• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT (ESQ) DAN ALTRUISME PADA MAHASISWA KEPERAWATAN UMY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT (ESQ) DAN ALTRUISME PADA MAHASISWA KEPERAWATAN UMY"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

QUOTIENT (ESQ) DAN ALTRUISME PADA MAHASISWA

KEPERAWATAN UMY

Disusun oleh:

ILHAM ROMADON 20120320181

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i

HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT

(ESQ) DAN ALTRUISME PADA MAHASISWA

KEPERAWATAN UMY

Disusun oleh:

ILHAM ROMADON 20120320181

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

iii

Nama : Ilham Romadon

NIM : 20120320181

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis

benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

Karya Tulis Ilmiah.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini

hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 15 Agustus 2016

Yang membuat pernyataan,

(4)

iv

“karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya

sesudah kesulitan itu ada kemudaan. Maka apabila kamu telah selesai dari suatu

urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya

kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.

(5)

v

Kedua orang tua saya, Bpk. Nur Panuji dan Ibu Sunarti, terimakasih telah

mendukung, mendidik, dan membesarkan saya dengan penuh kasih sayang dan

kesabaran dan doa yang tak pernah lelah kau panjatkan.

Adikku Layli Prabaningtyas, tetaplah menjadi anak yang membanggakan untuk

bapak dan ibu.

Teruntuk Melinda Permatasari, terimakasih dukungan dan motivasinya yang

selalu ada.

Teruntuk sahabat Anak Indonesia ( Pakdhe Rifky, Azzam, Dimas, Ahid, Wijaya,

Chendy, Erik, Winardi, Elok) terimakasih selalu menjadi penyemangat, tetap jaga

solidaritas dan kekonyolan Anak Indonesia.

Teruntuk teman-teman satu bimbingan ( Nindi, Koko, Latansa, Ahmad, Miranda,

Nawang) terimakasih atas bantuan dan semangatnya.

Teruntuk sahabat 5cm KW ( Azzam, Mita, Aziz, Ifa) terimakasih selalu

(6)

vi

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan karya tulisi lmiah

(KTI) dengan judul “Hubungan Antara Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dan

Altruisme pada Mahasiswa Keperawatan UMY”. KTI ini disusun sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari dalam penyusunan KTI ini tidak akan terselesaikan tanpa

bantuan dan arahan dari berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua saya, Nur Panuji dan Sunarti yang telah memberikan

dukungan moril dan materil untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

2. Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., M.kep., Sp.Mat., HNC selaku Ketua Program

Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan dan menyusun

karya tulis ilmiah.

3. Shanti Wardaningsih, M.Kep.,Ns., Sp.Kep.J, Ph.D selaku pembimbing yang

telah memberikan ilmu, nasihat, motivasi serta meluangkan waktu, tenaga

dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan penelitian

(7)

vii

lanjut. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Yogyakarta, 15 Agustus 2016

Peneliti

(8)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

MOTTO ... iv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... A. Landasan Teori 1. Keperawatan ... 8

2. Altruisme ... 10

3. Kecerdasan Emosional Dan Spiritual... 13

4. Perkembangan ESQ ... 17

B. Penelitian Sebelumnya ... 18

C. Kerangka Konsep ... 19

D. Hipotesis Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN... A. Desain Penelitian ... 21

G. Uji Validitas dan Reliabidilitas ... 28

H. Pengelolaan Data dan Metode Analisis Data ... 30

I. Etika Penelitian ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Diskripsi Wilayah ... 34

B. Hasil Penelitian ... 34

1. Gambaran Karakteristik Responden ... 34

2. Analisis Univariat... 36

(9)

ix

5. Tingkat Altruisme terhadap Suku ... 41

6. Emotional Spiritual Quotient (ESQ) ... 42

7. Altruisme Mahasiswa Keperawatan ... 43

8. Hubungan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) terhadap Altruisme pada Mahasiswa Keperawatan UMY 2012 ... 44

D. Kekuatan dan Kelemahan ... 47

1. Kekuatan ... 47

2. Kelemahan... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA

(10)

x

Tabel 3.3 Distribusi karakteristik responden di PSIK UMY

Tabel 3.4 Distribusi Altruisme pada jenis kelamin

Tabel 3.5 Distribusi Altruisme pada suku

Tabel 3.6 Distribusi ESQ pada jenis kelamin

Tabel 3.7 Distribusi ESQ pada suku

Tabel 3.8 Distribusi Emosional Spiritual Quotient (ESQ) pada mahasiswa PSIK UMY 2012

Tabel 3.9 Distribusi altruisme pada mahasiswa PSIK UMY 2012

(11)

xi

(12)

xii

Lampiran 4 Data Demografi

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 Uji Validitas

Lampiran 7 Surat Keterangan Kelayakan Etika Penelitian

(13)
(14)

xiii ABSTRACT

Background: Nurses as health workers have an important role in achieving health development goals. A nurse must have an altruism that have the attention, commitment, compassion, has the generosity and perseverance. Emotional intelligence or emotional quotient (EQ) is the ability to control their own feelings and others and use those feelings to guide thought and action. In addition, nursing students must also have a emotional spiritual quotient (ESQ), it will grow humility and be a whole person intellectually, emotionally, and spiritually. So, will bring caring behavior and empathy in the face of nature and caring for clients.

Objective: This study aims to determine the relationship between emotional spiritual quotient (ESQ) against altruism on nursing students of UMY.

Methods: This study was non-experimental with cross sectional approach to the subject 140 8th semester nursing students of UMY. The research instrument was a questionnaire on demographic data, questionnaires ESQ, The Self-Report questionnaire Altruism (SRA). This study was conducted in May until July.

Results: Spearman's rho test p-value indicates spiritual emotional quotient with altruism is 0.449.

Conclusion: This study showed no correlation between emotional spiritual quotient (ESQ) against altruism on nursing students UMY so as suggested further research to investigate in other regions.

(15)

xiv

INTISARI

Latar Belakang: Perawat sebagai petugas kesehatan mempunyai peranan penting dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Seorang perawat harus mempunyai altruisme yaitu memiliki perhatian, komitmen, rasa iba, memiliki kemurahan hati, dan ketekunan. Selain itu, mahasiswa keperawatan juga harus

mempunyai emotional spiritual quotient (ESQ), hal ini akan menumbuhkan sifat

rendah hati dan menjadi seseorang yang utuh secara intelektual, emosional, dan

spiritual. Sehingga akan memunculkan perilaku caring dan sifat empati dalam

menghadapi dan merawat klien.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) terhadap altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY.

Metode Penelitian: Desain penelitian ini adalah non-experiment dengan

pendekatan cross sectional dengan subyek 140 mahasiswa keperawatan UMY

semester 8. Instrumen penelitian berupa kuessioner data demografi, kuesioner

ESQ, kuesioner The Self-Report Altruism (SRA). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan mei sampai juli.

Hasil Penelitian: Hasil uji Spearman’s rho menunjukan p-value emosional spiritual quotient dengan altruisme adalah 0,449.

Kesimpulan: penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) terhadap altrusime pada mahasiswa keperawatan UMY, sehinggga disarankan peneliti selanjutnya untuk meneliti di wilayah lainnya.

(16)

1

Tenaga kesehatan memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan dan pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).

Perawat sebagai petugas kesehatan mempunyai peranan penting dalam upaya

pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Menurut International Council of

Nursing (1965), perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, memiliki wewenang di negara yang bersangkutan

untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam upaya

peningkatan kesehatan, serta pencegahan penyakit terhadap pasien.

Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan bahwa

perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan

melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki yang

diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Yulihastin, 2009). Oleh karena itu

seorang perawat dituntut mempunyai skill yang memadai agar bisa

memberikan pelayanan keperawatan kepada individu dengan baik sehingga

dapat mencapai derajat kesehatan yang diinginkan.

Pada tahun 1859, Florence Nightingale menyatakan “hospital should not

harm the patients” dan ia menyatakan bahwa pelayanan keperawatan

bertujuan untuk “put patient in the best condition for nature to act upon him”.

Hal ini menunjukkan kepedulian yang mendalam dari diri seorang perawat

(17)

(1979) dalam Asmadi (2005) mengemukakan bahwa asuhan keperawatan

didasarkan pada nilai – nilai kemanusiaan (humanistik) dan perilaku

mementingkan perilaku orang lain diatas kepentingan pribadi (altruistik).

Altruisme adalah membantu orang lain, meningkatkan kesejahteraan orang

lain, atau setidaknya membantu orang yang membutuhkan bantuan (Machan,

2006). Menurut American Association of Colleges of Nursing (1998), seorang

perawat harus mempunyai altruisme yaitu memiliki perhatian, komitmen, rasa

iba, memiliki kemurahan hati, dan ketekunan. Dengan kata lain, perawat

dalam memberikan perawatan kepada klien harus memberikan perhatian yang

penuh dan membantu rekan perawat lainnya dalam memberikan perawatan

ketika tidak dapat melakukan perawatan serta menunjukkan perhatian pada

masalah sosial yang memiliki implikasi perawatan kesehatan (Potter & Perry,

2005). Sesuai dengan Dalil Al qur'an dalam Firman Allah Ta'ala dalam surat

Al-Mäidah ayat 2:Artinya: "...dan tolong-menolonglah kamu dalam

(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan".

Mengingat bahwa mahasiswa keperawatan adalah calon tenaga

kesehatan yaitu sebagai calon perawat, hendaknya selain memiliki rasa

altruisme yang tinggi juga harus memahami dan memiliki apa yang disebut

kecerdasan emosional. Berdasarkan pengalaman beberapa orang yang

menyatakan tentang citra perawat bahwa perawat masih identik dengan sifat

sombong, judes dan tidak ramah dalam memberikan pelayanan. Selain itu

(18)

upah yang diterima dalam melakukan suatu pekerjaan. Untuk menanggapi itu

semua sebagai perawat tentunya harus menunjukkan suatu sikap yang baik

dimanapun mereka berada, menunjukkan suatu kinerja yang baik, merawat

pasien dengan perasaan penuh kasih sayang bukan karena keterpaksaan,

menunjukkan perilaku caring kepada pasien, dan masih banyak lagi yang

perlu dirubah sehingga citra perawat menjadi lebih baik dan diakui oleh

masyarakat (Tamara et al., 2010).

Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) UMY dalam membentuk

mahasiswa keperawatan mempunyai beberapa tujuan, salah satunya adalah

menghasilkan ners yang memiliki kemampuan klinik dan mampu

menerapkan nilai-nilai Islami dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam

mencapai tujuan tersebut PSIK UMY mempunyai beberapa misi yaitu 1)

Menyelenggarakan pendidikan ners yang unggul dan Islami, 2)

Mengembangkan penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan praktik

keperawatan, 3) Menerapkan ilmu keperawatan sebagai bagian dari

pengabdian kepada masyarakat untuk kemaslahatan umat (PSIK UMY,

2013).

Menurut Daniel Goleman (2007), dalam bukunya Kecerdasan

Emosional, definisi dari kecerdasan emosional atau emotional quotient (EQ)

adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaan sendiri dan

orang lain serta menggunakan perasaan – perasaan tersebut untuk memandu

(19)

dapat digambarkan bahwa orang tersebut tidak mampu memahami,

menghargai, mengelola, serta mengendalikan perasaannya dengan benar.

Selain itu, mahasiswa keperawatan juga harus mempunyai kecerdasan

spiritual atau spiritual quotient (SQ), dimana hal tersebut akan memberikan

kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang buruk, memberi rasa

moral dan membantu menyesuaikan dengan aturan – aturan baru. Seseorang

dengan kecerdasan spiritual tinggi akan memiliki sifat rendah hati dan

menjadi seseorang yang utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual

(Suyanto, 2006). Oleh karena itu, kecerdasan spiritual ini sangat penting

karena akan membimbing seseorangke dalam budi pekerti yang baik dan

moral yang beradab. Seperti yang ditegaskan dalam Al Qur’an surat Ar-Raad

ayat 28 yang artinya : "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati-hati

mereka menjadi tenteram dengan berdzikir (mengingat) kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan berdzikir (mengingat) kepada Allah-lah, hati akan menjadi tenteram".

Berdasarkan telaah literatur diatas, maka peneliti tertarik untuk

mengambil penelitian tentang hubungan antara emotional spiritual quotient

(ESQ) terhadap altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah

penelitian, yaitu : “Apakah ada hubungan antara emotional spiritual quotient

(20)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara emotional spiritual quotient(ESQ) dan

altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui tingkat emotional spiritual quotient (ESQ) mahasiswa

keperawatan UMY

b. Mengetahui tingkat altruisme mahasiswa keperawatan

c. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara emotional spiritual

quotient (ESQ) dan altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar agar dapat

menambah kemajuan bagi perkembangan ilmu keperawatan kearah yang

lebih maju.

2. Bagi Mahasiswa Keperawatan

Sebagai pengetahuan untuk meningkatkan kesiapan dalam

menghadapi dunia keperawatan.

3. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang hubungan antara

(21)

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Menjadi acuan dalam mengembangkan sifat altruisme dalam dunia

keperawatan.

E. Keaslian Penelitian

a. Sari, Rolita Purnama (2014), Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat

Dengan Perilaku Caring Perawat Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif

dengan jenis penelitian non – eksperimen dengan rancangan penelitian

cross sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional perawat dengan perilaku

caring perawat di rumah sakit PKU Muhamadiyah Daerah Istimewa

Yogyakarta dengan keeratan hubungan sangat kuat. Persamaan dengan

penelitian ini adalah variabel bebas yang digunakan adalah kecerdasan

emosional. Perbedaan pada penelitian ini menggunakan subjek penelitian

mahasiswa keperawatan umy. Variabel terikat yang digunakan pada

penelitian ini adalah altruisme mahasiswa keperawatan.

b. Liasusanti, Efri (2013), Hubungan Antara Kecerdasan Emosional

Spiritual (ESQ) Dengan Sikap Seksualitas Remaja Pada Mahasiswa Psik

Umy Angkatan 2012. Penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif

degan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian menunjukan ada

(22)

sikap seksualitas remaja. Perbedaan pada penelitian ini terletak pada

variabel terikat penelitian yaitu altruisme mahasiswa keperawatan.

c. Hussin, Zaliha Hj., and Mohd Ramlan Mohd Arshad (2012), Altruism as

Motivational Factors toward Volunteerism among Youth in Petaling Jaya,

Selangor. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yang

melibatkan 240 relawan pemuda di Petaling Jaya, Selangor. Hasil statistik

(β = 0,294, p <0,001, r: 0,349) menunjukkan bahwa altruisme memiliki

hubungan positif yang signifikan terhadap kesukarelaan kalangan

(23)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori – teori yang mendukung dan

terkait dengan topik yang akan diambil dan juga menjelaskan tentang kerangka

konsep. Penjelasan yang akan disampaikan pada bab ini adalah mengenai teori

tentang keperawatan, altruisme, dan kecerdasan emosi dan spiritual.

