SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 3
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2012
Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
Ade Sulistyawan
108104000015
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
v
Nama : ADE SULISTYAWAN
Tempat, Tanggal Lahir : Kebumen, 14 Maret 1990
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Persada Raya, Blok H.3 no.20, RT 06 RW 08 Kel. Gembor, Kec. Periuk, Kota Tangerang
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
Telepon : 085692322305
E-mail : ade.sulistyawan@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. TK Al - Hikmah Kota Tangerang
2. SD Negeri Gebang Raya I
3. SMP Negeri 12 Tangerang
4. SMA Negeri 8 Tangerang
5. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi :
1. Staff Ahli Divisi Infokom BEMJ Ilmu Keperawatan tahun 2009-2010.
2. Ketua Departemen Kesenian dan Olahraga BEMF Kedokteran dan Ilmu
vi Assalamu’alaikum wr.wb
Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, berkah serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Merokok Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012”.
Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan besar
Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan sehingga penulis tetap
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis
sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tadjuddin, Sp. And, selaku
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. H.M. Djauhari W, AIF., PFK, selaku Pembantu Dekan Bidang
Akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. H. Achmad Ghalib, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang
Administrasi Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
vii
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan (PSIK).
6. Bapak Waras Budi Utomo, S. Kep, Ns., MKM, selaku pembimbing
akademik penulis yang selalu memotivasi penulis untuk selalu
bersemangat dalam perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.
7. Ibu Nia Damiati, S. Kp, MSN, selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan
masukan, nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis
dalam menyusun skripsi ini, terutama dalam hal konsep, gagasan dasar
dan teori yang menunjang penelitian ini.
8. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, selaku pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan
masukan, nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis
dalam menyusun skripsi ini terutama dalam hal metode penelitian dan
konsep statistika.
9. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan dan membimbing
penulis, serta staff akademik (Bapak Azib Rosyidi S. Psi dan Ibu
Syamsiah) atas bantuannya yang telah memudahkan penulis dalam
viii
11.Kepala Sekolah SMPN 3 Kota Tangerang Selatan yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
12.Orang tua tercinta (Bapak Suyadi dan Ibu Turyati), serta Adik (Nurul
Istiqomah) yang telah memberikan perhatian, kasih sayang tulus dan
selalu mendoakan serta memberikan motivasi tiada hentinya kepada
penulis.
13.Sri Fitdiyah Ningsih yang telah banyak membantu dan menjadi teman
berdiskusi serta tukar pikiran yang baik selama proses perkuliahan dan
pembuatan skripsi ini.
14.Teman-teman di semua jurusan di FKIK yang telah banyak membantu
penulis selama proses perkuliahan di kampus.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu, penulis menerima segala bentuk kritik, saran, dan masukan yang membangun
demi perbaikan di masa mendatang.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, Oktober 2012
ix Ade Sulistyawan, NIM : 108104000015
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012
xxvii + 138 halaman, 21 tabel, 3 gambar, 4 lampiran Abstrak
Data menunjukkan perilaku merokok remaja saat ini cenderung meningkat, usia mulai merokokpun semakin bergeser ke usia yang lebih muda. Studi pendahuluan yang dilakukan di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan pada bulan Maret 2012 menunjukkan 35% siswa SMPN 3 Tangerang Selatan usia 11-14 tahun sudah mulai menjadi perokok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Tangerang Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan. Sampel penelitian berjumlah 288 siswa. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan uji statistik chi square. Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa yang merokok sebanyak 64 siswa (22,2%). Berdasarkan hasil analisa uji statistik didapatkan variabel yang berhubungan dengan perilaku merokok siswa adalah jenis kelamin (p=0,000), pengetahuan (p=0,000), sikap (p=0,000), tindakan (p=0,000), merasa kesulitan dalam pelajaran (p=0,000), ingin terlihat keren (p=0,000), ingin diterima dalam pergaulan (p=0,015), ingin mencoba merokok (p=0,000), orang tua yang merokok (p=0,000), saudara serumah yang merokok (p=0,001), teman yang merokok (p=0,006), dan pengaruh iklan rokok (p=0,000). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah sarana dan prasarana (p=0,428). Guna menurunkan angka remaja yang merokok perlu dilakukan beberapa usaha oleh pihak terkait, seperti pembuatan regulasi yang mengatur reklame iklan rokok di tempat umum, penjualan rokok kepada anak dibawah umur, edukasi sejak dini dan berkelanjutan tentang rokok serta bahaya yang ditimbulkannya dan membentuk grup diskusi untuk membicarakan masalah yang dialami siswa sehingga berguna mengurangi angka merokok karena alasan psikologis.
Kata kunci : Merokok, Remaja
x Ade Sulistyawan, NIM : 108104000015
Factors Associated With Student’s Smoking Behavior At Public Junior High School (SMPN) 3 South Tangerang City Year 2012
xxvii + 138 pages, 21 tables, 3 images, 4 attachments Abstract
Nowadays adolescent’s smoking behavior tends to increase, and smokers behavior shifted from older age of smoker to a younger one. Preliminary studies conducted in SMPN 3 South Tangerang City on March 2012 showed that 35% of students ages 11-14 years has started to become smokers. This research’s purpose
to see factors associated with student’s smoking behavior at SMPN 3 South Tangerang City. The design is a quantitative study, with cross sectional approach. The research was conducted on June 2012 at SMPN 3 South Tangerang City. The number of samples in this study were 288 students. The data was collected using self-questionnaires. The data obtained and processed with statistical chi square test. The results of study showed that students who smoked as many as 64 students (22.2%). Based on the analysis of statistical tests known variables associated with smoking behavior of students are gender (p=0.000), knowledge (p=0.000), attitude (p=0.000), action to people’s smoking behavior around them (p=0.000), feel difficulty in learning (p=0.000), wants to look cool (p=0.000), wants to be accepted socially (p=0.015), wants to try smoking (p=0.000), parents smoking behavior (p=0.000), siblings smoking behavior (p=0.001), friends smoking behavior (p=0.006), and the influence of tobacco advertising (p=0,000). Variable that not related is the availability of facilities (0.428). In order to reduce the number of teens smoker, all relevant parties have to do some effort, such as tighten the regulations of tobacco advertising billboards in public areas, cigarettes selling, early and continuum education about cigarette and it dangers, in addition developing groups’ discussion to talk about the problems experienced by students will also useful to reduce smoking rates caused by psychological reasons.
