• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Ekstrak Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Ekstrak Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PERBEDAAN PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DARI EKSTRAK KULIT BUAH JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) DALAM BENTUK SEDIAAN SALEP DAN GEL SECARA PRAKLINIS

PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

OLEH: DARWIN NIM 071501061

FAKULTAS FARMASI

(2)

PERBEDAAN PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DARI EKSTRAK KULIT BUAH JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) DALAM BENTUK SEDIAAN SALEP DAN GEL SECARA PRAKLINIS

PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: DARWIN NIM 071501061

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PERBEDAAN PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DARI EKSTRAK KULIT BUAH JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) DALAM BENTUK SEDIAAN SALEP DAN GEL SECARA PRAKLINIS

PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR OLEH:

DARWIN NIM 071501061

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal : September 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc., Apt. Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195212041980021001 NIP 195409091982011001 Pembimbing II,

Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc., Apt NIP 195212041980021001

Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195008221974121002

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt.

NIP 195208241983031001

Dra. Djendakita, M.Si., Apt.

NIP 195107031977102001

Medan, September 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Perbedaan Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Ekstrak Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) dalam Bentuk Sediaan Salep dan Gel secara Praklinis pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar ”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus tiada terhingga kepada Ayah Hendri dan Ibu Sumiati tercinta, serta kepada Kakek dan Nenek atas dorongan dan semangat baik moril maupun materil kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc., Apt., dan Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

(5)

2. Ibu Dra. Masfria, MS., Apt., sebagai dosen wali yang telah membimbing penulis selama masa pendidikan.

3. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt, Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., Ibu Dra. Djendakita, M.Si., Apt., sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritikan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Biofarmasetika dan Farmakokinetika yang telah memberikan fasilitas dan bantuan selama penelitian.

5. Seluruh Staf Pengajar, Pegawai Tata Usaha, Kakak-kakak, Abang-abang dan Teman-teman yang telah membantu selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini.

Medan, September 2011 Penulis,

Darwin

(6)

Perbedaan Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Ekstrak Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) dalam Bentuk Sediaan Salep dan

Gel Secara Praklinis pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Abstrak

Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) merupakan salah satu tumbuhan yang berkhasiat. Kulit buah jengkol termasuk limbah di pasar tradisional dan kurang memberikan nilai ekonomis. Daun jengkol berkhasiat sebagai obat eksim, kudis, luka dan bisul, kulit batangnya sebagai penurun kadar gula darah dan kulit buahnya dapat digunakan sebagai obat borok, pembasmi serangga, luka bakar. Salah satu kandungan kimia dari kulit buah jengkol yaitu tanin. Tanin berfungsi sebagai astringen yang menyebabkan penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan pendarahan yang ringan, antiseptik dan obat luka bakar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ekstrak kulit buah jengkol dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan salep dan gel yang stabil dan mengetahui perbedaan percepatan penyembuhan luka bakar antara bentuk sediaan salep dan gel.

Pada penelitian ini ekstrak kulit buah jengkol diformulasikan menjadi sediaan salep dan gel, selanjutnya dievaluasi sediaan, kemudian diuji sediaan salep dan gel terhadap penyembuhan luka bakar dan dilakukan analisis data dengan Statistical Program Service Solution (SPSS) yaitu Uji T

Hasil evaluasi sediaan salep dan gel dari ekstrak kulit buah jengkol menunjukkan bahwa sediaan salep dan gel dari ekstrak kulit buah jengkol tetap stabil selama 28 hari dan nilai pH sediaan memenuhi persyaratan nilai pH sediaan yang aman untuk kulit yaitu pH 5 hingga 10.

Hasil penelitian menunjukkan kelompok yang diberi sediaan salep yang mengandung ekstrak kulit buah jengkol 5% sembuh setelah hari ke 14, sedangkan kelompok yang diberi sediaan gel yang mengandung ekstrak kulit buah jengkol 1% sembuh setelah hari ke 10.

Hasil analisis data menggunakan Uji T disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap percepatan penyembuhan luka bakar antara bentuk sediaan salep dan gel ekstrak kulit buah jengkol yang memberikan efek terbaik dari masing-masing konsentrasi terbaik (salep 5% dan gel 1%) dimana nilai sig.(2-tailed) atau probabilitas yang dihasilkan lebih besar dari 0,05 (probabilitas 0,194).

(7)

Differences Accelerating Burn Healing of Dog Fruit Rind Extracts (Pithecellobium lobatum Benth.) in the Ointment and Gel Dosage Forms in

Preclinical in Male White Rat of Wistar Strain Abstract

Dog fruit (Pithecellobium lobatum Benth.) is one of the herbs are efficacious. Rind dog fruit including waste in traditional markets and provide less economic value. Leaf dog fruit efficacious as eczema, scabies, sores and ulcers medicine, the bark as lowering blood sugar and rind can be used as a skin ulcer medication, insect repellent, burn. One of the chemical compounds from dog fruit rind is tannin. Serves as an astringent tannins that cause shrinkage pores of the skin, hardened skin, stop bleeding exudate and a mild, antiseptic and burn medicine. The aim of this research was to determine the dog fruit rind extract can be formulated in an ointment and dosage forms are stable and know the difference between ointment and gel dosage forms accelerating burn healing.

In this study dog fruit rind extract formulated into an ointment and gel dosage forms, dosage forms were evaluated further and then tested against burns and performed data analysis with the Statistical Program Service Solution (SPSS) is a test T.

The results of the evaluation of ointment and gel dosage forms from dog fruit rind extract showed that the dosage form of ointments and gels from dog fruit rind extract remain stable for 28 days. pH value of the dosage form eliglibe to the dosage form for the skin pH value of 5 to 10.

The results showed the group given 5% dog fruit rind extract ointment recovered after day 14, whereas the group given 1% dog fruit rind extract gel recovered after day 10.

Results of analysis of data using T test concluded that there was no significant difference to the acceleration of healing of burns between ointments and gel dosage forms from dog fruit rind extract that give the best effect of each of the best concentration (5% ointment and gel 1%) where the value of sig. (2 - tailed) or the probability generated is greater than 0.05 (probability 0.194).

Key words: dog fruit rind extract, ointment, gel, burn

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Halaman Judul ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Abstrak ... vi

Abstract ... vii

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.4.1 Tujuan Umum ... 4

1.4.2 Tujuan Khusus ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

(9)

2.1.2 Sinonim ... 6

2.1.3 Nama Daerah ... 6

2.1.4 Habitat dan Daerah Tumbuh ... 6

2.1.5 Morfologi Tumbuhan ... 7

2.1.6 Kandungan Kimia ... 7

2.1.7 Khasiat Tumbuhan ... 7

2.2 Ekstraksi ... 7

2.3 Gel ... ... ... 9

2.4 Salep ... ... 10

2.5 Stabilitas Sediaan ... ... 11

2.6 Kulit ... ... 13

2.7 Luka Bakar ... ... 14

2.8 Penyembuhan Luka Bakar ... ... 17

2.9 Absorpsi Obat Perkutan ... ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Alat-alat ... 19

3.2 Bahan-bahan ... 19

3.3 Hewan Percobaan ... 20

3.4 Identifikasi Tumbuhan ... 20

3.5 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 20

3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia... 20

3.7 Skrining Fitokimia ... 21

3.8 Pembuatan Ekstrak ... 21

(10)

3.9.1 Pembuatan Salep ... 21

3.9.2 Pembuatan Gel ... 23

3.10 Evaluasi Sediaan ... 24

3.10.1 Pemeriksaan Organoleptis ... 24

3.10.2 Uji Homogenitas ... 24

3.10.3 Pemeriksaan pH ... 24

3.11 Pengujian Sediaan Salep dan Gel Terhadap Penyembuhan Luka Bakar... ... 25

3.12 Perhitungan Diameter Rata-rata Luka Bakar ... 25

3.13 Analisis Data... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Formula salep dengan variasi konsentrasi ekstrak kulit buah

jengkol ... 22 Tabel 2. Formula gel dengan variasi konsentrasi ekstrak kulit buah

jengkol ... 23 Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Sediaan Salep Ekstrak kulit

