• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan tata tertib sekolah sebagai salah satu upaya pembinaan karakter disiplin siswa di SMK Sumpah Pemuda Joglo Jakarta Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan tata tertib sekolah sebagai salah satu upaya pembinaan karakter disiplin siswa di SMK Sumpah Pemuda Joglo Jakarta Barat"

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)

DI SMK SUMPAH PEMUDA JOGLO JAKARTA BARAT

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Febrian Wulandari 1110018200035

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i ABSTRAK

Febrian Wulandari, (NIM: 1110018200035). Penerapan Tata Tertib Sekolah Sebagai Salah Satu Upaya Pembinaan Karakter Disiplin Siswa di SMK Sumpah Pemuda, Joglo Jakarta Barat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Penerapan Tata Tertib Sekolah Sebagai Salah Satu Upaya Pembinaan Karakter Disiplin Siswa di SMK Sumpah Pemuda, Joglo Jakarta Barat yang meliputi strategi yang diterapkan dan tingkat keberhasilan strategi tersebut dalam upaya membina karakter disiplin siswa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif untuk membuat deskripsi mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian yang secara alami dan nyata terjadi di lingkungan objek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi teknik wawancara, observasi dan studi dokumentasi dengan narasumber kepala sekolah, wali kelas, guru BK, Pembina Osis, guru piket, siswa dan ketua OSIS serta penggunaan lembar pengamatan untuk mengetahui tingkat keberhasilan strategi penerapan tata tertib sekolah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi penerapan tata tertib sekolah belum sepenuhnya mampu untuk membina karakter disiplin siswa. Terlihat dari pelaksanaan tata tertib sekolah yang berjalan cukup baik memberikan efek terhadap aspek kerapian dan kelakuan siswa yang sebagian besar masih ada yang melanggar, meskipun pada aspek kerajinan hanya sebagian kecil siswa yang melanggar.

(8)

ii ABSTRACT

Febrian Wulandari , ( NIM : 1110018200035 ) . Implementation Rules of the School as One Character Development Effort Discipline Students of SMK Sumpah Pemuda Joglo, West Jakarta

This research to describe the application of school discipline in an effort to develop character in the students of SMK Sumpah Pemuda Joglo, West Jakarta, which includes the strategy adopted and the level of success of the strategy in an effort to foster students character.

The method which used in this research is qualitative approach to make a description about the situations or events which are happens naturally where the research is taken. The techniques of collecting data which used are interview, observation and documentation with the headmaster, wali kelas, teacher BK, OSIS trustees, teacher picket, students dan chairman osis and also the using of observation sheet to recognize the level of success of the school orders application strategy.

The research results showed that the implementation strategy of the school code of conduct is not yet fully capable of fostering students discipline character. It can be seen from the school code of conduct implementation which going well can give effect to aspects of tidiness and behavior of students that most of them are still violate, even though in diligence aspect only a small portion of students who violate it.

(9)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan ridho-Nya, penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penerapan Tata Tertib Sekolah Sebagai

Salah Satu Upaya Pembinaan Karakter Disiplin Siswa di SMK Sumpah Pemuda,

Joglo Jakarta Barat”. Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dra. Nurlena Rifa’i, MA., Ph.D. , Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan beserta Staf.

2. Bapak Dr. Hasyim Asy’Ari, M.Pd., Ketua Jurusan Manajemen

Pendidikan.

3. Bapak Drs. H. Muarif, SAM, M.Pd. sebagai dosen pembimbing yang telah

sabar meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan

motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan membimbing penulis

selama belajar.

5. Pimpinan dan Staf perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah

memberikan pelayanan dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada

penulis untuk meminjam buku-buku yang diperlukan dalam rangka

menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Rohman, M.Pd, selaku Kepala Sekolah SMK Sumpah Pemuda,

Joglo Jakarta Barat yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

melakukan penelitian skripsi,

7. Bapak Budi Riyanto tercinta dan Ibunda Maryati tercinta selaku orangtua

(10)

iv

memberikan doa dan motivasi dalam menjalani hidup dan segala

pengorbanan dalam menyelesaikan skripsi ini,

8. Kepada adik tersayang Bintang Satrio Utomo yang selalu memberikan

semangat dan menghibur kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Muhammad Ridwan Zaenuddin tersayang yang selalu menemani,

memberikan motivasi, dan semangat dalam kehidupan dan skripsi ini,

10.Sahabat-sahabat terbaikku yang selalu menemani dan selalu menghibur

dalam kepenatan, Evita Mawirianti, Julian Eka Riyanti, Mardhiyah dan

sahabat saungku.

11.Kepada teman-teman seperjuangan Manajemen Pendidikan kelas A

Angkatan Tahun 2010.

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut

membantu atas terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan

skripsi ini, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran bagi para pembaca

dengan senang hati.

Wassalamu ‘alaikum wr.wb

Jakarta, September 2014

(11)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Karakter Siswa ... 7

1. Pengertian Karakter Siswa ... 7

2. Nilai-Nilai Karakter ... 10

B. Pembinaan Karakter Siswa ... 13

1. Pengertian Pembinaan Karakter Siswa ... 13

2. Dasar Hukum dan Tujuan Karakter Siswa ... 14

3. Sasaran dan Materi Pembinaan Karakter Siswa... 16

4. Penerapan Tata Tertib Sekolah sebagai Upaya Pembinaan Karakter Siswa ... 19

a. Pentingnya Penerapan Tata Tertib Sekolah ... 19

b. Penegakkan Disiplin Sekolah ... 22

c. Tugas dan Tanggungjawab Sekolah dalam Menerapkan Tata Tertib ... 25

d. Strategi Penerapan Tata Tertib Sekolah ... 32

(12)

vi

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

B. Metode Penelitian ... 37

C. Subyek Penelitian ... 37

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 38

E. Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 45

1. Sejarah Sekolah ... 45

2. Visi dan Misi Sekolah ... 45

3. Tujuan Sekolah... 47

4. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sekolah ... 48

5. Data Peserta Didik Sekolah ... 52

6. Sarana dan Prasarana Sekolah ... 54

B. Deskripsi Analisis Data dan Interpretasi Data ... 55

1. Analisis Data ... 55

a. Penyusunan Tata Tertib Sekolah ... 51

b. Penerapan Tata Tertib Sekolah ... 56

c. Karakter Siswa ... 68

2. Interpretasi Data ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 92

(13)

vii

Tabel 3.1 Pelaksanaan Penelitian ... 36

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ... 38

Tabel 3.3 Lembar Pengamatan Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah... 40

Tabel 3.4 Lembar Pengamatan Karakter Siswa... 40

Tabel 4.1 Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMK Sumpah Pemuda, Joglo Jakarta Barat... 48

Tabel 4.2 Data Peserta Didik SMK Sumpah Pemuda, Joglo Jakarta Barat 53 Tabel 4.3 Mencatat Siswa yang Terlambat ke dalam Buku Piket ... 60

Tabel 4.4 Menegur Siswa yang Melakukan Pelanggaran... 61

Tabel 4.5 Memberi Hukuman Sesuai dengan Pelanggaran ... 63

Tabel 4.6 Mengontrol Seluruh Kelas ... 63

Tabel 4.7 Menertibkan Siswa Saat Kelas Kosong ... 64

Tabel 4.8 Mengawasi Siswa Saat Jam Istirahat ... 64

Tabel 4.9 Memantau Siswa Saat Pulang Sekolah... 65

Tabel 4.10 Terlambat Hadir dalam Proses Pembelajaran... 69

Tabel 4.11 Ketidakhadiran di Sekolah ... 69

Tabel 4.12 Membawa Sepeda Motor Tanpa Helm ... 70

Tabel 4.13 Tidak Melaksanakan Piket ... 71

Tabel 4.14 Tidak Membawa Al-Qur’an ... 71

Tabel 4.15 Menggunakan Sepatu yang Tidak Sesuai Ketentuan ... 72

Tabel 4.16 Memakai Seragam Tidak Sesuai Ketentuan ... 72

Tabel 4.17 Mencat Rambut ... 73

Tabel 4.18 Tidak Menggunakan Badge ... 73

Tabel 4.19 Memakai Baju Ketat ... 74

Tabel 4.20 Memakai Tali Sepatu Warna-Warni ... 75

Tabel 4.21 Tidak Menggunakan Gesper... 76

Tabel 4.22 Tidak Menggunakan Dasi... 76

Tabel 4.23 Memakai Celana Ketat ... 77

Tabel 4.24 Memakai Perhiasan ... 77

Tabel 4.25 Rambut Gondrong ... 78

Tabel 4.26 Penggunaan Rok yang Tidak Sesuai ... 78

Tabel 4.27 Make Up yang Berlebihan ... 79

Tabel 4.28 Tidak Memakai Jilbab Sesuai Hari... 79

Tabel 4.29 Berada di Luar Kelas Saat KBM ... 80

Tabel 4.30 Makan dan Minum di Kantin Saat KBM ... 81

(14)

