HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA
DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
O l e h :
MUCHTI YUDA PRATAMA
041301025
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA
DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA
Dipersiapkan dan disusun oleh :
MUCHTI YUDA PRATAMA
041301025
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal ___________________
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi
Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) NIP. 140 080 762
Dewan Penguji
1. Dra. Gustiarti Leila, M.Psi, M.Kes, psikolog Penguji I ____________
NIP. 132 255 306 merangkap pembimbing
2. Ferry Novliadi, M.Si. Penguji II ____________
NIP. 132 316 960
3. Eka Danta Jaya Ginting, M.A, psikolog Penguji III ____________
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:
Hubungan Antara Konflik Peran Ganda
Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi pancabutan gelar akademik yang saya sandang
dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
Medan, Maret 2010
Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja
Muchti Yuda Pratama dan Gustiarti Leila
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan mengetahui hubungan konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja. Berdasarkan fenomena yang ada, bahwa jumlah wanita berperan ganda yang meningkat dari tahun ke tahun dan tidak jarang peran ganda itu sendiri banyak menimbulkan permasalahan bagi wanita yang menjalaninya. Secara konseptual
Konflik peran ganda adalah salah satu bentuk konflik antar peran yang diakibatkan peran dalam pekerjaan dan keluarga saling tidak cocok satu sama lain. Subjek penelitian ini berjumlah 86 orang wanita dewasa dini, berusia 20 sampai 40 tahun, sudah menikah dan memiliki pekerjaan di luar rumah, memiliki anak minimal 1, dan memiliki suami. Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan incidental sampling. Tehnik pengolahan data menggunakan
pearson product moment untuk melihat hubungan antara konflik peran ganda
(independent variable) dengan stres kerja (dependent variable) pada wanita bekerja. Alat ukur yang digunakan adalah skala konflik peran ganda yang disusun sendiri oleh peneliti dengan dimensi-dimensi konflik peran ganda.. Skala tingkat stres kerja dengan gejala-gejala stres kerja yang dikemukakan oleh Rice (1992).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif dengan nilai korelasi (rxy) rxy = 0.344 dengan p = 0.000 dimana p < 0,05, yang artinya semakin tinggi nilai konflik peran gandanya maka semakin tinggi tingkat konflik peran ganda pada wanita bekerja, sebaliknya semakin rendah konflik peran gandanya maka semakin rendah tingkat stres kerja pada wanita bekerja. Kontribusi konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja adalah sebesar 12 %. hal ini terlihat dari nilai r square yang diperoleh dari hubungan antara konflik peran ganda sebesar 0,12.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Tulisan kecil ini adalah skripsi yang diajukan untuk memperoleh gelar
sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Pembuatan skripsi ini
merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga penulis mohon maaf jika
sekiranya dalam skripsi ini terdapat kejanggalan-kejanggalan, baik isi maupun
cara penulisannya, yang masih banyak terdapat kesalahan.
Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena
berkat rahmat, hidayah dan anugerah yang diberikanNya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Konflik Peran Ganda
Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja” ini. Penulis juga bersyukur kepada
Allah SWT berkat rahmat, hidayah, anugerah, kesehatan dan rezeki yang telah
diberikanNya kepada kedua orangtua penulis, karena berkat itu semua kedua
orangtua penulis tetap bisa berdoa, memberikan semangat, motivasi, dan
dukungan materil kepada penulis, oleh karena itu penulis sangat berterima kasih
kepada kedua orangtua penulis yang tidak pernah menyerah dalam hal apapun
demi kehidupan penulis dari dalam kandungan sampai sekarang, tanpa mereka
berdua penulis tidak akan bisa seperti sekarang ini.
Selama proses penulisan skripsi ini, tidak sedikit tantangan serta suka dan
duka yang dilalui oleh penulis, terlepas dari itu maka penulis ingin menyampaikan
1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.
2. Ibu Dra. Gustiarti Leila, M.Psi, M.Kes, psikolog selaku dosen pembimbing
dalam penelitian ini. Terima kasih ya ibu atas waktu yang ibu berikan, terima
kasih atas arahannya, petunjuk dalam penyusunan, dan kesabarannya dalam
membimbing saya dalam satu tahun terakhir ini.
3. Bapak Ferry Novliadi, M.Si dan Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A. psikolog
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi dosen penguji
skripsi ini. Terima kasih atas perhatiannya, masukannya, dan bimbingannya.
4. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si, psikolog (Pembantu Dekan I) dan Ibu Lili
Garliah, M.Si, psikolog (Pembantu Dekan II) yang telah memberikan masukan
dan arahan kepada saya pada saat-saat terkahir akan maju sidang. Terima
kasih ya bu, diskusi kita di penghujung hari yang singkat tapi sangat
bermanfaat, terima kasih juga atas motivasi dan dukungan yang ibu berikan
kepada saya.
5. Ibu Rodiatul Hasanah, M.Si, psikolog selaku dosen pembimbing akademis
penulis. Terima kasih ya bu atas bimbingan yang ibu berikan selama ini, dan
terima kasih juga atas kepercayaan yang ibu berikan kepada saya.
6. Ibu Filia Dina (trima kasih bu atas motivasi yang ibu berikan), Ibu Lita, Ibu
Rika, Ibu Yossi, Kak Cherly, dan Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi,
Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah
membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu. Khusus buat Kak Lisa, Kak
7. Pak Iskandar dan Pak Aswan (trima kasih pak atas motivasi, canda, dan tawa
dari bapak), Pak Anto, Ibu Titi, Kak Sari, Kak Devi, dan Kak Ari yang telah
banyak membantu saya dalam memberikan bantuan administrasi.
8. Seluruh pegawai Psikologi USU yang telah mengurus segala administrasi
setiap semester.
9. Buat abang Khairul dan kak Dyah serta kakak-kakakku: kak Ita dan bang
Herman, kak Rosimah dan bang Husin, kak Yani (trima kasih uga atas
pengorbanan waktunya dalam penyebaran skala di TSI) dan as Doni, dan yang
terakhir buat adikku Ilmi yang juga telah emberikan motivasi dalam penulisan
skripsi ini. Semoga kita tetap isa sama-sama terus dan bisa berbagi di istana
ceria yang kita cintai. egalanya sangat berarti dalam menjalani hidup dengan
kalian, terima asih atas pelajaran-pelajaran kehidupan yang telah kalian
berikan.
13. Debby Oktaria, telah menjadi inspirasi dalam penulisan skripsi ini. Terima
kasih atas waktu dan kebersamaan kita selama ini, terima kasih atas
motivasinya, terima kasih sudah membangkitkan motivasi penulis saat sedang
berada dalam keterpurukan, you are the best. Semoga ini bisa jadi kado
terindah di hari ulang tahunmu, and finally pertanyaan ”kapannya” terjawab
juga.
14. Sahabat lamaku Indra, Mila dan Kristo yang rajin menanyakan ”kapan
selesai?”, semoga kita akan menjadi orang sukses seperti yang kita
16. Sahabat di tim Labsosku: Sugi dan Nina (semoga kalian cepat menyusul),
Dewi (semoga jadi ibu Bhayangkara yang baik), Yola (jalan hidupmu ada di
tanganmu), Reni (semoga jadi PNS yang baik dan loyal), untuk semuanya:
semoga kebersamaan kita sampai anak cucu. Teman seperjuangan PIO: mas
Yuda, Kakas (sabar ya), Onya, Hadi, Carles dkk. Johan, Kris, Indy, Ikun
(trima kasih kebersamaan, canda dan tawa kita selama ini), Bima, Hendra,
Rayez, Fani, dan seluruh rekan sebaya di angkatan 2004 yang yang telah
memberikan kisah klasik selama berada di Psikologi USU.
17. Fahmi (semoga segera mendapatkan penggantinya), Bang Ronal (ma kasih
untuk ngeprint dan internetnya), Bang Ahmad (semoga terus sukses di
BTPN), Bang Hamdi (ma kasih atas ilmu yang abang berikan selama ini),
terima kasih atas kebersamaan, kekeluargaan, dan tumpangan dalam
mengerjakan penelitian.
