ANALISA DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG
SECARA ANALITIS PADA PROYEK GBI BETHEL MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas- tugas Dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
Oleh :
CHRISTINA ROMAULI SIREGAR
080404145
BIDANG STUDI GEOTEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan anugrah, berkat dan karunia-Nya hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini
dengan judul “Analisa Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Secara Analitis Pada
Proyek GBI Bethel Medan”.
Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana teknik
sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis
menyadari bahwa isi dari Tugas Akhir ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan
keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Untuk penyempurnaannya,
saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa sangatlah penulis harapkan.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai yang dalam
keadaan sulit telah memperjuangkan hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik USU serta selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritikan dan
nasehat yang membangun.
2. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
3. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan saran kepada
penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Prof.Dr.Ir.Roesyanto,MSCE selaku dosen pembanding dan penguji yang telah
memberikan kritikan dan nasehat yang membangun.
5. Bapak DR.Ir.Sofian Asmirza,M.Sc selaku dosen pembanding dan penguji yang telah
memberikan kritikan dan nasehat yang membangun.
6. Ibu Ika Puji Hastuti,ST,MT selaku dosen pembanding dan penguji yang telah
memberikan kritikan dan nasehat yang membangun.
7. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
8. Kedua orang tua penulis, W.Siregar dan D.Silaen, adik-adik penulis, dan keluarga besar
penulis yang turut mendukung segala kegiatan akademis penulis dan selalu memberikan
semangat kepada penulis.
9. Terimakasih juga kepada Andry Peranginangin yang selalu mendoakan dan memberi
semangat setiap saat sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik.
10. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan masukan dan semangat kepada
penulis, Bang Nuel Panggabean, Kak Reni, Stambuk 05, Kak Dian, Kak Hedy,
Stambuk 07, Abang Monang , Stambuk 08, yang paling menginspirasi, Deyva ,Evi,
Putri, Silvia, Astri, Nurul, Ester, Rosiva,Triyana, Handiman dan teman – teman lain
yang tidak dapat disebutkan satu persatu semuanya, serta senior-senior dan adik-adik
yang memberikan dukungan serta info mengenai kegiatan sipil.
11. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam
Walaupun dalam menyusun Tugas akhir ini penulis telah berusaha untuk mengkaji
dan menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, tetapi tentunya Tugas Akhir ini
masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun tentulah sangat penulis
harapkan di kemudian hari.
Medan, September 2012
ABSTRAK
Suatu perencanaan pondasi tiang harus dilakukan dengan teliti dan secermat
mungkin. Setiap Pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang
telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin terjadi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kapasitas daya dukung dan penurunan
pondasi tiang pancang pada Proyek GBI Bethel Medan. Analisis dilakukan dengan metode
statis dan dinamis untuk mengetahui kapasitas daya dukung tiang pancang dan penurunan
yang terjadi. Kapasitas dukung tiang pancang dengan metode statis dihitung berdasarkan
data- data lapangan (SPT), sedangkan metode dinamis dihitung berdasarkan data lapangan
yaitu data kalendering dan PDA yang diperoleh saat pemancangan.
Berdasarkan metode statis untuk data lapangan (SPT) diperoleh kapasitas daya
dukung ultimit tiang tunggal Qu= 270,298 ton,sedangkan daya dukung ultimit tiang
kelompok berdasarkan efisiensi Converse-Labbare diperoleh Qu= 700,612 ton. Berdasarkan
metode dinamis untuk data kalendering (Metode Modified New ENR) diperoleh kapasitas
daya dukung ultimit tiang tunggal Qu= 333,884 ton,sedangkan daya dukung ultimit tiang
kelompok berdasarkan efisiensi Converse-Labbare diperoleh Qu= 865,427 ton. Kapasitas
daya dukung ultimit tiang kelompok lebih besar dari beban bekerja pada tiang sehingga
kapasitas dukung tiang pancang aman mendukung beban struktur. Sedangkan daya dukung
ultimit tiang tunggal yang diperoleh dari tes PDA diperoleh (Qu) = 116,1 ton. Untuk
penurunan elastis tiang kelompok menurut Meyerhoff diperoleh 21,41 mm < 25 mm.
Penurunan elastis tiang kelompok memenuhi syarat yang diijinkan.
DAFTAR ISI
2.6 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang 12
2.6.1 Pondasi Tiang Menurut Bahan yang Dipakai 12
2.7 Tiang dukung ujung dan tiang gesek 26
2.7.1 Tiang dukung ujung 27
2.7.2 Tiang gesek 27
2.8 Peralatan pemancangan 28
2.9 Kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil SPT 33
2.9.1 Persiapan pengujian SPT 34
2.9.2 Prosedur pengujian SPT 35
2.9.3 Rumus perhitungan daya dukung SPT 40
2.10 Tiang pancang kelompok 42
2.11 Kapasitas kelompok dan efisiensi tiang 46
2.12 Distribusi beban dalam kelompok tiang 50
2.12.1 Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal sentris 50
2.12.2 Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal
eksentris 51
2.12.3 Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal sentris
2.16.3 Tiang panjang dan tiang pendek untuk tanah non kohesif 66
2.17 Kapasitas daya dukung tiang pancang dari data Pile Driving
Analizer (PDA) 69
2.17.1 Instrumentasi PDA 70
2.17.2 Pemasangan instrumen PDA 71
2.17.3 Pekerjaan persiapan 71
2.17.4 Pelaksanaan pengujian PDA 71
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 72
3.1 Data umum proyek 72
4.2.1 Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang 79
4.2.1.1 Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang
dari data SPT 79
4.2.1.2 Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang
dari data kalendering 84
4.2.1.3 Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang
dengan efisiensi tiang kelompok 88
4.2.1.4 Daya dukung tiang pancang berdasarkan Tes PDA 91
4.2.3 Menghitung penurunan tiang kelompok 93
4.2.4 Menghitung daya dukung horisontal dengan Metode Broms 94
