• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) Terkait dengan Hak Menerima Kunjungan Keluarga Bagi Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) Terkait dengan Hak Menerima Kunjungan Keluarga Bagi Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN PENJAGAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN (PPLP)

TERKAIT DENGAN HAK MENERIMA KUNJUNGAN KELUARGA

BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

KLAS I MEDAN

T E S I S

OLEH ADIL BANGUN

107005104 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERATURAN PENJAGAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN (PPLP)

TERKAIT DENGAN HAK MENERIMA KUNJUNGAN KELUARGA

BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

KLAS I MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH ADIL BANGUN

107005104 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) Terkait

dengan Hak Menerima Kunjungan Keluarga Bagi Narapidana

Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

Nama Mahasiswa : Adil Bangun

Nomor Pokok : 107005104 / HK

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum) Ketua

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH Anggota

(Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DEM) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH)

Dekan

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 31 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum

Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

2. Dr. Madiasa Ablisar, SH, MS

3. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DEM

(5)

ABSTRAK

Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan Hak Menerima Kunjungan Keluarga Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan bertujuan untuk mengetahui pengaturan tentang Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana dapat dilaksanakan dengan baik di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dan untuk mengetahui bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi serta upaya-upaya mengatasi hambatan tersebut di dalam pelaksanaan Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) kaitannya dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan juga penelitian hukum empiris atau sosiologis. Metode ini bertujuan melihat kenyataan dalam praktek dengan melihat bagaimana pelaksanaan Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. Sedangkan metode pendekatan yang dipergunakan adalah yuridis normatif.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan pelaksanaan Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) kaitannya dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan adalah meliputi prosedur pelayanan kunjungan, kemudahan prosedur kunjungan, tata tertib kunjungan, kemudahan menemui narapidana, pelayanan petugas terhadap pengunjung, penampilan petugas, praktik pungutan liar (pungli), kecukupan waktu berkunjung, penampilan kantor dan ruang kunjungan, penggeledahan, kebijakan terhadap 15 (lima belas) menit utk waktu/lama berkunjung. Hambatan-hambatan yang dihadapi di dalam pelaksanaan peraturan Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di LAPAS Klas I Medan, yaitu meliputi aspek hukum/peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia (SDM) petugas penjagaan/pengamanan, masih adanya praktik pungutan liar (pungli), sarana dan prasarana. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut yaitu meliputi aspek hukum/peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia (SDM) petugas penjagaan/pengamanan, melaksanakan wilayah bebas korupsi (WBK), sarana dan prasarana.

Disarankan agar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI membuat suatu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Hak Menerima Kunjungan Keluarga untuk menjadi sebuah Peraturan Pemerintah (PP) serta diharapkan tersedianya peralatan pendukung tugas pengamanan, diantara CCTV pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

(6)

ABSTRACT

PPLP (Regulation for Guarding Penitentiary), regarding the Right to Visit for

Prisoner‟s Relatives at the Prison Class I Medan, is aimed to know whether the management of PPLP, regarding the right to visit for prisoners‟ relatives, is implemented

properly at the Prison Clas I Medan and to know some obstacles and the attempts to

solve them in the implementation of PPLP, regarding the right to visit for prisoner‟s

relatives at the Prison Class I, Medan.

The research used judicial normative approach with judicial empirical and sociological method. The aim of this method was to see the real practice of the implementation of the regulations for guarding penitentiary, regarding the right to

visit for prisoners‟ relatives at the Prison Class I, Medan.

The results of the research showed that the implementation of PPLP,

regarding the right to visit for prisoners‟ relatives at the Prison Class I, Medan,

included procedure of visiting service, facility for visiting procedure, regulations of the visit, facility for seeing prisoners, guards‟ service for the visitors, guards‟ performance, illegal fee, visiting time, appearance of the office and the waiting rooms, the search, and the policy of 15 minute visit. Some obstacles in the implementation of PPLP, regarding the right to visit for prisoners‟ relatives at the Prison Class I, Medan, included legal aspect/legal provisions, human resources of the guards, the existence of illegal fee, and equipment and infrastructure. Some attempts to solve the obstacles included legal aspect/legal provisions, human resources of the guards, the implementation of WBK (free from corruption area), and equipment and infrastructure.

It is recommended that the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia should make an RPP (Draft Government Regulation) on the Right to

Visit for Prisoners‟ Relatives a PP (Government Regulation) and provide facilities for

security provision, such as CCTV at the Prison Class I, Medan.

Keywords: PPLP (Regulation for Guarding Penitentiary), the Right to Visit for

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb.

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta‟ala

atas segala karunia-Nya, akhirnya tersusunlah tesis ini dengan judul : ”Peraturan

Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) Terkait dengan Hak Menerima

Kunjungan Keluarga Bagi Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Penulisan tesis merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program

Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Selesainya tesis ini

tidak terlepas dari banguan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Untuk itu dengan sepenuh hati penulis menghaturkan terima kasih kepada mereka.

Secara khusus terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada :

1. Rektor USU Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).,

selaku pimpinan tertinggi di Universitas Sumatera Utara.

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum.

3. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH.

4. Pembimbing dalam penulisan tesis yaitu : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum

dan Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DEM yang telah memberikan bimbingan

(8)

5. Penguji tesis Dr. Madiasa Ablisar, SH, MS dan Dr. Marlina yang telah memberi

masukan dan sarna yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan tesis ini.

6. Rektor Universitas Islam Al-Hikmah Drs. Zainuddin Siregar, SE, SH, MM yang

telah memberi izin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

7. Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Hikmah Makdin Amri Munthe, SH, M.Hum

8. Orang tua yang tersayang R. Bangun dan S. br. Sinulingga yang telah mencurahkan

kasih sayang, doa dan dukungan kepada penulis, semoga keduanya mendapat

pahala dan dimuliakan oleh Allah SWT.

9. Kepada adik-adikku tersayang, yang telah memberikan dukungan baik secara

moril maupun materil kepada penulis.

10.Istri yang tercinta Yusni br Tarigan, Amd.Far dan anakku yang terkasih

Deby Ayu Adila br Bangun yang telah memotivasi dan rela memberi waktu,

tenaga dan kesempatan demi penyelesaian tesis ini.

11.Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu

penulis dalam proses perkuliahan di Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12.Teman-teman Angkaran 2009 yang selalu memotivasi penulis agar cepat

menyelesaikan kuliah, semoga kebersamaan yang sudah terjalin menjadi lebih erat

(9)

Akhirnya demi kesempurnaan tesis ini penulis mengharapkan kritik dan saran

dari berbagai pihak. Atas bantuan berbagai pihak penulis mengucapkan terima kasih,

semoga kebaikan tersebut mendapat balasan yang setimpal.

Amin Ya Rabbal Alamin ...

