang saat ini.
Tradisi peminjaman kosakata asing ke dalam bahasa Jepang ini dimulai dari kontak
bahasa Jepang yang paling awal dengan daratan utama Asia, ketika kata pinjaman datang dari
negara tetangga Jepang seperti: bahasa China (kuni, uma), bahasa Ainu (sake, konbu), bahasa Korea (ki-sen), dan juga daribahasa Sansekerta yang banyak memuat istilah agama Budha, kesa, sara, danna dan sebagainya (Miller, 1980: 237-239).
Masuknya bangsa Portugis ke Jepang pada pertengahan abad ke-16 membawa banyak
kata-kata baru, di mana sebagian besar dari kata-kata tersebut berkaitan dengan budaya dari
Pada masa pengisolasian Jepang dari negara-negara lain selain Belanda yang masih
diberikan izin perdagangan terbatas pada masa itu, bahasa Belanda pun mulai masuk ke dalam
bahasa Jepang. Contoh kata-kata pinjaman dari Belanda misalnya gomu (karet) dari gom, arukoru (alkohol) dari alkohol dan sebagainya. Kemudian pada saat Perang Dunia Kedua, bahasa Jerman juga mulai masuk ke dalam bahasa Jepang. Contohnya kata arubaito (kerja paruh waktu, khususnya bagi murid sekolah) dari kata arbeit. (Miller, 1980: 240-243)
Pada saat semangat nasionalisme sedang berkobar kuat pada tahun 1930-an sampai pada
tahun 1945, pemakaian kata pinjaman asing dilarang oleh pemerintah. Hal ini mengakibatkan
kesulitan bagi banyak orang Jepang, terutama mereka yang bekerjadi bidang yang berhubungan
dengan teknologi. (De Mente, 2004: 72). Stanlaw (2004: 69) menyatakan bahwa pada saat itu,
terjadi gerakan yang berusaha menghilangkan pengaruh asing, bahkan dalam bahasa sekalipun,
dengan cara mengganti gairaigo dengan yamato kotoba. Contohnya kata annaunsu (announcer) diganti dengan hoosoo-in (yang berarti ‘orang yang menyiarkan’).
Namun setelah perang dunia ke-2 berakhir, orang Jepang mulai kembali memakai
kata-kata pinjaman dari bahasa asing. Banyaknya orang Amerika dan ilmuwan yang tersebar di
seluruh Jepang ditambah dengan masuknya film-film Amerika, publikasi dalam bahasa Inggris,
dan pengenalan terhadap beribu-ribu konsep yang tidak memiliki padanan kata Jepang, maka
jumlah gairaigo pun bertambah banyak dengan pesat setelah perang usai. Bom ekonomi yang
terjadi di Jepang pada tahun 1950-an dan berlangsung selama lebih dari 30 tahun juga
merupakan salah satu hal penting yang berperan dalam bertambahnya istilah-istilah teknik yang
di-Jepang-kan dan ditambahkan ke dalam kosakata Jepang. (De Mente 2004: 72)
Menurut De Mente (2004: 72), hampir mustahil bagi orang Jepang untuk berbicara
dari luar negeri yang telah di-Jepang-kan. Dalam semua bidang yang berhubungan dengan bisnis,
dan terutama di bidang teknologi, orang Jepang hampir tidak bisa lepas dari penggunaan gairaigo.
Gairaigo juga banyak dipakai dalam menyebutkan barang-barang elektronik dan dalam
iklan-iklan.
