KEPRIBADIAN DAN TRAUMA TOKOH DALAM NOVEL
SIMFONI BULAN KARYA FEBY INDIRANI :
ANALISIS PSIKOSASTRA
SKRIPSI
Oleh :
JULI ARTATY HUTABARAT NIM : 050701043
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
LembarPersetujuan
KEPRIBADIAN DAN TRAUMA TOKOH DALAM NOVEL
SIMFONI BULAN KARYA FEBY INDIRANI :
ANALISIS PSIKOSASTRA
Oleh :
JULI ARTATY HUTABARAT NIM : 050701043
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sastra disetujui oleh :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. H. Ahmad Samin Siregar, S.S. Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum.
NIP 130365337 NIP 131676481
Departemen Sastra Indonesia
Ketua,
Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa penghambatan gelar kesarjanaan yang saya peroleh
Medan, September 2009
INTISARI (ABSTRAK)
KEPRIBADIAN DAN TRAUMA TOKOH DALAM NOVEL
SIMFONI BULAN KARYA FEBY INDIRANI :
ANALISIS PSIKOSASTRA Oleh :
Juli Artaty Hutabarat Departemen Sastra Indonesia
Skripsi ini berjudul “Kepribadian dan Trauma Tokoh dalam Novel Simfoni Bulan karya Feby Indirani Analisis Psikosastra”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi kepribadian tokoh-tokoh dan bagaimana dampak trauma terhadap kepribadian anak dalam novel Simfoni Bulan.
Untuk mengetahui tujuan itu akan dikumpulkan data dari novel Simfoni Bulan dengan menggunakan metode pembacaan heuristik dan hermeneutik degan teknik catat pada kartu data. Setelah data terkumpul, data tersebut dianalisis dengan menggunakan teori psikologi sastra yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.
KATA PENGANTAR
Skripsi ini berjudu l “Kepribadian dan Trauma Tokoh dalam Novel Simfoni
Bulan karya Feby Indirani Analisis Psikosastra”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Sastra,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian
pada novel Simfoni Bulan karya Feby Indirani dengan menggunakan metode
membaca dan tekhnik mencatat pada kartu data.
Penulisan skripsi ini tidaklah terlepas dari perlindungan dan penyertaan Tuhan
Yang Maha Esa. Sehingga, penulis merasa sangat bersyukur atas pertolongan dari
Tuhan. Penulis juga memperoleh bantuan dari banyak pihak yang iklas membantu
penulis seperti pegawai perpustakaan Universitas Sumatera Utara, pegawai
perpustakaan Jurusan Sastra Indonesia, Bapak/Ibu Dosen Pembimbing, dan
pihak-pihak lain yang juga mendukung.
Oleh sebab itu, selayaknyalah penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1) Orang tua penulis yang selalu mendukung penulis lewat saran- saran dan
dana, kakak-kakak serta adik-adikku yang selalu menyemangati dan setia
selalu mendoakan penulis.
2) Bapak Prof. H. Ahmad Samin Siregar, S.S. selaku dosen pembimbing I dan
Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum selaku pembimbing II dan Ketua
Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara yang selalu memberi
3) Seluruh staff pengajar Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara, Medan yang telah mendidik penulis selama perkuliahan.
4) Pegawai Perpustakaan Pusat USU dan pegawai Jurusan Sastra Indonesia yang
membantu lewat peminjaman buku- buku.
5) Bapak Drs. Syaifuddin, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara.
6) Sahabat-sahabatku di Paduan Suara El-Shaddai USU, b’Jhoni Chalvin Pinem,
dan b’Haposan Hutapea yang juga memberi semangat dan setia
mendukungan dalam doa yang tulus dan iklas.
7) Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Sastra Indonsia USU stambuk 2005 yang
selalu bersedia bertukar pikiran dalam diskusi “lesehan”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna baik dari segi teknik
pengkajian kalimat, penguraian materi, dan pembahasan masalah. Oleh sebab itu,
demi penyempurnaan skripsi ini, kritik dan saran para pembaca sangat penulis
harapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, September 2009
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
INTISARI (ABSTRAK) ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Pembatasan Masalah ... 3
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 3
1.4.1 Tujuan Penelitian ... 3
1.4.2 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Konsep ... 5
2.2 Landasan Teori ... 6
2.3 Tinjauan Pustaka ...10
BAB III METODE PENELITIAN ...11
3.1 Teknik Pengumpulan Data ...11
3.2 Teknik Analisis Data ...12
3.3 Sinopsis Novel Simfoni Bulan ...13
BAB IV HASIL PENELITIAN ...16
4.1 Unsur-Unsur Intrinsik dalam Novel Simfoni Bulan ...16
4.1.2 Plot ...21
4.1.3 Tokoh dan Perwatakan ...27
4.1.4 Latar ...36
4.2 Kepribadian Tokoh dalam Novel Simfoni Bulan ...39
4.3 Trauma Pada Anak ...48
BAB V SIMPULAN DAN SARAN...54
1.1 Simpulan ...54
1.2 Saran ...55
DAFTAR PUSTAKA ...56
INTISARI (ABSTRAK)
KEPRIBADIAN DAN TRAUMA TOKOH DALAM NOVEL
SIMFONI BULAN KARYA FEBY INDIRANI :
ANALISIS PSIKOSASTRA Oleh :
Juli Artaty Hutabarat Departemen Sastra Indonesia
Skripsi ini berjudul “Kepribadian dan Trauma Tokoh dalam Novel Simfoni Bulan karya Feby Indirani Analisis Psikosastra”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi kepribadian tokoh-tokoh dan bagaimana dampak trauma terhadap kepribadian anak dalam novel Simfoni Bulan.
Untuk mengetahui tujuan itu akan dikumpulkan data dari novel Simfoni Bulan dengan menggunakan metode pembacaan heuristik dan hermeneutik degan teknik catat pada kartu data. Setelah data terkumpul, data tersebut dianalisis dengan menggunakan teori psikologi sastra yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra adalah ungkapan kesadaran penulisnya. Jadi, karya sastra bersifat
subjektif. Karya sastra mengandung penilaian kehidupan nyata dalam bentuk pikiran
tertentu. Karya sastra adalah refleksi kesadaran pengarangnya tentang apa yang
dialaminya, diketahuinya, sehingga realitas kehidupan menjadi realitas keadaan
pengarangnya. Sastra merupakan cerminan zamannya (Damono, 1978 : 8-9).
Karya sastra harus bersifat menarik. Sastra harus memiliki struktur dan tujuan
estetis, koherensi, keseluruhan, dan efek tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Wellek dan Austin Warren (1995 : 276). Sastra harus mempunyai kaitan yang jelas
dengan kehidupan, tetapi hubungan itu sangat beragam. Kehidupan dalam karya
sastra dapat diperindah, diejek, atau digambarkan bertolak belakang dengan
kenyataan. Karya sastra adalah suatu seleksi kehidupan yang direncanakan dengan
tujuan tertentu. Kita harus mempunyai pengetahuan di luar sastra untuk mengetahui
hubungan antara suatu karya tertentu dengan “kehidupan”.
Sesuai dengan uraian di atas, seperti yang terjadi pada dunia sastra beberapa
tahun belakangan ini, muncullah banyak pengarang yang mencoba menghasilkan
karya sesuai dengan refleksi keadaan tentang hal-hal yang dialaminya dan
diketahuinya. Pengarang mencoba menciptakan karya sastra sesuai dengan tujuan
yang tidak selamanya manis dan indah, tetapi ada hal-hal yang bertolak belakang
dengan itu.
Novel Simfoni Bulan karya Feby Indirani adalah salah satu novel yang berisi
tentang kehidupan tokoh-tokoh dengan kondisi kepribadian yang beragam. Kondisi
kepribadian ini adalah sebagai akibat dari kehidupan yang dialaminya,
keinginan-keinginan yang ingin diwujudkan, dan kehidupan masa lalu yang tidak dapat
dilupakan.
Banyak hal menarik dari novel Simfoni Bulan. Pertama, pengarangnya tidak
bercerita secara linier. Ia meletakkan beberapa kilas balik yang berfungsi untuk saling
menjelaskan. Kedua, novel Simfoni Bulan tidak menciptakan tokoh hitam dan putih,
melainkan abu-abu, manusiawi, dan realistis. Bahkan, tokoh Bulan yang selayaknya
dibela karena serangkaian beban penderitaannya itu pun bukan orang suci di mata
Tuhan. Ketiga, tokoh novel Simfoni Bulan mengalami perubahan hidup yang luar
biasa. Keempat, ada banyak kejutan dalam novel Simfoni Bulan yang tidak terasa
sengaja diletakkan, namun menunjukkan bahwa setiap kejadian di belakang memiliki
musabab. Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga novel ini menarik untuk diteliti.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang disampaikan pada bagian latar belakang, penulis
mengkaji novel Simfoni Bulan dari unsur intrinsiknya dan dilanjutkan dengan
1) Bagaimanakah kondisi kepribadian tokoh–tokoh dalam novel Simfoni Bulan?
