• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan Kata Bahasa Indonesia Yang Berasal Dari Bahasa Arab : Kajian Morfologi Generatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembentukan Kata Bahasa Indonesia Yang Berasal Dari Bahasa Arab : Kajian Morfologi Generatif"

Copied!
323
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBENTUKAN KATA BAHASA INDONESIA

YANG BERASAL DARI BAHASA ARAB :

KAJIAN MORFOLOGI GENERATIF

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

di bawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc. (CTM), Sp.A(K)

dipertahankan pada tanggal 10 Februari 2011

di Medan, Sumatera Utara

Khairina Nasution

NIM : 068107003

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul Disertasi : PEMBENTUKAN KATA BAHASA INDONESIA YANG BERASAL DARI BAHASA ARAB : KAJIAN MORFOLOGI GENERATIF

Nama Mahasiswa : Khairina Nasution

NIM : 068107003

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Promotor

Prof. Dr. Syukur Kholil, M.A. Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd.

Ko-Promotor

Ko-Promotor

Ketua Program Studi, Direktur,

Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M. Sc.

(3)

HASIL PENELITIAN DISERTASI INI TELAH DISETUJUI

UNTUK SIDANG TERBUKA TANGGAL 10 FEBRUARI 2011

Oleh Promotor

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Ko-Promotor

Prof. Dr. Syukur Kholil, M.A. Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd.

Mengetahui

Ketua Program Studi Linguistik

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

(4)

Diuji Pada Ujian Disertasi (Promosi)

Tanggal 10 Februari 2011

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua

: Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Anggota

: 1. Prof. Dr. Syukur Kholil, M.A.

2. Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.

4. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D.

5. Dr. Mohd. Zaki Abd. Rahman, M.A.

6. Drs. Amiullah, M.A., Ph.D.

Dengan Surat Keputusan

Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor : 106/H5.1.R/SK/SPB/2011 Tanggal : 18 Januari 2011

(5)

TIM PROMOTOR

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Prof. Dr. Syukur Kholil, M.A.

(6)

TIM PENGUJI LUAR KOMISI

Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.

Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D.

Dr. Mohd. Zaki Abd. Rahman, M.A.

Drs. Amiullah, M.A., Ph.D.

(7)

PERNYATAAN

PEMBENTUKAN KATA BAHASA INDONESIA YANG BERASAL DARI BAHASA ARAB ; KAJIAN MORFOLOGI GENERATIF

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian- bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Disertasi ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Disertasi ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian- bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi- sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 5 Oktober 2010

(8)

Karya ini Saya Persembahkan Untuk :

Ayah dan Bunda

H. Mukmin Nasution (Alm.)

Hj. Umi Lubis (Almh.)

Suami dan Anak - Anak :

Drs. H. Azhary Tambusai, M.A.

Sofia Rahmi, S.Farm.

Faisal Adam

S Silvia Arifa

(9)

ABSTRAK Khairina Nasution, 2010

NIM 068107003

Pembentukan Kata Bahasa Indonesia Yang Berasal Dari Bahasa Arab: Kajian Morfologi Generatif

Penelitian ini mendeskripsikan pembentukan kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab berdasarkan teori morfologi generatif. Masalah yang ditemukan berkaitan dengan fungsi dan makna morfem afiks dalam konstruksi morfologis derivasi dan infleksi, morfofonemik BI dari BA, tipologi morfologis BI dari BA, pembentukan kata berdasarkan kajian morfologi generatif, dan bentuk potrnsial yang ditemukan dalam BI dari BA. Tujuan penelitian ini menjelaskankan hal-hal yang terdapat pada masalah penelitian. Data bersumber dari data lisan dan tulisan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi dan metode simak, sedangkan metode analisis data menggunakan metode distribusional dan metode padan. Hasil analisis data dipaparkan dengan menggunakan metode informal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa afiks-afiks pembentuk verba terdiri dari afiks {meN-], {-an}, {ber-}, {ter-}, {meN-kan}, dan {meN-i}. Makna afiks-afiks tersebut adalah ‘kegiatan yang bersangkutan dengan’; ‘proses’; ‘saling’; ‘berada dalam keadaan’; ‘memiliki’; ‘dapat di’; ‘sudah di’; ‘kausatif’; ‘resultatif’; ‘intensif; dan ‘kontinuatif’. Afiks-afiks pembentuk nomina terdiri dari afiks {se-}, {-in}, {-at}, {peN-an}, {ke-an}, dan {per-an}. Makna yang ditimbulkan oleh afiks-afiks ini adalah ‘sederajat’; ‘sama’; ‘dalam keadaan’; ‘pelaku jamak (feminin)’; ‘pelaku jamak (maskulin)’; ‘cara’; dan ‘hal’.Afiks-afiks pembentuk adjektiva terdiri dari afiks {-i}, {-iah}, {-ah}, dan {wi-}. Makna yang ditimbulkan oleh afiks-afiks ini adalah ‘berkaitan dengan’; ‘frekuensi’; ‘alat’; dan ‘pelaku’. Kaidah morfofonemik (morfofonologi) yang ditemukan di dalam bahasa Indonesia dari bahasa Arab terdiri dari (1) kaidah asimilasi {meN-}yang mengasimilasi bunyi obstruen yang mengikutinya (2) penambahan semivokal /y/ (3) penambahan vokal /ə/ (4) pelesapan konsonan obstruen /p, t, s/ dan pelesapan konsonan /r/.

(10)

empat komponen: (1) daftar morfem yang memuat morfem dasar bebas, morfem dasar terikat, afiks, reduplikasi dan kata majemuk (2) kaidah pembentukan kata yang memeroses semua muatan daftar morfem, sehingga menghasilkan bentuk yang berterima dan tidak berterima (3) saringan yang bertugas menempelkan idiosinkresi fonologis, idiosinkresi leksikal dan idiosinkresi semantik dan (4) kamus berisi kata-kata yang telah lolos dari saringan yang berupa bentuk dasar bebas, bentuk dasar, bentuk turunan, dan bentuk-bentuk yang terkena idiosinkresi. Beberapa bentuk potensial yang ditemukan ada yang mengalami idiosinkresi fonologis, seperti /mensyarkan/ dan /mensyirkan/; ada yang mengalami idiosinkresi semantik, seperti /ambia/, /ya qawiyyu/, /sekaten/ dan /haulan/, dan idiosinkresi leksikal, seperti /bermuhasabah/, /mentausiahkan/, dan /syawalan/.

Kata Kunci: Pembentukan Kata, Morfologi Generatif, Tipologi Morfologis, Bentuk Potensial, Produktivitas, Kreativitas

(11)

ABSTRACT Khairina Nasution, 2010

NIM 068107003

The Arabic-Based Indonesian Word Formation: Morphology Generative The research describes the Arabic-based Indonesian word formation based on generative morphology theory. The problems found deal with functions and meanings of affix morphemes in inflection and derivation morphological construction, the Arabic-based Indonesian morphophonemic, the Arabic-based Indonesian morphological typology, word formation based on generative morphology study, and the potential forms found in the Arabic-based Indonesian. The research objective is to describe the problems found in the research problems. The data originate from oral and written ones. The documentation method and the Simak method are adopted to collect the data, whereas the distributional method and the Padan method are applied in the data analysis. The data analysis results are described by employing informal method.

The research result shows verb-forming affixes comprising affixes {meN-], {-an}, {ber-}, {ter-}, {meN-kan}, and {meN-i}. The meanings of the affixes are ‘activity relating to’; ‘process’; ‘mutuality’; ‘being in the condition’; ‘possessive’; ‘can be (passive)’; ‘having been (passive)’; ‘causative’; ‘resultative’; ‘intensive’; and ‘continuative’. Noun-forming affixes embody affixes {se-}, {-in}, {-at}, {peN-an}, {ke-an}, and {per-an}. The meanings arised by the affixes are ‘of the same degree or level’; ‘the same’; ‘being in the condition’; ‘plural agent (feminine)’; ‘plural agent (masculine)’; ‘ways’; and ‘matter’. Adjective-forming affixes contain affixes {-i}, {-iah}, {-ah}, and {wi-}. The meaning arised by the affixes are ‘relating to’; ‘frequency’; ‘tool’; and ‘agent’. The morphophonemic rules (morphophonology) found in Indonesian from Arabic include (1) assimilation rules {meN-} which assimilate obstruent sounds following them (2) adding semivowel /y/ (3) adding vocal /ə/ and (4) deleting obstruent consonants /p, t, s/ and deleting consonant /r/.

(12)

idiosyncrasy, lexical idiosyncrasy and semantic idiosyncrasy and (4) a dictionary embracing words slipping out of the filter in the form of free base morphemes, base, derivative forms, and the forms given idiosyncrasy. Some potential forms found obtain phonological idiosyncrasy, such as /mensyarkan/ and /mensyirkan/, semantic idiosyncrasy, like /ambia/, /ya qawiyyu/, /sekaten/ and /haulan/, and lexical idiosyncrasy, as /bermuhasabah/, /mentausiahkan/, and /syawalan/.

Keyword: Word Formation, Generative Morphology, Morphological Typology, Potential Words, Productivity, Creativity

(13)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan rida-Nya jugalah disertasi ini dapat diwujudkan. Penulis menyadari terwujudnya disertasi ini tidak terlepas dari bimbingan berbagai pihak, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc.(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi izin studi dan bantuan dana selama penulis menjalani proses studi sampai selesainya disertasi ini.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana yang telah memberi kesempatan mengikuti program Sandwich di UM Malaysia.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Linguistik sekaligus sebagai penguji saya yang telah banyak membantu, mengarahkan dan mengevaluasi perkembangan studi selama penulis di Program Doktor Linguistik.

4. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra USU dan Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D. mantan Dekan Fakultas Sastra USU yang telah memberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan S3.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga saya haturkan kepada berbagai pihak yang terlibat langsung dalam penyelesaian disertasi ini, mereka adalah:

1. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. selaku Promotor yang telah memberikan arahan, bimbingan dan masukan dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati disela-sela kesibukan beliau.

