PENGARUH JENIS PERANGSANG PEMATANGAN
TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA
(
Cyphomandra betacea)
SKRIPSI
Oleh :
EFRIDA YANTI ANNA P
080305029/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRACT
EFRIDA YANTI ANNA P : The Effect of the kinds of ripening stimulant on the quality of Tamarillo (Cyphomandra betacea), supervised by Elisa Julianti and Mimi Nurminah .
The aim of this research was to find the effect of kinds of ripening stimulant and maturity stage on the quality of Tamarillo. This research had been performed using factorial completely randomized design with two factors, i.ematurity stage M1 = 70-80 %, M2 = 80-90% , and kind of
ripening stimulant P1 = Ethephon 750 ppm, P2 = Ethylene 250 ppm, P3 = Acetylene 250 ppm, P4
= Calcium Carbide 0,5%. Ripening was performed for 6 days at 28oC. Parameters analyzed were total soluble solid, acid content, maturity index, vitamin C content, weight lost, moisture content, hardness, color score, organoleptic values (color, aroma, texture) and concentration of carbon dioxide. The results showed that the maturity stage had highly significant effect on concentration of carbon dioxide, total slolube solid, acid content, hardness, color index, hedonic score of colors and texture. Kind of ripening stimulant had highly significant effect on concentration of carbon dioxide, moisture content, maturity index, color index, organoleptic values (color, smell, texture), and had significant effect on weight loss, vitamin C content. The interaction of maturity stage and kinds of ripening stimulant had highly significant effect on vitamin C content, marutity index, hardness, color index, and hedonic score of texture.
Keywords : Tamarillo, maturity stage, ripening stimulant.
ABSTRAK
EFRIDA YANTI ANNA P : Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah Terung Belanda (Cyphomandra betacea) dibimbing oleh, Elisa Julianti dan Mimi Nurminah.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan buah terhadap mutu buah terung belanda. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dua faktor yaitu tingkat kematangan M1 = 70-80%, M2 = 80-90%, dan jenis perangsang pematangan P1 = Ethepon 750 ppm, P2 = Gas Etilen 250 ppm, P3 = Gas Asetilen 250 ppm, P4 = Kalsium Karbida 0,5%. Pematangan dilakukan selama 6 hari pada suhu 28oC. Parameter yang diamati adalah total padatan terlarut, total asam, indeks kematangan, kadar vitamin C, susut bobot, kadar air, kekerasan, uji skor warna (color chart classification) dan uji organoleptik (warna, aroma, tekstur), dan konsentrasi karbondioksida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kematangan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi karbondioksida, total padatan terlarut, total asam, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik warna, uji organoleptik tekstur. Jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi karbondioksida, kadar air, indeks kematangan, uji skor warna, uji organoleptik (warna, aroma dan tekstur), dan pengaruh nyata terhadap susut bobot, kadar vitamin C. Interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik tekstur.
RIWAYAT HIDUP
EFRIDA YANTI ANNA P, dilahirkan di Padangsidempuan pada tanggal 23
Januari 1991, anak pertama dari 4 bersaudara, dari ayah Zainal Abidin dan ibu
Reni Wati Pane yang beragama Islam.
Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Padangsidempuan dan pada
tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis
Ujian Masuk Bersama. Penulis memilih program studi Ilmu dan Teknologi
Pangan.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Deli Sari
Murni Tapioka Desa Paya Pasir Kecamatan Tebing Syahbandar Kabupaten
Serdang Bedagai dari Juni sampai Juli 2011.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa
Teknologi Hasil Pertanian, sebagai asisten praktikum di Laboratorium Analisa
Kimia Bahan Pangan, dan sebagai anggota BKM Al-Mukhlisin periode
2009-2010. Penulis juga pernah sebagai asisten Fisika Kimia Air di Laboratorium
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah Terung Belanda
(Chiphomandra betacea).
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,
memelihara dan mendidik penulis selama ini serta adik-adikku tersayang (Roni,
Dian, Reza) yang sering memberikan semangat kepada penulis. Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku
ketua komisi pembimbing dan Mimi Nurminah STP, MSi selaku anggota komisi
pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan
berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian,
sampai pada ujian akhir.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, teman-teman
stambuk 2008 khususnya Kajima, Brananda, Joncer, Nia, Ali, Shahila, Farhan,
asisten-asisten seperjuangan di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan dan
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
DAFTAR ISI
Jenis-Jenis Perangsang Pematangan Buah Ethepon ... 12
Etilen ... 13
Asetilen ... 14
Kalsium karbida ... 15
Perlakuan Pendahuluan Pascapanen ... 16
Pengamatan dan Pengukuran Data
Penentuan konsentrasi karbondioksida ... 20
Penentuan kadar air ... 20
Penentuan susut bobot ... 21
Penentuan padatan terlarut ... 21
Penentuan total asam ... 21
Penentuan kadar vitamin C ... 22
Penentuan indeks kematangan ... 23
Penentuan kekerasan ... 23
Uji skor warna... 24
Penentuan nilai organoleptik warna, aroma, dan tekstur ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Tingkat Kematangan Terhadap Parameter Mutu Buah Terung Belanda yang Diamati ... 26
Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah Terung Belanda yang Diamati ... 27
Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida ... 31
Kadar Air Pengaruh tingkat kematangan terhadap kadar air ... 31
Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air ... 31
Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar air ... 33
Susut Bobot Pengaruh tingkat kematangan terhadap susut bobot ... 33
Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot ... 34
Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot ... 35
Total Padatan Terlarut Pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut ... 36
Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap total padatan terlarut ... 37
Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap total padatan terlarut ... 37
Total Asam Pengaruh tingkat kematangan terhadap total asam ... 37
Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap total asam ... 39
Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap total total asam ... 39
Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar
vitamin C ... 40 Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang
pematangan terhadap kadar vitamin C ... 41 Indeks Kematangan
Pengaruh tingkat kematangan terhadap indeks kematangan ... 43 Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap indeks
Kematangan ... 44 Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap indeks kematangan ... 45 Kekerasan
Pengaruh tingkat kematangan terhadap kekerasan ... 48 Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kekerasan ... 49 Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang
pematangan terhadap kekerasan ... 49 Uji Skor Warna
Pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai skor warna ... 51 Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai skor
warna ... 52 Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap nilai skor warna ... 52 Uji Organoleptik Warna pematangan terhadap nilai organoleptik warna ... 56 Uji Organoleptik Aroma
Pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai organoleptik
aroma ... 57 Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai
organoleptik aroma ... 57 Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang
pematangan terhadap nilai organoleptik aroma ... 58 Uji Organoleptik Tekstur
Pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai organoleptik tekstur ... 59 Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai
organoleptik tekstur... 60 Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap nilai organoleptik tekstur ... 61
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA ... 65
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Komposisi kimia buah terung belanda per 100 gr bahan ………. 5
2. Skala Uji Skor Warna ………... 23
3. Skala Uji Hedonik warna, aroma, dan tekstur ……….. 24
4. Hasil analisis pengaruh tingkat kematangan buah terhadap mutu buah terung belanda ………... 26
5. Hasil analisis pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap mutu buah terung belanda ……… 27
6. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda ... 28
7. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda ... 29
8. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda ………....…… 32
9. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot terung belanda………. 34
10. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut terung belanda …………... 36
11. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap total asam terung belanda ………...………... 38
12. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda……...………... 40
13. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda …...….... 41
14 Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap indeks kematangan terung belanda…...…... 44
16. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap kekerasan terung belanda ……...…... 48
17. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kekerasan terung belanda... ………... 49
18. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai skor warna terung belanda ………...……… 51
19. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap nilai skor warna terung belanda ...……… 52
20. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai organoleptik warna terung belanda ………...…... 54
21. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai organoleptik warna terung belanda ……... 55
22. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai organoleptik aroma terung belanda …………... 57
23. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai organoleptik tekstur terung belanda ………... 59
24. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai organoleptik tekstur terung belanda …………... 60
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Skema perubahan tepung menjadi gula-gula pereduksi pada hasil pertanian menjelang dan sesudah panen………... 9
2. Struktur kimia ethepon ………...….. 12
3. Pembentukan etilen dari ethepon ………...……... 13
4. Skema penelitian pematangan buah terung belanda dengan berbagai jenis perangsang pematangan ...……... 25
5. Pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda ... 29
6. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda ... 31
7. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda ………...…... 33
8. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot terung belanda …………...………... 35
9. Pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut terung belanda ………... 37
10. Pengaruh tingkat kematangan terhadap total asam terung
belanda ………...……….. 39
11. Pengaruh jenis pematangan terhadap kadar vitamin C terung
belanda ………... 41
12. Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda ... 43
13. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap indeks
kematangan terung belanda ... 45
14. Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap indeks kematangan terung belanda……… 47
15. Pengaruh tingkat kematangan terhadap kekerasan terung
16. Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kekerasan terung belanda ……... 50
17. Pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai skor warna terung
belanda ………..……... 51
18. Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap nilai skor warna terung belanda ... 53
19. Pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai organoleptik warna
terung belanda ………...…………... 54
20. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai
organoleptik warna terung belanda ………...…... 56
21. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai
organoleptik aroma terung belanda ………....……... 58
22. Pengaruh tingkat kematangan terhadap nilai organoleptik
tekstur terung belanda ………... 59
23. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap nilai
organoleptik tekstur terung belanda ………...…....…... 61
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Data Pengamatan Konsentrasi Karbondioksida (%) ... 68
2. Data Pengamatan Kadar Air (%) ……….…. 69
3. Data Pengamatan Susut Bobot (%) ………..… 70
4. Data Pengamatan Total Padatan Terlarut (oBrix)……….. 71
5. Data Pengamatan Total Asam (%)……… 72
6. Data Pengamatan Kadar Vitamin C……….…… 73
7. Data Pengamatan Indeks Kematangan ……… 74
8. Data Pengamatan Kekerasan (kgf) ……….. 75
9. Data Pengamatan Nilai Skor Warna ………...…... 76
10. Data Pengamatan Nilai Organoleptik Warna (Numerik) …..…... 77
11. Data Pengamatan Nilai Organoleptik Aroma (Numerik) ……… 78
12. Data Pengamatan Nilai Organoleptik Tekstur (Numerik) …... 79
13. Data Pengamatan 0 Hari ... 80
14. Grafik Kurva Standar Asam Askorbat ... 81
ABSTRACT
EFRIDA YANTI ANNA P : The Effect of the kinds of ripening stimulant on the quality of Tamarillo (Cyphomandra betacea), supervised by Elisa Julianti and Mimi Nurminah .
The aim of this research was to find the effect of kinds of ripening stimulant and maturity stage on the quality of Tamarillo. This research had been performed using factorial completely randomized design with two factors, i.ematurity stage M1 = 70-80 %, M2 = 80-90% , and kind of
ripening stimulant P1 = Ethephon 750 ppm, P2 = Ethylene 250 ppm, P3 = Acetylene 250 ppm, P4
= Calcium Carbide 0,5%. Ripening was performed for 6 days at 28oC. Parameters analyzed were total soluble solid, acid content, maturity index, vitamin C content, weight lost, moisture content, hardness, color score, organoleptic values (color, aroma, texture) and concentration of carbon dioxide. The results showed that the maturity stage had highly significant effect on concentration of carbon dioxide, total slolube solid, acid content, hardness, color index, hedonic score of colors and texture. Kind of ripening stimulant had highly significant effect on concentration of carbon dioxide, moisture content, maturity index, color index, organoleptic values (color, smell, texture), and had significant effect on weight loss, vitamin C content. The interaction of maturity stage and kinds of ripening stimulant had highly significant effect on vitamin C content, marutity index, hardness, color index, and hedonic score of texture.
Keywords : Tamarillo, maturity stage, ripening stimulant.
ABSTRAK
EFRIDA YANTI ANNA P : Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah Terung Belanda (Cyphomandra betacea) dibimbing oleh, Elisa Julianti dan Mimi Nurminah.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan buah terhadap mutu buah terung belanda. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dua faktor yaitu tingkat kematangan M1 = 70-80%, M2 = 80-90%, dan jenis perangsang pematangan P1 = Ethepon 750 ppm, P2 = Gas Etilen 250 ppm, P3 = Gas Asetilen 250 ppm, P4 = Kalsium Karbida 0,5%. Pematangan dilakukan selama 6 hari pada suhu 28oC. Parameter yang diamati adalah total padatan terlarut, total asam, indeks kematangan, kadar vitamin C, susut bobot, kadar air, kekerasan, uji skor warna (color chart classification) dan uji organoleptik (warna, aroma, tekstur), dan konsentrasi karbondioksida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kematangan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi karbondioksida, total padatan terlarut, total asam, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik warna, uji organoleptik tekstur. Jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi karbondioksida, kadar air, indeks kematangan, uji skor warna, uji organoleptik (warna, aroma dan tekstur), dan pengaruh nyata terhadap susut bobot, kadar vitamin C. Interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik tekstur.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terung belanda atau tamarillo (Cyphomandra betacea) termasuk dalam
famili Solanaceae (terung-terungan) sama seperti kentang, terung sayur, dan
tomat. Buah ini belum cukup populer di Indonesia dan baru ditanam di beberapa
daerah. Sedangkan di beberapa negara seperti di Amerika Tengah, Amerika
Selatan, Karibia, Australia dan New Zealand buah ini telah populer. Di New
Zealand, terung belanda bahkan sudah dikembangkan menjadi industri komersial.
Terung belanda masuk ke Indonesia pada tahun 1941 dan mulai
dikembangkan di
dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh ora
dengan nama terung belanda, padahal buah tersebut berasal dari daera
dTerung belanda termasuk komoditi hortikultura unggulan yang
dikembangkan di Sumatera Utara yang memiliki masa depan dan bisa menembus
pasar lokal maupun internasional, sehingga penanganan pasca panen yang baik
pada terung belanda sangat dibutuhkan. Menurut Kader (2001) terung belanda
bersifat non-klimakterik dengan produksi CO2 (10 -12 ml CO2/kg/jam) pada suhu
20oC, etilen yang dihasilkan termasuk rendah yaitu lebih rendah dari
0,1 μL/kg/jam pada suhu 20o
Buah non klimakterik tidak akan mengalami proses pematangan ketika
sudah dipetik dan tidak merespon perlakuan etilen kecuali dalam proses
degreening (perombakan klorofil) sehingga harus dipanen pada kondisi matang
terung belanda dengan tujuan untuk menyeragamkan warna (degreening)
sehingga dihasilkan buah dengan mutu yang seragam terutama dilihat dari segi
warna dan penampakannya. Senyawa yang umum digunakan dalam proses
degreening adalah etilen atau bahan-bahan yang dapat mengahasilkan etilen
seperti asetilen, karbid atau ethepon. Setiap zat perangsang pematangan yang
berbeda akan menghasilkan efek yang berbeda pada buah.
