• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK YURIDIS KONTRAK PERDAGANGAN DALAM E-COMMERCE DITINJAU DARI ASAS DAN SYARAT SAH SUATU PERJANJIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ASPEK YURIDIS KONTRAK PERDAGANGAN DALAM E-COMMERCE DITINJAU DARI ASAS DAN SYARAT SAH SUATU PERJANJIAN"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia kian pesat, hal ini berdampak pada perubahan aktivitas dalam dunia bisnis. Perubahan tersebut mencakup pergeseran teknologi, perubahan struktur dan pola bisnis, serta pengaruhnya terhadap kehidupan bermasyarakat. Globalisasi, kemajuan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat mendorong terbentuknya era digitalisasi, yaitu suatu proses transisi dari teknologi analog menjadi teknologi digital dan penyampaian informasi dalam format analog menjadi format biner (Danrivanto:2010:267).

(2)

Kontrak dalam transaksi jual-beli melalui e-commercedan jual-beli konvensional tidaklah berbeda. Perbedaannya hanyalah pada media yang digunakan. Pada e-commerce yang digunakan adalah media elektronik yaitu internet, sehingga kesepakatan ataupun kontrak yang tercipta adalah melalu media internet. Hampir sama dengan kontrak jual-beli konvensional, kontrak jual-belionlinetersebut juga terdiri dari penawaran dan penerimaan, suatu kesepakan selalu diawali dengan adanya penawaran oleh salah satu pihak dan penerimaan oleh pihak lain. (Abdul Halim Barkatullah:2009:48).

Konsep telemarketing yang digunakan dalam e-commerce yaitu perdagangan dengan tidak lagi menghadirkan atau mempertemukan antara para pelaku bisnis, selain memberikan keuntungan juga memberikan resiko negatif. Transaksi bisnis tanpa menggunakan kertas dan pena serta perjanjian yang dapat dilakukan tanpa harus bertemu langsung antara para pelaku bisnis dan tanpa menggunakan tanda tangan asli atau menggunakan tanda tangan digital, menimbulkan persoalan mengenai keamaanan dan kerahasiaan dalam bertransaksi, serta keabsahan hukum sehubungan dengan masalah hukum kontrak. Kapan terjadinya atau lahirnya kesepakatan dalam transaksi e-commercedan keabsahan dari tanda tangan digital akan menjadi permasalah besar ketika timbul wanprestasi antara para pihak dalam transaksi melaluie-commerce.

(3)

memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif. Pemenuhan atas syarat tersebut berakibat pada perjanjian yang telah dibuat menjadi sah. Perjanjian juga mengikat bagi para pihak mengenai hak dan kewajibannya, sehingga pemenuhan syarat sahnya suatu perjanjian mutlak untuk dipenuhi.

Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang lebih mendalam mengenai perjanjian dalam pelaksanaan e-commerce khususnya ditinjau dari hukum perjanjian di Indonesia dengan mengambil judul: "ANALISIS YURIDIS KONTRAK PERDAGANGAN DALAM E-COMMERCE DITINJAU DARI ASAS DAN SYARAT SAH SUATU PERJANJIAN".

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya dan untuk mengidentifikasi persoalan yang diteliti sehingga sasaran yang hendak dicapai menjadi jelas, tegas, terarah, serta tercapai sasaran yang diharapkan. Berikut adalah rumusan masalah dalam penelitian ini.

1. Bagaimanakah kontrak perdagangan melalui e-commerce ditinjau dari asas dan syarat sah perjanjian?

2. Bagaimanakah keabsahan penggunaan tanda tangan digital ditinjau dari UU ITE?

(4)

Penelitian ini termasuk ruang lingkup bidang Ilmu Hukum perdata ekonomi (perusahaan dan atau bisnis) khususnya bidang transaksi elektronik. Lingkup materi penelitiannya meliputi

1. Keterkaitan antara e-commercedan hukum perjanjian; 2. Keabsahan tanda tangan digital, dan

3. Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada konsumen.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian disini ialah penelitian berkenaan dengan maksud penulis melakukan penelitian, terkait dengan perumusan masalah dan judul. Penulis mempunyai tujuan atau hal-hal yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Tujuan itu berupa tujuan secara obyektif dan tujuan secara subyektif.

1. Tujuan Obyektif

1.1. Untuk menganalisa mengenai aspek hukum perjanjian dalam kontrak perdagangan melalui internet.

1.2. Untuk menganalisa keabsahan penggunaan tanda tangan digital.

(5)

2. Tujuan Subyektif

2.1. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan penulis di bidang hukum serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek di lapangan. 2.2. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan

Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Setiap peneltian selalu diharapkan dapat memberi manfaat pada berbagai pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu, manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

1.1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan sumbangan pemikiran, mengenaie-commerce.

1.2. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa, dosen, atau pembaca yang tertarik dalam Hukum Perdata, khususnya mengenai aspek hukume-commerce.

(6)

2. Manfaat Praktis

2.1. Memperluas wawasan dan pengetahuan penulis mengenai aspek-aspek hukum e-commerce.

2.2. Sebagai bahan bacaan dan informasi, baik bagi mahasiswa Universitas Lampung pada umumnya dan mahasiswa fakultas hukum pada khususnya, serta bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan dalam mengkaji permasalahan mengenai aspek-aspek hukum dalam e-commerce.

2.3. Untuk melatih mengembangkan pola pikir yang sistematis sekaligus untuk mengukur kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh.

(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perjanjian dan Kontrak

1. Pengertian Perjanjian dan Kontrak

Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah “Overeenkomst”dalam bahasa belanda atau“Agreement”dalam bahasa Inggris.

Pengaturan perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam buku ke tiga tentang perikatan. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Selain pengertian perjanjian KUHPerdata, berikut ini dikemukakan pengertian perjanjian menurut beberapa pakar hukum.

(8)

Kontrak dapat disamaartikan dengan perjanjian, hal mendasar perbedaan pengertian kontrak dan perjanjian, yaitu kontrak merupakan suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, sedangkan perjanjian merupakan semua bentuk hubungan antara dua pihak dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melakukan sesuatu hal. Perjanjian tidak membedakan apakah perjanjian tersebut dibuat tertulis maupun tidak, sehingga kontrak dapat diartikan sebagai perjanjian secara sempit, yaitu hanya yang berbentuk tertulis. Hal ini memberikan arti bahwa kontrak dapat disamakan dengan perjanjian.

