PADA KANTOR WILAYAH DIREK BEA DAN CUKAI
Diajukan Untuk
Mata Kuliah Kerja Praktek Studi S
PROGRAM
UNIVERSITAS
KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI JAWA BARAT
Laporan Kerja Praktek
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Mata Kuliah Kerja Praktek Studi S-1 Program Studi Akuntansi
Oleh :
NAMA : VIDYA AYUNINGTYAS NIM : 21107062
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG
2010
NDERAL
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek. Laporan kerja praktek ini penulis susun berdasarkan hasil kerja praktek yang dilakukan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat yang berjudul “TINJAUAN ATAS PROSES DOKUMEN PENGEMBALIAN BEA MASUK”. Laporan ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh progran studi Stara 1 pada program studi Akuntansi di Universitas Komputer Indonesia Bandung (UNIKOM).
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kerja praktek ini masih banyak kekurangannya bahkan jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan, pengalaman dan pengetahuan penulis, baik dalam hal penyajian maupun dalam penggunaan tata bahasa. Tetapi penulis berupaya menyusun sebaik mungkin dengan harapan laporan kerja praktek ini bermanfaat bagi semua pihak. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan dimasa yang akan datang.
ii
mendorong dan selalu memberi semangat penulis untuk menyelesaikan laporan kerja praktek ini dan penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu :
1. Dr. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.
2. Prof. Dr. Umi Narimawati, DRA., S.E.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
3. Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si., Ak. Selaku Ketua Porgram Studi Akuntansi dan Dosen Wali Kelas Akuntansi-2.
4. Wati Aris Astuti, S.E.,M.Si.Selaku Dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat berharga demi selesainya penyusunan laporan kerja praktek.
5. Staff Kesekretariatan Program Studi Akuntansi (Mbak Senny dan Mbak Dona serta A gugun) makasih banyak untuk pelayanan dan informasinya. 6. Seluruh Staff Dosen Pengajar UNIKOM yang telah membekali penulis
dengan pengetahuan.
7. Ibu Niken Sesanti Suci Rohani Selaku Kepala Bagian Umum dan Kepatuhan Internal yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan kerja praktek.
iii
pengarahan, bimbingan serta perhatian selama penulis melakukan penelitian.
9. Seluruh staff Kanwil DJBC Jawa Barat yang telah membantu penyelesaian laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
10. Kakakku Aria Fitro Darmawan yang telah memberikan doa, dorongan, semangat untuk menyelesaikan laporan kerja praktek ini.
11. Untuk orang spesial (Bono) yang tiada henti memberi semangat dan masukan kepada penulis dalam pembuatan laporan kerja praktek ini. 12. Semua teman-teman ku kelas Akuntansi-2 terima kasih atas dukungan dan
bantuannya.
13. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT membalas jasa semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan kerja praktek ini.
Terima kasih.
Wassalamua’laikum Wr. Wb.
Bandung, Desember 2010
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang kerja praktek
Seiringnya dengan berjalannya era globalisasi khususnya dalam perdagangan internasional, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memainkan peranan yang sangat penting, untuk senantiasa melakukan perubahan yang signifikan, di awali dengan perubahan UU No. tahun 1995 dengan UU No. 17 tahun 2006 tentang kepabean yang disesuaikan dengan perkembangan jaman. Adapun perubahan yang di maksudkan adalah dalam bidang pelayanan baik dari segi pelayanan administrasi yang membutuhkan pelayanan prima maupun dari kinerja Sumber Daya Manusianya sendiri yang bias memberikan “value Customer satisfaction, proaktif, tanggung jawab serta professional dalam menjalankan kegiatannya.
Pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam perdagangan internasional kepada pelaku bisnis dimaksudkan untuk membantu meningkatkan daya saing melalui impor dan ekspor barang yang semakin pesat berkembang, sehingga dapat membantu memperkuat dan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasional.
barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.
Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap barang yang memasuki daerah pabean. Sebagai salah satu jenis pajak berdasar asas domisili, Bea masuk menggunakan sistem tarif advalorum yang besarnya diatur oleh Menteri Keuangan dan dicantumkan dalam Harmonized System. Barang yang diimpor ke Indonesia wajib membayar bea masuk sebelum dikeluarkan dari kawasan pabean, kecuali dalam beberapa hal tertentu yang diatur dalam undang-undang.
Bidang fasilitas kepabeanan dan cukai diantaranya menangani fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) yang diperuntukan bagi dunia usaha yang bergerak di bidang ekspor dan impor yang mendapat fasilitas kebebasan pembayaran bea masuk. Fasilitas kebebasan bea masuk di bagi ke dalam dua bagian.
Yang pertama, pembebasan bea masuk dengan jaminan yaitu dimana para pelaku bisnis di beri kebebasan dengan tidak dipungut bea masuk, dengan syarat terlebih dahulu pada saat impor barang pelaku bisnis memberikan jaminan berupa customs bond atau jaminan bank tetapi jaminan tersebut dapat di kembalikan apabila selama 12 bulan sejak melakukan impor barang pelaku bisnis menjalankan ekspor barang.
bulan sejak melakukan impor barang melakukan kegiatan ekspor dengan melaporkan realisasi penggunaan barang impor yang di olah di pabrikan kemudian di ekspor kembali.
Menurut ketentuan umum No. 6 sistematika prosedur (Non KITE atau KITE), pengembalian merupakan pengembalian Bea Masuk (BM) yang telah di bayar atas impor barang dan atau bahan baku untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang telah di ekspor atau di serahkan kekawasan berikat.
Dalam proses pengembalian masuk tentu ada dokumen pengembalian bea masuk yang harus di penuhi oleh perusahaan tersebut. Dokumen tersebut adalah bukti perusahaan telah melakukan kegiatan impor ekspor sehingga perusahaan dapat menggunakan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) dan dapat menrestitusi bea masuk yang telah di bayar di awal.
1.2 Tujuan Kerja Praktek
Maksud dari penulis mengadakan tinjauan ini adalah untuk memperoleh dan mengumpulkan data atau keterangan serta informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas oleh penulis yaitu untuk proses pengembalian bea masuk pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat.
Berdasarkan tinjauan yang ada, maka tujuan yang akan dicapai oleh penulis dalam tinjauan ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana proses pengembalian jaminan bea masuk kepada pengusaha atas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat.
2. Untuk mengetahui prosedur pengembalian Bea Masuk pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat.
3. Untuk mengetahui hambatan atau kendala pada proses pengembalian jaminan bea masuk kepada pengusaha atas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat.
Informasi-informasi yang berhasil dikumpulkan selama tinjauan ini baik yang diperoleh dari perusahaan yang diteliti maupun literatur, diharapkan akan memberi manfaat bagi penulis, bagi perusahaan serta masyarakat secara umum.
1. Bagi Penulis
Tinjauan ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan perbandingan yang dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta menjadi informasi dasar yang memadai tentang proses pengembalian bea masuk kepada pengusaha atas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat.
