DI SMK SUMPAH PEMUDA JOGLO JAKARTA BARAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Febrian Wulandari 1110018200035
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
i ABSTRAK
Febrian Wulandari, (NIM: 1110018200035). Penerapan Tata Tertib Sekolah Sebagai Salah Satu Upaya Pembinaan Karakter Disiplin Siswa di SMK Sumpah Pemuda, Joglo Jakarta Barat
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Penerapan Tata Tertib Sekolah Sebagai Salah Satu Upaya Pembinaan Karakter Disiplin Siswa di SMK Sumpah Pemuda, Joglo Jakarta Barat yang meliputi strategi yang diterapkan dan tingkat keberhasilan strategi tersebut dalam upaya membina karakter disiplin siswa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif untuk membuat deskripsi mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian yang secara alami dan nyata terjadi di lingkungan objek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi teknik wawancara, observasi dan studi dokumentasi dengan narasumber kepala sekolah, wali kelas, guru BK, Pembina Osis, guru piket, siswa dan ketua OSIS serta penggunaan lembar pengamatan untuk mengetahui tingkat keberhasilan strategi penerapan tata tertib sekolah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi penerapan tata tertib sekolah belum sepenuhnya mampu untuk membina karakter disiplin siswa. Terlihat dari pelaksanaan tata tertib sekolah yang berjalan cukup baik memberikan efek terhadap aspek kerapian dan kelakuan siswa yang sebagian besar masih ada yang melanggar, meskipun pada aspek kerajinan hanya sebagian kecil siswa yang melanggar.
ii ABSTRACT
Febrian Wulandari , ( NIM : 1110018200035 ) . Implementation Rules of the School as One Character Development Effort Discipline Students of SMK Sumpah Pemuda Joglo, West Jakarta
This research to describe the application of school discipline in an effort to develop character in the students of SMK Sumpah Pemuda Joglo, West Jakarta, which includes the strategy adopted and the level of success of the strategy in an effort to foster students character.
The method which used in this research is qualitative approach to make a description about the situations or events which are happens naturally where the research is taken. The techniques of collecting data which used are interview, observation and documentation with the headmaster, wali kelas, teacher BK, OSIS trustees, teacher picket, students dan chairman osis and also the using of observation sheet to recognize the level of success of the school orders application strategy.
The research results showed that the implementation strategy of the school code of conduct is not yet fully capable of fostering students discipline character. It can be seen from the school code of conduct implementation which going well can give effect to aspects of tidiness and behavior of students that most of them are still violate, even though in diligence aspect only a small portion of students who violate it.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan ridho-Nya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penerapan Tata Tertib Sekolah Sebagai
Salah Satu Upaya Pembinaan Karakter Disiplin Siswa di SMK Sumpah Pemuda,
Joglo Jakarta Barat”. Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dra. Nurlena Rifa’i, MA., Ph.D. , Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan beserta Staf.
2. Bapak Dr. Hasyim Asy’Ari, M.Pd., Ketua Jurusan Manajemen
Pendidikan.
3. Bapak Drs. H. Muarif, SAM, M.Pd. sebagai dosen pembimbing yang telah
sabar meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan membimbing penulis
selama belajar.
5. Pimpinan dan Staf perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah
memberikan pelayanan dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
penulis untuk meminjam buku-buku yang diperlukan dalam rangka
menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Rohman, M.Pd, selaku Kepala Sekolah SMK Sumpah Pemuda,
Joglo Jakarta Barat yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan penelitian skripsi,
7. Bapak Budi Riyanto tercinta dan Ibunda Maryati tercinta selaku orangtua
iv
memberikan doa dan motivasi dalam menjalani hidup dan segala
pengorbanan dalam menyelesaikan skripsi ini,
8. Kepada adik tersayang Bintang Satrio Utomo yang selalu memberikan
semangat dan menghibur kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Muhammad Ridwan Zaenuddin tersayang yang selalu menemani,
memberikan motivasi, dan semangat dalam kehidupan dan skripsi ini,
10.Sahabat-sahabat terbaikku yang selalu menemani dan selalu menghibur
dalam kepenatan, Evita Mawirianti, Julian Eka Riyanti, Mardhiyah dan
sahabat saungku.
11.Kepada teman-teman seperjuangan Manajemen Pendidikan kelas A
Angkatan Tahun 2010.
12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
membantu atas terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan
skripsi ini, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran bagi para pembaca
dengan senang hati.
Wassalamu ‘alaikum wr.wb
Jakarta, September 2014
v
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Perumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Kegunaan Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN TEORI A. Karakter Siswa ... 7
1. Pengertian Karakter Siswa ... 7
2. Nilai-Nilai Karakter ... 10
B. Pembinaan Karakter Siswa ... 13
1. Pengertian Pembinaan Karakter Siswa ... 13
2. Dasar Hukum dan Tujuan Karakter Siswa ... 14
3. Sasaran dan Materi Pembinaan Karakter Siswa... 16
4. Penerapan Tata Tertib Sekolah sebagai Upaya Pembinaan Karakter Siswa ... 19
a. Pentingnya Penerapan Tata Tertib Sekolah ... 19
b. Penegakkan Disiplin Sekolah ... 22
c. Tugas dan Tanggungjawab Sekolah dalam Menerapkan Tata Tertib ... 25
d. Strategi Penerapan Tata Tertib Sekolah ... 32
vi
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36
B. Metode Penelitian ... 37
C. Subyek Penelitian ... 37
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 38
E. Teknik Analisis Data ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 45
1. Sejarah Sekolah ... 45
2. Visi dan Misi Sekolah ... 45
3. Tujuan Sekolah... 47
4. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sekolah ... 48
5. Data Peserta Didik Sekolah ... 52
6. Sarana dan Prasarana Sekolah ... 54
B. Deskripsi Analisis Data dan Interpretasi Data ... 55
1. Analisis Data ... 55
a. Penyusunan Tata Tertib Sekolah ... 51
b. Penerapan Tata Tertib Sekolah ... 56
c. Karakter Siswa ... 68
2. Interpretasi Data ... 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 92
vii
Tabel 3.1 Pelaksanaan Penelitian ... 36
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ... 38
Tabel 3.3 Lembar Pengamatan Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah... 40
Tabel 3.4 Lembar Pengamatan Karakter Siswa... 40
Tabel 4.1 Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMK Sumpah Pemuda, Joglo Jakarta Barat... 48
Tabel 4.2 Data Peserta Didik SMK Sumpah Pemuda, Joglo Jakarta Barat 53 Tabel 4.3 Mencatat Siswa yang Terlambat ke dalam Buku Piket ... 60
Tabel 4.4 Menegur Siswa yang Melakukan Pelanggaran... 61
Tabel 4.5 Memberi Hukuman Sesuai dengan Pelanggaran ... 63
Tabel 4.6 Mengontrol Seluruh Kelas ... 63
Tabel 4.7 Menertibkan Siswa Saat Kelas Kosong ... 64
Tabel 4.8 Mengawasi Siswa Saat Jam Istirahat ... 64
Tabel 4.9 Memantau Siswa Saat Pulang Sekolah... 65
Tabel 4.10 Terlambat Hadir dalam Proses Pembelajaran... 69
Tabel 4.11 Ketidakhadiran di Sekolah ... 69
Tabel 4.12 Membawa Sepeda Motor Tanpa Helm ... 70
Tabel 4.13 Tidak Melaksanakan Piket ... 71
