UPAYA PERAWAT UNTUK MENCEGAH TERJADINYA
LUKA DEKUBITUS DALAM PERSEPSI PASIEN YANG
MENGALAMI TRAUMA ORTHOPEDI DI RUANGAN
RINDU B3 RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
HAJI ADAM MALIK MEDAN
SKRIPSI
Oleh Surya Andika
091121042
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang atas berkat rahmat dan
hidayahnya memberikan saya motivasi terbesar dalam hidup ini, serta shalawat
beriring salam saya haturkan kepada junjungan umat sepanjang zaman Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat yang memberikan tauladan
terindah sehinga saya mampu melangkah untuk menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi
pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H. Adam
Malik Medan”.
Penyusunan skripsi ini telah banyak banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNs sebagai Pembantu Dekan I
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dudut Tanjung S.Kp M.Kep Sp KMB & Bapak Achmad Fathi S.Kep
Ns, MNS sebagai dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan masukan-masukan yang
bermanfaat bagi skripsi ini dan juga memberi motivasi, semangat, dan
dukungan kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang
4. Ibu Rosina Tarigan S.Kp M.Kep Sp KMB CWCC selaku dosen Penguji yang
telah banyak memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Jenny M purba, S.Kp, MNS selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan nasehat dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan di
Fakutas Keperawatan USU.
6. Special thank’s untuk dosen ku tersayang ibu Zahara Nasution S.Kp, MNS
terima kasih bimbingan dan dorongan yang ibu berikan kepada penulis selama
penulis duduk di bangku perkuliahan dan menjadi motivasi untuk penulis
kedepannya.
7. Seluruh dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
yang telah banyak memberikan pendidikan kepada saya selama proses
perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi saya secara
administratif.
8. Teristimewa kepada seluruh keluarga saya, kepada Ayahanda Suwardi.S dan
Ibunda tercinta Nur’asiah yang terus memberikan motivasi dan doa yang tiada
henti yang begitu berarti bagi saya.
9. Tersayang kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa/i ekstensi stambuk 2009
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang tak pernah henti menasehati
dan memberi motivasi kepada penulis untuk belajar dan segera menyelesaikan
kuliah dengan baik.
10.Responden yang telah bersedia meluangkan waktu dan berpartisipasi dalam
11.Semua Pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat seluruhnya disebutkan
namanya satu persatu yang telah banyak membantu saya baik dalam
penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas
Keperawatan USU.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat dari-Nya
kepada semua pihak yang telah membantu saya.. Harapan saya semoga skripsi ini
bermanfaat dalam memberikan informasi di bidang kesehatan terutama
keperawatan.
Medan, Januari 2011
DAFTAR ISI
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Luka dekubitus ... 7
12. Mengkaji praktik lokal untuk pencegahan Dekubitus ... 33
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka penelitian ... 34
2. Defenisi Operasional ... 35
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian ... 42 2. Pembahasan ... 46
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan ... 52 2. Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian 2. Kuesioner Data Demografi
3. Instrumen Penelitian Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kerangka operasional penelitian ... 35 Tabel 2 Distribusi frekuensi data demografi responden ... 36 Tabel 3 Distribusi persentase upaya pencegahan luka dekubitus ... 38
DAFTAR SKEMA
Judul : Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H.Adam Malik Medan.
Nama : Surya Andika NIM : 091121042
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Abstrak
Dekubitus didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam. Dekubitus merupakan jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana upaya pencegahan luka dekubitus oleh perawat dalam persepsi pasien yang mengalami trauma Orthopedi di ruang Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan. Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, dengan teknik purposive sampling terhadap 18 pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H.Adam Malik Medan. Karakteristik responden lebih dari setengah berusia diatas 21 tahun (55,6%) mayoritas berjenis kelamin laki-laki (94,4%), mayoritas bersuku batak (66,7%), lebih dari setengah latar belakang pendidikannya adalah SMU (53,3%), dan mayoritas responden tidak bekerja (72,3%). Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus ini dibagi dalam 4 kategori yaitu hygiene/perawatan kulit, mobilisasi, pendidikan kesehatan dan implementasi standar prosedur. Hasil penelitian menunjukkan upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dengan memperhatikan higiene/perawatan mayoritas pasien menjawab baik (77,8%), untuk kategori mobilisasi lebih dari setengah pasien menjawab buruk (55,6%), untuk kategori pendidikan kesehatan lebih dari setengah pasien juga menjawab baik (55,6%), dan untuk kategori implementasi standar prosedur mayoritas pasien menjawab baik (83,3%)
Judul : Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H.Adam Malik Medan.
Nama : Surya Andika NIM : 091121042
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Abstrak
Dekubitus didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam. Dekubitus merupakan jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana upaya pencegahan luka dekubitus oleh perawat dalam persepsi pasien yang mengalami trauma Orthopedi di ruang Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan. Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, dengan teknik purposive sampling terhadap 18 pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H.Adam Malik Medan. Karakteristik responden lebih dari setengah berusia diatas 21 tahun (55,6%) mayoritas berjenis kelamin laki-laki (94,4%), mayoritas bersuku batak (66,7%), lebih dari setengah latar belakang pendidikannya adalah SMU (53,3%), dan mayoritas responden tidak bekerja (72,3%). Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus ini dibagi dalam 4 kategori yaitu hygiene/perawatan kulit, mobilisasi, pendidikan kesehatan dan implementasi standar prosedur. Hasil penelitian menunjukkan upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dengan memperhatikan higiene/perawatan mayoritas pasien menjawab baik (77,8%), untuk kategori mobilisasi lebih dari setengah pasien menjawab buruk (55,6%), untuk kategori pendidikan kesehatan lebih dari setengah pasien juga menjawab baik (55,6%), dan untuk kategori implementasi standar prosedur mayoritas pasien menjawab baik (83,3%)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan
memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan kulit yang
tidak terencana dan konsisten dapat mengakibatkan terjadinya gangguan integritas
kulit (Hoff, 1989 dalam Potter & Perry, 2005). Gangguan integritas kulit dapat
diakibatkan oleh tekanan yang lama, iritasi kulit atau imobilisasi dan berdampak
akhir timbulnya luka dekubitus (Potter & Perry, 2005 ).
Dekubitus merupakan kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di
bawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang sehingga
mangakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka tekan
adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya
kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominance) dan
adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan akan
menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini
berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia
atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Sutanto,
Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan
penyakit kronis, pasien yang sangat lemah, dan pasien lumpuh dalam waktu lama,
bahkan saat ini merupakan suatu penderitaan sekunder yang banyak dialami oleh
pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit (Morison, 2003).
Menurut Mukti (1997) yang di kutip dari penelitian sebelumnya, insidensi
dan prevalensi terjadinya dekubitus di Amerika tergolong masih cukup tinggi dan
perlu mendapatkan perhatian dari kalangan tenaga kesehatan khususnya perawat.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkka n bahwa insidensi terjadinya dekubitus
bervariasi, tapi secara umum dilaporkan bahwa 5-11% terjadi di tatanan
perawatan akut, 15-25% di tatanan perawatan jangka panjang dan 7-12% di
tatanan perawatan atau home care.
Penelitian Suheri (2009) pada pasien tirah baring menyatakan bahwa dari
45 orang pasien tirah baring yang di rawat di RSUP Haji Adam Malik Medan
sebanyak 88,8% mengalami luka dekubitus derajat I pada hari kelima perawatan
dengan diagnosa yang paling banyak adalah pasien stroke sebanyak 33,3%, head
injury 11,1%, fraktur 15,6%, sisanya adalah pasien bedrest yang memerlukan
perawatan lama.