2. Bagi Perusahaan
Diharapkan hasil tinjauan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran atau informasi serta masukan positif bagi manajemen perusahaan yang berhubungan dengan proses pengembalian bea masuk kepada pengusaha atas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan agar mampu meningkatkan kinerjanya pada masa yang akan datang.
3. Bagi pihak lainnya
1.4 Metode Kerja Praktek
Dalam suatu pemecahan masalah penelitian diperlukan keteraturan, kehati-hatian dan bersifat kontinuitas atau terus-menerus, untuk melaksanakannya maka diperlukan pengetahuan bagaimana langkah-langkah penelitian. Hal tersebut harus dilakukan dengan menggunakan metode penelitian.
Di dalam memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam tinjauan ini adalah sebagai berikut :
a) Penelitian Lapangan ( Field research)
Yaitu penelitian yang dilakukan penulis dengan cara peninjauan secara langsung pada instansi yang dijadikan objek penelitian untuk mendapatkan data. Data ini dapat diperoleh dengan cara:
1. Pengamatan ( Observation )
Pengamatan (Observation) adalah teknik penelitian dan pengumpulan data dengan cara mengamati objek secara langsung pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Purwakarta. Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari si peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitiannya. Instrumen yang dipakai dapat berupa lembar pengamatan, paduan pengamatan dan lain-lain.
2. Wawancara (Interview)
Instrumen yang digunakan berupa pedoman wawancara maupun checklist. Penulis memperoleh data dengan mewawancarai pegawai bagian Kas dan Penagihan.
b) Penelitian Kepustakaan (library research)
Yaitu suatu kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari, meneliti dan menelaah berbagai macam bahan bacaan yang ada di perpustakaan baik buku-buku, diktat dan bahan-bahan lain yang ditulis dan disusun oleh beberapa penulis yang erat hubungannya dengan masalah yang dibahas. Juga catatan-catatan pribadi penulis yang pernah didapat selama mengikuti perkuliahan.
1.5 Lokasi dan Waktu Kerja Praktek
Tabel 1.1 Jadwal Penelitian
No
Bulan Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Kegiatan / minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Memperoleh surat izin Kerja
Praktek dari kampus 2 Mencari tempat untuk
melaksanakan Kerja Praktek 3 Mengajukan surat permohonan
Kerja Praktek ke perusahaan 4 Menentukan tempat Kerja Praktek 5 Meminta surat pengantar kepada
perusahaan
6 Melaksanakan Kerja Paktek di perusahaan
7 Pengambilan dan pengumpulan data dari perusahaan
8 Menyiapkan laporan Kerja Praktek
9 Bimbingan di perusahaan 10 Penyusunan laporan Kerja
Praktek
11 Bimbingan di kampus `
12 Penyempurnaan laporan Kerja Praktek
9
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Gambaran Umum Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 2.1.1 Sejarah Singkat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Bea dan Cukai merupakan institusi global yang hampir semua negara di dunia memilikinya. Bea Cukai merupakan perangkat negara “konvensional” seperti halnya kepolisian, kejaksaan, pengadilan, ataupun angkatan bersenjata, yang eksistensinya telah ada sepanjang masa sejarah negara itu sendiri.
Istilah paling populer untuk Bea Cukai di dunia adalah Customs (bahasa Inggris) dan Douane (bahasa Perancis). Istilah customs muncul merujuk pada kegiatan pemungutan biaya atas barang-barang dagang yang masuk dan keluar daratan Inggris pada zaman dahulu. Karena pungutan itu telah menjadi semacam “kebiasaan” maka istilah customs-lah yang muncul. Sedangkan istilah douane berasal dari bahasa Persia, divan, yang artinya register, atau orang yang memegang register. Kedua istilah ini kemudian mempengaruhi istilah-istilah untuk Bea Cukai di banyak negara.
10
Nama resmi Bea Cukai pada masa Hindia Belanda tersebut adalah De Dienst der Invoer en Uitvoerrechten en Accijnzen (I. U & A) atau dalam terjemah bebasnya berarti “Jawatan Bea Impor dan Ekspor serta Cukai”. Tugasnya adalah memungut invoer-rechten (bea impor/masuk), uitvoererechten (bea ekspor/keluar), dan accijnzen (excise/ cukai). Tugas memungut bea (“bea” berasal dari bahasa Sansekerta), baik impor maupun ekspor, serta cukai (berasal dari bahasa India) inilah yang kemudian memunculkan istilah Bea dan Cukai di Indonesia.
Lembaga Bea Cukai setelah Indonesia merdeka, dibentuk pada tanggal 01 Oktober 1945 dengan nama Pejabatan Bea dan Cukai, yang kemudian pada tahun 1948 berubah menjadi Jawatan Bea dan Cukai sampai tahun 1965. Setelah tahun 1965 hingga sekarang menjadi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). DJBC merupakan unit eselon I di bawah Departemen Keuangan, yang dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal.
2.1.2 Visi, Misi Dan Strategi
Visi, Misi dan strategi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai : Visi, Misi dan Strategi Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai,
Visi: Menjadi Administrasi Kepabeanan Dan Cukai Dengan Standar
Internasional
Misi: Memberikan pelayanan yang terbaik kepada industri, perdagangan, dan masyarakat
Tujuan utama pemerintah dengan adanya fasilitas kemudahan ekspor adalah adanya insentif bagi produsen yang berorientasi ekspor (non migas) yang sebagian bahan baku untuk produksi masih mengandalkan barang/bahan impor sehingga nantinya produk ekspor tersebut dapat bersaing di pasaran internasional.
2.1.3 Logo Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai GAMBAR 2.1
Arti Logo DJBC
Segi lima melambangkan negara R.I. yang berdasarkan Pancasila; Laut, gunung dan angkasa melambangkan Daerah Pabean Indonesia,
yang merupakan wilayah berlakunya Undang-undang Kepabeanan dan Undang-undang Cukai.
Tongkat melambangkan hubungan perdagangan internasional R.I.
dengan mancanegara dari/ke 8 penjuru angin
Sayap melambangkan Hari Keuangan R.I. 30 Oktober dan
melambangkan Bea dan Cukai sebagai unsur pelaksana tugas pokok Departemen Keuangan di bidang Kepabeanan dan Cukai.