2.1.3 Penulisan Gairaigo
Gairaigo merupakan kata-kata pinjaman dari bahasa asing yang telah mengalami penyesuaian, salah satunya adalahnya penyesuaian dalam penulisan. Gairaigo tidak ditulis dengan menggunakan romanji seperti dalam bahasa asalnya melainkan ditulis dengan menggunakan huruf katakana. Aturan penulisan gairaigo menurut Sudjianto dan Dahidi (2004: 107) adalah sebagai berikut:
1. Konsonan [t] dan [d] ditambahkan dengan vokal [o]
Contoh:
Hint : hinto「ヒント」
Bed : beddo「ベッド」
2. Konsonan [c],[b],[g],[f],[k],[l],[m],[p], dan [s] ditambah vokal [u]
Contoh:
Post : posuto 「ポスト」
Rugby : ragubi「ラグビ」
3. Vokal rangkap yang dalam bahasa alinya dibaca dengan cara dileburkan, dianggap panjang
dan diganti dengan tanda setrip atau garis panjang(―)
Contoh :
Beer : biiru「ビール」
Leader : riidaa「リーダー」
4. Konsonan rangkap diganti dengan menggunakan tsu kecil Contoh :
Dock : dokku「ドック」
Rock : rokku「ロック」
5. Konsonan [l] diganti [r] dan ditambahkan dengan vocal [u]
Contoh:
Milk : miruku「ミルク」
Silver : shirubaa「シルバー」
6. Konsonan [v] diganti menjadi [b]
Contoh :
Elevator : erebeetaa「エレベーター」
Advice : adobaisu「アドバイス」
7. Konsonan r yang tidak diikuti dengan huruf vokal diganti dengan tanda setrip atau garis
panjang(―)
Contoh :
Car : kaa「カー」
Card : kaado「カード」
8. Konsonan [p],[t],[d],[g],[k] di belakang kata yang didahului dengan huruf vokal
dirangkapkan
Cup : koppu「コップ」
Planet : puranetto「プラネット」
9. [~ture] di belakang kata ditulis [chaa / チャ―]
Contoh :
Picture : pikuchaa「ピクチャー」
Adventure : adobenchaa「アドベンチャー」
10.[~tion] di belakang kata ditulis [shon / ション]
Contoh :
Communication : komyunikeeshion「コミュニケーション」
Selain aturan penulisan gairaigo yang di atas, masih banyak aturan-aturan penulisan tidak umum yang hanya berlaku untuk kata-kata tertentu saja. Setiana (2005 : 68) menyatakan bahwa
untuk peraturan penulisan gairaigo tersebut diumumkan dalam rapat badan konsultasi bahasa yang ke-20 Maret 1954, yaitu “Bahasa asing yang lazim dipakai dalam bahasa Jepang
menggunakan penulisan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Untuk bahasa asing yang belum
ditetapkan, penulisannya berdasarkan pendengaran orang Jepang terhadap pelafalan bahasa asal
tersebut, mudah dimengerti oleh masyarakat umum dan sedapat-dapatnya menggunakan
penulisan yang semudah-mudahnya.” Sebagai contoh Venice dalam bahasa Jepang ditulis
menjadi buenezia kemudian diubah lagi menjadi benezia. Penulisan tersebut pada mulanya ditulis berdasarkan kebiasaan yang sering dipakai berdasarkan pelafalan bahasa asal, tapi
kemudian diubah berdasarkan pelafalan yang umum dimasyarakat dan kemudian diubah lagi ke
2.1.4 Karakteristik Gairaigo
Menurut Sudjianto dan Dahidi (2004: 105), banyak hal yang menjadi ciri khas gairaigo yang membedakannya dengan wago, kango, dan konshugo. Ciri-ciri khusus tersebut antara lain: 1. Gairaigo ditulis dengan huruf katakana
2. Terlihat kecenderungan pemakaian gairaigo pada bidang dan lapisan masyarakat yang cukup terbatas, frekuensi pemakaiannya juga rendah
3. Nomina konkrit relatif banyak
4. Ada gairaigo buatan Jepang (waseieigo)
Sudjianto dan Dahidi (2004: 105-107) kemudian menambahkan bahwa beberapa hal yang
menjadi karakteristik gairaigo di dalam bahasa Jepang adalah sebagai berikut: 1. Pemendekan gairaigo
Salah satu ciri kata bahasa Jepang adalah silabel pada setiap katanyasebagian besar
berbentuk silabel terbuka, dengan kata lain setiap silabel diakhiridengan bunyi vokal. Oleh
karena itu silabel tertutup pada kata bahasa asing yangakan dijadikan gairaigo bahasa harus
di ubah menjadi silabel terbuka dengan cara menambahkan bunyi vokal pada setiap konsonan
pada silabel tersebut. Misalnya pada kata strike kalau dijadikan gairaigo akan menjadi sutoraiku yang memiliki 5 buah silabel. Hal ini yang menjadikan gairaigo-gairaigo tertentu terasa panjang. Dikarenakan suatu gairaigo dianggap terlalu panjang, maka tidak sedikit gairaigo yang dipendekkan sehingga terkesan lebih praktis dan mudah digunakan.
