• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan: Studi Fenomenologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan: Studi Fenomenologi"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

PENGALAMAN KEPALA RUANGAN DALAM MENGELOLA

KONFLIK DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH

SAKIT UMUM PEMERINTAH DI KOTA MEDAN:

STUDI FENOMENOLOGI

TESIS

Oleh

NELLY BR BARUS

127046034 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGALAMAN KEPALA RUANGAN DALAM MENGELOLA

KONFLIK DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH

SAKIT UMUM PEMERINTAH DI KOTA MEDAN:

STUDI FENOMENOLOGI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

NELLY BR BARUS

127046034 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 25 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D ANGGOTA : 1. Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep

(5)
(6)

Judul Tesis : Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah

Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan:

Studi Fenomenologi

Nama Mahasiswa : Nelly Br Barus

Program Studi : Magister Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Kepala ruangan ICU harus dapat mengelola konflik secepat mungkin

untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi petugas kesehatan dan juga

bagi pasien dan keluarga pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi

pengalaman kepala ruangan ruang perawatan intensif. Jenis penelitian adalah

kualitatif desain penelitian fenomenologi deskriptif. Metode yang digunakan

adalah analysis Colaizzi. Tehnik purposive sampling digunakan dalam memilih

partisipan sebanyak 12 orang kepala ruangan yang memenuhi kriteria. Tehnik

pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian

mengidentifikasi 3 tema dengan 12 kategori yang menggambarkan respon kepala

ruangan terhadap peran dalam mengelola konflik, hambatan dalam mengelola

konflik dan dukungan dalam mengelola konflik. Kesimpulan dalam penelitian ini

(7)

sakit umum pemerintah di kota Medan. Disarankan pada penelitian selanjutnya

agar menggunakan metode observasi dan action research untuk memperoleh

perbandingan dengan hasil tesis ini.

(8)

Thesis Title : The Experiences of Ward Heads in Managing Conflicts in The Intensive Care Units of Public Hospitals in

Medan : A Phenomenological Study

Name : Nelly Br Barus

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization: Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

The head of the ICU has to be able to manage the conflict immediately to

create convenient atmosphere for health staffs, patients, and their families. The

objective of the research was to explore the experiences of the head of the ICU.

The research was qualitative with descriptive phenomenological approach. The

method used is Colaizzi analysis. The participants were 12 ward heads that met

the criteria, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered

by conducting in-depth interviews. The result of the research showed that there

were three themes with twelve categories which described the response of ward

head of role in managing conflicts, obstacles in managing conflicts and support in

managing conflicts. The conclusion of the research was that ward heads had

managing conflict in the Intensive Care Units of the public hospitals in Medan. It

is recommended to use observation and action research methods to obtain a

comparison with the results of this thesis in future.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul

“Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan

Intensif Rumah Sakit Pemerintah di Kota Medan : Studi Fenomenologi.

Penyusunan tesis ini dapat terlaksana dengan baik karena adanya berbagai

pihak yang berkontribusi, untuk itu dengan segala hormat dan penghargaan yang

setinggi-tingginya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara

2. Setiawan, S.Kp. MNS, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan juga

sebagai Penguji I tesis ini

3. Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku Sekretaris Program Studi Magister

Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

4. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku Pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingan dan pengarahan bagi terselesaikannya tesis ini.

5. Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku Pembimbing II yang juga telah banyak

memberikan bimbingan dan pengarahan bagi terselesaikannya tesis ini.

6. Mahnum Lailan Nasution S.Kep, Ns, M.Kep selaku Penguji II yang telah

(10)

7. Seluruh pihak RSUD Dr. Pirngadi Medan dan RSUP H. Adam Malik Medan

yang telah memberi kesempatan kepada peneliti untuk melakukan

pengumpulan data sehingga dapat terlaksana seluruh proses penelitian ini.

8. Orang tua Saya Alm. T. Barus dan N. Ginting yang selalu mendoakan saya

9. dr. Edi Priana Sembiring, suami Saya dan anak-anak Saya: Sarah, Nesya dan

Karen yang telah memberi dukungan moril, materil dan spiritual dalam

penyelesaian tesis ini.

10. Seluruh rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan II yang tidak bisa

disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi dukungan

untuk menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan

masukan yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan

penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya

profesi keperawatan.

Medan, 25 Agustus 2014

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Nelly Br Barus

Tempat/Tgl. Lahir : Kabanjahe, 14 Agustus 1978

Alamat : Jl. Dr Mansyur III Blok C No.1 Medan

No. Telp / Hp : 081264411239

Riwayat Pendidikan :

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SD Masehi 1 Kabanjahe 1990

SMP SMP Negeri 1 Kabanjahe 1993

SMA SMA Negeri 1 Kabanjahe 1996

D3 D3 Keperawatan FK USU 1999

S1 S1 PSIK USU 2002

Ners PSIK USU 2003

Riwayat Pekerjaan :

Staf Pengajar Akper YBS Medan mulai Februari 2003 - Maret 2013.

Staf Pengajar Akper Herna mulai Februari 2004 – Januari 2005

Staf Pengajar FIK Universitas Darma Agung Medan mulai Februari 2004 –

Sekarang.

(12)

Kegiatan Akademik Selama Studi :

International Nursing Conference The Application of Caring Science in Nursing

Education Advanced Research and Clinical Practice, 1-2 April 2013,

Faculty of Nursing of University of Sumatera Utara, Participant.

Seminar Keperawatan “ Nursing Leadership menyongsong Asean Community

2015” , 30 Januari 2013, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara, Peserta.

Seminar dan Workshop Keperawatan “Aplikasi Knowledge Management dalam

Administrasi Keperawatan di Rumah Sakit”, 13-14 Mei 2013, Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Panitia.

Medan, 25 Agustus 2014

(13)

DAFTAR ISI

2.1 Konsep Konflik dan Mengelola Konflik ... 8

2.2 Konsep Kepala Ruangan ... 35

2.3 Konsep Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit) ... 39

2.4 Konsep Rumah Sakit ... 50

4.2 Karakteristik Demografi Partisipan... 79

4.3 Pengalaman dalam Mengelola Konflik yang dialami Kepala Ruangan ... 81

4.3.1 Peran dalam Mengelola Konflik ... 81

(14)

4.3.3 Dukungan dalam Mengelola Konflik ... 97

BAB 5 PEMBAHASAN ... 104

5.1 Pembahasan Hasil Penelitian ... 104

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 121

5.3 Implikasi Keperawatan ... 122

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 124

6.1 Kesimpulan ... 124

6.2 Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 126

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Keterampilan Kepemimpinan dan Fungsi Manajemen

Tingkat Unit ………... 26

Tabel 2.2 Keterampilan Khusus dalam Mengelola Konflik……... 30

Tabel 2.3 Pengelolaan Keperawatan di Unit Perawatan Intensif… 45

Tabel 2.4 Kompetensi Perawat ICU……… 49

Tabel 2.5 Keabsahan Penelitian Kualitatif Kriteria Guba & Lincoln………. 55

Tabel 4.1 Karakteristik Demografi Partisipan Kepala Ruangan…. Perawatan Intensif di RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H Adam Malik Medan………. 80

Tabel 4.2.1 Peran dalam Mengelola Konflik……….. 86

Tabel 4.2.2 Hambatan dalam Mengelola Konflik……….. 96

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ……….. 131

1.1 Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan ……….… 132

1.2 Data demografi partisipan ………... 133

1.3 Panduan wawancara ……….… 134

Lampiran 2 Biodata Ekspert ……… 135

Lampiran 3 Izin Penelitian ……… 138

3.1 Surat izin dekan ……….….. 139

3.2 Surat Ethical Clereance ………..…... 141

3.3 Surat Izin pengambilan data ………. 142

(18)

Judul Tesis : Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah

Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan:

Studi Fenomenologi

Nama Mahasiswa : Nelly Br Barus

Program Studi : Magister Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Kepala ruangan ICU harus dapat mengelola konflik secepat mungkin

untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi petugas kesehatan dan juga

bagi pasien dan keluarga pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi

pengalaman kepala ruangan ruang perawatan intensif. Jenis penelitian adalah

kualitatif desain penelitian fenomenologi deskriptif. Metode yang digunakan

adalah analysis Colaizzi. Tehnik purposive sampling digunakan dalam memilih

partisipan sebanyak 12 orang kepala ruangan yang memenuhi kriteria. Tehnik

pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian

mengidentifikasi 3 tema dengan 12 kategori yang menggambarkan respon kepala

ruangan terhadap peran dalam mengelola konflik, hambatan dalam mengelola

konflik dan dukungan dalam mengelola konflik. Kesimpulan dalam penelitian ini

(19)

sakit umum pemerintah di kota Medan. Disarankan pada penelitian selanjutnya

agar menggunakan metode observasi dan action research untuk memperoleh

perbandingan dengan hasil tesis ini.

