• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 3

KOTA TANGERANG SELATAN

TAHUN 2012

Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

Ade Sulistyawan

108104000015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

Nama : ADE SULISTYAWAN

Tempat, Tanggal Lahir : Kebumen, 14 Maret 1990

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Persada Raya, Blok H.3 no.20, RT 06 RW 08 Kel. Gembor, Kec. Periuk, Kota Tangerang

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Telepon : 085692322305

E-mail : ade.sulistyawan@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK Al - Hikmah Kota Tangerang

2. SD Negeri Gebang Raya I

3. SMP Negeri 12 Tangerang

4. SMA Negeri 8 Tangerang

5. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi :

1. Staff Ahli Divisi Infokom BEMJ Ilmu Keperawatan tahun 2009-2010.

2. Ketua Departemen Kesenian dan Olahraga BEMF Kedokteran dan Ilmu

(7)

vi Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, berkah serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Perilaku Merokok Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012”.

Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan besar

Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan sehingga penulis tetap

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis

sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai

pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tadjuddin, Sp. And, selaku

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. H.M. Djauhari W, AIF., PFK, selaku Pembantu Dekan Bidang

Akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H. Achmad Ghalib, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang

Administrasi Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

(8)

vii

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan (PSIK).

6. Bapak Waras Budi Utomo, S. Kep, Ns., MKM, selaku pembimbing

akademik penulis yang selalu memotivasi penulis untuk selalu

bersemangat dalam perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Nia Damiati, S. Kp, MSN, selaku pembimbing I yang telah

meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan

masukan, nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis

dalam menyusun skripsi ini, terutama dalam hal konsep, gagasan dasar

dan teori yang menunjang penelitian ini.

8. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan

masukan, nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis

dalam menyusun skripsi ini terutama dalam hal metode penelitian dan

konsep statistika.

9. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan dan membimbing

penulis, serta staff akademik (Bapak Azib Rosyidi S. Psi dan Ibu

Syamsiah) atas bantuannya yang telah memudahkan penulis dalam

(9)

viii

11.Kepala Sekolah SMPN 3 Kota Tangerang Selatan yang telah

mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

12.Orang tua tercinta (Bapak Suyadi dan Ibu Turyati), serta Adik (Nurul

Istiqomah) yang telah memberikan perhatian, kasih sayang tulus dan

selalu mendoakan serta memberikan motivasi tiada hentinya kepada

penulis.

13.Sri Fitdiyah Ningsih yang telah banyak membantu dan menjadi teman

berdiskusi serta tukar pikiran yang baik selama proses perkuliahan dan

pembuatan skripsi ini.

14.Teman-teman di semua jurusan di FKIK yang telah banyak membantu

penulis selama proses perkuliahan di kampus.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk

itu, penulis menerima segala bentuk kritik, saran, dan masukan yang membangun

demi perbaikan di masa mendatang.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Jakarta, Oktober 2012

(10)

ix Ade Sulistyawan, NIM : 108104000015

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012

xxvii + 138 halaman, 21 tabel, 3 gambar, 4 lampiran Abstrak

Data menunjukkan perilaku merokok remaja saat ini cenderung meningkat, usia mulai merokokpun semakin bergeser ke usia yang lebih muda. Studi pendahuluan yang dilakukan di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan pada bulan Maret 2012 menunjukkan 35% siswa SMPN 3 Tangerang Selatan usia 11-14 tahun sudah mulai menjadi perokok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Tangerang Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan. Sampel penelitian berjumlah 288 siswa. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan uji statistik chi square. Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa yang merokok sebanyak 64 siswa (22,2%). Berdasarkan hasil analisa uji statistik didapatkan variabel yang berhubungan dengan perilaku merokok siswa adalah jenis kelamin (p=0,000), pengetahuan (p=0,000), sikap (p=0,000), tindakan (p=0,000), merasa kesulitan dalam pelajaran (p=0,000), ingin terlihat keren (p=0,000), ingin diterima dalam pergaulan (p=0,015), ingin mencoba merokok (p=0,000), orang tua yang merokok (p=0,000), saudara serumah yang merokok (p=0,001), teman yang merokok (p=0,006), dan pengaruh iklan rokok (p=0,000). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah sarana dan prasarana (p=0,428). Guna menurunkan angka remaja yang merokok perlu dilakukan beberapa usaha oleh pihak terkait, seperti pembuatan regulasi yang mengatur reklame iklan rokok di tempat umum, penjualan rokok kepada anak dibawah umur, edukasi sejak dini dan berkelanjutan tentang rokok serta bahaya yang ditimbulkannya dan membentuk grup diskusi untuk membicarakan masalah yang dialami siswa sehingga berguna mengurangi angka merokok karena alasan psikologis.

Kata kunci : Merokok, Remaja

(11)

x Ade Sulistyawan, NIM : 108104000015

Factors Associated With Student’s Smoking Behavior At Public Junior High School (SMPN) 3 South Tangerang City Year 2012

xxvii + 138 pages, 21 tables, 3 images, 4 attachments Abstract

Nowadays adolescent’s smoking behavior tends to increase, and smokers behavior shifted from older age of smoker to a younger one. Preliminary studies conducted in SMPN 3 South Tangerang City on March 2012 showed that 35% of students ages 11-14 years has started to become smokers. This research’s purpose

to see factors associated with student’s smoking behavior at SMPN 3 South Tangerang City. The design is a quantitative study, with cross sectional approach. The research was conducted on June 2012 at SMPN 3 South Tangerang City. The number of samples in this study were 288 students. The data was collected using self-questionnaires. The data obtained and processed with statistical chi square test. The results of study showed that students who smoked as many as 64 students (22.2%). Based on the analysis of statistical tests known variables associated with smoking behavior of students are gender (p=0.000), knowledge (p=0.000), attitude (p=0.000), action to people’s smoking behavior around them (p=0.000), feel difficulty in learning (p=0.000), wants to look cool (p=0.000), wants to be accepted socially (p=0.015), wants to try smoking (p=0.000), parents smoking behavior (p=0.000), siblings smoking behavior (p=0.001), friends smoking behavior (p=0.006), and the influence of tobacco advertising (p=0,000). Variable that not related is the availability of facilities (0.428). In order to reduce the number of teens smoker, all relevant parties have to do some effort, such as tighten the regulations of tobacco advertising billboards in public areas, cigarettes selling, early and continuum education about cigarette and it dangers, in addition developing groups’ discussion to talk about the problems experienced by students will also useful to reduce smoking rates caused by psychological reasons.