Contoh:
コネクション (konekushon) ‘Koneksi’ = コネ (kone)
マ ス コ ミ ュ ニ ケ ー シ ョ ン (masukomyunikeshion) ‘Komunikasi Massa’ = マ ス コ ミ
2. Perubahan kelas kata pada gairaigo
Kelas kata yang paling banyak terdapat di dalam gairaigo adalah nomina, selain itu
ada juga kata-kata yang tergolong adjektiva. Didalam pemakaian gairaigo ada beberapa kelas
kata nomina dan adjektiva yang berubah menjadi verba. Misalnya:
デモ+る (demo + ru)
サボ+る (sabo + ru)
Kata demo berasal dari kata bahasa Inggris, demonstration ‘unjuk rasa’. Setelah diserap ke dalam bahasa Jepang, kata demo yang merupakan nomina kemudian ditambah akhiran ru sehingga menjadi verba. Perubahan kelas kata ini juga mengakibatkan terjadinya perubahan makna dari kata demo yang awalnya bermakna ‘unjuk rasa’ menjadi ‘melakukan aksi unjuk rasa’. Demikian juga dengan kata sabo yang berasal dari kata bahasa Prancis, sabot atau sabotage. Kata sabo yang bermakna ‘sabotase’ merupakan nomina yang kemudian ditambah akhiran ru sehingga berubah kelas kata menjadi verba yang bermakna ‘melakukan sabotase’.
3. Penambahan sufiks /na/ pada gairaigo kelas kata adjektiva
Salah satu ciri khas bahasa Jepang adalah di dalam kelas katanya memiliki memiliki
dua macam adjektiva /i/ dan /na/. Ciri ini tidak dimiliki oleh bahasa lain sehingga tidak jelas apakah suatu adjektiva dari bahasa asing itu termasuk adjektiva /i/ atau /na/. Oleh sebab itu terjadilah proses penambahan sufiks /na/ pada gairaigo kelas kata adjektiva sehingga menjadi jelas bahwa gairaigo tersebut termasuk kelas kata adjektiva /na/ bukan sebagai adjektiva /i/. Misalnya:
ユニークな (yuniikuna)
4. Pergeseran makna gairaigo
Masing-masing gairaigo memiliki makna sesuai dengan kata aslinya. Namun, sejalan dengan perkembangan pemakaiannya, ada gairaigo yang memiliki makna terbatas pada makna kata aslinya dan ada juga gairaigo yang mengalami pergeseran makna dari makna
aslinya. Sebagai contoh kata ミシン(mishin) pada mulanya berarti mesin (マシン/ mashin = 機会 / kikai). Tetapi sekarang kata ミシン(mishin) terbatas pada kikai yang dipakai untuk
menjahit pakaian (mesin jahit). Sedangkan untuk menyatakan mesin pada umumnya dipakai
kata kikai.