Donal Black dalam Black Law Dictionary mendefinisikan kontrak sebagai sebuah kesepakatan antara dua orang atau lebih yang menciptakan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal yang tertentu. (M. Arsyad Sanusi:2001:36)

2. Asas Hukum Perjanjian

Menciptakan tujuan perjanjian maka perlu diperhatikan beberapa asas dari perjanjian. Berikut adalah beberapa asas perjanjian.

2.1. Asas kebebasan berkontrak.

(9)

sendirilah yang menentukan, apakah mereka mau terikat dalam suatu perjanjian atau tidak dan sampai sejauh mana mereka hendak terikat pada perjanjian tersebut sebab pada akhirnya mereka sendirilah yang akan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan isi perjanjian.

2.2. Asas Konsensualisme (persesuaian kehendak).

Suatu perjanjian lahir manakala telah terjadi kesepakatan antara para pihak. Asas ini sangat erat hubungannya dengan prinsip kebebasan dalam mengadakan perjanjian. Berdasarkan asas ini semua orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian.

2.3. Asas Obligator

Pada asas ini menerangkan bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik.

2.4. Asas Pelengkap

(10)

3. Syarat Sah Perjanjian

Pasal 1320 Kitab Hukum Undang-Undang Hukum Perdata mengatur agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian. Syarat sahnya perjanjian meliputi syarat subyektif dan syarat obyektif (Subekti:2002:17).

3.1. Syarat Subyektif.

3.1.1. Sepakat mereka mengikatkan dirinya

Sepakat atau yang dinamakan dengan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman ada empat teori tentang saat terjadinya sepakat, yaitu:

1. Teori Kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menulis surat.

(11)

3. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.

4. Teori Kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.

3.1.2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Berkenaan dengan syarat kecakapan untuk membuat perjanjian, dalam Pasal 1330 KUHPerdata ditentukan sebagai berikut:

Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah : 1. Orang-orang yang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

3. Seorang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

(12)

Dengan demikian orang-orang yang dipandang sebagai tidak cakap untuk membuat perikatan adalah orang yang belum dewasa dan orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan.

3.2.Syarat Obyektif.

3.2.1. Mengenai suatu hal tertentu

Suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang dijadikan obyek dalam perjanjian harus jelas. Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi obyek suatu perjanjian, Menurut Pasal 1333 BW barang yang menjadi obyek suatu perjanjianini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kenudian dapat ditentukan atau diperhitungkan.

Selanjutnya, dalam Pasal 1334 ayat (1) BW ditentukan bahwa barang-barang yang baru akan ada kemudian hari juga dapat menjadi obyek suatu perjanjian.

3.2.2. Suatu sebab yang halal

(13)

kekuatan. Menurut apa yang diterangkan di atas teranglah, bahwa praktis hampir tidak ada perjanjian yang tidak mempunyai causa. Suatu causa yang palsu terdapat jika suatu perjanjian dibuat dengan pura-pura saja, untuk menyembunyikan causa yang sebenarnya yang tidak diperbolehkan.

Adapun suatu causa yang tidak diperbolehkan, ialah yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum berdasarkan pada Pasal 1337 KUH Perdata.

Mengenai obyek perjanjian diatur lebih lanjut dalam Pasal 1332 KUH Perdata yang menyebutkan, bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Dengan demikian maka menurut Pasal tersebut hanya barang-barang yang mempunyai nilai ekonomi saja yang dapat dijadikan obyek perjanjian

(14)

4. Macam-Macam Perjanjian Standar

a. Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan beberapa jenis perjanjian standar :

1) Perjanjian standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur atau perjanjian standar sepihak. Disini persyaratan dari perjanjian ditetapkan secara sepihak oleh pihak kreditur tanpa melalui proses tawar-menawar dengan pihakkonsumen.

2) Perjanjian standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak-pihak atau perjanjian standar bertimbal balik. Perjanjian standar jenis ini, isi dan persyaratannya merupakan hasil dari negosiasi dan kesepakatan dari dua atau lebih pihak-pihak (yang umumnya merupakan organisasi atau asosiasi) dan kemudian dituangkan didalam suatu perjanjian tertulis yang distandarisir dalam bentuk formulir untuk digunakan oleh para anggota asosiasi dalam aktivitas bisnisnya.

(15)

dimanfaatkan oleh para pihak (klien-klien) yang mengadakan transaksi.

b. Ditinjau dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat dibedakan menjadi dua bentuk perjanjian standar, yaitu:

1) Perjanjian standar menyatu, yaitu perjanjian dengan format perjanjian biasa, tetapi yang sebagian besar persyaratannya telah distandarisir sebelum digunakan dalam suatu transaksi bisnis, akan tetapi bagian-bagian tertentu masih terbuka untuk negosiasi yang diintegrasikan ke dalam suatu perjanjian yang utuh.

2) Perjanjian standar terpisah, perjanjian standar ini memiliki bentuk khusus karena elemen-elemen transaksi yang terbuka untuk negosiasi pada dasarnya dirumuskan di dalam suatu formulir tersendiri (terpisah) dengan bagian-bagian yang dikosongkan (blanks) yang akan diisi sesuai kesepakatan para pihak. Penandatanganan perjanjian oleh para pihak dilakukan juga pada lembar ini.

(16)

Jadi penandatanganan formulir oleh para pihak akan dianggap sebagai kesanggupan untuk juga terikat pada ketentuan-ketentuan yang non-negotiable.

c. Ditinjau dari segi penandatanganan perjanjian standar dapat dibedakan antara :

1) Perjanjian standar yang baru dianggap mengikat para pihak apabila pada saat penutupannya perjanjian harus ditandatangani oleh para pihak.

2) Perjanjian standar yang pada saat penutupan perjanjiannya tidak perlu ditandatangani oleh para pihaknya. Perjanjian semacam ini sudah dianggap mengikat dengan dijalankannya suatu perilaku tertentu oleh salah satu pihak (biasanya konsumen) yang dianggap telah menerima persyaratan perjanjian.

5. Ingkar Janji (Wanprestasi)

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti suatu keadaan yang menunjukkan debitur tidak berprestasi (tidak melaksanakan kewajibannya) dan dia dapat dipersalahkan. Ada tiga unsur yang menetukan kesalahan, yaitu :

1) Perbuatan yang dilakukan debitur dapat disesalkankreditur. 2) Debiturdapat menduga akibatnya.

(17)

Kapan saat terjadinya wanprestasi? Wanprestasi memang dapat terjadi dengan sendirinya, tetapi kadang-kadang tidak. Banyak perikatan yang tidak dengan ketentuan waktu pemenuhan prestasinya memang dapat segera ditagih, tetapi pembeli juga tidak dapat menuntut pengganti kerugian apabila penjual tidak segera mengirim barangnya kerumah pembeli. Ini diperlukan tenggang waktu yang layak dan ini diperbolehkan dalam praktek.