Keywords : Smoking, Adolescent

(12)

xi

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ...xxiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Pertanyaan Penelitian ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 10

1. Tujuan Umum ... 10

2. Tujuan Khusus ... 11

E. Manfaat Penelitian... 11

(13)

xii

1. Definisi ... 13

2. Klasifikasi dan Pembagian Usia ... 14

3. Tahap Perkembangan Remaja ... 16

4. Karakteristik Masa Remaja ... 19

5. Perubahan Sosial pada Masa Remaja ... 24

B. Merokok ... 26

1. Perilaku Merokok ... 26

2. Tahapan Perilaku Merokok ... 29

3. Klasifikasi Perilaku Merokok ... 32

4. Jenis Rokok ... 33

5. Motif Perilaku Merokok... 34

6. Dampak Perilaku Merokok ... 36

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Remaja ... 37

C. Penelitian Terkait ... 47

D. Kerangka Teori ... 49

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 52

A. Kerangka Konsep ... 52

B. Hipotesis ... 53

C. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran ... 55

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 61

(14)

xiii

D. Teknik Pengambilan Sampel (Sampling) ... 64

E. Teknik Pengambilan Data... 65

F. Instrumen Penelitian ... 65

G. Proses Pengambilan Data ... 70

H. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 71

I. Rancangan Analisa Data ... 72

1. Analisis Univariat ... 72

2. Analisis Bivariat ... 72

J. Pengolahan Data... 73

1. Editing ... 73

2. Coding ... 73

3. Data Entry ... 74

4. Cleaning ... 74

K. Etika Penelitian ... 74

1. Prinsip Etik ... 74

2. Informed Consent ... 75

BAB V HASIL PENELITIAN ... 77

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 77

1. Gambaran Umum SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ... 77

2. Gambaran Umum Individu... 78

B. Analisis Statistik... 79

(15)

xiv

b) Gambaran Karakteristik Siswa yang Merokok di SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 79

c) Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan

Tahun 2012 ... 83

1) Gambaran Jenis Kelamin Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 ... 84

2) Gambaran Tingkat Pengetahuan Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 85

3) Gambaran Tingkat Sikap Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 ... 85

4) Gambaran Tingkat Tindakan Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 ... 86

5) Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Alasan Psikologis : Merasa

Kesulitan dalam Pelajaran ... 86

6) Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Alasan Psikologis : Ingin

Mencoba Merokok ... 87

7) Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Alasan Psikologis : Ingin

(16)

xv

Diterima dalam Semua Pergaulan ... 87

9) Gambaran Karakteristik Sarana dan Prasarana Siswa SMPN 3

Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 88

10)Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Pengaruh Lingkungan

Sosial : Orang Tua yang Merokok ... 88

11)Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Pengaruh Lingkungan

Sosial : Saudara Serumah yang Merokok... 89

12)Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Pengaruh Lingkungan

Sosial : Teman yang Merokok ... 89

13)Gambaran Karakteristik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Pengaruh Lingkungan

Sosial : Pengaruh Iklan Rokok ... 90

2. Analisis Bivariat ... 90

a) Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN

3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 90

b) Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3

Kota Tangerang Selatan Tahun 2012... 91

c) Hubungan Sikap dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

(17)

xvi

e) Hubungan Alasan Psikologis : Merasa Kesulitan dalam Pelajaran

dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan

Tahun 2012 ... 96

f) Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Mencoba Merokok dengan

Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun

2012 ... 97

g) Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Terlihat Keren dengan

Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun

2012 ... 98

h) Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Diterima dalam Semua

Pergaulan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 100

i) Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Perilaku Merokok Siswa

SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 101

j) Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Orang Tua yang

Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 102

k) Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Saudara Serumah yang

Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

(18)

xvii

Tahun 2012 ... 105

m) Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Pengaruh Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 107

BAB VI PEMBAHASAN ... 110

A. Keterbatasan Penelitian ... 110

B. Analisis Univariat ... 110

1. Perilaku Merokok ... 110

C. Analisis Bivariat ... 112

1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 112

2. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012... 114

3. Hubungan Sikap dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 115

4. Hubungan Tindakan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012... 117

(19)

xviii

2012 ... 121

7. Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Terlihat Keren dengan

Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun

2012 ... 123

8. Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Diterima dalam Semua

Pergaulan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 125

9. Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Perilaku Merokok Siswa

SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 127

10.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Orang Tua yang

Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 128

11.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Saudara Serumah yang

Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 130

12.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Teman yang Merokok

dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan

Tahun 2012 ... 131

13.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Pengaruh Iklan Rokok

dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan

(20)

xix

B. Saran ... 138

1. Bagi SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ... 138

2. Bagi Instansi Pemerintahan Kota Tangerang Selatan ... 138

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 138

(21)

xx

Tabel 3.1Definisi Operasional dan Metode Pengukuran ... 55

Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012 ... 79

Tabel 5.2 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Lama Merokok ... 80

Tabel 5.3 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Jumlah Rokok yang

Dihisap Perhari ... 80

Tabel 5.4 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Tempat untuk

Merokok ... 81

Tabel 5.5 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Jenis Rokok yang

Dihisap ... 81

Tabel 5.6 Karakteristik Siswa yang Merokok berdasarkan Merek Rokok yang

Dihisap ... 82

Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Karakterisik Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan

Tahun 2012 ... 83

Tabel 5.8 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3

Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 90

Tabel 5.9 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 92

Tabel 5.10 Hubungan Sikap dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 93

Tabel 5.11 Hubungan Tindakan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

(22)

xxi

Tabel 5.13 Hubungan Mencoba Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN

3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 97

Tabel 5.14 Hubungan Ingin Terlihat Keren dengan Perilaku Merokok Siswa

SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 99

Tabel 5.15 Hubungan Ingin Diterima dalam Semua Pergaulan dengan Perilaku

Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 100

Tabel 5.16 Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Perilaku Merokok Siswa

SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 101

Tabel 5.17 Hubungan Orang Tua yang Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa

SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 103

Tabel 5.18 Hubungan Saudara Serumah yang Merokok dengan Perilaku Merokok

Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 104

Tabel 5.19 Hubungan Teman yang Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa

SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 ... 106

Tabel 5.20 Hubungan Pengaruh Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok Siswa

(23)

xxii

Gambar 2.1 Teori Precede-Proceed (Green, 1991) ... 27

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian... 51

(24)

xxiii

Lampiran 1. Surat Perizinan

Lampiran 2. Informed Consent

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

(25)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak dua dekade yang lalu WHO telah menetapkan tanggal 31 Mei

1988 sebagai Hari Bebas Tembakau Sedunia. Hal ini menunjukkan

semakin meningkatnya perhatian dunia, terutama kalangan kesehatan

terhadap akibat negatif rokok bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia.

Meningkatnya perhatian ini juga disebabkan oleh tren yang menunjukkan

perilaku merokok di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia

cukup tinggi, bahkan ada kecenderungan semakin meningkat (Aditama

dan Bernida, 1995).