Tabel 4.14 Tidak Membawa Al-Qur’an ... 71
Tabel 4.15 Menggunakan Sepatu yang Tidak Sesuai Ketentuan ... 72
Tabel 4.16 Memakai Seragam Tidak Sesuai Ketentuan ... 72
Tabel 4.17 Mencat Rambut ... 73
Tabel 4.18 Tidak Menggunakan Badge ... 73
Tabel 4.19 Memakai Baju Ketat ... 74
Tabel 4.20 Memakai Tali Sepatu Warna-Warni ... 75
Tabel 4.21 Tidak Menggunakan Gesper... 76
Tabel 4.22 Tidak Menggunakan Dasi... 76
Tabel 4.23 Memakai Celana Ketat ... 77
Tabel 4.24 Memakai Perhiasan ... 77
Tabel 4.25 Rambut Gondrong ... 78
Tabel 4.26 Penggunaan Rok yang Tidak Sesuai ... 78
Tabel 4.27 Make Up yang Berlebihan ... 79
Tabel 4.28 Tidak Memakai Jilbab Sesuai Hari... 79
Tabel 4.29 Berada di Luar Kelas Saat KBM ... 80
Tabel 4.30 Makan dan Minum di Kantin Saat KBM ... 81
viii
Tabel 4.32 Bercanda di Kelas Saat KBM ... 82
Tabel 4.33 Merokok di Lingkungan Sekolah ... 83
Tabel 4.34 Tidak Melaksanakan Shalat Ashar ... 84
Tabel 4.35 Tidak Sopan terhadap Guru ... 85
Tabel 4.36 Mengeluarkan Kata tidak Sopan ... 85
Tabel 4.37 Membuang Sampah Sembarangan ... 86
Tabel 4.38 Nilai Rata-Rata Skor Berdasarkan Indikator Karakter Siswa ... 87
ix
Lampiran 2 Hasil Wawancara Wali Kelas X AP8
Lampiran 3 Hasil Wawancara Wali Kelas XII AK4
Lampiran 4 Hasil Wawancara Wali Kelas XII AP5 dan Guru Piket
Lampiran 5 Hasil Wawancara Guru BK
Lampiran 6 Hasil Wawancara Pembina OSIS
Lampiran 7 Hasil Wawancara Siswa Kelas X PM4
Lampiran 8 Hasil Wawancara Siswa Kelas X PM4
Lampiran 9 Hasil Wawancara Siswa Kelas XI AP4
Lampiran 10 Hasil Wawancara Siswa Kelas XI AP4
Lampiran 11 Hasil Wawancara Siswa Kelas XII AP4
Lampiran 12 Hasil Wawancara Siswa Kelas XII AK1 dan Ketua OSIS
Lampiran 13 Lembar Pengamatan Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah
Lampiran 14 Lembar Pengamatan Karakter Siswa
Lampiran 15 Catatan Lapangan
Lampiran 16 Dokumentasi Terkait Tata Tertib Sekolah
Lampiran 17 Sarana dan Prasarana Sekolah
Lampiran 18 Surat Pernyataan MOS
Lampiran 19 Surat Perjanjian Siswa
Lampiran 20 Surat Pindah atau Keluar Sekolah
Lampiran 21 Buku Tata Tertib Siswa
Lampiran 22 Daftar Referensi
Lampiran 23 Surat Izin Penelitian
Lampiran 24 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu institusi atau lembaga terpenting dalam
pembentukan dan pengembangan generasi muda yang dapat menjawab tantangan
zaman melalui ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Keberhasilan suatu
pendidikan tidak lepas dari adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan
berkarakter. Salah satu jalan alternative yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi penyimpangan moral pada diri siswa adalah melalui pendidikan
karakter. Hal tersebut penting untuk dilaksanakan mengingat keadaan pendidikan
saat ini sangat terpuruk dalam bidang moral terutama rendahnya kedisiplinan
siswa di sekolah. Oleh sebab itu, sejak tahun 2010 pemerintah melalui
Kementrian Pendidikan Nasional mencanangkan penerapan pendidikan karakter
bagi semua tingkat pendidikan, baik sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Upaya ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pada pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.1 Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting
untuk membentuk karakter bangsa, yaitu melalui pendidikan karakter yang
dimulai sejak dini untuk diterapkan kepada anak bangsa agar moral dan akhlak
mereka dapat terbentuk dengan baik sesuai undang-undang yang telah ditetapkan
oleh pemerintah.
1
Rendahnya karakter disiplin siswa akan membuat proses pendidikan
terganggu. Selain itu, kurangnya sikap disiplin siswa mengakibatkan
kecenderungan untuk melakukan pelanggaran baik di sekolah maupun di luar
sekolah. Terlebih lagi pendidikan saat ini menuntut siswa untuk mendapatkan
nilai yang tinggi. Maka tidak heran jika siswa melakukan kecurangan dalam ujian,
tawuran, merokok, narkoba hingga seks bebas.
Terkait masalah tersebut, berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak
(KPA), sepanjang tahun 2013 ini terjadi 255 kasus tawuran pelajar di Indonesia.
Angka tersebut dinilai meningkat dibanding tahun 2012 sebelumnya yakni
sebanyak 147 kasus. Sedangkan untuk kasus tawuran pelajar di DKI Jakarta
sebanyak 112 kasus pada tahun 2013 juga mengalami peningkatan dibanding
tahun 2012 yakni 98 kasus.2
Terlihat dari data Komisi Perlindungan Anak di atas, dalam kasus tawuran
pelajar di Indonesia terjadi peningkatan yang signifikan. Peningkatan ini
mendeskripsikan bahwa perilaku pelajar semakin hari semakin memburuk. Untuk
mengatasi masalah ini, tidak hanya pihak sekolah saja yang bertanggung jawab,
tetapi semua pihak pemerintah, masyarakat, dan orang tua ikut serta dalam
menanggulangi masalah tersebut.
Fenomena merokok di kalangan siswa juga menjadi permasalahan yang serius.
Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tercatat pada tahun 2001 prevalensi perokok usia 10-14 tahun
sebanyak 9,5% namun pada tahun 2010 meningkat hingga 17,5%.3
Saat ini perokok di Indonesia tidak hanya dari kalangan dewasa, remaja
bahkan anak-anak ikut serta menikmatinya. Terlihat dari data di atas, setiap
tahunnya prevalansi perokok di kalangan anak-anak selalu meningkat tajam.
Seluruh elemen pemerintah, masyarakat, sekolah dan guru wajib memantau dan
2
Wahyu Aji, Laporan Wartawan Tribunnews.com,
(http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/12/22/kasus-tawuran-pelajar-jakarta-terus-meningkat-tahun-ini, Senin, 3 Febuari 2014 11.00 WIB)
3
Wahyu Aji, Laporan Wartawan Tribunnews.com,
3
mengawasi perilaku anak. Semestinya mereka dapat menjadi teladan bagi
anak-anak, merokok di tempat yang telah disediakan, merokok jauh dari jangkauan
anak-anak dan menasihati bahaya merokok kepada anak-anak.
Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh, menerangkan bahwa
pendidikan karakter dinilai sangat penting untuk mengatasi berbagai persoalan
yang menimpa masyarakat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan masalah
krisis moral. Hal ini dikarenakan pendidikan karakter bertujuan mengaplikasikan
beberapa sikap positif, seperti kerja sama, nasionalisme, rasa persatuan dan
kesatuan bangsa, jujur, peduli serta berpikir kritis dan positif.4 Dengan adanya
pendidikan karakter diharapkan dapat melahirkan generasi muda yang tidak hanya
memiliki kecerdasan semata tetapi juga memiliki budi pekerti luhur, berakhlak
mulia dan disiplin yang tinggi.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah merupakan suatu sasaran yang
dijadikan model untuk menjalankan pendidikan karakter. Pada tingkat sekolah
dasar (SD), pendidikan karakter diberikan untuk menanamkan karakter disiplin
kepada siswa. Tingkat sekolah menengah pertama (SMP), pendidikan karakter
diberikan untuk membentuk karakter disiplin kepada siswa sedangkan tingkat
sekolah menengah atas (SMA) atau kejuruan (SMK), pendidikan karakter
diberikan untuk membina karakter disiplin siswa.
Membina karakter disiplin siswa tidaklah mudah bila disertai dengan usia
remaja siswa di sekolah menengah kejuruan (SMK). Untuk itu agar pembinaan
karakter disiplin ini dapat berjalan dengan baik maka salah satu program sekolah
menengah kejuruan (SMK) adalah melalui penerapan tata tertib sekolah. Dengan
adanya tata tertib sekolah diharapkan siswa dapat melaksanakan aturan-aturan
yang berlaku di sekolah sehingga pembinaan karakter disiplin secara perlahan
dapat terbina dan dapat menjadi alat untuk mengatur perilaku atau sikap siswa di
sekolah, sehingga para siswa memiliki karakter disiplin yang baik dan tinggi.
