• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kebutuhan luas lahan pertanian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kebutuhan luas lahan pertanian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN

PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT

SUMARLIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kebutuhan Luas Lahan Pertanian Pangan dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan Penduduk Kabupaten Lampung Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

(3)

SUMARLIN. Food Agricultural Land Size Requirement Analysis in Fulfilling Food Requirement of Population in Lampung Barat District. Under supervision from YAYUK FARIDA BALIWATI and ERNAN RUSTIADI.

Food is the basic need of every people that has to be filled in order to create food security. The different population growth can differ the food requirement that has to be fulfilled by self production. Thus, this also differ food agricultural land size requirement. The general objective of this research was to analyze food agricultural land size requirement in fulfilling food requirement of population in Lampung Barat District. This research was conducted by using retrospective design and secondary data which then analyzed descriptively. The research used some data, they were: 1) demography data year 2001-2007 from Central Bureau of Statistics, 2) food balance sheet data year 2007 from Food Security Board of Lampung Barat District, 3) food consumption data year 2007 from Agriculture and Food Security Office of Lampung Province, 4) production data, productivity data, and plant index year 2002-2007 from Crops and Horticulture Office of Lampung Barat District, and 5) land potential of food agricultural development year 2004 from National Mapping and Survey Coordination Board. The result of the research indicates that rice requirement in Lampung Barat District until year 2012 can be fulfilled by production with land size utilized for rice planting in 2007. In other hand, to reach ideal cassava production, it needs 489 hectare land size increasing with land productivity 20,22 ton/ha, per capita consumption 41,33 kg/year and population growth 1,683% per year.

(4)

SUMARLIN. Analisis Kebutuhan Luas Lahan Pertanian Pangan dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan Penduduk Kabupaten Lampung Barat. Dibimbing oleh YAYUK FARIDA BALIWATI dan ERNAN RUSTIADI.

Pangan merupakan kebutuhan dasar setiap penduduk yang harus dipenuhi dalam mewujudkan ketahanan pangan yang mantap. Tinggi rendahnya laju pertumbuhan penduduk suatu wilayah akan mengakibatkan perbedaan terhadap tingkat kebutuhan pangan yang antara lain dapat dipenuhi melalui produksi sendiri. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan terhadap kebutuhan luas lahan pertanian pangan yang harus tersedia guna memproduksi pangan yang dibutuhkan penduduk. Tujuan penelitian ini yaitu: 1) menganalisis kebutuhan produksi pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012, 2) menganalisis kebutuhan luas lahan pertanian pangan dalam pemenuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012, dan 3) menganalisis pemenuhan kebutuhan luas lahan pertanian pangan dari potensi lahan pertanian yang ada di Kabupaten Lampung Barat.

Desain penelitian adalah retrospektif dengan menggunakan data sekunder. Data diolah dengan menggunakan rumus matematis sederhana mengacu pada metode penyusunan neraca bahan makanan (NBM) dan rumus produktivitas lahan, kemudian dianalisis secara deskriptif. Data yang digunakan yaitu: 1) data kependudukan 2001-2007 bersumber dari BPS, 2) data neraca bahan makanan tahun 2007 bersumber dari Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Barat, 3) data konsumsi pangan tahun 2007 bersumber dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung tahun 2007, 4) data produksi, produktivitas, dan indeks pertanaman tahun 2002-2007 bersumber dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Barat, dan 5) data potensi lahan pengembangan pertanian pangan tahun 2004 bersumber dari Bakosurtanal.

Kebutuhan produksi pangan didasarkan pada kebutuhan konsumsi dan ketersediaan pangan ideal, diutamakan pada pangan pokok yaitu beras dan ubi kayu. Kebutuhan ketersediaan beras ideal Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 sebesar 47.456,08 ton di bawah kebutuhan ketersediaan beras aktual yang mencapai 55.792,96 ton. Kebutuhan ketersediaan ubi kayu ideal Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 sebesar 18.674,21 ton lebih tinggi dari kebutuhan ketersediaan ubi kayu aktual yang hanya 8.584,11 ton. Hal ini menunjukkan tingginya ketergantungan penduduk Kabupaten Lampung Barat terhadap beras. Kondisi ini dapat menghambat penganekaragaman konsumsi pangan.

Kebutuhan produksi pangan pokok padi ideal penduduk Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2012 dengan jumlah penduduk 446.468 jiwa mencapai 103.711 ton gabah kering panen (GKP) dan kebutuhan produksi ubi kayu ideal Kabupaten Lampung Barat tahun 2012 mencapai 21.136 ton. Kebutuhan produksi pangan ini membutuhkan luas lahan padi sawah guna memenuhi kebutuhan produksi ideal yaitu 13.320 hektar dan kebutuhan luas lahan ubi kayu mencapai 1.054 hektar.

(5)

bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat untuk terus mengupayakan peningkatan produksi padi sawah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan secara mandiri dan mendukung penyediaan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Lampung Barat. Potensi ini harus dilindungi agar tidak terkonversi menjadi non sawah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Barat.

Pemenuhan kebutuhan ideal luas lahan ubi kayu tahun 2012 yaitu 1.054 hektar di atas luas lahan yang telah dimanfaatkan pada tahun 2007 (565 hektar) dan masih dapat dipenuhi dari potensi luas lahan yang sesuai bagi pengembangan ubi kayu di Kabupaten Lampung Barat (3.843,3 hektar). Luasnya potensi yang dimiliki ini memberikan peluang bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat untuk dapat meningkatkan produksi ubi kayu melalui perluasan areal tanam dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan. Tingginya kebutuhan lahan ubi kayu dapar diperkecil dengan upaya penganekaragaman produksi dan konsumsi jenis pangan dalam kelompok pangan umbi-umbian.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN

PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT

SUMARLIN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Pemenuhan Kebutuhan Pangan Penduduk Kabupaten Lampung Barat

Nama : Sumarlin NRP : I153070015

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, M.S. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Manajemen Ketahanan Pangan

Dr. Ir. Budi Setiawan, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berdasarkan hasil penelitian dengan judul “Analisis Kebutuhan Luas Lahan Pertanian Pangan Pokok dalam Pemenuhan Kebutuhan Penduduk

Kabupaten Lampung Barat” yang dilaksanakan sejak Bulan November –

Desember 2008 di Kabupaten Lampung Barat.

Terpenuhinya kebutuhan pangan merupakan hak asasi seluruh manusia yang harus dipenuhi melalui produksi dalam negeri maupun impor pangan. Peningkatan produksi pangan harus dapat mengejar laju pertumbuhan kebutuhan pangan dan gizi penduduk, serta laju degradasi dan konversi lahan yang kian marak terjadi. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam peningkatan produksi pangan seperti kebutuhan pangan, ketersediaan lahan, produktivitas lahan dan intensitas tanam serta kemungkinan terjadinya gagal panen.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yayuk F. Baliwati, MS dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku dosen pembimbing. Disamping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai dinas terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sanjungkan kepada bapak, ibu, isteri serta anakku (Azzahrah dan Ghifary) tercinta, atas segala do’a dan dukungan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

Penulis dilahirkan di Nakau Lampung Utara pada tanggal 11 Maret 1974 dari Bapak Syarkani Senuddin dan Ibu Yaurida Abdul Halim. Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara. Pada tahun 1986, penulis lulus dari SD IV Rantau Jaya, Bandar Jaya, Lampung Tengah dan lulus SMP Negeri 1 Poncowati, Lampung Tengah tahun 1989. Penulis lulus SMA Negeri Poncowati, Lampung Tengah tahun 1992 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Bengkulu (UNIB) melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Klimatologi Dasar, Dasar-dasar Ilmu Tanah, Kesuburan Tanah dan Rancangan Percobaan pada tahun ajaran 1993/1994 sampai dengan 1996/1997. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi Program Magister Profesional di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan melalui izin belajar atas biaya Pemerintah Kabupaten Lampung Barat.

