• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN SUAMI DITINJAU DARI STATUS ISTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN SUAMI DITINJAU DARI STATUS ISTRI"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai

salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Novia Rahma Widi Kusumawardani

NIM : 201210230311378

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

Perbedaan Kepuasan Pernikahan Suami Ditinjau dari Status Istri

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai

salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Novia Rahma Widi Kusumawardani

NIM : 201210230311378

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(3)

SKRIPSI

Dipersiapkan dan disusun oleh : Novia Rahma Widi Kusumawardani

Nim : 201210230311378

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal, 05 Februari 2016

dan dinyatakan memenuhi syarat sebagai kelengkapan memperoleh gelar Sarjana (S1) Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

SUSUNAN DEWAN PENGUJI :

Ketua/ Pembimbing I Sekertaris/ Pembimbing II

Dr. Diah Karmiyati, M.Si. Zainul Anwar, S.Psi. M.Psi.

Anggota 1 Anggota II

Hudaniah, S.Psi. M.Si. M. Sohib, S.Psi. M.Si

Mengesahkan, D e k a n

(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Novia Rahma Widi Kusumawardani NIM : 201210230311378

Fakultas / Jurusan : Psikologi / Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi / karya ilmiah yang berjudul :

Perbedaan Kepuasan Pernikahan Suami Ditinjau dari Status Istri

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak bebas royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

Malang, 05 Februari 2016 Mengetahui

Ketua Program Studi Yang Menyatakan,

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan kepuasan pernikahan suami ditinjau dari status istri”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam Proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Tri dayaksini, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Dr. Diah Karmiyati, M.Psi dan Bapak Zainul Anwar, M.Psi selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Siti Maimunah, S.Psi, M.M.,M.A selaku dosen wali yang telah memberi dukungan hingga selesainya skripsi ini.

4. Para dosen dan Staf TU Fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan pembelajaran serta proses pendewasaan.

5. Kepada kedua orang tuaku tercinta memberikan dukungan, do’a, dan kasih sayangnya sehingga penulis termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabatku Cita, Nino, Eva yang selalu memberikan semangat, hiburan, cerita dan manfaat yang begitu besar selama saya berkuliah dari awal masuk perkulihan hingga sekarang.

7. Teman-teman Bachtiar, Aris, Nurus, Finda, Danny, Dhea, Nada, Mirza, Dewi, Rijal, Rendy, Intan, Yanti, Om John, Huda, Rian PGSD, Rian Gitaris, Dewi Wahyu, Gusti, Azizul, Ayik, Firly yang selalu membantu, mendukung, menemani dalam penyelesaian skripsi ini.

(6)

vi

9. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2012 khususnya kelas G yang memberikan semangat, dukungan, serta berbagi ilmu dan saling melengkapi kekurangan masing-masing.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan semoga menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah SWT.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 05 Februari 2016 Penulis

(7)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 2

TINJAUAN TEORI ... 5

METODE PENELITIAN ... 9

A. Rancangan Penelitian ... 9

B. Subyek Penelitian ... 10

C. Variabel dan Instrumen Penelitian ... 10

D. Prosedur Penelitian ... 10

HASIL PENELITIAN ... 11

DISKUSI ... 14

SIMPULAN DAN IMPLIKASI... 17

(8)

viii

DAFTAR TABEL

TABEL 1

Deskripsi subjek penelitian ... 11 TABEL 2

Perhitungan kepuasan pernikahan suami dengan status istri ... 12 TABEL 3

Perbedaan kepuasan pernikahan suami ditinjau dari status istri ... 12 TABEL 4

Perbedaan kepuasan pernikahan suami antara istri yang bekerja dan tidak bekerja ditinjau dari aspek-aspeknya ... 12 TABEL 5

(9)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Blue Print Skala Kepuasan Pernikahan ... 21 LAMPIRAN 2

Skala Kepuasan Pernikahan ... 22 LAMPIRAN 3

Validitas dan Reliabilitas ... 24 LAMPIRAN 4

(10)
(11)

PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN SUAMI DITINJAU DARI

STATUS ISTRI

Novia Rahma Widi Kusumawardani

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

novia.rhm@gmail.com

Suami merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga, namun pada saat ini banyak suami setuju dengan istri berkarir di luar rumah dengan alasan dapat menambah sumber keuangan keluarga. Namun, tidak jarang pula suami tidak setuju dengan hal tersebut karena berbagai alasan, seperti istri yang berkarir sering mengabaikan pekerjaan rumah dan anak. Kondisi istri yang berkarir maupun tidak, membawa dampak positif dan negatif pada kehidupan pernikahan mereka dan berpengaruh pada kepuasan pernikahan yang mereka rasakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepuasan pernikahan suami ditinjau dari status istri yang berkarir atau sebagai ibu rumah tangga. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 97 orang suami (49 status istri berkarir, 48 status istri tidak berkarir) dengan usia pernikahan minimal 4 tahun, menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan data menggunakan skala model likert. Metode analisa data menggunakan independent sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan kepuasan pernikahan suami ditinjau dari status istri (F = 1,629; P>0,05).

Kata Kunci :Kepuasan pernikahan suami, istri berkarir, istri tidak berkarir.

The husband is the main breadwinner in the family, but nowdays a lot of husband and wife agree to a carrer outside the home and grounds can add to the family’s financial resources. However, not infrenquently the husband doesn’t agree for some reason, like a carrer woman who often ignore the housework and child. Condition that a carrer woman or not, bring a positive and negative impact on their married life and effect on marital satisfaction they feel. The aim of this research was to find out the difference of a husband’s marital satisfaction which is viewed byhis wife status as a career woman or a housewife. The number of this subjects in this research was 97 husbands (49 wives who have careers and 48 wives whodo not have any career) by the minimum age of their marriage was 4 year, using purposive sampling technique. Likert model scale was employed to collect the data. The data analysis method used in this research was independent sample t-test. The result of this research demonstrated that there was no differences of husbands’ marital satisfaction if viewed by their wives status (F = 1.629; P>0.05).

(12)

2

Masa dewasa merupakan masa dimana seseorang berproses untuk memenuhi tugas-tugas perkembangannya, menikah menjadi salah satu hal yang diinginkan oleh semua orang. Orang dewasa membangun struktur kehidupan mereka yang pertama, kerap dengan mengambil dan menguji pilihan menikah atau membentuk hubungan yang stabil dan membentuk keluarga yang harmonis, mereka cenderung mencari pasangan yang suportif dan saling mendukung. Menikah menjadi salah satu kebutuhan yang diinginkan setiap manusia, pernikahan sebagai suatu komitmen hubungan emosional yang resmi antara dua orang atau pasangan untuk saling berbagi dalam perasaan, secara fisik, berbagi berbagai macam tugas, dan mengatur sumber perekonomian (Indriani, 2014). Setiap manusia memiliki keinginan untuk menikah dan membangun rumah tangga yang harmonis, dan sudah menjadi sifat manusiawi menyukai kebanggaan, kenikmatan dan kenyamanan di dalam rumah tangganya (Mufidah, 2008). Tidak hanya itu menikah bukan berarti menyesuaikan diri dengan pasangan namun juga keluarga, lingkungan sosialnya, dan juga kebiasaan-kebiasaan pasangan.

Dalam pernikahan, suami dan istri memiliki perannya masing-masing, suami bertanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak-anaknya, sebagai kepala keluarga yang memiliki wewenang terrtinggi dalam keputusan-keputusan keluarga dan bertanggung jawab atas anak dan istrinya. Sedangkan kebanyakan istri bertugas untuk mengatur dan mangurus rumah tangga serta mempersiapkan kebutuhan hidup sehari-hari baik kepada anak maupun suami, taat dan patuh dalam hal yang baik di dalam rumah tangga, dan sebagai pengatur keuangan keluarga. Perbedaan kamu pria dan wanita diperjelas adanya Panca Dharma Wanita Indonesia yang menuntut wanita dapat melakukan lima tugas, yaitu sebagai istri atau pemdamping, sebagai pengelola rumah tangga, sebagai penerus keturunan, sebagai ibu dari anak-anak dan sebagai warga negara (Anoraga, 2005).