4.3 Diskusi 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 101
5.1 Kesimpulan 101
5.2 Saran 102
Daftar pustaka xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N 37
Tabel 2.2 Hubungan antara angka penetrasi standar dengan sudut geser dalam
dan kepadatan tanah relatif pada tanah pasir 39
Tabel 2.3 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah 39
Tabel 2.4 Harga efisiensi hammer 59
Tabel 2.5 Koefisien restitusi 59
Tabel 2.6 Karakteristik alat pancang diesel hammer 59
Tabel 2.7 Hubungan modulus subgrade (k1) dengan kuat geser undrained
lempung (Terzaghi, 1955) 64
Tabel 2.8 Nilai-nilai nh untuk tanah granuler (c=0) 64
Tabel 2.9 Nilai-nilai nh untuk tanah kohesif (Poulus dan Davis, 1980) 65
Tabel 4.1 Perhitungan daya dukung tiang berdasarkan data SPT (BH1) 81
Tabel 4.2 Perhitungan daya dukung tiang berdasarkan data SPT (BH2) 83
Tabel 4.3 Hasil Tes PDA 91
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.7 Tiang pancang precast prestressed concrete pile ... 15
Gambar 2.8 Tiang pancang precast reinforced concrete pile ... 16
Gambar 2.9 Tiang pancang cast in pile ... 17
Gambar 2.10 Tiang pancang baja ... 18
Gambar 2.11 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya ... 27
Gambar 2.12 Pemukul aksi tunggal ... 29
Gambar 2.13 Pemukul aksi dobel ... 30
Gambar 2.14 Pemukul tenaga diesel ... 30
Gambar 2.15 Pemukul dengan vibrator ... 31
Gambar 2.16 Alat pancang tiang ... 33
Gambar 2.17 Penetrasi dengan SPT ... 35
Gambar 2.18 Skema urutan uji penetrasi standar (SPT) ... 36
Gambar 2.19 Korelasi nilai α dan koefisien undrained... 42
Gambar 2.20 Kelompok tiang ... 43
Gambar 2.21 Jarak antar tiang ... 44
Gambar 2.22 Pola susunan tiang pancang kelompok ... 46
Gambar 2.24 Beban normal sentris pada kelompok tiang pancang ... 50
Gambar 2.25 Beban normal eksentris pada kelompok tiang pancang ... 51
Gambar 2.26 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y ... 52
Gambar 2.27 Skema pemancangan pondasi tiang... 56
Gambar 2.28 Skema deformasi tiang akibat beban lateral ... 62
Gambar 2.29 Tiang pendek dalam tanah non-kohesif ... 66
Gambar 2.30 Tahanan lateral ultimit dalam tanah non-kohesif ... 67
Gambar 2.31 Tiang panjang (tidak kaku) dalam tanah non-kohesif ... 68
Gambar 2.32 Tahanan lateral ultimit dalam tanah non-kohesif ... 69
Gambar 3.1 Tahapan pelaksanaan penelitian ... 75
Gambar 3.2 Peta lokasi SPT ... 77
Gambar 3.3 Peta lokasi Proyek GBI Bethel Medan ... 78
DAFTAR NOTASI
e = Koefisien restitusi
Eg = Efisiensi kelompok tiang
Ep = Modulus elastisitas tiang (kg/cm2)
Es = Modulus elastisitas tanah (kg/cm2)
H = Tebal lapisan tanah yang ditinjau (m)
Hu = Kapasitas daya dukung horisontal (ton)
I = Faktor pengaruh
Mx = Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x.
My = Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y.
n = Jumlah tiang dalam satu baris
nh = Koefisien variasi modulus
P = Beban yang bekerja (ton)
p = Keliling tiang (m)
Qa = Kapasitas dukung ijin tiang (ton)
Qg = Beban maksimum kelompok tiang (ton)
Qi = Beban aksial pada tiang ke-i.
Qp = Kapasitas dukung ujung tiang (ton)
Qs = Kapasitas dukung selimut tiang (ton)
Qu = Kapasitas dukung ultimit tiang (ton)
q = Tekanan pada dasar pondasi (t/m2)
s = Jarak pusat ke pusat tiang (m)
S = Penetrasi pukulan per cm (cm)
T = Faktor kekakuan untuk modulus tanah granuler
V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang.
Wp = Berat tiang (ton)
Wr = Berat hammer
xi,yi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang nomor-i.
Ø = Sudut gesek dalam tanah (derajat)
α = Konstanta (faktor adhesi)
θ = arc tg d/s (derajat)
ABSTRAK
Suatu perencanaan pondasi tiang harus dilakukan dengan teliti dan secermat
mungkin. Setiap Pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang
telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin terjadi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kapasitas daya dukung dan penurunan
pondasi tiang pancang pada Proyek GBI Bethel Medan. Analisis dilakukan dengan metode
statis dan dinamis untuk mengetahui kapasitas daya dukung tiang pancang dan penurunan
yang terjadi. Kapasitas dukung tiang pancang dengan metode statis dihitung berdasarkan
data- data lapangan (SPT), sedangkan metode dinamis dihitung berdasarkan data lapangan
yaitu data kalendering dan PDA yang diperoleh saat pemancangan.
Berdasarkan metode statis untuk data lapangan (SPT) diperoleh kapasitas daya
dukung ultimit tiang tunggal Qu= 270,298 ton,sedangkan daya dukung ultimit tiang
kelompok berdasarkan efisiensi Converse-Labbare diperoleh Qu= 700,612 ton. Berdasarkan
metode dinamis untuk data kalendering (Metode Modified New ENR) diperoleh kapasitas
daya dukung ultimit tiang tunggal Qu= 333,884 ton,sedangkan daya dukung ultimit tiang
kelompok berdasarkan efisiensi Converse-Labbare diperoleh Qu= 865,427 ton. Kapasitas
daya dukung ultimit tiang kelompok lebih besar dari beban bekerja pada tiang sehingga
kapasitas dukung tiang pancang aman mendukung beban struktur. Sedangkan daya dukung
ultimit tiang tunggal yang diperoleh dari tes PDA diperoleh (Qu) = 116,1 ton. Untuk
penurunan elastis tiang kelompok menurut Meyerhoff diperoleh 21,41 mm < 25 mm.
Penurunan elastis tiang kelompok memenuhi syarat yang diijinkan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelaksanaan pembangunan suatu konstruksi yang pertama dilaksanakan dan
dikerjakan di lapangan adalah pekerjaan pondasi (struktur bawah). Pondasi merupakan
suatu pekerjaan yang sangat penting dalam pekerjaan teknik sipil, karena pondasi yang
memikul dan menahan semua beban yang bekerja di atasnya yaitu beban konstruksi atas.
Pondasi akan menyalurkan tegangan-tegangan yang akan terjadi pada beban struktur atas ke
dalam lapisan tanah keras yang dapat memikul beban konstruksi tersebut.
Pondasi sebagai struktur bawah dapat dibagi dalam 2 (dua) jenis, yaitu pondasi
dalam dan pondasi dangkal. Pemilihan jenis pondasi tergantung kepada jenis struktur atas
apakah termasuk konstruksi berat atau konstruksi ringan dan tergantung kepada jenis
tanahnya. Untuk konstruksi beban ringan dan kondisi tanah cukup baik, biasanya dipakai
pondasi dangkal, tetapi untuk konstruksi berat biasanya digunakan pondasi dalam.
Secara umum permasalahan pondasi dalam lebih rumit dari pondasi dangkal.