(14)

3. Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd. selaku ko-promotor yang selalu memberikan inspirasi, wawasan dan kritikan hingga mendorong saya untuk terus melakukan perbaikan disertasi ini.

4. Para penguji: Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D., Prof. Amrin Saragih, M.A., Dr. Mohd. Zaki Bin Abd. Rahman, dan Drs.Aminullah, M.A., Ph.D. yang dengan teliti mengkritisi dan memberi masukan baik lisan maupun tulisan yang sangat bermanfaat demi penyempurnaan disertasi ini.

5. Para Dosen Program Studi Linguistik USU yang telah ikhlas memberikan ilmu mereka yang sangat berguna kepada penulis selama masa perkuliahan.

Ungkapan terima kasih dan penghargaan penuh rasa syukur penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis, Alm.Ayahanda H. Mukmin Nasution dan Almh.Ibunda Hj. Umi Lubis, yang telah mengasuh, mendidik dan menanamkan rasa percaya diri pada anak-anaknya untuk terus menuntut ilmu. Terima kasih yang tulus juga penulis haturkan kepada Ayahanda mertua Alm. H. M. Idris Hamidy dan Ibunda mertua Hj. Arbaiyah Fakhri. Semoga Allah menerima semua amal Ibadan Ayahanda, Ibunda, dan mertua tercinta serta ditempatkan di sisi-Nya. Ibunda mertua agar tetap sehat dan diberi-Nya usia yang berkah. Amin.

Terima kasih yang khusus dan teristimewa penulis sampaikan juga kepada suami tercinta Drs. H. Azhary Tambusai, M.A., ketiga anak penulis, Sofia Rahmi, S.Farm., Faisal Adam dan Silvia Arifa atas kesabaran dan pengertian yang diberikan, khususnya dalam tahap akhir disertasi ini. Semoga anak-anak tercinta dapat mengikuti langkah kami orang tuanya di dalam menuntut ilmu.

Teman-teman angkatan 2006 dan semua pihak yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis hingga selesainya disertasi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu penulis ucapkan terima kasih. Semoga semuanya mendapat limpahan rahmat dari Allah SWT. Amin.

Medan, Agustus 2010

Khairina Nasution

(15)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... Halaman BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakan1 1.2 Masalah Penelitian ... 1

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II: KERANGKA TEORI, KONSEP DASAR DAN KAJIAN PUSTAKA... 3

1.2 Kerangka Teori ... 3

2.2 Konsep Dasar ... 9

2.2.1 Morfem... 9

2.2.2 Kata ... 9

2.2.3 Morfofonemik ... 10

2.2.4 Morfologi ... 10

2.2.5 Unsur Serapan ... 10

BAB III: METODE PENELITIAN... 12

3.1 Pendekatan, Rancangan Penelitian ... 12

3.2 Sumber Data Penelitian... 12

3.3 Metode Penelitian Data ... 12

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data... 13

3.5 Metode Penyajian Hasil Analisis Data... 13

BAB IV: PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN... 14

4.1 Fungsi dan Makna Afiks terhadap Kata Bahasa Indonesia dari Bahasa Arab dalam Konstruksi Morfologi Derivasi dan Infleksi ... 14

4.1.1 Afiks Pembentuk Verba ... 14

4.1.1.1 Prefiks {meN-} ... 14

4.1.1.2 Konfiks {meN-kan} ... 15

4.1.1.3 Prefiks {ber-} ... 15

4.1.1.4 Prefiks {ter-} ... 15

4.1.1.5 Sufiks {-an}... 15

4.1.2 Afiks Pembentuk Nomina ... 16

4.1.2.1 Prefiks {se-}... 16

4.1.2.2 Sufiks {-in} ... 16

4.1.2.3 Sufiks {-at} ... 16

4.1.2.4 Konfiks {peN-an} ... 16

4.1.2.5 Konfiks {ke-an} ... 17

(16)

4.1.3 Afiks Pembentuk Adjektiva ... 17

4.1.3.1 Sufiks {-i} ... 17

4.1.3.2 Sufiks {-iah} ... 17

4.1.3.3 Sufiks {-ah}... 18

4.1.3.4 Sufiks {-wi} ... 18

4.2 Morfofonemik Pembentukan Kata Bahasa Indonesia dari Bahasa Arab ... 18

4.2.1 Karakteristik Pembeda BI dari BA ... 18

4.2.2 Proses Morfofonemik BI dari BA ... 19

4.2.2.1 Asimilasi{meN-} ... 19

4.2.2.2 Penambahan Semivokal /y/ ... 19

4.2.2.3 Penambahan Vokal /ə/ ... 21

4.2.2.4 Pelesapan Konsonan Obstruen ... 21

4.2.2.5 Pelesapan Konsonan /r/ ... 22

4.3 Tipologi Morfologis Kata Bahasa Indonesia dari Bahasa Arab.... 22

4.3.1 Tipologi Morfologis Afiksasi Bahasa Indoonesia dari Bahasa Arab... 22

4.3.2 Tipologi Morfologis Reduplikasi Bahasa Indonesia dari Bahasa Arab ... 22

4.3.2.1 Jenis Reduplikasi... 22

4.3.3 Tipologi Morfologis Kata Majemuk Bahasa Indonesia dari Bahasa Arab ... 23

4.3.3.1 Pengertian Kata Majemuk... 23

4.3.3.2 Proses Pembentukan Kata Majemuk ... 23

4.3.3.2.1 Kata Majemuk Subordinatif Substantif... 24

4.3.3.2.2 Kata Majemuk Subordinatif Atributif ... 24

4.3.3.2.3 Kata Majemuk Koordinatif ... 24

4.3.3.2.4 Kata Majemuk Sintetis ... 25

4.4 Pembentukan Kata Bahasa Indonesia Dari Bahasa Arab : Kajian Generatif ... 25

4.4.1 Syarat Pembentukan Kata ... 25

4.4.2 Daftar Morfem ... 25

4.4.2.1 Kata Dasar Bebas ... 25

4.4.2.1.1 Kata Dasar Verba ... 25

4.4.2.1.2 Kata Dasar Nomina ... 26

4.4.2.1.3 Kata Dasar Adjektiva ... 26

4.4.2.2 Afiks... 26

4.4.3 Kaidah Pembentukan Kata... 27

4.4.4 Saringan ... 27

4.4.5 Kamus ... 22

4.5 Bentuk Potensial Bahasa Indonesia dari Bahasa Arab ... 27

4.5.1 Pengertian Kepotensialan Kata ... 27

(17)

4.5.2 Produktivitas Kata... 28

4.5.3 Produktivitas, Kreativitas, dan Analogi ... 28

4.5.4 Pengetahuan Penutur terhadap Produktivitas Kata ... 28

4.5.5 Parameter Keberterimaan (Akseptabilitas) ... 29

4.5.6 Bentuk Potensial Bahasa Indonesia dari Bahasa Arab... 29

4.5.6.1 Idiosinkresi Fonologi ... 29

4.5.6.2 Idiosinkresi Semantik ... 29

4.5.6.3 Idiosinkresi Leksikal ... 30

4.5.7 Kamus ... 30

4.5.8 Keterbatasan Kaidah Pembentukan Kata ... 31

4.5.8.1 Keterbatasan Fonologi ... 31

4.5.8.2 Keterbatasan Semantik... 31

4.5.8.3 Keterbatasan Morfologi ... 31

4.5.8.4 Keterbatasan Pragmatik ... 31

4.5.8.5 Tingkat Penyerapan Kosakata... 32

4.5.8.6 Kendala Sinonim ... 32

BAB V: PEMBAHASAN TEMUAN PENELITIAN ... 33

BAB VI: SIMPULAN DAN SARAN ... 37

6.1 Simpulan ... 37

6.2 Saran ... 38

(18)

RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama Lengkap : Dra. Khairina Nasution, M.S. Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 4 November 1962

NIP : 19621104 198703 2002

No. Karpeg : E. 426209 Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

Pangkat/Golongan : Pembina Utama Muda / IVc

Pekerjaan : Staf Pengajar Departemen Bahasa Arab Instansi : Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Nama Ayah : H. Mukmin Nasution (Alm.) Nama Ibu : H. Umi Lubis (Almh.)

Alamat Kantor : Jl. Universitas No. 19 Medan 20155

Alamat Rumah : Jl. Sei Bahorok Gg.Keplor No. 34 Medan 20154 No. Tel. Rumah / HP : 061- 4529560 / 081361185613

Alamat E-mail : nasution_khairina@yahoo.co.id

B. Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 33 Medan, lulus tahun 1974 2. PGA 4 Tahun Medan, lulus tahun 1979 3. PGA 6 Tahun Medan, lulus tahun 1981

4. Sarjana Fakultas Sastra USU, Jurusan Bahasa Arab, lulus tahun 1986 5. Program Magister (S-2) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Bidang

Linguistik, lulus tahun 1992

6. Program Doktor (S-3) Universitas Sumatera Utara Medan, Bidang Linguistik, lulus tahun 2010

C. Pengalaman Kerja :

1. Dosen Fakultas Sastra USU pada Departemen Bahasa Arab, 1987 – Sekarang

2. Sekretaris Program Studi Bahasa Arab, 1998 – 1999 3. Ketua Program Studi Bahasa Arab, 2000 – 2005

D. Kegiatan Penelitian

E. Kegiatan Penulisan Karya Ilmiah F. Penghargaan/Tanda Kehormatan

1. Satyalencana Karya Satya 10 tahun, dari Presiden Republik Indonesia, 2001

(19)

ABSTRAK Khairina Nasution, 2010

NIM 068107003

Pembentukan Kata Bahasa Indonesia Yang Berasal Dari Bahasa Arab: Kajian Morfologi Generatif