Medan, Januari 2013

Penulis,

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA DIRI

Nama : Adil Bangun

Tempat/ Tanggal Lahir : Salang Namo Mbelin / 23 Februari 1979

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri No. 101848 Lau Bekeri, 14 Juni 1991

2. SMP Swasta Setia Busi Lau Timah, 10 Juni 1994

3. SMA Swasta Rakyat Sei Glugur Medan, 3 Juni 1997

4. S1 Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Al-Hikmah Medan, 21 November 2005

5. S2 Program Pascasarajna Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan,

21 November 2012

III. KELUARGA Ayah : R. Bangun

Ibu : S. br Sinulingga

Istri : Yusni br Tarigan

Anak : Deby Ayu Adila br Bangun

Medan, Januari 2013

Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumuan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 16

E. Keaslian Penelitian ... 17

F. Kerangka Teori dan Konsep ... 18

1. Kerangka Teori ... 18

2. Konsepsi ... 29

G. Metode Penelitian ... 30

1. Spesifikasi Penelitian ... 30

2. Sumber Data Penelitian ... 31

3. Teknik Pengumpulan Data ... 32

4. Analisis Data ... 32

(12)

BAB II : PENGATURAN TENTANG PERATURAN PENJAGAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN (PPLP) TERKAIT DENGAN HAK MENERIMA KUNJUNGAN KELUARGA BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN

A. Undang-Undang Terkait dengan Pemasyarakatan ... 36

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan ... 34

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ... 38

B. Peraturan Pemasyarakatan Terkait Bidang Fasilitatif ... 41

C. Peraturan Pemasyarakatan Terkait Bidang Tugas Pembinaan 45

D. Peraturan Terkait Bidang Tugas Keamanan dan Ketertiban. 46

1. Pola Pembinaan Keamanan dan Ketertiban (KAMTIB) 46

2. Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) 50

E. Peraturan Lain Terkait Bidang Tugas Pemasyarakatan ... 61

1. Cetak Biru Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan ... 61

2. Penetapan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) ... 66

3. Prosedur Tetap (Protap) Kunjungan Narapidana/Anak

Didik Pemasyarakatan ... 67

4. Kode Etik Pegawai Kemasyarakatan ... 69

F. Pelaksanaan Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) Terkait dengan Hak Menerima Kunjungan Keluarga

Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan 71

1. Prosedur Pelayanan Kunjungan ... 72

(13)

3. Tata Tertib Kunjungan ... 77

4. Kemudahan Menemui Narapidana ... 80

5. Pelayanan Petugas terhadap Pengunjung ... 83

6. Penampilan Petugas ... 85

7. Praktik Pungutan Liar (Pungli) ... 89

8. Kecukupan Waktu Berkunjung ... 91

9. Penampilan Kantor dan Ruang Kunjungan ... 94

10.Penggeledahan ... 96

11.Kebijakan terhadap 15 (lima belas) menit untuk waktu/lama berkunjung ... 98

12.Manfaat Rasional Kunjungan Keluarga ... 100

BAB III : HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI DI DALAM PERATURAN PENJAGAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN (PPLP) TERKAIT DENGAN HAK MENERIMA KUNJUNGAN KELUARGA BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN A. Aspek Hukum/Peraturan Perundang-Undangan ... 102

B. Aspek Sumber Daya Manusia (SDM) Petugas Penjagaan/ Pengamanan ... 106

C. Masih adanya Praktik Pungutan Liar (Pungli) ... 110

(14)

BAB IV : UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENGATASI HAMBATAN-HAMBATAN DI DALAM PERATURAN PENJAGAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN (PPLP) TERKAIT DENGAN HAK MENERIMA KUNJUNGAN KELUARGA BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN

A. Aspek Hukum/Peraturan Perundang-Undangan ... 114

B. Aspek Sumber Daya Manusia (SDM) Petugas Penjagaan/

Pengamanan ... 117

C. Melaksanakan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) ... 121

D. Aspek Sarana dan Prasarana ... 127

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 128

B. Saran ... 130

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman 1. Perkiraan Jumlah Pengunjung Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Klas I Medan dari Bulan Januari s/d Mei 2012 ... 14

2. Tanggapan Pengunjung Terhadap Prosedur Pelayanan Kunjungan

di Lapas Klas I Medan ... 72

3. Tanggapan Narapidana Terhadap Prosedur Pelayanan Kunjungan

di Lapas Klas I Medan ... 74

4. Tanggapan Pengunjung Terhadap Kemudahan Prosedur Kunjungan

di Lapas Klas I Medan ... 75

5. Tanggapan Narapidana Terhadap Kemudahan Prosedur Kunjungan

di Lapas Klas I Medan ... 76

6. Tanggapan Pengunjung Terhadap Tata Tertib Kunjungan di Lapas

Klas I Medan ... 78

7. Tanggapan Narapidana Terhadap Tata Tertib Kunjungan di Lapas

Klas I Medan ... 79

8. Tanggapan Pengunjung Terhadap Kemudahan Menemui Narapidana

di Lapas Klas I Medan ... 80

9. Tanggapan Narapidana Terhadap Kemudahan Menemui Narapidana

di Lapas Klas I Medan ... 82

10. Tanggapan Pengunjung Terhadap Pelayanan Petugas Dalam

Menerima Kunjungan Keluarga Narapidana di Lapas Klas I Medan . 83

11. Tanggapan Narapidana Terhadap Pelayanan Petugas Dalam

Menerima Kunjungan Keluarga di Lapas Klas I Medan ... 84

12. Tanggapan Pengunjung Terhadap Penampilan Petugas Dalam

Menerima Kunjungan Keluarga Narapidana di Lapas Klas I Medan . 86

13. Tanggapan Pengunjung Terhadap Praktik Pungutan Liar (Pungli) di

(16)

14. Tanggapan Narapidana Terhadap Praktik Pungutan Liar (Pungli)

di Lapas Klas I Medan ... 89

15. Tanggapan Pengunjung Terhadap Kecukupan Waktu Berkunjung

di Lapas Klas I Medan ... 90

16. Tanggapan Narapidana Terhadap Kecukupan Waktu Berkunjung

di Lapas Klas I Medan ... 92

17. Tanggapan Pengunjung Terhadap Penampilan Kantor dan Ruang

Kunjungan di Lapas Klas I Medan ... 93

18. Tanggapan Narapidana Terhadap Penampilan Kantor dan Ruang

Kunjungan di Lapas Klas I Medan ... 94

19. Tanggapan Pengunjung Terhadap Penggeledahan (Badan dan

Barang Bawaan) oleh Petugas Pengamanan di Lapas Klas I Medan .. 95

20. Tanggapan Pengunjung Terhadap Kebijakan Terhadap 15 (Lima Belas)

Menit untuk Waktu/Lama Berkunjung di Lapas Klas I Medan ... 96

21. Tanggapan Narapidana Terhadap Penggeledahan oleh Petugas

Pengamanan di Lapas Klas I Medan ... 97

22. Tanggapan Pengunjung Terhadap Kebijakan Terhadap 15 (Lima Belas)

Menit untuk Waktu/Lama Berkunjung di di Lapas Klas I Medan ... 98

23. Tanggapan Narapidana Terhadap Kebijakan Terhadap 15 (Lima Belas)

(17)