4
Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah, (Jogyakarta:
Kondisi tersebut terjadi di berbagai sekolah, termasuk di SMK Sumpah
Pemuda Joglo, Jakarta Barat. Penerapan tata tertib di sekolah tersebut sangat unik,
salah satu contohnya adalah siswa yang terlambat hadir di sekolah diwajibkan
membaca Al-Quran di depan pintu gerbang sekolah. Hal ini dikarenakan sebelum
memulai pelajaran, seluruh siswa SMK Sumpah Pemuda diwajibkan untuk
membaca Al-Quran. Dengan adanya peraturan seperti ini diharapkan siswa tidak
ada yang datang terlambat dan sanksinya pun dapat membuat siswa lebih fasih
membaca Al-Quran. Walaupun sanksi tersebut nampaknya sangat mendidik,
tetapi ada beberapa siswa yang memilih untuk tidak masuk sekolah daripada
dihukum membaca Al-Quran di depan pintu gerbang sekolah.
Fenomena berpakaian seragam ketat saat ini juga menjadi trend di lingkungan
sekolah. Tentu saja akan membawa dampak yang negative bagi generasi muda.
Pada umumnya mereka meniru gaya pakaian di dunia sinetron, lingkungan
masyarakat dan di lingkungan sekolahnya sendiri. Efeknya adalah siswa SMK
Sumpah Pemuda juga mengikuti model pakaian mereka, misalnya rok
menggantung, celana ketat dan baju jangkis. Meskipun pihak sekolah telah
menggunting pakaian ketatnya sebagai sanksi dari tindakannya, tetapi tetap saja
masih terdapat siswa yang melanggarnya.
Lebih ekstrim lagi, di SMK Sumpah Pemuda pernah terjadi kasus narkoba
yang dilakukan oleh siswa. Tanpa toleransi pihak sekolah mengeluarkan siswa
tersebut sesuai dengan peraturan tata tertib yang ada. Walaupun pihak sekolah
sudah berusaha menerapkan tata tertib, namun nampaknya hal itu belum
sepenuhnya berhasil, perlu usaha yang lebih maksimal dalam menerapkan tata
tertib yang telah disepakati bersama.
Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian yang
berjudul “Penerapan Tata Tertib Sekolah Sebagai Salah Satu Upaya Pembinaan
5
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah terkait, yaitu :
1. Masih banyaknya siswa yang datang terlambat
2. Masih banyaknya siswa yang tidak masuk sekolah menghindari hukuman
membaca Al-Quran di depan pintu gerbang sekolah
3. Masih banyaknya siswa yang melanggar aturan pemakaian seragam
sekolah
4. Masih banyaknya siswa yang merokok di lingkungan sekolah
5. Apakah masih terdapat siswa yang membawa narkoba di lingkungan
sekolah?
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian ini di
batasi pada Penerapan Tata Tertib Sekolah Sebagai Salah Satu Upaya Pembinaan
Karakter Disiplin Siswa di SMK Sumpah Pemuda, Joglo Jakarta Barat.
D. Perumusan Masalah
Dilihat dari pembatasan masalah yang dilakukan, maka secara umum rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana penerapan tata tertib sekolah
sebagai salah satu upaya pembinaan karakter disiplin siswa di SMK Sumpah
Pemuda, Joglo Jakarta Barat? kemudian rumusan masalah secara khusus meliputi:
1. Strategi apa saja yang diterapkan SMK Sumpah Pemuda Joglo, Jakarta
Barat dalam upaya pembinaan karakter disiplin siswa?
2. Seberapa berhasilkah penerapan strategi tersebut sebagai salah satu upaya
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan tata tertib sekolah
sebagai salah satu upaya pembinaan karakter disiplin siswa di SMK Sumpah
Pemuda, Joglo Jakarta Barat yang meliputi strategi yang diterapkan dan tingkat
keberhasilan strategi tersebut sebagai salah satu upaya pembinaan karakter
disiplin siswa.
F. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan pengambilan kebijakan
dalam menerapkan tata tertib sekolah guna membina karakter disiplin siswa di
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Karakter Siswa
1. Pengertian Karakter Siswa
Siswa merupakan makhluk yang sedang mengalami perkembangan
kognitif, afektif dan psikomotorik di lingkungan sekolah. Sekolah
memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan sumber
daya manusia yang berkualitas dan berkarakter. Dalam mengembangkan
sumber daya manusia yang berkarakter membutuhkan waktu yang terus
menerus dan berkelanjutan. Setiap siswa pada umumnya memiliki karakter
yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, karakter tidak
bisa terbentuk dengan begitu saja harus dibimbing dan dibina. Siswa yang
berkarakter akan dapat membantu sekolah untuk mengembangkan
pembangunan pendidikan nasional.
Bila ditelusuri, asal karakter berasal dari bahasa Latin “kharakter”,
“kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris “character” dan bahasa
Indonesia “karakter”, dalam bahasa Yunani “character dari charassein” yang berarti membuat tajam, membuat dalam.1 Pengertian ini memberikan
arti bahwa karakter adalah sesuatu yang memiliki makna sangat
mendalam, dimana karakter tumbuh dan timbul dari dalam diri seseorang
yang melekat dengan kepribadiannya. Karakter juga bisa diartikan watak
yaitu sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah
laku atau kepribadian.2 Karakter tersebut lebih menekankan kepada suatu
hal atau tindakan seseorang yang dilakukan terus menerus dan akan
menjadi kebiasaan, sehingga hal ini akan membentuk karakter dalam diri
seseorang.
1
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Prespektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 11 2
Najib Sulhan, Karakter Guru Masa Depan Sukses dan Bermartabat, (Surabaya: Jaring Pena,
Dalam materi pendidikan karakter bangsa, karakter adalah perilaku
yang dilandasi oleh nilai-nilai berdasarkan norma agama, kebudayaan,
hukum/konstitusi, adat istiadat dan estetika.3 Dapat dipahami bahwa
karakter merupakan tingkah laku seseorang dalam bersikap dan melakukan
suatu tindakan yang dibatasi oleh norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Muchlas Samani dan Hariyanto, mendefinisikan karakter
sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik
karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan yang
membedakannya dengan orang lain serta diwujudkan dalam sikap dan
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.4 Karakter ini membentuk suatu
pondasi kepribadian atau watak seseorang yang tumbuh dari adanya faktor
internal berupa keturunan dari keluarga dan faktor eksternal berupa
pengaruh lingkungan yang dapat memengaruhi perkembangan karakter
seseorang dalam kehidupannya yang diwujudkan dalam sikap, sehingga
karakter ini berkaitan dengan sikap seseorang. Dalam buku Sutarjo Adi
Susilo, J.R dimana Allport mengemukakan bahwa sikap adalah suatu
kesiapan mental dan saraf yang tersusun melalui pengalaman dan
memberikan pengaruh langsung kepada respons individu terhadap semua
objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu.5
Sementara itu, menurut Sutarjo Adi Susilo “karakter adalah seperangkat nilai yang telah menjadi kebiasaan hidup sehingga menjadi sifat tetap
dalam diri seseorang.”6 Pendapat tersebut menjelaskan bahwa karakter
terbentuk dari kebiasaan perilaku seseorang yang melekat dalam
kehidupannya dan menjadi ciri khas yang unik bagi diri seseorang.
Mengacu kepada berbagai definisi karakter di atas, maka karakter
dapat dimaknai sebagai sifat khas individu yang terlihat dari tingkah
3
Kementerian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa,
(Jakarta: Kemendiknas, 2010), h.245
4
Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011), h. 43 5
Sutarjo Adi Susilo, J.R, Pembelajaran Nilai Karakter Konstruksivisme dan VCT sebagai Inovasi
Pendekatan Pembelajaran Afektif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 67
6
9
lakunya sehingga membentuk kepribadian diri yang tumbuh dari adanya
faktor internal berupa keturunan dari keluarga dan faktor eksternal berupa
pengaruh lingkungan yang dapat memengaruhi perkembangan karakter
seseorang dalam kehidupannya.