2) Bagaimanakah dampak trauma terhadap tokoh anak dalam novel Simfoni
Bulan?
1.3 Pembatasan Masalah
Sebuah karya sastra akan sulit diteliti tanpa adanya batasan masalah karena
dikhawatirkan penelitian akan menyimpang dari tujuan yang akan dicapai. Suatu
penelitian akan lebih mudah dianalisis dan dimengerti dengan membatasi masalah
pada ruang lingkup penelitian yang akan dibahas.
Pada dasarnya, tokoh dalam novel ini memiliki kepribadian yang berbeda,
tetapi pembahasan ini hanya dibatasi pada tokoh Bulan, Gangga, Visya, dan Bayu.
Kemudian dibahas pula dampak trauma tersebut pada tokoh Bayu saja. Apabila
ternyata dalam uraian ini terdapat hal-hal di luar masalah yang telah ditetapkan,
bukan berarti penulis berkeinginan menganalisis secara luas, melainkan suatu
hubungan yang tidak dapat dihindari untuk penyempurnaan analisis.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1) Menganalisis kondisi kepribadian tokoh-tokoh dalam novel Simfoni Bulan.
2) Menganalisis dampak trauma terhadap kepribadian anak dalam novel Simfoni
1.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1) Membantu penikmat sastra memahami kepribadian dan trauma tokoh-tokoh
novel Simfoni Bulan.
2) Memperkaya pengkajian sastra Indonesia, dan
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Alwi dkk. (2003 : 895) menerangkan tentang pengertian kepribadian yaitu
sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang
membedakannya dari orang atau bangsa lain. Kemudian Alwi dkk. (2003 : 1210)
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan trauma adalah 1) keadaan jiwa atau
tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani;
2) luka berat: tropisme pertumbuhan sebagai reaksi terhadap luka.
Kata kepribadian berasal dari bahasa Latin yaitu personalitiy (bahasa Inggris)
yang berasal pula dari kata persona (bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng,
yaitu tutup buka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya
untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Hal ini dilakukan oleh
karena terdapat cirri-ciri yang khas yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik
dalam arti kepribadian yang baik, ataupun yang kurag baik.
G.W. Allport (dalam Suryabrata, 2007 : 11) berpendapat bahwa kepribadian
adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik individu yang
menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Maksud dinamis pada
pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses
pembelajaran atau melalui pengalaman, pendidikan, dan sebagainya. Kepribadian
dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan
baik dari luar maupun dari dalam.
Berdasarkan pengertian di atas, corak perilaku individu dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan akan berbeda-beda. Kepribadian adalah ciri, karakteristik,
gaya, atau sifat-sifat yang memang khas dikaitkan dengan diri kita. Kepribadian itu
bersumber dari bentukan-bentukan yang kita terima dari lingkungan.
Pengertian di atas merujuk pada ciri-ciri perilaku yang kompleks terdiri atas
temperamen (reaksi emosi yang cenderung menetap dalam merespon situasi atau
stimulus lingkungan secara spontan) dan emosi yang bersifat unik dari individu.
Reaksi yang berbeda dari masing-masing individu menunjukkan perbedaan
kepribadian.
2.2 Landasan Teori
Dalam sebuah penelitian perlu adanya landasan teori yang mendasarinya.
Landasan teori merupakan kerangka dasar dalam sebuah penelitian. Landasan teori
yang digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Oleh
karena itu, penelitian ini akan mempergunakan teori psikosastra.
Menurut Hardjana (1991 : 60) pendekatan psikologi sastra dapat diartikan
sebagai suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari
asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan
manusia yang merupakan pancaran dalam menghayati dan menyikapi kehidupan. Di
sini fungsi psikologi itu sendiri adalah melakukan penjelajahan ke dalam batin jiwa
mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk tindakan manusia dan responnya terhadap
tindakan lainnya.
Ada beberapa tokoh terkemuka dalam psikologi seperti Sigmund Freud, Carl
Jung, dan Mortimer Adler, yang telah memberikan inspirasi tentang misteri tingkah
laku manusia melalui teori-teori psikologi. Namun, Freudlah yang paling banyak
memberi sumbangan pemikiran dalam psikologi sastra. Dia secara langsung berbicara
tentang proses penciptaan seni sebagai akibat tekanan dan timbunan masalah di alam
bawah sadar yang kemudian dituangkan ke dalam bentuk penciptaan karya seni. Teori
pendekatan psikologi sastra yang dikembangkan oleh Freud ini dikenal dengan nama
psikoanalisis.
Psikoanalisis dalam sastra memiliki empat kemungkinan pengertian. Yang
pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang
kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga adalah studi tipe dan hukum-hukum
psikologi yang diterapkan pada karya sastra.Yang keempat adalah mempelajari
dampak sastra pada pembaca.
Pada dasarnya, psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang
ketiga yaitu pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh
fiksional yang terkandung dalam karya. Sebagai dunia dalam kata, karya sastra
memasukkan berbagai aspek kehidupan di dalamnya, khususnya manusia. Pada
sastra sebab semata–mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh-tokoh, aspek
kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan.
Psikoanalisis dapat mengklasifikasikan pengarang berdasarkan tipe psikologi
dan tipe fisiologisnya. Psikoanalasis dapat pula menguraikan kelainan jiwa bahkan
alam bawah sadarnya. Bukti-bukt i itu diambil dari fakta-fakta di luar karya sastra atau
dari karya sastra itu sendiri. Untuk menginteprestasikan karya sastra sebagai bukti
psikologis, psikolog perlu mencocokkannya dengan dokumen-dokumen di luar karya
sastra.
Psikoanalisis dapat digunakan untuk menilai karya sastra karena psikoanalisis
dapat menjelaskan proses kreatif. Misalnya, kebiasaan pengarang merevisi dan
menulis kembali karyanya. Yang lebih bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi
mengenai perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya. Hal itu berguna karena jika
dipakai dengan tepat dapat membantu kita melihat keretakan (fissure),
ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya
sastra. Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis
tokoh-tokoh dalam drama dan novel. Terkadang pengarang secara tidak sadar maupun
secara sadar dapat memasukan teori psikologi yang dianutnya. Psikoanalisis juga
dapat menganalisis jiwa pengarang lewat karya sastranya.
Teori psikologi yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori
Sigmund Freud (1856 – 1939). Dia membedakan kepribadian menjadi tiga macam
Id adalah sistem kepribadian bawaan yang paling asli dari manusia. Pada saat
dilahirkan, seseorang hanya memiliki id saja. Unsur kepribadian ini merupakan
tempat bersemayamnya naluri-naluri yang sifatnya buta dan tidak terkendali. Ia hanya
menuntut dan mendesak dipuaskannya naluri-naluri tersebut. Asas yang mengatur
pekerjaan id ini adalah asas kesenangan yang diarahkan bagi pengurangan ketegangan
atau ketidaknyamanan guna mencapai kepuasan atau kebahagiaan naluriah. Karena
bekerjanya hanya didorong oleh asas kesenangan semata, id bersifat tidak logis,
amoral, dan hanya memiliki satu tujuan semata yaitu memuaskan
kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas kesenangan tersebut. Id tidak pernah menjadi
dewasa dan selalu menjadi unsur anak manja dalam kepribadian manusia. Id ini
bersifat tidak sadar.
Ego merupakan unsur kepribadian yang timbul setelah terjadi kontak dengan
dunia nyata yang realistis. Ego berfungsi untuk mengendalikan serta mengatur
segenap tindakan yang dilakukan dengan berlandaskan pada asas kenyataan. Ego
merupakan tempat bersemayamnya intelegensi serta pola pikir rasional dari id.
Superego merupakan unsur moral atau hukum kepribadian manusia. Ia
merupakan aspek-aspek moral dari seseorang yang menentukan benar dan salahnya
perbuatan yang dilakukan itu. Ia menampilkan hal-hal yang ideal dan bukannya riil.
Berbeda dengan id yang digerakkan oleh asas kesenangan, superego digerakkan oleh
asas kesempurnaan. Superego terdiri dari nilai-nilai tradisional serta norma-norma
ideal dalam masyarakat yang diajarkan orang tua terhadap anaknya. Fungsi superego
ini menghambat dorongan-dorongan pemuasan yang berasal dari id (Taniputera, 2005
2.3 Tinjauan Pustaka
Sepengetahuan penulis, penelitian tentang kepribadian dan trauma dalam
novel Simfoni Bulan ini belum pernah dibahas, khususnya bagi penelitian bidang
sastra yang dilakukan di Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan. Akan
tetapi, penelitian mengenai kepribadian dan trauma sudah pernah dilakukan
sebelumnya oleh peneliti terdahulu dengan mempergunakan sumber data yang
berbeda-beda. Tinjauan pustaka dalam hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana penelitian mengenai kepribadian dan trauma sudah pernah dilakukan sehingga
penelitian ini mampu untuk memperdalam penelitian mengenai kepribadian dan
trauma.
