PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH
TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK
BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN
Oleh:
IMA MAFTUHAH
A24104022
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
SUMMARY
IMA MAFTUHAH. The Effect of Various Soil Ameliorant on Physical Properties of Latosol soils for Vegetables Cultivation. Supervised byASTIANA
SASTIONOandBASUKI SUMAWINATA.
Vegetables need proper physical conditions of soil, for instance fertile, porous, has a good aeration and drainage, and also capable to holding enough water. Those conditions are required by the smooth root of vegetables to support its growth. Vegetables are generally cultivated on Andosol soils which are spread around the mountain areas and eroded easily, in order that, most of Andosol soils are used as conservation areas or protected forest. The best alternative to bear vegetables cultivation areas is Latosol soils since the soils are dominant and widely spread in Indonesia. However, the physical properties of Latosol soils are not good enough for vegetables cultivation compared with Andosol soils. To overcome these, in this research some soil ameliorant were added into Latosol soils to increase the good properties condition to support the growth of vegetables. The research was aimed to study the effect of various soil ameliorant on physical properties of Latosol soils for vegetables cultivation.
There were six treatments in this research, i.e. soil and husk charcoal (1/2:1/2), soil and cocopeat (1/2:1/2), soil and compost (1/2:1/2), soil and compost and mixed husk charcoal (1/3:1/3:1/3), soil and compost and mixed with cocopeat (1/3:1/3:1/3), and control (soil tillage without soil ameliorant addition). Soil sampling for each treatment was carried out after the soils were used to cultivate vegetables and after the harvest time, and those soils still in the naturally condition after for one year.
RINGKASAN
IMA MAFTUHAH. Pengaruh Berbagai Bahan Pembenah Tanah terhadap Sifat Fisik Tanah Latosol untuk Budidaya Tanaman Sayuran. Di bawah bimbingan
ASTIANA SASTIONOdanBASUKI SUMAWINATA.
Tanaman sayuran membutuhkan kondisi fisik tanah yang gembur, porous, memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta mampu menahan air yang cukup banyak. Kondisi tersebut merupakan prasyarat agar akar tanaman sayuran yang relatif halus dapat berkembang dengan baik. Pada umumnya tanaman sayuran dibudidayakan pada tanah Andosol yang tersebar di daerah pegunungan dan memiliki sifat mudah tererosi sehingga sebagian besar tanah Andosol digunakan sebagai lahan konservasi atau hutan lindung. Jenis tanah yang dapat dipakai sebagai alternatif terbaik untuk mendukung pengembangan areal budidaya tanaman sayuran yaitu tanah Latosol karena sebarannya yang dominan dan areanya luas di Indonesia. Namun, tanah Latosol memiliki kondisi fisik yang masih kurang baik untuk budidaya tanaman sayuran dibandingkan dengan tanah Andosol. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam penelitian ini diperlukan perlakuan untuk meningkatkan beberapa sifat fisik yang baik dengan pemberian bahan pembenah tanah pada tanah Latosol agar dapat mendukung pertumbuhan tanaman sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian berbagai jenis bahan pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah Latosol untuk budidaya tanaman sayuran.
Penelitian terdiri atas enam perlakuan yaitu, tanah dengan arang sekam (1/2:1/2), tanah dengan cocopeat (1/2:1/2), tanah dengan kompos (1/2:1/2), tanah dengan kompos ditambah arang sekam (1/3:1/3:1/3), tanah dengan kompos ditambah cocopeat (1/3:1/3:1/3), serta kontrol (perlakuan pengolahan tanah tanpa penambahan bahan pembenah tanah). Pengambilan contoh tanah pada masing-masing perlakuan tersebut dilakukan setelah ditanami dengan tanaman sayuran dan setelah pemanenan, dan tanah dibiarkan secara alami selama satu tahun.
PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH
TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK
BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN
Oleh:
IMA MAFTUHAH
A24104022
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Pengaruh Berbagai Bahan Pembenah Tanah terhadap Sifat Fisik Tanah Latosol untuk Budidaya Tanaman Sayuran
Nama : Ima Maftuhah
Nomor NRP : A24104022
Program Studi : Ilmu Tanah
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Astiana Sastiono, M.Sc Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr NIP. 19501108 197903 2 002 NIP. 19570610 198103 1 003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1 002
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Mursid
dan Ibu Suharni. Penulis dilahirkan di Pandeglang, pada tanggal 19 Juli 1986.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Tegal Wangi II Menes,
Pandeglang pada tahun 1998. Selanjutnya pada tahun 2001 penulis menyelesaikan
pendidikan di MTS Swasta Mathla’ul Anwar Menes, Pandeglang dan di SMA Swasta Mathla’ul Anwar Menes, Pandeglang pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis bergabung dalam
FKRJ (Forum Komunikasi Rohis Jurusan) BEM-A periode 2004/2005 dan
periode 2005/2006 serta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas
Pertanian periode 2006/2007. Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim. Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas segala rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi yang berjudul “PengaruhBerbagai Bahan Pembenah Tanah terhadap Sifat Fisik TanahLatosol untuk Budidaya Tanaman Sayuran” ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan baik
dalam penelitian maupun dalam penulisan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada:
1. Dr. Ir. Astiana Sastiono, M.Sc dan Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, memberikan pelajaran
hidup yang tidak terlupakan, memotivasi dan membantu selama proses
penelitian dan penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Suwardi, M.Agr dan Dr. Rahayu Widyastuti selaku dosen penguji
yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi.
3. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc terimakasih atas saran-sarannya.
4. Kak Oka terima kasih atas bantuannya.
5. Bapak dan mamah, atas kasih sayang, kepercayaan, kesabaran serta
dukungan moril dan materiil yang telah diberikan selama ini yang
dicurahkan semata-mata demi keberhasilan anak-anaknya. Serta adik-adikku
tersayang Imam Maulana dan Levi St Nurkhafidzoh atas canda tawa dan
6. Segenap keluarga yang senantiasa mendukung dalam do’a dan mencurahkan kasih sayangnya serta segala bantuan untuk kelancaran
penyelesaian studi dan penulisan skripsi.
7. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
khususnya bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas segala ilmu yang diberikan.
8. Dina Alva terima kasih atas bantuannya.
9. Teman-teman di Wisma La-Sapienza atas kebersamaan yang begitu indah.
10. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penulisan ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
Bogor, November 2009
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Hipotesis ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Tanaman Sayuran ... 3
2.2 Bahan Pembenah Tanah ... 4
2.2.1 Arang Sekam ... 5
2.2.2 Cocopeat ... 6
2.2.3 Kompos ... 7
2.3 Sifat Umum Tanah Andosol ... 8
2.4 Sifat Umum Tanah Latosol ... 9
2.5 Sifat Fisik Tanah dan Pertumbuhan Tanaman ... 9
III. BAHAN DAN METODE ... 12
3.1 Tempat dan Waktu ... 12
3.2 Bahan dan Alat ... 12
3.3 Metode Penelitian ... 13
3.3.1 Perlakuan Penelitian ... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
4.1 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Bobot Jenis Partikel, Bobot Isi dan Total Ruang Pori Tanah ... 19
4.2 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Volume Air Lapang ... 23
4.3 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Pori Tanah ... 24
4.4 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap C-Organik Tanah ... 26
4.5 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Agregat Tanah ... 27
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
5.1 Kesimpulan ... 29
5.2 Saran ... 30
VI. DAFTAR PUSTAKA ... 31
PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH
TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK
BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN
Oleh:
IMA MAFTUHAH
A24104022
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
SUMMARY
IMA MAFTUHAH. The Effect of Various Soil Ameliorant on Physical Properties of Latosol soils for Vegetables Cultivation. Supervised byASTIANA
SASTIONOandBASUKI SUMAWINATA.
Vegetables need proper physical conditions of soil, for instance fertile, porous, has a good aeration and drainage, and also capable to holding enough water. Those conditions are required by the smooth root of vegetables to support its growth. Vegetables are generally cultivated on Andosol soils which are spread around the mountain areas and eroded easily, in order that, most of Andosol soils are used as conservation areas or protected forest. The best alternative to bear vegetables cultivation areas is Latosol soils since the soils are dominant and widely spread in Indonesia. However, the physical properties of Latosol soils are not good enough for vegetables cultivation compared with Andosol soils. To overcome these, in this research some soil ameliorant were added into Latosol soils to increase the good properties condition to support the growth of vegetables. The research was aimed to study the effect of various soil ameliorant on physical properties of Latosol soils for vegetables cultivation.