Namun perkembangan zaman membuat para istri tidak kalah kedudukannya dengan suami, banyak istri yang bekerja dan berkarir diluar layaknya seorang laki-laki. Kebutuhan yang semakin meningkat di dalam keluarga terkadang memaksa seorang istri untuk bekerja diluar rumah, uang dan kurangnya uang menjadi sangat berpengaruh yang kuat dalam penyesuaian antara suami dan istri, banyak istri tersinggung karena tidak dapat mengendalikan uang yang dipergunakan untuk keluarga, banyak suami juga merasa sulit menyesuaikan diri dengan keuangan, tetapi pendapatan suami harus bisa menutupi semua kebutuhan keluarga. Hal semacam ini sering menimbulkan percecokan di dalam pernikahan karena istri juga menuntut suami untuk ikut serta dalam tugas rumah, dan apabila suami tidak mampu menyediakan barang-barang keperluan rumah tangga, maka hal ini dapat menimbulkan perasaan tersinggung dan percecokan. Sehingga, banyak istri yang mengalami masalah tersebut, dan memutuskan untuk bekerja sebagai usaha pemenuhan kebutuhan keluarga.

(13)

Beberapa alasan istri berkarir di luar rumah dapat disebabkan oleh pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang semakin meningkat, sehingga memaksa istri untuk ikut serta dalam mencari nafkah, ada pula faktor gaya hidup yang membuat istri untuk tetap bekerja atau mempunyai kebutuhan sosial yang tinggi dan tempat kerja mereka sangat mencukupi kebutuhan tersebut. Menurut Majid (2012) alasan-alasan mengapa wanita yang sudah menikah memutuskan untuk bekerja di luar adalah faktor pendidikan istri, pendapatan suami, dan jumlah tanggungan keluarga. Hal ini dimaksudkan bahwa semakin tinggi pendidikan istri maka semakin banyak waktu yang digunakan untuk berpartisipasi dalam pekerjaannya, karena dengan bekerkarir istri dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki serta sebagai bentuk aktualiasasi diri mereka, kebutuhan sosial juga memerankan peran penting karena dengan bekerja dianggap lebih memunculkan identitas sosial yang lebih tinggi ketimbang istri yang tidak berkarir. Kemudian, semakin banyak jumlah tanggungan maka semakin banyak pula partisipasinya dalam bekerja dan peningkatan pendapatan yang signifikan juga mampu meningkatkan tingkat partisipasinya dalam bekerja.

Keterlibatan istri dalam dalam hal ini tentu membawa dampak terhadap peran wanita dalam keluarga, selain dapat mengurangi beban suami dalam mencari nafkah tentu saja ada hal negatif yang dapat ditimbulkan akibat pergeseran peran dari istri yang berkarir, banyak pula suami yang keberatan dengan hal tersebut karena dapat menimbulkan prasangka dari orang lain bahwa ia tidak dapat mencukupi keluarganya (Hurlock, 1991). Menurut Rahayu (2014), bahwa dampak negatif dari istri yang bekerja adalah kewajiban sebagai ibu rumah tangga menjadi terabaikan, yaitu istri menjadi kurang taat kepada suami, istri kurang dapat menjaga kehormatan diri, kebutuhan seksualitas suami kurang terpenuhi dan pekerjaan rumah tangga terabaikan. Hal ini di dukung pula oleh Gopur (2010) melalui studi kasusnya, bahwa akibat peran dan pergeseran tanggung jawab wanita dalam keluarga menimbulkan dampak negatif terutama bagi keluarga itu sendiri bahkan hal tersebut tidak jarang menimbulkan kecacatan dan kerusakan pada keluarga.

Madani Mental Health Care Foundation (2014) mengemukakan akibat dari istri yang berkarir dapat menimbulkan keluhan-keluhan suami antara lain; suami sering mengeluh karena istrinya bekerja dan berpenghasilan sehingga wibawa dirinya menurun karena istri tidak bergantung kepada suami, menimbulkan perasaan rendah diri dan rasa cemburu pada pihak suami. Sehingga, hal tersebut menuimbulkan kompilasi psikologis suami dan mengemukakan keluhan-keluhan dalam bentuk kecemasan, depresi, atau dalam bentuk perubahan sikap yang dingin, pencemburu, pemarah, kasar, bahkan dapat pula menyakiti istrinya secara fisik, dan hal ini terjadi dikarenakan suami tidak dapat menyesuaikan diri dan merasa wibawanya berkurang sehingga menunjukkan sikap lain yang dapat menunjukkan kekuasaannya. Demikian pula penelitian dari Universitas Cornell mendapati bahwa para suami yang istrinya bekerja sepanjang hari, akan meningkatkan peluang selingkuh hingga lima kali atau hampir sebanyak 7% dari tahun 2002 hingga 2007 sedangkan perempuan 3%, hal ini dikarenakan ego suami merasa dilukai oleh istri yang mungkin karirnya lebih baik daripada mereka, dan hal tersebut mengancam identitas suami sebagai pencari nafkah, akhirnya selingkuh menjadi cara untuk menegaskan sisi maskulinnya (Kompasiana, 2015).

(14)

4

perasaan yang dialami suami kemudian merasa kurang nyaman sehingga terjadi pertengkaran dan perceraian. Adapula data yang diungkap oleh Kemenag, Nasaruddin (2015), berdasarkan laporan yang diterima pada beberapa tahun silam angka perceraian mencapai 60.000 per tahun. Pasca reformasi perceraian rata-rata naik menjadi 200.000 per tahun. Kemudian beberapa alasan muncul sebagai penyebab terjadinya perceraian, seperti halnya ketidak cocokan, jarak sosial, umur, perselingkuhan.

Kasus perceraian juga tidak sedikit yang terjadi di Jawa Timur. Dari data Pengadilan Agama Jatim, pada tahun 201 5angka perceraian terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2010, jumlah perceraian di Jawa Timur mencapai 69.956 kasus, kemudian pada tahun 2011 meningkat sekitar 6% dari tahun sebelumnya menjadi 74.777 kasus, disusul tahun 2012 menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu meningkat sebersar 14% dari tahun sebelumnya menjadi 81.672 kasus perceraian, dan hingga saat ini angka perceraian khususnya di Jawa Timur mencapai 100 ribu kasus.

Beberapa faktor penyebab perceraian antara lain; faktor ekonomi atau keuangan keluarga dan tidak ada tanggung jawab, menurut Widayanti dan Lestari hal ini terjadi pada kasus istri yang bekerja di luar rumah, semua masalah yang timbul menjadi tanggung jawab suami dan istri, namun jika istri kurang atau tidak mempunyai rasa tanggung jawab dalam melaksanakan kewajibannya seperti istri meninggalkan rumah tanpa ijin suami, maka suami merasa kurang puas karena hak-haknya kurang terpenuhi dan hal ini pula dapat menyebabkan suami menuntut perceraian akibat kurangnya tanggung jawab istri (Widayanti dan Lestari, 2014).

Seseorang yang memutuskan untuk menikah menginginkan keluarga yang harmonis dan bahagia, kepuasan pernikahan menjadi salah satu faktor untuk mencapai keluarga yang bahagia, karena pernikahan yang memuaskan akan tercapai jika kebutuhan-kebutuhan individu dapat terpenuhi seperti kebutuhan sosial, psikologis, dan biologis. Seperti halnya suami, beberapa keputusan menjadi pertimbang ketika hal tersebut berpengaruh terhadap kualitas pernikahannya, seperti suami merasa tidak keberatan jika istrinya berkarir dan turut membantu mencari penghasilan suami, namun ada pula suami yang keberatan jika istrinya berkarir yang berarti istri berakarir akan mengurangi perhatian, waktu yang diberikan kepada anak-anak, urusan rumah tangga, kasih sayang dan kebutuhan biologis yang tidak dapat digantikan oleh wanita lain. Jadi, perlu diperhatikan motivasi istri untuk berkarir dapat menguntungkan suami atau justru merugikan.

Menurut Burgess dan Locke (Indriani, 2014) mengungkapkan bahwa mengukur keberhasilan perkawinan menggunakan beberapa kriteria. Salah satu kriteria yang dapat dilihat untuk mengukur keberhasilan suatu pernikahan adalah puas atau tidaknya individu selama menjalani kehidupan berumah tangga. Sedangkan, menurut Bahr dkk, (Utami & Mariyati, 2015) mengatakan kepuasan dilihat dari sejauh mana kebutuhan, harapan, dan keinginan individu sudah dipenuhi di dalam menjalani pernikahannya, dalam bentuk; kesepakatan peran, aturan peran bersama sebagai suami-istri (pasangan), dan aturan peran amsing-masing sebagai diri sendiri.

