• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN HARGA DIRI REMAJA SUKU BANGSA JAWA DAN REMAJA SUKU BANGSA CINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN HARGA DIRI REMAJA SUKU BANGSA JAWA DAN REMAJA SUKU BANGSA CINA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan, manusia akan mengalami masa perkembangan dan pertumbuhan yang dilalui dengan bertahap, dan setiap tahapannya memiliki arti, fungsi, dan tugas tersendiri. Salah satu tahapan yang dianggap sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa adalah masa remaja. Remaja adalah masa perkembangan transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa awal, dimulai kira-kira usia 10-12 tahun dan berakhir 18-22 tahun (Santrock, 2003). Dalam perkembangan ini, tidak hanya perkembangan fisik saja tetapi juga perkembangan psikis sehingga dapat juga disebut bahwa remaja merupakan proses pencarian identitas diri. Identitas diri yang dimaksud disini adalah usaha-usaha remaja untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat (Zulkifli, 1987).

Masa remaja merupakan salah satu periode dalam kehidupan yang paling penting dalam hal perkembangan harga diri. Kebutuhan remaja untuk dapat diterima dikelompoknya membuat mereka seringkali menunjukkan karakteristik tertentu dan mengungkapkannya dalam cara berpakaian, perilaku, bahasa, dan bahkan apa saja yang dilakukan kelompoknya (Clemes dan Bean, 1995). Perilaku tawuran, berkelahi, penyalahgunaan obat-obatan terlarang merupakan beberapa contoh perilaku remaja yang sering terjadi saat ini. Hal ini terjadi karena mereka memiliki harga diri rendah sehingga mereka merasa tidak mampu dan tidak berharga yang akhirnya mereka mencari pengakuan dan perhatian dari lingkungannya yang seolah-olah membuat mereka lebih berharga.

(2)

2

Biasanya seorang remaja yang memiliki harga diri yang tinggi akan menjadi seseorang yang lebih percaya diri, bekerja dengan baik dan disukai oleh orang lain dalam hubungan sosialnya. Harga diri pada umumnya penting dalam perkembangan kepribadian individu. Seseorang yang bermasalah dalam harga diri pada umumnya gagal dalam mengembangkan potensi diri secara penuh.

Penelitian yang dilakukan oleh Lintang (2005) kepada siswa-siswi kelas 2 SMU Negeri 7 Malang sebanyak 56 subjek menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara harga diri dengan prestasi belajar pada remaja, hal ini dapat diketahui dari nilai r = 0,561 dan nilai p = 0,000, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi harga diri remaja maka prestasi belajarnya juga tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah harga diri maka semakin rendah pula prestasi belajar pada remaja.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Prasetyawati (1999) kepada 70 orang subjek pelajar kelas 2 SMU Negeri 2 Ngawi diperoleh bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara harga diri dengan efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja (r = 0,624 dan p = 0,000). Artinya semakin tinggi harga diri yang dimiliki remaja maka semakin tinggi pula efektivitas komunikasi interpersonal dari remaja tesebut.

Miranti (2000) juga mengungkapkan bahwa ada hubungan positif dan sangat signifikan antara harga diri dengan interaksi sosial pelajar SMU Negeri 1 Rejotangan sebanyak 50 subjek (r = 0,421 dan p = 0,002), yang artinya semakin tinggi harga diri seseorang maka semakin tinggi pula interaksi sosial pelajar SMU tersebut.

(3)

3

Dari uraian penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan harga diri sangat penting bagi kehidupan sehari-hari, begitu juga dengan remaja. Perkembangan harga diri pada seorang remaja akan menentukan keberhasilan maupun kegagalannya di masa mendatang.

Harga diri adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut keberadaan seseorang sebagai manusia. Harga diri mempengaruhi kemajuan dan kemunduran prestasi, interaksi dan hal lain yang berpengaruh pada kehidupan seorang remaja. Harga diri (self esteem) dalam pembicaraan sehari-hari lebih sering dikaitkan dengan situasi tersinggung atau penghargaan terhadap diri maupun orang lain yang dinilai melalui perilaku orang yang bersangkutan. Maslow (1994) melihat harga diri sebagai sesuatu yang merupakan kebutuhan setiap orang dan terasa mulai dari tingkat yang rendah hingga tinggi. Kebutuhan untuk dihargai ini di dalam kehidupan bermasyarakat mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku seseorang dan mendorong untuk melakukan bermacam-macam hal demi mendapatkan penghargaan dari orang lain.