viii

Tabel 4.32 Bercanda di Kelas Saat KBM ... 82

Tabel 4.33 Merokok di Lingkungan Sekolah ... 83

Tabel 4.34 Tidak Melaksanakan Shalat Ashar ... 84

Tabel 4.35 Tidak Sopan terhadap Guru ... 85

Tabel 4.36 Mengeluarkan Kata tidak Sopan ... 85

Tabel 4.37 Membuang Sampah Sembarangan ... 86

Tabel 4.38 Nilai Rata-Rata Skor Berdasarkan Indikator Karakter Siswa ... 87

(15)

ix

Lampiran 2 Hasil Wawancara Wali Kelas X AP8

Lampiran 3 Hasil Wawancara Wali Kelas XII AK4

Lampiran 4 Hasil Wawancara Wali Kelas XII AP5 dan Guru Piket

Lampiran 5 Hasil Wawancara Guru BK

Lampiran 6 Hasil Wawancara Pembina OSIS

Lampiran 7 Hasil Wawancara Siswa Kelas X PM4

Lampiran 8 Hasil Wawancara Siswa Kelas X PM4

Lampiran 9 Hasil Wawancara Siswa Kelas XI AP4

Lampiran 10 Hasil Wawancara Siswa Kelas XI AP4

Lampiran 11 Hasil Wawancara Siswa Kelas XII AP4

Lampiran 12 Hasil Wawancara Siswa Kelas XII AK1 dan Ketua OSIS

Lampiran 13 Lembar Pengamatan Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah

Lampiran 14 Lembar Pengamatan Karakter Siswa

Lampiran 15 Catatan Lapangan

Lampiran 16 Dokumentasi Terkait Tata Tertib Sekolah

Lampiran 17 Sarana dan Prasarana Sekolah

Lampiran 18 Surat Pernyataan MOS

Lampiran 19 Surat Perjanjian Siswa

Lampiran 20 Surat Pindah atau Keluar Sekolah

Lampiran 21 Buku Tata Tertib Siswa

Lampiran 22 Daftar Referensi

Lampiran 23 Surat Izin Penelitian

Lampiran 24 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu institusi atau lembaga terpenting dalam

pembentukan dan pengembangan generasi muda yang dapat menjawab tantangan

zaman melalui ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Keberhasilan suatu

pendidikan tidak lepas dari adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan

berkarakter. Salah satu jalan alternative yang dilakukan oleh pemerintah untuk

mengatasi penyimpangan moral pada diri siswa adalah melalui pendidikan

karakter. Hal tersebut penting untuk dilaksanakan mengingat keadaan pendidikan

saat ini sangat terpuruk dalam bidang moral terutama rendahnya kedisiplinan

siswa di sekolah. Oleh sebab itu, sejak tahun 2010 pemerintah melalui

Kementrian Pendidikan Nasional mencanangkan penerapan pendidikan karakter

bagi semua tingkat pendidikan, baik sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Upaya ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, pada pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.1 Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting

untuk membentuk karakter bangsa, yaitu melalui pendidikan karakter yang

dimulai sejak dini untuk diterapkan kepada anak bangsa agar moral dan akhlak

mereka dapat terbentuk dengan baik sesuai undang-undang yang telah ditetapkan

oleh pemerintah.

1

(17)

Rendahnya karakter disiplin siswa akan membuat proses pendidikan

terganggu. Selain itu, kurangnya sikap disiplin siswa mengakibatkan

kecenderungan untuk melakukan pelanggaran baik di sekolah maupun di luar

sekolah. Terlebih lagi pendidikan saat ini menuntut siswa untuk mendapatkan

nilai yang tinggi. Maka tidak heran jika siswa melakukan kecurangan dalam ujian,

tawuran, merokok, narkoba hingga seks bebas.

Terkait masalah tersebut, berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak

(KPA), sepanjang tahun 2013 ini terjadi 255 kasus tawuran pelajar di Indonesia.

Angka tersebut dinilai meningkat dibanding tahun 2012 sebelumnya yakni

sebanyak 147 kasus. Sedangkan untuk kasus tawuran pelajar di DKI Jakarta

sebanyak 112 kasus pada tahun 2013 juga mengalami peningkatan dibanding

tahun 2012 yakni 98 kasus.2

Terlihat dari data Komisi Perlindungan Anak di atas, dalam kasus tawuran

pelajar di Indonesia terjadi peningkatan yang signifikan. Peningkatan ini

mendeskripsikan bahwa perilaku pelajar semakin hari semakin memburuk. Untuk

mengatasi masalah ini, tidak hanya pihak sekolah saja yang bertanggung jawab,

tetapi semua pihak pemerintah, masyarakat, dan orang tua ikut serta dalam

menanggulangi masalah tersebut.

Fenomena merokok di kalangan siswa juga menjadi permasalahan yang serius.

Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tercatat pada tahun 2001 prevalensi perokok usia 10-14 tahun

sebanyak 9,5% namun pada tahun 2010 meningkat hingga 17,5%.3

Saat ini perokok di Indonesia tidak hanya dari kalangan dewasa, remaja

bahkan anak-anak ikut serta menikmatinya. Terlihat dari data di atas, setiap

tahunnya prevalansi perokok di kalangan anak-anak selalu meningkat tajam.

Seluruh elemen pemerintah, masyarakat, sekolah dan guru wajib memantau dan

2

Wahyu Aji, Laporan Wartawan Tribunnews.com,

(http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/12/22/kasus-tawuran-pelajar-jakarta-terus-meningkat-tahun-ini, Senin, 3 Febuari 2014 11.00 WIB)

3

Wahyu Aji, Laporan Wartawan Tribunnews.com,

(18)

3

mengawasi perilaku anak. Semestinya mereka dapat menjadi teladan bagi

anak-anak, merokok di tempat yang telah disediakan, merokok jauh dari jangkauan

anak-anak dan menasihati bahaya merokok kepada anak-anak.

Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh, menerangkan bahwa

pendidikan karakter dinilai sangat penting untuk mengatasi berbagai persoalan

yang menimpa masyarakat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan masalah

krisis moral. Hal ini dikarenakan pendidikan karakter bertujuan mengaplikasikan

beberapa sikap positif, seperti kerja sama, nasionalisme, rasa persatuan dan

kesatuan bangsa, jujur, peduli serta berpikir kritis dan positif.4 Dengan adanya

pendidikan karakter diharapkan dapat melahirkan generasi muda yang tidak hanya

memiliki kecerdasan semata tetapi juga memiliki budi pekerti luhur, berakhlak

mulia dan disiplin yang tinggi.

Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah merupakan suatu sasaran yang

dijadikan model untuk menjalankan pendidikan karakter. Pada tingkat sekolah

dasar (SD), pendidikan karakter diberikan untuk menanamkan karakter disiplin

kepada siswa. Tingkat sekolah menengah pertama (SMP), pendidikan karakter

diberikan untuk membentuk karakter disiplin kepada siswa sedangkan tingkat

sekolah menengah atas (SMA) atau kejuruan (SMK), pendidikan karakter

diberikan untuk membina karakter disiplin siswa.

Membina karakter disiplin siswa tidaklah mudah bila disertai dengan usia

remaja siswa di sekolah menengah kejuruan (SMK). Untuk itu agar pembinaan

karakter disiplin ini dapat berjalan dengan baik maka salah satu program sekolah

menengah kejuruan (SMK) adalah melalui penerapan tata tertib sekolah. Dengan

adanya tata tertib sekolah diharapkan siswa dapat melaksanakan aturan-aturan

yang berlaku di sekolah sehingga pembinaan karakter disiplin secara perlahan

dapat terbina dan dapat menjadi alat untuk mengatur perilaku atau sikap siswa di

sekolah, sehingga para siswa memiliki karakter disiplin yang baik dan tinggi.