18. Senior-seniorku di Psikologi, Bang Iseq, Bang Ichsan, Bang Boy, Bang Zizou,
Kak Rizka, Bang Prant, Kak Ririn, Kak Nina, Bang Indra dan semua yang
tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan pelajaran hidup di
Psikologi. Buat Junior-Juniorku, Hario, Mitha, Yeni, Stevi, Fahmi, Toni, Uon,
Andre, Uje, Geo, Hanan, sarah dan yang lainnya, terima kasih atas bantuan
dan dukungannya.
19. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis
yang tidak tersebutkan, penulis ucapkan terima kasih sebesarbesarnya telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skiripsi ini.Tanpa bantuan mereka
pengorbanan dan jasa baik yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan
yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan
dalam penulisan skripsi ini, semua itu adalah kesalahan dan kekhilafan dari
penulis. Semoga, skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amiinn.
Medan, Maret 2010
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Karyawan ... 10
1. Definisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi ... 10
2. Aspek Komitmen ... 12
3. Faktor yang Mempengaruhi Komitmen ... 14
4. Menciptakan Komitmen ... 17
1. Persepsi ... 19
2. Kualitas Kehidupan Bekerja ... 20
3. Definisi Persepsi terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja ... 21
4. Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja ... 21
C. PT Tirta Investama (AQUA Group) ... 23
D. Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Komitmen Karyawan terhadap Organisasi ... 25
D. Hipotesa Penelitian ... 30
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 31
1. Komitmen Karyawan Terhadap Organisasi ... 31
2. Persepsi terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja ... 32
C. Populasi, Sampel, dan Metode pengambilan Sampel ... 33
1. Populasi dan Sampel ... 33
2. Metode pengambilan Sampel ... 34
3. Jumlah Sampel Penelitian ... 34
D. Metode dan Alat pengumpulan data ... 35
1. Metode skala ... 35
2. Skala Komitmen Karyawan terhadap Organisasi... 36
3. Skala Persepsi terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja ... 37
4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 39
b. Uji Reliabilitas ... 39
c. Hasil Uji Coba ... 40
E. Prosedur pelaksanaan penelitian ... 43
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 44
2. Tahap Pelaksanan ... 46
3. Tahap Pengolahan Data ... 47
F. Metode Analisis Data ... 47
BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 49
1. Penggolongan Subjek Berdasarkan Usia……….. ... 49
2. Penggolongan Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 50
3. Penggolongan Subjek Berdasarkan Pekerjaan... ... 50
4. Penggolongan Subjek Berdasarkan Masa Kerja... 51
5. Penggolongan Subjek Berdasarkan Jumlah Anak ……….. 52
6. Penggolongan Subjek Berdasarkan Usia Anak Terkecil………. 52
B. Hasil Penelitian ... 52
1. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 52
2. Hasil Utama Penelitian ... 56
3. Hasil Tambahan Penelitian ... 61
C. Pembahasan... 64
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 69
1. Saran Praktis ... 70
2.Saran Metodologis ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Halaman
Tabel 1: Distribusi Aitem-aitem Skala Konflik Peran Ganda Sebelum
Uji Coba ...37
Tabel 2: Distribusi Aitem-aitem Skala Stres Kerja Sebelum Uji Coba... 38
Tabel 3: Distribusi Aitem-aitem Skala Konflik Peran Ganda Setelah Uji Coba 41 Tabel 4: Distribusi Aitem-aitem Skala Konflik Peran Ganda Setelah Uji Coba Untuk Penelitian... 41
Tabel 5: Distribusi Aitem-aitem Skala Stres Kerja Setelah Uji Coba ... 42
Tabel 6: Distribusi Aitem-aitem Skala Stres Kerja Setelah Uji Coba untuk Penelitian... 43
Tabel 7: Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia... 49
Tabel 8: Penyebaran Subjek Berdasarkan PendidikanTerakhir... 50
Tabel 9: Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja... 51
Tabel 10: Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia... 51
Tabel 11: Hasil Uji Normalitas... 53
Tabel 12: Hasil Uji Linearitas Hubungan... 54
Tabel 13: Korelasi antara Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Komitmen Karyawan terhadap Organisasi... 56
Tabel 15: Kategorisasi Data Pada Variabel Konflik Peran Ganda
terhadap Organisasi... 58
Tabel 16: Perbandingan Mean Hipotetik dengan Mean Empirik Stres Kerja... 59
Tabel 17: Kategorisasi Data Pada Variabel Stres Kerja ... 59
Tabel 19: Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin... 61
Tabel 20: Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 62
Tabel 21: Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Masa Kerja... 63
Tabel 22: Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Usia... 64
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Halaman
1. Reliabilitas dan Daya Beda Item Skala Konflik Peran Ganda …...77
2. Reliabilitas dan Daya Beda Item Skala Stres Kerja ……...79
Lampiran B 1. Data Mentah Subjek Penelitian pada Skala Konflik Peran Ganda...83
2. Data Mentah Subjek Penelitian pada Skala Konflik Peran Ganda ...87
3. Data Subjek Penelitian dan Kategorisasi Subjek Penelitian ...90
Lampiran C 1. Uji Normalitas Sebaran...96
2. Uji Linearitas Hubungan ...97
3. Uji Hipotesa ...98
Lampiran D 1. Gambaran Konflik Peran Ganda Berdasarkan Jenis Kelamin ...100
2. Gambaran Konflik Peran Ganda Berdasarkan Pendidikan Terakhir ...101
3. Gambaran Konflik Peran Ganda Berdasarkan Lama Kerja ...102
4. Gambaran Konflik Peran Ganda Berdasarkan usia ...103
Lampiran E 1. Contoh Aitem Skala Konflik Peran Ganda ...105
2. Contoh Aitem Skala Stres Kerja ………...106
Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja
Muchti Yuda Pratama dan Gustiarti Leila
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan mengetahui hubungan konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja. Berdasarkan fenomena yang ada, bahwa jumlah wanita berperan ganda yang meningkat dari tahun ke tahun dan tidak jarang peran ganda itu sendiri banyak menimbulkan permasalahan bagi wanita yang menjalaninya. Secara konseptual
Konflik peran ganda adalah salah satu bentuk konflik antar peran yang diakibatkan peran dalam pekerjaan dan keluarga saling tidak cocok satu sama lain. Subjek penelitian ini berjumlah 86 orang wanita dewasa dini, berusia 20 sampai 40 tahun, sudah menikah dan memiliki pekerjaan di luar rumah, memiliki anak minimal 1, dan memiliki suami. Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan incidental sampling. Tehnik pengolahan data menggunakan
pearson product moment untuk melihat hubungan antara konflik peran ganda
(independent variable) dengan stres kerja (dependent variable) pada wanita bekerja. Alat ukur yang digunakan adalah skala konflik peran ganda yang disusun sendiri oleh peneliti dengan dimensi-dimensi konflik peran ganda.. Skala tingkat stres kerja dengan gejala-gejala stres kerja yang dikemukakan oleh Rice (1992).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif dengan nilai korelasi (rxy) rxy = 0.344 dengan p = 0.000 dimana p < 0,05, yang artinya semakin tinggi nilai konflik peran gandanya maka semakin tinggi tingkat konflik peran ganda pada wanita bekerja, sebaliknya semakin rendah konflik peran gandanya maka semakin rendah tingkat stres kerja pada wanita bekerja. Kontribusi konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja adalah sebesar 12 %. hal ini terlihat dari nilai r square yang diperoleh dari hubungan antara konflik peran ganda sebesar 0,12.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bekerja bagi manusia sudah menjadi suatu kebutuhan, baik bagi pria
maupun bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang
diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan
(As’ad, 1990). Menurut Davis (1991) faktor yang mendorong manusia bekerja
adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas dalam kerja mengandung
unsur kegiatan social, menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk
kebutuhan hidup manusia.