Setiap orang memerlukan harga diri, berapapun usia, jenis kelamin, latar belakang, budaya atau arah serta pekerjaan dalam hidupnya. Harga diri hampir mempengaruhi segi kehidupan, beribu-ribu kesan, penilaian dan pengalaman yang dimiliki dari diri sendiri menambah perasaan senang tentang nilai diri kita atau sebaliknya akan memberikan perasaan tidak nyaman atau kecewa. Orang yang merasa senang tentang dirinya biasanya juga merasa senang dalam hidupnya karena mereka mampu memenuhi dan memecahkan masalah dan tanggung jawab dalam hidup dengan penuh keyakinan (Clemes dan Bean, 1995).

(4)

4

Tambunan (2001) juga menjelaskan bahwa harga diri yang positif akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini. Sedangkan seseorang dengan harga diri yang negatif cenderung untuk tidak berani mencari tantangan-tantangan baru dalam hidupnya, lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta menyenangi hal-hal yang tidak penuh dengan tuntutan, cenderung tidak merasa yakin akan pemikiran-pemikiran serta perasaan yang dimilikinya, cenderung takut menghadapi respon dari orang lain, tidak mampu membina komunikasi yang baik dan cenderung merasa hidupnya tidak bahagia.

Harga diri pada masa sekarang ini menjadi kajian yang sangat penting. Semakin banyak orang yang membicarakan dan mengakui pentingnya memiliki harga diri untuk membangun hubungan-hubungan yang lain yang baik dengan orang agar memiliki kehidupan yang memuaskan. Sumber-sumber terpenting dalam pembentukan atau perkembangan harga diri adalah pengalaman dalam keluarga, umpan balik terhadap performance dan perbandingan sosial (Michener dan Delameter, dalam Psikologi Sosial, 2003).

Harga diri mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika mulai berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya termasuk orang tua. Harga diri merupakan salah satu unsur dari kepribadian. Kepribadian atau karakteristik seorang remaja seperti yang telah diungkapkan di atas dipengaruhi oleh lingkungan masing-masing yaitu lingkungan sosial, lingkungan budaya dan lingkungan alam yang merupakan komponen pembinaan kepribadian tiap kelompok manusia di wilayahnya masing-masing.

(5)

5

yang telah terkandung dalam gen-nya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu serta emosi dalam kepribadian individunya, tetapi wujud dan pengaktifan dari berbagai macam isi kepribadiaanya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimuli yang berada dalam sekitar alam dan lingkungan sosial budayanya (Koentjaraningrat, 1990).

Menurut H.A. Simon, 1969 (dalam Warnaen, 2002) yang menyatakan bahwa tingkah laku manusia yang tampil setiap saat secara majemuk sebagian besar adalah refleksi dari kemajemukan lingkungan dimana ia berada. Salah satu faktor lingkungan yang sangat penting yang mempengaruhi tingkah laku manusia adalah apa yang disebut kultur atau kebudayaan. Dari hasil studi R. Benedict yang menjelaskan bahwa sejarah hidup manusia terutama adalah akomodasi terhadap pola standar yang secara tradisional dianut oleh lingkungan sosialnya. Sejak individu dilahirkan, kebiasaan lingkungan membentuk pengalaman-pengalaman hidup dan tingkah lakunya. Pada saat ia mulai bisa bicara, ia merupakan makhluk kecil kulturnya. Pada saat tumbuh, ia mampu mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan lingkungan masyarakatnya. Adat dan tingkah laku manusia dalam lingkungannya menjadi kebiasaannya, kepercayaan mereka menjadi kepercayaannya, yang tabu buat mereka menjadi tabu juga baginya. Hal inilah yang akhirnya membuat perbedaan karakteristik yang khas antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, tidak terkecuali suku bangsa Jawa dan suku bangsa Cina, mereka juga mempunyai karakteristik budaya yang khas.

Suku Jawa merupakan suku yang terbesar di Indonesia dan merupakan kelompok suku asli pulau Jawa. Menurut Koentjaraningrat (1999) bahwa kebudayaan suku Jawa terdapat konsep nilai budaya yang dianggap oleh mereka bernilai tinggi yaitu apabila manusia itu suka bekerja sama dengan sesamanya dengan solidaritas yang tinggi (gotong royong), mementingkan kepentingan bersama, rukun dan saling menghormati dan membantu serta menekankan keselarasan dan keharmonisan hubungan antar pribadi.