Setiyaji (2001) juga melakukan penelitian hampir sama pada pasien tirah
baring di Rumah Sakit Moewardi Surakarta, dimana kejadian luka dekubitus
sebanyak 38,2%. Dari penelitian tersebut dapat diasumsikan bahwa kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan di rumah sakit dapat dikatakan belum baik
dan perawat belum menempatkan pencegahan dekubitus menjadi prioritas yang
Dekubitus merupakan masalah yang serius karena dapat mengakibatkan
meningkatnya biaya, lama perawatan di rumah sakit serta memperlambat program
rehabilitasi bagi penderita. Selain itu dekubitus juga dapat menyebabkan nyeri
berkepanjangan, rasa tidak nyaman serta dapat menyebabkan komplikasi berat
yaitu sepsis, infeksi kronis, sellulitis, osteomyelitis, dan meningkatkan prevalensi
mortalitas pada klien lanjut usia (Sari, 2007 dalam Setiyawan, 2008).
Pencegahan dekubitus merupakan prioritas dalam perawatan klien dan
tidak terbatas pada klien yang mengalami keterbatasan mobilisasi. Gangguan
integritas kulit mungkin tidak menjadi masalah bagi individu yang mengalami
imobilisasi dan sehat, tetapi bisa menjadi masalah yang serius dan berpotensi
merusak pada klien sakit atau tidak berdaya. Hampir 95% dekubitus dapat dicegah
melalui tindakan keperawatan, sisanya lebih kurang 5% pasien imobilisasi tetap
akan mengalami dekubitus (The Agency for Health Care Policy and Research
(AHPCR), 1994).
Upaya pencegahan dekubitus perlu memperhatikan pengetahuan yang
dimilki oleh perawat. Tingkat keberhasilan dalam upaya pecegahan tergantung
dari hal tersebut, akan tetapi berbagai studi mengindikasikan bahwa perawat tidak
memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup dalam memahami isi panduan
penanganan dan kegiatan pencegahan dekubitus (Buss, 2004 dalam Setiyawan,
2008).
Ada tiga area intervensi keperawatan utama mencegah terjadinya
dekubitus yaitu: perawatan kulit yang meliputi higienis dan perawatan kulit
pemberian posisi dan penggunaan tempat tidur serta kasur terapeutik, dan
pendidikan yang mempegaruhi pengetahuan perawat dalam pencegahan terjadinya
dekubitus (Potter & Perry, 2005).
Dari survey awal yang dilakukan oleh peneliti di ruangan Rindu B3 RSUP
Haji Adam Malik Medan, peneliti merasa hal ini penting untuk diteliti karena dari
data yang diperoleh oleh peneliti di lapangan masih banyak perawat yang
mengabaikan hal ini, karena biasanya dekubitus merupakan komplikasi dari
penyakit utama yang diderita pasien khususnya pasien-pasien imobilisasi. Perawat
akhirnya lebih fokus memberikan tindakan keperawatan pada diagnosa utama,
akibatnya perawatan dekubitus tersebut menjadi terabaikan.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti
upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien
yang mengalami trauma Orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik
Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana upaya yang dilakukan perawat diruang Rindu B3 RSUP Haji
Adam Malik Medan untuk pencegahan dekubitus dalam persepsi pasien yang
mengalami trauma Orthopedi”.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
yang mengalami trauma Orthopedi di ruang Rindu B3 RSUP H. Adam Malik
Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:
a. Mengidentifikasi upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus
dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu
B3 RSUP H. Adam Malik Medan dengan mempertahankan
higine/kebersihan kulit pada pasien
b. Mengidentifikasi upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus
dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu
B3 RSUP H. Adam Malik Medan dengan melaksanakan tindakan
mobilisasi pada pasien.
c. Mengidentifikasi pelaksanaan pendidikan kesehatan oleh perawat pada
pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H.
Adam Malik Medan untuk mencegah terjadinya dekubitus lebih lanjut
pada pasien.
d. Mengidentifikasi standar prosedur pelaksanaan tindakan dalam upaya
pencegahan luka dekubitus oleh perawat dalam persepsi pasien yang
mengalami trauma Orthopedi di Ruang Rindu B3 RSUP H. Adam Malik
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi perawat
tentang pentingnya upaya pencegahan dekubitus oleh perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien sesuai standar yang telah di tentukan.
1.4.2. Bagi Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sabagai bahan masukan untuk
pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam melakukan perawatan pasien
imobilisasi untuk mencegah terjadinya dekubitus.
1.4.3. Bagi Peneliti Lanjutan
Hasil penelitian ini dapat memberikan data awal dalam mengadakan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Luka Dekubitus
2.1.1 Pengertian Luka Dekubitus
Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan
diri yang didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak
berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008). (National pressure
Ulcer Advisory panel (NPUAP), 1989 dalam Potter & perry, 2005) mengatakan
dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika
jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal
dalam jangka waktu lama. Terjadi gangguan mikrosirkulasi jaringan lokal dan
mengakibatkan hipoksia jaringan. Jaringan memperoleh oksigen dan nutrisi serta
membuang sisa metabolisme melalui darah. Beberapa faktor yang mengganggu
proses ini akan mempengaruhi metabolisme sel dengan cara mengurangi atau
menghilangkan sirkulasi jaringan yang menyebabkan iskemi jaringan.
Iskemia jaringan adalah tidak adanya darah secara lokal atau penurunan
aliran darah akibat obstruksi mekanika (Pires & Muller, 1991 dalam Potter &
Perry, 2005). Penurunan aliran darah menyebabkan daerah tubuh menjadi pucat.
Pucat terlihat ketika adanya warna kemerahan pada pasien berkulit terang. Pucat
tidak terjadi pada pasien yang berkulit pigmen gelap.
Kerusakan jaringan terjadi ketika tekanan mengenai kapiler yang cukup
yang dibutukan untuk menutup kapiler misalnya jika tekanan melebihi tekanan
kapiler normal yang berada pada rentang 16 sampai 32 mmHg (Maklebust, 1987
dalam Potter & Perry, 2005).
Setelah priode iskemi, kulit yang terang mengalami satu atau dua
perubahan hiperemi. Hiperemia reaktif normal (kemerahan) merupakan efek
vasodilatasi lokal yang terlihat, respon tubuh normal terhadap kekurangan aliran
darah pada jaringan dibawahnya, area pucat setelah dilakukan tekanan dengan
ujung jari dan hyperemia reaktif akan menghilang dalam waktu kurang dari satu
jam. Kelainan hyperemia reaktif adalah vasodilatasi dan indurasi yang berlebihan
sebagai respon dari tekanan. Kulit terlihat berwarna merah muda terang hingga
merah. Indurasi adalah area edema lokal dibawah kulit. Kelainan hiperemia
reaktif dapat hilang dalam waktu antara lebih dari 1 jam hingga 2 minggu setelah
tekanan di hilangkan (Pirres & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).
Ketika pasien berbaring atau duduk maka berat badan berpindah pada
penonjolan tulang. Semakin lama tekanan diberikan, semakin besar resiko
kerusakan kulit. Tekanan menyebabkan penurunan suplai darah pada jaringan
sehingga terjadi iskemi. Apabila tekanan dilepaskan akan terdapat hiperemia
reaktif, atau peningkatan aliran darah yang tiba-tiba ke daerah tersebut. Hiperemia
reaktif merupakan suatu respons kompensasi dan hanya efektif jika tekan dikulit
di hilangkan sebelum terjadi nekrosis atau kerusakan. (Potter & Perry, 2005).