4

Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah, (Jogyakarta:

(19)

Kondisi tersebut terjadi di berbagai sekolah, termasuk di SMK Sumpah

Pemuda Joglo, Jakarta Barat. Penerapan tata tertib di sekolah tersebut sangat unik,

salah satu contohnya adalah siswa yang terlambat hadir di sekolah diwajibkan

membaca Al-Quran di depan pintu gerbang sekolah. Hal ini dikarenakan sebelum

memulai pelajaran, seluruh siswa SMK Sumpah Pemuda diwajibkan untuk

membaca Al-Quran. Dengan adanya peraturan seperti ini diharapkan siswa tidak

ada yang datang terlambat dan sanksinya pun dapat membuat siswa lebih fasih

membaca Al-Quran. Walaupun sanksi tersebut nampaknya sangat mendidik,

tetapi ada beberapa siswa yang memilih untuk tidak masuk sekolah daripada

dihukum membaca Al-Quran di depan pintu gerbang sekolah.

Fenomena berpakaian seragam ketat saat ini juga menjadi trend di lingkungan

sekolah. Tentu saja akan membawa dampak yang negative bagi generasi muda.

Pada umumnya mereka meniru gaya pakaian di dunia sinetron, lingkungan

masyarakat dan di lingkungan sekolahnya sendiri. Efeknya adalah siswa SMK

Sumpah Pemuda juga mengikuti model pakaian mereka, misalnya rok

menggantung, celana ketat dan baju jangkis. Meskipun pihak sekolah telah

menggunting pakaian ketatnya sebagai sanksi dari tindakannya, tetapi tetap saja

masih terdapat siswa yang melanggarnya.

Lebih ekstrim lagi, di SMK Sumpah Pemuda pernah terjadi kasus narkoba

yang dilakukan oleh siswa. Tanpa toleransi pihak sekolah mengeluarkan siswa

tersebut sesuai dengan peraturan tata tertib yang ada. Walaupun pihak sekolah

sudah berusaha menerapkan tata tertib, namun nampaknya hal itu belum

sepenuhnya berhasil, perlu usaha yang lebih maksimal dalam menerapkan tata

tertib yang telah disepakati bersama.

Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian yang

berjudul “Penerapan Tata Tertib Sekolah Sebagai Salah Satu Upaya Pembinaan

(20)

5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

diidentifikasi beberapa masalah terkait, yaitu :

1. Masih banyaknya siswa yang datang terlambat

2. Masih banyaknya siswa yang tidak masuk sekolah menghindari hukuman

membaca Al-Quran di depan pintu gerbang sekolah

3. Masih banyaknya siswa yang melanggar aturan pemakaian seragam

sekolah

4. Masih banyaknya siswa yang merokok di lingkungan sekolah

5. Apakah masih terdapat siswa yang membawa narkoba di lingkungan

sekolah?

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian ini di

batasi pada Penerapan Tata Tertib Sekolah Sebagai Salah Satu Upaya Pembinaan

Karakter Disiplin Siswa di SMK Sumpah Pemuda, Joglo Jakarta Barat.

D. Perumusan Masalah

Dilihat dari pembatasan masalah yang dilakukan, maka secara umum rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana penerapan tata tertib sekolah

sebagai salah satu upaya pembinaan karakter disiplin siswa di SMK Sumpah

Pemuda, Joglo Jakarta Barat? kemudian rumusan masalah secara khusus meliputi:

1. Strategi apa saja yang diterapkan SMK Sumpah Pemuda Joglo, Jakarta

Barat dalam upaya pembinaan karakter disiplin siswa?

2. Seberapa berhasilkah penerapan strategi tersebut sebagai salah satu upaya

(21)

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan tata tertib sekolah

sebagai salah satu upaya pembinaan karakter disiplin siswa di SMK Sumpah

Pemuda, Joglo Jakarta Barat yang meliputi strategi yang diterapkan dan tingkat

keberhasilan strategi tersebut sebagai salah satu upaya pembinaan karakter

disiplin siswa.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan pengambilan kebijakan

dalam menerapkan tata tertib sekolah guna membina karakter disiplin siswa di

(22)

7

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Karakter Siswa

1. Pengertian Karakter Siswa

Siswa merupakan makhluk yang sedang mengalami perkembangan

kognitif, afektif dan psikomotorik di lingkungan sekolah. Sekolah

memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan sumber

daya manusia yang berkualitas dan berkarakter. Dalam mengembangkan

sumber daya manusia yang berkarakter membutuhkan waktu yang terus

menerus dan berkelanjutan. Setiap siswa pada umumnya memiliki karakter

yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, karakter tidak

bisa terbentuk dengan begitu saja harus dibimbing dan dibina. Siswa yang

berkarakter akan dapat membantu sekolah untuk mengembangkan

pembangunan pendidikan nasional.

Bila ditelusuri, asal karakter berasal dari bahasa Latin “kharakter”,

kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris “character” dan bahasa

Indonesia “karakter”, dalam bahasa Yunani “character dari charassein” yang berarti membuat tajam, membuat dalam.1 Pengertian ini memberikan

arti bahwa karakter adalah sesuatu yang memiliki makna sangat

mendalam, dimana karakter tumbuh dan timbul dari dalam diri seseorang

yang melekat dengan kepribadiannya. Karakter juga bisa diartikan watak

yaitu sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah

laku atau kepribadian.2 Karakter tersebut lebih menekankan kepada suatu

hal atau tindakan seseorang yang dilakukan terus menerus dan akan

menjadi kebiasaan, sehingga hal ini akan membentuk karakter dalam diri

seseorang.

1

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Prespektif Islam, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2011), h. 11 2

Najib Sulhan, Karakter Guru Masa Depan Sukses dan Bermartabat, (Surabaya: Jaring Pena,

(23)

Dalam materi pendidikan karakter bangsa, karakter adalah perilaku

yang dilandasi oleh nilai-nilai berdasarkan norma agama, kebudayaan,

hukum/konstitusi, adat istiadat dan estetika.3 Dapat dipahami bahwa

karakter merupakan tingkah laku seseorang dalam bersikap dan melakukan

suatu tindakan yang dibatasi oleh norma-norma yang berlaku di

masyarakat. Muchlas Samani dan Hariyanto, mendefinisikan karakter

sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik

karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan yang

membedakannya dengan orang lain serta diwujudkan dalam sikap dan

perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.4 Karakter ini membentuk suatu

pondasi kepribadian atau watak seseorang yang tumbuh dari adanya faktor

internal berupa keturunan dari keluarga dan faktor eksternal berupa

pengaruh lingkungan yang dapat memengaruhi perkembangan karakter

seseorang dalam kehidupannya yang diwujudkan dalam sikap, sehingga

karakter ini berkaitan dengan sikap seseorang. Dalam buku Sutarjo Adi

Susilo, J.R dimana Allport mengemukakan bahwa sikap adalah suatu

kesiapan mental dan saraf yang tersusun melalui pengalaman dan

memberikan pengaruh langsung kepada respons individu terhadap semua

objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu.5

Sementara itu, menurut Sutarjo Adi Susilo “karakter adalah seperangkat nilai yang telah menjadi kebiasaan hidup sehingga menjadi sifat tetap

dalam diri seseorang.”6 Pendapat tersebut menjelaskan bahwa karakter

terbentuk dari kebiasaan perilaku seseorang yang melekat dalam

kehidupannya dan menjadi ciri khas yang unik bagi diri seseorang.

Mengacu kepada berbagai definisi karakter di atas, maka karakter

dapat dimaknai sebagai sifat khas individu yang terlihat dari tingkah

3

Kementerian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa,

(Jakarta: Kemendiknas, 2010), h.245

4

Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2011), h. 43 5

Sutarjo Adi Susilo, J.R, Pembelajaran Nilai Karakter Konstruksivisme dan VCT sebagai Inovasi

Pendekatan Pembelajaran Afektif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 67

6

(24)

9

lakunya sehingga membentuk kepribadian diri yang tumbuh dari adanya

faktor internal berupa keturunan dari keluarga dan faktor eksternal berupa

pengaruh lingkungan yang dapat memengaruhi perkembangan karakter

seseorang dalam kehidupannya.

