PENGALAMAN KEPALA RUANGAN DALAM MENGELOLA
KONFLIK DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH
SAKIT UMUM PEMERINTAH DI KOTA MEDAN:
STUDI FENOMENOLOGI
TESIS
Oleh
NELLY BR BARUS
127046034 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGALAMAN KEPALA RUANGAN DALAM MENGELOLA
KONFLIK DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH
SAKIT UMUM PEMERINTAH DI KOTA MEDAN:
STUDI FENOMENOLOGI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Oleh
NELLY BR BARUS
127046034 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Telah diuji
Pada tanggal : 25 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D ANGGOTA : 1. Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep
Judul Tesis : Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah
Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan:
Studi Fenomenologi
Nama Mahasiswa : Nelly Br Barus
Program Studi : Magister Keperawatan
Minat Studi : Administrasi Keperawatan
Tahun : 2014
ABSTRAK
Kepala ruangan ICU harus dapat mengelola konflik secepat mungkin
untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi petugas kesehatan dan juga
bagi pasien dan keluarga pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi
pengalaman kepala ruangan ruang perawatan intensif. Jenis penelitian adalah
kualitatif desain penelitian fenomenologi deskriptif. Metode yang digunakan
adalah analysis Colaizzi. Tehnik purposive sampling digunakan dalam memilih
partisipan sebanyak 12 orang kepala ruangan yang memenuhi kriteria. Tehnik
pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian
mengidentifikasi 3 tema dengan 12 kategori yang menggambarkan respon kepala
ruangan terhadap peran dalam mengelola konflik, hambatan dalam mengelola
konflik dan dukungan dalam mengelola konflik. Kesimpulan dalam penelitian ini
sakit umum pemerintah di kota Medan. Disarankan pada penelitian selanjutnya
agar menggunakan metode observasi dan action research untuk memperoleh
perbandingan dengan hasil tesis ini.
Thesis Title : The Experiences of Ward Heads in Managing Conflicts in The Intensive Care Units of Public Hospitals in
Medan : A Phenomenological Study
Name : Nelly Br Barus
Study Program : Master of Nursing
Field of Specialization: Nursing Administration
Year : 2014
ABSTRACT
The head of the ICU has to be able to manage the conflict immediately to
create convenient atmosphere for health staffs, patients, and their families. The
objective of the research was to explore the experiences of the head of the ICU.
The research was qualitative with descriptive phenomenological approach. The
method used is Colaizzi analysis. The participants were 12 ward heads that met
the criteria, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered
by conducting in-depth interviews. The result of the research showed that there
were three themes with twelve categories which described the response of ward
head of role in managing conflicts, obstacles in managing conflicts and support in
managing conflicts. The conclusion of the research was that ward heads had
managing conflict in the Intensive Care Units of the public hospitals in Medan. It
is recommended to use observation and action research methods to obtain a
comparison with the results of this thesis in future.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
“Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan
Intensif Rumah Sakit Pemerintah di Kota Medan : Studi Fenomenologi.
Penyusunan tesis ini dapat terlaksana dengan baik karena adanya berbagai
pihak yang berkontribusi, untuk itu dengan segala hormat dan penghargaan yang
setinggi-tingginya penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara
2. Setiawan, S.Kp. MNS, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan juga
sebagai Penguji I tesis ini
3. Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku Sekretaris Program Studi Magister
Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
4. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku Pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan dan pengarahan bagi terselesaikannya tesis ini.
5. Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku Pembimbing II yang juga telah banyak
memberikan bimbingan dan pengarahan bagi terselesaikannya tesis ini.
6. Mahnum Lailan Nasution S.Kep, Ns, M.Kep selaku Penguji II yang telah
7. Seluruh pihak RSUD Dr. Pirngadi Medan dan RSUP H. Adam Malik Medan
yang telah memberi kesempatan kepada peneliti untuk melakukan
pengumpulan data sehingga dapat terlaksana seluruh proses penelitian ini.
8. Orang tua Saya Alm. T. Barus dan N. Ginting yang selalu mendoakan saya
9. dr. Edi Priana Sembiring, suami Saya dan anak-anak Saya: Sarah, Nesya dan
Karen yang telah memberi dukungan moril, materil dan spiritual dalam
penyelesaian tesis ini.
10. Seluruh rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan II yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi dukungan
untuk menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan
masukan yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan
penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya
profesi keperawatan.
Medan, 25 Agustus 2014
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nama : Nelly Br Barus
Tempat/Tgl. Lahir : Kabanjahe, 14 Agustus 1978
Alamat : Jl. Dr Mansyur III Blok C No.1 Medan
No. Telp / Hp : 081264411239
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus
SD SD Masehi 1 Kabanjahe 1990
SMP SMP Negeri 1 Kabanjahe 1993
SMA SMA Negeri 1 Kabanjahe 1996
D3 D3 Keperawatan FK USU 1999
S1 S1 PSIK USU 2002
Ners PSIK USU 2003
Riwayat Pekerjaan :
Staf Pengajar Akper YBS Medan mulai Februari 2003 - Maret 2013.
Staf Pengajar Akper Herna mulai Februari 2004 – Januari 2005
Staf Pengajar FIK Universitas Darma Agung Medan mulai Februari 2004 –
Sekarang.
Kegiatan Akademik Selama Studi :
International Nursing Conference The Application of Caring Science in Nursing
Education Advanced Research and Clinical Practice, 1-2 April 2013,
Faculty of Nursing of University of Sumatera Utara, Participant.
Seminar Keperawatan “ Nursing Leadership menyongsong Asean Community
2015” , 30 Januari 2013, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara, Peserta.
Seminar dan Workshop Keperawatan “Aplikasi Knowledge Management dalam
Administrasi Keperawatan di Rumah Sakit”, 13-14 Mei 2013, Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Panitia.
Medan, 25 Agustus 2014
DAFTAR ISI
2.1 Konsep Konflik dan Mengelola Konflik ... 8
2.2 Konsep Kepala Ruangan ... 35
2.3 Konsep Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit) ... 39
2.4 Konsep Rumah Sakit ... 50
4.2 Karakteristik Demografi Partisipan... 79
4.3 Pengalaman dalam Mengelola Konflik yang dialami Kepala Ruangan ... 81
4.3.1 Peran dalam Mengelola Konflik ... 81
4.3.3 Dukungan dalam Mengelola Konflik ... 97
BAB 5 PEMBAHASAN ... 104
5.1 Pembahasan Hasil Penelitian ... 104
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 121
5.3 Implikasi Keperawatan ... 122
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 124
6.1 Kesimpulan ... 124
6.2 Saran ... 125
DAFTAR PUSTAKA ... 126
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Keterampilan Kepemimpinan dan Fungsi Manajemen
Tingkat Unit ………... 26
Tabel 2.2 Keterampilan Khusus dalam Mengelola Konflik……... 30
Tabel 2.3 Pengelolaan Keperawatan di Unit Perawatan Intensif… 45
Tabel 2.4 Kompetensi Perawat ICU……… 49
Tabel 2.5 Keabsahan Penelitian Kualitatif Kriteria Guba & Lincoln………. 55
Tabel 4.1 Karakteristik Demografi Partisipan Kepala Ruangan…. Perawatan Intensif di RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H Adam Malik Medan………. 80
Tabel 4.2.1 Peran dalam Mengelola Konflik……….. 86
Tabel 4.2.2 Hambatan dalam Mengelola Konflik……….. 96
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Instrumen Penelitian ……….. 131
1.1 Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan ……….… 132
1.2 Data demografi partisipan ………... 133
1.3 Panduan wawancara ……….… 134
Lampiran 2 Biodata Ekspert ……… 135
Lampiran 3 Izin Penelitian ……… 138
3.1 Surat izin dekan ……….….. 139
3.2 Surat Ethical Clereance ………..…... 141
3.3 Surat Izin pengambilan data ………. 142
Judul Tesis : Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah
Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan:
Studi Fenomenologi
Nama Mahasiswa : Nelly Br Barus
Program Studi : Magister Keperawatan
Minat Studi : Administrasi Keperawatan
Tahun : 2014
ABSTRAK
Kepala ruangan ICU harus dapat mengelola konflik secepat mungkin
untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi petugas kesehatan dan juga
bagi pasien dan keluarga pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi
pengalaman kepala ruangan ruang perawatan intensif. Jenis penelitian adalah
kualitatif desain penelitian fenomenologi deskriptif. Metode yang digunakan
adalah analysis Colaizzi. Tehnik purposive sampling digunakan dalam memilih
partisipan sebanyak 12 orang kepala ruangan yang memenuhi kriteria. Tehnik
pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian
mengidentifikasi 3 tema dengan 12 kategori yang menggambarkan respon kepala
ruangan terhadap peran dalam mengelola konflik, hambatan dalam mengelola
konflik dan dukungan dalam mengelola konflik. Kesimpulan dalam penelitian ini
sakit umum pemerintah di kota Medan. Disarankan pada penelitian selanjutnya
agar menggunakan metode observasi dan action research untuk memperoleh
perbandingan dengan hasil tesis ini.