A. Landasan Teori

1. Keperawatan

Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang paling berperan

dalam pemberian asuhan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan yang

berkualitas membutuhkan 3 hal penting, antara lain : pendekatan sikap

berkaitan dengan kepedulian pada klien, upaya untuk melayani dengan

tindakan terbaik, serta tujuan untuk memuaskan klien yang berorintasi

pada standar pelayanan (Sumijatun, 2011).

Menurut Kelompok Kerja Keperawatan (1992) dalam Sitorus

(2006), menjelaskan bahwa layanan keperawatan adalah suatu bentuk

layanan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan

kesehatan, berbentuk layanan bio-psikososio-spiritual yang komprehensif

untuk individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun yang

sehat. Keperawatan sebagai pelayanan atau asuhan profesional bersifat

humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan

(24)

mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika

keperawatan sebagai tuntunan utama. Oleh karena itu perawat dituntut

untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar atau

rasional dan baik atau etikal (Nursalam, 2011).

Menurut Sitorus (2006), praktik keperawatan profesional harus

mempunyai beberapa karakteristik utama antara lain :

a. Praktik keperawatan merupakan praktik dengan orientasi melayani.

Artinya, perawat harus mempunyai komitmen untuk memberikan

asuhan keperawatan kepada klien dengan menempatkan layanan

diatas kepentingan pribadi.

b. Berdasarkan ilmu keperawatan yang kukuh. Sebagaimana

dinyatakan dalam Undang – Undang No. 23 tahun 1992 tentang

kesehatan, upaya untuk penyembuhan pasien dan pemulihan

kesehatannya digunakan berbagai ilmu, termasuk ilmu keperawatan.

Jadi, ilmu keperawatan harus selalu di kembangkan.

c. Praktik keperawatan mempunyai kode etik. Kode etik keperawatan

merupakan pedoman bagi anggota profesi keperawatan sehingga

dapat menjamin bahwa masyarakat mendapat layanan yang

bertanggung jawab dan etis.

d. Praktik keperawatan mempunyai otonomi. Keperawatan harus

mampu mengatur dan mengendalikan praktik keperawatan.

Keperawatan profesional seperti yang sudah dijelaskan diatas yaitu

(25)

menempatkan layanan diatas kepentingan pribadi. Oleh karena itu,

perawat harus mempunyai altruisme yaitu perawat harus mementingkan

kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri.

2. Altruisme

Menurut Simamora (2009), altruistik adalah perilaku yang lebih

mengutamakan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Bagi

perawat berusaha menjadi lebih altruistik lebih penting daripada peraih

kesuksesan. Perawat harus menanggapi dengan penuh perhatian dan

efisien terhadap kebutuhan mendesak yang perawat hadapi setiap hari

(Buckingham & Coffman, 2009).

Altruistik adalah sifat seseorang yang memiliki kecenderungan

untuk menolong demi kesejahteraan orang yang ditolong, tanpa

membawa pamrih pribadi (selfless). Orang yang mempunyai sikap

demikian disebut altruis, sedangkan perilakunya disebut altruisme

(Widyarini, 2009).

Aspek-aspek altruisme menurut Rutston (1982) dalam Hur (2012),

dibagi menjadi 5 aspek yaitu :

a. Empati (empathic)

Seseorang dengan altruisme mempunyai rasa empati yaitu

kemampuan untuk merasakan perasaan yang dialami orang lain.

b. Penolong (helpful)

Membantu orang lain yang membutuhkan bantuan, tidak

(26)

nonmateriil sifatnya misalnya melakukan sesuatu yang orang lain tidak dapat lakukan untuk diri mereka.

c. Perhatian kepada orang lain (considerate of others)

d. Kooperatif (cooperative)

Sikap kooperatif adalah sikap yang menunjukan kerjasama.

e. Rela berkorban ( loving)

Rela berkorban adalah sikap dan perilaku yang tindakannya

dilakukan dengan ikhlas serta mendahulukan kepentingan orang lain

dari pada kepentingan diri sendiri.

Menurut Hardjodisastro (2006), altruisme tidak akan terwujud tanpa

dukungan faktor – faktor yang membentuknya. Faktor – faktor tersebut

antara lain :

a. Virtue (baik hati) yaitu : berbuat dan bekerja semata – mata demi kepentingan pasien.

b. Primum non nocere (do no harm). Jangan merugikan pasien, baik dalam arti jasmani, psikologi, maupun sosial ekonomi.

c. Beneficience and mainfaind confidentially. Selalu berpikir dan berbuat kebajikan dan memegang teguh kepercayaan yang diberikan

kepadanya.

d. Compassion or respect for human life and dignity. Kasih sayang, hormat kepada kemanusiaan.

(27)

g. Avoid deception and non disclosure

Menurut Sears (1994) dalam Zahra (2014), ada beberapa macam

faktor yang mempengaruhi perilaku altruisme pada individu, antara lain:

a. Faktor Intrinsik

1) Perilaku altruisme dapat dipengaruhi oleh perasaan dalam diri

seseorang karena dapat merasakan manfaat dari menolong.

2) Faktor sifat, seseorang yang menolong orang lain tanpa berharap

imbalan kemungkinan karena adanya sifat dalam kepribadian

seseorang.

b. Faktor Ekstrinsik

1) Bystender, adanya orang lain yang berada bersama kita di

tempat kejadian. Semakin banyak orang maka keinginan untuk

menolong semakin sedikit tetapi orang yang sendirian

cenderung lebih bersedia untuk menolong.

2) Menolong jika orang lain menolong. Sesuai prinsip norma sosial

maka adanya orang lain yang sedang menolong akan

menimbulkan keinginan ikut menolong.

3) Desakan waktu, orang yang sibuk akan lebih sulit meluangkan

wantu untuk menolong orang lain.

4) Kemampun yang dimiliki, orang yang merasa mampu akan

cenderung menolong dan sebaliknya jika merasa tidak mampu

(28)

3. Kecerdasan Emosional Dan Spiritual

Emosional Spiritual Quotient (ESQ) atau dalam istilah bahasa Indonesia sering disebut sebagai kecerdasan emosional dan spiritual.

ESQ terdiri dari dua aspek yaitu kecerdasan emosional dan kecerdasan

spiritual.

Para ahli psikologi sepakat bahwa IQ mempunyai peranan

menyumbang sekitar 20% faktor – faktor yang menyumbangkan

keberhasilan seseorang, sedangkan 80% sisanya berasal dari faktor lain

termaksud faktor kecerdasan emosional (Goleman, 2007).

Seseorang dengan kecerdasan emosional atau emotional quotient

(EQ) menurut Daniel Goleman (2007) akan mempunyai kemampuan

untuk mengendalikan diri, mampu memotivasi diri sendiri dan bertahan

dalam menghadapi frustasi serta akan mempunyai kemampuan untuk

mengatur suasana hatinya. Kecerdasan emosional adalah kemampuan

seseorang untuk mengelola atau mengendalikan emosi (perasaannya),

mampu untuk berempati kepada orang lain, mampu mengelola perasaan

gembira dan sedih, semangat dan ketekunan, serta mampu untuk

memotivasi diri sendiri (Sumardi, 2007).

Menurut Goleman (2007) bahwa individu yang mampu mengelola

emosinya akan membantu kesuksesan di masa mendatang. Terdapat 5

(29)

a. Kesadaran diri (self-awareness) yaitu kemampuan individu untuk menyadari dan memahami yang terjadi terhadap diri sendiri,

perasaan, pikiran, dan alasan individu melakukan suatu tindakan.

b. Kemampuan mengelola emosi (managing emotions) yaitu

kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi

– emosi yang dialaminya baik emosi positif maupun emosi negatif

sehingga individu akan mampu mengontrol emosinya sendiri.

c. Optimisme (motivating oneself) yaitu kemampuan individu

memotivasi diri ketika berada dalam keadaan putus asa, dapat

berpikir positif, dan menumbuhkan optimisme dalam kehidupannya.

d. Empati (empaty) yaitu kemampuan individu untuk memahami

perasaan, pikiran, dan tindakan orang lain.

e. Keterampilan sosial (social skill) yaitu kemampuan individu untuk

membangun hubungan, mempertahankan hubungan dan kemampuan

untuk menangani konflik - konflik interpersonal secara efektif.