Lingkaran Malai Padi melambangkan tujuan pelaksanaan tugas Bea
12
2.2 Struktur Organisasi Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kanwil DJBC menggunakan bentuk struktur organisasi garis dan staf yaitu suatu bentuk yang mempunyai unsur staf yang ahli dalam bidang-bidang tertentu Susunan organisasi Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 74/PMK.01/2009 terdiri dari:
Kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Bagian umum dan kepatuhan internal
Membawahi:
1. Subbagian kepegawaian dan kepatuhan internal 2. Subbagian hubungan masyarakat dan rumah tangga 3. Subbagian tata usaha dan keuangan
Bidang Kepabeanan dan Cukai
Membawahi:
o Seksi Pabean dan Cukai (2) o Seksi keberatan dan banding
o Seksi Informasi Kepabeanan dan Cukai Bidang fasilitas Kepabeanan
Membawahi:
o Seksi Fasilitas Kepabeanan
o Seksi Kemudahan Impor tujuan Ekspor Bidang Penindakan dan Penyidikan
Membawahi:
o Seksi Penindakan (2)
o Seksi Penyidikan dan barng hasil penyidikan (2)
Bidang Audit
Membawahi:
o Seksi perencanaan Audit o Seksi pelaksanaan Audit o Seksi evaluasi Audit
2.3 Uraian tugas pada Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Uraian tugas pada Kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai adalah sebagai berikut:
1. Kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai
Kantor Wilayah mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, bimbingan teknis, pengendalian, evaluasi, dan pelaksanaan tugas di bidang kepabeanan dan cukai dalam wilayah kerjanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Bagian umum dan kepatuhan internal
14
3. Bidang Kepabeanan dan Cukai
Bidang Kepabeanan dan Cukai mempunyai tugas melaksanakan bimbingan teknis, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan, pemberian perijinan, pelaksanaan penelitian atas keberatan terhadap penetapan di bidang kepabeanan dan cukai, serta pelaksanaan pengolahan data, penyajian informasi, dan laporan di bidang kepabeanan dan cukai.
4. Bidang fasilitas Kepabeanan
Bidang Fasilitas Kepabeanan mempunyai tugas melaksanakan bimbingan teknis, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan serta fasilitasi di bidang kepabeanan.
5. Bidang Penindakan dan Penyidikan
Bidang Penindakan dan Penyidikan mempunyai tugas melaksanakan bimbingan teknis, pengendalian, evaluasi, pengkoordinasian, dan pelaksanaan intelijen, patroli dan operasi pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan, penindakan dan penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai. 6. Bidang Audit
Bidang Audit mempunyai tugas melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan audit serta evaluasi hasil audit di bidang kepabeanan dan cukai.
7. Subbagian kepegawaian dan kepatuhan internal
pelaporan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat.
8. Subbagian Hubungan Masyarakat dan Rumah Tangga
Subbagian Hubungan Masyarakat dan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyuluhan dan publikasi peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai, hubungan masyarakat, urusan rumah tangga, dan perlengkapan.
9. Subbagian Tata Usaha dan Keuangan
Subbagian Tata Usaha dan Keuangan mempunyai tugas melakukan urusan tata persuratan, kearsipan, penyusunan rencana kerja dan laporan akuntabilitas, serta urusan keuangan, anggaran, dan kesejahteraan pegawai.
10. Seksi Pabean dan Cukai
16
11. Seksi Keberatan dan Banding
Seksi Keberatan dan Banding mempunyai tugas melakukan penelitian atas keberatan terhadap penetapan di bidang kepabeanan dan cukai dan penyiapan administrasi urusan banding.
12. Seksi Informasi Kepabeanan dan Cukai
Seksi Informasi Kepabeanan dan Cukai mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan koordinasi dan pelaksanaan pengolahan data, penyajian informasi dan pelaporan kepabeanan dan cukai.
13. Seksi Fasilitas Pabean
Seksi Fasilitas Pabean mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang Tempat Penimbunan, pelaksanaan pemberian perijinan di bidang Tempat Penimbunan serta pemberian fasilitas di bidang kepabeanan lainnya.
14. Seksi Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
Seksi Kemudahan Impor Tujuan Ekspor mempunyai tugas melakukan pemberian fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor.
15. Seksi Intelijen
Seksi Intelijen mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, evaluasi, koordinasi, dan pelaksanaan intelijen di bidang kepabeanan dan cukai, pengumpulan, analisis, penyajian, dan penyebaran informasi intelijen dan hasil intelijen, serta pengelolaan pangkalan data
16. Seksi Penindakan
Seksi Penindakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, evaluasi, koordinasi, dan pelaksanaan patroli dan operasi pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan, penindakan di bidang kepabeanan dan cukai, pengendalian tindak lanjut hasil penindakan, serta pengelolaan dan pemeliharaan sarana operasi, sarana komunikasi, dan senjata api Kantor Wilayah.
17. Seksi penyidikan dan Barang Hasil Penindakan
Seksi penyidikan dan Barang Hasil Penindakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, evaluasi, koordinasi, dan pelaksanaan penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai, pemantauan tindak lanjut hasil penyidikan, pengumpulan data pelanggaran dan data penyelesaian pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai, penatausahaan dan pengurusan barang hasil penindakan, barang bukti, pelelangan, dan premi.
18. Seksi Perencanaan Audit
Seksi Perencanaan Audit mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana pelaksanaan audit di bidang kepabeanan dan cukai.
19. Seksi Pelaksanaan Audit
18
20. Seksi Evaluasi Audit
Seksi Evaluasi Audit mempunyai tugas melakukan evaluasi hasil audit di bidang kepabeanan dan cukai.
2.4 Aspek Kegiatan Kanwil DJBC
Kegiatan utama Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sebagai berikut:
Melihat data-data perusahaan/ Data Induk Perusahaan (DIPER), siapa pemiliknya, lokasinya dimana, bidang usahanya apa, apa yang diproduksi, bagaimana proses produksinya, hingga bangunan pabrik yang digunakannya, apakah milik sendiri atau menyewa untuk permohonan Nomor Induk Perusahaan (NIPER)
Menyeleksi dan memonitor keberadaan perusahaan KITE yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif lagi
Memeriksa dan mengoreksi kelengkapan dokumen pembebasan atau pengembalian bea masuk
Pengendalian, evaluasi dan pelaksanaan pemberian perijinan dan fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai
BAB III
PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek
Penulis melaksanakan kuliah kerja praktek di Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat. Penulis ditempatkan pada Bidang Fasilitas
Kepabeanan, dalam pelaksanaan tersebut penulis diberikan pengarahan dan
bimbingan mengenai kegiatan instansi
3.1.1 Pengertian Pabean
Dalam laporan ini menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
tentang Kepabeanan dikatakan bahwa:
“Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah
pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.”
Sedangkan, Pabean adalah instansi (jawatan, kantor) yang mengawasi,
memungut, dan mengurus bea masuk (impor) dan bea keluar (ekspor), baik
melalui darat, laut, maupun melalui udara. Di Indonesia, instansi yang
menjalankan tugas-tugas ini adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai
20
Indonesia di bidang kepabeanan dan cukai. Kepabeanan sendiri berarti segala
sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang
masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar
Filosofi pemungutan bea masuk adalah untuk melindungi industri
dalam negeri dari limpahan produk luar negeri yang diimpor, dalam bahasa
perdagangan sering disebut tarif barier yaitu besaran dalam persen yang
ditentukan oleh negara untuk dipungut oleh DJBC pada setiap produk atau
barang impor. Sedang untuk ekspor pada umumnya pemerintah tidak
memungut bea demi mendukung industri dalam negeri dan khusus untuk
ekspor pemerintah akan memberikan insentif berupa pengembalian restitusi
pajak terhadap barang yang diekspor.