Keywords : Smoking, Adolescent
xi
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... iv
RIWAYAT HIDUP ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xx
DAFTAR GAMBAR ... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ...xxiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Pertanyaan Penelitian ... 10
D. Tujuan Penelitian ... 10
1. Tujuan Umum ... 10
2. Tujuan Khusus ... 11
E. Manfaat Penelitian... 11
xii
1. Definisi ... 13
2. Klasifikasi dan Pembagian Usia ... 14
3. Tahap Perkembangan Remaja ... 16
4. Karakteristik Masa Remaja ... 19
5. Perubahan Sosial pada Masa Remaja ... 24
B. Merokok ... 26
1. Perilaku Merokok ... 26
2. Tahapan Perilaku Merokok ... 29
3. Klasifikasi Perilaku Merokok ... 32
4. Jenis Rokok ... 33
5. Motif Perilaku Merokok... 34
6. Dampak Perilaku Merokok ... 36
7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Remaja ... 37
C. Penelitian Terkait ... 47
D. Kerangka Teori ... 49
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 52
A. Kerangka Konsep ... 52
B. Hipotesis ... 53
C. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran ... 55
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 61
xiii
D. Teknik Pengambilan Sampel (Sampling) ... 64
E. Teknik Pengambilan Data... 65
F. Instrumen Penelitian ... 65
G. Proses Pengambilan Data ... 70
H. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 71
I. Rancangan Analisa Data ... 72
1. Analisis Univariat ... 72
2. Analisis Bivariat ... 72
J. Pengolahan Data... 73
1. Editing ... 73
2. Coding ... 73
3. Data Entry ... 74
4. Cleaning ... 74
K. Etika Penelitian ... 74
1. Prinsip Etik ... 74
2. Informed Consent ... 75
BAB V HASIL PENELITIAN ... 77
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 77
1. Gambaran Umum SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ... 77
2. Gambaran Umum Individu... 78
B. Analisis Statistik... 79
xiv
b) Gambaran Karakteristik Siswa yang Merokok di SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 79
c) Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan
Tahun 2012 ... 83
1) Gambaran Jenis Kelamin Siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012 ... 84
2) Gambaran Tingkat Pengetahuan Siswa SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 85
3) Gambaran Tingkat Sikap Siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012 ... 85
4) Gambaran Tingkat Tindakan Siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012 ... 86
5) Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Alasan Psikologis : Merasa
Kesulitan dalam Pelajaran ... 86
6) Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Alasan Psikologis : Ingin
Mencoba Merokok ... 87
7) Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Alasan Psikologis : Ingin
xv
Diterima dalam Semua Pergaulan ... 87
9) Gambaran Karakteristik Sarana dan Prasarana Siswa SMPN 3
Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 88
10)Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Pengaruh Lingkungan
Sosial : Orang Tua yang Merokok ... 88
11)Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Pengaruh Lingkungan
Sosial : Saudara Serumah yang Merokok... 89
12)Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Pengaruh Lingkungan
Sosial : Teman yang Merokok ... 89
13)Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Pengaruh Lingkungan
Sosial : Pengaruh Iklan Rokok ... 90
2. Analisis Bivariat ... 90
a) Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN
3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 90
b) Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3
Kota Tangerang Selatan Tahun 2012... 91
c) Hubungan Sikap dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota
xvi
e) Hubungan Alasan Psikologis : Merasa Kesulitan dalam Pelajaran
dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan
Tahun 2012 ... 96
f) Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Mencoba Merokok dengan
Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun
2012 ... 97
g) Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Terlihat Keren dengan
Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun
2012 ... 98
h) Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Diterima dalam Semua
Pergaulan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 100
i) Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Perilaku Merokok Siswa
SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 101
j) Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Orang Tua yang
Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 102
k) Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Saudara Serumah yang
Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota
xvii
Tahun 2012 ... 105
m) Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Pengaruh Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 107
BAB VI PEMBAHASAN ... 110
A. Keterbatasan Penelitian ... 110
B. Analisis Univariat ... 110
1. Perilaku Merokok ... 110
C. Analisis Bivariat ... 112
1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 112
2. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012... 114
3. Hubungan Sikap dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 115
4. Hubungan Tindakan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012... 117
xviii
2012 ... 121
7. Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Terlihat Keren dengan
Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun
2012 ... 123
8. Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Diterima dalam Semua
Pergaulan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 125
9. Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Perilaku Merokok Siswa
SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 127
10.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Orang Tua yang
Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 128
11.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Saudara Serumah yang
Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 130
12.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Teman yang Merokok
dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan
Tahun 2012 ... 131
13.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Pengaruh Iklan Rokok
dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan
xix
B. Saran ... 138
1. Bagi SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ... 138
2. Bagi Instansi Pemerintahan Kota Tangerang Selatan ... 138
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 138
xx
Tabel 3.1Definisi Operasional dan Metode Pengukuran ... 55
Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012 ... 79
Tabel 5.2 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Lama Merokok ... 80
Tabel 5.3 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Jumlah Rokok yang
Dihisap Perhari ... 80
Tabel 5.4 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Tempat untuk
Merokok ... 81
Tabel 5.5 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Jenis Rokok yang
Dihisap ... 81
Tabel 5.6 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Merek Rokok yang
Dihisap ... 82
Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Karakterisik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan
Tahun 2012 ... 83
Tabel 5.8 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3
Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 90
Tabel 5.9 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 92
Tabel 5.10 Hubungan Sikap dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 93
Tabel 5.11 Hubungan Tindakan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota
xxi
Tabel 5.13 Hubungan Mencoba Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN
3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 97
Tabel 5.14 Hubungan Ingin Terlihat Keren dengan Perilaku Merokok Siswa
SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 99
Tabel 5.15 Hubungan Ingin Diterima dalam Semua Pergaulan dengan Perilaku
Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 100
Tabel 5.16 Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Perilaku Merokok Siswa
SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 101
Tabel 5.17 Hubungan Orang Tua yang Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa
SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 103
Tabel 5.18 Hubungan Saudara Serumah yang Merokok dengan Perilaku Merokok
Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 104
Tabel 5.19 Hubungan Teman yang Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa
SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 106
Tabel 5.20 Hubungan Pengaruh Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok Siswa
xxii
Gambar 2.1 Teori Precede-Proceed (Green, 1991) ... 27
Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian... 51
xxiii
Lampiran 1. Surat Perizinan
Lampiran 2. Informed Consent
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak dua dekade yang lalu WHO telah menetapkan tanggal 31 Mei
1988 sebagai Hari Bebas Tembakau Sedunia. Hal ini menunjukkan
semakin meningkatnya perhatian dunia, terutama kalangan kesehatan
terhadap akibat negatif rokok bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia.