2.1.5 Kriteria Gairaigo
Sudjianto dan Dahidi (2004: 107-108) menyatakan bahwa gairaigo dipungut dari suatu bahasa dengan criteria yang mencakup empat hal, yakni:
1. Ketiadaan kata di dalam bahasa Jepang untuk mendeskripsikan sesuatu yang dikarenakan
budaya
2. Nuansa makna yang terkandung pada suatu kata asing tidak dapat diwakili oleh padanan kata
yang ada pada bahasa Jepang
3. Kata asing yang dijadikan gairaigo dianggap efektif dan efisien
4. Kata asing menurut rasa bahasa dianggap mempunyai nilai rasa agung, baik dan harmonis.
2.1.6 Pembentukan Gairaigo
sebagainya dari bahasa lain. Dalam borrowing, umumnya kosakata yang dipinjam tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan bahasa peminjam (Hartley, 1982: 106).
Hsia (1989: 12) menyatakan bahwa oleh beberapa ahli antropologis, kontak bahasa
dianggap sebagai bagian dari kontak budaya dan borrowing adalah sebagai contoh dari difusi budaya, berupa penyebaran sebagian budaya (bahasa) dari suatu masyarakat ke masyarakat
lainnya. Kata-kata yang dipinjam dapat berupa kata-kata baru yang sebelumnya tidak terdapat
dalam kosakata bahasa peminjam ataupun berupa kata-kata yang telah ada dalam kosakata
bahasa peminjam.
Ada tiga jenis borrowing/loans menurut Hsia (1989: 23), yaitu sebagai berikut:
1. Loanwords, di mana morfem suatu kata diimpor secara penuh. Loanwords kemudian diklasifikasikan lagi sesuai dengan subsitusi fonemik yang terjadi, tidak ada sama sekali,
sebagian atau secara keseluruhan.
2. Loanblends, di mana morfem suatu kata hanya diimpor sebagian; ada sebagian morfem dari bahasa asli yang disubtitusikan sebagai bagian dari kata asing yang dipinjam.
3. Loanshifts, di mana morfem suatu kata yang diimpor disubsitusikan secara keseluruhan. Loanshift kemudian diklasifikasikan lagi menjadi “loanshift creation” dan “loanshift extensions”. Untuk loanshift creation, hanya susunan morfem yang diimpor dari kata asing sedangkan dalam loanshift extensions, hanya makna yang diimpor.
Sebagian besar gairaigo dari bahasa Inggris di Jepang termasuk dalam loanwords, misalnya kata-kata seperti コミュニケーション (communication/ komunikasi), コンサート
(concert/ konser), イマジネーション (imagination/ imajinasi) dan sebagainya. Loanblends
huruf kanji. Kata ini lalu digabungkan dengan kata ブラシ (burashi) yang merupakan kata
pinjaman dari bahasa Inggris ‘brush’ yang berarti sikat. Contoh lain dari loanblends dapat terlihat pada kata ヘアゴム (heagomu/ karet rambut) yang berasal dari kata hair dari bahasa
Inggris yang berarti rambut dan kata gom dari bahasa Belanda yang berarti karet. Dalam bahasa Jepang, loanshift dapat disamakan dengan wasei-eigo yang juga merupakan bagian dari gairaigo. Contoh loanshift menurut dapat terlihat dalam kata ペーパードライバー (paper driver) yang
berasal dari kata-kata bahasa Inggris yaitu paper (kertas) dan driver (pengemudi). Peepaadoraibaa dalam bahasa Jepang memiliki makna orang yang memiliki surat izin mengemudi namun jarang mengendarai mobil. Kata ini muncul disebabkan karena untuk
memiliki mobil di Jepang cukup sulit, terutama di daerah berpenduduk padat di mana para
pemilik mobil sulit mendapatkan garasi ataupun tempat untuk memarkirkan mobil. Karena itulah,
banyak orang muda, terutama kaum wanita, memiliki surat izin mengemudi namun jarang
menggunakannya (Stanlaw, 2004: 42). Kata paper driver tidak digunakan dalam bahasa Inggris sehingga kata tersebut tidak memilki makna dalam bahasa aslinya
2.1.7 Jenis-jenis Gairaigo
Setiawan dalam Muzdalifah (2011: 22-24) menyatakan bahwa gairaigo secara garis besar terdiri
dari 5 jenis; representational, replacement, truncated, altered, dan pseudo terms
1. Representational: istilah ini mewakili objek dari luar dan yang pengertiannya tidak mempunyai padanan kata dalam bahasa Jepang, seperti: バナナ、メロン、ボール、dan
コンピュータ.