Adapun penelitian yang pernah membahas mengenai trauma adalah skripsi
sarjana yang berjudul “Nilai-Nilai Psikologi Novel Senandung Tengah Malam karya
V. Lestari” oleh Zulham Hasibuan pada 1989. Sedangkan penelitian yang pernah
membahas mengenai trauma adalah skripsi sarjana yang bejudul “Skandal Karya
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Teknik Pengumpulan Data
Jenis penelitian yang dapakai adalah library research atau penelitian
kepustakaan. Oleh karena penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan,
jenis data yang dipakai adalah data primer dan data sekunder. Data dikumpulkan dari
novel Simfoni Bulan dengan menggunakan metode pembacaan heuristik dan
hermeneutik dengan teknik catat pada kartu data.
Menurut Pradopo (2001 : 84),
Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur kebahasaannya atau semiotik adalah berdasarkan konvensi tingkat pertama. Pembacaan heuristik adalah pembacaan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan dari awal sampai akhir secara berurutan. Hasilnya adalah sinopsis cerita. Pembacaan heuristik adalah pembacaan ulang atau retroakktif sesudah pembacaan heurisrik dengan memberikan konvensi sastranya. Konvensi sastra yang dimaksud adalah memberikan makna dari cerita.
Sebenarnya, pembacaan heuristik itu adalah pembacaan mulai dari awal
hingga akhir cerita secara berurutan yang dilakukan secara berulang-ulang.
Pembacaan ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman terhadap bagian-bagian
cerita secara beraturan.
Menurut Nasution (2003 : 312),
Hermeneutik adalah metode yang lebih menekankan keterlibatan seorang penafsir terhadap objek yang diteliti dan lebih dipentingkan daripada mengambil jarak dari objeknya. Penghayatan, pemahaman, dan penafsiran terhadap objek merupakan ciri khas metode ini. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan objektivitas yang sebaik-baiknya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hermeneutik adalah pemberian tafsiran
oleh seorang penafsir terhadap suatu objek (karya sastra). Hal ini jelas sangat
membutuhkan keahlian penafsir untuk melakukan tafsiran. Jadi, peran aktif penafsir
sangat dipentingkan dalam hermeneutik ini.
Teknik catat pada kartu data dibedakan menurut masalah yang dibahas. Kartu
data ini akan dipakai untuk mencatat kepribadian setiap tokoh dan dampak trauma.
Hal ini akan berbeda warna dari setiap kartu data yang dipakai. Kartu biru dipakai
untuk mencatat kepribadian setiap tokoh dan kartu merah untuk mencatat dampak
trauma pada tokohnya.
3.2 Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul lalu dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif
yaitu memerikan (melukiskan) kembali data yang telah dikumpulkan. Metode analisis
deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul
dengan analisis. Pendeskripsian dilakukan berdasarkan data dari kartu data.
Langkah-langkah penganalisisan data dilakukan dengan menganalisis data
kartu biru untuk mencari kepribadian setiap tokoh dan menganalisis data kartu merah
dideskripsikan hasil dari analisis tersebut. Kemudian dari hasil analisis ditarik
kesimpulan.
Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data primer yang akan dianalisis adalah :
Judul : Simfoni Bulan
Karya : Feby Indirani
Penerbit : mediakita, Jakarta
Tebal buku : 200 halaman + viii
Ukuran : X + 206 hlm, : 19 cm
Cetakan : Pertama : Januari 2006
Warna Sampul : Perpaduan antara coklat dengan kuning muda
Gambar Sampul : Gambar wanita dan sebuah silet
Desain Sampul : Iksaka Banu
Sebagai sumber data sekunder, penulis akan membaca buku-buku dan artikel
yang berhubungan dengan kepribadian dan trauma.
3.3 Sinopsis Novel Simfoni Bulan
Novel ini berkisah tentang seorang mantan wartawan yang ingin menulis
novel dengan cara mengalaminya. Untuk itu, Bulan Rahmatulayla bertekad menjadi
ditulisnya, Bulan berharap novelnya tidak hadir sebagai omong-kosong belaka.
Keyakinan itu muncul atas pengaruh Visya Yudhistira, novelis muda yang
dikaguminya karena selalu menuliskan pengalamannya. Rasa sakit yang dimaksud
dalam setiap novel Visya adalah luka yang secara fisik maupun psikis telah dialami
oleh pengarangnya. Visya selalu memandang sinis pada kehidupan sementara dia
sendiri menjalani hidup secara unik. Perkenalannya dengan Visya telah membuat
Bulan senantiasa terbayang-bayang akan wajah dan harum cendana yang
mengambang dari tubuh lelaki itu.
Bulan lahir dari keluarga yang berantakan. Berbekal hubungan buruk dengan
ibunya, ia pun membenci kata 'pulang'. Ketika bekerja pada sebuah tabloid berita dan
dipercaya sebagai asisten pemegang rubrik, ia dianggap tidak mampu menulis. Sifat
keras kepala sang pengarang agaknya menurun kepada tokoh novelnya, ditandai
dengan pengambilan keputusan untuk keluar dari pekerjaannya hanya lantaran
perbedaan pendapat dengan atasannya. Pengalamannya meliput daerah prostitusi di
Kramat Tunggak membuatnya ingin mengangkat tokoh pelacur turun-temurun dalam
sebuah novel. Namun ternyata tidak semudah yang diharapkan karena selama ini dia
biasa menulis berdasarkan fakta dan data. Bekal imajinasinya tidak sanggup
menjangkau atmosfir yang hendak dituangkan. Sementara itu, warisan yang diperoleh
dari pergaulannya dengan para penghuni lokalisasi sebetulnya tidak sekadar gagasan
fiksi. Namun juga, anak seorang pelacur yang diasuh setelah ibunya tewas terbunuh.
Artinya, ada kebutuhan lain yang bersifat finansial untuk dapat bertahan hidup yang
Menjadi pelacur adalah keputusan besar berikutnya, yang sempat
mengagetkan Steve, sahabatnya, yang kemudian menjadi manajernya. Ternyata
menjalani kehidupan pelacur secara profesional tidak hanya sulit saat awalnya bahkan
beberapa pengalaman menerima tamu berikutnya menunjukkan betapa tidak
berharganya seorang pelacur di mata laki-laki. Ia harus mengorbankan harga diri
sekaligus menyaksikan berlangsungnya kemunafikan kaum lelaki yang
kadang-kadang menjadi idola di tengah masyarakat. Namun dari dunia mesum yang
ditelusurinya itu, ia mendapatkan seorang 'ahli anak' yang sanggup mencairkan hati
Bayu, anak asuhnya, yaitu Gangga.
Gangga merupakan lelaki yang lembut terhadap wanita dan kepada anak-anak.
Pengalamannya menjadi ahli anak membuat Bayu sedikit demi sedikit mau membuka
diri dengan kehidupan luar. Namun, kesan Bulan terhadap Gangga yang pada
awalnya adalah baik ternyata berubah. Gangga mencampakkan Bulan begitu saja
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Unsur-Unsur Intrinsik dalam Novel Simfoni Bulan
Unsur-unsur pembentuk sebuah novel yang membentuk sebuah totalitas di
samping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya. Namun, secara garis
besar berbagai macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik.
Yang dimaksud dengan unsur intrinsik adalah unsur pembangun karya sastra
yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur ini turut
serta membangun sebuah cerita. Kepaduan antarunsur inilah yang membuat sebuah
novel berwujud. Sementara yang dimaksud dengan analisis intrinsik adalah analisis
yang mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang
terdapat dalam karya sastra. Karya sastra tentu dapat dipahami berdasarkan apa yang
ada atau secara eksplisit tertulis dalam teks tersebut.
Karya sastra sebagai hasil imajinasi seseorang tidak akan terlepas dari latar
kehidupan dan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan sekelilingnya. Penciptaan
sebuah karya sastra selalu mengandung ide, harapan, dan nilai kehidupan atau
norma-norma dari sebuah permasalahan yang ingin disampaikan kepada pembaca.
Untuk itu, penulis akan menguraikan unsur-unsur intrinsik dalam karya sastra
4.1.1 Tema
Setelah selesai membaca sebuah karya sastra, misalnya novel Saman, bagi
orang yang membaca novel tidak hanya bertujuan semata-mata mencari dan
menikmati kehebatan cerita. Biasanya, pembaca akan segera menghadapi pertanyaan :
apa sebenarnya yang ingin disampaikan pengarang lewat cerita itu? Atau makna
apakah yang dikandung sebuah novel di balik cerita yang disajikan itu? Hal-hal yang
dipertanyakan itu memang pada umumnya tidak diiungkapkan secara eksplisit
sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu penafsiran.
Mempertanyakan makna sebuah karya sastra sebenarnya juga
mempertanyakan tema. Setiap karya sastra tentulah mengandung atau menawarkan
tema. Namun apa isi tema itu sendiri tidak mudah ditunjukkan. Ia haruslah dipahami
dan ditafsirkan melalui cerita dalam data-data yang lain dan itu merupakan kegiatan
yang sering tidak mudah dilakukan.