Peserta didik atau siswa atau murid merupakan suatu kata yang

memiliki makna sama. Kata murid berasal dari kata ‘arada yuridu iradatan, maridan yang berarti orang yang menginginkan (the willer).7

Dalam literatur bahasa Arab, peserta didik dikenal dengan sebutan Thalib

dan Thilmidz. Thalib artinya orang yang sedang belajar mencari ilmu

secara sungguh-sungguh dengan menggunakan berbagai kekuatan potensi

yang dimilikinya sehingga menemukan ilmu pengetahuan melalui proses

pendidikan. Thalib biasanya digunakan untuk menyebut peserta didik

pada.jenjang perguruan tinggi dan Thilmidz untuk jenjang pendidikan

dasar dan menengah.8 Dengan demikian peserta didik adalah seseorang

yang ingin memperoleh pendidikan guna mendapatkan ilmu sehingga

dapat dijadikan sebagai bekal mereka di dunia maupun di akhirat.

Alisuf Sabri mendefinisikan anak didik sebagai anak yang memiliki

sifat ketergantungan kepada pendidiknya, karena secara alami mereka

tidak berdaya dan sangat memerlukan bantuan pendidiknya untuk dapat

menyelenggarakan dan melanjutkan hidupnya baik secara jasmaniah

maupun rohaniah.9 Terlihat dengan jelas anak didik memiliki arti sebagai

seeorang yang membutuhkan pengarahan, bimbingan dan pembinaan oleh

pendidik untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam

menjalankan kehidupannya baik secara jasmani maupun rohani. Selain itu,

menurut Maswardi Muhammad Amin, peserta didik adalah anak manusia

yang sedang mengalami perkembangan.10 Dengan ini peserta didik perlu

untuk mendapatkan perhatian yang penuh dalam mengembangkan segala

7

Fadhilah Suralaga, Dkk, Psikologi Pendidikan dalam Prespektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2005), h. 111

8

A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 102

9

H.M Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1999), h. 10

10

Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, (Jakarta: Badouse Media

(25)

aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang dimiliki agar dapat

terbentuk dengan baik dan menjadi manusia yang seutuhnya.

A.Fatah Yasin juga menuliskan tentang pengertian peserta didik,

”peserta didik adalah siapa saja yang berusaha untuk melibatkan diri sebagai peserta didik dalam kegiatan pendidikan sehingga tumbuh dan

berkembang potensinya, baik yang masih berstatus sebagai anak yang

belum dewasa maupun orang yang sudah dewasa.”11 Pengertian ini memiliki makna bahwa peserta didik adalah seseorang yang sedang

mengalami proses untuk mengembangkan potensi diri sehingga mereka

membutuhkan arahan, binaan dan bimbingan agar menjadi manusia yang

berguna bagi bangsa dan Negara. Secara umum peserta didik adalah

makhluk yang sedang mengalami proses tumbuh dan berkembang untuk

dapat mengoptimalkan bakat secara optimal, oleh karena itu diperlukan

suatu pendidikan.

Mengacu kepada pengertian yang telah diuraikan di atas, maka

karakter siswa adalah sifat atau watak yang dimiliki siswa sehingga

membedakan siswa yang satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian,

karakter siswa dapat dibentuk melalui bimbingan dan pembinaan tingkah

laku serta kepribadiannya, sehingga karakter siswa dapat terbentuk dengan

baik sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sekolah.

2. Nilai-Nilai Karakter

Setiap sekolah yang ingin mengajarkan pendidikan nilai harus

meyakini bahwa terdapat nilai-nilai universal yang disepakati bersama dan

berharga sehingga dapat dan harus diajarkan sekolah di tengah-tengah

masyarakat yang pluralistic dan sekolah juga harus membantu para siswa

memahami, menghayati dan bertindak berdasarkan nilai-nilai tersebut.12

Nilai-nilai yang telah diajarkan dan diterapkan kepada siswa akan

membawa dampak positif terhadap perilaku siswa di sekolah, nilai-nilai

11

A. Fatah Yasin, op.cit., h. 95

12

Thomas Lickona, Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa menjadi Pintar dan

(26)

11

tersebut tentunya mengandung nilai karakter yang akan diuraikan di

bawah ini :

Indonesia Heritage Foundation merumuskan Sembilan karakter dasar

yang menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan karakter tersebut

yaitu :

a. Cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, b. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri,

c. Jujur,

d. Hormat dan santun,

e. Kasih sayang, peduli dan kerja sama,

f. Percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, g. Keadilan dan kepemimpinan,

h. Baik dan rendah hati,

i. Toleransi, cinta damai dan persatuan.13

Dalam buku panduan pendidikan karakter bangsa, terdapat 18 nilai

pendidikan budaya dan karakter bangsa, diantaranya :

a. Religious

Dharma Kesuma, Cepi Triatna, Johar Permana, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik

di Sekolah, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 14

14

(27)

Kemudian Ari Ginanjar Agustian dengan teori ESQ menyodorkan

pemikiran bahwa setiap karakter positif sesungguhnya merujuk kepada

sifat-sifat mulia Allah, Ari merangkumnya dalam 7 karakter dasar, yaitu :

a. Jujur,

Selanjutnya menurut Suyanto, setidaknya terdapat sembilan karakter

yang berasal dari nilai-nilai luhur universal yaitu sebagai berikut :

a. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya b. Kemandirian dan tanggung jawab c. Kejujuran atau amanah

d. Hormat dan santun

e. Dermawan, suka menolong dan kerja sama f. Percaya diri dan pekerja keras

g. Kepemimpinan dan keadilan h. Baik dan rendah hati

i. Toleransi, kedamaian dan kesatuan15

Tiga pilar karakter yang dikembangkan Najib Sulhan berlandaskan

kepada sifat-sifat Rasullah, yaitu :

a. Pembentukan moral

Sifat Rasullah Muhammad SAW sebagai landasan: Siddiq, Amanah, Tabligh, Fathanah

b. Pengembangan kecerdasan majemuk

Menyadari bahwa setiap anak cerdas dan kecerdasan itu harus dikembangkan hingga pada kondisi terbaik yang dimiliki oleh anak c. Pembelajaran bermakna

Mengawal kefitrahan anak dan kecerdasan dengan pembelajaran yang bermakna, hingga memiliki kepribadian yang kuat.16

15

Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia Revitalisasi Pendidikan

Karakter terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa, (Jogyakarta: Ar-ruzz Media,

2011), h. 29

16

(28)

13

Uraian tentang nilai-nilai karakter yang harus diterapkan dan diajarkan

kepada siswa di sekolah sebenarnya telah mengandung amanat Pancasila

sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang meliputi ke-lima sila dalam

Pancasila. Selain itu, nilai tambahan lainnya juga mendukung nilai

karakter dasar yang harus diterapkan dalam pengembangan karakter siswa.

Point nilai karakter tentang kedisiplinan merupakan pembinaan karakter

melalui kegiatan kesiswaan yang dapat mengembangkan karakter siswa

secara terus menerus melalui penerapan tata tertib di sekolah. Diharapkan

dengan acuan nilai karakter ini, para siswa dapat mengukur ketercapaian

karakternya sesuai dengan nilai karakter tersebut.

B. Pembinaan Karakter Siswa

1. Pengertian Pembinaan Karakter Siswa

Secara etimologi, arti “pembinaan yaitu proses, cara, perbuatan,

membina, pembaharuan, penyempurnaan, usaha dan tindakan”. Secara terminology dalam Kamus Bahasa Indonesia “pembinaan diartikan

sebagai tindakan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh

hasil yang lebih baik.”17

Pengertian pembinaan tersebut disimpulkan

sebagai usaha yang dilakukan melalui pembaharuan maupun perubahan

guna menghasilkan sesuatu menjadi lebih baik dan memiliki daya guna

yang bermanfaat.