Menurut Potter & Perry (2005), ada berbagai faktor yang menjadi
predisposisi terjadi luka dekubitus pada pasien yaitu:
2.1.2.1. Gangguan Input Sensorik
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan
tekanan beresiko tinggi menggalami gangguan integritas kulit dari pada pasien
yang sensasinya normal. Pasien yang mempunyai persesi sensorik yang utuh
terhadap nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya
merasakan tekanan atau nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika pasien sadar dan
berorientasi, mereka dapat mengubah atau meminta bantuan untuk mengubah
posisi.
2.1.2.2. Gangguan Fungsi Motorik
Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko tinggi
terhadap dekubitus. Pasien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi, tidak mampu
mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal ini
meningkatkan peluang terjadinya dekubitus. Pada pasien yang mengalami cedera
medulla spinalis terdapat gangguan motorik dan sensorik. Angka kejadian
dekubitus pada pasien yang mengalami cedera medula spinalis diperkirakan
sebesar 85%, dan komplikasi luka ataupun berkaitan dengan luka merupakan
penyebab kematian pada 8% populasi ini (Ruller & Cooney, 1981 dalam Potter &
Perry, 2005).
Pasien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan tingkat kesadaran
tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari luka dekubitus. Pasien bingung atau
disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan, tetapi tidak mampu memahami
bagaimana menghilangkan tekanan itu. Pasien koma tidak dapat merasakan
tekanan dan tidak mampu mengubah ke posisi yang labih baik. Selain itu pada
pasien yang mengalami perubahan tingkat kesadaran lebih mudah menjadi
binggung. Beberapa contoh adalah pada pasien yang berada di ruang operasi dan
untuk perawatan intensif dengan pemberian sedasi.
2.1.2.4. Gips, Traksi, Alat Ortotik dan Peralatan Lain
Gips dan traksi mengurangi mobilisasi pasien dan ekstermitasnya. Pasien
yang menggunakan gips beresiko tinggi terjadi dekubitus karena adanya gaya
friksi eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya
mekanik kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu
ketat dikeringkan atau ekstremitasnya bengkak.
Peralatan ortotik seperti penyangga leher digunakan pada pengobatan
pasien yang mengalami fraktur spinal servikal bagian atas. Luka dekubitus
marupakan potensi komplikasi dari alat penyangga leher ini. Sebuah studi yang
dilakukan plaiser dkk, (1994) mengukur jumlah tekanan pada tulang tengkorak
dan wajah yang diberikan oleh emapt jenis penyangga leher yang berbeda dengan
subjek berada posisi terlentang dan upright (bagian atas lebih tinggi). Hasilnya
menunjukkan bahwa pada beberapa penyangga leher, terdapat tekanan yang
menutup kapiler. Perawat perlu waspada terhadap resiko kerusakan kulit pada
berada di bawah penyangga leher, alat penopang (braces), atau alat ortotik lain
untuk mengobservasi tanda-tanda kerusakan kulit (Potter & Perry, 2005).
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi pembentukan Luka Dekubitus
Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan akibat
tekanan. Tetapi, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan resiko
terjadi luka dekubitus yang terjadi luka dekubitus yang lebih lanjut pada pasien.
Menurut Potter & Perry (2005) ada 10 faktor yang mempengaruhi pembentukan
luka dekubitus diantaranya gaya gesek, friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia,
infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer, obesitas, kakesia, dan usia.
2.1.3.1. Gaya Gesek
Gaya gesek merupakan tekanan yang dberikan pada kulit dengan arah
pararel terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry 2005).
Gaya ini terjadi saat pasien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya diatas saat
tempat tidur dengan cara didorong atau di geser kebawah saat berada pada posisi
fowler yang tinggi. Jika terdapat gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan
menempel pada permukaan tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser
sesuai dengan arah gerakan tubuh. Tulang pasien bergeser kearah kulit dan
memberi gaya pada kulit (Maklebust & Sieggren, 1991 dalam Potter & Perry,
2005). Kapiler jaringan yang berada di bawahnya tertekan dan terbeban oleh
tekanan tersebut. Akibatnya, tak lama setelah itu akan terjadi gangguan
mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi, perdarahan dan nekrosis
tekanan eksternal pada kulit. Lemak subkutan lebih rentan terhadap gesek dan
hasil tekanan dari struktur tulang yang berada di bawahnya.akhirnya pada kulit
akan terbuka sebuah saluran sebagai drainase dari area nekrotik. Perlu di ingat
bahwa cedera ini melibatkan lapisan jaringan bagian dalam dan paling sering
dimulai dari kontrol, seperti berada di bawah jaringan rusak. Dengan
mempertahankan tinggi bagian kepala tempat tidur dibawah 30 derajat dapat
menghindarkan cedera yang diakibatkan gaya gesek (AHPCR, 1994 dalam Potter
& Perry, 2005). Brayan dkk, 1992 dalam Potter & Perry, 2005 mengatakan juga
bahwa gaya gesek tidak mungkin tanpa disertai friksi.
2.1.3.2. Friksi
Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan pada kulit saat digeser
pada permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur (AHPCR, 1994 dalam Potter
& Perry, 2005) . Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi
mempengaruhi epedermis atau lapisan kulit bagian atas, yang terkelupas ketika
pasien mengubah posisinya. Seringkali terlihat cedera abrasi pada siku atau tumit
(Wysocki & Bryant, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Karena cara terjadi luka
seperti ini, maka perawat sering menyebut luka bakar seprei ”sheet burns”
(Bryant et el, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Cedera ini terjadi pada pasien
gelisah, pasien yang gerakan nya tidak terkontrol, seperti kondisi kejang, dan
pasien yang kulitnya diseret dari pada diangkat dari permukaan tempat tidur
selama perubahan posisi (Maklebust & Siegreen, 1991 dalam Potter & Perry,
2005). Tindakan keperawatan bertujuan mencegah cedera friksi antara lain
mengangkat siku dan tumit yang benar, meletakkan benda-benda dibawah siku
dan tumit seperti pelindung dari kulit domba, penutup kulit, dan membran
transparan dan balutan hidrokoloid untuk melindungi kulit, dan menggunakan
pelembab untuk mempertahankan hidrasi epidermis (Potter & Perry, 2005) .
2.1.3.3. Kelembaban
Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan terjadinya
kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatan resiko
pembentukan dekubitus sebanyak lima kali lipat (Reuler & Cooney, 1981 dalam
Potter & Perry, 2005). Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap faktor
fisik lain seperti tekenan atau gaya gesek (Potter & Perry, 2005).
Pasien imobilisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan higienisnya
sendiri, tergantung untuk menjaga kulit pasien tetap kering dan utuh. Untuk itu
perawat harus memasukkan higienis dalam rencana perawatan. Kelembaban kulit
dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi dari sistem yang
mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah, dan inkontensia. Beberapa
cairan tubuh seperti urine, feses, dan inkontensia menyebabkan erosi kulit dan
meningkatkan resiko terjadi luka akibat tekanan pada pasien (Potter & Perry,
2005).
