• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik (Humus dan Cocopeat) Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon Putih (Anthocephalus cadamba. Roxb. Miq)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik (Humus dan Cocopeat) Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon Putih (Anthocephalus cadamba. Roxb. Miq)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH APLIKASI PUPUK ORGANIK

(HUMUS DAN KOMPOS COCOPEAT) TERHADAP

PERTUMBUHAN SEMAI JABON PUTIH

(Anthocephalus cadamba. Roxb. Miq)

SKRIPSI

Oleh :

MASDERITA SARAGIH 091201006

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014

(2)

PENGARUH APLIKASI PUPUK ORGANIK

(HUMUS DAN KOMPOS COCOPEAT) TERHADAP

PERTUMBUHAN SEMAI JABON PUTIH

(Anthocephalus cadamba. Roxb. Miq)

SKRIPSI

Oleh :

MASDERITA SARAGIH 091201006

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014

(3)

ABSTRAK

MASDERITA SARAGIH: Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik (Humus dan Kompos Cocopeat) Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon Putih (Anthocephalus cadamba. Roxb. Miq) di bawah bimbingan Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS dan NELLY ANNA S.Hut., M.Si.

Jabon Putih merupakan salah satu jenis tanaman yang pertumbuhannya sangat cepat dan dapat tumbuh subur di daerah tropis yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Perbanyakan tanaman Jabon Putih di pembibitan mempunyai tujuan utama sebagai upaya penyediaan bibit berkualitas baik dalam jumlah yang memadai sesuai dengan rencana penanaman. Untuk itu penelitian telah dilakukan di rumah kasa Fakultas Pertanian dan di Laboratorium Sentral, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dari bulan September 2013 sampai November 2013 menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu jenis (humus dan kompos cocopeat) dan jumlah pupuk organik (500 gr/polibag, 250 gr/polybag, dan 167 gr/polibag). Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi, pertambahan diameter, jumlah daun, luas daun, berat basah tajuk dan akar, serta berat kering tajuk dan akar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pupuk organik berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, jumlah daun, luas daun,berat basah dan kering tajuk, serta berat basah dan kering akar. Jumlah pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan semai. Sedangkan interaksi perlakuan jenis dan jumlah pupuk organik berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, diameter, berat basah akar dan berat kering akar. Hasil yang terbaik diperoleh pada interaksi perlakuan A1B1 (humus 500 gr/polibag).

(4)

ABSTRACT

MASDERITA SARAGIH: Effect of Organic Fertilizer Application (Humus and Compost Cocopeat) on growth of seedling Jabon Putih (Anthocephalus cadamba. Roxb. Miq) under the guidance of Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS and NELLY ANNA S.Hut., M.Sc.

Jabon Putih is one kind of plant that is growing very fast and can flourish in the tropics that can be used for various purposes. Jabon Putih plant propagation in the nursery as a main goal the provision of good-quality seed in adequate amounts in accordance with the planting plan. For that research has been done on the home screen in the Faculty of Agriculture and the Central Laboratory, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra from September 2013 to November 2013 using a completely randomized factorial design with 2 factors, namely the type (humus and compost cocopeat) and the amount of organic fertilizer (500 g/polybag, 250 gr/polybag, and 167g/polybag). Parameters measured were higher accretion, accretion diameter, number of leaves, leaf area, fresh weight and root crown, and crown and root dry weight. The results showed that the type of organic fertilizer significantly affected as height, number of leaves, leaf area, fresh weight and dry canopy, as well as wet and dry weight of roots. The number of organic fertilizer had no significant effect on seedling growth parameters. While the interaction of treatment type and amount of organic fertilizer significantly affected as height, diameter, root fresh weight and dry weight of roots. The best results obtained on the interaction of treatment A1B1 (humus 500 g/polybag).

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pagaranlambung II pada tanggal 26 Januari 1991 dari

Ayah Djannes Saragih dan Ibu Sedni Hutagalung. Penulis merupakan anak ke dua

dari delapan bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SD No. 173150 Sidari Kecamatan

Adiankoting. Tahun 2006 lulus dari SMP Negeri 2 Adiankoting Kecamatan

Adiankoting, dan tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Adiankoting

Kecamatan Adiankoting Kabupaten Tapanuli Utara. Pada tahun yang sama

penulis lulus seleksi masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

(USU) melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Penulis

memilih jurusan Budidaya Hutan, Program Studi Kehutanan.

Selama mengikuti kuliah, penulis mengikuti kegiatan organisasi

kemahasiswaan HIMAS dan sebagai asisten praktikum di Laboratorium

Bioteknologi Kehutanan tahun 2013. Penulis mengikuti kegiatan Praktik

Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) di Kawasan Tahura Bukit Barisan dan Hutan

Pendidikan Gunung Barus Kabupaten Karo Tanggal 27 Juni sampai dengan 6 Juli

2011.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Hutan Produksi

Hutan Tanaman Industri PT. Musi Hutan Persada (HPHTI MHP) Palembang,

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

rahmat dan Kasih_Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik (Humus dan Cocopeat) Terhadap

Pertumbuhan Semai Jabon Putih (Anthocephalus cadamba. Roxb. Miq)

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada ketua

komisi Pembimbing Dr.Ir. Edi Batara Mulya Siregar, MS dan anggota komisi

pembimbing Nelly Anna, S.Hut., M.Si yang telah membimbing dan memberikan

berbagai masukan kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua rekan mahasiswa yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik

dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

penyempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang kehutanan.

Medan, Januari 2014

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Pelaksanaan Penelitian ... 11

Persiapan lahan ... 11

Penyediaan bahan tanaman (semai) ... 11

Persiapan media tanam ... 11

Penanaman ... 12

Pemeliharaan ... 12

Pemupukan ... 12

Metode Penelitian ... 12

Parameter Penelitian ... 13

Tinggi semai (cm) ... 13

Pertambahan Tinggi Semai Jabon Putih (cm) ... 17

(8)

Jumlah Daun (helai) ... 20

Luas Daun Semai (cm2) ... 21

Berat Basah Tajuk (gr) ... 22

Berat Basah Akar (gr) ... 23

Berat Kering Tajuk (gr) ... 24

Berat Kering Akar (gr) ... 24

Pembahasan ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31

Saran ... 31 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Komponen utama dan sifat kimia humus ... 9

2. Komponen utama dan sifat kimia kompos cocopeat ... 10

3. Kombinasi perlakuan ... 13

4. Hasil analisis jumlah pupuk organik yang digunakan... 16

5. Rataan pertambahan tinggi semai (cm) dan hasil uji lanjut Duncan ... 17

6. Rataan pertambahan diameter (mm) dan hasil uji lanjut Duncan ... 19

7. Rataan pertambahan jumlah daun (helai) dan hasil uji lanjut Duncan. ... 20

8. Rataan luas daun semai (cm2) dan hasil uji lanjut Duncan ... 21

9. Rataan berat basah tajuk (gram) dan hasil uji lanjut Duncan... 23

10.Rataan berat basah akar (gram) dan hasil uji lanjut Duncan ... 23

11.Rataan berat kering tajuk (gram) dan hasil uji lanjut Duncan ... 24

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Grafik rata-rata pertambahan tinggi semai Jabon Putih dari minggu ke-2 sampai minggu ke-9 ... 18

2. Grafik rata-rata pertambahan diameter semai Jabon Putih dari minggu ke-2 sampai minggu ke-9 ... 19

3. Grafik pertambahan jumlah daun semai jabon putih dari minggu ke-2 sampai minggu ke-9 ... 21

4. Histogram rataan luas daun semai Jabon Putih pada penambahan pupuk

organik yang berbeda. ... 22

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Kandungan unsur hara pupuk daun Growmore 6-30-30 yang digunakan

2. Rataan pertambahan tinggi semai pengamatan dari minggu ke-2 sampai minggu ke-9

3. Pertambahan tinggi semai tiap perlakuan

4. Analisis sidik ragam pertambahan rata-rata tinggi semai

5. Rataan pertambahan diameter semai (mm) pengamatan minggu ke-2 sampai minggu ke-9

6. Pertambahan diameter semai (mm) tiap perlakuan

7. Analisis sidik ragam pertambahan rata-rata diameter semai

8. Pertambahan jumlah daun semai (helai) pengamatan minggu ke-2 sampai minggu ke-9

9. Pertambahan jumlah daun semai tiap perlakuan

10.Analisis sidik ragam pertambahan rata-rata jumlah daun (helai)

11.Rataan luas daun semai

12.Luas daun semai (cm2)

13.Analisis sidik ragam luas daun

14.Rataan berat basah tajuk dan berat basah akar serta berat kering tajuk dan akar

15.Berat basah tajuk (gr)

16.Analisis sidik ragam berat basah tajuk

17.Berat basah akar (gr)

18.Analisi sidik ragam berat basah akar (gr)

19.Berat kering tajuk

(12)

21.Berat kering akar

22.Analisis sidik ragam berat kering akar

23.Dokumentasi penelitian

Pemilihan semai A. cadamba Pencampuran media tanam Penanaman semai A. cadamba

Pengukuran tinggi semai pada awal pengamatan Pemupukan semai A. cadamba

Pertumbuhan semai pada perlakuan A1B1 Pertumbuhan semai pada perlakuan A1B2 Pertumbuhan semai pada perlakuan A1B3 Pertumbuhan semai pada perlakuan A2B1 Pertumbuhan semai pada perlakuan A2B2 Pertumbuhan semai pada perlakuan A2B3 Semai yang telah dibersihkan

Daun digambar di kertas A4 Berat basah daun (gr)

Berat kering daun (gr) Berat kering akar (gr

(13)

ABSTRAK

MASDERITA SARAGIH: Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik (Humus dan Kompos Cocopeat) Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon Putih (Anthocephalus cadamba. Roxb. Miq) di bawah bimbingan Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS dan NELLY ANNA S.Hut., M.Si.

