• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah Terung Belanda (Cyphomandra Betacea)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah Terung Belanda (Cyphomandra Betacea)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS PERANGSANG PEMATANGAN

TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA

(

Cyphomandra betacea

)

SKRIPSI

Oleh :

EFRIDA YANTI ANNA P

080305029/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRACT

EFRIDA YANTI ANNA P : The Effect of the kinds of ripening stimulant on the quality of Tamarillo (Cyphomandra betacea), supervised by Elisa Julianti and Mimi Nurminah .

The aim of this research was to find the effect of kinds of ripening stimulant and maturity stage on the quality of Tamarillo. This research had been performed using factorial completely randomized design with two factors, i.ematurity stage M1 = 70-80 %, M2 = 80-90% , and kind of

ripening stimulant P1 = Ethephon 750 ppm, P2 = Ethylene 250 ppm, P3 = Acetylene 250 ppm, P4

= Calcium Carbide 0,5%. Ripening was performed for 6 days at 28oC. Parameters analyzed were total soluble solid, acid content, maturity index, vitamin C content, weight lost, moisture content, hardness, color score, organoleptic values (color, aroma, texture) and concentration of carbon dioxide. The results showed that the maturity stage had highly significant effect on concentration of carbon dioxide, total slolube solid, acid content, hardness, color index, hedonic score of colors and texture. Kind of ripening stimulant had highly significant effect on concentration of carbon dioxide, moisture content, maturity index, color index, organoleptic values (color, smell, texture), and had significant effect on weight loss, vitamin C content. The interaction of maturity stage and kinds of ripening stimulant had highly significant effect on vitamin C content, marutity index, hardness, color index, and hedonic score of texture.

Keywords : Tamarillo, maturity stage, ripening stimulant.

ABSTRAK

EFRIDA YANTI ANNA P : Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah Terung Belanda (Cyphomandra betacea) dibimbing oleh, Elisa Julianti dan Mimi Nurminah.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan buah terhadap mutu buah terung belanda. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dua faktor yaitu tingkat kematangan M1 = 70-80%, M2 = 80-90%, dan jenis perangsang pematangan P1 = Ethepon 750 ppm, P2 = Gas Etilen 250 ppm, P3 = Gas Asetilen 250 ppm, P4 = Kalsium Karbida 0,5%. Pematangan dilakukan selama 6 hari pada suhu 28oC. Parameter yang diamati adalah total padatan terlarut, total asam, indeks kematangan, kadar vitamin C, susut bobot, kadar air, kekerasan, uji skor warna (color chart classification) dan uji organoleptik (warna, aroma, tekstur), dan konsentrasi karbondioksida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kematangan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi karbondioksida, total padatan terlarut, total asam, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik warna, uji organoleptik tekstur. Jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi karbondioksida, kadar air, indeks kematangan, uji skor warna, uji organoleptik (warna, aroma dan tekstur), dan pengaruh nyata terhadap susut bobot, kadar vitamin C. Interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik tekstur.

(3)

RIWAYAT HIDUP

EFRIDA YANTI ANNA P, dilahirkan di Padangsidempuan pada tanggal 23

Januari 1991, anak pertama dari 4 bersaudara, dari ayah Zainal Abidin dan ibu

Reni Wati Pane yang beragama Islam.

Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Padangsidempuan dan pada

tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis

Ujian Masuk Bersama. Penulis memilih program studi Ilmu dan Teknologi

Pangan.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Deli Sari

Murni Tapioka Desa Paya Pasir Kecamatan Tebing Syahbandar Kabupaten

Serdang Bedagai dari Juni sampai Juli 2011.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa

Teknologi Hasil Pertanian, sebagai asisten praktikum di Laboratorium Analisa

Kimia Bahan Pangan, dan sebagai anggota BKM Al-Mukhlisin periode

2009-2010. Penulis juga pernah sebagai asisten Fisika Kimia Air di Laboratorium

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah Terung Belanda

(Chiphomandra betacea).

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,

memelihara dan mendidik penulis selama ini serta adik-adikku tersayang (Roni,

Dian, Reza) yang sering memberikan semangat kepada penulis. Penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku

ketua komisi pembimbing dan Mimi Nurminah STP, MSi selaku anggota komisi

pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan

berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian,

sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, teman-teman

stambuk 2008 khususnya Kajima, Brananda, Joncer, Nia, Ali, Shahila, Farhan,

asisten-asisten seperjuangan di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan dan

semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini

(5)

DAFTAR ISI

Jenis-Jenis Perangsang Pematangan Buah Ethepon ... 12

Etilen ... 13

Asetilen ... 14

Kalsium karbida ... 15

Perlakuan Pendahuluan Pascapanen ... 16

(6)

Pengamatan dan Pengukuran Data

Penentuan konsentrasi karbondioksida ... 20

Penentuan kadar air ... 20

Penentuan susut bobot ... 21

Penentuan padatan terlarut ... 21

Penentuan total asam ... 21

Penentuan kadar vitamin C ... 22

Penentuan indeks kematangan ... 23

Penentuan kekerasan ... 23

Uji skor warna... 24

Penentuan nilai organoleptik warna, aroma, dan tekstur ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Tingkat Kematangan Terhadap Parameter Mutu Buah Terung Belanda yang Diamati ... 26

Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah Terung Belanda yang Diamati ... 27

Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida ... 31

Kadar Air Pengaruh tingkat kematangan terhadap kadar air ... 31

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air ... 31

Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar air ... 33

Susut Bobot Pengaruh tingkat kematangan terhadap susut bobot ... 33

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot ... 34

Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot ... 35

Total Padatan Terlarut Pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut ... 36

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap total padatan terlarut ... 37

Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap total padatan terlarut ... 37

Total Asam Pengaruh tingkat kematangan terhadap total asam ... 37

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap total asam ... 39

Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap total total asam ... 39

(7)

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar

vitamin C ... 40 Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang

pematangan terhadap kadar vitamin C ... 41 Indeks Kematangan

Pengaruh tingkat kematangan terhadap indeks kematangan ... 43 Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap indeks

Kematangan ... 44 Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap indeks kematangan ... 45 Kekerasan

Pengaruh tingkat kematangan terhadap kekerasan ... 48 Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kekerasan ... 49 Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang

pematangan terhadap kekerasan ... 49 Uji Skor Warna

Pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai skor warna ... 51 Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai skor

warna ... 52 Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap nilai skor warna ... 52 Uji Organoleptik Warna pematangan terhadap nilai organoleptik warna ... 56 Uji Organoleptik Aroma

Pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai organoleptik

aroma ... 57 Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai

organoleptik aroma ... 57 Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang

pematangan terhadap nilai organoleptik aroma ... 58 Uji Organoleptik Tekstur

Pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai organoleptik tekstur ... 59 Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai

organoleptik tekstur... 60 Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap nilai organoleptik tekstur ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN

(8)

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Komposisi kimia buah terung belanda per 100 gr bahan ………. 5

2. Skala Uji Skor Warna ………... 23

3. Skala Uji Hedonik warna, aroma, dan tekstur ……….. 24

4. Hasil analisis pengaruh tingkat kematangan buah terhadap mutu buah terung belanda ………... 26

5. Hasil analisis pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap mutu buah terung belanda ……… 27

6. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda ... 28

7. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda ... 29

8. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda ………....…… 32

9. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot terung belanda………. 34

10. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut terung belanda …………... 36

11. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap total asam terung belanda ………...………... 38

12. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda……...………... 40

13. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda …...….... 41

14 Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap indeks kematangan terung belanda…...…... 44

(10)

16. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap kekerasan terung belanda ……...…... 48

17. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kekerasan terung belanda... ………... 49

18. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai skor warna terung belanda ………...……… 51

19. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap nilai skor warna terung belanda ...……… 52

20. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai organoleptik warna terung belanda ………...…... 54

21. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai organoleptik warna terung belanda ……... 55

22. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai organoleptik aroma terung belanda …………... 57

23. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai organoleptik tekstur terung belanda ………... 59

24. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai organoleptik tekstur terung belanda …………... 60

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Skema perubahan tepung menjadi gula-gula pereduksi pada hasil pertanian menjelang dan sesudah panen………... 9

2. Struktur kimia ethepon ………...….. 12

3. Pembentukan etilen dari ethepon ………...……... 13

4. Skema penelitian pematangan buah terung belanda dengan berbagai jenis perangsang pematangan ...……... 25

5. Pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda ... 29

6. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda ... 31

7. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda ………...…... 33

8. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot terung belanda …………...………... 35

9. Pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut terung belanda ………... 37

10. Pengaruh tingkat kematangan terhadap total asam terung

belanda ………...……….. 39

11. Pengaruh jenis pematangan terhadap kadar vitamin C terung

belanda ………... 41

12. Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda ... 43

13. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap indeks

kematangan terung belanda ... 45

14. Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap indeks kematangan terung belanda……… 47

15. Pengaruh tingkat kematangan terhadap kekerasan terung

(12)

16. Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kekerasan terung belanda ……... 50

17. Pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai skor warna terung

belanda ………..……... 51

18. Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap nilai skor warna terung belanda ... 53

19. Pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai organoleptik warna

terung belanda ………...…………... 54

20. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai

organoleptik warna terung belanda ………...…... 56

21. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai

organoleptik aroma terung belanda ………....……... 58

22. Pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai organoleptik

tekstur terung belanda ………... 59

23. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai

organoleptik tekstur terung belanda ………...…....…... 61

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Data Pengamatan Konsentrasi Karbondioksida (%) ... 68

2. Data Pengamatan Kadar Air (%) ……….…. 69

3. Data Pengamatan Susut Bobot (%) ………..… 70

4. Data Pengamatan Total Padatan Terlarut (oBrix)……….. 71

5. Data Pengamatan Total Asam (%)……… 72

6. Data Pengamatan Kadar Vitamin C……….…… 73

7. Data Pengamatan Indeks Kematangan ……… 74

8. Data Pengamatan Kekerasan (kgf) ……….. 75

9. Data Pengamatan Nilai Skor Warna ………...…... 76

10. Data Pengamatan Nilai Organoleptik Warna (Numerik) …..…... 77

11. Data Pengamatan Nilai Organoleptik Aroma (Numerik) ……… 78

12. Data Pengamatan Nilai Organoleptik Tekstur (Numerik) …... 79

13. Data Pengamatan 0 Hari ... 80

14. Grafik Kurva Standar Asam Askorbat ... 81

(14)

ABSTRACT

EFRIDA YANTI ANNA P : The Effect of the kinds of ripening stimulant on the quality of Tamarillo (Cyphomandra betacea), supervised by Elisa Julianti and Mimi Nurminah .

The aim of this research was to find the effect of kinds of ripening stimulant and maturity stage on the quality of Tamarillo. This research had been performed using factorial completely randomized design with two factors, i.ematurity stage M1 = 70-80 %, M2 = 80-90% , and kind of

ripening stimulant P1 = Ethephon 750 ppm, P2 = Ethylene 250 ppm, P3 = Acetylene 250 ppm, P4

= Calcium Carbide 0,5%. Ripening was performed for 6 days at 28oC. Parameters analyzed were total soluble solid, acid content, maturity index, vitamin C content, weight lost, moisture content, hardness, color score, organoleptic values (color, aroma, texture) and concentration of carbon dioxide. The results showed that the maturity stage had highly significant effect on concentration of carbon dioxide, total slolube solid, acid content, hardness, color index, hedonic score of colors and texture. Kind of ripening stimulant had highly significant effect on concentration of carbon dioxide, moisture content, maturity index, color index, organoleptic values (color, smell, texture), and had significant effect on weight loss, vitamin C content. The interaction of maturity stage and kinds of ripening stimulant had highly significant effect on vitamin C content, marutity index, hardness, color index, and hedonic score of texture.

Keywords : Tamarillo, maturity stage, ripening stimulant.

ABSTRAK

EFRIDA YANTI ANNA P : Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah Terung Belanda (Cyphomandra betacea) dibimbing oleh, Elisa Julianti dan Mimi Nurminah.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan buah terhadap mutu buah terung belanda. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dua faktor yaitu tingkat kematangan M1 = 70-80%, M2 = 80-90%, dan jenis perangsang pematangan P1 = Ethepon 750 ppm, P2 = Gas Etilen 250 ppm, P3 = Gas Asetilen 250 ppm, P4 = Kalsium Karbida 0,5%. Pematangan dilakukan selama 6 hari pada suhu 28oC. Parameter yang diamati adalah total padatan terlarut, total asam, indeks kematangan, kadar vitamin C, susut bobot, kadar air, kekerasan, uji skor warna (color chart classification) dan uji organoleptik (warna, aroma, tekstur), dan konsentrasi karbondioksida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kematangan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi karbondioksida, total padatan terlarut, total asam, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik warna, uji organoleptik tekstur. Jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi karbondioksida, kadar air, indeks kematangan, uji skor warna, uji organoleptik (warna, aroma dan tekstur), dan pengaruh nyata terhadap susut bobot, kadar vitamin C. Interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik tekstur.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Terung belanda atau tamarillo (Cyphomandra betacea) termasuk dalam

famili Solanaceae (terung-terungan) sama seperti kentang, terung sayur, dan

tomat. Buah ini belum cukup populer di Indonesia dan baru ditanam di beberapa

daerah. Sedangkan di beberapa negara seperti di Amerika Tengah, Amerika

Selatan, Karibia, Australia dan New Zealand buah ini telah populer. Di New

Zealand, terung belanda bahkan sudah dikembangkan menjadi industri komersial.

Terung belanda masuk ke Indonesia pada tahun 1941 dan mulai

dikembangkan di

dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh ora

dengan nama terung belanda, padahal buah tersebut berasal dari daera

dTerung belanda termasuk komoditi hortikultura unggulan yang

dikembangkan di Sumatera Utara yang memiliki masa depan dan bisa menembus

pasar lokal maupun internasional, sehingga penanganan pasca panen yang baik

pada terung belanda sangat dibutuhkan. Menurut Kader (2001) terung belanda

bersifat non-klimakterik dengan produksi CO2 (10 -12 ml CO2/kg/jam) pada suhu

20oC, etilen yang dihasilkan termasuk rendah yaitu lebih rendah dari

0,1 μL/kg/jam pada suhu 20o

Buah non klimakterik tidak akan mengalami proses pematangan ketika

sudah dipetik dan tidak merespon perlakuan etilen kecuali dalam proses

degreening (perombakan klorofil) sehingga harus dipanen pada kondisi matang

(16)

terung belanda dengan tujuan untuk menyeragamkan warna (degreening)

sehingga dihasilkan buah dengan mutu yang seragam terutama dilihat dari segi

warna dan penampakannya. Senyawa yang umum digunakan dalam proses

degreening adalah etilen atau bahan-bahan yang dapat mengahasilkan etilen

seperti asetilen, karbid atau ethepon. Setiap zat perangsang pematangan yang

berbeda akan menghasilkan efek yang berbeda pada buah.