Produk mentah seperti beberapa jenis kayu, rotan dsb pemerintah
memungut pajak ekspor dan pungutan ekspor dengan maksud agak para
eksportir sedianya dapat mengekspor produk jadi dan bukanlah bahan mentah
atau setengah jadi. Filosofi pemungutan pajak ekspor pada komoditi ini
adalah untuk melindungi sumber daya alam Indonesia dan menjamin
ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri.
Proses impor dan pabean
Kegiatan impor dapat dikatakan sebagai proses jual beli biasa antara
penjual yang berada di luar negeri dan pembeli yang berada di Indonesia.
Hal yang penting dalam setiap transaksi impor adalah terbitnya L/C atau letter
of credit yang dibuka oleh pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing bank)
Selanjutnya penjual diluar negeri akan mendapatkan uang untuk harga
barangnya dari bank dinegaranya (correspondent bank) setelah mengirim
barang tersebut dan menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
pengiriman barang dan spesifikasi barang tersebut (bill of lading (BL),
Invoicedsb).
Dokumen-dokumen tersebut oleh correspondet bank dikirim ke issuing bank
yang ada diIndonesia untuk di tebus oleh importir.
Dokumen yang kini telah dipegang oleh importir tersebut digunakan untuk
mengambil barang yang dikirim oleh penjual. pada tahap ini proses impor
belum dapat dikatakan selesai karena importir belum mendapatkan barangnya.
barang impor tersebut diangkut oleh sarana pengangkut berupa kapal-kapal
pengangkut barang (cargo) internasional dan hanya akan merapat di
pelabuhan-pelabuhan resmi pemerintah, misalnya Tanjung Priok (Jakarta) dimana
sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia dilakukan. banyak proses yang
harus dilalui hingga akhirnya sebuah sarana pengangkut (kapal cargo) dapat
merapat dipelabuhan dan membongkar muatannya (barang impor).
Istilah "pembongkaran" bukanlah barang tersebut di bongkar dengan dibuka
22
dari sarana pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari
kontainer itu jika memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.)
Setelah barang impor tersebut dibongkar maka akan ditempatkan ditempat
penimbunan sementara (container yard) perlu diketahui bahwa menyimpan
barang di kawasan ini dikenakan sewa atas penggunaan ruangnya (demorage).
Setelah bank menerima dokumen-dokumen impor dari bank corresponden di
negara pengekspor maka importir harus mengambil dokumen-dokumen
tersebut dengan membayar L/C yang telah ia buka. dengan kata lain importir
harus menebus dokumen tersebut karena bank telah menalangi importir ketika
bank membayar eksportir saat menyerahkan dokumen tersebut.
Setelah selesai urusan dokumen tersebut maka kini saatnya importir mengambil
barang tersebut dengan dokumen yang telah importir peroleh dari bank (B/L,
invoice dll).
Untuk mengambil barangnya maka importir diwajibkan membuat
pemberitahuan impor barang (PIB) atau disebut sebagai pemberitahuan pabean
atau dokumen pabean sedangkan invoice, B/L, COO (certificate of origin),
disebut sebagai dokumen pelengkap pabean. Tanpa PIB maka barang impor
tersebut tidak dapat diambil oleh importir.
PIB dibuat setelah importir memiliki dokumen pelengkap pabean seperti B/L
tersebut merupakan bank devisa yang telah on-line dengan komputer DJBC
maka pengurusan PIB dapat dilakukan di bank tersebut.
Prinsip perpajakan di Indonesia adalah self assesment begitu pula dalam proses
pembuatan PIB ini, formulir PIB terdapat pada bank yang telah on-line dengan
komputer DJBC setelah diisi dan membayar bea masuk kepada bank maka
importir tinggal menunggu barangnya tiba untuk menyerahkan dokumen yang
diperlukan kepada DJBC khususnya kepada kantor pelayanan DJBC dimana
barang tersebut berada dalam wilayah pelayanannya, untuk pelabuhan tanjung
priok terdapat Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung
Priok.
Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk serta (pungutan
impor) pajak-pajak dalam rangka impor di bank, maka bank akan
memberitahukan kepada DJBC secara on-line mengenai pengurusan PIB dan
pelunasan bea masuk dan pajak impor. dalam tahap ini DJBC hanya tinggal
menunggu importir menyerahkan PIB untuk diproses, penyerahan PIB inipun
telah berkembang sedemikian rupa hingga untuk importir yang telah memiliki
modul impor atau telah terhubung dengan sistem komputer DJBC dapat
menyerahkan PIB secara elekronik (electronic data interchange system = EDI
system) sehingga dalam prosesnya tak terdapat interaksi secara fisik antara
24
3.1.2 BEA MASUK
Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang yang
dikenakan terhadap barang yang memasuki daerah pabean. Sebagai salah satu
jenis pajak berdasar asas domisili, Bea masuk menggunakan sistem tarif
advalorum yang besarnya diatur oleh Menteri Keuangan dan dicantumkan
dalam Harmonized System. Barang yang diimpor ke Indonesia wajib
membayar bea masuk sebelum dikeluarkan dari kawasan pabean, kecuali
dalam beberapa hal tertentu yang diatur dalam undang-undang.
Perhitungan Bea Masuk
Jenis dan kondisi barang impor akan sangat mempengaruhi pengenaan
bea masuknya.Bea masuk atas barang impor dihitung dari unsur harga barang
(Cost), unsur Asuransi (Insurance) dan biaya angkut (Freight) yang dikonversi
dalam satuan kurs Rupiah dengan nilai tukar yang berlaku pada hari
dihitungnya bea masuk tersebut. Hasil perhitungan dari ketiga unsur tersebut
disebut Nilai Pabean yang selanjutnya besarnya bea masuk akan didapatnya
dengan dikalikan besaran bea masuk.
Bea Masuk lainnya
1. Bea Masuk Anti Dumping : Bea masuk anti dumping dikenakan terhadap
barang impor dalam hal :
a) harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya
menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut
mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri
yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut,
menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam
negeri.