(20)

Thesis Title : The Experiences of Ward Heads in Managing Conflicts in The Intensive Care Units of Public Hospitals in

Medan : A Phenomenological Study

Name : Nelly Br Barus

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization: Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

The head of the ICU has to be able to manage the conflict immediately to

create convenient atmosphere for health staffs, patients, and their families. The

objective of the research was to explore the experiences of the head of the ICU.

The research was qualitative with descriptive phenomenological approach. The

method used is Colaizzi analysis. The participants were 12 ward heads that met

the criteria, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered

by conducting in-depth interviews. The result of the research showed that there

were three themes with twelve categories which described the response of ward

head of role in managing conflicts, obstacles in managing conflicts and support in

managing conflicts. The conclusion of the research was that ward heads had

managing conflict in the Intensive Care Units of the public hospitals in Medan. It

is recommended to use observation and action research methods to obtain a

comparison with the results of this thesis in future.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konflik adalah bagian dari kehidupan manusia yang timbul karena

kompleksitas hubungan manusia. Konflik berawal pada kenyataan bahwa setiap

individu adalah unik dan memiliki sistem nilai, filosofi, struktur kepribadian dan

latar belakang serta gaya yang berbeda-beda (Huber, 2000). Konflik adalah satu

fenomena yang ak a n selalu mewarnai interaksi sosial sehari-hari dan menyertai

kehidupan organisasi. Konflik secara umum didefenisikan sebagai perselisihan

internal atau eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antara

dua orang atau lebih (Marquis & Huston, 2003; Hendel, fish & Galon, 2009).

Ruang perawatan intensif atau intensive care unit (ICU) adalah unit

perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis,

cedera dengan penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga

kesehatan yang terlatih serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus

(Depkes RI, 2006). Keperawatan dalam ICU tergolong dalam keperawatan kritis

dimana pelayanan keperawatan berfokus pada pasien dalam keadaan kritis yang

memerlukan perawatan dan pengobatan yang intensif ( Mrayyan, 2009).

Menurut Sevel & Munro (2013) dan Coombs (2003) konflik di ICU

merupakan suatu hal yang umum, ICU ibarat lahan yang subur untuk tumbuhnya

(22)

pengembalian fungsi organ dan pemulihan kesehatan secara menyeluruh

pada pasien-pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa, melakukan banyak

tindakan perawatan yang cepat tepat dan pada saat yang bersamaan petugas ICU

harus memberikan informasi yang jelas dan jujur kepada pasien dan keluarga yang

sedang dalam keadaan emosi yang tertekan, selanjutnya ketika kematian tidak

dapat dihindarkan sering menjadi sumber terjadinya konflik di ICU (Azoulay,

Timsit, Sprung, Soares, Rusinova, Lafabrie et al., 2009).

Konflik yang sering terjadi di ICU adalah konflik dalam tim ICU seperti

konflik antara perawat dengan dokter, konflik antar tim di ICU misalnya

ketegangan antara perawatan klinis atau waktu pelaksanaan ekstubasi, konflik

antara tim ICU dengan pelayanan jasa konsultasi misalnya dalam penyediaan

antibiotik yang tidak disetujui oleh jasa konsultasi ICU (Sevel & Munro, 2013).

Konflik perawat dengan dokter lebih tinggi ditemukan di ruang ICU dibandingkan

dengan konflik perawat dengan dokter di bangsal (Mrayyan, 2009).

Konflik dokter dan perawat dapat menyebabkan kesalahan dalam

pengobatan, luka-luka pada pasien bahkan kematian pasien. Hal ini akan

mengakibatkan rumah sakit harus mengeluarkan biaya langsung dan tidak

langsung untuk mengatasi konflik. Biaya langsung akibat dari konflik adalah

biaya pengadilan,kehilangan produktifitas manajemen, biaya turnover karyawan,

kelemahan dan klaim kompensasi karyawan, kehilangan kontrak dengan provider,

peningkatan pengeluaran untuk mengganti kerugian pasien dan kerusakan

property yang disengaja. Biaya tidak langsung dari konflik adalah: kerusakan

(23)

pasien, biaya untuk kehilangan reputasi di pasar, dan peningkatan insiden prilaku

yang mengganggu dalam organisasi (Brinkert, 2010).

Suatu studi penelitian mengenai prevalensi, karakteristik dan faktor-faktor

resiko konflik yang terjadi di ICU diperoleh bahwa dari 7498 staf ICU (3223 ICU

yang berada di 24 negara) 5.268 (71,6%) melaporkan bahwa dalam waktu

seminggu sebelum survei dilakukan terdapat sedikitnya satu konflik di ICU,

dimana konflik yang paling sering adalah konflik antara perawat dengan dokter

32,6 %, 27,3% konflik antara perawat dengan perawat dan 26% adalah konflik

antara staf dengan keluarga pasien (Azoulay et al. 2009). Penyebab umum konflik

adalah prilaku personal, rasa tidak percaya, masalah komunikasi, kurangnya

dukungan psikologis perawat ICU dalam perawatan pasien yang sedang sekarat

dan adanya konflik dengan atasan. Konflik berat terkait dengan beban kerja,

komunikasi yang tidak memadai dan kurangnya dukungan psikologis bagi staf

dalam melakukan perawatan menjelang kematian pasien (Brinkert, 2010;

Edwards, Throndson & Girardin, 2012; Mrayyan, 2009; Azoulay, 2009)

Menurut studi penelitian Guerra, Prochnow, Trevizan, dan Guido (2011)

kepala ruangan di RS Brazil tidak mengetahui cara mengelola konflik

sebelumnya. Mereka belajar memanajemen konflik setelah diangkat menjadi

kepala ruangan. Banyak pengangkatan kepala ruangan berdasarkan kemampuan

klinisnya dengan sedikit atau bahkan tidak mempunyai kemampuan manajerial

sama sekali sehingga tidak mempunyai persiapan dalam pemecahan masalah,

mentoring staf atau tanggung jawab lain yang dibutuhkan dalam lingkungan

(24)

Studi penelitian Hendel, Fish & Galon (2005) mendapatkan bahwa

manajemen konflik yang paling umum digunakan oleh manajer keperawatan di

rumah sakit umum Israel adalah kompromi. Manajemen konflik kepala ruangan

yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap Instalasi Rindu A

RSUP H. Adam Malik Medan pada umumnya menggunakan gaya manajemen

kompromi diikuti dengan akomodasi, kompetisi (Purba & Fathi, 2012).

Kepala ruangan ICU sebagai manajer lini pertama yang secara langsung

mengelola seluruh sumber daya di unit perawatan intensif yang dipimpinnya

harus dapat mengelola konflik untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi

petugas kesehatan dan juga bagi pasien dan keluarga pasien. Kepala ruangan

harus mampu mengenali adanya konflik dan mampu memfasilitasi penyelesaian

konflik yang bersifat membangun/konstruktif secepat mungkin (Gillies,1994;

Mrayyan, 2009; Toren & Wagner, 2010). Kinerja dari perawat pelaksana sebagai

karyawan rumah sakit dapat menurun atau meningkat tergantung dari bagaimana

kemampuan kepala ruangannya sebagai manajer dan pemimpin mengelola

konflik sehari-hari dengan baik (Abubakar, 2008). Kinerja perawat pelaksana

yang buruk akibat konflik pada akhirnya akan mempengaruhi perawatan pasien

(Al-Hamdan et al. 2011).

Kepala ruangan juga sering dihadapkan pada situasi konflik yang

berhubungan dengan adanya tekanan antara kepentingan rumah sakit dan

nilai-nilai keperawatan professional. Kepala ruangan bertanggung jawab melindungi

pasien, keluarga pasien dan staf keperawatan dengan memperhatikan kesehatan

(25)

memperhatikan kebutuhan rumah sakit akan cost effectiveness dan efisiensi

sehingga dapat menimbulkan konflik peran pada kepala ruangan (Gillies, 1994;

Toren & Wagner, 2010).