ABSTRAK

Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan Hak Menerima Kunjungan Keluarga Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan bertujuan untuk mengetahui pengaturan tentang Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana dapat dilaksanakan dengan baik di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dan untuk mengetahui bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi serta upaya-upaya mengatasi hambatan tersebut di dalam pelaksanaan Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) kaitannya dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan juga penelitian hukum empiris atau sosiologis. Metode ini bertujuan melihat kenyataan dalam praktek dengan melihat bagaimana pelaksanaan Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. Sedangkan metode pendekatan yang dipergunakan adalah yuridis normatif.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan pelaksanaan Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) kaitannya dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan adalah meliputi prosedur pelayanan kunjungan, kemudahan prosedur kunjungan, tata tertib kunjungan, kemudahan menemui narapidana, pelayanan petugas terhadap pengunjung, penampilan petugas, praktik pungutan liar (pungli), kecukupan waktu berkunjung, penampilan kantor dan ruang kunjungan, penggeledahan, kebijakan terhadap 15 (lima belas) menit utk waktu/lama berkunjung. Hambatan-hambatan yang dihadapi di dalam pelaksanaan peraturan Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di LAPAS Klas I Medan, yaitu meliputi aspek hukum/peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia (SDM) petugas penjagaan/pengamanan, masih adanya praktik pungutan liar (pungli), sarana dan prasarana. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut yaitu meliputi aspek hukum/peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia (SDM) petugas penjagaan/pengamanan, melaksanakan wilayah bebas korupsi (WBK), sarana dan prasarana.

Disarankan agar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI membuat suatu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Hak Menerima Kunjungan Keluarga untuk menjadi sebuah Peraturan Pemerintah (PP) serta diharapkan tersedianya peralatan pendukung tugas pengamanan, diantara CCTV pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

(18)

ABSTRACT

PPLP (Regulation for Guarding Penitentiary), regarding the Right to Visit for

Prisoner‟s Relatives at the Prison Class I Medan, is aimed to know whether the management of PPLP, regarding the right to visit for prisoners‟ relatives, is implemented

properly at the Prison Clas I Medan and to know some obstacles and the attempts to

solve them in the implementation of PPLP, regarding the right to visit for prisoner‟s

relatives at the Prison Class I, Medan.

The research used judicial normative approach with judicial empirical and sociological method. The aim of this method was to see the real practice of the implementation of the regulations for guarding penitentiary, regarding the right to

visit for prisoners‟ relatives at the Prison Class I, Medan.

The results of the research showed that the implementation of PPLP,

regarding the right to visit for prisoners‟ relatives at the Prison Class I, Medan,

included procedure of visiting service, facility for visiting procedure, regulations of the visit, facility for seeing prisoners, guards‟ service for the visitors, guards‟ performance, illegal fee, visiting time, appearance of the office and the waiting rooms, the search, and the policy of 15 minute visit. Some obstacles in the implementation of PPLP, regarding the right to visit for prisoners‟ relatives at the Prison Class I, Medan, included legal aspect/legal provisions, human resources of the guards, the existence of illegal fee, and equipment and infrastructure. Some attempts to solve the obstacles included legal aspect/legal provisions, human resources of the guards, the implementation of WBK (free from corruption area), and equipment and infrastructure.

It is recommended that the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia should make an RPP (Draft Government Regulation) on the Right to

Visit for Prisoners‟ Relatives a PP (Government Regulation) and provide facilities for

security provision, such as CCTV at the Prison Class I, Medan.

Keywords: PPLP (Regulation for Guarding Penitentiary), the Right to Visit for

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Isu-isu strategis Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia sebagai gambaran keadaan yang terus menerus dihadapi dalam upaya untuk

mewujudkan sistem hukum nasional yang mencakup pembangunan substansi hukum,

penyempurnaan struktur hukum dan pelibatan seluruh komponen masyarakat yang

mempunyai kesadaran hukum tinggi untuk mendukung pembentukan sistem hukum

nasional yang dicitacitakan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional 2005-2025.1

Tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan sistem hukum nasional

sebagaimana yang dicita-citakan adalah mewujudkan sistem hukum nasional yang

menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia yang berdasarkan

keadilan dan kebenaran. Berlandaskan hal tersebut maka dirumuskan visi dan misi

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yaitu :

1. Visi : Masyarakat Memperoleh Kepastian Hukum 2. Misi : Melindungi Hak Asasi Manusia

3. Tata Nilai :

a) Kepentingan Masyarakat; b) Integritas;

c) Responsif; d) Akuntabel; e) Profesional.

1

(20)

Tujuan merupakan penjabaran dari misi dan juga dimaksudkan sebagai

kerangka dasar serta arah pelaksanaan kebijakan dan kegiatan prioritas pembangunan.

Tujuan pembangunan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tahun 2010-2014

adalah :

1. Menciptakan supremasi hukum;

2. Memberdayakan masyarakat untuk sadar hukum dan hak asasi manusia

3. Memperkuat manajemen dan kelembagaan secara nasional;

4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 2

Sasaran tersebut tercermin dari persepsi masyarakat pencari keadilan untuk

merasakan kenyamanan, kepastian, keadilan, dan keamanan dalam berinteraksi dan

mendapat pelayanan dari para penegak hukum. Penegakan hukum merupakan elemen

yang tidak dapat dipisahkan dan sangat penting dalam menjaga sistem demokrasi

yang berkualitas dan juga mendukung iklim berusaha yang baik agar kegiatan

ekonomi dapat berjalan dengan pasti, aman dan efisien dalam rangka mencapai

kesejahteraan rakyat. Sasaran reformasi penegakan hukum adalah tercapainya

suasana dan kepastian keadilan melalui penegakan hukum dan terjaganya ketertiban

umum.3

Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru

mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga

2

Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP), Ibid, halaman 18-19

3

(21)

merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga binaan

pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang sejak lebih dari tiga

puluh tahun yang lalu dikenal dan dinamakan sistem pemasyarakatan.4

Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, Sistem Pemasyarakatan adalah:

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakat,dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. 5

Rumusan Pasal 1 ayat (2) tersebut terlihat bahwa sistem pemasyarakatan adalah

suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan

pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara

Pembina yang dibina dan masyarakat untuk mewujudkan suatu peningkatan warga

binaan pemasyarakatan yang menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak

mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar

sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab. 6

4

Adi Sujatno, Sistem Pemasyarakatan Indonesia Membangun Manusia Mandiri (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2004), halaman 1-2.

5

Marlina, Hukum Penitensier, (Penerbit Refika Aditama, Bandung, Cetakan Kesatu, Juni 2011), halaman 125.