Yang dimaksud dengan "harga ekspor" adalah harga yang
seharusnya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang diekspor
ke Daerah Pabean Indonesia. Dalam hal diketahui adanya
hubungan antara importir dan eksportir atau pihak ketiga atau
karena alasan tertentu harga ekspor diragukan kebenarannya, harga
ekspor ditetapkan berdasarkan :
harga dari barang impor dimaksud yang dijual kembali untuk
pertama kali kepada pembeli yang bebas; atau
harga yang wajar, dalam hal tidak terdapat penjualan kembali
kepada pembeli yang bebas atau tidak dijual kembali dalam
kondisi seperti pada waktu diimpor. Yang dimaksud dengan
"nilai normal" adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan
dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada
umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan
konsumsi. Dalam hal tidak terdapat barang sejenis yang dijual
26
pasar domestik negara pengekspor relatif kecil sehingga tidak
dapt digunakan sebagai pembanding, nilai normal ditetapkan
berdasar :
harga tinggi barang sejenis yang diekspor ke negara ketiga,
atau
harga yang dibentuk dari penjumlahan biaya produksi, biaya
administrasi, biaya penjualan, dan laba yang wajar (constructed
value). Yang dimaksud dengan "barang sejenis" adalah barang
yang identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor
dimaksud atau barang yang memiliki karakteristik fisik, teknik,
atau kimiawi meneyerupai barang impor dimaksud
3.1.3 CUKAI
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap
barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan dalam undang-undang No.11/1995
Secara sederhana dapat dipahami bahwa harga sebungkus rokok yang
dibeli oleh konsumen sudah mencakup besaran cukai didalamnya. Pabrik
rokok telah menalangi konsumen dalam membayar cukai kepada pemerintah
pada saat membeli pita cukai yang terdapat pada kemasan rokok tersebut.
pabrik rokok menambahkan besaran cukai tersebut sebagai salah satu
komponen dari harga jual rokok tersebut.
Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak
maupun pabean. Dengan cukai pemerintah berharap dapat menghalangi
penggunaan obyek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti adanya
kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya obyek cukai yang beredar dan
yang dikonsumsi. Hal yang menarik adalah pengenaan cukai semen dan gula
oleh pemerintah Belanda saat menjajah Indonesia. Cukai dipergunakan untuk
mengontrol kebutuhan masyarakat pada gula dan semen demi kepentingan
penjajah pada saat itu.
Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah
membatasi barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi
dll) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras dll). Tujuan lainnya adalah
perlindungan lingkungan dan sumber-sumber alam (minuman kemasan,
limbah dll), serta mengurangi atau membatasi konsumsi barang-barang
mewah dan sebagainya.
Kriteria barang kena cukai (BKC) & Jenis barang kena cukai
Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang
ditetapkan ( yang pemakaiannya perlu dibatasi atau diawasi ) Barang Kena
28
1. Etil Alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang
digunakan dalam proses pembuatannya; Etil alcohol adalah barang cair,
jernih, dengan rumus kimia C2H5OH yang diperoleh baik secara
peragian dan/atau penyulingan maupun sintesa kimiawi
2. Minuman yang mengandung etil alcohol (MMEA) dalam kadar berapa
pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses
pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alcohol;
sabagai contoh; bir, shandy, anggur, dan lain-lain; MMEA adalah semua
barang cair yang lazim disebut minuman dan mengandung etil alcohol,
sedangkan konsentrat yang mengandung etil alcohol adalah bahan yang
mengandung etil alcohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan
penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alcohol
3. Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris,
dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan
digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam
pembuatannya.
Saat pengenaan cukai
Saat pengenaan cukai merupakan saat dimana cukai sudah harus mulai
dikenakan/BKC mulai terhutang cukai yang mana disesuaikan dengan asal
- Untuk BKC yang dibuat di Indonesia, cukai sudah terutang pada saat
selesai dibuat dan
- Untuk BKC yang diimpor, cukai sudah terutang pada saat pemasukannya
ke dalam Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan Undang-undang tentang
Kepabeanan
Pelunasan cukai BKC, merupakan tindakan pembayaran hutang cukai
atas BKC yang dilakukan untuk :
- BKC yang dibuat di Indonesia dilunasi pada saat pengeluaran BKC dari
Pabrik atau Tempat Penyimpanan
- BKC yang diimpor dilunasi pada saat BKC diimpor untuk dipakai
Cukai tidak dipungut terhadap :
1. TIS yang tidak dikemas/dikemas secara tradisional dan minuman
beralkohol hasil peragian/penyulingan secara sederhana
2. BKC yang diekspor.
3. BKC yang dimasukkan ke pabrik atau tempat penyimpanan.
4. BKC yang musnah/rusak sebelum dikeluarkan.
5. BKC yang diangkut terus/diangkut lanjut.
6. BKC sebagai bahan baku dalam pembuatan BKC lainnya.
Pembebasan cukai diberikan terhadap barang wajib cukai
1. Sebagai bahan baku/penolong untuk barang hasil akhir yang bukan
30
2. Untuk penelitian/ilmu pengetahuan .
3. Untuk perwakilan negara/tenaga ahli asing yang bekerja pada
badan/organisasi internasional di Indonesia.
4. Untuk penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau
barang kiriman dalam jumlah tertentu.
5. Untuk tujuan sosial.
6. Yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat.
Pembebasan cukai dapat juga diberikan terhadap barang kena cukai
tertentu :
1. Etanol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum.
2. Minuman beralkohol dan hasil tembakau yang dikonsumsi
penumpang/awak kendaraan yang berangkat langsung ke luar daerah
pabean.
Pengembalian cukai diberikan dalam hal
1. BKC yang diekspor
2. BKC yang dimasukkan kembali ke pabrik untuk dimusnahkan/diolah
kembali.
3. Pita cukai rusak sebelum dipakai atau tidak dipakai
4. Mendapatkan pembebasan
5. Kelebihan pembayaran karena salah hitung
Tarif cukai
BKC yang dibuat di Indonesia dikenakan cukai yang didasarkan
pada tarif setinggi-tingginya :
a. Dua ratus lima puluh persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar
yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau
b. Lima puluh lima persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang
digunakan adalah Harga Jual Eceran
BKC yang diimpor dikenakan cukai yang didasarkan pada tarif
setinggi-tingginya :
a. Dua ratus lima puluh persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar
yang digunakan adalah Nilai Pabean ditambah Bea Masuk; atau
b. Lima puluh lima persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang
digunakan adalah Harga Jual Eceran
Cukai Tidak Dipungut
Cukai tidak dipungut terhadap ;
1. tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia
yang tidak dikemas untuk penjualan enceran atau dikemas untuk
penjualan enceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim
dipergunakan, apabila dalam pembuatanya tidak dicampur atau
ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan
32
dan/atau pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi
merek dagang, etiket, atau yang sejenis itu;
2. minuman yang mengandung etil alkohol hasil peragian atau
penyulingan yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara sederhana,
semata-mata untuk mata pencaharian dan tidak dikemas untuk
penjualan eceran.
3. BKC yang diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar
Daerah Pabean :
4. BKC yang diekspor;
5. BKC yang dimasukkan ke dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan ;
6. BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan barang hasil akhir yang merupakan Barang Kena Cukai
7. BKC yang telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari Pabrik,
Tempat Penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk
dipakai.