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr.

Pirngadi di Medan, pemilihan tempat penelitian didasarkan atas RSUP H. Adam

Malik dan RSUD Dr. Pirngadi di Medan merupakan rumah sakit pemerintah

yang letaknya sangat strategis dan merupakan rumah sakit rujukan di provinsi

sumatera utara. Hasil wawancara dengan seorang kepala ruangan perawatan

intensif di RSUD Dr. Pirngadi pada tanggal 22 Oktober 2013 di RSUD Dr.

Pirngadi mengatakan bahwa di ruangan perawatan intensif yang dia pimpin sering

terjadi konflik. Konflik yang timbul di ruangan yang ia pimpin adalah konflik

antara sesama perawat, perawat dengan atasan, perawat dengan dokter dan juga

konflik antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarga pasien. Konflik

sering timbul akibat kurangnya disiplin kerja perawat dan adanya masalah

komunikasi antara petugas kesehatan di ICU.

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini ingin mempelajari secara

mendalam tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pengalaman kepala ruang

dalam mengelola konflik di ruang perawatan intensif serta mendapat informasi

tentang hambatan dan dukungan kepala ruangan dalam mengelola konflik.

Informasi tersebut dapat bermanfaat dalam menurunkan stress kerja kepala

ruangan yang bekerja di ruang rawat intensif sehingga dapat meningkatkan

(26)

1.2 Rumusan Masalah

Eksplorasi pengalaman kepala ruang dalam mengelola konflik di ruang

rawat intensif merupakan hal penting, mengingat: 1) Konflik terjadi secara alami

dan merupakan fenomena yang diperkirakan akan terjadi di dalam organisasi. 2)

Ruang perawatan intensif memiliki lebih banyak konflik dibandingkan ruang

bangsal. 3) Konflik dalam ruang perawatan intensif dapat berdampak positif atau

negatif tergantung pada kemampuan kepala ruangan mengelola konflik. 4)

Berbagai penelitian terkait pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik

di ruang perawatan intensif masih sangat terbatas.

Mengingat kepala ruangan sebagai individu yang unik dan berbeda satu

dengan yang lain, maka pengalaman persepsi dan responnya terhadap suatu

kejadian dan penghayatan individu tentang pengalaman juga akan bervariasi.

Angka kematian yang lebih tinggi di ruang perawatan intensif dibandingkan

dengan ruang rawt inap lainnya tentunya akan mempunyai pengalaman emosi

tersendiri bagi kepala ruangan selama mengelola konflik yang terjadi di ruangan

intensif yang dia pimpin. Dengan demikian maka pertanyaan dalam penelitian ini

adalah “Bagaimana pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang

(27)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi secara mendalam tentang

pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang rawat intensif di

rumah sakit umum pemerintah di kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi:

1.4.1 Praktik keperawatan

Hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai dasar dalam pembuatan

kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kinerja kepala ruangan di ruang

perawatan intensif dan menciptakan iklim organisasi yang baik sehingga bisa

mencegah terjadinya kerugian pada perawat maupun rumah sakit.

1.4.2 Manajemen Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada manajemen rumah

sakit terutama ruang perawatan intensif , bidang keperawatan serta direktur

umum dan SDM rumah sakit dalam rangka pengelolaan lingkungan kerja

perawat yang lebih kondusif

1.4.3 Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar penelitian selanjutnya

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Mengacu pada tujuan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi secara

mendalam tentang pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang

perawatan intensif rumah sakit umum pemerintah di kota Medan, maka berikut ini

akan diuraikan mengenai konsep dan teori tentang konflik dan mengelola konflik,

kepala ruangan, ruang rawat intensif dan rumah sakit

2.1 Konsep Konflik dan Mengelola Konflik 2.1.1 Pengertian Konflik

Menurut Huber (2000) Konflik adalah suatu bagian kehidupan yang

timbul karena adanya kompleksitas hubungan manusia dimana tiap-tiap orang

unik, memiliki sistem nilai, filosofi, struktur kepribadian, pemikiran dan gaya

hidup yang berbeda-beda. Marquis & Huston (2010) mendefinisikan konflik

sebagai suatu perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan

gagasan,nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih. Gillies (1994)

mendefenisikan konflik sebagai suatu perselisihan antara sikap bermusuhan atau

kelompok penentang atau ide-ide.

Diskusi panel antara dokter dan perawat ICU pada konferensi tahunan

European Society of Intensive Care Medicine (ESICM) tahun 2006,

menyimpulkan pengertian dari konflik yaitu suatu pertikaian, perselisihan,

(29)

satu individu yang terkait dengan manajemen pasien atau konflik

interpersonal (Azolay et al, 2009)

Dari berbagai defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan persepsi,

nilai dan latar belakang individu yang saling berinteraksi baik bersifat internal

atau eksternal yang terjadi antara dua individu atau lebih

2.1.2 Sumber Konflik

Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi

bergantung pada cara-cara individu menafsirkan, mempersepsi dan memberi

tanggapan terhadap lingkungan kerjanya. Swansburg (2000); Hendel et al. (2005)

mengemukakan bahwa penyebab konflik adalah:

a. Prilaku menantang

Prilaku menantang dapat menimbulkan konflik. Menurut Murphy (1984

dalam Swansburg 2000), menggambarkan tiga versi penantang; 1) Competitive

Bomner yang mudah menolak untuk bekerja. Sering menggerutu dengan

bergumam yang dapat diterjemahkan sebagai urus saja sendiri. Prilaku-prilaku ini

dilakukan untuk memancing respons manajerial. 2) Martyred Accomodator yang

menggunakan kepatuhan palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi

sambil juga melakukan ejekan dan hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk

mendapatkan dukungan yang lainnya. 3). Avoider penentang ini menghindarkan

(30)

b. Stress

Stress dapat menghasilkan kepenatan. Manajer perawat merasa penat

karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi.

Konfrontasi, ketidaksetujuan dan kemarahan adalah bukti dari stress dan konflik.

Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilaksanakan

antar manusia,termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi (Edward,

Throndson & Girardin, 2012)

c. Ruang

Ruangan yang sempit, sementara perawat yang harus berinteraksi secara

konstan dengan anggota staf lain, pengunjung dan tenaga kesehatan lain dapat

menimbulkan stress sehingga beresiko untuk terjadinya konflik

d. Kewenangan dokter

Perawat masa kini ingin lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab

professional dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Para dokter

kadang-kadang melalaikan usulan mereka sementara perawat menginginkan feed back, hal

ini dapat membuat gagalnya komunikasi dua arah dan mengarah pada terjadinya

konflik (Coombs, 2003)

e. Keyakinan, nilai dan sasaran

Aktivitas atau persepsi-persepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik.

Hal ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang

berbeda dengan manajer perawat, dokter, pasien, pengunjung, keluarga, bagian

(31)

f. Penyebab lain

Perubahan menimbulkan konflik yang pada gilirannya menghalangi

perubahan itu sendiri seperti perubahan kebijakan organisasi, mutasi, perubahan

metoda fungsional menjadi tim (Gillies, 1994; Marquis & Huston, 2010). Manusia

yang tidak dipersiapkan menghadapi perubahan akan menolaknya atau mengalami

kegagalan dalam mendukungnya. Suasana organisasi dan gaya kepemimpinan

dapat menimbulkan konflik . Usia dapat menimbulkan stress dan konflik. Pada

umumnya perawat yang baru selesai pendidikan ketika baru bekerja akan merasa

stress dan panik dalam bekerja ( Henry, 2012).

Sumber konflik di ruang perawatan intensif menurut Azolay et al. (2009) secara

umum terbagi 2 yaitu

a.Prilaku yang berkaitan dengan konflik

Kebencian pribadi, rasa tidak percaya, masalah komunikasi, tidak adanya

pertemuan staf keperawatan secara teratur, salah pengertian antar staf, salah

pengertian antara staf dengan keluarga pasien, prilaku staf yang tidak pantas,

kurangnya kemampuan kepala ruangan dalam memimpin suatu unit, membantah

informasi, kebijakan visitasi yang tidak adequat dan salah pengertian antara staf

dan pasien

b. Berkaitan dengan perawatan menjelang kematian pada pasien

Tidak adanya dukungan psikologis, belum optimalnya proses pengambilan

(32)

diabaikan, pengobatan yang sia-sia, keinginan pasien yang diabaikan dan

keputuasan mengenai kematian yang terlalu cepat atau terlalu lambat.