Jabon Putih merupakan salah satu jenis tanaman yang pertumbuhannya sangat cepat dan dapat tumbuh subur di daerah tropis yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Perbanyakan tanaman Jabon Putih di pembibitan mempunyai tujuan utama sebagai upaya penyediaan bibit berkualitas baik dalam jumlah yang memadai sesuai dengan rencana penanaman. Untuk itu penelitian telah dilakukan di rumah kasa Fakultas Pertanian dan di Laboratorium Sentral, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dari bulan September 2013 sampai November 2013 menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu jenis (humus dan kompos cocopeat) dan jumlah pupuk organik (500 gr/polibag, 250 gr/polybag, dan 167 gr/polibag). Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi, pertambahan diameter, jumlah daun, luas daun, berat basah tajuk dan akar, serta berat kering tajuk dan akar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pupuk organik berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, jumlah daun, luas daun,berat basah dan kering tajuk, serta berat basah dan kering akar. Jumlah pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan semai. Sedangkan interaksi perlakuan jenis dan jumlah pupuk organik berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, diameter, berat basah akar dan berat kering akar. Hasil yang terbaik diperoleh pada interaksi perlakuan A1B1 (humus 500 gr/polibag).

(14)

ABSTRACT

MASDERITA SARAGIH: Effect of Organic Fertilizer Application (Humus and Compost Cocopeat) on growth of seedling Jabon Putih (Anthocephalus cadamba. Roxb. Miq) under the guidance of Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS and NELLY ANNA S.Hut., M.Sc.

Jabon Putih is one kind of plant that is growing very fast and can flourish in the tropics that can be used for various purposes. Jabon Putih plant propagation in the nursery as a main goal the provision of good-quality seed in adequate amounts in accordance with the planting plan. For that research has been done on the home screen in the Faculty of Agriculture and the Central Laboratory, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra from September 2013 to November 2013 using a completely randomized factorial design with 2 factors, namely the type (humus and compost cocopeat) and the amount of organic fertilizer (500 g/polybag, 250 gr/polybag, and 167g/polybag). Parameters measured were higher accretion, accretion diameter, number of leaves, leaf area, fresh weight and root crown, and crown and root dry weight. The results showed that the type of organic fertilizer significantly affected as height, number of leaves, leaf area, fresh weight and dry canopy, as well as wet and dry weight of roots. The number of organic fertilizer had no significant effect on seedling growth parameters. While the interaction of treatment type and amount of organic fertilizer significantly affected as height, diameter, root fresh weight and dry weight of roots. The best results obtained on the interaction of treatment A1B1 (humus 500 g/polybag).

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan kayu di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan,

sementara produksi dari hutan alam semakin menurun. Oleh karena itu perlu

adanya pembangunan hutan tanaman baik hutan tanaman industri (HTI) maupun

hutan rakyat yang merupakan pengelolaan hutan yang sangat penting sebagai

salah satu sasaran untuk memenuhi kebutuhan kayu. Program pembangunan hutan

cenderung memilih jenis-jenis yang mudah ditangani, baik dari jenis-jenis asli

setempat ataupun yang berasal dari luar. Di Indonesia pembangunan hutan masih

didominasi oleh jenis-jenis seperti Acacia mangium, Acacia crasicarpa,

Eucalyptus urophylla dan Eucalyptus deglupta (Krisnawati, dkk., 2011).

Selain jenis-jenis tanaman tersebut masih banyak jenis tanaman

endemik/tanaman asli Indonesia yang mempunyai keunggulan dalam

pertumbuhan maupun kualitas kayunya. Salah satunya adalah jenis Jabon Putih.

Jabon Putih merupakan salah satu jenis tanaman yang pertumbuhannya sangat

cepat dan dapat tumbuh subur di hutan tropis, dengan jenis tanah liat, tanah

lempung, podsolik, cokelat, dan tanah berbatu. Sehingga Jabon Putih dapat

digunakan untuk berbagai tujuan diantaranya, penghijauan, reklamasi lahan bekas

tambang dan pohon peneduh (Mulyana dkk., 2010). Untuk mendapatkan tanaman

yang baik perlu dilakukan pembudidayaannya yang baik pula. Perbanyakan

tanaman (pembibitan) mempunyai tujuan utama sebagai upaya penyediaan bibit

(16)

Menurut Hendromono (2003) mutu bibit sangat dipengaruhi oleh cara pengolahan

dan bahan yang digunakan untuk memproduksi bibit di persemaian.

Bahan atau media tumbuh tanaman yang biasa digunakan pada saat

pembibitan adalah top soil. Penggunaan top soil tidak cukup untuk menghasilkan

bibit yang berkualitas, maka perlu diberikan penambahan unsur hara bagi

tanaman. Unsur hara yang diperlukan tanaman dapat diperoleh dengan

penambahan pupuk (Rosmarkan dan Yuwono, 2002).

Media pembibitan yang baik adalah tanah yang mempunyai sifat fisik

seperti agregat mantap, kapasitas penahan air yang baik dan total ruang pori

optimal. Selain itu tanah juga harus mempunyai sifat kimia yang baik yaitu

mengandung bahan organik yang tinggi, mengandung unsur hara makro dan

mikro yang cukup, mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi dan lain

sebagainya. Kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dapat diperoleh dari

penggunaan pupuk organik. Menurut Hakim dkk., (1986) pupuk organik adalah

hasil akhir atau hasil dari perubahan atau penguraian bagian-bagian/sisa tumbuhan

dan hewan. Berdasarkan cara pembentukannya pupuk organik terdiri dari berbagai

jenis yaitu, pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, humus dan pupuk burung atau

guano (Lingga dan Marsono, 2004). Humus adalah sisa tumbuhan berupa daun,

akar, cabang dan batang yang sudah membusuk secara alami lewat bantuan

mikroorganisme (di dalam tanah) dan cuaca (di atas tanah).

Selain penggunaan pupuk organik yang berasal dari sisa tumbuhan

alternatif lain yang bisa digunakan adalah penggunaan kompos cocopeat (sabut

kelapa). Kompos cocopeat memiliki karakter fisik dan kimia yang sangat

(17)

conditioner, memiliki kadar pH antara 5–8 dan mudah dalam pertukaran ion

(Awang, 2009 dalam Agustin, dkk., 2010).

Berdasarkan hal tersebut, penulis perlu melakukan penelitian mengenai

“Pengaruh aplikasi pupuk organik (humus dan kompos cocopeat) terhadap

pertumbuhan semai jabon putih (Anthocephalus cadamba. Roxb. Miq).

Tujuan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui interaksi antara jenis pupuk organik

dan jumlah pupuk organik dan kombinasi taraf perlakuan terbaik dari penambahan

pupuk organik humus dan kompos cocopeat terhadap pertumbuhan semai Jabon

Putih.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai informasi bagi ilmu pengetahuan mengenai tingkat pertumbuhan

berbagai parameter Jabon Putih pada media tanam dengan penambahan

pupuk organik.

2. Sebagai bahan pertimbangan dna masukan dalam pengaplikasian pupuk

organik (humus dan kompos cocopeat) bagi pihak-pihak yang

mengembangkan hutan tanaman baik dalam HTI maupun pengembangan

hutan rakyat jenis Jabon Putih.

Hipotesis Penelitian

1. Adanya pengaruh interaksi antara jenis pupuk organik (humus dan kompos

cocopeat) terhadap pertumbuhan semai Jabon Putih.

2. Adanya kombinasi taraf perlakuan terbaik dari pemberian pupuk organik

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jabon Putih

Jabon Putih merupakan jenis pohon cepat tumbuh yang masuk dalam

famili Rubiaceae dan genus Anthocepalus, A. cadamba Roxb. Miq. ini bersinonim

dengan A. chinensis (Lamk) A. Rich, A. macrophyllus Roxb. Havil,

A. indicus Rich., A. morindaefolius Korth, Nauclea cadamba (Roxb.),

Neolamarkcia cadamba (Roxb) Bosser, Sarcocephalus cadamba (Roxb) Kurz.