Pondasi tiang pancang adalah batang yang relatif panjang dan langsing yang digunakan
untuk menyalurkan beban pondasi melewati lapisan tanah dengan daya dukung rendah ke
lapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang relatif cukup
dalam dibanding pondasi dangkal. Daya dukung tiang pancang diperoleh dari daya dukung
ujung (end bearing capacity) yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan daya dukung
gesek atau selimut (friction bearing capacity) yang diperoleh dari daya dukung gesek atau
Tiang pancang berinteraksi dengan tanah untuk menghasilkan daya dukung yang
mampu memikul dan memberikan keamanan kepada struktur atas. Untuk menghasilkan
daya dukung yang akurat maka diperlukan suatu penyelidikan tanah yang akurat juga. Ada
dua metode yang biasa digunakan dalam penentuan kapasitas daya dukung tiang pancang
yaitu metode statis dan metode dinamis.
Penyelidikan tanah dengan metode statis adalah penyelidikan sondir dan Standard
Penetration Test (SPT). Penyelidikan sondir bertujuan untuk mengetahui perlawanan
penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikasi dari kekuatan tanahnya
pada kedalaman tertentu dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan yang
berbeda kekuatannya. Serta dapat digunakan untuk menghitung daya dukung lapisan tanah
dengan menggunakan rumus empiris.
Penyelidikan Standard Penetration Test (SPT) bertujuan untuk mendapatkan
gambaran lapisan tanah berdasarkan jenis dan warna tanah melalui pengamatan secara
visual, sifat-sifat tanah, karakteristik-karakteristik tanah. Data Standard Penetration Test
(SPT) dapat digunakan untuk menghitung daya dukung . Selain penyelidikan Standard
Penetration Test (SPT), analisis ini juga dilengkapi dengan pengambilan sampel di
laboratorium dan pengujian dinamik Pile Driving Analizer (PDA) terhadap tiang untuk
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah :
1. Menghitung dan membandingkan daya dukung tiang pancang dari hasil SPT,
kalendering ,dan test PDA
2. Menganalisa penurunan elastis pada tiang pancang .
1.3 Manfaat
Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Memperoleh daya dukung ultimit dari hasil SPT,kalendering,dan tes PDA.
2. Terutama bagi penulis sendiri sebagai penambah ilmu pengetahuan dan pengalaman
agar mampu melaksanakan kegiatan yang sama pada saat bekerja atau terjun ke
lapangan.
3. Pihak mahasiswa lainnya yang membutuhkan informasi sebagai referensi atau
contoh apabila mengambil topik bahasan yang sama.
1.4. Pembatasan Masalah
Pada studi Tugas Akhir ini, batasan-batasannya antara lain :
1. Membahas kapasitas daya dukung aksial tiang pancang kelompok.
2. Membahas daya dukung lateral (horizontal) tiang pancang tunggal.
3. Hanya meninjau tiang pancang tegak lurus.
4. Meninjau penurunan elastis tiang pancang kelompok.
5. Analisis yang dilakukan adalah membandingkan daya dukung hasil tes PDA dengan
1.5 Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan Tugas Akhir ini dilakukan beberapa cara untuk dapat
mengumpulkan data yang mendukung agar Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Beberapa cara yang dilakukan antara lain :
a. Metode Observasi
Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan data teknis pondasi tiang
pancang diperoleh dari hasil survei langsung ke lokasi Proyek Pembangunan Gereja GBI
Bethel Medan.
b. Pengambilan Data
Mengadakan konsultasi dengan pihak proyek Pembangunan Gereja GBI Bethel
Medan untuk memperoleh data-data teknis seperti data SPT , kalendering, uji laboratorium,
tes PDA dan foto-foto dokumentasi.
c. Metode kepustakaan
Membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang ditinjau untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Konstruksi bangunan harus mempunyai pondasi yang dapat mendukung beban
konstruksi tersebut. Pondasi merupakan suatu pekerjaan yang sangat penting dalam
pekerjaan teknik sipil, karena pondasi inilah yang memikul dan menahan semua beban
yang bekerja di atasnya yaitu beban konstruksi atas. Pondasi akan menyalurkan
tegangan-tegangan yang akan terjadi pada beban struktur atas ke dalam lapisan tanah keras yang dapat
memikul beban konstruksi tersebut. Perancangan pondasi secara seksama diperlukan agar
beban pondasi tidak mengakibatkan timbulnya tekanan yang berlebihan pada tanah di
bawahnya karena tekanan yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan yang besar
bahkan dapat mengakibatkan keruntuhan.
Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang
ditentukan termasuk beban maksimum yang mungkin terjadi .Kemampuan pondasi untuk
mendukung beban yang bekerja di atasnya ditentukan oleh kapasitas daya dukung pondasi
tersebut umumnya ditentukan oleh kekuatan reaksi tanah dalam mendukung pondasi yang
dibebani dan kekuatan pondasi itu sendiri dalam menahan serta menyalurkan beban di
atasnya.
2.2 Definisi Tanah
Tanah di alam terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa
kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu
sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan batuan, baik secara fisik
material asal, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya
pelapukan batuan tersebut.
Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau, dan lempung digunakan dalam Teknik
Sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua
atau lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan
organik. Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan di belakang
material unsur utamanya. Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung yang
mengandung lanau dengan material utamanya adalah lempung dan sebagainya.
Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap
tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis
tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau
udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila
rongga terisi udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah
kering adalah tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol.
2.3 Penyelidikan Tanah
Salah satu tahapan paling awal yang perlu dilakukan dalam perencanaan pondasi
adalah penyelidikan tanah. Uji penyelidikan tanah diperlukan untuk mengetahui daya
dukung dan karateristik tanah serta kondisi geologi, seperti mengetahui susunan lapisan
tanah/sifat tanah, mengetahui kekuatan lapisan tanah dalam rangka penyelidikan tanah dasar
untuk keperluan pondasi bangunan, jalan, jembatan dan lain-lain, kepadatan dan daya
dukung tanah serta mengetahui sifat korosivitas tanah. Penyelidikan tanah dilakukan untuk
mengetahui jenis pondasi yang akan digunakan untuk konstruksi bangunan, selain itu dari
hasil penyelidikan tanah dapat ditentukan perlakuan terhadap tanah agar daya dukung dapat
alternatif atau jenis pondasi, kedalaman serta dimensi pondasi yang paling ekonomis tetapi
masih aman. Jadi penyelidikan tanah sangat penting dan mutlak dilakukan sebelum struktur
itu mulai dikerjakan. Dengan mengetahui kondisi daya dukung tanah kita bisa
merencanakan suatu struktur yang kokoh dan tahan gempa, yang pada akhirnya akan
memberi rasa kenyamanan dan keamanan bila berada di dalam gedung. Penyelidikan tanah
yang dilakukan di lapangan yaitu Sondir (DCP), pengeboran tanah, pengujian Standard
Penetration Test (SPT) dan lain-lain. Dari sampel tanah yang diambil di lapangan untuk
mengetahui sifat-sifat dan karakteristik tanah maka dilakukan uji laboratorium.