Warna merupakan proses yang paling menonjol pada waktu

pematangan. Perubahan warna yang terjadi pada buah-buahan sering dijadikan

sebagai kriteria utama bagi konsumen untuk menentukan mentah-matangnya

suatu buah. Warna pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen, yang umumnya

dibedakan atas empat kelompok yaitu, klorofil, antosianin, flavonoid, dan

karotenoid (Winarno dan Aman, 1981).

El-Zeftawi, dkk. (1988) menemukan bahwa terung belanda dengan warna

kulit merah tua dapat meneruskan proses pematangan setelah dipanen, dimana

buah menjadi lebih lunak dan berair (juicy) dan disarankan untuk memanen buah

pada saat warna kulit masih ungu (tingkat kematangan fisiologis atau bukan yang

masak).

Prohens, dkk. (1996) telah melakukan penelitian mengenai pematangan

terung belanda dengan zat perangsang pematangan yaitu ethepon. Terung belanda

yang diberi perlakuan dengan ethepon 500 mg/liter dan 750 mg/liter yang

disimpan pada suhu 28oC menunjukkan bahwa skor warna, indeks kematangan,

dan asam askorbat menyerupai buah terung belanda yang matang di pohon,

(17)

bobot buah lebih rendah dari 8,5%, sehingga buah hanya sedikit mengerut dan hal

ini tidak mempengaruhi nilai komersialnya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mencoba meneliti

tentang “Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah

Terung Belanda (Cyphomandra betacea)”.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh berbagai jenis perangsang

pematangan terhadap mutu buah terung belanda.

Kegunaan Penelitian

Sebagai sumber informasi untuk mengetahui pengaruh dari jenis

perangsang pematangan terhadap mutu buah terung belanda dan sumber data

dalam penyusunan skripsi di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesis Penelitian

Tingkat kematangan, jenis perangsang pematangan, dan interaksi tingkat

kematangan dan jenis perangsang pematangan berpengaruh terhadap mutu buah

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Terung Belanda

Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae.

Buah ini berasal dari Peru yang masuk ke Indonesia dan dikembangkan

di beberapa daerah seperti Bali, Jawa Barat, dan Tanah Karo Sumatera Utara.

Buah ini bentuknya bulat panjang berasa kombinasi antara tomat dan jambu biji

(Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

Terung belanda memiliki nama yang berbeda di setiap negara. Tamarillo

merupakan nama yang dipakai dalam perdagangan internasional, dan pertama

kali digunakan di New Zealand dengan nama tree tomato pada tahun 1967.

Di Indonesia dikenal dengan nama terung belanda, terung menen, atau tiung,

Malaysia (pokok tomato), Thailand (makhua-thetton), Australia, Amerika, Inggris,

Argentina dan Bolivia (tomate de monte), Brazil (tomate frances), Columbia

(pepino de Arbol), Peru (yuncatomate), Portugis (tomate frances), Belanda

(struiktomaat, Tamarillo), dan Spanyol (tomate de palo) (Danga, 2002).

Terung belanda berkulit halus, berbentuk oval, pada ujungnya tertutup

oleh kelopak. Berdasarkana warna kulit dan isinya, terung belanda digolongkan

pada 3 kelompok yaitu merah, hitam merah, dan kuning. Kualitas terung belanda

yang baik pada saat matang adalah berair, kandungan gula sedang, dan total asam

tinggi. Tingkat kematangan yang baik dinilai dari warna kulit dan isinya. Penentu

tingkat kematangan yang lain berkorelasi dengan warna kulit adalah kekerasan

(19)

Indikator kematangan buah yang akan dipanen adalah terbentuknya warna

merah atau kuning secara penuh, bergantung pada kultivarnya, atau berumur

21-24 minggu setelah penyerbukan, tergantung jenis dan area tumbuhnya.

Pencapaian warna merah dan kuning yang menyeluruh (tergantung jenisnya)

adalah salah satu indeks kematangan yang utama (Kader, 2001).

Komposisi Kimia Buah Terung Belanda

Terung belanda (tamarillo) merupakan buah yang mempunyai kandungan

gizi dan vitamin yang sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia seperti

antosianin, vitamin A, B6

Tabel 1. Komposisi kimia buah terung belanda per 100 g bahan

, C, dan E serta kaya akan besi dan potassium dan serat.

Terung belanda mempunyai kandungan sodium yang rendah. Rata-rata buah

terung belanda mempunyai kalori kurang dari 40 kalori (± 160 KJ)

(Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006). Hasil analisis lengkap kandungan gizi

buah terung belanda dapat dilihat pada Tabel 1.

Kandungan Nutrisi Jumlah

Kadar air (%) 82,7 - 87,8

Protein (g) 1,5

Karbohidrat (g) 10,3

Lemak (g) 0,1 - 1,2

Serat (g) 1,4 - 4,2

Nitrogen (g) 0,2 - 0,5

Abu (g) 0,6 - 0,8

Kalsium (mg) 3,9 - 11,3

Fospor (dengan biji) (mg) 52,5 - 65,5

Iron (mg) 0,7 - 0,9

Karoten (mg) 0,4 - 0,7

Vitamin A (IU) 540

Tiamin (mg) 0,1 - 0,1

Asam askorbat (mg) 23,3 - 33,9

(20)

Manfaat Buah Terung Belanda

Ditinjau dari aspek fungsionalnya ternyata buah terung belanda

mempunyai khasiat yang sangat unggul sebagai sumber antioksidan alami. Buah

terung belanda mengandung berbagai macam bentuk vitamin, seperti vitamin A,

vitamin B6

Buah terung belanda mengandung vitamin C yang cukup tinggi, yaitu

sekitar 42 mg/100 g bahan , jumlah ini cukup untuk mencegah penyakit.

Vitamin C merupakan antioksidan alami yang mudah dan murah bila dikonsumsi

dari alam. Vitamin C sebagai sumber antioksidan memiliki manfaat bagi tubuh

antara lain membantu menjaga sel, meningkatkan penyerapan asupan zat besi, dan

memperbaiki sistem kekebalan tubuh (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006). , vitamin C, vitamin E, senyawa karotenoid, anthosianin, dan serat

(Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

Terung belanda yang mengkal dapat diolah menjadi sambal dengan cara

tertentu. Terung belanda juga dapat digunakan sebagai campuran untuk es krim,

sandwich filling, puding, dan pie. Buah terung belanda dapat diolah menjadi

produk-produk seperti chutney yaitu salah satu makanan yang terkenal di New

Zealand. Karena kandungan pektin yang tinggi maka buah ini sangat cocok

dijadikan jelli, jam, akan tetapi buah terung belanda mudah teroksidasi dan

kehilangan warnanya (Morton, 1987).

Proses Terjadinya Pematangan Buah

Umumnya tahapan proses pertumbuhan hasil pertanian meliputi

tahap-tahap pembelahan sel, pendewasaan sel, pembesaran sel (maturation),

pematangan (ripening), kelayuan (senescence), dan pembusukan (deterioration).

(21)

dengan pembesaran dan pengembangan sel sampai mencapai volume maksimum.

Selanjutnya sel buah berturut-turut mengalami pendewasaan, pematangan,

kelayuan, dan pembusukan (Syarief dan Irawati, 1988).