6

(22)

Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa unsure-unsur sistem

pemasyarakatan adalah Pembina, (personil/staf lembaga pemasyarrakatan, yang

dibina (narapidana) dan masyarakat. Selanjutnya menurut Pasal 1 ayat 1

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

pemasyarakatan merupakan kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan

Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang

merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.7

Kepala Lembaga Pemasyarakatan bertanggung jawab atas keamanan dan

ketertiban di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) yang dipimpinya. Kepala

Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) berwenang memberikan tindakan disiplin atau

menjatuhkan tindakan disiplin terhadap warga binaan pemasyarakatan yang

melanggar peraturan keamanan dan ketertiban di lingkungan Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) yang dipimpinnya.8

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:

M.HH-OT.02.02 Tahun 2009 tentang Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem

Pemasyarakatan, menyatakan bahwa fungsi keamanan, di tiap Unit Pelaksana Teknis

7

Marlina, Ibid, halaman 126.

8

(23)

(UPT), pada prinsipnya dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada tahanan,

narapidana dan anak didik pemasyarakatan. 9

Keamanan juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kekerasan antar

narapidana, kekerasan kepada petugas dan pengunjung, dan mencegah terjadinya

bunuh diri. Keamanan juga menjadi pendukung utama pencegahan pengulangan

tindak pidana, pelarian, pencegah terjadinya kerusuhan atau pembangkangan pada

tata tertib, dan terhadap masuknya benda-benda yang tidak diperkenankan masuk

kedalam hunian.

Pengamanan juga diberikan pada narapidana yang berpindah tempat atau keluar

untuk menjalani proses pemeriksaan tertentu, seperti pemeriksaan di pengadilan,

kesehatan, dan keperluan lainnya.Pelaksanaan pengamanan di Unit Pelaksana Teknis

(UPT) tidak dapat dipisahkan dari kepentingan lembaga pemasyarakatan untuk

mengawal proses pembinaan. Dalam melaksanakan fungsi pengamanan terdapat

beberapa hal yang harus menjadi perhatian petugas keamanan, di mana pengamanan

dengan tindakan yang berlebihan, dengan mengabaikan hak-hak dasar akan

berdampak pada terganggunya keamanan dan ketertiban masyarakat di Unit

Pelaksana Teknis (UPT).

Pengamanan yang tidak memperhatikan hak dasar narapidana rentan akan

pembangkangan, ketidakpatuhan dan kerusuhan. Keseimbangan antara keamanan

9

(24)

dengan proses integrasi masyarakat, utamanya kepentingan narapidana menjadi

perspektif yang harus dimiliki petugas. Diperlukan pula keseimbangan antara

keamanan dengan hak dasar yang tidak boleh dihambat.10

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu

lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh

subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh

subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan

hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum.

Issue hak asasi manusia itu sebenarnya terkait erat dengan persoalan penegakan

hukum dan keadilan itu sendiri. Karena itu, sebenarnya, tidaklah terlalu tepat untuk

mengembangkan istilah penegakan hak asasi manusia secara tersendiri. Lagi pula,

apakah hak asasi manusia dapat ditegakkan? Bukankah yang ditegakkan itu adalah

aturan hukum dan konstitusi yang menjamin hak asasi manusia itu, dan bukannya hak

asasinya itu sendiri? Namun, dalam praktek sehari-hari, kita memang sudah salah

kaprah. Kita sudah terbiasa menggunakan istilah penegakan „hak asasi manusia‟.

Masalahnya, kesadaran umum mengenai hak-hak asasi manusia dan kesadaran untuk

10

(25)

menghormati hak-hak asasi orang lain di kalangan masyarakat kita pun memang

belum berkembang secara sehat.11

Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada manusia

yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh jaminan hukum, sebab

hak-hak hanya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum. Melindungi

hak-hak dapat terjamin, apabila hak-hak itu merupakan bagian dari hukum, yang

memuat prosedur hukum untuk melindungi hak-hak tersebut.12

Hukum pada dasarnya merupakan pencerminan dari hak asasi manusia

sehingga hukum itu mengandung keadilan atau tidak, ditentukan oleh hak asasi

manusia yang dikandung dan diatur atau dijamin oleh hukum itu. Hukum tidak lagi

dilihat sebagai refleksi kekuasaan semata-mata, tetapi juga harus memancarkan

perlindungan terhadap hak-hak warga negara.

Hukum berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan. Hukum yang berlandaskan

nilai-nilai kemanusiaan mencerminkan norma-norma yang menghormati martabat

manusia dan mengakui hak asasi manusia. Norma-norma yang mengandung

nilai-nilai luhur yang menjungjung tinggi martabat manusia dan menjamin hak asasi

manusia, berkembang terus sesuai dengan tuntutan hati nurani manusia. 13

11

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-OT.02.02 Tahun 2009 tentang Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan.

12

Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, (Refika Aditama, Bandung, 2006), halaman 7.

13

(26)

Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan

dasar manusia sebagai yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan diri

manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan

martabat kemanusiaan, kesejahteraan, dan kecerdasan serta keadilan.14

Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerah-Nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,

hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan

martabat manusia. 15

Sahardjo, mengatakan untuk memperlakukan narapidana diperlukan landasan

sistem pemasyarakatan, yaitu:

Bahwa tidak saja masyarakat diayomi terhadap diulangi perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga orang yang tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna di dalam masyarakat. Dari pengayoman itu nyata bahwa menjatuhkan pidana bukanlah tindakan balas dendam dari negara …, tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan dengan bimbingan. Terpidana juga tidak dijatuhi pidana siksaan, melainkan pidana hilang kemerdekaan…., negara telah mengambil kemerdekaan seseorang dan yang pada waktunya mengembalikan orang itu ke masyarakat lagi, mempunyai kewajiban terhadap orang terpidana itu dan masyarakat. 16

Narapidana bukan saja obyek melainkan juga subyek yang tidak berbeda dari

manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan

14

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

15

Pdffactory Pro www.pdffactory.com, uu39_1999, diakses August , , 9:53:11 AM

16

(27)

yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas

adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan Narapidana berbuat hal-hal yang

bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain

yang dapat dikenakan pidana.

Sudarto mengatakan bahwa:

“Perkataanpemidanaan sinonim dengan istilah “penghukuman”. Penghukuman sendiri berasal dari kata “hukum”, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan hukum atau memutuskan tentang hukumannya (berechten). Menetapkan hukuman ini sangat luas artinya., tidak hanya dalam lapangan hukum pidana saja tetapi juga bidang hukum lainnya. Oleh karena istilah tersebut harus disempitkan artinya, yakni penghukuman dalam perkara pidana yang kerapkali sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim”. 17

Berdasarkan pendapat Sudarto tersebut, dapat diartikan bahwa pemidanaan

dapat diartikan sebagai penetapan pidana dan tahap pemberian pidana. Tahap

pemberian pidana dalam hal ini ada dua arti, yaitu dalam arti luas yang menyangkut

pembentuk undang-undang yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana. Arti konkret, yang menyangkut berbagai badan yang mendukung dan melaksanakan

stelsel sanksi hukum pidana tersebut.

Pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan narapidana agar menyesali

perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat

kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga

17

(28)

tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan damai. Narapidana adalah

terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. 18

Asas persamaan perlakuan dan pelayanan merupakan salah satu azas

pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan, yaitu warga binaan

pemasyarakatan mendapat perlakuan dan pelayanan yang sama di dalam Lembaga

Pemasyarakatan, tanpa membedakan orangnya. Salah satu hak narapidana pidana

adalah hak menerima kunjungan keluarga, penasihat, atau orang tertentu lainnya.19

Filosofi keamanan memberi arah tentang pemahaman keamanan itu sendiri.

Pemahaman tentang keamanan mengandung arti sebagai suatu situasi dan kondisi

yang mengandung adanya perasaan bebas dari gangguan fisik dan psikis (security), perasaan bebas dari kekhawatiran (surety) dan perasaan damai lahiriah maupun batiniah (peace) dalam suasana tertib (order), dimana segala sesuatu berjalan secara teratur, yang merangsang gairah kerja dan kesibukan dalam rangka mencapai

kesejahteraan (makmur) serta dapat hidup rukun, berdampingan antar individu, antar

masyarakat dan antar Negara (sentosa).20

Bahwa keamanan dan tata tertib yang mantap di Lembaga Pemasyarakatan

adalah syarat mutlak bagi berhasilnya usaha pembinaan. Untuk mencapai keamanan

dan tata tertib tersebut, perlu diadakan peraturan tata tertib dan penjagaan Lembaga

18

Marlina, Ibid, halaman 34.

19

Darwan Prinst, Op.cit, halaman 173, 175, 178.

20

(29)

Pemasyarakatan yang disebut dengan Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan

(PPLP). Kepala Lembaga Pemasyarakatan adalah bertanggung jawab terhadap

keamanan dan tata tertib Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). 21

Keamanan dan tata tertib yang kondusif merupakan faktor utama dalam

pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).

Keamanan dan tata tertib sebagai penunjang pembinaan tersebut diatas bila suatu

dalam lingkungan lembaga keamanan terganggu akan mempengaruhi lingkungan

tersebut, pembinaan narapidana dan aktifitas yang telah ditentukan akan terganggu

pula.22

Prosedur Tetap (PROTAP) Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan, menyebutkan:

1. Setiap narapidana / anak didik pemasyarakatan berhak mendapatkan kunjungan dari keluarga, penasehat hukum, rohaniawan, dokter pribadi atau badan sosial.

2. Setiap orang yang akan berkunjung ke Lapas harus ada ijin dari Kalapas atau pejabat yang ditunjuk.

3. Pengaturan mengenai hari, waktu kunjungan dan persyaratan lainnya ditetapkan oleh Kalapas.

4. Pelaksanaan kunjungan dilakukan oleh unit pembinaan dan pengamannya oleh KPLP.

5. Dalam setiap pelaksanaan petugas pencatatan dan pendaftaranmwajib meneliti identitas pengunjung beserta barang-barang bawaannya yang akan diserahkan kepada narapidana / anak didik pemasyarakatan dan dicatat dalam Buku Kunjungan.

6. Petugas pencatatan dan pendaftaran wajib menanyakan kepada pengunjung apakah membawa barang-barang terlarang yang dibawa masuk ke Lapas.

21

H.L. Batubara, Sosialisasi tentang Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP), http://www.hlbatubara.co.cc, posted by education center/2012/02/.html, diakses tanggal 24 Juli 2012, 23:30:05.

22

(30)

7. Sebelum dipertemukan Karupam/Petugas Pengamanan wajib menanyakan terlebih dahulu keadaan Narapidana/Anak Didik Pemasyarakatan yang akan dikunjungi apakah mengenal pengunjung tersebut. Pengunjung dean Narapidana/Anak Didik Pemasyarakatan yang mendapat kunjungan wajib digeledah baik sebelum maupun sesudah kunjungan.

8. Diusahakan agar sebelum dipertemukan pengunjung dan yang dikunjungi dalam keadaan aman.

9. Khusus untuk kunjungan dokter pribadi wajib ada rekomendasi dari Dokter Lapas. 23

Praktik pungutan liar (pungli) di Lembaga Pemasyarakatan memang

seolah-olah telah menjadi fenomena keseharian yang bahkan cenderung dianggap lumrah

oleh kebanyakan orang. Praktik demikian bahkan telah demikian akut sehingga

dianggap sebagai sebuah “keharusan” yang apabila tidak dilakukan maka seseorang

akan mengalami hambatan dalam mendapatkan tujuannya. Masyarakat seolah telah

“dipaksa” patuh terhadap “peraturan” yang dibuat oleh oknum petugas, dimana bila

ingin mengunjungi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, maka harus terlebih

dahulu memberikan sejumlah uang untuk memperoleh izin masuk. Larangan yang

tertera di depan pintu Lapas, yang secara tegas menyatakan “Dilarang Memberi Uang”, seolah hanya menjadi simbol bisu penghias tembok. 24

Adanya permainan oleh oknum petugas Lembaga Pemasyarakatan mengenai

jam besuk tersebut terjadi apabila keluarga narapidana yang datang berkunjung

23

Keputusan Direkur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Assasi Manusia Nomor: E.22.PR.08.03 Tahun 2001 tentang Prosedur Tetap (PROTAP) Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan.

24

(31)

memberikan “keuntungan” bagi oknum petugas tersebut. Pikiran dan hati warga

binaan pemasyarakatan tersebut pasti tidak akan tenang, penuh dengan kecemasan,

mengingat keluarga yang datang untuk mengunjunginya belum tentu sanggup untuk

memberikan sejumlah uang yang diminta oleh oknum petugas Lapas.25

Permasalahan tersebut diatas pada umumnya masih terjadi di dalam Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) di Indonesia, termasuk di dalam Lembaga Pemasyarakatan

Klas I Medan. Hal ini dilatarbelakangi berbagai faktor, diantaranya adanya permainan

oknum petugas melakukan pungutan liar, narapidana yang bekerja sebagai tamping

(pembantu petugas) dan adanya unsur saling membutuhkan antara pihak keluarga

narapidana yang datang berkunjung dengan oknum petugas serta belum adanya suatu

peraturan pemerintah (PP) yang mengatur secara khusus tentang hak menerima

kunjungan keluarga bagi narapidana sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 14 ayat

(2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan sebagai salah satu Unit Pelaksana

Teknis (UPT) dibawah naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Kantor Wilayah Sumatera Utara adalah sebagai wadah untuk

melakukan pembinaan dan pengembangan warga binaan pemasyarakatan dibentuk

untuk satu tujuan mulia, yaitu agar warga binaan pemasyarakatan dapat menjadi

manusia yang seutuhnya, yang mampu menyadari kesalahannya di masa lalu dan

tidak lagi melakukan kesalahan yang sama di masa mendatang. Dengan demikian

25

(32)

ketika mereka selesai menjalani masa hukuman dan keluar dari Lembaga

Pemasyarakatan, warga binaan pemasyarakatan diharapkan dapat diterima dengan

baik dan menyatu kembali dalam dilingkungan masyarakat.