Istilah tema berasal dari bahasa Yunani yaitu tithema yang berarti
‘menempatkan’ atau ‘meletakkan’. Dalam karya sastra tema diartikan sebagai dasar
cerita yang ditempatkan di berbagai aspek cerita.
Sumardjo dan Saini K.M (1997 :56) memberikan difinisi tema,
Pendapat lain mengenai tema juga dinyatakan oleh Keraf (1970 : 107) adalah,
Tema adalah suatu amanat yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Amanat utama ini diketahui misalnya bila seseorang membaca roman, atau karangan lainnya. Selesai membaca karangan tersebut, akan meresaplan ke dalam pikiran pembaca suatu sari atau makna dari seluruh karangan itu.
Pendapat lain mengenai tema juga dinyatakan oleh Lukman (1967 : 118),
Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran, sesuatu yang menjadi persoalan bagi pengarang. Di dalamnya terbanyang pandangan hidup atau cinta pengarang bagaimana dia melihat persoalan itu. Persoalan inilah yang dihidangkan pengarang seiring juga dengan pemecahan sekaligus.
Dari kutipan-kutipan di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang tema. Tema
adalah pokok persoalan yang paling mendasar dari suatu cerita yang timbul dengan
sendirinya melalui proses kreatif pengarang. Tema adalah inti cerita yang terkandung
di dalam keseluruhan cerita. Tema merupakan gagasan atau ide yang mendasari karya
sastra dari awal hingga akhir cerita serta yang menjiwai seluruh isi cerita. Oleh karena
tema merupakan ide pokok, tema akan terkandung dalam seluruh karya sastra
tersebut.
Dengan demikian, untuk menentukan tema sebuah karya sastra haruslah
disimpulkan dari keseluruhan cerita. Penafsiran tema diprasyarati oleh pemahaman
cerita secara keseluruhan. Namun, adakalanya dapat juga ditemukan adanya
Persoalan-persoalan hakiki manusia biasanya selalu diulang dalam berbagai
karya sastra. Persoalah-persoalan hakiki ini merupakan sebuah ciri tersendiri dari
setiap tema yang disampaikana penulis lewat karya-karyanya.
Pada novel Simfoni Bulan ini tema yang diperlihatkan menyangkut kehidupan
manusia yang dapat dikatakan mendasar atau juga menyangkut kehidupan yang
jarang terjadi. Manusia sebagai mahluk yang terbatas banyak menghadapi persoalan
di dalam kehidupannya. Persoalan yang paling utama adalah persoalan yang
menyangkut diri karena masalah keberadaan diri merupakan suatu masalah hakiki
yang harus dipertahankan setiap individu.
Dalam kehidupannya, manusia banyak mendapat tantangan dan hambatan dari
berbagai faktor yang ada di luar dirinya. Tantangan dan hambatan yang mengancam
keberadaan diri ini bisa terjadi karena adanya faktor finansial yang sangat minim.
Artinya, faktor ekonomi yang kurang mendukung dapat mengancam keberadaan
individu. Faktor ekonomi seperti ini dapat menjadikan seseorang melakukan suatu hal
di luar kehendak pribadinya sendiri.
Berawal dari kebingungan dan segudang pertanyaan yang tidak terjawab oleh
hidup, Bulan sang tokoh utama dalam novel ini menerjunkan diri dalam kekacauan
yang menurutnya sepertinya akan membantu. Bulan memilih menjadi pelacur karena
frustasi dengan hidupnya yang berantakan dan karena rasa ingin tahunya yang
mendesak. Bulan adalah perempuan frustrasi. Ia tercerabut dari keluarga besarnya,
kunjung selesai, dan mengalami permasalahan pula dalam percintaan. Maka cukuplah
sudah alasan yang dimilikinya untuk menerjunkan diri dalam kehidupan
remang-remang pekerja seks komersial.
Selain alasan materi, alasan lain bagi tokoh Bulan yang menjadikannya
seorang pelacur adalah novel yang sedang ditulisnya. Novel tersebut berkisah tentang
profesi pelacur yang turun-temurun dalam sebuah keluarga. Tidak ada pemahaman
yang bisa memberikan penghayatan paling baik selain pengalaman. Demi sebuah
proses mengalami, Bulan menjadikan dirinya pelacur.
Bulan memang melakukannya tidak semata karena uang. Tapi saat ini pun kondisinya memang tak dapat dikatakan berkecukupan. Pengangguran tanpa banyak tabungan. Merawat anak angkat yang butuh makan. Pembantu rumah tangga yang butuh gaji. Tunggakan sewa rumah. Bulan merasakan kondisi perasaannya sudah cukup lengkap untuk mengalami proses ini : seorang perempuan yang akan menukar tubuh dan jasa demi uang. Ia sedang memerankannya kini. Sedang mengalami. (Simfoni Bulan : 7-8)
Hidup gue berantakan, Steve. Simpanan gue menipis. Gue perlu segera menyelesaikan novel ini. Jadi, gue pikir ini solusi yang memecahkan dua persoalan sekaligus. Gue juga butuh uang lah. Jadi, mix and match lah dengan kebutuhan gue. (Simfoni Bulan : 14)
Tokoh Bulan juga mengalami kegagalan dalam berkarir. Ketika bekerja pada
sebuah tabloid berita dan dipercaya sebagai asisten pemegang rubrik, ia dianggap
tidak mampu menulis. Bulan merasa tidak terima dengan anggapan tersebut dan ia
memutuskan untuk mengundurkan diri dari tabloid tersebut.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tema novel ini adalah
Kehidupan yang serba gagal dan sulit. Tokoh yang gagal dalam karir wartawannya,
gagal sebagai pelacur, gagal sebagai penulis novel, dan gagal pula dalam
percintaannya.
4.1.2 Plot
Plot atau alur di dalam cerita rekaan diartikan sebagai jalan cerita yaitu jalur
tempat melintasnya peristiwa-peristiwa tokoh. Pada alur peristiwa dirangkai dengan
seksama dengan memperhitungkan faktor kualitas. Kualitas ini merupakan ciri khas
dari sebuah alur untuk mencapai suatu pengertian wajar tentang peristiwa-peristiwa
yang diciptakan. Rangkaian peristiwa tersebut juga mempunyai hubungan sebab
akibat dalam suatu cerita. Jalinan kejadian atau peristiwa-peristiwa yang membentuk
konflik akan membangun suatu cerita. Peristiwa pertama akan memberntuk peristiwa
selanjutnya. Dengan demikian akan terjadi konflik dan suatu konflik akan
mengakibatkan konflik baru yang mempunyai jalinan cerita.
Sumardjo dan Saini K.M. (1997 : 139) memberikan defenisi plot sebagai
berikut,
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1998 : 143) memberikan defenisi alur sebagai
berikut,
Alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya petistiwa yang lain.
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa plot atau alur adalah
suatu rangkaian peristiwa yang mengandung konflik dan menjadi satu kesatuan yang
utuh. Plot merupakan garis dasar atau benang halus yang menghubungkan struktur
sebuah cerita.
Plot atau alur di dalam cerita rekaan disusun menurut tingkatan dari awal
hingga akhir. Seperti kata Sudjiman (ed, 1989 : 4) alur adalah rangkaian peristiwa
yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui
rumitan ke arah klimaks dan selesai. Sumardjo dan Saini K.M. (1997 : 49)
mengatakan lagi bahwa suautu konflik dalam cerita rekaan tidak bisa dipaparka
begitu saja. Harus ada dasarnya. Oleh karena itu, plot sering dikupas menjadi
elemen-elemen berikut ini.
1) Pengenalan
2) Timbul konflik
3) Konflik memuncak
4) Klimaks
Dalam novel Simfoni Bulan ini susunan alur atau plot sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Sumardjo dan Saini K.M. Dengan demikian, di bawah ini akan
dikemukakan analisis susunan alur tersebut.
Pelukisan awal atau pengenalan biasanya merupakan gambaran awal sebuah
cerita. Pada novel Simfoni Bulan ini pengenalan dilukiskan dengan memperkenalkan
tokoh Bulan ketika menjalani profesi pertamanya sebagai pelacur. Bulan
diperkenalkan sebagai wanita yang pada awalnya sangat gugup dengan profesi
barunya tersebut. Tetapi pada bagian ini digambarkan juga pola pikir Bulan yang
mengatakan bahwa ternyata menjadi seorang pelacur tidaklah mudah. Bulan berusaha
menenangkan diri dengan membuat pernyataan pada dirinya bahwa selama ini juga
perilaku Bulan sudah mirip dengan pelacur.