There were six treatments in this research, i.e. soil and husk charcoal (1/2:1/2), soil and cocopeat (1/2:1/2), soil and compost (1/2:1/2), soil and compost and mixed husk charcoal (1/3:1/3:1/3), soil and compost and mixed with cocopeat (1/3:1/3:1/3), and control (soil tillage without soil ameliorant addition). Soil sampling for each treatment was carried out after the soils were used to cultivate vegetables and after the harvest time, and those soils still in the naturally condition after for one year.
RINGKASAN
IMA MAFTUHAH. Pengaruh Berbagai Bahan Pembenah Tanah terhadap Sifat Fisik Tanah Latosol untuk Budidaya Tanaman Sayuran. Di bawah bimbingan
ASTIANA SASTIONOdanBASUKI SUMAWINATA.
Tanaman sayuran membutuhkan kondisi fisik tanah yang gembur, porous, memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta mampu menahan air yang cukup banyak. Kondisi tersebut merupakan prasyarat agar akar tanaman sayuran yang relatif halus dapat berkembang dengan baik. Pada umumnya tanaman sayuran dibudidayakan pada tanah Andosol yang tersebar di daerah pegunungan dan memiliki sifat mudah tererosi sehingga sebagian besar tanah Andosol digunakan sebagai lahan konservasi atau hutan lindung. Jenis tanah yang dapat dipakai sebagai alternatif terbaik untuk mendukung pengembangan areal budidaya tanaman sayuran yaitu tanah Latosol karena sebarannya yang dominan dan areanya luas di Indonesia. Namun, tanah Latosol memiliki kondisi fisik yang masih kurang baik untuk budidaya tanaman sayuran dibandingkan dengan tanah Andosol. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam penelitian ini diperlukan perlakuan untuk meningkatkan beberapa sifat fisik yang baik dengan pemberian bahan pembenah tanah pada tanah Latosol agar dapat mendukung pertumbuhan tanaman sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian berbagai jenis bahan pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah Latosol untuk budidaya tanaman sayuran.
Penelitian terdiri atas enam perlakuan yaitu, tanah dengan arang sekam (1/2:1/2), tanah dengan cocopeat (1/2:1/2), tanah dengan kompos (1/2:1/2), tanah dengan kompos ditambah arang sekam (1/3:1/3:1/3), tanah dengan kompos ditambah cocopeat (1/3:1/3:1/3), serta kontrol (perlakuan pengolahan tanah tanpa penambahan bahan pembenah tanah). Pengambilan contoh tanah pada masing-masing perlakuan tersebut dilakukan setelah ditanami dengan tanaman sayuran dan setelah pemanenan, dan tanah dibiarkan secara alami selama satu tahun.
PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH
TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK
BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN
Oleh:
IMA MAFTUHAH
A24104022
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Pengaruh Berbagai Bahan Pembenah Tanah terhadap Sifat Fisik Tanah Latosol untuk Budidaya Tanaman Sayuran
Nama : Ima Maftuhah
Nomor NRP : A24104022
Program Studi : Ilmu Tanah
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Astiana Sastiono, M.Sc Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr NIP. 19501108 197903 2 002 NIP. 19570610 198103 1 003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1 002
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Mursid
dan Ibu Suharni. Penulis dilahirkan di Pandeglang, pada tanggal 19 Juli 1986.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Tegal Wangi II Menes,
Pandeglang pada tahun 1998. Selanjutnya pada tahun 2001 penulis menyelesaikan
pendidikan di MTS Swasta Mathla’ul Anwar Menes, Pandeglang dan di SMA Swasta Mathla’ul Anwar Menes, Pandeglang pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis bergabung dalam
FKRJ (Forum Komunikasi Rohis Jurusan) BEM-A periode 2004/2005 dan
periode 2005/2006 serta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas
Pertanian periode 2006/2007. Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim. Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas segala rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi yang berjudul “PengaruhBerbagai Bahan Pembenah Tanah terhadap Sifat Fisik TanahLatosol untuk Budidaya Tanaman Sayuran” ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan baik
dalam penelitian maupun dalam penulisan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada:
1. Dr. Ir. Astiana Sastiono, M.Sc dan Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, memberikan pelajaran
hidup yang tidak terlupakan, memotivasi dan membantu selama proses
penelitian dan penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Suwardi, M.Agr dan Dr. Rahayu Widyastuti selaku dosen penguji
yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi.
3. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc terimakasih atas saran-sarannya.
4. Kak Oka terima kasih atas bantuannya.
5. Bapak dan mamah, atas kasih sayang, kepercayaan, kesabaran serta
dukungan moril dan materiil yang telah diberikan selama ini yang
dicurahkan semata-mata demi keberhasilan anak-anaknya. Serta adik-adikku
tersayang Imam Maulana dan Levi St Nurkhafidzoh atas canda tawa dan
6. Segenap keluarga yang senantiasa mendukung dalam do’a dan mencurahkan kasih sayangnya serta segala bantuan untuk kelancaran
penyelesaian studi dan penulisan skripsi.
7. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
khususnya bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas segala ilmu yang diberikan.
8. Dina Alva terima kasih atas bantuannya.
9. Teman-teman di Wisma La-Sapienza atas kebersamaan yang begitu indah.
10. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penulisan ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
Bogor, November 2009
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Hipotesis ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Tanaman Sayuran ... 3
2.2 Bahan Pembenah Tanah ... 4
2.2.1 Arang Sekam ... 5
2.2.2 Cocopeat ... 6
2.2.3 Kompos ... 7
2.3 Sifat Umum Tanah Andosol ... 8
2.4 Sifat Umum Tanah Latosol ... 9
2.5 Sifat Fisik Tanah dan Pertumbuhan Tanaman ... 9
III. BAHAN DAN METODE ... 12
3.1 Tempat dan Waktu ... 12
3.2 Bahan dan Alat ... 12
3.3 Metode Penelitian ... 13
3.3.1 Perlakuan Penelitian ... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
4.1 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Bobot Jenis Partikel, Bobot Isi dan Total Ruang Pori Tanah ... 19
4.2 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Volume Air Lapang ... 23
4.3 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Pori Tanah ... 24
4.4 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap C-Organik Tanah ... 26
4.5 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Agregat Tanah ... 27
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
5.1 Kesimpulan ... 29
5.2 Saran ... 30
VI. DAFTAR PUSTAKA ... 31
DAFTAR TABEL
No
Teks
1. Parameter dan Metode yang Dipergunakan ... 14
2. Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel (BJP), Bobot Isi (BI) dan Total Ruang Pori Tanah ... 19
3. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan Kurva pF (pF 1, pF 2, pF 2.54, pF 4.2) ... 24
4. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan Distribusi Ukuran Pori Tanah ... 25
5. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan C-Organik Tanah ... 26
6. Pengaruh Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Distribusi Ukuran Agregat Tanah Setelah Pengayakan Selama 5 Menit ... 27
Lampiran 1. Hasil Analisis Volume Padatan Tanah denganThree Phase Meter ... 34
2. Hasil Analisis Volume Air Lapang ... 35
3. Hasil Analisis Bobot Tanah Basah ... 36
4. Hasil Analisis Bobot Tanah Kering ... 37
5. Hasil Analisis Kadar Air Tanah dengan Metode Gravimetrik ... 38
6. Hasil Analisis C-Organik Tanah ... 39
7. Hasil Analisis Bobot Jenis Partikel denganThree Phase Meter ... 39
8. Hasil Analisis Bobot Jenis Partikel denganPiknometer ... 39
9. Hasil Analisis Total Ruang Pori Tanah ... 40
DAFTAR GAMBAR
No
Teks
1. Bagan KerjaThree Phase Meter... 15
2. Hubungan Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel-1 dengan
Menggunakan MetodePiknometerdan Hasil Pengukuran Bobot Jenis
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman sayuran membutuhkan kondisi fisik tanah yang gembur, porous,
memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta mampu menahan air yang cukup
banyak. Kondisi tanah yang demikian merupakan prasyarat agar akar tanaman
sayuran yang relatif halus dapat berkembang dengan baik. Tanaman sayuran pada
umumnya dibudidayakan pada tanah Andosol yang memiliki kondisi fisik yang
relatif lebih baik dari pada jenis tanah lainnya.
Akan tetapi, budidaya tanaman sayuran pada tanah Andosol sangat terbatas
pemanfaatannya. Hal ini dikarenakan sebaran tanah tersebut luasannya sangat
terbatas, yaitu menempati dataran tinggi volkan mulai dari 1000 meter dari
permukaan laut (Soepardi, 1983). Selain itu, tanah Andosol umumnya ditemukan
di daerah pegunungan memiliki sifat yang mudah tererosi sehingga sebagian besar
tanah Andosol merupakan lahan konservasi atau hutan lindung, meskipun tanah
Andosol berpotensi untuk budidaya tanaman sayuran. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa tanah Andosol sulit dikembangkan untuk perluasan budidaya
tanaman sayuran. Oleh karena itu, untuk pengembangan budidaya tanaman
sayuran perlu dipelajari teknik perbaikan sifat tanah pada tanah-tanah selain tanah
Andosol agar mampu mendukung budidaya tanaman sayuran.