Penelitian ini mendeskripsikan pembentukan kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab berdasarkan teori morfologi generatif. Masalah yang ditemukan berkaitan dengan fungsi dan makna morfem afiks dalam konstruksi morfologis derivasi dan infleksi, morfofonemik BI dari BA, tipologi morfologis BI dari BA, pembentukan kata berdasarkan kajian morfologi generatif, dan bentuk potrnsial yang ditemukan dalam BI dari BA. Tujuan penelitian ini menjelaskankan hal-hal yang terdapat pada masalah penelitian. Data bersumber dari data lisan dan tulisan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi dan metode simak, sedangkan metode analisis data menggunakan metode distribusional dan metode padan. Hasil analisis data dipaparkan dengan menggunakan metode informal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa afiks-afiks pembentuk verba terdiri dari afiks {meN-], {-an}, {ber-}, {ter-}, {meN-kan}, dan {meN-i}. Makna afiks-afiks tersebut adalah ‘kegiatan yang bersangkutan dengan’; ‘proses’; ‘saling’; ‘berada dalam keadaan’; ‘memiliki’; ‘dapat di’; ‘sudah di’; ‘kausatif’; ‘resultatif’; ‘intensif; dan ‘kontinuatif’. Afiks-afiks pembentuk nomina terdiri dari afiks {se-}, {-in}, {-at}, {peN-an}, {ke-an}, dan {per-an}. Makna yang ditimbulkan oleh afiks-afiks ini adalah ‘sederajat’; ‘sama’; ‘dalam keadaan’; ‘pelaku jamak (feminin)’; ‘pelaku jamak (maskulin)’; ‘cara’; dan ‘hal’.Afiks-afiks pembentuk adjektiva terdiri dari afiks {-i}, {-iah}, {-ah}, dan {wi-}. Makna yang ditimbulkan oleh afiks-afiks ini adalah ‘berkaitan dengan’; ‘frekuensi’; ‘alat’; dan ‘pelaku’. Kaidah morfofonemik (morfofonologi) yang ditemukan di dalam bahasa Indonesia dari bahasa Arab terdiri dari (1) kaidah asimilasi {meN-}yang mengasimilasi bunyi obstruen yang mengikutinya (2) penambahan semivokal /y/ (3) penambahan vokal /ə/ (4) pelesapan konsonan obstruen /p, t, s/ dan pelesapan konsonan /r/.

(20)

empat komponen: (1) daftar morfem yang memuat morfem dasar bebas, morfem dasar terikat, afiks, reduplikasi dan kata majemuk (2) kaidah pembentukan kata yang memeroses semua muatan daftar morfem, sehingga menghasilkan bentuk yang berterima dan tidak berterima (3) saringan yang bertugas menempelkan idiosinkresi fonologis, idiosinkresi leksikal dan idiosinkresi semantik dan (4) kamus berisi kata-kata yang telah lolos dari saringan yang berupa bentuk dasar bebas, bentuk dasar, bentuk turunan, dan bentuk-bentuk yang terkena idiosinkresi. Beberapa bentuk potensial yang ditemukan ada yang mengalami idiosinkresi fonologis, seperti /mensyarkan/ dan /mensyirkan/; ada yang mengalami idiosinkresi semantik, seperti /ambia/, /ya qawiyyu/, /sekaten/ dan /haulan/, dan idiosinkresi leksikal, seperti /bermuhasabah/, /mentausiahkan/, dan /syawalan/.

Kata Kunci: Pembentukan Kata, Morfologi Generatif, Tipologi Morfologis, Bentuk Potensial, Produktivitas, Kreativitas

(21)

ABSTRACT Khairina Nasution, 2010

NIM 068107003

The Arabic-Based Indonesian Word Formation: Morphology Generative The research describes the Arabic-based Indonesian word formation based on generative morphology theory. The problems found deal with functions and meanings of affix morphemes in inflection and derivation morphological construction, the Arabic-based Indonesian morphophonemic, the Arabic-based Indonesian morphological typology, word formation based on generative morphology study, and the potential forms found in the Arabic-based Indonesian. The research objective is to describe the problems found in the research problems. The data originate from oral and written ones. The documentation method and the Simak method are adopted to collect the data, whereas the distributional method and the Padan method are applied in the data analysis. The data analysis results are described by employing informal method.

The research result shows verb-forming affixes comprising affixes {meN-], {-an}, {ber-}, {ter-}, {meN-kan}, and {meN-i}. The meanings of the affixes are ‘activity relating to’; ‘process’; ‘mutuality’; ‘being in the condition’; ‘possessive’; ‘can be (passive)’; ‘having been (passive)’; ‘causative’; ‘resultative’; ‘intensive’; and ‘continuative’. Noun-forming affixes embody affixes {se-}, {-in}, {-at}, {peN-an}, {ke-an}, and {per-an}. The meanings arised by the affixes are ‘of the same degree or level’; ‘the same’; ‘being in the condition’; ‘plural agent (feminine)’; ‘plural agent (masculine)’; ‘ways’; and ‘matter’. Adjective-forming affixes contain affixes {-i}, {-iah}, {-ah}, and {wi-}. The meaning arised by the affixes are ‘relating to’; ‘frequency’; ‘tool’; and ‘agent’. The morphophonemic rules (morphophonology) found in Indonesian from Arabic include (1) assimilation rules {meN-} which assimilate obstruent sounds following them (2) adding semivowel /y/ (3) adding vocal /ə/ and (4) deleting obstruent consonants /p, t, s/ and deleting consonant /r/.

(22)

idiosyncrasy, lexical idiosyncrasy and semantic idiosyncrasy and (4) a dictionary embracing words slipping out of the filter in the form of free base morphemes, base, derivative forms, and the forms given idiosyncrasy. Some potential forms found obtain phonological idiosyncrasy, such as /mensyarkan/ and /mensyirkan/, semantic idiosyncrasy, like /ambia/, /ya qawiyyu/, /sekaten/ and /haulan/, and lexical idiosyncrasy, as /bermuhasabah/, /mentausiahkan/, and /syawalan/.

Keyword: Word Formation, Generative Morphology, Morphological Typology, Potential Words, Productivity, Creativity

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa lain. Komunikasi itu terjadi dalam berbagai kegiatan seperti kegiatan kemasyarakatan, pemerintahan dan keagamaan. Adanya komunikasi itu menyebabkan terjadinya kontak budaya. Kontak budaya yang terjadi antara bangsa Indonesia dengan bangsa lain antara lain dapat dilihat dalam masalah kebahasaan. Weinreich (1953:5) menyebutkan bahwa pengaruh bahasa lain ke bahasa tertentu merupakan difusi dan akulturasi budaya.

Saling pengaruh antara satu bahasa dengan bahasa yang lain dapat dilihat melalui kosakata yang dipungut oleh bahasa tertentu. Hal ini merupakan ciri keuniversalan bahasa. Tidak ada satu bahasa pun yang luput dari pengaruh bahasa atau dialek lain. Misalnya, bahasa Inggris dan Arab merupakan bahasa yang selalu terbuka terhadap pungutan. Hadirnya bentukan kata baru di dalam bahasa mencerminkan bahwa bahasa bersifat terbuka terhadap pengaruh bahasa lain. Hal itu merupakan pertanda bahwa bahasa penerima tumbuh dan berkembang dilakukan secara sadar oleh pemilik bahasa yang bersangkutan.

(24)

Masuknya unsur satu bahasa ke bahasa lain kadang-kadang dapat memperkaya khazanah satu bahasa, tetapi kadang-kadang dapat pula menyebabkan bahasa penerima akan dirugikan, apabila masuknya suatu bahasa tersebut berdampak mengacaukan struktur yang menyebabkan terjadinya penyimpangan kaidah atau gejala interferensi. Sehubungan dengan ini sudah sepantasnyalah pembentukan kata BI dari BA ini mendapat perhatian.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pendidikan nasional serta pengembangan ilmu dan teknologi memerlukan pengembangan kata dan istilah dalam berbagai bidang ilmu. Kekayaan kosakata suatu bahasa dapat menjadi indikasi kemajuan peradaban bangsa pemilik bahasa itu karena kosakata, termasuk istilah, merupakan sarana pengungkap ilmu dan teknologi serta seni. Sejalan dengan perjalanan waktu berabad-abad yang lalu dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kosakata bahasa Indonesia terus menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan kosakata itu dapat terlihat dengan cukup banyaknya serapan dari berbagai bahasa, baik dari bahasa asing maupun dari bahasa daerah. Besarnya persentase kata-kata baru dari bahasa asing dapat ditafsirkan sejajar dengan apa yang dikatakan Anderson (1982: 45) yang mengatakan bahwa perkembangan bahasa Indonesia mengikuti dua arah, yaitu untuk keperluan hal-hal yang formal mengambil sumber bahasa asing, sementara untuk keperluan yang bersifat informal dipungut dari bahasa lokal atau daerah. Salah satu bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab. Masuknya kosakata Arab itu ke dalam bahasa Indonesia melalui media agama Islam.

Kebanyakan perbendaharaan kata bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Arab itu berupa unsur leksikal. Pengambilan kosakata ini hanya dilakukan sesuai dengan keperluan yang ada yakni untuk memperkaya dan memperkokoh bahasa Indonesia sebagai bahasa illmu pengetahuan terutama dalam bidang ilmu kemanusiaan. Bersama aspek kebahasaan tersebut masuk pula ide-ide dan konsep-konsep bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Seperti nama shalat wajib lima waktu dipakai sebagai penanda waktu. Selain itu konsep bahasa Arab tersebut juga telah dipakai sebagai penanda hari seperti Senin, Selasa, Rabu, Kamis,

(25)

Jumat, dan Sabtu. Adapun penggunaan kata Minggu diganti dengan Ahad. Konsep-konsep kebahasaan tersebut ternyata pada saat ini telah mapan dalam sistem budaya Indonesia sehingga kita memperlakukannya sebagai suatu hal yang biasa karena berkaitan erat dengan aktivitas keagamaan yang dianut mayoritas penduduk Indonesia.