(12)

x Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan ... 6

Kemandirian Pangan ... 16

Kebutuhan Pangan ... 18

Lahan Pertanian Pangan ... 20

Kebutuhan Lahan Pertanian Pangan ... 25

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran ... 28

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu... 30

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 30

Pengolahan dan Analisa Data ... 31

Keterbatasan dan Asumsi dalam Penelitian ... 39

Definisi Operasional ... 41

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 43

Kebutuhan Produksi Pangan Pokok ... 50

Kebutuhan Luas Lahan Pertanian Pangan ... 61

Rasio Pemenuhan Kebutuhan Luas Lahan ... 64

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 72

Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(13)

xi Halaman 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ... 30 2 Faktor Pengali Sprague (FPS) untuk memecah kelompok umur

demografi menjadi umur tunggal ... 32 3 Pengelompokkan umur kecukupan gizi ... 33 4 Luas wilayah, jumlah rumah tangga, penduduk dan kerapatan per

kilometer ... 44 5 Pertumbuhan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2001 – 2007

menurut jenis kelamin ... 45 6 Rata-rata pertumbuhan produksi, produktivitas lahan, dan luas panen

komoditas pangan padi sawah, padi ladang dan jagung di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2002 - 2007 ... 48 7 Rata-rata pertumbuhan produksi, produktivitas lahan, dan luas panen

komoditas pangan ubi kayu, ubi jalar dan kentang di Kabupaten Lampung Barat tahun 2002 - 2007 ... 49 8 Pemanfaatan dan potensi lahan untuk pengembangan pertanian di

Kabupaten Lampung Barat ... 50 9 Komposisi penduduk Kabupaten Lampung Barat menurut jenis kelamin

dan kelompok umur tahun 2007 ... 51 10 Angka kecukupan dan ketersediaan energi menurut kelompok pangan

berdasarkan angka kecukupan energi (AKE) regional Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 ... 52 11 Selisih antara ketersediaan energi (aktual) terhadap ketersediaan energi

regional (ideal) menurut kelompok pangan Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 ... 52 12 Selisih antara konsumsi energi (aktual) terhadap kecukupan energi

regional (ideal) menurut kelompok pangan Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 ... 53 13 Kontribusi konsumsi energi masing-masing komoditas pangan pada

kelompok pangan padi-padian dan umbi-umbian penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 ... 55 14 Perhitungan kebutuhan konsumsi pangan pokok : beras dan ubi kayu

ideal maupun aktual tahun 2007 dalam gram/kapita/hari ... . 56 15 Perhitungan kebutuhan ketersediaan pangan pokok beras dan ubi kayu

(14)

xii Barat tahun 2007 ... 60 17 Penyediaan kebutuhan luas lahan padi sawah Kabupaten Lampung Barat

tahun 2012 ... 68 18 Penyediaan kebutuhan luas lahan ubi kayu Kabupaten Lampung Barat

(15)

xiii Halaman 1 Faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan ... 10 2 Skema kerangka pemikiran penelitian analisis kebutuhan luas lahan

pertanian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat ... 29 3 Grafik pertumbuhan penduduk tahun 2001 – 2007 Kabupaten Lampung

Barat ... 45 4 Proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 – 2012

(16)

xiv Halaman 1 Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 berdasarkan

usia kebutuhan gizi ... 80 2 Penyediaan kebutuhan luas lahan pertanian pangan padi sawah

Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012 (skenario I) ... 81 3 Penyediaan kebutuhan luas lahan pertanian pangan padi sawah

Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012 (skenario II) ... 82 4 Penyediaan kebutuhan luas lahan pertanian pangan padi sawah

Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012 (skenario III) ... 83 5 Penyediaan kebutuhan luas lahan pertanian pangan padi sawah

Kabupaten Lampung Barat tahun 2008 – 2012 (skenario IV) ... 84 6 Penyediaan kebutuhan luas lahan pertanian pangan ubi kayu Kabupaten

Lampung Barat tahun 2008 – 2012 (skenario I dan II) ... 85 7 Penyediaan kebutuhan luas lahan pertanian pangan ubi kayu Kabupaten

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian Wilayah Administrasi

Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa merupakan salah satu dari sebelas kabupaten/kota di wilayah Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Barat dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1991 tanggal 16 Agustus 1991. Secara geografis Kabupaten Lampung Barat terletak di wilayah bagian Barat Provinsi Lampung, terletak pada koordinat antara 4047’ 16” – 5056’ 42” Lintang Selatan dan 1030 35’ 8” –

1040 33’ 51” Bujur Timur. Secara administratif Kabupaten Lampung Barat memiliki batas wilayah antara lain adalah:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Selatan-Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Ogan Komering Ulu-Provinsi Sumatera Selatan. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten

Lampung Tengah dan Kabupaten Tanggamus

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan Selat Sunda. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia

Luas wilayah Kabupaten Lampung Barat sebesar 4.950,40 km2 atau 13,99% dari luas wilayah Provinsi Lampung dengan mata pencaharian pokok sebagian besar penduduknya sebagai petani. Wilayah Kabupaten Lampung Barat secara administratif meliputi 17 (tujuh belas) kecamatan dan terdiri dari 195 pekon (desa) serta 6 kelurahan. Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Barat yaitu: Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau, Bengkunat, Karya Penggawa, Lemong, Pesisir Selatan, Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Sekincau, Sukau, Sumber Jaya, Suoh, Way Tenong, Gedung Surian, Ngambur dan Bengkunat Belimbing (BPS, 2008).

(18)

Tabel 4 Luas wilayah, jumlah rumah tangga, penduduk dan kerapatan per

Sumber : BPS, Lampung Barat Dalam Angka 2008.

(19)

Tabel 5 Pertumbuhan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2001 – 2007 menurut jenis kelamin

No Tahun Jumlah Penduduk Laju

Pertumbuhan (%) Laki-laki Perempuan Total

1 2 3 4 5 6

1 2001 *) 194.765 177.022 371.787

2 2002**) 196.837 178.905 375.742 1,06

3 2003**) 204.675 179.061 383.736 2,13

4 2004**) 204.643 183.470 388.113 1,14

5 2005**) 207.261 186.259 393.520 1,39

6 2006**) 219.856 190.992 410.848 4,40

7 2007**) 220.213 190.510 410.723 -0,03

Laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,683

Sumber : *) BPS, Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2006 **) BPS, Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2007

Laju pertumbuhan rata-rata penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2001 – 2007 sebesar 1,683% (Gambar 3). Angka pertumbuhan ini di atas angka pertumbuhan penduduk nasional yang hanya 1,49% (BPS, 2008).

Gambar 3 Grafik pertumbuhan penduduk tahun 2001 – 2007 Kabupaten Lampung Barat.

(20)

Gambar 4 Proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 (laju pertumbuhan 1,683%).

Kondisi Geografis

Kondisi geografis Kabupaten Lampung Barat menurut Bakosurtanal (2004) terdiri dari kondisi iklim, geomorfologi, geologi, tanah, topografi dan pertanian sebagai berikut:

Iklim

Menurut Oldeman akibat pengaruh dari rantai pegunungan Bukit Barisan, maka Kabupaten Lampung Barat memiliki 2 (dua) zone iklim yaitu:

a. Zone A (jumlah bulan basah + 9 bulan) terdapat di bagian Barat Taman Nasional Bukit Barisan Selatan termasuk Krui dan Bintuhan.

b. Zone B (jumlah bulan basah 7 – 9 bulan) terdapat di bagian timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

(21)

Geomorfologi

Sebagian besar wilayah Kabupaten Lampung Barat merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dengan kelerengan curam hingga terjal. Fisiografi wilayah Kabupaten Lampung Barat terdiri dari dataran rendah, perbukitan dan pegunungan. Wilayah sepanjang pantai pesisir Barat umumnya mempunyai topografi datar hingga berombak, dengan kemiringan berkisar 3% sampai 5%.

Geologi

Berdasarkan peta geologi Provinsi Lampung skala 1 : 250.000 yang disusun oleh S. Gafoer, TC Amin, Andi Mangga (1989) diacu dalam Bakosurtanal (2004), Lampung Barat terdiri dari batuan Vulkan Tua (Old Quarternary Young), Formasi Simpang Aur, Formasi Ranau, Formasi Bal, dan Batuan Intrusive. Litologi yang dominan adalah jenis vulkanik, seperti Andesit – Basaltik. Jenis batuan ini menyebar hampir di semua kecamatan, kecuali di Kecamatan Karya Penggawa yang mempunyai jenis batuan gamping. Batuan sedimen (alluvium) menyebar di sepanjang pantai Barat, yaitu di kaki lereng bukit barisan.

Tanah

Jenis tanah di Kabupaten Lampung Barat cukup bervariasi, seperti Podsolik (Tropudults, Dystropepts, Humitropepts), Latosol (Eutropepts), andosol (Dystrandepts), Aluvial (Trapaquepts, Tropofluvents), Gleisol (Hydraquents, Sulfaquents), dan Regosol (Tropopsamments). Jenis tanah Podsolik dan Latosol yang dijumpai mempunyai kedalaman efektif >100 cm, dan sesuai untuk budidaya tanaman kelapa sawit, lada, kopi robusta, dan damar. Jenis tanah Andosol sesuai untuk budidaya tanaman kopi robusta dan hortikultura (wortel, kol, tomat, cabe, dll). Jenis tanah aluvial yang menyebar di kaki lereng bukit umumnya bertekstur halus, mempunyai kedalaman efektif >100 cm, berdrainase terhambat, dan sesuai untuk budidaya tanaman padi sawah. Jenis tanah regosol bertekstur kasar dan sesuai untuk budidaya tanaman kelapa.

Topografi

Kabupaten Lampung Barat dibagi menjadi 3 (tiga) unit topografi, yaitu: a. Daerah dataran rendah (ketinggian 0 sampai 600 meter dari permukaan

(22)

b. Daerah berbukit (ketinggian 600 sampai 1000 meter dari permukaan laut).

c. Daerah pegunungan (ketinggian 1000 sampai dengan 2000 meter dari permukaan laut).

Keadaan wilayah sepanjang Pantai Pesisir Barat umumnya datar sampai berombak dengan kemiringan berkisar 3% sampai 5%.