Tenggang waktu dapat beberapa jam, dapat pula satu hari bahkan lebih. Maka dari itu dalam perjanjian-perjanjian yang tidak ditentukan waktunya wanprestasi tidak terjadi demi hukum, karena tidak ada kepastian kapan ia betul-betul wanprestasi. Kalau perikatan itu dengan ketentuan waktu, kadang-kadang ketentuan waktu mempunyai arti yang lain yaitu bahwa debitur tidak boleh berprestasi sebelum waktu itu tiba.

(18)

1) Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali maka pernyataan lalai tidak diperlukan,krediturlangsung minta ganti kerugian.

2) Dalam hal debitur terlambat memenuhi prestasi maka pernyataan lalai diperlukan, karenadebiturdianggap masih dapat berprestasi.

3) Kalaudebiturkeliru dalam memenuhi prestasi,

Hoge Raad berpendapat pernyataan lalai perlu, tetapi Meijers berpendapat lain apabila karena kekeliruan debitur kemudian terjadi pemutusan perjanjian yang positif, pernyataan lalai tidak perlu. Seorang debitur dikatakan telah melakukan wanprestasiapabila

1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya,

2) Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan,

3) Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat,

4) Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat terjadinya wanprestasi, debitur harus : 1) Mengganti kerugian,

2) Benda yang dijadikan obyek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab daridebitur,

(19)

Di sampingdebiturharus bertanggung gugat tentang hal-hal tersebut di atas maka apa yang dapat dilakukan oleh krediturmenghadapidebitur yang wanprestasi itu. Krediturdapat menuntut salah satu dari lima kemungkinan sebagai berikut :

1) dapat menuntut pembatalan/pemutusan perjanjian, 2) dapat menuntut pemenuhan perjanjian,

3) dapat menuntut penggantian kerugian,

4) dapat menuntut pembatalan dan penggantian kerugian, 5) dapat menuntut pemenuhan dan penggantian kerugian.

B. Tinjauan MengenaiE-commerce.

1. PengertianE-commerce.

(20)

perdagangan barang-barang dan jasa-jasa serta pertukaran materi-materi elektronik yang dilaksanakan secara elektronik.

Pada dasarnyae-commercemerupakan seluruh kegiatan atau transaksi bisnis yang menggunakan media elektronik melalui jaringan-jaringan komputer (internet). Sampai saat ini e-commerce sendiri tidak memeiliki pengertian baku, semua itu tergantung pada cara pandang orang yang menafsirkannya.

2. Jenis-JenisE-commerce

Electronic commerce dalam pelaksanaannya yang menggunakan media internet sebagai sarana utamanya tidak terlepas dari kemudahan yang ada dalam internet itu sendiri. Kemudahan tersebut diantaranya adalah kemudahan untuk diakses dimana saja dan dengan siapa seorang pengguna akan berhubungan. Selain itu, sudut pandang dari e-commerce sangatlah luas. Berdasarkan sudut pandang para pihak dalam e-commerce,jenis-jenis dari suatu kegiatane-commerceberdasarkan sudut pandang para pihak dalam bisnis, e-commerce dapat dibagi menjadi beberapa kategori.

2.1.Busines to Busines(B2B)

(21)

tanggal 13 januari 2011). Busines to Busines (B2B) mempunyai beberapa karekteristik (Dikdik M Arief Mansur dan Elisatris Gultom: 2009: 151).

a. Trading Partners yang sudah diketahui dan umumnya memiliki hubungan (relationship) yang cukup lama. Informasi hanya dipertukarkan dengan partner tersebut. Sehingga jenis informasi yang dikirimkan dapat disusun sesuai kebutuhan dan kepercayaan (trust). b. Pertukaran data (data exchange) berlangsung berulang-ulang dan

secara berkala, dengan format data yang sudah disepakati bersama. Sehingga memudahkan pertukaran data untuk dua entiti yang menggunakan standar yang sama.

c. Salah satu pelaku dapat melakukan inisiatif untuk mengirimkan data, tidak harus menunggupartner.

d. Model yang umum digunakan adalah per-to-per, dimana processing intelligencedapat didistribusikan di kedua belah pihak.

2.2. Bussines to Cunsumer(B2C)

Bussines to Cunsumer (B2C) merupakan transaksi antara perusahaan dengan konsumen (individu), contohnya adalah amazon.com. pada jenis ini transaksi disebarkan secara umum dan konsumen yang berinisiatif melakukan transaksi (http//:jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/ 5208344371.jpeg, diakses tanggal 13 januari 2011).

(22)

a. Terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan ke umum.

b. Servis yang diberikan bersifat umum (generic) dengan mekanisme yang dapat digunakan oleh khayalak ramai. Sebagai contoh, karena sistem web sudah umum digunakan maka servis diberikan dengan menggunakan basisweb.

c. Servis diberikan berdasarkan permohonan (on demand). Consumer melakukan inisiatif dan produser harus siap memberikan respon sesuai dengan permohonan.

d. Pendekatan client/server sering digunakan dimana diambil asumsi client (consumer) menggunakan sistem yang minimal (berbasis web) danprocessing(bussines procedure) diletakan di sisiserver.

2.3. Consumer to Consumer(C2C)

Consumer to Consumer (C2C) merupakan transaksi dimana konsumen menjual produk secara langsung kepada konsumen lainnya. Dan juga seorang individu yang mengiklankan produk barang atau jasa, contohnya adalah e-bay (http//:jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/5208344371.jpeg, diakses tanggal 13 januari 2011).

2.4. Consumer to Bussines(C2B)

(23)

2.5. Non-Bussines Electronic Commerce

Non-Bussines Electronic Commerce meliputi kegiatan non bisnis seperti kegiatan lembaga pendidikan, organisasi nirlaba, keagamaan dan lain-lain (Arsyad Sanusi: 2004: 104).

2.6.Intrabussines(Organizational)Electronic Commerce

Kegiatan ini meliputi semua aktivitas internal organisasi melalui internet untuk melakukan pertukaran barang, jasa, dan informasi, menjual produk perusahaan kepada karyawan, dan lain-lain (Arsyad Sanusi: 2004:104).

3. Mekanisme Transaksi Komersial Elektronik (E-Commerce)

Transaksi jual-beli yang dilakukan melalui media elektronik (e-commerce), pada dasarnya merupakan transaksi jual beli konvensional. Seperti halnya transaksi jual beli konvensional, maka transaksi jual beli melalui media elektronik ( e-commerce) juga terdiri dari tahapan penawaran dan penerimaan.