Tren peningkatan perilaku merokok ini diperkuat oleh data yang

menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara berkembang yang

memiliki tingkat konsumsi dan produksi rokok yang tinggi. Menurut Bank

Dunia yang dikutip Depkes RI tahun 2002, konsumsi rokok di Indonesia

sekitar 6,6% dari konsumsi rokok di seluruh dunia (Alamsyah, 2009). Data

United States Department of Agriculture (USDA) tahun 2002 juga

menyebutkan Indonesia mengkonsumsi rokok sebanyak 182 miliar batang

rokok per tahunnya. Angka ini menempatkan Indonesia di posisi kelima

dunia dalam jumlah konsumsi rokok per tahun, sesudah Cina (1.697,3

miliar batang), Amerika Serikat (463,5 miliar batang), Rusia (375,0 miliar

batang) dan Jepang (299,1 miliar batang). Jika dilihat secara aggregate,

(26)

1970-2000, dari 33 milyar batang pada tahun 1970 menjadi 217 milyar batang

pada tahun 2000 (Depkes, 2004). Lebih dari separuh (52,3%) perokok

rata-rata menghisap 1-10 batang rokok per hari dan sekitar 20% sebanyak

11-20 batang per hari (Depkes 2010).

Tingginya angka konsumsi rokok diperkirakan dapat membunuh 500

juta orang setiap tahunnya di dunia, dan lebih dari setengahnya adalah

anak-anak dan remaja (Alamsyah, 2009). Fakta ini sebenarnya tidak

mengejutkan, karena sejumlah studi juga menyebutkan sebagian besar

perilaku merokok dimulai di usia remaja (Doe dan DeSanto, 2009).

Menurut data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) hampir sebanyak

24% remaja di mempunyai akses terhadap rokok sejak usia di bawah 10

tahun (GYTS, 2002). Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin

lama akan semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya

yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok,

sehingga mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin

(Leventhal dan Cleary, 1980 dalam Nasution, 2007).

Menurut hasil survey yang dilaksanakan oleh GYTS di Jakarta,

Bekasi, dan Medan, didapatkan bahwa di Jakarta sebanyak 34,2 % murid

sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 16,6 % saat ini masih

merokok. Terdapat 33,4 % murid sekolah usia SMP di Bekasi pernah

merokok dan sebanyak 17,1 % saat ini masih merokok. Demikian halnya

di Medan, sebanyak 39,7 % murid sekolah usia SMP pernah merokok dan

(27)

Data Riskesdas tahun 2010 juga menunjukkan bagaimana pola

kebiasaan merokok yang ada di Indonesia, dimana usia pertama kali mulai

merokok yang paling banyak adalah usia 15-19 tahun (43,3%) disusul usia

10-14 tahun (17,5%), dan rata-rata umur mulai merokok secara nasional

adalah 17,6 tahun (Depkes, 2010). Data ini menunjukkan peningkatan

yang cukup tinggi jika dibandingkan data Riskesdas tahun 2007. Salah

satu peningkatan data yang signifikan adalah data usia pertama kali mulai

merokok, pada tahun 2007 rata-rata masyarakat Indonesia yang mulai

merokok sejak usia 10-14 tahun adalah 10,5%, sedangkan pada tahun 2010

meningkat menjadi 17,5%.

Kecenderungan peningkatan jumlah perokok remaja dan semakin

mudanya usia mulai merokok tersebut menjadi keprihatinan tersendiri

karena membawa konsekuensi jangka panjang yang nyata yakni dampak

negatif rokok itu sendiri terhadap kesehatan. Dampak negatif konsumsi

rokok bagi kesehatan telah diketahui sejak dahulu. Ada ribuan artikel yang

membuktikan adanya hubungan kausal antara penggunaan rokok dengan

terjadinya berbagai penyakit kanker, penyakit jantung, penyakit sistem

saluran pernapasan, penyakit gangguan reproduksi dan kehamilan. Hal ini

tidak mengherankan karena asap tembakau mengandung lebih dari 4000

bahan kimia toksik dan 43 bahan penyebab kanker (karsinogenik). Saat ini

semakin banyak generasi muda yang terpapar dengan asap rokok tanpa

disadari terus menumpuk zat toksik dan karsinogenik tersebut (Depkes,

(28)

Dibalik tinginya angka remaja yang terpapar asap rokok, kita juga

dihadapkan pada kenyataan yang lebih memprihatinkan lagi adalah

dimana banyak remaja berpikir bahwa merokok tidak akan menimbulkan

efek pada tubuh mereka sampai mereka mencapai usia middle age.

Padahal faktanya hampir 90 persen remaja yang merokok secara reguler

dilaporkan sudah mulai merasakan efek negatif jangka pendek dari rokok

(Doe dan DeSanto, 2009).

Beberapa penelitian mengatakan efek negatif yang ditimbulkan oleh

rokok tidak hanya efek jangka panjang berupa penyakit kronis, tapi juga

efek jangka pendek yang dapat berupa peningkatan stress, bronkospasme,

batuk, peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah

(hipertensi), penyakit periodontal (rongga mulut), hingga ulkus peptikum

(Doe dan DeSanto, 2009). Seseorang yang pertama kali mengkonsumsi

rokok mengalami gejala-gejala seperti batuk-batuk, lidah terasa getir dan

perut mual, namun demikian, sebagian dari pemula yang mengabaikan

gejala-gejala tersebut biasanya berlanjut menjadi kebiasaan dan akhirnya

menjadi ketergantungan. Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai

kenikmatan yang memberikan kepuasan psikologis. Gejala ini dapat

dijelaskan dari konsep tobacco depency (ketergantungan tembakau).

Artinya, perilaku merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan

bergeser menjadi aktivitas yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan oleh

sifat nikotin yang adiktif, jika dihentikan secara tiba-tiba akan

(29)

Penelitian lain juga menyebutkan bahwa satu dari dua perokok yang

merokok pada usia muda dan terus merokok seumur hidup, akhirnya akan

meninggal karena penyakit yang berkaitan dengan rokok. Rata-rata

perokok yang memulai merokok pada usia remaja akan meninggal pada

usia setengah baya, sebelum 70 tahun, atau kehilangan sekitar 22 tahun

harapan hidup normal. Para perokok yang terus merokok dalam jangka

waktu panjang akan menghadapi kemungkinan kematian tiga kali lebih

tinggi daripada mereka yang bukan perokok (Nasution, 2007).

Berbagai efek negatif yang diakibatkan oleh rokok ini secara langsung

dan tidak langsung sudah terbukti dapat mengganggu perkembangan &

pertumbuhan remaja. Hal ini disadari oleh pemerintah, sehingga semakin

meningkatkan usaha yang dilakukan pemerintah untuk mencegah

peredaran rokok pada remaja. Salah satu usaha terhadap pembatasan rokok

di kalangan remaja tercantum dalam sasaran Riskesdas 2010, yaitu

menurunnya prevalensi perokok serta meningkatnya lingkungan sehat

bebas rokok di sekolah, tempat kerja dan tempat umum (Depkes, 2010).