Dalam pengertian yang lebih khusus, pembinaan memiliki arti sebagai

“usaha atau kegiatan memberikan bimbingan, arahan, pemantapan,

peningkatan, arahan terhadap pola pikir, sikap mental, perilaku serta

minat, bakat dan keterampilan para siswa melalui program ekstrakurikuler

dalam mendukung keberhasilan program kurikuler.”18 Secara khusus,

pembinaan merupakan suatu kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan

kurikuler di sekolah yang dilakukan melalui arahan, bimbingan dan binaan

17

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,

2005), h. 152 18

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya,

(29)

kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan, minat, bakat dan

keterampilannya secara maksimal. Dengan demikian pembinaan

disimpulkan sebagai usaha yang dilakukan dengan terencana dan terarah

untuk mengembangkan moral dan keterampilan siswa agar bakat dan

minat yang dimiliki dapat dilaksanakan dengan optimal melalui arahan,

bimbingan dan pengawasan melalui pendidikan formal maupun

nonformal.

Sementara itu, Ary H Gunawan mendefinisikan pembinaan peserta didik adalah “mengusahakan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang

sebagai manusia seutuhnya sesuai tujuan pendidikan nasional berdasarkan

Pancasila.”19

Penjelasan pembinaan peserta didik tersebut dimaknai

sebagai usaha yang dilakukan melalui pengarahan, pembimbingan dan

pengawasan agar siswa dapat meningkatkan sikap, pengetahuan, bakat dan

minatnya mencapai kedewasaan dan manusia seutuhnya sesuai dengan

tujuan pendidikan nasional berdasarkan pancasila.

Dilihat dari berbagai pengertian yang telah diuraikan, maka pembinaan

karakter siswa adalah membimbing dan mengarahkan perilaku siswa

menuju kearah yang lebih baik guna untuk mengembangkan moral siswa

dalam kehidupan.

2. Dasar Hukum dan Tujuan Pembinaan Karakter Siswa

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006

tentang Standar Kompetensi Lulusan, Instruksi Presiden nomor 1 tahun

2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional

tahun 2010 menyatakan/menghendaki/memerintahkan pengembangan

karakter peserta didik melalui pendidikan di sekolah.20

19

Ary H Gunawan, Administrasi Sekolah Administrasi Pendidikan Mikro, (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 1996), h. 12

20

Kementrian Pendidikan Nasional, Peningkatan Manajemen melalui Penguatan Tata Kelola dan

(30)

15

Dasar hukum ini menjadi acuan dan pedoman dalam melaksanakan

pendidikan karakter di sekolah dan memiliki peranan yang sangat penting

dalam menerapkan pengembangan karakter dalam dunia pendidikan. Oleh

karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam

pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 39

Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan, Bab I : tujuan, sasaran dan

ruang lingkup (pasal 1) tujuan pembinaan kesiswaan adalah sebagai

berikut :

a. Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas;

b. Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan;

c. Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat;

d. Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society).21

Sementara itu, tujuan pembinaan kesiswaan menurut Wahjosumidjo

adalah untuk :

a. Mengusahakan agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional;

b. Meningkatkan peran serta dan inisiatif para siswa untuk menjaga dan membina sekolah sebagai wiyatamandala sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh yang bertentangan dengan kebudayaan nasional;

c. Menumbuhkan daya tangkal pada diri siswa terhadap pengaruh negative yang datang dari luar maupun dari dalam lingkungan sekolah;

d. Memantapkan kegiatan ekstrakurikuler dalam menunjang pencapaian kurikulum;

e. Meningkatkan apresiasi dan penghayatan seni; f. Menumbuhkan sikap berbangsa dan bernegara;

21

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008, Tentang

(31)

g. Meneruskan dan mengembangkan jiwa semangat serta nilai-nilai 45; serta

h. Meningkatkan kesegaran jasmani dan rohani.22

Makna dari tujuan pembinaan kesiswaan dilakukan agar siswa dapat meningkatkan sikap, pengetahuan, bakat dan minatnya mencapai

kedewasaan dan manusia seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan

nasional berdasarkan Pancasila.

3. Sasaran dan Materi Pembinaan Karakter Siswa

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2008

tanggal 22 Juli 2008, Sasaran pembinaan kesiswaan meliputi siswa taman

kanak-kanak (TK), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar

(SD), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama (SMP),

sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas

(SMA), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), dan sekolah

menengah kejuruan (SMK).23 Sedangkan menurut Wahjosumidjo, sasaran pembinaan kesiswaan adalah seluruh siswa pada setiap jenis, tingkat dan

jenjang sekolah dalam lingkungan pembinaan Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah.24 Sasaran pembinaan siswa secara garis

besar meliputi semua warga sekolah, terutama siswa dimulai dari jenjang

taman kanak-kanak hingga jenjang pendidikan menengah atas di seluruh

Indonesia.

22

Wahjosumidjo, op.cit., h. 242-243

23

Permendiknas, loc. cit.

24

(32)

17

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 39 Tahun 2008

tanggal 22 Juli 2008, materi pembinaan kesiswaan adalah:25

Tabel. 2.1

Materi Pembinaan Kesiswaan

No Jenis Kegiatan Pembinaan Kesiswaan

1 Pembinaan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, antara lain :

a. Melaksanakan peribadatan sesuai dengan ketentuan agama masing-masing;

b. Memperingati hari-hari besar keagamaan;

c. Melaksanakan perbuatan amaliah sesuai dengan norma agama; d. Membina toleransi kehidupan antar umat beragama;

e. Mengadakan kegiatan lomba yang bernuansa keagamaan;

f. Mengembangkan dan memberdayakan kegiatan keagamaan di sekolah.

2 Pembinaan budi pekerti luhur atau akhlak mulia, antara lain : a. Melaksanakan tata tertib dan kultur sekolah;

b. Melaksanakan gotong royong dan kerja bakti (bakti sosial);

c. Melaksanakan norma-norma yang berlaku dan tatakrama pergaulan; d. Menumbuhkembangkan kesadaran untuk rela berkorban terhadap

sesama;

e. Menumbuhkembangkan sikap hormat dan menghargai warga sekolah;

f. Melaksanakan kegiatan 7K (Keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, kedamaian dan kerindangan).

3 Pembinaan kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara, antara lain :

a. Melaksanakan upacara bendera pada hari senin dan /atau hari sabtu, serta hari-hari besar nasional;

b. Menyanyikan lagu-lagu nasional (Mars dan Hymne); c. Melaksanakan kegiatan kepramukaan;

d. Mengunjungi dan mempelajari tempat-tempat bernilai sejarah; e. Mempelajari dan meneruskan nilai-nilai luhur, kepeloporan, dan

semangat perjuangan para pahlawan; f. Melaksanakan kegiatan bela negara;

g. Menjaga dan menghormati simbol-simbol dan lambang-lambang negara;

h. Melakukan pertukaran siswa antar daerah dan antar negara.

25

(33)

4 Pembinaan prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat, antar lain :

a. Mengadakan lomba mata pelajaran/program keahlian; b. Menyelenggarakan kegiatan ilmiah;

c. Mengikuti kegiatan workshop, seminar, diskusi panel yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek);

d. Mengadakan studi banding dan kunjungan (studi wisata) ke tempat-tempat sumber belajar;

e. Mendesain dan memproduksi media pembelajaran; f. Mengadakan pameran karya inovatif dan hasil penelitian; g. Mengoptimalkan pemanfaatan perpustakaan sekolah; h. Membentuk klub sains, seni dan olahraga;

i. Menyelenggarakan festival dan lomba seni;

j. Menyelenggarakan lomba dan pertandingan olahraga.

5 Pembinaan demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural, antara lain :

a. Memantapkan dan mengembangkan peran siswa di dalam OSIS sesuai dengan tugasnya masing-masing;

b. Melaksanakan latihan kepemimpinan siswa;

c. Melaksanakan kegiatan dengan prinsip kejujuran, transparan, dan profesional;

d. Melaksanakan kewajiban dan hak diri dan orang lain dalam pergaulan masyarakat;

e. Melaksanakan kegiatan kelompok belajar, diskusi, debat dan pidato; f. Melaksanakan kegiatan orientasi siswa baru yang bersifat akademik

dan pengenalan lingkungan tanpa kekerasan;

g. Melaksanakan penghijauan dan perindangan lingkungan sekolah. 6 Pembinaan kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan, antara lain :

a. Meningkatkan kreativitas dan keterampilan dalam menciptakan suatu barang menjadi lebih berguna;

b. Meningkatkan kreativitas dan keterampilan di bidang barang dan jasa;

c. Meningkatkan usaha koperasi siswa dan unit produkdsi;

d. Melaksanakan praktek kerja nyata (PKN)/pengalaman kerja lapangan (PKL)/praktek kerja industri (Prakerim);

e. Meningkatkan kemampuan keterampilan siswa melalui sertifikasi kompetensi siswa berkebutuhan khusus;

7 Pembinaan kualitas jasmani, kesehatan dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi antara lain :

a. Melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat; b. Melaksanakan usaha kesehatan sekolah (UKS);

c. Melaksanakan pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (narkoba), minuman keras, merokok, dan HIV AIDS;

(34)

19

e. Melaksanakan hidup aktif; f. Melakukan diversifikasi pangan;

g. Melaksanakan pengamanan jajan anak sekolah. 8 Pembinaan sastra dan budaya, antara lain :

a. Mengembangkan wawasan dan keterampilan siswa di bidang sastra; b. Menyelenggarakan festival/lomba, sastra dan budaya;

c. Meningkatkan daya cipta sastra; d. Meningkatkan apresiasi budaya.