Sedangkan kecerdasan spiritual atau spiritual quotient (SQ) adalah

kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan

nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita

dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk

menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna

dibandingkan dengan orang lain (Suyanto,2006).

Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi akan cenderung

(30)

al,. 2008). Kecerdasan spiritual akan tercermin dalam kehidupan

seseorang sehingga akan memiliki rasa toleransi, kejujuran, tidak

memihak dan kasih sayang. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah dasar yang

diperlukan untuk memfungsionalisasikan kecerdasan intelektual dan

emosional kita secara efektif karena kecerdasan spiritual adalah

kecerdasan tertinggi. (Hanafi, 2010).

Menurut Zohar dan Marshall dalam Suyanto (2006) bahwa IQ dan

EQ secara terpisah ataupun bersama – sama, tidaklah cukup untuk

menjelaskan keseluruhan kompleksitas kecerdasan manusia dan juga jiwa

serta imajinasinya. Oleh karena itu untuk mengefektifkan IQ dan EQ

membutuhkan kecerdasan spiritual (SQ).

Pendapat lain dikemukakan oleh Agustian (2006), SQ dihasilkan

dari pemahaman dan pengamalan yang terdapat dalam Al Qur’an

(Asmaul Husna atau 99 sifat Allah SWT) adalah sumber dari segala suara

hati manusia (self conscience), sifat yang sering tiba-tiba muncul dan

dirasakan. Bisa berupa larangan, peringatan, atau sebuah keinginan

maupun bimbingan dan dapat berupa penyesalan apabila terlewatkan.

Oleh karena itu, beberapa nilai – nilai dalam Asmaul Husna

disederhanakan menjadi 7 spiritual core values (nilai dasar ESQ) yang

dijunjung tinggi sebagai bentuk pengabdian manusia kepada sifat Allah

yang terletak pada pusat orbit (God Spot) yaitu:

a. Jujur adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al

(31)

yang berarti pembenaran, ketenangan hati, dan aman. Sebagai

seorang muslim hendaknya selalu berusaha menjadi orang yang

dipercaya dengan selalu bersifat jujur, dan berusaha tidak berbuat

yang dapat meresahkan orang lain.

b. Tanggung jawab adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat

Allah, Al Wakiil, melalui sifat ini, Allah SWT memerintahkan agar

manusia memiliki sifat dan perilaku yang baik dalam kehidupan

sehari-hari. Salah satu di antaranya adalah memegang amanah

dengan sebaik-baiknya.

c. Disiplin adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al

Matiin (Dzat yang Maha Kokoh), seseorang harus memiliki sifat

teguh, tidak gampang tergoda dan tergoyahkan dengan

harapan-harapan palsu yang mengintai dan menggodanya.

d. Kerjasama adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al

Jaami' yaitu dengan didasari rasa kebersamaan dalam pengabdian.

e. Adil adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al 'Adl

(lurus dan sama), Allah SWT memerintahkan kepada umat-Nya agar

berbuat adil saat memberikan keputusan kepada sesama manusia.

f. Visioner adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al

Aakhir (akhir), seseorang harus berpikiran luas untuk mencapai

sesuatu dan tidak hanya untuk materi tetapi juga untuk kepuasan

batin serta dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan

(32)

g. Peduli adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, As

Sami' dan Al Basir (mendengar dan melihat), kepedulian dapat kita

bentuk dengan cara mendengarkan orang lain jika sedang berbicara

dan menggunakan mata kita untuk melihat kebaikan.

Ketujuh sifat inilah yang harus dijadikan values atau nilai, di mana

akan memberikan meaning atau nilai bagi yang melaksanakannya.

4. Perkembangan ESQ

Sebelum Daniel Goleman memaparkan hasil penelitiannya tentang

kecerdasan emosional, IQ telah dahulu menjadi standarisasi terhadap

ukuran kecerdasan dan keberhasilan seseorang. Dari berbagai hasil

penelitian, telah terbukti bahwa ukuran tingkat keberhasilan seseorang

bukan ditentukan oleh IQ tetapi ditentukan oleh kecerdasan emosional.

Hasil akhir teori tentang IQ dan EQ yaitu teori tentang kecerdasan

spiritual atau spiritual quotient (SQ) pertama kali ditemukan pada tahun

2000 oleh Danah Zohar dan Ian Marshall yang mengatakan bahwa untuk

mengefektifkan IQ dan EQ dibutuhkan SQ. Ary Ginanjar Agustian

(2006) menemukan teori tentang emotional spiritual quostient (ESQ)

yaitu sebuah metode pembangunan jiwa yang menggabungkan antara dua

unsur kecerdasan, yaitu kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan

spiritual (SQ) dengan memanfaatkan kekuatan kekuatan pikiran bawah

(33)

5. Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Yantiek (2014) tentang

“Kecerdasan Emosi Dan Kecerdasan Spiritual Dengan Perilaku Prososial

Remaja”. Perilaku prososial merupakan tindakan menolong yang

menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan

langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin

bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolongnya. Salah

satu bentuk perilaku prososial adalah altruisme (perilaku yang lebih

mengutamakan orang lain daripada kepentingan diri sendiri). Hasil

Penelitian menunjukkan bahwa :

a. kecerdasan emosi berhubungan dengan perilaku prososial remaja.

Semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi perilaku

prososialnya, dan sebaliknya.

b. kecerdasan spiritual memiliki hubungan dengan perilaku prososial

remaja. Arah hubungan yang positif menunjukkan bahwa semakin

tinggi kecerdasan siritual maka semakin tinggi perilaku

prososialmnya dan sebaliknya.

c. Kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual secara bersama sama

memberikan sumbangan efektif sebesar 72,3 % terhadap perilaku

(34)

B. Kerangka Konsep

c. Perhatian kepada orang

lain (considerate of

others)

d. Kooperatif (cooperative)

e. Rela berkorban ( loving).

Faktor – faktor yang

mempengaruhi altruisme:

a. Faktor Intrinsik

(35)

*Emotional spiritual quotient (ESQ) pada mahasiswa keperawatan yang akan diteliti yaitu dilihat dari komponen yang terdiri dari : 1) Jujur, 2) Tanggung

Jawab, 3) Disiplin, 4) Kerja Sama, 5) Adil, 6) Visioner, 7) Peduli.

Komponen ESQ tersebut akan dihubungkan dengan altruisme pada

mahasiswa keperawatan.

C. Hipotesis

Ho : Adanya hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan

altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY.