Selain tercantum dalam sasaran umum Riskesdas, saat ini sudah banyak

pemerintah daerah yang mulai merintis peraturan daerah mengenai

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di wilayahnya, salah satunya adalah

pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan.

Diberlakukannya kebijakan dan peraturan yang tegas terhadap rokok

ini seharusnya membuat perilaku merokok di kalangan remaja, dalam hal

ini adalah siswa SMP dan SMA semakin berkurang, namun kenyataannya

(30)

melihat langsung masih banyak siswa SMP dan SMA di wilayah Kota

Tangerang Selatan, khususnya Kecamatan Ciputat yang merokok di

sekitar wilayah sekolah, bahkan saat masih menggunakan seragam

sekolahnya. Seperti pada studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada

tanggal 15 Maret 2012 terhadap 14 siswa laki-laki SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan yang dipilih secara acak, menunjukkan 5 dari 14 siswa

atau sekitar 35,71% mengaku sudah mulai merokok aktif. Baik sebagai

perokok regular maupun kadang-kadang, dengan rata-rata 3 batang per

hari.

Perilaku siswa yang sudah mulai aktif merokok ini dipengaruhi oleh

banyak faktor. Kebiasaan merokok dimulai dengan adanya rokok pertama.

Studi Mirnet (Tuakli dkk, 1990) menemukan bahwa perilaku merokok

diawali oleh rasa ingin tahu dan pengaruh teman sebaya. Remaja mulai

merokok terjadi akibat pengaruh lingkungan sosial. Modelling (meniru

perilaku orang lain) menjadi salah satu determinan dalam memulai

perilaku merokok (Sarafino, 1994 dalam Nasution, 2007). Oskamp (1984)

dalam Nasution (2007) menyatakan bahwa setelah mencoba rokok

pertama, seorang individu menjadi ketagihan merokok, dengan

alasan-alasan seperti kebiasaan, menurunkan kecemasan, dan mendapatkan

penerimaan. Graham dalam Ogden (2000) menyatakan bahwa efek positif

dari merokok adalah menghasilkan efek mood yang positif dan membantu

individu dalam menghadapi masalah yang sulit (Nasution, 2007). Studi

Mirnet (Tuakli dkk, 1990) juga menambahkan bahwa dari survei terhadap

(31)

bosan, stres dan kecemasan, perilaku teman sebaya merupakan faktor yang

menyebabkan keterlanjutan perilaku merokok pada remaja. Sedangkan di

Indonesia, jenis kelamin juga merupakan faktor penting terhadap perilaku

merokok. Suhardi (1997) menyatakan bahwa perilaku merokok lebih

dominan pada laki-laki dan sedikit perempuan yang merokok terkait

dengan kultur yang kurang menerima perempuan yang berperilaku

merokok.

Alamsyah (2009) dalam penelitiannya menyebutkan faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap perilaku merokok pada remaja diantaranya adalah

pengetahuan remaja terhadap rokok, pengaruh lingkungan sosial, sarana

dan prasarana yang tersedia dan alasan psikologis. Faktor-faktor ini

mampu mempengaruhi perilaku merokok pada remaja karena menurut

Alamsyah (2009) masa remaja adalah masa yang rawan oleh

pengaruh-pengaruh negatif. Remaja lebih meniru kepada apa yang dia lihat atau dia

dengar dari orang lain. Pada masa ini remaja menghadapi konflik tentang

apa yang mereka lihat dan apa yang mereka pandang tentang struktur

tubuh yang ideal (Wong, dkk, 2009).

Melihat berbagai fenomena diatas, peneliti merasa tertarik untuk

melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku merokok pada remaja dalam hal ini adalah siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan. Alasan dipilihnya SMPN 3 Kota Tangerang Selatan

karena lokasinya berada di wilayah yang banyak terdapat kos-kosan

mahasiswa dan karyawan. Dimana perilaku merokok mahasiswa dan

(32)

Kota Tangerang Selatan untuk mulai mencoba rokok. Sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Wong, dkk (2009) bahwa remaja lebih meniru kepada

apa yang dia lihat atau dia dengar dari orang lain.

Selain itu, peneliti merasa tertarik melakukan penelitian terhadap siswa

SMP karena melihat beberapa penilitian sebelumnya yang terkait

mengenai perilaku merokok pada remaja rata-rata dilakukan terhadap

siswa SMA dan mahasiswa. Padahal menurut statistik dan fenomena di

lapangan, usia remaja yang mulai merokok cenderung semakin bergeser

menjadi lebih muda. Sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai apa

saja faktor-faktor yang berhubungan dengan fenomena ini.

Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah

penelitian tesis yang dilakukan oleh Rika Mayasari Alamsyah, yang

berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan

Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan

Tahun 2007”. Subjek remaja pada penelitian ini adalah siswa SMA. Hasil

dari penelitian ini menunjukkan pengetahuan remaja tentang bahaya rokok

terhadap kesehatan, serta zat berbahaya dalam rokok tidak menyebabkan

remaja memutuskan untuk tidak merokok, namun faktor lingkungan sosial

yaitu pengaruh teman merokok, orang tua merokok, saudara serumah

merokok dan iklan rokok mendorong remaja untuk merokok. Semua

faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok secara statistik

menunjukkan hubungan yang signifikan.

Hasil studi diatas selaras dengan hasil studi pendahuluan yang

(33)

diketahui faktor dominan yang membuat mereka ingin merokok adalah

faktor lingkungan sosial, terutama ajakan teman.

B. Rumusan Masalah

Data menunjukkan perilaku merokok remaja saat ini cenderung

meningkat, usia mulai merokokpun semakin bergeser ke usia yang lebih

muda. Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 15 Maret 2012

menunjukkan 35% siswa SMPN 3 Tangerang usia 11-14 tahun sudah

mulai menjadi perokok. Perilaku merokok remaja ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Penelitian sebelumnya menunjukkan faktor utama yang

mempengaruhi adalah faktor lingkungan sosial, seperti pengaruh keluarga

yang merokok, teman yang merokok dan pengaruh iklan rokok. Hal ini

menjadi keprihatinan tersendiri karena banyak penilitian yang

membuktikkan bahwa rokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif

terhadap kesehatan.

Sebelumnya sudah banyak ditemukan penelitian yang membahas

perilaku merokok remaja dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya.

Namun rata-rata penelitian tersebut meneliti siswa SMA & mahasiswa,

sementara menurut statistik dan fenomena di lapangan, usia remaja yang

mulai merokok cenderung semakin bergeser menjadi lebih muda. Hal ini

menimbulkan pertanyaan dan ketertarikan peneliti untuk meneliti

mengenai apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

(34)

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran perilaku merokok siswa di SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan ?