(15)

fisik karena istri lebih jarang di rumah, kemudian subyek dari penelitiaan tersebut mengungkapkan mereka merasa lebih puas dalam pernikahannya jika pasangan mampu menciptakan suasan terbuka secara komunikasi, karena dengan adanya komunikasi yang terbuka mampu menyalurkan keinginan dari masing-masing pihak. Bukan hanya masalah Mengenai kepuasan dalam pernikahan telah ditemukan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu, penelitian yang dilakukan oleh Terry dan Scott (2007) menunjukkan hasil tidak adanya prediktor yang berbeda pada tingkat kepuasan pernikahan oleh laki-laki maupun perempuan karena keduanya memiliki komitmen yang tinggi untuk bekerja dan untuk keluarga mereka. Pada pasangan tradisional aspek kepuasan dalam seksualitas menunjukkan istri lebih tinggi dibandingkan suami, sedangkan kepuasan kerja hampir tidak ada perbedaan dari keduanya. Mengenai masalah pekerjaan dan kepuasan pernikahan antara pasangan pada penelitian yang dilakukan Moen, P. Dkk (2001) mengungkapkan bahwa pekerjaan yang sudah pensiun sangat mempengaruhi kualitas dari pernikahan dan hasilnya menunjukkan penurunan angka kepuasan bagi suami dan istri, suami yang sudah mengalami masa pensiun sedangkan istri tetap bekerja menjadi konflik pernikahan terbesar atau menjadi konflik lebih tinggi, sehingga sangat penting menggabungkan status pasangan, sama-sama kerja atau sama-sama pensiun. Zainah, dkk. (2012) juga mengungkapkan bahwa pasangan dengan usia pernikahan yang lebih lama cenderung lebih merasakan kepuasan pernikahannya dan pendapatan keluarga menjadi faktor penting untuk stabilitas pernikahan, pada penelitian tersebut diungkapkan bahwa keluarga dengan penghasilan tinggi memiliki kepuasan lebih tinggi dibandingkan yang rendah. Namun kembali pada pasangan yang sama-sama bekerja bukan hanya sekedar memiliki pendapatan yang tinggi saja, namun jika pasangan sama-sama bekerja di luar rumah potensi terjadinya konflik menjadi lebih intensif. Tugas besar yang harus dilakukan pasangan adalah menemukan cara paling baik untuk menyesuaikan kebutuhan pada keluarga berkarir ganda (Baron, 2005).

Mengenai dampak positif dan negatif akibat peranan ganda dari wanita karir sekaligus sebagai ibu rumah tangga maka, dari latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan kepuasan pernikahan bagi suami yang memiliki istri berkarir dan yang tidak berkarir? Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui perbedaan kepuasan pernikahan pada suami yang memiliki istri berkarir dan tidak berkarir. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi baru mengenai informasi dan dapat memperluas wawasan bagi disiplin ilmu khususnya Psikologi dan bagi masyarakat agar dapat mengetahui aspek-aspek apa saja yang dapat menciptakan, membangun serta meningkatkan kepuasan dalam rumah tangga serta diharapkan mampu mengurangi tingkat perceraian.

Kepuasan Pernikahan

Menurut Dabone & Tawiah (Setyoasih, 2014) Kepuasan pernikahan adalah kondisi mental yang menemukan manfaat yang dikeluarkan dalam kehidupan pernikahan. Semakin tinggi biaya hidup yang dikeluarkan makan kepuasan pernikahan juga akan menurun.

(16)

6

Hawkins (Matsurah, 2014) mengemukakan bahwa kepuasan pernikahan adalah perasaan bahagia, puas, dan pengalaman senang yang dirasakan oleh pasangan suami istri secara subjektif terhadap berbagai aspek yang ada dalam perkawinan.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah hasil evaluatif sebyektif selama pernikahan dan seberapa besar kualitas yang dihasilkan dari pernikahan itu sendiri.

Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan

Olson dan Olson (dalam Lestari, 2012) mengemukakan aspek-aspek yang dapat membangun kepuasan pernikahan yaitu : (1) Communication, area ini melihat tentang bagaimana perasaan dan sikap pasangan suami-istri saat berkomunikasi. Area ini juga berfokus pada perasaan senang dari keduanya saat melakukan komuniasi. (2) Leisyre Activity, area ini melihat pilihan kegiatan yang dilakukan bersama untuk mengisi waktu luang serta melihat apakah suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan bersama serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang. (3) Religious Orientation, area ini menilai makna keyakinan beragama serta bagaimana pelaksanaanya dalam kehidupan sehari-hari. Keyakinan spiritualitas merujuk pada kulitas batin yang dirasakan individu dalam hubungannya dengan Tuhan. (4) Conflict resolution, area ini berfokus untuk menilai presepsi suami istri terhadap suatu masalah serta bagaimana pemecahannya. Hal ini mencangkup keterbukaan pasangan untuk mengenali dan menyelesaikan masalah. (5) Financial management, area ini menilai sikap dan cara pasangan mengatu uang, bentuk-bentuk pengeluaran, dan pembuatan keputusan tentang keuangan. (6) Sexual orientation, area ini berfokus pada refleksi sikap yang berhubungan dengan amsalah sexual, tingkah laku seksual, serta kesetiaan terhadap pasangan.(7) Family and Friend, area ini dapat melihat bagaimana perasaan dan perhatian pasangan terhadap hubungan kerabat, mertua serta teman-teman. (8) Children and parenting, area ini menilai sikap dan perasaan tentang memiliki dan membesarkan anak. Fokusnya adalah bagaimana orang tua menerapkan keputusan mengenai keputusan yang dibuat untuk anak. (9) Personality Issue, area ini melihat penyesuaian siri tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan serta kepribadian pasangan. (10) Egalitarian role, area ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran beragam dalam kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, tugas rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orang tua.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan

(17)

Peran dan Tanggung Jawab Suami dan Istri dalam Keluarga

Menurut Mufidah (2008), keberhasilan seorang suami dalam mencapai karirnya banyak didukung oleh peran istri, begitu juga sebaliknya peran suami juga sangat mendukung karir dari istri. Keduanya dapat malakukan peran-peran yang seimbang, diantaranya :

1. Berbagi rasa suka dan duka, serta memahami fungsi dan kedudukan suami maupun istri dalam kehidupan social atau profesi. Membagi peran antara keduanya secara fleksibel memungkinkan pekerjaan tersebut dapat dikerjakan oleh siapa saja yang memiliki kesempatan dan kemampuan di antara anggota keluarga tanpa mendiskriminasi salah satu pihak.

2. Memposisikan sebagai istri sekaligus ibu, teman dan kekasih bagi suami. Sama halnya dengan suami yang memiliki tugasnya sebagai bapak, kekasih, teman, dll. Dalam upaya memposisikan keduanya untuk memperoleh hak-hak dasar dengan baik.

3. Menjadi teman diskusi, bermusyawarah dan saling mengisi dalam proses pengambilan keputusan. Keluarga yang memiliki kesetaraan gender memilih asas kebersamaan dalam pengambilan keputusan, sehingga tidak merasa berat pada satu pihak.

Istri yang Berkarir dan Tidak Berkarir

Junaedi (2009) mengungkapkan bahwa ada dampak positif dari wanita yang berkarir. Yaitu : 1. Bertambahnya sumber keuangan. Dengan bertambahnya sumber keuangan dari istri

tentunya akan membantu suami atau sebagai partner dalam pemenuhan kebutuhan financial sehari-hari.

2. Meluasnya jaringan hubungan.

3. Tersedianya kesempatan untuk menyalurkan bakat dan hobi. 4. Terbukanya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif. 5. Secara status social lebih dipandang.

Sedangkan dampak negatif yang timbul dari istri yang berkarir adalah kewajiban ibu rumah tangga menjadi terabaikan, kebutuhan seksualitas suami kurang terpenuhi dan pekerjaan rumah tangga terbaikan (Rahayu, 2014). Tanpa adanya keseimbangan peran ganda seorang istri yang sekaligus menjadi wanita karir juga berdampak negatif.

1. Pekerjaan yang terus-menerus membuat istri merasa letih terlebih lagi jika terdapat masalah dalam pekerjaannya, posisi yang jauh dari rumah membuat ibu kurang dapat mengontrol yang terjadi dirumah, sehingga terjadi berkurangnya sifat atau hubungan keibuan dengan anak.