Thesis Title : The Experiences of Ward Heads in Managing Conflicts in The Intensive Care Units of Public Hospitals in
Medan : A Phenomenological Study
Name : Nelly Br Barus
Study Program : Master of Nursing
Field of Specialization: Nursing Administration
Year : 2014
ABSTRACT
The head of the ICU has to be able to manage the conflict immediately to
create convenient atmosphere for health staffs, patients, and their families. The
objective of the research was to explore the experiences of the head of the ICU.
The research was qualitative with descriptive phenomenological approach. The
method used is Colaizzi analysis. The participants were 12 ward heads that met
the criteria, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered
by conducting in-depth interviews. The result of the research showed that there
were three themes with twelve categories which described the response of ward
head of role in managing conflicts, obstacles in managing conflicts and support in
managing conflicts. The conclusion of the research was that ward heads had
managing conflict in the Intensive Care Units of the public hospitals in Medan. It
is recommended to use observation and action research methods to obtain a
comparison with the results of this thesis in future.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konflik adalah bagian dari kehidupan manusia yang timbul karena
kompleksitas hubungan manusia. Konflik berawal pada kenyataan bahwa setiap
individu adalah unik dan memiliki sistem nilai, filosofi, struktur kepribadian dan
latar belakang serta gaya yang berbeda-beda (Huber, 2000). Konflik adalah satu
fenomena yang ak a n selalu mewarnai interaksi sosial sehari-hari dan menyertai
kehidupan organisasi. Konflik secara umum didefenisikan sebagai perselisihan
internal atau eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antara
dua orang atau lebih (Marquis & Huston, 2003; Hendel, fish & Galon, 2009).
Ruang perawatan intensif atau intensive care unit (ICU) adalah unit
perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis,
cedera dengan penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga
kesehatan yang terlatih serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus
(Depkes RI, 2006). Keperawatan dalam ICU tergolong dalam keperawatan kritis
dimana pelayanan keperawatan berfokus pada pasien dalam keadaan kritis yang
memerlukan perawatan dan pengobatan yang intensif ( Mrayyan, 2009).
Menurut Sevel & Munro (2013) dan Coombs (2003) konflik di ICU
merupakan suatu hal yang umum, ICU ibarat lahan yang subur untuk tumbuhnya
pengembalian fungsi organ dan pemulihan kesehatan secara menyeluruh
pada pasien-pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa, melakukan banyak
tindakan perawatan yang cepat tepat dan pada saat yang bersamaan petugas ICU
harus memberikan informasi yang jelas dan jujur kepada pasien dan keluarga yang
sedang dalam keadaan emosi yang tertekan, selanjutnya ketika kematian tidak
dapat dihindarkan sering menjadi sumber terjadinya konflik di ICU (Azoulay,
Timsit, Sprung, Soares, Rusinova, Lafabrie et al., 2009).
Konflik yang sering terjadi di ICU adalah konflik dalam tim ICU seperti
konflik antara perawat dengan dokter, konflik antar tim di ICU misalnya
ketegangan antara perawatan klinis atau waktu pelaksanaan ekstubasi, konflik
antara tim ICU dengan pelayanan jasa konsultasi misalnya dalam penyediaan
antibiotik yang tidak disetujui oleh jasa konsultasi ICU (Sevel & Munro, 2013).
Konflik perawat dengan dokter lebih tinggi ditemukan di ruang ICU dibandingkan
dengan konflik perawat dengan dokter di bangsal (Mrayyan, 2009).
Konflik dokter dan perawat dapat menyebabkan kesalahan dalam
pengobatan, luka-luka pada pasien bahkan kematian pasien. Hal ini akan
mengakibatkan rumah sakit harus mengeluarkan biaya langsung dan tidak
langsung untuk mengatasi konflik. Biaya langsung akibat dari konflik adalah
biaya pengadilan,kehilangan produktifitas manajemen, biaya turnover karyawan,
kelemahan dan klaim kompensasi karyawan, kehilangan kontrak dengan provider,
peningkatan pengeluaran untuk mengganti kerugian pasien dan kerusakan
property yang disengaja. Biaya tidak langsung dari konflik adalah: kerusakan
pasien, biaya untuk kehilangan reputasi di pasar, dan peningkatan insiden prilaku
yang mengganggu dalam organisasi (Brinkert, 2010).
Suatu studi penelitian mengenai prevalensi, karakteristik dan faktor-faktor
resiko konflik yang terjadi di ICU diperoleh bahwa dari 7498 staf ICU (3223 ICU
yang berada di 24 negara) 5.268 (71,6%) melaporkan bahwa dalam waktu
seminggu sebelum survei dilakukan terdapat sedikitnya satu konflik di ICU,
dimana konflik yang paling sering adalah konflik antara perawat dengan dokter
32,6 %, 27,3% konflik antara perawat dengan perawat dan 26% adalah konflik
antara staf dengan keluarga pasien (Azoulay et al. 2009). Penyebab umum konflik
adalah prilaku personal, rasa tidak percaya, masalah komunikasi, kurangnya
dukungan psikologis perawat ICU dalam perawatan pasien yang sedang sekarat
dan adanya konflik dengan atasan. Konflik berat terkait dengan beban kerja,
komunikasi yang tidak memadai dan kurangnya dukungan psikologis bagi staf
dalam melakukan perawatan menjelang kematian pasien (Brinkert, 2010;
Edwards, Throndson & Girardin, 2012; Mrayyan, 2009; Azoulay, 2009)
Menurut studi penelitian Guerra, Prochnow, Trevizan, dan Guido (2011)
kepala ruangan di RS Brazil tidak mengetahui cara mengelola konflik
sebelumnya. Mereka belajar memanajemen konflik setelah diangkat menjadi
kepala ruangan. Banyak pengangkatan kepala ruangan berdasarkan kemampuan
klinisnya dengan sedikit atau bahkan tidak mempunyai kemampuan manajerial
sama sekali sehingga tidak mempunyai persiapan dalam pemecahan masalah,
mentoring staf atau tanggung jawab lain yang dibutuhkan dalam lingkungan
Studi penelitian Hendel, Fish & Galon (2005) mendapatkan bahwa
manajemen konflik yang paling umum digunakan oleh manajer keperawatan di
rumah sakit umum Israel adalah kompromi. Manajemen konflik kepala ruangan
yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap Instalasi Rindu A
RSUP H. Adam Malik Medan pada umumnya menggunakan gaya manajemen
kompromi diikuti dengan akomodasi, kompetisi (Purba & Fathi, 2012).
Kepala ruangan ICU sebagai manajer lini pertama yang secara langsung
mengelola seluruh sumber daya di unit perawatan intensif yang dipimpinnya
harus dapat mengelola konflik untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi
petugas kesehatan dan juga bagi pasien dan keluarga pasien. Kepala ruangan
harus mampu mengenali adanya konflik dan mampu memfasilitasi penyelesaian
konflik yang bersifat membangun/konstruktif secepat mungkin (Gillies,1994;
Mrayyan, 2009; Toren & Wagner, 2010). Kinerja dari perawat pelaksana sebagai
karyawan rumah sakit dapat menurun atau meningkat tergantung dari bagaimana
kemampuan kepala ruangannya sebagai manajer dan pemimpin mengelola
konflik sehari-hari dengan baik (Abubakar, 2008). Kinerja perawat pelaksana
yang buruk akibat konflik pada akhirnya akan mempengaruhi perawatan pasien
(Al-Hamdan et al. 2011).