Warna merupakan proses yang paling menonjol pada waktu
pematangan. Perubahan warna yang terjadi pada buah-buahan sering dijadikan
sebagai kriteria utama bagi konsumen untuk menentukan mentah-matangnya
suatu buah. Warna pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen, yang umumnya
dibedakan atas empat kelompok yaitu, klorofil, antosianin, flavonoid, dan
karotenoid (Winarno dan Aman, 1981).
El-Zeftawi, dkk. (1988) menemukan bahwa terung belanda dengan warna
kulit merah tua dapat meneruskan proses pematangan setelah dipanen, dimana
buah menjadi lebih lunak dan berair (juicy) dan disarankan untuk memanen buah
pada saat warna kulit masih ungu (tingkat kematangan fisiologis atau bukan yang
masak).
Prohens, dkk. (1996) telah melakukan penelitian mengenai pematangan
terung belanda dengan zat perangsang pematangan yaitu ethepon. Terung belanda
yang diberi perlakuan dengan ethepon 500 mg/liter dan 750 mg/liter yang
disimpan pada suhu 28oC menunjukkan bahwa skor warna, indeks kematangan,
dan asam askorbat menyerupai buah terung belanda yang matang di pohon,
bobot buah lebih rendah dari 8,5%, sehingga buah hanya sedikit mengerut dan hal
ini tidak mempengaruhi nilai komersialnya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mencoba meneliti
tentang “Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah
Terung Belanda (Cyphomandra betacea)”.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh berbagai jenis perangsang
pematangan terhadap mutu buah terung belanda.
Kegunaan Penelitian
Sebagai sumber informasi untuk mengetahui pengaruh dari jenis
perangsang pematangan terhadap mutu buah terung belanda dan sumber data
dalam penyusunan skripsi di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hipotesis Penelitian
Tingkat kematangan, jenis perangsang pematangan, dan interaksi tingkat
kematangan dan jenis perangsang pematangan berpengaruh terhadap mutu buah
TINJAUAN PUSTAKA
Terung Belanda
Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae.
Buah ini berasal dari Peru yang masuk ke Indonesia dan dikembangkan
di beberapa daerah seperti Bali, Jawa Barat, dan Tanah Karo Sumatera Utara.
Buah ini bentuknya bulat panjang berasa kombinasi antara tomat dan jambu biji
(Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).
Terung belanda memiliki nama yang berbeda di setiap negara. Tamarillo
merupakan nama yang dipakai dalam perdagangan internasional, dan pertama
kali digunakan di New Zealand dengan nama tree tomato pada tahun 1967.
Di Indonesia dikenal dengan nama terung belanda, terung menen, atau tiung,
Malaysia (pokok tomato), Thailand (makhua-thetton), Australia, Amerika, Inggris,
Argentina dan Bolivia (tomate de monte), Brazil (tomate frances), Columbia
(pepino de Arbol), Peru (yuncatomate), Portugis (tomate frances), Belanda
(struiktomaat, Tamarillo), dan Spanyol (tomate de palo) (Danga, 2002).
Terung belanda berkulit halus, berbentuk oval, pada ujungnya tertutup
oleh kelopak. Berdasarkana warna kulit dan isinya, terung belanda digolongkan
pada 3 kelompok yaitu merah, hitam merah, dan kuning. Kualitas terung belanda
yang baik pada saat matang adalah berair, kandungan gula sedang, dan total asam
tinggi. Tingkat kematangan yang baik dinilai dari warna kulit dan isinya. Penentu
tingkat kematangan yang lain berkorelasi dengan warna kulit adalah kekerasan
Indikator kematangan buah yang akan dipanen adalah terbentuknya warna
merah atau kuning secara penuh, bergantung pada kultivarnya, atau berumur
21-24 minggu setelah penyerbukan, tergantung jenis dan area tumbuhnya.
Pencapaian warna merah dan kuning yang menyeluruh (tergantung jenisnya)
adalah salah satu indeks kematangan yang utama (Kader, 2001).
Komposisi Kimia Buah Terung Belanda
Terung belanda (tamarillo) merupakan buah yang mempunyai kandungan
gizi dan vitamin yang sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia seperti
antosianin, vitamin A, B6
Tabel 1. Komposisi kimia buah terung belanda per 100 g bahan
, C, dan E serta kaya akan besi dan potassium dan serat.
Terung belanda mempunyai kandungan sodium yang rendah. Rata-rata buah
terung belanda mempunyai kalori kurang dari 40 kalori (± 160 KJ)
(Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006). Hasil analisis lengkap kandungan gizi
buah terung belanda dapat dilihat pada Tabel 1.
Kandungan Nutrisi Jumlah
Kadar air (%) 82,7 - 87,8
Protein (g) 1,5
Karbohidrat (g) 10,3
Lemak (g) 0,1 - 1,2
Serat (g) 1,4 - 4,2
Nitrogen (g) 0,2 - 0,5
Abu (g) 0,6 - 0,8
Kalsium (mg) 3,9 - 11,3
Fospor (dengan biji) (mg) 52,5 - 65,5
Iron (mg) 0,7 - 0,9
Karoten (mg) 0,4 - 0,7
Vitamin A (IU) 540
Tiamin (mg) 0,1 - 0,1
Asam askorbat (mg) 23,3 - 33,9
Manfaat Buah Terung Belanda
Ditinjau dari aspek fungsionalnya ternyata buah terung belanda
mempunyai khasiat yang sangat unggul sebagai sumber antioksidan alami. Buah
terung belanda mengandung berbagai macam bentuk vitamin, seperti vitamin A,
vitamin B6
Buah terung belanda mengandung vitamin C yang cukup tinggi, yaitu
sekitar 42 mg/100 g bahan , jumlah ini cukup untuk mencegah penyakit.
Vitamin C merupakan antioksidan alami yang mudah dan murah bila dikonsumsi
dari alam. Vitamin C sebagai sumber antioksidan memiliki manfaat bagi tubuh
antara lain membantu menjaga sel, meningkatkan penyerapan asupan zat besi, dan
memperbaiki sistem kekebalan tubuh (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006). , vitamin C, vitamin E, senyawa karotenoid, anthosianin, dan serat
(Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).
Terung belanda yang mengkal dapat diolah menjadi sambal dengan cara
tertentu. Terung belanda juga dapat digunakan sebagai campuran untuk es krim,
sandwich filling, puding, dan pie. Buah terung belanda dapat diolah menjadi
produk-produk seperti chutney yaitu salah satu makanan yang terkenal di New
Zealand. Karena kandungan pektin yang tinggi maka buah ini sangat cocok
dijadikan jelli, jam, akan tetapi buah terung belanda mudah teroksidasi dan
kehilangan warnanya (Morton, 1987).
Proses Terjadinya Pematangan Buah
Umumnya tahapan proses pertumbuhan hasil pertanian meliputi
tahap-tahap pembelahan sel, pendewasaan sel, pembesaran sel (maturation),
pematangan (ripening), kelayuan (senescence), dan pembusukan (deterioration).
dengan pembesaran dan pengembangan sel sampai mencapai volume maksimum.
Selanjutnya sel buah berturut-turut mengalami pendewasaan, pematangan,
kelayuan, dan pembusukan (Syarief dan Irawati, 1988).