Siapa yang berani mengatakan menjadi pelacur itu mudah? Kemarilah. Aku ingin sekali meludahinya. Sekarang. Saat ini juga. Rabalah peluh dingin yang merambati telapak tangannya. Rasakan panas mulasnya yang takkan terselesaikan di kakus. (Simfoni Bulan : 1)
Tenang Bulan, selama ini pun kelakuanmu toh sudah mirip pelacur, katanya pada diri sendiri. Kehilangan keperawanan di bangku SMA, pacaran dengan banyak lelaki, tidur dengan suami orang, apalagi? (Simfoni Bulan : 2)
Pada tahap pengenalan ini, tokoh Bulan juga menerangkan kepada tokoh
Steve mengenai alasannya menjadi pelacur, yaitu bukan semata-mata karena uang,
tetapi ada alasan lain yang mendukungnya yaitu proses penulisan novel Bulan yang
Tidak pernah ada niatan untuk bermain-main, Steve. Ini riset sungguhan. Aku percaya pengalaman pribadi adalah pintu sejati untuk memahami. Menghayati. Bukan sekedar sok empati. (Simfoni Bulan : 4)
Bagian kedua setelah pengenalan adalah timbulnya konflik. Pada bagian ini,
pengarang memperkenalkan para tokoh, terutama orang-orang di sekitar Bulan.
Dengan banyaknya tokoh yang diperkenalkan, gambaran akan muncullya konflik
telah dipersiapkan. Konflik ini saling bersangkut paut dan mulai bergerak.
Konflik pertama yang ada dalam novel ini yaitu saat Bulan diminta pulang
oleh adiknya Adit untuk berkumpul dengan mamanya. Awalnya, Bulan tidak berniat
untuk pulang, tetapi karena sudah berjanji kepada Adit, akhirnya Bulan pulang juga.
Pertemuan Bulan dengan keluarganya tidak menciptakan suasana yang harmonis,
melainkan memuncullkan pertengkaran antara Bulan dan Adit.
“Mata Bulan menatap lurus pada Mama. Menantang. “Segala gagasan Mama tentang keluarga itu udah basi. Sudahlah.” Bulan mengibaskan tangannyanya ke udara. “Kita biasa hidup sendiri-sendiri dari dulu, nggak perlu ada yang berubah!” suaranya lantang meski gemetar” (Simfoni Bulan : 91)
Pada bagian peristiwa-peristiwa yang mulai memuncak, muncullah banyak
kejadian yang dialami Bulan. Hal ini terjadi ketika Bulan berusaha untuk memotong
rambut Bayu, anak angkatnya yang sudah lebat. Tetapi saat hendak memotong rambut
Bayu, Bayu tiba-tiba histeris dan melawan Bulan dengan sekuat tenaga.
Tapi Bayu berontak. Lalu mendorong perut Bulan kuat-kuat. Tenaganya kuat sekali sehingga Bulan hampir terpelanting ke belakang dengan ulu hati yang mual. (Simfoni Bulan : 130)
Bagian puncak atau klimaks dalam novel ini ditandai dengan rasa sakit hati
Bulan yang dicampakkan oleh Gangga, pria yang mulai dicintai Bulan. Awalnya
Bulan merasa kehilangan ketika Bayu hendak dijemput oleh kakek dan neneknya.
Kemudian Bulan menginginkan anak dari Gangga, tetapi pada saat itu Gangga
mengatakan kalau Bulan hanya dianggap sebagai adik olehnya. Bulan akhirnya marah
dan pergi meninggalkan Gangga.
“Aku mau punya anak dari kamu,” kata Bulan hampir menyerupai bisikan. Tapi Gangga mendengarnya. Telapak tangannya mulai berkeringat. Ia menarik nafas berat sebelum bicara.
“Lan, aku mau bicara.”
Bulan mengangkat kepalanya. Menatap Gangga. Dengan binar di matanya.
“Tempo hari itu…,” kalimatnya menggantung sejenak. “Aku pikir kita membuat kekeliruan.”
“Maksudmu?” Tanya Bulan.
“Aku tahu itu salahku. Sepenuhnya salahku. Dan aku betul-betul minta maaf.”
Mata yang berbinar itu kini memandang Gangga dengan tatapan tak percaya.
….
“Lan, dengar. Aku sayang kamu. Tapi bukan dalam konteks itu. Aku menyayangimu sabagai adikku. Kemarin itu….”
“Apa? Potong Bulan memekik. “Kamu bercinta denganku dan sekarang bilang bahwa kamu menganggapku sebagai adik? Pembohong!” teriaknya. (Simfoni Bulan : 159)
“Lan!” panggil Gangga.
Bulan tidak menoleh lagi. (Simfoni Bulan : 160)
Pada bagian klimaks ini, ada juga konflik lain yang mendukung
memuncaknya permasalahan yaitu ketika Bulan berlari meninggalkan Gangga di
rumahnya, Bulan bertemu dengan Barkah yang dituduh telah membunuh Mariatun
ibu Bayu. Dalam perjumpaan mereka, Barkah menjelaskan bahwa bukan dia yang
membunuh Mariatun. Saat malam pembunuhan itu, Barkah memang sedang bersama
Mariatun, tetapi dia disuruh pulang oleh Mariatun karena Mariatun ingin menghajar
Bayu. Dari semua yang sudah dijelaskan oleh Barkah, Bulan terkejut dan tidak
percaya dengan apa yang didengarnya. Memuncaknya masalah ini kemudian
berlanjut dengan kematian ibu Bulan diiringi dengan kebencian Adit adiknya dan
kecelakaan yang dialami oleh Siti dan Bayu. Bulan merasa sangat menyesal dan
mengutuki dirinya sendiri.
Bulan memukul keningnya dengan kepalan tangan. Dia mungkin pengangguran cengeng tak berguna, tapi ekspresinya tampak jujur. Dan bukankah polisi tidak pernah menemukan sidik jarinya pada gunting itu? Tidak ada sidik jari siapa pun, kecuali sidik jari Mar dan Bayu. (Simfoni Bulan : 162)
Bayu?
Bulan merasakan jantungnya melorot sampai pinggang. Oh, Tuhan! Mungkinkah Bayu membunuh ibunya sendiri? (Simfoni Bulan : 163)
Bagian pemecahan soal merupakan bagian akhir suatu cerita. Pada bagian ini,
pengarang memperlihatkan perubahan-perubahan nasib para tokoh dan memberi
Pada novel Simfoni Bulan ini, pemecahan soal ditandai dengan kepindahan
Bulan ke Varanasi, India mengikuti Visya. Di sana Bulan diajari untuk menenangkan
hidupnya dan berusaha menyucikan diri dengan kepercayaaan reinkarnasi dari Visya.
Di sana Bulan juga bertemu dengan Meerva yang memberinya kelegaan untuk apa
yang dirasakannya.
Ada senyawa kimia yang cocok di antara keduanya. Ruang hampa di hati Bulan dahaga akan persahabatan. Dan Meerva dengan kepekaan dan sikap riangya meniupkan kehangatan. Tiba-tiba saja Bulan bisa dengan lancar menuturkan cerita patah hati dan kehilangan akan kepergian ibunya. Sesuatu yang kemudian mengantarnya sampai ke sini. (Simfoni Bulan : 191)
Penecahan soal pada bagian ini juga ditandai dengan kepulangan Bulan ke
Jakarta dan mendapati novelnya dulu diterbitkan dengan nama pengarang Gangga
Harsya. Bulan sangat marah dan menyusun rencana pembalasan terhadap Gangga.
LELAKI YANG MENIDURIKU LALU MENCURI KARYAKU, AKU BERSUMPAH AKAN MEMBUATMU MENDERITA SAMPAI AKHIR HAYAT! SAMPAI JUMPA DI NERAKA!
4.1.3 Tokoh dan Perwatakan
Sama halnya dengan unsur plot, tokoh dan perwatakan juga merupakan salah
satu unsur yang penting dalam karya sastra. Istilah “tokoh” dalam karya sastra
menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawaban terhadap
pertanyaan, “Siapa tokoh utama novel itu?” atau “Siapakah tokoh protagonis dan
sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk
pada kualitas pribadi seorang tokoh.
Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1988 : 165), adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Kualitas moral
tokoh-tokoh yang dimaksud dapat berbeda-beda sesuai dengan kemungkinan watak
yang ada pada manusia seperti jujur, baik, berani, jahat, pemurung, penipu, pemarah,
atau campuran dari berbagai watak itu.
Di dalam cerita rekaan setiap perilaku tokoh harus memiliki hubungan dengan
perilaku lainnya. Hubungan perilaku ini harus diperlihatkan sesuai dengan prinsip
sebab-akibat atau kualitas. Tindak tanduk yang berhubungan tersebut memperlihatkan
suatu rangkaian yang menyatu di dalam sebuah cerita rekaan. Seperti kata Semi (1993
: 28),
Menurut Sumardjo dan Saini K.M. (1997 : 65) ada lima cara menyajikan
watak tokoh yaitu :
1) Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya, terutama bagaimana ia
bersikap dalam situasi kritis.
2) Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh
tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
3) Melalui penggambaran fisik tokoh.