Kepala ruangan juga sering dihadapkan pada situasi konflik yang
berhubungan dengan adanya tekanan antara kepentingan rumah sakit dan
nilai-nilai keperawatan professional. Kepala ruangan bertanggung jawab melindungi
pasien, keluarga pasien dan staf keperawatan dengan memperhatikan kesehatan
memperhatikan kebutuhan rumah sakit akan cost effectiveness dan efisiensi
sehingga dapat menimbulkan konflik peran pada kepala ruangan (Gillies, 1994;
Toren & Wagner, 2010).
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr.
Pirngadi di Medan, pemilihan tempat penelitian didasarkan atas RSUP H. Adam
Malik dan RSUD Dr. Pirngadi di Medan merupakan rumah sakit pemerintah
yang letaknya sangat strategis dan merupakan rumah sakit rujukan di provinsi
sumatera utara. Hasil wawancara dengan seorang kepala ruangan perawatan
intensif di RSUD Dr. Pirngadi pada tanggal 22 Oktober 2013 di RSUD Dr.
Pirngadi mengatakan bahwa di ruangan perawatan intensif yang dia pimpin sering
terjadi konflik. Konflik yang timbul di ruangan yang ia pimpin adalah konflik
antara sesama perawat, perawat dengan atasan, perawat dengan dokter dan juga
konflik antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarga pasien. Konflik
sering timbul akibat kurangnya disiplin kerja perawat dan adanya masalah
komunikasi antara petugas kesehatan di ICU.
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini ingin mempelajari secara
mendalam tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pengalaman kepala ruang
dalam mengelola konflik di ruang perawatan intensif serta mendapat informasi
tentang hambatan dan dukungan kepala ruangan dalam mengelola konflik.
Informasi tersebut dapat bermanfaat dalam menurunkan stress kerja kepala
ruangan yang bekerja di ruang rawat intensif sehingga dapat meningkatkan
1.2 Rumusan Masalah
Eksplorasi pengalaman kepala ruang dalam mengelola konflik di ruang
rawat intensif merupakan hal penting, mengingat: 1) Konflik terjadi secara alami
dan merupakan fenomena yang diperkirakan akan terjadi di dalam organisasi. 2)
Ruang perawatan intensif memiliki lebih banyak konflik dibandingkan ruang
bangsal. 3) Konflik dalam ruang perawatan intensif dapat berdampak positif atau
negatif tergantung pada kemampuan kepala ruangan mengelola konflik. 4)
Berbagai penelitian terkait pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik
di ruang perawatan intensif masih sangat terbatas.
Mengingat kepala ruangan sebagai individu yang unik dan berbeda satu
dengan yang lain, maka pengalaman persepsi dan responnya terhadap suatu
kejadian dan penghayatan individu tentang pengalaman juga akan bervariasi.
Angka kematian yang lebih tinggi di ruang perawatan intensif dibandingkan
dengan ruang rawt inap lainnya tentunya akan mempunyai pengalaman emosi
tersendiri bagi kepala ruangan selama mengelola konflik yang terjadi di ruangan
intensif yang dia pimpin. Dengan demikian maka pertanyaan dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi secara mendalam tentang
pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang rawat intensif di
rumah sakit umum pemerintah di kota Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi:
1.4.1 Praktik keperawatan
Hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai dasar dalam pembuatan
kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kinerja kepala ruangan di ruang
perawatan intensif dan menciptakan iklim organisasi yang baik sehingga bisa
mencegah terjadinya kerugian pada perawat maupun rumah sakit.
1.4.2 Manajemen Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada manajemen rumah
sakit terutama ruang perawatan intensif , bidang keperawatan serta direktur
umum dan SDM rumah sakit dalam rangka pengelolaan lingkungan kerja
perawat yang lebih kondusif
1.4.3 Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar penelitian selanjutnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Mengacu pada tujuan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi secara
mendalam tentang pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang
perawatan intensif rumah sakit umum pemerintah di kota Medan, maka berikut ini
akan diuraikan mengenai konsep dan teori tentang konflik dan mengelola konflik,
kepala ruangan, ruang rawat intensif dan rumah sakit
2.1 Konsep Konflik dan Mengelola Konflik 2.1.1 Pengertian Konflik
Menurut Huber (2000) Konflik adalah suatu bagian kehidupan yang
timbul karena adanya kompleksitas hubungan manusia dimana tiap-tiap orang
unik, memiliki sistem nilai, filosofi, struktur kepribadian, pemikiran dan gaya
hidup yang berbeda-beda. Marquis & Huston (2010) mendefinisikan konflik
sebagai suatu perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan
gagasan,nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih. Gillies (1994)
mendefenisikan konflik sebagai suatu perselisihan antara sikap bermusuhan atau
kelompok penentang atau ide-ide.
Diskusi panel antara dokter dan perawat ICU pada konferensi tahunan
European Society of Intensive Care Medicine (ESICM) tahun 2006,
menyimpulkan pengertian dari konflik yaitu suatu pertikaian, perselisihan,
satu individu yang terkait dengan manajemen pasien atau konflik
interpersonal (Azolay et al, 2009)
Dari berbagai defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan persepsi,
nilai dan latar belakang individu yang saling berinteraksi baik bersifat internal
atau eksternal yang terjadi antara dua individu atau lebih
2.1.2 Sumber Konflik
Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi
bergantung pada cara-cara individu menafsirkan, mempersepsi dan memberi
tanggapan terhadap lingkungan kerjanya. Swansburg (2000); Hendel et al. (2005)
mengemukakan bahwa penyebab konflik adalah:
a. Prilaku menantang
Prilaku menantang dapat menimbulkan konflik. Menurut Murphy (1984
dalam Swansburg 2000), menggambarkan tiga versi penantang; 1) Competitive
Bomner yang mudah menolak untuk bekerja. Sering menggerutu dengan
bergumam yang dapat diterjemahkan sebagai urus saja sendiri. Prilaku-prilaku ini
dilakukan untuk memancing respons manajerial. 2) Martyred Accomodator yang
menggunakan kepatuhan palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi
sambil juga melakukan ejekan dan hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk
mendapatkan dukungan yang lainnya. 3). Avoider penentang ini menghindarkan
b. Stress
Stress dapat menghasilkan kepenatan. Manajer perawat merasa penat
karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi.
Konfrontasi, ketidaksetujuan dan kemarahan adalah bukti dari stress dan konflik.
Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilaksanakan
antar manusia,termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi (Edward,
Throndson & Girardin, 2012)
c. Ruang
Ruangan yang sempit, sementara perawat yang harus berinteraksi secara
konstan dengan anggota staf lain, pengunjung dan tenaga kesehatan lain dapat
menimbulkan stress sehingga beresiko untuk terjadinya konflik
d. Kewenangan dokter
Perawat masa kini ingin lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab
professional dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Para dokter
kadang-kadang melalaikan usulan mereka sementara perawat menginginkan feed back, hal
ini dapat membuat gagalnya komunikasi dua arah dan mengarah pada terjadinya
konflik (Coombs, 2003)
e. Keyakinan, nilai dan sasaran
Aktivitas atau persepsi-persepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik.
Hal ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang
berbeda dengan manajer perawat, dokter, pasien, pengunjung, keluarga, bagian
f. Penyebab lain
Perubahan menimbulkan konflik yang pada gilirannya menghalangi
perubahan itu sendiri seperti perubahan kebijakan organisasi, mutasi, perubahan
metoda fungsional menjadi tim (Gillies, 1994; Marquis & Huston, 2010). Manusia
yang tidak dipersiapkan menghadapi perubahan akan menolaknya atau mengalami
kegagalan dalam mendukungnya. Suasana organisasi dan gaya kepemimpinan
dapat menimbulkan konflik . Usia dapat menimbulkan stress dan konflik. Pada
umumnya perawat yang baru selesai pendidikan ketika baru bekerja akan merasa
stress dan panik dalam bekerja ( Henry, 2012).