Tanah Latosol merupakan jenis tanah yang sebarannya dominan dan
memiliki area yang luas di Indonesia dengan ketinggian dari 10 meter sampai
1000 meter dari permukaan laut (Soepardi, 1983). Oleh karena itu, tanah Latosol
dapat menjadi alternatif terbaik untuk mendukung pengembangan area budidaya
masih kurang baik untuk budidaya tanaman sayuran dibandingkan dengan tanah
Andosol. Agar kondisi ini dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan
tanaman sayuran, maka perlu adanya pemberian bahan pembenah tanah pada
tanah Latosol.
Beberapa penelitian tentang pemberian bahan organik sebagai bahan
pembenah tanah sudah banyak dilakukan (Hakim, 1982; Situmorang, 1999;
Wahjudin, 2003) akan tetapi para peneliti tersebut umumnya lebih memfokuskan
terhadap perbaikan sifat kimia tanah dari pengaruh pemberian berbagai bahan
pembenah tanah tersebut. Sedangkan pengaruh perlakuan bahan pembenah tanah
terhadap sifat fisik tanah dalam kondisi di lapangan belum banyak didentifikasi.
Oleh karena itu, analisis terhadap sifat fisik tanah sebagai akibat dari pemberian
bahan pembenah tanah dalam kondisi di lapangan perlu dipelajari.
1.2 Tujuan
Mempelajari pengaruh pemberian berbagai jenis bahan pembenah tanah
terhadap sifat fisik tanah Latosol untuk budidaya tanaman sayuran.
1.3 Hipotesis
1. Penambahan bahan pembenah tanah/bahan amelioran akan dapat
memperbaiki beberapa sifat fisik tanah untuk mendukung pertumbuhan
tanaman sayuran yang lebih baik.
2. Setiap jenis bahan pembenah tanah mempunyai sifat yang spesifik dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sayuran
Istilah ”sayuran” biasanya digunakan untuk merujuk pada tunas, daun, buah, dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian,
segar/mentah atau dimasak. Sayuran biasanya dipanen bila tanaman segar dan
kandungan airnya tinggi dan dengan demikian dibedakan dari tanaman pangan
yang lain (Williams et al, 1991). Tanaman sayuran dikenal sebagai tanaman
hortikultura. Hortikultura berasal dari bahasa latin yaituhortus (tanaman kebun)
dan cultura (budidaya), sehingga dapat diartikan pengusahaan tanaman di kebun
atau di seputar tempat tinggal (Janick, 1986 dalam Ashari, 1995). Hortikultura
mencakup budidaya tanaman pekarangan, budidaya tanaman buah, budidaya
tanaman sayuran, dan budidaya tanaman hias. Menurut Terra (1948 dalam
Notohadinegoro, 2006) lahan yang baik untuk pengembangan hortikultura adalah
lahan yang bertopografi datar/dataran dengan atau sedikit landai. Lahan yang
terlalu miring tidak cocok karena biasanya miskin unsur hara dan memerlukan
penterasan untuk pengendalian erosi. Pemilihan tapak penanaman tanaman
sayuran yang baik sebetulnya lebih ditentukan oleh iklim seperti suhu, dan curah
hujan.
Budidaya tanaman sayuran memerlukan pengelolaan dan perhatian yang
lebih dari tanaman lain. Agar hasil bertanam sayuran maksimal, perlu
diperhatikan dasar usaha teknik budidaya bertanam, diantaranya pengolahan
tanah, pemupukan, pengelolaan air, penyemaian benih, penanaman, dan
Komoditas hortikultura yang memiliki prospek di masa depan adalah
tanaman sayuran. Pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan tanaman sayuran
dalam negeri dengan produksi dalam negeri dan sebagian diimpor. Namun
demikian, Indonesia masih mengimpor tanaman sayuran dalam jumlah yang besar
terutama dari Cina, Taiwan, dan Jepang.
2.2 Bahan Pembenah Tanah
Bahan pembenah tanah merupakan bahan-bahan sintetis atau alami bahan
organik atau mineral berbentuk padat atau cair yang dapat memperbaiki sifat fisik,
kimia dan biologi tanah.
Salah satu bahan pembenah tanah yaitu bahan organik. Bahan
organik/kompos merupakan hasil penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang
yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Menurut
Soepardi (1983) bahan organik berfungsi sebagai pemantap tanah, pengatur aerasi
dan cenderung dapat meningkatkan jumlah air yang tersedia bagi tanaman serta
berpengaruh terhadap hampir semua sifat fisik tanah kecuali tekstur. Bahan
seperti ini merupakan bentuk aktif dilapuk dan menjadi sasaran serangan
organisme tanah, karena itu bahan ini merupakan bahan transisi dan harus terus
menerus diperbaharui dengan penambahan sisa-sisa tanaman. Pupuk kandang juga
menyediakan kemungkinan pengembalian sejumlah besar bahan organik yang
diambil tanaman.
Menurut Dalzell et al., (1987) bahan organik tanah terbentuk dari tanaman
dan hewan yang telah mati. Bahan organik ini selalu mengandung C, H, dan O
serta bermacam-macam unsur anorganik tambahan seperti N, P, dan K. Akibat
tinggi sehingga sering kali sulit untuk mempertahankan kadar bahan organik
tanah tetap tinggi. Kondisi ini memerlukan usaha keras yang harus dilakukan
untuk mempertahankan bahan organik pada tingkat yang memuaskan kesuburan
tanah dan produksi tanaman. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan
tanah dengan jumlah yang tidak besar, hanya sekitar 3-5%, tetapi pengaruhnya
terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Bahan organik berfungsi sebagai pemantap
tanah, pengatur aerasi dan cenderung meningkatkan jumlah air yang tersedia bagi
tanaman serta berpengaruh terhadap hampir semua sifat fisik tanah kecuali tekstur
(Soepardi, 1983).
2.2.1 Arang Sekam
Arang sekam merupakan sekam/kulit padi yang dibakar secara anaerob.
Pembakaran sekam padi dilakukan pada suatu lubang yang berukuran panjang 50
cm, tinggi 30 cm dan diameter 50 cm dengan kapasitas 5 kg. Sekam yang sudah
terbakar tersebut ditutup tanah dan diatasnya diberi sampah. Pada salah satu sudut
lubang diberi pipa udara. Arang sekam yang dihasilkan dari pembakaran tersebut
dapat digunakan sebagai media tanam karena mikroba pathogen telah mati selama
proses pembakaran sehingga untuk penggunaanya arang sekam tidak perlu
disterilisasi lagi. Sedangkan jika sekam mentah yang digunakan langsung sebagai
media tanaman dapat mendorong tumbuhnya bakteri pembusuk akar dan jamur
rhizophonia, serta mendorong tumbuhnya tanaman rumput pengganggu. Oleh
karenanya pembuatan arang sekam ini bertujuan untuk memperbaiki sifat sekam
agar lebih mudah ditangani dan dimafaatkan lebih lanjut sebagai media tumbuh
Arang sekam mempunyai sifat yang sangat ringan, bobot isi 0.20 g/cm3, kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, kapasitas menahan air tinggi, dan dapat
mengurangi pengaruh penyakit khususnya bakteri (Douglas, 1985dalamWuryan
dan Darliah, 2008). Selanjutnya Djatmiko (1985 dalam Purnamasari, 2008)
mengatakan bahwa arang sekam yang ditambahkan ke dalam suatu media tanam
dapat menurunkan bobot isi media tanam, meningkatkan ruang pori drainase
sangat cepat dan menurunkan pori drainase lambat.
2.2.2 Cocopeat
Cocopeat merupakan gabus yang berasal dari serabut buah kelapa. Cocopeat
bersifat mampu menyimpan dan menahan air (Anonim, 2009). Sifat ini
dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman yang menyukai
kelembaban atau media tanam yang tidak terlalu kering. Cocopeat juga
mempunyai porositas 95% dan bobot isi 0.25 g/cm3serta mengandung unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman seperti P 330 ppm, K 9787 ppm, Ca 2521 ppm,
Mg 2006 ppm (Heart, 1993dalamNurdini, 2008).
