• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Petani Dalam Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut (Kasus Di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi Petani Dalam Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut (Kasus Di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat)."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI PETANI DALAM PELAKSANAAN

PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT

Kasus di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat

SITI SAWERAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut Kasus di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 10 November 2015

Siti Sawerah

(4)
(5)

RINGKASAN

SITI SAWERAH. 2015. Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut (Kasus di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat). Dibimbing oleh: PUDJI MULJONO dan PRABOWO TJITROPRANOTO. Kebakaran lahan di Indonesia sebagian besar terjadi pada lahan gambut. Kebakaran lahan gambut merupakan kasus kebakaran yang relatif sulit dipadamkan. Oleh karena itu kebakaran di lahan gambut sangat potensial menimbulkan asap yang bertahan cukup lama. Lahan gambut juga banyak tersebar pada beberapa lokasi di provinsi Kalimantan Barat, sehingga provinsi ini merupakan salah satu provinsi yang rawan terjadinya kebakaran.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk pencegahan kebakaran lahan gambut di Kalimantan Barat. Upaya pencegahan tersebut bertujuan untuk mencegah, meminimalkan terjadinya kebakaran, dan memperkecil dampak kebakaran serta memelihara dan menjaga sumberdaya dari bahaya kebakaran lahan. Tercapainya tujuan dari upaya yang dilakukan pemerintah tidak terlepas dari partisipasi petani yang berada di sekitar lahan gambut. Pentingnya partisipasi dari petani tersebut karena sebagai pelaksana berbagai kegiatan yang diupayakan oleh pemerintah.

Penelitian bertujuan menganalisis:1) tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut, 2) sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar, 3) hubungan faktor internal dan faktor eksternal dengan partisipasi, 4) hubungan faktor internal dan faktor eksternal dengan sikap petani, serta 5) hubungan sikap dengan partisipasi petani.

Penelitian lapang dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2015 di Kabupaten Mempawah. Populasi penelitian ini adalah 95 petani yang memiliki lahan pernah terbakar dan memiliki lahan di sekitar lahan yang pernah terbakar. Pengumpulan data dilakukan secara sensus terhadap 95 petani tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data dianalisis secara statistik deskriptif dan statistik inferensial (korelasi Rank Spearman).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan di Kabupaten Mempawah termasuk kategori sangat rendah, sedangkan sikap petani terhadap pengolahan lahan tanpa bakar cenderung negatif. Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan partisipasi dan sikap adalah faktor eksternal yang terdiri dari peran penyuluh dan dukungan lingkungan sosial, sementara dari faktor internal yang berhubungan hanya peubah pendidikan dan pendapatan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa sikap berhubungan sangat nyata dengan partisipasi.

(6)

SUMMARY

SITI SAWERAH. 2015. Participation of farmers in prevention of peatland fires: (The case in Mempawah District, Province of West Kalimantan). Undersupervision of PUDJI MULJONO and PRABOWO TJITROPRANOTO.

Most of land fires in Indonesia occur in peatlands. It has potency to increase fog. Land fires in peatland are relatively difficult to extinguish. Peatlands are also widely spread in several locations in the West Kalimantan, therefore this province is a province that is prone to fire.

Various efforts have been made by the government in order to prevent fires, and to minimize its impact, as well as to maintain and protect the natural resources

from the danger of land fires. Attainment of the objectives of the government’s

efforts also depend on the participation of the farmers around peatlands. The importance of the farmer participation is that they are actors of various activities organized by government.

The objectives of this study was: 1) to analyze the participation level of farmers in the prevention of peatland fires, 2) to identify the attitude of farmers in land cultivation without burning system, 3) to analyze the correlation between the internal factors and the external factors to participations, 4) to analyze the correlation between the internal factors and the external factors to farmer’s attitude, 5) to analyze the correlation of attitude and participation.

The data collected in March to May 2015 in Mempawah District. The population were 95 farmers who were have land that has been burned and land surround the burned area. The data collection was conducted by census/total sampling of the population. The analysis of data was performed by using the correlation test of Rank Spearman.

The results of this research showed that the participation level of farmers was low, the attitude of farmers to land cultivation without burning system was negative. The external factors were positively correlated with participation and attitude. The internal factors correlated with participation and attitude were education and income. The attitude was correlated with participation.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Penyuluhan Pembangunan

PARTISIPASI PETANI DALAM PELAKSANAAN

PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT

Kasus di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisan tesis yang berjudul Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut Kasus di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat ini dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Pudji Muljono MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi saran dan kritikan untuk perbaikan tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr Prabowo Tjitropranoto MSc selaku anggota komisi pembimbing, atas motivasi dan dorongan yang tiada henti kepada penulis, serta saran-saran yang diberikan sehingga tesis ini lebih baik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB atas segala hal yang telah diajarkan kepada penulis selama studi di IPB.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh responden, para penyuluh dan aparat desa serta pegawai Dinas Pertanian dan Kehutanan di wilayah penelitian atas segala informasi dan kesediaan waktu yang diberikan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Sutari, ibunda Mardiah, abang-abang dan adik-adik serta seluruh keluarga yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya hingga penulis menyelesaikan studi ini.