Ha : Tidak ada hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan

(36)

21

Jenis penelitian ini merupakan penelitian descriptive correlation dengan

pendekatan cross sectional dan menggunakan data kuantitatif. Pendekatan

merupakan jenis desain yang menggunakan tehnik satu kali pengumpulan

data pada suatu saat dan dapat menggambarkan tingkat perkembangan

individu (Nursalam, 2013).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau

subjek yang mempunyai karakteritis tertentu yang diciptakan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2009). Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa

keperawatan UMY angkatan 2012 sebanyak 140 mahasiswa dikarenakan

mahasiswa keperawatan angkatan 2012 termasuk mahasiswa tingkat

akhir dan sudah lama mendapatkan konsep tentang ilmu keperawatan

yang di dalamnya mempelajari sikap caring jadi penelitian ini bisa untuk

(37)

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

populasi (Sugiyono, 2009). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

total sampling sesuai dengan kriteria yang ditentukan peneliti.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa

keperawatan angkatan 2012 yang memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Mahasiswa keperawatan UMY angkatan 2012

2) Mahasiswa yang bersedia menjadi responden dan dapat

bekerjasama dalam penelitian

3) Bersedia mengisi kuesioner yang telah disediakan oleh peneliti

dari awal hingga akhir dengan lengkap

b. Kriteria Eksklusi

1) Responden yang cuti saat dilakukan pengambilan data

2) Responden yang belum lulus blok 1 (pofesional nurse) dan blok

2 (Theory and Concept In Nursing)

3) Responden yang sakit atau tidak hadir saat pengambilan data

C. Lokasi dan Waktu

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PSIK FKIK UMY, Kecamatan Kasihan,

(38)

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 – Juli 2016

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki anggota suatu kelompok

yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo,2010).

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan di ukur yaitu:

1. Variabel independent dalam penelitian ini adalah emotional spiritual

quotient(ESQ).

2. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah altruisme mahasiswa

keperawatan.

E. Definisi Operasional Tabel 3.1

NO VARIABEL DEFINISI

OPERASIONAL

a. Usia adalah usia

(39)

NO VARIABEL DEFINISI

nilai yang terkandung dalam diri manusia

yang diambil dari

Asmaul Husna dan disederhanakan

menjadi 7 spiritual

core values (nilai

(40)

F. Instrumen Penelitian

1. Instrumen kecerdasan emosional dan spiritual

Instrumen penelitian ini diadopsi dan dimodifikasi dari penelitian

yang telah dilakukan uji validitasnya oleh Liasusanti (2009) dengan judul

“Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Spiritual (ESQ) Dengan Sikap

Seksualitas Remaja Pada Mahasiswa PSIK UMY Angkatan 2012”.

Instrumen ini berjumlah 23 pertanyaan. Jujur (item 11, 13), tanggung

jawab (item 8, 16, 18), disiplin (item 4, 6, 7, 12, 14), kerjasama (item 1,

9), adil (item 15), visioner (item 2, 10), dan kepedulian (item 3, 5, 17,

19, 20, 21, 22, 23).

Kuisioner ini terdiri dari item pertanyaan favorable dan unfavorable

yang disusun berdasarkan skala Likert dengan empat pilihan jawaban.

Pada item favorable, untuk item pilihan jawaban sangat setuju diberi skor

4, jawaban setuju diberi skor 3, jawaban tidak setuju diberi skor 2, dan

jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1. Pada item unfavorable, untuk

pilihan jawaban sangat setuju diberi skor 1, jawaban setuju diberi skor 2,

jawaban tidak setuju diberi skor 3, dan jawaban sangat tidak setuju diberi

skor 4.

Hasil akumulasi jawaban dari pertanyaan yang sudah dijawab maka

selanjutnya akan di katagorisasikan dalam tiga kategori yaitu tinggi,

sedang, dan rendah (Arikunto, 2006).

- Tinggi apabila jumlah skor ≥ 75 %

(41)

- Rendah apabila jumlah skor ≤ 55 %

Keterangan:

p : presentase

x: jumlah jawaban

n: jawaban responden

2. Instrumen altruisme

Instrumen penelitian ini menggunakan instrumen The Self-Report

Altruism (SRA) terdiri dari 20 item pertanyaan yang dikembangkan oleh Rushton et al.(1981) diadopsi dari penelitian Handojono dan Sholihin

(2014) dengan menggunakan skala satu (tidak pernah) hingga lima

(sangat sering). Terdapat satu item pernyataan yang disesuaikan dalam

instrumen ini, yaitu pernyataan “I have helped push a stranger’s car out

of the snow” diterjemahkan menjadi “Saya telah membantu mendorong

mobil orang tidak dikenal”. Penyesuaian pada item pertanyaan ini lebih

didasarkan pada pertimbangan konteks Indonesia.

Penilaian kuesioner ini menggunakan skala Likert. Skor penilaian

dikategorikan menjadi sangat kurang, kurang, cukup, baik, dan sangat

baik. Kategori sangat kurang untuk skor <20, kategori kurang untuk skor

21-40, kategori cukup untuk skor 41-61, kategori baik untuk skor 61-80,

(42)

G. Cara Pengumpulan Data

1. Pre Penelitian

a. Melakukan perijinan untuk melakukan penelitian di FKIK UMY

b. Mengumpulkan data mengenai calon responden di FKIK UMY

c. Menentukan sampel penelitian

2. Penelitian

a. Melakukan ethical clearence di FKIK UMY

b. Responden dipilih berdasarkan data mahasiswa PSIK UMY angkatan

2012

c. Melakukan informed consent dengan responden

d. Memberikan lembar kuesioner data demografi, ESQ, SRA-scale

kepada responden yang memenuhi kriteria inklusi

e. Kuesioner dikumpulkan kedalam kotak kardus yang sudah disiapkan

peneliti

f. Data di cek kelengkapan pengisiannya, apabila ada yang kurang

lengkap maka responden harus melengkapi

g. Data diolah dengan memberi kode atau nilai dan dijumlah

3. Pasca Penelitian

a. Keseluruhan data yang terkumpul dilakukan tabulasi atau pengolahan

data dengan bantuan komputer

b. Hasil penelitian yang dianalisa disusun kembali dan dibahas dalam

(43)

H. Uji Validitas dan Reliabidilitas

1. Uji Validitas

Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan kevalidan

suatu instrumen, sehingga instrumen memiliki nilai validitas yang tinggi

dan uji validitas tersebut dapat dilakukan pada sasaran yang sama dengan

responden penelitian (Arikunto, 2006). Penelitian ini dilakukan uji

validitasnya pada mahasiswa keperawatan angkatan 2013 dengan

menggunakan uji validitas Pearson Product Moment (arikunto, 2006).

Adapun rumus Product Moment yaitu:

Keterangan :

rxy : koefisien korelasi variabel x dengan variabel y

xy : jumlah hasil perkalian antara variabel x dengan variabel y

x : jumlah hasil setiap item

y : jumlah nilai konstan

n : jumlah subyek penelitian

Setiap pertanyaan dikatakan valid jika r hitung > r tabel (0,36).

Nilai signifikan yang diambil adalah p=0,05, maka valid jika r ≥0,05 dan

tidak valid jika r ≤0,05. Hasil uji validitas pada instrumen ESQ dan

(44)

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah ukuran konsistensi instrumen penelitian.

Instrumen penelitian dikatakan reliabel jika alat ukur tersebut

menunjukan hasil yang konsisten sehingga dapat digunakan dengan baik.

Uji reliabilitas ini dilakukan setelah uji validitas dengan menggunakan

rumus Alpha Cronbach (Notoadmodjo, 2010).

Rumus Alpha Cronbach yaitu :

[ ] [ ∑ ]

Keterangan :

α = koefisien reliabilitas instrumen

K = banyak item pertanyaan

S1 = simpangan baku

Sx = simpangan baku dari keseluruhan item pertanyaan

Instrumen dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach ≥ konstanta

(0,6), sedangkan jika nilai Alpha Cronbach ≤ konstanta (0,6), maka

instrumen dikatakan belum reliabel.