Meningkatnya perhatian ini juga disebabkan oleh tren yang menunjukkan
perilaku merokok di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia
cukup tinggi, bahkan ada kecenderungan semakin meningkat (Aditama
dan Bernida, 1995).
Tren peningkatan perilaku merokok ini diperkuat oleh data yang
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara berkembang yang
memiliki tingkat konsumsi dan produksi rokok yang tinggi. Menurut Bank
Dunia yang dikutip Depkes RI tahun 2002, konsumsi rokok di Indonesia
sekitar 6,6% dari konsumsi rokok di seluruh dunia (Alamsyah, 2009). Data
United States Department of Agriculture (USDA) tahun 2002 juga
menyebutkan Indonesia mengkonsumsi rokok sebanyak 182 miliar batang
rokok per tahunnya. Angka ini menempatkan Indonesia di posisi kelima
dunia dalam jumlah konsumsi rokok per tahun, sesudah Cina (1.697,3
miliar batang), Amerika Serikat (463,5 miliar batang), Rusia (375,0 miliar
batang) dan Jepang (299,1 miliar batang). Jika dilihat secara aggregate,
1970-2000, dari 33 milyar batang pada tahun 1970 menjadi 217 milyar batang
pada tahun 2000 (Depkes, 2004). Lebih dari separuh (52,3%) perokok
rata-rata menghisap 1-10 batang rokok per hari dan sekitar 20% sebanyak
11-20 batang per hari (Depkes 2010).
Tingginya angka konsumsi rokok diperkirakan dapat membunuh 500
juta orang setiap tahunnya di dunia, dan lebih dari setengahnya adalah
anak-anak dan remaja (Alamsyah, 2009). Fakta ini sebenarnya tidak
mengejutkan, karena sejumlah studi juga menyebutkan sebagian besar
perilaku merokok dimulai di usia remaja (Doe dan DeSanto, 2009).
Menurut data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) hampir sebanyak
24% remaja di mempunyai akses terhadap rokok sejak usia di bawah 10
tahun (GYTS, 2002). Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin
lama akan semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya
yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok,
sehingga mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin
(Leventhal dan Cleary, 1980 dalam Nasution, 2007).
Menurut hasil survey yang dilaksanakan oleh GYTS di Jakarta,
Bekasi, dan Medan, didapatkan bahwa di Jakarta sebanyak 34,2 % murid
sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 16,6 % saat ini masih
merokok. Terdapat 33,4 % murid sekolah usia SMP di Bekasi pernah
merokok dan sebanyak 17,1 % saat ini masih merokok. Demikian halnya
di Medan, sebanyak 39,7 % murid sekolah usia SMP pernah merokok dan
Data Riskesdas tahun 2010 juga menunjukkan bagaimana pola
kebiasaan merokok yang ada di Indonesia, dimana usia pertama kali mulai
merokok yang paling banyak adalah usia 15-19 tahun (43,3%) disusul usia
10-14 tahun (17,5%), dan rata-rata umur mulai merokok secara nasional
adalah 17,6 tahun (Depkes, 2010). Data ini menunjukkan peningkatan
yang cukup tinggi jika dibandingkan data Riskesdas tahun 2007. Salah
satu peningkatan data yang signifikan adalah data usia pertama kali mulai
merokok, pada tahun 2007 rata-rata masyarakat Indonesia yang mulai
merokok sejak usia 10-14 tahun adalah 10,5%, sedangkan pada tahun 2010
meningkat menjadi 17,5%.
Kecenderungan peningkatan jumlah perokok remaja dan semakin
mudanya usia mulai merokok tersebut menjadi keprihatinan tersendiri
karena membawa konsekuensi jangka panjang yang nyata yakni dampak
negatif rokok itu sendiri terhadap kesehatan. Dampak negatif konsumsi
rokok bagi kesehatan telah diketahui sejak dahulu. Ada ribuan artikel yang
membuktikan adanya hubungan kausal antara penggunaan rokok dengan
terjadinya berbagai penyakit kanker, penyakit jantung, penyakit sistem
saluran pernapasan, penyakit gangguan reproduksi dan kehamilan. Hal ini
tidak mengherankan karena asap tembakau mengandung lebih dari 4000
bahan kimia toksik dan 43 bahan penyebab kanker (karsinogenik). Saat ini
semakin banyak generasi muda yang terpapar dengan asap rokok tanpa
disadari terus menumpuk zat toksik dan karsinogenik tersebut (Depkes,
Dibalik tinginya angka remaja yang terpapar asap rokok, kita juga
dihadapkan pada kenyataan yang lebih memprihatinkan lagi adalah
dimana banyak remaja berpikir bahwa merokok tidak akan menimbulkan
efek pada tubuh mereka sampai mereka mencapai usia middle age.
Padahal faktanya hampir 90 persen remaja yang merokok secara reguler
dilaporkan sudah mulai merasakan efek negatif jangka pendek dari rokok
(Doe dan DeSanto, 2009).
Beberapa penelitian mengatakan efek negatif yang ditimbulkan oleh
rokok tidak hanya efek jangka panjang berupa penyakit kronis, tapi juga
efek jangka pendek yang dapat berupa peningkatan stress, bronkospasme,
batuk, peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah
(hipertensi), penyakit periodontal (rongga mulut), hingga ulkus peptikum
(Doe dan DeSanto, 2009). Seseorang yang pertama kali mengkonsumsi
rokok mengalami gejala-gejala seperti batuk-batuk, lidah terasa getir dan
perut mual, namun demikian, sebagian dari pemula yang mengabaikan
gejala-gejala tersebut biasanya berlanjut menjadi kebiasaan dan akhirnya
menjadi ketergantungan. Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai
kenikmatan yang memberikan kepuasan psikologis. Gejala ini dapat
dijelaskan dari konsep tobacco depency (ketergantungan tembakau).
Artinya, perilaku merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan
bergeser menjadi aktivitas yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan oleh
sifat nikotin yang adiktif, jika dihentikan secara tiba-tiba akan
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa satu dari dua perokok yang
merokok pada usia muda dan terus merokok seumur hidup, akhirnya akan
meninggal karena penyakit yang berkaitan dengan rokok. Rata-rata
perokok yang memulai merokok pada usia remaja akan meninggal pada
usia setengah baya, sebelum 70 tahun, atau kehilangan sekitar 22 tahun
harapan hidup normal. Para perokok yang terus merokok dalam jangka
waktu panjang akan menghadapi kemungkinan kematian tiga kali lebih
tinggi daripada mereka yang bukan perokok (Nasution, 2007).