Di samping itu, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama studi. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman seperjuangan S2, S3 PPN dan temen seperjuangan asal Kalimantan Barat yang banyak memberi bantuan, masukan dan motivasi dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Kepada teman-teman yang telah membantu penulis mengumpulkan data selama di lapangan, terima kasih banyak atas waktu dan kesediaannya.

Dalam tesis ini tentunya masih banyak ditemui berbagai kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk kualitas penelitian yang lebih baik ke depannya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, 10 November 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Partisipasi 4

Masyarakat 6

Kebakaran Lahan Gambut 6

Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Pencegahan Kebakaran 9

Sikap 9

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi 12

Karakteristik Petani 12

Faktor Eksternal 14

Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan 18

Kerangka Berpikir dan Hipotesis 21

3 METODE 23

Desain Penelitian 23

Lokasi dan Waktu Penelitian 23

Populasi dan Sampel 23

Pengembangan Instrumen Penelitian 24

Jenis Data 24

Variabel Penelitian 24

Definisi Operasional 24

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi 25

Teknik Pengumpulan Data 26

Teknik Analisis Data 27

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28

Deskripsi Wilayah Penelitian 28

Pencegahan kebakaran yang dilakukan petani di Kabupaten Mempawah 28

Deskripsi Responden 30

Karakteristik Internal Responden 30

Faktor Eksternal Responden 33

(16)

Hubungan Karakteristik Internal dengan Sikap Petani 42 Hubungan Faktor Eksternal dengan Sikap Petani 44 Hubungan Karakteristik Internal dengan Partisipasi Petani 46 Hubungan Faktor Eksternal dengan Partisipasi Petani 48 Hubungan Sikap dengan Tingkat Partisipasi Petani 51

5 SIMPULAN DAN SARAN 53

Simpulan 53

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 59

(17)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah populasi dan sampel penelitian 24

2 Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik internal 31 3 Jumlah dan persentase tanggapan responden terhadap peran penyuluh 34 4 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tanggapan terhadap

dukungan lingkungan sosial 35

5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan dimensi sikap terhadap

pengolahan lahan tanpa bakar 38

6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi

dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut 40 7 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan karakteristik

internal dengan sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar 43 8 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan peran penyuluh

dengan sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar 44 9 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan dukungan

lingkungan sosial dengan sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa

bakar 45

10 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan faktor internal dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran

lahan 46

11 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan peran penyuluh dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran

lahan 49

12 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan dukungan lingkungan sosial dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan

pencegahan kebakaran lahan 50

13 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi hubungan sikap dengan

partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan 51

DAFTAR LAMPIRAN

1 Definisi operasional 59

2 Hasil uji validitas dan reliabilitas 64

3 Peta administrasi Kabupaten Mempawah 67

(18)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kejadian kebakaran lahan di Indonesia sebagian besar terjadi pada lahan gambut, seperti yang dikemukakan BNPB (2013) bahwa kejadian kebakaran sebagian besar berada di lahan gambut yang sangat potensial menimbulkan asap. Oleh karena itu karakteristik kebakaran di Indonesia sangat spesifik. Kebakaran lahan gambut merupakan kasus kebakaran yang relatif sulit untuk dipadamkan. Keadaan yang demikian dikarenakan lahan yang terbakar umumnya tidak tampak api. Api terus menjalar di bawah permukaan tanah, sementara lahan gambut sangat sempurna menahan bara api. Api dapat padam hanya dengan guyuran hujan yang deras. Jika hujan relatif kecil (tidak sampai menggenangi areal lahan gambut), maka kebakaran lahan gambut semakin mengeluarkan asap yang lebih besar. Api juga akan cepat menjalar pada bagian dalam lahan gambut yang kering, sehingga sering menyebabkan munculnya titik api baru di beberapa tempat yang lain (Pasaribu & Friyatno, 2008).

Lahan gambut juga banyak tersebar pada beberapa lokasi di Provinsi Kalimantan Barat, sehingga provinsi ini merupakan salah satu provinsi yang rawan terjadinya kebakaran. Kebakaran lahan gambut di Kalimantan Barat telah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu, hingga saat ini kebakaran tersebut masih sering terjadi pada setiap musim kemarau. Kondisi ini dapat dilihat dari data KLH (2014) bahwa pada Juli 2014 Provinsi Kalimantan Barat mengalami peningkatan kasus kebakaran lahan yang besar mencapai 270 titik api tersebar di beberapa kabupaten.