Respirasi adalah suatu proses metabolisme biologis dengan menggunakan
oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul (seperti karbohidrat, protein,
dan lemak) untuk menghasilkan energi, CO2, air, dan lainnya. Klimakterik adalah
suatu periode mendadak yang khas (pola respirasi yang meningkat pada saat
pematangan) pada buah tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi perubahan
biologis seperti proses pembentukan etilen. Sedangkan buah yang tidak
mengalami proses tersebut digolongkan ke dalam golongan non klimakterik. Pada
buah klimakterik proses respirasi pada saat pematangan mempunyai pola yang
sama, yaitu adanya peningkatan CO2 yang mendadak, seperti pada buah apel,
pisang dan mangga. Pada buah-buahan non klimakterik setelah dipanen, CO2
Pematangan adalah proses perubahan susunan yang terjadi dari tingkat
akhir pertumbuhan dan perkembangan yang terus-menerus akan menyebabkan
kelayuan dan menentukan kualitas, yang ditandai dengan perubahan komposisi,
warna, tekstur, dan sifat sensorik lainnya. Buah digolongkan menjadi dua
kelompok, yaitu : 1) buah yang tidak mengalami proses pematangan ketika sudah
dipetik, dan 2) buah yang dapat dipanen dalam keadaan optimal dan akan
melanjutkan proses pematangan ketika sudah dipetik. Pada kelompok pertama,
buah akan memproduksi etilen dalam jumlah yang sangat sedikit dan tidak
merespon perlakuan terhadap etilen kecuali dalam proses degreening
yang dihasilkan menurun secara perlahan-lahan (respirasi menurun) seperti pada
(perombakan klorofil) sehingga harus dipanen dalam keadaan matang optimal
yang mentukan kualitas flavor. Sedangkan kelompok kedua, buah akan
menghasilkan etilen dalam jumlah yang besar untuk proses pematangannya dan
perlakuan dengan etilen dapat mempercepat pematangan (Kader,1999).
Proses pematangan buah, banyak dihubungkan dengan timbulnya etilen,
perubahan-perubahan zat-zat tertentu, dan perubahan fisik hasil pertanian. Untuk
buah klimakterik, pemberian etilen dapat memajukan fase klimakterik yaitu
menjadi lebih awal. Pada buah non klimakterik, pemberian etilen mempengaruhi
aktivitas respirasinya menjadi lebih meningkat (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).
Selama pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata dalam
warna, tekstur, dan bau yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan dalam
susunannya. Mutu konsumsi maksimal buah tercapai jika perubahan-perubahan
kimiawi selesai. Hal tersebut dapat dicapai ketika buah dipanen pada saat
kematangan yang tepat, namun jika buah dipanen pada kondisi yang tidak tepat
seperti terlalu muda maka akan menghasilkan buah dengan mutu yang tidak
memuaskan, meskipun terjadi proses pematangan. Perubahan warna dapat terjadi
baik oleh proses perombakan, proses sintetik, atau keduanya. Melunaknya buah
disebabkan oleh perombakan protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang
larut, hidrolisis zat pati, atau lemak. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah
gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik,
dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberikan flavor khas pada buah (Phan, dkk.,
1993).
Karbohidrat dibentuk melalui proses fotosintesa kemudian disimpan pada
diubah menjadi sukrosa dan gula-gula reduksi (glukosa dan fruktosa). Perubahan
ini tergantung pada suhu, waktu, dan tingkat fisiologis hasil pertanian, misalnya
saat pemetikan, tingkat pemasakan, dan lain-lain. Perubahan protein dimulai sejak
fase pra-klimakterik sampai fase klimakterik. Skema perubahan tepung menjadi
gula reduksi dapat dilihat pada Gambar 1.
Tepung Maltosa
Sukrosa Maltase
Invertase Glukosa
Glukosa + Fruktosa
Gambar 1. Skema perubahan tepung menjadi menjadi gula-gula reduksi pada hasil pertanian menjelang dan sesudah panen (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).
Selama proses pemasakan buah terjadi perubahan warna kulit buah terung
belanda dari hijau menjadi merah, sehingga perubahan warna kulit dapat
digunakan sebagai indikator pematangan pada buah terung belanda.
Perubahan warna ini terjadi akibat degradasi klorofil. Indeks kematangan
buah yang terbaik untuk terung belanda adalah warna kulit dan daging
buah (pulp). Indikator lainnya yang berhubungan dengan warna kulit
adalah perubahan kekerasan, kandungan juice, dan total padatan terlarut
(El-Zeftawi, dkk., 1988).
Perbedaan tingkat kematangan buah pada saat panen menyebabkan
terjadinya perbedaan mutu pada saat penyimpanan. Semakin tinggi tingkat
kematangan buah maka kadar air, total padatan terlarut, nilai warna akan semakin
meningkat, sedangkan kandungan vitamin C, total asam, dan nilai kekerasan akan
Perubahan Fisik dan Kimia Buah
Perubahan-perubahan sifat fisiko-kimia akan tetap terjadi pada proses
pematangan buah-buahan. Umumnya perubahan fisik yang terjadi meliputi
perubahan warna, teksturdan aroma. Perubahan kimia yang terjadi meliputi pH,
keasaman, kandungan gula, kandungan vitamin C, dan asam-asam organik.
Asam-asam organik yang terdapat pada buah merupakan sumber energi
bagi buah. Kandungan asam buah mempengaruhi daya simpan buah. Semakin
tinggi kandungan asam buah, maka semakin tinggi pula ketahanan simpan buah
tersebut. Jumlah asam akan berkurang dengan meningkatnya aktivitas
metabolisme buah. Total asam pada buah-buahan akan mencapai maksimum
selama pertumbuhan dan perkembangan, kemudian menurun selama penyimpanan
(Wills, dkk., 1981).
Total asam pada buah meningkat sampai pada saat buah tersebut dipanen.
Setelah buah tersebut dipanen dan dalam penyimpanan maka keasaman buah akan
menurun. Dengan adanya aktivitas enzim asam askorbat oksidase pada buah yang
telah dipanen akan mengalami penurunan kadar vitamin C (Kartasapoetra, 1994).
Proses perubahan warna pada hasil pertanian seperti pada buah merupakan
proses yang berkaitan langsung ke arah masaknya hasil tanaman tersebut, pada
proses ini terjadi perombakan klorofil. Perombakan klorofil akan menimbulkan
warna-warna lainnya yang menunjukkan tingkat masaknya hasil tanaman tersebut,
antara lain wana kuning, merah jambu, dan merah tua (Kartasapoetra, 1994).
Aroma yang khas timbul di sekitar buah-buah yang sedang masak.
Senyawa-senyawa utama yang ditemukan adalah ester-ester alkohol alifatik dan
dihasilkan pada permulaan pematangan buah. Derajat kemasakan merupakan
faktor fisiologis utama yang mempengaruhi produksi-produksi zat-zat atsiri dan
komposisi aromanya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan selama
pematangan (Phan, dkk., 1993).
Pada hasil tanaman terkandung pektin yaitu senyawa kimia golongan
karbohidrat. Pektin terbentuk dari senyawa protopektin yaitu dengan adanya
aktivitas enzim protopektinase. Aktifnya enzim pektinmetilesterase dan
poligalakturonase pada buah yang berada dalam proses masak, ternyata telah
melangsungkan pemecahan atau kerusakan pektin menjadi senyawa-senyawa lain,
yang menyebabkan berubahnya tekstur hasil tanaman yang keras menjadi lunak.