Sumber konflik di ruang perawatan intensif menurut Azolay et al. (2009) secara
umum terbagi 2 yaitu
a.Prilaku yang berkaitan dengan konflik
Kebencian pribadi, rasa tidak percaya, masalah komunikasi, tidak adanya
pertemuan staf keperawatan secara teratur, salah pengertian antar staf, salah
pengertian antara staf dengan keluarga pasien, prilaku staf yang tidak pantas,
kurangnya kemampuan kepala ruangan dalam memimpin suatu unit, membantah
informasi, kebijakan visitasi yang tidak adequat dan salah pengertian antara staf
dan pasien
b. Berkaitan dengan perawatan menjelang kematian pada pasien
Tidak adanya dukungan psikologis, belum optimalnya proses pengambilan
diabaikan, pengobatan yang sia-sia, keinginan pasien yang diabaikan dan
keputuasan mengenai kematian yang terlalu cepat atau terlalu lambat.
Menurut Edwards, Throndson, & Girardin (2012); Calvin, Lindy &
Clingon (2009) konflik yang dialami oleh perawat di ICU bersumber dari
mulainya perawatan akhir kehidupan pasien, lamanya perawatan pasien, keadaan
pasien yang gawat, faktor keluarga termasuk budaya dan kepercayaan, konflik
keluarga sebelumnya, ketidakhadiran keluarga dalam diskusi mengenai harapan
pasien, hambatan komunikasi, anggota keluarga yang merasa terasing dan
sedikitnya komunikasi antara tim ICU dengan keluarga.
2.1.3. Jenis Konflik
Menurut McElhaney (1996 dalam Hendel et al. 2005); Al-Hamdan et
al.(2011) Manajer keperawatan setiap hari berhubungan dengan konflik internal
dan konflik eksternal. Konflik juga dapat bersifat langsung atau tidak langsung.
Konflik langsung terjadi apabila orang yang berselisih memusatkan perhatian dan
tindakan mereka terhadap satu sama lain pada persoalan yang mendasari
perselisihan pendapat mereka. Konflik tidak langsung dimana anggota kelompok
menyerang satu sama lain melalui orang lain dan menyembunyikan persoalan
pokok dengan membicarakan persoalan lain (Gillies, 1994 )
Menurut Marquis dan Huston (2010) di dalam organisasi, konflik
dipandang secara vertikal dan horizontal. Konflik vertikal terjadi antara atasan dan
sama, misalnya konflik yang meliputi wewenang, keahlian dan praktik. Terdapat 3
kategori konflik yang utama yaitu:
a. Konflik intrapersonal
Konflik yang terjadi di dalam diri seseorang meliputi upaya untuk
mengklarifikasi nilai atau keinginan yang berlawanan. Bagi manajer, konflik
intrapersonal dapat disebabkan oleh berbagai area tanggung jawab yang terkait
dengan peran manajemen yaitu berkaitan dengan tanggung jawab terhadap
organisasi, pegawai, konsumen dan profesi
b. Konflik interpersonal
Konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan nilai, tujuan dan
keyakinan yang berbeda. Orang yang mengalami konflik ini dapat mengalami
pertentangan dalam komunikasi ke atas, bawah, horizontal dan diagonal.
c. Konflik interkelompok
Konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok orang, departemen
atau organisasi. Contoh konflik interkelompok adalah penggabungan dua
partisipan dengan perbedaan keyakinan yang sangat besar
Berdasarkan dampaknya Ivancevich (2005); Azolay et al (2009)
membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu:
a. Konflik fungsional (functional conflict)
Suatu konfrontasi antarkelompok yang dapat meningkatkan dan
akan timbul kesadaran akan masalah, mencari solusi, perubahan adaptasi dan
inovasi.
b. Konflik Disfungsional (dysfunctional conflict)
Setiap konfrontasi atau interaksi antar kelompok yang membahayakan
organisasi atau menghambat organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya.
Timbulnya kejenuhan mengakibatkan tingginya turnover pada tenaga dokter dan
perawat.
Menurut Azoulay et al (2009); Edwards et al. (2012) Savel & Cindy
(2013), jenis-jenis konflik di ruangan ICU antara lain:
a. Konflik antara tim ICU dengan tim lain
Emosi yang tinggi dan keadaan lingkungan ICU dapat menjadi lahan yang
subur untuk tumbuhnya konflik. Konflik dapat timbul akibat ketidaksamaan
persepsi mengenai terapi dan ketepatan waktu pelaksanaan tindakan.
b. Konflik antara tim ICU dan Pelayanan konsultasi
Tim konsultasi merasa dihina apabila tim ICU tidak melakukan
rekomendasi yang diberikan sementara tim ICU memiliki pertimbangan berbeda
dengan rekomendasi yang telah diberikan oleh tim konsultan sehingga tim ICU
sering tidak melakukan rekomendasi dari konsultan. Hal ini sering menimbulkan
kesalahpahaman dan masalah dalam komunikasi yang harus segera diselesaikan
c. Konflik dalam tim ICU
Dalam tim ICU konflik yang sering terjadi adalah konflik antara dokter
dengan perawat dan konflik antar perawat. Konflik antara perawat dengan dokter
d. Konflik tim ICU dengan pasien dan keluarga
Pasien ICU merasa harapannya mengenai perawatan akhir kehidupan sering tidak dipenuhi oleh tim ICU, sementara menurut tim ICU hal tersebut
mustahil karena pada umumnya pasien-pasien ICU mempunyai gangguan
kesadaran dan disamping itu keputusan mengenai kesehatan mereka juga banyak
dipengaruhi oleh keluarga (Kinoshita, 2007)
2.1.4 Proses Konflik
Menurut Marquis & Huston (2010); Guerra et al (2011) ada proses yang
terjadi pada konflik yang berkembang secara dinamis, sebelum berupaya atau
mencoba mengatasi konflik ,
seorang manajer harus mampu mengkaji 5 tahap konflik secara akurat,yaitu:
a. Konflik laten
Secara tidak langsung berisi tentang kondisi yang menyebabkan konflik,
misalnya kurangnya tenaga perawat dan perubahan yang cepat. Dalam tahap ini,
kondisi tersebut siap berkembang menjadi konflik, walaupun belum ada konflik
yang benar-benar terjadi dan mungkin tidak akan pernah terjadi. Akan ada lebih
banyak konflik yang tidak perlu terjadi karena dapat dicegah atau dikurangi jika
manajer dapat mengkaji secara lebih seksama adanya kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya konflik.
b. Konflik yang dipersepsikan( Substantif)
Konflik intelektual dan sering melibatkan isu serta peran. Konflik ini
dikenal secara logis dan tidak melibatkan perasaan orang yang terlibat konflik.
c. Konflik yang dirasakan
Terjadi ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakan antara lain
rasa bermusuhan, takut, tidak percaya dan marah. Konflik ini mungkin juga
dipersepsikan bukan dirasakan ( yaitu tidak ada emosi yang terkait dengan konflik
dan orang yang terlibat hanya memandangnya sebagai masalah yang perlu
diselesaikan). Orang juga dapat merasakan konflik, tetapi tidak mengetahui
masalahnya (yaitu mereka tidak mampu mengidentifikasi penyebab konflik yang
dirasakan.
d. Konflik yang dimanifestasikan ( Konflik jelas)
Konflik yang memerlukan tindakan berupa menarik diri, berdebat,
bersaing atau mencari penyelesaian konflik. Jika konflik mencapai tahap ini akan
sulit mencari penyelesaian tanpa menggunakan sumber lain
e. Akibat konflik
Akibat yang ditimbulkan oleh konflik mungkin lebih terlihat daripada
konflik itu sendiri jika konflik itu tidak ditangani secara konstruktif. Konflik akan
selalu menimbulkan dampak positif ataupun dampak negatif. Jika konflik dikelola
secara baik, orang yang terlibat konflik akan percaya bahwa ia akan diperlakukan
secara adil. Jika konflik dikelola secara buruk, isu konflik seringkali tetap ada dan
Gambar 2.1 Proses konflik Sumber Marquis & Huston ( 2010 )
Menurut Pondy (1967 dalam Huber, 2000); Guerra et al. (2011) proses
konflik terdiri dari 5 tahap yaitu:
a. Kondisi Laten
Proses dimulai dari kondisi anteseden seperti aturan yang tidak jelas,
kompetisi untuk mencari sumber-sumber yang langka atau menjadi satu bagian
dengan tujuan yang berbeda. Proses berbentuk siklus searah yang mana keadaan
atau situasi setelah konflik dapat menjadi konflik yang laten untuk konflik yang
akan datang.