Pembebasan Cukai
Cukai dibebaskan untuk BKC :
1. yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan Barang Kena
Cukai misalnya etil asetat, asam asetat, obat-obatan;
3. untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya
yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
4. untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan
atau organisasi internasional di Indonesia;
5. yang dibawah oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas
batas atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan;
6. yang dipergunakan untuk tujuan social misalnya bencana alam;
7. yang dimasukkan ke dalam Tempat Penimbunan Berikat;
8. etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum;
9. minuman yang mengandung etil alcohol dan hasil tembakau, yang
dikonsumsi olehpenumpang dan awak sarana pengangkut yang
berangkat lansung ke luar Daerah Pabean.
Tata cara pembayaran/penyetoran :
1. Pengusaha pabrik/tempat penyimpanan etil alkohol:
a. mengisi CK-14 rangkap 6 dan SSBC rangkap 4.
b. nomor dan tanggal CK-14 diisi oleh petugas Bea dan Cukai di Pabrik
(untuk Pengusaha Pabrik ) atau diisi oleh Bendaharawan ( untuk
Pengusaha Tempat Penyimpanan ).
c. membayar ke Bank/Kantor Pos.
d. menerima kembali CK-14 lembar 1-5 dan SSBC lembar ke 1-3 dari
34
e. menyerahkan CK-14 lembar 1-5 dan SSBC lembar 1 kepada
Bendaharawan
f. menerima kembali CK-14 lembar ke 1, 3, 4 & 5.
2. Untuk Minuman Mengandung Etil Alkohol
Prosedur sesuai diatas, ditambah dokumen Daftar Perincian Minuman
Mengandung Etil Alkohol rangkap 3 lembar pertama untuk Pengusaha,
lembar ke-2 untuk Bendaharawan, lembar ke-3 untuk Bank.
3. Untuk Pengusaha Hasil Tembakau :
a. Pemesanan pita cukai secara tunai.
mengisi CK-1 rangkap 7, lembar ke 4 sampai dengan lembar ke-7
copy dari lembar 1.
mengisi SSBC rangkap 4 & SSP rangkap 5 .
membayar cukai dan PPN ke Bank/Kantor Pos, CK-1 lembar ke-7,
SSBC lembar ke2 & 4 dan SSP lembar ke-2 & 4 tetap tinggal di
Bank/Kantor Pos , lainnya diterima kembali oleh Pengusaha.
menyerahkan CK-1 lembar ke-1 sampai dengan lembar ke-6,
SSBC lembar ke-1 dan SSP lembar ke-5 kepada Bendaharawan
Penerima Bea dan Cukai.
menyerahkan SSP lembar ke-3 ke KPP.
b. Pemesanan pita cukai secara kredit
membayar ke bank atau Kantor Pos dengan dilampiri copy CK-1
lembar 3 ; SSBC lembar ke 2 dan 4 serta SSP lembar ke-2 dan 4
tinggal di bank
menyerahkan SSBC lembar ke-1 dan SSP lembar ke-5 kepada
Bendaharawan
menyerahkan SSP lembar ke-3 ke KPP
4. Untuk denda administrasi, pengusaha :
mengisi SSBC rangkap 5 berdasarkan SPPSA atau STCK-1
membayar ke bank atau Kantor Pos, SSBC lembar ke 2,4,5 tinggal di
bank
menyerahkan SSBC lembar ke-1 dan ke-3 ke Bendaharawan
Dengan demikian pada dasarnya terdapat kemungkinan untuk
mengalihkan barang-barang yang dikenakan PPnBM menjadi objek cukai.
Sebagaimana diketahui jumlah barang yang dikenakan PPnBM atau barang
yang termasuk kategori Barang Mewah menurut SK. Menkeu No.
591/KMK.04/1986 antara lain adalah :
Kelompok I : ( PPnBM 10 % ) antara lain :
a. Minuman ringan yang tidak mengandung alkohol;
b. Kendaraan bermotor beroda dua dari segala merk dan jenis;
c. Alat-alat mewah dengan tenaga listrik ( elektronik );
36
e. Alat-alat olah raga mewah;
f. dsb.
Kelompok II : ( PPnBM 20 % ) antara lain :
a. Minuman mengandung alkohol;
b. Semua jenis kendaraan bermotor balap beroda dua dan beroda empat;
c. Kendaraan bermotor jenis sedan, jeep, mobil balap;
d. Kapal pesiar
e. dsb
3.1.4 Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)
Fasilitas KITE adalah salah satu fasilitas dari Departemen
Keuangan/Ditjen Bea Cukai untuk meningkatkan ekpor Non Migas. Definisi
sesuai peraturan: Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) adalah pemberian
pembebasan dan/atau pengembalian Bea Masuk (BM) dan/atau Cukai serta
PPN dan PPnBM tidak dipungut atas impor barang dan/atau bahan untuk
diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang hasilnya terutama untuk
tujuan ekspor.
Jenis fasilitas KITE
- PEMBEBASAN. Barang dan/atau bahan asal impor untuk diolah,
untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan serta PPN dan PPnBM
tidak dipungut. Karakteristik :
Pada saat impor bahan baku: Bea Masuk / Cukai bebas, PPN /
PPnBM tidak dipungut (tetapi dengan jaminan).
PPh Pasal 22 dibayar
Jaminan dikembalikan setelah ekspor/jula ke Kawasan Berikat.
- PENGEMBALIAN. Barang dan/atau bahan asal impor dan/atau hasil
produksi dari Kawasan Berkat untuk diolah, dirakit, atau dipasang
pada barang lain yang telah dibayar BM dan/atau Cukainya dan telah
diekspor dapat diberikan Pengembalian.
o Pada saat impor Bea Masuk/Cukai/PPN/PPnBM bayar
o Pengembalian diberikan setelah ekspor/jula ke Kawasan
Berikat
Ketentuan Umum lainnya yang perlu diketahui:
Pembebasan atau Pengembalian juga dapat diberikan terhadap hasil
produksi yang bahan bakunya berasal dari impor yang diserahkan ke
Kawasan Berikat untuk diproses lebih lanjut.
Tidak dapat diberikan Pembebasan atau pengembalian KITE terhadap
38
Hasil produksi dapat dijual ke dalam negeri setelah ekspor/jual ke
kawasan berikat, maksimum 25%-nya. Tetapi tidak diberikan pembebasan
atau pengembalian
Hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak
dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor oleh
Perusahaan dapat dijual ke dalam negeri atau dimusnahkan
Untuk mendapatkan fasilitas KITE, perusahaan harus mendapatkan
NIPER (Nomor Induk Perusahaan) dari Kepala Kantor Wilayah Ditjen Bea
dan Cukai.