Keterlibatan wanita yang sudah kentara membawa dampak terhadap peran
wanita dalam kehidupan keluarga. Fenomena yang terjadi dalam masyarakat
adalah semakin banyaknya wanita membantu suami mencari tambahan
penghasilan, selain karena didorong oleh kebutuhan ekonomi keluarga, juga
wanita semakin dapat mengekspresikan dirinya di tengah-tengah keluarga dan
masyarakat. Keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi kecenderungan wanita
untuk berpartisipasi di luar rumah, agar dapat membantu meningkatkan
perekonomian keluarga (Wolfman, 1994).
Motivasi untuk bekerja dengan mendapat penghasilan khususnya untuk
wanita golongan menengah tidak lagi hanya untuk ikut memenuhi kebutuhan
pengetahuan yang telah mereka peroleh serta untuk mengembangkan dan
mengaktulisasikan diri (Ihromi, 1990).
Di kehidupan keluarga, suami dan istri umumnya memegang peranan
dalam pembinaan kesejahteraan bersama, secara fisik, materi maupun spiritual,
juga dalam meningkatkan kedudukan keluarga dalam masyarakat untuk
memperoleh penghasilan yang pada dasarnya dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga (Ihromi, 1990).
Tugas untuk memperoleh penghasilan keluarga secara tradisional terutama
dibebankan kepada suami sebagai kepala keluarga, sedangkan peran istri dalam
hal ini dianggap sebagai penambah penghasilan keluarga. Dalam golongan
berpernghasilan rendah, istri lebih berperan serta dalam memperoleh penghasilan
untuk keluarga (Ihromi, 1990).
Seringkali kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak,
membuat suami dan istri harus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan
sehari-hari. Kondisi tersebut membuat sang istri tidak punya pilihan lain kecuali ikut
mencari pekerjaan di luar rumah. Ada pula ibu-ibu yang tetap memilih untuk
bekerja, karena mempunyai kebutuhan social yang tinggi dan tempat kerja mereka
sangat mencukupi kebutuhan mereka tersebut. Dalam diri mereka tersimpan suatu
kebutuhan akan penerimaan social, akan adanya identitas social yang diperoleh
melalui komunitas kerja. Bergaul dengan rekan-rekan di kantor, menjadi agenda
yang lebih menyenangkan dari pada tinggal di rumah. Factor psikologis seseorang
serta keadaan internal keluarga, turut mempengaruhi seorang ibu untuk tetap
Hasil survey AC. Nelson (dalam Ubaydillah, 2003) menunjukkan adanya
kebangkitan kaum wanita di Asia Tenggara dalam hal jabatan bisnis, politik,
budaya, dan lain-lain. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan kita sehari-hari
pun kita juga bisa membuktikan bahwa jumlah kaum wanita yang keluar dari
rumah untuk mengisi jabatan di organisasi tertentu semakin hari semakin
meningkat. Bahkan Indonesia dan Philifina mengangkat wanita menduduki
jabatan eksekutif tertinggi.
Banyak persoalan yang dialami oleh para wanita ibu rumah tangga yang
bekerja di luar rumah, seperti bagaimana mengatur waktu dengan suami dan anak
hingga mengurus tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Ada yang bisa
menikmati peran gandanya, namun ada yang merasa kesulitan hingga akhirnya
persoalan-persoalan rumit semakin berkembang dala hidup sehari-hari (Yulia,
2007).
Pada umumnya, wanita banyak menghadapi masalah psikologis karena
adanya berbagai perubahan yang dialami saat menikah, antara lain perubahan
peran sebagai istri dan ibu rumah tangga, bahkan juga sebagai ibu bekerja.
(Pujiastuti dan Retnowati, 2000).
Wanita yang menjadi istri dan yang bekerja sering hidup dalam
pertentangan yang tajam antara perannya di dalam dan di luar rumah. Banyak
wanita yang bekerja full-time melaporkan bahwa mereka merasa bersalah karena
sepanjang hari meninggalkan rumah. Namun, setibanya di rumah mereka merasa
tertekan karena tuntutan anak-anak dan suami. Sering sekali timbul perselisihan
penting bagi kelangsungan hidup maupun hal lainnya misalnya masalah tanggung
jawab dalam mendidik dan merawat anak-anak (Ubaydillah, 2003).
Berdasarkan Penelitian Moen dan McClain (1990) terbukti bahwa dimana
wanita yang bekerja full-time lebih ingin mempersingkat jam kerjanya untuk
mengurangi ketegangan akibat peran pekerjaan dan keluarga dibandingkan
dengan wanita yang bekerja part-time.
Meningkatnya peran wanita sebagai pencari nafkah keluarga dan
kenyataan bahwa mereka juga berperan untuk meningkatkan kedudukan keluarga,
maka bertambahlah pula masalah-masalah yang timbul. Kedua peran tersebut
sama-sama membutuhkan waktu, tenaga dan perhatian, sehingga jika peran yang
satu dilakukan dengan baik, yang lain terabaikan sehingga timbullah konflik
peran. Masalah ini timbul apabila yang bekerja adalah ibu rumah tangga yang
mempunyai anak-anak dan masih membutuhkan pengasuhan fisik maupun
rohaniah (Ihromi, 1990).
Masalah lain yang timbul adalah akibat perubahan pola hubungan suami
istri. Seorang istri yang menjadi ibu rumah tangga dan menjadi pencari nafkah
(berperan ganda) harus memenuhi tugas sebagai ibu rumah tangga dan diharapkan
dapat menjalankan perannya sebagai seorang istri dan sekaligus pencari nafkah.
Dalam hal ini dapat dibayangkan konflik peran dapat terjadi (Ihromi, 1990).
Menurut Munandar (2001) konflik peran muncul jika seorang pekerja
mengalami pertentangan antara tangggung jawab yang dia miliki dengan
House dan Rizzo (dalam Lui & Steven, 2000) mengatakan bahwa konflik
peran secara umum didefinisikan kemunculan yang simultan dari dua atau lebih
tekanan peran. Kehadiran salah satu peran akan menyebabkan kesulitan dalam
memenuhi tuntutan peran yang lain. Kahn dkk. (Hardyastuti, 2001) mengatakan
bahwa harapan orang lain terhadap berbagai peran yang harus dilakukan
seseorang dapat menimbulkan konflik. Konflik terjadi apabila harapan peran
mengakibatkan seseorang sulit membagi waktu dan sulit untuk melaksanakan
salah satu peran karena hadirnya peran yang lain.
Penelitian mengenai konflik peran kebanyakan difokuskan pada
ketidaksesuaian yang terjadi antara peran pekerjaan dan peran dalam keluarga,
terutama pada wanita (Settles, Seller & Robert, 2002). Hal ini dikarenakan wanita
yang bekerja akan memegang dua peranan yang penting, yaitu sebagai pekerja
dan perannya di rumah tangga.
Hardyastuti (2001) mengatakan bahwa konflik peran lebih dirasakan oleh
wanita dari pada laki-laki. Menurut Moen (dalam Hardyastuti, 2001) perbedaan
terjadi dikarenakan sifat permintaan peran yang berbeda. Wanita lebih dihadapkan
pada permintaan antara peran kerja dan peran keluarga secara serentak yang
memerlukan prioritas dalam menjalankan kedua peran tersebut. Hal tersebut dapat
menimbulkan konflik apabila wanita tidak dapat membagi waktu antara perannya
sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pekerja.
Ihromi (1990) juga menyatakan bahwa konflik peran akan lebih dirasakan
oleh wanita yang bekerja. Hal ini disebabkan karena wanita yang bekerja akan
Terutama dengan alam kebudayaan Indonesia, wanita akan dituntut perannya
sebagai ibu rumah tangga yang baik, sehingga banyak wanita karier yang serba
salah ketika harus bekerja.
O’Driscoll dan Michael (1997) menyatakan bahwa konflik peran
berhubungan dengan ketidakhadiran (absent), kepuasan kerja, keadaan psikologis,
kesehatan fisik serta konsekuensi lainnya yang dirasakan seorang pekerja.