2. Bagaimana hubungan antara faktor predisposisi (predisposing factors)

yaitu jenis kelamin, pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja tentang

rokok dan alasan psikologis dengan perilaku merokok siswa SMPN 3

Kota Tangerang Selatan ?

3. Bagaimana hubungan antara faktor penguat (reinforcing factors), yaitu

pengaruh lingkungan sosial seperti orang tua yang merokok, saudara

serumah yang merokok, teman yang merokok dan pengaruh iklan

rokok dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan ?

4. Bagaimana hubungan antara faktor pendukung/pemungkin (enabling

factors), yaitu adanya sarana & prasarana, seperti uang saku untuk

membeli rokok dan adanya tempat untuk membeli rokok dengan

perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada siswa SMPN

(35)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran siswa yang merokok di SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan.

b. Mengetahui hubungan antara faktor predisposisi (predisposing

factors) yaitu jenis kelamin, pengetahuan, sikap, dan tindakan

remaja tentang rokok dan alasan psikologis dengan perilaku

merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

c. Mengetahui hubungan antara faktor penguat (reinforcing factors),

yaitu pengaruh lingkungan sosial seperti orang tua yang merokok,

saudara serumah yang merokok, teman yang merokok dan

pengaruh iklan rokok terhadap perilaku merokok siswa SMPN 3

Kota Tangerang Selatan.

d. Mengetahui hubungan antara faktor pendukung/pemungkin

(enabling factors), yaitu adanya sarana & prasarana, seperti uang

saku untuk membeli rokok dan adanya tempat untuk membeli

rokok terhadap perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang

Selatan.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menyusun

cara yang lebih efektif untuk penyuluhan kesehatan tentang merokok

(36)

2. Bagi masyarakat, khususnya guru dan orang tua yang memiliki anak

remaja dapat dijadikan bahan masukan dan pengetahuan dalam

pencegahan dan atau pengawasan perilaku merokok remaja.

3. Bagi peneliti untuk mengembangkan kemampuan menulis serta

masukan untuk penelitian selanjutnya.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

hubungan antara beberapa faktor predisposisi, penguat dan pemungkin

dengan perilaku merokok remaja, dalam hal ini adalah siswa SMPN 3

Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan

metodologi penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah

semua siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan yang berusia 11-14 tahun.

Sampel yang menjadi responden dalam penelitian berjumlah 288 siswa,

yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Data primer dikumpulkan

dengan cara penyebaran kuesioner terkait perilaku merokok remaja dan

(37)

13

A. Remaja 1. Definisi

Kata “remaja” merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu

adolescence dan berasal dari kata Latin, adolescere yang berarti

tumbuh menjadi dewasa atau perkembangan menuju kematangan

(Sebald, 1992 dalam Kintoko, 2004). Masa remaja merupakan salah

satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa

perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang

meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan

sosial. Menurut sebagian besar masyakat dan budaya masa remaja

pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia

18-22 tahun (Notoatmodjo, 2007).

Piaget (1969) dalam Hurlock (1999), mengatakan bahwa secara

psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi

dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak merasa di bawah

tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada di dalam

tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak

(Nasution, 2007). Hurlock (1999) dalam Nasution (2007) juga

menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa, di mulai saat anak secara seksual

(38)

Alamsyah (2009) juga menyebutkan bahwa masa remaja adalah masa

yang rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif, seperti merokok,

narkoba, kriminal dan kejahatan seks.

Menurut Soetjiningsih (2004) masa remaja merupakan masa

peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya

kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan

20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.

Menurut World Health Organization (WHO) remaja adalah suatu

masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan

tanda-tanda seksual sekunder sampai saat mencapai kematangan

seksual (Sarwono, 2006).

Disimpulkan dari beberapa definisi di atas bahwa masa remaja

merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa

dan dalam prosesnya terjadi perkembangan kematangan fisik, psikis

dan sosial serta bertambahnya tuntutan masyarakat.

2. Klasifikasi dan Pembagian Usia

Berbagai batasan usia dan pembagian masa remaja yang telah

dikemukakan para ahli. Stone dan Church (1973) dalam Alamsyah

(2009) membagi masa remaja menjadi remaja awal, remaja akhir dan

dewasa muda. Remaja awal adalah suatu periode dari mulainya masa

pubertas hingga kurang lebih satu tahun sesudah pubertas yaitu pada

saat pola fisiologis berfungsi dengan stabil. Remaja akhir adalah

(39)

untuk ikut pemilu, menyetir kendaraan atau saat mulai masuk kuliah.

Dewasa muda adalah periode dari permulaan kuliah hingga usia awal

dua puluhan.

Menurut Hurlock (1999) dalam Nasution (2007) secara umum

masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu awal masa remaja dan

akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13

tahun hingga 16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula

dari usia 16 tahun atau 17 tahun hingga usia 18 tahun, yaitu usia

matang secara hukum.

Masa remaja menurut WHO adalah antara 10-19 tahun (WHO,

2009). Sedangkan menurut Monks (1992) dalam Nurhayati (2009)

masa remaja berlangsung pada umur 12 sampai 21 tahun dengan

pembagian masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan

(15-18 tahun) dan masa remaja akhir (18-21 tahun).

Sarwono (2006) menyatakan definisi remaja untuk masyarakat

Indonesia adalah menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum

menikah dengan pertimbangan sebagai berikut :

a. Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda

seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik).

b. Banyak masyarakat Indonesia menganggap usia 11 tahun sudah

dianggap akhil balik, baik menurut adat maupun agama,

sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai

(40)

c. Usia 11 tahun dianggap remaja karena mulai ada tanda-tanda

penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya

identitas diri (ego identity) (Erikson, 1963 dalam Muscari,

2005), tercapainya fase genital dari perkembangan

psikoseksual (Freud, 1905 dalam Wong, 2009), dan tercapainya

puncak perkembangan kognitif (Piaget, 1969 dalam Atherton,

2011) maupun moral (Kohlberg, 1968 dalam Wong, 2009).

d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk

memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut

masih menggantungkan diri pada orang tua.

Merujuk definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan

karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara

menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapapun

dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara

hukum maupun kehidupan bermasyarakat dan keluarga. Oleh karena

itu defenisi remaja di sini dibatasi khusus untuk orang yang belum

menikah.