b. Konflik yang dipersepsikan (Kognisi)
Konflik sudah mulai dipersepsikan atau disadari
Konflik yang dirasakan Konflik yang dipersepsikan
Penyelesaian konflik atau manajemen konflik
c. Konflik yang dirasakan
Konflik sudah dirasakan dan mempengaruhi emosi
d. Konflik yang dimanifestasikan
Ketegangan dalam konflik menyebabkan timbulnya suatu tindakan. Tahap
ini individu mungkin dengan kata-kata negatif , menyerang orang lain , atau
mencoba untuk mengubah situasi atau lingkungan sebagai cara untuk mengurangi
ketegangan
e. Setelah penyelesaian konflik
Setelah konflik dapat timbul dampak positif atau konstruktif apabila hasil
konflik menghasilkan resolusi yang positif atau berdampak negatif apabila
resolusi bersifat destruktif. Ingatan dan perasaan akan proses dari konflik dapat
menjadi konflik laten dan kemudian akan mengikuti siklus seperti Gambar 2.2
---
Gambar 2.2 Tahapan proses konflik menurut Pondy (1967 dalam Huber, 2000) Kondisi laten konflik mereka oleh karena adanya kekurangan staf
2.1.5 Dampak konflik
Menurut Henkin et al (1991 dalam Huber 2000) ; Hendel (2005) ; Brinkert
(2010) konflik dapat berdampak negatif ketika konflik menghasilkan ketakutan,
permusuhan, ancaman dan kurangnya rasa percaya, rasa jenuh, juga biaya
langsung dan biaya tidak langsung yang tinggi. Konflik juga dapat berdampak
positif karena menghasilkan unifikasi, integrasi, kreativitas, perubahan,
pemecahan masalah dan pertumbuhan serta kemampuan dalam mengelola konflik.
Konflik juga dapat memberi dampak konstruktif dan desktruktif. Dampak
konstruktif seperti meredakan konflik lebih lanjut, meningkatkan efektivitas,
meningkatkan keterikatan, menghasilkan pemimpin dan menguji basis kekuatan.
Dampak destruktif dari konflik adalah menurunkan kinerja, perkelahian dan
adanya stereotip negatif ( Huber, 2000)
2.1.6 Mengelola Konflik
Mengelola konflik mengacu pada model atau gaya yang digunakan oleh
salah satu atau kedua belah pihak untuk mengatasi konflik (Hendel et al, 2005)
Adapun gaya manajemen konflik berdasarkan beberapa pendapat ahli
yaitu:
.
Manajer perawat harus mempunyai tehnik atau keterampilan dalam mengelola
konflik yang bertujuan untuk memperluas pengertian tentang masalah-masalah
dan meningkatkan sejumlah kemungkinan alternatif dalam pemecahan konflik.
a. Menurut Marquis & Huston ( 2010 )
1. Kompromi atau negosiasi
Setiap pihak melepaskan salah satu tuntutannya. Walaupun banyak orang
melihat kompromi sebagai strategi penyelesaian masalah yang terbaik, pihak
yang menentang akan merasakan itu sebagai situasi kalah-kalah karena pihak
tersebut atau kedua belah pihak merasa bahwa mereka telah melepaskan tuntutan
lebih dari orang lain dan oleh karena itu mereka merasa dikalahkan. Agar
kompromi tidak menghasilkan situasi yang kalah-kalah, kedua belah pihak tidak
boleh melakukan kompromi lebih awal jika kolaborasi masih memungkinkan
dapat dilakukan.
2. Kompetisi
Digunakan ketika satu pihak memaksakan kehendaknya walaupun
mengorbankan orang lain. Hanya ada satu pihak yang menang, sehingga pihak
yang berkompetisi mencari jalan agar menang tanpa peduli akibatnya pada pihak
lain (Al-Hamdan, 2011) Strategi penyelesaian konflik menang-kalah membuat
pihak yang kalah menjadi marah, frustasi dan ingin membalas dendam di waktu
yang akan datang. Manajer dapat menggunakan kompetisi jika satu pihak
memiliki lebih banyak informasi atau pengetahuan tentang situasi daripada pihak
lain
3. Bekerja sama
Strategi ini merupakan win-win solution. Dalam kolaborasi kedua pihak
yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu
tujuan. Karena keduanya yakin akan tercapainya suatu tujuan yang telah
sebagai bagian dari situasi tersebut
4. Smoothing
Digunakan untuk mengatur situasi konflik. Seseorang menarik hati orang
lain yang terlibat dalam konflik untuk mengurangi komponen emosional dalam
konflik itu. Smoothing sering digunakan manajer agar seseorang mengakomodasi
atau bekerja sama dengan pihak lain. Smoothing terjadi ketika satu pihak dalam
konflik berupaya untuk memuji pihak lain atau berfokus pada hal yang disetujui
bersama, bukan pada perbedaan. Smoothing ini tepat digunakan pada konflik yang
ringan
5. Menghindar
Pihak yang terlibat menyadari adanya konflik, tetapi memilih untuk tidak
mengakuinya atau berupaya menyelesaikannya. Strategi ini dipilih biasanya bila
ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar
daripada menghindar atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika
masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya
6. Berkolaborasi
Berkolaborasi adalah cara penyelesaian masalah yang asertif dan
kooperatif yang menghasilkan penyelesaian menang-menang. Dalam kolaborasi
semua pihak mengesampingkan tujuan awalnya dan bekerja sama untuk
menentukan tujuan umum prioritas atau supraordinat. Untuk mencapai hal itu,
semua pihak menerima tanggung jawab supraordinat untuk mencapai tujuan supra
ordinat walaupun sangat sulit bagi semua pihak untuk mengesampingkan tujuan
perawat yang tidak senang karena tidak dapat cuti dihari yang diinginkannya
mungkin menemui penyelianya dan bersama menentukan tujuan supraordinat,
yaitu jumlah staf yang adekuat untuk memenuhi kriteria keamanan pasien. Jika
tujuan yang baru adalah tujuan yang ditetapkan bersama, setiap pihak akan
mempersepsikan bahwa mereka telah mencapai tujuan penting dan tujuan
supraordinant adalah tujuan yang paling penting. Untuk itu, fokus tetap pada
menyelesaikan masalah dan bukan pada mengalahkan (pihak lain).
b. Menurut Swansburg (2000); Hendel et al. (2005); Al-Hamdan et al. (2011); Kaitelidou et al. (2012)
Gaya dalam manajemen konflik yang dapat dilakukan manajer
keperawatan ada 5, antara lain:
1. Menghindar
Menghindar adalah suatu strategi yang memungkinkan kelompok konflik
menjadi dingin. Kepala ruangan melakukan pendekatan kepada pihak yang
mengalami konflik agar mengumpulkan informasi. Menghindar dapat digunakan
apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan
lebih banyak menguntungkan. Pada akhirnya manajer perawat sebagai pihak
ketiga perlu dilibatkan dalam mengumpulkan informasi.
2. Akomodasi
Manajer perawat yang merupakan kelompok dari konflik dapat
memungkinkan kelompok yang lain menghasilkan dan menempatkan
kebutuhan-kebutuhan lainnya terlebih dulu. Hal ini terutama merupakan strategi yang baik
secara harmonis dan mengembangkan bawahan dengan memungkinkan mereka
untuk membuat keputusan.