Bahasa Arab dan bahasa Indonesia adalah dua bahasa yang sangat berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui perbedaan rumpun bahasa karena bahasa Arab berasal dari rumpun bahasa Semith (Assamiyah) dan bahasa Indonesia yang berasal dari rumpun bahasa Austronesia. Namun banyaknya perbendaharaan kata bahasa Arab yang diserap ke dalam bahasa Indonesia berupa unsur leksikal (termasuk di dalamnya unsur lain seperti fonem, morfem dan unsur gramatikal lainnya), menyebabkan pemakainya merasa akrab dengan kosakata tersebut dan sebagian kosakata tersebut telah menyatu dengan lidah pemakai bahasa Indonesia bahkan ada pula kosakata yang tidak terlihat lagi ciri kearabannya. Seperti nipas, qari dan ruh.

Masuknya kosakata bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia terus bertambah. Sejak penerbitan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke 3 tahun 2005 sampai saat ini belum diketahui secara kuantitatif berapa kosakata bahasa Arab yang masuk ke dalam bahasa Indonesia. Walaupun ada beberapa penelitian yang telah dilakukan jumlah kata serapan bahasa Arab itu sangat bervariasi.

(26)

bentuk-bentuk {peN-} atau {peN-an} dapat digunakan untuk membentuk kata BI dari BA ini menjadi kata baru seperti /pentahiran/ ‘penyucian, pembersihan’, /penyahihan/ ‘pernyataan sahih (terhadap sesuatu)’, dan /pengkimahan/ ‘penilaian’. Kata-kata BI dari BA lainnya seperti /makzul/ ‘berhenti memegang jabatan’, /daif/ ‘lemah’ dan /kibir/ ‘sombong’ dapat pula dibentuk menjadi kata turunan /memakzulkan/, /mendaifkan/ dan /kekibiran/ berdasarkan potensi morfologi bahasa Indonesia. Penggunaan awalan {pe-} untuk menyatakan pelaku seperti /pezikir/ ‘orang yang berzikir’ dan /penadbir/ ‘pengurus atau pengelola’ serta awalan {ber-} seperti /berazam/ ‘bermaksud’ dan /bermunajat/ ‘melakukan munajat’ dan lain-lain juga dapat dikenakan kepada kata-kata BI yang berasal dari BA.

Adapun kaidah morfologi kata yang diserap ke dalam bahasa Indonesia pada umumnya disesuaikan dengan kaídah morfologi bahasa Indonesia, namun dalam sistem morfofonemiknya belum sepenuhnya disesuaikan dengan sistem morfofonemik bahasa Indonesia. Misalnya, dalam sistem morfofonemik bahasa Indonesia bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan tak bersuara /t/ bila mendapat awalan {meN-} bunyi-bunyi tersebut akan lesap, tetapi sebagian lagi tidak. Maksudnya, teori morfologi dalam kajian ini akan dipadukan dengan fonologi generatif (terutama dalam mendeskripsikan kaidah morfofonemik bahasa Indonesia) untuk menyempurnakan dan memudahkan pembahasan.

Selanjutnya di dalam pembentukan kata BI dari BA akan dimunculkan bentuk–bentuk potensial yang akan menjadi calon kata bahasa Indonesia. Kata-kata potensial (aktual) ini sebagian besar telah digunakan sehari-hari di lingkungan penutur bahasa Indonesia, namun belum tercantum di dalam kamus besar bahasa Indonesia. Teori morfologi generatif memiliki perangkat kaidah untuk membentuk kata-kata baru atau kalimat-kalimat baru dengan kaidah transformasi. Menurut O’grady dan Dobrovolsky (1989: 89-90) morfologi adalah komponen tatabahasa generatif transformational (TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks. Selanjutnya mereka membedakan antara teori morfologi umum yang berlaku bagi semua bahasa dan morfologi khusus yang hanya berlaku bagi bahasa tertentu. Teori morfologi

(27)

umum berurusan dengan pembahasan secara tepat mengenai jenis kaidah morfologi yang dapat ditemukan dalam bahasa-bahasa alamiah. Di pihak lain morfologi secara khusus merupakan seperangkat kaidah yang mempunyai fungsi ganda. Pertama, kaidah-kaidah ini berurusan dengan pembentukan kata baru. Kedua, kaidah-kaidah mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari tentang struktur internal kata yang sudah ada dalam bahasanya.

Berdasarkan uraian di atas, kiranya cukup beralasan apabila penelitian yang berjudul pembentukan kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab dengan menggunakan teori morfologi generatif ini dilaksanakan karena penelitian kata BI dari BA yang ada sebelumnya, sepanjang pengetahuan penulis, belum ada yang menggunakan teori morfologi generatif. Penerapan teori morfologi generatif ke dalam penelitian ini diharapkan dapat menemukan calon kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab dan diharapkan akan disahkan menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia .

1.2 Masalah Penelitian

(28)

morfologi generatif yang dilakukan berdasarkan empat komponen yaitu daftar morfem, kaidah pembentukan kata, saringan dan kamus serta (5) bentuk potensial (potensial words) kata BI dari BA. Selanjutnya akan dijelaskan bentuk-bentuk kata yang belum pernah digunakan dalam realitas kebahasaan tetapi bentuk-bentuk tersebut berterima menurut pola kaidah pembentuk-bentukan kata bahasa Indonesia. Pembentukan kata tersebut dapat berupa gabungan antara morfem bebas dengan morfem bebas, morfem bebas dengan morfem terikat dan antara morfem bebas dengan bentuk terikat. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka masalah–masalah yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah fungsi dan makna afiks terhadap kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab dalam konstruksi morfologis derivasi dan infleksi ?

2. Morfofonemik apakah yang terdapat di dalam pembentukan kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab?

3. Bagaimanakah tipologi morfologis kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab? 4. Bagaimanakah pembentukan kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab

berdasarkan kajian morfologi generatif ?

5. Bagaimanakah bentuk potensial ( potensial words) kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gejala kebahasaan yang terdapat di dalam pembentukan kata BI dari BA. Hal ini berkaitan dengan sejumlah fakta, data dan informasi linguistik yang berhubungan dengan morfologi. Kajian ini juga akan mengungkapkan perubahan-perubahan fonem yang terjadi di dalam pembentukan kata BI dari BA. Melalui perubahan-perubahan fonem ini akan diketahui realisasi morfem beserta pelafalannya. Proses pembentukan kata (word formation) menyangkut masalah morfem yaitu perubahan morfem dasar menjadi bentuk turunan melalui penggabungan. Selanjutnya dalam penelitian ini juga dimodifikasi teori linguistik yakni teori

(29)

morfologi generatif yang bertujuan mengembangkan penelitian linguistik. Modifikasi teori dilakukan apabila suatu teori dianggap tidak mampu mengakomodasi fenomena kebahasaan yang ada dan karakter data bahasa yang berbeda.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pembentukan kata BI dari BA yang dapat dirinci sebagai berikut:

1. Mengkaji fungsi dan makna afiks terhadap kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab dalam konstruksi morfologis derivasi dan infleksi.

2. Menjelaskan morfofonemik yang terdapat di dalam pembentukan kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab.

3. Menjelaskan tipologi morfologis kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab. 4. Mengkaji pembentukan kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab

berdasarkan kajian morfologi generatif .

5. Menjelaskan bentuk potensial kata bahasa Indonesia dari bahasa Arab.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua jenis manfaat yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini dapat bermanfaat untuk :

(30)

2. Dari sudut morfologi generatif, penutur suatu bahasa dapat menggunakan kata baru menurut intuisi penutur bahasa karena penutur asli suatu bahasa tertentu memiliki kemampuan intuisi untuk mengenal kata dan bagaimana kata-kata itu dibentuk. Hal ini berkaitan dengan produktivitas dan kreativitas penutur di dalam membentuk-kata-kata baru.

3. Sebagai bahan masukan dan bahan banding bagi yang membutuhkan.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Memberi kontribusi berupa pengetahuan umum pembentukan kata BI dari BA kepada masyarakat karena banyak masyarakat yang menganggap bahwa kata-kata serapan tersebut berasal dari bahasa Indonesia.

2. Menunjang program pemerintah dalam pengkodifikasian bahasa Indonesia dalam rangka perencanaan bahasa.

3. Sebagai usaha pendokumentasian bahasa yang melibatkan bidang kata serapan BI dari BA bagi generasi mendatang.

(31)

BAB II

KERANGKA TEORI, KONSEP DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teori

Pembentukan kata yang dilakukan dalam penelitian ini bertolak dari ancangan teori Morfologi Generatif. Teori ini dicetuskan oleh Chomsky (1965) kemudian dikembangkan oleh Halle (1973) dan Aronoff (1976). Selanjutnya teori ini dimodifikasi oleh Dardjowidjojo (1988) dan disesuaikannya dengan sistem bahasa Indonesia.

Menurut Chomsky (1965: 3-9) prinsip-prinsip atau asumsi-asumsi yang mendasari tata bahasa generatif transformasional pada umumnya dan morfologi generatif pada khususnya adalah sebagai berikut:

Pertama, TGT adalah teori tentang kompetensi. Chomsky membedakan antara kompetensi dan performansi. Kompetensi adalah pengetahuan penutur asli mengenai bahasanya, yaitu sistem kaidah yang telah dikuasainya sehingga ia mampu menghasilkan dan memahami sejumlah kalimat yang terbatas, serta mengenal kesalahan-kesalahan dan ambiguitas-ambiguitas gramatikal, sedang performansi adalah penggunaan bahasa yang sesungguhnya oleh penutur asli dalam situasi nyata.