Jabon Putih memiliki nama daerah galupai, johan, kalampain, kelempi

(Sumatera); jabon, jabun, hanja, kalampeyan, kelampaian (Jawa); jabon, jabun,

haja, kelampeyan (Kalimantan); pontua, suge manai, pekaung, toa (Sulawesi);

gumpayan, kelapan, mugawe (Nusa Tenggara); dan di Irian Jaya dinamakan

paribe, masarambi (Mansur, 2010).

Ciri umum Jabon yaitu kayu teras berwarna putih sampai putih

kekuningan. Batas antara kayu teras dengan kayu gubal tidak tegas. Kayu jabon

memiliki corak polos dengan tekstur agak halus dan rata. Arah seratnya lurus

kadang agak berpadu. Kayu ini memiliki permukaan agak mengkilap sampai

mengkilap, memiliki kesan raba yang licin sampai licin dan tingkat kekerasannya

agak lunak sampai agak keras (Martawidjaya, dkk., 1989).

Berdasarkan ciri-cirinya, taksonomi Jabon Putih digolongkan sebagai

berikut (Mansur dan Tuheteru, 2011):

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

(19)

Ordo : Rubiales

Familia : Rubiaceae (suku kopi-kopian)

Genus : Anthocephalus

Spesies : Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.

Kegunaan

Jabon merupakan jenis tumbuhan lokal yang dapat direkomendasikan

untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman karena pemanfaatan

kayunya sudah dikenal luas oleh masyarakat. Jabon merupakan jenis kayu yang

mempunyai berat jenis rata-rata 0,42 (0,29-0,56), kelas kuat III-IV dan kelas awet

V. Kayu jabon banyak digunakan untuk korek api, kayu lapis, peti pembungkus,

cetakan beton, mainan anak-anak, pulp dan kertas, kelompen dan kontruksi

darurat yang ringan. Kayunya mudah dibuat venir tanpa perlakuan pendahuluan

dengan sudut kupas 92º untuk tebal 1,5 mm. Perekatan venir kayu Jabon dengan

urea-formaldehida menghasilkan kayu lapis yang memenuhi persyaratan standard

Indonesia, Jepang, dan Jerman (Martawidjaya dkk., 1989).

Menurut Mulyana dkk., (2010) beberapa keunggulan tanaman Jabon

Putih dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Diameter batang dapat tumbuh hingga 10 cm/tahun.

2. Pemanenan kayu jabon relatif singkat (5 - 6 tahun).

3. Batang berbentuk silinder dengan tingkat kelurusan yang bagus.

4. Tidak memerlukan pemangkasan karena cabang akan rontok sendiri saat

tumbuh (self pruning).

5. Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan sengon.

(20)

kritis, seperti tanah liat, tanah lempung podsolik cokelat, dan tanah berbatu.

7. Tanaman jabon relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit bila

dibandingkan dengan sengon.

Silvikultur

Jabon Putih merupakan jenis tumbuhan penghasil kayu yang memiliki biji

sangat kecil sehingga untuk mengekstraksi atau memisahkan biji jabon dari

buahnya membutuhkan teknik khusus. Hartanto (2011) mengemukakan bahwa biji

jabon dapat diekstraksi dengan dua cara yaitu melalui ekastraksi kering dan

ekstraksi basah. Dikemukan juga bahwa pemisahan biji dari daging buah jabon

dengan cara ekstraksi kering memiliki kemurnian yang lebih kecil dibandingkan

dengan ekstraksi basah yaitu kurang dari 50%, hal ini disebabkan karena biji

tercampur dengan serbuk daging buah. Ekstraksi kering sering kali sulit dibedakan

antara biji dan daging buah yang berukuran hampir sama, sedangkan dalam

ekstraksi basah kemurnian biji jabon dapat mencapai 100% dan biji dapat dilihat

dengan jelas.

Menurut Martawidjaya dkk., (1989) perbanyakan Jabon Putih dapat

dilakukan dengan stump maupun stek pucuk dan relatif mudah dilakukan. Bibit

jabon yang siap ditanam di lapangan adalah bibit yang berumur 3 bulan. Waktu

penanaman bibit jabon di lapangan yang baik dilakukan pada permulaan musim

hujan dan curah hujan sudah cukup banyak sehingga tanah telah cukup lembab

agar pertumbuhan bibit dapat lebih tahan pada permulaannya. Jabon tidak

menuntut persyaratan tumbuh yang tinggi, akan tetapi untuk investasi sebaiknya

dilakukan pada tanah yang subur dan drainase baik. Jarak tanam 3 x 2 m atau 5 x

(21)

30 x 30 cm atau 40 x 40 x 40 cm tergantung kondisi tanah

(Direktorat Jenderal Kehutanan, 1980).

Peranan Pupuk Bagi Tanaman

Unsur yang diserap untuk pertumbuhan dna metabolisme tanaman

dinamakan hara tanaman. tanaman memerlukan unsur hara ensensial yang

diperoleh dari tanah (Hakim dkk., 1986). Fungsi hara tanaman tidak dapat

digantikan oleh unsur hara lain dan apabila unsur hara tidak tersedia maka

kegiatan metabolisme akan terganggu. Menurut Khaeruddin (1999) bahwa ada 16

unsur hara yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhannya, unsur hara tersebut

dapat dibedakan menjadi unsur hara gas, unsur hara mikro dan unsur hara makro.

Pengertian klasifikasi pupuk dapat dilihat dari beberapa segi yaitu

atas dasar pembentukannya yaitu yang terdiri dari pupuk alam dan pupuk buatan,

atas dasar kandungan unsur hara yang dikandungnya yang terdiri dari pupuk

tunggal dan pupuk majemuk, dan atas susunan kimiawi yang mempunyai

hubungan penting dengan perubahan-perubahan di dalam tanah. Pupuk alam

diantaranya terdiri dari pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, dan guano

(Marsono dan Sigit, 2002).

Hakim dkk., (1986) pupuk adalah setiap bahan organik maupun anorganik,

alami atau buatan, mengandung satu atau lebih unsur hara yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan normal tanaman yang dapat diberikan pada tanah atau tanaman.

sedangkan pemupukan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memberikan

unsur hara ke tanah atau tanaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal

tanaman.

(22)

memungkinkan tanaman tumbuh dengan sebaik-baiknya. Pertumbuhan tidak saja

tergantung dari tersedianya berbagai zat makanan dalam jumlah yang cukup,

tetapi juga dari persyaratan lain seperti struktur dan kondisi derajat keasaman

tanah. Keadaan tanah yang baik berarti pula bahwa tanaman dapt dengan mudah

menyerap makanan melalui pertumbuhan akarnya yang kuat, dibandingkan

dengan jika pertumbuhannya kurang baik (Rinsema, 1993).

Menurut Marsono dan Sigit (2002), cara yang paling umum untuk

meningkatkan produkivitas adalah melalui pemupukan yang dapat meningkatkan

modal hara tempat tumbuh dengan menambahkan sumber hara yang langsung

tersedia. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara

lain sinar matahari, suhu, udara, air, dan unsur-unsur hara dalam tanah (N, P, K

dan lain-lain). Satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi

keterdiaan unsur hara tanah adalah pemupukan. Melalui pemupukan tanaman

dapat tumbuh optimal dan berproduksi maksimal.

Pupuk Organik

Kelebihan pupuk organik antara lain:

a. Mengubah struktur tanah menjadi lebih baik sehingga pertumbuhan akar

tanaman lebih baik pula.

b. Meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah terhadap air sehingga

tersedia bagi tanaman.

c. Memperbaiki kehidupan organisme tanah

(Marsono dan Sigit, 2002).

Menurut Novizan (2005) manfaat pupuk organik adalah dapat

(23)

yang mampu meningkatkan pH pada tanah masam penggunaan pupuk organik

tidak menyebabkan polusi tanah dan polusi air. Ditambahkan Hakim dkk., (1986)

bahwa pada bahan organik nilai C/N bahan organik sangat menentukan reaksi

dalam tanah. Bila C/N bahan organik tinggi maka akan terjadi persaingan N atara

tanaman dan mikroba, dalam hal ini N diimobilisasi. Suatu dekomposisi bahan

organik yang lanjut dicirikan oleh C/N yang rendah, sedangkan C/N yang tinggi

menunjukkan dekomposisi belum lanjut atau baru mulai. Lapisan tanah bagian

atas pada umumnnya mengandung bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan

dengan lapisan tanah dibawahnya. Karena akumulasi bahan organik inilah lapisan

tanah tersebut berwarna gelap dan merupakan lapisan tanah yang subur sehingga

penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman di polibag

(Islami dan Utomo, 1995).