Berbagai efek negatif yang diakibatkan oleh rokok ini secara langsung
dan tidak langsung sudah terbukti dapat mengganggu perkembangan &
pertumbuhan remaja. Hal ini disadari oleh pemerintah, sehingga semakin
meningkatkan usaha yang dilakukan pemerintah untuk mencegah
peredaran rokok pada remaja. Salah satu usaha terhadap pembatasan rokok
di kalangan remaja tercantum dalam sasaran Riskesdas 2010, yaitu
menurunnya prevalensi perokok serta meningkatnya lingkungan sehat
bebas rokok di sekolah, tempat kerja dan tempat umum (Depkes, 2010).
Selain tercantum dalam sasaran umum Riskesdas, saat ini sudah banyak
pemerintah daerah yang mulai merintis peraturan daerah mengenai
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di wilayahnya, salah satunya adalah
pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan.
Diberlakukannya kebijakan dan peraturan yang tegas terhadap rokok
ini seharusnya membuat perilaku merokok di kalangan remaja, dalam hal
ini adalah siswa SMP dan SMA semakin berkurang, namun kenyataannya
melihat langsung masih banyak siswa SMP dan SMA di wilayah Kota
Tangerang Selatan, khususnya Kecamatan Ciputat yang merokok di
sekitar wilayah sekolah, bahkan saat masih menggunakan seragam
sekolahnya. Seperti pada studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada
tanggal 15 Maret 2012 terhadap 14 siswa laki-laki SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan yang dipilih secara acak, menunjukkan 5 dari 14 siswa
atau sekitar 35,71% mengaku sudah mulai merokok aktif. Baik sebagai
perokok regular maupun kadang-kadang, dengan rata-rata 3 batang per
hari.
Perilaku siswa yang sudah mulai aktif merokok ini dipengaruhi oleh
banyak faktor. Kebiasaan merokok dimulai dengan adanya rokok pertama.
Studi Mirnet (Tuakli dkk, 1990) menemukan bahwa perilaku merokok
diawali oleh rasa ingin tahu dan pengaruh teman sebaya. Remaja mulai
merokok terjadi akibat pengaruh lingkungan sosial. Modelling (meniru
perilaku orang lain) menjadi salah satu determinan dalam memulai
perilaku merokok (Sarafino, 1994 dalam Nasution, 2007). Oskamp (1984)
dalam Nasution (2007) menyatakan bahwa setelah mencoba rokok
pertama, seorang individu menjadi ketagihan merokok, dengan
alasan-alasan seperti kebiasaan, menurunkan kecemasan, dan mendapatkan
penerimaan. Graham dalam Ogden (2000) menyatakan bahwa efek positif
dari merokok adalah menghasilkan efek mood yang positif dan membantu
individu dalam menghadapi masalah yang sulit (Nasution, 2007). Studi
Mirnet (Tuakli dkk, 1990) juga menambahkan bahwa dari survei terhadap
bosan, stres dan kecemasan, perilaku teman sebaya merupakan faktor yang
menyebabkan keterlanjutan perilaku merokok pada remaja. Sedangkan di
Indonesia, jenis kelamin juga merupakan faktor penting terhadap perilaku
merokok. Suhardi (1997) menyatakan bahwa perilaku merokok lebih
dominan pada laki-laki dan sedikit perempuan yang merokok terkait
dengan kultur yang kurang menerima perempuan yang berperilaku
merokok.
Alamsyah (2009) dalam penelitiannya menyebutkan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku merokok pada remaja diantaranya adalah
pengetahuan remaja terhadap rokok, pengaruh lingkungan sosial, sarana
dan prasarana yang tersedia dan alasan psikologis. Faktor-faktor ini
mampu mempengaruhi perilaku merokok pada remaja karena menurut
Alamsyah (2009) masa remaja adalah masa yang rawan oleh
pengaruh-pengaruh negatif. Remaja lebih meniru kepada apa yang dia lihat atau dia
dengar dari orang lain. Pada masa ini remaja menghadapi konflik tentang
apa yang mereka lihat dan apa yang mereka pandang tentang struktur
tubuh yang ideal (Wong, dkk, 2009).
Melihat berbagai fenomena diatas, peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku merokok pada remaja dalam hal ini adalah siswa SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan. Alasan dipilihnya SMPN 3 Kota Tangerang Selatan
karena lokasinya berada di wilayah yang banyak terdapat kos-kosan
mahasiswa dan karyawan. Dimana perilaku merokok mahasiswa dan
Kota Tangerang Selatan untuk mulai mencoba rokok. Sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Wong, dkk (2009) bahwa remaja lebih meniru kepada
apa yang dia lihat atau dia dengar dari orang lain.
Selain itu, peneliti merasa tertarik melakukan penelitian terhadap siswa
SMP karena melihat beberapa penilitian sebelumnya yang terkait
mengenai perilaku merokok pada remaja rata-rata dilakukan terhadap
siswa SMA dan mahasiswa. Padahal menurut statistik dan fenomena di
lapangan, usia remaja yang mulai merokok cenderung semakin bergeser
menjadi lebih muda. Sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai apa
saja faktor-faktor yang berhubungan dengan fenomena ini.
Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah
penelitian tesis yang dilakukan oleh Rika Mayasari Alamsyah, yang
berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan
Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan
Tahun 2007”. Subjek remaja pada penelitian ini adalah siswa SMA. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan pengetahuan remaja tentang bahaya rokok
terhadap kesehatan, serta zat berbahaya dalam rokok tidak menyebabkan
remaja memutuskan untuk tidak merokok, namun faktor lingkungan sosial
yaitu pengaruh teman merokok, orang tua merokok, saudara serumah
merokok dan iklan rokok mendorong remaja untuk merokok. Semua
faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok secara statistik
menunjukkan hubungan yang signifikan.
Hasil studi diatas selaras dengan hasil studi pendahuluan yang
diketahui faktor dominan yang membuat mereka ingin merokok adalah
faktor lingkungan sosial, terutama ajakan teman.