Buah Jengkol Selama 28 Hari pada Suhu Kamar ... 28 Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Sediaan Gel Ekstrak kulit

Buah Jengkol Selama 28 Hari pada Suhu Kamar ... 29 Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Homogenitas Sediaan Salep dan Gel

Ekstrak Kulit Buah Jengkol Selama 28 Hari pada Suhu Kamar . 30 Tabel 6. Hasil Pemeriksaan pH dari Sediaan Salep dan Gel Ekstrak

Kulit Buah Jengkol Selama 28 Hari pada Suhu Kamar ... 31 Tabel 7. Proses Penyembuhan Luka Bakar dari Salep Ekstrak Kulit

Buah Jengkol 5% dan Sediaan Salep di Pasaran ... 37 Tabel 8. Proses Penyembuhan Luka Bakar dari Salep Ekstrak Kulit

Buah Jengkol 5% dan Sediaan Salep di Pasaran ... 38

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Cara Mengukur Diameter Luka Bakar ... 25

Gambar 2. Grafik Diameter Luka Bakar terhadap Waktu (Hari) dari Sediaan Salep Ekstrak Kulit Buah Jengkol ... 32

Gambar 3. Grafik Diameter Luka Bakar terhadap Waktu (Hari) dari Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah Jengkol ... 33

Gambar 4. Grafik Perbedaan Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Sediaan Salep dan Gel Ekstrak Kulit Buah Jengkol . 34 Gambar 5. Grafik Perbedaan Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Sediaan Salep Ekstrak Kulit Buah Jengkol 5% dan Sediaan Salep di Pasaran ... 35

Gambar 6. Grafik Perbedaan Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah Jengkol 1% dan Sediaan Gel di Pasaran ... 36

Gambar 7. Tumbuhan Jengkol ... 46

Gambar 8. Kulit Buah Jengkol Segar ... 46

Gambar 9. Simplisia Kulit Buah Jengkol ... 47

Gambar 10. Serbuk Simplisia Kulit Buah Jengkol ... 47

Gambar 11. Penampang Melintang Kulit Buah Jengkol (perbesaran 10x10) ... 48

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Jengkol (Pithecellonium

lobatum Benth.) ... 45 Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Jengkol (Pithecellobium lobatum

Benth.) dan Kulit Buah Jengkol Segar ... 46 Lampiran 3. Gambar Simplisia dan Serbuk Simplisia Kulit Buah

Jengkol (Pithecellobii pericarpii) ... 47 Lampiran 4. Gambar Hasil Mikroskopik Penampang Melintang Kulit

Buah dan Serbuk Simplisia Kulit Buah Jengkol ... 48 Lampiran 5. Perhitungan Kadar Air Serbuk Simplisia Kulit Buah

Jengkol ... 49 Lampiran 6. Perhitungan Kadar Sari Larut dalam Air Serbuk

Simplisia Kulit Buah Jengkol ... 50 Lampiran 7. Perhitungan Kadar Sari Larut dalam Etanol Serbuk

Simplisia Kulit Buah Jengkol ... 51 Lampiran 8. Perhitungan Kadar Abu Total Serbuk Simplisia Kulit

Buah Jengkol ... 52 Lampiran 9. Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam

Serbuk Simplisia Kulit Buah Jengkol ... 53 Lampiran 10. Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia Kulit Buah

Jengkol ... 54 Lampiran 11. Bagan Alur Penelitian ... 55 Lampiran 12. Bagan Pembuatan Sediaan Salep Ekstrak Kulit Buah

Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) ... 56 Lampiran 13. Bagan Pembuatan Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah

Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) ... 57 Lampiran 14. Gambar Sediaan Salep Ekstrak Kulit Buah Jengkol

(Pithecellobium lobatum Benth.) ... 58 Lampiran 15. Gambar Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah Jengkol

(14)

Lampiran 16. Perubahan Diameter Luka Bakar yang Diobati dengan

Salep Ekstrak Kulit Buah Jengkol 5% ... 60 Lampiran 17. Perubahan Diameter Luka Bakar yang Diobati dengan

Gel Ekstrak Kulit Buah Jengkol 1% ... 62 Lampiran 18. Perubahan Diameter Luka Bakar yang Diobati dengan

Sediaan Salep di Pasaran ... 64 Lampiran 19. Perubahan Diameter Luka Bakar yang Diobati dengan

Sediaan Gel di Pasaran ... 65 Lampiran 20. Contoh Perhitungan Diameter Luka Bakar ... 66 Lampiran 21. Data Diameter Luka Bakar dengan Interval Pengukuran

Setiap Hari dari Sediaan Salep Ekstrak Kulit Buah

Jengkol 5% ... 67 Lampiran 22. Data Diameter Luka Bakar dengan Interval Pengukuran

Setiap Hari dari Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah Jengkol

1% ... 69 Lampiran 23. Data Diameter Luka Bakar dengan Interval Pengukuran

Setiap Hari dari Sediaan Salep di Pasaran ... 71 Lampiran 24. Data Diameter Luka Bakar dengan Interval Pengukuran

Setiap Hari dari Sediaan Gel di Pasaran ... 73 Lampiran 25. Diameter Luka Bakar Rata-rata dengan Interval

Pengukuran Setiap Hari dari Sediaan Salep dan Gel

Ekstrak Kulit Buah Jengkol ... 75 Lampiran 26. Diameter Luka Bakar Rata-rata dengan Interval

Pengukuran Setiap Hari dari Sediaan Salep Ekstrak

Kulit Buah jengkol 5% dan Sediaan Salep di Pasaran ... 76 Lampiran 27. Diameter Luka Bakar Rata-rata dengan Interval

Pengukuran Setiap Hari dari Sediaan Gel Ekstrak Kulit

Buah jengkol 1% dan Sediaan Gel di Pasaran ... 77 Lampiran 28. Hasil Analisis Uji T terhadap Percepatan Penyembuhan

Luka Bakar dari Sediaan Salep dan Gel Ekstrak Kulit

Buah Jengkol ... 78 Lampiran 29. Hasil Analisis Uji T terhadap Percepatan Penyembuhan

Luka Bakar dari Sediaan Salep Ekstrak Kulit Buah

(15)

Lampiran 30. Hasil Analisis Uji T terhadap Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah

(16)

Perbedaan Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Ekstrak Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) dalam Bentuk Sediaan Salep dan

Gel Secara Praklinis pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Abstrak

Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) merupakan salah satu tumbuhan yang berkhasiat. Kulit buah jengkol termasuk limbah di pasar tradisional dan kurang memberikan nilai ekonomis. Daun jengkol berkhasiat sebagai obat eksim, kudis, luka dan bisul, kulit batangnya sebagai penurun kadar gula darah dan kulit buahnya dapat digunakan sebagai obat borok, pembasmi serangga, luka bakar. Salah satu kandungan kimia dari kulit buah jengkol yaitu tanin. Tanin berfungsi sebagai astringen yang menyebabkan penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan pendarahan yang ringan, antiseptik dan obat luka bakar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ekstrak kulit buah jengkol dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan salep dan gel yang stabil dan mengetahui perbedaan percepatan penyembuhan luka bakar antara bentuk sediaan salep dan gel.

Pada penelitian ini ekstrak kulit buah jengkol diformulasikan menjadi sediaan salep dan gel, selanjutnya dievaluasi sediaan, kemudian diuji sediaan salep dan gel terhadap penyembuhan luka bakar dan dilakukan analisis data dengan Statistical Program Service Solution (SPSS) yaitu Uji T

Hasil evaluasi sediaan salep dan gel dari ekstrak kulit buah jengkol menunjukkan bahwa sediaan salep dan gel dari ekstrak kulit buah jengkol tetap stabil selama 28 hari dan nilai pH sediaan memenuhi persyaratan nilai pH sediaan yang aman untuk kulit yaitu pH 5 hingga 10.

Hasil penelitian menunjukkan kelompok yang diberi sediaan salep yang mengandung ekstrak kulit buah jengkol 5% sembuh setelah hari ke 14, sedangkan kelompok yang diberi sediaan gel yang mengandung ekstrak kulit buah jengkol 1% sembuh setelah hari ke 10.