Guna mencapai tujuan mulia tersebut, Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan,

dalam proses pembinaannya, warga binaan pemasyarakatan diberikan berbagai hak

dan kewajiban. Salah satu hak warga binaan pemasyarakatan adalah hak untuk

menerima kunjungan keluarga sebagaimana yang diatur secara tegas di dalam Pasal

14 ayat (1) huruf h Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Berdasarkan hasil penelitian, narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Medan, pada bulan Mei tahun 2012, yaitu berjumlah kurang lebih 2.128 orang.

Sedangkan keluarga narapidana yang datang berkunjung untuk membesuk narapidana

di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan, setiap harinya kecuali hari Minggu/Libur,

yaitu berjumlah lebih kurang 100 orang dan setiap bulannya diperkirakan sekitar

2.460 orang. Agar lebih jelasnya, dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 1

Jumlah Pengunjung Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan Dari Bulan Januari S/D Mei 2012

No Bulan Jumlah Pengunjung

1 Januari 2.460

2 Pebruari 2.447

3 Maret 2.457

4 April 2.460

5 Mei 2.456

Jumlah Keseluruhan 12.280

(33)

Tablel 1 tersebut menunjukkan bahwa jumlah pengunjung narapidana setiap

bulannya di realtif besar. Menurut JET Gultom, 26 dengan jumlah tersebut, harus

dilakukan pengamanan ekstra dalam memberikan pelayanan kunjungan bagi keluarga

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Data jumlah pengunjung tersebut merupakan data yang dikalkulasikan setiap

minggunya, yaitu: bulan Januari 2012, terdiri dari: minggu pertama berjumlah 630

orang, minggu kedua berjumlah 620 orang, minggu ketiga berjumlah 609 orang, dan

minggu keempat berjumlah 601 orang, bulan Pebruari 2012, terdiri dari minggu

pertama berjumlah 625 orang, minggu kdua berjumlah 615 orang, minggu ketiga

berjumlah 605 orang, dan minggu keempat berjumlah 602 orang, bulan Maret 2012,

terdiri dari minggu pertama berjumlah 632 orang, minggu kedua berjumlah 618

orang, minggu ketiga berjumlah 602 orang, dan minggu keempat berjumlah 603

orang, bulan April 2012, terdiri dari minggu pertama berjumlah 633 orang, minggu

kedua berjumlah 617 orang, minggu ketiga berjumlah 607 orang, dan minggu

keempat berjumlah 603 orang, dan bulan Mei 2012, terdiri dari minggu pertama

berjumlah 628 orang, minggu kedua berjumlah 621 orang, minggu ketiga berjumlah

605 orang, dan minggu keempat berjumlah 601 orang. 27

26

Wawancara, JET Gultom, (Plh. Kepala Kesatuan Pengamaman Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan), tanggal 01 Juni 2012.

27

(34)

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian di dalam tesis ini yang berjudul: Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan Hak Menerima Kunjungan Keluarga Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis membuat

suatu rumusan masalah yaitu:

1. Apakah pengaturan tentang Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan

(PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana dapat

dilaksanakan dengan baik di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan?

2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi di dalam Peraturan Penjagaan

Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan

keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan?

3. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan di

dalam Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan

hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Klas I Medan?

C. Tujuan Penelitian

(35)

1. Mengetahui pengaturan tentang Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan

(PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana dapat

dilaksanakan dengan baik di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

2. Mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi di dalam penjagaan lembaga

pemasyarakatan (PPLP) kaitannya dengan hak menerima kunjungan keluarga

bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

3. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan

pada peraturan penjagaan lembaga pemasyarakatan (PPLP) kaitannya dengan

hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Klas I Medan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini dibedakan dalam manfaat teoritis

dan manfaat praktis yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu

hukum pada umumnya dan untuk lembaga pemasyarakatan pada khususnya

yang berhubungan dengan peraturan penjagaan lembaga pemasyarakatan

(PPLP) kaitannya dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

(36)

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi dan menambah wawasan pemikiran bagi masyarakat

bagaimana peraturan penjagaan lembaga pemasyarakatan (PPLP) kaitannya

dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Medan.

b. Sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan perundang-undangan nasional

khususnya yang berhubungan dengan peraturan penjagaan lembaga

pemasyarakatan (PPLP) kaitannya dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran terhadap judul dan hasil penelitian yang sudah

dilakukan sebelumnya, khususnya di Perpustakaan Program Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara (USU), maka penulisan tesis yang berjudul Peraturan Penjagaan

Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga

bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan belum pernah dilakukan

penelitian sesuai dengan judul tersebut.

F. Kerangka Teori/Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori Lawrence M. Friedman tentang unsur-unsur sistem hukum adalah:

(37)

Substansi hukum adalah aturan, norma dan pola perilaku nyata manusia yang

berada dalam sistem itu. Substansi hukum tidak hanya menyangkut peraturan

perundang-undangan yang terdapat dalam kitab-kitab hukum (law in books) tetapi juga pada hukum yang hidup (living law) termasuk didalamnya “produk” yang dihasilkan oleh orang-orang yang berada dalam sistem itu, misalnya

keputusan-keputusan yang mereka keluarkan dan aturan-aturan yang mereka susun. 28

Civil Law (yang berakar pada tradisi Romantic Law) mempunyai tradisi untuk mengelompokkan substansi hukum secara sistematis dalam bagian-bagian, seperti

hukum perdata: hukum tentang orang, hukum benda, hukum perikatan, dalam

lain-lain. Tradisi Common Law tidak mengenal demikian, namun belakangan ini sejumlah ahli hukum Common Law mencoba membuat pengelompokan hukum.

Nathan Dane di USA menyusun buku ringkasan hukum Amerika (Abridgement of American Law) mencoba menyusun kasus-kasus hukum secara alfabetis, dan membaginya dalam beberapa topik seperti hukum kontrak, perbuatan melanggar

hukum, hukum harta kekayaan, hukum waris, hukum keluarga, hukum perusahaan,

dan lain-lain. Telah terjadi kecenderungan substansi hukum antara dua sistem hukum

besar (Civil Law and Common Law) saling mempengaruhi ( divergence-Convergence).29

28

Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Bahan Kuliah: Sistem Hukum (Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009), halaman 7

29

(38)

b. Structure (Struktur Hukum)

Struktur dari sistem hukum terdiri dari unsure-unsur jumlah dan ukuran

pengadilan, yuridiksi tiap-tiap peradilan dan upaya-upaya hukum. Struktur hukum

juga menyangkut bagaimana keputusan politik diambil dan bagaimana legislative

ditata. Struktur hukum juga menyangkut penataan badan-badan penegak hukum

lainnya, seperti jaksa, polisi, pengacara, dan badan-badan lainnya. Suatu unsur yang

sangat penting dalam struktur hukum adalah bagaimana agency-agency /organ-organ/pejabat-pejabat yang melaksanakan fungsi structural tersebut diawasi dengan

sebuah sistem pengawasan yang memadai.30

c. Culture (Budaya Hukum)

Budaya hukum menyangkut sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum,

bisa meliputi persoalan-persoalan kepercayaan, nilai, pemikiran dan harapan manusia

terhadap hukum dan sistem hukum. Budaya hukum dapat diartikan pula sebagai

suasana pikiran social dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum

digunakan, dihindari atau disalahgunakan.