Peserta didik atau siswa atau murid merupakan suatu kata yang
memiliki makna sama. Kata murid berasal dari kata ‘arada yuridu iradatan, maridan yang berarti orang yang menginginkan (the willer).7
Dalam literatur bahasa Arab, peserta didik dikenal dengan sebutan Thalib
dan Thilmidz. Thalib artinya orang yang sedang belajar mencari ilmu
secara sungguh-sungguh dengan menggunakan berbagai kekuatan potensi
yang dimilikinya sehingga menemukan ilmu pengetahuan melalui proses
pendidikan. Thalib biasanya digunakan untuk menyebut peserta didik
pada.jenjang perguruan tinggi dan Thilmidz untuk jenjang pendidikan
dasar dan menengah.8 Dengan demikian peserta didik adalah seseorang
yang ingin memperoleh pendidikan guna mendapatkan ilmu sehingga
dapat dijadikan sebagai bekal mereka di dunia maupun di akhirat.
Alisuf Sabri mendefinisikan anak didik sebagai anak yang memiliki
sifat ketergantungan kepada pendidiknya, karena secara alami mereka
tidak berdaya dan sangat memerlukan bantuan pendidiknya untuk dapat
menyelenggarakan dan melanjutkan hidupnya baik secara jasmaniah
maupun rohaniah.9 Terlihat dengan jelas anak didik memiliki arti sebagai
seeorang yang membutuhkan pengarahan, bimbingan dan pembinaan oleh
pendidik untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam
menjalankan kehidupannya baik secara jasmani maupun rohani. Selain itu,
menurut Maswardi Muhammad Amin, peserta didik adalah anak manusia
yang sedang mengalami perkembangan.10 Dengan ini peserta didik perlu
untuk mendapatkan perhatian yang penuh dalam mengembangkan segala
7
Fadhilah Suralaga, Dkk, Psikologi Pendidikan dalam Prespektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2005), h. 111
8
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 102
9
H.M Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1999), h. 10
10
Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, (Jakarta: Badouse Media
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang dimiliki agar dapat
terbentuk dengan baik dan menjadi manusia yang seutuhnya.
A.Fatah Yasin juga menuliskan tentang pengertian peserta didik,
”peserta didik adalah siapa saja yang berusaha untuk melibatkan diri sebagai peserta didik dalam kegiatan pendidikan sehingga tumbuh dan
berkembang potensinya, baik yang masih berstatus sebagai anak yang
belum dewasa maupun orang yang sudah dewasa.”11 Pengertian ini memiliki makna bahwa peserta didik adalah seseorang yang sedang
mengalami proses untuk mengembangkan potensi diri sehingga mereka
membutuhkan arahan, binaan dan bimbingan agar menjadi manusia yang
berguna bagi bangsa dan Negara. Secara umum peserta didik adalah
makhluk yang sedang mengalami proses tumbuh dan berkembang untuk
dapat mengoptimalkan bakat secara optimal, oleh karena itu diperlukan
suatu pendidikan.
Mengacu kepada pengertian yang telah diuraikan di atas, maka
karakter siswa adalah sifat atau watak yang dimiliki siswa sehingga
membedakan siswa yang satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian,
karakter siswa dapat dibentuk melalui bimbingan dan pembinaan tingkah
laku serta kepribadiannya, sehingga karakter siswa dapat terbentuk dengan
baik sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sekolah.
2. Nilai-Nilai Karakter
Setiap sekolah yang ingin mengajarkan pendidikan nilai harus
meyakini bahwa terdapat nilai-nilai universal yang disepakati bersama dan
berharga sehingga dapat dan harus diajarkan sekolah di tengah-tengah
masyarakat yang pluralistic dan sekolah juga harus membantu para siswa
memahami, menghayati dan bertindak berdasarkan nilai-nilai tersebut.12
Nilai-nilai yang telah diajarkan dan diterapkan kepada siswa akan
membawa dampak positif terhadap perilaku siswa di sekolah, nilai-nilai
11
A. Fatah Yasin, op.cit., h. 95
12
Thomas Lickona, Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa menjadi Pintar dan
11
tersebut tentunya mengandung nilai karakter yang akan diuraikan di
bawah ini :
Indonesia Heritage Foundation merumuskan Sembilan karakter dasar
yang menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan karakter tersebut
yaitu :
a. Cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, b. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri,
c. Jujur,
d. Hormat dan santun,
e. Kasih sayang, peduli dan kerja sama,
f. Percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, g. Keadilan dan kepemimpinan,
h. Baik dan rendah hati,
i. Toleransi, cinta damai dan persatuan.13
Dalam buku panduan pendidikan karakter bangsa, terdapat 18 nilai
pendidikan budaya dan karakter bangsa, diantaranya :
a. Religious
Dharma Kesuma, Cepi Triatna, Johar Permana, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik
di Sekolah, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 14
14
Kemudian Ari Ginanjar Agustian dengan teori ESQ menyodorkan
pemikiran bahwa setiap karakter positif sesungguhnya merujuk kepada
sifat-sifat mulia Allah, Ari merangkumnya dalam 7 karakter dasar, yaitu :
a. Jujur,
Selanjutnya menurut Suyanto, setidaknya terdapat sembilan karakter
yang berasal dari nilai-nilai luhur universal yaitu sebagai berikut :
a. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya b. Kemandirian dan tanggung jawab c. Kejujuran atau amanah
d. Hormat dan santun
e. Dermawan, suka menolong dan kerja sama f. Percaya diri dan pekerja keras
g. Kepemimpinan dan keadilan h. Baik dan rendah hati
i. Toleransi, kedamaian dan kesatuan15
Tiga pilar karakter yang dikembangkan Najib Sulhan berlandaskan
kepada sifat-sifat Rasullah, yaitu :
a. Pembentukan moral
Sifat Rasullah Muhammad SAW sebagai landasan: Siddiq, Amanah, Tabligh, Fathanah
b. Pengembangan kecerdasan majemuk
Menyadari bahwa setiap anak cerdas dan kecerdasan itu harus dikembangkan hingga pada kondisi terbaik yang dimiliki oleh anak c. Pembelajaran bermakna
Mengawal kefitrahan anak dan kecerdasan dengan pembelajaran yang bermakna, hingga memiliki kepribadian yang kuat.16
15
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia Revitalisasi Pendidikan
Karakter terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa, (Jogyakarta: Ar-ruzz Media,
2011), h. 29
16
13
Uraian tentang nilai-nilai karakter yang harus diterapkan dan diajarkan
kepada siswa di sekolah sebenarnya telah mengandung amanat Pancasila
sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang meliputi ke-lima sila dalam
Pancasila. Selain itu, nilai tambahan lainnya juga mendukung nilai
karakter dasar yang harus diterapkan dalam pengembangan karakter siswa.
Point nilai karakter tentang kedisiplinan merupakan pembinaan karakter
melalui kegiatan kesiswaan yang dapat mengembangkan karakter siswa
secara terus menerus melalui penerapan tata tertib di sekolah. Diharapkan
dengan acuan nilai karakter ini, para siswa dapat mengukur ketercapaian
karakternya sesuai dengan nilai karakter tersebut.
B. Pembinaan Karakter Siswa
1. Pengertian Pembinaan Karakter Siswa
Secara etimologi, arti “pembinaan yaitu proses, cara, perbuatan,
membina, pembaharuan, penyempurnaan, usaha dan tindakan”. Secara terminology dalam Kamus Bahasa Indonesia “pembinaan diartikan
sebagai tindakan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh
hasil yang lebih baik.”17
Pengertian pembinaan tersebut disimpulkan
sebagai usaha yang dilakukan melalui pembaharuan maupun perubahan
guna menghasilkan sesuatu menjadi lebih baik dan memiliki daya guna
yang bermanfaat.