2.1.3.4. Nutrisi Buruk
Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan jaringan subkutan
yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan
diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan
pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi, patogenesis, dekubitus yang tidak
sembuh (Hanan & scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Pasien yang
mengalami malnutrisi mengalami defisiensi protein dan keseimbangan nitrogen
negatif dan tidak adekuat asupan vitamin C (Shekleton & Litwack, 1991 dalam
Potter & Perry, 2005). Status nutrisi buruk dapat diabaikan jika pasien
mempunyai berat badan sama dengan atau lebih dari berat badan ideal. Pasien
dengan status nutrisi buruk biasa mengalami hipoalbuminunea (level albumin
serum dibawah 3g/100 ml) dan anemia (Nalto, 1983 ; Steinberg 1990 dalam
Potter & Perry, 2005).
Albumin adalah ukuran variable yang biasa digunakan untuk
mengevaluasi status protein pasien. Pasien yang albumin serumnya dibawah
3g/100 ml beresiko tinggi. Selain itu, level albumin rendah dihubungkan dengan
lambatnya penyembuhan luka (Kaminski et el, 1989); Hanan & Scheele, 1991).
Walaupun kadar albumin serum kurang tepat memperlihatkan perubahan protein
viseral, tapi albumin merupakan prediktor malnutrisi yang terbaik untuk semua
kelompok manusia (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).
Level total protein juga mempunyai korelasi dengan luka dekubitus, level
total protein dibawah 5,4 g/100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang
akan menyebabkan edema interstisial dan penurunan oksigen ke jaringan (Hanan
& Scheele 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Edema akan menurunkan toleransi
kulit dan jaringan yang berada di bawahnya terhadap tekanan, friksi, dan gaya
gesek. Selain itu, penurunan level oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang
Nutrisi buruk juga mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada
pasien yang mengalami kehilangan protein berat, hipoalbuminimea menyebabkan
perpindahan volume cairan ekstrasel kedalam jaringan sehingga terjadi edema.
Edema dapat meningkatkan resiko terjadi dekubitus di jaringan. Suplai darah pada
suplai jaringan edema menurun dan produk sisa tetap tinggal karena terdapatnya
perubahan tekanan pada sirkulasi dan dasar kapiler (Shkleton & litwalk, 1991
dalam Potter & Perry, 2005).
2.1.3.5. Anemia
Pasien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin
mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi
jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu
metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka (Potter & Perry, 2005).
2.1.3.6. Kakeksia
Kakeksia merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai
kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat seperti
kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini meningkatkan resiko
luka dekubitus pada pasien. Pada dasarnya pasien kakesia mengalami kehilangan
jaringan adipose yang berguna untuk melindungi tonjolan tulang dari tekanan (
Potter & Perry, 2005).
Obesitas dapat mengurangi dekubitus. Jaringan adipose pada jumlah kecil
berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari tekanan.
Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh vaskularisasi yang
buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang berada dibawahnya
semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi (Potter & Perry, 2005).
2.1.3.8. Demam
Infeksi disebabkan adanya patogen dalam tubuh. Pasien infeksi biasa
mengalami demam. Infeksi dan demam menigkatkan kebutuhan metabolik tubuh,
membuat jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin rentan
mengalami iskemi akibat (Skheleton & Litwalk, 1991 dalam Potter & Perry,
2005). Selain itu demam menyebabkan diaporesis (keringatan) dan meningkatkan
kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi predisposisi kerusakan kulit
pasien (Potter & Perry, 2005).
2.1.3.9. Gangguan Sirkulasi Perifer
Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan
mengalami kerusakan iskemia. Gangguan sirkulasi pada pasien yang menderita
penyakit vaskuler, pasien syok atau yang mendapatkan pengobatan sejenis
vasopresor (Potter & Perry, 2005).
2.1.3.10. Usia
Studi yang dilakukan oleh kane et el (1989) mencatat adanya luka
dekubitus yang terbasar pada penduduk berusia lebih dari 75 tahun. Lansia
mempunyai potensi besar untuk mengalami dekubitus oleh karena berkaitan
lebih sering berbaring pada satu posisi oleh karena itu imobilisasi akan
memperlancar resiko terjadinya dekubitus pada lansia. Imobilsasi berlangsung
lama hampir pasti dapat menyebabkan dekubitus (Roah, 2000) menurut pranaka
(1999), ada tiga faktor penyebab dekubitus pada lansia yaitu:
a. Faktor kondisi fisik lansia itu sendiri (perubahan kulit, status gizi,
penyakit-penyakit neurogenik, pembuluh darah dan keadaan hidrasi atau
cairan tubuh).
b. Faktor perawatan yang diberikan oleh petugas kesehatan
c. Faktor kebersihan tempat tidur, alat tenun yang kusut dan kotor atau
peralatan medik yang menyebabkan lansia terfiksasi pada suatu sikap
tertentu.
2.1.4 Patogenesis Luka Dekubitus
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:
a. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis, 1930).
b. Durasi dan besarnya tekanan (Koziak, 1953)
c. Toleransi jaringan (Husain, 1953)
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan
(Stortts, 1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya,
maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter & Perry, 2005).
Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi
pada tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan
menjadi hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari
32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka
pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry,
2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan
akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit
mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot,
maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan
tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter &
Perry, 2005).
Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek
yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan
tumit merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry,
2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang
tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan
tempatnya berada karena adanya gravitasi (Berecek, 1975 dalam Potter & Perry,
2005). Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien
tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel
kulit di titik tekanan mengalami gangguan.
2.1.5 Klasifikasi Luka Dekubitus
Salah satu cara yang paling untuk mengklasifikasikan dekubitus adalah
dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini pertama kali
untuk memperoleh metode jelas dan konsisten untuk menggambarkan dan
mengklasifikasikan luka dekubitus. Sistem tahapan luka dekubitus berdasarkan
gambaran kedalaman jaringan yang rusak (Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry,
2005). Luka yang tertutup dengan jaringan nekrotik seperti eschar tidak dapat
dimasukkan dalam tahapan hingga jaringan tersebut dibuang dan kedalaman luka
dapat di observasi. Peralatan ortopedi dan braces dapat mempersulit pengkajian
dilakukan (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).
Tahapan dibawah ini berasal dari NPUAP (1992), dan tahapan ini juga
digunakan dalam pedoman pengobatan AHPCR (1994). Pada konferensi
konsensus NPUAP (1995) mengubah defenisi untuk tahap I yang memperlihatkan
karakteristik pengkajian pasien berkulit gelap. Berbagai indikator selain warna
kulit, seperti suhu, adanya pori-pori ”kulit jeruk”, kekacauan atau ketegangan,
kekerasan, dan data laboratorium, dapat membantu mengkaji pasien berkulit gelap
(Maklebust & Seggreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Bennet (1995 dalam
Potter & Perry, 2005). menyatakan saat mengkaji kulit pasien berwarna gelap,
memerlukan pencahayaan sesuai untuk mengkaji kulit secara akurat. Dianjurkan
berupa cahaya alam atau halogen. Hal ini mencegah munculnya warna biru yang
dihasilkan dari sumber lampu pijar pada kulit berpigmen gelap, yang dapat
mengganggu pengkajian yang akurat. Menurut NPUAP (1995 dalam Potter &
Perry, 2005) ada perbandingan luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu:
a. Derajat I: Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang
diperbesar. Kulit tidak berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi
b. Derajat II: Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan
dermis. Luka superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau
lubang yang dangkal.
c. Derajat III: Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan
atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui
fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang
yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Derajat IV: Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif,
nekrosis jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga
misalnya kerusakan jaringan epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan
kapsul sendi.