Humus merupakan senyawa kompleks agak resisten terhadap pelapukan,

berwarna cokelat, amorfus bersifat kolodial dan berasal dari jaringan tumbuhan

atau binatang yang telah dimodifikasikan dan disintesiskan oleh berbagai jasad

renik. Penggunaan humus sebagai media tanam pembibitan sangat baik karena

humus adalah bahan organik yang telah mengalami dekomposisi akan

berpenagruh terhadap pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap sifat

fisika, kimia dan biologi tanah. Selain itu merupakan sumber N, P, K dan S serta

karbon sekitar 55%-60% yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhannya

(Hakim, dkk., 1986).

Kardin (2010) menyatakan hal terpenting dari proses pembentukan humus

adalah bahwa proses pembentukannya memiliki kaitan yang sangat erat antara

(24)

bahan-bahan sebagai berikut:

Tabel 1. Komponen utama dan sifat kimia humus

Unsur Komposisi Sifat kimia Total

Lignin 45% Nitrogen (N) 5,6%

Protein 35% C/N 10,04%

Karbohidrat 11%

Lemak, Damar dan Lilin 3%

Tidak diketahui 6%

Sumber : Kardin (2010)

Kompos cocopeat (serbuk sabut kelapa) mengandung unsur-unsur hara

makro yang dibutuhkan tanaman. unsur-unsur makro tersebut merupakan

komponen utama kompos cocopeat. Herath (1993) melakukan penelitian terhadap

komponen utama kompos cocopeat, seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komponen utama dan sifat kimia kompos cocopeat

Unsur Total (ppm) Sifat kimia Komposisi

Total Nitrogen (N) 5238 Selulosa 34 %

Fosfor (P) 330 Hemiselulosa 9 %

Kalium (K) 9787 Lignin 44 %

Calsium (Ca) 2521 Pentosan 13 %

Magnesium (Mg) 2006 pH 4-8

C/N 110-200

Sumber : Herath (1993) dalam Adiyati (1999).

Banzon dan Velsco (1982) dalam Tyas (2000), menyatakan bahwa

kompos cocopeat banyak mengandung unsur hara, dengan K dan Cl merupakan

unsur dominan. Sifak fisik kompos cocopeat antara lain memiliki porositas 95%

dan bulk density ± 0,25 gram/ml. Herath (1993) juga menyatakan bahwa sifat fisik

lain kompos cocopeat adalah memiliki kemampuan untuk menyerap air 6 kali

(25)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai November

2013 di rumah kasa Pertanian dan Laboratorium Sentral Pertanian, Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bibit tanaman Jabon Putih

(A. cadamba) umur 2 bulan, polibag ukuran 2 kg, pupuk organik (humus dan

kompos kompos cocopeat), air, dan media top soil, dan pupuk daun Growmore.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan, cangkul, gembor,

jangka sorong, penggaris, alat tulis, pisau cutter, oven, timbangan digital, dan

kamera.

Pelaksanaan Penelitian

1) Persiapan lahan

Lokasi pembibitan dekat dengan sumber air, memiliki drainase yang baik

dan mudah diawasi, berguna untuk menjaga kondisi areal pembibitan dari

genangan air akibat hujan deras.

2) Penyediaan bahan tanaman (semai)

Bibit tanaman yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penjual

bibit tanaman jabon yang berada di daerah kota Medan. Sebelum dilakukan

percobaan dilakukan seleksi bibit yang akan digunakan agar diperoleh bibit yang

seragam dari segi umur, keadaan fisik dan kesehatan bibit.

(26)

Media tanam yang digunakan adalah campuran antara top soil + humus

dan top soil + kompos cocopeat yang komposisinya sesuai dengan perlakuan yang

diujicobakan. Media top soil diayak terlebih dahulu agar terpisah dari kotoran

untuk selanjutnya dilakukan penimbangan top soil, humus dan kompos cocopeat

untuk dimasukkan ke dalam polibag. Setiap polibag berisi media top soil

sebanyak 1 kg dengan penambahan jenis dan jumlah pupuk organik (humus dan

kompos cocopeat) yang telah ditentukan.

4) Penanaman

Semai yang telah berumur 2 bulan disapih kemudian ditanam di dalam

polibag hitam 2 kg yang telah diisi dengan media tanam sesuai perlakuan.

5) Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, dan penyiangan, pemberian

pupuk daun Growmore. Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan

sore hari dan disesuaikan dengan cuaca. Penyiangan dilakukan bila terlihat ada

gulma yang tumbuh pada media tanam

6) Pemupukan

Pemberian pupuk daun Growmore disemprotkan pada permukaan daun

semai dengan konsentrasi 2 gr/L air. Pemberian pupuk daun dilakukan sebanyak 8

kali dengan interval satu minggu sekali dan penyemprotan dilakukan saat semai

A. cadamba berumur 2 minggu setelah di tanam.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) Faktorial (Gomez dan Gomez, 1995) dengan 2 faktor perlakuan dan

(27)

Tabel 3. Kombinasi perlakuan

Faktor I : Jenis Pupuk Organik (A) Faktor II : Jumlah Pupuk Organik (B)

A1 = Humus B1 = pupuk organik 500 gram

B2 = pupuk organik 250 gram B3 = pupuk organik 167 gram A2 = Kompos kompos cocopeat B1 = pupuk organik 500 gram B2 = pupuk organik 250 gram B3 = pupuk organik 167 gram Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan yaitu:

A1B1 A2B1

A1B2 A2B2

A1B3 A2B3

Jumlah kombinasi perlakuan adalah : 2 x 3 : 6 perlakuan

Jumlah ulangan : 5 ulangan

Jumlah tanaman seluruhnya : 30 tanaman

Parameter Penelitian

Sebelum pengamatan, dilakukan terlebih dahulu pengambilan data awal

tiap parameter. Pengamatan mulai dilakukan 2 minggu setelah tanam (2 MST),

selama 8 minggu dan parameter yang diamati adalah:

a) Tinggi semai (cm)

Tinggi semai diukur mulai dari pangkal batang dipermukaan tanah sampai

titik tumbuh terakhir. Pengukuran tinggi dilakukan dengan mennggunakan

penggaris.

b) Diamater semai (mm)

Pengukuran diameter dilakukan dengan menggunakan jangka sorong

dengan dua arah yang berlawanan dan saling tegak lurus terhadap batang,

kemudian hasil kedua pengukuran tersebut dirata-ratakan.

(28)

Pengamatan jumlah daun semai dilakukan dengan cara menghitung jumlah

daun yang telah terbuka sempurna.

d) Luas daun (cm2)

Pengukuran luas permukaan daun dilakukan pada akhir penelitian. Luas

permukaan daun diukur dengan menggunakan program Image J dari NIH

(National Institute of Health).

e) Berat basah tajuk dan akar (g)

Perhitungan berat basah akar dan tajuk dilakukan setelah selesai kegiatan

pemanenan bibit A. cadamba. Akar dan tajuk, yang baru dipanen dimasukkan ke

dalam amplop dan diberi label sesuai dengan perlakuan, dan selanjutnya

dilakukan penimbangan berat basah.

Perhitungan berat kering akar dan tajuk dilakukan setelah perhitungan

berat basah akar dan tajuk. Sampel tanaman dimasukkan ke dalam amplop sesuai

perlakuan dan dioven selama kurang lebih 12 jam dengan suhu 70ºC.

Analisis Data

Data dianalisis secara statistik menggunakan pola rancangan acak lengkap

faktorial. Jika hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh yang nyata akibat dari

perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan pada taraf P<0,05. Model

linear dari rancangan acak lengkap faktorial yaitu :

Yijk =µ + αi + βj + (αβ)ij + Ɛijk

Keterangan :

Yijk = Hasil pengamatan dari faktor penambahan media tanam humus ke-j

dan media tanam kompos cocopeat ke-k pada ulangan ke-i

(29)

αi = Pengaruh penambahan jenis pupuk organik pada taraf ke-i

βj = Pengaruh penambahan jumlah pupuk organik pada taraf ke-j

(αβ)ij = Interaksi antara penambahan jenis pupuk organik pada taraf ke-i

dengan jumlah pupuk organik pada taraf ke-j.

εijk = Pengaruh acak dari ulangan ke-i, penambahan pupuk organik pada

taraf ke-j dan jumlah pupuk organik pada taraf ke-k

i = 1, 2

j = 1, 2, 3

Untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan, maka dilakukan analisis

sidik ragam (ANOVA). Jika hasil analisis berpengaruh nyata, maka dilakukan uji

lanjutan berdasarkan uji jarak Duncan.

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Kimia Tanah

Pada awal penelitian, dilakukan analisis terhadap kondisi kimia tanah.