3. Kompetisi
Seorang manajer perawat sebagai penyelia dapat menunjukkan kekuasaan
posisinya pada bawahan. Hal ini memperkuat aturan-aturan disiplin. Ini adalah
posisi asertif yang tidak membantu mengembangkan tanggung jawab pada
pemecahan konflik pada kelompok bawahan
4. Kompromi
Mengambil jalan tengah dapat memecahkan konflik. Hal ini merupakan
strategi sementara bila memerlukan waktu untuk mendapatkan posisi permanen
yang memuaskan. Suatu kompromi yang menimbulkan ketidakpuasan pada kedua
kelompok adalah bukan sesuatu yang baik.
5. Kerja sama
Apabila kedua kelompok bekerja sama untuk memecahkan konflik, maka
keduanya akan merasa puas (Kaitelidou et al. 2012). Hal ini membutuhkan waktu
dan tenaga. Kerja sama menimbulkan kepuasan diantara perawat. Kerja sama
dapat dicapai dengan lebih baik melalui faktor kepemimpinan dan
faktor-faktor organisasional daripada faktor-faktor-faktor-faktor pribadi
c. Menurut Huber (2000)
Strategi resolusi Konflik antara lain:
1. Menghindar
atau kelompok tidak mengakui adanya konflik, mereka beranggapan bahwa
sselama mereka tidak mengakui ada masalah maka tidak ada masalah.
2. Menarik diri
Menarik diri dari situasi konflik. Strategi ini tidak menyelesaikan konflik,
namun dapat memberi kesempatan kepada manajer untuk memenangkan diri atau
menghindari konfrontasi
3. Smoothing
Strategi ini mengatakan semuanya akan beres. Strategi ini menggunakan
komunikasi verbal untuk meredakan emosi yang kuat.
4. Akomodatif
Strategi ini digunakan ketika ada kekuatan yang besar. Partai lebih kuat
ditampung untuk mempertahankan keharmonisan atau membangun hubungan
sosial.
5. Memaksa
Tehnik ini adalah langkah dominasi dan cara yang sewenang–wenang
untuk memanajemen konflik
6. Bersaing
Merupakan strategi yang dengan tegas mengatakan bahwa pihak yang satu
puas sementara yang lain
7. Kompromi
Strategi ini disebut membagi perbedaan. Strategi ini dipakai ketika
8. Kolaborasi
Para pihak yang terlibat konflik bekerja sama menemukan solusi yang
saling memuaskan
9. Tawar menawar dan negosiasi
Strategi ini merupakan upaya untuk membagi penghargaan kekuasaan atau
manfaat sehingga semua pihak mendapat sesuatu
10. Pemecahan masalah
Tujuan dari strategi ini adalah mencaba mendapat penerimaan solusi yang
menguntungkan bagi semua pihak. Proses pemecahan masalah digunakan untuk
mencapai solusi yang telah disetujui bersama
Keterampilan Mengelola Konflik
Penyelesaian konflik membutuhkan keterampilan kepemimpinan dan
fungsi manajemen yang tepat di seluruh tingkat hierarki organisasi (Marquis &
Huston, 2003) Pengetahuan mengenai mengelola konflik seharusnya mulai
diperoleh perawat selama dalam pendidikan (Hendel et al. 2005). Calon kepala
ruangan harus sudah mendapat pelatihan mengenai mengelola konflik dan setelah
menjadi kepala ruangan sebaiknya terus mendapat pelatihan dan bimbingan
mengenai mengelola konflik (Abubakar, 2008).
Menurut Judkins, Reid & Furlow (2006) pelatihan ketahanan pada manajer
perawat dapat mengurangi stress pada manajer keperawatan dan dapat membantu
manajer keperawatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi staf
tetap kuat berada dibawah tekanan, tidak menyerah dan mempunyai kemampuan
untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi stress.
Menurut Marquis & Huston (2010) Keterampilan kepemimpinan dan fungsi
manajemen tingkat unit antara lain:
TABEL 2.1 Keterampilan Kepemimpinan dan Fungsi Manajemen Tingkat Unit Peran kepemimpinan dan fungsi manajemen Terkait dengan Penyelesaian Konflik
Peran Kepemimpinan
1. Sadar diri dan bekerja dengan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan konflik intrapersonal
2. Mengatasi konflik segera setelah pertama kali dirasakan dan sebelum termanifestasikan.
3. Mencari penyelesaian menang-menang(win-win solution) jika memungkinkan 4. Memperkecil perbedaan persepsi antara pihak yang mengalami konflik dan
memperluas pengertian kedua belah pihak tentang masalah
5. Membantu pegawai mengidentifikasi alternatif penyelesaian konflik 6. Mengenali dan menerima perbedaan individual yang dimiliki staf
7.Menggunakan keterampilan komunikasi asertif untuk meningkatkan cara persuasif dan membantu komunikasi terbuka
8. Menjadi model peran yang jujur dan mengupayakan negosiasi kolaboratif
Fungsi Manajemen
1. Menciptakan lingkungan kerja yang meminimalkan kondisi pencetus konflik. 2. Secara tepat menggunakan wewenang sah jika harus membuat keputusan yang
tidak popular atau cepat
3. Jika perlu, secara formal memfasilitasi penyelesaian konflik yang melibatkan pegawai
4. Menerima tanggung jawab secara mutual untuk mencapai tujuan supraordinat yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Mendapatkan sumber yang dibutuhkan unit melalui strategi negosiasi yang efektif
6. Mengompromikan kebutuhan unit jika kebutuhan tersebut tidak kritis untuk menjalankan fungsi unit dan jika manajemen yang lebih tinggi melepaskan sesuatu yang sama berharganya
7. Mempersiapkan segalanya untuk melakukan negosiasi untuk mendapatkan sumber unit, termasuk penentuan lanjutan total biaya dan kemungkinan pertukaran sumber unit.
Menurut Swansburg (2000) manajemen konflik dapat dilakukan dengan:
a. Disiplin
Disiplin digunakan untuk mengelola atau mencegah konflik. Kepala
ruangan harus mengetahui peraturan dan ketetapan rumah sakit. Disiplin adalah
usaha terakhir dalam perbaikan prilaku personel yang tidak diinginkan. Peraturan
dan ketetapan harus beralasan dan berhubungan dengan pekerjaan. Peraturan-
peraturan yang tidak beralasan atau menunjukkan bias pribadi mengundang
pelanggaran.
b. Mempertimbangkan Tahap Kehidupan
Kebanyakan dari organisasi akan melibatkan perawat-perawat pada semua
tingkat kehidupan. Konflik dapat dikelola dengan mendukung individu perawat
dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam hidupnya. Ada tiga
tahap perkembangan yaitu:
1. Tahap dewasa muda.
Ini adalah tahap dimana seorang perawat membangun kariernya. Manusia
pada tingkaan ini mengejar pengetahuan, keterampilan dan bergerak kearah
kemajuan. Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan mempermudah pencapaian
karir.
2. Setengah Baya.
Individu telah menerima dengan apa yang telah dicapai dalam hidupnya.
Perawat pada tahap ini membantu untuk mengembangkan karier perawat-perawat
3. Setelah umur 55 tahun, orang dewasa mengintegrasikan ide ego dengan
pencapaian mereka. Pada tahap ini perawat berpikir dalam upaya menyelesaikan
pekerjaan dan pensiun.
c. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu seni yang penting untuk memelihara suatu
lingkungan terapeutik dalam keperawatan ( Brinkert, 2010). Komunikasi
diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan mengatasi isu-isu sosial
emosional. Peningkatan komunikasi dapat mencegah konflik yaitu dengan:
1. Ajarkan staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran mereka
didalamnya.
2. Berikan informasi yang jelas pada setiap orang secara utuh, tidak terpisah-pisah
3. Pertimbangkan semua aspek situasi emosi, pertimbangan lingkungan, pesan
verbal dan nonverbal.
4. Mengembangkan keterampilan dasar dalam: Orientasi realitas, ketenangan
emosi dan fisik, mempunyai harapan-harapan positif untuk membangkitkan
respon positif, mendengarkan dengan aktif, memberi dan menerima informasi.
Mendengarkan dengan Aktif
Mendengarkan secara aktif atau asertif sering disebut stress listening,
penting untuk mengelola konflik. Tehnik-tehnik stress listening antara lain:
1. Jangan sama-sama marah, hanya akan menambah masalah. Tetap tenang dan
tidak berbelit-belit dalam berbicara.
nonverbal. Ramah, tenang,pelihara kontak mata serta jangan melakukan interupsi.