2. Kebahagiaan dan kehangatan suasana dalam rumah tangga amat bergantung pada seorang ibu. Ibu yang bekerja di luar rumah tentunya berbagi waktu dengan pekerjaan dan urusan rumah tangga. Padahal tugas seorang istri agar menciptakan keluarga yang harmonis salah satunya adalah menjadikan rumah sebagai tempat tinggal yang menyenangkan bagi keluarga (Lestari, 2012).

3. Ketiadaan sang ibu di rumah atau disamping anak bisa menyebabkan anak manja dansuka menuntut. Karena tugas ibu dalam mendidik anak-anaknya juga harus mampu menjadi tempat curhat bagi anak dan suami (Lestari, 2012).

(18)

8

tangga dan mengasuh anak. Padahal tugas seorang istri tidak hanya itu, istri bertanggung jawab atas perkembangan hubungan anak dan suami, sitri yang tidak bekerja justru memiliki banyak waktu untuk lebih dekat dan berempati dengan anak. Disamping hal-hal positif adapula hal negatif dari istri yang tidak bekerja, Lewis (Suryani 2008) mengemukakan beberapa dampak yang kurang baik yang ditemukan pada istri yang tidak bekerja, salah satunya adalah menimbulkan rasa ketergantungan pada suami, dalam hal ini suami dituntut untuk memenuhi semua kebutuhan istri dan keluarganya secara finansial maupun dalam pengambilan keputusan. Termasuk kurangnya intelektual dan hubungan sosial yang berbatas, sehingga keadaan tersebut membuat istri jenuh dan bosan. Status pekerjaan istri seringkali menjadi salah satu kebanggaan suami dan anak, namun hal ini kurang didapatkan dari istri yang tidak bekerja.

Kepuasan Pernikahan Suami Ditinjau dari Status Istri

Kepuasan pada suami sama halnya seperti kepuasan dalam pernikahan, karena kepuasan pernikahan itu sendiri merupakan penilaian subyektif terhadap bahagia atau tidak bahagianya seseorang menjalani pernikahannya. Seperti Chappel dan Leigh ( Erin & Fuad, 2008), mendefinisikan kepuasan pernikahan sebagai evaluasi subyektif terhadap kualitas perkawinan secara keseluruhan. Hal tersebut berarti taraf yang menunjukkan terpenuhinya kebutuhan, harapan dan keinginan seseorang dalam suatu pernikahan. Dari uraian tersebut dapat dijabarkan bahwa suami sendiri memiliki penilaian terhadap sepanjang usia pernikahannya, suatu pernikahan yang di dalamnya terdapat komitmen, persamaan, persahabatan, dan perasaan positif. Pembagian peran di dalam pernikahan suami istri memang harus jelas adanya agar tidak terjadi kesenjangan dan harus saling melengkapi, seperti yang dikemukakan Mufidah (2008) bahwa peran serta tanggung jawab suami dan istri antara lain : (1) Berbagi rasa suka dan duka, serta memahami fungsi dan kedudukan suami maupun istri dalam kehidupan sosial atau profesi. (2) Memposisikan sebagai istri sekaligus ibu, teman dan kekasih bagi suami. Sama halnya dengan suami yang memiliki tugasnya sebagai bapak, kekasih, teman, dll. Dalam upaya memposisikan keduanya untuk memperoleh hak-hak dasar dengan baik. (3) Menjadi teman diskusi, bermusyawarah dan saling mengisi dalam proses pengambilan keputusan. Keluarga yang memiliki kesetaraan gender memilih asas kebersamaan dalam pengambilan keputusan, sehingga tidak merasa berat pada satu pihak. Tugas-tugas yang sudah terbagi sesuai dengan perannya sebagai ayah sekaligus suami dan ibu sekaligus istri menjadi hal yang sudah mutlak. Tidak hanya di rumah wanita yang memutuskan untuk berkarir juga membutuhkan waktunya untuk kegiatan diluar rumah, sehingga perannya menjadi ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga sekaligus wanita karir. Peranan ganda ibu rumah tangga tentu tidak mudah dilakukan, namun ini tidak akan menjadi masalah dalam rumah tangga ketika ia dapat menyeimbangkannya secara proposional, baik buruknya peranan wanita dalam rumah tangga tentunya berdampak bagi kepuasan pernikahan mereka dan pasangan. Menurut Paputungan (2012) suami yang memiliki istri berkarir merasa kurang puas dalam pernikahannya dalam hal kepuasan fisik karena istri lebih jarang di rumah, namun suami merasa lebih puas dalam pernikahannya jika pasangan mampu menciptakan suasan terbuka secara komunikasi. Jadi, ada beberapa hal yang dirasa kurang dapat dipenuhi oleh istri kepada suami ketika mereka memutuskan untuk berkarir.

(19)

berkarir diduga memiliki dampak positif lebih banyak terhadap mereka daripada suami yang memiliki istri berkarir dengan beberapa alasan, misalnya istri yang berkarir lebih jarang berada dirumah sehingga tidak dapat mengontrol keadaan rumah setiap saat, terlebih lagi jika kesibukan istri membuat suami merasa kurang diperhatikan sehingga timbul perilaku curiga, sering marah, dan yang paling parah adalah kekerasan.

Kerangka Berpikir

Hipotesa

Ada perbedaan kepuasan pernikahan pada suami yang memiliki istri berkarir dan suami yang memiliki istri tidak berkarir atau hanya sebagai ibu rumah tangga, dimana suami yang memiliki istri tidak berkarir memiliki kepuasan pernikahan lebih tinggi dibandingkan suami yang memiliki istri berkarir.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif komparatif. Kuantitatif komparatif adalah penelitian yang di dalamnya ditemukan adanya suatu perbedaan antara 2 sampel, sehingga memungkinkan terdapat dua perbedaan yaitu signifikan dan tidak signifikan (Winarsunu, 2009).

Status Istri Berkarir Status Istri Tidak Berkarir

- Menambah sumber keuangan keluarga - Meluasnya jaringan

hubungan

- Dipandang secara status sosial

- Waktu dirumah terbagi dengan pekerjaan di luar

- Tugas rumah tidak terbagi dengan pekerjaan di luar - Istri memiliki lebih

banyak waktu dengan keluarga

- Secara ekonomi istri tergantung pada suami

(20)

10

Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah laki-laki yang telah menikah atau berstatus suami di Malang Jawa Timur, dengan usia pernikahan minimal 4 tahun dan berstatus bekerja.

Teknik pengambilan sampel adalah menggunakan teknik non probability sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu atau sampling purposive. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 97 subjek, mengacu pada teori dari Fraenkel (1993) yaitu penelitian komparatif jumlah subjek minimal 30 subjek per kelompok. Adapun karakteristik subjek yang diambil dibedakan menjadi dua kelompok, adapun karakteristik subjek yaitu laki-laki berstatus suami dan bekerja, usia pernikahan di atas 4 tahun hal ini didukung oleh pernyataan Hurlock (Paputungan, 2012) yang pada umumnya pasangan dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam pernikahannya setelah 3 sampai 4 tahun, pendidikan minimal SMA sederajat. Pada kelompok pertama yaitu memiliki istri yang bekerja selama pernikahannya secara full time di luar rumah, minimal 8 jam per hari (wirausaha, wiraswasta, pegawai swasta atau pemerintah, jabatan lain di luar rumah). Pada kelompok kedua yaitu memiliki istri yang hanya sebagai ibu rumah tangga tanpa bekerja di luar rumah.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah kepuasan pernikahan. Kepuasan pernikahan adalah hasil evaluatif sebyektif suami selama pernikahan dan menilai seberapa besar kualitas yang dihasilkan dari pernikahan itu sendiri, serta penilaian terhadap puas atau tidaknya subyek dalam menilai pernikahannya ditinjau dari istrinya yang berkarir maupun yang hanya sebagai ibu rumah tangga.

Adapun pengumpulan data untuk mengukur variabel menggunakan instrumen (scale) kepuasan pernikahan yang dikembangkan oleh Shofa (2015). Skala yang akan diberikan nantinya mengungkap tentang kepuasan pernikahan menurut Olson dan Olson (Shofa, 2012) yang mengacu pada ENRICH Marital Satisfaction Scale yang didalamnya mengemukakan beberapa aspek yaitu: (1) Communication, (2) Leisyre Activity, (3) Religious Orientation, (4) Conflict resolution,(5) Financial management, (6) Sexual orientation, (7) Family and Friend,(8) Children and parenting,(9) Personality Issue, (10) Egalitarian role.Skala tersebut dirancang berdasarkan metode likert dengan empat alternatif pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Pada item favorable, skor dari jawaban sangat sesuai (4), sesuai (3), tida sesui (2), sangat tidak sesuai (1) dan untuk item unfavorable, skor jawaban sangat sesuai (1), sesuai (2), tidak sesuai (3), sangat tidak sesuai (4).