Jepang yaitu 目録 (もくろく) dan juga kata プロガム yang mempunyai padanan kata 計画
(けいかく). Kata serapan jenis ini digunakan karena lebih praktis dan lebih familiar untuk
menulis surat resmi atau dokumen dibandingkan harus menulis dengan kata aslinya dalam
bahasa Jepang.
3. Truncated: jenis kata serapan yang dipotong ini adalah versi pendek dari kata serapan aslinya. Truncated ternyata menyebabkan kesulitan bagi pendengar yang mengerti bahasa
Inggris karena kata-kata yang disingkat tidak dalam bentuk pemotongan yang normal dalam
bahasa Inggris. Kata serapan ini menggunakan pemotongan dan memendekkan kata,
kata-kata yang panjang sering dipotong ke bentuk yang lebih pendek. Kata serapan jenis ini dapat
terjadi dengan cara mengambil kana pertama dari setiap kata, mengambil masing-masing
suku pertama dari dua kata, mengambil dua kana pertama dari setiap kata dan sebagainya
kemudian membentuk sebuah suku kata baru. Contoh: kata フ ァ ミ リ ー レ ス ト ラ ン
disingkat menjadi ファミレス, kata プレーステーション menjadi プレースタ, kata パー
ソナルコンピュータ menjadi パソコン dan sebagainya.
4. Altered: istilah ini dipergunakan untuk kata serapan yang berubah artinya setelah masuk ke dalam bahasa Jepang. Contoh: ハイカラ dari kata high collar (kerah tinggi) dalam bahasa
Jepang berarti modis dan kata ワイシャツ dari kata white shirt (baju putih) dalam bahasa
Jepang berarti pakaian.
5. Pseudo terms: kata-kata baru yang tercipta dari kata-kata bahasa asing dan huruf yang sudah ada sebelumnya. Contoh: kata オエル yang berasal dari akronim Inggris OL (Office Lady)
dan kata オールドミス yang diambil dari kata bahasa Inggris old dan miss, sementara kata
Teori lain mengenai jenis gairaigo diutarakan Webb dalam Maeda (1995:3) yang
menyatakan bahwa gairaigo dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Kata-kata majemuk yang tidak terdapat dalam bahasa Inggris, contohnya: en-suto (engine stop), gattsu-poozu (guts pose), gooru-in (goal in) dan sebagainya.
2. Kata-kata yang dipendekkan, contohnya: katsu (cutlet), hoomu (platform), waa-puro (word processor), dan sebagainya.
3. Kata-kata yang pelafalannya sangat berbeda dengan pelafalan kata-kata yang bersangkutan
dalam bahasa Inggris, contohnya: biniiru (vinyl), shinnaa (thinner), kaabu (curb), dan sebagainya.
4. Kata-kata yang makna dan penggunaannya berbeda dengan kata aslinya dalam bahasa
Inggris, contohnya: manshon (mansion), saidaa (cider), sutairu (style), charenji (challenge), dan sebagainya.
5. Kata-kata yang diambil dari bahasa Inggris yang tidak lazim digunakan dalam bahasa aslinya,
contohnya: kurakushon (klaxon), maikurobasu (microbus), mootaa-puuru (motorpool), dan sebagainya.
6. Kata-kata yang diambil dari British English (bahasa Inggris yang hanya digunakan di negara
Inggris) dan tidak digunakan dalam American English (bahasa Inggris yang digunakan di
Amerika), contohnya: bonnetto (bonnet of a car), seroteepu (sellotape), supana (spanner), dan sebagainya.