Perubahan tekstur akan berlangsung lebih cepat ketika berada dalam penyimpanan
(Kartasapoetra, 1994).
Penyusutan bobot dalam buah dipengaruhi oleh hilangnya cadangan
makanan karena proses respirasi. Respirasi merupakan metabolisme utama yang
terjadi pada buah setelah dipanen. Dalam proses respirasi terjadi pemecahan
senyawa kompleks (karbohidrat, lemak, dan protein) menjadi senyawa yang lebih
sederhana (CO2, air, dan energi). Selama proses berlangsungnya proses respirasi,
buah banyak menggunakan oksigen dan kehilangan substrat (Phan, dkk., 1993).
Jenis-Jenis Perangsang Pematangan Buah
Pematangan buah dengan menggunakan bahan perangsang pematangan
bertujuan untuk mendapatkan buah dengan warna yang menarik dan rasa yang
lebih enak. Pematangan dapat dilakukan dengan pengaturan suhu dan penggunaan
bahan-bahan kimia. Beberapa bahan kimia yang digunakan untuk mempercepat
etilen (C2H4), CO2
Etilen adalah zat yang berwujud gas pada suhu dan tekanan ruangan
(ambien). Peran senyawa ini sebagai perangsang pemasakan buah telah diketahui
sejak lama meskipun orang hanya tahu dari praktek tanpa mengetahui
penyebabnya.
, karbit, sulfur oksida, dan sulfida-sulfida, sodium klorioda,
beberapa asam tertentu, dan borat. Pematangan dapat juga menggunakan
pengasapan (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).
sekitar jaringan
menggunakan karbit adalah tindakan pembentukan asetilen (etuna atau
gas menjadi
etilen. Berbagai substansi dibuat orang sebagai senyawa pembentuk etilena,
sepertiethephon
dan beta-hidroksil-etilhidrazina (BOH). Senyawa BOH bahkan juga dapat memicu
pembentukan bunga pada
pemasakan buah, mungkin dengan cara merangsang pembentukan etilena secara
endogen (Wikipedia, 2008).
Ethepon
Ethepon merupakan penghasil etilen (Ethylene Realising Agent) dengan
bahan aktif asam 2-kloroetil fosponat yang memiliki rumus bangun seperti pada
Gambar 2.
O
Cl CH2 CH2 P OH
OH
Ethepon merupakan bahan kimia yang dapat menghasilkan etilen dan
digunakan untuk menyeragamkan kematangan dan warna pada buah. Mekanisme
pembentukan etilen dapat dilihat pada Gambar 3:
O
Cl CH2 CH2 P OH+ H2O HCl+ CH2 CH2 + H2PO
O
4
Gambar 3. Pembentukan etilen dari ethephon (Abeles, 1973)
Pemeraman menggunakan ethepon dilakukan Suyanti dan Rani (1989)
pada pisang raja sere. Penggunaan ethepon 1000 ppm dapat mempercepat
pematangan buah pisang pada hari ke-4, sedangkan kontrol menjadi matang pada
hari ke-10. Semakin tinggi konsentrasi etheponyang digunakan, perubahan warna
dan pelunakan buah semakin cepat, dan pemacuan tersebut mempercepat
penurunan kadar pati diiringi dengan peningkatan kadar gula dan kadar asamnya.
Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa penggunaan ethepon dapat
menyeragamkan kematangan pada pisang raja sere yang seringkali tidak merata.
Cara penerapan ethepon ini adalah dengan pencelupan buah dalam larutan
ethepon selama 30 detik (1 ml dalam 1 liter air bersih), dan menjadi matang penuh
dalam waktu 3-4 hari.
Etilen
Etilen adalah zat pengatur tumbuh yang berperan penting dalam proses
pasca panen produk hortikultura. Etilen dalam buah matang berperan
mempercepat pemasakan dan penuaan. Keuntungan dari penggunaan etilen dapat
Menurut Chocker (1934) etilen aktif sebagai hormon dalam pemasakan
buah pada tanaman. Etilen terbentuk dalam buah yang sedang mengalami proses
pemasakan. Produksi etilen erat kaitannya dengan respirasi. Jika produksi etilen
banyak maka biasanya aktivitas respirasinya itu meningkat.
Struktur kimia etilen sangat sederhana yaitu terdiri dari 2 atom karbon dan
4 atom hidrogen seperti gambar di bawah ini :
H H
C=C
H H
Pematangan hasil tanaman yang distimulasi dengan perlakuan etilen
eksogen pada umumnya dinilai sama dengan masaknya buah itu yang berlangsung
secara alami. Peningkatan produksi etilen endogen yang mendahului pemasakan
alami, dapat menjadi bukti bahwa etilen adalah unsur yang digunakan untuk
pemasakan buah (Kartasapoetra, 1994).
Asetilen
Asetilen (C2H2) atau CH = CH mempunyai bobot molekul 26,04
merupakan gas yang tidak berwarna. Asetilen (acetylene) dapat dihasilkan dari
campuran air dengan kalsium karbida sebagai pengganti etilen. Gas asetilen juga
dapat merangsang pembentukan C2H4
Degreening jeruk sitrum yang dilakukan oleh Tsai dan Chiang (1970)
menggunakan 500 ppm asetilena selama 2 hari ternyata kalah efektif ibandingkan
dengan perlakuan serupa dengan 10 ppm etilen, akan tetapi masih dapat
menghilangkan warna hijau setelah seminggu.
Kalsium karbida
Kalsium karbida adalah2.
Kalsium karbida digunakan dalam proses
pematangan buah. Kalsium karbida berupa batu berwarna abu-abu dimana
bersama air atau ruang lembab, batu karbit akan terurai menjadi gas asetilen
(C2H2) dan air kapur yang berwarna putih (Ca(OH)2
Kalsium karbida (CaC
), gas asetilen akan
merangsang aktivitas sel buah sehingga akan memacu kematangan buah
(Sunarjono, 2002).
2) adalah sumber yang dapat menyediakan C2H2.
Reaksi dari CaC2 dengan air yang diabsorbsi dari hasil transpirasi buah-buahan
dan menghasilkan C2H2
CaC
seperti ditunjukk an sebagai berikut:
2 + 2 H2O
Kegunaaan C2H2 yang dihasilkan dari CaC2
Pada pemeraman buah pisang menggunakan asap (empos), daun Albizzia,
daun Gliricidia dan batu karbit pernah di dibandingkan pengaruhnya terhadap
pematangan, buah rontok dan kerusakan pisang Ambon. Penelitian menunjukka n
bahwa buah yang lebih cepat matang buahnya juga cepat rontok dan rusak, seperti
pemeraman menggunakan batu karbit. Pemeraman menggunakan cara
pengemposan terlihat memberikan kualitas hasil buah matang lebih baik dan tidak
cepat rontok (Prabawati, dkk., 2008).
sebagai salah satu zat perangsang
Perlakuan Pendahuluan Pascapanen
Penanganan lepas panen bertujuan untuk memperbaiki sifat hasil
pertanian. Salah satu perlakuan yang sering dilakukan adalah pencucian dan
perendaman. Tujuan perlakuan ini adalah untuk menghilangkan bahan-bahan
asing, mengurangi jumlah bakteri atau jenis mikroba lainnya, menginaktifkan
enzim, dan mendapatkan kenampakan hasil pertanian yang lebih bersih dan
menarik (Hadiwiyoto dan Sooehardi, 1981).