Hasil analisis parameter kimia tanah pada awal penelitian disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis jumlah pupuk organik yang digunakan

Parameter Kisaran Nilai Kriteria

pH

Sumber : Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia jumlah pupuk organik yang

digunakan termasuk jumlah pupuk organik yang baik untuk pertumbuhan

tanaman. Hal ini ditunjukkan dari pH tanah, humus dan kompos cocopeat yang

termasuk netral, C-organik humus yang tinggi dan C-organik kompos cocopeat

yang sangat tinggi. Pada Tabel 2, pH dan C-organik terjadi peningkatan setelah

penambahan pupuk organik. Terjadinya peningkatan pH dan C-organik tanah

dipengaruhi oleh penambahan pupuk organik yang digunakan. Hal ini sesuai

dengan penelitian Sinaga (2002) yang menyatakan peningkatan pH tanah

disebabkan karena kompos sebagai bahan-bahan organik akan mengeluarkan

asam-asam organik yang merupakan salah satu penyebab kemasaman tanah.

Media campuran tanah dan kompos cocopeat memiliki pH yang relatif rendah

yakni 5,3–7. Kompos cocopeat membuat media menjadi lebih asam dengan

berkurangnya asam-asam organik maka pH tanah akan meningkat

(31)

Peningkatan C-organik tanah disebabkan karena kompos cocopeat

memiliki C-organik yang sangat tinggi, sehingga apabila diberikan kedalam tanah

akan meningkatkan C-organik tanah. Penambahan kompos cocopeat menunjukan

nilai C-organik yang paling tinggi dibandingkan dengan interaksi perlakuan

lainya. Nisbah C/N organik cocopeat berkisar 110-200, hal ini dapat dipengaruhi

oleh kompos cocopeat yang digunakan masih mentah, sehingga proses

perombakan bahan organik lambat. Rosmarkam dan Yuwono (2005) menyatakan

bahwa bahan organik yang memiliki C/N-organik yang jauh lebih tinggi diatas 30

akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu

rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan

berlangsung.

Pertambahan Tinggi Semai (cm)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) rataan interaksi perlakuan jenis

dan jumlah pupuk organik berpengaruh nyata. Nilai rataan pertambahan tinggi

semai disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan pertambahan tinggi semai (cm) dan hasil uji lanjut Duncan

Jenis Pupuk Organik

A2 = Kompos cocopeat 9,84a 11,90a 15,64ab

Rata-rata 14,96 11,69 13,69

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa rataan pertambahan tinggi

tanaman tertinggi terdapat pada interaksi perlakuan jenis dan jumlah pupuk

organik A1B1 memberikan rataan pertambahan tinggi tertinggi yaitu sebesar

20,08 cm. Rataan pertambahan tinggi terendah terdapat pada interaksi perlakuan

(32)

Duncan menunjukkan rataaan pertambahan tinggi dengan interaksi perlakuan

A1B1 tidak berbeda nyata dengan rataan pertambahan tinggi interaksi interaksi

perlakuan A1B2 dan A2B3. Rataan pertambahan tinggi setiap minggu disajikan

pada Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Grafik rata-rata pertambahan tinggi semai Jabon Putih dari minggu ke-2 sampai minggu ke-9

Gambar 1 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi yang cukup cepat

sampai minggu ke-9 ditunjukkan oleh interaksi perlakuan A1B1 dengan

pertambahan tinggi sebesar 5,26 cm sedangkan pertambahan tinggi yang lambat

ditunjukkan oleh interaksi perlakuan A2B1 yaitu sebesar 2,38 cm.

Pertambahan Diameter (mm)

Hasil analisis sidik ragam pertambahan rata-rata diameter semai

(Lampiran 7) menunjukkan interaksi perlakuan jenis dan jumlah pupuk organik

berpengaruh nyata terhadap pertambahan rata-rata diameter semai. Nilai rataan

pertamabahn diameter disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan pertambahan diameter (mm) dan hasil uji lanjut Duncan

Jenis Pupuk Organik

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

(33)

Hasil uji lanjut Duncan pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa pertambahan

diameter semai pada interaksi perlakuan jenis dan jumlah pupuk organik

menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan interaksi perlakuan lainnya.

Sedangkan penambahan kompos cocopeat tidak berbeda nyata dengan

penambahan jumlah kompos cocopeat lainnya. Nilai rataan pertambahan diameter

rata-rata tertinggi terdapat pada interaksi perlakuan A1B1 yaitu sebesar 10,16 mm

mm. Rataan pertambahan diameter terendah terdapat pada interaksi perlakuan

A2B1 yaitu sebesar 6,74 mm. Rataan pertambahan diameter semai setiap minggu

disajikan pada gambar 2 berikut:

Gambar 2. Grafik rata-rata pertambahan diameter semai Jabon Putih dari minggu ke-2 sampai minggu ke-9

Gambar 2 menunjukkan bahwa pertambahan diameter yang cepat sampai

minggu ke-9 ditunjukkan oleh interaksi perlakuan A1B1 yang mencapai 2,88 mm

sedangkan pertambahan diameter yang lambat ditunjukkan oleh interaksi

perlakuan A2B2 yaitu sebesar 1,36 mm. Tabel pertambahan diameter rata-rata

(Lampiran 6) menunjukkan pada interaksi perlakuan A1B1 memberikan

pertambahan tinggi tertinggi yaitu sebesar 10,58 mm dan terendah pada interaksi

perlakuan (A2B1) yaitu 6,74 mm.

Jumlah Daun (helai)

Hasil analisis sidik ragam pertambahan rata-rata jumlah daun semai

(34)

(Lampiran 8) menunjukkan bahwa interaksi jenis pupuk organik dan jumlah

pupuk organik (A x B) tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah

daun. Jenis pupuk organik berpengaruh nyata terhadap jumlah daun semai. Nilai

rataan pertambahan jumlah daun (helai) dan hasil uji lanjut Duncan disajikan

pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7. Rataan pertambahan jumlah daun (helai) dan hasil uji lanjut Duncan

Jenis Pupuk Organik

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Rataan pertambahan jumlah daun setiap minggu pada setiap interaksi

perlakuan disajikan pada Gambar 3 berikut:

Gambar 3. Grafik pertambahan jumlah daun semai Jabon Putih dari minggu ke-2 sampai minggu ke-9

Hasil uji lanjut Duncan pada Tabel 7 interaksi perlakuan jenis dan jumlah

pupuk menunjukkan nilai rataan pertambahan jumlah daun berbeda nyata dengan

interaksi perlakuan lainnya. Nilai rataan tertinggi pada interaksi perlakuan jenis

dan jumlah pupuk organik adalah 43,20 helai (A1B1) dan terendah yaitu 31,20

(35)

Gambar 3 menunjukkan bahwa pertambahan jumlah daun yang cepat

sampai minggu ke-9 ditunjukkan oleh interaksi perlakuan A1B1 yang mencapai

8,8 helai sedangkan pertambahan jumlah daun yang lambat ditunjukkan oleh

interaksi perlakuan A2B2 yaitu sebesar 6,0 helai. Pertambahan jumlah mengalami

peningkatan setiap minggunya. Pertambahan tersebut berbeda pada setiap

interaksi perlakuan.

Luas Daun Semai (cm2)

Hasil uji sidik ragam luas daun tanaman (Lampiran 12) menunjukkan

bahwa interaksi jenis dan jumlah pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap

luas daun. Sedangkan jenis pupuk organik memberikan pengaruh yang nyata

terhadap luas daun. Nilai rataan luas daun semai (cm2) dan hasil uji lanjut Duncan

disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan luas daun semai (cm2) dan hasil uji lanjut Duncan

Jenis Pupuk Organik

A2 = Kompos cocopeat 96,98a 134,54a 218,45a

Rata-rata 278,80 251,37 584,81

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Hasil uji lanjut Duncan rataan luas daun pada interaksi perlakuan jenis dan

jumlah humus berbeda nyata dengan interaksi perlakuan jenis dan jumlah kompos

cocopeat. Sedangkan interaksi perlakuan antara jenis pupuk organik yang sama

dengan jumlah yang berbeda menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata.

Rataan luas daun pada interaksi perlakuan jenis dan jumlah pupuk organik

(36)

Gambar 4. Histogram rataan luas daun semai Jabon Putih pada penambahan pupuk organik yang berbeda.

Gambar 4 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan jenis dan jumlah

pupuk organik pada interaksi perlakuan A1B1 memberikan rataan luas daun

tertinggi yaitu sebesar 460,63 (cm2). Rataan luas daun terendah terdapat pada

interaksi perlakuan A2B1 yaitu sebesar 96,01 (cm2).