Hasil analisis data menggunakan Uji T disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap percepatan penyembuhan luka bakar antara bentuk sediaan salep dan gel ekstrak kulit buah jengkol yang memberikan efek terbaik dari masing-masing konsentrasi terbaik (salep 5% dan gel 1%) dimana nilai sig.(2-tailed) atau probabilitas yang dihasilkan lebih besar dari 0,05 (probabilitas 0,194).

(17)

Differences Accelerating Burn Healing of Dog Fruit Rind Extracts (Pithecellobium lobatum Benth.) in the Ointment and Gel Dosage Forms in

Preclinical in Male White Rat of Wistar Strain Abstract

Dog fruit (Pithecellobium lobatum Benth.) is one of the herbs are efficacious. Rind dog fruit including waste in traditional markets and provide less economic value. Leaf dog fruit efficacious as eczema, scabies, sores and ulcers medicine, the bark as lowering blood sugar and rind can be used as a skin ulcer medication, insect repellent, burn. One of the chemical compounds from dog fruit rind is tannin. Serves as an astringent tannins that cause shrinkage pores of the skin, hardened skin, stop bleeding exudate and a mild, antiseptic and burn medicine. The aim of this research was to determine the dog fruit rind extract can be formulated in an ointment and dosage forms are stable and know the difference between ointment and gel dosage forms accelerating burn healing.

In this study dog fruit rind extract formulated into an ointment and gel dosage forms, dosage forms were evaluated further and then tested against burns and performed data analysis with the Statistical Program Service Solution (SPSS) is a test T.

The results of the evaluation of ointment and gel dosage forms from dog fruit rind extract showed that the dosage form of ointments and gels from dog fruit rind extract remain stable for 28 days. pH value of the dosage form eliglibe to the dosage form for the skin pH value of 5 to 10.

The results showed the group given 5% dog fruit rind extract ointment recovered after day 14, whereas the group given 1% dog fruit rind extract gel recovered after day 10.

Results of analysis of data using T test concluded that there was no significant difference to the acceleration of healing of burns between ointments and gel dosage forms from dog fruit rind extract that give the best effect of each of the best concentration (5% ointment and gel 1%) where the value of sig. (2 - tailed) or the probability generated is greater than 0.05 (probability 0.194).

Key words: dog fruit rind extract, ointment, gel, burn

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan jaringan perlindungan yang lentur dan elastis, menutupi permukaan tubuh dan merupakan 5% berat tubuh. Kulit sangat berperan pada pengaturan suhu tubuh dan mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk mengeluarkan kotoran (Aiache, dkk., 1993).

Kerusakan pada kulit dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satu di antaranya adalah akibat terjadinya kontak antara kulit dengan panas. Kontak antara kulit dengan panas dalam batas-batas temperatur dan waktu kontak tertentu masih dapat ditoleransi, tetapi panas yang tinggi dan waktu kontak yang cukup lama dapat menyebabkan kerusakan jaringan kulit. Makin tinggi temperatur makin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan kulit (Suratman, dkk., 1996).

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2003).

(19)

Daunnya berkhasiat sebagai obat eksim, kudis, luka dan bisul, kulit batangnya sebagai penurun kadar gula darah dan kulit buahnya dapat digunakan sebagai obat borok, pembasmi serangga, luka bakar (Ali, 2009; Hutapea, 1994; Dinata, 2009; Ogata, 1995; Widowati, dkk., 1997). Biji, kulit batang, kulit buah dan daun jengkol mengandung saponin, flavonoida dan tanin (Hutapea, 1994).

Salah satu kandungan kimia dari kulit buah jengkol yaitu senyawa tanin. Tanin berfungsi sebagai astringen yang menyebabkan penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan pendarahan yang ringan, antiseptik dan obat luka bakar (Anief, 1997; Rohmawati, 2008).

Salep, krim, sistem pemberian obat melalui kulit, lotio, larutan topikal dan tinktur menggambarkan bentuk sediaan dermatologi yang paling sering dipakai, tetapi bagaimanapun preparat lain seperti pasta, liniment, serbuk dan aerosol (juga biasa digunakan) (Ansel, 1989).

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar, bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep dapat meningkatkan hidrasi pada kulit sehingga akan meningkatkan permeabilitas kulit terhadap obat (Padmadisastra,dkk., 2007).

Bentuk sediaan setengah padat lain selain salep adalah gel, gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Sediaan dalam bentuk gel lebih banyak digunakan karena rasa dingin di kulit, mudah mengering membentuk lapisan film sehingga mudah dicuci (Suardi, dkk., 2008).

(20)

yang efektif terhadap penetrasi perkutan dan senyawa eksternal. Pada umumnya, absorpsi perkutan dari bahan obat ada pada preparat dermatologi seperti cairan, gel, salep, krim atau pasta tidak hanya tergantung pada sifat kimia dan fisika dari bahan obat saja, tapi juga pada sifat apabila dimasukkan ke dalam pembawa farmasetika dan pada kondisi dari kulit. Pada pemakaian obat secara topikal, obat berdifusi dalam pembawanya dan kontak dengan permukaan kulit (stratum korneum dan sebum) serta obat selanjutnya menembus epidermis (Ansel, 1989).

Berdasarkan hal diatas perlu dilakukan penelitian untuk membuat bentuk sediaan salep dan gel yang stabil yang mengandung ekstrak kulit buah jengkol dan meneliti perbedaan percepatan penyembuhan luka bakar dari ekstrak kulit buah jengkol yang diformulasikan dalam bentuk sediaan salep dan gel.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Apakah ekstrak kulit buah jengkol dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan salep dan gel yang stabil?

(21)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis sebagai berikut:

a. Ekstrak kulit buah jengkol dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan salep dan gel yang stabil.

b. Terdapat perbedaan percepatan yang signifikan terhadap penyembuhan luka bakar antara bentuk sediaan salep dengan bentuk sediaan gel dari ekstrak kulit buah jengkol.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1 Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui ekstrak kulit buah jengkol dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan salep dan gel yang stabil.

b. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan terhadap percepatan penyembuhan luka bakar antara bentuk sediaan salep dan gel dari ekstrak kulit buah jengkol.

1.4.2 Tujuan Khusus

(22)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Dapat memanfaatkan limbah kulit buah jengkol menjadi suatu sediaan obat tradisional yang bernilai jual tinggi.

b. Dapat diperoleh sediaan salep dan gel dari ekstrak kulit buah jengkol yang diharapkan dapat digunakan masyarakat sebagai obat luka bakar.

1.6 Kerangka Penelitian

Adapun kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Salep ektrak kulit buah jengkol 5%

Gel ektrak kulit buah jengkol 1%

Evaluasi sediaan

Penyembuhan luka bakar

1. Organoleptis 2. Homogenitas 3. pH

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, sinonim, nama daerah, habitat dan daerah tumbuh, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan khasiat. 2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Rosales

Suku : Leguminosae Marga : Pithecellobium

Spesies : Pithecellobium lobatum Benth.(Hutapea,1994). 2.1.2 Sinonim

Sinonim dari tumbuhan jengkol, antara lain: Zygia jiringa (Jack) Kosterm.,

Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King (Hutapea, 1994). 2.1.3 Nama Daerah

Nama lain dari tumbuhan jengkol adalah jering (Gayo), jering (Batak), jarieng (Minangkabau), jaring (Lampung), jengkol (Sunda), jengkol (Jawa), blandingan (Bali), lubi (Sulawesi) (Hutapea, 1994).

2.1.4 Habitat dan Daerah Tumbuh

(24)

tumbuh menjadi liar. Tumbuh paling baik di daerah dengan musim kemarau yang sedang sampai keras, tidak tahan terhadap musim kemarau yang terlalu panjang (Heyne, 1987).

2.1.5 Morfologi Tumbuhan

Batang tegak, bulat, berkayu, licin, percabangan simpodial, coklat kotor; daun majemuk, lonjong, berhadapan, panjang 10-20 cm, lebar 5-15 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, tangkai panjang 0,5-1 cm, hijau tua; bunga majemuk, bentuk tandan, di ujung dan ketiak daun, tangkai bulat, panjang ± 3 cm, ungu, kelopak bentuk mangkok, benang sari kuning, putik silindris, kuning, mahkota lonjong, putih kekuningan; buah bulat pipih, coklat kehitaman, biji bulat pipih, berkeping dua, putih kekuningan, tunggang, coklat kotor (Hutapea, 1994).