Dalam pengertian yang lebih khusus, pembinaan memiliki arti sebagai
“usaha atau kegiatan memberikan bimbingan, arahan, pemantapan,
peningkatan, arahan terhadap pola pikir, sikap mental, perilaku serta
minat, bakat dan keterampilan para siswa melalui program ekstrakurikuler
dalam mendukung keberhasilan program kurikuler.”18 Secara khusus,
pembinaan merupakan suatu kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan
kurikuler di sekolah yang dilakukan melalui arahan, bimbingan dan binaan
17
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
2005), h. 152 18
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya,
kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan, minat, bakat dan
keterampilannya secara maksimal. Dengan demikian pembinaan
disimpulkan sebagai usaha yang dilakukan dengan terencana dan terarah
untuk mengembangkan moral dan keterampilan siswa agar bakat dan
minat yang dimiliki dapat dilaksanakan dengan optimal melalui arahan,
bimbingan dan pengawasan melalui pendidikan formal maupun
nonformal.
Sementara itu, Ary H Gunawan mendefinisikan pembinaan peserta didik adalah “mengusahakan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang
sebagai manusia seutuhnya sesuai tujuan pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila.”19
Penjelasan pembinaan peserta didik tersebut dimaknai
sebagai usaha yang dilakukan melalui pengarahan, pembimbingan dan
pengawasan agar siswa dapat meningkatkan sikap, pengetahuan, bakat dan
minatnya mencapai kedewasaan dan manusia seutuhnya sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional berdasarkan pancasila.
Dilihat dari berbagai pengertian yang telah diuraikan, maka pembinaan
karakter siswa adalah membimbing dan mengarahkan perilaku siswa
menuju kearah yang lebih baik guna untuk mengembangkan moral siswa
dalam kehidupan.
2. Dasar Hukum dan Tujuan Pembinaan Karakter Siswa
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan, Instruksi Presiden nomor 1 tahun
2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional
tahun 2010 menyatakan/menghendaki/memerintahkan pengembangan
karakter peserta didik melalui pendidikan di sekolah.20
19
Ary H Gunawan, Administrasi Sekolah Administrasi Pendidikan Mikro, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1996), h. 12
20
Kementrian Pendidikan Nasional, Peningkatan Manajemen melalui Penguatan Tata Kelola dan
15
Dasar hukum ini menjadi acuan dan pedoman dalam melaksanakan
pendidikan karakter di sekolah dan memiliki peranan yang sangat penting
dalam menerapkan pengembangan karakter dalam dunia pendidikan. Oleh
karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 39
Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan, Bab I : tujuan, sasaran dan
ruang lingkup (pasal 1) tujuan pembinaan kesiswaan adalah sebagai
berikut :
a. Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas;
b. Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan;
c. Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat;
d. Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society).21
Sementara itu, tujuan pembinaan kesiswaan menurut Wahjosumidjo
adalah untuk :
a. Mengusahakan agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional;
b. Meningkatkan peran serta dan inisiatif para siswa untuk menjaga dan membina sekolah sebagai wiyatamandala sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh yang bertentangan dengan kebudayaan nasional;
c. Menumbuhkan daya tangkal pada diri siswa terhadap pengaruh negative yang datang dari luar maupun dari dalam lingkungan sekolah;
d. Memantapkan kegiatan ekstrakurikuler dalam menunjang pencapaian kurikulum;
e. Meningkatkan apresiasi dan penghayatan seni; f. Menumbuhkan sikap berbangsa dan bernegara;
21
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008, Tentang
g. Meneruskan dan mengembangkan jiwa semangat serta nilai-nilai 45; serta
h. Meningkatkan kesegaran jasmani dan rohani.22
Makna dari tujuan pembinaan kesiswaan dilakukan agar siswa dapat meningkatkan sikap, pengetahuan, bakat dan minatnya mencapai
kedewasaan dan manusia seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila.
3. Sasaran dan Materi Pembinaan Karakter Siswa
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2008
tanggal 22 Juli 2008, Sasaran pembinaan kesiswaan meliputi siswa taman
kanak-kanak (TK), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar
(SD), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama (SMP),
sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas
(SMA), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), dan sekolah
menengah kejuruan (SMK).23 Sedangkan menurut Wahjosumidjo, sasaran pembinaan kesiswaan adalah seluruh siswa pada setiap jenis, tingkat dan
jenjang sekolah dalam lingkungan pembinaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah.24 Sasaran pembinaan siswa secara garis
besar meliputi semua warga sekolah, terutama siswa dimulai dari jenjang
taman kanak-kanak hingga jenjang pendidikan menengah atas di seluruh
Indonesia.
22
Wahjosumidjo, op.cit., h. 242-243
23
Permendiknas, loc. cit.
24
17
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 39 Tahun 2008
tanggal 22 Juli 2008, materi pembinaan kesiswaan adalah:25
Tabel. 2.1
Materi Pembinaan Kesiswaan
No Jenis Kegiatan Pembinaan Kesiswaan
1 Pembinaan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, antara lain :
a. Melaksanakan peribadatan sesuai dengan ketentuan agama masing-masing;
b. Memperingati hari-hari besar keagamaan;
c. Melaksanakan perbuatan amaliah sesuai dengan norma agama; d. Membina toleransi kehidupan antar umat beragama;
e. Mengadakan kegiatan lomba yang bernuansa keagamaan;
f. Mengembangkan dan memberdayakan kegiatan keagamaan di sekolah.
2 Pembinaan budi pekerti luhur atau akhlak mulia, antara lain : a. Melaksanakan tata tertib dan kultur sekolah;
b. Melaksanakan gotong royong dan kerja bakti (bakti sosial);
c. Melaksanakan norma-norma yang berlaku dan tatakrama pergaulan; d. Menumbuhkembangkan kesadaran untuk rela berkorban terhadap
sesama;
e. Menumbuhkembangkan sikap hormat dan menghargai warga sekolah;
f. Melaksanakan kegiatan 7K (Keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, kedamaian dan kerindangan).
3 Pembinaan kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara, antara lain :
a. Melaksanakan upacara bendera pada hari senin dan /atau hari sabtu, serta hari-hari besar nasional;
b. Menyanyikan lagu-lagu nasional (Mars dan Hymne); c. Melaksanakan kegiatan kepramukaan;
d. Mengunjungi dan mempelajari tempat-tempat bernilai sejarah; e. Mempelajari dan meneruskan nilai-nilai luhur, kepeloporan, dan
semangat perjuangan para pahlawan; f. Melaksanakan kegiatan bela negara;
g. Menjaga dan menghormati simbol-simbol dan lambang-lambang negara;
h. Melakukan pertukaran siswa antar daerah dan antar negara.
25
4 Pembinaan prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat, antar lain :
a. Mengadakan lomba mata pelajaran/program keahlian; b. Menyelenggarakan kegiatan ilmiah;
c. Mengikuti kegiatan workshop, seminar, diskusi panel yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek);
d. Mengadakan studi banding dan kunjungan (studi wisata) ke tempat-tempat sumber belajar;
e. Mendesain dan memproduksi media pembelajaran; f. Mengadakan pameran karya inovatif dan hasil penelitian; g. Mengoptimalkan pemanfaatan perpustakaan sekolah; h. Membentuk klub sains, seni dan olahraga;
i. Menyelenggarakan festival dan lomba seni;
j. Menyelenggarakan lomba dan pertandingan olahraga.