Pada skala tersebut menunjukkan 29 item yang valid dengan indeks validitas 0,304-0,704 dan indeks reliabilitas 0,920 yang dapat disimpulkan bahwa skala tersebut reliabel karena nilai reliabilitas instrumen > 0.60 (Cronbach alpha). Hal ini membuktikan bahwa instrumen dalam penelitian ini memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang memadai.

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

(21)

dengan karakteristik yang sudah ditentukan untuk mengisi skala tersebut menggunakn teknik purposive sampling dimana susbjek yang dipilih berdasarkan kriteria yang sudah diatur oleh peneliti. Dimana subjek penelitian berjumlah 97 suami yang tinggal di Malang Jawa Timur dengan usia pernikahan minimal 4 tahun, bekerja, dan pendidikan minimal SMA untuk menghindari ketidak pahaman subjek terhadap skala yang diberikan. Masing-masing subjek mengisi skala secara individu dan tidak mencontoh jawaban dari orang lain. Pencarian subjek dilakukan mulai tanggal 20 Desember 2015 hingga 07 Januari 2016. Setelah dilakukannya pengambilan data, masing-masing jawaban subjek dijumlahkan, sehingga mendapatkan skor total kepuasan pernikahan suami yang kemudian di analisis datanya. Tahap ketiga, analisis Metode analisa yang digunakan yaitu teknik uji independent sample t-test untuk mengetahui perbedaan dari variabel yang diteliti berdasarkan dua kelompok sampel.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mendapatkan data sebagai berikut : Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian

Kategori Frequency Percent Total

(22)

12

variasi mobil sebanyak 11 orang atau 11,3%, (3) Pegawai negeri, ternasuk di dalamnya PNS atau pegawai pemerintahan sebanyak 13 orang atau 13,4%. Pendidikan terakhir menjadi salah satu syarat pada penelitian ini sehingga di dapati subjek yang pendidikan terkahir SMA sebanyak 65 orang atau 67%, Diploma 2 orang atau 2,1% dan Sarjana 30 orang atau 30,9%. Sedangkan jumlah subjek yang memiliki satu anak sebanyak 30 atau 30,9%, jumlah anak dua 40 orang atau 41,2%, jumlah anak tiga sebanyak 20 orang atau 20,6% dan jumlah anak empat sebanyak 7 orang atai 7,2%. Berikut adalah hasil perhitungan kategori tingkat kepuasan suami dilihat dari status istri :

Tabel 2. Perhitungan kepuasan pernikahan suami dengan status istri

Kepuasan Suami Total

Tinggi Rendah

Status istri Berkarir 22 27 49

44.9% 55.1% 100%

Tidak Berkarir 27 21 48

55.3% 43.8% 100%

Total 49 48 97

55.5% 49.4% 100%

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa subjek yang memiliki istri berkarir sebanyak 22 orang subjek cenderung memiliki kepuasan pernikahan lebih tinggi atau 44,9% dari skor total, dan 27 orang lainnya atau 27% tingkat kepuasan pernikahannya rendah. Sedangkan pada subjek yang memiliki istri tidak berkarir sebanyak 27 orang orang 55,3% tingkat kepuasan pernikahannya tinggi, dan 21 orang atau 43,8% tingkat kepuasannya rendah.

Hasil Analisis Data

Tabel 3. Perbedaan kepuasan pernikahan suami ditinjau dari status istri

Kelompok N Mean F Sig (2-tailed) (p) Keterangan

Istri Berkarir

49 96.1224 1,629 0,963 Tidak

Signifikan Istri Tidak

Berkarir

48 96.0417 0.963

(23)

Tabel 4. Perbedaan kepuasan pernikahan suami antara istri yang bekerja dan tidak bekerja ditinjau dari aspek-aspeknya

Aspek-aspek Status Istri Mean F P

Kepribadian Bekerja 10.1837 0,538 0,988

Tidak Bekerja 10.1875

Komunikasi Bekerja 10.0204 5,538 0,705

Tidak Bekerja 10.1250

ResolusiKonflik Bekerja 13.6735 1,22 0,399

Tidak Bekerja 13.3750

Finansial Bekerja 6.6939 2,32 0,193

Tidak Bekerja 6.4375

WaktuLuang Bekerja 13.0408 0,42 0,770

Tidak Bekerja 12.9375

Seksual Bekerja 10.7755 0,62 0,765

Tidak Bekerja 10.8542

Anak Bekerja 3.3673 0,482 0,366

Tidak Bekerja 3.2500

KeluargaTeman Bekerja 5.3265 0,64 0,251

Tidak Bekerja 5.6875

KesamaanPeran Bekerja 9.5510 3,579 0,728

Tidak Bekerja 9.4375

Agama Bekerja 10.1224 3,035 0,993

Tidak Bekerja 10.1250

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas dapat dilihat bahwa setiap aspek memiliki nilai signifikasi rata-rata di atas 0,05, sehingga dapat disimpulkan secara keseluruhan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam skor kepuasan pernikan antara istri yang bekerja dan tidak bekerja ditinjau dari aspek-aspeknya.

(24)

14

DISKUSI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan pernikahan suami yang signifikan antara istri yang berkarir dan istri yang tidak berkarir, dengan nilai (F = 1,629; P>0,05). Sebagaimana yang telah disebutkan pada penelitian sebelumnya oleh NSFH University of Wisconsin-Madison (2000) bahwa wanita yang bekerja memiliki sedikit atau tidak berpengaruh pada kualitas pernikahan suami namun secara signifikasi menurunkan kualitas pernikahan istri, di sisi lain suami mendapatkan keuntungan kualitas dengan menyediakan penghasilan tambahan dan mengurangi tanggung jawab keuangan suami atau sebaliknya. Secara garis besar status istri tidak terlalu responsif terhadap konteks sosial dan kebahagiaan suami, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perubahan nilai sosial terkait manfaat dari istri yang berkarir dan pendapat publik menjadi mendukung untuk pasangan yang berkarir.

Membangun rumah tangga merupakan hal yang penting ketika seseorang dirasa sudah mampu dalam menjalaninya. Dimana pasangan dalam rumah tangga yaitu antara laki-laki dan perempuan memiliki peran dan tugasnya masing-masing sebagai suami dan istri. Kepuasan pernikahan menjadi tolak ukur keberhasilan suatu pernikahan, hasil dari penelitian ini status istri yang bekerja dan tidak bekerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan suami namun sebaliknya dampak terbesar justru terjadi pada istri. Melanjutkan pendapat sebelumnya akibat peran ganda ternyata lebih dirasakan istri dari pada suami, karena peran ganda istri justru lebih terlihat, selain mengurus rumah tangga istri yang berkarir juga mengurus pekerjaannya diluar rumah. Menurut Karney (NSFH, 2000) mengungkapkan bahwa peningkatan beban kerja terkait dengan peran ganda justru dampaknya lebih dirasakan oleh istri ketimbang suami. Stres kerja yang mungkin ditimbulkan dari pekerjaan nampaknya tidak begitu berpengaruh pula pada suami jika istri mampu memisahkan permasalah pekerjaan dan rumah tangga, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa status istri tidak berpengaruh terhadap kebahagiaan suami karena status sosial tidak mempermasalahkan hal tersebut, namun stres yang mungkin ditimbulkan dari istri menjadi hambatan besar bagi kebahagiaan suami, jadi untuk menghindari hal tersebut perlu adanya partisipasi suami dalam tugas istri yang pada akhirnya puas atau tidaknya istri juga berpengaruh pada suami. Hal ini didukung oleh pendapat Kim (1992) bahwa istri lebih puas ketika mereka mendapat bantuan dari suami dalam pekerjaan rumah tangga dan suami lebih puas ketika mereka memiliki bantuan keuangan dari istri, sumbangan keuangan untuk anak dari istri dapat mendukung keluarga, daripada hanya berbagi penyedia peran.

(25)

perekonomian keluarga yang memadai mendukung tercapainya kepuasan pernikahan (Srisusanti & Zulkaida, 2013).