B. Rumusan Masalah
Data menunjukkan perilaku merokok remaja saat ini cenderung
meningkat, usia mulai merokokpun semakin bergeser ke usia yang lebih
muda. Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 15 Maret 2012
menunjukkan 35% siswa SMPN 3 Tangerang usia 11-14 tahun sudah
mulai menjadi perokok. Perilaku merokok remaja ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Penelitian sebelumnya menunjukkan faktor utama yang
mempengaruhi adalah faktor lingkungan sosial, seperti pengaruh keluarga
yang merokok, teman yang merokok dan pengaruh iklan rokok. Hal ini
menjadi keprihatinan tersendiri karena banyak penilitian yang
membuktikkan bahwa rokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif
terhadap kesehatan.
Sebelumnya sudah banyak ditemukan penelitian yang membahas
perilaku merokok remaja dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya.
Namun rata-rata penelitian tersebut meneliti siswa SMA & mahasiswa,
sementara menurut statistik dan fenomena di lapangan, usia remaja yang
mulai merokok cenderung semakin bergeser menjadi lebih muda. Hal ini
menimbulkan pertanyaan dan ketertarikan peneliti untuk meneliti
mengenai apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran perilaku merokok siswa di SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan ?
2. Bagaimana hubungan antara faktor predisposisi (predisposing factors)
yaitu jenis kelamin, pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja tentang
rokok dan alasan psikologis dengan perilaku merokok siswa SMPN 3
Kota Tangerang Selatan ?
3. Bagaimana hubungan antara faktor penguat (reinforcing factors), yaitu
pengaruh lingkungan sosial seperti orang tua yang merokok, saudara
serumah yang merokok, teman yang merokok dan pengaruh iklan
rokok dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan ?
4. Bagaimana hubungan antara faktor pendukung/pemungkin (enabling
factors), yaitu adanya sarana & prasarana, seperti uang saku untuk
membeli rokok dan adanya tempat untuk membeli rokok dengan
perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada siswa SMPN
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran siswa yang merokok di SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan.
b. Mengetahui hubungan antara faktor predisposisi (predisposing
factors) yaitu jenis kelamin, pengetahuan, sikap, dan tindakan
remaja tentang rokok dan alasan psikologis dengan perilaku
merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.
c. Mengetahui hubungan antara faktor penguat (reinforcing factors),
yaitu pengaruh lingkungan sosial seperti orang tua yang merokok,
saudara serumah yang merokok, teman yang merokok dan
pengaruh iklan rokok terhadap perilaku merokok siswa SMPN 3
Kota Tangerang Selatan.
d. Mengetahui hubungan antara faktor pendukung/pemungkin
(enabling factors), yaitu adanya sarana & prasarana, seperti uang
saku untuk membeli rokok dan adanya tempat untuk membeli
rokok terhadap perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang
Selatan.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menyusun
cara yang lebih efektif untuk penyuluhan kesehatan tentang merokok
2. Bagi masyarakat, khususnya guru dan orang tua yang memiliki anak
remaja dapat dijadikan bahan masukan dan pengetahuan dalam
pencegahan dan atau pengawasan perilaku merokok remaja.
3. Bagi peneliti untuk mengembangkan kemampuan menulis serta
masukan untuk penelitian selanjutnya.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
hubungan antara beberapa faktor predisposisi, penguat dan pemungkin
dengan perilaku merokok remaja, dalam hal ini adalah siswa SMPN 3
Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan
metodologi penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan yang berusia 11-14 tahun.
Sampel yang menjadi responden dalam penelitian berjumlah 288 siswa,
yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Data primer dikumpulkan
dengan cara penyebaran kuesioner terkait perilaku merokok remaja dan
13
A. Remaja 1. Definisi
Kata “remaja” merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu
adolescence dan berasal dari kata Latin, adolescere yang berarti
tumbuh menjadi dewasa atau perkembangan menuju kematangan
(Sebald, 1992 dalam Kintoko, 2004). Masa remaja merupakan salah
satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa
perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang
meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan
sosial. Menurut sebagian besar masyakat dan budaya masa remaja
pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia
18-22 tahun (Notoatmodjo, 2007).
Piaget (1969) dalam Hurlock (1999), mengatakan bahwa secara
psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi
dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak merasa di bawah
tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada di dalam
tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak
(Nasution, 2007). Hurlock (1999) dalam Nasution (2007) juga
menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa, di mulai saat anak secara seksual
Alamsyah (2009) juga menyebutkan bahwa masa remaja adalah masa
yang rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif, seperti merokok,
narkoba, kriminal dan kejahatan seks.
Menurut Soetjiningsih (2004) masa remaja merupakan masa
peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya
kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan
20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.
Menurut World Health Organization (WHO) remaja adalah suatu
masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan
tanda-tanda seksual sekunder sampai saat mencapai kematangan
seksual (Sarwono, 2006).
Disimpulkan dari beberapa definisi di atas bahwa masa remaja
merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa
dan dalam prosesnya terjadi perkembangan kematangan fisik, psikis
dan sosial serta bertambahnya tuntutan masyarakat.
2. Klasifikasi dan Pembagian Usia
Berbagai batasan usia dan pembagian masa remaja yang telah
dikemukakan para ahli. Stone dan Church (1973) dalam Alamsyah
(2009) membagi masa remaja menjadi remaja awal, remaja akhir dan
dewasa muda. Remaja awal adalah suatu periode dari mulainya masa
pubertas hingga kurang lebih satu tahun sesudah pubertas yaitu pada
saat pola fisiologis berfungsi dengan stabil. Remaja akhir adalah
untuk ikut pemilu, menyetir kendaraan atau saat mulai masuk kuliah.
Dewasa muda adalah periode dari permulaan kuliah hingga usia awal
dua puluhan.
Menurut Hurlock (1999) dalam Nasution (2007) secara umum
masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu awal masa remaja dan
akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13
tahun hingga 16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula
dari usia 16 tahun atau 17 tahun hingga usia 18 tahun, yaitu usia
matang secara hukum.
Masa remaja menurut WHO adalah antara 10-19 tahun (WHO,
2009). Sedangkan menurut Monks (1992) dalam Nurhayati (2009)
masa remaja berlangsung pada umur 12 sampai 21 tahun dengan
pembagian masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan
(15-18 tahun) dan masa remaja akhir (18-21 tahun).