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai r Reliabilitas Menurut Arikunto

Nilai r Interpretasi

0,81 – 1,00 Sangat Tinggi

0,61 – 0,80 Tinggi

0,41 – 0,60 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

(45)

I. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul , maka tahap selanjutnya adalah

melakukan pengolahan data. Proses pengolahan data yang akan

dilakukan yaitu :

a. Editing data yaitu memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh dan dikumpulkan dari responden.

b. Coding yaitu memberi kode untuk setiap item pertanyaan sehingga dapat memudahkan dalam pengolahan data. Data yang di coding :

1) Perempun = 1, Laki-laki = 2,

2) Jawa = 1, Non Jawa = 2,

3) < Rp.500.000,- = 1, Rp.500.000,- s/d Rp.700.000,- = 2,

>Rp.700.000,- = 3

c. Entry yaitu memasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam

master label atau database komputer, kemudian membuat distribusi

frekuensi terhadap hasil yang didapatkan.

2. Analisa Data

Penelitian ini menggunakan 2 metode analisis secara bertahap,

yaitu:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi

dari setiap variabel yang bertujuan untuk menggambarkan distribusi

(46)

kelamin, suku, uang per bulan) dan ESQ berupa presentasi dan frekuensi serta distribusi altruisme.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara

variabel bebas (kecerdasan emosional spiritual) dan variabel terikat

(altruisme mahasiswa keperawatan). Penelitian ini menggunakan uji

hipotesis dengan uji spearman rho. Hasil penelitian menggunakan

uji Spearman Rank didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara

emosional spiritual quotient (ESQ) dan altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY (p = 0,449).

J. Etika Penelitian

Etika penelitian perawat merupakan masalah yang sangat penting dalam

penelitian, mengingat penelitian perawat berhubungan langsung dengan

manusia, sehingga segi etika dalam penelitian harus diperhatikan (Nursalam,

2013). Adapun prinsip yang harus diperhatikan dalam penelitian :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).

Pada penelitian ini peneliti menghormati hak-hak responden untuk

mengetahui tujuan dari penelitian yang dilaksanakan serta hak-hak untuk

berpartisipasi dengan cara menyediakan lembar persetujuan (informed

consent) yang berisi penjelasan mengani manfaat penelitian, resiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan, manfaat yang didapat, kesediaan

(47)

persetujuan untuk mengundurkan diri, dan jaminan anonimitas dan

kerahasiaan informasi responden. Lembar persetujuan kemudian

ditandatangani apabila responden bersedia.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and confidentiality).

Responden tidak disarankan untuk menuliskan nama. Informasi

yang dapat dicantumkan hanya informasi yang sesuai dengan perintah

yang terdapat pada lembar kuesioner.

3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice and

inclusiveness).

Peneliti menjaga prinsip keterbukaan dan keadilan dengan

kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. keterbukaan disini dijaga

dengan menjelaskan prosedur penelitian. Peneliti juga tidak

membeda-bedakan latar belakang jender, agama, dan etnis responden dalam

melakukan intervensi.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits).

Peneliti berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir

dampak yang merugikan responden dan memaksimalkan manfaat yang

didapat selama proses penelitian. Hasil penelitian ini juga tidak

digunakan untuk kepentingan yang bersifat merugikan responden.

Penelitian ini telah lulus uji etik dari komite etik FKIK UMY

(48)

33 A. Deskripsi Wilayah

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) adalah lembaga

pendidikan swasta yang mempunyai visi yaitu menjadi universitas yang

unggul dalam pengembangan ilmu dan teknologi dengan berlandaskan

nilai-nilai islam untuk kemashlahatan masyarakat. UMY berdiri pada tanggal 26

Maret 1981 yang terletak di Jalan Lingkar Selatan Tamantirto, Kasihan,

Bantul dan merupakan bagian dari Departemen Pendidikan yang bernaung

dibawah Yayasan Muhammadiyah khususnya Dikdasmen Koya Yogyakarta.

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menyelenggarakan beberapa

program studi yang salah satunya adalah Program Studi Ilmu Keperawatan

(PSIK). PSIK diselenggarakan pada tahun 1999. Pendidikan terbagi atas

pendidikan sarjana keperawatan selama delapan semester dan pendidikan

profesi selama dua semester. PSIK UMY dalam membentuk mahasiswa

keperawatan mempunyai beberapa tujuan, salah satunya adalah menghasilkan

ners yang memiliki kemampuan klinik dan mampu menerapkan nilai-nilai

Islami dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam mencapai tujuan

tersebut, PSIK UMY mempunyai beberapa misi yaitu 1) Menyelenggarakan

pendidikan ners yang unggul dan Islami, 2) Mengembangkan penelitian yang

(49)

keperawatan sebagai bagian dari pengabdian kepada masyarakat untuk

kemaslahatan umat.

PSIK UMY juga mempunyai program yang mendukung visi misi

tersebut, yakni berupa pelatihan soft skill selama beberapa kali pada semester

akhir. Meskipun telah diadakan pelatihan, namun belum terdapat penelitian

yang membahas hubungan antara softskill dan sikap mahasiswa PSIK UMY.

B. Hasil Penelitian

1. Gambaran Karakteristik Responden

Responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah 140 mahasiswa PSIK UMY angkatan 2012 baik laki-laki maupun

perempuan yang meliputi usia, jenis kelamin, suku dan uang perbulan.

Jumlah seluruh mahasiswa PSIK angkatan 2012 adalah 158 mahasiswa.

Saat dilakukan penelitian, sebagian mahasiswa tidak hadir untuk menjadi

responden. Adapun karakteristik responden adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Karakteristik responden di PSIK UMY 2012 (n=140)

(50)

Karakteristik Frekuensi Persentasi (%) Uang Perbulan

>700.000 100 71,4

500.000-700.000 32 22,9

<500.000 8 5,7

Sumber: Data Primer 2016

Dari data yang tercantum dalam tabel 3.3 dapat diketahui, semua

responden dalam penelitian ini berusia 20-23 tahun, berjenis kelamin

perempuan sebanyak 95 responden (67,9%), berasal dari suku jawa

sebanyak 100 responden (71,4%), dan mempunyai uang perbulan

>700.000 sebanyak 100 responden (71,4%).

Tabel 3.4 Distribusi Altruisme pada jenis kelamin

Altruisme

Kurang Cukup Baik Sangat Baik Total

Jenis kelamin L 5 28 11 1 45

P 8 66 20 1 95

Total 13 94 31 2 140

Sumber: Data Primer 2016

Dari data dalam tabel 3.4 diketahui distribusi altuisme lebih banyak

pada jenis kelamin perempuan sebanyak 66 responden dengan nilai

cukup.

Tabel 3.5 Distribusi Altruisme pada suku

Altruisme

Suku kurang Cukup Baik Sangat baik Total

Jawa 11 63 24 2 100

Non Jawa 2 31 7 0 40

Total 13 94 31 2 140

Sumber: Data Primer 2016

Dari data pada tabel 3.5 diketahui bahwa suku Jawa memiliki nilai

altruisme cukup sebanyak 63 responden, lebih banyak dari suku non jawa

(51)

Tabel 3.6 Distribusi ESQ pada jenis kelamin

Sumber: Data Primer 2016

Dari tabel 3.6 didapatkan distribusi ESQ lebih banyak pada jenis

kelamin perempuan sebanyak 90 responden dengan nilai tinggi.

Tabel 3.7 Distribusi ESQ pada suku

ESQ

Tinggi Sedang Total

Suku Jawa 96 4 100

Non Jawa 37 3 40

Total 133 7 140

Sumber: Data Primer 2016

Dari tabel 3.7 didapatkan distribusi ESQ lebih banyak pada suku

Jawa sebesar 96 responden dengan nilai tinggi.