7. Kata-kata yang dipinjam dari bahasa Eropa yang lain selain bahasa Inggris, contohnya:
Dari kedua teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jenis-jenis gairaigo yang umum yaitu gairaigo yang tidak memiliki padanan kata dalam bahasa Jepang asli, gairaigo yang dipendekkan, gairaigo yang makna dan penggunaannya berbeda dengan kata aslinya dan gairaigo yang dibentuk dari kata-kata bahasa Inggris, di mana kata-kata tersebut tidak digunakan dalam bahasa aslinya
2.1.8 Wasei-eigo
Wasei-eigo adalah kata-kata bahasa Inggris yang dipakai hanya di Jepang atau dengan kata lain, wasei-eigo adalah bahasa Inggris yang dihasilkan di Jepang (McArthur, 2003: 18). De Mente (2004: 305) menyebut wasei-eigo sebagai Made-in-Japan English. Salah satu alasan penggunaan gairaigo dalam bahasa Jepang adalah kata yang diimpor tersebut tidak ada dalam bahasa Jepang asli. Kadang kata yang diimpor memiliki padanan kata dalam bahasa Jepang
namun memiliki perbedaan nuansa dan penggunaan baik dengan bahasa asli dari bahasa Inggris
maupun padanan kata dalam bahasa Jepang, sehingga gairaigo ini seperti sebuah kata yang baru. Dalam kasus lain, orang Jepang mengambil kata ataupun frase dari bahasa Inggris dan
memberikan arti yang baru sehingga pembicara asli bahasa Inggris harus mempelajari kata atau
frase tersebut sebagai bagian dari bahasa Jepang, bukannya memperlakukan kata dan frase
tersebut sebagai bahasa Inggris. Kata-kata yang diberi arti yang baru inilah yang disebut wasei-eigo. (De Mente 2004: 305)
Masih dalam De Mente (2004: 306), disebutkan bahwa sebagian besar wasei-eigo diperkenalkan ke Jepang oleh media massa, termasuk surat kabar, publikasi bisnis, majalah
fashion, majalah hiburan, dan buku komik. Perusahaan iklan dan bisnis juga merupakan
menyentuh sisi emosional dari orang Jepang dengan memberikan gambaran sesuatu yang
memuaskan, sesuatu yang asing, romantis dan bahagia. Jika kata-kata tersebut benar-benar
menarik dan berguna, maka kata-kata tersebut akan terus digunakan dan dimasukkan ke dalam
kamus.
Untuk memahami gairaigo dan terutama wasei-eigo, diperlukan pengetahuan mengenai kebudayaan Jepang karena kebudayaan Jepang merupakan salah satu kontribusi terbesar
penyebab terjadinya perubahan makna dalam gairaigo dan wasei-eigo. Salah satu contoh wasei-eigo yang paling umum adalah kata wanmanka yang berasal dari kata ‘one man car’. Kata ‘one man car’ tidak digunakan dalam bahasa Inggris meskipun kata-kata yang digunakan untuk membentuk kata ‘one man car’ berasal dari bahasa Inggris, yaitu kata ‘one’ yang berarti satu, ‘man’ yang berarti manusia dan ‘car’ yang berarti mobil. Jika diterjemahkan secara harafiah, kata tersebut bermakna ‘mobil (untuk) satu orang’. Namun untuk mengerti makna sebenarnya
dari kata wanmanka, kita perlu terlebih dahulu memahami sistem tranportasi umum di Jepang. Pada awalnya, bus umum di Jepang dikemudikan oleh seorang supir dan seorang kondaktur
bertugas memungut biaya dari para penumpang, mengumumkan tempat pemberhentian dan
menenangkan penumpang jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau di luar dugaan. Namun
seiring berkembangnya waktu, diikuti dengan kurangnya tenaga kerja di Jepang dan kenyataan
bahwa kondaktur-kondaktur bus dibayar dengan upah yang sangat sedikit,
perusahaan-perusahaan bus umum di Jepang kemudian memutuskan untuk menghilangkan posisi kondaktur