Mednick (dalam Zatz, 1996) dalam penelitiannya pada agen asuransi menyatakan
bahwa konflik peran akan berpengaruh pada keadaan keluarga. Efek yang timbul
antara lain adanya kecemasan, konflik keluarga, jumlah anak serta keterlibatan
yang rendah pada peran keluarga dan pekerjaan.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Settless, dkk
(2002) yang menyebutkan bahwa peran ganda yang dijalankan wanita, baik
sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai wanita yang bekerja, dapat
menimbulkan konflik, baik konflik intrapersonal maupun konflik interpersonal.
Konflik yang berkepanjangan dapat menyebabkan timbulnya respon fisiologis,
psikologis dan tingkah laku sebagai bentuk penyesuaian diri terhdap kondisi yang
mengancam yang disebut dengan stres.
Menurut Rice (1992), seseorang dapat dikategorikan mengalami stress
kerja jika urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau
perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam
perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah
Untuk memahami sumber stres kerja, kita harus melihat stres kerja ini
sebagia interaksi dari beberapa factor, yaitu stres di pekerjaan itu sendiri sebagai
factor eksternal, dan faktor internal seperti karakter dan persepsi dari karyawan itu
sendiri. Dengan kata lain, stres kerja tidak semata-mata disebabkan masalah
internal, sebab reaksi terhadap stimulus akan sangat tergantung pada reaksi
subjektif individu masing-masing. Beberapa sumber stres dianggap sebagai
sumber stres kerja karena kondisi pekerjaan, stres karena peran, hubungan
interpersonal, kesempatan pengembangan karir, dan struktur organisasi (Rice,
1992).
Stres kerja yang dialami wanita bekerja tidak hanya berdampak pada
perannya sebagai wanita yang bekerja di rumah tetapi juga berdampak besar pada
perusahaan tempatnya bekerja sehingga stres kerja telah menjadi salah satu
masalah yang paling serius di dunia kerja, tidak hanya di negara-negara
berkembang tetapi juga di negara-negara maju (Marhaeni, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rini (2006) untuk
mengurangi tingkat stres kerja pada wanita yang bekerja membutuhkan
lingkungan kerja yang menyenangkan dan memberi ruang bagi individu untuk
melakukan berbagai permainan. Membentuk lingkungan yang kondusif seperti
sangatlah tidak mudah bagi sebuah perusahaan/organisasi.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa wanita
sebagai ibu rumah tangga dan sebagai ibu bekerja (berperan ganda) yang mana
peran tersebut sama-sama membutuhkan waktu, tenaga dan perhatian, sehingga
timbullah konflik. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara situasi keluarga dan
situasi pekerjaan, maka hal inilah yang menyebabkan terjadinya konflik peran.
Peran ganda yang dijalankan wanita, baik sebagai ibu rumah tangga maupun
sebagai wanita yang bekerja, dapat menimbulkan konflik yang berkepanjangan
dan dapat menyebabkan timbulnya respon fisik, psikologis dan tingkah laku
sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi mengancam yang disebut dengan stres.
Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat kaitan antara konflik peran ganda dengan
stres kerja. Maka peneliti ingin melihat hubungan antara konflik peran ganda
dengan stres kerja pada wanita bekerja.
B. Batasan Masalah
1. Apakah wanita bekerja yang memiliki tingkat konflik peran ganda yang tinggi
memiliki stres kerja yang tinggi?
2. Apakah wanita bekerja yang memiliki tingkat konflik peran ganda yang rendah
memiliki stres kerja yang rendah?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara konflik peran
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini :
a) Diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan ilmu
Psikologi, khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi.
b) Penelitian ini juga diharapkan memperkaya pengetahuan tentang
pengelolaan sumber daya manusia, terutama mengenai hubungan antara
konflik peran ganda dengan stress kerja pada wanita bekerja.
2. Manfaat Praktis
a) Karyawan, khususnya wanita yang sudah berumah tangga agar dapat
mengendalikan konflik peran ganda yang dialami dan dapat berperan
sesuai dengan peran yang dimiliki baik sebagai ibu rumah tangga maupun
sebagai karyawan.
b) Perusahaan, untuk mengetahui stres kerja para karyawannya apabila
mengalami konflik peran ganda khususnya pada wanita bekerja dan
memperhatikan kondisi psikis dari karyawannya, terutama yang telah
berumah tangga karena lebih berpeluang mengalami stres kerja.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah
yang menjadi objek penelitian yang meliputi teori stress kerja,
teori konflik peran ganda, teori wanita bekerja, hubungan
antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita
bekerja dan hipotesis penelitian.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini dijelaskan mengenai identiikasi variabel penelitian,
definisi operasional variabel penelitian, populasi, sample, dan
metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, uji
coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Stres Kerja
1. Pengertian stres kerja
Dalam hubungannya dengan pekerjaan, setiap orang pernah mengalami
stres. Adakalanya stres yang dialami seseorang itu adalah kecil dan hampir tak
berarti, namun bagi yang lainnya dianggap sangat mengganggu dan berlanjut
dalam waktu yang relatif lama (Efendi, 2001). Pekerjaan dapat menimbulkan stres
karena pekerjaan memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan
manusia (Dawis, dkk, 1990). Lingkungan kerja, sebagaimana
lingkungan-lingkungan lainnya, menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang
menempatinya. Oleh karena itu, individu akan memiliki kemungkinan untuk
mengalami suatu keadaan stres dalam lingkungan kerja (Rice, 1992).
Secara sederhana stres dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
individu terganggu keseimbangannya (Dharmawan, dkk, 2005). Sering pula stres
diartikan sebagai perasaan khawatir dan takut (Dawis dkk, 1990). Hans Selye
(dalam Efendi, 2001) yang dikenal sebagai father of stress theory mendifinisikan
stres sebagai respon tubuh non-spesifik terhadap segala tekanan yang
menimpanya.
Stres atau ketegangan timbul sebagai suatu hasil ketidakseimbangan antara
persepsi orang tersebut mengenai tuntutan yang dihadapinya dan persepsinya
Stres dapat disebabkan oleh apapun yang menstimulasi kita, hal itu adalah bagian
dari kehidupan. Beberapa tingkatan stres dapat distimulasi, namun bila terlalu
banyak akan bisa merusak (Lazarus, dalam Austin, 2004). Stres berhubungan
dengan dengan situasi lingkungan yang dipersepsikan sebagai suatu tekanan yang
melampaui kemampuan dan keadaan diri seseorang untuk mengatasinya
(McGrath, dalam Chandraiah, dkk, 2003). Penghayatan stres ditentukan oleh
penafsiran tentang tuntutan apa yang dihadapi dan oleh analisis dari
sumber-sumber yang dimiliki untuk mampu menghadapi tuntutan (Munandar, 2001).
Stres yang kemunculannya mengacu pada pekerjaan seseorang disebut
stres kerja (Austin, 2004). Stres kerja menurut Kahn, dkk (dalam Cooper, 2003)
merupakan suatu proses yang kompleks, bervariasi, dan dinamis dimana stressor,
pandangan tentang stres itu sendiri, respon singkat, dampak kesehatan, dan
variabel-variabelnya saling berkaitan. Cooper (1998) mengemukakan bahwa stres
kerja adalah ketidakmampuan untuk memahami atau menghadapi tekanan, di
mana tingkat stres tiap individu dapat berbeda-beda dan bereaksi sesuai perubahan
lingkungan atau keadaan.
Menurut Handoko (2000) Stres kerja merupakan suatu kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungan. Selye (dalam Beehr, 1995) menyatakan bahwa stres kerja dapat
diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu
berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku.
a. Urusan stres yang dialami seseorang melibatkan juga pihak organisasi atau
perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di
dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan
dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab
stres kerja.
b. Mengakibatkan dampak negatif bagi individu dan juga perusahaan. Oleh
karena itu diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk
menyelesaikan persoalan stress tersebut.
Stres kerja juga dapat dirumuskan sebagai suatu kondisi dari pekerjaan
yang mengancam indiviu. Ancaman ini dapat berasal dari tuntutan pekerjaan itu
atau karena kurang terpenuhinya kebutuhan individu. Stres kerja ini muncul
sebagai bentuk ketidakharmonisan individu dengan lingkungan kerjanya
(Diahsari, 2001).
Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi stres kerja adalah interaksi antara
kondisi kerja dengan sifat-sifat karyawan yang bekerja yang merubah fungsi
normal secara fisik, psikologis maupun perilaku yang berasal dari tuntutan
pekerjaan yang melebihi kemampuan karyawan atau kondisi lingkungan yang
menimbulkan stres yang dapat menyebabkan pengaruh negatif bagi karyawan
maupun organisasi tempat dia bekerja yang membutuhkan solusi baik itu dari
2. Gejala-gejala stres kerja
Beehr dan Newman (dalam Rice, 1992) telah memeriksa sejumlah
penelitian tentang stres kerja dan dirangkumkan ke dalam 3 tipe dari harisl negatif
individu terhadap stres kerja yaitu gejala fisik, gejala psikologis, dan gejala
perilaku.
a. Gejala fisik dari stres kerja
Yang termasuk dalam gejala-gejala fisik yaitu :
1) Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah
2) Meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin
3) Timbulnya gangguan perut
4) Kelelahan fisik
5) Kematian
6) Timbulnya penyakit kardiovaskuler
7) Ketegangan otot
8) Keringat berlebihan
9) Gangguan kulit
10)Sakit kepala
11)Kanker
12)Gangguan tidur
Salah satu masalah yang membuat hubungan antara
pekerjaan-stres-kesehatan adalah beberapa wanita yang bekerja membawa masalah pekerjaan-stres-kesehatan
fisiknya ke pekerjaan. Hal ini bisa berhubungan dengan perilaku yang berisiko
kesehatan, walaupun hal ini membuat lebih nyata tetapi pekerjaanlah yang
berindikasi besar pada masalah kesehatan.
b. Gejala psikologis dari stres kerja
Yang termasuk dalam gejala-gejala psikologis yaitu :
1) Ketegangan, kecemasan, kebingungan, dan mudah tersinggung
2) Perasaan frustasi, marah, dan kesal
3) Emosi yang menjadi sensitif dan hiperaktif
4) Perasaan tertekan
5) Kemampuan berkounikasi efektif menjadi kurang
6) Menarik diri dan depresi
7) Persaan terisolir dan terasing
8) Kebosanan dan ketidakpuasan dalam bekerja
9) Kelelahan mental dan menurunnya fungsi intelektual
10)Menurunnya harga diri
Kemungkinan besar prediksi efek stres kerja adalah ketidakpuasan
pekerjaan. Ketika hal ini muncul, seseorang merasa kurang termotivasi untuk
bekerja, tidak bekerja dengan baik, atau tidak melanjutkan pekerjaan.
Gejala-gejala ini muncul pada tahapan yang berbeda di dalam perjalanan dari pekerjaan
tersebut dan bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya.
c. Gejala perilaku dari stres kerja
Yang termasuk dalam gejala-gejala perilaku yaitu :
1) Bermalas-malasan dan menghindari pekerjaan
3) Meningkatnya penggunaan alcohol dan obat-obat terlarang
4) Melakukan sabotase pada pekerjaan
5) Makan berlebihan sebagai pelarian yang bisa mengakibatkan obesitas
6) Mengurangi makan sebagai perilaku menarik diri dan berkombinasi
dengan depresi.
7) Kehilangan selera makan dan menurunnya berat badan secara tiba-tiba
8) Meningkatnya perilaku yang berisiko tinggi
9) Agresif, brutal, dan mencuri
10)Hubungan yang tidak harmonis dengan keluarga dan teman
11)Kecenderungan melakukan bunuh diri.
Uraian di atas menunjukkan bahwa gejala stres kerja merupakan gejala
yang kompleks, yang meliputi kondisi fisik, psikologis, maupun perilaku. Namun
demikian gejala tersebut tidak muncul bersamaan waktunya pada seseorang,
kemunculannya bersifat kumulatif, yang sebenarnya telah terjadi dalam waktu
yang cukup lama, hanya saja tidak terdeteksi jika tidak menunjukkan perilaku
tertentu.
3. Sumber-sumber Stres Kerja
Kebanyakan orang menghabiskan waktu untuk bekerja daripada mereka
melakukan berbagai aktivitas lainnya. Wajarlah jika kemudian pekerjaan menjadi
pada kesehatan fisik dan mental dari karyawan. Menurut Cooper (dalam Rice,
1992) mengidentifikasikan sumber-sumber stres kerja sebagai berikut :
a. Kondisi pekerjaan
Kondisi pekerjaan meliputi :
1) Lingkungan kerja. Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab
karyawan mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan
menurutnya produktivitas kerja.
2) Overload. Dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualititatif. Dikatakan overload secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan
melebihi kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut
mudah lelah dan berada dalam “tegangan tinggi”. Overload secara
kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit, sehingga
menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan.
3) Deprivational stress, yaitu kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang,
atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya keluhan yang muncul
adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang
mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial).
4) Pekerjaan beresiko tinggi. Jenis pekerjaan yang beresiko tinggi, atau
berbahaya bagi keselamatan, misalnya pekerjaan di pertambangan minyak
lepas pantai, tentara, dan pemadam kebakaran, berpotensi menimbulkan
stres kerja karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan
b. Stres karena peran
Sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar,
khususnya para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang
mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya, wanita
bekerja ini menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu
rumah tangga. Terutama dalam alam kebudayaan Indonesia, wanita sangat
dituntut perannya sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar sehingga
banyak wanita karir yang merasa bersalah ketika harus bekerja. Perasaan
bersalah ditambah dengan tuntutan dari dua sisi, yaitu pekerjaan dan ekonomi
rumah tangga, sangat berpotensi menyebabkan wanita bekerja mengalami
stres.
c. Faktor interpersonal
Hubungan interpersonal di tempat kerja merupakan hal yang sangat
penting di tempat kerja. Dukungan dari sesame pekerja, manajemen, keluarga,
dan teman-teman diyakini dapat menghambat timbulnya stres. Dengan
demikian perlu ada kepedulian pihak manajemen pada karyawannya agar
selalu tercipta hubungan yang harmonis.
d. Pengembangan karir
Karyawan biasanya mempunyai berbagai harapan dalam kehidupan karir
kerjanya, yang ditujukan pada pencapaian prestasi dan pemenuhan kebutuhan
untuk mengaktualisasikan diri. Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi
kebutuhan karyawan untuk berkarir, misalnya sistem promosi yang tidak jelas,
merasa kehilangan harapan, tumbuh perasaan ketidakpastian ang dapat
menimbulkan perilaku stres.
e. Struktur Organisasi
Struktur organisasi berpotensi menimbulkan stres apabila diberlakukan
secara kaku, pihak manajemen kurang mempedulikan inisiatif karyawan, tidak
melbatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan, dan tidak adanya
dukungan bagi kreativitas karyawan.
f. Tampilan rumah-pekerjaan
Ketika pekerjaan berjalan dengan lancer, tekanan yang ada di rumah
cenderung bisa dihilangkan. Bagi kebanyakan orang, rumah sebagai tempat
untuk bersantai, mengumpulkan dan membangun kembali kekuatan yang
hilang. Tetapi, ketika keheningan terganggu, bisa karena pekerjaan atau
konflik di rumah, efek dari stres cenderung meningkat.
4. Stres kerja pada wanita
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja
Menurut Rini (2002), sejak jaman dahulu hingga kini, persoalan yang
dihadapi oleh kaum wanita yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh
berbeda. Berbagai hambatan dan kesulitan yang mereka alami dari masa ke masa,
berasal dari sumber-sumber bagi wanita yang bekerja dapat dibedakan sebagai
1) Faktor internal
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah persoalan yang timbul dalam
diri pribadi wanita yang bekerja tersebut. Ada di antara para wanita yang bekerja
tersebut lebih senang jika dirinya benar-benar hanya menjadi ibu rumah tangga,
yang sehari-harinya di rumah dan mengatur rumah tangga. Namun, keadaan
“menuntut”nya untuk bekerja, untuk menyokong keuangan keluarga. Kondisi
tersebut mudah menimbulkan stres karena bekerja bukanlah timbul dari keinginan
diri namun seakan tidak punya pilihan lain demi membantu ekonomi rumah
tangga. Biasanya, para wanita yang bekerja mengalami masalah yang demikian,
cenderung merasa sangat lelah (terutama secara psikis), karena seharian
“memaksakan diri” untuk bertahan di tempat kerja.