2.1.6 Kandungan Kimia

Biji, kortek dan daun jengkol mengandung saponin, flavonoida dan tanin (Hutapea, 1994).

2.1.7 Khasiat Tumbuhan

Daun jengkol berkhasiat sebagai obat eksim, kudis, luka dan bisul, kulit buahnya untuk obat borok (Hutapea, 1994).

2.2 Ekstraksi

(25)

yang terdapat dalam berbagai simplisisa dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah diserap oleh pelarut, karena itu pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar susah diserap oleh pelarut, karena itu diserbuk sampai halus (Ditjen POM, 2000).

Ada beberapa cara metode ekstraksi (Ditjen POM, 2000), yaitu: a. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Remaserasi berati dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

2. Perkolasi

(26)

b. Cara panas 3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

6. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

7. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (>30 oC) dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Gel

(27)

besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Dijen POM, 1995). Gel dapat diberikan untuk penggunaan topikal atau dimasukkan dalam lubang tubuh (Syamsuni, 2006).

Gel bisa digolongkan baik dalam sistem dua fase atau dalam sistem satu fase. Massa gel dapat terdiri dari gumpalan (flokulat) partikel-partikel kecil dan bukan molekul-molekul besar, seperti pada gel aluminium hidroksida. Gel ini akan membentuk massa setengah padat pada pendiaman dan menjadi cairan jika dikocok. Sebaliknya gel yang terdiri dari makromolekul-makromolekul yang berupa jalinan benang-benang dianggap sebagai sistem dua fase, karena tidak ada batas-batas yang jelas antara makromolekul terdispers dan cairan (Martin, dkk., 1993).

Gel dibagi dua golongan, yakni: gel anorganik dan gel organik. Gel anorganik umumnya merupakan sistem dua fase, sedangkan gel organik merupakan sistem satu fase, karena bahan padat dilarutkan dalam cairan membentuk suatu campuran gelatin yang homogen. Gel yang mengandung air disebut hidrogel dan yang mengandung cairan organik disebut organel (Martin, dkk., 1993).

2.4 Salep

Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir (Ditjen POM, 1995). Fungsi salep adalah:

(28)

3. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit (Anief, 1994).

Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang disebutkan terakhir biasanya dikatakan sebagai “dasar salep” dan digunakan sebagai pembawa dalam penyiapan salep yang mengandung obat (Ansel, 1989).

Dasar salep digolongkan ke dalam 4 kelompok besar: dasar salep hidrokarbon, dasar salep absorpsi, dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dan dasar salep yang larut dalam air (Ansel, 1989; Jas, 2004).

1. Dasar Salep hidrokarbon: bersifat lemak dan sukar dicuci dengan air. Misalnya adalah: parafin, vaselin, minyak nabati.

2. Dasar salep serap (absorpsi)

Dasar salep dapat menyerap air dalam jumlah terbatas. Misalnya adalah: Adeps lanae, lanolin, lilin (cera). 3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air

Dasar salep yang merupakan emulsi minyak dalam air, misalnya salep. hidrofilik, vanishing cream.

4. Dasar salep yang dapat larut dalam air, yaitu dasar salep yang mengandung komponen larut dalam air

2.5 Stabilitas Sediaan

Stabilitas adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat kimia, fisika, mikrobiologi dan biofarmasi dalam batas yang telah ditentukan selama masa simpan.

(29)

kelebihan jumlah yang perlu ditambahkan kepada suatu formulasi produk obat (Choy, 2009).

Pengujian stabilitas produk obat (Choy, 2009) hendaklah dilakukan dengan cara:

a. Pengujian jangka panjang mutu produk obat untuk suatu jangka waktu yang ditentukan, terbagi dalam beberapa interval: minimal setiap tiga bulan untuk tahun pertama, enam bulan untuk tahun kedua serta selanjutnya sekali setiap tahun dan dengan kondisi penyimpanan tertentu. Khusus bahan baku/produk jadi yang peka terhadap panas hendaklah disimpan pada suhu rendah yang akhirnya akan ditetapkan menjadi suhu penyimpanan jangka panjang. Lama periode pengujian biasanya ditentukan oleh masa edar yang diperkirakan bagi produk obat tersebut.

b. Pengujian dipercepat mutu produk obat selama 3-6 bulan terbagi sedikitnya dalam empat interval waktu dengan kondisi yang diperberat, seperti temperatur dan kelembaban tinggi, pemaparan cahaya dan sebagainya. Dengan cara pengujian stabilitas dipercepat laju penguraian obat dapat diperkirakan dan stabilitas produk dapat diramalkan untuk kondisi penyimpanan tertentu, yakni 15 0C diatas suhu penyimpanan jangka panjang dengan kelembaban yang sesuai.

c. Jenis pengujian stabilitas jangka panjang, jangka pendek dan alternatif untuk: - Obat generik, obat dengan variasi mayor dan variasi minor, bets yang diuji

minimal 2 bets.

(30)

2.6 Kulit

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, dimana pada orang dewasa berratnya kira-kira delapan pon, tidak termasuk lemak. Kulit menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2 dan mempunyai bermacam –macam fungsi dan kegunaan. Kulit berfungsi sebagai pembatas terhadap serangan fisika dan kimia (Lachman , dkk., 1994).

Kulit dibentuk dari tumpukan tiga lapisan berbeda yang berturutan dari luar ke dalam yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis yang tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh geta bening, ujung-ujung syaraf dan lapisan jaringan dibawah kulit yang berlemak atau yang disebut hipodermis. Kulit mempunyai aneksa, kelenjar keringat, dan kelenjar sebum (glandula sebaceous) yang berasal dari lapisan hipodermis atau dermis dan bermuara pada permukaan dan membentuk daerah yang tidak berkesinambungan pada epidermis (Aiache, dkk., 1993).

Epidermis merupakan lapisan epitel, tebal rata-rata 200 μm, dengan sel-sel yang berdiferensiasi bertahap dari bagian yang lebih dalam menuju ke permukaan dengan proses keratinisasi. Epidermis dibedakan atas 2 bagian: lapisan malfigi yang hidup, menempel pada dermis, dan lapisan tanduk yang tersusun atas sekumpulan sel-sel mati yang mengalami keratinisasi (Aiache, dkk., 1993).

(31)

yang merupakan jaringan penyangga yang padat. Anyaman pembuluh darah dan pembuluh getah bening terletak pada daerah papiler dengan kedalaman 100-200

μm. Hipodermis dan jaringan penyangga kendor, mengandung sejumlah kelenjar lemak juga mengandung glomelurus kelenjar keringat (Aiache, dkk., 1993). 2.7 Luka Bakar

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut (Moenadjat, 2003).

Berat ringannya luka bakar itu tergantung dari lamanya dan banyaknya kulit badan yang terbakar. Kerusakan paling ringan akibat terbakar yang timbul pada kulit adalah warna merah pada kulit. Bila lebih berat, timbul gelembung. Pada yang lebih berat lagi seluruh kulit terbakar sehingga dagingnya tampak, sedangkan yang terberat ialah bila otot-otot ikut terbakar (Oswari, 2009).

Kulit atau jaringan tubuh yang terbakar akan menjadi jaringan nekrotik. Kalau pada luka karena benda tajam atau benda tumpul, bila ada jaringan nekrotik kita selalu berusaha melakukan debridement pada waktu pertama kali pencucian luka, tetapi lain halnya, pada luka bakar jaringan nekrotik ini tidak dapat dibuang segera, tetapi tetap lekat di tubuh penderita untuk watu yang relatif cukup lama. Tetap beradanya jaringan nekrotik di tubuh si penderita akan mengundang infeksi serta kesukaran-kesukaran lain dalam pengelolaannya (Marzoeki, 1991).

(32)

Berdasarkan penyebabnya, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis antara lain:

a. Luka bakar karena api b. Luka bakar karena air panas

c. Luka bakar karena bahan kimia (yang bersifat asam atau basa kuat) d. Luka bakar karena listrik dan petir

e. Luka bakar karena radiasi

f. Cedera akibat suhu sangat rendah (frost bite).

Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan , luka dibedakan atas beberapa jenis, yaitu:

1. Luka bakar derajat I

Kerusakan terbatas pada bagian superfisial epidermis. Kulit kering, hiperemik memberikan efloresensi berupa eritema. Tidak dijumpai bula. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari. Contohnya adalah luka bakar akibat sengatan matahari.

2. Luka bakar derajat II

(33)

Luka bakar derjat II dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Derajat II dangkal (superficial)

Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10-14 hari.

b. Derajat II dalam (deep)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan. 3. Luka bakar derajat III

(34)

2.8 Penyembuhan Luka Bakar

Proses penyembuhan luka dibagi dalam tiga fase (Sjamsuhidajat dan Wim, 1997), yaitu:

1. Fase inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka menyebabkan pendarahan dan tubuh berusaha menghentikannya dengan vasokontriksi, pengerutan pembuluh yang terputus (retraksi) dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melekat dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, pembentukan sel radang disertai vasodilatasi setempat menyebabkan pembengkakan.

2. Fase proliferasi

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga.

3. Fase penyudahan

(35)

2.9 Absorpsi Obat Perkutan

Absorpsi perkutan dapat didefinisikan sebagai absorpsi obat ke dalam stratum korneum (lapisan tanduk) dan berlanjut obat menembus lapisan dibawahnya serta akhirnya obat masuk dalam sirkulasi darah.

Kulit merupakan perintang yang efektif terhadap penetrasi perkutan obat atau senyawa eksternal. Absorpsi obat perkutan dipengaruhi oleh sifat fisikokimia obat dan pembawa serta kondisi kulit. Pada pemakaian obat secara topikal, obat berdifusi dalam pembawanya dan kontak dengan permukaan kulit (stratum korneum dan sebum) serta obat selanjutnya menembus epidermis.

Penetrasi obat melalui kulit dapat terjadi dengan dua cara (Syukri, 2002): 1. Rute transepidermal, yaitu difusi obat menembus stratum korneum

2. Rute transfolikular, yaitu difusi obat melewati pori kelenjar keringat dan sebum Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan yang semi permeabel, dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif. Jadi jumlah obat yang pindah menyeberangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat, kelarutannya dalam air dan koefisien partisi minyak atau airnya. Bahan yang mempunyai sifat larut dalam keduanya, minyak dan air, merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui stratum korneum seperti juga melalui epidermis dan lapisan-lapisan kulit (Ansel, 1989).

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah metode eksperimental meliputi pengambilan sampel dan pengolahan sampel, pemeriksaan karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan salep dan gel, evaluasi sediaan salep dan gel, pengujian sediaan salep dan gel terhadap penyembuhan luka bakar, perhitungan diameter rata-rata luka bakar dan analisis data dengan Statistical Program Service Solution (SPSS) yaitu Uji T untuk melihat perbedaan percepatan penyembuhan luka bakar antara bentuk sediaan salep dan gel.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, neraca analitis (Boeco), pH meter (HANNA instrument), penangas air, termometer, lempeng logam berdiameter 2 cm, jangka sorong, mortir dan stamfer, gunting, pisau cukur, sudip, spatula, pot plastik.

3.2 Bahan-bahan

(37)

3.3 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar 200-300 g.

3.4 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh saudari Steffi (2010) di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 45. Gambar tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 2 gambar 7 halaman 46.

3.5 Pengambilan dan Pengolahan Sampel

Pengambilan dan pengolahan sampel dilakukan oleh saudari Steffi (2010). Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel diambil dari pasar tradisional di jalan Sei Kera, Kecamatan Medan Perjuangan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.

3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

(38)

asam (Ditjen POM, 1980) dilakukan oleh saudari Steffi (2010). Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dapat dilihat pada lampiran 2-9 halaman 46-53.

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk kulit jengkol meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, glikosida antrakinon (Ditjen POM, 1979), saponin (Ditjen POM, 1979; Farnsworth, 1966), tanin, glikosida sianogenik dan triterpenoid/steroid (Farnsworth, 1966) dilakukan oleh saudari Steffi (2010). Hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 54.

3.8 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak mengunakan metode perkolasi dengan etanol 80% (Farnsworth, 1966; Depkes, 1986). Pembuatan ekstrak dilakukan oleh saudari Steffi (2010).

3.9 Pembuatan Sediaan 3.9.1 Pembuatan Salep

Formulasi salep dibuat dengan komposisi (Ditjen POM, 1966) yang berdasarkan hasil orientasi sebelumnya:

R/ Ekstrak kulit buah jengkol 0,5

Adeps lanae 5

(39)
[image:39.595.107.492.111.256.2]

Tabel 1. Formula salep dengan variasi konsentrasi ekstrak kulit buah jengkol

Bahan Formula salep

A B C D E Ekstrak kulit buah jengkol - 0,1 0,3 0,5 0,7

Adeps lanae 5 5 5 5 5

Vaselin ad 10 10 10 10 10

Keterangan: A = dasar salep tanpa ekstrak kulit buah jengkol B = salep dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 1% C = salep dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 3% D = salep dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 5% E = salep dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 7% Cara pembuatan:

Massa I: Ditimbang semua bahan yang diperlukan, ke dalam lumpang masukkan adeps lanae, digerus dengan sebagian vaselin sampai homogen. Kemudian tambahkan sisa vaselin dan digerus hingga terbentuk dasar salep.

Massa II: Di dalam lumpang ekstrak kulit buah jengkol dilarutkan dengan beberapa tetes etanol 80%, gerus sampai homogen.

(40)

3.9.2 Pembuatan Gel

Formulasi gel dibuat dengan komposisi: R/ Ekstrak kulit buah jengkol 0,1

Na-CMC 0,2

Air suling 2

[image:40.595.106.494.279.451.2]

Gliserin ad 10 g

Tabel 2. Formula gel dengan variasi konsentrasi ekstrak kulit buah jengkol

Bahan Formula gel

A B C D E Ekstrak kulit buah jengkol - 0,1 0,3 0,5 0,7

Na-CMC 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Air suling 2 2 2 2 2

Gliserin ad 10 10 10 10 10

Keterangan: A = dasar gel tanpa ekstrak kulit buah jengkol B = gel dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 1% C = gel dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 3% D = gel dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 5% E = gel dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 7% Cara pembuatan:

(41)

Kemudian ditambahkan gliserin sedikit demi sedikit dan digerus hingga terbentuk massa gel.

Massa II: Di dalam lumpang ekstrak kulit buah jengkol dilarutkan dengan beberapa tetes etanol 80%, gerus sampai homogen.

Massa I ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam massa II sambil digerus hingga terbentuk massa yang homogen. Gel dimasukkan dalam wadah yang tertutup rapat dan disimpan di tempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya.

3.10 Evaluasi Sediaan

Evaluasi sediaan meliputi pemeriksaan organoleptik, homogenitas, dan pemeriksaan pH selama 28 hari yaitu pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14, 21, dan 28 hari (Herdiana, 2007).

3.10.1 Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, dan bau yang diamati secara visual ( Suardi, dkk., 2008).

3.10.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas. Caranya sejumlah tertentu sediaan jika diletakkan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.10.3 Pemeriksaan pH

(42)

dibiarkan bergerak sampai menunjukkan posisi tetap, pH yang ditunjukkam jarum pH dicatat ( Suardi, dkk., 2008).

3.11 Pengujian Sediaan Gel dan Salep Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Tikus dicukur pada bagian punggungnya, luka bakar pada tikus dilakukan dengan menempelkan lempeng logam berdiameter 2 cm yang telah dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 80 oC pada punggung tikus selama 10 detik. Pada kulit yang melepuh atau yang mengalami luka bakar tersebut dioleskan sediaan secara merata pada permukaan luka. Pengamatan dilakukan secara visual dengan memperhatikan perubahan diameter luka. Luka dinyatakan sembuh jika diameter luka sudah mendekati nol. Hasil dapat dilihat pada lampiran 16-19 halaman 60-65.