Untuk memenuhi syarat sebagai media tanam, cocopeat terlebih dahulu
mengalami pengomposan. Tahapan penting dalam pengomposan adalah dengan
memberikan perlakuan secara alami selama 3 bulan. Perlakuan secara alami
tersebut dilakukan dengan mengemas cocopeat dengan karung dalam keadaan
terbuka dan membiarkannya di udara terbuka selama 3 bulan. Tujuan proses ini
2.2.3 Kompos
Kompos merupakan bahan organik yang terdiri dari sisa-sisa tanaman,
hewan ataupun sampah-sampah kota yang telah mengalami pelapukan sebelum
bahan tersebut ditambahkan ke dalam tanah. Jadi kompos merupakan bahan
organik matang dengan sifat-sifat yang berbeda dengan bahan organik segar.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembuatan kompos sama dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi proses perombakan bahan organik. Tetapi pada
umumnya perombakan bahan organik di dalam timbunan kompos lebih
dipengaruhi oleh aerasi dari pada faktor-faktor lain (Russel dan Russel, 1956
dalam Yustiningsih, 1981). Jika timbunan kompos terlalu kompak, kering atau
terlalu jenuh, maka hanya sedikit perombakan bahan organik yang terjadi
sedangkan jika timbunan lepas dan cukup mengandung air maka perombakan
akan terjadi secara maksimum.
Perbedaan yang nyata antara kompos dan bahan organik yang belum matang
adalah di dalam sifat fisiknya. Bahan organik yang belum matang mempunyai
struktur yang lebih kasar dan kapasitas menahan air yang lebih kecil. Menurut
Russel dan Russel (1956dalam Yustiningsih, 1981) tanaman mempunyai respon
yang lebih baik terhadap pengaruh bahan organik yang perombakannya
berlangsung di dalam tanah dari pada bahan organik yang membusuk di dalam
timbunan kompos. Hal ini disebabkan hilangnya sejumlah N dalam bentuk
amonia selama berlangsungnya proses pengomposan. Hal ini tidak terjadi jika
Kompos bersifat hidrofilik sehingga dapat meningkatkan kemampuan tanah
memegang air, dan mengandung unsur C yang relatif tinggi (Paul dan Clark, 1989
dalam Lesmanawati, 2005). Kompos sangat berguna untuk memperbaiki
kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Sifat fisik tanah yang
dapat diperbaiki berupa perubahan struktur, perbaikan sifat kimia berupa
penambahan unsur hara makro N, P, dan K, dan perbaikan sifat biologi berupa
penambahan populasi mikroorganisme.
2.3. Sifat Umum Tanah Andosol
Andosol terbentuk dari bahan induk tufa atau abu volkan, memiliki reaksi
tanah berkisar dari agak masam sampai netral, kejenuhan basa sekitar 20-40%
dengan KTK ≥24 me/100 g, dengan mineral liat didominasi oleh liat alofan, permeabilitasnya sedang, peka terhadap erosi (Soepardi, 1983). Andosol juga
mempunyai bobot isi ≤0.85 g/cm3, lembab dengan kandungan bahan organik cukup tinggi (5-20% pada lapisan atas), mempunyai kemampuan mengikat air
yang tinggi, sangat gembur serta memiliki derajat ketahanan struktur yang tinggi
sehingga mudah diolah akan tetapi mudah tererosi (Soil Survey Staf, 1990).
Andosol tersebar pada topografi medan datar, agak miring, datar sampai
bergelombang sampai tersebar di sekitar puncak gunung berapi, atau dataran
tinggi mulai dari 1000 meter dari permukaan laut dengan curah hujan 2000 mm/th
tanpa bulan kering yang pasti. Vegetasi utama adalah hutan hujan tropika lebat
2.4. Sifat Umum Tanah Latosol
Latosol adalah tanah mineral yang terbentuk dari bahan induk volkan
dengan pelapukan lanjut, sangat tercuci, batas-batas horison baur, kandungan
mineral primer dan unsur hara rendah, pH rendah 4.5-5.5, kandungan bahan
organik rendah, kejenuhan basa ≤35% dengan KTK ≤24 me/100g, stabilitas agregat tinggi, dan terjadi akumulasi sesquioksida akibat pencucian silika (Dudal
dan Soepraptohardjo, 1957 dalam Ningrum, 2006). Menurut Soepardi (1983)
Latosol mempunyai sifat fisik baik yaitu permeabilitas lambat sampai sedang,
struktur tanah remah hingga bergumpal dan konsistensi gembur.
Latosol tersebar pada topografi berombak hingga bergunung dengan
ketinggian 10 meter sampai 1000 meter dari permukaan laut, tahan terhadap erosi
dan memiliki curah hujan ≥2000 mm/th dengan bulan kering <3 bulan. Curah hujan yang tinggi merupakan syarat terjadinya latosolisasi yang meliputi proses
mineralisasi bahan organik yang dipercepat sehingga tidak terjadi penumpukan
bahan organik di permukaan tanah, penimbunan Al, Fe dan pencucian
kation-kation basa yang menyebabkan tanah-tanah yang berkembang adalah tanah
miskin akan hara, silika dan bahan organik serta adanya senyawa Fe yang
berwarna merah (Soepardi, 1983).
2.5 Sifat Fisik Tanah dan Pertumbuhan Tanaman
Sifat fisik dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman,
khususnya dalam menentukan pengelolaan tanah karena sifat fisik tanah pada
tanah-tanah tertentu dapat mempengaruhi tingkat kesuburan tanah, disamping itu
Pemadatan tanah dapat menyebabkan rusaknya struktur, porositas, dan
bobot isi sebagai karakter sifat fisik tanah yang penting bagi pertumbuhan
tanaman. Sistem tata air dan aerasi (peredaran udara) yang buruk, secara langsung
dapat membawa dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar.
Akibatnya tanaman tidak dapat berkembang dengan normal dan tetap kerdil.
Bobot isi (bulk density) adalah bobot bagian padat (bobot tanah kering)
dibagi dengan volume total, termasuk volume butir-butir padat dan volume ruang
pori. Sedangkan kerapatan jenis partikel atau bobot jenis partikel (particle
density) yaitu bobot bagian padat dibagi dengan volume bagian padat dari tanah
tersebut dan dinyatakan dalam satuan g/cm3(Putinella, 2008).
Porositas merupakan persentase volume tanah yang di tempati oleh udara
dan air (Foth, 1984). Besarnya ukuran pori dan pori total tanah sangat ditentukan
oleh bentuk dan ukuran partikel yang menyusun tanah. Tanah yang bertekstur
kasar akan mempunyai ruang pori total yang lebih kecil, karena terdiri dari pori
makro yang menyebabkan aerasi yang baik. Pada tanah bertekstur liat mempunyai
aerasi yang buruk ketika basah karena sebagian pori mikro terisi air. Menurut
Brady (1990) pori tanah digolongkan dalam pori makro dan pori mikro. Pori
makro yaitu pori yang bersifat memberi kesempatan pergerakan udara dan
perkolasi air sangat cepat, sedangkan pori mikro adalah pori yang dapat
menghambat pergerakan udara dan air menjadi pergerakan kapiler. Menurut
ukurannya total ruang pori dapat dikelompokkan ke dalam: (1) ruang pori kapiler,
yang dapat menghambat pergerakan air menjadi pergerakan kapiler, dan (2) ruang
pori non kapiler, yang dapat memberi kesempatan pergarakan udara dan perkolasi
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu: (1) pori drainase sangat cepat
(PDSC), bergaris tengah≥300 µm dan akan kosong pada pF 1, (2) pori drainase cepat (PDC), bergaris tengah antara 300-30 µm dan akan kosong pada pF 1 dan
pF 2, (3) pori drainase lambat (PDL) bergaris tengah antara 30-9 µm dan akan
kosong pada pF antara 2.00 dan 2.54 (Sitoruset al, 1981).
Dalam hubungannya ruang pori dengan pertumbuhan tanaman, tanah yang
sedikit mempunyai ruang pori non kapiler kurang baik bagi pertumbuhan akar
karena aerasinya buruk. Sebaliknya tanah yang didominasi oleh ruang pori non
kapiler aerasinya akan baik tetapi kapasitas menahan airnya rendah sehingga tidak
baik pula bagi pertumbuhan tanaman. Menanggapi hal ini Baver (1956 dalam
Kramer 1983) mengatakan bahwa tanah yang ideal adalah tanah yang seimbang
antara pori kapiler dan pori non kapilernya, sehingga tanah mampu memberikan
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di lahan percobaan dan Laboratorium bagian
Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, IPB. Lahan percobaan merupakan lahan
yang telah mengalami pemadatan.