9 Pembinaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), antara lain : a. Memanfaatkan TIK untuk memfasilitasi kegiatan pem-belajaran; b. Menjadikan TIK sebagai wahana kreativitas dan inovasi;

c. Memanfaatkan TIK untuk meningkatkan integritas kebangsaan. 10 Pembinaan komunikasi dalam bahasa Inggris, antara lain :

a. Melaksanakan lomba debat dan pidato;

b. Melaksanakan lomba menulis dan korespodensi; c. Melaksanakan kegiatan English Day;

d. Melaksanakan kegiatan bercerita dalam bahasa Inggris (Story Telling);

e. Melaksanakan lomba puzzies words/scrabble.

Materi pembinaan karakter siswa tidak hanya diberikan dalam bentuk

pemberian mata pelajaran saja, tetapi juga diterapkan dalam segala aspek

kehidupan siswa terutama di sekolah melalui kegiatan ekstrakurikuler,

kurikuler maupun ko-kurikuler, sehingga pembinaan karakter siswa dapat

diberikan setiap saat setiap siswa melakukan segala aktifitasnya.

4. Penerapan Tata Tertib Sekolah sebagai Salah Satu Upaya Pembinaan Karakter Disiplin Siswa

a. Pentingnya Penerapan Tata Tertib Sekolah

Membina karakter disiplin siswa merupakan upaya membimbing dan

mengarahkan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menuju ke arah

yang lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional berdasarkan

pancasila. Pembinaan karakter disiplin siswa sangat efektif diterapkan

pada jalur pendidikan formal. Dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 11 menerangkan

bahwa ”pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

(35)

pendidikan tinggi.”26

Pendidikan formal ini merupakan jalur pendidikan

yang telah memiliki perencanaan yang matang dan kuat dalam program

pendidikannya dimulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan

pendidikan tinggi, sehingga pendidikan formal telah menjadi pendidikan

yang wajib dilaksanakan oleh seluruh warga Indonesia terutama dalam

pendidikan dasar yang dikenal dengan wajib belajar 9 tahun.

Selain itu, pendidikan formal (sekolah) merupakan kelompok

masyarakat kecil yang terdiri dari sebagian besar siswa, guru dan anggota

lainnya yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.27 Setiap

individu memiliki perbedaan yang mendasar dari individu yang lainnya,

begitu pula dengan masyarakat kecil yang ada di sekolah. Tentunya

terdapat beragam sifat dan sikap yang menjadi ciri khas masing-masing

diantara mereka. Untuk itu perlu adanya suatu norma yang harus ditaati

bersama oleh semua anggota kelompok atau masyarakat kecil di sekolah.

Norma kelompok yang diharapkan dapat mengatur dan mengendalikan

tindakan atau sikap individu diwujudkan berupa tata tertib sekolah.28

Tata tertib sekolah menurut H.M Alisuf Sabri merupakan serangkaian

peraturan yang harus ditaati dalam suatu situasi atau dalam kehidupan

tertentu.29 Makna dari pengertian ini, bahwa tata tertib sekolah adalah

segala jenis ketentuan yang berlaku di sekolah guna untuk mengarahkan

dan membimbing perilaku anggota sekolah agar memiliki sikap dan

perilaku yang baik. Sedangkan, Muhammad Rifa’I mendefinisikan tata

tertib sekolah sebagai aturan yang harus dipatuhi setiap warga sekolah

tempat berlangsungnya proses belajar mengajar.30 Arti tata tertib sekolah

yang terkandung dalam definisi tersebut adalah sekumpulan aturan tertulis

yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh warga sekolah sehingga mereka

terikat di dalam aturan tersebut.

26

Maswardi Muhammad Amin, op.cit., h. 49

27

Muhammad Rifa’I, Sosiologi Pendidikan Struktur dan Interaksi Sosial di dalam Institusi

(36)

21

Selanjutnya, menurut pendapat Maswardi Muhammad Amin tata tertib

sekolah merupakan ketentuan atau peraturan yang di akui oleh lebih dari

dua orang yang saling berinteraksi di sekolah, di mana tingkah laku atau

sikap mereka banyak di pengaruhi oleh tata tertib sekolah tersebut.31

Penjelasan ini mengandung arti bahwa tata tertib sekolah adalah aturan

yang telah disepakati bersama oleh seluruh warga sekolah agar setiap

tingkah laku mereka memiliki batasan tertentu yang sesuai dengan aturan

tata tertib sekolah yang telah diterapkan, sehingga mereka dapat

berperilaku disiplin dan teratur.

Melihat dari uraian definisi di atas, disimpulkan bahwa tata tertib

dalam suatu sekolah merupakan peraturan yang mengikat, dimana semua

warga sekolah wajib mentaati dan melaksanakan setiap butir tata tertib

sekolah agar semua warga sekolah dapat terbentuk suatu karakter disiplin

yang tinggi. Apabila ada yang melanggar tata tertib, maka pelanggar

tersebut akan mendapatkan sanksi sesuai dengan apa yang telah dilanggar

itu. Oleh sebab itu, tata tertib di sekolah setiap butirnya memiliki point

pelanggaran yang berbeda-beda.

Tata tertib sekolah akan membentuk sikap disiplin warga sekolah

terutama dalam diri siswa. Sesuai dengan pendapat Heri Gunawan yang

mengungkapkan bahwa “kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut disiplin

siswa”.32

Hal ini mengandung arti bahwa dengan adanya tata tertib sekolah

maka siswa akan memiliki pedoman untuk berperilaku sesuai dengan

noram dan aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan, sehingga muncul

sikap disiplin dalam diri siswa dengan sendirinya. Selanjutnya menurut

Eka Prihatin menyatakan bahwa “disiplin menunjuk pada kepatuhan

seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong oleh

adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya”.33

Pendapat ini lebih

31

Maswardi Muhammad Amin, op.cit., h. 64

32

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter:Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.

266

33

(37)

terlihat kepada kesadaran siswa untuk melaksanakan tata tertib dengan

senang hati tanpa adanya tekanan, sehingga dapat muncul suatu sikap

disiplin dalam diri siswa. Kesadaran yang muncul dari dalam diri siswa

tanpa adanya tekanan akan lebih memudahkan siswa memiliki sikap

disiplin yang tinggi.

Dengan adanya tata tertib sekolah, diharapkan warga sekolah dapat

mengembangkan pola sikap dan perilaku yang lebih disiplin dan

produktif.34 Hal ini menunjukkan bahwa penerapan tata tertib sekolah

memegang peranan yang penting dalam menumbuhkan sikap disiplin

dalam diri siswa sehingga siswa akan patuh dan taat dalam menumbuhkan

sikap disiplin dalam melaksanakan segala aturan yang ada di sekolah

sesuai dengan norma yang berlaku di sekolah tersebut.

b. Penegakan Disiplin di Sekolah

Penegakan disiplin merupakan hal yang penting dilakukan guna

membina karakter disiplin siswa. Rendahnya kedisiplinan siswa akan

mengganggu proses pendidikan, untuk itu di sekolah menerapkan

kedisiplinan bagi seluruh warga sekolah melalui penerapan tata tertib.

Secara etimologis, kata disiplin berasal dari kata Latin discipulus (murid).