2.1.6 Komplikasi luka Dekubitus
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun
dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi
yang dapat terjadi antara lain:
a. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.
b. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,
osteomielitis, dan arthritis septik.
c. Septikimia
d. Animea
e. Hipoalbuminea
2.1.7. Tempat terjadinya luka Dekubitus
Beberapa tempat yang paling sering terjdinya dekubitus adalah sakrum,
tumit, siku, maleolus lateral, trokonter besar, dan tuberostis iskial (Meehan, 1994).
Menurut Bouwhuizen (1986) dan menyebutkan daerah tubuh yang sering terkena
luka dekubitus adalah:
a. Pada penderita pada posisi terlentang: pada daerah belakang kepala,
daerah tulang belikat, daerah bokong dan tumit.
b. Pada penderita dengan posisi miring: daerah pinggir kepala (terutama daun
telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan
bagian atas jari-jari kaki.
c. Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga, dan
lutut.
2.1.8 Pengkajian Luka Dekubitus
Data dasar pengkajian yang terus-menerus memberi informasi penting
integritas kulit pasien dan peningkatan resiko terjadinya dekubitus. Pengkajian
dekubitus tidak terlepas pada kulit karena dekubitus mempunyai banyak faktor
etiologi. Oleh karena itu, pengkajian awal pasien luka dekubitus memiliki
beberapa dimensi (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).
2.1.8.1. Ukuran Perkiraan
Pada saat seseorang masuk ke rumah sakit perawatan akut dan
maka pasien harus dikaji resiko terjadi dekubitus (AHPCR, 1992). Pengkajian
resiko luka dekubitus harus dilakukan secara sistematis (NPUAP, 1989) seperti
Pengkajian Resiko Luka Dekubitus Identifikasi resiko terjadi pada pasien:
1. Identifikasi resiko terjadi pada pasien:
a. Paralisis atau imobilisasi yang disebabkan oleh alat-alat yang membatasi
gerakan pasien.
b. Kehilangan sensorik
c. Gangguan sirkulasi
d. Penurunan tingkat kesadaran, sedasi, atau anastesi
e. Gaya gesek, friksi
f. Kelembaban: inkontensia, keringat, drainase luka dan muntah
g. Malnutrisi
h. Anemia
i. Infeksi
j. Obesitas
k. Kakesia
l. Hidrasi: edema atau dehidrasi
m. Lanjut usia
n. Adanya dekubitus
2. Kaji kondisikulit disekitar daerah yang mengalami penekanan pada area sebagai
berikut:
a. Hireremia reaktif normal
c. Indurasi
d. Pucat dan belang-belang
e. Hilangnya lapisan kulit permukaan
f. Borok, lecet atau bintik-bintik
3. Kaji daerah tubuh pasien yang berpotensi mengalami tekanan:
a. Lubang hidung
b. Lidah, bibir
c. Tempat pemasangan intravena
d. Selang drainase
e. Kateter foley
4. Observasi posisi yang lebih disukai pasien saat berada di atas tempat tidur atau
kursi
5. Observasi mobilisasi dan kemampuan pasien untuk melakukan dan membantu
dalam mengubah posisi.
6. Tentukan nilai resiko:
a. Skala Norton
b. Skala Gonsell
c. Skala Barden
7. Pantau lamanya waktu daerah kemerahan
8. Dapatkan data pengkajian nutrisi yang meliputi jumlah serum albumin, jumlah
protein total, jumlah hemoglobin, dan presentasi berat badan ideal
Keuntungan dari instrumen perkiraan adalah meningkatkan deteksi dini
perawat pada pasien beresiko maka intervensi yang tepat diberikan untuk
mempertahankan integritas kulit. pengkajian ulang untuk resiko luka dekubitus
harus dilakukan secara teratur ( AHPCR, 1992). Sanagt dianjurkan manggunakan
alat pengkajian yang tervalidasi untuk jenis populasi pasien tertentu.
2.1.8.2. Kulit
Perawat harus mengkaji kulit terus-menerus dari tanda-tanda munculnya
luka pada kulit klien gangguan neurologi, berpenyakit kronik dalam waktu lama,
penurunan status mental, dan dirawat di ruang ICU, berpenyakit onkologi,
terminal, dan orthopedi berpotensi tinggi terjadi luka dekubitus.
Pengkajian untuk indikator tekanan jaringan meliputi inspeksi visual dan
taktil pada kulit (Pires & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Pengkajian
dasar dilakukan untuk menetukan karakteristik kulit normal klien dan setiap area
yang potensial atau aktual mengalami kerusakan. Perawat memberi perhatian
khusus pada daerah dibawah gips, traksi, balutan, tongkat penopang, penyangga
leher, atau peralatan orthopedi lain. Jumlah pemeriksaan tekanan tergantung
jadwal pemakaian alat respon kulit terhadap tekanan eksternal.
Ketika hiperemia ada maka perawat mencatat lokasi, dan warna lalu
mengkaji ulang area tersebut setelah satu jam. Apabila terlihat kelainan hiperemia
reaktif maka perawat dapat menandai area tersebut agar pengkajian ulang menjadi
akibat tekanan adalah lecet atau bintil-bintil pada area yang menanggung beban
berat tubuh dan mungkin disertai hiperemia. Pires & Muller (1991) melaporkan
bahwa tanda dini akibat tekanan yang sering diabaikan pada klien yang tidak
mengalami trauma adalah borok di area yang menanggung berat beban badan.
Semua tanda-tanda ini merupakan indikator dini gangguan integritas kulit, tapi
kerusakan kulit yang berada di bawahnya mungkin menjadi lebih progresif.
Pengkajian taktil memungkinkan perawat menggunakan teknik palpasi untuk
memperoleh data lebih lanjut mengenai indurasi dan kerusakan kulit maupun
jaringan yang di bawahnya.
Perawat melakukan palpasi pada jaringan di sekitarnya untuk
mengobservasi area hiperemi, mengkaji adanya pucat dan kembali ke warna kulit
normal klien yang berkulit terang. Selain itu, perawat mempalpasi indurasi,
mencatat indurasi disekitar area yang cedera dalam ukuran milimeter atau
sentimeter. Perawat juga mencatat perubahan suhu di sekitar kulit dan jaringan
(Pires & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).
Perawat sering menginspeksi secara visual dan taktil pada area tubuh yang
paling sering beresiko luka dekubitus. Jika pasien berbaring di tempat tidur atau
duduk di atas maka berat badan terletak pada tonjolan tulang tertentu. Permukaan
tubuh yang paling terbebani berat badan ataupun tekanan merupakan area
beresiko tinggi terjadi dekubitus (Helt, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).
Pengkajian meliputi pendokumentasian tingkat mobilisasi pada integritas
kulit. Pengkajian mobilisasi juga harus memperoleh data tentang kualitas tonus
dan kekuatan otot. Klien yang mempunyai rentang gerak yang adekuat untuk
bergerak secara mandiri ke bentuk posisi yang lebih terlindungi.
Mobilisasi harus dikaji sebagai bagian dari data dasar. Jika pasien
memiliki tingkat kemandirian mobilisasi maka perawat harus mendorong pasien
agar sering mengubah posisinya dan melakukan tindakan untuk menghilangkan
tekanan yang dialaminya. Frekuensi perubahan posisi berdasarkan pengkajian
kulit yang terus menerus dan dianggap sebagai perubahan data (Potter & Perry,
2005).