dalam bus dan inilah yang menjadi asal mula terbentuknya kata wanmanka, yaitu bus umum yang dikendarai oleh supir yang sekaligus berfungsi sebagai kondaktur. (Miller 1980: 251-252)
penambahan kata stand di depan kata bar dalam bahasa Jepang adalah karena di Jepang, kata bar umumnya diasosiakan dengan lingkungan bar yang seperti kabaret, di mana minuman disajikan sampai ke meja para pelanggan oleh pelayan. Seiring dengan perkembangan zaman, bar yang lebih sederhana dan praktis mulai diminati oleh kaum muda, di mana pelanggan bisa memesan
minuman di counter tempat para bartender langsung menyiapkan minuman. Bar yang seperti
itulah yang kemudian dikenal dengan kata sutando baa di Jepang. (Miller 1980: 252)
2.1.9 Pengaruh Gairaigo
Menurut Weinreich (1979: 54-55), jika kata-kata pinjaman telah memiliki padanan kata
dalam bahasa peminjam, maka hal tersebut akan mempengaruhi kosakata yang telah ada yaitu
sebagai berikut:
1. Kebingungan dalam pemakaian
Kebingungan dalam membedakan pemakaian antara kata-kata yang lama dengan
kata-kata yang baru umumnya terjadi pada tahap awal kontak bahasa. Dalam hal
kebingungan semantik ini, umumnya, satu dari istilah tersebut kemudian akan dijadikan
sebagai istilah tetap untuk menyatakan ekspresi yang merupakan gabungan dari makna yang
terkandung dalam istilah-istilah yang bersangkutan, dan istilah yang lain akan ditinggalkan.
kata tersebut memiliki makna yang berbeda seperti yang diungkapkan Miura dan McGloin
(1994: 65), bahwa:
“「ガラス」はオランダ語の glas から入った単語で、窓のガラスなどの材料を指すだけ
であるが、いっぽう「グラス」の方は英語の glass から入った外来語で、洋酒を飲む時
の容器を指す。”
“[Garasu] wa Oranda go no glas kara haitta tango de, mado no garasu nado no zairyō o sasu dake
de aru ga, ippou [gurasu] no hou wa eigo no glass kara haitta gairai-go de, youshu o nomu toki no youki o sasu.”
“[Garasu] adalah kata yang berasal dari kata ‘glas’ dalam bahasa Belanda, dan hanya mengacu pada material seperti kaca jendela, sedangkan [gurasu] yang berasal dari bahasa Inggris ‘glass’ hanya mengacu pada peralatan yang digunakan pada saat meminum minuman keras dari negara barat”
Baik glas maupun glass jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, keduanya sama-sama bermakna gelas maupun kaca, tetapi dalam bahasa Jepang, garasu yang berasal dari glas hanya memiliki makna kaca seperti kaca jendela, kaca mobil dan sebagainya. Sedangkan kata gurasu yang berasal dari bahasa Inggris ‘glass’ hanya bermakna gelas minuman yang terbuat dari kaca, khususnya gelas yang digunakan untuk meminum minuman
keras yang berasal dari negara Barat misalnya gelas untuk wine. Hal ini dapat menyebabkan
kebingungan dalam pemakaian khususnya bagi para pembelajar bahasa Jepang.
2. Hilangnya kata-kata lama
Kata-kata lama bisa dihapuskan dikarenakan makna kata-kata lama tersebut dapat
digantikan secara penuh oleh kata-kata pinjaman. Hal ini bisa terjadi jika kata-kata pinjaman
tersebut ditransfer secara penuh ataupun direproduksi secara keseluruhan. Misalnya ketika
(dimana kata paper mengalami penyesuaian dalam penulisan menjadi pejper), kata asli Amer-Yiddish untuk menyatakan koran yaitu blat atau tsajlung tidak lagi digunakan. Contoh dalam bahasa Jepang seperti yang dinyatakan oleh Passin dalam Shibatani (2001: 153) bahwa
kosakata pinjaman Inggris banyak yang digunakan sebagai pengganti kango. Contohnya: tyoomen sekarang lebih sering disebut nooto (note), hyakkaten digantikan depaato, sikihu digantikan siitu (sheets), syokutaku digantikan tebuuru (table).