Pertanian

Wilayah Kabupaten Lampung Barat memiliki potensi sumberdaya alam dan iklim yang secara umum sangat mendukung untuk pengembangan kegiatan bidang ekonomi terutama di sektor pertanian. Keadaan sumberdaya alam yang sangat mendukung untuk pengambangan kegiatan sektor pertanian mengakibatkan perluasan penggunaan lahan pertanian semakin meningkat sampai pada lahan-lahan marginal dengan kelerengan diatas 25%. Sektor pertanian yang diusahakan di Kabupaten Lampung Barat terdiri dari pertanian tanaman pangan dan hortikultura, serta perkebunan (Tabel 6 dan 7).

Tabel 6 Rata-rata pertumbuhan produksi, produktivitas lahan, dan luas panen komoditas pangan padi sawah, padi ladang dan jagung di Kabupaten

(23)

Tabel 7 Rata-rata pertumbuhan produksi, produktivitas lahan, dan luas panen

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura tahun 2003 – 2008

Komoditas padi sawah di Kabupaten Lampung Barat memperlihatkan bahwa tahun 2007 terjadi penurunan luas lahan seluas 1.115 hektar dari tahun 2002 yang disertai dengan adanya peningkatan indeks pertanaman padi sawah dari 0,91 menjadi 1,64 mampu meningkatkan produksi padi sawah sebesar 62,04% dari 90.088 ton Gabah Kering Panen (GKP) menjadi 145.977 ton GKP dengan produktivitas lahan yang cenderung stabil (4,35 ton/ha) serta rata-rata persentase gagal panen sebesar 3,45% (Tabel 6). Sementara itu peningkatan produksi ubi kayu tahun 2007 disebabkan adanya peningkatan produktivitas lahan 22,28% dari 10,10 ton/ha tahun 2002 menjadi 18,35 ton/ha tahun 2007 serta bertambahnya luas lahan seluas 145 hektar (45,74%). Selain itu rata-rata persentase gagal panen ubi kayu sebesar 0,84% turut mempengaruhi membaiknya produksi ubi kayu (Tabel 7).

(24)

Tabel 8 Pemanfaatan dan potensi lahan untuk pengembangan pertanian di Kabupaten Lampung Barat

Simbol Uraian (lahan potensi pengembangan komoditas)

Sumber : **) Bakosurtanal, Data tematik Kabupaten Lampung Barat tahun 2004.

Kebutuhan Produksi Pangan Pokok

Kebutuhan Pangan dan Gizi Penduduk Lampung Barat. Kebutuhan

pangan dan gizi penduduk wilayah dipengaruhi oleh komposisi jumlah penduduk berdasarkan usia kebutuhan gizi, kegiatan yang dilakukan dan jenis kelamin. Hal ini dikarenakan setiap tingkatan usia penduduk memiliki kebutuhan energi yang berbeda untuk dapat beraktivitas, produktif dan sehat.

Pengelompokkan usia penduduk berdasarkan data demografi berbeda dengan kelompok usia kecukupan gizi, sehingga dalam menghitung kebutuhan energi penduduk, data demografi penduduk perlu dipecah ke dalam jumlah penduduk berdasarkan usia kecukupan gizinya dengan menggunakan metode multiple sprague dengan faktor pengali sprague (FPS) (Lampiran 1).

(25)

Tabel 9 Komposisi penduduk Kabupaten Lampung Barat menurut jenis kelamin dan kelompok umur tahun 2007

Kelompok Umur Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah

0 - 4 9.450 8.998 18.448

5 - 9 22.449 21.371 43.820

10 - 14 22.397 20.650 43.047

15 - 19 22.702 19.868 42.570

20 - 24 21.387 18.389 39.776

25 - 29 22.100 20.437 42.537

30 - 34 21.192 19.026 40.218

35 - 39 19.255 15.846 35.101

40 - 44 16.145 14.124 30.269

45 - 49 13.390 10.183 23.573

50 - 54 9.912 7.137 17.049

55 - 59 7.019 4.750 11.769

60 - 64 4.704 3.584 8.288

65 - 69 3.323 2.426 5.749

> 70 4.788 3.721 8.509

Total 220.213 190.510 410.723

Sumber : BPS. Lampung Barat Dalam Angka, 2008.

Angka Kecukupan Energi (AKE) regional Kabupaten Lampung Barat berdasarkan jumlah penduduk, jenis kelamin dan usia tahun 2007 yang dihitung berdasarkan usia kecukupan gizinya dengan menggunakan Unit Kecukupan Energi (UKE) adalah 2071 kkal/kap/hr dengan angka ketersediaan energi sebesar 2278 kkal/kap/hr (110% dari 2071). Angka kecukupan energi Kabupaten Lampung Barat berada di atas AKE nasional yang hanya 2000 kkal/kap/hr dan angka ketersediaan energi sebesar 2200 kkal/kap/hr. Berdasarkan komposisi pangan standar nasional maka didapatkan komposisi pangan untuk memenuhi kecukupan energi penduduk Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007 sebagaimana disajikan pada Tabel 10.

(26)

Tabel 10 Angka kecukupan dan ketersediaan energi menurut kelompok pangan berdasarkan angka kecukupan energi regional Kabupaten Lampung Barat tahun 2007

Perbandingan ketersediaan pangan di Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 dalam Neraca Bahan Makanan (BKP, 2008) terhadap pemenuhan kebutuhan ketersediaan ideal (berdasarkan AKE Regional 2007) secara umum menunjukkan kinerja produksi yang sangat baik, terlihat dengan persen pemenuhannya mencapai 134% dari kebutuhan ketersediaan energi (Tabel 11).

Tabel 11 Selisih antara ketersediaan energi (aktual) terhadap ketersediaan energi regional (ideal) menurut kelompok pangan Kabupaten Lampung Barat tahun 2007

*) = Ketersediaan energi berdasarkan AKE Regional Lampung Barat 2007

(27)

Namun demikian berdasarkan pemenuhan kebutuhan ketersediaan pada setiap kelompok pangan masih terdapat kinerja produksi yang masih kurang (di bawah 90% kebutuhan ketersediaan) yaitu pada : umbi-umbian 89%, pangan hewani 31%, buah/biji berminyak 0%, kacang-kacangan 15%, gula 74% dan lain-lain 0%. Sebagai upaya percepatan diversifikasi produksi pangan pokok, maka Kabupaten Lampung Barat harus mengupayakan peningkatan ketersediaan kelompok pangan umbi-umbian sebagai subtitusi pangan padi-padian.

Berdasarkan survei konsumsi pangan tahun 2007 Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung, konsumsi energi penduduk Kabupaten Lampung Barat baru mencapai 1947 kkal/kap/hr di bawah kecukupan energi ideal yaitu 2071 kkal/kap/hr atau 94%. Pada kelompok pangan pokok padi-padian dan umbi-umbian terlihat bahwa konsumsi penduduk Lampung Barat untuk padi-padian sebesar 118% dari kecukupan energi ideal asal padi-padi-padian (Tabel 12). Dengan mengacu pada klasifikasi tingkat konsumsi energi Depkes (1996) diacu dalam Hardinsyah et al. (2001) yaitu: TKE < 70% tergolong defisit berat, TKE 70 – 79% tergolong defisit tingkat sedang, TKE 80 – 89% tergolong defisit tingkat ringan, TKE 90 – 119% tergolong normal dan TKE >120 tergolong kelebihan, maka konsumsi pangan padi-padian masih dalam kategori normal (TKE 90 – 119%).

Tabel 12 Selisih antara konsumsi energi (aktual) terhadap kecukupan energi regional (ideal) menurut kelompok pangan Kabupaten Lampung Barat tahun 2007

*) = Kecukupan konsumsi energi berdasarkan AKE Regional Lampung Barat 2007

**) = Konsumsi energi berdasarkan survei konsumsi pangan Lampung Barat 2007; sumber Dinas

(28)

Sedangkan pada kelompok pangan pokok umbi-umbian terlihat bahwa konsumsi penduduk Kabupaten Lampung Barat tergolong defisit berat (TKE <70%) yaitu 57 kkal/kap/hr dari kecukupan sebesar 124 kkal/kap/hr atau hanya 46,72%. Konsumsi energi umbi-umbian ini bila disandingkan dengan angka ketersediaan energi umbi-umbian pada tahun 2007 yaitu 122 kkal/kap/hr merupakan suatu kenyataan bahwa rendahnya konsumsi energi kelompok umbi-umbian penduduk Kabupaten Lampung Barat bukan disebabkan rendahnya ketersediaan energi umbi-umbian semata. Hal ini dapat disebabkan tingginya produksi padi-padian 191% dari kebutuhan ketersediaannya sehingga mempengaruhi pola konsumsi penduduk Kabupaten Lampung Barat kepada kelompok padi-padian. Untuk itu perlu adanya upaya peningkatan konsumsi umbi-umbian penduduk Kabupaten Lampung Barat dalam mewujudkan konsumsi pangan sesuai pola pangan gizi cukup dan seimbang.