Berat Basah Tajuk (gr)

Hasil analisis sidik ragam dari rataan berat basah tajuk (Lampiran 16)

menunjukkan interaksi perlakuan jenis dan jumlah pupuk organik tidak

berpengaruh nyata terhdap luas daun. Sedangkan jenis pupuk organik memberikan

pengaruh yang nyata terhadap luas daun. Rataan berat basah tajuk pada

interaksi perlakuan jenis dan jumlah pupuk organik disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan berat basah tajuk (gr) dan hasil uji lanjut Duncan

Jenis Pupuk Organik

Jumlah pupuk organik B1

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

0

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Luas daun

(cm

²)

(37)

Dari Tabel 9 diketahui bahwa rataan berat basah tajuk tertinggi terdapat

pada interaksi perlakuan A1B1 yaitu sebesar 9,32 gr. Rataan berat basah terendah

terdapat pada interaksi perlakuan A2B1 yaitu sebesar 1,878 gr. Hasil uji lanjut

Duncan menunjukkan rataan berat basah tajuk pada interaksi perlakuan A1B1

berbeda nyata dengan A2B1 dan A2B2.

Berat Basah Akar (gr)

Hasil analisis sidik ragam dari berat basah akar (Lampiran 18) diketahui

interaksi jenis pupuk organik dan jumlah pupuk organik, dan jenis pupuk organik

memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan jumlah pupuk organik memberikan

pengaruh yang tidak nyata terhadap berat basah akar. Nilai rataan berat basah akar

(gr) dan hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan berat basah akar (gr) dan hasil uji lanjut Duncan

Jenis Pupuk Organik

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan A1B1 memberikan

rataan berat basah akar tertinggi yaitu sebesar 3,562 gr dan rataan berat basah

terendah terdapat pada interaksi perlakuan A2B1 yaitu sebesar 0,826 gr.

Berat Kering Tajuk (gr)

Hasil analisis sidik ragam berat kering tajuk (Lampiran 20) menunjukkan

interaksi jenis dan jumlah pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap berat

kering tajuk. Jenis pupuk organik memberikan pengaruh yang nyata. Nilai rataan

(38)

Tabel 11. Rataan berat kering tajuk (gr) dan hasil uji lanjut Duncan

A2 = Kompos cocopeat 0,38a 0,49a 0,89a

Rata-rata 1,18 1,01 1,19

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Pada Tabel 11 interaksi perlakuan A1B1 memberikan rataan berat kering

tajuk tertinggi yaitu sebesar 1,982 gr dan rataan berat kering tajuk terendah

terdapat pada interkasi interaksi perlakuan A2B1 yaitu sebesar 0,378 gr.

Berdasarkan hasil uji Duncan bahwa interaksi perlakuan jenis dan jumlah pupuk

organik humus berbeda nyata dengan interaksi perlakuan jenis dan jumlah

kompos cocopeat.

Berat Kering Akar (gr)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 22) menunjukkan interaksi perlakuan

jenis dan jumlah pupuk organik berpengaruh nyata terhadap berat kering akar,

sedangkan jumlah pupuk organik yang digunakan tidak berpengaruh nyata. Nilai

rataan berat kering akar semai (gr) dan hasil uji lanjut Duncan disajikan pada

Tabel 12 berikut:

Tabel 12. Rataan berat kering akar semai (gr) dan hasil uji lanjut Duncan

Jenis Pupuk Organik

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Rataan berat kering akar pada interaksi perlakuan A1B1 memberikan

(39)

terdapat pada interaksi perlakuan A2B1 yaitu sebesar 0,13 gr. Interaksi perlakuan

A1B1 memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan interaksi perlakuan

lainnya menurut uji Duncan pada taraf 5%. Rataan berat basah tajuk dan akar

serta rataan berat kering tajuk dan akar pada interkasi perlakuan jenis dan jumlah

pupuk organik disajikan pada gambar 5 berikut:

Gambar 5. Rataan berat dan berat kering tajuk (A) dan berat basah dan berat kering akar (B) semai Jabon Putih.

Gambar 5 menunjukkan perbedaan berat basah dan berat kering tajuk

maupun akar semai pada setiap interkasi perlakuan jenis dan jumlah pupuk

organik (humus dan kompos cocopeat)

PEMBAHASAN

Hasil pengamatan bahwa perlakuan interaksi jenis dan jumlah pupuk

organik berpengaruh nyata terhadap rata-rata pertambahan tinggi semai,

pertambahan diameter, berat basah akar, dan berat kering akar sedangkan pada

rata-rata pertambahan jumlah daun, luas daun, berat basah tajuk dan berat kering

tajuk tidak berpengaruh nyata. Akan tetapi pada perlakuan jenis pupuk organik

berpengaruh nyata terhadap pertamabahn tinggi, jumlah daun, luas daun, berat

0

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

(40)

basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk dan berat kering akar. Sedangkan

jumlah pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter

pertumbuhan semai Jabon Putih yang diamati. Hal ini sesuai dengan pendapat

Dwidjoseputro (1994) menyatakan bahwa tanaman akan tumbuh subur apabila

unsur hara yang dibutuhkan tanaman tersedia dalam proporsi yang seimbang

taerutama unsur hara N, P dan K. Sesuai dengan pendapat Lingga (1986) yang

menyatakan bahwa peranan utama Nitrogen ialah merangsang pertumbuhan

secara keseluruhan khususnya batang, cabang dan daun. Unsur hara Fosfor

diperlukan tanaman terutama adalah untuk penyusunan inti sel, pembelahan sel

serta perkembangan jaringan meristem. Unsur Kalium berperan dalam

memperlancar proses fotosintesis dan membantu pembentukan protein dan

karbohidrat. Semakin lancer proses fotosintesis akan semakin banyak karbohidrat

yang dihasilkan, dengan demikian laju pertumbuhan sel-sel baru akan semakin

meningkat yang menyebababkan meningkatnya pertumbuhan tanaman

(Setyamidjaja, 1986).

Hasil analisis sidik ragam pemberian jenis pupuk organik terhadap

pertambahan tinggi yang signifikan berkaitan dengan pertambahan jumlah daun

dan ukuran sel. Laju pembelahan sel serta pembentukan jaringan sebanding

dengan pertumbuhan batang, daun dan sistem perakarannya. Pertumbuhan tinggi

tanaman menunjukkan aktivitas pembentukan xylem dan pembesaran sel-sel yang

tumbuh. Aktivitas ini menyebabkan cambium terdorong keluar dan terbentuknya

sel-sel baru di luar lapisan tersebut sehingga terjadi peningkatan tinggi tanaman.

tanaman yang lebih tinggi dapat memberikan hasil per tanaman yang lebih tinggi

(41)

yang lebih tinggi dapat mempersiapkan organ vegetatifnya lebih baik sehingga

fotosintat yang dihasilkan akan lebih banyak.

Menurut Yuwono (2005) menyatakan bahwa pupuk kimia berperan

menyediakan nutrisi dalam jumlah yang besar bagi tanaman, sedangkan pupuk

organik cenderung berperan menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah

mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Pemberian pupuk daun dapat membantu

ketersediaan unsur hara sehingga pertumbuhan tanaman dapat meningkat. Pupuk

daun Growmore 6-30-30 mengandung Nitrogen 6%, Kalium 30% dan Fosfor

30%, melalui pemberian pupuk daun tersebut jumlah N, P dan K yang dibutuhkan

tanaman meningkat.

Hasil analisis analisis sidik ragam menunjukkan interaksi perlakuan jenis

dan jumlah pupuk organik (A1B1) memiliki pertumbuhan yang signifikan pada

pertambahan tinggi dan diameter semai Jabon Putih. Sedangkan pertumbuhan

jumlah daun dan luas daun semai pada interaksi perlakuan jenis dan jumlah pupuk

organik tidak signifikan. hal ini dipengaruhi oleh pertambahan jumlah yang relatif

lambat, juga dapat dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman. Menurut Loveless

(1991) pertambahan jumlah daun dipengaruhi oleh faktor genetis. Dengan

peningkatan tinggi tanaman, diameter, seharusnya perlakuan berat basah dan berat

kering tajuk sudah berpengaruh nyata. Namun dalam penelitian ini, berat basah

dan berat kering tajuk semai tidak berpengaruh nyata. Hal ini dipengaruhi

perbedaan pada bobot basah dan bobot kering akar yang menunjukkan perbedaan

yang nyata antara jenis dna jumlah pupuk organik. Menurut Lingga (2004),

(42)

karena adanya korelasi antara perkembangan akar dan pertumbuhan bagian kanopi

tanaman. Akar menyerap hara dari tanah dan ditransportasikan ke tajuk tanaman.

Analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa interkasi perlakuan jenis dan

jumlah pupuk organik, masing-masing berpengaruh nyata terhadap berat basah

dan berat kering akar. Jenis dan jumlah pupuk organik pada interaksi A1B1

(humus 500 gr/polibag) memberikan pertumbuhan yang lebih baik. Fase

vegetative terutama terjadi pada perkembangan daun, batang dan akar. Menurut

Harjadi (1995) apabila laju pembelahan sel dan perpanjangan serta pembentukan

jaringan berjalan cepat, pertumbuhan batang, daun dan akar juga akan berjalan

cepat demikian juga sebaliknya.