Budaya hukum sangat dipengaruhi oleh “sub-budaya hukum” seperti sub-budaya orang kulit putih, orang kulit hitam, orang-orang Katholik, Protestan, Yahudi, Polisi,

penjahat, penasehat hukum, pengusaha, dan lain-lain. Sub-sub budaya hukum yang

sangat menonjol dan sangat berpengaruh terhadap hukum adalah budaya hukum dari

30

(39)

“orang dalam (insiders) yaitu hakim dan para penasehat yang bekerja dalam sistem hukum itu.31

Teori hukum Hans Kelsen menunjukkan bahwa semua hukum positif bersumber

pada satu induk penilaian etis yang disebut dengan “Grundnorm”.32 Dengan konsepsi

ini Kelsen mengatakan Grundnorm selain berfungsi sebagai dasar juga sebagai tujuan yang hendak dicapai oleh setiap peraturan hukum yang ada. Dikatakan dasar

kepatuhan terhadap hukum bukan karena ia dibuat oleh penguasa tetapi karena ia

berasal dari Grundnorm tersebut.33

Berkaitan dengan konsepsi mengenai Grundnorm tersebut dan hubungannya dengan norma-norma hukum yang bersumber darinya, selanjutnya Kelsen

memperkenalkan teori jenjang norma hukum (the theory of consretisation of law) yang juga disebut Stufentheorie (theory of hierarchy) yang pada pokoknya melihat sistem hukum sebagai suatu struktur pyramidal. Dikatakan hukum itu mengalir terus

melalui proses yang gradual mulai dari norma yang tertinggi yang biasanya sangat

abstrak dan umum sampai kepada norma yang paliang rendah yang bersifat

individual, kongkret dan dapat dilaksanakan. Norma tertinggi (the supreme law) itu adalah Grundnorm atau hukum dasar atau yang sering disebut konstitusi sebagai

31

Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Ibid, halaman 9.

32

Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Ibid, halaman 3.

33

(40)

lex superior yang menjadi dasar bagi pembentukan peraturan perundang-undangan yang dibawahnya.34

Teori hukum murni adalah hukum positif. Ia merupakan teori tentang hukum

positif umum, bukan tentang tatanan hukum khusus. Ia merupakan teori hukum

umum, bukan penafsiran tentang norma hukum nasional atau internasional tertentu,

namun ia menyajikan teori penafsiran. Sebagai sebuah teori, ia terutama dimaksudkan

untuk mengetahui dan menjelaskan tujuannya. 35

Teori ini berupaya menjawab pertanyaan apa itu hukum dan bagaimana ia ada,

bukan bagaimana ia semestinya ada. Ia merupakan ilmu hukum (yurisprudensi), bukan politik hukum.Ia disebut teori hukum “murni lantaran ia hanya menjelaskan hukum dan berupa membersihkan obyek penjelasannya dari segala hal yang tidak

bersangkut-paut dengan hukum.36

O. Notomidjojo dalam bukunya berjudul “demi Keadilan dan Kemanusian”, menyatakan bahwa tujuan hukum meliputi:

1. Menimbulkan tata dalam masyarakat, demi damai dan kepastian hukum.

2. Mewujudkan keadilan.

3. Menjaga supaya manusia diperlakukan sebagai manusia.37

34

Hikmahanto Juwana, Ibid, halaman 341.

35

Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, (diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien dari buku Han Kelsen Pure Theory of Law, Penerbit Nusa Media, Bandung, Cetakan IV , Agustus 2008), halaman 1

36

Ibid.

37

(41)

Politik hukum nasional Indonesia sejatinya mengacau kepada visi Negara.

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinayatakan bahwa Negara

Indonesia bertujuan melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan perdamaian dunia demi

terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam kaitan ini,

maka hukum sebagai alat rekaya sosial (social engineering) harus dapat mengarahkan segenap potensi yang dimiliki bangsa agar cita-cita luhur tersebut dapat tercapai.38

Hukum sebagai perintah yang memaksa dalam keberlakuannya dapat saja

adil atau sebaliknya. Adil atau tidak adil tidak penting dalam penerapan hukum,

karena hal tersebut merupakan kajian ilmu politik dan sosiologi. Hukum dari segi

sifatnya dikonsepsikan sebagai suatu sistemyang bersifat logis, tetap dan tertutup

(closed logical sistem). Konsep ini secara tegas memisahkan hukum dan moral (yang berkaitan dengan keadilan). 39

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu

lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh

subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh

38

Adi Sujatno dan Didin Sudirman, Pemasyarakatan Menjawab Tantangan Zaman, (Penerbit Vetlas Production, Jakarta, cetakan pertama, Juli 2008), halaman 105

39

(42)

subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya

itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum

tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan

sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan,

aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. 40

Penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi

hukumnya. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan

yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang

hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya

menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.

Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan

nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggris

sendiri dengan dikembangkannya istilah „the rule of law‟ versus „the rule of just law‟ atau dalam istilah „the rule of law and not of man‟ versus istilah „the rule by law‟

yang berarti „the rule of man by law‟.

Istilah „the rule of law‟ terkandung makna pemerintahan oleh hukum,

tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai

keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah „the rule of just

law‟. Dalam istilah „the rule of law and not of man‟ dimaksudkan untuk menegaskan

40

(43)

bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan

oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah „the rule by law‟ yang

dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar

sebagai alat kekuasaan belaka.

Penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk

menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel

yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para

subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang

resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin

berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. 41

1. Penegakan Hukum Objektif

Secara objektif, norma hukum yang hendak ditegakkan mencakup pengertian

hukum formal dan hukum materiel. Hukum formal hanya bersangkutan dengan

peraturan perundang-undangan yang tertulis, sedangkan hukum materiel mencakup

pula pengertian nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam bahasa

yang tersendiri, kadang-kadang orang membedakan antara pengertian penegakan

hukum dan penegakan keadilan. 42

(44)

Penegakan hukum dapat dikaitkan dengan pengertian „law enforcement‟ dalam

arti sempit, sedangkan penegakan hukum dalam arti luas, dalam arti hukum materiel,

diistilahkan dengan penegakan keadilan. Setiap norma hukum sudah dengan

sendirinya mengandung ketentuan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban para

subjek hukum dalam lalu lintas hukum. Norma hukum yang bersifat dasar, tentulah

berisi rumusan hak-hak dan kewajibankewajiban yang juga dasar dan mendasar.