Pemanasan dilakukan untuk menginaktifkan enzim, menghindari
kerusakan buah yang disebabkan oleh larva, lalat buah, dan mengurangi
organisme perusak. Perlakuan dengan air panas (heat water treatment) untuk
pengendalian hama atau penyakit. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara
memanaskan buah pada suhu tertentu selama periode waktu tertentu yang
bertujuan untuk membunuh lalat buah atau mengendalikan penyakit antraknosa
dan busuk pangkal buah (stem end rot) tanpa menyebabkan kerusakan pada buah
tersebut (Setyabudi, 2009).
Aplikasi perendaman mangga dalam air panas (53-55°C) selama 5 menit
dapat menunda timbulnya gejala penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah
masing-masing 9,4 hari dan 9,2 hari lebih lama dibanding tanpa perlakuan.
Mangga varietas Irwin dari Okinawa pada suhu 46,5°C selama 30 menit telah
cukup efektif dalam menekan perkembangan penyakit antraknosa dan busuk
pangkal buah (stem end rot) serta dapat mempertahankan mutu buah hingga
BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni di Laboratorium
Analisa Kimia Bahan Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tween 20, gas etilen,
gas asetilen, kalsium karbida, ethepon 10%, dan buah terung belanda dengan
2 tingkat kematangan yang berbeda, ditandai dengan warna kulit buah hijau dan
hijau kemerahan. Buah terung belanda diperoleh dari petani di daerah Kabanjahe.
Bahan Kimia
Akuades, asam metaphospat (HPO3), 2,6-diklorofenol indo fenol, sodium
bikarbonat, NaOH 0,1N, fenolftalein (PP) 1%, dan asam askorbat standar.
Alat Penelitian
Stoples kaca, timbangan analitik, aluminium foil, mortal, alu, kertas saring,
oven, cawan, desikator, beakes glass, erlenmeyer, gelas ukur, spektrofotometer,
pipet tetes, alat titrasi, magnetic stirer, labu tera, selang plastik, penjepit,
handrefraktometer, fruit hardness tester, cuvet, tabung reaksi, kertas saring,
Metode Penelitian (Bangun, 1991)
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL), yang terdiri dari dua faktor, yaitu:
Faktor I : Tingkat Kematangan Buah Terung Belanda (M), terdiri dari 2 taraf
yaitu :
M1
M
= Matang Hijau (70% - 80%)
2
Faktor II : Jeniss Perangsang Kematangan (P), terdiri dari 4 taraf yaitu : = Matang Hijau Kemerahan (80% - 90%)
Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah
2 x 4 = 8, dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. = Kalsium Karbida 0,5%
Model Rancangan (Bangun, 1991)
Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua
faktorial dengan model sebagai berikut:
Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij+ ε
dimana:
ijk
Ŷijk
µ : Efek nilai tengah
: Hasil pengamatan dari faktor M pada taraf ke-i dan faktor E pada taraf
ke-j dalam ulangan ke-k
εijk
i : 1, 2, j = 1, 2, 3, 4, k = 1, 2, 3
: Efek galat dari faktor M pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j
dalam ulangan ke-k
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji
dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range
(LSR).
Pelaksanaan Penelitian
Dipilih terung belanda dengan tingkat kematangan yang dibutuhkan yaitu
buah dengan matang hijau (70%-80%) dan buah yang matang hijau kekuningan
(80%-90%), kemudian ditimbang beratnya sebanyak ± 300 gram. Buah terung
belanda direndam dalam air hangat dengan suhu 53oC selama 3 menit, kemudian
segera didinginkan dengan air dingin suhu 20o
Buah terung belanda dengan 2 tingkat kematangan yang berbeda
masing-masing diberi perlakuan perangsang pematangan. Perlakuan dengan ethepon:
dilakukan dengan melarutkan ethepon dalam akuades dengan konsentrasi
750 ppm, lalu ditambahkan tween 20 (0,1% v/v) sebagai pembasah, kemudian
buah terung belanda dicelupkan dalam larutan ethepon tersebut selama 10 detik,
diangin-anginkan, dan dimasukkan ke dalam stoples kaca. Untuk etilen dan
asetilen: buah ditempatkan pada stoples kaca yang pada bagian tutupnya dipasang
selang, kemudian gas etilen atau asetilen dialirkan ke dalam stoples kaca melalui
selang tersebut. Untuk kalsium karbida: kalsium karbida dengan konsentrasi 0,5%
dari berat buah diletakkan di bawah buah di dalam stoples kaca. Kemudian
pemeraman dilakukan pada suhu 28
C dan diangin-anginkan.
o
Dilakukan analisa terhadap buah terung belanda pada 0 hari (kontrol) dan
buah setelah 6 hari pemberian perlakuan.
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap
parameter pengukuran konsentrasi karbondioksida (%), kadar air (%), susut
bobot (%), total padatan terlarut (oBrix), total asam (%), kadar
vitamin C (mg/100 g bahan), indeks kematangan, kekerasan (kgf), uji skor warna,
dan uji organoleptik warna, aroma, dan tekstur (numerik).
Penentuan konsentrasi karbondioksida
Dihitung konsentrasi karbondioksida dengan menggunakan alat
cosmotector tipe XPO – 314 dengan cara salah satu selang plastik dihubungkan
dengan alat pengukur karbondioksida.
Penentuan kadar air (AOAC, 1984)
Ditimbang bahan sebanyak 5 gram di dalam aluminium foil yang telah
diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven
dengan suhu 105o
Kadar air =
C selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator
selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di
dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan kembali dengan desikator
selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat
yang konstan.
% 100
x awal
berat
akhir berat awal
Susut bobot (%)
Ditimbang berat awal bahan sebelum penyimpanan dan berat akhir bahan
setelah penyimpanan. Kemudian dihitung dengan rumus:
Susut Bobot = x100%
Wa Wb Wa−
Keterangan :
Wa : berat awal bahan sebelum penyimpanan
Wb : berat akhir bahan seteleh penyimpanan
Total padatan terlarut (Muchtadi dan Sugiono, 1989).
Sampel buah terung belanda yang telah dihancurkan diambil 2 gram dan
ditambah akuades sampai volume 8 ml. Hand refractometer terlebih dahulu
distandarisasi dengan menggunakan aquadest. Diambil sari yang sudah diencerkan
dengan pipet tetes dan diteteskan pada prisma hand refractometer. Diamati
pembacaan skala dan dicatat nilainya. Kadar total padatan terlarutnya yaitu
pembacaan skala dikalikan dengan 4.
Penentuan total asam (Ranganna, 1978)
Sampel buah terung belanda yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak
10 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquades sampai
volume 100 ml. Diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring dan
diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan phenolptalein 1% 2 - 3 tetes. Kemudian dititrasi dengan
menggunakan NaOH 0,1N. Titrasi dihentikan setelah timbul warna merah jambu
Total Asam = ml NaOH x N NaOH x BM Asam Dominan x FP x 100%
Berat contoh (gr)x 1000 X Valensi Asam
FP = faktor pengencer
Asam dominan = Asam sitrat (C6H8O7), BM = 192, valensi = 3
Penentuan kadar vitamin C (Apriyantono, dkk., 1989)
Pembuatan larutan dye, dilarutkan 100 mg 2,6,-diklorofenol indofenol dan
84 mg sodium bikarbonat dalam akuades panas, didinginkan, kemudian disaring
sampai 100 ml, diencerkan 25 ml larutan tersebut sampai 500 ml dengan akuades.