Disiplin senantiasa dikaitkan dengan konteks relasi antara murid dan guru

serta lingkungan yang menyertainya, seperti tata peraturan, tujuan

pembelajaran dan pengembangan kemampuan murid.35 Menurut H.M

Alisuf Sabri, disiplin adalah adanya kesediaan untuk mematuhi ketentuan

atau peraturan-peraturan yang berlaku.36 Dapat diartikan bahwa disiplin

merupakan kesadaran dari setiap individu untuk mentaati peraturan yang

ada di setiap lingkungan. Selain itu, disiplin sekolah menurut F.W Foerster

merupakan keseluruhan ukuran bagi tindakan-tindakan yang menjamin

kondisi-kondisi moral yang diperlukan sehingga proses pendidikan

34

Heri Gunawan, op.cit., h. 268 35

Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta:

Grasindo, 2010) h. 236-237 36

(38)

23

berjalan lancar dan tidak terganggu.37 Adanya disiplin sekolah ini menjadi

alat pendidikan preventif atau pencegahan bagi sekolah untuk mengatasi

penyimpangan moral yang mungkin terjadi pada diri siswa agar proses

pendidikan dapat berjalan dengan lancar. Selanjutnya, bagi Komensky

kedisiplinan juga berarti dampak-dampak dari sebuah tata aturan yang

diterapkan dimana individu menyesuaikan dirinya dengan aturan itu dan

kesediaan individu meneriman peraturan itu secara bebas.38 Dengan

demikian disiplin merupakan kesediaan untuk menerima, mematuhi dan

melaksanakan tata tertib sebagai alat preventif atau pencegahan bagi

sekolah untuk mengatasi penyimpangan moral yang mungkin terjadi pada

diri siswa agar proses pendidikan dapat berjalan dengan lancar.

Disiplin sekolah sebagai alat pendidikan preventif bertujuan untuk

mencegah hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran proses pelaksanaan

atau pencapaian tujuan pendidikan.39 Dengan ini terlihat bahwa disiplin

sekolah dijadikan sebagai alat pendidikan yang dapat membantu

kelancaran proses pendidikan. Kemudian, Komensky melihat ada tiga

tujuan yang berkaitan dengan kedisiplinan, yaitu :

1) Kedisiplinan hanya diterapkan bagi mereka yang melanggar agar mereka tidak mengulanginya kembali.

2) Materi bagi kedisiplinan berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan buruk siswa.

3) Perlu dipakai cara-cara yang selaras dengan perkembangan dan kebutuhan siswa.40

Dilihat dari tujuan kedisiplinan di atas menunjukkan bahwa

kedisiplinan diterapkan kepada siswa yang melanggar tata tertib agar

siswa tersebut jera dan tidak mengulangi kesalahan lagi sehingga materi

dari kedisiplinan adalah kebiasaan-kebiasaan buruk siswa yang harus

diperbaiki dan dihilangkan dari diri siswa melalui cara-cara yang sesuai

dengan perkembangan dan kebutuhan siswa, jangan menggunakan

(39)

kekerasan fisik dan emosional yang tentunya akan mempengaruhi

psikologi dan pertumbuhan siswa. Oleh karena itu, pihak sekolah harus

bersikap lembut dan ramah agar siswa dapat menyadari betapa pentingnya

kedisiplinan demi kebaikannya.

Dalam buku Nurla Isna Aunillah, terdapat beberapa hal yang perlu

dilakukan guru untuk membentuk karakter disiplin pada diri peserta didik,

diantaranya:

1) Konsisten

Guru harus berusaha bersikap konsisten dengan cara tidak mengubah kesepakatan apalagi demi kepentingannya.

2) Bersifat jelas

Peraturan harus dibuat dengan jelas dan sederhana agar peserta didik dapat melakukannya dengan mudah.

3) Memperhatikan harga diri

Guru memberikan nasihat kepada peserta didik yang melanggar secara personal sehigga cara ini akan membuatnya merasa dihargai.

4) Sebuah alasan yang bisa dipahami

Sebuah peraturan yang telah dibuat harus disertai dengan alasan-alasan dari adanya peraturan tersebut.

5) Menghadiahkan pujian

Sebuah pujian dikatakan secara jujur dan terbuka oleh guru agar peserta didika merasa dihargai.

6) Memberikan hukuman

Hukuman hendaknya tidak sampai menyakiti fisik dan psikologi peserta didik.

7) Bersikap luwes

Guru harus mampu bersikap luwes dalam menegakkan disiplin, agar peserta didik tidak merasa tertekan.

8) Melibatkan peserta didik

Dalam membuat peraturan sebaiknya peserta didik dilibatkan. 9) Bersikap tegas

Keseriusan guru dalam menerapkan peraturan kedisiplinan. 10)Jangan emosional

Sebaiknya guru menghindari emosi yang berlebihan.41

Dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk karakter disiplin pada

siswa melalui penerapan tata tertib guru harus bersikap konsisten, tegas

dan luwes terhadap peraturan yang telah dibuat, tidak boleh emosional

41

(40)

25

dalam memberikan hukuman dan peraturan yang dibuat bersama siswa

pun harus memiliki alasan-alasan yang jelas agar siswa mengerti dan

mudah melaksanakan peraturan tersebut. Kemudian, H.M Alisuf Sabri

menambahkan ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam

menanamkan disiplin pada siswa, yaitu:

1) Pembiasaan

Siswa dibiasakan hidup atau melakukan sesuatu dengan tertib, baik dan teratur.

2) Contoh dan teladan

Perlu adanya contoh dan teladan dari pihak orangtua di rumah dan dari guru di sekolah.

3) Penyadaran

Memberikan penjelasan tentang pentingnya peraturan yang diadakan.

4) Pengawasan

Pengawasan harus dilakukan terus-menerus.42

Dilihat dari pendapat H.M Alisuf Sabri, bahwa menanamkan disiplin

pada siswa harus melalui pembiasaan agar siswa hidup teratur, tertib dan

baik yang tentunya harus diberikan contoh dan teladan dari pihak sekolah

dan orangtua di rumah karena siswa akan mudah melaksanakan tata tertib

jika pihak sekolah ikut serta melaksanakan tata tertib. Selain itu, pihak

sekolah juga harus memberikan penjelasan mengenai tata tertib yang

diberlakukan agar siswa mengetahui pentingnya kedisiplinan yang

ditegakkan di sekolah serta pengawasan yang harus terus-menerus

dilakukan untuk mencegah adanya perlawanan dari siswa terhadap tata

tertib yang berlaku.

c. Tugas dan Tanggung Jawab Sekolah dalam Menerapkan Tata Tertib

Penerapan tata tertib sekolah telah disepakati sejak calon siswa baru

masuk ke sekolah. Orang tua siswa dan siswa telah diberitahu tata tertib

sekolah yang berlaku dan menyetujuinya dengan menandatangani surat

pernyataan tersebut di atas materai Rp. 6000. Penanggung jawab utama

42

(41)

pelaksanaan tata tertib sekolah adalah kepala sekolah, sedangkan guru

piket bertugas untuk mencatat pelanggaran tata tertib harian, mengawasi

pelaksanaan tata tertib harian dan memberikan pembinaan dan pengarahan

kepada para siswa yang melanggar tata tertib.43 Kepala sekolah memiliki

peran yang sangat penting dalam membuat, melaksanakan dan mengawasi

jalannya penerapan tata tertib sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah dan

warga sekolah harus saling bekerja sama dalam melaksanakan tata tertib

sekolah agar dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Menurut Bambang Trimansyah, terdapat empat tahap dalam membuat

tata tertib yaitu :

1) Tentukan peraturan apa yang hendak dibuat

2) Pikirkan hal apa saja yang harus diatur agar orang bisa disiplin dan

tidak berbuat kesalahan

3) Tulislah aturan satu per satu, mulai dari yang umum hingga yang

khusus

4) Peraturan bisa kalimat perintah dan kalimat larangan.44

Pembuatan tata tertib ini masih termasuk umum, dimana pedoman ini

dapat dibuat untuk segala tata tertib baik di dalam suatu organisasi

maupun dalam suatu lingkungan, misalnya tata tertib sekolah, tata tertib

siswa, tata tertib lalu lintas, tata tertib rumah dan sebagainya. Selain itu,

Eka Prihatin menjelaskan cara merancang kedisiplinan atau tata tertib

sekolah yaitu :

1) Penyusunan rancangan harus melibatkan guru, staf administrative, wakil siswa dan wakil orang tua siswa dengan ikut menyusun, diharapkan mereka merasa bertanggungjawab atas kelancaran pelaksanaannya.