Karena itu, secara akademis, sebenarnya, persoalan hak dan kewajiban asasi manusia

memang menyangkut konsepsi yang niscaya ada dalam keseimbangan konsep hukum

dan keadilan. Dalam setiap hubungan hukum terkandung di dalamnya dimensi hak

dan kewajiban secara paralel dan bersilang.

Secara akademis, hak asasi manusia mestinya diimbangi dengan kewajiban

asasi manusia. Akan tetapi, dalam perkembangan sejarah, issue hak asasi manusia itu

sendiri terkait erat dengan persoalan ketidakadilan yang timbul dalam kaitannya

dengan persoalan kekuasaan. Dalam sejarah, kekuasaan yang diorganisasikan ke

dalam dan melalui organ-organ negara, seringkali terbukti melahirkan penindasan dan

ketidakadilan. Karena itu, sejarah umat manusia mewariskan gagasan perlindungan

dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. 43

Gagasan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia ini bahkan

diadopsikan ke dalam pemikiran mengenai pembatasan kekuasaan yang kemudian

dikenal dengan aliran konstitusionalisme. Aliran konstitusionalime inilah yang

(45)

memberi warna modern terhadap ide-ide demokrasi dan nomokrasi (negara hukum)

dalam sejarah, sehingga perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia

dianggap sebagai ciri utama yang perlu ada dalam setiap negara hukum yang

demokratis (democratische rechtsstaat) ataupun negara demokrasi yang berdasar atas hukum (constitutional democracy). 44

Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa segala warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara

berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kemerdekaan

berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan

sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Negara menjamin kemerdekaan

tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan kepercayannya itu.45

Issue hak asasi manusia itu sebenarnya terkait erat dengan persoalan penegakan

hukum dan keadilan itu sendiri. Karena itu, sebenarnya, tidaklah terlalu tepat untuk

mengembangkan istilah penegakan hak asasi manusia secara tersendiri. Lagi pula,

apakah hak asasi manusia dapat ditegakkan? Bukankah yang ditegakkan itu adalah

aturan hukum dan konstitusi yang menjamin hak asasi manusia itu, dan bukannya hak

asasinya itu sendiri? Namun, dalam praktek sehari-hari, kita memang sudah salah

kaprah. Kita sudah terbiasa menggunakan istilah penegakan „hak asasi manusia‟.

44 Jimly Asshiddiqie, Ibid, halaman 2 45

(46)

Masalahnya, kesadaran umum mengenai hak-hak asasi manusia dan kesadaran untuk

menghormati hak-hak asasi orang lain di kalangan masyarakat kitapun memang

belum berkembang secara sehat. 46

2. Aparatur Penegak Hukum

Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak

hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak

hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi,

penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan

aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau

perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan,

penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta

upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana. 47

Aparatur penegak hukum, dalam proses bekerjanya, terdapat tiga elemen

penting yang mempengaruhi, yaitu: (1) institusi penegak hukum beserta berbagai

perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;

(2) budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan

aparatnya, dan (3) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja

kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja,

baik hukum materilnya maupun hukum acaranya.

(47)

Hukum kata Harold J Berman adalah “one the deepest concern of all civilized

men everywhere”, yaitu merupakan suatu permasalahan yang paling dalam bagi

manusia yang berperadaban dimanapun juga. Sedangkan menurut Dennis Llyod,

hukum itu adalah “one of the great civilizing force in human society. 48 Upaya penegakan hukum secara sistemik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara

simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal

dapat diwujudkan secara nyata. Keluhan berkenaan dengan kinerja penegakan hukum

di negara kita selama ini, sebenarnya juga memerlukan analisis yang lebih

menyeluruh lagi. Upaya penegakan hukum hanya satu elemen saja dari keseluruhan

persoalan kita sebagai negara hukum yang mencita-citakan upaya menegakkan dan

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 49

Empat fungsi penting yang memerlukan perhatian yang seksama, yaitu (1)

pembuatan hukum („the legislation of law‟ atau „law and rule making‟), (2)

sosialisasi, penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum (socialization and promulgation of law, dan (3) penegakan hukum (the enforcement of law), (4) adminstrasi hukum, (the administration of law). Pengembangan administrasi hukum dan sistem hukum dapat disebut sebagai agenda penting yang keempat sebagai

tambahan terhadap ketiga agenda tersebut di atas. 50

48

Abdurrahman, Aneka Masalah Hukum Dalam Pembangunan Di Indonesia, (Penerbit Alumni, Bandung, 1979), halaman 35-36.

(48)

2. Konsepsi

Berdasarkan uraian teori diatas, dapat dijelaskan beberapa konsep dasar yang

digunakan antara lain:

a. Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) adalah peraturan-peraturan

terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana, khususnya di

Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.51

b. Hak artinya kepunyaan, milik52.

c. Menerima artinya memperoleh/mendapat.53

d. Kunjungan artinya mendatangi/menemui/besuk.54

e. Keluarga artinya orang tua/mertua/isteri/anak/sanak saudara.55

f. Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di

LAPAS.56

g. Pengaman Pemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan yang melaksanakan

pengamanan/penjagaan terhadap narapidana di LAPAS.57

h. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan adalah tempat melaksanakan pembinaan

narapidana dan sekaligus sebagai lokasi penelitian.58

51

Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Tuna Warga, Departemen Kehakiman Republik Indonesia , Nomor: DP.3.3/18/14, Op cit.

52

Sudarsono, Kamus Hukum, (Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, Tahun 2007), halaman 154.

53

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, Op cit.

57

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3 tersebut diatas menunjukkan bahwa sebagian besar narapidana yaitu
Tabel 4 tersebut diatas menunjukkan bahwa sebagian besar pengunjung yaitu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa pembinaan perilaku Narapidana di lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pekalongan sudah berhasil karena berdasarkan data yang ada, menujukan

Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan memberikan Tanggapan yang sangat rendah di lihat dari kesadaran mereka terhadap setiap program

Para petugas pembina narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan Yogyakarta telah memberikan pembinaan dan pelayanan yang profesional bagi para

Dimana pemberian remisi terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan klas II B sungailiat harus melalui 2 (dua) proses dalam pemberian remisi kepada narapidana,

5 Adapun penanganan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Jakarta bagi narapidana atau tahanan kasus narkoba khususnya pengguna

narapidana mempunyai hak dan kewajiban yang diperoleh di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIa Semarang. Warga binaan yang tidak melaksanakan tata tertib kewajiban

Data-data yang telah terkumpul baik data primer dan sekunder, selanjutnya diolah dan dianalisa secara normatif dan sistematis dengan menggunakan data kualitatif

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembinaan keagamaan bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II BCilacap. Manfaat Teoritis, yakni untuk