3. Tahap Perkembangan Remaja

Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999)

dalam Nasution (2007) maka terdapat tiga tahap proses perkembangan

yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai dengan

(41)

a. Remaja awal (12-15 tahun)

Tahap ini remaja masih merasa heran terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan

yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai

mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada

lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan

yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya

pengendalian terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit

mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

b. Remaja madya (15-18 tahun)

Tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada

kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri,

dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai

sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja

berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus

memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri,

optimis atau pesimis, dan sebagainya.

c. Remaja akhir (18-21 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang

ditandai dengan pencapaian :

1) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi

(42)

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan

orang-orang lain dan mendapatkan

pengalaman-pengalaman baru.

3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah

lagi.

4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri

sendiri) diganti dengan keseimbangan antara

kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

5) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan

masyarakat umum.

Havighurst (1948) dalam Hurlock (1999) menyatakan tugas-tugas

perkembangan pada masa remaja adalah (Nasution, 2007):

a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman

sebaya baik laki-laki maupun perempuan.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara

efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung

jawab.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan

orang-orang dewasa lainnya.

f. Mempersiapkan karir ekonomi.

(43)

4. Karakteristik Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya

dengan periode sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1999) dalam

Nasution (2007) menerangkan beberapa ciri masa remaja adalah

sebagai berikut :

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Disebut periode yang penting karena akibat fisik dan karena

akibat psikologis. Sebagian besar anak muda, usia antara 12

tahun dan 16 tahun merupakan tahun yang penuh kejadian yang

menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan

fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya

perkembangan mental yang terjadi terutama pada awal masa

remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya

penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan

minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode transisi

Dalam setiap adanya transisi suatu perubahan, status

individu menjadi tidak jelas karena terdapat keraguan akan

peran yang harus dilakukan. Masa remaja individu bukan lagi

seorang anak-anak dan juga bukan orang dewasa. Di sisi lain,

status remaja yang tidak jelas ini memberikan keuntungan

karena status tersebut memberi ruang dan waktu kepada

(44)

menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai

bagi dirinya.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja akan seiring

dengan perubahan sikap dan perilaku. Hal ini berarti saat

perubahan sifat berlangsung dengan cepat maka akan terjadi

juga perubahan sikap dan perilaku dengan cepat dan

sebaliknya. Hurlock (1999) dalam Nasution (2007)

menjelaskan ada beberapa perubahan yang pada umumnya

terjadi pada masa remaja, yaitu:

1) Peningkatan emosional, intensitasnya tergantung pada

tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.

Peningkatan emosi lebih menonjol pada masa awal

periode masa remaja.

2) Perubahan fisiologis tubuh, perubahan pada proses

pematangan seksual membuat individu remaja menjadi

tidak percaya diri terhadap kemampuan dan minat

mereka.

3) Perubahan minat dan peran, perubahan yang diharapkan

oleh lingkungan sosial dapat menimbulkan masalah

baru dan lebih banyak dibandingkan masa sebelumnya.

Hal ini akan terjadi terus hingga individu itu sendiri

(45)

4) Perubahan terhadap nilai-nilai, beberapa nilai-nilai yang

dianggap penting pada masa sebelumnya menjadi tidak

penting lagi di masa remaja. Masa ini mulai dipahami

bahwa kualitas lebih penting dibandingkan kuantitas.

5) Ambivalen terhadap perubahan, pada masa remaja

individu menginginkan dan menuntut kebebasan tetapi

sering takut bertanggung jawab akan akibat yang

terjadi.

d. Masa remaja sebagai masa bermasalah

Berbagai masalah yang terjadi di masa remaja sering

menjadi masalah yang sulit diatasi. Ada dua alasan yang

menyebabkan hal ini terjadi, yaitu: (i) pada masa kanak-kanak

segala masalah diselesaikan oleh orang tua ataupun para guru

sehingga remaja tidak mempunyai pengalaman terhadap

masalah yang terjadi; (ii) para remaja merasa telah mandiri

sehingga menolak bantuan orang tua ataupun para guru dengan

alasan ingin mengatasi masalahnya sendiri.

Ketidakmampuan ini banyak kegagalan yang seringkali

disertai dengan akibat yang tragis. Kegagalan ini bukan karena

ketidakmampuan individu tetapi karena tuntutan yang diajukan

pada remaja terjadi di kala tenaganya telah dihabiskan untuk

mengatasi masalah pokok yang disebabkan oleh pertumbuhan

(46)

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja adalah usaha untuk

menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam

masyarakat. Tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri

dengan kelompok menjadi penting. Tiap penyimpangan dari

standar kelompok dapat mengancam keanggotaannya dalam

kelompok. Lambat laun individu remaja mulai mendambakan

identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan

teman-temannya dalam segala hal.

Salah satu cara memunculkan identitas diri adalah dengan

menggunakan simbol status yang mudah terlihat seperti model

pakaian, gaya, jenis kendaraan dan lain-lain. Cara ini

dimaksudkan agar menarik perhatian dan dipandang oleh orang

lain. Saat yang sama individu juga tetap mempertahankan

identitas dirinya sebagai anggota dari suatu kelompok sebaya.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Stereotip yang telah dibangun masyarakat dalam

menggambarkan citra diri remaja, lambat laun dianggap

sebagai gambaran asli dan membuat para remaja membentuk

perilakunya sesuai gambaran tersebut. Ada anggapan bahwa

masa remaja adalah masa yang sangat bernilai, tetapi sangat

disayangkan banyak yang menjadikannya menjadi sesuatu yang

(47)

Stereotip yang mengatakan remaja adalah anak-anak yang

tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung

berperilaku merusak menyebabkan banyak kalangan dewasa

takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap

perilaku remaja walaupun dilakukan dengan normal.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja melihat dirinya dan orang lain seperti yang

diinginkannya dan bukan sebagaimana adanya, terlebih lagi

dalam hal cita-cita. Hal ini semakin menyebabkan meningginya

emosi terutama di awal masa remaja. Semakin cita-citanya

tidak realistis maka individu tersebut semakin menjadi

pemarah.

Remaja tersebut akan sakit hati dan kecewa apabila ada

orang lain yang mengecewakannya dan ia tidak berhasil

mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Cita-cita yang tidak

realistik ini bukan hanya kepada dirinya semata tetapi juga

terhadap teman-teman dan keluarganya.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Remaja akan menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip

belasan tahun dan untuk menciptakan kesan bahwa mereka

akan beranjak dewasa. Gaya berpakaian dan bertindak seperti

dewasa dirasakan belum memadai. Oleh sebab itu remaja mulai

memusatkan pada perilaku yang dihubungkan pada status

(48)

menggunakan obat-obatan terlarang dan terlibat dalam

perbuatan seks.

5. Perubahan Sosial Pada Masa Remaja

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah

yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus

menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang

sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan diri dengan

orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Remaja lebih

banyak menghabiskan waktunya bersama dengan teman-teman sebaya,

maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat,

penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga.

Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka

memakai model pakaian yang sama dengan anggota kelompok yang

popular, maka kesempatan untuk diterima menjadi anggota kelompok

lebih besar (Hurlock, 1999 dalam Nasution, 2007). Kelompok sosial

yang paling sering terjadi pada masa remaja adalah (Hurlock, 1999

dalam Nasution, 2007) :

a. Teman dekat

Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman

dekat, atau sahabat karib. Mereka terdiri dari jenis kelamin

yang sama, mempunyai minat dan kemampuan yang sama.

(49)

b. Kelompok kecil

Kelompok ini terdiri dari kelompok teman-teman dekat.

Pada mulanya, terdiri dari jenis kelamin yang sama, tetapi

kemudian meliputi kedua jenis kelamin.

c. Kelompok besar

Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok kecil dan

kelompok teman dekat, berkembang dengan meningkatnya

minat pesta dan berkencan. Kelompok ini besar sehingga

penyesuaian minat berkurang di antara anggota-anggotanya.

Terdapat jarak sosial yang lebih besar di antara mereka.

d. Kelompok yang terorganisasi

Kelompok ini adalah kelompok yang dibina oleh orang

dewasa, dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai

klik atau kelompok besar.

e. Kelompok geng

Remaja yang tidak termasuk kelompok atau kelompok

besar dan merasa tidak puas dengan kelompok yang

terorganisasi akan mengikuti kelompok geng. Anggotanya

biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama mereka

adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui

(50)

B. Merokok

1. Perilaku Merokok

Walgito (1994) mendefinisikan perilaku atau aktivitas ke dalam

pengertian yang luas yaitu perilaku yang tampak (overt behavior) dan

perilaku yang tidak tampak (innert behavior), demikian pula

aktivitas-aktivitas tersebut disamping aktivitas-aktivitas motoris juga termasuk aktivitas-aktivitas

emosional dan kognitif. Chaplin (1999) dalam Nasution (2007)

memberikan pengertian perilaku dalam dua arti. Pertama perilaku

dalam arti luas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami

seseorang. Pengertian yang kedua, perilaku didefinisikan dalam arti

sempit yaitu segala sesuatu yang mencakup reaksi yang dapat diamati.

Lawrence Green (1991) dalam Herawani (2001) mencoba

menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan

seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu

faktor perilaku (behavior causes) dan faktor luar lingkungan

(nonbehavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau

terbentuk dari 3 faktor.

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), merupakan

faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga,

kelompok, atau masyarakat yang mempermudah individu untuk

berperilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, tindakan,

kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya (Herawani,

(51)

b. Faktor-faktor pendukung atau pemungkin (enabling factors),

yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak

tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan

(Herawani, 2001).

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) merupakan

faktor yang menguatkan perilaku, yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan, teman sebaya, orang tua, yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat

(Herawani, 2001).

Lawrence Green (1991) mengemukakan teori yang

menggambarkan hubungan pendidikan kesehatan dengan faktor-faktor

yang mempengaruhi perilaku kesehatan seperti pada gambar di bawah

ini :

Gambar 2.1. Teori Precede-Proceed

(Green, Health Promotion Planning and Education and Environment Approach, Institute of Health Promotion Research University of British Columbia, 1991)

Fase 9 :

(52)

Menurut bagan diatas, kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh

predisposing, reinforcing dan enabling factors, dimana ketiga faktor

ini dibentuk dari adanya pendidikan kesehatan.

Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam

menanggapi stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku

manusia yang dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok telah

banyak dilakukan pada zaman tiongkok kuno dan romawi, pada saat

itu orang sudah menggunakan suatu ramuan yang mengeluarkan asap

dan menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan

mulut (Danusantoso, 1991 dalam Nasution, 2007).

Masa sekarang, perilaku merokok merupakan perilaku yang telah

umum dijumpai. Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status,

serta kelompok umur yang berbeda, hal ini mungkin dapat disebabkan

karena rokok bisa didapatkan dengan mudah dan dapat diperoleh

dimana pun juga. Poerwadarminta (1995) dalam Nasution (2007)

mendefinisikan merokok sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok

sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau

kertas.

Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam

tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Armstrong, 1990

dalam Nasution, 2007). Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku

merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar

dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap

(53)

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan

kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat

menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya,

perilaku ini secara umum dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor

predisposisi, faktor pemungkin atau pendukung dan faktor pendorong.

2. Tahapan Perilaku Merokok

Perilaku merokok tidak terjadi secara kebetulan, karena ada

beberapa tahap yang dilalui seseorang perokok sebelum ia menjadi

perokok reguler yaitu seseorang yang telah menganggap rokok telah

menjadi bagian dari hidupnya. Menurut Leventhal dan Cleary (1980)

dalam Kintoko (2004), ada beberapa tahapan dalam perkembangan

perilaku merokok, yaitu :

a. Tahap Persiapan

Tahap ini berlangsung saat seorang individu belum pernah

merokok. Tahap ini terjadi pembentukan opini pada diri

individu terhadap perilaku merokok. Hal ini disebabkan adanya

pengaruh perkembangan sikap dan intensi mengenai rokok

serta citra yang diperoleh dari perilaku merokok. Informasi

rokok dan perilaku merokok diperoleh dari observasi terhadap

orang tua atau orang lain seperti kerabat ataupun lewat

berbagai media. Salah satu pengaruh lewat media adalah

(54)

menggunakan para artis terkenal sebagai model, sehingga

rokok dianggap sesuatu yang berkaitan dengan keglamoran.

Ada juga anggapan merokok berkaitan dengan bentuk

kedewasaan di kalangan remaja sehingga diasumsikan sebagai

bentuk untuk menunjukkan sikap kemandirian. Merokok juga

dianggap sebagai sesuatu yang prestis, simbol pemberontakan

dan salah satu upaya menenangkan diri dalam situasi yang

menegangkan. Pembentukan opini dan sikap terhadap rokok ini

merupakan awal dari suatu kebiasaan merokok.

b. Tahap Inisiasi

Merupakan tahapan yang kritis pada seorang individu

karena merupakan tahap coba-coba dimana ia beranggapan

bahwa dengan merokok ia akan terlihat dewasa sehingga ia

akan memulai dengan mencoba beberapa batang rokok.

Apabila seorang remaja hanya mencoba merokok 1-2 batang

saja maka besar kemudian tidak akan menjadi perokok. Akan

tetapi apabila ia telah mencoba 10 batang atau lebih, maka ia

memiliki kemungkinan untuk menjadi seorang perokok sebesar

80%. Leventhal dan Cleary (1980 dalam Kintoko, 2004) juga

berpendapat seseorang yang telah merokok empat batang rokok

pada awalnya akan cenderung menjadi perokok reguler.