Respirasi adalah suatu proses metabolisme biologis dengan menggunakan

oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul (seperti karbohidrat, protein,

dan lemak) untuk menghasilkan energi, CO2, air, dan lainnya. Klimakterik adalah

suatu periode mendadak yang khas (pola respirasi yang meningkat pada saat

pematangan) pada buah tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi perubahan

biologis seperti proses pembentukan etilen. Sedangkan buah yang tidak

mengalami proses tersebut digolongkan ke dalam golongan non klimakterik. Pada

buah klimakterik proses respirasi pada saat pematangan mempunyai pola yang

sama, yaitu adanya peningkatan CO2 yang mendadak, seperti pada buah apel,

pisang dan mangga. Pada buah-buahan non klimakterik setelah dipanen, CO2

Pematangan adalah proses perubahan susunan yang terjadi dari tingkat

akhir pertumbuhan dan perkembangan yang terus-menerus akan menyebabkan

kelayuan dan menentukan kualitas, yang ditandai dengan perubahan komposisi,

warna, tekstur, dan sifat sensorik lainnya. Buah digolongkan menjadi dua

kelompok, yaitu : 1) buah yang tidak mengalami proses pematangan ketika sudah

dipetik, dan 2) buah yang dapat dipanen dalam keadaan optimal dan akan

melanjutkan proses pematangan ketika sudah dipetik. Pada kelompok pertama,

buah akan memproduksi etilen dalam jumlah yang sangat sedikit dan tidak

merespon perlakuan terhadap etilen kecuali dalam proses degreening

yang dihasilkan menurun secara perlahan-lahan (respirasi menurun) seperti pada

(22)

(perombakan klorofil) sehingga harus dipanen dalam keadaan matang optimal

yang mentukan kualitas flavor. Sedangkan kelompok kedua, buah akan

menghasilkan etilen dalam jumlah yang besar untuk proses pematangannya dan

perlakuan dengan etilen dapat mempercepat pematangan (Kader,1999).

Proses pematangan buah, banyak dihubungkan dengan timbulnya etilen,

perubahan-perubahan zat-zat tertentu, dan perubahan fisik hasil pertanian. Untuk

buah klimakterik, pemberian etilen dapat memajukan fase klimakterik yaitu

menjadi lebih awal. Pada buah non klimakterik, pemberian etilen mempengaruhi

aktivitas respirasinya menjadi lebih meningkat (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).

Selama pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata dalam

warna, tekstur, dan bau yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan dalam

susunannya. Mutu konsumsi maksimal buah tercapai jika perubahan-perubahan

kimiawi selesai. Hal tersebut dapat dicapai ketika buah dipanen pada saat

kematangan yang tepat, namun jika buah dipanen pada kondisi yang tidak tepat

seperti terlalu muda maka akan menghasilkan buah dengan mutu yang tidak

memuaskan, meskipun terjadi proses pematangan. Perubahan warna dapat terjadi

baik oleh proses perombakan, proses sintetik, atau keduanya. Melunaknya buah

disebabkan oleh perombakan protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang

larut, hidrolisis zat pati, atau lemak. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah

gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik,

dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberikan flavor khas pada buah (Phan, dkk.,

1993).

Karbohidrat dibentuk melalui proses fotosintesa kemudian disimpan pada

(23)

diubah menjadi sukrosa dan gula-gula reduksi (glukosa dan fruktosa). Perubahan

ini tergantung pada suhu, waktu, dan tingkat fisiologis hasil pertanian, misalnya

saat pemetikan, tingkat pemasakan, dan lain-lain. Perubahan protein dimulai sejak

fase pra-klimakterik sampai fase klimakterik. Skema perubahan tepung menjadi

gula reduksi dapat dilihat pada Gambar 1.

Tepung Maltosa

Sukrosa Maltase

Invertase Glukosa

Glukosa + Fruktosa

Gambar 1. Skema perubahan tepung menjadi menjadi gula-gula reduksi pada hasil pertanian menjelang dan sesudah panen (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).

Selama proses pemasakan buah terjadi perubahan warna kulit buah terung

belanda dari hijau menjadi merah, sehingga perubahan warna kulit dapat

digunakan sebagai indikator pematangan pada buah terung belanda.

Perubahan warna ini terjadi akibat degradasi klorofil. Indeks kematangan

buah yang terbaik untuk terung belanda adalah warna kulit dan daging

buah (pulp). Indikator lainnya yang berhubungan dengan warna kulit

adalah perubahan kekerasan, kandungan juice, dan total padatan terlarut

(El-Zeftawi, dkk., 1988).

Perbedaan tingkat kematangan buah pada saat panen menyebabkan

terjadinya perbedaan mutu pada saat penyimpanan. Semakin tinggi tingkat

kematangan buah maka kadar air, total padatan terlarut, nilai warna akan semakin

meningkat, sedangkan kandungan vitamin C, total asam, dan nilai kekerasan akan

(24)

Perubahan Fisik dan Kimia Buah

Perubahan-perubahan sifat fisiko-kimia akan tetap terjadi pada proses

pematangan buah-buahan. Umumnya perubahan fisik yang terjadi meliputi

perubahan warna, teksturdan aroma. Perubahan kimia yang terjadi meliputi pH,

keasaman, kandungan gula, kandungan vitamin C, dan asam-asam organik.

Asam-asam organik yang terdapat pada buah merupakan sumber energi

bagi buah. Kandungan asam buah mempengaruhi daya simpan buah. Semakin

tinggi kandungan asam buah, maka semakin tinggi pula ketahanan simpan buah

tersebut. Jumlah asam akan berkurang dengan meningkatnya aktivitas

metabolisme buah. Total asam pada buah-buahan akan mencapai maksimum

selama pertumbuhan dan perkembangan, kemudian menurun selama penyimpanan

(Wills, dkk., 1981).

Total asam pada buah meningkat sampai pada saat buah tersebut dipanen.

Setelah buah tersebut dipanen dan dalam penyimpanan maka keasaman buah akan

menurun. Dengan adanya aktivitas enzim asam askorbat oksidase pada buah yang

telah dipanen akan mengalami penurunan kadar vitamin C (Kartasapoetra, 1994).

Proses perubahan warna pada hasil pertanian seperti pada buah merupakan

proses yang berkaitan langsung ke arah masaknya hasil tanaman tersebut, pada

proses ini terjadi perombakan klorofil. Perombakan klorofil akan menimbulkan

warna-warna lainnya yang menunjukkan tingkat masaknya hasil tanaman tersebut,

antara lain wana kuning, merah jambu, dan merah tua (Kartasapoetra, 1994).

Aroma yang khas timbul di sekitar buah-buah yang sedang masak.

Senyawa-senyawa utama yang ditemukan adalah ester-ester alkohol alifatik dan

(25)

dihasilkan pada permulaan pematangan buah. Derajat kemasakan merupakan

faktor fisiologis utama yang mempengaruhi produksi-produksi zat-zat atsiri dan

komposisi aromanya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan selama

pematangan (Phan, dkk., 1993).

Pada hasil tanaman terkandung pektin yaitu senyawa kimia golongan

karbohidrat. Pektin terbentuk dari senyawa protopektin yaitu dengan adanya

aktivitas enzim protopektinase. Aktifnya enzim pektinmetilesterase dan

poligalakturonase pada buah yang berada dalam proses masak, ternyata telah

melangsungkan pemecahan atau kerusakan pektin menjadi senyawa-senyawa lain,

yang menyebabkan berubahnya tekstur hasil tanaman yang keras menjadi lunak.

Perubahan tekstur akan berlangsung lebih cepat ketika berada dalam penyimpanan

(Kartasapoetra, 1994).

Penyusutan bobot dalam buah dipengaruhi oleh hilangnya cadangan

makanan karena proses respirasi. Respirasi merupakan metabolisme utama yang

terjadi pada buah setelah dipanen. Dalam proses respirasi terjadi pemecahan

senyawa kompleks (karbohidrat, lemak, dan protein) menjadi senyawa yang lebih

sederhana (CO2, air, dan energi). Selama proses berlangsungnya proses respirasi,

buah banyak menggunakan oksigen dan kehilangan substrat (Phan, dkk., 1993).