Dominasi beras sebagai pangan pokok rumah tangga menurut Ariani (2003) sulit tergantikan oleh jenis pangan lain. Perubahan pola pangan pokok justru banyak terjadi dari pangan pokok non beras menjadi pangan pokok beras. Pada pangan pokok selain beras preferensi rumah tangga dapat berubah tergantung pada ketersediaan, selera, potensi, kemudahan memasak, dan daya beli.

Nainggolan (2008) mengatakan bahwa ketergantungan terhadap beras membahayakan perekonomian nasional karena tipisnya pasar beras internasional. Keanekaragaman konsumsi lebih mudah diikuti oleh keanekaragaman produksi karena pasar telah tercipta. Sehingga untuk menumbuhkan produksi umbi-umbian di Lampung Barat haruslah diawali dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian pada masyarakat melalui diversifikasi konsumsi pangan pokok.

Kontribusi Konsumsi Energi. Jenis pangan pokok yang sering dikonsumsi

(29)

Tabel 13 Kontribusi konsumsi energi masing-masing komoditas pangan pada kelompok pangan padi-padian dan umbi-umbian penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007

No Kelompok Pangan Konsumsi Energi*

)

*) = Konsumsi energi berdasarkan survei konsumsi pangan Lampung Barat 2007; sumber Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung

Kontribusi masing-masing komoditas pangan pokok sumber karbohidrat berdasarkan hasil survei konsumsi pangan tahun 2007 Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung, komoditas beras di Kabupaten Lampung Barat memberikan kontribusi energi tertinggi pada kelompok padi-padian mencapai 96,12% dan pada kelompok umbi-umbian, komoditas ubi kayu merupakan komoditas yang memberikan kontribusi tertinggi mencapai 63,09% (Tabel 13). Sehingga kedua jenis komoditas ini merupakan pangan pokok sumber karbohidrat penduduk Kabupaten Lampung Barat.

Kebutuhan pangan pokok (gram/kapita/hari). Berdasarkan angka

kecukupan energi regional Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 dan hasil survei konsumsi pangan tahun 2007 dapat dihitung kebutuhan kedua kelompok pangan sumber karbohidrat padi-padian dan umbi-umbian tahun 2007 dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Fcn gram (i,a) =

AKE x 100 Ke x %BDD Keterangan:

Fcn gram = Kebutuhan konsumsi pangan pokok perkapita (gram/kap/hr) AKE = Angka kebutuhan konsumsi energi pangan pokok

(30)

Ke = Kandungan energi pangan pokok dalam 100 gram (kkal) %BDD = Persen berat dapat dikonsumsi setiap 100 gram pangan pokok

(%)

i = Asumsi ideal berdasarkan kecukupan energi regional tahun 2007

a = Asumsi aktual berdasarkan konsumsi energi tahun 2007

Hasil perhitungan kebutuhan beras dengan kandungan energi 360 kkal dan berat dapat dikonsumsi 100% setiap 100 gram beras serta ubi kayu dengan kandungan energi 146 kkal dan berat dapat dikonsumsi 75% setiap 100 gram ubi kayu sebagaimana disajikan pada Tabel 14. Pola konsumsi pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 yang sangat tergantung pada beras mengakibatkan kebutuhan akan beras aktual lebih tinggi dari kebutuhan beras ideal mencapai 117,57%. Sementara itu pada komoditas pangan ubi kayu hanya membutuhkan 45,96% dari kebutuhan konsumsi ideal.

Tabel 14 Perhitungan kebutuhan konsumsi pangan pokok: beras dan ubi kayu ideal maupun aktual tahun 2007 dalam gram/kapita/hari

No Komoditas Pangan

Konsumsi Energi Kebutuhan konsumsi Rasio kebutuhan

*) = Berdasarkan AKE Regional Lampung Barat 2007

**) = Berdasarkan survei konsumsi pangan Lampung Barat 2007; sumber Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung

Kebutuhan konsumsi pangan ini bila dikonversi ke dalam satuan ton pertahun dengan jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 adalah 410.723 jiwa dan diasumsikan satu tahun sama dengan 365 hari, maka diketahui bahwa kebutuhan konsumsi pangan dalam satu tahun menggunakan rumus berikut:

Fcn ton (i,a) =

Fcn gram x Ht x Pddk 1.000.000 Keterangan :

(31)

Fcn gram = Kebutuhan konsumsi pangan pokok perkapita (gr/kap/hr) Ht = Jumlah hari dalam setahun (365 hari)

Pddk = Jumlah penduduk (410.723 jiwa)

1.000.000 = Angka konversi gram menjadi ton = 1/1.000.000

i = Asumsi ideal berdasarkan kecukupan energi regional tahun 2007

a = Asumsi aktual berdasarkan konsumsi energi tahun 2007

Hasil perhitungan kebutuhan pangan pokok untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi penduduk tahun 2007 aktual maupun ideal pada pangan beras dan ubi kayu Kabupaten Lampung Barat adalah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 15.

Kebutuhan konsumsi beras aktual tahun 2007 penduduk Kabupaten Lampung Barat sebesar 50,720,87 ton/tahun lebih tinggi dari kebutuhan pangan ideal yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan ketersediaan untuk konsumsi beras baik ideal maupun aktual sebesar 10%. Demikian halnya dengan ubi kayu kebutuhan ketersediaan untuk konsumsi idealnya menjadi 18.674,21 ton dan aktual 8.584,11 ton (Tabel 15). Tingginya kebutuhan konsumsi pangan ini akan berdampak pada tingginya kebutuhan lahan pertanian pangan, sarana prasarana, input usaha tani dan modal yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk.

Tabel 15 Perhitungan kebutuhan ketersediaan pangan pokok beras dan ubi kayu untuk konsumsi tahun 2007

No Komoditas Pangan

Kebutuhan konsumsi pangan Kebutuhan ketersediaan (QS)

ideal (ton) aktual (ton) ideal (ton) aktual (ton)

1 Beras 43.141,89 50.720,87 47.456,08 55.792,96

2 Ubi Kayu 16.976,55 7.803,74 18.674,21 8.584,11

(32)

dan tercecer 5,4% serta 2) perubahan dari gabah kering giling menjadi beras berkurang 0,17% untuk pakan ternak dan yang tercecer sebesar 2,5%. Sedangkan pada ubi kayu mengalami pengurangan sebesar 4,13% yaitu: untuk pakan ternak 2% dan tercecer sebesar 2,13 % (Deptan, 2005).

Selain itu juga, pada komoditas beras harus memperhitungkan tingkat rendemen atau persen konversi perubahan bentuk pangan terutama beras ke dalam bentuk gabah kering giling hingga gabah kering panen. Hal ini didasari bentuk produksi padi di Kabupaten Lampung Barat berupa data gabah kering panen (GKP) dan dalam setiap perubahan bentuk menjadi beras akan mengalami penyusutan. Penyusutan tersebut menurut hasil survei susut beras BPS tahun 2005 hingga 2007 diketahui secara nasional rendemen perubahan gabah kering panen menjadi gabah kering giling (GKG) sebesar 86,02% dan rendemen perubahan gabah kering giling menjadi beras sebesar 62,74% (Deptan, 2008). Sehingga rendemen gabah kering panen menjadi beras adalah 53,97%.

Kebutuhan produksi padi. Kebutuhan produksi padi Kabupaten Lampung

Barat tahun 2007 berdasarkan kebutuhan ketersediaan beras ideal sebesar 43.141,89 ton/tahun dan aktual sebesar 50.720,87 ton/tahun dengan cara mengkonversi menjadi kebutuhan produksi padi gabah kering panen menggunakan rumus sebagai berikut:

O n (i,a) =

Fdn (i,a) x (100 x %f + %s + %w)

%R Keterangan:

On = Kebutuhan produksi pangan pokok (ton/tahun)

Fdn = Kebutuhan penyediaan konsumsi pangan pokok pertahun (ton/tahun)

R = Total persen rendemen (%) %f = Persen penggunaan pakan (%) %s = Persen penggunaan bibit (%) %w = Persen tercecer (%)

i = Asumsi ideal (berdasarkan kecukupan energi regional tahun 2007)

(33)

Hasil perhitungan kebutuhan produksi padi gabah kering panen Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 ideal sebesar 95.415,22 ton gabah kering panen dan kebutuhan produksi aktual sebesar 112.177,35 ton gabah kering panen (Tabel 16).

Angka kebutuhan produksi gabah kering panen tersebut masih berada di bawah angka ketersediaan aktual padi gabah kering panen yaitu sebesar 150.409 ton gabah kering panen dengan selisih lebih besar yaitu 54.993,78 ton pada kebutuhan produksi ideal dan 38.231,65 ton pada kebutuhan produksi aktual. Ketersediaan gabah kering panen Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 dipenuhi dari kontribusi padi sawah sebesar 97,06% atau 145.977 ton dan padi ladang 2,94% atau 4.432 ton (BPS, 2008). Hal ini menunjukkan kebutuhan beras penduduk Kabupaten Lampung Barat dapat dipenuhi secara mandiri dari produksi padi dalam daerah Kabupaten Lampung Barat sebagai wujud pencapaian ketahanan pangan wilayah yang mandiri.