Aplikasi bahan pembenah tanah dilakukan pada bulan Mei 2006. Penelitian
merupakan penelitian lanjutan yang telah dilakukan oleh Oka (tidak
dipublikasikan). Tanah untuk percobaan diperlakukan dengan berbagai bahan
pembenah tanah yaitu arang sekam, cocopeat dan kompos pupuk kandang dari
kompos kotoran sapi. Selanjutnya tanah ditanami dengan tanaman Sawi (Brassica
Juncea). Selama penanaman, pemberian air dilakukan melalui sprinkle. Setelah
pemanenan, tanah dibiarkan secara alami selama satu tahun. Selanjutnya pada
bulan Mei 2008 dilakukan pengambilan contoh tanah untuk melihat pengaruh dari
berbagai pemberian bahan pembenah tanah tersebut terhadap beberapa sifat fisik
tanah.
3.2 Bahan dan Alat
Tanah yang digunakan dalam penelitian adalah Latosol Darmaga dan
beberapa macam bahan pembenah tanah yaitu arang sekam, cocopeat, kompos
pupuk kandang dari kompos kotoran sapi.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah ring sampel 100 ml dan ring
holder, three phase meter, piknometer, mesin pengayakan basah, dan peralatan
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Perlakuan Penelitian
Perlakuan penelitian dilakukan dengan mengolah tanah sampai kedalaman
30 cm. Kemudian tanah diperlakukan dengan pemberian berbagai bahan
pembenah tanah dengan perbandingan volume/volume sebagai berikut:
1. Tanah dicampur Arang Sekam; 1/2 : 1/2
2. Tanah dicampur Cocopeat; 1/2 : 1/2
3. Tanah dicampur Kompos; 1/2 : 1/2
4. Tanah dicampur Kompos dan Arang Sekam; 1/3 : 1/3 : 1/3
5. Tanah dicampur Kompos dan Cocopeat; 1/3 : 1/3 : 1/3
6. Tanah Kontrol/Tanpa Bahan Pembenah Tanah
(*/Tanah : Arang Sekam; ½ : ½ berarti Tanah 50% Volume dan Arang Sekam 50% Volume)
Setiap perlakuan diberikan 2 ulangan sehingga terdapat 12 satuan
percobaan. Selanjutnya perlakuan tersebut dibuat petakan berukuran 1 x 1 m2. Setiap petak dipisahkan oleh jarak selebar 20 cm dan antar ulangan dipisahkan
oleh jalan selebar 1 m serta dibatasi dengan fiber. Pengambilan contoh tanah
untuk pengamatan sifat fisik tanah dilakukan pada dua lapisan kedalaman tanah
(0-5) dan (5-10) cm.
3.3.2 Pengamatan Penelitian
Pengamatan sifat fisik tanah akibat pengaruh setelah perlakuan berbagai
bahan pembenah tanah dilakukan dengan melihat beberapa parameter dari metode
yang dipergunakan. Adapun parameter dan metode yang dipergunakan dalam
Tabel 1. Parameter dan Metode yang Dipergunakan
Metode selengkapnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bobot Isi (BI)
Bobot isi diukur pada dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm, yaitu
mengambil contoh tanah utuh dari tiap petak percobaan dengan
menggunakan ring sampel 100 ml dan ring holder. Volume tanah sama
dengan volume ring yang digunakan. Bobot isi (BI) tanah diperoleh dengan
perhitungan sebagai berikut:
Bobot Tanah Kering
BI = --- (g/cm3) Volume Tanah (Volume Ring)
2. Bobot jenis partikel (BJP) tanah yaitu bobot tanah kering persatuan volume
partikel-partikel tanah (volume padatan tanah, tidak termasuk volume
pori-pori tanah), diperhitungkan dengan menggunakan metodethree phase meter.
Adapun hasil analisis volume padatan tanah dengan menggunakan metode
three phase meterdisajikan pada Tabel Lampiran 1 sedangkan cara kerjanya
dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:
No Parameter Uji Metode yang Dipergunakan
1 Bobot Isi, Bobot Jenis Partikel, Total Ruang Pori, Volume Air Lapang, Padatan dan Udara
Contoh Tanah tidak Terganggu, Ring Sampel 100 ml dan Ring Holder, Three Phase Meter, Piknometer
2 Kadar Air Tanah Gravimetrik
3 Distribusi Ukuran Pori Pressure Plate Apparatus, Pressure Membrane Apparatus
4 Distribusi Ukuran Agregat Pengayakan Basah
Timbang Contoh Tanah Lapang dalam Ring Sampel 100 ml (Bobot Tanah Basah)
Ukur Volume Contoh Tanah dalam Ring Sampel 100 ml denganThree Phase Meter
(Volume Padatan+Air Lapang)
Hitung Bobot Tanah Kering ±10 g Contoh Tanah dalam Ring Sampel 100 ml Dikering Oven (105°C) Selama 24
Jam (% Kadar Air b/b)
[image:37.612.237.434.83.354.2]Hitung Volume Padatan Tanah
Gambar 1. Bagan KerjaThree Phase Meter
Selain menggunakan three phase meter, pada penelitian ini juga
menggunakan piknometer (25.207 ml) untuk menentukan bobot jenis
partikel tanah. Adapun cara kerja penetapan bobot jenis partikel tanah
dengan menggunakanpiknometersebagai berikut:
(A) 1. Timbang tepatpiknometerbeserta tutupnya
(B) 2. Tambahkan tanah kering ±5 g ke dalampiknometerlalu tutup. Jaga
agar tanah tidak menempel di leherpiknometer,kemudian timbang
tepat.
3. Masak air destilata 500 ml secara terpisah lalu dinginkan sampai
(C) 4. Isilahpiknometerdan tanah (No. 2) dengan air destilata (±15 ml)
tanpa tutup, lalu masak di hotplat sampai mendidih dan biarkan
dalam keadaan mendidih ±30 menit. Jaga tanah jangan sampai
tumpah lalu dinginkan. Penuhi piknometer dengan air yang
dimasak (No. 3) lalu tutup di lap bagian luar piknometer yang
basah, kemudian timbang tepat.
(D) 5. Keluarkan tanah daripiknometer, isi dengan air destilata yang telah
dimasak sampai penuh kemudian tutup. Selanjutnya lap bagian
luarpiknometeryang basah, kemudian timbang tepat.