3.1. Penawaran

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, penawaran merupakan suatu ajakan untuk masuk ke dalam suatu perjanjian yang mengikat (invication to enter into a binding agreement).

(24)

calon pembeli atau dilakukan melalui website, sehingga siapa saja dapat melihat penawaran tersebut.

3.2. Penerimaan

Penerimaan dapat dinyatakan melalui website, atau surat elektronik. Dalam transaksi melaluiwebsitebiasanya terdapat tahapan-tahapan yang harus diikuti oleh calon pembeli, yaitu :

1) mencari barang dan melihat deskripsi barang; 2) memilih barang;

3) melakukan pembayaran setelah yakin akan barang yang akan dibelinya.

3.3. Peneguhan dan Persetujuan Calon Pembeli

Setelah pihak yang menawarkan dan yang menerima sepakat, lalu pihak yang menerima tawaran tersebut mengisi biodata diri si calon pembeli, dan pihak penerima penawaran memberikan persetujuan atas persyaratan yang diatur oleh pihak yang menawarkan/menjual.

4. Proses Jual Beli melalui media elektronik (media elektronik yang digunakan dalamE-commerce)

(25)

Ekstranet,E-maildan lain-lain. Untuk enjelaskan alat dan media tersebut, berikut ini disampaikan beberapa definisinya:

4.1. Teleks

Teleks adalah suatu bentuk komunikasi antara dua terminal telephone dimana setiap terminalnya kelihatan seperti dan berfungsi seperti mesin ketik elektrik. Keduanya digunakan untuk menge-print sebuah data (record) yang dikomunikasikan.

4.2. Fax

Teknologi fax, yang juga sering disebut dengan telekopi, adalah salah satu bentuk transmisi elektronik yang sesuai dengan standar faksimili yang dibuat oleh International Telegraph and Telephone Consultative Committee.

4.3. EDI (electronic data interchange)

(26)

4.4. Internet

Internet, yang merupakan akronim popular dari Interconnected Network (jaringan yang saling berhubungan) merupakan generasi pelanjut EDI yang memiliki fasilitas, jangkauan jaringan dan manfaat lebih dari system komunikasi yang pernah ada sebelumnya. Dalam hubungannya dengan dunia perdagangan, situs atau websitebiasanya digunakan sebagai ajang atau tempat dipostingkannnya iklan atau penawaran, atau undangan untuk melakukan transaksi jual beli. Bahkan dalam perkembangannya selanjutnya situs ini bisa dijadikan sebagai sarana untuk melakukan sebuah transaksi.

Persetujuan atau penolakan terhadap sebuah item tertentu yang ditawarkan, atau pemesanan barang-barang tertentu sebagaimana yang diiklankan sangat mungkin untuk dilakukan melalui situs atau website ini. Bahkan, lebih jauh lagi, pembayaran menggunakan kartu kredit juga bisa dilakukan melalui situs yang telah dilengkapi dengan instrumen e-commerce tertentu dan pengamanannya yang memungkinkan hal tersebut dilakukan. Banyak fungsi yang ditawarkan oleh situs seperti tersebut diatas itulah yang telah menjadikan internet sebagai media alternatif dalam dunia perdagangan.

5. Metode Pembayaran dalam TransaksiE-commerce.

(27)

1. Transaksi model ATM. Transaksi ini hanya melibatkan institusi financial dan pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau mendeposit uangnya dariaccountmasing-masing.

2. Pembayaran dua pihak tanpa perantara, transaksi dilakukan langsung antara dua pihak tanpa perantara menggunakan uang nasionalnya.

3. Pembayaran dengan perantara pihak ketiga, umumnya proses pembayaran yang menyangkut debit, kredit maupun cek masuk dalam kategori ini. Ada beberapa metode pembayaran yang dapat digunakan, yaitu :

a. Sistem pembayaran kartu krediton-line.

b. Sistem pembayaran cekon-line.

Sistem pembayaran dengan kartu kredit inilah yang sering menjadikan transaksi elektronik menjadi masalah. Pembajakan kartu kredit serta penipuan kartu kredit kerap terjadi dalam transaksi e-commerce. Sejumlah konsumen yang berbelanja lewat internet pernah mengalami pencurian nomor kartu kredit. Pencuri dapat saja mendapatkan nomor kartu kredit dengan cara menyusup ke sebuah server atau juga ke sebuah PC.

(28)

penipuan dengan cara meminta nomor kartu kredit meskipun tidak melakukan transaksi dengan alasan sebagai jaminan.

1. Micropayment adalah pembayaran untuk uang recehan yang kecil-kecil. Mekanisme Micropayment ini penting dikembangkan karena sangat diperlukan untuk pembayaran uang receh yang kecil tanpa overhead yang tinggi.

2. Anonymous digital cash, uang elektronik yang dienkripsi. “Digital cash, memiliki karakteristik utama, yaitu transnationality of digital cash, dimanadigital cashmemiliki kemampuan mengalir secara bebas melewati batas hukum Negara lain”. Umumnya digital cash dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori utama, yaitu (i) tipe yang berbasis kartu kredit, (ii) tipe cek, dan (iii) tipe cash.

C. Tanda Tangan Digital

1. Pengertia Tanda Tangan Digital.

(29)

Sedangkan menurut tim pengajar Hukum Telematika FH UI, digital signature adalah transmisi data yang menggunakan asymmetric cryptosystemsehingga data/ pesan yang diterima secara utuh dan dengan tandatangan digital dapat diketahui asal dari pesan tersebut (http://www.fh.ui.ac.id).

2. Fungsi Tanda Tangan Digital.

Fungsi dari tandatangan dalam suatu dokumen adalah untuk memastikan otentitas dari dokumen tersebut. Sebuah digital signatur sebenarnya bukanlah suatu tandatangan yang seperti kita kenal selama ini. Digital signature selain berfungsi sebagai cara untuk menandai suatu dokumen sehingga dokumen atau data, juga dapat berfungsi untuk mengidentifikasi dari siapa dokumen ini dikirim dan juga memastikan keutuhan dari dokumen tersebut tidak berubah selama proses tranmisi (MohdMa’sum Billah:)

Tandatangan digital harus unik sehingga dapat membedakan pengirim yang satu dengan yang lainnya. Tanda tangan digital juga harus sulit untuk ditiru dan dipalsukan sehingga integritas dan keabsahan pesan dapat terjaga. Dengan demikian diharapkan pemalsuan identitas dan pengubahan pesan oleh pihak yang tidak berhak ketika pesan itu dikirim dapat dihindari.