3.12 Perhitungan Diameter Rata-rata Luka bakar

Cara mengukur diameter luka bakar dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:

d1 d2

d3

[image:42.595.273.370.526.640.2]

d4

(43)

Diameter luka bakar dihitung dengan rumus:

dx = d1 + d2 + d3 + d4 4

Dimana: dx = diameter luka hari ke x d1 = diameter 1

d2 = diameter 2 d3 = diameter 3 d4 = diameter 4

Hasil pengukuran diameter rata-rata luka bakar (cm) dari masing-masing hewan percobaan (tikus) dengan interval pengukuran setiap hari dapat dilihat pada lampiran 25-27 halaman 75-77.

3.13 Analisis Data

Data hasil pengujian efek sediaan gel dan salep ekstrak kulit buah jengkol terhadap perubahan diameter rata-rata luka bakar dianalisis secara statistik menggunakan uji T dengan program Statistical Product Services Solution (SPSS) dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil analisis data dapat dilihat pada lampiran 28-30 halaman 78-80.

(44)

BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara adalah tumbuhan jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) famili Mimosaceae.

Sediaan salep dan gel ekstrak kulit buah jengkol dibuat berdasarkan hasil orientasi sebelumnya dengan variasi konsentasi dari ekstrak kulit buah jengkol. Kemudian dibandingkan bentuk sediaan salep dan gel dari ekstrak kulit buah jengkol yang memberikan efek penyembuhan terbaik dari masing-masing konsentrasi terbaik.

Sediaan salep menggunakan vaselin sebagai bahan dasar salep, vaselin dapat digunakan sebagai pelumas (emolien), pelindung sebagai salep penutup kulit dan merupakan film penutup pada kulit yang mencegah penguapan (Anief, 1997).

(45)

Hasil evaluasi sediaan secara organoleptis selama waktu penyimpanan selama 28 hari pada suhu kamar dari sediaan salep dan gel ekstrak kulit buah jengkol menunjukkan bahwa tidak terjadinya perubahan bentuk, warna, dan bau dari sediaan seperti terlihat pada tabel 3-4 halaman 28-29.

Selama waktu penyimpanan selama 28 hari pada suhu kamar, sediaan salep dan gel ekstrak kulit buah jengkol tetap konsistensi bentuk fisiknya tanpa ada pemisahan ataupun ketidakseragaman dalam bentuknya.

Hasil pemeriksaan warna pada sediaan salep dan gel ekstrak kulit buah jengkol menunjukkan tidak adanya perubahan warna selama waktu penyimpanan selama 28 hari pada suhu kamar, yakni sediaan salep menunjukkan warna coklat kehitaman, sedangkan sediaan gel menunjukkan warna coklat.

[image:45.595.107.529.567.701.2]

Hasil pemeriksaan bau pada sediaan salep dan gel ekstrak kulit buah jengkol selama waktu penyimpanan selama 28 hari pada suhu kamar menunjukkan bahwa tidak terjadinya perubahan bau, yakni bau yang teramati pada sediaan salep adalah berbau khas lemak dan pada sediaan gel berbau khas jengkol.

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Sediaan Salep Ekstrak kulit Buah Jengkol Selama 28 Hari pada Suhu Kamar

Hari Bentuk Warna Bau

(46)

Keterangan: + = terjadi perubahan - = tidak terjadi perubahan

[image:46.595.107.530.319.451.2]

A = dasar salep tanpa ekstrak kulit buah jengkol B = salep dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 1% C = salep dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 3% D = salep dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 5% E = salep dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 7%

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Sediaan Gel Ekstrak kulit Buah Jengkol Selama 28 Hari pada Suhu Kamar

Hari Bentuk Warna Bau

A B C D E A B C D E A B C D E 1 - - - - 3 - - - - 5 - - - - 7 - - - - 14 - - - - 21 - - - - 28 - - - - Keterangan: + = terjadi perubahan

- = tidak terjadi perubahan

A = dasar gel tanpa ekstrak kulit buah jengkol B = gel dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 1% C = gel dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 3% D = gel dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 5% E = gel dengan kadar ekstrak kulit buah jengkol 7%

(47)
[image:47.595.110.515.124.439.2]

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Homogenitas Sediaan Salep dan Gel Ekstrak Kulit Buah Jengkol Selama 28 Hari pada Suhu Kamar

Homogenitas Hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28

Dasar salep - - -

Salep 1% - - -

Salep 3% - - -

Salep 5% - - -

Dasar gel - - -

Gel 0% - - -

Gel 1% - - -

Gel 3% - - -

Gel 5% - - -

Gel 7% - - -

Keterangan: + = terjadi perubahan - = tidak terjadi perubahan

(48)
[image:48.595.111.516.126.441.2]

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan pH dari Sediaan Salep dan Gel Ekstrak Kulit Buah Jengkol Selama 28 Hari pada Suhu Kamar

Pengamatan Hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28

Dasar salep 6,6 6,6 6,6 6,6 6,6 6,6 6,6

Salep 1% 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5

Salep 3% 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7

Salep 5% 6,3 6,3 6,3 6,3 6,3 6,3 6,3

Salep 7% 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4

Dasar gel 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7

Gel 1% 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,5

Gel 3% 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,6 6

Gel 5% 6,7 6,7 6,7 6,7 6,5 6,5 6,5

Gel 7% 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,4 6,3

Pada penelitian ini evaluasi sediaan meliputi pemeriksaan organoleptik, homogenitas, dan pemeriksaan pH. Pada penelitian ini uji viskositas sediaan tidak dilakukan. Sebaiknya pada evaluasi sediaan juga dilakukan uji viskositas sediaan.

(49)

penyembuhan luka bakar dari sediaan salep dan gel ekstrak kulit buah jengkol yang memberikan efek penyembuhan terbaik dari masing-masing konsentrasi terbaik.

Dari data hasil orientasi perubahan diameter luka bakar tersebut dapat dibuat grafik sebagai berikut:

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Hari D iam ete r ( c m )

Kontol negatif yang tidak diberi basis kontrol negatif

Salep 1% Salep 3%

[image:49.595.117.514.225.419.2]

Salep 5% Salep 7%

Gambar 2. Grafik Diameter Luka Bakar terhadap Waktu (Hari) dari Sediaan Salep Ekstrak Kulit Buah Jengkol

(50)

kelompok kontrol negatif yang hanya diberi basis salep, yang baru sembuh (diameter luka bakar mendekati nol) pada hari ke 22 dan kelompok kontrol negatif yang tidak diberi basis, diameter luka bakar mendekati nol (sembuh) pada hari ke 28. 0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Hari D iam ete r ( c m )

Kontol negatif yang tidak diberi basis Kontrol negatif

Gel 1% Gel 3%

[image:50.595.116.508.197.390.2]

Gel 5% Gel 7%

Gambar 3. Grafik Diameter Luka Bakar terhadap Waktu (Hari) dari Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah Jengkol

(51)

kontrol negatif yang tidak diberi basis, diameter luka bakar mendekati nol (sembuh) pada hari ke 28.

Berdasarkan hasil orientasi tersebut kemudian dibandingkan bentuk sediaan salep dan gel dari ekstrak kulit buah jengkol yang memberikan efek penyembuhan terbaik dari masing-masing konsentrasi terbaik dan kemudian dibandingkan sediaan salep dan gel dari ekstrak kulit buah jengkol tersebut terhadap sediaan salep dan gel yang ada di pasaran.

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Hari

D

ia

m

et

er

(

cm

)

[image:51.595.116.507.282.475.2]

Gel 1% Salep 5%

Gambar 4. Grafik Perbedaan Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Sediaan Salep dan Gel Ekstrak Kulit Buah Jengkol

Dari grafik terlihat bahwa secara visual kelompok tikus yang diberi sediaan gel yang mengandung ekstrak kulit buah jengkol 1% rata-rata memperlihatkan kesembuhan pada hari ke 10, sedangkan kelompok tikus yang diberi sediaan salep yang mengandung ekstrak kulit buah jengkol 5% rata-rata memperlihatkan kesembuhan pada hari ke 14.