6. Tentukan kadar air (KA) tanah.
7. Dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
100 (B-A) x
---100+KA
BJP = --- (g/cm3) 100
( (B-A) x --- ) - (C-D) 100+KA
3. Total ruang pori (TRP) tanah adalah volume seluruh pori dalam suatu
volume tanah utuh dinyatakan dalam persen volume, dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
Bobot Isi
TRP = ( 1 - --- ) x 100% (%volume) Bobot Jenis Partikel
4 Volume air lapang (Tabel Lampiran 2) diperoleh dari pengurangan antara
bobot tanah basah (Tabel Lampiran 3) dengan bobot tanah kering (Tabel
Bobot Air = Bobot Tanah Basah-Bobot Tanah Kering (g)
(Bobot Air x 1 g/ml)
Volume Air Lapang= ( --- ) x 100% (%volume) 100
5. Volume udara dihitung dari persamaan sebagai berikut:
Volume Udara=Volume Total Ruang Pori-Volume Air Lapang (%volume)
6. Kadar air tanah ditetapkan dengan cara gravimetrik (Tabel Lampiran 5)
yaitu menimbang ±10 g contoh tanah dalam keadaan basah (bobot tanah
basah), kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam,
dan ditimbang lagi (bobot tanah kering). Kadar air tanah (% b/b) dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
Bobot Tanah Basah-Bobot Tanah Kering
KA = ( --- ) x 100% (%b/b) Bobot Tanah Kering
7. Distribusi pori tanah, didasarkan pada kandungan air tanah (% volume) yang
berada dalam keseimbangan dengan tekanan udara yang digunakan yaitu 0.1
bar (pF 2.00), 0.3 bar (pF 2.54) dan 15 bar (pF 4.20). Contoh tanah
diletakkan di atas piringan (plate) dalam “pressure plate apparatus” untuk pF 2.54 dan 2.00 dan pada“pressure membrane apparatus” untuk pF 4.20. Dari angka kandungan air tersebut dihitung persentase pori drainase sangat
cepat (PDSC), pori drainase cepat (PDC), pori drainase lambat (PDL), pori
air tersedia (PAT), dan pori air tidak tesedia (PATT) dengan persamaan
PDSC = TRP-kandungan air pada pF 1.00
PDC = k.a pada pF 1.00-k.a pF 2.00
PDL = k.a pada pF 2.00-k.a pF 2.54
PAT = k.a pada pF 2.54-k.a pF 4.20 (kadar air pada kapasitas lapang)
PATT = k.a pada pF 4.20 (kadar air pada titik layu permanen)
8. C-organik tanah ditetapkan berdasarkan metode Walkley & Black (Tabel
lampiran 6). Prinsip penetapan cara ini adalah sejumlah bahan organik yang
mudah teroksidasi dalam tanah akan mereduksi Cr2O7= yang diberikan dalam jumlah berlebihan. C-organik dihitung berdasarkan persamaan
sebagai berikut:
(me K2Cr2O-me FeSO4) x 0.003 x f
% C-Organik = ( --- ) x 100% dengan
BKM melakukan titrasi
Keterangan:
f = 1.33
me = N x V
N = normalitas
V = volume
BKM = bobot tanah kering oven 105°C contoh tanah yang digunakan
9. Distribusi ukuran agregat, ditetapkan secara kuantitatif di laboratorium dengan
cara pengayakan basah selama 5 menit. Metode pengayakan basah
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Bobot Jenis Partikel, Bobot Isi dan Total Ruang Pori Tanah
Pengaruh berbagai perlakuan terhadap nilai bobot jenis partikel (BJP) tanah
pada dua lapisan kedalaman tanah (0-5) dan (5-10) cm yang diperhitungkan
dengan menggunakan metode three phase meter dan piknometer disajikan pada
Tabel 2, sedangkan rinciannya disajikan dari pada Tabel Lampiran 7 dan Tabel
[image:41.612.135.506.320.492.2]Lampiran 8.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel (BJP), Bobot Isi (BI) dan Total Ruang Pori Tanah
Perlakuan Kedalaman (cm)
BJP-1 (g/cm3)
BJP-2 (g/cm3)
BI-2 (g/cm3)
Total Ruang Pori-2 (%)
Volume-2 (%)
Air
Lapang Udara Padatan
Arang Sekam 0 -5 2.24 2.47 0.70 69.69 35.02 34.67 30.31 5-10 2.58 2.58 0.80 66.90 44.77 22.13 33.10 Cocopeat 0 -5 2.93 2.72 0.77 71.64 41.30 30.34 28.36 5-10 2.54 2.79 0.86 68.86 55.54 13.32 31.14
Kompos 0 -5 2.57 2.60 0.77 70.27 38.41 31.86 29.73
5-10 2.62 2.83 0.90 67.84 55.79 12.05 32.16 Kompos+Arang Sekam 0 -5 2.63 2.87 0.87 68.53 46.64 21.89 31.47 5-10 2.61 3.02 0.92 69.17 57.90 11.26 30.83 Kompos+Cocopeat 0 -5 2.66 2.76 0.79 71.21 47.98 23.23 27.79 5-10 2.67 2.96 0.84 70.89 57.70 13.19 29.11
Kontrol 0 -5 2.69 3.02 0.83 72.58 39.99 32.59 27.42
5-10 2.68 3.04 0.93 68.93 51.22 17.71 31.07 Keterangan: 1= MetodePiknometer; 2= MetodeThree Phase Meter
Tabel 2 menunjukkan bahwa pengukuran bobot jenis partikel dengan
menggunakan metode three phase meter menghasilkan nilai bobot jenis partikel
yang lebih tinggi dari pada pengukuran bobot jenis partikel dengan menggunakan
metode piknometer. Walaupun metode three phase meter menghasilkan nilai
bobot jenis partikel lebih tinggi dari pada metode piknometer, akan tetapi hasil
pengukuran bobot jenis partikel dengan menggunakan kedua metode tersebut
memiliki pola/trend yang sama yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang
Hubungan antara hasil pengukuran bobot jenis partikel dengan
menggunakan metodethree phase meterdan hasil pengukuran bobot jenis partikel
[image:42.612.176.466.160.330.2]dengan menggunakan metodepiknometerdisajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel-1 dengan Menggunakan Metode Piknometer dan Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel-2 dengan Menggunakan MetodeThree Phase Meter
Pada metode three phase meter digunakan ring sampel dengan ukuran
volume 100 ml sehingga pada saat pengambilan contoh tanah terdapat
kemungkinan batu (±0.5 mm) ikut terbawa dalam ring dan mempengaruhi bobot.
Sedangkan pada metode piknometer digunakan alat piknometer dengan ukuran
25.207 ml sehingga bobot contoh tanah yang ditimbang benar-benar partikel
tanah. Mengingat bobot jenis partikel yang dimiliki batu yaitu 2.6-3.1 g/cm3 (Wirjodihardjo, 1952) hal inilah yang menyebabkan nilai bobot jenis partikel
dengan menggunakan metodethree phase meter lebih tinggi daripada nilai bobot
jenis partikel dengan menggunakan metode piknometer. Berikut berat jenis
beberapa jenis batuan kristalin penting di dalam penyusunan tubuh bumi: Granit
Metode three phase meter dipandang lebih baik dalam menentukan bobot
jenis partikel dibandingkan dengan metodepiknometer, karena pada metodethree
phase meterpengukuran dilakukan pada contoh tanah utuh yang sesuai atau sama
dengan kondisi di lapangan.
Data dari Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pengaruh berbagai bahan
pembenah tanah tidak mempengaruhi total ruang pori tanah secara nyata terhadap
kontrol, (rinciannya disajikan pada Tabel Lampiran 9). Nilai total ruang pori tanah
bervariasi dari 69.69% sampai 72.58% untuk lapisan atas (0-5) cm, sedangkan
total ruang pori untuk lapisan dibawahnya (5-10) cm bervariasi dari 66.90%
sampai 68.93%. Demikian pula untuk nilai bobot isi tanah yang bervariasi, yaitu
dari 0.70 g/cm3sampai 0.83 g/cm3untuk lapisan atas (0-5) cm, sedangkan untuk lapisan dibawahnya (5-10) cm bervariasi dari 0.80 g/cm3 sampai 0.93 g/cm3. Kondisi ini menunjukkan bahwa perlakuan-perlakuan yang diberikan sangat
mempengaruhi nilai bobot jenis partikel tanah. Nilai bobot jenis partikel terendah
dengan menggunakan metode three phase meteradalah bobot jenis partikel tanah
akibat pemberian arang sekam yaitu 2.47-2.58 g/cm3, sedangkan bobot jenis partikel tertinggi adalah 3.02-3.04 g/cm3 akibat pengolahan tanah tanpa penambahan bahan pembenah tanah. Untuk nilai bobot jenis partikel terendah
dengan menggunakan metodepiknometerjuga menunjukkan kecenderungan yang
sama yaitu bobot jenis partikel tanah akibat pemberian arang sekam yaitu
2.24-2.58 g/cm3, dan bobot jenis partikel tertinggi adalah 2.68-2.69 g/cm3 akibat pengolahan tanah tanpa penambahan bahan pembenah tanah. Secara umum nilai
bobot jenis partikel lapisan atas (0-5) cm cenderung lebih rendah dari pada nilai
Penggunaan asumsi bobot jenis partikel tanah seperti yang selalu dipakai
oleh para ahli tanah sebesar 2.65 g/cm3(Herudjito dan Djojoprawiro, 1986) dapat membuat data total ruang pori dan distribusi ukuran pori tanah yang sangat
penting bagi pendugaan karakteristik fisik tanah menjadi kurang valid.
Tanah-tanah yang diberi perlakuan bahan pembenah Tanah-tanah sebaiknya ditetapkan dari
perhitungan nilai bobot partikel padatan dibagi dengan volume padatan yang
diperhitungkan dari alat ukurthree phase meterataupiknometer.
Pengaruh berbagai perlakuan terhadap nilai bobot isi (BI) tanah pada lapisan
atas (0-5) cm dan lapisan dibawahnya (5-10) cm disajikan pada Tabel 2,
sedangkan rinciannya disajikan dari pada Tabel Lampiran 10. Dari data pada
Tabel Lampiran 10 menunjukkan bahwa rata-rata dari 8 kali pengulangan
pengukuran bobot isi dari 2 petak ulangan yang berbeda menghasilkan nilai bobot
isi tanah yang cukup teliti yang ditunjukkan oleh nilai standar deviasi (∆X) yang sangat kecil.
Walaupun pada saat dilakukan pengolahan pada tanah tersebut yaitu
dilakukan pengadukan secara merata, akan tetapi berdasarkan data yang diperoleh
menunjukkan bahwa pada lapisan atas (0-5) cm untuk semua perlakuan memiliki
nilai bobot isi yang lebih rendah dari pada nilai bobot isi pada lapisan dibawahnya
(5-10) cm. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan air dapat menimbulkan
pergerakan partikel tanah yang lebih halus ke lapisan lebih bawah. Oleh karena
itu, tanah dapat menjadi lebih padat pada lapisan lebih bawah.