3. Manfaat Tanda Tangan Digital (Digital Signature)

(30)

3.1. Authenticity

Dengan memberikan digital signature pada data elektronik yang dikirimkan, maka akan dapat ditunjukkan darimana data elektronik tersebut sesungguhnya berasal. Terjaminnya integritas pesan tersebut bisa terjadi, karena keberadaan daridigital certificate.Digital Certificatediperoleh, atas dasar aplikasi kepada Certification Authority oleh user/subscriber.

3.2. Integrity

Penggunaan digital signature yang diaplikasikan pada pesan/data elektronik yang dikirimkan, dapat menjamin bahwa pesan/data elektronik tersebut tidak mengalami suatu perubahan atau modifikasi oleh pihak yang tidak berwenang.

3.3. Non-Repudiation(Tidak Dapat Disangkal Keberadaannya)

(31)

dengan catatan bahwa data yang telah disign akan dimasukkan ke dalam digitalenvolve.

3.4. Confidentiality

Pesan dalam bentuk data elektronik yang dikirimkan tersebut bersifat rahasia/confidental, sehingga tidak semua orang dapat mengetahui isi data elektronik yang telah disign dan dimasukkan dalam digital envolve. Keberadaan digital envolve yang termasuk bagian yang integral dari digital signature,menyebabkan suatu pesan yang telah dienkripsi hanya dapat dibuka oleh orang yang berhak. Tingkat kerahasiaan dari suatu pesan yang telah dienkripsi ini, tergantung dari panjang kunci/key yang dipakai untuk melakukan enkripsi.

D. Perlindungan Konsumen.

1. Pengertian Konsumen

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa consumer (Inggris, Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. secara harafiah arti kata consume adalah setiap orang yang menggunakan barang.

(32)

orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup dan tidak untuk diperdagangkan.

Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapat perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebihlebih hak–haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak konsumen. Secara umum dikenal ada empat hak-hak dasar konsumen yaitu :

1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the righ to safety); 2. Hak untuk mendapatkan informasi (the righ to be informed); 3. Hak untuk memilih (the righ to choose)

4. Hak untuk di dengar (the righ to be heared);

2. Hak dan Kewajiban Konsumen

2.1. Hak Konsumen

Jika membicarakan tentang perlindungan konsumen, hal itu juga membicarakan hak-hak konsumen. Hak-hak konsumen menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut :

(33)

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

5) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

6) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

7) Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya

8) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

2.2. Kewajiban Konsumen

Pasal 5 UU Nomor 8 tahun 1999 menyatakan kewajiban konsumen, yaitu : 1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.

(34)

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

3. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

3.1. Hak Pelaku Usaha

Pasal 6 UU Nomor 8 tahun 1999 menyatakan hak pelaku usaha, yaitu :

1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

2) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad buruk.

3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

3.2. Kewajiban Pelaku Usaha

(35)

2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

5) Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau yang diperdagangkan.

6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

7) Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau jasa penggantian apabila barang dan/jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

4. Ganti Rugi berupa Jaminan yang Diberikan Penjual/Pelaku Usaha/Merchant Kepada Pembeli/Konsumen

(36)

dinikmati oleh kreditur. Ganti rugi yang dimintakan hanya sebatas kerugian dan kehilangan keuntungan yang merupakan akibat langsung dari wanprestasi tersebut.

Dalam praktek transaksi jual beli melalui internet, terdapat jaminan-jaminan tersebut diberikan berupa ganti rugi. Biasanya jaminan tersebut diberikan berupa ganti rugi jika barang terlambat atau tidak sesuai dengan pesanan, atau rusak pada saat pengiriman. Jaminan-jaminan ini diberikan secara berbeda-beda setiap penjual/pelaku usaha/merchant. Jarang sekali terdapat penjual yang memberikan jaminan kepada konsumen secara memadai karena biasanya jaminan tersebut justru hanya untuk melindungi kepentingan penjual saja.

Terbatasnya bentuk ganti rugi yang diberikan membuat konsumen tidak dapat berbuat apa-apa. Ganti rugi yang sudah baku, mau tidak mau atau suka tidak suka harus dipenuhi oleh konsumen. Jika memang konsumen tidak setuju maka ia dapat membatalkan pesanannya. Tetapi masih banyak konsumen di Indonesia yang tidak kritis dan tidak teliti dalam membaca klausula baku semacam ini. Padahal, jika ternyata hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dikemudian hari maka akan timbul kerugian di pihaknya.

(37)

UUPK dijelaskan, pelaku usaha memiliki tanggungjawab yang harus dilaksanakan yang meliputi :

1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

(38)

E. Kerangka Pikir.

Perjanjian dalame-commercetermasuk ke dalam kontrak elektronik, kontrak yang menggunakan internet sebagai media utamanya.. Secara umum perjanjian dalam e-commerce terjadi karena adanya kesepakatan antar para pihak, hal ini tidak berbeda dengan perjanjian biasa.

Keabsahan Tanda Tangan Digital

Berdasarkan pada UU ITE No.11 Tahun

2008 Perkembangan Teknologi Informasi

Dalam dunia perdagangan di internet, muncul

sistem perdagangan elektronik (e-commerce)

Keabsahan Kontrak Perdagangan

Melalui Internet

(e-commerce)Berdasarkan Pada Hukum Perjanjian di Indonesia

Perlindungan Hukum Terhadap

Konsumen Yang Melakukan

Transaksi Melalui Internet

Berdasarkan Pada UU No 8 Tahun

1999.

Implikasi Sektor Hukum

Menimbulkan persoalan hukum berkaitan

(39)

Dalam transaksi perdagangan dengan menggunakan electronic commerce pelaku usaha atau penjual menawarkan dagangannya kepada konsumen atau pembeli melalui media internet. Apabila konsumen setuju dengan harga dan barang yang ditawarkan oleh pelaku usaha, maka akan dibuat perjanjian elektronik kontrak dengan menggunakan tanda tangan digital.

(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian hukum doktrinal/normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (Soerjono Soekanto,2006:13). Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

B. Tipe Penelitian.

Penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan serta menguraikan semua data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan yang berkaitan dengan judul penulisan hukum yang secara jelas dan rinci kemudian dianalisis guna menjawab permasalahan yang diteliti.

C. Pendekatan Masalah.

(41)

mengkaji dan menganalisis ketentuan perundang-undangan dan literature hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan.

D. Data dan Sumber Data.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka (Abdulkadir Muhammad, 2004: 121). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Bahan hukum primer.