2.1.8.4. Status Nutrisi
Pengkajian nutrisi klien harus menjadi bagian integral dalam pengkajian
data awal pada pasien beresiko gangguan integritas kulit (Breslow & Bergstrom,
1994; Water et el, 1994; Finucance, 1995;). Pasien malnutrisi atau kakesia dan
berat badan kurang dari 90% berat badan ideal atau pasien yang berat badan lebih
dari 110% berat badan ideal lebih beresiko terjadi luka dekubitus (Hanan &
Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Walaupun presentase berat badan
bukan indikator yang baik, tapi jika ukuran ini digunakan bersama-sama dengan
jumlah serum albumin atau protein total yang rendah, maka presentase berat
badan ideal pasien dapat mempengaruhi timbulnya luka dekubitus (Potter &
2.1.8.5. Nyeri
Sampai saat ini, hanya sedikit tulisan atau penelitian yang dilakukan
tentang nyeri dan luka dekubitus, AHPCR (1994) telah merekomendasi
pengkajian dan manajemen nyeri termasuk dalam perawatan pasien luka
dekubitus. Selain itu AHPCR (1994) menegaskan perlunya penelitian tentang
nyeri pada pasien luka dekubitus. Salah satu studi yang pertama kali menghitung
pengalaman nyeri pasien yang dirawat di rumah sakit karena luka dekubitus telah
dilakukan oleh Dallam et el (1995). Pada studi ini 59,1% pasien melaporkan
adanya nyeri dangan menggunakan skala analog visual, 68,2% melaporkan
adanya nyeri akibat luka dekubitus dengan menggunakan skala urutan nyeri faces.
Berlawanan dengan banyaknya nyeri yang dilaporkan, obat-obatan nyeri yang
telah digunakan klien sebesar 2,3%. Beberapa implikasi praktik yang disarankan
para peneliti (Dallam dkk, 1995 dalam Potter & Perry, 2005) adalah menambah
evaluasi tingkat nyeri pasien kedalam pengkajian dekubitus, yaitu pengontrolan
nyeri memerlukan pengkajian ulang yang teratur untuk mengevaluasi efektifitas,
dan program pendidikan diperlukan untuk meningkatkan sensitifitas pemberi
pelayanan kesehatan terhadap nyeri akibat luka dekubitus.
2.1.9. pencegahan Dekubitus
Tahap pertama pencegahan adalah mengkaji faktor-faktor resiko klien.
terjadinya dekubitus, seperti suhu ruangan panas (penyebab diaporesis),
kelembaban, atau linen tempat tidur yang berkerut (Potter & Perry, 2005).
Identifikasi awal pada klien beresiko dan faktor-faktor resikonya
membantu perawat mencegah terjadinya dekubitus. Pencegahan meminimalkan
akibat dari faktor-faktor resiko atau faktor yang member kontribusi terjadinya
dekubitus. Tiga area intervensi keperawatan utama mencegah terjadinya dekubitus
adalah perawatan kulit, yang meliputi higienis dan perawatan kulit topikal,
pencegahan mekanik dan pendukung untuk permukaan, yang meliputi pemberian
posisi, penggunaan tempat tidur dan kasur terapeutik, dan pendidikan (Potter &
Perry, 2005).
Potter & Perry (2005), menjelaskan tiga area intervensi keperawatan
dalam pencegahan dekubitus, yaitu :
2.1.9.1. Higiene dan Perawatan Kulit
Perawat harus menjaga kulit klien tetap bersih dan kering. Pada
perlindungan dasar untuk mencegah kerusakan kulit, maka kulit klien dikaji
terus-menerus oleh perawat, dari pada delegasi ke tenaga kesehatan lainnya. Jenis
produk untuk perawatan kulit sangat banyak dan penggunaannya harus
disesuaikan dengan kebutuhan klien. Ketika kulit dibersihkan maka sabun dan air
panas harus dihindari pemakaiannya. Sabun dan lotion yang mengandung alkohol
menyebabkan kulit kering dan meninggalkan residu alkalin pada kulit. Residu
pertumbuhan bakteri oportunistik yang berlebihan, yang kemudian dapat masuk
pada luka terbuka.
2.1.9.2.Pengaturan Posisi
Intervensi pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi takanan dan gaya
gesek pada kilit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setiggi 30
2.1.9.3. Alas pendukung (kasur dan tempat tidur terapeutik)
derajat
atau kurang akan menurunkan peluang terjadinya dekubitus akibat gaya gesek.
Posisi klien immobilisasi harus diubah sesuai dengan tingkat aktivitas,
kemampuan persepsi, dan rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu standar perubahan
posisi dengan interval 1 ½ sampai 2 jam mungkin tidak dapat mencegah
terjadinya dekubitus pada beberapa klien. Telah direkomendasikan penggunaan
jadwal tertulis untuk mengubah dan menentukan posisi tubuh klien minimal setiap
2 jam. Saat melakukan perubahan posisi, alat Bantu unuk posisi harus digunakan
untuk melindungi tonjolan tulang. Untuk mencegah cidera akibat friksi, ketika
mengubah posisi, lebih baik diangkat daripada diseret. Pada klien yang mampu
duduk di atas kursi tidak dianjurkan duduk lebih dari 2 jam.
Berbagai jenis alas pendukung, termasuk kasur dan tempat tidur khusus,
telah dibuat untuk mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit dan
muskuloskeletal. Tidak ada satu alatpun yang dapat menghilangkan efek tekanan
pada kulit. Pentingnya untuk memahami perbedaan antra alas atau alat pendukung
tekanan. Alat yang menghilangkan tekanan dapat mengurangi tekanan antar
permukaan (tekanan antara tubuh dengan alas pendukung) dibawah 32 mmHg
(tekanan yang menutupi kapiler. Alat untuk mengurangi tekanan juga mengurangi
tekanan antara permukaan tapi tidak di bawah besar tekanan yang menutupi
kapiler.
Potter & Perry (2005), mengidentifikasi 9 parameter yang digunakan
ketika mengevaluasi alat pendukung dan hubungannya dengan setiap tiga tujuan
yang telah dijelaskan tersebut :
a. Harapan hidup
b. kontrol kelembaban kulit
c. Kontrol suhu kulit
d. Perlunya servis produk
e. Perlindungan dari jatuh
f. Kontrol infeksi
g. Redistribusi tekanan
h. Kemudahan terbakar api
i. Friksi kllien/produk
Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistik yang
menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin ilmu
kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk dokter, ahli fisiotrapi,
ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi. Beberapa aspek dalam
penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan luka secara lokal dan tindakan
pendukung seperti gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan (Potter & Perry,
2005).
Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji untuk lokasi,
tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat, jaringang
nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi maupun
epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1 kali per hari. Pada
perawatan rumah banyak pengkajian dimodifikasi karena pengkajian mingguan
tidak mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan. Dekubitus yang bersih harus
menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter &
Perry, 2005).