Jenis-Jenis Perangsang Pematangan Buah

Pematangan buah dengan menggunakan bahan perangsang pematangan

bertujuan untuk mendapatkan buah dengan warna yang menarik dan rasa yang

lebih enak. Pematangan dapat dilakukan dengan pengaturan suhu dan penggunaan

bahan-bahan kimia. Beberapa bahan kimia yang digunakan untuk mempercepat

(26)

etilen (C2H4), CO2

Etilen adalah zat yang berwujud gas pada suhu dan tekanan ruangan

(ambien). Peran senyawa ini sebagai perangsang pemasakan buah telah diketahui

sejak lama meskipun orang hanya tahu dari praktek tanpa mengetahui

penyebabnya.

, karbit, sulfur oksida, dan sulfida-sulfida, sodium klorioda,

beberapa asam tertentu, dan borat. Pematangan dapat juga menggunakan

pengasapan (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).

sekitar jaringan

menggunakan karbit adalah tindakan pembentukan asetilen (etuna atau

gas menjadi

etilen. Berbagai substansi dibuat orang sebagai senyawa pembentuk etilena,

sepertiethephon

dan beta-hidroksil-etilhidrazina (BOH). Senyawa BOH bahkan juga dapat memicu

pembentukan bunga pada

pemasakan buah, mungkin dengan cara merangsang pembentukan etilena secara

endogen (Wikipedia, 2008).

Ethepon

Ethepon merupakan penghasil etilen (Ethylene Realising Agent) dengan

bahan aktif asam 2-kloroetil fosponat yang memiliki rumus bangun seperti pada

Gambar 2.

O

Cl CH2 CH2 P OH

OH

(27)

Ethepon merupakan bahan kimia yang dapat menghasilkan etilen dan

digunakan untuk menyeragamkan kematangan dan warna pada buah. Mekanisme

pembentukan etilen dapat dilihat pada Gambar 3:

O

Cl CH2 CH2 P OH+ H2O HCl+ CH2 CH2 + H2PO

O

4

Gambar 3. Pembentukan etilen dari ethephon (Abeles, 1973)

Pemeraman menggunakan ethepon dilakukan Suyanti dan Rani (1989)

pada pisang raja sere. Penggunaan ethepon 1000 ppm dapat mempercepat

pematangan buah pisang pada hari ke-4, sedangkan kontrol menjadi matang pada

hari ke-10. Semakin tinggi konsentrasi etheponyang digunakan, perubahan warna

dan pelunakan buah semakin cepat, dan pemacuan tersebut mempercepat

penurunan kadar pati diiringi dengan peningkatan kadar gula dan kadar asamnya.

Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa penggunaan ethepon dapat

menyeragamkan kematangan pada pisang raja sere yang seringkali tidak merata.

Cara penerapan ethepon ini adalah dengan pencelupan buah dalam larutan

ethepon selama 30 detik (1 ml dalam 1 liter air bersih), dan menjadi matang penuh

dalam waktu 3-4 hari.

Etilen

Etilen adalah zat pengatur tumbuh yang berperan penting dalam proses

pasca panen produk hortikultura. Etilen dalam buah matang berperan

mempercepat pemasakan dan penuaan. Keuntungan dari penggunaan etilen dapat

(28)

Menurut Chocker (1934) etilen aktif sebagai hormon dalam pemasakan

buah pada tanaman. Etilen terbentuk dalam buah yang sedang mengalami proses

pemasakan. Produksi etilen erat kaitannya dengan respirasi. Jika produksi etilen

banyak maka biasanya aktivitas respirasinya itu meningkat.

Struktur kimia etilen sangat sederhana yaitu terdiri dari 2 atom karbon dan

4 atom hidrogen seperti gambar di bawah ini :

H H

C=C

H H

Pematangan hasil tanaman yang distimulasi dengan perlakuan etilen

eksogen pada umumnya dinilai sama dengan masaknya buah itu yang berlangsung

secara alami. Peningkatan produksi etilen endogen yang mendahului pemasakan

alami, dapat menjadi bukti bahwa etilen adalah unsur yang digunakan untuk

pemasakan buah (Kartasapoetra, 1994).

Asetilen

Asetilen (C2H2) atau CH = CH mempunyai bobot molekul 26,04

merupakan gas yang tidak berwarna. Asetilen (acetylene) dapat dihasilkan dari

campuran air dengan kalsium karbida sebagai pengganti etilen. Gas asetilen juga

dapat merangsang pembentukan C2H4

Degreening jeruk sitrum yang dilakukan oleh Tsai dan Chiang (1970)

menggunakan 500 ppm asetilena selama 2 hari ternyata kalah efektif ibandingkan

dengan perlakuan serupa dengan 10 ppm etilen, akan tetapi masih dapat

menghilangkan warna hijau setelah seminggu.

(29)

Kalsium karbida

Kalsium karbida adalah2.

Kalsium karbida digunakan dalam proses

pematangan buah. Kalsium karbida berupa batu berwarna abu-abu dimana

bersama air atau ruang lembab, batu karbit akan terurai menjadi gas asetilen

(C2H2) dan air kapur yang berwarna putih (Ca(OH)2

Kalsium karbida (CaC

), gas asetilen akan

merangsang aktivitas sel buah sehingga akan memacu kematangan buah

(Sunarjono, 2002).

2) adalah sumber yang dapat menyediakan C2H2.

Reaksi dari CaC2 dengan air yang diabsorbsi dari hasil transpirasi buah-buahan

dan menghasilkan C2H2

CaC

seperti ditunjukk an sebagai berikut:

2 + 2 H2O

Kegunaaan C2H2 yang dihasilkan dari CaC2

Pada pemeraman buah pisang menggunakan asap (empos), daun Albizzia,

daun Gliricidia dan batu karbit pernah di dibandingkan pengaruhnya terhadap

pematangan, buah rontok dan kerusakan pisang Ambon. Penelitian menunjukka n

bahwa buah yang lebih cepat matang buahnya juga cepat rontok dan rusak, seperti

pemeraman menggunakan batu karbit. Pemeraman menggunakan cara

pengemposan terlihat memberikan kualitas hasil buah matang lebih baik dan tidak

cepat rontok (Prabawati, dkk., 2008).

sebagai salah satu zat perangsang

(30)

Perlakuan Pendahuluan Pascapanen

Penanganan lepas panen bertujuan untuk memperbaiki sifat hasil

pertanian. Salah satu perlakuan yang sering dilakukan adalah pencucian dan

perendaman. Tujuan perlakuan ini adalah untuk menghilangkan bahan-bahan

asing, mengurangi jumlah bakteri atau jenis mikroba lainnya, menginaktifkan

enzim, dan mendapatkan kenampakan hasil pertanian yang lebih bersih dan

menarik (Hadiwiyoto dan Sooehardi, 1981).

Pemanasan dilakukan untuk menginaktifkan enzim, menghindari

kerusakan buah yang disebabkan oleh larva, lalat buah, dan mengurangi

organisme perusak. Perlakuan dengan air panas (heat water treatment) untuk

pengendalian hama atau penyakit. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara

memanaskan buah pada suhu tertentu selama periode waktu tertentu yang

bertujuan untuk membunuh lalat buah atau mengendalikan penyakit antraknosa

dan busuk pangkal buah (stem end rot) tanpa menyebabkan kerusakan pada buah

tersebut (Setyabudi, 2009).

Aplikasi perendaman mangga dalam air panas (53-55°C) selama 5 menit

dapat menunda timbulnya gejala penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah

masing-masing 9,4 hari dan 9,2 hari lebih lama dibanding tanpa perlakuan.