4) Melalui pikiran-pikirannya
5) Melalui penerangan langsung
Dalam novel Simfoni Bulan ini ada empat tokoh yang mendominasi waktu
penceritaan dan sangat berhubungan dengan masalah yang menjadi tema cerita.
Keempat tokoh tersebut adalah Bulan, Visya, Gangga, dan Bayu. Tetapi novel ini
juga didukung dengan kehadiran tokoh-tokoh lain yang mendukung berjalannya
cerita.
Berikut akan dianalisis tokoh dan perwatakan semua tokoh yang ada di dalam
novel ini. Penganalisisan dilakukan pertama sekali terhadap tokoh-tokoh utama
kemudian dilanjutkan dengan tokoh-tokoh pendukung lainya
a. Bulan
Tokoh Bulan dalam novel Simfoni Bulan ini digambarkan sebagai wanita yang
baru pertama sekali terjun di dalam dunia malam yaitu sebagai pelacur. Hal ini
tujuan-tujuan lainnya. Bulan lahir dari latar belakang keluarga yang berantakan dan ia
sangat membenci ibunya. Tinggi badannya 163 cm dan berparas biasa-biasa saja.
Bulan mengangkat seorang anak dari temannya bernama Bayu dan mengasuh juga
seorang pembantu rumah tangga dan ketiganya tinggal di sebuah rumah kontrakan.
Tokoh Bulan digambarkan sebagai tokoh yang memiliki perwatakan keras.
Apa yang menjadi keputusannya tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun juga.
Tetapi di lain sisi, Bulan juga memiliki sikap yang manis dan lembut sebagai seorang
wanita.
Hidup gue berantakan, Steve. Simpanan gue menipis. Gue perlu segera menyelesaikan novel ini. Jadi, gue pikir ini solusi yang memecahkan dua persoalan sekaligus. Gue butuh uang juga lah. Jadi mix and match lah dengan kebutuhan gue. (Simfoni Bulan : 14)
“Mbak ini siapa, silahkan turun Mbak. Mbak nggak dapat ijin naik dari Pak Visya!” tegur supirnyya keras sambil menahan pintu mobil. Tapi Bulan berlagak tak mendengar, ia duduk manis di samping Visya dengan tebal muka. (Simfoni Bulan : 29)
Bulan bahkan tidak sempat bermalam saat itu. Ketika datang pada hari pertama lebaran, usai makan ketupat bersama, Mama menanyainya dengan tajam tentang Bayu. Siapa dia dan bagaimana asal usulnya. Bulan menjawab jujur, bahwa Bayu adalah anak Mariatun, seorang PSK Kramat Tunggak. (Simfoni Bulan : 169)
Bulan pun akhirnya sering bercerita untuk Bayu juga bila Gangga tak sempat datang ke rumah. Meskipun tingkat kesabarannya jauh di bawah Gangga. (Simfoni Bulan : 136)
b. Visya Yudhistira
Dalam novel Simfoni Bulan ini, tokoh Visya digambarkan sebagai seorang
penulis Indonesia paling fenomenal saat ini karena ia melakukan hal-hal gila dalam
proses kreatifnya untuk menghasilkan sebuah karya. Visya juga disebut-sebut sebagai
anak ajaib sekaligus anak haram sastra Indonesia. Walaupun dalam perkiraan orang
bahwa seorang Visya adalah seorang yang menyeramkan karena di wajahnya berjejak
barut-barut luka, tetapi pada kenyataannya Visya adalah seorang yang bersih dan
necis. Pilihannya memperlihatkan estetiknya pada keserasian warna. Novelnya masuk
dalam nominasi Indonesia Literary Award.
Tokoh Visya dalam novel Simfoni Bulan ini digambarkan memiliki
perwatakan yang angkuh, terkesan sombong, dan tidak perduli pada apa pun.
Tidak satu pun kata keluar dari mulutnya. Tersenyum juga tidak. Ia hanya berjalan terus menerobos kerumunan dengan muka datar. Menuju parkiran di mana supir dan mobil starlet merahnya menunggu. (Simfoni Bulan : 29)
Aku tahu siapa dia, lebih daripada yang kau kira Bulan. Percayalah, dia bukan siapa-siapa! Aku bisa menyingkarkannya kalau aku mau! (Simfoni Bulan : 152)
Pergilah! Tapi ingat sejauh apa pun kamu pergi, kamu akan selalu kembali Bulan! Darah lebih kental daripada air. Apa yang dipersatukan oleh darah akan menjadi kekal.” Teriakan Visya masih membahana. (Simfoni Bulan : 153)
c. Bayu Surnyiaji
Tokoh Bayu dalam novel Simfoni Bulan ini digambarkan sebagai seorang
kesayangannya. Kebiasaannya mengompol di tempat tidur belum bisa dihilangkan.
Bayu adalah seorang anak yang pendiam dan merasa kesepian. Ia jarang
berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya.
Ada saatnya anak itu mau bicara. Sepotong-potong kalimat yang sering tak bisa Bulan mengerti. Seperti ingin menyampaikan sesuatu, yang entah apa. Kadang kalau Bulan ingin memancingnya lebih jauh Bayu kembali diam. Dan kalau sudah begitu, Bulan tak bisa memaksanya lagi. (Simfoni Bulan : 44)
Bayu diam lagi. Tangannya masih terus menggambar. Ia sedang menggambar rumah. (Simfoni Bulan : 44)
d. Gangga
Tokoh Gangga dalam novel Simfoni Bulan ini disebut sebagai petapa.
Memiliki sorot mata yang tenang dan roman wajahnya mengesankan warga negara
tertib. Bahasa tubuhnya ramah, hormat, dan berpenampilan alim. Matanya hening
dan tenang, tampak bertanggung jawab. Tinggi badan Gangga hampir sama dengan
tinggi badan Bulan. Gangga bekerja pada sebuah LSM anak dan mempelajari
psikologi secara otodidak.
Karakter yang diperlihatkan Gangga dalam novel ini adalah karakter yang
baik dan bersahaja bagi tokoh Bulan dan Bayu. Gangga penuh perhatian dan mampu
menolong kesulitan orang dengan cara yang bijak.
Gangga mengusap pipi Bulan yang dingin dengan jari-jarinya. Lembut seperti memegang sesuatu yang mungkin robek. (Simfoni Bulan : 124)
Gangga memegang pipi Bulan, memalingkannya kembali dengan lembut. (Simfoni Bulan : 125)
Gangga mendengarkan cerita panjang Bulan dengan penuh perhatian. Tanpa kelihatan bosan sama sekali. Ia hanya bertanya sekali-kali untuk memperjelas informasi. (Simfoni Bulan : 133)
Selanjutnya Gangga dengan rajin mengunjungi Bayu meskipun tidak setiap hari, tergantung pada jadwal kegiatannya. Selain buku, ia juga membawakan pinjaman video film Superman sambil menceritakan jalan ceritanya buat Bayu. (Simfoni Bulan : 135)
Tetapi ada juga karakter lain yang dimiliki oleh Gangga. Di sisi lain, Gangga
juga tampil sebagai orang yang pada akhirnya mengecewakan Bulan. Gangga
meninggalkan Bulan dan menerbitkan novel Bulan tanpa seizinnya.
Lan, dengar. Aku sayang kamu. Tapi bukan dalam konteks itu. Aku menyayangimu sabagai adikku. Kemarin itu….” (Simfoni Bulan : 159)
Bagi para pengunjung kami beritahukan sedang ada acara book signing bersama pengarang novel laris “Ibuku, seorang pelacur” Gangga Harsya masih berlangsung. Silahkan, jangan sampai ketinggalan. (Simfoni Bulan : 198)
Tokoh-tokoh pendukung lainnya yang terdapat dalam novel Simfoni bulan ini
adalah :
1) Streve, sahabat sekaligus manager Bulan. Ia seorang pengusaha di bidang
hiburan asal Surabaya. Seseorang yang maniak pesta. Ia pernah menekuni
dunia model dan peragawan. Bertampang Indo dengan tinggi 180 cm. Ia
pesta. Steve juga seorang pria yang modis dan memperhatikan kesehatan
pribadinya.
2) Prakoso, pengusaha bisnis distribusi alat-alat kesehatan. Pria berusia 45 tahun
dengan postur badan gemuk. Kebiasaannya adalah tidur dengan banyak PSK
di ibu kota.
3) Pak Jo, berperan sebagai supir Visya Yudhistira yang setia menunggu
tuannya.
4) Mariatun, sahabat Bulan di Kramat Tunggak yang sekaligus adalah ibu Bayu.
Berperan sebagai PSK di Kramat Tunggang. Mariatun berparas manis, gesit,
cerdas, dan memiliki tubuh yang sintal.
5) Syaipul, suami Mariatun yang pencemburu dan pemarah.
6) Ratmi, pemilik rumah bordil dan lebih menyayangi Mariatun dibandingkan
dengan PSK-PSK lainnya di Keramat Tunggak.