2.1.11 Rencana Kerja Dalam Pencegahan dan Penatalaksanaan Dekubitus
a. Kaji resiko pasien terhadap adanya pengembangan dekubitus dengan
menggunakan alat pengkajian yang teruji dan valid dalam 1 jam setelah pasien
b. Lakukan pengkajian ulang bila mana terdapat perubahan material pada
kondisi pasien
c. Pilihlah suatu sistem penyangga bagi pasien yang sesuai dangan skor
resiko pasien dalam 1 jam setelah masuk bangsal
d. Rencanakan jadwal mobilisasi dan jadwal pergantian posisi yang sesuai
dengan resiko pasien, hindarkan pasien dari kerusakan/kehancuran kulit
dan tempat yang beresiko tinggi sebanyak mungkin dan harus diingat
kebutuhan pasien untuk beristirahat, makan dan menerima kunjungan,
catat perubahan posisinya
e. Inspeksi tempat-tempat beresiko tinggi secara teratur, contohnya setiap
kali merubah posisi pasien, dan lakukan pengkajian ulang adanya
dekubitus setiap hari
f. Pertahankan integritas kulit, bersihkan selalu setelah pasien mengalami
inkontensia urine atau fekal, jangan menggunakan sabun secara
berlebihan, hindari menggosok kulit yang lembut, bila memungkinkan
lakukan identifikasi dan koreksi terhadap sebab inkontensia
g. Dengan bantuan ahli diet lakukan pengkajian status nutrisi pasien dan
semua diet khusus yang diperlukan untuk memperbaiki kebutuhan.
h. Ringankan pengaruh dari kondisi melemahkan yang lain yang terjadi
secara bersamaan bila memungkinkan
i. Lakukan identifikasi dan coba untuk mengkoreksi setiap masalah yang
berhubungan dengan tidur
2.1.12. Mengkaji Praktik Lokal Untuk Pencegahan Dekubitus
Apabila seorang pasien menderita dekubitus setelah ia masuk ke bangsal
dan penyebabnya tidak dapat dilacak dengan cepat berdasarkan kejadian yang
terjadi sebelum masuk ke bangsal (seperti tidak sadarkan diri di rumah akibat
koma diebetikum ataupun berbaring dalam jangka waktu lama pada satu tempat
akibat fraktur) maka sangatlah berguna bagi kita seorang perawat untuk meninjau
ulang praktik lokal yang umum untuk pencegahan dekubitus. Hanya satu
kekeliruan yang di butuhkan dalam merubah seorang pasien menjadi benar-benar
menderita dekubitus, hal ini yang menjadi alasan mengapa standar yang sama
dengan standar yang memberikan hasil terbaik dalam perawatan pasien menjadi
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi upaya
pencegahan dekubitus oleh perawat pada pasien orthopedi. Pada penelitian ini
fokus penelitian yang diteliti adalah perawat sebagai pelaksana tindakan dalam
upaya pencegahan dekubitus.
Upaya Pencegahan Dekubitus
- Hygiene/perawatan kulit
- Mobilisasi
- Pendidikan kesehatan
- Implementasi Standar Prosedur
3.2. Defenisi Operasional
Untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang istilah yang dipergunakan
dalam penelitian ini, maka di bawah ini dijelaskan secara operasional beberapa
istilah berikut:
Tabel 1. Kerangka Operasional Penelitian
Variable Defenisi oprasional Alat ukur Hasil
ukur
Skala
Upaya
pencegahan
Dekubitus
1.Hygiene/perawatan kulit upaya upaya
perawat dalam mencegah terjadinya
luka dekubitus pada pasien yang
mengalami trauma orthopedi dengan
menjaga kebersihan dan mencegah
kerusakan kulit.
2. Mobilisasi adalah tindakan perawat
dalam mencegah terjadinya luka
dekubitus pada pasien yang
mengalami trauma orthopedi dengan
merubah posisi pasien 2 jam sekali
untuk mengurangi tekanan dan gaya
gesek pada kulit
3.Pendidikan kesehatan adalah upaya
perawat dalam mencegah terjadinya
luka dekubitus pada pasien yang
mengalami trauma orthopedi dengan
memberikan pengetahuan dan
penyuluhan tentang dekubitus
4. Implementasi standar Prosedur adalah
implementasi tindakan kepada pasien
dalam mencegah terjadinya luka
dekubitus berdasarkan standar
operasional prosedur.
2 – 3 =
sedang
4 - 5 =
baik
0 – 1 =
buruk
2 – 3 =
sedang
4 - 5 =
baik
Interval
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
yang bertujuan untuk mengidentifikasi upaya pencegahan dekubitus oleh perawat
pada pasien orthopedi di ruang Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan.
4.2.Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien yang
mengalami trauma orthopedi selama 1 tahun dari mulai februari 2009 sampai
dengan februari 2010 di ruang rindu B3 RSUP Haji adam Malik Medan yang
berjumlah 178 orang.
4.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto,
2002) pada peneliti ini metode pengukuran sampel yang diinginkan adalah
purposive sampling. Penentuan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan
berdasararkan jumlah subjeknya dapat diambil 10% dari 178 orang pasien di
RSUP Haji Adam Malik Medan sehingga di dapat jumlah sampel dalam
penelitian ini sebanyak 18 orang, dengan kriteria responden sebagai subjek
a. Pasien orthopedi yang di rawat inap di ruang rindu B3 RSUP Haji Adam
Malik Medan
b. Pasien yang imobilisasi
c. Pasien yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit
d. Bersedia menjadi responden penelitian
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik
Medan. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Mei s/d Juni 2010. Alasan
peneliti mengambil lokasi di RSUP Haji Adam Malik Medan karena merupakan
rumah sakit pendidikan dan juga merupakan rumah sakit rujukan di Sumatera
Utara.
4.4 Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari
Fakultas Keperawatan. Kemudian peneliti memberikan penjelasan kepada
responden tentang tujuan dan prosedur penelitian yang akan dilaksanakan dan
meyakinkan responden bahwa informasi yang telah diberikan akan dirahasiakan
dan tidak akan dipergunakan dalam hal yang merugikan responden serta hanya
dipergunakan untuk penelitian. Calon responden yang bersedia dipersilahkan
menandatangani surat persetuiuan, tetapi jika tidak bersedia maka calon
4.5.Instrumentasi Penelitian
Dalam pengumpulan informasi dari responden, peneliti menggunakan alat
pengumpulan data dalam bentuk kuesioner. Lembar kuesioner berisi data
demografi dan lembar format upaya pencegahan dekubitus oleh perawat.
a. Kuisioner data demografi
Kuisioner data demografi meliputi nama (inisial), usia, jenis kelamin, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan perbulan. Data demografi responden
bertujuan untuk mengetahui karakteristik calon responden dan mendeskripsikan
distribusi frekuensi dan presentase demografi dalam upaya pencegahan dekubitus
oleh perawat.
b. Kuesioner upaya pencegahan dekubitus oleh perawat
Kuesioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi upaya pencegahan luka
dekubitus oleh perawat pada pasien. Kuisioner ini terdiri dari 20 pertanyaan.
Pertanyaan mewakili variabel yang di teliti. Pertanyaan dari variabel
hygiene/perawatan kulit terdiri dari nomor 1, 5, 9, 13, 17 pertanyaan dari variable
mobilisasi terdapat pada nomor 2, 6, 10, 14, 18 pertanyaan dari variabel
pendidikan kesehatan terdapat pada nomor 3, 7, 11, 15, 19 pertanyaan dari
variabel implementasi standart prosedur terdapat pada nomor 4, 8, 12, 16, 20.
Pada setiap pertanyaan apabila responden menjawab ya maka nilai yang diberikan
adalah 1 dan jika responden menjawab tidak maka diberi nilai 0,
Dalam penilitian ini indikator yang digunakan dalam mengkaji upaya
pencegahan dekubitus oleh perawat dikatagorikan atas 3 kelas interval dibagi
adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 5. berdasarkan rumus statistika P = rentang
dibagi dengan banyak kelas (menurut Sudjana, 1992), dimana p merupakan
panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang dengan nilai terendah)
sebesar 5 dan di bagi atas 3 kategori kelas yaitu buruk, sedang dan baik, maka di
peroleh panjang kelas sebesar 1.