Mangga varietas Irwin dari Okinawa pada suhu 46,5°C selama 30 menit telah

cukup efektif dalam menekan perkembangan penyakit antraknosa dan busuk

pangkal buah (stem end rot) serta dapat mempertahankan mutu buah hingga

(31)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni di Laboratorium

Analisa Kimia Bahan Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tween 20, gas etilen,

gas asetilen, kalsium karbida, ethepon 10%, dan buah terung belanda dengan

2 tingkat kematangan yang berbeda, ditandai dengan warna kulit buah hijau dan

hijau kemerahan. Buah terung belanda diperoleh dari petani di daerah Kabanjahe.

Bahan Kimia

Akuades, asam metaphospat (HPO3), 2,6-diklorofenol indo fenol, sodium

bikarbonat, NaOH 0,1N, fenolftalein (PP) 1%, dan asam askorbat standar.

Alat Penelitian

Stoples kaca, timbangan analitik, aluminium foil, mortal, alu, kertas saring,

oven, cawan, desikator, beakes glass, erlenmeyer, gelas ukur, spektrofotometer,

pipet tetes, alat titrasi, magnetic stirer, labu tera, selang plastik, penjepit,

handrefraktometer, fruit hardness tester, cuvet, tabung reaksi, kertas saring,

(32)

Metode Penelitian (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL), yang terdiri dari dua faktor, yaitu:

Faktor I : Tingkat Kematangan Buah Terung Belanda (M), terdiri dari 2 taraf

yaitu :

M1

M

= Matang Hijau (70% - 80%)

2

Faktor II : Jeniss Perangsang Kematangan (P), terdiri dari 4 taraf yaitu : = Matang Hijau Kemerahan (80% - 90%)

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah

2 x 4 = 8, dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. = Kalsium Karbida 0,5%

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua

faktorial dengan model sebagai berikut:

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij+ ε

dimana:

ijk

Ŷijk

µ : Efek nilai tengah

: Hasil pengamatan dari faktor M pada taraf ke-i dan faktor E pada taraf

ke-j dalam ulangan ke-k

(33)

εijk

i : 1, 2, j = 1, 2, 3, 4, k = 1, 2, 3

: Efek galat dari faktor M pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

dalam ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range

(LSR).

Pelaksanaan Penelitian

Dipilih terung belanda dengan tingkat kematangan yang dibutuhkan yaitu

buah dengan matang hijau (70%-80%) dan buah yang matang hijau kekuningan

(80%-90%), kemudian ditimbang beratnya sebanyak ± 300 gram. Buah terung

belanda direndam dalam air hangat dengan suhu 53oC selama 3 menit, kemudian

segera didinginkan dengan air dingin suhu 20o

Buah terung belanda dengan 2 tingkat kematangan yang berbeda

masing-masing diberi perlakuan perangsang pematangan. Perlakuan dengan ethepon:

dilakukan dengan melarutkan ethepon dalam akuades dengan konsentrasi

750 ppm, lalu ditambahkan tween 20 (0,1% v/v) sebagai pembasah, kemudian

buah terung belanda dicelupkan dalam larutan ethepon tersebut selama 10 detik,

diangin-anginkan, dan dimasukkan ke dalam stoples kaca. Untuk etilen dan

asetilen: buah ditempatkan pada stoples kaca yang pada bagian tutupnya dipasang

selang, kemudian gas etilen atau asetilen dialirkan ke dalam stoples kaca melalui

selang tersebut. Untuk kalsium karbida: kalsium karbida dengan konsentrasi 0,5%

dari berat buah diletakkan di bawah buah di dalam stoples kaca. Kemudian

pemeraman dilakukan pada suhu 28

C dan diangin-anginkan.

o

(34)

Dilakukan analisa terhadap buah terung belanda pada 0 hari (kontrol) dan

buah setelah 6 hari pemberian perlakuan.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap

parameter pengukuran konsentrasi karbondioksida (%), kadar air (%), susut

bobot (%), total padatan terlarut (oBrix), total asam (%), kadar

vitamin C (mg/100 g bahan), indeks kematangan, kekerasan (kgf), uji skor warna,

dan uji organoleptik warna, aroma, dan tekstur (numerik).

Penentuan konsentrasi karbondioksida

Dihitung konsentrasi karbondioksida dengan menggunakan alat

cosmotector tipe XPO – 314 dengan cara salah satu selang plastik dihubungkan

dengan alat pengukur karbondioksida.

Penentuan kadar air (AOAC, 1984)

Ditimbang bahan sebanyak 5 gram di dalam aluminium foil yang telah

diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven

dengan suhu 105o

Kadar air =

C selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator

selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di

dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan kembali dengan desikator

selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat

yang konstan.

% 100

x awal

berat

akhir berat awal

(35)

Susut bobot (%)

Ditimbang berat awal bahan sebelum penyimpanan dan berat akhir bahan

setelah penyimpanan. Kemudian dihitung dengan rumus:

Susut Bobot = x100%

Wa Wb Wa

Keterangan :

Wa : berat awal bahan sebelum penyimpanan

Wb : berat akhir bahan seteleh penyimpanan

Total padatan terlarut (Muchtadi dan Sugiono, 1989).

Sampel buah terung belanda yang telah dihancurkan diambil 2 gram dan

ditambah akuades sampai volume 8 ml. Hand refractometer terlebih dahulu

distandarisasi dengan menggunakan aquadest. Diambil sari yang sudah diencerkan

dengan pipet tetes dan diteteskan pada prisma hand refractometer. Diamati

pembacaan skala dan dicatat nilainya. Kadar total padatan terlarutnya yaitu

pembacaan skala dikalikan dengan 4.

Penentuan total asam (Ranganna, 1978)

Sampel buah terung belanda yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak

10 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquades sampai

volume 100 ml. Diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring dan

diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan

ditambahkan phenolptalein 1% 2 - 3 tetes. Kemudian dititrasi dengan

menggunakan NaOH 0,1N. Titrasi dihentikan setelah timbul warna merah jambu

(36)

Total Asam = ml NaOH x N NaOH x BM Asam Dominan x FP x 100%

Berat contoh (gr)x 1000 X Valensi Asam

FP = faktor pengencer

Asam dominan = Asam sitrat (C6H8O7), BM = 192, valensi = 3

Penentuan kadar vitamin C (Apriyantono, dkk., 1989)

Pembuatan larutan dye, dilarutkan 100 mg 2,6,-diklorofenol indofenol dan

84 mg sodium bikarbonat dalam akuades panas, didinginkan, kemudian disaring

sampai 100 ml, diencerkan 25 ml larutan tersebut sampai 500 ml dengan akuades.

Untuk larutan asam askorbat standar ditimbang 100 mg asam askorbat dan

dilarutkan sampai 100 ml dengan HPO3 2%, diencerkan 4 ml larutan tersebut

sampai 100 ml dengan HPO3

Pembuatan kurva standar, dimasukkan larutan asam askorbat standar

masing-masing 1; 2; 2,5; 3; 4; dan 5 ml. Diencerkan dengan HPO 2%.

3 2% sampai

volume 5 ml. Ditambahkan dengan cepat 10 ml larutan dye, kemudian dikocok

dan segera dilakukan pengukuran absorbansi larutan pada panjang

gelombang 518 nm (dalam 15 - 20 detik) yang sebelumnya alat dikalibrasi dengan

blanko yang terdiri dari 5 ml HPO3

Ekstraksi sampel dilakukan dengan cara menghaluskan buah terung

belanda dan diambil sebanyak 0,25 g ditambahkan asam metafosfat 6% 10 ml,

kemudian disaring dan volumenya ditepatkan sampai 10 ml, kemudian diencerkan

kembali. Dilakukan pengukuran pada sampel dengan cara dimasukkan 5 ml 2% dan 10 ml akuades diatur pada transmisi

100% pada panjang gelombang 518 nm. Kemudian dibuat kurva linear regresi

absorbansi vs konsentrasi. Kurva standar asam askorbat disajikan pada

(37)

ekstrak sampel ke dalam tabung reaksi kering. Ditambahkan 10 ml larutan dye.