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat berupa perundang-undangan yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini, terdiri dari:

a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

b. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008.

c. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. 2. Bahan hukum sekunder.

Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, meliputi buku-buku, literature-literatur yang berkaitan erat dengan judul penelitian ini.

3. Bahan hukum tersier.

(42)

memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, seperti kamus.

E. Pengumpulan Data.

Berdasarkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka. Studi pustaka adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

F. Pengolahan Data.

Data yang diperoleh baik dari studi pustaka, maupun studi dokumen diolah melalui beberapa tahap , untuk kemudian diambil kesimpulan.

1. Editing, yaitu data yang diperoleh diperiksa untuk mengetahui apakah masih terdapat kekurangan, serta apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan yang ada.

2. Klasifikasi, yaitu pengelompokan data sesuai dengan bidang pokok bahasan agar memudahkan dalam menganalisa data.

(43)

G. Analisis Data.

(44)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Kontrak perdagangan dalame-commerce merupakan perjanjian standar, yaitu pihak penjual/kreditur telah menetapkan terlebih dahulu isi form perjanjian atau kontrak, sehingga konsumen hanya dapat menyetuji atau tidak menyetujui isi kontrak tersebut, tanpa ada negosiasi antara kedua belah pihak. Kontrak dalam e-commerce juga tidak memenuhi secara utuh syarat sahnya suatu perjanjian, terutama mengenai kecakapan untuk melakukan perjanjian, karena sulit untuk mengetahui apakah para pihak tersebut sudah berwenang untuk melakukan perbuatan hukum, namun hal tersebut tidak serta merta membatalkan perjanjian yang telah dibuat selama kedua belah pihak tidak mempermasalahkan perjanjian dan tidak merugikan kedua belah pihak.

(45)

tingkat keamanan, agar pesan yang dikirim tidak dapat dibaca selain oleh penerima pesan, hal tersebut merupakan aplikasi terhadap Pasal 11 dan 12 Undang-Undang ITE. Keamanan menggunakan elektronik signature adalah sama dengan menggunakan dokumen kertas, oleh karena itu keabsahan tanda tangan digital adalah sama dengan tanda tangan biasa.

3. Dalam melakukan upaya perlindungan terhadap konsumen, pemerintah dapat menempuh tiga fase yaitu perlindungan sebelum transaksi, perlindungan saat transaksi dan perlindungan pasca transaksi. Upaya hukum yang dapat ditempuh bagi konsumen yang dirugikan dalam transaksi e-commerceadalah upaya hukum preventif dan upaya hukum represif. Penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui litigasi atau pengadilan dan non-litigasi yaitu melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau lembaga penyelesaian sengketa alternative lainnya.

B. SARAN

Berdasarkan uraian, penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut :

(46)

pada konsumen dan upaya hukum yang akan ditempuh apabila terjadi sengketa, hal tersebut untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak konsumen. Penjual haruslah memberikan informasi yang jelas mengenai identitasnya seperti nama, umur, alamat, jenis usaha, no. telepon dan lainnya, yang dapat digunakan apabila kita ingin mengajukan claim.

(47)

ABSTRAK

ASPEK YURIDIS KONTRAK PERDAGANGAN DALAM E-COMMERCE DITINJAU DARI ASAS DAN SYARAT SAH SUATU PERJANJIAN

Oleh

AB Bayu Purwo Satria Kusuma Yusuf

Salah satu cara jual beli yang sangat diminati saat ini yaitu jual beli yang dilakukan melalui media internet atau sering disebut juga dengan e-commerce. Transaksi jual beli melalui internet tidaklah berbeda dengan transaksi konvensional, penjual tetap menawarkan barang yang di perdagangkan kepada pembeli dan apabila penawaran tersebut disetujui oleh pembeli maka akan timbul suatu perjanjian jual beli antara kedua belah pihak, hanya saja dengan sistem e-commerce, penawaran terhadap barang dilakukan dengan menggunakan media internet, artinya antara penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung, sehingga hal ini akan menimbulkan permasalahan mengenai keabsahan kontrak perdagangan dan keaslian pesan yang dikirim melalui media internet, karena penjual dan pembeli sama-sama tidak mengetahui apakah salah satu dari mereka berwenang/cakap melakukan perbuatan hukum menurut undang-undang.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah aspek yuridis kontrak perdagangan dalame-commerceberdasarkan asas dan syarat sah suatu perjanjian, Bagaimanakah keabsahan tanda tangan digital berdasarkan Undang-Undang ITE, dan Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna e-commerce.”

(48)

pemahaman serta interprestasi data.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, keabsahan perjanjian jual beli yang dilakukan melalui internet tidak lepas dari aturan yang tertuang dalam pasal 1320 KUHPerdata. Suatu perjanjian sah apabila memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan mengikatkan diri, kecakapan dalam bertindak, mengenai suatu hal tertentu dan sebab yang halal. Dalam transaksi elektronik, syarat kecakapan bertindak sulit untuk dibuktikan, namun hal ini tidak serta merta menyebabkan perjanjian tersebut tidak sah, selama kedua belah pihak tidak merasa dirugikan. Salah satu upaya untuk mencegah pemalsuan dokumen elektronik, yaitu menggunakan tanda tangan digital. Tanda tangan digital menggunakan metode enskripsi data dan deskripsi data, sehingga hanya penerima pesan yang dapat membaca isi dokumen elektronik tersebut. Tanda tangan digital juga dapat berfungsi sebagai legalitas terhadap dokumen elektronik. Keabsahan mengenai tanda tangan elektronik sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang ITE. Apabila konsumen dalam melakukan jual beli melalui e-commerce merasa dirugikan, konsumen dapat melakukan upaya hukum. Berdasarkan Pasal 38-39 Undang – Undang ITE dan Pasal 45 UndangUndang Perlindungan Konsumen, konsumen dalam penyelesaian sengketa dapat melalui dua jalur, yaitu jalur litigasi atau melalui pengadilan dan jalur non-litigasi yaitu menggunakan jasa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang sesuai dengan ketentuan undang-undang.

(49)

ABSTRACT

JURIDICIAL ASPECTS OF TRADE CONTRACT IN E-COMMERCE OF THE REVISED

PRINCIPLES AND CONDITIONS OF A LAWFUL AGREEMENT

By

AB Bayu Purwo Satria Kusuma Yususf

One way of buying and selling in great demand today is trading conducted through the Internet or the media is often referred to as e-commerce. Sale and purchase transactions over the Internet is no different from conventional transaction, the seller still offers the goods traded to the buyer and if the offer is approved by the purchaser will give rise to a purchase agreement between the parties, only with e-commerce systems, supply of goods performed by using the internet, meaning between the seller and the buyer does not meet in person, so this will cause problems regarding the validity of the contract of sale and authenticity of messages sent via the Internet, because sellers and buyers alike do not know if any of their authorized / legally competent under the law.