Tingginya kontribusi produksi padi sawah (97,06%) terhadap pemenuhan kebutuhan beras Kabupaten Lampung Barat, maka lahan sawah merupakan sumber lahan produksi utama kebutuhan beras. Sehingga dalam perhitungan kebutuhan luas lahan produksi padi gabah kering panen menggunakan acuan perhitungan kebutuhan luas lahan sawah.

Kebutuhan produksi ubi kayu. Kebutuhan produksi ubi kayu ideal

Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 sebesar 16.976,55 ton/tahun dan aktual sebesar 7.803,74 ton/tahun dengan ditambah persen perkiraan penggunaan lain pakan, bibit dan tercecer sebesar 4,13 %, maka kebutuhan produksi ubi kayu penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 ideal sebesar 19.445,45 ton dan aktual 8.938,64 ton (Tabel 16). Jika dibandingkan dengan produksi ubi kayu Kabupaten Lampung Barat tahun 2007, maka terlihat adanya kekurangan produksi pada kebutuhan produksi ideal sebesar 9.076,45 ton (46,68%).

(34)

Tabel 16 Kebutuhan produksi padi gabah kering panen Kabupaten Lampung Barat tahun 2007

Kelompok Pangan

Kebutuhan produksi GKP Produksi 2007 (ton GKP) ketahanan yang mantap yaitu: 1) kapasitas: mampu menghasilkan, mengimpor, dan menyimpan makanan pokok dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penduduk, 2) pemerataan: mampu mendistribusikan makanan pokok sehingga tersedia dalam jangkauan seluruh keluarga, 3) kemandirian: mampu menjamin kecukupsediaan makanan pokok dengan mengandalkan kekuatan sendiri sehingga ancaman fluktuasi pasar dan tekanan politik internasional dapat ditekan seminimum mungkin, 4) kehandalan: mampu meredam dampak variasi musiman maupun siklus tahunan sehingga kecukupsediaan pangan dapat dijamin setiap saat, dan 5) keberlanjutan: mampu menjaga keberlanjutan dan kecukupsediaan pangan dalam jangka panjang dengan tanpa merusak kualitas hidup (Soetrisno 2005 diacu dalam Absari 2007).

(35)

Kehutanan; Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan dan Pasar; dan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Kedua program peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi pangan. Sasaran program yaitu: 1) terjadinya perubahan pengetahuan, sikap dan prilaku konsumsi pangan masyarakat akan pentingnya hidup sehat dengan mengkonsumsi aneka ragam pangan sesuai standar kebutuhan minimal gizi seimbang dan 2) meningkatnya bisnis pangan lokal baik pangan segar, pangan olahan maupun pangan siap saji. Perubahan ini harus dilakukan sedini mungkin melalui pendidikan formal maupun non formal secara sistematis maupun sosialisasi di masyarakat, organisasi wanita (PKK, Dharma wanita, Kader Pangan dll) dan penyatuan pemahaman pentingnya diversifikasi pangan di tingkat aparatur pemerintah kabupaten, kecamatan dan desa. Pelaksana dan penanggung jawab keberhasilan program ini adalah Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Ketahanan Pangan.

Ketiga program peningkatan produksi dan produktifitas komoditas pangan.

Sasaran yang akan dicapai yaitu: 1) peningkatan ketersediaan pangan sama atau lebih besar dari kebutuhan ketersediaanya, sehingga akan menjamin tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, merata dan terjangkau, 2) terwujudnya stabilitas harga pangan di masyarakat, dan 3) tersedianya bahan baku industri pangan yang terus menerus. Pelaksana program ini adalah: Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kehutanan.

Kebutuhan Luas Lahan Pertanian Pangan

Kebutuhan luas lahan padi-padian. Perhitungan kebutuhan produksi padi

(36)

panen padi sawah tahun 2002 – 2007 sebesarr 3,45%. Sehingga dalam perhitungan kebutuhan luas lahan padi sawah untuk dapat memenuhi kebutuhan ketersediaan padi ideal sebesar 95.405,42 ton GKP dan ketersediaan padi aktual sebesar 112.167,01 ton GKP dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Lnp (i,a) =

On (i,a)

x (100 + Gp)% I x Y

Keterangan:

Lnp = Kebutuhan luas lahan padi sawah (ha) On = Kebutuhan produksi (ton/ha/tahun)

Y = Produktivitas komoditas pangan per musim tanam (ton/ha/musim) I = Indeks Pertanaman (%)

Gp = Rata-rata persentase gagal panen tahun 2002 – 2007 (%)

i = Asumsi ideal berdasarkan kecukupan energi regional tahun 2007 a = Asumsi aktual berdasarkan konsumsi energi tahun 2007

maka;

Lnp (i) = 95.415,22 / (4,38 x 1,64) x 103,45%

= 13.741,38 hektar

Lnp (a) = 112.177,35 /(4,38 x 1,64) x 103,45%

= 16.155,40 hektar

Kebutuhan luas lahan padi sawah dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 berdasarkan kecukupan energi ideal adalah 13.741,38 hektar. Kebutuhan luas lahan padi sawah menjadi lebih tinggi dengan adanya pola konsumsi yang terjadi di masyarakat Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 yaitu 16.155,40 hektar. Menurut Rustiadi (2008) penyediaan lahan pertanian berkaitan dengan kapasitas produksi pangan, yang ditentukan oleh luas lahan produksi, produktivitas lahan, tingkat kebutuhan konsumsi pangan (ketergantungan pada beras), laju luasan konversi dan jumlah penduduk. Sehingga semakin tinggi ketergantungan konsumsi masyarakat terhadap beras maka semakin tinggi pula kebutuhan lahan pertanian.

(37)

panen dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi ideal penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 masih dapat dipenuhi dari potensi lahan yang ada. Besarnya potensi lahan padi sawah di Kabupaten Lampung Barat merupakan peluang terwujudnya kemandirian pangan mendukung ketahanan pangan wilayah.

Kebutuhan luas lahan umbi-umbian. Perhitungan kebutuhan luas lahan ubi kayu dengan memperhitungkan kebutuhan produksi ubi kayu ideal sebesar 19.445,45 ton dan kebutuhan produksi ubi kayu aktual sebesar 8.938,64 ton dengan tingkat produktivitas lahan berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura tahun 2007 sebesar 8,35 ton/hektar/musim dan rata-rata persentase gagal panen tahun 2002 – 2007 sebesar 0,84%, maka kebutuhan luas lahan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Lnu (i,a) =

On (i,a)

x (100 + Gp)% Y

Keterangan:

Lnu = Kebutuhan luas lahan ubi kayu (ha) On = Kebutuhan produksi (ton/ha/tahun)

Y = Produktivitas komoditas pangan per musim tanam (ton/ha/musim) I = Indeks Pertanaman (%)

Gp = Rata-rata persentase gagal panen tahun 2002 – 2007 (%)

i = Asumsi ideal berdasarkan kecukupan energi regional tahun 2007 a = Asumsi aktual berdasarkan konsumsi energi tahun 2007

maka;

Lu (i) = 19.445,45 / 18,35 x 100,84%

= 1.068,6 hektar

Lu (a) = 8.938,64 /18,35 x 100,84%

= 491,21 hektar

(38)

(Bakosurtanal, 2004). Kondisi ini dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan umbi-umbian penduduk Kabupaten Lampung Barat perlu adanya peningkatan produksi baik melalui peningkatan produktivitas lahan yang ada dan upaya peningkatan sumber pangan umbi-umbian lainnya seperti ubi jalar, kentang serta talas melalui peningkatan konsumsi pangan dan produksinya.

Rasio Pemenuhan Kebutuhan Luas Lahan

Hasil perhitungan proyeksi kebutuhan luas lahan padi-padian setara padi sawah dan umbi-umbian setara ubi kayu maka rasio pemenuhan kebutuhan luas lahan diketahui dengan menggunakan rumus:

RL (i,a) = (LPt/Ln) x 100%

Keterangan;

RL = Rasio potensi lahan terhadap kebutuhan luas lahan (%)

LPt = Potensi lahan pertanian pangan di Kabupaten Lampung Barat(ha) Ln = Kebutuhan luas lahan pertanian pangan (ha)

i = Asumsi ideal berdasarkan kecukupan energi AKE regional 2007 a = Asumsi aktual berdasarkan data survei konsumsi pangan 2007 Sehingga diketahui rasio pemenuhan kebutuhan luas lahan padi sawah dari potensi pengembangan padi sawah pada tahun 2007 adalah:

RLp (i) = 21.791,2 / 13.741,38 x 100%

= 158,58%

RLp (a) = 21.791,2 / 16.155,40 x 100%

= 134,89%

Hal ini berarti bahwa potensi lahan pengembangan padi sawah yang ada termasuk dalam kategori memenuhi (≥100%). Tersedianya luas lahan yang dapat memenuhi kebutuhan lahan untuk memproduksi kebutuhan pangan penduduk merupakan suatu kemungkinan yang sangat baik dalam mewujudkan ketahanan pangan di Kabupaten Lampung Barat yang mandiri.