2) Faktor eksternal
a. Dukungan suami
Dukungan suami dapat diterjemahkan sebagia sikap penuh pengertian
yang ditunjukkan dalam bentuk kerja sama yang positif, ikut membantu
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus anak-anak serta
memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karir atau pekerjaan
istrinya. Di Indonesia, iklim patrilinial yang sangat kuat, turut menjadi faktor yang
membebani peran wanita yang bekerja, karena masih terdapat pemahaman bahwa
pria tidak boleh mengerjakan pekerjaan wanita, apalagi ikut mengurus masalah
rumah tangga. Masalah rumah tangga adalah kewajiban sepenuhnya seorang istri.
kesalahan dari istri dan untuk itu ia harus bertanggung jawab menyelesaikannya
sendiri.
Keadaan itu akan menjadi sumber tekanan yang berat bagi istri, sehingga
ia pun akan sulit merasakan kepuasan dalam bekerja. Kurangnya dukungan suami,
membuat peran wanita yang bekerja di rumah pun tidak optimal karena terlalu
banyak yang masih dikerjakan sementara dirinya juga merasa lelah sesudah
bekerja. Akibatnya, timbul rasa bersalah karena merasa diri bukan wanita yang
bekerja dan istri yang baik.
b. Kehadiran anak
Masalah pengasuhan terhadap anak, biasanya dialami oleh wanita yang
bekerja yang mempunyai anak kecil/balita. Semakin kecil usia anak, maka
semakin besar tingkat stres yang dirasakan. Rasa bersalah karena
meninggalkan anak untuk seharian bekerja, merupakan persoalan yang
sering dipendam oleh para wanita yang bekerja. Apalagi jika pengasuh
yang ada tidak dapat dipercaya, sementara tidak ada famili lain yang dapat
membantu.
c. Masalah pekerjaan
Pekerjaan bisa menjadi sumber ketegangan dari stres yang besar bagi para
wanita bekerja. Mulai dari peraturan kerja yang kaku, bos yang tidak
bijaksana, beban kerja yang berat, ketidakadilan yang dirasakan di tempat
kerja, rekan-rekan yang sulit bekerja sama, waktu kerja yang sangat
panjang, ataupun ketidaknyamanan psikologis yang dialami akibat dari
wanita yang bekerja menjadi sangat lelah, sementara kehadirannya masih
sangat dinantikan oleh keluarga di rumah. Kelelahan psikis dan fisik itulah
yang sering membuat mereka sensitif dan emosional, baik terhadap
anak-anak maupun terhadap suami. Keadaan ini biasanya makin intens, jika
situasi di rumah tidak mendukung suami dalam keadaan rileks, santai dan
hangat merupakan kegiatan penting yang tidak bisa diabaikan, untuk
membina, mempertahankan dan menjaga kedekatan relasi serta
B. Konflik Peran Ganda
1. Pengertian konflik peran ganda
Konflik peran menurut Kahn (dalam Beehr, 1995) adalah adanya
ketidakcocokan antara harapan-harapan yang berkaitan dengan suatu peran
dimana dalam kondisi yang cukup ekstrim, kehadiran dua atau lebih harapan
peran atau tekanan akan sangat bertolak belakang sehingga peran yang lain tidak
dapat dijalankan.
Paden dan Buchler (dalam Simon, 2002) mendefinisikan konflik peran
ganda merupakan konflik peran yang muncul antara harapan dari dua peran yang
berbeda yang dimiliki oleh seseorang. Di pekerjaan, seorang wanita yang
profesional diharapkan untuk agresif, kompetitif, dan dapat menjalankan
komitmennya pada pekerjaan. Di rumah, wanita sering kali diharapkan untuk
merawat anak, menyayangi dan menjaga suaminya.
Netemeyer et al. (dalam Hennessy, 2005) mendefinisikan konflik peran
ganda sebagai konflik yang muncul akibat tanggung jawab yang berhubungan
dengan pekerjaan mengganggu permintaan, waktu dan ketegangan dalam
keluarga. Hennessy (2005) selanjutnya mendefisikan konflik peran ganda ketika
konflik yang terjadi sebagai hasil dari kewajiban pekerjaan yang mengganggu
kehidupan rumah tangga.
Jadi dari beberapa pengertian di atas konflik peran ganda adalah salah satu
bentuk konflik antar peran yang diakibatkan pekerjaan dan keluarga saling tidak
tangga, permintaan, waktu dan ketegangan dalam keluarga yang disebabkan
harapan dari dua peran yang berbeda.
2. Dimensi-dimensi konflik peran ganda
Menurut Greenhause dan Beutell (dalam David, 2003) konflik peran ganda
itu bersifat bi-directional dan multidimensi. Bi-directional terdiri dari:
a. work-family conflict yaitu konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab
pekerjaan yang mengganggu tanggung jawab terhadap keluarga.
b. family-work conflict yaitu konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab
terhadap keluarga mengganggu tanggung jawab terhadap pekerjaan.
Menurut Greenhause dan Beutell (dalam David, 2003) multidimensi dari
konflik peran ganda muncul dari masing-masing direction dimana antara
keduanya baik itu work-family conflict maupun family-work conflict
masing-masing memiliki 3 dimensi yaitu: time-based conflict, strain-based conflict,
behavior-based conflict. Greenhaus dan Beutell (dalam Hennessy, 2005)
mendefinisikan tiga dimensi dari konflik peran ganda, yaitu:
a. time-based conflict, yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang digunakan
untuk memenuhi satu peran tidak dapat digunakan untuk memenuhi peran
lainnya artinya pada saat yang bersamaan seorang yang mengalami konflik
peran ganda tidak akan bisa melakukan dua atau lebih peran sekaligus.
b. strain-based conflict, yaitu ketegangan yang dihasilkan oleh salah satu peran
membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan perannya yang lain.
Sebagai contoh, seorang ibu yang seharian bekerja, ia akan merasa lelah, dan
menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Ketegangan peran ini bisa termasuk
stres, tekanan darah meningkat, kecemasan, cepat marah dan sakit kepala.
c. behavior-based conflict, yaitu konflik yang muncul ketika pengharapan dari
suatu perilaku yang berbeda dengan pengharapan dari perilaku peran lainnya.
Sebagai contoh, seorang wanita yang merupakan manajer eksekutif dari suatu
perusahaan mungkin diharapkan untuk agresif dan objektif terhadap
pekerjaan, tetapi keluarganya mempunyai pengharapan lain terhadapnya. Dia
berperilaku sesuai dengan yang diharapkan ketika berada di kantor dan ketika
berinteraksi di rumah dengan keluarganya dia juga harus berperilaku sesuai
dengan yang diharapkan juga.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda
Stoner et al. (1990) menyatakan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi konflik peran ganda, yaitu:
a. time pressure, semakin banyak waktu yang digunakan untuk bekerja maka
semakin sedikit waktu untuk keluarga.
b. family size dan support, semakin banyak anggota keluarga maka semakin
banyak konflik, dan semakin banyak dukungan keluarga maka semakin sedikit
konflik.
c. kepuasan kerja, semakin tinggi kepuasan kerja maka konflik yang dirasakan
semakin sedikit.
d. marital and life satisfaction, ada asumsi bahwa wanita bekerja memiliki
e. size of firm, yaitu banyaknya pekerja dalam perusahaan mungkin saja
mempengaruhi konflik peran ganda seseorang.