5 Pembinaan demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural, antara lain :
a. Memantapkan dan mengembangkan peran siswa di dalam OSIS sesuai dengan tugasnya masing-masing;
b. Melaksanakan latihan kepemimpinan siswa;
c. Melaksanakan kegiatan dengan prinsip kejujuran, transparan, dan profesional;
d. Melaksanakan kewajiban dan hak diri dan orang lain dalam pergaulan masyarakat;
e. Melaksanakan kegiatan kelompok belajar, diskusi, debat dan pidato; f. Melaksanakan kegiatan orientasi siswa baru yang bersifat akademik
dan pengenalan lingkungan tanpa kekerasan;
g. Melaksanakan penghijauan dan perindangan lingkungan sekolah. 6 Pembinaan kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan, antara lain :
a. Meningkatkan kreativitas dan keterampilan dalam menciptakan suatu barang menjadi lebih berguna;
b. Meningkatkan kreativitas dan keterampilan di bidang barang dan jasa;
c. Meningkatkan usaha koperasi siswa dan unit produkdsi;
d. Melaksanakan praktek kerja nyata (PKN)/pengalaman kerja lapangan (PKL)/praktek kerja industri (Prakerim);
e. Meningkatkan kemampuan keterampilan siswa melalui sertifikasi kompetensi siswa berkebutuhan khusus;
7 Pembinaan kualitas jasmani, kesehatan dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi antara lain :
a. Melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat; b. Melaksanakan usaha kesehatan sekolah (UKS);
c. Melaksanakan pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (narkoba), minuman keras, merokok, dan HIV AIDS;
19
e. Melaksanakan hidup aktif; f. Melakukan diversifikasi pangan;
g. Melaksanakan pengamanan jajan anak sekolah. 8 Pembinaan sastra dan budaya, antara lain :
a. Mengembangkan wawasan dan keterampilan siswa di bidang sastra; b. Menyelenggarakan festival/lomba, sastra dan budaya;
c. Meningkatkan daya cipta sastra; d. Meningkatkan apresiasi budaya.
9 Pembinaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), antara lain : a. Memanfaatkan TIK untuk memfasilitasi kegiatan pem-belajaran; b. Menjadikan TIK sebagai wahana kreativitas dan inovasi;
c. Memanfaatkan TIK untuk meningkatkan integritas kebangsaan. 10 Pembinaan komunikasi dalam bahasa Inggris, antara lain :
a. Melaksanakan lomba debat dan pidato;
b. Melaksanakan lomba menulis dan korespodensi; c. Melaksanakan kegiatan English Day;
d. Melaksanakan kegiatan bercerita dalam bahasa Inggris (Story Telling);
e. Melaksanakan lomba puzzies words/scrabble.
Materi pembinaan karakter siswa tidak hanya diberikan dalam bentuk
pemberian mata pelajaran saja, tetapi juga diterapkan dalam segala aspek
kehidupan siswa terutama di sekolah melalui kegiatan ekstrakurikuler,
kurikuler maupun ko-kurikuler, sehingga pembinaan karakter siswa dapat
diberikan setiap saat setiap siswa melakukan segala aktifitasnya.
4. Penerapan Tata Tertib Sekolah sebagai Salah Satu Upaya Pembinaan Karakter Disiplin Siswa
a. Pentingnya Penerapan Tata Tertib Sekolah
Membina karakter disiplin siswa merupakan upaya membimbing dan
mengarahkan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menuju ke arah
yang lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional berdasarkan
pancasila. Pembinaan karakter disiplin siswa sangat efektif diterapkan
pada jalur pendidikan formal. Dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 11 menerangkan
bahwa ”pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
pendidikan tinggi.”26
Pendidikan formal ini merupakan jalur pendidikan
yang telah memiliki perencanaan yang matang dan kuat dalam program
pendidikannya dimulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi, sehingga pendidikan formal telah menjadi pendidikan
yang wajib dilaksanakan oleh seluruh warga Indonesia terutama dalam
pendidikan dasar yang dikenal dengan wajib belajar 9 tahun.
Selain itu, pendidikan formal (sekolah) merupakan kelompok
masyarakat kecil yang terdiri dari sebagian besar siswa, guru dan anggota
lainnya yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.27 Setiap
individu memiliki perbedaan yang mendasar dari individu yang lainnya,
begitu pula dengan masyarakat kecil yang ada di sekolah. Tentunya
terdapat beragam sifat dan sikap yang menjadi ciri khas masing-masing
diantara mereka. Untuk itu perlu adanya suatu norma yang harus ditaati
bersama oleh semua anggota kelompok atau masyarakat kecil di sekolah.
Norma kelompok yang diharapkan dapat mengatur dan mengendalikan
tindakan atau sikap individu diwujudkan berupa tata tertib sekolah.28
Tata tertib sekolah menurut H.M Alisuf Sabri merupakan serangkaian
peraturan yang harus ditaati dalam suatu situasi atau dalam kehidupan
tertentu.29 Makna dari pengertian ini, bahwa tata tertib sekolah adalah
segala jenis ketentuan yang berlaku di sekolah guna untuk mengarahkan
dan membimbing perilaku anggota sekolah agar memiliki sikap dan
perilaku yang baik. Sedangkan, Muhammad Rifa’I mendefinisikan tata
tertib sekolah sebagai aturan yang harus dipatuhi setiap warga sekolah
tempat berlangsungnya proses belajar mengajar.30 Arti tata tertib sekolah
yang terkandung dalam definisi tersebut adalah sekumpulan aturan tertulis
yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh warga sekolah sehingga mereka
terikat di dalam aturan tersebut.
26
Maswardi Muhammad Amin, op.cit., h. 49
27
Muhammad Rifa’I, Sosiologi Pendidikan Struktur dan Interaksi Sosial di dalam Institusi
21
Selanjutnya, menurut pendapat Maswardi Muhammad Amin tata tertib
sekolah merupakan ketentuan atau peraturan yang di akui oleh lebih dari
dua orang yang saling berinteraksi di sekolah, di mana tingkah laku atau
sikap mereka banyak di pengaruhi oleh tata tertib sekolah tersebut.31
Penjelasan ini mengandung arti bahwa tata tertib sekolah adalah aturan
yang telah disepakati bersama oleh seluruh warga sekolah agar setiap
tingkah laku mereka memiliki batasan tertentu yang sesuai dengan aturan
tata tertib sekolah yang telah diterapkan, sehingga mereka dapat
berperilaku disiplin dan teratur.
Melihat dari uraian definisi di atas, disimpulkan bahwa tata tertib
dalam suatu sekolah merupakan peraturan yang mengikat, dimana semua
warga sekolah wajib mentaati dan melaksanakan setiap butir tata tertib
sekolah agar semua warga sekolah dapat terbentuk suatu karakter disiplin
yang tinggi. Apabila ada yang melanggar tata tertib, maka pelanggar
tersebut akan mendapatkan sanksi sesuai dengan apa yang telah dilanggar
itu. Oleh sebab itu, tata tertib di sekolah setiap butirnya memiliki point
pelanggaran yang berbeda-beda.
Tata tertib sekolah akan membentuk sikap disiplin warga sekolah
terutama dalam diri siswa. Sesuai dengan pendapat Heri Gunawan yang
mengungkapkan bahwa “kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut disiplin
siswa”.32
Hal ini mengandung arti bahwa dengan adanya tata tertib sekolah
maka siswa akan memiliki pedoman untuk berperilaku sesuai dengan
noram dan aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan, sehingga muncul
sikap disiplin dalam diri siswa dengan sendirinya. Selanjutnya menurut
Eka Prihatin menyatakan bahwa “disiplin menunjuk pada kepatuhan
seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong oleh
adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya”.33
Pendapat ini lebih
31
Maswardi Muhammad Amin, op.cit., h. 64
32
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter:Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.
266
33
terlihat kepada kesadaran siswa untuk melaksanakan tata tertib dengan
senang hati tanpa adanya tekanan, sehingga dapat muncul suatu sikap
disiplin dalam diri siswa. Kesadaran yang muncul dari dalam diri siswa
tanpa adanya tekanan akan lebih memudahkan siswa memiliki sikap
disiplin yang tinggi.
Dengan adanya tata tertib sekolah, diharapkan warga sekolah dapat
mengembangkan pola sikap dan perilaku yang lebih disiplin dan
produktif.34 Hal ini menunjukkan bahwa penerapan tata tertib sekolah
memegang peranan yang penting dalam menumbuhkan sikap disiplin
dalam diri siswa sehingga siswa akan patuh dan taat dalam menumbuhkan
sikap disiplin dalam melaksanakan segala aturan yang ada di sekolah
sesuai dengan norma yang berlaku di sekolah tersebut.
b. Penegakan Disiplin di Sekolah
Penegakan disiplin merupakan hal yang penting dilakukan guna
membina karakter disiplin siswa. Rendahnya kedisiplinan siswa akan
mengganggu proses pendidikan, untuk itu di sekolah menerapkan
kedisiplinan bagi seluruh warga sekolah melalui penerapan tata tertib.