7) Subarkah, tokoh yang bekerja serabutan di Keramat Tunggak. Di Keramat
Tunggang, dia mengerjakan profesi sebagai tukang parkir, berjualan rokok,
dan pengantar tamu. Berperan sebagai pacar Mariatun setelah ditinggal oleh
suaminya. Dia diduga sebagai pembunuh Mariatun.
8) Bu Joko, tetangga Bulan yang sering datang mengomel ke kontrakan Bulan
karena kesalahan-kesalahan Bayu.
9) Wagiman, pria berusia 54 tahun. Tua-tua keladi yang pernah memakai jasa
Bulan sebagai PSK.
10)Siti, pembantu rumah Bulan. Gadis berusia 17 tahun yang gesit dan lincah.
11)Seorang dosen di salah satu universitas terkemuka di Jakarta yang juga
pemakai jasa Bulan.
12)Ira, PSK asal Wonosobo. Anak pertama dari tujuh bersaudara, berumur 19
tahun. Gadis yang akan menyayat badannya untuk menahan semua rasa sakit
hatinya.
13)Narti, PSK asal Indramayu yang selalu kangen kembali ke Kramat Tunggak
apabila kembali ke kampung halamannya.
14)Azka, atasan Bulan di sebuah majalah. Pria yang sudah beristeri tetapi
melakukan perselingkuhan dengan Bulan.
15)Aditya Rahadiansya, adik tiri Bulan yang berusia 19 tahun. Satu-satunya anak
lelaki di keluarganya yang sangat menyayangi ibu dan kakaknya.
16)Mama atau Linda Zenastri, ibu Bulan yang pada akhir hayatnya menyesal
karena telah menyia-nyiakan Bulan selama ini.
17)Om Bagus, teman selingkuhan Mama.
18) Tante Siska, adik dari Mama yang juga tinggal bersama mereka.
19) Arief Prenoto, pimpinan redaksi di tempat Bulan bekerja dan sekaligus
sebagai wartawan senior di sana.
20)Emha atau Muhammnad Hasan, seorang wartawan yang lebih senior
dibanding Bulan. Saat itu, Emha sengat mengerti pahitnya hidup Bulan
sebagai seorang PSK.
21)Meerva, berusia 23 tahun. Kelahiran Ayodhya. Baru saja menyelesaikan
kuliahnya di London jurusan komunikasi bisnis. Tetapi pada prekteknya,
4.1.4 Latar
Berhadapan dengan sebuah karya fiksi, pada hakikatnya kita berhadapan
dengan sebuah dunia, dunia dalam kemungkinan, sebuah dunia yang sudah dilengkapi
dengan tokoh penghuni dan permasalahan. Namun, tentu saja hal itu kurang lengkap
sebab tokoh dengan berbagai pengalaman kehidupannya itu memerlukan ruang
lingkup, tempat, dan waktu, sebagaimana halnya kehidupan manusia di dunia nyata.
Dengan kata lain, fiksi sebagai sebuah dunia di samping membutuhkan tokoh, cerita,
dan plot juga perlu latar.
Sumardjo dan Saini K.M. (1997 : 75) menjelaskan pengertian latar atau
setting,
Setting dalam fiksi bukan hanya sekedar background, artinya bukan hanya menunjukkan tempat kejadian dan kapan terjadinya. Sebuah cerpen atau novel memang harus terjadi di suatu tempat dan dalam satu waktu. Harus ada tempat dan ruang kejadian….setting dalam cerpen modern terjalin erat dengan karakter, tema, dan suasana cerita. Setting bukan hanya menunjukkan tempat dan waktu tertentu tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada macam debunya, pemikiran rakyatnya, kegilaan mereka, gaya hidup mereka, kecurangan mereka, dan sebagainya.
Latar secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu latar ruang dan
waktu dan latar sosial. Latar ruang dan waktu merupakan landas tumpu yang
menjelaskan tentang tempat dan waktu ketika terjadi peristiwa-peristiwa tokoh.
Dengan adanya latar yang demikian, pembaca akan mendapat petunjuk bila dan
Sedangkan yang menyangkut latar sosial adalah landas tumpu tentang
lingkungan dan latar belakang kehidupan tokoh. Dengan adanya latar sosial,
kehidupan sosial dan latar belakang tokoh akan jelas sampai kepada pembaca.
Dengan adanya latar sosial dan latar belakang tokoh akan mempengaruhi munculnya
peristiwa dan konflik tokoh-tokoh sebuah cerita rekaan.
Di dalam novel Simfoni Bulan ini latar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
latar ruang waktu dan latar sosial. Latar ruang dan waktu di dalam novel ini adalah
sekitar kota Jakarta yaitu di lokalisasi pelacuran di Kramat Tunggak. Tempat yang
sudah lama menjadi tempat bermain Bulan. Semasa bekerja sebagai wartawan di
sebuah majalah ternama di Jakarta, Bulan sering mendapat tugas melakukan peliputan
di tempat itu. Proses itu membuatnya terikat secara emosional dengan orang-orang di
dalamnya.
Bulan menyusuri jalanan Kramat Tunggak yang akrab. Terik matahari Jakarta Utara masih belum hangat. Hingar bingar musik yang memekakkan telinga belum lagi menyapa. Beberapa orang yang mengenal wajah Bulan menyampaikan senyum ramah.
Perempuan-perempuan Kramtung sudah sibuk dengan aktivitas masing-masing di berbagai sudut kampung. Ada yang bermain kartu, sekadar ngobrol santai atau sudah menikmati siaran televisi. Mungkin tak ada yang masih tidur karena mereka umumnya percaya tidur pagi itu atau siang akan mengakibatkan keputihan.
Dari latar lokalisasi pelacuran di Kramat Tunggak, kemudian latar novel
Simfoni Bulan ini mengalir ke Varanasi India, tepatnya di suangi Gangga. Proses
kelahiran kembali seorang Bulan, sebagai spirit reinkarnasi yang diagung-agungkan
Visya memang hendak diawali dengan sesuatu yang baru dan berbeda sebagai titik
balik. Di tempat inilah Bulan diajak untuk menenangkan diri dan melupakan semua
kesedihannya di Jakarta.
Varanasi adalah satu kota tertua di dunia, dulunya bernama Benares. Usianya setidaknya sekitar 3.000 tahun. Banyak nama untuk menyebutnya. Kota suci. Kota cahaya. Ada juga yang menyebutnya City of Ghats. Ghats adalah tangga batu menuju sungai yang berbaris sepanjang tepi barat Gangga. Lebih dari seratus ghat bertebaran sepenjuru kota yang digunakan untuk mandi, meditasi dan sebagian lagi khusu diperuktukkan bagi pembakar jenazah. (Simfoni Bulan : 182)
Nyatanya, sungai yang mengandung 100 jenis mineral sejak perjalanan panjangnya dari Himalaya ini memang tercatat sebagai salah satu sungai paling terpolusi di dunia! Bukan hanya karena berton-ton abu manusia yang dihanyutkan di dalamnya (ditambah sisa anggota tubuh separuh hangus). Tapi sungi ini pun tempat seluruh penduduk Varanasi mandi, berenang dan mencuci pakaian. Setiap hari! Turun temurun. Selama berabad-abad. (Simfoni Bulan : 183)
Sementara latar sosial yang tergambar dalam novel ini adalah bahwa Bulan
berasal dari keluarga yang berantakan dan kondisi pekerjaan yang membuatnya sering
mengunjungi lokasi pelacuran. Inilah yang pada akhirnya membuat Bulan terjun
sebagai pelacur. Sedangkan latar sosial Visya adalah kehidupan nyata yang selalu
dialaminya dengan proses mengalami langsung tanpa dibuat-buat. Latar sosial
Gangga adalah bekerja pada sebuah LSM anak dan mempelajari psikologi sehingga
dia mengerti bagaima kondisi kejiwaan seseorang. Sementara latar sosial Bayu adalah
4.2 Kepribadian Tokoh dalam Novel Simfoni Bulan
Dasar pemikiran teori psikoanalisis adalah sebagian besar kepribadian
manusia berasal dari proses yang tidak disadari. Kepribadian manusia menurut teori
psikoanalisis terdiri dari tiga aspek yaitu id, ego, dan superego. Segi ketidaksadaran
manusia yang disebut id merupakan salah satu inti pokok dari teorinya. Teori ini
menekankan bahwa kesadaran manusia seperti gunung es, hanya sebagian kecil saja
yaitu puncak teratasnya yang tampak terapung di laut. Sebagian besar badan gunung
es tersebut terendam di bawah permukaan laut. Ketiga sistem yaitu id, ego, dan
superego dalam diri seseorang merupakan satu susunan yang bersatu dan harmonis.