Problems in this study is: "How is the juridical aspect of trading contracts in e-commerce based on the principles and legal requirements of a treaty, How is the validity of digital signatures based on the ITE Law, and How is legal protection of consumer e-commerce users."

This type of study is a normative legal research with descriptive type of research and theoretical approaches juridical problems / normative. The data used in this study were secondary data consisting of primary legal materials, legal materials and secondary legal materials tertiary. The data was collected through a literature study and the study of documents. Once the data collected, further processed by the data selection, data classification, and systematization of data. Analysis of the data used is a qualitative data analysis, namely by breaking the data quality in a regular sentence, after another, do not overlap and effectively so as to facilitate discussion and understanding and interpretation of data.

(50)

acting skills, but this does not necessarily lead to an agreement is not valid, as long as both parties do not feel disadvantaged. One effort to prevent the counterfeiting of electronic documents, using digital signatures. Digital signature using the method of data encryption and data descriptions, so that only the recipient can read the contents of electronic documents. Digital signatures can also serve as the legality of electronic documents. Validity of electronic signatures as evidence under Article 5 of Law ITE. If consumers in buying and selling through e-commerce was affected, the consumer can make remedies. Pursuant to Article 38-39 Law - Law and Article 45 of the ITE Law - Consumer Protection Act, consumers can dispute through two pathways, ie pathways or through court litigation and non-litigation pathway that is using the services of Consumer Dispute Settlement Body (BPSK) or institutions other alternative dispute resolution in accordance with the provisions of law.

(51)

(Skripsi)

Oleh

AB. BAYU PURWO SATRIA KUSUMA YUSUF

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(52)

Oleh

AB. BAYU PURWO SATRIA KUSUMA YUSUF

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

(53)
(54)

Halaman

I. PEN

DAHULUAN ... 1

A. Latar

Belakang Masalah ... 1

B. Rum

usan Masalah dan Ruang Lingkup ... 3

C. Tujua

n Penelitian ... 4

D. Kegu

naan Penelitian ... 5

II. TINJ

AUAN PUSTAKA ... 7

A. Perja

njian dan Kontrak ... 7

1. Peng

ertian Perjanjian dan Kontrak ... 7

2. Asas

Hukum Perjanjian ... 8

2.1. Asas

Kebebasan berkontrak. ... 8

2.2. Asas

Konsensualisme ... 9

2.3. Asas

(55)

t Sah Perjanjian ... 10

3.1. Syara

t Subyektif. ... 10

3.1.1. Sepa

kat mereka mengikatkan dirinya ... 10

3.1.2. Caka

p untuk membuat suatu Perjanjian ... 11

3.2. Syara

t Obyektif. ... 12

3.2.1. Meng

enai suatu hal tertentu ... 12

3.2.2. Suatu

sebab yang halal ... 12

4. Maca

m-Macam Perjanjian Standar ... 14

5. Wan

prestasi ... 16

B. Tinja

uan Mengenai E-Commerce. ... 19

1. Peng

ertian E-commerce. ... 19

2.

(56)

2.3. Cons umer to Consumer(C2C) ... 22

2.4. Cons

umer to Bussines(C2B) ... 22

2.5.

Non-Bussines Electronic Commerce ... 23

2.6. Intrabussi

nes(Organizational)

Electronic Commerce... 23

3. Meka

nisme Transaksi KomersialE-Commerce. ... 23

3.1. Pena

waran ... 23

3.2. Pener

imaan ... 24

3.3. Perse

tujuan Calon Pembeli ... 24

4. Prose

s Jual Beli Melalui Media Elektronik. ... 24

4.1. Telex...

4.2. Fax... 4.3. EDI...

4.4. Inter

(57)

a Tangan Digital ... 28

1. Peng

ertia Tanda Tangan Digital. ... 28

2. Fung

si Tanda Tangan Digital. ... 29

3. Manf

aat Tanda Tangan Digital ... 29

3.1. Auten

ticity ... 30

3.2. Inter

grity ... 30

3.3.

Non-Repudiation ... 30

3.4. Confi

dentiality ... 31

D. Perli

ndungan Konsumen ... 31

1. Peng

ertian Konsumen ... 31

2. Hak

Dan Kewajiban Konsumen ... 32

2.1. Hak

(58)

Dan Keajiban Pelaku Usaha ... 34

3.1. Hak

Pelaku Usaha ... 34

3.2. Kewa

jiban Pelaku Usaha ... 34

4. Ganti

Rugi ... 35

E. Kera

ngka Pikir. ... 38

III. MET

ODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis

Penelitian ... 40

B. Tipe

Penelitian ... 40

C. Pend

ekatan Masalah ... 40

D. Data

dan Sumber Data ... 41

E. Meto

de Pengumpulan Data ... 42

F. Peng

olahan Data ... 42

G. Anali

(59)

dari Hukum Perjanjian. ... 44

1. Pemenuh

an terhadap Syarat Sahnya Suatu

Perjanjian ... 44

1.1. Sepa

kat Mereka yang Mengikatkan Dirinya ... 46

1.1.1. Teori

Penawaran dan Penerimaan (offer and

acceptance) ... 47

1.1.2. Teori

Pernyataan (verklarings theorie) ... 47

1.1.3. Teori

Konfirmasi ... 48

1.1.4. Kontrak

melaluichattingdanvideo

conference ... 49

1.1.5. Kontr

ak melaluie-mail ... 50

1.1.6. Kontr

ak melaluiweb(situs) ... 50

1.2. Keca

(60)

2) Ama zon ... 58

✞) Gram

edia Toko BukuOnline ... 59

1.4. Suatu

Sebab yang Halal ... 60

2. Peme

nuhan Asas-asas Perjanjian dalam KUH Perdata ... 63

2.1. Asas

Kebebasan Berkontrak ... 63

2.2. Asas

Konsensualisme ... 65

2.3. Asas

Kekuatan Mengikat ... 67

2.4. Asas

Obligator ... 68

B. Keabsaha

n Tanda Tangan Digital menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

Nomor 11 Tahun 2008. ... 68

1. Jami

nan Integritas dari Tanda Tangan Elektronik ... 69

2. Pengi

(61)

3. Pembukti an dan Keabsahan Tanda Tangan Elektronik

menurut UU ITE ... 73

C. Bentuk

Perlindungan Hukum Yang Dapat Ditawarkan Kepada

Konsumen Pengguna Transaksi Elektronik. ... 78

1. Fase-fase

Perlindungan Hukum Yang Diterapkan

Kepada Konsumen Pengguna Transaksi Elektronik ... 78

1.1. Perli

ndungan Hukum Sebelum Transaksi ... 78

1.1.1. Membent

uk Lembaga Perlindungan

Konsumen ... 79

1.1.2. Pendi

dikan Konsumen E-Commerce ... 80

1.1.3.