Secara etimologis, kata disiplin berasal dari kata Latin discipulus (murid).
Disiplin senantiasa dikaitkan dengan konteks relasi antara murid dan guru
serta lingkungan yang menyertainya, seperti tata peraturan, tujuan
pembelajaran dan pengembangan kemampuan murid.35 Menurut H.M
Alisuf Sabri, disiplin adalah adanya kesediaan untuk mematuhi ketentuan
atau peraturan-peraturan yang berlaku.36 Dapat diartikan bahwa disiplin
merupakan kesadaran dari setiap individu untuk mentaati peraturan yang
ada di setiap lingkungan. Selain itu, disiplin sekolah menurut F.W Foerster
merupakan keseluruhan ukuran bagi tindakan-tindakan yang menjamin
kondisi-kondisi moral yang diperlukan sehingga proses pendidikan
34
Heri Gunawan, op.cit., h. 268 35
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta:
Grasindo, 2010) h. 236-237 36
23
berjalan lancar dan tidak terganggu.37 Adanya disiplin sekolah ini menjadi
alat pendidikan preventif atau pencegahan bagi sekolah untuk mengatasi
penyimpangan moral yang mungkin terjadi pada diri siswa agar proses
pendidikan dapat berjalan dengan lancar. Selanjutnya, bagi Komensky
kedisiplinan juga berarti dampak-dampak dari sebuah tata aturan yang
diterapkan dimana individu menyesuaikan dirinya dengan aturan itu dan
kesediaan individu meneriman peraturan itu secara bebas.38 Dengan
demikian disiplin merupakan kesediaan untuk menerima, mematuhi dan
melaksanakan tata tertib sebagai alat preventif atau pencegahan bagi
sekolah untuk mengatasi penyimpangan moral yang mungkin terjadi pada
diri siswa agar proses pendidikan dapat berjalan dengan lancar.
Disiplin sekolah sebagai alat pendidikan preventif bertujuan untuk
mencegah hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran proses pelaksanaan
atau pencapaian tujuan pendidikan.39 Dengan ini terlihat bahwa disiplin
sekolah dijadikan sebagai alat pendidikan yang dapat membantu
kelancaran proses pendidikan. Kemudian, Komensky melihat ada tiga
tujuan yang berkaitan dengan kedisiplinan, yaitu :
1) Kedisiplinan hanya diterapkan bagi mereka yang melanggar agar mereka tidak mengulanginya kembali.
2) Materi bagi kedisiplinan berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan buruk siswa.
3) Perlu dipakai cara-cara yang selaras dengan perkembangan dan kebutuhan siswa.40
Dilihat dari tujuan kedisiplinan di atas menunjukkan bahwa
kedisiplinan diterapkan kepada siswa yang melanggar tata tertib agar
siswa tersebut jera dan tidak mengulangi kesalahan lagi sehingga materi
dari kedisiplinan adalah kebiasaan-kebiasaan buruk siswa yang harus
diperbaiki dan dihilangkan dari diri siswa melalui cara-cara yang sesuai
dengan perkembangan dan kebutuhan siswa, jangan menggunakan
kekerasan fisik dan emosional yang tentunya akan mempengaruhi
psikologi dan pertumbuhan siswa. Oleh karena itu, pihak sekolah harus
bersikap lembut dan ramah agar siswa dapat menyadari betapa pentingnya
kedisiplinan demi kebaikannya.
Dalam buku Nurla Isna Aunillah, terdapat beberapa hal yang perlu
dilakukan guru untuk membentuk karakter disiplin pada diri peserta didik,
diantaranya:
1) Konsisten
Guru harus berusaha bersikap konsisten dengan cara tidak mengubah kesepakatan apalagi demi kepentingannya.
2) Bersifat jelas
Peraturan harus dibuat dengan jelas dan sederhana agar peserta didik dapat melakukannya dengan mudah.
3) Memperhatikan harga diri
Guru memberikan nasihat kepada peserta didik yang melanggar secara personal sehigga cara ini akan membuatnya merasa dihargai.
4) Sebuah alasan yang bisa dipahami
Sebuah peraturan yang telah dibuat harus disertai dengan alasan-alasan dari adanya peraturan tersebut.
5) Menghadiahkan pujian
Sebuah pujian dikatakan secara jujur dan terbuka oleh guru agar peserta didika merasa dihargai.
6) Memberikan hukuman
Hukuman hendaknya tidak sampai menyakiti fisik dan psikologi peserta didik.
7) Bersikap luwes
Guru harus mampu bersikap luwes dalam menegakkan disiplin, agar peserta didik tidak merasa tertekan.
8) Melibatkan peserta didik
Dalam membuat peraturan sebaiknya peserta didik dilibatkan. 9) Bersikap tegas
Keseriusan guru dalam menerapkan peraturan kedisiplinan. 10)Jangan emosional
Sebaiknya guru menghindari emosi yang berlebihan.41
Dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk karakter disiplin pada
siswa melalui penerapan tata tertib guru harus bersikap konsisten, tegas
dan luwes terhadap peraturan yang telah dibuat, tidak boleh emosional
41
25
dalam memberikan hukuman dan peraturan yang dibuat bersama siswa
pun harus memiliki alasan-alasan yang jelas agar siswa mengerti dan
mudah melaksanakan peraturan tersebut. Kemudian, H.M Alisuf Sabri
menambahkan ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam
menanamkan disiplin pada siswa, yaitu:
1) Pembiasaan
Siswa dibiasakan hidup atau melakukan sesuatu dengan tertib, baik dan teratur.
2) Contoh dan teladan
Perlu adanya contoh dan teladan dari pihak orangtua di rumah dan dari guru di sekolah.
3) Penyadaran
Memberikan penjelasan tentang pentingnya peraturan yang diadakan.
4) Pengawasan
Pengawasan harus dilakukan terus-menerus.42
Dilihat dari pendapat H.M Alisuf Sabri, bahwa menanamkan disiplin
pada siswa harus melalui pembiasaan agar siswa hidup teratur, tertib dan
baik yang tentunya harus diberikan contoh dan teladan dari pihak sekolah
dan orangtua di rumah karena siswa akan mudah melaksanakan tata tertib
jika pihak sekolah ikut serta melaksanakan tata tertib. Selain itu, pihak
sekolah juga harus memberikan penjelasan mengenai tata tertib yang
diberlakukan agar siswa mengetahui pentingnya kedisiplinan yang
ditegakkan di sekolah serta pengawasan yang harus terus-menerus
dilakukan untuk mencegah adanya perlawanan dari siswa terhadap tata
tertib yang berlaku.
c. Tugas dan Tanggung Jawab Sekolah dalam Menerapkan Tata Tertib
Penerapan tata tertib sekolah telah disepakati sejak calon siswa baru
masuk ke sekolah. Orang tua siswa dan siswa telah diberitahu tata tertib
sekolah yang berlaku dan menyetujuinya dengan menandatangani surat
pernyataan tersebut di atas materai Rp. 6000. Penanggung jawab utama
42
pelaksanaan tata tertib sekolah adalah kepala sekolah, sedangkan guru
piket bertugas untuk mencatat pelanggaran tata tertib harian, mengawasi
pelaksanaan tata tertib harian dan memberikan pembinaan dan pengarahan
kepada para siswa yang melanggar tata tertib.43 Kepala sekolah memiliki
peran yang sangat penting dalam membuat, melaksanakan dan mengawasi
jalannya penerapan tata tertib sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah dan
warga sekolah harus saling bekerja sama dalam melaksanakan tata tertib
sekolah agar dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Menurut Bambang Trimansyah, terdapat empat tahap dalam membuat
tata tertib yaitu :
1) Tentukan peraturan apa yang hendak dibuat
2) Pikirkan hal apa saja yang harus diatur agar orang bisa disiplin dan
tidak berbuat kesalahan
3) Tulislah aturan satu per satu, mulai dari yang umum hingga yang
khusus
4) Peraturan bisa kalimat perintah dan kalimat larangan.44
Pembuatan tata tertib ini masih termasuk umum, dimana pedoman ini
dapat dibuat untuk segala tata tertib baik di dalam suatu organisasi
maupun dalam suatu lingkungan, misalnya tata tertib sekolah, tata tertib
siswa, tata tertib lalu lintas, tata tertib rumah dan sebagainya. Selain itu,
Eka Prihatin menjelaskan cara merancang kedisiplinan atau tata tertib
sekolah yaitu :
1) Penyusunan rancangan harus melibatkan guru, staf administrative, wakil siswa dan wakil orang tua siswa dengan ikut menyusun, diharapkan mereka merasa bertanggungjawab atas kelancaran pelaksanaannya.