(6)

6

tersebut adalah ‘narimo”, “sabar”, waspada-eling”, “andap asor” (merendahkan diri), dan “prasaja” (bersahaja). Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa anak Jawa dimanjakan dan tidak dilatih untuk berdiri sendiri. Kemudian De Jong menambahkan bahwa orang Jawa untuk mencapai sesuatu tidak berusaha dengan keras, tetapi dengan “tapabrata”, jadi usaha yang dilakukan bersidat pasif dan orang Jawa tidak mendukung adanya usaha yang aktif (Martaniah, 1983).

Iswahyudi (1997) juga mengatakan bahwa individu pada suku Jawa diasumsikan sebagai berikut: kurang ulet, suka mengambil jalan pintas, kurang tahan uji, mudah pasrah oleh beban hidup, dan lamban (terkenal dengan mottonya: alon-alon waton kelakon, artinya pelan-pelan asal sampai tujuan atau cita-cita).

Berbeda dengan suku bangsa Cina, menurut Willmoth orang Cina di Jawa kalau dibandingkan dengan orang Jawa lebih kompetitif, mempunyai usaha yang besar dan sangat mengusahakan prestasi, dan mereka mempunyai tingkat aspirasi yang lebih tinggi. Selanjutnya dikatakan hal ini adalah akibat adanya perbedaan dalam pengasuhan anak. Orang tua keturunan Cina lebih banyak minta kepada anaknya untuk berusaha mencapai prestasi dan sukses, sedangkan orang tua suku Jawa dalam mengasuh anaknya lebih longgar, mereka tiak menekankan permintaan-permintaan pada anak-anaknya (Martaniah, 1984).

Orang Cina menganggap warisan kebudayaan mereka lebih unggul daripada warisan budaya lain, karena menurut orang Cina kebudayaan merupakan batu penjuru identitas. Apalagi itu merupakan warisan yang telah mempersatukan berbagai kelompok orang Cina baik di dalam maupun di luar negeri dalam menghadapi pembagian menurut dialek tempat asal dan tingkat sosial yang berbeda (Cushman dan Gungwu, 1991).

(7)

7

Selain itu orang Cina selalu menginginkan perubahan secara total, maka hijrah adalah suatu keharusan. Orang itu harus hijrah bukan hanya secara fisik saja melainkan juga mental, jiwa, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Keinginan untuk berubah inilah yang menjadi kunci sukses keberhasilan orang Cina.

Dengan adanya berbagai perbedaan dari suku bangsa maka nilai-nilai, norma-norma maupun kebiasaan yang dianut juga berbeda. Perbedaan sikap, perilaku, kepribadian atau karakteristik inilah yang menimbulkan perbedaan tingkat harga diri antara remaja suku bangsa Jawa dengan remaja suku bangsa Cina. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Harga Diri Remaja Suku Bangsa Jawa dan Remaja Suku Bangsa Cina”

B. Rumusan Masalah

Dengan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang ingin diteliti adalah perbedaan harga diri antara remaja suku bangsa Jawa dengan remaja suku bangsa Cina.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan harga diri antara remaja suku bangsa Jawa dengan remaja suku bangsa Cina.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan juga dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan untuk Psikologi khususnya ilmu Psikologi Sosial dan ilmu Psikologi Lintas Budaya.

2. Manfaat Praktis

(8)

PERBEDAAN HARGA DIRI REMAJA SUKU BANGSA JAWA DAN

REMAJA SUKU BANGSA CINA

SKRIPSI

Oleh :

Galih Lingga Prisandhi

(05810040)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(9)
(10)
(11)
(12)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan sripsi/tugas akhir yang berjudul “Perbedaan Harga Diri Remaja Suku Bangsa Cina Dan Remaja Suku Bangsa Jawa”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam pelaksanaan tugas akhir ini, bantuan berupa kritik, saran dan dukungan yang sangat berharga telah saya dapatkan. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Drs. Tulus Winarsunu, M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si, selaku dosen pembimbing I dalam kesibukannya tetap memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran hingga terselesaikannya penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Hudaniah, M.Si.Psi selaku dosen pembimbing II atas dukungan, bimbingan dan arahannya serta kesabarannya selama membimbing penulis menyusun skripsi.