Untuk larutan asam askorbat standar ditimbang 100 mg asam askorbat dan
dilarutkan sampai 100 ml dengan HPO3 2%, diencerkan 4 ml larutan tersebut
sampai 100 ml dengan HPO3
Pembuatan kurva standar, dimasukkan larutan asam askorbat standar
masing-masing 1; 2; 2,5; 3; 4; dan 5 ml. Diencerkan dengan HPO 2%.
3 2% sampai
volume 5 ml. Ditambahkan dengan cepat 10 ml larutan dye, kemudian dikocok
dan segera dilakukan pengukuran absorbansi larutan pada panjang
gelombang 518 nm (dalam 15 - 20 detik) yang sebelumnya alat dikalibrasi dengan
blanko yang terdiri dari 5 ml HPO3
Ekstraksi sampel dilakukan dengan cara menghaluskan buah terung
belanda dan diambil sebanyak 0,25 g ditambahkan asam metafosfat 6% 10 ml,
kemudian disaring dan volumenya ditepatkan sampai 10 ml, kemudian diencerkan
kembali. Dilakukan pengukuran pada sampel dengan cara dimasukkan 5 ml 2% dan 10 ml akuades diatur pada transmisi
100% pada panjang gelombang 518 nm. Kemudian dibuat kurva linear regresi
absorbansi vs konsentrasi. Kurva standar asam askorbat disajikan pada
ekstrak sampel ke dalam tabung reaksi kering. Ditambahkan 10 ml larutan dye.
Kemudian diukur absorbansinya pada kolorimetri. Konsentrasi asam askorbat
sampel dihitung dengan memasukkan nilai absorbansi sampel kedalam persamaan
kurva standar asam askorbat dan nilai vitamin C sampel dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
Vitamin C Konsentrasi asam askorbat x volume ekstrak total x 100 (mg/100 g/ml sampel) =
ml ekstrak sampel x 100 x berat/volume sampel
Indeks kematangan (Prohens, dkk., 1996)
Nilai indeks kematangan diperoleh dari hasil pembagian nilai dari total
padatan terlarut dengan nilai total asam.
Nilai indeks kematangan = Nilai Total Padatan Terlarut
Nilai Total Asam
Kekerasan
Penentuan uji kekerasan dilakukan dengan menggunakan alat Fruit
Hardness Tester. Dilakukan dengan cara menusuk bagian pangkal, tengah, dan
ujung dari satu buah terung lalu hasilnya dirata-ratakan dan dinyatakan
Uji skor warna
Perubahan tingkat kematangan dari buah terung belanda dilakukan dengan
kriteria kulit paling luar dari terung belanda, yaitu berdasarkan tingkat yang
paling muda (hijau) sampai tingkat yang paling matang (merah tua) seperti pada
Tabel 2.
Tabel 2. Skala skor warna terung belanda
Skor Warna Kulit Terung Belanda 5 Warna kulit merah tua 4 Warna kulit merah
3 Warna kulit merah kekuningan 2 Warna kulit hijau kemerahan 1 Warna kulit hijau
Uji organoleptik warna, aroma, dan tekstur (Numerik) (Soekarto,1982)
Penentuan nilai organoleptik dilakukan oleh panelis sebanyak 15 orang
terhadap warna dengan uji kesukaan secara hedonik sesuai dengan Tabel 3.
Tabel 3. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, dan tekstur (numerik).
Skala numerik Skala hedonik
5 Sangat suka
4 Suka
3 Agak suka
2 Tidak suka
Gambar 4. Skema penelitian pematangan buah terung belanda dengan berbagai jenis perangsang pematangan.
Disortasi
Diberi perlakuan dengan air panas dengan suhu 53oC selama 3 menit, kemudian diangin-anginkan
Dimasukkan bahan perangsang pematangan pada stoples kaca
yang telah diisi buah
Dilakukan pemeraman selama 6 hari pada suhu 28oC Buah terung belanda
Ditimbang ± 300 g dan dimasukkan ke dalam stoples Tingkat kematangan
Dilakukan analisa pada 0 hari (kontrol) dan pada hari ke-6
Penentuan konsentrasi karbondioksida Penentuan kadar air
Penentauan susut bobot
Penentuan total padatan terlarut Penentuan total asam
Penentuan kadar vitamin C Penentuan indeks kematangan Penentuan kekerasan
Penentuan skor warna
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Tingkat Kematangan Buah Terung Belanda Terhadap Parameter Yang Diamati
Hasil penelitian pengaruh tingkat kematangan buah terung belanda
terhadap konsentrasi karbondioksida, kadar air, susut bobot, total padatan terlarut,
total asam, kadar vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji
organoleptik warna, uji organoleptik aroma, dan uji organoleptik tekstur dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap parameter yang diamati
Parameter
Indeks kematangan 2,67 2,56
Kekerasan (kgf) 3,54 2,62
Indeks warna 2,17 3,25
Nilai organoleptik warna (Numerik) 2,50 2,97 Nilai organoleptik aroma (Numerik) 2,74 2,88 Nilai organoleptik tekstur (Numerik) 2,50 2,99
Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
tingkat kematangan buah terung belanda berpengaruh terhadap konsentrasi
karbondioksida, kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, total asam, kadar
vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik warna,
Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Buah Terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian pengaruh jenis perangsang pematangan buah terhadap
konsentrasi karbondioksida, kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, total
asam, kadar vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji
organoleptik warna, uji organoleptik aroma, dan uji organoleptik tekstur dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh jenis perangsang kematangan terhadap parameter yang diamati
Parameter
Jenis perangsang pematangan buah (P)
P1 P Nilai organoleptik warna (numerik) 2,99 2,93 2,28 2,76 Nilai organoleptik aroma (numerik) 3,02 3,11 2,31 2,89 Nilai organoleptik tekstur (numerik) 2,95 3,03 2,44 2,56
Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jenis
perangsang pematangan buah berpengaruh terhadap konsentrasi karbondioksida,
kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, total asam, kadar vitamin C, indeks
kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik warna, uji organoleptik
Konsentrasi Karbondioksida
Pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1), diketahui bahwa tingkat
kematangan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi
karbondioksida. Hasil uji LSR pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi
karbondioksida dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida
Jarak LSR Tingkat
kematangan Rataan
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - M1 = 70% - 80% 13,58 a A
2 0,91 1,25 M2 = 80% - 90% 12,05 b B
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan M1 berbeda sangat nyata
dengan M2. Konsentrasi karbondioksida tertinggi terdapat pada M1 sebesar
13,58% dan yang terendah terdapat pada M2
Hubungan pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi
karbondioksida dapat dilihat pada Gambar 5. Konsentrasi karbondioksida M sebesar 12,05%.
1
lebih tinggi dibandingkan dengan M2, disebabkan karena tingkat kematangan
M1 (70% - 80%) memiliki jaringan yang lebih muda sehingga kegiatan
respirasinya lebih aktif (konsentrasi karbondioksida yang dihasilkan lebih besar)
dibandingkan dengan tingkat kematangan M2 (80% - 90%). Hal ini sesuai dengan
Pantastico (1993) yang menyatakan bahwa proses metabolisme pada jaringan
Gambar 5. Pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda.
Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) diketahui bahwa jenis
perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
konsentrasi karbondioksida terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh jenis
perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda pada
Tabel 7.