Menurut Edwards, Throndson, & Girardin (2012); Calvin, Lindy &

Clingon (2009) konflik yang dialami oleh perawat di ICU bersumber dari

mulainya perawatan akhir kehidupan pasien, lamanya perawatan pasien, keadaan

pasien yang gawat, faktor keluarga termasuk budaya dan kepercayaan, konflik

keluarga sebelumnya, ketidakhadiran keluarga dalam diskusi mengenai harapan

pasien, hambatan komunikasi, anggota keluarga yang merasa terasing dan

sedikitnya komunikasi antara tim ICU dengan keluarga.

2.1.3. Jenis Konflik

Menurut McElhaney (1996 dalam Hendel et al. 2005); Al-Hamdan et

al.(2011) Manajer keperawatan setiap hari berhubungan dengan konflik internal

dan konflik eksternal. Konflik juga dapat bersifat langsung atau tidak langsung.

Konflik langsung terjadi apabila orang yang berselisih memusatkan perhatian dan

tindakan mereka terhadap satu sama lain pada persoalan yang mendasari

perselisihan pendapat mereka. Konflik tidak langsung dimana anggota kelompok

menyerang satu sama lain melalui orang lain dan menyembunyikan persoalan

pokok dengan membicarakan persoalan lain (Gillies, 1994 )

Menurut Marquis dan Huston (2010) di dalam organisasi, konflik

dipandang secara vertikal dan horizontal. Konflik vertikal terjadi antara atasan dan

(33)

sama, misalnya konflik yang meliputi wewenang, keahlian dan praktik. Terdapat 3

kategori konflik yang utama yaitu:

a. Konflik intrapersonal

Konflik yang terjadi di dalam diri seseorang meliputi upaya untuk

mengklarifikasi nilai atau keinginan yang berlawanan. Bagi manajer, konflik

intrapersonal dapat disebabkan oleh berbagai area tanggung jawab yang terkait

dengan peran manajemen yaitu berkaitan dengan tanggung jawab terhadap

organisasi, pegawai, konsumen dan profesi

b. Konflik interpersonal

Konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan nilai, tujuan dan

keyakinan yang berbeda. Orang yang mengalami konflik ini dapat mengalami

pertentangan dalam komunikasi ke atas, bawah, horizontal dan diagonal.

c. Konflik interkelompok

Konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok orang, departemen

atau organisasi. Contoh konflik interkelompok adalah penggabungan dua

partisipan dengan perbedaan keyakinan yang sangat besar

Berdasarkan dampaknya Ivancevich (2005); Azolay et al (2009)

membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu:

a. Konflik fungsional (functional conflict)

Suatu konfrontasi antarkelompok yang dapat meningkatkan dan

(34)

akan timbul kesadaran akan masalah, mencari solusi, perubahan adaptasi dan

inovasi.

b. Konflik Disfungsional (dysfunctional conflict)

Setiap konfrontasi atau interaksi antar kelompok yang membahayakan

organisasi atau menghambat organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya.

Timbulnya kejenuhan mengakibatkan tingginya turnover pada tenaga dokter dan

perawat.

Menurut Azoulay et al (2009); Edwards et al. (2012) Savel & Cindy

(2013), jenis-jenis konflik di ruangan ICU antara lain:

a. Konflik antara tim ICU dengan tim lain

Emosi yang tinggi dan keadaan lingkungan ICU dapat menjadi lahan yang

subur untuk tumbuhnya konflik. Konflik dapat timbul akibat ketidaksamaan

persepsi mengenai terapi dan ketepatan waktu pelaksanaan tindakan.

b. Konflik antara tim ICU dan Pelayanan konsultasi

Tim konsultasi merasa dihina apabila tim ICU tidak melakukan

rekomendasi yang diberikan sementara tim ICU memiliki pertimbangan berbeda

dengan rekomendasi yang telah diberikan oleh tim konsultan sehingga tim ICU

sering tidak melakukan rekomendasi dari konsultan. Hal ini sering menimbulkan

kesalahpahaman dan masalah dalam komunikasi yang harus segera diselesaikan

c. Konflik dalam tim ICU

Dalam tim ICU konflik yang sering terjadi adalah konflik antara dokter

dengan perawat dan konflik antar perawat. Konflik antara perawat dengan dokter

(35)

d. Konflik tim ICU dengan pasien dan keluarga

Pasien ICU merasa harapannya mengenai perawatan akhir kehidupan sering tidak dipenuhi oleh tim ICU, sementara menurut tim ICU hal tersebut

mustahil karena pada umumnya pasien-pasien ICU mempunyai gangguan

kesadaran dan disamping itu keputusan mengenai kesehatan mereka juga banyak

dipengaruhi oleh keluarga (Kinoshita, 2007)

2.1.4 Proses Konflik

Menurut Marquis & Huston (2010); Guerra et al (2011) ada proses yang

terjadi pada konflik yang berkembang secara dinamis, sebelum berupaya atau

mencoba mengatasi konflik ,

seorang manajer harus mampu mengkaji 5 tahap konflik secara akurat,yaitu:

a. Konflik laten

Secara tidak langsung berisi tentang kondisi yang menyebabkan konflik,

misalnya kurangnya tenaga perawat dan perubahan yang cepat. Dalam tahap ini,

kondisi tersebut siap berkembang menjadi konflik, walaupun belum ada konflik

yang benar-benar terjadi dan mungkin tidak akan pernah terjadi. Akan ada lebih

banyak konflik yang tidak perlu terjadi karena dapat dicegah atau dikurangi jika

manajer dapat mengkaji secara lebih seksama adanya kondisi yang dapat

menyebabkan terjadinya konflik.

b. Konflik yang dipersepsikan( Substantif)

Konflik intelektual dan sering melibatkan isu serta peran. Konflik ini

dikenal secara logis dan tidak melibatkan perasaan orang yang terlibat konflik.

(36)

c. Konflik yang dirasakan

Terjadi ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakan antara lain

rasa bermusuhan, takut, tidak percaya dan marah. Konflik ini mungkin juga

dipersepsikan bukan dirasakan ( yaitu tidak ada emosi yang terkait dengan konflik

dan orang yang terlibat hanya memandangnya sebagai masalah yang perlu

diselesaikan). Orang juga dapat merasakan konflik, tetapi tidak mengetahui

masalahnya (yaitu mereka tidak mampu mengidentifikasi penyebab konflik yang

dirasakan.

d. Konflik yang dimanifestasikan ( Konflik jelas)

Konflik yang memerlukan tindakan berupa menarik diri, berdebat,

bersaing atau mencari penyelesaian konflik. Jika konflik mencapai tahap ini akan

sulit mencari penyelesaian tanpa menggunakan sumber lain

e. Akibat konflik

Akibat yang ditimbulkan oleh konflik mungkin lebih terlihat daripada

konflik itu sendiri jika konflik itu tidak ditangani secara konstruktif. Konflik akan

selalu menimbulkan dampak positif ataupun dampak negatif. Jika konflik dikelola

secara baik, orang yang terlibat konflik akan percaya bahwa ia akan diperlakukan

secara adil. Jika konflik dikelola secara buruk, isu konflik seringkali tetap ada dan

(37)

Gambar 2.1 Proses konflik Sumber Marquis & Huston ( 2010 )

Menurut Pondy (1967 dalam Huber, 2000); Guerra et al. (2011) proses

konflik terdiri dari 5 tahap yaitu:

a. Kondisi Laten

Proses dimulai dari kondisi anteseden seperti aturan yang tidak jelas,

kompetisi untuk mencari sumber-sumber yang langka atau menjadi satu bagian

dengan tujuan yang berbeda. Proses berbentuk siklus searah yang mana keadaan

atau situasi setelah konflik dapat menjadi konflik yang laten untuk konflik yang

akan datang.

b. Konflik yang dipersepsikan (Kognisi)