2. Analisa Univariat

a. Emotional Spiritual Quotient(ESQ) pada mahasiswa keperawatan

Tabel 3.8 Emotional Spiritual Quotient (ESQ) pada mahasiswa PSIK

UMY 2012 (n=140)

Kategori Frekuensi Persentase (%)

ESQ Tinggi 133 95,0

ESQ sedang 7 5,0

Sumber: Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 3.4 dapat diketahui bahwa sebanyak 133

responden (95,0%) mempunyai ESQ yang tinggi dan sisanya sebanyak

(52)

b. Altruisme pada mahasiswa keperawatan

Tabel 3.9 Altruisme pada mahasiswa PSIK UMY 2012 (n= 140)

Kategori Frekuensi Persentase (%)

Sangat baik 2 1,4

Baik 31 22,1

Cukup 94 67,1

Kurang 13 9,3

Sumber: Data Primer 2016

Tabel 3.5 menunjukan bahwa mahasiswa PSIK angkatan 2012

yang memiliki nilai altruisme sangat baik sebanyak 2 responden

(1,4%), nilai baik sebanyak 31 responden (22,1%), nilai cukup

sebanyak 94 responden (67,1%), dan mahasiswa yang mempunyai

nilai altruisme kurang sebanyak 13 responden (9,3%).

3. Analisa Bivariat

a. Hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan altruisme pada mahasiswa keperawatan

Tabel 4.0 Hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan

altruisme pada mahasiswa PSIK UMY 2012

p-value

ESQ – Altruisme 0,449

Sumber: Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 3.6 maka dapat diambil kesimpulan bahwa

tidak terdapat hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan

(53)

C. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan tabel 3.3 distribusi karakteristik mahasiswa menurut usia, semua responden berada dalam usia 20-23 tahun sebanyak 140

responden. Papalia, Old dan Feldman (2009) mengemukakan bahwa usia

20 sampai 40 tahun termasuk dalam karakteristik masa dewasa awal,

masa dimana individu seharusnya sudah dapat berpikir secara reflektif

yaitu berpikir terarah untuk mengetahui apa yang dibutuhkan serta

melibatkan intuisi untuk memahami suatu permasalahan dan juga

melibatkan emosi. Oleh karena itu, semakin matang usia seseorang maka

akan semakin matang pola pikir dalam melakukan tindakan dan juga

pengambilan keputusan.

Hasil penilaian karakteristik responden berdasarkan frekuensi jenis

kelamin paling banyak yaitu berjenis kelamin perempuan daripada

laki-laki. Jumlah responden mayoritas perempuan karena frekuensi

mahasiswa keperawatan didominasi oleh jenis kelamin perempuan.

Responden dalam penelitian ini paling didominasi oleh suku jawa.

Suku jawa dikenal sebagai salah satu suku yang menerapkan prinsip

rukun dan hormat yaitu menjunjung norma serta menjaga keharmonisan

dalam berhubungan (Wismanto 2011 dalam Ardhani, 2015). Budaya

dalam setiap daerah mempunyai perbedaan dalam nilai – nilai,

(54)

cara yang berbeda dalam bersosialisasi termasuk cara dalam bersikap

dengan orang lain.

Hasil penelitian karakterisik responden berdasarkan uang perbulan

yang diterima responden yaitu jumlah responden paling banyak

mempunyai uang perbulan sebesar >Rp 700.000. Menurut Mahmud

(2003) dalam Frisnawati (2012), mengatakan bahwa banyak orang

cenderung egois dan melakukan suatu perbuatan untuk mendapatkan

suatu imbalan. Hal ini menimbulkan ketidakpedulian terhadap

lingkungan sosial. Oleh karena itu, faktor ekonomi bisa mempengaruhi

seseorang dalam mengambil keputusan.

2. Tingkat Emotional Spiritual Quotient (ESQ) terhadap Jenis Kelamin

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa nilai ESQ yang paling

tinggi adalah jenis kelamin perempuan. Beberapa penelitian menemukan

bahwa wanita lebih menyadari emosi mereka, menunjukkan empati dan

lebih baik dalam hubungan interpersonal dibandingkan dengan pria.

Penelitian yang dilakukan oleh Singh (2002) dalam Sarhad (2009) juga

menunjukkan bahwa wanita memiliki kecerdasan emosi yang lebih

tinggi.

Hal ini didukung oleh Goleman (1995) dalam Khaterina dan Garliah

(2012) mengatakan bahwa orang tua lebih banyak memperlihatkan emosi

yang bervariasi ketika berinteraksi dengan anak perempuan, sehingga

anak perempuan menerima lebih banyak pelatihan pada emosi.

(55)

faktor yang memepengaruhi kecerdasan spiritual, salah satunya adalah

faktor jenis kelamin, wanita lebih cendrung rajin atau tekun untuk

melakukan ritual keagamaan yang diyakininya, seperti ke tempat

peribadatan agama dan ritual keagamaan yang menyebabkan kecerdasan

spiritual tinggi. Oleh karena itu, jenis kelamin mempengaruhi tingkat

emotional spiritual quotient (ESQ).

3. Tingkat Emotional Spiritual Quotient (ESQ) terhadap Suku

Penelitian ini menunjukan bahwa suku jawa memiliki tingkat ESQ

yang tinggi dibangdingkan suku non jawa. Hal ini dikarenakan salah satu

faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional adalah suku. Menurut

Septian dan Edy (2011), budaya dalam berbagai suku mengandung cara

hidup yang berbeda-beda, meliputi cara berpikir dan bertindak. Konsep

kecerdasan emosi dalam konteks budaya Jawa dipahami sebagai

kemampuan dalam mengelola nafsu dan rasa. Budaya jawa mengenal

konsep ini dengan istilah "narima in pandum" sebagai wujud dari mawas

diri, tata, empati, niat, kehendak sejati dan keselarasan sosial (Casmini,

2011). Bagi Orang Jawa kehidupan pada dasarnya telah diatur oleh

Tuhan, manusia tinggal menerima apa adanya, tabah dan pasrah

terhadap takdir. Budaya Jawa melakukan internalisasi secara

turun-temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya melalui unit-unit

masyarakat sejak dari keluarga, sekolah, hingga arena sosial yang lebih

(56)

4. Tingkat Altruisme terhadap Jenis Kelamin

Penelitian ini menunjukan bahwa distribusi perempuan lebih banyak

daripada laki-laki dengan nilai altruisme cukup. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Zimmer-Gembeck, et.al, (2005) mengatakan bahwa

kecenderungan menolong lebih besar pada remaja perempuan

dibandingkan dengan remaja laki-laki (Sarwono, 2009). Perempuan

mengekspresikan tingkat empati yang lebih tinggi daripada laki-laki, hal

ini disebabkan oleh perbedaan genetis atau perbedaan pengalaman

sosialisasi. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Sarwono (2009) yang mnyatakan bahwa laki-laki cenderung mau terlibat

melakukan altruistik pada situasi darurat yang membahayakan saja,

sedangkan perempuan lebih mau terlibat dalam aktivitas altruistik pada

situasi yang bersifat memberi dukungan emosi, merawat, dan mengasuh.

5. Tingkat Altruisme terhadap Jenis Suku

Altruisme dengan kategori cukup di dominasi oleh suku jawa.

Dalam budaya jawa, sikap saling menghargai orang lain yang disebut

dengan tepa slira masih tetap diajarkan dan dipertahankan dari generasi

ke generasi. Effendi, dkk (2013) dalam Khotimah (2014) mengatakan

bahwa tepa slira dalam ajaran islam biasa dikenal dengan tasamuh.

Tasamuh artinya suatu sikap menghargai pendirian orang lain (seperti

pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang berbeda

atau bertentangan dengan pendirian diri sendiri atau tidak mementingkan

(57)

6. Emotional Spiritual Quotient (ESQ)

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa ESQ sebagian besar mahasiswa PSIK FKIK semester 8 adalah tinggi. Hal ini dikarenakan

mahasiswa mendapatkan mata kuliah yang mendukung terbentuknya

nilai tersebut, yaitu mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK).