(39)

RLu (i) = 3.842,3 / 1.068,6 x 100%

= 359,56%

RLu (a) = 3.842,3 / 491,21 x 100%

= 782,21%

Hal ini berarti potensi lahan pengembangan ubi kayu yang ada termasuk dalam kategori memenuhi (≥100%). Tingginya potensi lahan pengembangan ubi kayu tersebut memberikan peluang bagi daerah untuk dapat meningkatkan produksi ubi kayu melalui peningkatan produktivitas lahan maupun perluasan lahan pertanian guna terpenuhinya kebutuhan produksi ubi kayu. Hal ini terlihat bahwa belum termanfaatkannya potensi yang dimiliki untuk memproduksi ubi kayu berdasarkan angka ketersediaan aktual (NBM) yang baru mencapai 89% dari ketersediaan energi ideal sebesar 137 kkal/kap/hr. Kondisi ketersediaan ini masih termasuk kurang (dibawah 90% ketersediaan ideal).

Sementara itu, berdasarkan survei konsumsi pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung diketahui bahwa tingkat konsumsi energi penduduk pada kelompok pangan umbi-umbian termasuk kategori defisit berat (dibawah 70% TKE ideal) yaitu 46% dari angka kecukupan energi asal umbi-umbian 124 kkal/kap/hr. Sehingga dalam upaya terwujudnya konsumsi pangan gizi seimbang penduduk Kabupaten Lampung Barat diperlukan upaya peningkatan pola diversifikasi konsumsi pangan pokok sumber karbohidrat menuju kecukupan energi kelompok umbi-umbian yaitu 124 kkal/kap/hr.

(40)

Tiga faktor terpenting yang dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan penduduk menurut Riyadi (1996) adalah: 1) ketersediaan pangan secara kontinyu, 2) pola sosial budaya yang berhubungan dengan pangan, dan 3) faktor pribadi (dikenal dan disukai) yang secara kompleks akan membentuk kerangka dimana orang belajar tentang pangan dan mengembangkan kebiasaan pangan pribadinya.

Luasnya potensi lahan pengembangan ubi kayu di Kabupaten Lampung Barat sangat mendukung adanya upaya pemerintah dalam penganekaragaman pangan berbasis pangan lokal. Beberapa alasan pangan perlu beragam menurut

Hafsah (2000) diacu dalam Widowati & Damardjati (2001) yaitu: 1) mengkonsumsi pangan yang beragam adalah alternatif terbaik untuk

pengembangan sumberdaya manusia berkualitas, 2) meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pertanian dan kehutanan, 3) memproduksi pangan yang beragam mengurangi ketergantungan impor pangan, dan 4) akan mewujudkan ketahanan pangan.

Kebutuhan Luas Lahan Pertanian Pangan Tahun 2012. Laju

pertumbuhan penduduk Kabupaten Lampung Barat sebesar 1,683%. Laju pertumbuhan ini lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk nasional yang hanya 1,49% (BPS, 2008). Hal ini membutuhkan pemenuhan pangan dan gizi dalam mewujudkan ketahanan pangan yang mantap melalui peningkatan produksi pangan, termasuk pangan pokok sumber karbohidrat.

Penyediaan lahan pertanian sangat erat kaitannya dengan kemampuan produksi pangan daerah. Berbagai faktor yang menentukan kebutuhan lahan pertanian pangan antara lain jumlah penduduk, pola konsumsi pangan, produktivitas lahan, dan indeks pertanaman. Beberapa variabel yang dapat digunakan dalam menentukan kebutuhan luas lahan baku pertanian (beras) berdasarkan International Rice Research Institute (IRRI) 2004 – 2005 diacu dalam Rustiadi (2008) antara lain: 1) jumlah penduduk, 2) konsumsi perkapita pertahun, 3) produktivitas lahan, dan 4) indeks pertanaman.

(41)

hektar per tahun dan persentase rata-rata gagal panen ubi kayu yaitu 0,84% atau 4,83 hektar per tahun (Dinas TPH, 2003 – 2008).

Kebutuhan Luas Lahan Padi Sawah Tahun 2012. Kebutuhan luas lahan

padi sawah Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2012 dengan asumsi konsumsi beras perkapita ideal (105,04 kg/kap/th) dan laju pertumbuhan penduduk tetap (1,683%), serta naiknya produktivitas menjadi 4,5 ton GKP perhektar dan indeks pertanaman padi menjadi 1,79% (skenario I), maka dibutuhkan luas lahan sawah 13.320 hektar. Hal ini berarti hingga tahun 2012 guna memenuhi kebutuhan beras dapat dipenuhi melalui produksi dari potensi luas lahan padi sawah yang dikelola tahun 2007 dengan asumsi tidak terjadi konversi lahan sawah menjadi non sawah (pertanian dan non pertanian) (Tabel 17).

Sementara itu, jika pengendalian hanya dilakukan terhadap produktivitas dan indeks pertanaman menjadi lebih tinggi, maka kebutuhan luas lahan padi sawah menjadi lebih tinggi yaitu 15.659 hektar (skenario II). Demikian halnya jika upaya pengendalian hanya dilakukan terhadap perbaikan pola konsumsi pangan ideal saja dengan produktivitas lahan tetap, maka kebutuhan luas lahan padi sawah menjadi 14.936 hektar (skenario III).

Pemenuhan kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2012 akan berbeda apabila tidak dilakukan perubahan kebijakan sama sekali ke arah terjadinya diversifikasi konsumsi pangan pokok dan peningkatan produksi melalui intensifikasi usahatani dan peningkatan sarana prasarana dan infrastruktur irigasi. Tekanan terhadap kebutuhan luas lahan padi sawah yang harus tersedia menjadi lebih tinggi yaitu 17.560 hektar (skenario IV). Kondisi ini menurut Rustiadi (2008) memerlukan perhatian pemerintah untuk menghalangi terjadinya konversi lahan, meningkatkan infrastruktur pertanian terutama jaringan irigasi dan meningkatkan produktivitas lahan dan terwujudnya diversifikasi konsumsi pangan.

(42)

mampu memenuhi kebutuhan gizi ideal padi-padian setara beras adalah sebesar 34 orang per hektar lahan sawah. Sehingga hal ini perlu menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Lampung Barat terhadap kemungkinan terjadinya konversi lahan yang dapat menurunkan angka land-man ratio pada lahan basah (sawah) dan terhadap tingkat degradasi kesuburan lahan padi sawah akibat tekanan pertumbuhan penduduk yang setiap tahun terus meningkat. Upaya yang harus dilakukan adalah dengan menetapkan potensi lahan padi sawah yang ada tetap (tidak terkonversi) baik sebagai cadangan lahan maupun sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan. Selain itu, upaya peningkatan indeks pertanaman dan produktivitas lahan padi sawah yang ada baik melalui penyediaan infrastruktur irigasi, sarana prasarana, serta pendampingan oleh sumberdaya aparatur terkait (penyuluh dan lain-lain).

Tabel 17 Penyediaan kebutuhan luas lahan padi sawah Kabupaten Lampung Barat tahun 2012

No Variabel/ Parameter Kondisi Tahun 2007

c) : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura 2008 d) : Bakosurtanal, Data Tematik Lampung Barat 2004

(43)

Utara, Karya Penggawa, Pesisir Tengah, Pesisir Selatan, Bengkunat, Ngambur dan Bengkunat Belimbing) yaitu: jagung, kacang tanah, kacang panjang dan kedelai. Sementara itu pada Kecamatan Sumber Jaya, Sekincau, Way Tenong, Suoh, Balik Bukit, Sukau, Belalau dan Batu Brak adalah jagung (N. Lingga K. 23 Februari 2009, komunikasi pribadi).

Mengacu pada jenis lahan yang dapat ditetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan dalam rancangan undang-undang tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan tahun 2008, maka Pemerintah Kabupaten Lampung Barat memiliki potensi lahan basah seluas 21.791,2 hektar yang dapat ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Barat. Luas lahan ini terdiri dari: 4.032 hektar lahan sawah irigasi teknis, 14.562,93 hektar lahan sawah irigasi desa dan 3.197,27 hektar lahan sawah tadah hujan (Dinas Pekerjaan Umum, 2008).

Kebutuhan Luas Lahan Ubi Kayu Tahun 2012. Kabutuhan luas lahan ubi

kayu Kabupaten Lampung Barat tahun 2012 dengan asumsi terjadinya peningkatan konsumsi perkapita ubi kayu sesuai kebutuhan gizi ideal 41,33 kg/kap/th dan adanya peningkatan produktivitas lahan menjadi 20,22 ton/hektar serta laju pertumbuhan penduduk tetap (1,683%), maka diperlukan luas lahan ubi kayu seluas 1.054 hektar (skenario I) (Tabel 18). Kebutuhan luas lahan ini masih berada di bawah potensi lahan pengembangan ubi kayu sebesar 2.789 hektar yang merupakan potensi lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Lampung Barat.