Pada istri yang berkarir dan tidak berkarir, karena keduanya tidak memiliki perbedaan diasumsikan sama-sama memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan suami karena hal ini berpengaruh kepada kepuasan suami jika istri yang bekerja dapat mengatur pembagian tugas secara adil bersama suami, menurut Little & Burks jika ada kesepakatan dari keduannya untuk menjalankan tugas sesuai dengan kesepakatan, mereka cenderung mendapatkan kepuasan (Srisusanti & Zulkaida, 2013). Bagi pasangan dengan pendapatan yang berbeda bukan menjadi masalah dalam pernikahan, menurut Ma’arif (2012) jika peran istri lebih dominan bekerja diluar rumah sebaiknya tidak menggeser pola kepemimpinan suami di dalam rumah tangga, sepenuhnya istri tetap menyerahkan segala keputusan kepada suami. Bahkan dampak positif istri yang bekerja diantaranya dapat membantu suami mencari nafkah yang penghasilan suami mungkin sedikit yang disebabkan oleh faktor-faktor lain. Dengan tetap menghormati kedudukan suami meskipun gaji istri mungkin lebih besar, sehingga tidak mengurangi rasa kepercayaan diri suami.

Pasangan yang keduanya bekerja akan lebih banyak membutuhkan sebuah komitmen. Lattifatunnikmah (2015) menjelaskan bahwa setelah menikah komitmen dibentuk melalui pembagian peran keduanya, kesepakatan yang dibuat untuk mengurangi dampak negatif yang diselaraskan kebutuhan bersama, motivasi istri bekerja, sedikitnya permasalahan dan bagaimana keduanya mampu menyelesaikan melibatkan kerjasama, semakin banyak hal positif dan mengurangi dampak negatif. Komitmen di perkuat dengan semakin berkurangnya dampak negatif dari pasangan yang sama-sama bekerja. Sedangkan faktor yang mempengaruhi komitmen pernikahan adalah komunikasi pasangan yang terbuka dan setara, pengungkapan kasih sayang yang dilakukan secara verbal maupun non verbal, saling menyediakan waktu untuk bersama, kesediaan yang semakin besar untuk menerima kekurangan dan kelebihan pasangan sebagai bentuk konsekuensi dari komitmen tersebut (Devito, 1997).

Defrain dan Olson menyimpulkan 90% pasangan merasa lebih bahagia dengan berkomunikasi sehingga pasangan saling dapat merasakan dan mengerti keinginan dan perasaan pasangan (dalam Dewi & Sudhana). Pola komunikasi istri yang biasanya terjadi di dunia kerjanya kadang terbawa dalam rumah tangga, jika pola komunikasi istri baik di dunia baik maka diasumsikan istri juga dapat berkomunikasi baik pula kepada suami, menurut Duvval & Miller kemampuan berkomunikasi secara baik kepada pasangan merupakan faktor yang dapat meningkatkan kepuasan pernikahan (Srisusanti & Zulkaida, 2013).

(26)

16

Walaupun istri berkarir dan memiliki pendapatan sendiri, namun kebanyakan suami mempunyai pemahaman tentang tanggungjawabnya karena mereka masih memberi nafkah kepada istrinya berdasarkan pendapatan suami. Selebihnya, suami mungkin tetap berfikiran positif terhadap istrinya yang berkarir jika dalam membina rumah tangga pada kehidupan mereka jelas menampakkan sikap bekerjasama, saling bantu membantu dan saling memahami antara satu dengan yang lain (Abdullah & Hassan, 2010). Menjadi ibu rumah tangga sangat membutuhkan kepercayaan dari suami terlebih lagi ibu rumah tangga sekaligus berkarir, salah satu faktor penentu kepuasan pernikahan termasuk di dalamnya adalah kepercayaan suami, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Atta, et al. (2013) laki-laki dari pasangan karir tunggal memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi dari pada pasangan mereka. Hal ini dapat di artikan bahwa istri berkarir harus dapat menjaga kepercayaan suami karena lingkungan kerjanya yang memungkinkan istri bertemu dengan banyak orang, jika istri mengerti batasan-batasan terhadap orang-orang di dunia kerjanya tidak menutup kemungkinan dapat meningkatkan rasa kepercayaan suami.

Terdapat faktor-faktor tertetu yang dapat meningkatkan kepuasan menurut Sprunt & Howes (Atta, 2013) yaitu kesetaraan, timbal balik hubungan, saling memberi dan menerima, menjadi saling terlibat dalam urusan karir, memiliki komitmen yang sama, dan berlatih mengambil keputusan yang sama bahkan berbagi sikap dalam peran seksualitas, serta pada pasangan non-tradisonal justru suami memiliki tingkat kepusan yang lebih tinggi. Sebelumnya berbeda dengan penelitian Paputungan (2012) menyatakan suami merasa kurang puas dalam hal keintiman fisik, sepertinya hal tersebut dapat dicegah dengan adanya kesetaraan sehingga suami merasa ada hubungan timbal balik yang menguntungkan.

Menurut Duvval & Miller (Srisusanti & Zulkaida, 2013) mengatakan kelompok pasangan yang memiliki anak cenderung lebih bahagia dari pada yang tidak memiliki anak, istri yang tidak berkarir memungkinkan memiliki banyak waktu bersama anak-anak sehinga dapat memberikan pengasuhan secara maksimal sehingga tidak terlalu melibatkan suami dalam mengurus anak. Seperti halnya Ochsner (2012) mengungkapkan bahwa ketika peran orang tua terhadap anak yang sama-sama berkarir memiliki ketegangan dan tekanan, akhirnya kurang khawatir terhadap kebutuhan dasar anak, namun keluarga dengan status ekonomi yang lebih tinggi dapat memiliki akses ke sumber daya dan sistem pendukung seperti tempat penitipan anak, penitipan bayi, pengasuh anak, dan pembantu rumah tangga jika mereka memilih ini sebagai jalan keluar. Namun, istri yang berkarir bukan berarti tidak mampu dalam mengurus anak, justru istri yang berkarir juga dapat membangun kualitas pernikahan karena lebih banyak melibatkan pasangan seperti saling kerjasama dalam kepengurusan anak, sehingga dapat meningkatkan interkasi yang efektif dengan suami berkontribusi dalam kepuasan pernikahan. Hal ini sejalan dengan dengan penelitian Rochlen (Anggraeni, 2012). yang mendefinisikan sifat maskulin yang dimiliki seorang ayah tidak berpengaruh terhadap gender ideal yang berlaku, para ayah mampu melihat bahwa kerja keras mereka dalam mengasuh anak merupakan sesuatu yang justru dinilai maskulin dibandingkan sekedar menghasilkan uang untuk keluarga.

(27)

menjalin relasi dan memberikan perhatian yang baik dengan keluaga suami. Kemudian menyediakan waktu luang bersama menjadi hal yang sangat diperlukan seperti rekerasi bersama pasangan dan anak, atau dapat melakukan aktifitas bersama bekorelasi positif dengan kepuasan pernikahan, seperti yang diungkap oleh Herridge, et al. (Dayley, 2015) bahwa waktu luang istri dalam hubungan romantis dapat meningkatkan kepuasan suami serta menjalani ibadah secara bersama-sama dalam hal keagamaan juga menjadi aspek pendukung. Kurang lebih dalam keputusan rumah tangga memang tidak dapat diprediksi, istri yang tidak berkarir lebih cocok untuk pasangan tradisional karena pemahaman pasangan ini terhadap tugas-tugas cukup jelas dengan memperhatikan gender dalam pernikahan, namun istri yang berkarir lebih cocok pada pasangan yang egaliter karena pasangan ini tidak mempermasalahkan pembagian peran yang setara dengan suami. Meskipun banyak kasus yang menyatakan bahwa istri yang berkarir menjadi pemicu terjadinya perceraian namun nampaknya hal tersebut tidak sepenuhnya disebabkan oleh kelalaian istri dalam tugas-tugasnya, manajemen istri yang baik terkait pekerjaan dan tugas rumah tidak akan berpengaruh negatif bagi kepuasan suami, justru dapat ditingkatkan dengan melibatkan suami kedalam urusan rumah tangga dengan kesepakatan bersama.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kepuasan pernikahan antara suami yang memiliki istri berkarir dengan suami yang istrinya tidak berkarir. Dengan nilai F sebesar 1,629 dengan nilai P> 0,05 artinya tidak ada perbedaan kepuasan pernikahan suami ditinjau dari status istri. Pada dasaranya status istri tidak akan menjadi masalah ketika hal tersebut diputuskan bersama dengan mempertimbangkan dampak dan konsekuensinya, dukungan suami menjadi hal yang penting karena bagaimanapun semua bersifat timbal balik dapat menguntungkan ataupun sebaliknya.