3. Baik kata-kata baru maupun lama sama-sama bertahan namun dengan spesifikasi dalam
makna
Jika kata-kata lama dan kata-kata pinjaman sama-sama bertahan dalam kosakata suatu
bahasa, maka kata-kata tersebut umumnya akan mengalami spesifikasi atau penyempitan
makna. Contohnya pada kata lojer yang merupakan kata pinjaman dalam bahasa Amer-Yiddish dari kata lawyer yang berasal dari bahasa Inggris. Lojer hanya digunakan untuk menyebutkan pengacara yang berasal dari Amerika Serikat; mengalami penyempitan makna
jika dibandingkan dengan kata aslinya dalam bahasa Inggris di mana lawyer dalam bahasa Inggris digunakan untuk menyebutkan pengacara secara umum. Kata-kata lama dalam
bahasa Amer-Yiddish yaitu advokat juga mengalami penyempitan atau spesifikasi makna menjadi hanya digunakan untuk menyebutkan pengacara-pengacara selain pengacara yang
berasal dari Amerika Serikat ataupun bisa digunakan untuk menyebutkan pengacara tanpa
memperhatikan negara asal pengacara yang bersangkutan. Contoh dalam bahasa Jepang
dapat dilihat pada kata tsuna (tuna) dan maguro. Kedua kata tersebut sama-sama memiliki arti tuna namun masing-masing memiliki spesifikasi makna. Menurut Miura dan McGloin
(1994: 54), “「ツナ」はサンドイッチやサラダに使うかんつめのものだけで、他の場
dake de, hoka no baai wa [maguro] de aru.” Yang dapat diterjemahkan menjadi, ‘tsuna” hanya digunakan untuk menyatakan tuna kalengan yang dipakai dalam sandwich dan salad,
selain itu semuanya menggunakan kata maguro.
Dari ketiga pengaruh yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa dua di antara
ketiga pengaruh gairaigo menyebabkan terjadinya perubahan makna jika dibandingkan dengan
makna kata dalam bahasa aslinya. Perubahan makna itu terjadi karena sebelum gairaigo yang
bersangkutan masuk ke dalam bahasa Jepang, telah ada padanan kata dalam bahasa Jepang asli
untuk gairaigo tersebut sehingga menyebabkan terjadinya kebingungan dalam pemakaian dan
spesifikasi makna atau penyempitan makna.
Murray (1999: 129) menyatakan bahwa kata-kata pinjaman sejatinya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pemakaian kata-kata yang tidak terdapat dalam bahasa Jepang asli seperti
roti (pan dari Portugis), kaleng (buriki dari Belanda) dan sebagainya. Namun pada zaman sekarang, kata-kata pinjaman umumnya digunakan dengan alasan praktis. Kosakata pinjaman
dianggap praktis karena seringkali beberapa kata dalam bahasa Jepang dapat diringkas menjadi
satu atau dua kata jika menggunakan kosakata pinjaman. Contohnya: kata imeji daun (image down). Sinonim imeji doun dalam bahasa Jepang asli adalah hyouban ga waruku naru, suatu ekspresi yang lebih panjang dan kurang fleksibel jika dibandingkan dengan persamaan katanya
yang merupakan kosakata pinjaman.
Penambahan makna juga sering terjadi dalam kosakata pinjaman dari bahasa Jepang.
Salah satu contoh yang paling umum adalah kata バイキング (baikingu/ Viking). Kata Viking
(merupakan kata serapan dari bahasa Norse tua dalam bahasa Inggris) merujuk pada suku bangsa
dari daerah utara di Eropa, namun dalam bahasa Jepang, kata バ イ キ ン グ mengalami