Tabel 7. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda
Jarak LSR Zat perangsang
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata
dengan perlakuan P3 dan P4, berbeda tidak nyata dengan P2. Perlakuan P2
berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda tidak nyata dengan
P4. Konsentrasi karbondioksida tertinggi terdapat pada P1 (ethepon) sebesar
14,99%, sedangkan yang terendah terdapat pada P4
Hubungan jenis perangsang pematangan terhadap uji konsentrasi
karbondioksida terung belanda dapat dilihat pada Gambar 6. Konsentrasi
karbondioksida setelah proses pematangan dengan menggunakan bahan
perangsang pematangan adalah 10,92% - 14,99%. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pemberian zat perangsang pematangan dapat meningkatkan
laju respirasi buah terung belanda.
(kalsium karbida) sebesar
10,92%. Selama pematangan konsentrasi karbondioksida meningkat, karena
terjadinya peningkatan aktivitas respirasi. Hadiwiyoto dan Soehardi (1981)
menyatakan bahwa pada buah non klimakterik, pemberian etilen akan
meningkatkan aktivitas respirasinya.
Penelitian Julianti (2011) menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi CO2
pada hari ke-8 penyimpanan buah terung belanda pada tingkat kematangan 70%
adalah 3,4% dan pada tingkat kematangan 90% adalah 6,5%. Perlakuan dengan
etilen baik dalam bentuk ethepon maupun gas etilen memberikan laju respirasi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian zat perangsang pematangan
Gambar 6. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda.
(P1 = Ethepon, P2 = Etilen, P3 = Asetilen, P4 = Kalsium karbida)
Pengaruh interaksi tingkat kematangan terung belanda dan jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa interaksi
tingkat kematangan buah dengan jenis perangsang pematangan memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsentrasi karbondioksida
terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Kadar Air
Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap kadar air terung belanda
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa tingkat
kematangan terung belanda memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap
kadar air terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh jenis perangsang kematangan terhadap kadar air terung belanda
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa jenis
perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
kadar air terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh jenis perangsang pematangan
terhadap kadar air terung belanda dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda
Jarak LSR Zat perangsang
pematangan Rataan
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - P1 = Ethepon 88,03 a A
2 0,63 0,87 P2 = Etilen 87,35 a A
3 0,67 0,92 P3 = Asetilen 86,32 c B
4 0,68 0,94 P4 = Kalsium karbida 87,10 b A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda tidak nyata dengan
P2, berbeda sangat nyata dengan P3, berbeda nyata dengan P4. Perlakuan P2
berbeda sangat nyata dengan P3 dan berbeda nyata dengan P4. Perlakuan P3
berbeda sangat nyata dengan P4. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P1
sebesar 88,03%, sedangkan yang terendah pada perlakuan P3
Hubungan jenis perangsang pematangan dengan kadar air terung belanda
dapat dilihat pada Gambar 7. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P sebesar 86,32%.
1. Hal
ini disebabkan karena laju respirasi pada P1 lebih tinggi dibandingkan dengan
yang lain seperti terlihat pada Tabel 7, sehingga kadar airnya meningkat sebagai
hasil respirasi. Kadar air buah terung belanda yang diberi perlakuan bahan
perangsang pematangan dalam bentuk gas asetilen lebih rendah dari pada yang
diberi bahan perangsang pematangan dalam bentuk gas etilen ataupun ethepon.
Hal ini disebabkan karena laju respirasi yang rendah sehinggga air yang
dihasilkan dari proses respirasi tidak begitu banyak. Pada saat respirasi terjadi
respirasi merupakan pembakaran senyawa makromolekul (seperti karbohidrat,
protein, dan lemak) untuk menghasilkan CO2, air dan lainnya.
Gambar 7. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda.
(P1 = Ethepon, P2 = Etilen, P3 = Asetilen, P4 = Kalsium karbida)
Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa interaksi
antar tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh
tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air terung belanda, sehingga uji LSR tidak
dilanjutkan.
Susut Bobot
Pengaruh tingkat kematangan terhadap susut bobot terung belanda
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa tingkat
kematangan memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap susut bobot
terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot terung belanda
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa jenis
perangsang pematangan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap susut
bobot terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh jenis perangsang kematangan
terhadap susut bobot terung belanda dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang kematangan terhadap susut bobot terung belanda
Jarak LSR Zat perangsang
pematangan Rataan
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - P1 = Ethepon 0,98 b A
2 0,12 0,17 P2 = Etilen 1,11 a A
3 0,13 0,18 P3 = Asetilen 0,98 b A
4 0,13 0,18 P4 = Kalsium Karbida 1,15 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda nyata dengan P2
dan P4, berbeda tidak nyata dengan P3. Perlakuan P2 berbeda nyata dengan P3,
berbeda tidak nyata dengan P4, berbeda nyata dengan P3. Perlakuan P3 berbeda
nyata dengan P4. Susut bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (kalsium
karbida) sebesar 1,15%, sedangkan susut bobot terendah pada perlakuan P1 dan P3
sebesar 0,98%. Pada buah Susut bobot tertinggi diperoleh buah yang diberi
perlakuan P4
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa buah terung belanda yang diberi bahan
perangsang pematangan dalam bentuk gas etilen dan kalsium karbida lebih tinggi
susut bobotnya dari pada yang diberi bahan perangsang pematangan asetilen dan
ethepon. Hal ini dipengaruhi oleh respirasi dan transpirasi. Buah yang diberi (kalsium karbida). Hubungan jenis perangsang pematangan terhadap
bahan perangsang pematangan ethepon dan kalsium karbida menghasilkan kadar
air yang lebih tinggi dibandingkan yang diberi bahan perangsang pematangan
etilen dan kaslium karbida sehingga susut bobotnya lebih rendah. Susut bobot
disebabkan karena proses respirasi yang menggunakan substrat-substrat yang ada
pada buah selama respirasi. Menurut Phan, dkk. (1993) penyusutan bobot dalam
buah dipengaruhi oleh hilangnya cadangan makanan karena proses respirasi.
Gambar 8. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot terung belanda.
(P1 = Ethepon, P2 = Etilen, P3 = Asetilen, P4 = Kalsium karbida)
Pengaruh interaksi antara tingkat pematangan jenis perangsang kematangan terhadap susut bobot terung belanda
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) diketahui bahwa interaksi
tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh tidak
nyata (P>0,05) terhadap susut bobot terung belanda, sehingga uji LSR tidak
Total Padatan Terlarut
Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap total padatan terlarut terung belanda
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa tingkat
kematangan buah memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total
padatan terlarut terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh tingkat kematangan
terhadap total padatan terlarut terung belanda dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut
Jarak LSR Tingkat
kematangan Rataan
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - M1 = 70% - 80% 3,77 b B
2 0,28 0,39 M2 = 80% - 90% 4,33 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan M1 berbeda sangat nyata
dengan perlakuan M2. Total Padatan terlarut tertinggi diperoleh pada M2 sebesar
4,33 oBrix sedangkan total padatan terlarut terendah diperoleh pada perlakuan M1
sebesar 3,77 o
Pada Gambar 9 terlihat bahwa M
Brix. Hubungan tingkat kematangan buah terhadap total padatan
terlarut terung belanda dapat dilihat pada Gambar 9.
2 memiliki total padatan terlarut tertinggi.
Hal ini disebabkan tingkat kematangan M2 (80% - 90%) lebih tinggi
dibandingkan dengan M1 (70% - 80%). Hal ini sesuai dengan Julianti (2011) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kematangan buah maka total padatan
terlarut buah akan semakin meningkat. Selama proses pematangan terjadi respirasi
pada buah terung belanda yang menyebabkan proses perombakan bahan-bahan