Selft-RegulationOleh Pelaku Usaha ... 81

1. Tang

gung Jawab Atas Informasi ... 81

a. Tang

gung Jawab Atas Informasi Iklan

(62)

Jawab Informasi Atas

Upaya Penyelesaian Sengketa ... 83

2. Tang

gung Jawab Atas Keamanan ... 83

1.2. Perli

ndungan Hukum Pada Saat Transaksi ... 84

1.1.1. Keasl

ianData massage ... 84

1.1.2. Keab

sahan Kontrak ... 85

1.1.3. Kera

hasiaan ... 85

1.1.4. Keter

sediaan ... 86

1.1.5. Pemb

ayaran ... 87

1.1. Perlindun

gan Hukum Pasca Transaksi

(Penyelesaian Sengketa) ... 88

1. Alter

natif Penyelesaian Sengketa (APS) ... 89

2. Onlin

e Dispute Resolution (ODR) ... 91

1. Nego

(63)

2. Medi asiOnline ... 94

3. Arbit

raseOnline ... 95

2.

Bentuk-bentuk Kerugian Konsumen dalam

E-Commerce... 96

2.1. Wan

prestasi ... 96

1. Tidak

Melakukan Apa yang Disanggupi Akan

Dilakukan ... 97

2. Melaksan

akan Apa yang Diajnjikan tetapi

Tidak Seusai dengan Apa yang Dijanjiakan ... 98

3. Melaksan

akan Apa yang Dijanjikan Tetapi

Terlambat ... 98

4. Melakuka

n Sesuatu yang Menurut Perjanjian

Tidak Boleh Dilakukan ... 99

2.2. Keru

gian AkibatCyber Crimes ... 99

3. Upaya

Hukum yang Dapat Ditempuh Konsumen

(64)

4. Upaya Hukum Bagi TransaksiE-Commerceyang

Terjadi di Indonesia ... 105

4.1. Non

Litigasi ... 105

4.2. Litig

asi ... 108

V. SIM

PULAN DAN SARAN ... 112

A. Simp

ulan ... 112

B. Saran... DAFTAR PUSTAKA

(65)

Barkatullah, Abdul Halim dan Teguh Prasetyo. 2009. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce lintas negara di Indonesia. FH UI Press, Yogyakarta.

Barkatullah, Abdul Halim dan Teguh Prasetyo. 2006. Bisnis E-Commerce. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Billah, Mohd Ma’sum. 2010. Islamic E-Commerce Terapan : Tinjauan Hukum

dan Praktek. The Thomson Corporation, Malaysia.

Budiono, Herlien. 2010. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya dibidang Kenotariatan. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Dewi, Shinta. 2009. Perlindungan Privasi Atas Informasi Pribadi Dalam E-Commerce Menurut Hukum Internasional. Widya Padjadjaran, Bandung. Erawati, Elly dan Herlien. 2010. Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan

Perjanjian.Nasional Legal Reform Program. Jakarta.

Hernoko, Agus Yudha. 2010. Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Miru, Ahmadi. 2008. Hukum Perikatan : Penjelasan makna pasal 1233 sampai 1456 BW. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Miru, Ahmadi. 2010. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

(66)

Grafika Utama.

Sanusi, M.Arsyad. 2004.Teknologi Informasi dan Hukum E-Commerce. PT Dian Ariesta, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif.PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

S’to. 2010. Internet Business Clasroom : Affiliate Marketing. 2010. Jasakom. Jakarta.

Subekti. 2002.Hukum Perjanjian. PT Intermasa, Jakarta

Subekti. 2003.PokokPokok Hukum Perdata. PT Intermasa, Jakarta.

Suherman, Ade Maman dan J. Satrio. 2010. Penjelasan Hukum Tentang Batasan Umur : Kecakapan dan kewenangan Bertindak Berdasarkan Batasan Umur.

Nasional Legal Reform Program. Jakarta.

Suparni, Niniek. 2009.Cyberspace : Problematika dan Antisipasi Pengaturannya. Sinar Grafika, Jakarta.

2. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

(67)

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/5208344371.pdf diakses tanggal 13 juli 2011.

http://lecturer.ukdw.ac.id/anton/download/amti6.pdf diakses tanggal 5 juni 2011. http://repository.binus.ac.id/content/F0662/F066255899.pdf diakses tanggal 20

mei 2011

http://ratriptyas.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/25871/8_SISTEM-PERD AGANGAN -ELEKTRONIK.pdf diakses tanggal 20 mei 2011.

https://webdosen.budiluhur.ac.id/dosen/020004/diktat/ecommerce/Diktat_Ecomer ce_versi_cetak.pdf diakses tanggal 20 mei 2011.

http://prothelon.com/imtelkom/7.%20cyberlaw%20bw.pdf diakses tanggal 7 juni 2011

www.Amazon.com www.ebay.com www.fh.ui.ac.id

www.gramediaonline.com www.google.com

(68)

Referensi

Dokumen terkait

Jika biaya modal rata-rata tertimbang digunakan sebagai required rate of retrun , distribusi probabilitas untuk NPV dapat dievaluasi untuk menentukan probabilitas

Sistem Perenc a-naan Sistem Perenc a-naan Sistem Keuanga n Sistem Keuanga n Sistem Pengem -bangan SDM Sistem Pengem -bangan SDM Sistem Manajem en Sarpras Sistem Manajem en

The aimed of this study was investigated 25(OH)D plasma level, IL-4 and GR expression of PBMC in steroid sensitive and resistant pediatric NS patients and the association of

Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa

Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi untuk para orang tua agar setelah adanya sosialisasi ini diharapkan orang tua mengerti cara mendidik anak dengan baik, sehingga pengaruh

Disposisi/ sikap sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan pengelolaan hibah dapat dikemukakan bahwa pada Badan Pengelolaan

pengaruh struktur dan tingkah laku pasar dalam proses pemasaran suatu

Bagi pelaku usaha adalah suatu peluang pasar yang sangat potensial, seperti rumah makan (restoran) yang menjual berbagai makanan dan sebagainya, dibalik penjualan