4. Kedua orang tua, adik, dan saudara kembarku yang senantiasa mengiringi dengan do’a, kasih sayang, dorongan, yang tidak pernah berhenti selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepala Sekolah, staf/pengurus, dan siswa-siswi SMAK Kolese Santo Yusup yang telah membantu penulis dengan memberikan izin penelitian dalam menyelesaikan skripsi/tugas akhir.

(13)

7. Sahabatku Pepenk, Dani, Pungky, dan Mbah yang telah memberikan dukungan dan semangat pada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini serta banyak membantu dalam mengerjakan skripsi dengan memberikan masukan-masukan yang berarti.

8. Bapak ibu dan teman-teman kost penghuni Alcatraz 88b : samid, pentol, manto, gendut, jimbo, okky, dewa, tukul, agik, gusti, penyot, tantra, rey, dll yang tidak disebutkan satu persatu. Terima kasih buat hari-hari seru, menyenangkan, dan kebersamaan yang sudah kita lewati selama ini.

9. Pihak-pihak yang telah turut membantu, penulis mengucapkan terima kasih. Akhir kata penulis berharap semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan mendapat pahala dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa karya ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangatlah penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. AMIN.

Malang, 17 Oktober 2011 Penyusun

(14)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

INTISARI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri ... 8

2. Karakteristik Harga Diri ... 10

3. Faktor-Faktor Pengaruh Harga Diri ... 13

4. Jenis Harga Diri ... 14

B. Remaja 1. Pengertian Remaja ... 15

2. Ciri-Ciri Remaja ... 16

3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja ... 18

4. Perkembangan Harga Diri Remaja ... 19

C. Suku Bangsa 1. Pengertian Suku Bangsa ... 22

2. Komponen Kebudayaan Dalam Suatu Suku Bangsa... 24

D. Suku Jawa ... 24

E. Suku Cina ... 27

F. Perbedaan Harga Diri Remaja Suku Bangsa Jawa dan Remaja Suku Bangsa Cina ... 33

G. Kerangka Pemikiran ... 35

H. Hipotesis ... 36

(15)

B. Variabel Penelitian ... 37

C. Definisi Operasional... 38

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi ... 38

2. Sampel ... 39

E. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan ... 39

2. Tahap Pelaksanaan ... 40

F. Jenis Data dan Instrumen Penelitian 1. Jenis Data ... 42

2. Instrumen Penelitian ... 42

G. Pengujian Instrumen 1. Validitas ... 44

2. Reliabilitas ... 46

H. Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data... 49

B. Analisa Data ... 50

C. Pembahasan ... 51

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor Jawaban Pernyataan Skala Likert ... 43

Tabel 2 Blue Print Skala Harga Diri... 44

Tabel 3 Distribusi Item-Item yang Valid ... 46

Tabel 4 Hasil Analisa Reliabilitas Skala Harga Diri ... 47

Tabel 5 Perbedaan Harga Diri Remaja Suku Bangsa Cina dan Remaja Suku Bangsa Jawa ... 50

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Untuk Penelitian Skala Harga Diri ... 60

Lampiran 2 Data Try Out Skala Harga Diri ... 65

Lampiran 3 Data Penelitian Skala Harga DIri ... 73

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. 2006. Psikologi perkembangan (pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja). Bandung: PT Refika Aditama.

Ahmadi. 1990. Psikologi umum. Yogyakarta: Bina Ilmu. Alwisol. 2004. Psikologi kepribadian. Malang: UMM Pres.

Alif. 2008. Hubungan antara harga diri dengan penyesuaian sosial pada remaja kelas x di sma negeri 2 situbondo. (Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur).

Anon. 2011. Beda fisik, perilaku dan nilai hidup orang jepang, cina, dan korea. Diakses tanggal 25 Oktober 2011 dari

http://www.iniunik.web.id/2011/06/beda-fisik-perilaku-dan-nilai-hidup.html#axzz1bo76VMrH

Andreas. 2010. Rahasia kekayaan orang cina. Diakses tanggal 3 April 2011 dari

http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/1981133-rahasia-kekayaan-orang-orang-cina/

Anneahira. 2008. Pola kehidupan orang jawa, nerimo ing pandum. Diakses tanggal 3 April 2011 dari http://www.anneahira.com/orang-jawa.htm

Azwar, S. 2010. Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Azwar, S. 2003. Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. . 1997. Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pusataka Belajar.