TGT bertolak dari kompetensi. Sehubungan dengan hal ini, Chomsky menegaskan bahwa teori linguistik bersifat mentalistik karena teori ini berusaha menemukan realitas mental yang mendasari tingkah laku yang sesungguhnya. Performansi tidak dapat dijadikan sebagai landasan karena rekaman dari bahasa lisan yang alamiah menunjukkan awal yang salah, penyimpangan dari kaidah, perubahan rencana sementara pembicaraan berlangsung dsb.

(32)

itu secara wajar. Data linguistik bukanlah ujaran oleh individu yang harus ditelaah, melainkan intuisinya tentang bahasanya, utamanya pertimbangannya menyangkut kalimat mana yang gramatikal dan yang mana yang tidak gramatikal, serta pertimbangannya tentang keterkaitan kalimat, artinya kalimat mana yang mengandung makna yang sama. Teori bahasa hendaknya dibentuk untuk menerangkan intuisi ini.

Kedua, bahasa memiliki sifat kreatif dan inovatif. Kreativitas bahasa adalah kemampuan penutur asli untuk menghasilkan kalimat-kalimat baru, yaitu kalimat-kalimat yang tidak mempunyai persamaan dengan kalimat-kalimat yang biasa. Penutur asli mampu menghasilkan dan memahami kalimat-kalimat baru atau mampu membuat pertimbangan mengenai keberterimaannya. Selanjutnya Chomsky (1972:11-12) menegaskan bahwa pemakaian bahasa yang normal bersifat inovatif, dengan pengertian bahwa kebanyakan yang kita katakan sama sekali baru, bukan ulangan dari apa yang telah kita dengarkan sebelumnya, bahkan tidak mempunyai pola yang sama dengan kalimat-kalimat atau wacana yang kita dengar di waktu lampau. Sangat sedikit yang kita hasilkan atau dengar merupakan ulangan dari ujaran-ujaran sebelumnya.

Ketiga, TGT adalah seperangkat kaidah yang memberikan pemerian struktural kepada kalimat. Tujuan linguis yang berusaha untuk menjelaskan aspek kreatif dari kompetensi gramatikal ialah memformulasikan seperangkat kaidah pembentukan kalimat (kaidah sintaksis), kaidah penafsiran kalimat (kaidah semantis), dan kaidah pengucapan (kaidah fonologis). Jadi, mempelajari suatu bahasa berarti mempelajari seperangkat kaidah sintaksis, kaidah semantis, dan kaidah fonologis.

Keempat, bahasa adalah cermin fikiran. Chomsky (1972:103) menyatakan bahwa terdapat sejumlah pertanyaan yang menyebabkan seseorang mempelajari bahasa. Ciri-ciri inheren dari pikiran manusia dapat diketahui setelah menelaah bahasa secara rinci. Maksudnya, dapat dicapai pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pikiran manusia menghasilkan dan memproses bahasa .

Selanjutnya Akmajian dkk (1984:5-7) melengkapi asumsi-asumsi dasar TGT sbb:

(33)

Pertama, bahasa manusia pada semua tingkatan dikuasai oleh kaidah. Setiap bahasa yang kita ketahui mempunyai kaidah sistematis yang menguasai pengucapan, pembentukan kata, dan konstruksi gramatikal. Selanjutnya, cara mengasosiasikan makna dengan frasa suatu bahasa ditandai oleh kaidah yang teratur. Terakhir, penggunaan bahasa untuk berkomunikasi dikuasai oleh generalisasi penting yang dapat kita ungkapkan dengan kaidah. Kaidah yang dimaksudkan di sini adalah kaidah-kaidah deskriptif, yaitu kaidah-kaidah yang memerikan bahasa yang sesungguhnya dari kelompok penutur tertentu. Kaidah-kaidah deskriptif sebenarnya mengungkapkan generalisasi dan keteraturan tentang berbagai aspek bahasa.

Kedua, bahasa manusia yang beraneka ragam itu membentuk fenomena yang menyatu. Para linguis mengasumsikan bahwa adalah mungkin menelaah bahasa manusia pada umumnya dan bahasa-bahasa tertentu untuk mengungkapkan ciri-ciri bahasa yang universal.

Secara lahiriah, bahasa manusia sangat berbeda antara satu dengan lainnya, namun secara batiniah, bahasa-bahasa tersebut memiliki ciri-ciri kesemestaan. Semua bahasa yang kita ketahui memiliki tingkat kerumitan dan rincian yang sama. Tidak ada bahasa yang bersahaja. Semua bahasa memiliki cara untuk menyatakan pertanyaan dan membuat permintaan. Apa yang dapat diungkapkan dalam satu bahasa juga dapat diungkapkan dalam bahasa lain.

Selanjutnya akan dikemukakan asumsi-asumsi yang mendasari morfologi generatif sebagai berikut:

(34)

Kedua, analisis morfologis dilakukan dalam dua tingkatan, yaitu tingkatan struktur batin dan tingkatan struktur lahir. Berdasarkan asumsi ini, maka pertama-tama kita perlu menelusuri struktur batin atau representasi asal suatu konstruksi morfologis, kemudian melihat proses proses apa yang terjadi terhadap bentuk asal tersebut untuk dapat menetapkan bentuk turunannya atau bentuk lahirnya.

Secara umum penilitian ini akan dianalisis dengan menggunakan teori morfologi generatif. Teori morfologi generatif memiliki perangkat kaidah untuk membentuk kata-kata baru atau kalimat-kalimat baru dengan kaidah transformasi. Pemilihan kepada teori morfologi generatif dilakukan mengingat teori yang ada sebelumnya yaitu teori struktural dianggap tidak mampu lagi mengakomodasi fenomena kebahasaan bagi pembentukan kata bahasa Indonesia yang ada pada saat ini. Dikatakan demikian karena banyak kata potencial yang merupakan serapan dari bahasa Arab telah menjadi kata actual dan digunakan oleh penutur bahasa Indonesia tetapi tidak mendapat perhatian di dalam kajian struktural. Padahal salah satu tujuan ilmu morfologi seperti yang dikatakan oleh Katamba tidak hanya memahami dan membentuk kata yang ada (real) di dalam bahasa mereka tetapi juga membentuk kata potencial yang belum digunakan pada saat mereka berujar. Jadi, morfologi generatif memiliki predictive power yaitu dapat membentuk kata potensial yang belum digunakan oleh penuturnya.

Menurut morfologi struktural pembentukan kata terdiri dari empat komponen yaitu, (1) Daftar Morfem (2) Pembentukan Kata (3) Proses Morfofonologis dan (4) Kamus.

1. Daftar Morfem

Dalam daftar morfem, semua morfem baik morfem bebas maupun morfem terikat diidentifikasi. Adapun teknik identifikasi morfem menurut Bickford dkk (1991: 2-3) dapat diketahui dengan cara menemukan bagian-bagian yang berulang dengan makna tetap dan menemukan kontras dalam suatu kerangka. Menurut ahli

(35)

tatabahasa struktural seperti Hocket (1970:123) menyatakan bahwa morfem adalah elemen terkecil yang secara individual mengandung arti sementara Bloomfield (1933: 161) menyatakan bahwa morfem adalah bentuk linguistik terkecil yang tidak mengandung kesamaan sebagian bunyi dan arti dengan bentuk linguistik lainnya. Kedua definisi ini memberi pengertian bahwa setiap bentuk yang mengandung arti yang berbeda harus dianggap sebagai morfem yang berdiri sendiri. Akibatnya pendapat ini sulit diterapkan untuk penentuan morfem di dalam bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Indonesia ditemukan morfem yang dapat memiliki lebih dari satu arti bergantung kepada bentuk dasar yang dilekatinya. Sebaliknya satu arti dapat dinyatakan oleh lebih dari satu morfem. Misalnya sufiks {-an} di dalam bahasa Indonesia dapat memiliki makna ‘tiap-tiap’ dalam bulanan; ‘yang ada di’ dalam bawahan; ‘hasil’ dalam pikiran; ‘alat’ dalam saringan; ‘tempat’ dalam kuburan dan ‘yang di’ dalam makanan. Contoh-contoh yang ada ini menunjukkan bahwa sufiks {-an} di dalam bahasa Indonesia memiliki enam makna yang berbeda.

Aanya contoh sufiks {-an} yang memiliki makna yang berbeda-beda ini Uhlenbeck (1978: 326) berpendapat bahwa morfem (afiks) tidak memiliki makna yang berdiri sendiri. Arti morfem bergantung kepada kata (morfem akar) yang menjadi bentuk dasarnya. Bertentangan dengan kata, morfem bukanlah kesatuan linguistis, melainkan hanya momen dalam sebuah kata. Sebagai konsekuensinya Uhlenbeck selalu mengambil kesatuan kata sebagai keterangan linguistis yang diungkapkannya.

(36)

Berdasarkan kebebasannya morfem dapat dibagi menjadi (1) morfem bebas dan (2) morfem terikat. Morfem bebas ádalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan misalnya, pulang, makan, rumah sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabungkan lebih dahulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan, seperti semua afiks dalam bahasa Indonesia dan bentuk-bentuk terikat seperti juang, henti, dan gaul.

Menurut Sibarani (2002:37-39) morfem dibagi menjadi (1) morfem derivasional yaitu morfem yang dapat membentuk kata baru dengan cara mengubah baik makna atau kelas kata maupun kedua-duanya. Misalnya, bentuk happy dapat berubah menjadi unhappy (dalam hal ini terjadi perubahan makna) dan ripe (Adj) berubah menjadi ripen (verb) (2) morfem infleksional yaitu morfem yang dapat mengubah seluruh bentuk yang berbeda yang berasal dari bentuk yang sama dengan tidak mengubah kelas kata dan makna tetapi hanya mengubah informasi gramatikal tambahan tentang makna kata yang sudah ada. Misalnya cat dan cats. Keduanya ádalah nomina dan menunjuk kepada benda yang sama tetapi cats bentuk plural berisi informasi tambahan bahwa ada lebih dari satu kucing.