2.4 Macam-macam Pondasi
Pondasi merupakan bagian paling bawah bangunan yang meneruskan beban
bangunan ke tanah yang berada di bawahnya. Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu:
2.4.1 Pondasi dangkal
Pondasi dangkal didefinisikan sebagai pondasi yang mendukung bebannya secara
langsung. Pondasi ini memiliki kedalaman relatif dangkal hanya beberapa meter ke dalam
tanah. Pondasi ini biasanya digunakan pada kedalaman 0,8 – 1 meter. Pondasi dangkal
biasanya digunakan untuk konstruksi beban ringan dan kondisi lapisan permukaan cukup
a. Pondasi telapak
Pondasi telapak yaitu suatu pondasi yang mendukung bangunan secara langsung pada
tanah pondasi, bilamana terdapat lapisan tanah yang cukup tebal dengan kualitas yang
baik yang mampu mendukung bangunan itu pada permukaan tanah (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Pondasi telapak
b. Pondasi rakit
Pondasi rakit merupakan pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang
terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan jarak kolomnya sedemikian dekat
di semua arahnya (Gambar 2.2).
c. Pondasi memanjang
Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom
yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan terhimpit satu
sama lainnya (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Pondasi memanjang
2.4.2 Pondasi dalam
Pondasi dalam digunakan untuk menyalurkan beban bangunan yang lemah di bagian
atas ke lapisan bawah yang keras. Pondasi dalam digunakan ketika lapisan tanah atas tidak
memiliki daya dukung dan ketika penggunaaan pondasi dangkal hanya akan menyebabkan
kerusakan struktur atau ketidakstabilan. Pondasi dalam digunakan dengan kedalaman lebih
dari 2 meter dan biasanya digunakan pada bangunan bertingkat atau karena lapisan tanah
keras yang terlalu dalam. Berikut ini adalah beberapa contoh pondasi dalam :
a. Pondasi tiang (pile foundation)
merupakan sebuah tiang yang dipancang ke dalam tanah sampai kedalaman yang
cukup untuk menimbulkan tahanan gesek pada selimutnya atau tahanan ujungnya
(Gambar 2.4). Pondasi tiang digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman normal tidak
mampu mendukung bebannya, sedangkan tanah keras terletak pada kedalaman yang
Gambar 2.4 Pondasi tiang
b. Pondasi sumuran (pier foundation)
Pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang digunakan
bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam (Gambar 2.5),
dimana pondasi sumuran nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B) lebih besar 4
sedangkan pondasi dangkal Df/B ≤ 1
2.5 Pondasi Tiang Pancang
Tiang pancang saat ini banyak digunakan di Indonesia sebagai pondasi
bangunan, seperti jembatan, gedung bertingkat, pabrik atau gedung-gedung industri,
menara, dermaga, bangunan mesin-mesin berat, dan lain-lain. Bangunan-bangunan tersebut
merupakan konstruksi-konstruksi yang memiliki dan menerima beban yang relatif berat.
Penggunaan tiang pancang untuk konstruksi biasanya bertitik tolak pada beberapa hal
mendasar seperti anggapan adanya beban yang besar sehingga pondasi langsung jelas tidak
dapat digunakan, kemudian jenis tanah pada lokasi yang bersangkutan relatif lunak
(lembek) sehingga pondasi langsung tidak ekonomis lagi untuk dipergunakan. Mengingat
pembuatan pondasi tiang pancang dibandingkan dengan pembuatan pondasi lain, pondasi ini
mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut :
1) Waktu pelaksanaannya relatif cepat.
2) Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.
3) Kekuatan tiang yang dihasilkan dapat diandalkan karena tiang dibuat di pabrik dengan
pemeriksaan kualitas yang ketat.
4) Pelaksanaannya lebih mudah.
Pondasi tiang juga mempunyai kelemahan sebagai berikut :
1) Pemancangan sulit dilakukan apabila diameter tiang terlalu besar.
2) Harga pondasi tiang mahal.
3) Pada pelaksanaan pemancangan tiang menimbulkan getaran dan kebisingan pada
daerah sekitar yang berpenduduk padat.
4) Bila panjang tiang pancang kurang, maka dilakukan penyambungan. Penyambungan ini
2.6 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang
Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai
jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan
di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah
dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan
jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material
yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.
2.6.1 Pondasi tiang menurut bahan yang digunakan
Tiang pancang dapat dibagi ke dalam beberapa kategori sebagai berikut :
A. Tiang pancang kayu
Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang
sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang kayu
tersebut dalam keadaaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah. Tiang pancang
kayu akan lebih cepat rusak atau busuk apabila dalam keadaaan kering dan basah yang
selalu berganti-ganti.
Pengawetan serta pemakaian obat-obatan pengawet untuk kayu hanya dapat
menunda atau memperlambat kerusakan tiang pancang kayu. Hal ini menyatakan bahwa
tiang pancang kayu tidak dapat dilindungi seterusnya menggunakan pengawetan atau
bersifat sementara.
Pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan beban lebih
besar dari 25-30 ton untuk setiap tiang. Tiang pancang kayu sangat cocok untuk daerah rawa
dan daerah yang terdapat banyak hutan kayu seperti Kalimantan, sehingga mudah
memperoleh tiang kayu yang panjang dan lurus dengan diameter yang cukup besar untuk
Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :
1. Kekuatan tarik besar sehingga pada saat pengangkatan untuk pemancangan tidak
menimbulkan kesulitan.
2. Tiang pancang dari kayu relatif ringan sehingga mudah dalam transport.
3. Mudah untuk pemotongannya apabila kayu ini sudah tidak dapat masuk lagi ke
dalam tanah.
Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :
1. Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan tiang
pancang beton atau baja terutama pada daerah yang tinggi air tanahnya sering
naik dan turun.
2. Tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air tanah yang terendah
agar tahan lama sehingga memerlukan biaya tambahan untuk air tanah yang
letaknya sangat dalam
3. Pada waktu pemancangan pada tanah berbatu (gravel) ujung tiang pancang kayu
ini dapat berbentuk sapu seperti terlihat pada Gambar 2.6a atau ujung tiang
merenyuk seperti terlihat pada Gambar 2.6b.
Gambar 2.6 Tiang pancang kayu
B. Tiang pancang beton
1. Precast prestressed concrete pile
Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang yang
mengunakan baja penguat dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya.
Keuntungan pemakaian tiang pancang precast prestressed antara lain :
a) Bahan tiang dapat diperiksa sebelum pemancangan
b) Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.
c) Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam.
d) Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah granuler.