Dengan p=1 dan nilai terendah adalah 5 sebagai batas bawah kelas
pertama, maka upaya pencegahan dekubitus oleh perawat dikategorikan dalam
kelas interval sebagai berikut: 0 – 1 = buruk, 2 – 3 = sedang, 4 – 5 = baik
4.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas dapat diuraikan sebagai tindakan ukuran penelitian yang
sebenarnya, yang memang didesain untuk mengukur. Validitas berkaitan dengan
nilai sesungguhnya dari hasil dan merupakan karakteristik yang penting dari
penelitian yang baik (Slevin dkk, 2005). Uji validitas dan reliabilitas tidak
dilakukan pada penelitian ini.
4.7. Pengumpulan Data
Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan
penelitian melalui bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara, kemudian mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada
bagian penelitian dan pengembangan RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah
mendapatkan izin maka dilakukan pengumpulan data. Peneliti mendatangi
kriteria yang telah dibuat sebelumnya, apabila peneliti telah menemukan calon
responden, selanjutnya peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian
kepada responden. Pada saat pengambilan kuesioner, peneliti melihat kelengkapan
jawaban responden, jika dalam kuesioner ada pertanyaan yang belum diisi oleh
responden maka peneliti menjelaskan maksud dari pertanyaan tersebut, sehingga
semua pertanyaan terjawab, dan peneliti mengumpulkan semua kuesioner.
4.8. Analisa data
Data yang telah terkumpul diolah dan ditabulasi dengan langkah – langkah
yaitu memeriksa kembali semua kuesioner yang telah diisi oleh responden,
dengan maksud untuk memeriksa apakah setiap kuisioner telah diisi sesuai dengan
petunjuk (editing). Memberikan kode tertentu pada kuisioner yang telah diajukan
untuk mempermudah sewaktu mengadakan tabulasi dan analisa data (coding).
Dan mempermudah analisa data, pengolahan dan pengambilan kesimpulan
melakukan tabulasi (tabulating). Setelah data terkumpul, maka analisa data
dilakukan melalui pengolahan dan secara komputerisasi dengan menggunakan
program komputerisasi.
Dari pengolahan data statistik deskriptif, data demografi akan disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan
setelah dilakukan pengumpulan data dari mulai bulan Mei-Juni 2010 diruang
Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan.
5.1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini akan menjabarkan tentang deskripsi karakteristik
responden dan upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam
persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi diruangan Rindu B3 RSUP
Haji Adam Malik Medan.
5.1.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Deskripsi karakteristik responden mencakup usia, jenis kelamin, suku,
pendidikan, dan pekerjaan. Dari 18 orang responden yang terkumpul, lebih dari
setengah pasien berusia di rentang 21-40 tahun (55,6%), mayoritas pasien berjenis
kelamin laki-laki (94,4%), lebih dari setengah pasien bersuku batak (66,7%), lebih
dari setengah tingkat pendidikan SMU (55,5%) dan mayoritas pasien tidak bekerja
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi data demografi upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi diruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan (n=18)
5.1.2 Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus
Dari hasil yang diperoleh peneliti selama melakukan penelitian dari mulai
bulan mei s/d juni 2010 di ruangan Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan
diperoleh bahwa untuk kategori upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka
dekubitus dengan memperhatikan hygiene/perawatan kulit, mayoritas pasien
mempersepsikan baik (77,8%). Kategori upaya perawat dalam mencegah
terjadinya luka dekubitus dengan melaksanakan mobilisasi lebih dari setengah
pasien (55,6%) mempersepsikan buruk. Untuk Kategori upaya perawat dalam
mencegah terjadinya luka dekubitus dengan pendidikan kesehatan lebih dari
setengah pasien (55,6%) mempersepsikan baik. Dan yang terakhir untuk kategori
upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus dengan
mengimplementasikan standar prosedur mayoritas pasien mempersepsikan baik
(83,3%).
Tabel 5.2.
Distribusi persentase upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus (n=18)
Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus
Baik Sedang Buruk
Frek (%) Frek (%) Frek (%)
Hygiene/perawatan kulit 14 77,8 4 22,2 0 0
Mobilisasi 0 0 8 44,4 10 55,6
Pendidikan kesehatan 10 55,6 6 33,3 2 11,1
5.3 Upaya Perawat dalam Mencegah Terjadinya Luka Dekubitus
No Pertanyaan Ya Tidak
frek % Frek % Upaya perawat dalam mencegah
terjadinya luka dekubitus: Hygiene/perawatan Kulit
1 Perawat selalu menjaga kulit pasien agar tetap kering dan bersih
16 88,9 2 11,1
2 Perawat membersihkan kulit pasien dengan air hangat
18 100 0 0
3 Jika pasien berkeringat perawat selalu mengeringkan keringat yang terdapat di tubuh pasien
11 61,1 7 38,9
4 Perawat menganjurkan pasien untuk menggunakan lotion/pelembab untuk mencegah kekeringan pada kulit pasien
15 83,3 3 16,7
5 Perawat membersihkan kulit pasien dengan menggunakan sabun
16 88,9 2 11,1
Upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus: Mobilisasi
6 Perawat melakukan pengaturan posisi ulang pada pasien setiap 2 jam sekali
6 33,3 12 66,7
7 Pada pasien yang mampu untuk duduk perawat menganjurkan untuk duduk lebih dari 2 jam
2 11,1 16 88,9
8 Pada saat berbaring perawat selalu mengusahakan agar posisi tidur pasien rata tidak ada bagian tubuh pasien yang terhimpit pada saat berbaring di tempat tidur
7 38,8 11 61,1
9 Perawat memberikan perlindungan pada bagian tubuh pasien yang menonjol contohnya bokong dan siku dengan menggunakan bahan yang lembut (bantal)
2 11,1 16 88,9
10 Pada saat melakukan perubahan posisi, perawat memperhatikan gesekan yang terjadi pada kulit pasien
4 22,2 14 77,8
Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus: pendidikan kesehatan 11 Keluarga dan pasien diberi pendidikan
kesehatan tentang dekubitus
12 Perawat selalu memotivasi dan memberikan dukungan psikososial dalam mencegah terjadinya luka dekubitus
3 16,7 15 83,3
13 Perawat mengajarkan cara merubah posisi yang baik pada pasien yang mampu merubah posisi sendiri
10 55,6 8 44,4
14 Perawat menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang lembut dan menyerap keringat
14 83,3 4 16,7
15 Perawat mengajarkan pasien untuk selalu menjaga kebersihan diri terutama kulit pasien
17 94,4 1 5,6
Upaya perawat dalam mencegah terjadinya luka dekubitus: implementasi standart prosedur
16 Perawat rutin melakukan tindakan perubahan posisi pada pasien
8 44,4 10 55,6
17 Selama dirumah sakit pasien selalu dimandikan/di waslap setiap hari untuk menjaga kebersihan pasien
18 0 0 0
18 Perawat memperbaiki alas tidur/sprei pasien apabila alas tidur pasien kusut
18 0 0 0
19 Perawat selalu menjaga kebersihan tempat tidur pasien
16 88,9 2 11,1
20 Pasien dianjurkan makanan makanan yang baik untuk di konsumsi contoh nya buah-buahan yang kaya akan vitamin C
14 77,8 4 22,2
5.2 Pembahasan
Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam
penelitian ini dibagi dalam 4 kategori yang menjadi standar penilaian untuk
mengkategorikan apakah upaya yang dilakukan oleh perawat dapat dikatakan
baik, sedang dan buruk. Kategori tersebut adalah hygiene/perawatan kulit,
mobilisasi, pendidikan kesehatan, dan implementasi standar prosedur. Dari hasil
yang diperoleh peneliti untuk kategori higine/perawatan kulit dalam mencegah