Pertumbuhan semai yang tidak optimum menyebabkan berkurangnya berat

kering tajuk dan akar. Berat kering tajuk dan akar meningkat seiring dengan

peningkatan komposisi media humus yang digunakan, sedangkan berat kering

tajuk dan akar mengalami penurunan seiring dengan peningkatan komposisi

media kompos cocopeat. Penambahan humus sebagai campuran media tumbuh

mampu memperbaiki kondisi tanah menjadi lebih baik, sehingga tanah memiliki

ruang pori yang cukup sehingga aerase, draenase dan suplai unsur hara ke

tanaman dapat berlangsung dengan baik. Salisbury dan Ross (1995), menyatakan

bahwa bahan kering suatu tanaman merupakan suatu indikasi terjadinya

penyerapan hara yang dilakukan oleh tanaman dan laju penyerapan unsur hara

tersebut ditentukan oleh akar tanaman. Dengan demikian berat kering tanaman

(tajuk dan akar) yang tinggi menandakan kondisi perakaran tanaman cukup baik

(43)

Hasil pengukuran berat basah dan berat kering akar pada interaksi

perlakuan (A2B3) (kompos cocopeat 167 gr/polibag) menunjukkan rata-rata berat

basah dan berat kering tertinggi dibandingkan interaksi A2B2 (kompos cocopeat

250 gr/polibag) dan A2B1 (penambahan kompos cocopeat 500 gr/polibag). Hal

ini menunjukkan jumlah kompos cocopeat yang sedikit lebih baik mempengaruhi

sifat tanah dibandingkan dengan pemberian jumlah kompos cocopeat yang tinggi.

Tjia (2001) dalam Agustin, dkk., (2010) dalam penggunaan kompos cocopeat

sebagai campuran media tanam dengan dosis yang tepat dapat menyumbangkan

total ruang pori lebih banyak dan kapasitas memegang air yang lebih tinggi pada

zona perakaran dan menghasilkan perakaran yang lebih kuat. Menurut

Menggelen-Laagland (1995) dalam Agustin, dkk., (2010) penggunaan kompos

cocopeat membuat akar tanaman lebih banyak dan halus.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada media tanam yang berbeda

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. kondisi media yang mampu

menahan air serta kemampuan akar menyerap air dan mineral. Berdasarkan

pengamatan secara visual terhadap akar pada akhir pengamatan, interaksi

perlakuan jenis dan jumlah pupuk organik humus (A1B1) memberikan

pertumbuhan yang baik terhadap akar. Hal ini terlihat dari kondisi rambut akar

yang tumbuh menyebar, yang artinya interaksi jenis dan jumlah humus 500

gr/polibag memberi ruang untuk menyediakan oksigen dan air hingga akhir

pertumbuhan tanaman. Lingga dan Marsono (2000) menyatakan bahwa sifat

humus tidak berbeda dari kompos, yaitu mudah mengikat dan merembeskan air,

dan gembur. Sehingga humus sangat berguna untuk memperbaiki keadaan tanah

(44)

Akar tanaman memiliki peranan yang sama pentingnya dengan tajuk. Hal

ini karena fungsi akar ialah untuk penyerapan air dan unsur hara yang terlarut

dalam tanah dan ditansportasikan ke tunas Wulandari dan Susanti (2012),

tanaman harus mempunyai akar dan sistem perakaran yang cukup luas untuk

dapat memperoleh hara dan air sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sehingga

tanaman akan tumbuh dengan baik. Perkembangan akar juga dipengaruhi oleh

proses fotosintesis pada daun. Apabila proses fotosintesis berlangsung dengan

baik dan menghasilkan karbohidrat yang lebih banyak maka berat kering

anakannya juga meningkat (Ningsih, 2007).

Hasil pengamatan dan pengukuran terhadap parameter pertumbuhan semai

jabon pada interaksi perlakuan jenis dan jumlah kompos cocopeat menunjukkan

hasil rata-rata pertambahan parameter yang lebih rendah dibandingkan denga

interkasi jenis dan jumlah humus yang digunakan sebagi media tanam. Hal ini

dapat dipengaruhi oleh sifat kompos cocopeat yang mengandung lignin dan

selulosa yang tinggi sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. Manzeen dan

Van Holm (1993) dalam Adiyati (1999) yang menyatakan bahwa cocopeat

kandungan lignin yang tinggi sehingga tahan terhadap degradasi oleh

microorganisme menyebabkan degradasi bahan organik yang terdapat dalam

cocopeat akan berjalan lambat. Selain mengandung lignin dan selulosa yang

cocopeat juga memiliki kadar garam yang tinggi (Agustin, 2010). Semakin

banyak cocoepeat yang ditambahkan ke dalam media tanam. Kadar garam dalam

media akan semakin besar. Kadar garam yang berlebih dalam suatu media tanam

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Interaksi perlakuan berpengaruh nyata terhadap rata-rata pertambahan

tinggi (cm), diameter (mm), berat basah akar (gr) dan berat kering akar

(gr), sedangkan pertambahan jumlah daun, luas daun, berat basah tajuk

dan berat kering tajuk tidak berpengaruh nyata.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan jenis dan jumlah

pupuk organik (humus dan kompos cocopeat) relatif lebih baik pupuk

organik humus 500 gr/polibag dan 167 pupuk organik kompos cocopeat

167 gr/polibag.

Saran

Disarankan agar penelitian selanjutnya mengenai pengaruh pupuk organik

(humus dan kompos cocopeat) dilakukan pada jenis tanaman lain dengan jenis

dan jumlah pupuk organik yang berbeda dan waktu pengamatan yang lebih lama.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Adiyati, N., M. 1999. Kajian komposisi dan finansial pada pemanfaatan serbuk sabut kelapa sebagai media tanam lempengan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Agustin, L. F., S. Abdoellah dan C. Bowo, 2010. Pemanfaatan kompos sabut kelapa dan zeolit sebagai campuran tanah untuk media pertumbuhan bibit kakao pada beberapa tingkat ketersediaan air. Pelita Perkebunan. Volume 26. No 1 : 12-24.

Albaho, M. 2009. Efeect of three different substrates on growth ang yield of two cultivar of capsicum annunn. European of Scientif Research, 28. 227-233.

Bramasto, Y dan Simanjuntak, S. 2004. Evaluasi Pertumbuhan dan Awal Tanaman Jabon (Anthocephslus cadamba) di Kebun Percobaan Rumpin. Institut Pertanian Bogor.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 1998. Aklimatisasi dan pembentukan umbi kentang hasil kultur in vitro. Provinsi daerah Tingkat I Sumatera Utara. Dinas Pertanian Tanaman Pangan.

Direktorat Jenderal Kehutanan. 1980. Pedoman Pembuatan Tanaman. Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi. Jakarta.

Gomez, K.A dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian Pertanian. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin dan J.S. Baharsyah. UI Press. Jakarta

Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M Lubis, S.G. Nugroho, M.H. Diha, G.D Hong dan H.H Bayley. 1986. Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Press. Lampung.

Hartanto, H. 2011. Pola Budidaya Jabon. Brilliant Books. Yogyakarta.

(47)

Islami, T dan W.H Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.

Junaedi, A. 2010. Pertumbuhan dan mutu fisik bibit jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) di polibag dan politub. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Volume 7, No.1 : 15-21.

Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Anthocephalus cadamba Miq. Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. CIFOR. Bogor.

Lingga, P. daan Marsono. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta

Mansur I. 2010. Teknik Silvikultur untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Seameo Biotrop. Bogor.

Mansur, I. dan Tuheteru, F., D. 2011. Kayu Jabon. Penebar Swadaya. Jakarta.

Marsono dan P. Sigit. 2002. Pupuk Akar. Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Martawidjaya, A., Iding, K., Y. I. Mandang, Soewanda A. P dan Kosasi K. 1989. Atlas kayu Indonesia Jilid II. Badan Litbang Kehutanan Indonesia. Bogor.

Meggelen-Laagland, I.V. (1995). Golden future for coco substrate, waste products from coco fiber industry could be newest peat substitutes. Floriculture International, 5, 16—18.

Muliawan, L. 2009. Pengaruh media semai terhadap pertumbuhan pelita (Eucaliptus pellita F. Muell). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mulyana, D., Asmarahman, C., Fahmi, I. 2010. Panduan Lengkap Bisnis dan Bertanam Kayu Jabon. Agromedia. Jakarta.