Konflik sudah mulai dipersepsikan atau disadari

Konflik yang dirasakan Konflik yang dipersepsikan

Penyelesaian konflik atau manajemen konflik

(38)

c. Konflik yang dirasakan

Konflik sudah dirasakan dan mempengaruhi emosi

d. Konflik yang dimanifestasikan

Ketegangan dalam konflik menyebabkan timbulnya suatu tindakan. Tahap

ini individu mungkin dengan kata-kata negatif , menyerang orang lain , atau

mencoba untuk mengubah situasi atau lingkungan sebagai cara untuk mengurangi

ketegangan

e. Setelah penyelesaian konflik

Setelah konflik dapat timbul dampak positif atau konstruktif apabila hasil

konflik menghasilkan resolusi yang positif atau berdampak negatif apabila

resolusi bersifat destruktif. Ingatan dan perasaan akan proses dari konflik dapat

menjadi konflik laten dan kemudian akan mengikuti siklus seperti Gambar 2.2

---

Gambar 2.2 Tahapan proses konflik menurut Pondy (1967 dalam Huber, 2000) Kondisi laten konflik mereka oleh karena adanya kekurangan staf

(39)

2.1.5 Dampak konflik

Menurut Henkin et al (1991 dalam Huber 2000) ; Hendel (2005) ; Brinkert

(2010) konflik dapat berdampak negatif ketika konflik menghasilkan ketakutan,

permusuhan, ancaman dan kurangnya rasa percaya, rasa jenuh, juga biaya

langsung dan biaya tidak langsung yang tinggi. Konflik juga dapat berdampak

positif karena menghasilkan unifikasi, integrasi, kreativitas, perubahan,

pemecahan masalah dan pertumbuhan serta kemampuan dalam mengelola konflik.

Konflik juga dapat memberi dampak konstruktif dan desktruktif. Dampak

konstruktif seperti meredakan konflik lebih lanjut, meningkatkan efektivitas,

meningkatkan keterikatan, menghasilkan pemimpin dan menguji basis kekuatan.

Dampak destruktif dari konflik adalah menurunkan kinerja, perkelahian dan

adanya stereotip negatif ( Huber, 2000)

2.1.6 Mengelola Konflik

Mengelola konflik mengacu pada model atau gaya yang digunakan oleh

salah satu atau kedua belah pihak untuk mengatasi konflik (Hendel et al, 2005)

Adapun gaya manajemen konflik berdasarkan beberapa pendapat ahli

yaitu:

.

Manajer perawat harus mempunyai tehnik atau keterampilan dalam mengelola

konflik yang bertujuan untuk memperluas pengertian tentang masalah-masalah

dan meningkatkan sejumlah kemungkinan alternatif dalam pemecahan konflik.

a. Menurut Marquis & Huston ( 2010 )

(40)

1. Kompromi atau negosiasi

Setiap pihak melepaskan salah satu tuntutannya. Walaupun banyak orang

melihat kompromi sebagai strategi penyelesaian masalah yang terbaik, pihak

yang menentang akan merasakan itu sebagai situasi kalah-kalah karena pihak

tersebut atau kedua belah pihak merasa bahwa mereka telah melepaskan tuntutan

lebih dari orang lain dan oleh karena itu mereka merasa dikalahkan. Agar

kompromi tidak menghasilkan situasi yang kalah-kalah, kedua belah pihak tidak

boleh melakukan kompromi lebih awal jika kolaborasi masih memungkinkan

dapat dilakukan.

2. Kompetisi

Digunakan ketika satu pihak memaksakan kehendaknya walaupun

mengorbankan orang lain. Hanya ada satu pihak yang menang, sehingga pihak

yang berkompetisi mencari jalan agar menang tanpa peduli akibatnya pada pihak

lain (Al-Hamdan, 2011) Strategi penyelesaian konflik menang-kalah membuat

pihak yang kalah menjadi marah, frustasi dan ingin membalas dendam di waktu

yang akan datang. Manajer dapat menggunakan kompetisi jika satu pihak

memiliki lebih banyak informasi atau pengetahuan tentang situasi daripada pihak

lain

3. Bekerja sama

Strategi ini merupakan win-win solution. Dalam kolaborasi kedua pihak

yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu

tujuan. Karena keduanya yakin akan tercapainya suatu tujuan yang telah

(41)

sebagai bagian dari situasi tersebut

4. Smoothing

Digunakan untuk mengatur situasi konflik. Seseorang menarik hati orang

lain yang terlibat dalam konflik untuk mengurangi komponen emosional dalam

konflik itu. Smoothing sering digunakan manajer agar seseorang mengakomodasi

atau bekerja sama dengan pihak lain. Smoothing terjadi ketika satu pihak dalam

konflik berupaya untuk memuji pihak lain atau berfokus pada hal yang disetujui

bersama, bukan pada perbedaan. Smoothing ini tepat digunakan pada konflik yang

ringan

5. Menghindar

Pihak yang terlibat menyadari adanya konflik, tetapi memilih untuk tidak

mengakuinya atau berupaya menyelesaikannya. Strategi ini dipilih biasanya bila

ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar

daripada menghindar atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika

masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya

6. Berkolaborasi

Berkolaborasi adalah cara penyelesaian masalah yang asertif dan

kooperatif yang menghasilkan penyelesaian menang-menang. Dalam kolaborasi

semua pihak mengesampingkan tujuan awalnya dan bekerja sama untuk

menentukan tujuan umum prioritas atau supraordinat. Untuk mencapai hal itu,

semua pihak menerima tanggung jawab supraordinat untuk mencapai tujuan supra

ordinat walaupun sangat sulit bagi semua pihak untuk mengesampingkan tujuan

(42)

perawat yang tidak senang karena tidak dapat cuti dihari yang diinginkannya

mungkin menemui penyelianya dan bersama menentukan tujuan supraordinat,

yaitu jumlah staf yang adekuat untuk memenuhi kriteria keamanan pasien. Jika

tujuan yang baru adalah tujuan yang ditetapkan bersama, setiap pihak akan

mempersepsikan bahwa mereka telah mencapai tujuan penting dan tujuan

supraordinant adalah tujuan yang paling penting. Untuk itu, fokus tetap pada

menyelesaikan masalah dan bukan pada mengalahkan (pihak lain).

b. Menurut Swansburg (2000); Hendel et al. (2005); Al-Hamdan et al. (2011); Kaitelidou et al. (2012)

Gaya dalam manajemen konflik yang dapat dilakukan manajer

keperawatan ada 5, antara lain:

1. Menghindar

Menghindar adalah suatu strategi yang memungkinkan kelompok konflik

menjadi dingin. Kepala ruangan melakukan pendekatan kepada pihak yang

mengalami konflik agar mengumpulkan informasi. Menghindar dapat digunakan

apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan

lebih banyak menguntungkan. Pada akhirnya manajer perawat sebagai pihak

ketiga perlu dilibatkan dalam mengumpulkan informasi.

2. Akomodasi

Manajer perawat yang merupakan kelompok dari konflik dapat

memungkinkan kelompok yang lain menghasilkan dan menempatkan

kebutuhan-kebutuhan lainnya terlebih dulu. Hal ini terutama merupakan strategi yang baik

(43)

secara harmonis dan mengembangkan bawahan dengan memungkinkan mereka

untuk membuat keputusan.

3. Kompetisi

Seorang manajer perawat sebagai penyelia dapat menunjukkan kekuasaan

posisinya pada bawahan. Hal ini memperkuat aturan-aturan disiplin. Ini adalah

posisi asertif yang tidak membantu mengembangkan tanggung jawab pada

pemecahan konflik pada kelompok bawahan

4. Kompromi

Mengambil jalan tengah dapat memecahkan konflik. Hal ini merupakan

strategi sementara bila memerlukan waktu untuk mendapatkan posisi permanen

yang memuaskan. Suatu kompromi yang menimbulkan ketidakpuasan pada kedua

kelompok adalah bukan sesuatu yang baik.

5. Kerja sama

Apabila kedua kelompok bekerja sama untuk memecahkan konflik, maka

keduanya akan merasa puas (Kaitelidou et al. 2012). Hal ini membutuhkan waktu

dan tenaga. Kerja sama menimbulkan kepuasan diantara perawat. Kerja sama

dapat dicapai dengan lebih baik melalui faktor kepemimpinan dan

faktor-faktor organisasional daripada faktor-faktor-faktor-faktor pribadi

c. Menurut Huber (2000)

Strategi resolusi Konflik antara lain:

1. Menghindar

(44)

atau kelompok tidak mengakui adanya konflik, mereka beranggapan bahwa

sselama mereka tidak mengakui ada masalah maka tidak ada masalah.