(52)

terbaik dari masing-masing konsentrasi terbaik (salep 5% dan gel 1%) dimana nilai sig.(2-tailed) atau probabilitas yang dihasilkan lebih besar dari 0,05 (probabilitas 0,194). Ini menunjukkan bahwa sediaan salep 5% dan gel 1% mempunyai efek yang sama dalam mempercepat penyembuhan luka bakar.

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Hari

D

ia

m

et

er

(

cm

)

[image:52.595.118.507.199.389.2]

Salep 5% Madecassol®

Gambar 5. Grafik Perbedaan Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Sediaan Salep Ekstrak Kulit Buah Jengkol 5% dan Sediaan Salep di Pasaran Dari grafik terlihat bahwa secara visual kelompok tikus yang diberi sediaan salep yang mengandung ekstrak kulit buah jengkol 5% rata-rata memperlihatkan kesembuhan pada hari ke 14, sedangkan kelompok kontrol positif yang diberi salep yang ada di pasaran (Madecassol®) rata-rata memperlihatkan kesembuhan pada hari ke 6.

(53)

kulit buah jengkol 5% dan salep yang ada di pasaran (Madecassol®) mempunyai efek yang sama dalam mempercepat penyembuhan luka bakar.

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Hari

D

ia

m

et

er

(

cm

)

[image:53.595.117.508.143.335.2]

Gel 1% Bioplacenton®

Gambar 6. Grafik Perbedaan Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah Jengkol 1% dan Sediaan Gel di Pasaran Dari grafik terlihat bahwa secara visual kelompok tikus yang diberi sediaan gel yang mengandung ekstrak kulit buah jengkol 1% rata-rata memperlihatkan kesembuhan pada hari ke 10, sedangkan kelompok kontrol positif yang diberi gel yang ada di pasaran (Bioplacenton®) rata-rata memperlihatkan kesembuhan pada hari ke 6.

Hasil analisis data menggunakan Uji T menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap percepatan penyembuhan luka bakar antara sediaan gel ekstrak kulit buah jengkol 1% dan gel yang ada di pasaran (Bioplacenton®) dimana nilai sig.(2-tailed) atau probabilitas yang dihasilkan lebih besar dari 0,05 (probabilitas 0,806). Ini menunjukkan bahwa sediaan gel ekstrak kulit buah jengkol 1% dan gel yang ada di pasaran (Bioplacenton®) mempunyai efek yang sama dalam mempercepat penyembuhan luka bakar.

(54)

Proses penyembuhan luka terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase penyudahan. Fase inflamasi yang ditandai dengan adanya pembengkakan, fase proliferasi ditandai dengan adanya pembentukan eksudat dan fibroblast yang terlihat seperti kerak pada bagian atas luka, dan fase penyudahan yang ditandai dengan terbentuknya jaringan baru yang berarti luka sudah mengecil atau sembuh.

[image:54.595.108.529.485.744.2]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diberi sediaan salep yang mengandung ekstrak kulit buah jengkol 5% mengalami fase inflamasi pada hari ke 2 sampai hari ke 5, fase proliferasi pada hari ke 5 sampai hari ke 11, dan fase penyudahan pada hari ke 8 sampai hari ke 14. Sedangkan kelompok kontrol positif yang diberi salep yang ada di pasaran (Madecassol®) mengalami fase inflamasi pada hari 2 sampai ke 3, fase proliferasi pada hari ke 3 sampai hari ke 5 dan fase penyudahan pada hari ke 5-6.

Tabel 7. Proses Penyembuhan Luka Bakar dari Salep Ekstrak Kulit Buah Jengkol 5% dan Sediaan Salep di Pasaran

Hari Salep Ekstrak Kulit Buah Jengkol 5% Madecassol

Fase Fase Inflamasi Proliferasi Penyudahan Inflamasi Proliferasi Penyudahan

0 - - - -

1 - - - -

2 + - - + - -

3 + - - + + -

4 + - - + -

5 + + - + +

6 - + - +

7 - + -

8 - + +

9 - + +

10 - + +

11 - + +

12 - - +

13 - - +

(55)

Keterangan: + = terjadi perubahan fase - = tidak terjadi perubahan fase

[image:55.595.108.529.376.634.2]

Kelompok tikus yang diberi sediaan gel yang mengandung ekstrak kulit buah jengkol 1% mengalami fase inflamasi pada hari ke 3 sampai hari ke 5, fase proliferasi pada hari ke 6 sampai hari ke 7 dan fase penyudahan pada hari ke 7 sampai hari ke 10. Sedangkan kelompok kontrol positif yang diberi gel yang ada di pasaran (Bioplacenton®) mengalami fase inflamasi pada hari 2 sampai ke 3, fase proliferasi pada hari ke 3 sampai hari ke 5 dan fase penyudahan pada hari ke 5-6.

Tabel 8. Proses Penyembuhan Luka Bakar dari Gel Ekstrak Kulit Buah Jengkol 1% dan Sediaan Gel di Pasaran

Hari Salep Ekstrak Kulit Buah Jengkol 5% Gel 1%

Fase Fase Inflamasi Proliferasi Penyudahan Inflamasi Proliferasi Penyudahan

0 - - - -

1 - - - -

2 + - - + - -

3 + - - + + -

4 + - - + -

5 + + - + +

6 - + - +

7 - + -

8 - + +

9 - + +

10 - + +

11 - + +

12 - - +

13 - - +

14 - - +

Keterangan: + = terjadi perubahan fase - = tidak terjadi perubahan fase

(56)

luka bakar untuk mengetahui korelasi antara uji in vitro dan in vivo terhadap absorpsi perkutan.

Kulit yang utuh merupakan rintangan efektif terhadap penetrasi perkutan obat. Jalur masuk utama dari penetrasi obat lebih banyak melalui epidermis daripada melaui kelenjar lemak atau kelenjar keringat. Kulit yang luka atau pecah, adanya celah-celah memberi resistensi sangat kecil sampai absorbsi yang cepat, tetapi bagi kulit yang utuh merupakan peranan sawar yang vital dalam menjaga kehilangan cairan jaringan dan komponen badan dan mencegah terjadinya pemasukan zat dari luar (Anief, 1997).

Pada penelitian ini tempat pengolesan dari sediaan terdapat pada bagian punggung. Sebaiknya tempat pengolesan juga dilakukan pada bagian kulit yang lain untuk meneliti pengaruh tempat pengolesan dari sediaan terhadap absorpsi obat.

(57)

Prosedur tambahan diperlukan untuk melakukan korelasi antara

Transepidermal Water Loss (TEWL) dan absorpsi perkutan untuk menemukan hubungan antara kedua pengukuran untuk lebih mudah menaksirkan fungsi

(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak kulit buah jengkol dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan salep dan gel yang stabil.

2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap percepatan penyembuhan luka bakar antara bentuk sediaan salep dan gel dari ekstrak kulit buah jengkol.

5.2 Saran

1. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji viskositas dari sediaan salep dan gel ekstrak kulit buah jengkol.

2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti pengaruh tempat pengolesan dari sediaan terhadap absorpsi obat.

3. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji in vivo

terhadap penyembuhan luka bakar.

4. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan korelasi perubahan permeabilitas dari senyawa hidrofilik dengan senyawa lipofilik. 5. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan korelasi antara

Transepidermal Water Loss (TEWL) dan absorpsi perkutan.

6. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji mikrobiologi untuk mengetahui jenis bakteri yang terdapat pada luka tersebut.

(59)

Aiache, J.M., Devissaguet, J., dan Guyot-Hermann, A.M. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 444, 445, 448.

Ali. (2009). http://www.khazanahintelektual.com. Jengkol, Bau tapi Ada Manfaatnya Loh.Online 7 Januari 2011.

Anief, M. (1997). Formulasi Obat Topikal Dengan Dasar Penyakit Kulit. Yogyakarta: UGM Press. Hal 17, 43, 63.

Anief, M. (2000). Farmasetika. Yogyakarta: UGM Press. Hal 125.

Anonim. (2008). http://www.it’sme.com. Natrium Karboksimetilselulosa sebagai Bahan Dasar Gel. Online 12 Februari 2011.

Choy. (2009). http://www.dc129.4shared.com. Pengujian Stabilitas. Online 25 September 2011.