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah
cenderung menurunkan nilai bobot isi tanah. Perlakuan arang sekam
(5-10) cm masing-masing yaitu 0.70 dan 0.80 g/cm3, sedangkan perlakuan pengolahan tanah tanpa bahan penambahan pembenah tanah menunjukkan nilai
bobot isi tertinggi untuk dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm
masing-masing yaitu 0.83 dan 0.93 g/cm. Hal ini terjadi karena penambahan arang sekam
menyebabkan tanah membentuk rongga-rongga sehingga bobot isi tanah
persatuan volume menjadi lebih rendah (Soepardi, 1983).
4.2 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Volume Air Lapang
Keadaan air tanah dalam kondisi lapang pada lapisan atas (0-5) cm
cenderung lebih rendah dari pada lapisan bawah (5-10) cm (Tabel 3). Hal ini
umum terjadi karena pada lapisan atas, air tanah lebih mudah hilang melalui
evapotranspirasi dari pada di lapisan dibawahnya.
Pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah
dapat meningkatkan volume air lapang tanah. Berikut ini berturut turut nilai
volume air lapang pada lapisan atas (0-5) cm dari yang terendah adalah perlakuan
arang sekam, kompos, kontrol, cocopeat, kompos ditambah arang sekam, dan
kompos ditambah cocopeat, yaitu 35.03%, 38.41%, 39.99%, 41.30%, 46.64%,
dan 47.98%. Untuk volume air lapang pada lapisan dibawahnya (5-10) cm juga
menunjukkan kecenderungan yang hampir sama yaitu volume air lapang
perlakuan arang sekam lebih rendah dari kontrol, cocopeat dan kompos, yaitu
44.77% untuk perlakuan arang sekam, 51.22% untuk kontrol, 55.54% untuk
cocopeat dan 55.79% untuk perlakuan kompos. Perlakuan kompos ditambah
arang sekam dan kompos ditambah cocopeat memiliki volume air lapang berkisar
pada nilai 57%. Secara umum pada lapisan atas (0-5 cm) dan lapisan dibawahnya
nilai volume air lapang tanah dari yang terendah yaitu perlakuan arang sekam
(39.90%), kontrol (45.61%), kompos (47.10%), cocopeat (48.42%), kompos
ditambah arang sekam (52.27%), dan kompos ditambah cocopeat (52.84%). Dari
seluruh perlakuan yang digunakan, volume air lapang tanah tersebut masih berada
di atas kadar air titik layu permanen (pF 4.2) dan kadar air kapasitas lapang (pF
2.54) (Tabel 3).
Tabel 3. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan Kurva pF (pF 1, pF 2, pF 2.54, pF 4.2)
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa volume air lapang baik untuk
lapisan atas (0-5) cm maupun lapisan bawah (5-10) cm untuk semua perlakuan
sedikit lebih besar dari pF 2.54, kecuali untuk perlakuan kontrol dan perlakuan
cocopeat pada lapisan atas (0-5) cm. Hal ini mencerminkan bahwa volume air
lapang lebih besar dari kadar air kapasitas lapang, sehingga persentase volume
udara tanah akan menjadi lebih rendah dari pada bila tanah tersebut berada pada
keadaan kapasitas lapang.
4.3.1 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Pori Tanah
Pengukuran dan penentuan distribusi ukuran pori dilakukan berdasarkan
pada kurva pF. Di dalam kondisi lapangan, tanah yang mempunyai drainase baik Perlakuan Kedalaman
(cm) pF 1 pF 2 pF 2.54 pF 4.2
Volume Air Lapang
Arang sekam 0- 5 51.20 41.01 31.41 21.31 35.02
5-10 64.35 50.05 41.85 33.65 44.77
Cocopeat 0- 5 56.60 50.17 44.21 25.22 41.30
5-10 61.41 51.60 43.25 31.75 55.54
Kompos 0- 5 45.16 43.47 34.27 24.10 38.41
5-10 60.36 48.86 47.75 30.66 55.79
Kompos+Arang Sekam 0- 5 55.68 51.37 42.96 28.46 46.64
5-10 56.01 53.99 52.21 31.73 57.90
Kompos+Cocopeat 0- 5 50.52 49.83 45.61 27.26 47.98
5-10 56.37 52.21 47.35 30.49 57.70
Kontrol 0- 5 49.01 44.95 40.29 28.34 39.99
[image:46.612.136.505.273.435.2]maka ruang pori yang berukuran besar akan diisi udara dan ruang ini disebut pori
aerasi tanah atau pori makro tanah. Sedangkan pori-pori yang relatif kecil
[image:47.612.132.506.194.398.2]cenderung untuk diisi air dan umumnya disebut pori-pori kapiler atau pori mikro.
Tabel 4. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan Distribusi Ukuran Pori Tanah
Perlakuan Kedalaman (cm)
Volume Air Lapang
PATT PAT PDL PDC PDSC
Pori Mikro Pori Makro
---%---Arang Sekam 0- 5 35.02 21.31 10.10 9.60 10.19 18.48
5-10 44.77 33.65 8.20 8.20 14.30 2.55
Cocopeat 0- 5 41.30 25.22 18.99 5.96 6.43 15.04
5-10 55.54 31.75 11.50 8.35 9.81 7.45
Kompos 0- 5 38.41 24.10 10.17 9.20 1.69 25.11
5-10 55.79 30.66 17.09 1.11 11.50 7.48
Kompos+Arang Sekam 0- 5 46.64 28.46 14.50 8.41 4.31 12.85
5-10 57.90 31.73 20.48 1.78 2.02 13.16
Kompos+Cocopeat 0- 5 47.98 27.26 18.35 4.22 0.69 20.69
5-10 57.70 30.49 16.86 4.86 4.16 14.52
Kontrol 0- 5 39.99 28.34 11.95 4.66 4.06 23.57
5-10 51.22 32.42 14.59 1.97 3.28 16.67
Catatan: Bar kelabu menunjukkan air pada pori dalam keadaan lapang
Keterangan: Pori Air Tidak Tersedia (PATT): diameter≤ 0.2 μ m (akan kosong pada pF 4.20)
Pori Air Tersedia (PAT): diameter 8.6– 0.2 μ m (akan kosong pada pF 2.54- 4.20) Pori Drainase Lambat (PDL): diameter 30 – 9 μ m (akan kosong pada pF 2.00- 2.54) Pori Drainase Cepat (PDC): diameter 300– 30 μ m (akan kosong pada pF 1.00- 2.00) Pori Drainase Sangat Cepat (PDSC): diameter≥300 μ m (akan kosong pada pF 1.00)
Dari data pada Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan bahan pembenah tanah
menyebabkan perubahan distribusi ukuran pori dalam tanah dan kemampuan
tanah dalam menahan air. Seluruh perlakuan bahan pembenah tanah memiliki
volume air lapang yang melebihi kadar air kapasitas lapang (pF 2.54). Meskipun
pengambilan contoh tanah dilakukan pada saat 2 hari tidak ada hujan. Secara
umum volume air lapang menduduki pori drainase lambat (PDL), kecuali untuk
perlakuan kontrol dan cocopeat pada lapisan atas (0-5) cm. Perlakuan arang
sekam pada lapisan atas (0-5) cm dan lapisan dibawahnya (5-10) cm, kompos,
kompos ditambah arang sekam, dan kompos ditambah cocopeat pada lapisan atas
menduduki pori drainase lambat (PDL). Sedangkan perlakuan cocopeat, kompos,
dan kontrol pada lapisan dibawahnya (5-10) cm, volume air lapang berkisar
menduduki pori drainase cepat (PDC). Selanjutnya untuk perlakuan kompos
ditambah arang sekam dan kompos ditambah cocopeat pada lapisan (5-10) cm
volume air lapang menduduki pori drainase sangat cepat (PDSC).
Data pada Tabel 4 juga dapat dilihat bahwa jumlah pori drainase sangat
cepat pada lapisan bawah (5-10) cm lebih sedikit dibandingkan dengan pori
drainase sangat cepat pada lapisan diatasnya (0-5) cm. Diduga penurunan jumlah
pori drainase sangat cepat disebabkan oleh adanya penghancuran tanah pada
lapisan atas (0-5 cm) yang kemudian menimbun atau mengisi pori drainase sangat
cepat pada lapisan dibawahnya (5-10 cm).