Kemudian diukur absorbansinya pada kolorimetri. Konsentrasi asam askorbat

sampel dihitung dengan memasukkan nilai absorbansi sampel kedalam persamaan

kurva standar asam askorbat dan nilai vitamin C sampel dihitung dengan rumus

sebagai berikut.

Vitamin C Konsentrasi asam askorbat x volume ekstrak total x 100 (mg/100 g/ml sampel) =

ml ekstrak sampel x 100 x berat/volume sampel

Indeks kematangan (Prohens, dkk., 1996)

Nilai indeks kematangan diperoleh dari hasil pembagian nilai dari total

padatan terlarut dengan nilai total asam.

Nilai indeks kematangan = Nilai Total Padatan Terlarut

Nilai Total Asam

Kekerasan

Penentuan uji kekerasan dilakukan dengan menggunakan alat Fruit

Hardness Tester. Dilakukan dengan cara menusuk bagian pangkal, tengah, dan

ujung dari satu buah terung lalu hasilnya dirata-ratakan dan dinyatakan

(38)

Uji skor warna

Perubahan tingkat kematangan dari buah terung belanda dilakukan dengan

kriteria kulit paling luar dari terung belanda, yaitu berdasarkan tingkat yang

paling muda (hijau) sampai tingkat yang paling matang (merah tua) seperti pada

Tabel 2.

Tabel 2. Skala skor warna terung belanda

Skor Warna Kulit Terung Belanda 5 Warna kulit merah tua 4 Warna kulit merah

3 Warna kulit merah kekuningan 2 Warna kulit hijau kemerahan 1 Warna kulit hijau

Uji organoleptik warna, aroma, dan tekstur (Numerik) (Soekarto,1982)

Penentuan nilai organoleptik dilakukan oleh panelis sebanyak 15 orang

terhadap warna dengan uji kesukaan secara hedonik sesuai dengan Tabel 3.

Tabel 3. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, dan tekstur (numerik).

Skala numerik Skala hedonik

5 Sangat suka

4 Suka

3 Agak suka

2 Tidak suka

(39)

Gambar 4. Skema penelitian pematangan buah terung belanda dengan berbagai jenis perangsang pematangan.

Disortasi

Diberi perlakuan dengan air panas dengan suhu 53oC selama 3 menit, kemudian diangin-anginkan

Dimasukkan bahan perangsang pematangan pada stoples kaca

yang telah diisi buah

Dilakukan pemeraman selama 6 hari pada suhu 28oC Buah terung belanda

Ditimbang ± 300 g dan dimasukkan ke dalam stoples Tingkat kematangan

Dilakukan analisa pada 0 hari (kontrol) dan pada hari ke-6

Penentuan konsentrasi karbondioksida Penentuan kadar air

Penentauan susut bobot

Penentuan total padatan terlarut Penentuan total asam

Penentuan kadar vitamin C Penentuan indeks kematangan Penentuan kekerasan

Penentuan skor warna

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Tingkat Kematangan Buah Terung Belanda Terhadap Parameter Yang Diamati

Hasil penelitian pengaruh tingkat kematangan buah terung belanda

terhadap konsentrasi karbondioksida, kadar air, susut bobot, total padatan terlarut,

total asam, kadar vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji

organoleptik warna, uji organoleptik aroma, dan uji organoleptik tekstur dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap parameter yang diamati

Parameter

Indeks kematangan 2,67 2,56

Kekerasan (kgf) 3,54 2,62

Indeks warna 2,17 3,25

Nilai organoleptik warna (Numerik) 2,50 2,97 Nilai organoleptik aroma (Numerik) 2,74 2,88 Nilai organoleptik tekstur (Numerik) 2,50 2,99

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

tingkat kematangan buah terung belanda berpengaruh terhadap konsentrasi

karbondioksida, kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, total asam, kadar

vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik warna,

(41)

Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Buah Terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian pengaruh jenis perangsang pematangan buah terhadap

konsentrasi karbondioksida, kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, total

asam, kadar vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji

organoleptik warna, uji organoleptik aroma, dan uji organoleptik tekstur dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh jenis perangsang kematangan terhadap parameter yang diamati

Parameter

Jenis perangsang pematangan buah (P)

P1 P Nilai organoleptik warna (numerik) 2,99 2,93 2,28 2,76 Nilai organoleptik aroma (numerik) 3,02 3,11 2,31 2,89 Nilai organoleptik tekstur (numerik) 2,95 3,03 2,44 2,56

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jenis

perangsang pematangan buah berpengaruh terhadap konsentrasi karbondioksida,

kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, total asam, kadar vitamin C, indeks

kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik warna, uji organoleptik

(42)

Konsentrasi Karbondioksida

Pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1), diketahui bahwa tingkat

kematangan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi

karbondioksida. Hasil uji LSR pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi

karbondioksida dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida

Jarak LSR Tingkat

kematangan Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - M1 = 70% - 80% 13,58 a A

2 0,91 1,25 M2 = 80% - 90% 12,05 b B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan M1 berbeda sangat nyata

dengan M2. Konsentrasi karbondioksida tertinggi terdapat pada M1 sebesar

13,58% dan yang terendah terdapat pada M2

Hubungan pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi

karbondioksida dapat dilihat pada Gambar 5. Konsentrasi karbondioksida M sebesar 12,05%.

1

lebih tinggi dibandingkan dengan M2, disebabkan karena tingkat kematangan

M1 (70% - 80%) memiliki jaringan yang lebih muda sehingga kegiatan

respirasinya lebih aktif (konsentrasi karbondioksida yang dihasilkan lebih besar)

dibandingkan dengan tingkat kematangan M2 (80% - 90%). Hal ini sesuai dengan

Pantastico (1993) yang menyatakan bahwa proses metabolisme pada jaringan

(43)

Gambar 5. Pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda.

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) diketahui bahwa jenis

perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap

konsentrasi karbondioksida terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh jenis

perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda pada

Tabel 7.

Tabel 7. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda

Jarak LSR Zat perangsang

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata

dengan perlakuan P3 dan P4, berbeda tidak nyata dengan P2. Perlakuan P2

berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda tidak nyata dengan

P4. Konsentrasi karbondioksida tertinggi terdapat pada P1 (ethepon) sebesar

(44)

14,99%, sedangkan yang terendah terdapat pada P4

Hubungan jenis perangsang pematangan terhadap uji konsentrasi

karbondioksida terung belanda dapat dilihat pada Gambar 6. Konsentrasi

karbondioksida setelah proses pematangan dengan menggunakan bahan

perangsang pematangan adalah 10,92% - 14,99%. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pemberian zat perangsang pematangan dapat meningkatkan

laju respirasi buah terung belanda.

(kalsium karbida) sebesar

10,92%. Selama pematangan konsentrasi karbondioksida meningkat, karena

terjadinya peningkatan aktivitas respirasi. Hadiwiyoto dan Soehardi (1981)

menyatakan bahwa pada buah non klimakterik, pemberian etilen akan

meningkatkan aktivitas respirasinya.

Penelitian Julianti (2011) menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi CO2

pada hari ke-8 penyimpanan buah terung belanda pada tingkat kematangan 70%

adalah 3,4% dan pada tingkat kematangan 90% adalah 6,5%. Perlakuan dengan

etilen baik dalam bentuk ethepon maupun gas etilen memberikan laju respirasi

yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian zat perangsang pematangan

(45)

Gambar 6. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda.