Ditjen POM. (1966). Formularium Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 192.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisis Keempat. Jakarta: Penerbit UI Press. Hal 489, 490, 492, 502.

Ditjen POM. (1979). Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 159,161-171.

Ditjen POM. (1980). Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 153.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 1, 10-11.

Depkes. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 10, 19, 21.

Dinata, A. (2009). http://miqraindonesia.blogspot.com. Ekstrak Kulit Jengkol. Online 16 Juli 2011.

Depkes. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 33.

Depkes. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 7, 18.

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.

(60)

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Penerjemah: Badan Litbang Kehutanan. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Hal 865.

Herdiana, Y. (2007). Formulasi Gel Undesilenil Fenilalanin dalam Aktifitas sebagai Pencerah Kulit. Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Hal 7.

Hutapea, J.R. (1994). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depkes RI. Hal 219-220.

Jas, A. (2004). Perihal Obat Dengan Berbagai Bentuk Sediaannya. Medan: USU Press. Hal 56.

Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L. (1994). Teori Dan Praktek Farmasi Industri II. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit UI Press. Hal 1092, 1122.

Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammrata, A. (1993). Farmasi Fisik. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit UI Press. Hal 1154.

Marzoeki, D. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 1.

Moenadjat, Y. (2003). Luka Bakar: Pengetahuan Klinik Praktis. Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI Press. Hal 1-5.

Ogata, Y. (1995). Medicinal Herb Index in Indonesia. Second Edition. Jakarta: PT Eisai Indonesia. Hal 114.

Oswari, E. (2009). Penyakit dan Penanggulangannya: Petunjuk Praktis Bagi Kaum Awam dan Paramedis. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI Press. Hal 167.

Padmadisastra, Y., Syaugi, A., dan Anggia, S. (2007). Formulasi Sediaan Salep Antikeloidal yang Mengandung Ekstrak Terfasilitasi Panas Microwave dari Herba Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Hal 2.

Rohmawati, N. (2008). Efek Penyembuhan Luka Bakar dalam Sediaan Gel Ekstrak Etanol 70% Daun Lidah Buaya (Aloe Vera L.) pada Kulit Punggung Kelinci New Zealand. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal 2.

(61)

Soebagio, B., Rusdiana, T dan Khairudin. (20070. Pembuatan Gel dengan Aqupec HV-505 dari Ekstrak Umbi Bawang Merah (Allium Cepa L.) sebagai Antioksidan. Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran. Hal 11. Sjamsuhidajat, R., dan Wim, D.J. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 72-73.

Steffi, (2010). Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Flavonoid dari Fraksi Etil Asetat Kulit Buah Jengkol (Pithecellobii pericarpium). Skripsi. Fakultas Farmasi USU. Medan.

Suardi, M., Armenia, dan Maryawati, A. (2008). Formulasi dan Uji Klinik Gel Anti Jerawat Benzoil Peroksida-HPMC. Padang: Fakultas Farmasi FMIPA UNAND. Hal 2-3.

Suratman, Sumiwi, A.S., Gozali, D. (1996). Pengaruh Ekstrak Antanan dalam Bentuk Salep, Krim dan Jelly terhadap Penyembuhan Luka Bakar. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. 108: 31-38.

Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: EGC. Hal 77-78.

Syukri, Y. (2002). Biofarmasetika. Yogyakarta: UII Press. Hal 89-90.

Widowati, L., Dzulkarnain, B., Sa’roni. (1997). www.kalbe.co.id/.../14TanamanO

-batuntukDiabetesMellitus116.html. Tanaman Obat untuk Diabetes Mellitus. Online 16 Juli 2011.

World Health Organization. (1992). Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials. WHO/PHARM/92.559. Geneva. Pages 25-28.

(62)

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Jengkol (Pithecellobium lobatum

(63)
[image:63.595.153.475.137.373.2]

Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) dan Kulit Buah Jengkol Segar

Gambar 7. Tumbuhan Jengkol

[image:63.595.151.474.426.667.2]
(64)
[image:64.595.151.475.141.378.2]

Lampiran 3. Gambar Simplisia dan Serbuk Simplisia Kulit Buah Jengkol (Pithecellobii pericarpii)

Gambar 9. Simplisia Kulit Buah Jengkol

[image:64.595.150.475.434.668.2]
(65)

2

3

4

5

6

7 1

8

Eksokarp

Mesokarp

Endokarp

Lampiran 4. Gambar Hasil Mikroskopik Penampang Melintang Kulit Buah dan Serbuk Simplisia Kulit Buah Jengkol

[image:65.595.111.521.143.363.2]

Gambar 11. Penampang Melintang Kulit Buah Jengkol (perbesaran 10x10)

Gambar 12. Serbuk Simplisia Kulit Buah Jengkol (perbesaran 10x40)

Keterangan :

1. Lapisan kutikula 2. Epidermis luar 3. Hipodermis 4. Parenkim

5. Sel berisi massa berwarna merah 6. Sklereid

7. Serat sklerenkim 8. Epidermis dalam

Keterangan : 1. Sklereid

2. Serat sklerenkim 3. Sel berisi massa

[image:65.595.115.489.432.645.2]
(66)

Persen kadar air simplisia = x

100%

100%

100%

Lampiran 5. Perhitungan Kadar Air Serbuk Simplisia Kulit Buah Jengkol

- Berat sampel I = 5 g

Volume penjenuhan toluen = 1,8 ml Volume air I = 2,1 ml

- Berat sampel II = 5 g

Volume air I = 2,1 ml Volume air II = 2,4 ml

- Berat sampel III = 5 g Volume air II = 2,4 ml Volume air III = 2,7 ml

volume air (ml)

berat sampel (g) 100%

Persen kadar air I = 2,1 - 1,8 = 6,00% 5 x

Persen kadar air II =

Persen kadar air III =

2,4 - 2,1 5

2,7 - 2,4 5 x x = = 6,00% 6,00%

Persen rata-rata kadar air serbuk simplisia 6,00% + 6,00% + 6,00% 3

=

(67)

Persen kadar sari larut dalam air =

Persen kadar sari larut dalam air I =

Persen kadar sari larut dalam air III = Persen kadar sari larut dalam air II =

Persen rata-rata kadar sari larut air =

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Sari Larut dalam Air Serbuk Simplisia Kulit Buah Jengkol

- Berat sari I = 0,149 g Berat sampel = 4,996 g

- Berat sari II = 0,131 g

Berat sampel = 5 g

- Berat sari III = 0,124 g

Berat sampel = 5,009 g

berat sar

Gambar

Gambar Tumbuhan Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) dan Kulit Buah Jengkol Segar  ...........................
Tabel 1. Formula salep dengan variasi konsentrasi ekstrak kulit buah jengkol
Tabel 2. Formula gel dengan variasi konsentrasi ekstrak kulit buah jengkol
Gambar 1. Cara Mengukur Diameter Luka Bakar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan ekstrak buah mengkudu dalam bentuk sediaan gel yang baik dan mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel..

Isolasi senyawa flavonoid yang terkandung di dalam Kulit Buah Tumbuhan Jengkol-.. (Pithecollobium lobatum Benth.) telah dilakukan dengan cara

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH TANAMAN JENGKOL (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain.) TERHADAP BAKTERI Streptococcus

dengan judul “PEMBUATAN PESTISIDA ALAMI, CAMPURAN EKSTRAK DAUN MINDI DAN KULIT BUAH JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN ULAT BIJI ( Tenebrio molitor )”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit jengkol sebagai antioksidan alami terhadap perubahan bilangan peroksida minyak goreng,

Ekstrak kulit Jengkol juga berpengaruh terhadap indeks per- tumbuhan relatif larva tersebut dengan in -dikator nilai RGI (Relative Growth In- dex) yang berkisar antara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit jengkol dengan konsentrasi 60% memiliki hari kesembuhan yang sama dengan kontrol positif terhadap penyembuhan luka

Penulisan skripsi yang berjudul “Efek Penyembuhan Luka Bakar Salep Ekstrak Etanol Kulit Buah Pisang ( Musa Paradisiaca L.) Basis Tercuci pada Kulit Punggung Kelinci Jantan New