4. Konsekuensi dari konflik peran ganda
Konflik ibu bekerja, seringkali mengarah pada simptom klinis seperti
depresi, perasaan stres, bersalah, agresi, iri, dan malu (Hammen et al. dalam
Simon, 2002). Perasaan depresi ditemukan lebih bersifat kronis dan berulang pada
wanita dibanding pria, dengan waktu yang dihabiskan wanita mengalami depresi
rata-rata 21 % seumur hidup (Simon, 2002).
Beberapa peneliti menemukan bahwa ada hubungan antara konflik peran
ganda dengan psychological distress dan kesejahteraan. Sebagai contoh,
Schwartzberg dan Dytell (dalam Hennessy, 2005) mengatakan ada pengaruh
pekerjaan dan stres keluarga terhadap kesejateraan psikologis. Selanjutnya
penelitian mengarah pada perbedaan gender dan penelitian terbaru menemukan
bahwa wanita menunjukkan level distres yang lebih tinggi yang berhubungan
dengan peran ganda (Cleary dalam Hennessy, 2005).
C. Wanita Bekerja
1. Pengertian wanita bekerja
Menurut Beneria (dalam Gunn, 1994) wanita yang bekerja adalah wanita
yang menjalankan peran produktifnya. Wanita memiliki dua kategori peran, yaitu
peranan reproduktif dan peranan produktif. Peranan reproduktif mencakup
peranan reproduksi biologis, sedangkan peranan produktif adalah peranan dalam
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesis
penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel tergantung : Stres kerja
2. Variabel bebas : Konflik peran ganda
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Stres kerja
Stres kerja adalah ketidakmampuan untuk memahami atau menghadapi
tekanan, di mana tingkat stres tiap individu dapat berbeda-beda dan bereaksi
sesuai perubahan lingkungan atau keadaan.
Stres kerja akan diukur dengan menggunakan skala stres kerja. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan skala stres kerja yang aitem-aitemnya disusun
sendiri oleh penulis dan dari beberapa referensi lain berdasarkan sumber-sumber
stres kerja menurut Cooper (dalam Rice, 1992) yaitu kondisi pekerjaan, stres
karena peran, faktor interpersonal, pengembangan karir, struktur organisasi, dan
tampilan rumah-pekerjaan.
Skor total merupakan petunjuk bagi tinggi rendahnya tingkat stres kerja.
yang terjadi. Sebaliknya, semakin rendah skor skala stres kerja maka semakin
rendah tingkat stres kerja yang terjadi.
2. Konflik peran ganda
Konflik peran ganda adalah ketidakcocokan antara harapan yang berkaitan
dengan suatu peran yang dialami wanita bekerja yakni sebagai ibu rumah tangga
dan sebagai pekerja dimana dalam kondisi yang demikian, kedua peran tersebut
akan menimbulkan konflik sehingga salah satu peran tidak dapat dijalankan
dengan baik.
Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang maka semakin tinggi
konflik peran ganda yang dialaminya. Sebaliknya semakin rendah skor yang
diperoleh seseorang maka semakin rendah konflik peran ganda yang dialaminya.
C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang
diperoleh dari sebagian individu yang diselidiki itu henda digeneralisasikan (Hadi,
2000). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawati yang
bekerja di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Tanjung Morawa dengan
karakteristik populasi sebagai berikut :
a. Wanita yang telah menikah. Hal ini dikarenakan wanita yang bekerja dan
telah menikah akan mempunyai dua peranan yang bertolak belakang yaitu
b. Bekerja full-time. Alasannya adalah bahwa wanita yang berkerja full-time
lebih ingin mempersingkatkan jam kerjanya untuk mengurangi ketegangan
akibat konflik peran pekerjaan dan keluarga dibandingkan dengan wanita
yang bekerja full-time.
c. Telah bekerja minimal selama satu tahun
Alasannya karena pengalaman sangat menentukan bagaimana stres kerja
bisa timbul pada karyawan.
d. Memiliki anak minimal satu orang.
Alasannya adalah bahwa wanita akan merasa bersalah karena
meninggalkan anak untuk seharian bekerja, merupakan persoalan yang
sering dipendam oleh para wanita yang bekerja.
2. Sampel dan metode pengambilan sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2004). Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik random sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawati
bagian produksi pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Tanjung Morawa yang
berjumlah 200 orang. Jumlah subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah
132 orang. Pengambilan jumlah sampel ini mengacu pada tabel Krecjie yang
melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan atas kesalahan 5%, jadi sampel
yang diperoleh memiliki kepercayaan 95% terhadap populasi (Sugiyono, 2004).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi
kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan skala yang terbentuk skala likert dengan beberapa pilihan,
yaitu dengan cara menyebarkan skala yang berisi daftar pernyataan yang telah
disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga subjek penelitian dapat mengisi
dengan mudah. Dalam penelitian ini menggunakan dua buah skala yaitu skala
stres kerja dan skala konflik peran ganda.
1. Skala Stres Kerja
Skala ini berisikan aitem yang bertujuan untuk mengukur stres kerja
subjek penelitian. Skala disusun berdasarkan gejala-gejala stres kerja menurut
Beehr dan Newman (dalam Rice, 1992) yaitu gejala fisik, gejala psikologis, dan
gejala perilaku.
Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan mendukung dan
tidak mendukung. Pemberian skor untuk pernyataan mendukung adalah 4 untuk
jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk jawaban sesuai (S), 2 untuk jawaban tidak
sesuai (TS), 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS).
Sedangkan pemberian skor untuk pernyataan tidak mendukung aalah 1
untuk jawaban sangat sesuai (SS), 2 untuk jawaban sesuai (S), 3 untuk jawaban
Berikut ini disajikan tabel 1 yang berisi cetak biru distribusi aitem-aitem
skala stres kerja.
Tabel 1. Cetak biru skala stres kerja
Aspek-aspek
Stres Kerja
Nomor aitem
Jumlah Mendukung Tidak Mendukung
Kondisi pekerjaan 2,9,28,37,47 17,24,33,43,65,68 11
Stres karena peran 20,25,44,50,68,83 3,12,29,48,32,35 12
Faktor
10,51,54,62,69,66 14,27,30,35,36,42 12
Struktur organisasi 5,7,11,23,31,70 16,18,46,57,61,63 12
Tampilan rumah
pekerjaan
19,32,55,58 8,62,65,28,38,21 10
Total 34 36 70
2. Skala konflik peran ganda
Skala ini berisikan aitem yang bertujuan untuk mengukur konflik peran
ganda wanita menikah yang bekerja. Penyusunan skala konflik peran ganda
berdasarkan dimensi konflik peran ganda yang dikemukakan oleh Greenhause dan
Beutell (dalam O’Driscoll dkk, 1997) yang terdiri dari konflik didasarkan pada
Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan mendukung dan
tidak mendukung. Pemberian skor untuk pernyataan mendukung adalah 4 untuk
jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk jawaban sesuai (S), 2 untuk jawaban tidak
sesuai (TS), 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS).
Sedangkan pemberian skor untuk pernyataan tidak mendukung adalah 1
untuk jawaban sangat sesuai (SS), 2 untuk jawaban sesuai (S), 3 untuk jawaban
tidak sesuai (TS), 4 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS).
Berikut ini disajikan tabel 2 yang berisi cetak biru skala konflik peran
ganda.
Tabel 2. Cetak biru skala konflik peran ganda
Tabel 1. Cetak biru skala stres kerja
Aspek-aspek
Konflik Peran Ganda
Nomor aitem
Jumlah Mendukung Tidak Mendukung
E. Uji Coba Alat Ukur
1. Validitas alat ukur
Menurut Azwar (2000), untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu
menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu
pengujian validitas. Suatu alat tes atau instrument pengukuran dapat dikatakan
memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya
atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut.
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi.
Validitas ini merupakan validitas yang dietimasi lewat pengujian terhdap isi tes
dengan analisis rasional atau lewat professional judgement (Azwar, 2000).
Validitas isi menunjukkan sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup
keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur. Pengertian ini mencakup
keseluruhan kawasan ini tidak saja berarti tes itu harus komprehensif akan tetapi
isinya harus pula tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran.