Implikasi dari penelitian ini meliputi: Bagi suami yang memiliki istri berkarir diharapkan mampu dan siap sedia mendukung pekerjaan istri jika hal ini sudah menjadi keputusan bersama, dikarena istri lebih banyak mengalami dampaknya akibat dari pekerjaan dan pekerjaan rumah yang sudah menjadi tugasnya karena bagaimanapun ada timbal balik antara pasangan. Meluangkan waktu untuk bersama menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam hubungan pernikahan, komunikasi yang terbuka karena istri berkarir berada jauh dari rumah, diharapkan suami lebih memperhatikan dan meningkatkan kepercayaannya. Sedangkan suami yang tidak memiliki istri berkarir, pembagian tugas yang ideal membuat rumah tangga akan sedikit mengalami konflik, secara finansial istri sepenuhnya bergantung pada suami untuk itu suami harus menjadi kepala rumah tangga yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bagi pasangan suami istri diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pernikahan seperti komunikasi, komitmen, kepercayaan, dan dukungan terhadap pasangan. Bagi peneliti selanjutnya juga dapat meneliti variabel yang sama, dengan memperhatikan faktor demografi yang belum diungkap dalam penelitian ini, misalnya; dampak terhadap anak, stres kerja pada istri, batas usia pernikahan agar data yang diperoleh tidak terlampau jauh.

Referensi

Abdullah & Hassan. (2010). Nafkah Istri Bekerja : Satu injauan di daerah Pasir Mas Kelantan.

Jurnal Fiqh, (7), 83-106. Akses pada tanggal 13 Januari 2016. Dari :

(28)

18

Aljufri, M. Muthok. (2010). Alasan perceraian karena beda penghasilan. Skripsi. Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Altaira & Nashori. (2008). Hubungan antara kualitas komunikasi dengan kepuasan dalam perkawinan suami istri. Skripsi. Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

Anggraeni. (2012). Pola relasi suami istri dengan pembagian kerja dan pengambilan keputusan (studi kasus terhadap tiga keluarga dalam perubahan peran keluarga). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia.

Anoraga, Pandji. (2005). Psikologi kerja. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Atta, et al. (2013). Role of trust in marital satisfaction among single and dual career couples. Journal of Internet Psychology, 2, (4), 53-62. Accessed on Januari 13, 2016 from :

http://www.consortiacademia.org/index.php/ijrsp/article/download/339/236. Baron, R. A & Byrne, Donn (2005). Psikologi sosial. Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Dayley. (2015). Marital Leasure Satisfaction: Investigating Comparative Skill Levels Within Marital Leisure Activities.Theses and Dissertations. Faculty of Brigham Young

University.

Dewi & Sudhana. (2013). Hubungan antara komunikasi interpersonal pasutri dengan keharmonisan dalam pernikahan, Jurnal Psikologi Udayana, 1. (1). (22-31). Akses 22, Skripsi. Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hurlock, Elizabeth B. (1991). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentan

hidup. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Indriani. (2014). Pengaruh kepribadian terhadap kepuasan perkawinan wanita dewasa awal pada fase awal perkawinan ditinjau dari teori trait kepribadian big five. Jurnal psikologi Airlangga, 3, (1), 33-39. Akses pada tanggal 05 Oktober 2015. dari : http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpkk20a774a1b6full.pdf.

(29)

Kemenag. (2015.) Dirjen Bimas Islam : pasca reformasi angka perceraian meningkat. (Online). Tersedia : http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=84962. diunduh 30September2015.

Kim. (1992). Gender role and marital satisfaction among Korean Couples. Korean Journal of Population and Development, 21. (2). Acced on Januari 11, 2016 from :

http://s-space.snu.ac.kr/bitstream/10371/85206/1/1.GENDER_ROLE_EQUITY_AND_MARIT AL_SATISFACTION_AMONG_KOREAN_COUPLES%5DHyunju%20Kim.pdf.

Kusumawardani, Ira. (2008). Studi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perceraian di Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman dalam tinjauan hukum Islam. Skripsi. Fakultas

Syari’ah UIN Yogyakarta.

Lattifatunnikmah. (2015). Komitmen pernikahan pada pasangan suami istri bekerja. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Lestari, Sri. (2012). Psikologi keluarga : Penanaman nilai dan penanganan konflik dalam keluarga. Edisi Pertama.Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Ma,arif. (2009). Pengaruh istri bekerja terhadap pola kepemimpinan. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Madani Mental Health Care Foundation. (2014. Desember). From : madanionline.org.

Majid, F. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perempuan berstatus menikah untuk bekerja. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang. Matsurah. (2014). Hubungan memaafkan denga kepuasan pernikahan pada pasangan yang

menikah dini. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Moen, P., et al. (2001). Couples’ Work/Retirement Transitions, Gender, and Marital Quality. Journal of Internet psychology Social, 64, (1), 55-71. Accessed on Oktober 22, 2015 from http://www.jstor.org/stable/3090150?seq=1#page_scan_tab_contents.

Mufidah. (2008). Psikologi keluarga islam berwawasan gender. Malang : UIN-Malang Press. NSFH University of Wsconsin-Madison. (2000). Effects of Employment on Marital Quality.

Madison: Lina.

Ochner. (2012). "The Impact of Dual-Career Marriage on Role Conflict and Marital Satisfaction". Communication Studies Undergraduate Publications, Presentations and Projects. Paper 17. http://pilotscholars.up.edu/cst_studpubs/17.

Paputungan. (2012). Kepuasan pernikahan suami yang memiliki istri berkarir. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Brawijaya Malang.

(30)

20

Phd, Jo. (1988). Marital satisfaction in dual career couples. Journal of Independent Social

Work, 1, 39-55. Accessed on Januari 13, 2015 from:

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1300/J283v03n01_04?journalCode=wziw20. Rahayu. (2014). Pengaruh istri sebagai pencari nafkah utama terhadap kehidupan rumah

tangga dalam prespektif hukum islam. Skripsi. Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Sari, A. H. (2011). Pengaruh kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Setyoasih. (2014). Perbedaan kepuasan pernikahan ditinjauh dari jenis kelamin. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Shofa, A. N. (2015). Kebesyukuran dan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Srisusanti & Zulkaida. (2013). Studi deskriptif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan erkawinan pada istri. Jurnal Psikologi UG, 7, (06). Diakses 22 Januari 2016 dari ejournal.gunadarma.ac.id.

Suryani. (2008). Perbedaan kepuasan perkawinan pada wanita bekerja dan wanita tidak bekerja. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Jakarta.

Takariawan. (2015, 18 Februari). Ketika Penghasilan Istri Lebih Tinggi dari Suami. Akses 10 Februari 2016, dari :

http://www.kompasiana.com/pakcah/ketika-penghasilan-istri-Utami & Mariyati. (2015). Presepsi terhadap resolusi konflik suami dan kepuasan pernikahan pada istri bekerja di Kelurahan Bligo. Seminar Psikologi & Kemanusiaan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Widayanti, A & Lestari, P. (2014). Faktor-faktor penyebab perceraian pada keluarga tenaga kerja wanita (TKW) di desa Citembong, Kecamatan Bantasari, Kabupaten Cilacap. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.

Winarsunu, T. (2009). Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang : UMM Press.

Zainah, dkk. (2012).Effects of Demographic Variables on Marital Satisfaction. Journal of

Internet Psychology, 8, (9). Accesed on Januari 11, 2016 from

(31)

1. Blue Print Skala Kepuasan Pernikahan

NO ASPEK INDIKATOR FAVORABEL UNFAVORABEL

1 Isu-isu Kepribadian Persepsi seseorang tentang perilaku pasangan

1,3 2

2 Komunikasi Ketidak sedang

berkomunikasi dengan pasangan

4,5 6

3 Pemecahan masalah Pemecahan konflik dalah suatu hubungan

6 Hubungan seksual Masalah-maslaah seksual, perilaku

9 Kesamaan peran Peran dalam pekerjaan, rumah tangga, peran seks, dan peran sebagai orang tua

25,26 24

10 Orientasi agama Peran agama dalam pernikahan

(32)

22

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG Kampus III : Jalan Raya Tlogomas No. 246 Malang 65144

___________________________________________________________________________ Assalamualaikum Wr.Wb.

Saya Novia Rahma Widi K. adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang sedang melakukan penelitian dalam penyelesaian tugas akhir sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Psikologi.