Usahakan masalah dapat terbuka. Buat personel menjadi senang. Bertindak secara
serius, ramah dan hormat.
3. Berikan pertanyaan-pertanyaan dan dengarkan jawaban-jawabannya. Tetapkan
alasan-alasan yang menimbulkan kemarahan.
4. Pisahkan fakta dari pendapat, termasuk pendapat anda sendiri.
5. Jangan memberi respons yang tergesa-gesa, rencanakan dengan baik.
6. Pertimbangkan pandangan personel terlebih dahulu.
7. Bantu personel dalam memecahkan masalah. Tanya dan dengarkan respons
yang diberikan
d. Lingkaran Kualitas
Lingkaran kualitas telah digunakan untuk mengurangi stress dengan
meningkatkan motivasi personel. Pelatihan ketahanan pada manajer perawat dapat
mengurangi stress pada manajer keperawatan dan dapat membantu manajer
keperawatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi staf
keperawatan. Pelatihan ketahanan ini mengajarkan para manajer keperawatan agar
tetap kuat berada dibawah tekanan, tidak menyerah dan mempunyai kemampuan
untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi stress ( Judkins et al. 2006)
e. Latihan Keasertifan
Perawat asertif mengetahui mereka bertanggung jawab hanya terhadap
pemikiran yang dimilikinya, perasaan dan tindakannya. Mereka dapat membantu
persoalan orang lain dengan baik sehingga mencegah konflik. Mereka mengetahui
perawat asertif. Manajer perawat sebaiknya mengkaji, bekerja sama, memberi
dukungan, tetap netral dan tidak memberi ancaman.
Sifat asertif dapat diajarkan melalui program-program pengembangan staf.
Pada program ini perawat diajarkan bagaimana cara belajar melalui respon-respon
yang baik. Mereka belajar untuk menerima tanggung jawab daripada
menyalahkan orang lain. Perawat asertif terpusat pada data dan isu-isu kapan
memberikan kritik yang membangun kepada manajer atau umpan balik yang
positif kepada staf.
e. Keterampilan khusus .
Manajer keperawatan harus memiliki keterampilan khusus dalam
mengelola konflik Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Keterampilan Khusus dalam Mengelola Konflik Keterampilan khusus manajer perawat
2
Buat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua Ciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini membuat orang senang untuk membuat usulan. Memberikan kekuatan bagi mereka meningkatkan pemikiran kreatif dan memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik
Katakan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.
Tekankan pemecahan masalah secara damai daripada konfrontasi. Bangun jembatan pengertian
Hadapi bila diperlukan untuk mempersiapkan perdamaian. Berikan pendidikan tentang prilaku. Katakan pada mereka tentang perilaku yang dirasakan, apa yang salah dan bagaimana cara memperbaikinya.
Mainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik. Jangan berperan sebagai orang yang bermuka dua dan berprilaku tidak menentu, yang dapat menimbulkan kebingungan diantara pekerja
Pertimbangkan waktu terbaik untuk semuanya. Jangan menunda waktu yang tidak menentu.
Fokuskan pada isu dan bukan pada kepribadian
10.
Tekankan pada persamaan kepentingan
Pisahkan isu-isu dan hadapi hal-hal yang penting untuk kedua kelompok. Periksa semua pemecahan masalah dan bila memilih salah satu harus dapat diterima oleh kedua kelompok.
Hindari penolakan yang berlebihan terhadap penilaian, bersikap melawan, menegur individu, memotong pernyataan perasaan dan memonopoli pembicaraan. Respon ini dapat meningkatkan frustasi dan tehnik manajemen yang tidak efektif
Bila konflik terjadi pada saat pengambilan keputusan atau tahap pelaksanaan, usahakan untuk mencapai kesepakatan. Persetujuan terhadap jalan yang ditempuh memberikan beberapa minat dari semua pihak. Cari kesepakatan daripada pertentangan
Ketahui hambatan-hambatan untuk kerja sama atau pemecahan, fokuskan terhadap dinamika konflik untuk pemecahannya.
Bedakan antara prilaku yang menantang dengan perilaku yang normal dalam kesalahan-kesalahan kerja. Menentang biasanya adalah perilaku individu. Tentukan siapa yang menentang dan siapkan untuk menghadapi secara emosional dan intelektual. Berjanji dengan seorang penentang pada suatu waktu. Bentuk kewibawaan dan kemampuan . Wawancarai secara pribadi: ajari, evaluasi, pecahkan, bombing dan buat perjanjian dengan penentang. Kerjakan dengan segera dan tindak lanjuti dalam 1-2 hari
Kuat dalam menghadapi orang marah.
Tetapkan siapa yang memiliki masalah. Bertanggung jawab sebagaimana kita memilikinya dan ucapkan terima kasih
Tetapkan kebutuhan-kebutuhan yang terlalaikan atau frustasi dan kebutuhan terhadap pengenalan dan pemeliharaan.
Bantu membedakan kebutuhan dan mimpi
Bangun kepercayaan dengan mendengarkan, mengklarifikasi dan memungkinkan tantangan dikeluarkan secara lengkap. Berilah umpan balik untuk meyakinkan bahwa anda mengerti. Biarkan orang tahu bahwa Anda memperhatikan dan mempercayai mereka. Tunjukkan pengenalan terhadap sudut pandang yang lain dan kemauan untuk bekerja memperbaiki hubungan. Lihat kenyataan. Minta umpan balik. Bila seorang staf perawat atau petugas lain mempunyai pandangan yang valid, kenali, maafkan bila perlu dan bersikap ikhlas.
Rundingkan kembali prosedur pemecahan masalah untuk mencegah kegusaran lebih lanjut, ketidakpercayaan dan sifat melawan.
Semua jenis konflik dalam unit dapat mengganggu hubungan kerja dan
dalam unit dan mengatasinya sesuai kebutuhan untuk meningkatkan penyelesaian
konflik secara kooperatif, jika tidak kolaboratif (Edward et al., 2012; Al-Hamdan
et al., 2010; Azoulay et al., 2009).
Berikut adalah daftar strategi yang dapat digunakan oleh manajer untuk
menangani konflik dalam unit secara efektif (Marquis & Huston, 2010).
a. Mendorong terjadinya konfrontasi.
Pegawai secara tidak tepat sering sekali mengharapkan manajer untuk
mengatasi konflik interpersonal mereka. Manajer seharusnya mendorong pegawai
untuk mengatasi masalah mereka sendiri
b. Konsultasi pihak ketiga
Manajer kadang kala dapat digunakan sebagai pihak yang netral untuk
membantu orang lain menyelesaikan konflik secara konstruktif. Ini seharusnya
dilakukan jika kedua belah pihak termotivasi untuk menyesaikan masalah dan jika
tidak ada perbedaan dalam kekuasaan atau status kedua pihak
c. Pemetaan tanggung jawab
Ketika ambiguitas timbul akibat peran yang tidak jelas atau peran baru,
sering kali semua pihak perlu berkumpul untuk memperjelas fungsi dan tanggung
jawab peran. Jika terbentuk area tanggung jawab bersama, manajer harus
benar-benar memperjelas area itu sebagai tanggung jawab terpenting, mekanisme yang
disetujui, layanan pendukung dan tanggung jawab untuk menginformasikan. Ini
teknik yang sangat berguna untuk konflik yurisdik dasar. Contoh konflik dapat
pada pendidik pelatihan dan manajer unit dalam menentukan dan merencanakan
kebutuhan program pendidikan untuk unit.
d. Perubahan Struktur
Kepala ruangan kadangkala perlu terlibat pada konflik yang terjadi dalam
unit dengan memindahkan atau memberhentikan pegawai. Perubahan struktur
lainnya adalah memindahkan pihak terkait ke departemen lain di bawah tanggung
jawab manajer lain, menambahkan penilik atau melakukan prosedur pencari
penyebab keluhan. Seringkali meningkatkan batas kewenangan untuk satu pihak
yang terlibat konflik akan bermakna sebagai perubahan struktur yang penting
dalam menyelesaikan konflik dalam unit.
e. Menunjuk satu pihak
Merupakan penyelesaian sementara yang harus digunakan dalam krisis
ketika tidak ada waktu untuk mengatasi konflik secara efektif. Manajer sementara
menunjuk satu pihak sehingga kerja sama akan terjadi sampai krisis berakhir.