Fasilitas ini sudah ada sejak ditangani oleh Pusat Pengelolaan
Pembebasan dan Pengembalian Bea Masuk (P4BM) yang mengacu pada
undang-undang lama, yaitu Indiche Tariefwet (Stbl.1924 Nomor 487) dan
Rechten Ordonantie (Stbl. 1931 Nomor 471) dan Regeringsverordening 31
Karakteristik Fasilitas Pengembalian KITE
1. Impor dengan PIB umum; BM dan pungutan lainnya dibayar, sehingga
terdapat SSPCP
2. Jika laporan pertanggungjawaban diterima, maka diterbitkan SKPFP (Surat
Keputusan Pemberian Fasilitas Pengembalian) disertai SPMK (Surat Perintah
Membayar Kembali BM dan Cukai)
Aplikasi Pemeriksaan Fasilitas Pengembalian dan Penerbitan SKPFP
Dokumen dan Data
o Dokumen dan data utama: Laporan BCL.KT02 dan surat permohonan.
o Dokumen dan data pendukung: PEB, PIB, SSPCP, BL/AWB, SPPB dll.
o Dokumen Output: SKPFP BM-C (Surat Keputusan Pemberian Fasilitas
o Pengembalian Bea Masuk dan Cukai) dan SPMK (Surat Perintah
40
3.2 Teknis Pelaksanaan Kerja Praktek
Adapun teknis pelaksanaan kerja praktek dalam Bidang Fasilitas Kepabeanan
adalah:
1. Perkenalan dengan para pegawai di Kanwil Direktorat Jenderal Bea Dan
Cukai khususnya bidang fasilitas Kepabeanan. Mendapatkan penjelasan
umum tentang kepegawaian dan struktur organisasi Kanwil Direktorat
Jenderal Bea Dan Cukai Jawa Barat.
2. Memeriksa kelengkapan dokumen pembebasan/pengembalian bea masuk
3. Mengoreksi kebenaran persyaratan dokumen impor dan ekspor
4. Menghitung jumlah bahan baku dan di samakan dengan jumlah tujuan
ekspornya
3.3 Hasil Pelaksanaan Kerja Praktek
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai beberapa bidang yaitu Bidang
Kepabeanan dan Cukai, Bidang Fasilitas Kepabeanan, Bidang Penindakan dan
Penyidikan, dan Bidang audit. Salah satu di bidang tersebut yaitu Bidang Fasilitas
Kepabeanan ini adalah fasilitas yang mengurusi tentang para pengusaha yang ingin
memproduksi barang dengan mengimpor bahan baku dengan mendapat Pembebasan
Bea masuk. Fasilitas KITE adalah fasilitas yang cukup banyak diminati perusahaan
produsen yang berorientasi ekspor. Sejak awal adanya fasilitas kemudahan ekspor ini,
3.3.1 Penyajian Proses Pengelolaan Fasilitas Pengembalian KITE
Ini adalah Skema Proses pengelolaan fasilitas pengembalian KITE dalam SAP
KITE sebagai berikut:
Penjelasan Skema:
- Perusahaan menyiapkan berkas Laporan dan membuat data BCL.KT02
- Perusahaan transfer data BCL.KT02 ke disket
- Perusahaan mengajukan berkas permohonan disertai disket BCF.KT02
- Petugas Pendok KWBC menrima berkas, melakukan pengecekan kelengkapan
berkas, meloading data disket
- Petugas Pemeriksa KWBC melakukan pemeriksaan dan menerbitkan Konsep
42
- Jika disetujui maka petugas melakukan finalisasi dan menerbitkan SKPFP dan
SPMK
3.3.2 Prosedur Pengembalian Bea Masuk
Prosedur dalam pengembalian Bea Masuk di kantor wilayah Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai :
1. Setiap perusahaan yang akan mengajukan permohonan untuk memperoleh
pembebasan dan/atau pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak di pungut
harus memiliki Nomor Induk Perusahaan (NIPER) yang di terbitkan oleh
Kantor Wilayah.
2. Permohonan pengembalian diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah dilampiri :
- Laporan penggunaan barang dan/Bahan Asal Impor yang dimintakan
Pengembalian (BCL KT02), dan
- SSB (Surat Sanggup Bayar)
Adapun lampiran lainnya yaitu:
a. Dalam hal barang ekspor dengan melampirkan:
1. Dokumen impor atau dokumen penyerahan dari Kawasan Berikat berupa:
a) Copy PIB/PIBT/BC2.5/PPKP yang telah mendapat SPPB/SPPBKB/
persetujuan keluar oleh pejabat
b) SSBC asli lembar k3/SSPCP
a) Copy PEB yang telah mendapat Persetujuan Ekspor oleh Pejabat;
b) LPBC/LHP asli
c) Copy B/L atau AWB dokumen pengangkutan lainnya yang
disamakan
3. Data PEB diproses lalu adanya konsep persetujuan, lalu keluarlah SK
Persetujuan dari SK persetujuan adanya SPMK lalu Ke KPPN
4. Pemohon mengajukan permohonan pengembalian secara tertulis disertai alasan
sesuai dengan formulir yang telah ditentukan kepada disertai fotokopi salinan
putusan lembaga banding (pengadilan pajak) kepada Kepala Kantor Pelayanan
Utama Bea dan Cukai, dengan dilampiri dokumen pelengkap sbb:
- Fotocopy PIB / PIBT / SPSA / SPKPBM
- SSPCP lembar ke-1.b/ BPPCP lembar ke-4
- Dokumen pendukung lainnya
3.3.3 Hambatan atau Kendala dalam Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)
Hambatan atau kendala yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
dalam Kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) adalah :
1. Jaminan. Selama ini tidak ada keseragaman bentuk,jenis, jangka waktu serta
dasar hukum mengenai jaminan, seperti Customs Bond, diberikan selama
jangka waktu penangguhan ditambah 30 hari, dan 14 hari setelah jatuh tempo
harus segera dicairkan, sedangkan jaminan bank 5 hari setelah jatuh tempo
44
2. Kendala pada monitoring dan pengawasan, saat ini data base pada TIM KITE
belum di update lagi, sehingga monitoring terhadap DIPER/NIPER dan
jaminan tidak optimal. Untuk itu perlu adanya optimalisasi monitoring
terhadap DIPER/NIPER dan jaminan yang sudah jatuh tempo. Dan,
pemutakhiran data DIPER dan NIPER serta penelitian mendalam terhadap
pemohon baru.
3. Aplikasi. Saat ini belum terintegrasinya seluruh dokumen pemberitahuan
pabean secara elektronik, belum sempurnanya aplikasi monitoring jaminan
antara PIB yang akan dicairkan dengan PIB yang masih dalam proses
BCL.KT01, belum tersedianya aplikasi jaminan terhadap importir yang
terkena bea masuk anti dumping dan yang mendapat pembebasan cukai, dan
belum berjalannya rekonsiliasi PEB dengan outward manifes. Dengan
demikian perlu diadakan penyempurnaan aplikasi sistem yang lebih
menunjang.