Kerugian pemakaian tiang pancang precast prestressed antara lain :
a) Kepala tiang kadang-kadang pecah akibat pemancangan.
b) Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar.
c) Penggembungan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat pemancangan
dapat menimbulkan masalah.
d) Pemancangan menimbulkan gangguan suara, getaran, dan deformasi tanah yang
dapat menimbulkan kerusakan bangunan sekitar.
Gambar 2.7 Tiang pancang precast prestressed concrete pile
2. Precast reinforced concrete pile
Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang
yang dicetak dan dicor dalam acuan beton ( bekisting ), kemudian setelah cukup kuat
lalu diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton adalah kecil dan
praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri dari pada beton adalah
besar, maka tiang pancang beton ini harus diberi penulangan-penulangan yang cukup
kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan
pemancangan. Karena berat sendiri adalah besar, biasanya pancang beton ini dicetak
dan dicor di tempat pekerjaan, jadi tidak membawa kesulitan untuk transport.
Gambar 2.8 Tiang pancang precast reinforced concrete pile
(Sumber : HS, Sardjono, 1988)
3. Cast in place pile
Pondasi tiang pancang tipe ini adalah pondasi yang dicetak di tempat dengan cara
dibuatkan lubang terlebih dahulu dalam tanah dengan cara mengebor tanah seperti
pada pengeboran tanah pada waktu penyelidikan tanah.
a) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan
beton dan ditumbuk sambil pipa tersebut ditarik ke atas.
b) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan
beton, sedangkan pipa tersebut tetap tinggal di dalam tanah.
Gambar 2.9 Tiang pancang cast in pile
(Sumber : HS, Sardjono, 1988)
C. Tiang pancang baja
Jenis-jenis tiang pancang ini biasanya berbentuk H yang merupakan tiang pancang pipa.
Balok yang mempunyai flens lebar (wide flange) atau balok I dapat juga digunakan
akan tetapi bentuk H khususnya dibuat sebanding untuk menahan tegangan pancangan
yang keras yang mungkin akan dialami tiang pancang tersebut. Tiang pancang baja H
memilki perpindahan volume yang kecil karena daerah penampangnya tidak terlalu
besar. Selain itu, tiang pancang baja ini memiliki kelebihan yaitu kekuatan tiang yang
besar. Tiang pancang ini juga mempunyai kelemahan yaitu mudah berkarat (korosi)
sehingga dibutuhkan perlindungan terhadap karat. Tingkat karat pada tiang
berbeda-beda terhadap tekstur dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah, dan
a. Pada tanah yang mempunyai tekstur kasar, karat terjadi karena sirkulasi air
dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara
terbuka.
b. Pada tanah liat (clay), karat terjadi karena kandungan oksigen dalam tanah
sedikit sehingga menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang
terjadi karena terendam air.
c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak di bawah lapisan tanah
padat yang mengandung sedikit sekali oksigen akan menghasilkan karat yang kecil
sekali pada tiang pancang baja.
Pada dasarnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat
dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena keadaan udara pada pori-pori
tanah pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah.
Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan (coaltar)
atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” (± 60 cm) dari muka air tanah
terendah. Karat atau korosi yang terjadi karena udara pada bagian tiang yang terletak
di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.
Gambar 2.10 Tiang pancang baja
Keuntungan penggunaan tiang pancang baja:
a. Tiang pancang baja memiliki daya dukung tinggi.
b. Tiang pancang baja mudah dalam penyambungan.
Kelemahan penggunaan tiang pancang baja :
a. Tiang pancang baja mudah korosi .
b. Tiang pancang baja terutama profil H mudah bengkok akibat pengaruh luar.
D. Tiang pancang komposit
Tiang pancang komposit (composite pile) merupakan tiang pancang yang terdiri dari
dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang.
Tiang pancang komposit dapat berupa beton dan kayu maupun beton dan baja. Tiang
ini dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan
yang berbeda, misalnya bahan beton di atas muka air dan bahan kayu tanpa perlakuan
apapun di sebelah bawahnya. Pembuatan sambungan ini menyita biaya dan waktu
sehingga diabaikan terutama di Amerika dan Kanada.
Tiang komposit dibedakan menjadi 5 jenis sebagai berikut:
1. Water Proofed Steel and Wood Pile
Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan air
tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa kayu akan
tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini diletakan di bagian
bawah yang mana selalu terletak di bawah air tanah. Kelemahan tiang ini adalah
pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang
permanen. Adapun cara pelaksanaannya secara singkat sebagai berikut:
a) Casing dan core (inti) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga mencapai
kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang pancang kayu tersebut
dan ini harus terletak di bawah muka air tanah yang terendah.
b) Kemudian core ditarik ke atas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam casing
dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.
c) Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core ditarik
keluar dari casing. Kemudian beton dicor ke dalam casing sampai penuh terus
dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.
2. Composite Dropped in – Shell and Wood Pile
Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe di atas hanya memakai shell yang terbuat
dari bahan logam tipis permukaannya diberi alur spiral. Secara singkat
pelaksanaannya sebagai berikut:
a) Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang
telah ditentukan di bawah muka air tanah.
b) Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari casing dan
tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai
lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus diperhatikan
benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau pecah.
c) Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing
d) Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan dalam casing.
Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk sangkar yang mana
tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat masuk pada ujung atas
e) Beton kemudian dicor ke dalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat casing
ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi ditahan dengan cara
meletakkan core di ujung atas shell.
3. Composite Ungased – Concrete and Wood Pile
Dasar pemilihan tiang komposit tipe ini adalah:
Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan untuk
menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau menggunakan precast
concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.
Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang pancang
kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang pancang kayu
tersebut selalu berada di bawah permukaan air tanah terendah.
Adapun prinsip pelaksanaan tiang komposit ini adalah sebagai berikut:
a) Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga sampai pada
kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t )
b) Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan casing terus
dipancang sampai kelapisan tanah keras.
c) Setelah sampai pada lapisan tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan
beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi dalam
casing.
d) Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu
sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola di atas tiang
pancang kayu tersebut.
ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik ke atas sampai keluar dari
tanah.
f) Tiang pancang komposit telah selesai.
Tiang pancang komposit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur Concrete
Pile Corp.
4. Composite Dropped – Shell and Pipe Pile
Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:
Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place concrete.
Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang komposit yang
bagian bawahnya terbuat dari kayu.
Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:
a) Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya masuk
dalam tanah. Kemudian core ditarik.
b) Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan dalam
casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah keras.
c) Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembali.
d) Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing hingga
bertumpu pada penumpu yang terletak di ujung atas tiang pipa baja. Bila
diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell dan kemudian
beton dicor sampai padat.
e) Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik
lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang baja H sebagai ganti
dari tiang pipa.