Manajer harus membahas masalah pokoknya nanti, atau teknik ini akan menjadi
tidak berfungsi.
f. Menjadi Negosiator yang Ahli
Negosiasi dalam bentuk yang paling kreatif akan sama seperti kolaborasi
dan dalam bentuk yang dikelola dengan buruk akan mirip pendekatan kompetisi.
Negosiasi sering mirip dengan pendekatan kompromi. Tujuan utama negosiasi
yang efektif adalah membuat pihak lain merasa puas dengan hasilnya. Fokus
Kepala ruangan yang ingin berhasil dalam negosiasi harus siap, mampu
menggunakan strategi negosiasi yang tepat dan menerapkan penutupan dan tindak
lanjut yang tepat. Hal- hal yang perlu dilakukan kepala ruangan agar berhasil
dalam negosiasi antara lain:
1. Sebelum Negosiasi
Manajer harus siap secara sistematis untuk negosiasi. Informasi sebanyak
mungkin tentang isu yang akan dinegosiasikan perlu dikumpulkan oleh manajer
karena semakin banyak informasi yang dimiliki negosiator, semakin besar
kekuatannya dalam tawar menawar. Manajer juga memutuskan waktu memulai
negosiasi, Mempersiapkan tuntutan dan beberapa pilihan lain dan membuat suatu
agenda tersembunyi.
2. Selama Negosiasi
Negosiator yang efektif selalu tampak tenang dan yakin akan dirinya.
Negosiator harus berkomunikasi dengan jelas, asertif, memiliki keterampilan
mendengarkan yang baik, kemampuan untuk mengelompokkan kembali dan
fleksibilitas.
3. Setelah Negosiasi
Mengakhiri pertemuan jika salah satu pihak menjadi marah atau lelah.
Taktik Negosiasi Destruktif
Beberapa negosiator menang dengan menggunakan taktik manipulasi atau
intimidasi tertentu. Manajer yang sukses tidak menggunakan jenis taktik ini
namun mereka harus bersiap untuk menghadapi taktik ini. Taktik ini antara lain:
g. Mencari Konsensus
Konsensus berarti bahwa pihak yang bernegosiasi mampu mencapai kesepakatan yang dapat didukung semua pihak, atau setidaknya tidak ada yang
menentang. Pengambilan keputusan konsensus sebagai keputusan penyelesaian
konflik yang disepakati pada awalnya tidak memberikan kepuasan kepada setiap
orang yang terlibat dalam negosiasi tetapi mengindikasikan keinginan setiap pihak
untuk menerima kesepakatan kondisi itu.
Tantangan terbesar dalam menggunakan konsensus adalah menghabiskan
banyak waktu. Keputusan konsensus juga mengharuskan semua pihak yang
terlibat dalam negosiasi untuk memiliki keterampilan komunikasi yang baik dan
berpikiran terbuka serta fleksibel.
Menurut Hendel et al. (2005) Keterampilan yang harus dikuasai manajer
dalam mengatasi konflik dalam suatu unit adalah dengan komunikasi yang baik,
keterampilan konseling, hubungan interpersonal yang baik dan adanya prilaku
yang mendorong pemberian feedback dari staf.
2.2 Kepala Ruangan
2.2.1 Pengertian Kepala ruangan
Menurut Gillies (1994) ; McCarthy & Fitzpatrick ( 2009); Sitorus (2011),
kepala ruangan adalah manajer lini pertama ( first line ) dalam suatu unit rawat
pasien.
2.2.2 Tanggung jawab kepala ruangan
Menurut Sitorus (2011) kepala ruangan bertanggung jawab atas
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu ruang rawat/unit dengan
memberdayakan staf perawat dibawah tanggung jawabnya. Kepala ruangan
diharapkan sebagai manajer dan pemimpin yang efektif.
a. Kepala Ruangan sebagai Manajer yang efektif.
Komponen manajer yang efektif meliputi :
1. Kepemimpinan
Manajer bekerja melalui orang lain, oleh karena itu keterampilan
kepemimpinan mereka menjadi sangat penting. Seseorang tidak dapat menjadi
manajer ( kepala ruangan ) yang efektif tanpa mempunyai keterampilan yang
efektif Tappen (1995 dalam Sitorus 2011). Tanpa keterampilan kepemimpinan
manajer dapat membuat perencanaan, tetapi masih sulit melibatkan semua staf
untuk bekerja dengan baik karena manajer melupakan aspek hubungan
interpersonal. Manajer yang menjadi pemimpin yang efektif berarti meningkatkan
kesadaran diri, meningkatkan pengetahuan, kritis, menggunakan komunikasi yang
baik, menyadari perbedaan tujuan dan bersemangat dalam melakukan tugasnya.
2. Perencanaan
Perencanaan merupakan komponen manajemen yang efektif dan paling
sukar dilakukan serta paling sering diabaikan. Perencanaan merupakan hal yang
sangat essensial, menajer akan membuat perencanaan yang baik yang akan
menjadi petunjuk dalam mencapai tujuan. Terdapat beberapa jenis perencanaan
3. Pengarahan
Manajer yang efektif member pengarahan pada stafnya. Staf perlu
mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana melakukannya.
Pengarahan berarti memberi penugasan yang jelas, menetapkan deskripsi tugas
dan menetapkan ketenagaan yang dibutuhkan.
4. Monitoring.
Manajer yang efektif akan memonitorong stafnya secara regular. Kepala
ruangan bertanggung jawab terhadap pasien, staf dan administrator. Manajer perlu
memonitor stafnya secara individual tentang performa mereka.
5. Penghargaan
Manajer yang efektif menggunakan penghargaan untuk memotivasi
stafnya. Penghargaan bermacam-macam dari yang sederhana misalnya memberi
umpan balik yang positif sampai pemberian bonus.
6. Pengembangan
Manajer yang efektif berpandangan bahwa staf merupakan aset yang
berharga atau mahal bagi organisasi, oleh karena itu perlu dikembangkan. Hal ini
berarti menajer memberi kesempatan kepada staf untuk mengembangkan diri
melalui pelatihan, simposium atau mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.
7. Representasi
Manajer yang efektif akan mewakili staf atau membawa suara staf pada
diskusi atau rapat dengan manajer tingkat puncak (direktur). Manajer yang efektif
b. Kepala Ruangan sebagai Pemimpin yang efektif.
Komponen pemimpin yang efektif meliputi :
1. Pengetahuan
Pemimpin memahami tentang kepemimpinan antara lain pengertian, gaya
kepemimpinan, bagaimana menjadi pemimpin yang efektif termasuk dalam
memanajemen konflik dan pengetahuan tentang bidang kepakarannya. Pemimpin
cenderung menjadi tempat bertanya bagi orang lain. Pengetahuan yang baik ini
juga menjadi modal utama dalam mempengaruhi orang lain karena ia mampu
menghasilkan ide-ide baru. Calon kepala ruangan sebaiknya sudah mendapat
pelatihan mengenai manajemen konflik dan setelah menjadi kepala ruangan
sebaiknya secara berkesinambungan mendapat pelatihan dan bimbingan
mengenai manajemen konflik (Abubakar, 2008)
2. Kesadaran diri
Pemimpin mempunyai kesadaran diri yang baik. Dia menyadari
kelebihannya tetapi juga kelemahannya. Karena ia menyadari kelebihan dan
kekurangannya ia menjadi fleksibel, lebih mandiri dan tidak tergantung pada
orang lain. Dia dapat mengekspresikan perasaan senang dan penghargaan kepada
orang lain. Kesadaran diri ini penting karena bila seseorang menyukai dirinya,
orang tersebut akan lebih disukai orang lain. Kalau seseorang merasa dirinya
seorang pemimpin, dia akan cenderung menjadi pemimpin.
3. komunikasi
Untuk menjadi pemimpin yang efektif, seseorang harus menjadi pendengar