Didalam pendidikan AIK mahasiswa diajarkan secara aktif untuk

mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan. Menurut Agustian (2006), pendidikan spiritual merupakan

pendidikan yang menekankan pesoalan-persoalan value atau makna yang

lebih luas dan kaya. Hal ini didukung oleh penelitian Zain (2012),

mengatakan bahwa ESQ dapat ditelaah melalui kemampuan dalam

mengolah emosi sehingga dapat memotivasi diri dalam menghadapi

persoalan makna atau value, atau dengan kata lain pendidikan spiritual

dapat menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih

baik. Oleh karena itu, nilai ESQ mahasiswa keperawatan tinggi karena di

dukung oleh pendidikan spiritual yaitu Al-Islam Kemuhammadiyahan

(AIK).

Selain itu, mahasiswa juga mendapatkan pelatihan-pelatihan

softskill. Pelatihan tersebut akan membuat mahasiswa mampu untuk mengelola diri, mengelola orang lain, dan menjalin hubungan baik

dengan orang lain. Pelatihan softskill juga akan menghasilkan mahasiswa

yang berkakrakter yaitu mahasiswa yang memiliki kualitas mental,

(58)

Menurut Agustian (2006), dalam membentuk karakter harus berdasarkan

konsep ESQ yaitu mental building, personal strength, dan social

strength. Selanjutnya, menurut analisa peneliti tahapan-tahapan pelatihan

softskill mahasiswa PSIK UMY sudah mencakup konsep ESQ tersebut.

7. Altruisme mahasiswa keperawatan

Berdasarkan tabel 3.5 nilai altruisme sebagian besar mahasiswa PSIK UMY semester 8 berada dikategori cukup. Hal ini dikarenakan ada

berbagai faktor yang dapat mempengaruhi nilai altruisme, salah satu

faktor tersebut adalah motivasi. Seseorang dalam melakukan suatu

perbuatan ataupun perilaku didukung oleh besar kecilnya motivasi yang

ada dalam diri. Motivasi yang ada pada diri seseorang akan

mempengaruhi apakah dia akan mengerjakan setiap tugasnya dengan

baik atau sebaliknya, apakah dia akan berperilaku baik atau tidak.

Menurut Astuti (2001) dalam Halimah (2010), mengatakan bahwa

salah satu hal yang terpenting dan perlu dipertimbangkan oleh

individu untuk berperilaku adalah motivasi. Motivasi positif yang

tinggi akan membuat seseorang berperilaku altruistik. Oleh karena itu,

motivasi yang rendah juga akan membuat nilai altruisme rendah.

Selain itu, altruisme mahasiswa PSIK UMY juga dapat dipengaruhi

oleh kegiatan kegiatan sosial. Kegiatan sosial tersebut dapat didapatkan

dengan megikuti organisasi organisasi sosial yang ada di lingkungan

kampus UMY. Organisasi sosial yang ada di PSIK UMY seperti

(59)

yang lebih baik. Hal ini dikarenakan mahasiswa yang mengikuti

organisasi tersebut akan lebih sering bertemu secara langsung dengan

orang lain, hal ini akan menimbulkan perasaan empati. Organisasi sosial

akan membuat seseorang mempunyai rasa empati yang tinggi dan akan

membentuk rasa altruisme dalam diri seseorang. Sesuai dengan

pernyataan Rutston (1982) dalam Hur (2012) yang menyebutkan bahwa

empati merupakan salah satu aspek dari altruisme. Menurut analisa

peneliti, mahasiswa PSIK UMY semester 8 yang mengikuti kegiatan

sosial tidak begitu banyak oleh karena itu mahasiswa PSIK UMY

semester 8 memiliki nilai altruisme yang rendah.

8. Hubungan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) terhadap Altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY 2012

Hasil penelitian tersebut menggunakan uji Spearman Rank dan

didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara emotional spiritual quotient

(ESQ) dengan altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY 2012. Hal

ini dikarenakan faktor yang mempengaruhi altruisme tidak hanya ESQ

sendri, akan tetapi dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya. Menurut Baron

dan Byrne (2006) dalam Sarwono (2009) secara garis besar altruisme

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor situasional dan faktor pribadi.

Penelitian ini menunjukan bahwa tingkat emotional spiritual

quotient (ESQ) responden tinggi, sedangkan nilai altruisme sebagian besar responden nilainya cukup. Hasil ini menunjukan bahwa tidak ada

(60)

Seharusnya nilai emosional spiritual quotient tinggi, maka altruisme

responden juga akan tinggi, sehingga dapat ditemukan hubungan antara

emosional spiritual quotient dengan altruisme responden. Tidak semua

mahasiswa memiliki nilai altruisme tinggi. Hal ini dikarenakan perilaku

altruisme juga dapat dipengaruhi oleh motivasi atau dorongan yang ada

dalam diri seseorang. Motivasi atau dorongan akan mengarahkan

individu untuk bertindak sesuai dengan kepentingan atau tujuan yang

ingin dicapai, tanpa motivasi tidak akan ada suatu kekuatan yang

mengarahkan individu untuk timbulnya perilaku. Seseorang akan

melakukan suatu perilaku atau kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk

usaha keras atau lemah berdasarkan oleh motivasi yang ada dalam diri.

Menurut Uno (2014) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan dasar

yang menggerakan seseorang untuk bertingkah laku. Di dukung oleh

pernyataan Sutrisno (2012) bahwa motivasi sering diartikan sebagai

faktor pendorong perilaku seseorang untuk melakukan suatu aktifitas.

Oleh karena itu, motivasi positif yang tinggi pada seseorang akan

menimbulkan perilaku altruistik.

Hal lain yang dapat mempengaruhi tingkat altruisme mahasiswa

PSIK UMY semester 8 adalah keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan

sosial. Kegiatan sosial dapat dimanfaatkan dalam menumbuhkan rasa

empati. Selain itu kegiatan sosial juga dapat menumbuhkan rasa

kepedulian. Kemampuan empati akan mendorong kita mampu melihat

Gambar

Tabel 3.1 NO VARIABEL
Tabel 3.2 Interpretasi Nilai r Reliabilitas Menurut Arikunto
Tabel 3.3 Karakteristik responden di PSIK UMY 2012 (n=140)
Tabel 3.5 Distribusi Altruisme pada suku
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan Spiritual Quotient mahasiswa (X) dengan hasil belajar mata kuliah strategi pembelajaran kimiayang

Emotional Spiritual Quotient (ESQ) yang ada di Pondok Kerja ABA Collection Mangunsari Tulungagung yang telah diajarkan pada karyawanya, maka pemilik. perusahaan dan

nilai Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dalam menanamkan etos kerja berjalan. dengan baik sehingga sebagian besar karyawan memiliki etos kerja

The instruments of this study are observation, interview, and documentation about internalization of Emotional Spiritual Quotient (ESQ) values in Improving Spirit to

Nilai-Nilai Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Dalam Menanamkan Etos Kerja Karyawan Pondok Kerja ABA collection Mangunsari rulungagung&#34; yang saya tulis ini benar hasil

Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Peserta Didik. di MTsN 6 Tulungagung ” ini

yang dialami guru Pendidikan Agama Islam dalam upaya meningkatkan. Emotional Spiritual Quotient (ESQ) peserta didik di MTsN

Dari penjelasan di atas tentang pengamalan tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah di pondok pesantren Miftahul Huda Malang dalam upaya meningkatkan ESQ (Emotional-Spiritual Quotient)