(44)

Tabel 18 Penyediaan kebutuhan luas lahan ubi kayu Kabupaten Lampung Barat tahun 2012

No Variabel/ Parameter Kondisi Tahun 2007

c) : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura 2008 d) : Bakosurtanal, Data Tematik Lampung Barat 2004

Selain itu dengan adanya perubahan pola konsumsi gizi seimbang tanpa adanya peningkatan produktivitas lahan, maka kebutuhan luas lahan ubi kayu menjadi lebih tinggi dari luas lahan yang telah dikelola tahun 2007 seluas 1.161 hektar (skenario III). Kebutuhan lahan ini berada di bawah potensi lahan yang sesuai di Kabupaten Lampung Barat yaitu 3.843,3 hektar.

Rendahnya pemanfaatan potensi lahan yang sesuai untuk ubi kayu ini terkait dengan pola penanaman ubi kayu petani Kabupaten Lampung Barat. Dimana petani menanam ubi kayu hanya pada lahan pekarangan dan sebagai pembatas petakan lahan yang mereka miliki saja. Sehingga meskipun lahan yang dimiliki sesuai untuk ubi kayu, petani cenderung memanfaatkannya untuk tanaman lainnya yang lebih bernilai ekonomi dengan waktu panen lebih cepat (N. Lingga K. 23 Februari 2009, komunikasi pribadi).

(45)

Potensi lahan yang cukup luas ini harus tetap dipertahankan sebagai lahan potensi pengembangan pertanian atau dapat ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian berkelanjutan. Kebijakan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan sangat diperlukan sebagai upaya pemerintah dalam menghalangi terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian sehingga ketahanan pangan dengan kemandirian pangan yang kokoh akan lebih mungkin untuk diwujudkan di Kabupaten Lampung Barat. Penerapan kebijakan penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan maupun lahan pertanian pangan berkelanjutan harus di akomodir dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten sebagai bentuk kesungguhan pemerintah dalam menjamin ketersediaan dan kemandirian pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat dan merupakan langkah awal mencegah terjadinya konversi lahan pertanian yang bersifat sulit untuk dikembalikan (irreversible) menjadi lahan pertanian.

(46)

KERANGKA PEMIKIRAN

Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Metode untuk mengetahui kondisi ketersediaan pangan wilayah adalah Neraca Bahan Makanan (NBM) (Baliwati & Roosita, 2004).

Subsistem ketersediaan pangan dalam sistem ketahanan pangan berfungsi menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan seluruh penduduk. Untuk itu pangan yang tersedia dan dikonsumsi penduduk harus memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Kebutuhan pangan penduduk sangat dipengaruhi oleh jumlah dan komposisi penduduk di suatu wilayah. Kebutuhan pangan ini akan terus meningkat mengikuti laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya.

Untuk mewujudkan kemandirian pangan, maka ketersediaan pangan harus dapat diproduksi sendiri dan dipertahankan sama atau lebih besar dari kebutuhan penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa produksi pangan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan ketahanan dan kemandirian pangan di suatu daerah.

Kebutuhan produksi pangan ditentukan oleh tinggi rendahnya kebutuhan pangan penduduk, kebutuhan penggunaan lain yaitu pakan, bibit dan tercecer serta besaran angka konversi perubahan bentuk panen komoditas pangan menjadi bentuk pangan siap olah (rendeman). Tinggi rendahnya kebutuhan produksi pangan ini membutuhkan adanya ketersediaan lahan pertanian pangan.

(47)

Berdasarkan kebutuhan produksi pangan dan kebutuhan luas lahan pertanian pangan dengan menggunakan proyeksi jumlah penduduk, maka diproyeksi kebutuhan luas lahan pertanian pangan tahun 2008 – 2012. Hasil proyeksi luas lahan ini dibandingkan dengan luas potensi lahan budidaya pertanian pangan yang sesuai dan tersedia di Kabupaten Lampung Barat, maka dapat diketahui tingkat pemenuhan luas lahan yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk (Gambar 2).

Gambar 2 Skema kerangka pemikiran penelitian analisis kebutuhan luas lahan pertanian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat.

Penggunaan Lain (pakan, bibit dan

tercecer)

Kebutuhan Pangan

Kebutuhan Produksi Pangan

Indeks Pertanaman

Produktivitas Lahan

Kebutuhan Luas Lahan Pertanian

Pangan

Potensi Lahan Pertanian Pangan dalam Tata Ruang Penduduk

Persentase Gagal Panen

(48)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu

Desain penelitian ini adalah retrospektif. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan yaitu (1) Kabupaten Lampung Barat akan melakukan revisi tata ruang wilayah pada tahun 2009, (2) Kabupaten Lampung Barat merupakan kabupaten di Provinsi Lampung yang berbasis pertanian, perikanan dan kelautan dengan persentase luas kawasan budidaya pertanian sebesar 23,22% dari luas wilayah. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September sampai Nopember 2008.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada analisis kebutuhan luas lahan pertanian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi penduduk Kabupaten Lampung Barat ini adalah data sekunder, sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

Jenis Data Sumber Data Tahun

(49)

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell, kemudian dianalisis secara deskriptif. Pengolahan yang dilakukan tersebut adalah:

Kebutuhan Produksi Pangan Pokok

Perhitungan kebutuhan pangan pokok didasarkan pada tahapan sebagai berikut:

a. Menghitung AKE Regional (AKE berdasarkan unit konsumen)

Menurut Hardinsyah dan Martianto (1989), perhitungan Angka Kecukupan Energi Rata-rata Penduduk suatu wilayah memerlukan informasi: komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin (%), jumlah wanita hamil (%), dan jumlah wanita menyusui (%) untuk menghitung kecukupan energi menurut umur. Bila informasi jumlah penduduk yang diperoleh telah dikelompokkan menurut pengelompokan demografi, maka perlu diubah menjadi pengelompokan umur kecukupan gizi. Informasi yang biasanya tidak tersedia adalah jumlah bayi usia 0,5-1 tahun, jumlah wanita hamil, dan jumlah wanita menyusui. Jumlah bayi umur 0,5-1 tahun diperkirakan sama dengan setengah jumlah bayi 0-1 tahun, wanita hamil sama dengan 10% lebih banyak dari bayi usia 0-1 tahun, dan wanita menyusui sama dengan jumlah bayi umur 0-0,5 tahun.

(50)

Tabel 2 Faktor Pengali Sprague (FPS) untuk memecah kelompok umur demografi menjadi umur tunggal

Umur tunggal

(nj) Kelompok umur interval lima tahunan (Ni)

N1 N2 N3 N4 N5

Ni = Jumlah penduduk pada kelompok umur lima tahunan nj = Perkiraan jumlah penduduk umur satu tahunan

Kelompok umur demografi yang perlu dipecah menjadi umur tunggal untuk menghitung AKG penduduk sebagai berikut:

 Kelompok umur 0 – 4 tahun menjadi 0 dan 4 tahun, tanpa dibedakan jenis kelamin. Sisanya umur (1 – 3) tahun.

(51)

 Kelompok umur (10 – 14) tahun menjadi umur 13 dan 14 tahun yang dibedakan menurut jenis kelamin. Sisanya umur (10 – 12) tahun.

 Kelompok umur (15 – 19) tahun menjadi umur 15 tahun yang dibedakan menurut jenis kelamin. Sisanya umur (16 – 19) tahun.

Setelah didapatkan jumlah penduduk dalam umur tunggal 0, 4, 5, dan 6 tahun tanpa dibedakan jenis kelamin dan umur 13, 14 dan 15 tahun dengan dibedakan menurut jenis kelamin, maka dilakukan pengelompokan berdasarkan umur kecukupan gizi dengan cara perhitungan sebagaimana disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengelompokkan umur kecukupan gizi

Jenis umur demografi (20-24 th) + (25-29 th)

umur demografi (30-34 th) + (35-39 th) + (40-44 th) + (45-49 th) umur demografi (20-24 th) + (25-29 th)

umur demografi (30-34 th) + (35-39 th) + (40-44 th) + (45-49 th) + (50-59 th) + (55-59 th)

umur demografi (60-64 th) + (65-69 th) + 70 th

10% lebih banyak dari bayi usia 0-1 tahun sama dengan jumlah bayi umur 0-0,5 tahun

(52)

 (FPSi)(Ni)

Nj

Keterangan:

Nj = jumlah penduduk umur satu tahunan (umur tunggal) pada umur j, di mana j = umur tunggal

FPSi = Faktor Pengali Sprague pada kelompok umur lima tahunan yang ke-i (lihat Tabel 2)

Ni = jumlah penduduk kelompok umur lima tahunan pada kelompok umur ke-i

Faktor Pengali Sprague (FPS) dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu First End Panel (FEP), First Next to End Panel (FNEP), Mid Panel (MP), Last Next to End Panel (LNEP) dan Last End Panel (LEP) (Tabel 2). FPS mana yang akan digunakan tergantung pada kelompok umur mana yang akan dipecah. Bila kelompok umur lima tahunan pertama (N1) yang akan dipecah, maka digunakan FPS FEP, bila kelompok umur lima tahunan kedua (N2) yang akan dipecah maka digunakan FPS FNEP, bila kelompok lima tahunan ketiga (N3) dan keempat (N4) yang akan dipecah maka digunakan FPS MP. Selanjutnya tingkat kecukupan energi regional dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

AKE reg = ∑(j,n)(UKE x JPUK) x 2350 100

Keterangan:

AKE reg = Tingkat kecukupan energi regional Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 (kkal/kapita/hari).