4. Sisdur, masih adanya penjualan hasil produksi ke Daerah Pabean Indonesia
Lainnya (DPIL) yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian fasilitas KITE
dan jumlahnya kecil, banyaknya barang/bahan baku impor yang
disalahgunakan dengan dijual ke DPI tanpa membayar pungutan, dan
kelengkapan dokumen pendukung yang dipersyaratkan tidak sesuai dengan
kondisi saat ini, sehingga menimbulkan permasalahan dalam penyelesaian
5. penanganan proses pengembalian dan pembebasan. Untuk proses
pengembalian dan pembebasan banyak yang belum dapat diselesai-kan,
karena perbedaan persepsi mengenai penggunaan istilan “copy” dokumen
yang dipersyaratkan, perbedaan bentuk dokumen B/L, dan beberapa
persyaratan lainnya yang diperlukan dalam proses pengembalian dan
pembebasan yang tidak dapat dipenuhi.
3.3.4 Upaya Mengatasi Hambatan dalam Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
(KITE) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi hambatan atau
kendala yang Terhadap kendala ini, kiranya perlu adanya penanganan terhadap
permasalahan tersebut yang dilakukan dengan cara, misalnya pembentukan tim
khusus untuk penyelesaian proses pembebasan dan pengembalian yang hingga
saat ini belum terselesaikan, khususnya pada proses pembebasan dan
pengembalian eks-Bintek secara intensif. Dan, penyempurnaan ketentuan yang
berkaitan dengan dokumen yang dipersyaratkan dan hambatan lainnya sebagai
panduan dan penegasan dalam proses penyelesaian pembebasan dan
pengembalian.
Evaluasi performance perusahaan KITE dengan beberapa bentuk
kegiatan, seperti melakukan seleksi ketat terhadap permohonan fasilitas KITE
46
memastikan bahwa fasilitas yang diminta sesuai dengan tujuan pemberian
fasilitas dan untuk menghindari timbulnya perusahaan yang hanya melakukan
kegiatan yang sangat sederhana dan nilai tambahnya sangat kecil. Penelusuran
secara mendalam terhadap permohonan baru untuk menghindari pemberian ijin
kepada perusahaan yang sama dan telah dibekukan atau dicabut ijinnya namun
dengan memakai nama yang baru.
Selain itu, perlu dilakukan evaluasi ulang terhadap perusahaan fasilitas
KITE yang sudah ada, data DIPER yang didaftarkan pada saat awal diajukan
permohonan perlu dilakukan penelitian ulang atau update data. Dan,
penelitian/evaluasi periodik terhadap pengguna SSB. Terkait dengan
permasalahan pada kebijakan KITE saat ini perlu adanya penyempurnaan
peraturan yang lebih menunjang lagi, baik dalam hal pelayanan maupun dalam
hal pengawasan. Sehingga, DJBC dalam memberikan fasilitas KITE kepada
para pengusaha dapat lebih optimal dan tentunya mencapa sasaran yang tepat.
Fasilitas KITE memang sangat diperlukan di negara ini sebagai salah
satu pilar peningkatan perekonomian bangsa. Upaya DJBC untuk memberikan
yang terbaik bagi perusahaan KITE pun terus dijalankan hingga kini. walaupun
masih banyak kekurangan yang perlu penyempurnaan secepat mungkin. Jika
penyempurnaan telah dilaksanakan dan perusahaan penerima fasilitas KITE
semakin banyak yang mendapatkan keuntungan dengan cara dan prosedur yang
telah ditentukan, pastinya DJBC pun akan lebih mudah lagi dalam melayani dan
facilitator telah berjalan dengan baik, dan masyarakat dapat menilai itu sebagai
47 BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pelaksanaan kerja praktek tersebut dan setelah penulis
menganalisa, memahami dan mempelajari serta menguraikan masalah tentang
dokumen pengembalian bea masuk di fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
(KITE), maka penulis mencoba menyimpulkan beberapa hasil dari kerja praktek yang
dilakukan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu :
a. Pelayanan pemberian fasilitas KITE bertujuan agar perusahaan-perusahaan
yang berorientasi ekspor dapat meningkatkan daya saing produknya di pasaran
internasional. fasilitas KITE dipandang cukup meringankan pengusaha
sehingga mereka dapat mengatur cash flow dengan lebih baik.
b. Fasilitas KITE sebenarnya terbagi menjadi dua, yaitu fasilitas pembebasan dan
fasilitas pengembalian. Adapunfasilitas pembebasan merupakan fasilitas
pembebasan bea masuk dan atau cukai serta PPN dan PPnBM tidak dipungut
atas impor barang dan atau bahan untuk diolah, dirakit atau dipasang pada
barang lain yang hasilnya untuk tujuan ekspor atau diserahkan ke kawasan
berikat. Sedangkan fasilitas pengembalian adalah fasilitas pengembalian bea
48 ekspor atau diserahkan ke kawasan berikat.
c. Adapun hambatan dalam pelayanan fasilitas KITE adalah lebih pada minimnya
sarana dan prasarana yang ada, sehingga terjadi penumpukan dokumen yang
secara teknis dapat menghambat kelancaran arus dokumen itu sendiri. Kendala
lainnya yang terjadi adalah, masalah kurang telitinya pengusaha penerima
fasilitas KITE dalam mencantumkan jenis PEB yang diajukan ke KPPBC, dan
masalah ini sebenarnya sangat merugikan pengusaha itu sendiri.
d. Upaya yang dilakukan perusahaan untuk mengatasi hambatan yaitu dengan cara
menyesuaikan antara pencatatan pada buku kas dengan bukti fisik penerimaan
dan pengeluaran kas perusahaan dan konfirmasi dengan pihak yang
bersangkutan agar data lebih cepat dikonfirmasikan kepada petugas pembuat
laporan arus kas perusahaan.
4.2 Saran
Jika penyempurnaan telah dilaksanakan dan perusahaan penerima fasilitas
KITE semakin banyak yang mendapatkan keuntungan dengan cara dan prosedur yang
telah ditentukan, pastinya DJBC pun akan lebih mudah lagi dalam melayani dan
mengawasi kebijakan fasilitas ini. Sehingga, fungsi DJBC sebagai trade facilitator
telah berjalan dengan baik, dan masyarakat dapat menilai itu sebagai suatu
49
DAFTAR PUSTAKA
Ardiyos. 2004. Kamus Besar Akuntansi. Jakarta: Citra Harta Prama.
Azhar Susanto. 2007. Konsep dan Pengembangan Berbasis Komputer. Bandung:Lingga Jaya.
Husen Umar. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Keputusan Direktur Jenderal Bea Dan CukaiNomor KEP-205/ BC/ 2003Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kemudahan Impor TujuanEksporDan Pengawasannya.
M. Nafarin. 2004. Penganggaran Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat. Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Rochmat Soemitro. 2002. Dasar-dasar Hukum Pajak. Jakarta: PT. Eresco.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap : VIDYA AYUNINGTYAS
Tempat tanggal lahir : Bandung, 04 Agustus 1989
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Perum. Cipondoh Makmur Blok D3 No. 14 Rt. 01/Rw 05, Tangerang 15148
DATA PENDIDIKAN
SDN IV Tangerang 1995-2001
SMP NEGERI 14 Tangerang 2001-2003
SMA Yuppentek 1 Tangerang 2004-2007