2. Menarik diri

Menarik diri dari situasi konflik. Strategi ini tidak menyelesaikan konflik,

namun dapat memberi kesempatan kepada manajer untuk memenangkan diri atau

menghindari konfrontasi

3. Smoothing

Strategi ini mengatakan semuanya akan beres. Strategi ini menggunakan

komunikasi verbal untuk meredakan emosi yang kuat.

4. Akomodatif

Strategi ini digunakan ketika ada kekuatan yang besar. Partai lebih kuat

ditampung untuk mempertahankan keharmonisan atau membangun hubungan

sosial.

5. Memaksa

Tehnik ini adalah langkah dominasi dan cara yang sewenang–wenang

untuk memanajemen konflik

6. Bersaing

Merupakan strategi yang dengan tegas mengatakan bahwa pihak yang satu

puas sementara yang lain

7. Kompromi

Strategi ini disebut membagi perbedaan. Strategi ini dipakai ketika

(45)

8. Kolaborasi

Para pihak yang terlibat konflik bekerja sama menemukan solusi yang

saling memuaskan

9. Tawar menawar dan negosiasi

Strategi ini merupakan upaya untuk membagi penghargaan kekuasaan atau

manfaat sehingga semua pihak mendapat sesuatu

10. Pemecahan masalah

Tujuan dari strategi ini adalah mencaba mendapat penerimaan solusi yang

menguntungkan bagi semua pihak. Proses pemecahan masalah digunakan untuk

mencapai solusi yang telah disetujui bersama

Keterampilan Mengelola Konflik

Penyelesaian konflik membutuhkan keterampilan kepemimpinan dan

fungsi manajemen yang tepat di seluruh tingkat hierarki organisasi (Marquis &

Huston, 2003) Pengetahuan mengenai mengelola konflik seharusnya mulai

diperoleh perawat selama dalam pendidikan (Hendel et al. 2005). Calon kepala

ruangan harus sudah mendapat pelatihan mengenai mengelola konflik dan setelah

menjadi kepala ruangan sebaiknya terus mendapat pelatihan dan bimbingan

mengenai mengelola konflik (Abubakar, 2008).

Menurut Judkins, Reid & Furlow (2006) pelatihan ketahanan pada manajer

perawat dapat mengurangi stress pada manajer keperawatan dan dapat membantu

manajer keperawatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi staf

(46)

tetap kuat berada dibawah tekanan, tidak menyerah dan mempunyai kemampuan

untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi stress.

Menurut Marquis & Huston (2010) Keterampilan kepemimpinan dan fungsi

manajemen tingkat unit antara lain:

TABEL 2.1 Keterampilan Kepemimpinan dan Fungsi Manajemen Tingkat Unit Peran kepemimpinan dan fungsi manajemen Terkait dengan Penyelesaian Konflik

Peran Kepemimpinan

1. Sadar diri dan bekerja dengan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan konflik intrapersonal

2. Mengatasi konflik segera setelah pertama kali dirasakan dan sebelum termanifestasikan.

3. Mencari penyelesaian menang-menang(win-win solution) jika memungkinkan 4. Memperkecil perbedaan persepsi antara pihak yang mengalami konflik dan

memperluas pengertian kedua belah pihak tentang masalah

5. Membantu pegawai mengidentifikasi alternatif penyelesaian konflik 6. Mengenali dan menerima perbedaan individual yang dimiliki staf

7.Menggunakan keterampilan komunikasi asertif untuk meningkatkan cara persuasif dan membantu komunikasi terbuka

8. Menjadi model peran yang jujur dan mengupayakan negosiasi kolaboratif

Fungsi Manajemen

1. Menciptakan lingkungan kerja yang meminimalkan kondisi pencetus konflik. 2. Secara tepat menggunakan wewenang sah jika harus membuat keputusan yang

tidak popular atau cepat

3. Jika perlu, secara formal memfasilitasi penyelesaian konflik yang melibatkan pegawai

4. Menerima tanggung jawab secara mutual untuk mencapai tujuan supraordinat yang telah ditentukan sebelumnya.

5. Mendapatkan sumber yang dibutuhkan unit melalui strategi negosiasi yang efektif

6. Mengompromikan kebutuhan unit jika kebutuhan tersebut tidak kritis untuk menjalankan fungsi unit dan jika manajemen yang lebih tinggi melepaskan sesuatu yang sama berharganya

7. Mempersiapkan segalanya untuk melakukan negosiasi untuk mendapatkan sumber unit, termasuk penentuan lanjutan total biaya dan kemungkinan pertukaran sumber unit.

(47)

Menurut Swansburg (2000) manajemen konflik dapat dilakukan dengan:

a. Disiplin

Disiplin digunakan untuk mengelola atau mencegah konflik. Kepala

ruangan harus mengetahui peraturan dan ketetapan rumah sakit. Disiplin adalah

usaha terakhir dalam perbaikan prilaku personel yang tidak diinginkan. Peraturan

dan ketetapan harus beralasan dan berhubungan dengan pekerjaan. Peraturan-

peraturan yang tidak beralasan atau menunjukkan bias pribadi mengundang

pelanggaran.

b. Mempertimbangkan Tahap Kehidupan

Kebanyakan dari organisasi akan melibatkan perawat-perawat pada semua

tingkat kehidupan. Konflik dapat dikelola dengan mendukung individu perawat

dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam hidupnya. Ada tiga

tahap perkembangan yaitu:

1. Tahap dewasa muda.

Ini adalah tahap dimana seorang perawat membangun kariernya. Manusia

pada tingkaan ini mengejar pengetahuan, keterampilan dan bergerak kearah

kemajuan. Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan mempermudah pencapaian

karir.

2. Setengah Baya.

Individu telah menerima dengan apa yang telah dicapai dalam hidupnya.

Perawat pada tahap ini membantu untuk mengembangkan karier perawat-perawat

(48)

3. Setelah umur 55 tahun, orang dewasa mengintegrasikan ide ego dengan

pencapaian mereka. Pada tahap ini perawat berpikir dalam upaya menyelesaikan

pekerjaan dan pensiun.

c. Komunikasi

Komunikasi adalah suatu seni yang penting untuk memelihara suatu

lingkungan terapeutik dalam keperawatan ( Brinkert, 2010). Komunikasi

diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan mengatasi isu-isu sosial

emosional. Peningkatan komunikasi dapat mencegah konflik yaitu dengan:

1. Ajarkan staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran mereka

didalamnya.

2. Berikan informasi yang jelas pada setiap orang secara utuh, tidak terpisah-pisah

3. Pertimbangkan semua aspek situasi emosi, pertimbangan lingkungan, pesan

verbal dan nonverbal.

4. Mengembangkan keterampilan dasar dalam: Orientasi realitas, ketenangan

emosi dan fisik, mempunyai harapan-harapan positif untuk membangkitkan

respon positif, mendengarkan dengan aktif, memberi dan menerima informasi.

Mendengarkan dengan Aktif

Mendengarkan secara aktif atau asertif sering disebut stress listening,

penting untuk mengelola konflik. Tehnik-tehnik stress listening antara lain:

1. Jangan sama-sama marah, hanya akan menambah masalah. Tetap tenang dan

tidak berbelit-belit dalam berbicara.

(49)

nonverbal. Ramah, tenang,pelihara kontak mata serta jangan melakukan interupsi.

Usahakan masalah dapat terbuka. Buat personel menjadi senang. Bertindak secara

serius, ramah dan hormat.

3. Berikan pertanyaan-pertanyaan dan dengarkan jawaban-jawabannya. Tetapkan

alasan-alasan yang menimbulkan kemarahan.

4. Pisahkan fakta dari pendapat, termasuk pendapat anda sendiri.

5. Jangan memberi respons yang tergesa-gesa, rencanakan dengan baik.

6. Pertimbangkan pandangan personel terlebih dahulu.

7. Bantu personel dalam memecahkan masalah. Tanya dan dengarkan respons

yang diberikan

d. Lingkaran Kualitas

Lingkaran kualitas telah digunakan untuk mengurangi stress dengan

meningkatkan motivasi personel. Pelatihan ketahanan pada manajer perawat dapat

mengurangi stress pada manajer keperawatan dan dapat membantu manajer

keperawatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi staf

keperawatan. Pelatihan ketahanan ini mengajarkan para manajer keperawatan agar

tetap kuat berada dibawah tekanan, tidak menyerah dan mempunyai kemampuan

untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi stress ( Judkins et al. 2006)

e. Latihan Keasertifan

Perawat asertif mengetahui mereka bertanggung jawab hanya terhadap

pemikiran yang dimilikinya, perasaan dan tindakannya. Mereka dapat membantu

persoalan orang lain dengan baik sehingga mencegah konflik. Mereka mengetahui

(50)

perawat asertif. Manajer perawat sebaiknya mengkaji, bekerja sama, memberi

dukungan, tetap netral dan tidak memberi ancaman.