Sarwono (2006) menyatakan definisi remaja untuk masyarakat
Indonesia adalah menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum
menikah dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda
seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik).
b. Banyak masyarakat Indonesia menganggap usia 11 tahun sudah
dianggap akhil balik, baik menurut adat maupun agama,
sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai
c. Usia 11 tahun dianggap remaja karena mulai ada tanda-tanda
penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya
identitas diri (ego identity) (Erikson, 1963 dalam Muscari,
2005), tercapainya fase genital dari perkembangan
psikoseksual (Freud, 1905 dalam Wong, 2009), dan tercapainya
puncak perkembangan kognitif (Piaget, 1969 dalam Atherton,
2011) maupun moral (Kohlberg, 1968 dalam Wong, 2009).
d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk
memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut
masih menggantungkan diri pada orang tua.
Merujuk definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan
karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara
menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapapun
dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara
hukum maupun kehidupan bermasyarakat dan keluarga. Oleh karena
itu defenisi remaja di sini dibatasi khusus untuk orang yang belum
menikah.
3. Tahap Perkembangan Remaja
Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999)
dalam Nasution (2007) maka terdapat tiga tahap proses perkembangan
yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai dengan
a. Remaja awal (12-15 tahun)
Tahap ini remaja masih merasa heran terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan
yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai
mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada
lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan
yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya
pengendalian terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit
mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.
b. Remaja madya (15-18 tahun)
Tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada
kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri,
dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai
sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja
berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus
memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri,
optimis atau pesimis, dan sebagainya.
c. Remaja akhir (18-21 tahun)
Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang
ditandai dengan pencapaian :
1) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi
2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan
orang-orang lain dan mendapatkan
pengalaman-pengalaman baru.
3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah
lagi.
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri
sendiri) diganti dengan keseimbangan antara
kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
5) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan
masyarakat umum.
Havighurst (1948) dalam Hurlock (1999) menyatakan tugas-tugas
perkembangan pada masa remaja adalah (Nasution, 2007):
a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman
sebaya baik laki-laki maupun perempuan.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara
efektif.
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung
jawab.
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan
orang-orang dewasa lainnya.
f. Mempersiapkan karir ekonomi.
4. Karakteristik Masa Remaja
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya
dengan periode sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1999) dalam
Nasution (2007) menerangkan beberapa ciri masa remaja adalah
sebagai berikut :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
Disebut periode yang penting karena akibat fisik dan karena
akibat psikologis. Sebagian besar anak muda, usia antara 12
tahun dan 16 tahun merupakan tahun yang penuh kejadian yang
menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan
fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya
perkembangan mental yang terjadi terutama pada awal masa
remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya
penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan
minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode transisi
Dalam setiap adanya transisi suatu perubahan, status
individu menjadi tidak jelas karena terdapat keraguan akan
peran yang harus dilakukan. Masa remaja individu bukan lagi
seorang anak-anak dan juga bukan orang dewasa. Di sisi lain,
status remaja yang tidak jelas ini memberikan keuntungan
karena status tersebut memberi ruang dan waktu kepada
menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai
bagi dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja akan seiring
dengan perubahan sikap dan perilaku. Hal ini berarti saat
perubahan sifat berlangsung dengan cepat maka akan terjadi
juga perubahan sikap dan perilaku dengan cepat dan
sebaliknya. Hurlock (1999) dalam Nasution (2007)
menjelaskan ada beberapa perubahan yang pada umumnya
terjadi pada masa remaja, yaitu:
1) Peningkatan emosional, intensitasnya tergantung pada
tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.
Peningkatan emosi lebih menonjol pada masa awal
periode masa remaja.
2) Perubahan fisiologis tubuh, perubahan pada proses
pematangan seksual membuat individu remaja menjadi
tidak percaya diri terhadap kemampuan dan minat
mereka.
3) Perubahan minat dan peran, perubahan yang diharapkan
oleh lingkungan sosial dapat menimbulkan masalah
baru dan lebih banyak dibandingkan masa sebelumnya.
Hal ini akan terjadi terus hingga individu itu sendiri
4) Perubahan terhadap nilai-nilai, beberapa nilai-nilai yang
dianggap penting pada masa sebelumnya menjadi tidak
penting lagi di masa remaja. Masa ini mulai dipahami
bahwa kualitas lebih penting dibandingkan kuantitas.
5) Ambivalen terhadap perubahan, pada masa remaja
individu menginginkan dan menuntut kebebasan tetapi
sering takut bertanggung jawab akan akibat yang
terjadi.
d. Masa remaja sebagai masa bermasalah
Berbagai masalah yang terjadi di masa remaja sering
menjadi masalah yang sulit diatasi. Ada dua alasan yang
menyebabkan hal ini terjadi, yaitu: (i) pada masa kanak-kanak
segala masalah diselesaikan oleh orang tua ataupun para guru
sehingga remaja tidak mempunyai pengalaman terhadap
masalah yang terjadi; (ii) para remaja merasa telah mandiri
sehingga menolak bantuan orang tua ataupun para guru dengan
alasan ingin mengatasi masalahnya sendiri.
Ketidakmampuan ini banyak kegagalan yang seringkali
disertai dengan akibat yang tragis. Kegagalan ini bukan karena
ketidakmampuan individu tetapi karena tuntutan yang diajukan
pada remaja terjadi di kala tenaganya telah dihabiskan untuk
mengatasi masalah pokok yang disebabkan oleh pertumbuhan
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Identitas diri yang dicari remaja adalah usaha untuk
menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam
masyarakat. Tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri
dengan kelompok menjadi penting. Tiap penyimpangan dari
standar kelompok dapat mengancam keanggotaannya dalam
kelompok. Lambat laun individu remaja mulai mendambakan
identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan
teman-temannya dalam segala hal.
Salah satu cara memunculkan identitas diri adalah dengan
menggunakan simbol status yang mudah terlihat seperti model
pakaian, gaya, jenis kendaraan dan lain-lain. Cara ini
dimaksudkan agar menarik perhatian dan dipandang oleh orang
lain. Saat yang sama individu juga tetap mempertahankan
identitas dirinya sebagai anggota dari suatu kelompok sebaya.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Stereotip yang telah dibangun masyarakat dalam
menggambarkan citra diri remaja, lambat laun dianggap
sebagai gambaran asli dan membuat para remaja membentuk
perilakunya sesuai gambaran tersebut. Ada anggapan bahwa
masa remaja adalah masa yang sangat bernilai, tetapi sangat
disayangkan banyak yang menjadikannya menjadi sesuatu yang
Stereotip yang mengatakan remaja adalah anak-anak yang
tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung
berperilaku merusak menyebabkan banyak kalangan dewasa
takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap
perilaku remaja walaupun dilakukan dengan normal.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja melihat dirinya dan orang lain seperti yang
diinginkannya dan bukan sebagaimana adanya, terlebih lagi
dalam hal cita-cita. Hal ini semakin menyebabkan meningginya
emosi terutama di awal masa remaja. Semakin cita-citanya
tidak realistis maka individu tersebut semakin menjadi
pemarah.