Senada dengan pendapat di atas Booij (1988:39) menyatakan bahwa afiks-afiks derivasional merupakan morfem terikat yang digabungkan dengan base untuk mengubah kelas katanya (part of speech) seperti teach dan sweep adalah verba, jika ditambahkan afiks derivasional {-er} akan menjadi nomina teacher dan sweeper. Jenis kata ini kadang-kadang juga tidak berubah disebabkan afiks derivasional tersebut, seperti like yang berubah menjadi dislike, keduanya berjenis verba. Adapun afiks-afiks infleksional adalah afiks-afiks yang menghasilkan bentuk kata yang berbeda dari sebuah leksem yang sama.

2. Pembentukan Kata

Menurut Bauer (1983: 201) pembentukan kata baru dapat dibagi menjadi 10 yaitu (1) compounding (2) prefixation (3) suffixation (4) conversion (5) back formation (6) clipping (7) blends (8) acronyms (9) word manufacture dan (10)

(37)

mixed formation, sementara Sibarani (2002:55) mengatakan bahwa proses pembentukan kata baru di dalam morfologi berjumlah 14 buah yang terdiri dari: a. Kata majemuk (Compounding) merupakan gabungan dua bentuk dasar secara

bersama-sama membentuk kata baru. Kata majemuk itu antara lain ada yang terdiri dari noun + noun seperti, woman doctor dan skinhead; verb + noun seperti, breakfast dan play pit; dan noun + verb seperti sunshine dan birth control .

b. Afiksasi (Affixation) adalah penambambahan morfem terikat ke bentuk dasar untuk membentuk sebuah kata. Penambahan bentuk terikat itu ada yang berupa prefiks a-, seperti asleep; be-, seperti befriend; sufiks –dom, seperti kingdom; -ess, seperti stewardess; infiks –um-, seperti sumulat (bahasa Batak).

c. Reduplikasi (Reduplication) adalah pengulangan sukukata, morfem atau kata untuk membentuk sebuah kata. Misalnya goody-goody dan wishy-washy.

d. Modifikasi Internal (Internal Modification) yaitu perubahan internal dari base untuk membentuk kata, dengan menambahkan afiks ke morfem (afiksasi) atau dengan menyalin semua bagian dari morfem untuk membuat perbedaan morfologis. Misalnya:

man - men

break - broke - broken

e. Suplesi (Suppletion) adalah suatu ketidakmungkinan yang dapat dijadikan aturan umum atau hubungan yang teratur antara bentuk dasar dan kata derivasinya. Misalnya:

good - better - best

bad - worse - worst

f. Akronim (Acronyms) adalah sesuatu kependekan yang berupa gabungan huruf atau sukukata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang sesuai dengan kaidah fonotaktik bahasa yang bersangkutan. Misalnya:

RADAR = Radio Detection and Ranging BIMAS = Bimbingan Masyarakat

(38)

edit - editor

donate - donation

h. Blending yaitu menggabungkan dua kata atau lebih untuk membentuk satu kata. Misalnya:

brunch (breakfast + lunch) telex (teleprinter + exchange)

i. Clipping yaitu pengambilan suku kata khusus dalam kata yang selanjutnya dianggap sebagai kata baru. Misalnya:

ad (advertisement) exam (examination)

j. Coinage yaitu pembentukan kata yang tidak kelihatan prosesnya. Misalnya: Xerox

Kodak

k. Konversi (Conversion) yaitu proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar berkategori tertentu menjadi kata berkategori lain tanpa mengubah bentuk fisik dari bentuk dasar tersebut. Misalnya:

Bentuk laugh, run dan buy bisa dikategorikan sebagai nomina dan verba sementara bentuk dirty, lower, better bisa dikategorikan sebagai adjektiva dan verba.

l. Kesalahan etimologi (False Etymology) yakni salah menganalisis sebuah kata dan menambahkan bagian kata ke bentuk dasar lain untuk membentuk kata baru. Misalnya, sufiks –burger menghasilkan salah analisis bahwa hamburger berasal dari ham plus burger (humberger merupakan clipping dari humberger steak). Bentuk burger sudah ditambahkan ke tipe makanan lain, seperti cheeseburger, pizzaburger, salmonburger, dan steakburger.

m. Pelesetan (Deviating) yakni proses pembentukan suatu kata baru dengan mempelesetkan morfem yang ada atau kata dari makna yang terdahulu. Kata yang ada itu dianggap sebagai akronim dari bentuk panjang yang menghasilkan makna baru. Misalnya, kata Soeharto dipelesetkan menjadi SUka HARTa Orang dan SUMUT dipelesetkan menjadi Semua Urusan Mesti Uang Tunai.

(39)

n. Nama diri (Proper name) yaitu nama benda, tempat, aktivitas, dan penemuan yang dikaitkan dengan sesuatu atau orang. Contohnya, Washington D.C. (untuk George Washington dan District of Colombia untuk Christoper Colombus)

Sesuai dengan jenis data yang ditemukan pada penelitian ini maka pembentukan kata yang dilakukan hanya dibatasi pada afiksasi, reduplikasi, komposisi dan difokuskan pada afiksasi saja. Afiksasi yaitu proses pembubuhan afiks pada suatu satuan baik satuan tersebut berbentuk tunggal atau kompleks. Di dalam bahasa Indonesia jenis-jenis afiks dapat diklasifikasikan menjadi (1) prefiks, seperti {me-}, {di-}, {ber-}, {ter-}, {se-}, dsb. (2) infiks, seperti {–el-}, {-em-}, {-er-}, dsb. (3) sufiks, seperti {–an}, {-kan}, dan {-i} , dsb. (4) konfiks, seperti {ke-an}, {per-an}, {pe-an}, dsb. (5) kombinasi afiks , yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih yang bergabung dengan bentuk dasarnya seperti {me-kan}, {me-i} dan {ber-kan}. Gabungan afiks dengan bentuk dasarnya dapat menimbulkan perubahan bentuk dan perubahan makna. Misalnya kata pakaian yang berkategori nomina apabila dilekatkan kepada afiks ber- maka kata tersebut berubah menjadi berpakaian yang berkategori verba dan maknanya berubah menjadi ’melakukan sesuatu sesuai bentuk dasar’.

Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak (Ramlan, 1985:57). Hasil pengulangan itu disebut kata ulang sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasar.Berdasarkan bentuk dasar kata yang diulang reduplikasi di dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi empat jenis yaitu (1) pengulangan seluruh, seperti batu-batu (2) pengulangan sebagian, seperti berkata-kata , terguling-guling (3) pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks, seperti rumah-rumahan, kekuning-kuningan dan (4) pengulangan dengan perubahan fonem, seperti gerak gerik, bolak balik.

(40)

Berdasarkan status komponen-komponen pembentuk kata majemuk, kata majemuk dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu (1) kata majemuk subordinatif substantif yaitu komponen yang pembentuknya berlainan, tidak sederajat seperti, anak tangga, alih bahasa dan tanam paksa (2) kata majemuk subordinatif atributif yaitu kata majemuk yang komponen pembentuknya juga tidak sederajat seperti, hidung belang, kepala dingin dan mulut manis (3) kata majemuk koordinatif, yaitu kata majemuk yang unsurnya tetap, tidak dapat dibalikkan atau ditukar posisinya, seperti lebih besar, putih bersih dan tua bangka.

3. Proses Morfofononologis

Morfofonologi (morfofonemik) adalah terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi maupun proses komposisi. Misalnya, morfem{ber-} ketika digabungkan dengan morfem ajar menghasilkan kata belajar.

Ada beberapa jenis perubahan fonem yang terjadi akibat proses morfologis di dalam bahasa Indonesia, yaitu (a) pemunculan fonem, yakni munculnya fonem (bunyi) dalam proses morfologis yang pada mulanya tidak ada. Misalnya, dalam proses pengimbuhan sufiks {–an} pada bentuk dasar hari akan memunculkan bunyi semi vokal [y]. Misalnya kata /hari/ + {-an} = /harian/ [hariyan] (b) pelesapan fonem, yakni hilangnya fonem dalam statu proses morfologis. Misalnya dalam proses pengimbuhan prefiks {ber-} pada bentuk dasar renang , maka bunyi /r/ yang ada pada prefiks {ber-} dilesapkan. Misalnya {ber-}+ /renang/ = /berenang/ (c) peluluhan fonem, yakni luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan dengan fonem lain dalam suatu proses morfologis. Misalnya, pengimbuhan prefiks {me-}pada bentuk dasar sikat, maka fonem /s/ pada kata sikat itu diluluhkan dan disenyawakan dengan fonem nasal /ny/ yang ada pada prefiks {me-}itu. Misalnya {me-}+ /sikat/ = /menyikat/ (d) perubahan fonem,

(41)

yaitu berubahnya sebuah fonem atau bunyi sebagai akibat terjadinya proses morfologis. Misalnya, pengimbuhan afiks {ber-}pada bentuk dasar ajar yang menyebabkan terjadinya perubahan bunyi, yaitu fonem /r/ berubah menjadi fonem /l/. Misalnya (4) {ber-}+ /ajar/ = /belajar/.

4. Kamus

Semua kata yang telah diproses melalui komponen ke tiga, yaitu proses morfofonologis dan tidak mendapat halangan maka kata-kata tersebut langsung masuk ke kamus dan diberi maknanya. Misalnya (1) Ajal ‘ batas hidup yang telah ditentukan Tuhan, saat mati, janji akan mati’ (2) Ajnas ‘jenis, rupa, macam’.

Adapun pembentukan kata menurut morfologi generatif terdiri dari empat komponen, yaitu (1) Daftar Morfem (2) kaidah pembentukan kata (3) saringan (filter) dan (4) kamus.