5. Franki Composite Pile
Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini pada
bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja.
Adapun cara pelaksanaan tiang komposit ini adalah sebagai berikut:
a) Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja
dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras. Cara
pemasangan ini sama seperti pada tiang franki biasa.
b) Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan, pipa diisi
lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik
lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola.
c) Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu
pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.
d) Rongga di sekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau
pasir.
2.6.2 Pondasi tiang menurut cara pemasangannya
Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu :
A. Tiang pracetak
Tiang pancang dari beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam bekisting setelah
cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pracetak menurut cara
1. Cara penumbukan
Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan ke dalam tanah dengan cara
penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).
2. Cara penggetaran
Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan ke dalam tanah dengan cara
penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).
3. Cara penanaman
Dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu,
lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan
tanah.
Keuntungan pemancangan tiang pancang dengan cara tiang pracetak :
1. Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat, hasilnya lebih
dapat diandalkan.
2. Persediaan yang cukup banyak di pabrik sehingga mudah memperoleh tiang ini,
kecuali tiang dengan ukuran khusus.
3. Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal.
4. Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang sehingga
mempermudah pengawasan pekerjaan konstruksi.
B. Tiang yang dicor di tempat
Tiang yang dicor di tempat merupakan suatu cara dimana tiang dicetak menurut
lubang pada tanah yang berbentuk seperti tiang, kemudian dituangkan adukan beton
ke dalam lubang tersebut. Tiang yang dicor di tempat menurut cara pemasangannya
1. Cara penetrasi alas
Cara penetrasi alas yaitu pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian
pipa baja tersebut dicor dengan beton.
2. Cara penggalian
Cara ini dapat dibagi lagi menurut peralatan pendukung yang digunakan antara
lain :
a) Penggalian dengan tenaga manusia
Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah
penggalian lubang pondasi yang masih sangat sederhana dan merupakan
cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi
dalam yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman
tertentu.
b) Penggalian dengan tenaga mesin
Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah
penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki
kemampuan lebih baik dan lebih canggih.
Keuntungan pemancangan tiang pancang dengan cara tiang dicor di tempat :
1. Karena getaran dan keriuhan pada saat melaksanakan pekerjaan sangat kecil,
cocok untuk pekerjaan pada daerah padat penduduknya.
2. Tiang dapat dibuat tiang yang lurus dengan diameter besar dan tiang yang lebih
panjang karena tidak menggunakan sambungan.
2.7 Tiang dukung ujung dan tiang gesek
Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam
(Hardiyatmo, H. C.,2010), yaitu :
2.7.1 Tiang dukung ujung (end bearing pile)
Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya
ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zona
tanah yang lunak yang berada di atas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai
batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak
mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan
dukung lapisan keras yang berada di bawah ujung tiang (Gambar 2.11a).
2.7.2 Tiang gesek (friction pile)
Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh
perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah di sekitarnya (Gambar 2.11b). Tahanan
gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah di bawahnya diperhitungkan pada hitungan
kapasitas tiang.
(a) Tiang dukung ujung (b) Tiang gesek
2.8 Peralatan pemancangan
Pondasi tiang umumnya dipancang dengan peralatan hammer atau dengan vibrator
yang digerakkan dengan generator. Hammer bekerja diantara sepasang peralatan penuntun
arah yang digantung pada crane disebut lead. Ujung bawah dari lead dihubungkan dengan
dasar krane oleh suatu plat horizontal yang disebut spotter. Spotter ini dapat mengatur tiang
pancang saat pemukulan dan memperkirakan bagian lead di atas tiang vertikal.
Macam-macam alat pancang :
1. Drop hammer
Palu berat yang diletakan pada ketinggian tertentu di atas tiang palu tersebut
kemudian dilepaskan dan jatuh mengenai bagian atas tiang. Untuk menghindari
menjadi rusak akibat tumbukan ini, pada kepala tiang dipasangkan semacam topi
atau cap sebagai penahan energi .Biasanya cap dibuat dari kayu. Pemancangan tiang
biasanya dilakukan secara perlahan. Jumlah jatuhnya palu per menit dibatasi pada
empat sampai delapan kali.
Keuntungan menggunakan drop hammer :
a) Peralatannya sederhana.
b) Tinggi jatuh dapat diperiksa dengan mudah.
c) Kesulitan kecil dan biaya operasi murah.
Kelemahan menggunakan drop hammer :
a) Kepala tiang mudah rusak.
b) Pancang pemancangan terbatas.
2. Pemukul aksi tunggal (single acting hammer)
Pemukul aksi tunggal berbentuk memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh
udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh
beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram
dikalikan tinggi jatuhnya.
Gambar 2.12 Pemukul aksi tunggal
(Sumber : Hardiyatmo, 2010)
3. Pemukul aksi dobel (double acting hammer)
Pemukul aksi dobel menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk
mempercepat gerakan ke bawahnya. Kecepatan pukulan dan energi output biasanya
lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.
Gambar 2.13 Hammer aksi dobel
4. Pemukul tenaga diesel (diesel hammer)
Alat pemancang tiang tipe ini berbentuk lebih sederhana dibandingkan dengan
pemukul lainnya. Diesel hammer memiliki satu silinder dengan dua mesin diesel,
piston, atau ram, tangki bahan bakar, tangki pelumas, pompa bahan bakar, injektor,
dan mesin pelumas. Pemukul bertenaga diesel ini cocok digunakan untuk tanah
pondasi yang keras.
Gambar 2.14 Pemukul tenaga diesel
(Sumber : Hardiyatmo, 2010)
Keuntungan menggunakan pemukul tenaga diesel :
a) Menghasilkan daya tumbuk yang lebih besar.
b) Mudah dipindahkan.
c) Biaya bahan bakar rendah.
Kelemahan menggunakan pemukul tenaga diesel:
a) Pada lapisan tanah lunak, pengerjaan menjadi lambat.
5. Pemukul dengan vibrator
Pemukul dengan vibrator ini menggunakan pembangkit tenaga berupa beban statis
dan sepasang beban yang berputar eksentrik. Gaya getaran kuat yang dihasilkan
mesin pemukul ini akan menembus tanah karena pengaruh beban.
Gambar 2.15 Pemukul dengan vibrator
(Sumber : Hardiyatmo, 2010)
Keuntungan menggunakan pemukul dengan vibrator :
a) Mampu memancang dalam arah dan kedudukan yang tepat
b) Suara penumbukan hampir tidak terdengar
c) Kepala tiang tidak cepat rusak
Kelemahan menggunakan pemukul dengan vibrator yaitu memerlukan tenaga listrik
Dalam pekerjaan pemancangan tiang terdapat nama alat-alat berikut ini :
1. Anvil adalah bagian yang terletak pada dasar pemukul yang menerima beban benturan
dari ram dan mentransfernya ke kepala tiang.