Dalam penelitian ini, saya memohon kesediaan Saudara untuk berpartisipasi sebagai subyek penelitian dengan mengisi beberapa pernyataan yang tertera pada skala di bawah ini.Dimana di dalam skala ini terdapat beberapa pernyataan yang harus Saudara jawab sesuai dengan keadaan Saudara yang sebenarnya. Tidak ada jawaban benar maupun salah di setiap pernyataan yang Saudara berikan. Perlu saudara ketahui bahwa skala ini semata-mata hanya untuk keperluan penelitian sehingga identitas dan data yang Saudara berikan akan dijaga kerahasiaannya.

Atas kesediaan dan kerjasama Saudara yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Hormat Saya,

(33)

Identitas Responden

Nama/Inisial : Pekerjaan :

Pendidikan terakhir : Pekerjaan istri : Lamanya menikah : Lamanya istri bekerja : Jumlah anak :

Petunjuk pengisian :

Berikut ini terdapat pernyataan-pernyataan dan suatu kondisi, dimana saudara harus memberikan checklist () pada kolom pernyataan sesuai dengan pendapat saudara.

Keterangan :

SS : Sangat Sesuai TS : Tidak Sesuai

S : Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai Contoh :

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1. Saya selalu bercerita tentang apapun kepada pasangan saya

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1. Pasangan saya menerima semua kekurangan saya

2. Pasangan saya tidak menghargai saya dalam berbagai hal

3. Pasangan saya selalu menanggapi saya dengan baik

4. Saya terbuka dengan pasangan saya

5. Saya selalu jujur tentang hal apapun kepada pasangan saya

6. Pasangan saya tidak menjadi pendengar yang baik ketika saya bercerita tentang suatu hal 7. Pasangan saya adalah orang yang tanggap dalam

menghadapi masalah

8. Pasangan saya tidak bisa mengatasi

(34)

24

SS S TS STS

9. Saat ada masalah kami mencari solusi yang memenuhi harapan kami berdua

10. Pasangan saya selalu menemukan jalan keluar ketika kami menghadapi suatu masalah 11. Saya dan pasangan berkomitmen untuk

menyelesaikan permasalahan sesegera mungkin 12. Kami sepakat dengan cara kami mengelola

keuangan

13. Kami dapat membelanjakan uang sesuai dengan kebutuhan

14. Pasangan saya lebih banyakmenghabiskan waktu diluar dibandingkan bersama dengan saya 15. Kami saling menceritakan aktifitas kami

masing-masing

16. Kami jarang menghabiskan waktu bersama 17. Kami menyediakan waktu luang untuk

menghabiskan waktu bersama

18. Pasangan saya hanya melakukan hubungan seksual dengan saya

19. Pasangan saya memahami kebutuhan seksual saya

20. Pasangan saya tidak dapat memuaskan saya secara seksual

21. Kami memiliki cita-cita yang sama terhadap anak kami

22. Pasangan saya terlalu banyak menghabiskan waktu dengan teman-temannya

23. Pasangan saya terlalu banyak menghabiskan waktu dengan keluarganya

24. Kami tidak berbagi peran dalam mengurus anak 25. Saya dan pasangan saya berbagi peran dalam

berhubungan seksual

26. Kami berbagi peran sebagai suami istri untuk masalah pekerjaan

27. Dalam hal keagamaan kami berjalan sendiri-sendiri

28. Kami selalu menerapkan ajaran agama dalam pernikahan kami

(35)
(36)
(37)
(38)
(39)

Group Statistics

PekerjaanIstri N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

VAR00008 Bekerja 49 96.1224 9.69242 1.38463 Tidak Bekerja 48 96.0417 7.32224 1.05687

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

VAR00008

Equal variances assumed 1.629 .205 .046 95 .963 .08078 1.74686 -3.38717 3.54874

(40)

30

Group Statistics

PekerjaanIstri N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kepribadian Bekerja 49 10.1837 1.30182 .18597 Tidak Bekerja 48 10.1875 1.16064 .16752

Komunikasi Bekerja 49 10.0204 1.56111 .22302 Tidak Bekerja 48 10.1250 1.10367 .15930

RKonflik Bekerja 49 13.6735 1.74866 .24981 Tidak Bekerja 48 13.3750 1.72127 .24844

Finansial Bekerja 49 6.6939 .91752 .13107 Tidak Bekerja 48 6.4375 1.00861 .14558

WaktuLuang Bekerja 49 13.0408 1.82528 .26075 Tidak Bekerja 48 12.9375 1.62960 .23521

Seksual Bekerja 49 10.7755 1.34265 .19181 Tidak Bekerja 48 10.8542 1.23753 .17862

Anak Bekerja 49 3.3673 .56620 .08089

Tidak Bekerja 48 3.2500 .69954 .10097

KeluargaTeman Bekerja 49 5.3265 1.65060 .23580 Tidak Bekerja 48 5.6875 1.41656 .20446

KesamaanPeran Bekerja 49 9.5510 1.81500 .25929 Tidak Bekerja 48 9.4375 1.35122 .19503

(41)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of

the Difference

Lower Upper

Kepribadian

Equal variances assumed

.538 .465 -.015 95 .988 -.00383 .25060 -.50133 .49367

Equal variances not

assumed

-.015 94.175 .988 -.00383 .25030 -.50079 .49314

Komunikasi

Equal variances assumed

5.156 .025 -.380 95 .705 -.10459 .27502 -.65058 .44139

Equal variances not

assumed

-.382 86.484 .704 -.10459 .27407 -.64938 .44019

RKonflik

Equal variances assumed

.122 .727 .847 95 .399 .29847 .35238 -.40109 .99803

Equal variances not

assumed

.847 94.998 .399 .29847 .35232 -.40097 .99791

Finansial

Equal variances assumed

.232 .631 1.310 95 .193 .25638 .19570 -.13214 .64489

Equal variances not

assumed

(42)

32

WaktuLuang

Equal variances assumed

.042 .839 .294 95 .770 .10332 .35158 -.59466 .80129

Equal variances not

assumed

.294 94.199 .769 .10332 .35117 -.59391 .80054

Seksual

Equal variances assumed

.062 .804 -.300 95 .765 -.07866 .26232 -.59943 .44212

Equal variances not

assumed

-.300 94.653 .765 -.07866 .26210 -.59901 .44170

Anak

Equal variances assumed

.482 .489 .909 95 .366 .11735 .12909 -.13893 .37363

Equal variances not

assumed

.907 90.275 .367 .11735 .12937 -.13967 .37436

KeluargaTeman

Equal variances assumed .604 .439 -1.155 95 .251 -.36097 .31259 -.98155 .25961

Equal variances not

assumed

-1.157 93.394 .250 -.36097 .31210 -.98071 .25877

KesamaanPeran

Equal variances assumed 3.579 .062 .349 95 .728 .11352 .32542 -.53252 .75956

Equal variances not

assumed

.350 88.687 .727 .11352 .32445 -.53118 .75822

Agama

Equal variances assumed 3.035 .085 -.009 95 .993 -.00255 .29942 -.59698 .59187

Equal variances not

assumed

(43)

Gambar

TABEL 5
Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian
Tabel 3. Perbedaan kepuasan pernikahan suami ditinjau dari status istri
Tabel 4. Perbedaan kepuasan pernikahan suami antara istri yang bekerja dan tidak bekerja ditinjau dari aspek-aspeknya

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan dyadic coping dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri dengan suami diabetes melitus tipe II..

Subjective Well-Being (Kesejahteraan Subjektif) dan Kepuasan Kerja pada Staf Pengajar (Dosen) di Lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.. Jurnal Psikologi

Berdasarkan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan pada pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh berbeda-beda pada setiap pasangan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah gambaran kepuasan perkawinan secara internal pada sepuluh tahun pernikahan dapat dilihat melalui a) komunikasi yaitu

Urgensi dari penelitian ini yakni agar pasangan suami istri yang menjalani pernikahan jarak jauh menyadari dengan adanya kematangan emosi akan terjadi kepuasan

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pasangan suami istri yang bekerja mempunyai kepuasan pernikahan yang baik, namun sewaktu-waktu bisa saja

Berdasarkan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan pada pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh berbeda-beda pada setiap pasangan

Olson, Fournier dan Druckman (dalam Fowers & Olson, 1989) menambahkan bahwa adanya anak dalam kehidupan pernikahan pasangan suami istri juga berpengaruh