Ningsih, E. W. 2007. Penggunaan fungi mikoriza arbuskula dan vermikompos untuk meningkatkan pertumbuhan semai jati muna. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rosmarkam dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

(48)

Sugiarti, H. 2011. Pengaruh pemberian kompos batang pisang terhaadap pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Supriyanto dan F. Fiona. 2010. Pemanfaatan arang sekam untuk memperbaiki pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) pada media subsoil. Jurnal Silvikultur Tropika. Volume 1 : 24-28.

Sinaga, S., R. 2002. Pengaruh pemberian abu serbuk gergaji dan kompos terhadap kimia hara tanah dan produksi tanaman jagung (Zea mays L) pada ultisol mancang. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Tjia, B. (2001). Serbuk kelapa. Bulletin Forum Florikultura Indonesia, 4, 10–11.

Tarigan, H. 2011. Pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) Pada Media Tailing PT. Antam unit bisnis pongkor dengan penambahan top soil dan kompos. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Utami, N.W. (2006). Seed germination and seedling growth of ramin (Gonystylus bancanus Miq.) on various growing media, 7, 3, 264–28.

Utami, N. W., Witjaksono, dan D. S. H. Hoesen. 2008. Perkecambahan biji dan pertumbuhan semai ramin (Gonystylus bancanus Miq.) pada berbagai media tumbuh. Biodiversitas. Volume 7, No. 3 : 264-268.

Wulandari, A. S., I. Mansur., dan H. Sugiarti. 2011. Pengaruh pemberian kompos batang pisang terhadap pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. 03 No. 1 : 78-81.

(49)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kandungan unsur hara pupuk daun Growmore 6-30-30 yang digunakan

Unsur Hara Persentase (%)

Unsur Hara Persentase (%)

Total Nitrogen (N) 6 Baron (B) 0,02

Ammonicial Nitrogen 3,90 Copper (Cu) 0,05

Nitrate Nitrogen 5,70 Chelated Copper 0,05

Urea Nitrogen 10,60 Iron (Fe) 0,10

Available Phosphoric

Acid (P2O5) 30

Chelated Iron 0,10

Soluble Potash K2O) 30 Manganese (Mn) 0,05

Calcium (Ca) 0,05 Chelatec Manganese 0,05

Magnesium (Mg) 0,10 Molybdenum (Mo) 0,0005

Chelated Magnesium 0,10 Zinc (Zn) 0,05

Sulfur (S), Combined 0,20 Chelated Zinc 0,05

Lampiran 2. Rataan pertambahan tinggi semai pengamatan dari minggu ke-2 sampai minggu ke-9

Perlakuan Pengamatan Minggu ke-

2 3 4 5 6 7 8 9

Lampiran 3. Pertambahan tinggi semai tiap perlakuan

Perlakuan Ulangan Total

Rata-rata

1 2 3 4 5

A1B1 25,40 18,30 14,10 16,40 26,20 100,40 20,08 A1B2 14,70 16,30 13,40 19,30 18,70 82,40 16,48 A1B3 13,30 10,60 11,90 13,30 9,60 58,70 11,74

A2B1 5,50 16,80 8,20 13,50 5,20 49,20 9,84

(50)

A2B2 13,90 10,80 15,00 14,10 5,70 59,50 11,9 A2B3 16,50 10,30 14,50 14,60 22,30 78,20 15,64

Total 89,30 83,10 77,10 91,20 87,70 428,40 85,68

Lampiran 4. Analisis sidik ragam pertambahan rata-rata tinggi semai

SK db JK KT F.Hit F.Tab Keterangan : * berpengaruh nyata

tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 5. Rataan pertambahan diameter semai (mm) pengamatan minggu ke-2 sampai minggu ke-9

Lampiran 6. Pertambahan diameter semai (mm) tiap perlakuan

Perlakuan Ulangan Total

(51)

Jumlah pupuk organik (B) 2 4,69 2,34 0,48tn 3,40

A x B 2 43,31 22,65 4,62* 3,40

Galat 24 117,68 4,90

Total 29 2258,05

Keterangan : * berpengaruh nyata tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 8. Pertambahan jumlah daun semai (helai) pengamatan minggu ke-2 sampai minggu ke-9

Perlakuan Pengamatan Minggu ke-

2 3 4 5 6 7 8 9

Lampiran 9. Pertambahan jumlah daun semai tiap perlakuan

Perlakuan Ulangan Total

Rata-rata

Lampiran 10. Analisis sidik ragam pertambahan rata-rata jumlah daun (helai)

SK db JK KT F. Hit F. Tab

Keterangan : * berpengaruh nyata tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 11. Rataan luas daun semai

Perlakuan Luas Daun (cm²)

(52)

A1B2 368,21

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3 4 5

A1B1 571,39 173,98 372,93 604,86 579,99 2303,15 460,63 A1B2 364,00 269,63 377,71 588,03 241,67 1841,03 368,21 A1B3 312,71 260,19 382,88 557,18 318,87 1831,82 366,36 A2B1 32,11 73,85 68,01 203,36 102,71 480,04 96,10 A2B2 109,71 136,91 190,22 220,51 15,39 672,73 134,55 A2B3 52,40 42,79 134,42 263,69 598,92 1092,23 218,45

Lampiran 13. Analisis sidik ragam luas daun

SK db JK KT F.Hit F.Tab

Keterangan : * berpengaruh nyata tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 14. Rataan berat basah tajuk dan berat basah akar serta berat kering tajuk dan akar

Perlakuan Rataan Berat Basah Rataaan Berat Kering

Tajuk Akar Tajuk Akar

Lampiran 15. Berat basah tajuk (gr)

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3 4 5

(53)

A1B2 6,24 6,23 6,39 14,14 6,71 39,71 7,94 Lampiran 16. Analisis sidik ragam berat basah tajuk

SK db JK KT F.Hit F.Tab

Keterangan : * berpengaruh nyata tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 17. Berat basah akar (gr)

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3 4 5

Total 12,68 10,37 12,15 16,58 16,35 68,13 13,63

Lampiran 18. Analisi sidik ragam berat basah akar (gr)

SK db JK KT F.Hit F.Tab Keterangan : * berpengaruh nyata

tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 19. Berat kering tajuk

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3 4 5

(54)

A1B2 1,65 1,78 1,44 1,41 1,39 7,67 1,53

Lampiran 20. Analisis sidik ragam berat kering tajuk

SK db JK KT F.Hit F.Tab

Keterangan : * berpengaruh nyata tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 21. Berat kering akar

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3 4 5

Lampiran 22. Analisis sidik ragam berat kering akar

SK db JK KT F.Hit F.Tab

Keterangan : * berpengaruh nyata tn tidak berpengaruh nyata

(55)

 

Lampiran 23. Dokumentasi Penelitian

Pemilihan semai A. cadamba Pencampuran media tanam

Penanaman semai A. cadamba Pengukuran tinggi semai pada awal

pengamatan

(56)

Pertumbuhan semai pada perlakuan A1B2 Pertumbuhan semai pada perlakuan A1B3

Pertumbuhan semai pada perlakuan A2B1 Pertumbuhan semai pada perlakuan A2B2

Pertumbuhan semai pada perlakuan A2B3 Semai yang telah dibersihkan

(57)

Berat kering daun (gr) Berat kering akar (gr)

 

Gambar

Tabel 1. Komponen utama dan sifat kimia humus
Tabel 4. Hasil analisis jumlah pupuk organik yang digunakan
Gambar 1. Grafik rata-rata pertambahan tinggi semai Jabon Putih dari minggu ke-2
Gambar 2. Grafik rata-rata pertambahan diameter semai  Jabon Putih dari minggu ke-2 sampai minggu ke-9 Gambar 2 menunjukkan bahwa pertambahan diameter yang cepat sampai
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Suroso Daladi Hadisiswoyo sebagai seniman yaitu dalam bidang vokal tembang dengan segala kemampuan yang Ia miliki telah

Skripsi ini berjudul “Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (PP No. 71 Tahun 2010) Pada Pemerintah Kota Pangkalpinang”, dengan menyadari segala

yang digunakan oleh seseorang guru maka pembelajaran akan semakin baik. Berdasarkan gambar di atas, maka dapat peneliti jelaskan

Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa tekstur dari kelima tempe yang kompak tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (Tabel 2) dan semua jenis tempe

Semangat semacam inilah yang hendak dilakukan Muhammad Syahrur, seorang pemikir kontemporer dari Arab-Syiria, yang mencoba “menawarkan” metodologi baru dengan teori batas

Berasarkan permasalahan tersebut, tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan gambaran kondisi quality of worlklife (kualitas kehidupan kerja) buruh perempuan pekerja

Jumlah murid yang mendapatkan nilai dalam kategori memuaskan adalah 14 orang murid dengan persentase 42,42% dan jumlah murid yang mendapatkan nilai dalam

Tingginya nilai penurunan fosfat pada reaktor biofilter bermedia proses anaerob-aerob (T2) dibandingkan dengan nilai penurunan reaktor tanpa media proses