2. Helmet atau drive cap (penutup pancang) adalah bahan yang dibuat dari baja cor yang
diletakkan di atas tiang untuk mencegah tiang dari kerusakan saat pemancangan dan
untuk menjaga agar as tiang sama dengan as pemukul.
3. Cushion (bantalan) dibuat dari kayu keras atau bahan lain yang ditempatkan diantara
penutup tiang (pile cap) dan puncak tiang untuk melindungi kepala tiang dari
kerusakan.
4. Ram adalah bagian pemukul yang bergerak ke atas dan ke bawah yang terdiri dari
piston dan kepala penggerak (driving head).
5. Leader adalah rangka baja dengan dua bagian paralel sebagai pengatur tiang agar pada
saat tiang dipancang arahnya benar.
Gambar 2.16 Alat pancang tiang
2.9 Kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil Standard Test Penetration (SPT)
Suatu metode uji yang dilaksanakan bersamaan dengan pengeboran untuk
mengetahui perlawanan dinamik tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan
teknik penumbukan. Standard Test Penetration (SPT) terdiri atas uji pemukulan tabung
belah dinding tebal ke dalam tanah disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan
tabung belah sedalam 300 mm vertikal.
Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg, yang dijatuhkan
secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap,
yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat
sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan tahap kedua dan ketiga
dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam
pukulan/0,3 m).
Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan
tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan
ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada
perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi
yang biasa sulit diambil sampelnya.
2.9.1 Persiapan pengujian SPT
Lakukan persiapan pengujian SPT di lapangan dengan tahapan sebagai berikut
(Gambar 2.17):
1. Pasang blok penahan (knocking block) pada pipa bor
3. Bersihkan lubang bor pada kedalaman yang akan dilakukan pengujian dari
bekas-bekas pengeboran.
4. Pasang split barrel sampler pada pipa bor, dan pada ujung lainnya disambungkan
dengan pipa bor yang telah dipasangi blok penahan.
5. Masukkan peralatan uji SPT ke dalam dasar lubang bor atau sampai kedalaman
pengujian yang diinginkan.
6. Beri tanda pada mata bor mulai dari muka tanah sampai ketinggian 15 cm, 30 cm
dan 45 cm.
2.9.2 Prosedur pengujian SPT
1. Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval sekitar
1,50 m sampai dengan 2,00 m atau sesuai keperluan.
2. Tarik tali pengikat palu (hammer) sampai pada tanda yang telah dibuat sebelumnya
(kira-kira 75 cm).
3. Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan (Gambar 2.18).
4. Ulangi langkah 2 dan 3 berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm.
5. Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang pertama.
6. Ulangi langkah 2, 3, 4 dan 5 sampai pada penetrasi 15 cm yang kedua dan ketiga.
7. Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm
15 cm pertama dicatat N1
15 cm kedua dicatat N2
15 cm ketiga dicatat N3
Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan
karena masih kotor bekas pengeboran.
8. Bila nilai N lebih besar daripada 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambah
pengujian sampai minimum 6 meter.
Gambar 2.18 Skema urutan uji penetrasi standar (SPT)
Dari pelaksanaan pengujian dengan metode SPT, maka angka N dari suatu lapisan
dapat diketahui dan dari angka tersebut dapat ditentukan karakteristik suatu lapisan tanah
seperti pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N
Klasifikasi Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan
Hal yang perlu dipertimbangkan secara menyeluruh dari hasil-hasil
survey sebelumnya
Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak
(ketebalan konsolidasi dan penurunan), kondisi drainase dan lain-lain.
Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung
tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai
kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan:
= + tan∅ (2.1)
dimana :
τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm²)
c = Kohesi tanah (kg/cm²)
σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²)
ϕ = Sudut geser tanah (º)
Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat
dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :
1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi-segi
dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :
∅ = √12 + 15 (2.2)
∅ = √12 + 50 (2.3)
2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya adalah :
∅ = 0,3 + 27 (2.4)
Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan untuk
memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi standar dengan
sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat
Tabel 2.2 Hubungan antara angka penetrasi standar dengan sudut geser dalam dan
kepadatan relatif pada tanah pasir
Angka penetrasi
Sumber : Braja M. Das-Noor Endah, Mekanika Tanah. 1985
Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti
karena hanya mempunyai partikel kasar (Tabel 2.3). Harga berat isi yang dimaksud sangat
tergantung pada kadar air.
Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti
bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir. Tanah di bawah air
mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah berat isi tanah di atas muka air. Tanah
dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini:
1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35
2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm² atau harga SPT N > 15
Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar merupakan bukan
nilai yang teliti. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah pukulan untuk 15 cm pertama
yang dinilai N1 tidak dihitung karena permukaan tanah dianggap sudah terganggu.
2.9.3 Rumus perhitungan daya dukung dari hasil SPT
1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif
Qp = 40 x N−SPT x x Ap ( 2.5)
Dimana :
N-SPT = Jumlah pukulan yang diperoleh dari percobaan SPT
= N-SPT yang digunakan Ncorr = (N1+N2)/2
= N1 adalah nilai N rata-rata 10D dari ujung tiang ke atas
= N2 adalah nilai N rata-rata 4D dari ujung tiang ke bawah
D = Diameter tiang pancang (m)
Ap = Luas penampang tiang (m2)
2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif
Dimana :
N-SPT = Jumlah pukulan yang diperoleh dari percobaan SPT
= N-SPT yang digunakan Ncorr = (N1+N2)/2
= N1 adalah nilai N rata-rata 10D dari ujung tiang ke atas
= N2 adalah nilai N rata-rata 4D dari ujung tiang ke bawah
Li = Panjang lapisan tanah (m)
P = Keliling tiang (m)
3. Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif
Qp = 9 x cu x Ap (2.7)
Dimana :
cu = Kohesi undrained (kN/m2)
cu = N-SPT x 2/3 x 10 (2.8)
Ap = Luas penampang tiang (m2)
4. Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif
Qs = α x cu x p x Li (2.9)
Dimana :
Koefisien adhesi antara tanah dan tiang ( Gambar 2.19 )
cu = Kohesi undrained (kN/m2)
Li = Panjang lapisan tanah (m)
Gambar 2.19 Korelasi nilai α dan koefisien undrained Sumber : ( Braja M. Das , 2007 )
2.10 Tiang pancang kelompok
Pondasi tiang pancang yang umumnya dipasang secara berkelompok. Yang
dimaksud berkelompok adalah sekumpulan tiang yang dipasang secara relatif berdekatan
dan biasanya diikat menjadi satu di bagian atasnya dengan menggunakan pile cap. Untuk
menghitung nilai kapasitas dukung kelompok tiang, ada bebarapa hal yang harus
diperhatikan terlebih dahulu, yaitu jumlah tiang dalam satu kelompok, jarak tiang, dan
Gambar 2.20 Kelompok tiang
a. Jumlah Tiang (n)
Untuk menentukan jumlah tiang yang akan dipasang didasarkan beban yang bekerja
pada pondasi dan kapasitas dukung ijin tiang, maka rumus yang dipakai adalah sebagai
berikut ini.