1. Daftar Morfem (DM)

Morfologi generatif memiliki prinsip-prinsip dan teknik identifikasi morfem yang sama dengan teknik identifikasi morfem yang dilakukan di dalam morfologi struktural. Semua morfem yang telah diidentifikasi, dikelompokkan ke dalam dua kategori atau kelas utama yaitu kata pangkal (Kp) dan afiks. Kata pangkal dapat dibagi lagi ke dalam dua kelas, yaitu kata pangkal bebas ( base) dan kata pangkal terikat (ítems). Semua kata pangkal dikelompokkan ke dalam kategori-kategori leksikal mayor tertentu seperti nomina pangkal (Np) ikan, laut, rumah, Verba pangkal (Vp) ikat, potong, Adjektiva pangkal (Adj.p) berani, benar, Adverbia pangkal (Adv.p) depan, belakang dan numeralia pangkal (Num.p) seperti, satu, dua dan tiga.

(42)

ditampilkan sbb: [ikan] np, [pukul] vp, [berani] Adj.p, [meng-]pref., [-kan]suf. Dan [-el-]inf.

Selanjutnya karena pertemuan morfem dengan unit-unit lainnya dapat mengubah bentuk katanya maka kajian morfem dikaitkan dengan proses derivasi dan infleksi. Katamba (1993:92-100) menjelaskan bahwa infleksi berkaitan dengan kaídah-kaidah sintaktik yang dapat diramalkan, otomatis, sistematik, bersifat konsisten, dan tidak mengubah identitas leksikal, sedangkan derivasi lebih bersifat tidak bisa diramalkan, berdasarkan kaídah sintaktik, tidak otomatis, tidak sistematik, dan mengubah identitas leksikal. Selanjutnya Bauer (1988:12-13) berpendapat bahwa derivasi adalah proses morfologis yang menghasilkan morfem baru, sedangkan infleksi adalah proses morfologis yang menghasilkan bentuk-bentuk kata yang berbeda dari sebuah leksem yang sama. Bauer juga merumuskan bahwa pembentukan infleksional dapat, diramalkan, sedangkan pembentukan derivasional tidak dapat diramalkan. Misalnya, verba work, otomatis akan dikenali bentuk Works, worked, working atau worker menjadi workers ( bentukan infleksional yang teramalkan); berbeda dengan work yang berubah menjadi worker.

2. Kaidah Pembentukan Kata

Tugas berikutnya setelah semua morfem didaftarkan dalam DM adalah merumuskan seperangkat kaidah pembentukan kata (KPK) yang meliputi kaidah pembentukan nomina, kaidah pembentukan verba, kaidah pembentukan adjektiva dan kaidah pembentukan adverbia. Setiap kaidah yang dirumuskan disertai makna atau semantiknya. Misalnya untuk membentuk nomina di dalam bahasa Indonesia dapat dibentuk kaidah sebagai berikut: [[pəη-] pref + [X] vp]N.

Maknanya ‘orang atau alat untuk melakukan X’.

Kaidah ini menyatakan bahwa nomina dapat dibentuk dengan menambahkan prefiks [pəη-] kepada verba pangkal (Vp) yang dinyatakan dengan X dengan makna ‘orang atau alat untuk melakukan X’. Penambahan prefiks [pəη-]

(43)

kepadaVp, seperti gerak, dengar, bantu, lempar menghasilkan struktur asal atau representasi asal sebagai berikut:

[#[pəη-] pref + [gərak] vp #] N

*[#[pəη-] pref + [dəηar] vp#] N

*[#[pəη-] pref + [bantu] vp#] N

*[#[pəη-] pref + [pukul] vp#] N

*[#[pəη-] pref + [lempar]vp#] N

Struktur asal yang ada di atas ini ada yang berterima dan ada pula yang tidak berterima. Struktur asal yang berterima langsung masuk ke dalam kamus, sedangkan struktur asal yang tidak berterima harus melalui proses morfofonologis.

3. Saringan (Filter)

Struktur asal yang berterima langsung dapat masuk ke kamus sedangkan struktur asal yang tidak berterima seperti:

*[#[pəη-] pref + [dəηar] vp#] N

*[#[pəη-] pref + [bantu] vp#] N

*[#[pəη-] pref + [pukul] vp#] N

masuk ke saringan dan belum dapat dimasukkan ke dalam kamus karena harus melalui beberapa proses morfofonologis antara lain: asimilasi, yaitu penyesuaian fonem nasal /η/ dari prefiks [pəη-] dengan fonem awal Kp, serta pelesapan fonem nasal /η/ dari prefiks [pəη-] dan fonem hambat /p/ dari kata /pukul/. Struktur-struktur asal itu berubah menjadi Struktur-struktur lahir yang dapat masuk ke dalam kamus setelah melalui proses morfofonologis.

1. Kaidah-kaidah morfofonologis meliputi: (a) kaidah asimilasi fonem nasal /η/ seperti:

/η/ Æ /η/ sebelum fonem hambat velar bersuara /g/. /η/ Æ /n/ sebelum fonem hambat alveolar bersuara /d/ /η/ Æ /m/ sebelum fonem hambat bilabial bersuara /b/

(44)

/ koronal anterior K koronal -anterior -nasal K ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ → ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + β α ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ koronal anterior K β α

Kaidah ini menyatakan bahwa ruas dengan ciri-ciri [+nasal, -anterior, -koronal] berubah menjadi ruas [+konsonantal] yang sesuai dengan ciri-ciri [anterior] dan [koronal] yang mengikutinya.

(b) Kaidah pelesapan fonem nasal velar / η/

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + koronal -anterior -nasal K Ø/ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ +lateral K

Kaidah ini menyatakan bahwa fonem nasal dengan ciriciri [+nasal, -anterior dan – koronal, yaitu fonem nasal /η/, dilesapkan apabila diikuti oleh Vp yang berawal dengan fonem lateral /l/.

(c) kaidah pelesapan fonem hambat bilabial tak bersuara /p/

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + malar -bersuara -koronal -anterior K Ø/ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + + + belakang tinggi nasal K +

Kaidah ini menyatakan bahwa fonem hambat bilabial tak bersuara /p/ dilesapkan apabila didahului oleh fonem nasal velar /η/.

2. Representasi struktur lahir setelah kaidah morfofonologis dirumuskan dan selanjutnya dapat disajikan semua struktur lahir dari struktur nasal N yang telah diperoleh dalam penerapan kaidah pembentukan kata (KPK), khususnya struktur N yang tidak berterima. Perhatikan struktur nasal N berikut.

*[#[pəη-] pref + [dəηar] vp#] N

*[#[pəη-] pref + [bantu] vp#] N

(45)

Struktur nasal ini belum berterima sehingga belum dapat dimasukkan ke dalam kamus. Untuk dapat dimasukkan ke dalam kamus harus diterapkan kaidah asimilasi fonem nasal *[#[pəη-] pref + [dəηar] vp#] N

*[#[pəη-] pref + [bantu] vp#] N

sehingga diperoleh struktur lahir sebagai berikut: SA: *[#[pəη-] pref + [dəηar] vp#] N

Asimilasi /η/: *[#[pəη-] pref + [dəηar] vp#] N

SL: Pendengar

SA: *[#[pəη-] pref + [bantu] vp#]N

Asimilasi /η/: *[#[pəm-] pref + [bantu] vp#] N

SL: Pembantu

Komponen filter juga suatu mekanisme yang menangani idiosinkresi yang terdapat dalam suatu bahasa. Tidak semua kata dapat diturunkan dengan menggunakan KPK. KPK dapat membentuk kata-kata yang secara fonologis, morfologis, dan semantis berterima tetapi tidak pernah muncul pada struktur lahir. Kata-kata yang diberi idiosinkresi itu ada yang bersifat fonologis, leksikal maupun semantik. Kata yang mengalami idiosinkresi fonologis, misalnya mempunyai dan pegolf. Menurut KPK bahasa Indonesia fonem /p/ akan luluh apabila berkolokasi dengan afiks {meN-}, tetapi kata dasar punya tidak mematuhi aturan umum ini. Kata dasar golf juga melanggar aturan umum yang berkaitan dengan afiks {peN-}. Idiosinkresi semacam ini ditangani di filter sehingga keluaran dari komponen saringan tidak akan berwujud *memunyai atau *penggolf. Idiosinkresi semantik terdapat pada kata perjuangan yang bermakna ‘suatu kegiatan yang bertaraf (paling tidak) nasional ataupun dalam kehidupan’. Idiosinkresi leksikal merujuk pada tidak adanya kata dalam kenyataan, meskipun sebenarnya kata tersebut adalah potensial seperti *berian, *berbis, dan *mempersedikit.

4. Kamus

(46)

yang dibentuk melalui kaidah pembentukan kata dan telah melewati saringan (filter), dimasukkan ke dalam kamus. Semua kata disertai dengan arti dan ciri-cirinya. Hal yang seperti ini diperlukan dalam pemilihan dan pemakaian kata dalam kalimat sehingga kita menghasilkan kalimat yang menyimpang (ungrammatical). Misalnya:

1. Penggerak ‘orang yang melakukan pekerjaan seperti dinyatakan oleh Kp’ + N

+ bernyawa + manusia - abstrak + terbilang

2.Pelempar ‘alat untuk melakukan pekerjaan seperti dinyatakan oleh Kp’ + N

- bernyawa - manusia - abstrak + terbilang

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa kata-kata yang telah dibentuk di pembentukan kata (KPK) ada yang mengalami proses morfofonologis. Uraian metode struktural tentang morfofonologis diakhiri dengan penemuan kaidah yang berupa penambahan fonem, pelesapan fonem, peluluhan fonem, sementara dalam morfologi generatif proses morfofonologis dimasukkan ke dalam komponen filter dengan kaidah struktur asal (SA), proses asimilasi dan struktur lahir (SL). Selain itu kata-kata yang potensial ada yang diberi idiosinkresi baik idiosinkresi fonologi, leksikal maupun semantik. Kata-kata tersebut dibentuk dan (akan) dipakai oleh masyarakat pemakai bahasa sebagai alat komunikasi. Jadi bentuk bunyi apapun yang digunakan manusia sebagai pengguna bahasa itulah kenyataan bahasa. Hal lain yang menunjukkan perbedaan antara morfologi generatif dan struktural dapat dilihat pada adanya komponen ciri-ciri pembeda (distinctive fitures) untuk membedakan kata-kata yang ditemukan di dalam kamus.