UKE = Faktor Unit Kecukupan Energi (AKG/2350).

JPUG = Persentase jumlah penduduk berdasarkan usia kecukupan gizi (%).

(53)

b. Menghitung Kebutuhan Pangan

Kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat yang akan dihitung adalah kebutuhan pangan pokok. Pangan pokok merupakan pangan sumber karbohidrat yang memberikan sumbangan konsumsi energi terbesar bagi penduduk Kabupaten Lampung Barat berasal dari kelompok pangan padi-padian dan umbi-umbian berdasarkan hasil survei konsumsi pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung tahun 2007. Dalam menghitung kebutuhan pangan dilakukan dengan tahapan analisis sebagai berikut:

1) Penetapan kebutuhan pangan dilakukan dengan mengunakan angka kecukupan energi penduduk Kabupaten Lampung Barat (AKE regional) yang dihitung berdasarkan komposisi penduduk (jenis kelamin dan umur) berdasarkan hasil perhitungan pada tahap 1a. Komposisi pangan untuk memenuhi angka kecukupan energi tersebut dihitung berdasarkan komposisi pangan nasional yaitu: 50% padi-padian, 6% umbi-umbian, 12% pangan hewani, 10% minyak dan lemak, 3% buah/biji berminyak, 5% kacang-kacangan, 5% gula, 6% sayur dan buah, serta 3% lain-lain dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Komposisi pangan (a-i) = Komposisi pangan nasional(a-i) x AKE reg

2) Penetapan jenis komoditas pangan pokok sumber karbohidrat kelompok pangan padi-padian dan umbi-umbian, dilakukan analisis proporsi konsumsi energi komoditas pangan pada setiap kelompok pangan dilakukan berdasarkan survei konsumsi pangan tahun 2007 oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung. Perhitungan proporsi konsumsi energi tersebut dengan rumus:

% proporsi konsumsi energi =

Konsumsi energi jenis bahan makanan

x 100 Total konsumsi energi

kelompok pangan

(54)

sumber karbohidrat (berdasarkan proporsi konsumsi energi terbesar) dengan menggunakan rumus:

Fcn gram (i,a) =

AKE x 100 Ke x %BDD Keterangan:

Fcn gram = Kebutuhan konsumsi pangan pokok perkapita (gram/kapita/hari)

AKE = Angka kebutuhan konsumsi energi pangan pkokk (kkal/kapita/hari)

Ke = Kandungan energi pangan pokok dalam 100 gram (kkal) %BDD = Persen berat dapat dikonsumsi setiap 100 grampangan

pokok (%)

i = Asumsi ideal berdasarkan kecukupan energi regional tahun 2007

a = Asumsi aktual berdasarkan konsumsi energi tahun 2007 4) Konversi kebutuhan konsumsi pangan pokok ke dalam satuan ton

pertahun pada tahun 2007 dengan asumsi satu tahun adalah 365 hari dihitung menggunakan rumus:

Fcn ton (i,a) =

Fcn gram x Ht x Pddk 1.000.000 Keterangan :

Fcn ton = Kebutuhan konsumsi pangan pokok pertahun (ton/tahun) Fcn gram = Kebutuhan konsumsi pangan pokok perkapita

(gram/kapita/hari)

Ht = Jumlah hari dalam setahun (365 hari) Pddk = Jumlah penduduk (410.723 jiwa)

1.000.000 = Angka konversi gram menjadi ton = 1/1.000.000

i = Asumsi ideal (berdasarkan kecukupan energi regional tahun 2007)

(55)

5) Menghitung kebutuhan ketersediaan pangan pokok untuk dikonsumsi penduduk Kabupaten Lampung Barat. Perhitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Fdn(i,a) = Fcn ton(i,a) x 110%

Keterangan:

Fdn = Kebutuhan ketersediaan pangan pokok (ton) Fcn ton = Kebutuhan konsumsi pangan pokok (ton)

110 = Persen konversi kebutuhan konsumsi menjadi kebutuhan penyediaan pangan (%).

Setelah diketahui kebutuhan ketersediaan pangan pokok untuk dikonsumsi, maka kebutuhan produksi pangan pokok dihitung dengan memperhatikan kebutuhan penggunaan lain yaitu tercecer, pakan ternak, kebutuhan benih (berdasarkan pola perhitungan Neraca Bahan Makanan), dan persen rendemen dalam perubahan kondisi komoditas pangan (berdasarkan Departemen Pertanian tahun 2008). Jumlah kebutuhan produksi pangan pokok belum memperhitungkan kebutuhan industri pangan dan non pangan yang menggunakan bahan baku pangan pokok (seperti kebutuhan untuk hotel dan restouran) serta kebutuhan impor, ekspor dan perubahan stok.

Perhitungan kebutuhan produksi pangan pokok dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

O n (i,a) =

Fdn (i,a) x (100 x % f + %s + %w)

%R Keterangan:

On = Kebutuhan produksi pangan pokok (ton)

Fdn = Kebutuhan penyediaan konsumsi pangan pokok pertahun (ton) R = Total persen rendemen (%)

%f = Persen penggunaan pakan (%) %s = Persen penggunaan bibit (%) %w = Persen tercecer (%)

(56)

Kebutuhan Luas Lahan Pertanian Pangan

Kebutuhan luas lahan budidaya pertanian tanaman pangan (L) tergantung pada kebutuhan produksi (On), indeks pertanaman (I), produktivitas lahan (Y) dan gagal panen (Gp). Sehingga untuk menghitung kebutuhan luas lahan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Ln (i,a) =

On (i,a)

x (100 + Gp)% I x Y

Keterangan:

Ln = Kebutuhan luas lahan Pertanian Pangan (ha) On = Kebutuhan produksi (ton)

Y = Produktivitas komoditas pangan per musim tanam (ton/ha/musim) I = Indeks Pertanaman (%)

Gp = Rata-rata persentase gagal panen tahun 2002 – 2007 (%)

i = Asumsi ideal berdasarkan kecukupan energi regional tahun 2007 a = Asumsi aktual berdasarkan konsumsi energi tahun 2007

Analisis Pemenuhan Kebutuhan Luas Lahan Pertanian dari Potensi Lahan Budidaya Pertanian

Pemenuhan kebutuhan luas lahan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi penduduk dilakukan dengan membandingkan antara kebutuhan luas lahan (K) terhadap potensi (K-pt) lahan yang sesuai untuk budidaya pertanian tanaman pangan berdasarkan kesesuaian lahan yang dihitung oleh Bakosurtanal tahun 2004 dengan kriteria sebagai berikut:

a. Memenuhi, apabila rasio luas potensi lahan terhadap kebutuhan luas lahan pertanian pangan adalah ≥ 100%.

b. Kurang memenuhi, apabila rasio luas potensi lahan terhadap kebutuhan luas lahan pertanian pangan < 100% .

Gambar

Tabel 4   Luas wilayah, jumlah rumah tangga, penduduk dan kerapatan per kilometer tahun 2007
Tabel 5 Pertumbuhan penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2001 – 2007   menurut jenis kelamin
Tabel 6 Rata-rata pertumbuhan produksi, produktivitas lahan, dan luas panen
Tabel 7 Rata-rata pertumbuhan produksi, produktivitas lahan, dan luas panen komoditas  pangan ubi kayu, ubi jalar dan kentang di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2002 – 2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi secara parsial dari keempat faktor tersebut hanya satu yang mempunyai pengaruh yang signifikan (nyata), yaitu faktor keamanan, sedangkan 3 (tiga) faktor lainnya yaitu

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan karunia, nikmat dan kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “ Penggunaan Zeolit dan Pupuk

Pembimbing penulisan skripsi saudari Hafidzotun Nuroniyyah, NIM 09210024, mahasiswa Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penerapan model Guided Note Taking dilaksanakan dengan tiga langkah sebagai berikut: (a) guru membagikan teks rumpang, (b) siswa

Rencana Kerja 2017 Dukcapil Kota Tangerang 6 Kependudukan dan Pencatatan Sipil pada tahun 2017.. dalam pencapaian tujuan dan

[r]

Secara implisit apa yang hendak dikatakannya bahwa mengetahui sebuah bahasa bukan saja bahasanya sendiri yang dapat dinikmati sebagai usaha penguasaan terhadap bahasa itu tetapi

Untuk menentukan jumlah mikroba suatu bahan dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara, tergantung pada bahan dan jenis mikroba yang ditumbuhkan atau