Sifat asertif dapat diajarkan melalui program-program pengembangan staf.

Pada program ini perawat diajarkan bagaimana cara belajar melalui respon-respon

yang baik. Mereka belajar untuk menerima tanggung jawab daripada

menyalahkan orang lain. Perawat asertif terpusat pada data dan isu-isu kapan

memberikan kritik yang membangun kepada manajer atau umpan balik yang

positif kepada staf.

e. Keterampilan khusus .

Manajer keperawatan harus memiliki keterampilan khusus dalam

mengelola konflik Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Keterampilan Khusus dalam Mengelola Konflik Keterampilan khusus manajer perawat

2

Buat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua Ciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini membuat orang senang untuk membuat usulan. Memberikan kekuatan bagi mereka meningkatkan pemikiran kreatif dan memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik

Katakan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.

Tekankan pemecahan masalah secara damai daripada konfrontasi. Bangun jembatan pengertian

Hadapi bila diperlukan untuk mempersiapkan perdamaian. Berikan pendidikan tentang prilaku. Katakan pada mereka tentang perilaku yang dirasakan, apa yang salah dan bagaimana cara memperbaikinya.

Mainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik. Jangan berperan sebagai orang yang bermuka dua dan berprilaku tidak menentu, yang dapat menimbulkan kebingungan diantara pekerja

Pertimbangkan waktu terbaik untuk semuanya. Jangan menunda waktu yang tidak menentu.

Fokuskan pada isu dan bukan pada kepribadian

(51)

10.

Tekankan pada persamaan kepentingan

Pisahkan isu-isu dan hadapi hal-hal yang penting untuk kedua kelompok. Periksa semua pemecahan masalah dan bila memilih salah satu harus dapat diterima oleh kedua kelompok.

Hindari penolakan yang berlebihan terhadap penilaian, bersikap melawan, menegur individu, memotong pernyataan perasaan dan memonopoli pembicaraan. Respon ini dapat meningkatkan frustasi dan tehnik manajemen yang tidak efektif

Bila konflik terjadi pada saat pengambilan keputusan atau tahap pelaksanaan, usahakan untuk mencapai kesepakatan. Persetujuan terhadap jalan yang ditempuh memberikan beberapa minat dari semua pihak. Cari kesepakatan daripada pertentangan

Ketahui hambatan-hambatan untuk kerja sama atau pemecahan, fokuskan terhadap dinamika konflik untuk pemecahannya.

Bedakan antara prilaku yang menantang dengan perilaku yang normal dalam kesalahan-kesalahan kerja. Menentang biasanya adalah perilaku individu. Tentukan siapa yang menentang dan siapkan untuk menghadapi secara emosional dan intelektual. Berjanji dengan seorang penentang pada suatu waktu. Bentuk kewibawaan dan kemampuan . Wawancarai secara pribadi: ajari, evaluasi, pecahkan, bombing dan buat perjanjian dengan penentang. Kerjakan dengan segera dan tindak lanjuti dalam 1-2 hari

Kuat dalam menghadapi orang marah.

Tetapkan siapa yang memiliki masalah. Bertanggung jawab sebagaimana kita memilikinya dan ucapkan terima kasih

Tetapkan kebutuhan-kebutuhan yang terlalaikan atau frustasi dan kebutuhan terhadap pengenalan dan pemeliharaan.

Bantu membedakan kebutuhan dan mimpi

Bangun kepercayaan dengan mendengarkan, mengklarifikasi dan memungkinkan tantangan dikeluarkan secara lengkap. Berilah umpan balik untuk meyakinkan bahwa anda mengerti. Biarkan orang tahu bahwa Anda memperhatikan dan mempercayai mereka. Tunjukkan pengenalan terhadap sudut pandang yang lain dan kemauan untuk bekerja memperbaiki hubungan. Lihat kenyataan. Minta umpan balik. Bila seorang staf perawat atau petugas lain mempunyai pandangan yang valid, kenali, maafkan bila perlu dan bersikap ikhlas.

Rundingkan kembali prosedur pemecahan masalah untuk mencegah kegusaran lebih lanjut, ketidakpercayaan dan sifat melawan.

Semua jenis konflik dalam unit dapat mengganggu hubungan kerja dan

(52)

dalam unit dan mengatasinya sesuai kebutuhan untuk meningkatkan penyelesaian

konflik secara kooperatif, jika tidak kolaboratif (Edward et al., 2012; Al-Hamdan

et al., 2010; Azoulay et al., 2009).

Berikut adalah daftar strategi yang dapat digunakan oleh manajer untuk

menangani konflik dalam unit secara efektif (Marquis & Huston, 2010).

a. Mendorong terjadinya konfrontasi.

Pegawai secara tidak tepat sering sekali mengharapkan manajer untuk

mengatasi konflik interpersonal mereka. Manajer seharusnya mendorong pegawai

untuk mengatasi masalah mereka sendiri

b. Konsultasi pihak ketiga

Manajer kadang kala dapat digunakan sebagai pihak yang netral untuk

membantu orang lain menyelesaikan konflik secara konstruktif. Ini seharusnya

dilakukan jika kedua belah pihak termotivasi untuk menyesaikan masalah dan jika

tidak ada perbedaan dalam kekuasaan atau status kedua pihak

c. Pemetaan tanggung jawab

Ketika ambiguitas timbul akibat peran yang tidak jelas atau peran baru,

sering kali semua pihak perlu berkumpul untuk memperjelas fungsi dan tanggung

jawab peran. Jika terbentuk area tanggung jawab bersama, manajer harus

benar-benar memperjelas area itu sebagai tanggung jawab terpenting, mekanisme yang

disetujui, layanan pendukung dan tanggung jawab untuk menginformasikan. Ini

teknik yang sangat berguna untuk konflik yurisdik dasar. Contoh konflik dapat

(53)

pada pendidik pelatihan dan manajer unit dalam menentukan dan merencanakan

kebutuhan program pendidikan untuk unit.

d. Perubahan Struktur

Kepala ruangan kadangkala perlu terlibat pada konflik yang terjadi dalam

unit dengan memindahkan atau memberhentikan pegawai. Perubahan struktur

lainnya adalah memindahkan pihak terkait ke departemen lain di bawah tanggung

jawab manajer lain, menambahkan penilik atau melakukan prosedur pencari

penyebab keluhan. Seringkali meningkatkan batas kewenangan untuk satu pihak

yang terlibat konflik akan bermakna sebagai perubahan struktur yang penting

dalam menyelesaikan konflik dalam unit.

e. Menunjuk satu pihak

Merupakan penyelesaian sementara yang harus digunakan dalam krisis

ketika tidak ada waktu untuk mengatasi konflik secara efektif. Manajer sementara

menunjuk satu pihak sehingga kerja sama akan terjadi sampai krisis berakhir.

Manajer harus membahas masalah pokoknya nanti, atau teknik ini akan menjadi

tidak berfungsi.

f. Menjadi Negosiator yang Ahli

Negosiasi dalam bentuk yang paling kreatif akan sama seperti kolaborasi

dan dalam bentuk yang dikelola dengan buruk akan mirip pendekatan kompetisi.

Negosiasi sering mirip dengan pendekatan kompromi. Tujuan utama negosiasi

yang efektif adalah membuat pihak lain merasa puas dengan hasilnya. Fokus

(54)

Kepala ruangan yang ingin berhasil dalam negosiasi harus siap, mampu

menggunakan strategi negosiasi yang tepat dan menerapkan penutupan dan tindak

lanjut yang tepat. Hal- hal yang perlu dilakukan kepala ruangan agar berhasil

dalam negosiasi antara lain:

1. Sebelum Negosiasi

Manajer harus siap secara sistematis untuk negosiasi. Informasi sebanyak

mungkin tentang isu yang akan dinegosiasikan perlu dikumpulkan oleh manajer

karena semakin banyak informasi yang dimiliki negosiator, semakin besar

kekuatannya dalam tawar menawar. Manajer juga memutuskan waktu memulai

negosiasi, Mempersiapkan tuntutan dan beberapa pilihan lain dan membuat suatu

agenda tersembunyi.