4.4 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap C-Organik Tanah
Kandungan bahan organik sebagai bahan pembenah tanah dihitung dari
kandungan C-organik tanah. Menurut Soepardi (1983) bahan organik dapat
meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air. Berikut hubungan berbagai
[image:48.612.134.502.548.704.2]jenis perlakuan terhadap volume air lapang dan C-organik tanah (Tabel 5).
Tabel 5. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan C-Organik Tanah
Perlakuan Kedalaman (cm) Volume Air Lapang C-Organik
---%---Arang Sekam 0- 5 35.02 3.14
5-10 44.77 2.92
Cocopeat 0- 5 41.30 3.43
5-10 55.54 3.71
Kompos 0- 5 38.41 4.08
5-10 55.79 3.78
Kompos+Arang Sekam 0- 5 46.64 3.96
5-10 57.90 3.99
Kompos+Cocopeat 0- 5 47.98 4.18
5-10 57.70 4.29
Kontrol 0- 5 39.99 2.83
Perlakuan berbagai bahan pembenah tanah tidak memperlihatkan adanya
hubungan dengan kandungan C-organik tanah. Meskipun demikian bila
dibandingkan dengan kontrol, seluruh bahan pembenah tanah terlihat
meningkatkan kandungan C-organik tanah. Mengingat kemampuan bahan
pembenanah tanah dalam menahan air sangat bervariasi, maka kandungan
C-organik tidak memperlihatkan adanya keterkaitan langsung dengan volume air
lapang.
4.5 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Agregat Tanah
Keuntungan bahan organik sebagai bahan pembenah tanah bagi pertanian
adalah membantu agregasi tanah sehingga dapat mengurangi kepekaan tanah
terhadap pengikisan tanah oleh air. Pengaruh berbagai jenis perlakuan terhadap
[image:49.612.135.505.445.619.2]distribusi ukuran agregat disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Distribusi Ukuran Agregat Tanah Setelah Pengayakan Selama 5 Menit
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan arang sekam terhadap
distribusi ukuran agregat pada dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm, serta
cocopeat lapisan atas (0-5) cm sangat rentan terhadap proses pengayakan basah, Perlakuan Kedalaman (cm) ≥2.00 mm 2.00 mm-1.00 mm 1.00 mm-0.50 mm 0.50 mm-0.25 mm ≤1.016 μ m
---%---Arang sekam 0 -5 20.82 24.87 26.00 18.79 9.58
5-10 30.33 28.49 21.57 12.21 7.40
Cocopeat 0 -5 41.93 29.60 19.92 2.21 6.34
5-10 81.42 5.29 3.47 8.79 1.03
Kompos 0 -5 79.51 12.05 5.93 1.56 0.94
5-10 89.84 4.41 3.37 1.49 0.89
Kompos+Arang Sekam 0 -5 47.82 24.84 15.11 7.97 4.27
5-10 93.24 3.73 1.94 0.67 0.41
Kompos+Cocopeat 0 -5 90.53 3.86 3.21 1.67 0.73
5-10 97.15 1.41 0.80 0.47 0.17
Kontrol 0 -5 98.22 1.00 0.53 0.19 0.06
yang ditunjukkan dengan rendahnya agregat yang berukuran ≥2 mm, dan cukup tingginya agregat yang berukuran≤2 mm. Pada setiap perlakuan, lapisan atas (0-5) cm memiliki agregat berukuran ≥2 mm yang lebih rendah dibandingkan dengan lapisan di bawahnya. Pada kondisi tersebut di atas akan memungkinkan
peningkatan volume padatan pada lapisan dibawahnya (5-10) cm.
Penurunan ukuran agregat tanah dapat mempengaruhi pemadatan tanah pada
lapisan di bawahnya. Pemadatan merupakan salah satu hambatan mekanis yang
diberikan tanah yang dapat mempengaruhi sistem perakaran. Perkembangan akar
akan terhambat dengan semakin meningkatnya hambatan mekanis tanah atau
kepadatan tanah. Adapun susunan perlakuan yang mempunyai ukuran agregat ≤2 mm berturut turut dari yang tertinggi yaitu perlakuan arang sekam, cocopeat,
kompos ditambah arang sekam, kompos, kompos ditambah cocopeat, kontrol.
Tanah dengan ukuran agregat ≤2 mm dan ≥2 mm yang terlalu tinggi tidak ideal untuk pertumbuhan akar tanaman. Menanggapi hal ini perlakuan yang ideal untuk
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Perlakuan bahan pembenah tanah yaitu arang sekam, cocopeat, kompos,
kompos ditambah arang sekam, dan kompos ditambah cocopeat dapat
menurunkan nilai bobot isi (BI). Perlakuan arang sekam menunjukkan nilai
bobot isi terkecil pada dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm
masing-masing yaitu 0.70 dan 0.80 g/cm3, sedangkan perlakuan pengolahan tanah tanpa pemberian bahan pembenah tanah (kontrol) menunjukkan nilai bobot
isi tertinggi untuk dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm
masing-masing yaitu 0.83 dan 0.93 g/cm.
2. Perlakuan bahan pembenah tanah menyebabkan perubahan distribusi ukuran
pori dalam tanah dan kemampuan tanah dalam menahan air.
3. Perlakuan bahan pembenah tanah berturut turut dapat meningkatkan nilai
volume air lapang tanah dari yang terendah yaitu perlakuan arang sekam
(39.90%), kontrol (45.61%), kompos (47.10%), cocopeat (48.42%), kompos
ditambah arang sekam (52.27%), kompos ditambah cocopeat (52.84%).
4. Pada setiap perlakuan, lapisan atas (0-5) cm memiliki agregat berukuran≥2 mm yang lebih rendah dibandingkan dengan lapisan dibawahnya.
5. Perlakuan yang mempunyai ukuran agregat ≤2 mm berturut turut dari yang tertinggi yaitu perlakuan arang sekam, cocopeat, kompos ditambah arang
sekam, kompos, kompos ditambah cocopeat, kontrol. Tanah dengan ukuran
agregat ≤2 mm dan ≥2 mm yang terlalu tinggi tidak ideal untuk pertumbuhan akar tanaman. Menanggapi hal ini perlakuan yang ideal untuk
5.2 Saran
Perlu dipelajari pengaruh berbagai bahan pembenah tanah terhadap
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Komponen Media Tanam. In :
http://emirgarden.com/2008/07//komponen-media-tanam_31.html) diakses pada tanggal 26 Oktober 2009.
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press. Jakarta.
Brady, N. C. 1990. The Nature and Properties of Soil. 10th ed. MacMilan Publishing Company. New York.
Dalzell, H. W., A.J. Riddlestone, K. R. Gray, and K. Thurairajan. 1987. Soil Management:Compost Production and Use in Tropical and Subtropical Environments. FAO Soil Bulletin 56. FAO of the United Nations. Rome.
Foth, H. D. 1978. Fundamental of Soil Science. 6thed. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Hakim, N. 1982. Pengaruh Pemberian Pupuk Hijau dan Kapur pada Podzolik Merah Kuning terhadap Ketersediaan Fosfor dan Produksi Tanaman Jagung (Zea Mays L). Disertasi. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Herudjito, D. dan P. Djojoprawiro. 1986. Fisika Tanah Dasar. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Kramer, P. J. 1983. Water Relation of Plant. Academic Press. London.
Lesmanawati, I. R. 2005. Pengaruh Pemberian Kompos, Thiobasillus, dan Penanaman Gmelina serta Sengon pada Tailing Emas terhadap Biodegradasi Sianida dan Pertumbuhan Kedua Tanaman. Tesis. Pasca Sarjana, IPB. Bogor.
Ningrum, D. K. 2006. Upaya Pengembangan Teknik Budidaya Tanaman Wortel di Dataran Rendah. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Notohadinegoro, T. 2006. Faktor Tanah dalam Pengembangan Hortikultura. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Perantian, Universitas Gajah Mada. http://www.soil faperta ugm.ac.id.pdf diakses pada tanggal 17 Agustus 2009.
Purnamasari, H. 2008. Aplikasi Teknik Biofilter untuk Penghilangan Gas NH3 oleh Bakteri Nitrosomonas sp dengan Menggunakan Bahan Pengisi Kompos, Arang Sekam, dan Serasah di Pabrik Lateks Pekat. Skripsi. Departemen Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Putinella, J. A. 2008. Buku Ajar Fisika Tanah. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, UNPATTI. Ambon.
Sitorus, S. R P., O, Haridjaja dan K. R. Brata. 1981. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Situmorang, R. 1999. Pemanfaatan Bahan Organik SetempatMucunasp dan Fosfat Alam untuk Memperbaiki Sifat-Sifat Tanah Palehumults di Miramontana, Sukabumi. Disertasi. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Perta