Perokok reguler seringkali terjadi secara perlahan dan

(55)

c. Tahap Menjadi Seorang Perokok

Pada tahap ini seorang individu mulai memberikan label

pada dirinya sebagai seorang perokok dan ia mulai mengalami

ketergantungan kepada rokok. Beberapa studi menyebutkan

bahwa biasanya dibutuhkan waktu selama dua tahun bagi

individu untuk menjadi perokok reguler. Pada tahap ketiga ini

merupakan tahap pembentukan konsep, belajar tentang kapan

dan bagaimana berperilaku merokok serta menyatakan peran

perokok pada konsep dirinya. Pada umumnya remaja percaya

bahwa rokok berbahaya bagi orang lain terutama bagi

kesehatan orang tua tapi tidak bagi dirinya.

d. Tahap Tetap Menjadi Perokok

Tahap ini faktor psikologis dan mekanisme biologis

digabungkan menjadi suatu pola perilaku merokok.

Faktor-faktor psikologis seperti kebiasaan, kecanduan, penurunan

kecemasan dan ketegangan, relaksasi yang menyenangkan, cara

berteman dan memperoleh penghargaan sosial, dan stimulasi.

Ada dua faktor mekanisme biologis yang memperoleh

perhatian paling banyak dalam mempertahankan perilaku

merokok, yaitu efek penguat nikotin dan level nikotin yang

(56)

3. Klasifikasi Perilaku Merokok

Bustan (2007) mengelompokkan perokok menjadi 3 kategori

berdasarkan jumlah rokok yang dihisap, yaitu :

a. Perokok ringan, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok

kurang dari 10 batang perhari.

b. Perokok sedang, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok

antara 10-20 batang perhari.

c. Perokok berat, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok

lebih dari 20 batang perhari.

Menurut Tomkins (1962) dalam Mu’tadin (2002) ada empat tipe

perilaku merokok berdasarkan Management of Affect Theory, yaitu

(Nasution, 2007) :

a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.

1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk

menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah

didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau

makan.

2) Simulation to pick them up, perilaku merokok hanya

dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

3) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang

diperoleh dari memegang rokok.

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif.

Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan

(57)

gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka

menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga

terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

c. Perilaku merokok yang adiktif.

Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok

yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang

dihisapnya berkurang.

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.

Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena

untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah

menjadi kebiasaan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

merokok digolongkan kedalam beberapa tipe yang dapat dilihat dari

banyaknya rokok yang dihisap, dan fungsi merokok dalam kehidupan

sehari-hari.

4. Jenis Rokok

Rokok umumnya terbagi menjadi 3 kelompok yaitu rokok putih,

rokok kretek dan cerutu. Rokok putih mempunyai kandungan 14-15

mg tar dan 5 mg nikotin dimana kandungan tar dan nikotin tersebut

lebih rendah dibanding rokok kretek dan hal ini dikontrol dengan

baik/dijamin oleh pabriknya, karena kerendahan kadar tar dan nikotin

ini justru menjadi nilai jual bagi mereka berkaitan dengan isu

(58)

Rokok kretek memiliki sekitar 20 mg tar dan 4-5 mg nikotin, lebih

besar kandungan tar dan nikotinnya dari rokok putih. Sedangkan

cerutu umumnya berbentuk seperti kapal selam dengan ukuran lebih

besar dan panjang dari dua jenis rokok pertama, terdiri atas daun

tembakau kering yang digulung-gulung menjadi silinder gemuk, lalu

dilem. Akibatnya kandungan tar dan nikotin cerutu paling besar

dibanding dengan jenis rokok lain (Purnama, 1998 dalam Alamsyah,

2009).

5. Motif Perilaku Merokok

Leventhal & Cleary (1980 dalam Oskamp, 1984) menyatakan

motif seseorang merokok terbagi menjadi dua motif utama, yaitu

(Nasution, 2007) :

a. Faktor Psikologis

Pada umumnya faktor-faktor tersebut tentang ke dalam

lima bagian, yaitu :

1) Kebiasaan

Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang

harus tetap dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat

negatif ataupun positif. Seseorang merokok hanya

untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu.

2) Reaksi emosi yang positif

Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi

(59)

kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukkan

kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan

kedewasaan.

3) Reaksi untuk penurunan emosi

Merokok ditujukan untuk mengurangi rasa tegang,

kecemasan biasa, ataupun kecemasan yang timbul

karena adanya interaksi dengan orang lain.

4) Alasan sosial

Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan

kelompok (umumnya pada remaja dan anak-anak),

identifikasi dengan perokok lain, dan untuk menentukan

image diri seseorang. Merokok pada anak-anak juga

dapat disebabkan adanya paksaan dari teman-temannya.

5) Kecanduan atau ketagihan

Seseorang merokok karena mengaku telah

mengalami kecanduan. Kecanduan terjadi karena

adanya nikotin yang terkandung di dalam rokok.

Semula hanya mencoba-coba rokok, tetapi akhirnya

tidak dapat menghentikan perilaku tersebut karena

kebutuhan tubuh akan nikotin.

b. Faktor biologis

Faktor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada di

dalam rokok yang dapat mempengaruhi ketergantungan

Gambar

Tabel 5.14 Hubungan Ingin Terlihat Keren dengan Perilaku Merokok Siswa
Gambar 2.1 Teori Precede-Proceed (Green, 1991) ..........................................
Gambar 2.1. Teori Precede-Proceed
Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Tentang Bahaya Merokok Bagi Kesehatan Dengan Tindakan Merokok Pelajar SMK Kristen Kawangkoan.. Univ

Hasil menunjukkan faktor kontrol perilaku merokok, subjek penelitian memiliki pengetahuan atau informasi cukup dalam mengakses rokok, khususnya dalam faktor eksternal

Dari faktor iklan yang menyebabkan perilaku remaja merokok, berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa pernyataan dengan jawaban tertinggi pertama adalah remaja sangat

a) Diketahuinya hubungan antara faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja tentang rokok dan alasan psikologis yaitu

diakses 13 Desember 2015.. 4 rokok dan iklan rokok yang beredar di Indonesia, wajib menampilkan gambar peringatan bahaya merokok yang tercetak menjadi satu dengan

Master Data Pre-Test Pengetahuan Remaja (Promosi Kesehatan Dengan Leaflet) Tentang Bahaya Rokok.. Di SMA N 2 Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu

Dari faktor orang tua yang menyebabkan perilaku remaja merokok, berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa penyebab remaja merokok yang tertinggi pertama adalah

mempengaruhi perilaku merokok pada remaja dengan nilai ( p ) adalah 0,002<0,05 artinya terdapat hubungan antara faktor iklan rokok dengan perilaku merokok,