(47)

Berdasarkan uraian di atas, teori struktural tidak digunakan di penelitian ini karena dianggap tidak mampu lagi mengakomodasi fenomena kebahasaan pembentukan kata pada saat ini. Hal ini sesuai dengan tujuan morfologi yang dikatakan oleh Katamba bahwa salah satu tujuan morfologi tidak hanya memahami dan membentuk kata yang ada (real) dalam bahasa mereka tetapi juga membentuk kata-kata potensial yang belum digunakan pada saat mereka berujar. Untuk lebih jelasnya pembentukan kata menurut teori struktural dan teori morfologi generatif dapat dilihat diagram di bawah ini.

Diagram 1: Pembentukan Kata Morfologi Struktural

Daftar Morfem

Pembentukan kata

Proses Morfofonemis

Kamus

Terikat

Bebas

Afiks

Morfem Dasar

Afiksasi Reduplikasi

Komposisi

Penambahan Fonem Pelesapan Fonem Peluluhan Fonem Perubahan Fonem

Kata Makna

(48)

Diagram 2: Pembentukan Kata Morfologi Generatif Modifikasi dari Halle (1973)

Tata bahasa transformasi berbicara dalam dua terminologi, yaitu struktur batin (deep structure) dan struktur lahir (surface structure), oleh karena semua bahasa dilihat dari struktur dalamnya sama yaitu menunjukkan atau melambangkan tingkat pikiran. Perbedaannya terletak pada struktur luar yaitu tulisan atau ujaran yang sesungguhnya.

Menurut Halle dalam Scalise (1984:43) studi morfologi generatif terdiri dari empat komponen yang terpisah yaitu (1) daftar morfem (list of morphemes) (2) kaidah pembentukan kata (word formation rules) (3) saringan (filter) dan (4)

Daftar Morfem

Kaidah pembentukan kata

Filter

Kamus

Kata pangkal (Kp)

Afiks

Kp Bebas Kp Terikat

KPN KPV KPAdj KP Adv

Berterima

Tdk Berterima

Proses Morfofonemik

Struktur Asal Asimilasi

Struktur Lahir Idiosinkresi

(Bentuk-bentuk potensial) 1. Fonologi

2. Leksikal 3. Semantik

Kata Makna

(49)

kamus (dictionary). Komponen pertama adalah DM yang terdiri dari dua macam anggota yaitu morfem dan bermacam-macam afiks, baik yang derivasional maupun yang infleksional. Butir leksikal dalam DM tidak cukup diberikan dalam bentuk urutan segmen fonetik tetapi harus pula dibubuhi dengan keterangan-keterangan gramatikal yang relevan. Contohnya dalam bahasa Inggris ditemukan morfem write yang harus dijelaskan sebagai kata verbal, tidak berasal dari bahasa Latin dan konjugasinya bukan konjugasi yang umum.

Ia menjelaskan satuan-satuan dasar leksikon adalah morfem. Daftar Morfem berisi morfem yang dinyatakan sebagai suatu gugus ruas fonologis dan diberikan kurung berlabel representasi nomina, verba, dan sufiks, misalnya dapat dinyatakan dengan a. [home]n, b.[discuss]v. dan c. [-ity]suf.

Menurutnya, kata transformasional terdiri dari lima morfem, yakni trans-form-at-ion dan al. Kata vacant terdiri dari dua morfem yaitu morfem va dan cant. Pembagian morfem dengan cara seperti ini tidak dapat diterapkan dalam pembagian kata BI yang berasal dari BA, misalnya kata mahkamah tidak dapat diuraikan menjadi morfem mah-ka-mah. Selain itu ia juga mengatakan bahwa afiks infleksional tidak perlu dipisahkan dari afiks derivasional

(50)

Komponen ketiga adalah komponen saringan yang bertugas menempelkan segala macam idiosinkresi yang terdapat dalam kata baik bersifat fonologis, semantik maupun leksikal. Idiosinkresi yang bersifat fonologis misalnya terdapat pada kata mempunyai. Menurut kaidah yang terdapat di dalam bahasa Indonesia fonem /p/ seharusnya lesap apabila terletak setelah afiks {meN-}, bandingkan dengan bentuk memilih dari bentuk dasar pilih. Idiosinkresi semantik misalnya terdapat pada kata perjuangan yang bermakna ‘suatu kegiatan yang bertaraf nasional ataupun kehidupan’. Demikian pula pada kata wafat, mangkat, dan gugur dalam bahasa Indonesia.. Idiosinkresi leksikal adalah kata bentukan melalui KPK yang dalam kenyataan tidak ada tetapi secara potensial ada seperti *mencantik, *tanyaan, *mempersedikit dalam bahasa Indonesia. Kata *zikiran ‘berzikir’, *membadalhajikan ‘melaksanakan haji untuk orang lain’ dan *noktahkan ‘beri titik’ adalah bentuk potensial dalam BI dari BA.

Komponen ke empat adalah kamus yang memiliki peranan dalam pembentukan kata untuk menampung bentuk-bentuk yang gramatikal dan berterima dalam suatu bahasa serta bentuk-bentuk potensial yang dihasilkan oleh KPK (Dardjowidjojo,1988:57). Kamus menampung kata dasar bebas, kata dasar turunan yang diproses melalui KPK dan tidak dibendung dalam saringan. Hal ini berarti tidak semua bentukan oleh KPK dapat lolos ke kamus. Kata yang telah terdaftar dalam kamus dapat menjadi masukan KPK untuk diproses lebih lanjut untuk memperoleh kata bentukan baru dan menjadi anggota kamus kembali. Dengan demikian terdapat saluran yang menghubungkan timbal balik antara KPK dengan kamus. Bentukan dan kata bentukan melalui proses afiksasi yang telah termuat dalam kamus inilah menjadi bahan dalam pembentukan sintaksis. Struktur permukaan tampil mengikuti aturan fonologis yang telah mengalami proses di KPK dan KPK mempunyai saluran masuk ke fonologi dan kamus. Misalnya, kata azab menjadi mengazab telah lulus melewati saringan (filter) kemudian kata ini dapat dimasukkan ke komponen kamus. Selanjutnya kata mengazab ini menjadi dasar pembentukan kata berikutnya yaitu pengazab. Uraiannya menunjukkan bahwa kamus merupakan unit yang sama pentingnya dengan ketiga komponen

(51)

yang mendahuluinya dan Halle memberikan gambaran diagram pembentukan katanya sebagai berikut:

Diagram 3 model pembentukan kata oleh Halle (1973)

Berbeda dengan Halle, Aronoff (1976:48) berpendapat bahwa morfem tidak memiliki makna tetap dan dalam keadaan tertentu morfem tidak memiliki makna sama sekali. Semua proses pembentukan kata yang beraturan didasarkan pada kata. Lebih jauh ia mengatakan kaidah pembentukan kata adalah kaidah yang beraturan yang hanya menurunkan kata yang bermakna. Oleh karena itu hanya kata yang dapat dijadikan unit dasar dalam pembentukan kata (word-based approach). Istilah kata yang dimaksud di sini adalah leksem (lexeme-based). Aronoff juga mengatakan kata dasar (lexem) yang digunakan dalam pembentukan kata memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Dasar pembentukan kata adalah kata.

2. Kata-kata yang menjadi unit dasar (input) dalam proses pembentukan kata (KPK) adalah kata yang benar-benar ada, kata yang potensial tidak dapat menjadi unit dasar KPK.

3. KPK hanya berlaku untuk kata tunggal, bukan kata kompleks atau lebih kecil dari kata.

4. Input dan output dari KPK harus termasuk dalam kategori sintaktik utama seperti nomina, verba dan sebagainya.

Uraian yang di atas ini menunjukkan bahwa pembentukan kata menurut Aronoff terdiri dari komponen leksikal sehingga aksesnya hanya kepada apapun

Daftar morfem KPK Saringan Kamus

Sintaksis Fonologi

(52)

yang ada pada leksikon dan tidak kepada komponen fonologi maupun komponen

Gambar

Tabel 1: Distribusi Prefiks {meN-}
Tabel 2: contoh kata bentukan infleksi dan derivasi konfiks {meN-kan}:
Tabel 3: Contoh kata bentukan derivasi afiks {meN-i}:
Tabel 4: Kata bentukan derivasi dan infleksi prefiks {ber-}:
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Sebagai contoh bila dikatakan Percentile ke‐ 95 dari suatu pengukuran tinggi badan berarti bahwa 95% populasi merupakan data tinggi badan yang bernilai sama atau lebih rendah

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis kayu alternatif pengganti kayu pokhout sebagai bantalan poros propeller, dengan proses impre!:,rnasi untuk

Proses pengenalan karakter plat nomor kendaraan bermotor dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu akuisisi citra, pra proses yang meliputi grayscale, binerisasi, segmentasi,

Untuk itu Kamu membutuhkan mobil dengan desain keren yang dilengkapi dengan fitur canggih, fitur keselamatan lengkap serta performa yang bisa diandalkan untuk mempermudah

SPP Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-UP adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan uang muka kerja yang bersifat

Immobilisasi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan hasil korosi perunggu yang disebabkan oleh klorida (Sudiono, 1993 : 307). Kelebihan dari

Berdasarkan uraian tersebut rumusan masalah pada penelitian ini yaitu fenomena gap antara kemampuan berhitung dan literasi keuangan individu dan adanya perbedaan

Biaya merepresentasikan investasi yang penting untuk menangkap nilai atau keuntungan- keuntungan dari proyek-proyek yang diajukan. Unit-unit TI atau bisnis bisa saja