Id berada dalam alam ketidaksadaran, sedangkan ego dan superego berada dalam
alam kesaran manusia. Dengan bekerja sama secara teratur ketiga sistem itu
memungkinkan seorang individu untuk bergerak secara efisien dan memuaskan dalam
lingkungan. Sebaliknya, jika ketiga sistem kepribadian ini bertentangan satu sama
lain, orang yang bersangkutan akan menjadi orang yang tidak dapat menyesuaikan
diri. Berdasarkan hal tersebut, pendekatan psikoanalisis dapat digunakan untuk
mengetahui kekuatan id, ego, dan superego dalam diri tokoh-tokoh novel Simfoni
Bulan yang dicurigai mengidap gejala neurosis. Untuk itu, berikut akan
digambarankan bagaimana kekuatan id, ego, dan superego
1) Kepribadian Bulan
dalam kepribadian tokoh
Bulan, Visya, Gangga, dan Bayu dalam novel Simfoni Bulan ini.
Seperti apa yang disampaikan sebelumnya, Id merupakan unsur kepribadian
karena ia tidak ada hubungannya dengan dunia luar. Akan tetapi id dapat dikontrol
dan diawasi oleh ego. Id tidak diperintah oleh hukum akal atau logika dan ia tidak
memiliki nilai. Ia hanya didorong oleh suatu pertimbangan yaitu mencapai kepuasan
bagi keinginan nalurinya sesuai dengan prinsip kesenangan. Id mempertahankan sifat
anak-anaknya selama penghidupan. Ia tidak dapat menahan ketegangan. Ia ingin
kepuasan yang segera. Ia suka mendesak dan mementingkan diri sendiri. Id suka
dengan kesenangan.
Berikut adalah sistem kepribadian id yang dimiliki oleh Bulan.
Tidak pernah ada niatan bermain-main, Steve. Ini riset sungguhan. Aku percaya pengalaman pribadi adalah pintu sejati untuk memahami. Menghayati. Bukan sekedar sok empati. (Simfoni Bulan : 4)
Mengalami. Mengalami. Mengalami. Tampanya semua yang akan kutulis hanyalah satu paket omong kosong. (Simfoni Bulan : 5)
Novel gue tentang pelacur, gue merasa perlu melakukan observasi partisipatoris. (Simfoni Bulan : 14)
Jauh di dasar hatinya, Bulan sangat berharap Bayu tak berlama-lama tinggal bersamanya. Dua bulan ini saja sudah dirasakannya melelahkan. Satu-satunya yang membuatnya bertahan adalah harapan bahwa Gojali orang kepercayaan Bu Ranti akan menemukan alamat orang tua Mar di Cirebon.”(Simfoni Bulan : 48)
Ia tak pernah ingin menjadi ibu. Tapi ketika melihat sosok bocah rapuh itu hanya satu yang bisa terlintas dalam pikirannya. (Simfoni Bulan : 49)
….Saat itu juga di hadapan ‘seluruh penonton pertengkaran mereka’ ia bersumpah tidak akan lagi bicara pada Azka. Seumur hidupnya. Bahkan ketika pria itu datang kepadanya memohon-mohon maafnya bak anak balita kepada ibunya, Bulan tetap bergeming. Harga sumpahnya mengungguli cintanya. (Simfoni Bulan : 96)
Ia menyesal baru menemukan kunci permainan ini sekarang. Padahal penghasilan menjadi pelacur jauh lebih menjanjikan disamping menjadi wartawan media massa, apalagi menjadi penulis yang tak pernah eksis. Jika dari tiga bulan lalu ia sudah tahu rahasia permainan, ia tak perlu menghabiskan begitu banyak uang untuk mabuk., demi mengobati perasaan terhina. Dan ia tak akan sebangkrut ini sekarang.(Simfoni Bulan : 105)
LELAKI YANG MENIDURIKU LALU MENCURI KARYAKU, AKU BERSUMPAH AKAN MEMBUATMU MENDERITA SAMPAI AKHIR HAYAT! (Simfoni Bulan : 200)
Sementara ego merupakan unsur kepribadian yang timbul setelah terjadi
kontak dengan dunia nyata yang realistis. Ego berfungsi untuk mengendalikan serta
mengatur segenap tindakan yang dilakukan dengan berlandaskan pada asas
kenyataan. Ego merupakan tempat bersemayamnya intelegensi serta pola pikir
rasional dari id. Berikut adalah kutipan-kutipan yang menunjukkan sisi ego Bulan
sedang bekerja.
Ini kali pertamaku menjadi pelacur… (Simfoni Bulan : 3)
Bulan kini mulai berakting mendesah, mengeluh. Berseru. Menjerit kecil. Seolah merasakan kenikmatan luar biasa dari sentuhan-sentuhan Prakoso. Meskipun sebetulnya ia hanya berusaha keras menutupi nausea di perutnya. Membiarkan setiap inci tubuhnya mengalami semua hal yang pantas membikin muak. (Simfoni Bulan : 9)
Bulan keluar ruangan dengan membanting pintu. Langkahnya diawasi puluhan pasang mata penuh penasaran. Dijejaki puluhan mulut yang sibuk berbisik-bisik. Hari itu juga, Bulan mengajukan surat pengunduran diri. (Simfoni Bulan : 101)
Bulan pun akhirnya sering bercerita untuk Bayu juga bila Gangga tak sempat datang ke rumah. Meski tingkat kesabarannya jauh di bawah Gangga. (Simfoni Bulan : 136)
menggembirakanya. Ia merasa hidupnya lebih berarti dari sebelumnya. Kini ia lebih sering menemani Bayu bermain atau membacakan cerita. Ia juga mulai mengajarkan Bayu membaca. Ia belajara mensyukuri kemajuan Bayu, sekecil apa pun itu. Menjelang tahun ajaran baru ini, Bulan bahkan mulai sibuk survey sekolah dasar umum di sekitar lingkungannya untuk melihat mana yang mungkin siap menampung anak yang ‘agak bermasalah’ seperti Bayu. (Simfoni Bulan : 143)
Entahlah. Aku kok seperti kehilangan ya, Ga? Bayu sudah berbulan-bulan tinggal denganku. Dan ketika kami baru mulai lebih dekat, ia malah akan pergi,” ujar Bulan mirip keluhan. (Simfoni Bulan : 158)
Superego merupakan unsur moral atau hukum kepribadian manusia. Ia
merupakan aspek-aspek moral dari seseorang yang menentukan benar dan salahnya
perbuatan yang dilakukan itu. Ia menampilkan hal-hal yang ideal dan bukannya riil.
Berbeda dengan id yang digerakkan oleh asas kesenangan, superego digerakkan oleh
asas kesempurnaan. Superego terdiri dari nilai-nilai tradisional serta norma-norma
ideal dalam masyarakat yang diajarkan orang tua terhadap anaknya. Fungsi superego
ini menghambat dorongan-dorongan pemuasan yang berasal dari id.
Bulan menyesali tindakannya yang gegabah. Ia tahu Bayu tidak suka rambutnya dipotong, tapi ia tidak menyangka Bayu sebegitu ketakutannya terhadap gunting. Pasti karena dulu Mar selalu memarahinyadengan gunting sebagai ancaman. (Simfoni Bulan : 131)
Bulan baru menyadari betapa sulitnya menjadi ibu. Ia membayangkan Mamanya yang dulu mesti membesarkan kedua anak dan mencari nafkah sendiri untuk mencukupi semua kebutuhan mereka. Mungkin karena itulah Mama seperti tak punya cukup waktu untuknya dan Adit. Dan Bulan menyesali dirinya yang tak pernah memandang dari perspektif itu sebelumnya. Untuk pertama kalinya, ia merindukan Mama. (Simfoni Bulan : 143)
Freud berpendapat bahwa tingkah laku seperti yang dilakukan oleh Bulan
pada data-data di atas merupakan tingkah laku yang paling didominasi oleh unsur
kepribadian id. Pengaruh id ini timbul tanpa disadari yang membuat energi id lebih
kuat dari energi ego dan superego sehingga perilaku Bulan kadang berubah-ubah. Di
samping itu, bila aspek id memiliki energi yang lebih kuat dari aspek ego dan
superego akan terjadi pemuasan keinginan berupa agresi atau tindakan seksualitas.
Sehingga dari uraian ini dapat dikatakan bahwa kepribadia Bulan adalah kepribadian
yang yang tidak seimbang sehingga mengakibatkan kepribadiannya terpecah. Bulan
bahkan tidak memuaskan di lingkungan sekitarnya.
2) Kepribadian Visya
Dalam kehidupannya sebagai seorang penulis, Visya dikenal sebagai seorang
yang aneh oleh masyarakan di sekitarnya bahkan oleh orang-orang yang mambaca
karyanya. Karya-karyanya yang selalu menggambarkan iblis dengan nada bangga
membuat orang yang membaca karya tersebut marah. Visya mempunyai penilaian
sendiri tentang kehidupan. Baginya kehidupan itu harus dijalankan dengan wajar dan
tidak berpura-pura. Visya tidak takut kepada kematian dan berani menghadapi hidup
dengan cara dan gayanya sendiri.
Aku ini aktor. Dan aktor yang baik adalah orang yang menjadi. MENJADI. Bukan berpura-pura memerankan orang lain yang bukan dirinya,” kata Visya dingin. (Simfoni Bulan : 32)