(P1 = Ethepon, P2 = Etilen, P3 = Asetilen, P4 = Kalsium karbida)

Pengaruh interaksi tingkat kematangan terung belanda dan jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa interaksi

tingkat kematangan buah dengan jenis perangsang pematangan memberikan

pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsentrasi karbondioksida

terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Air

Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap kadar air terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa tingkat

kematangan terung belanda memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap

kadar air terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh jenis perangsang kematangan terhadap kadar air terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa jenis

perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap

(46)

kadar air terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh jenis perangsang pematangan

terhadap kadar air terung belanda dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda

Jarak LSR Zat perangsang

pematangan Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - P1 = Ethepon 88,03 a A

2 0,63 0,87 P2 = Etilen 87,35 a A

3 0,67 0,92 P3 = Asetilen 86,32 c B

4 0,68 0,94 P4 = Kalsium karbida 87,10 b A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda tidak nyata dengan

P2, berbeda sangat nyata dengan P3, berbeda nyata dengan P4. Perlakuan P2

berbeda sangat nyata dengan P3 dan berbeda nyata dengan P4. Perlakuan P3

berbeda sangat nyata dengan P4. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P1

sebesar 88,03%, sedangkan yang terendah pada perlakuan P3

Hubungan jenis perangsang pematangan dengan kadar air terung belanda

dapat dilihat pada Gambar 7. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P sebesar 86,32%.

1. Hal

ini disebabkan karena laju respirasi pada P1 lebih tinggi dibandingkan dengan

yang lain seperti terlihat pada Tabel 7, sehingga kadar airnya meningkat sebagai

hasil respirasi. Kadar air buah terung belanda yang diberi perlakuan bahan

perangsang pematangan dalam bentuk gas asetilen lebih rendah dari pada yang

diberi bahan perangsang pematangan dalam bentuk gas etilen ataupun ethepon.

Hal ini disebabkan karena laju respirasi yang rendah sehinggga air yang

dihasilkan dari proses respirasi tidak begitu banyak. Pada saat respirasi terjadi

(47)

respirasi merupakan pembakaran senyawa makromolekul (seperti karbohidrat,

protein, dan lemak) untuk menghasilkan CO2, air dan lainnya.

Gambar 7. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda.

(P1 = Ethepon, P2 = Etilen, P3 = Asetilen, P4 = Kalsium karbida)

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa interaksi

antar tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh

tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air terung belanda, sehingga uji LSR tidak

dilanjutkan.

Susut Bobot

Pengaruh tingkat kematangan terhadap susut bobot terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa tingkat

kematangan memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap susut bobot

terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

(48)

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa jenis

perangsang pematangan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap susut

bobot terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh jenis perangsang kematangan

terhadap susut bobot terung belanda dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang kematangan terhadap susut bobot terung belanda

Jarak LSR Zat perangsang

pematangan Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - P1 = Ethepon 0,98 b A

2 0,12 0,17 P2 = Etilen 1,11 a A

3 0,13 0,18 P3 = Asetilen 0,98 b A

4 0,13 0,18 P4 = Kalsium Karbida 1,15 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda nyata dengan P2

dan P4, berbeda tidak nyata dengan P3. Perlakuan P2 berbeda nyata dengan P3,

berbeda tidak nyata dengan P4, berbeda nyata dengan P3. Perlakuan P3 berbeda

nyata dengan P4. Susut bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (kalsium

karbida) sebesar 1,15%, sedangkan susut bobot terendah pada perlakuan P1 dan P3

sebesar 0,98%. Pada buah Susut bobot tertinggi diperoleh buah yang diberi

perlakuan P4

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa buah terung belanda yang diberi bahan

perangsang pematangan dalam bentuk gas etilen dan kalsium karbida lebih tinggi

susut bobotnya dari pada yang diberi bahan perangsang pematangan asetilen dan

ethepon. Hal ini dipengaruhi oleh respirasi dan transpirasi. Buah yang diberi (kalsium karbida). Hubungan jenis perangsang pematangan terhadap

(49)

bahan perangsang pematangan ethepon dan kalsium karbida menghasilkan kadar

air yang lebih tinggi dibandingkan yang diberi bahan perangsang pematangan

etilen dan kaslium karbida sehingga susut bobotnya lebih rendah. Susut bobot

disebabkan karena proses respirasi yang menggunakan substrat-substrat yang ada

pada buah selama respirasi. Menurut Phan, dkk. (1993) penyusutan bobot dalam

buah dipengaruhi oleh hilangnya cadangan makanan karena proses respirasi.

Gambar 8. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot terung belanda.

(P1 = Ethepon, P2 = Etilen, P3 = Asetilen, P4 = Kalsium karbida)

Pengaruh interaksi antara tingkat pematangan jenis perangsang kematangan terhadap susut bobot terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) diketahui bahwa interaksi

tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh tidak

nyata (P>0,05) terhadap susut bobot terung belanda, sehingga uji LSR tidak

(50)

Total Padatan Terlarut

Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap total padatan terlarut terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa tingkat

kematangan buah memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total

padatan terlarut terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh tingkat kematangan

terhadap total padatan terlarut terung belanda dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut

Jarak LSR Tingkat

kematangan Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - M1 = 70% - 80% 3,77 b B

2 0,28 0,39 M2 = 80% - 90% 4,33 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan M1 berbeda sangat nyata

dengan perlakuan M2. Total Padatan terlarut tertinggi diperoleh pada M2 sebesar

4,33 oBrix sedangkan total padatan terlarut terendah diperoleh pada perlakuan M1

sebesar 3,77 o

Pada Gambar 9 terlihat bahwa M

Brix. Hubungan tingkat kematangan buah terhadap total padatan

terlarut terung belanda dapat dilihat pada Gambar 9.

2 memiliki total padatan terlarut tertinggi.

Hal ini disebabkan tingkat kematangan M2 (80% - 90%) lebih tinggi

dibandingkan dengan M1 (70% - 80%). Hal ini sesuai dengan Julianti (2011) yang

menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kematangan buah maka total padatan

terlarut buah akan semakin meningkat. Selama proses pematangan terjadi respirasi

pada buah terung belanda yang menyebabkan proses perombakan bahan-bahan

Gambar

Tabel 2. Skala skor warna terung belanda
Gambar 4.   Skema penelitian pematangan buah terung belanda dengan berbagai
Tabel 4. Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap parameter yang diamati
Tabel 5. Pengaruh jenis perangsang kematangan terhadap parameter yang diamati
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang diharapkan tercapai melalui praktek kerja lapangan yang dilakukan yaitu memahami proses terjadinya transaksi penjualan, memahami prosedur akuntansi penjualan dan

Indonesia-Merdeka sebagai saya katakan di atas, adalah menjanjikan tetapi belum pasti menentukan bagi Marhaen hidup kemanusiaan yang demikian itu.” Yang menjanjikan itu “barulah

Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Surabaya : Unesa

Setelah dilakukan identifikasi menggunakan Microbact Identification Kit 12A dan 12B, hasil identifikasi pada isolat bakteri yang digunakan adalah sebagai berikut:. No Kode Isolat

(2) There is a significant difference between the ability of reading recount text of the eighth grade students of MTs N Kudus in academic year 2011/2012 before and

Hasil dari penelitian bahwa orang tua yang melimpahkan Hak Asuh Anak kebanyakan tidak menjalankan prosedur yang seharusnya dalam penyelesaian pelimpahan Hak Asuh

Pada hari ini Senin tanggal Tiga Belas bulan Agustus tahun Dua ribu dua belas, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang / Jasa telah mengadakan Pemberian Penjelasan Dokumen

Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran dan motivasi terhadap prestasi belajar integral pada mahasiswa Universitas