2) Rancangan harus sesuai dengan misi dan tujuan sekolah, artinya disiplin yang dirancang harus dijabarkan dari tujuan sekolah
3) Rancangan harus singkat dan jelas, sehingga mudah dipahami. Jika rancangan cukup panjang perlu dibuat rangkumannya
4) Rancangan harus memuat secara jelas daftar perilaku yang dilarang beserta sanksinya. Sanksi yang diterapkan harus yang bersifat
43
Sri Hapsari, Bimbingan dan Konseling SMA Kelas X, (Jakarta: Grasindo, 2005), h. 15
44
Bambang Trimansyah, Saya Ingin Mahir Berbahasa Indonesia, (Bandung: PT. Grafindo Media
27
mendidik dan telah disepakati oleh siswa, guru dan wakil orangtua siswa
5) Peraturan yang telah disepakati bersama harus di sebarluaskan, misalnya melalui rapat, surat pemberitahuan dan majalah sekolah sehingga semua pihak terkait memahaminya. Jika perlu dilakukan
“kampanye” untuk itu
6) Kegiatan yang terkait dengan aktifitas siswa harus diarahkan dalam pembentukan disiplin sekolah.45
Dalam membuat tata tertib sekolah, seluruh warga sekolah ikut
menyusun dan membuat tata tertib sekolah tersebut. Mereka saling
memberikan pendapat dan saling berkontribusi dalam merancang tata
tertib sekolah. Selain itu, tata tertib harus dibuat dengan kalimat yang
jelas, singkat, mudah diingat dengan bahasa yang baik, mudah dipahami
dan mudah dilaksanakan oleh warga sekolah khususnya siswa. kemudian
tata tertib sekolah harus memiliki sanksi bagi warga sekolah yang
melanggar yang tentunya disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan. Sepatutnya sanksi yang diberikan bersifat mendidik agar
siapapun yang melanggarnya tidak memiliki dendam serta menyadari
kesalahan yang telah dilakukannya. Selanjutnya, setelah tata tertib telah
dibuat dan resmi untuk diterapkan maka pihak terkait dapat
menyebarluaskan tata tertib sekolah tersebut, misalnya melalui rapat, surat
pemberitahuan, pidato upacara, maupun sosialisasi ke setiap kelas.
Pada hakikatnya, tata tertib sekolah baik yang berlaku umum maupun
khusus meliputi tiga unsure berikut yaitu:
1) Perbuatan atau tingkah laku yang diharuskan dan yang dilarang
2) Sanksi atau akibat yang menjadi tanggung jawab pelanggar
peraturan
3) Prosedur untuk menyampaikan tata tertib kepada subjek yang
dikenai tata tertib tersebut46
45
Eka Prihatin, op.cit., h. 97 46
Di sekolah gurulah yang diberi tanggung jawab untuk menyampaikan
dan mengontrol berlakunya tata tertib sekolah, maka unsure tata tertib
yang diuraikan di atas memiliki makna sebagai berikut ini:
1) Ketentuan yang berisi kewajiban dan larangan yang mengatur
perilaku anggota masyarakat di sekolah,
2) Bagi siapapun yang melanggar aturan tata tertib tersebut, mereka
harus menanggung sendiri perbuatan yang dilakukannya,
3) Cara menyampaikan peraturan sekolah kepada seluruh anggota
masyarakat di sekolah, biasanya dilakukan pada saat mereka baru
memasuki sekolah, sehingga mereka mengetahui kewajiban dan
larangan yang harus dijalankan selama mengalami proses
pendidikan di sekolah tersebut.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional, peraturan dan tata tertib
sekolah secara umum yang harus dipatuhi oleh peserta didik adalah:
1) Peserta didik wajib berpakaian sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh sekolah.
2) Peserta didik wajib memelihara dan menjaga ketertiban serta menjunjung tinggi nama baik sekolah.
3) Peserta didik harus hadir di sekolah paling lambat 5 menit sebelum pelajaran dimulai.
4) Peserta didik harus siap menerima pelajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah.
5) Pada jam istirahat para peserta didik tidak dibenarkan ada dalam ruangan kelas atau meninggalkan pekarangan sekolah, kecuali ijin kepada kepala sekolah.
6) Selama jam sekolah berlangsung, peserta didik dilarang meninggalkan sekolah tanpa seijin kepala sekolah.
7) Setiap peserta didik yang tidak dapat mengikuti pelajaran harus dengan menunjukkan keterangan yang syah.
8) Setiap peserta didik wajib memelihara dan menjaga kebersihan sekolah.
9) Peserta didik tidak dibenarkan membawa rokok atau merokok di dalam kelas maupun halaman sekolah dan lingkungannya.
10) Peserta didik dilarang berpakaian yang berlebihan dan memakai perhiasan yang mencolok.
11) Peserta didik dilarang membawa segala sesuatu yang dapat mengganggu pelajaran.
29
13) Setiap peserta didik wajib membayar SPP setiap bulan selambat-lambatnya tanggan 10 setiap bulan.
14) Pelanggaran atas tata tertib sekolah bisa menjadikan penyebab dikeluarkannya peserta didik dari sekolah setelah mendapat peringatan lisan, tertulis dan skorsing sementara.47
Dengan adanya hakikat tata tertib tersebut, maka tata tertib sekolah
harus memiliki sangsi atau hukuman bagi siapapun yang melanggarnya.
Hukuman dijatuhkan sebagai jalan keluar terakhir yang harus
dipertimbangkan dengan perkembangan siswa.
Menurut pendapat H. M. Alisuf Sabri, hukuman termasuk alat
pendidikan represif yang digunakan jika siswa melakukan suatu perbuatan
yang dianggap bertentangan dengan peraturan yang berlaku.48 Dengan
tindakan ini diharapkan siswa dapat kembali kepada hal-hal yang baik,
benar dan tertib. Dalam buku tersebut terlihat dengan jelas bahwasannya
sebelum tindakan hukuman dijatuhkan kepada siswa yang melanggar
peraturan, terlebih dahulu mereka akan mendapatkan pemberitahuan
tentang kesalahan tindakan mereka dari pihak sekolah lalu teguran,
peringatan dan hukuman. Hal ini dilakukan dengan tahapan tersebut guna
untuk menyeimbangkan perkembangan psikologi siswa.
Hukuman akan dijatuhkan jika pemberitahuan, teguran dan peringatan
sudah tidak mampu lagi merubah sikap siswa yang melanggar peraturan
sekolah. Ali Imron menjelaskan bahwa “hukuman adalah suatu sangsi
yang diterima oleh seseorang sebagai akibat dari pelanggaran atau
aturan-aturan yang telah ditetapkan, dapat berupa sangsi material ataupun
nonmaterial.”49
Penjelasan tersebut mengandung arti bahwa hukuman
adalah akibat yang diterima oleh seseorang yang melanggar peraturan tata
tertib berupa material ataupun nonmaterial sesuai dengan tindakan
pelanggaran yang telah dilakukannya.
47
Surya Dharma, Manajemen Kesiswaan (Peserta Didik), (Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional, 2007), h. 77-78
48
H.M Alisuf Sabri, op.cit., h. 36
49