= (2.10)
Dimana :
P = Beban yang berkerja
Qa = Kapasitas dukung ijin tiang tunggal
b. Jarak Tiang (S)
Jarak antar tiang pancang di dalam kelompok tiang sangat mempengaruhi
perhitungan kapasitas dukung dari kelompok tiang tersebut. Untuk bekerja sebagai
bangunan pada daerah masing – masing. Pada prinsipnya jarak tiang (S) makin rapat,
ukuran pile cap makin kecil dan secara tidak langsung biaya lebih murah. Tetapi bila
fondasi memikul beban momen maka jarak tiang perlu diperbesar yang berarti menambah
atau memperbesar tahanan momen.
S ≥ 2,5D
S ≥ 3D
Gambar 2.21 Jarak antar tiang
(Sumber : HS, Sardjono, 1988)
Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum
2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1. Bila S < 2,5 D
a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena
terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.
b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang terlebih dahulu.
2. Bila S > 3 D
Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan
jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan
luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal. Bila ternyata luas poer total yang
diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan pondasi
setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang.
Apabila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan,
maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-tiang pancang.
c. Susunan tiang
Susunan tiang sangat berpengaruh terhadap luas denah pile cap, yang secara tidak
langsung tergantung dari jarak tiang. Bila jarak tiang kurang teratur atau terlalu lebar, maka
luas denah pile cap akan bertambah besar dan berakibat volume beton menjadi bertambah
besar sehingga biaya konstruksi membengkak. Berikut ini adalah contoh susunan tiang
Gambar 2.22 Pola susunan tiang pancang kelompok
(Sumber : Bowles, 1999)
2.11 Kapasitas kelompok dan efisiensi tiang
Kapasitas kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapasitas tiang tunggal
yang berada dalam kelompoknya. Hal ini dapat terjadi jika tiang pancang dalam lapisan
pendukung yang mudah mampat atau dipancang pada lapisan tanah yang tidak mudah
mampat, namun di bawahnya terdapat lapisan lunak.
Stabilitas kelompok tiang-tiang tergantung dari dua hal yaitu :
a) Kemampuan tanah di sekitar dan di bawah kelompok tiang untuk mendukung beban
total struktur.
b) Pengaruh konsolidasi tanah yang terletak di bawah kelompok tiang.
Oleh karena itu, cara pemasangan tiang tunggal seperti : pemasangan tiang dengan
Pada beban struktur tertentu, penurunan kelompok tiang yang sama dengan penurunan tiang
tunggal hanya terjadi jika dasar kelompok tiang terletak pada lapisan keras. Jika tiang-tiang
dipancang pada lapisan yang dapat mampat (misalnya lempung kaku) ,atau kondisi yang
lain, dipancang pada lapisan yang tidak mudah mampat (misalnya pasir padat) tetapi lapisan
tersebut berada di atas lapisan tanah lunak, maka kapasitas kelompok tiang mungkin lebih
rendah dari jumlah kapasitas masing-masing tiang.
Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat, atau
timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka kelompok tiang
tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum, asalkan diberi
faktor aman yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi,
penurunan kelompok tiang masih tetap harus dipancang secara keseluruhan ke dalam tanah
lempung lunak.
Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor
aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang-tiang yang
dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah di antara tiang-tiang tidak
bergerak sama sekali ketika tiang bergerak ke bawah oleh akibat beban yang bekerja
(Gambar 2.23a). Apabila jarak tiang-tiang terlalu dekat saat tiang turun oleh akibat beban,
tanah di antara tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini kelompok tiang dapat
dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang.
Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model
keruntuhannya disebut keruntuhan blok (Gambar 2.23b). Keruntuhan blok tanah yang
terletak di antara tiang bergerak ke bawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme
keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang maupun tiang bor.
Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter (S/D) sekitar
Gambar 2.23 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal
(b) Kelompok tiang
Sumber : Hardiyatmo, 2002
Kapasitas kumpulan tiang pancang bisa dianggap sebagai jumlah desain beban dari
beberapa tiang pancang individual atau sebagai suatu jumlah yang lebih sedikit. Jika
kapasitas tersebut merupakan jumlah dari beberapa tiang pancang invidual, maka efisiensi
kelompok adalah Eg = 1,0. Pendapat mengenai efisiensi kelompok ditentukan sebagai
berikut:
Qg = Eg . n . Qu (2.11)
Dimana :
Eg = efisiensi kelompok tiang
Qg = beban maksimum kelompok yang mengakibatkan keruntuhan
n = Jumlah tiang dalam kelompok.
Qa = Beban maksimum tiang tunggal.
Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas
kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang
bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air
tanah. Persamaan-persamaan efisiensi tiang yang disarankan oleh Converse-Labarre
Formula dan Los Angeles Group sebagai berikut :
Metode Converse-Labarre Formula
Eg = 1
− θ
( ) ( ) (2.12) Metode Los Angeles Group
Eg = 1−
. . m( n−1) + ( m −1) + √2 ( m−1) ( n−1) (2.13)
Dimana :
m = Jumlah baris tiang.
n = Jumlah tiang dalam satu baris.
θ = Arc tg d/s, dalam derajat.
s = Jarak pusat ke pusat tiang
d = Diameter tiang.
2.12 Distribusi beban dalam kelompok tiang
Struktur bangunan dirancang untuk mendukung beban-beban yang bekerja pada
bangunan tersebut, baik beban mati, hidup, gempa, angin ataupun beban-beban lainnya.
Beban-beban tersebut akan diteruskan oleh struktur atas terutama kolom ke pondasi. Beban
yang didukung oleh pondasi akan berupa beban normal vertikal, beban momen dan beban
lateral. Selanjutnya beban-beban tersebut akan didistribusikan ke masing-masing tiang
untuk diteruskan ke tanah dasar. Dalam hal ini peran pile cap akan sangat menentukan
besarnya beban yang didukung masing-masing tiang.
2.12.1 Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal sentris
Beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang dinamakan bekerja secara sentris
apabila titik rangkap resultan beban-beban yang bekerja berimpit dengan titik berat
kelompok tiang pancang tersebut. Dalam hal ini beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang
pancang adalah
Gambar 2.24 Beban normal sentris pada kelompok tiang pancang