2) Rancangan harus sesuai dengan misi dan tujuan sekolah, artinya disiplin yang dirancang harus dijabarkan dari tujuan sekolah

3) Rancangan harus singkat dan jelas, sehingga mudah dipahami. Jika rancangan cukup panjang perlu dibuat rangkumannya

4) Rancangan harus memuat secara jelas daftar perilaku yang dilarang beserta sanksinya. Sanksi yang diterapkan harus yang bersifat

43

Sri Hapsari, Bimbingan dan Konseling SMA Kelas X, (Jakarta: Grasindo, 2005), h. 15

44

Bambang Trimansyah, Saya Ingin Mahir Berbahasa Indonesia, (Bandung: PT. Grafindo Media

(42)

27

mendidik dan telah disepakati oleh siswa, guru dan wakil orangtua siswa

5) Peraturan yang telah disepakati bersama harus di sebarluaskan, misalnya melalui rapat, surat pemberitahuan dan majalah sekolah sehingga semua pihak terkait memahaminya. Jika perlu dilakukan

“kampanye” untuk itu

6) Kegiatan yang terkait dengan aktifitas siswa harus diarahkan dalam pembentukan disiplin sekolah.45

Dalam membuat tata tertib sekolah, seluruh warga sekolah ikut

menyusun dan membuat tata tertib sekolah tersebut. Mereka saling

memberikan pendapat dan saling berkontribusi dalam merancang tata

tertib sekolah. Selain itu, tata tertib harus dibuat dengan kalimat yang

jelas, singkat, mudah diingat dengan bahasa yang baik, mudah dipahami

dan mudah dilaksanakan oleh warga sekolah khususnya siswa. kemudian

tata tertib sekolah harus memiliki sanksi bagi warga sekolah yang

melanggar yang tentunya disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang

dilakukan. Sepatutnya sanksi yang diberikan bersifat mendidik agar

siapapun yang melanggarnya tidak memiliki dendam serta menyadari

kesalahan yang telah dilakukannya. Selanjutnya, setelah tata tertib telah

dibuat dan resmi untuk diterapkan maka pihak terkait dapat

menyebarluaskan tata tertib sekolah tersebut, misalnya melalui rapat, surat

pemberitahuan, pidato upacara, maupun sosialisasi ke setiap kelas.

Pada hakikatnya, tata tertib sekolah baik yang berlaku umum maupun

khusus meliputi tiga unsure berikut yaitu:

1) Perbuatan atau tingkah laku yang diharuskan dan yang dilarang

2) Sanksi atau akibat yang menjadi tanggung jawab pelanggar

peraturan

3) Prosedur untuk menyampaikan tata tertib kepada subjek yang

dikenai tata tertib tersebut46

45

Eka Prihatin, op.cit., h. 97 46

(43)

Di sekolah gurulah yang diberi tanggung jawab untuk menyampaikan

dan mengontrol berlakunya tata tertib sekolah, maka unsure tata tertib

yang diuraikan di atas memiliki makna sebagai berikut ini:

1) Ketentuan yang berisi kewajiban dan larangan yang mengatur

perilaku anggota masyarakat di sekolah,

2) Bagi siapapun yang melanggar aturan tata tertib tersebut, mereka

harus menanggung sendiri perbuatan yang dilakukannya,

3) Cara menyampaikan peraturan sekolah kepada seluruh anggota

masyarakat di sekolah, biasanya dilakukan pada saat mereka baru

memasuki sekolah, sehingga mereka mengetahui kewajiban dan

larangan yang harus dijalankan selama mengalami proses

pendidikan di sekolah tersebut.

Menurut Departemen Pendidikan Nasional, peraturan dan tata tertib

sekolah secara umum yang harus dipatuhi oleh peserta didik adalah:

1) Peserta didik wajib berpakaian sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh sekolah.

2) Peserta didik wajib memelihara dan menjaga ketertiban serta menjunjung tinggi nama baik sekolah.

3) Peserta didik harus hadir di sekolah paling lambat 5 menit sebelum pelajaran dimulai.

4) Peserta didik harus siap menerima pelajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah.

5) Pada jam istirahat para peserta didik tidak dibenarkan ada dalam ruangan kelas atau meninggalkan pekarangan sekolah, kecuali ijin kepada kepala sekolah.

6) Selama jam sekolah berlangsung, peserta didik dilarang meninggalkan sekolah tanpa seijin kepala sekolah.

7) Setiap peserta didik yang tidak dapat mengikuti pelajaran harus dengan menunjukkan keterangan yang syah.

8) Setiap peserta didik wajib memelihara dan menjaga kebersihan sekolah.

9) Peserta didik tidak dibenarkan membawa rokok atau merokok di dalam kelas maupun halaman sekolah dan lingkungannya.

10) Peserta didik dilarang berpakaian yang berlebihan dan memakai perhiasan yang mencolok.

11) Peserta didik dilarang membawa segala sesuatu yang dapat mengganggu pelajaran.

(44)

29

13) Setiap peserta didik wajib membayar SPP setiap bulan selambat-lambatnya tanggan 10 setiap bulan.

14) Pelanggaran atas tata tertib sekolah bisa menjadikan penyebab dikeluarkannya peserta didik dari sekolah setelah mendapat peringatan lisan, tertulis dan skorsing sementara.47

Dengan adanya hakikat tata tertib tersebut, maka tata tertib sekolah

harus memiliki sangsi atau hukuman bagi siapapun yang melanggarnya.

Hukuman dijatuhkan sebagai jalan keluar terakhir yang harus

dipertimbangkan dengan perkembangan siswa.

Menurut pendapat H. M. Alisuf Sabri, hukuman termasuk alat

pendidikan represif yang digunakan jika siswa melakukan suatu perbuatan

yang dianggap bertentangan dengan peraturan yang berlaku.48 Dengan

tindakan ini diharapkan siswa dapat kembali kepada hal-hal yang baik,

benar dan tertib. Dalam buku tersebut terlihat dengan jelas bahwasannya

sebelum tindakan hukuman dijatuhkan kepada siswa yang melanggar

peraturan, terlebih dahulu mereka akan mendapatkan pemberitahuan

tentang kesalahan tindakan mereka dari pihak sekolah lalu teguran,

peringatan dan hukuman. Hal ini dilakukan dengan tahapan tersebut guna

untuk menyeimbangkan perkembangan psikologi siswa.

Hukuman akan dijatuhkan jika pemberitahuan, teguran dan peringatan

sudah tidak mampu lagi merubah sikap siswa yang melanggar peraturan

sekolah. Ali Imron menjelaskan bahwa “hukuman adalah suatu sangsi

yang diterima oleh seseorang sebagai akibat dari pelanggaran atau

aturan-aturan yang telah ditetapkan, dapat berupa sangsi material ataupun

nonmaterial.”49

Penjelasan tersebut mengandung arti bahwa hukuman

adalah akibat yang diterima oleh seseorang yang melanggar peraturan tata

tertib berupa material ataupun nonmaterial sesuai dengan tindakan

pelanggaran yang telah dilakukannya.

47

Surya Dharma, Manajemen Kesiswaan (Peserta Didik), (Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional, 2007), h. 77-78

48

H.M Alisuf Sabri, op.cit., h. 36

49

Gambar

Tabel. 2.1
Tabel. 3.1
Tabel. 3.2
Tabel. 3.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendeskripsikan solusi yang dilakukan oleh Gerakan Pramuka untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam rangka pembinaan kesadaran hukum taat Tata Tertib

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) mendeskripsikan implementasi penanaman karakter disiplin melalui kegiatan taruna pada siswa kelas X di SMK Negeri 2 Sragen Tahun

Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mendeskripsikan implementasi penanaman karakter disiplin melalui kegiatan taruna pada siswa kelas X di SMK Negeri 2 Sragen Tahun Pelajaran

Mendeskripsikan solusi yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam penanaman karakter disiplin melalui kegiatan taruna pada siswa kelas X di SMK Negeri 2 Sragen Tahun

Untuk mengetahui apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang terjadi saat pembelajaran PKn dalam meningkatkan disiplin peserta didik mematuhi tata

Disiplin merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan karakter anak bangsa, dengan disiplin semua kegiatan akan teratur dan terarah serta menjadikan seseorang lebih giat,