Basti. 2003. Perilaku prososial ditinjau dari peran gender pada etnis jawa dan cina. Jurnal Psikodiagnostik, Vol 5 No 1 33-46: UMM

Branden. 2001. Kiat jitu meningkatkan harga diri. Jakarta: Pustaka Delprasta. Clark, M.A, Clemes, H & Bean, R. 1995. Bagaimana meningkatkan harga diri anak.

Jakarta: Binarupa Aksara.

. 1995. Bagaimana meningkatkan harga diri remaja. Jakarta: Binarupa Aksara.

(19)

Demente, B. 1989. Etiket dan etika bisnis dengan prang cina. Jakarta: Bumi Aksara. Desmita. 2005. Psikologi perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Cushman, G. 1991. Perubahan identitas orang cina di asia tenggara. Jakarta: PT. Temprint.

Hidayat. 1984. Masyarakat dan kebudayaan cina indonesia. Jakarta: Rineka Cipata. Hurlock, E.B. 2004. Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang

kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Indrawati, L. 2005. Hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar pada remaja. (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur).

Kartono, K. 1980. Teori kepribadian. Bandung: Alumni.

Kerlinger, F. 2000. Asas-asas penelitian behavioral. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Koan, Chung Hwa Hwee. 2011. Pilar hidup/nilai budaya orang tiong hoa. Diakses tanggal 25 Oktober 2011 dari

https://chunghwahweekoan.wordpress.com/2011/08/30/pilar-hidup-nilai-budaya-orang-tionghoa-2/

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar ilmu antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. . 2002. Manusia dan kebudayaan di indonesia. Jakarta: Djambatan.

Koeswara, E. 1991. Teori-teori kepribadian: psikoanalitis, behaviorisme, humanistik. Bandung: Eresco.

Martaniah, S.M. 1984. Motif sosial remaja suku jawa dan keturunan cina di beberapa sma yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Miranti, D.W. 2005. Hubungan antara harga diri dengan interaksi sosial pelajar smu. (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur).

Mulder, N. 1996. Pribadi dan masyarakat di jawa. Yogyakarta: Pustaka Sinar Harapan.

(20)

Poerwanti, E. 1998. Dimensi-dimensi riset ilmiah. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Prasetyawati, E. 2005. Hubungan antara harga diri dengan efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja. (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur).

Redding, S.G. 1993. Jiwa kapitalisme cina. Jakarta: Abdi Tandur.

Santrock, J. 2003. Adolescence: perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga.

. 2002. Life-span development: perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga.

Soekanto, S. 1990. Sosiologi: suatu pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Suryadinata, L. 1999. Etnis tionghoa dan pembangunan bangsa. Jakarta: LP3ES. Suseno, F.M. 1984. Etika jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tambunan, R. 2001. Harga diri remaja. Diakses tanggal 8 April 2011 dari

http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp

Widyahartono, B. 1989. Kongsi dan spekulasi (jaringan kinerja bisnis cina). Jakarta: PT. Pustaka Utama.

Warnaem, S. 2002. Sereotip etnis dalam masyarakat multietnis. Yogyakarta: Mata Bangsa.

Wikipedia Indonesia.

Winarsunu, T. 2007. Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang: UMM Press.

. 2002. Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang: UMM Press.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat,

Salah satu sistem yang diduga mengalami perubahan adalah sistem auditori terutama pada telinga dalam, dimana terjadi beberapa perubahan berupa gangguan keseimbangan natrium

Badan Koordinasi Penanaman Modal mengatakan bahwa total realisasi investasi, termasuk investasi langsung asing, naik 13,7% menjadi IDR176,6 triliun pada kuartal

Secara Umum, Pengertian Sistem Operasi adalah perangkat lunak (software) pada komputer yang bertugas dalam menggontrol dan memanajemen perangkat keras dan sebagai

Menurut  Rasyid  Ridla  dalam  tafsirnya,  kata  ُﺢْﻴِﺴَﻤْﻟَﺍ  (al­Masih)  adalah  kata  serapan  dari  bahasa  ‘Ibrani,  yaitu  dari  kata 

Rencana pembelajaran yang disusun oleh guru biasanya kurang mempertimbangkan ragam respon siswa atas situasi didaktis sehingga rangkaian situasi didaktis yang dikembangkan

Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Tahun 2008.. Dinas Kesehatan dan