2. Selama Negosiasi

Negosiator yang efektif selalu tampak tenang dan yakin akan dirinya.

Negosiator harus berkomunikasi dengan jelas, asertif, memiliki keterampilan

mendengarkan yang baik, kemampuan untuk mengelompokkan kembali dan

fleksibilitas.

3. Setelah Negosiasi

Mengakhiri pertemuan jika salah satu pihak menjadi marah atau lelah.

Taktik Negosiasi Destruktif

Beberapa negosiator menang dengan menggunakan taktik manipulasi atau

intimidasi tertentu. Manajer yang sukses tidak menggunakan jenis taktik ini

namun mereka harus bersiap untuk menghadapi taktik ini. Taktik ini antara lain:

(55)

g. Mencari Konsensus

Konsensus berarti bahwa pihak yang bernegosiasi mampu mencapai kesepakatan yang dapat didukung semua pihak, atau setidaknya tidak ada yang

menentang. Pengambilan keputusan konsensus sebagai keputusan penyelesaian

konflik yang disepakati pada awalnya tidak memberikan kepuasan kepada setiap

orang yang terlibat dalam negosiasi tetapi mengindikasikan keinginan setiap pihak

untuk menerima kesepakatan kondisi itu.

Tantangan terbesar dalam menggunakan konsensus adalah menghabiskan

banyak waktu. Keputusan konsensus juga mengharuskan semua pihak yang

terlibat dalam negosiasi untuk memiliki keterampilan komunikasi yang baik dan

berpikiran terbuka serta fleksibel.

Menurut Hendel et al. (2005) Keterampilan yang harus dikuasai manajer

dalam mengatasi konflik dalam suatu unit adalah dengan komunikasi yang baik,

keterampilan konseling, hubungan interpersonal yang baik dan adanya prilaku

yang mendorong pemberian feedback dari staf.

2.2 Kepala Ruangan

2.2.1 Pengertian Kepala ruangan

Menurut Gillies (1994) ; McCarthy & Fitzpatrick ( 2009); Sitorus (2011),

kepala ruangan adalah manajer lini pertama ( first line ) dalam suatu unit rawat

pasien.

(56)

2.2.2 Tanggung jawab kepala ruangan

Menurut Sitorus (2011) kepala ruangan bertanggung jawab atas

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu ruang rawat/unit dengan

memberdayakan staf perawat dibawah tanggung jawabnya. Kepala ruangan

diharapkan sebagai manajer dan pemimpin yang efektif.

a. Kepala Ruangan sebagai Manajer yang efektif.

Komponen manajer yang efektif meliputi :

1. Kepemimpinan

Manajer bekerja melalui orang lain, oleh karena itu keterampilan

kepemimpinan mereka menjadi sangat penting. Seseorang tidak dapat menjadi

manajer ( kepala ruangan ) yang efektif tanpa mempunyai keterampilan yang

efektif Tappen (1995 dalam Sitorus 2011). Tanpa keterampilan kepemimpinan

manajer dapat membuat perencanaan, tetapi masih sulit melibatkan semua staf

untuk bekerja dengan baik karena manajer melupakan aspek hubungan

interpersonal. Manajer yang menjadi pemimpin yang efektif berarti meningkatkan

kesadaran diri, meningkatkan pengetahuan, kritis, menggunakan komunikasi yang

baik, menyadari perbedaan tujuan dan bersemangat dalam melakukan tugasnya.

2. Perencanaan

Perencanaan merupakan komponen manajemen yang efektif dan paling

sukar dilakukan serta paling sering diabaikan. Perencanaan merupakan hal yang

sangat essensial, menajer akan membuat perencanaan yang baik yang akan

menjadi petunjuk dalam mencapai tujuan. Terdapat beberapa jenis perencanaan

(57)

3. Pengarahan

Manajer yang efektif member pengarahan pada stafnya. Staf perlu

mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana melakukannya.

Pengarahan berarti memberi penugasan yang jelas, menetapkan deskripsi tugas

dan menetapkan ketenagaan yang dibutuhkan.

4. Monitoring.

Manajer yang efektif akan memonitorong stafnya secara regular. Kepala

ruangan bertanggung jawab terhadap pasien, staf dan administrator. Manajer perlu

memonitor stafnya secara individual tentang performa mereka.

5. Penghargaan

Manajer yang efektif menggunakan penghargaan untuk memotivasi

stafnya. Penghargaan bermacam-macam dari yang sederhana misalnya memberi

umpan balik yang positif sampai pemberian bonus.

6. Pengembangan

Manajer yang efektif berpandangan bahwa staf merupakan aset yang

berharga atau mahal bagi organisasi, oleh karena itu perlu dikembangkan. Hal ini

berarti menajer memberi kesempatan kepada staf untuk mengembangkan diri

melalui pelatihan, simposium atau mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.

7. Representasi

Manajer yang efektif akan mewakili staf atau membawa suara staf pada

diskusi atau rapat dengan manajer tingkat puncak (direktur). Manajer yang efektif

(58)

b. Kepala Ruangan sebagai Pemimpin yang efektif.

Komponen pemimpin yang efektif meliputi :

1. Pengetahuan

Pemimpin memahami tentang kepemimpinan antara lain pengertian, gaya

kepemimpinan, bagaimana menjadi pemimpin yang efektif termasuk dalam

memanajemen konflik dan pengetahuan tentang bidang kepakarannya. Pemimpin

cenderung menjadi tempat bertanya bagi orang lain. Pengetahuan yang baik ini

juga menjadi modal utama dalam mempengaruhi orang lain karena ia mampu

menghasilkan ide-ide baru. Calon kepala ruangan sebaiknya sudah mendapat

pelatihan mengenai manajemen konflik dan setelah menjadi kepala ruangan

sebaiknya secara berkesinambungan mendapat pelatihan dan bimbingan

mengenai manajemen konflik (Abubakar, 2008)

2. Kesadaran diri

Pemimpin mempunyai kesadaran diri yang baik. Dia menyadari

kelebihannya tetapi juga kelemahannya. Karena ia menyadari kelebihan dan

kekurangannya ia menjadi fleksibel, lebih mandiri dan tidak tergantung pada

orang lain. Dia dapat mengekspresikan perasaan senang dan penghargaan kepada

orang lain. Kesadaran diri ini penting karena bila seseorang menyukai dirinya,

orang tersebut akan lebih disukai orang lain. Kalau seseorang merasa dirinya

seorang pemimpin, dia akan cenderung menjadi pemimpin.

3. komunikasi

Untuk menjadi pemimpin yang efektif, seseorang harus menjadi pendengar

Gambar

Gambar 2.1 Proses konflik Sumber Marquis & Huston ( 2010 )
Gambar 2.2 Tahapan proses konflik menurut Pondy (1967 dalam Huber, 2000)
Tabel 2.3 Pengelolaan Keperawatan di Unit Perawatan Intensif
Tabel 2.4 Kompetensi Perawat ICU
+5

Referensi

Dokumen terkait

 Membuat rancangan dalam bentuk gambar/tertulis kegiatan modifikasi media dan wadah tanam tanaman sayuran yang meliputi sarana produksi, teknik

Penelitian dari Alif (2015) tentang Pengaruh Motivasi Kerja, Pengembangan Karir dan Lingkungan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan

Surat yang memberi perintah pada bank untuk membayar sejumlah uang kepada pihak penerima pembayaran

Struktur sosiai pada contoh tersebut adalah. Di dalam masyarakat dijumpai kelompok sosial yang memiliki nama belakang Sitompul... Napitupulu, Sirait dan

Hal ini disebabkan definisi terhadap e-waste sangat bergantung dari persprektif tiap orang, pada kenyataanya e-waste di Indonesia terdapat dua versi yaitu, limbah yang

DINAS PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN WONOSOBO TAHUN ANGGARAN

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Pekerjaan Pengadaan Bahan dan Perlengkapan Kegiatan Budidaya dan Pasca Panen Sayuran Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Pekerjaan Pengadaan Bahan dan Perlengkapan Kegiatan Pelatihan Pengolahan Gula Kelapa Dinas Pertanian dan Perikanan