Sebelum melakukan penyusunan alat ukur, peneliti menentukan terlebih
dahulu kawasan isi dari stres kerja dan konflik peran ganda. Kemudian peneliti
akan membuat aitem-aitem yang bertujuan untuk mengungkap kawasan isi
tersebut. Selanjutnya peneliti melakukan pengujian validitas isi dengan melakukan
analisis rasional atau professional judgement, dalam hal ini adalah dosen
2. Reliabilitas alat ukur
Reliabilitas alat ukur adalah mencari dan mengetahui sejauhmana hasil
pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran ini dapat dipercaya apabila dalam
pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek sama, diperoleh hasil yang
sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah
(Azwar, 2000). Uji reliabilitas penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi
internal. Formula reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah formula
Alpha Cronbach melalui bantuan SPSS versi 13.0 for Windows. Nantinya,
pengujian reliabilitas ini akan menghasilkan reliabilitas dari skala stres kerja dan
skala konflik peran ganda.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut
adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.
1. Tahap persiapan
a. Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu peneliti mempersiapkan
alat ukur berupa skala stres kerja sebanyak 60 aitem dan skala konflik
peran ganda sebanyak 60 aitem yang berupa skala likert. Skala stres kerja
dan skala konflik peran ganda dibuat dalam bentuk buku yang terdiri dari
empat alternatif pilihan jawaban, dimana disamping pernyataan telah
disediakan tempat untuk menjawab sehingga memudahkan subjek dalam
b. Sebelum melakukan pengujian lapangan, peneliti terlebih dahulu mencari
informasi dan koneksi untuk dapat memperoleh izin penelitian dari pihak
perusahaan.
c. Setelah mendapatkan perusahaan untuk melakukan penelitian, langkah
selanjutnya peneliti mengurus surat izin untuk penelitian dari Fakultas
Psikologi USU untuk melakukan penelitian ke perusahaan tersebut.
d. Setelah tiba di perusahaan tersebut, selanjutnya peneliti meminta izin
kepada pihak yang berwenanang dari perusahaan tersebut untuk
melakukan penelitian dengan menunjukkan surat jalan dari Fakultas
Psikologi USU.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Setelah mendapatkan izin dari perusahaan, kemudian peneliti
menindaklanjuti dengan menanyakan kepada pihak perusahaan tentang
waktu yang tepat untuk melakukan penelitian.
b. Pada tahap awal sebelum menyebarkan skala, peneliti mencari subjek
sesuai karakteristik populasi ang telah ditentukan. Setelah memenuhi
criteria, kemudian peneliti dengna acak melalui daftar kehadiran
membagikan skala kepala subjek dengan terlebih dahulu memberikan
petunjuk pengisian skala yang benar. Peneliti memberikan penjelasan
mengenai maksud dan tujuan diadakannya penelitian kepada
masing-masing karyawan. Agar skala ini dapat diisi dengan tenang, maka skala
c. Setelah tenggang waktu selama 2 hari, skala kemudian dijemput di tempat
kerja subjek. Peneliti mengumpulkan semua skala setelah sebagian besar
skala tersebut dikumpulkan oleh pihak perusahaan.
3. Tahap pengolahan data
a. Langkah berikutnya sehubungan dengan penelitian ini adalah melakukan
penyekoran terhadap kedua skala dengan cara sebagai berikut :
1) Langkah-langkah dalam melakukan penyekoran adalah membuat nilai
setiap pernyataan mendukung dan tidak mendukung pada plastik
transparan sesuai dengan nomor urut pernyataan.
2) Setelah diketahui nilai subjek setiap pernyataan, selanjutnya nilai-nilai
tersebut dijumlahkan sehingga didapat nilai total setiap subjek untuk
seluruh pernyataan. Setelah diketahui nilai total subjek untuk kedua
variabel, maka data ini menjadi data induk penelitian.
b. Setelah diperoleh hasil skor stres kerja dan konflik peran ganda pada
masing-masing subjek, maka untuk pengolahan data selanjutnya, peneliti
menggunakan aplikasi computer SPSS versi 13.0 for Windows.
G. Metode Analisis Data
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara konflik peran
ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja, maka analisa data yang digunakan
adalah korelasi pearson product moment. Teknik ini digunakan karena data yang
diperoleh bersifat interval. Skala-skala yang setiap aitemnya diberik skor pada
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan
menggunakan analisa statistika. Keseluruhan analisa data dilakukan dengan
menggunakan fasilitas komputerisasi SPSS 13.0 for Windows.
Sebelum data-data yang terkumpul dianalisis, maka terlebih dahulu
dilakukan uji asumsi yang meliputi :
1. Uji normalitas, adalah pengujian bahwa sampel yang dihadapi adalah berasal
dari populasi yang terdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan untuk
mengetahui apakah data dari variabel bebas (konflik peran ganda) dan variabel
tergantung (stres kerja) dalam penelitian ini sebarannya telah normal. Uji
normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one sample
kolmogorov-smirnov. Data penelitian dapat dikatakan terdistribusi secara normal jika nilai
p ≥ 0.05.
2. Uji linieritas hubungan digunakan untuk mengetahui apakah data distribusi
penelitian yaitu variabel bebas (konflik peran ganda) dan variabel tergantung
(stres kerja) memiliki huungna linier. Kaidah yang digunakan untuk
mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan
variabel tergantung adalah jika p ≥ 0.05 maka hubungannya antara variabel
bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier, sebaliknya jika p < 0.05
berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan
tidak linier (Hadi, 2000). Uji linieritas juga dilakukan dengan menggunakan
analisis statistik uji F dengan menggunakan fasilitas komputerisasi SPSS 13.0
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian.
Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian
dilanjutkan dengan analisa dan interpretasi data penelitian serta hasil penelitian.
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek penelitian berjumlah 76 orang wanita bekerja. Berdasarkan hal
tersebut didapatkan gambaran umum subjek penelitian menurut usia, pendidikan
terakhir, pekerjaan, masa kerja, dan jumlah anak.
1. Penggolongan Subjek Berdasarkan Usia
Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 7
berikut ini:
Tabel 7. Penyebaran subjek berdasarkan usia
Usia Jumlah (N) Persentase
23 – 27 tahun 18 23.7 %
28 – 32 tahun 34 44.7 %
33 – 37 tahun 24 31.6 %
Jumlah 76 100 %
Dapat dilihat dari tabel 7 menunjukkan bahwa ternyata subjek terbanyak pada usia
28-32 tahun yang berjumlah 34 orang (44.7%), subjek yang berusia 33-37 tahun
sebanyak 24 orang (31.6 %), sedangkan yang paling sedikit adalah subjek yang
2. Penggolongan Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Berdasarkan pendidikan terakhir, subjek penelitian dapat dikelompokkan
menjadi tiga tingkatan yaitu: SMU/SMK, Diploma-3 dan Strata-1. Penyebaran
subjek dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini:
Tabel 8. Penyebaran subjek berdasarkan pendidikan terakhir
Pendidikan Terakhir Jumlah (N) Persentase
SMU/SMK 44 57.9 %
Diploma 3 20 26.3 %
Strata 1 12 15.8 %
Jumlah 76 100 %
Dapat dilihat dari tabel 8 menunjukkan bahwa ternyata sebagian besar subjek
penelitian yaitu sebanyak 44 orang (57.9 %) berpendidikan terakhir SMU/SMK,
kemudian sebanyak 20 orang (26.3%) berpendidikan terakhir D-3 dan yang paling
sedikit adalah subjek yang berpendidikan terakhir S-1 yaitu sebanyak 12 orang
(15.8 %).
3. Penggolongan Subjek Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan pekerjaan, subjek penelitian dapat dikelompokkan menjadi
tiga kategori yaitu: Karyawan, Pegawai Negeri, dan Wiraswasta. Penyebaran
subjek dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini:
Tabel 9. Penyebaran subjek berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Jumlah (N) Persentase
Karyawan 42 55.3 %
Pegawai Negeri 9 11.8 %
Wiraswasta 25 32.9 %