Remaja tersebut akan sakit hati dan kecewa apabila ada
orang lain yang mengecewakannya dan ia tidak berhasil
mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Cita-cita yang tidak
realistik ini bukan hanya kepada dirinya semata tetapi juga
terhadap teman-teman dan keluarganya.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Remaja akan menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip
belasan tahun dan untuk menciptakan kesan bahwa mereka
akan beranjak dewasa. Gaya berpakaian dan bertindak seperti
dewasa dirasakan belum memadai. Oleh sebab itu remaja mulai
memusatkan pada perilaku yang dihubungkan pada status
menggunakan obat-obatan terlarang dan terlibat dalam
perbuatan seks.
5. Perubahan Sosial Pada Masa Remaja
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah
yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus
menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang
sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan diri dengan
orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Remaja lebih
banyak menghabiskan waktunya bersama dengan teman-teman sebaya,
maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat,
penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga.
Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka
memakai model pakaian yang sama dengan anggota kelompok yang
popular, maka kesempatan untuk diterima menjadi anggota kelompok
lebih besar (Hurlock, 1999 dalam Nasution, 2007). Kelompok sosial
yang paling sering terjadi pada masa remaja adalah (Hurlock, 1999
dalam Nasution, 2007) :
a. Teman dekat
Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman
dekat, atau sahabat karib. Mereka terdiri dari jenis kelamin
yang sama, mempunyai minat dan kemampuan yang sama.
b. Kelompok kecil
Kelompok ini terdiri dari kelompok teman-teman dekat.
Pada mulanya, terdiri dari jenis kelamin yang sama, tetapi
kemudian meliputi kedua jenis kelamin.
c. Kelompok besar
Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok kecil dan
kelompok teman dekat, berkembang dengan meningkatnya
minat pesta dan berkencan. Kelompok ini besar sehingga
penyesuaian minat berkurang di antara anggota-anggotanya.
Terdapat jarak sosial yang lebih besar di antara mereka.
d. Kelompok yang terorganisasi
Kelompok ini adalah kelompok yang dibina oleh orang
dewasa, dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai
klik atau kelompok besar.
e. Kelompok geng
Remaja yang tidak termasuk kelompok atau kelompok
besar dan merasa tidak puas dengan kelompok yang
terorganisasi akan mengikuti kelompok geng. Anggotanya
biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama mereka
adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui
B. Merokok
1. Perilaku Merokok
Walgito (1994) mendefinisikan perilaku atau aktivitas ke dalam
pengertian yang luas yaitu perilaku yang tampak (overt behavior) dan
perilaku yang tidak tampak (innert behavior), demikian pula
aktivitas-aktivitas tersebut disamping aktivitas-aktivitas motoris juga termasuk aktivitas-aktivitas
emosional dan kognitif. Chaplin (1999) dalam Nasution (2007)
memberikan pengertian perilaku dalam dua arti. Pertama perilaku
dalam arti luas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami
seseorang. Pengertian yang kedua, perilaku didefinisikan dalam arti
sempit yaitu segala sesuatu yang mencakup reaksi yang dapat diamati.
Lawrence Green (1991) dalam Herawani (2001) mencoba
menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor luar lingkungan
(nonbehavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari 3 faktor.
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), merupakan
faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga,
kelompok, atau masyarakat yang mempermudah individu untuk
berperilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, tindakan,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya (Herawani,
b. Faktor-faktor pendukung atau pemungkin (enabling factors),
yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan
(Herawani, 2001).
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) merupakan
faktor yang menguatkan perilaku, yang terwujud dalam sikap
dan perilaku petugas kesehatan, teman sebaya, orang tua, yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat
(Herawani, 2001).
Lawrence Green (1991) mengemukakan teori yang
menggambarkan hubungan pendidikan kesehatan dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku kesehatan seperti pada gambar di bawah
ini :
Gambar 2.1. Teori Precede-Proceed
(Green, Health Promotion Planning and Education and Environment Approach, Institute of Health Promotion Research University of British Columbia, 1991)
Fase 9 :
Menurut bagan diatas, kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh
predisposing, reinforcing dan enabling factors, dimana ketiga faktor
ini dibentuk dari adanya pendidikan kesehatan.
Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam
menanggapi stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku
manusia yang dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok telah
banyak dilakukan pada zaman tiongkok kuno dan romawi, pada saat
itu orang sudah menggunakan suatu ramuan yang mengeluarkan asap
dan menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan
mulut (Danusantoso, 1991 dalam Nasution, 2007).
Masa sekarang, perilaku merokok merupakan perilaku yang telah
umum dijumpai. Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status,
serta kelompok umur yang berbeda, hal ini mungkin dapat disebabkan
karena rokok bisa didapatkan dengan mudah dan dapat diperoleh
dimana pun juga. Poerwadarminta (1995) dalam Nasution (2007)
mendefinisikan merokok sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok
sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau
kertas.
Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam
tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Armstrong, 1990
dalam Nasution, 2007). Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku
merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar
dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan
kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat
menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya,
perilaku ini secara umum dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor
predisposisi, faktor pemungkin atau pendukung dan faktor pendorong.
2. Tahapan Perilaku Merokok
Perilaku merokok tidak terjadi secara kebetulan, karena ada
beberapa tahap yang dilalui seseorang perokok sebelum ia menjadi
perokok reguler yaitu seseorang yang telah menganggap rokok telah
menjadi bagian dari hidupnya. Menurut Leventhal dan Cleary (1980)
dalam Kintoko (2004), ada beberapa tahapan dalam perkembangan
perilaku merokok, yaitu :
a. Tahap Persiapan
Tahap ini berlangsung saat seorang individu belum pernah
merokok. Tahap ini terjadi pembentukan opini pada diri
individu terhadap perilaku merokok. Hal ini disebabkan adanya
pengaruh perkembangan sikap dan intensi mengenai rokok
serta citra yang diperoleh dari perilaku merokok. Informasi
rokok dan perilaku merokok diperoleh dari observasi terhadap
orang tua atau orang lain seperti kerabat ataupun lewat
berbagai media. Salah satu pengaruh lewat media adalah
menggunakan para artis terkenal sebagai model, sehingga
rokok dianggap sesuatu yang berkaitan dengan keglamoran.
Ada juga anggapan merokok berkaitan dengan bentuk
kedewasaan di kalangan remaja sehingga diasumsikan sebagai
bentuk untuk menunjukkan sikap kemandirian. Merokok juga
dianggap sebagai sesuatu yang prestis, simbol pemberontakan
dan salah satu upaya menenangkan diri dalam situasi yang
menegangkan. Pembentukan opini dan sikap terhadap rokok ini
merupakan awal dari suatu kebiasaan merokok.
b. Tahap Inisiasi
Merupakan tahapan yang kritis pada seorang individu
karena merupakan tahap coba-coba dimana ia beranggapan
bahwa dengan merokok ia akan terlihat dewasa sehingga ia
akan memulai dengan mencoba beberapa batang rokok.
Apabila seorang remaja hanya mencoba merokok 1-2 batang
saja maka besar kemudian tidak akan menjadi perokok. Akan
tetapi apabila ia telah mencoba 10 batang atau lebih, maka ia
memiliki kemungkinan untuk menjadi seorang perokok sebesar
80%. Leventhal dan Cleary (1980 dalam Kintoko, 2004) juga
berpendapat seseorang yang telah merokok empat batang rokok
pada awalnya akan cenderung menjadi perokok reguler.
Perokok reguler seringkali terjadi secara perlahan dan
c. Tahap Menjadi Seorang Perokok
Pada tahap ini seorang individu mulai memberikan label
pada dirinya sebagai seorang perokok dan ia mulai mengalami
ketergantungan kepada rokok. Beberapa studi menyebutkan
bahwa biasanya dibutuhkan waktu selama dua tahun bagi
individu untuk menjadi perokok reguler. Pada tahap ketiga ini
merupakan tahap pembentukan konsep, belajar tentang kapan
dan bagaimana berperilaku merokok serta menyatakan peran
perokok pada konsep dirinya. Pada umumnya remaja percaya
bahwa rokok berbahaya bagi orang lain terutama bagi
kesehatan orang tua tapi tidak bagi dirinya.
d. Tahap Tetap Menjadi Perokok
Tahap ini faktor psikologis dan mekanisme biologis
digabungkan menjadi suatu pola perilaku merokok.
Faktor-faktor psikologis seperti kebiasaan, kecanduan, penurunan
kecemasan dan ketegangan, relaksasi yang menyenangkan, cara
berteman dan memperoleh penghargaan sosial, dan stimulasi.
Ada dua faktor mekanisme biologis yang memperoleh
perhatian paling banyak dalam mempertahankan perilaku
merokok, yaitu efek penguat nikotin dan level nikotin yang
3. Klasifikasi Perilaku Merokok
Bustan (2007) mengelompokkan perokok menjadi 3 kategori
berdasarkan jumlah rokok yang dihisap, yaitu :
a. Perokok ringan, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok
kurang dari 10 batang perhari.
b. Perokok sedang, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok
antara 10-20 batang perhari.
c. Perokok berat, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok
lebih dari 20 batang perhari.
Menurut Tomkins (1962) dalam Mu’tadin (2002) ada empat tipe
perilaku merokok berdasarkan Management of Affect Theory, yaitu
(Nasution, 2007) :
a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.
1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk
menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah
didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau
makan.
2) Simulation to pick them up, perilaku merokok hanya
dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
3) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang
diperoleh dari memegang rokok.
b. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif.
Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan
gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka
menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga
terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.
c. Perilaku merokok yang adiktif.
Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok
yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang
dihisapnya berkurang.
d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena
untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah
menjadi kebiasaan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
merokok digolongkan kedalam beberapa tipe yang dapat dilihat dari
banyaknya rokok yang dihisap, dan fungsi merokok dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Jenis Rokok
Rokok umumnya terbagi menjadi 3 kelompok yaitu rokok putih,
rokok kretek dan cerutu. Rokok putih mempunyai kandungan 14-15
mg tar dan 5 mg nikotin dimana kandungan tar dan nikotin tersebut
lebih rendah dibanding rokok kretek dan hal ini dikontrol dengan
baik/dijamin oleh pabriknya, karena kerendahan kadar tar dan nikotin
ini justru menjadi nilai jual bagi mereka berkaitan dengan isu
Rokok kretek memiliki sekitar 20 mg tar dan 4-5 mg nikotin, lebih
besar kandungan tar dan nikotinnya dari rokok putih. Sedangkan
cerutu umumnya berbentuk seperti kapal selam dengan ukuran lebih
besar dan panjang dari dua jenis rokok pertama, terdiri atas daun
tembakau kering yang digulung-gulung menjadi silinder gemuk, lalu
dilem. Akibatnya kandungan tar dan nikotin cerutu paling besar
dibanding dengan jenis rokok lain (Purnama, 1998 dalam Alamsyah,
2009).
5. Motif Perilaku Merokok
Leventhal & Cleary (1980 dalam Oskamp, 1984) menyatakan
motif seseorang merokok terbagi menjadi dua motif utama, yaitu
(Nasution, 2007) :
a. Faktor Psikologis
Pada umumnya faktor-faktor tersebut tentang ke dalam
lima bagian, yaitu :
1) Kebiasaan
Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang
harus tetap dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat
negatif ataupun positif. Seseorang merokok hanya
untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu.
2) Reaksi emosi yang positif
Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi
kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukkan
kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan
kedewasaan.
3) Reaksi untuk penurunan emosi
Merokok ditujukan untuk mengurangi rasa tegang,
kecemasan biasa, ataupun kecemasan yang timbul
karena adanya interaksi dengan orang lain.
4) Alasan sosial
Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan
kelompok (umumnya pada remaja dan anak-anak),
identifikasi dengan perokok lain, dan untuk menentukan
image diri seseorang. Merokok pada anak-anak juga
dapat disebabkan adanya paksaan dari teman-temannya.
5) Kecanduan atau ketagihan
Seseorang merokok karena mengaku telah
mengalami kecanduan. Kecanduan terjadi karena
adanya nikotin yang terkandung di dalam rokok.
Semula hanya mencoba-coba rokok, tetapi akhirnya
tidak dapat menghentikan perilaku tersebut karena
kebutuhan tubuh akan nikotin.
b. Faktor biologis
Faktor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada di
dalam rokok yang dapat mempengaruhi ketergantungan