Kebakaran lahan yang menyebabkan bencana asap dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan data BNPB (2013) kebakaran disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu kondisi iklim dan aktivitas manusia dalam pengelolaan lahan. Kebakaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia sebanyak 99%, baik disengaja maupun karena unsur kelalaian. Aktivitas tersebut terdiri dari kegiatan konversi lahan 34%, peladangan liar 25%, pertanian 17%, kecemburuan sosial 14% dan proyek transmigrasi 8%. Kebakaran lahan yang terjadi akibat pengaruh iklim hanya terjadi sebagian kecil (Qodriyatun, 2014).

(19)

2

dalam gambut menjadi kering sehingga memicu mudahnya terjadi kebakaran. Selain motif tersebut, berdasarkan hasil penelitian dari team LPM UNTAN (2013) kebakaran lahan juga dipengaruhi oleh faktor sosial. Kontak sosial komunitas yang ditemui masih rendah, sehingga penduduk tidak saling peduli bila ada lahan milik orang lain terbakar.

Akibat dari kejadian kebakaran tersebut banyak mengganggu aktivitas manusia (Arifudin et al, 2013). Kebakaran menimbulkan kerugian dan berbagai macam permasalahan yang sangat besar pada berbagai aspek, mulai dari aspek kesehatan, sosial serta aspek ekonomi. Kerugian pada aspek kesehatan di antaranya asap yang ditimbulkan dapat mengganggu pernapasan dan mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit. Kerugian pada aspek sosial mempengaruhi hubungan politik antar negara tetangga, karena asap yang tersebar hingga ke luar batas negara dianggap pencemaran lingkungan yang dapat mengganggu jarak pandang. Kerugian pada aspek ekonomi yang dapat ditaksir hanya mencakup pada kerugian nilai kayu, namun masih banyak kerugian lainnya pada non kayu yang tidak dapat ditaksir secara akurat, seperti sumber nutfah, ekowisata, sumber air dan pengatur tata air, pengendalian erosi dan konservasi tanah serta siklus hara. Kebakaran hutan dan lahan juga berdampak negatif terhadap vegetasi, satwa liar, tanah, air dan udara yang dapat dirasakan oleh masyarakat bukan hanya di lokasi kebakaran, melainkan juga ke daerah bahkan ke negara-negara tetangga.

Besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat kebakaran yang sering terjadi tersebut, maka perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan kebakaran. Pencegahan kebakaran lebih baik sebagai tindakan pertama dari pada melakukan pemadaman dan rehabilitasi yang jauh lebih sulit dan mahal. Tindakan pencegahan dalam pengelolaan kebakaran hutan dan lahan mempunyai tujuan mencegah kebakaran, meminimalkan terjadinya kebakaran, memperkecil dampak kebakaran serta memelihara dan menjaga sumber daya hutan dari bahaya kebakaran lahan (Akbar, 2011).

Upaya pencegahan kebakaran lahan yang telah dilakukan pemerintah Kalimantan Barat, di antaranya adalah membentuk kelompok pemadam kebakaran dilengkapi unit kendaraan dan mesin pompa air, melakukan upaya peningkatan peran serta dari semua pihak, baik aparat maupun masyarakat di kabupaten dan kota. Pemerintah juga memberikan pelatihan serta sosialisasi kepada masyarakat terutama petani. Masyarakat petani yang melakukan kegiatan usaha tani juga dianjurkan untuk melakukan pengolahan lahan tanpa bakar (Kementan, 2014).

Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk pencegahan kebakaran lahan gambut di Kalimantan Barat, diharapkan dapat mencapai tujuan dari tindakan pencegahan tersebut. Kenyataan di lapangan berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (2014) kebakaran besar masih terjadi di beberapa wilayah Kalimantan Barat. Jumlah titik api tersebar di beberapa kabupaten, salah satunya di Kabupaten Mempawah.

(20)

3 adalah apakah kebakaran yang sering terjadi tersebut disebabkan karena rendahnya partisipasi petani dalam pencegahan kebakaran lahan gambut?

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut?

2. Bagaimana sikap petani terhadap pengolahan lahan tanpa bakar?

3. Bagaimana hubungan faktor internal dan eksternal petani dengan sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar?

4. Bagaimana hubungan faktor internal dan eksternal petani dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut?

5. Bagaimana hubungan sikap petani dengan partisipasi dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut.

2. Menganalisis sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar

3. Menganalisis hubungan karakteristik internal dan eksternal petani dengan sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar.

4. Menganalisis hubungan karakteristik internal dan eksternal petani dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut. 5. Menganalisis hubungan sikap petani dengan partisipasi dalam pelaksanaan

pencegahan kebakaran lahan gambut.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan ilmu mengenai partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan. Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi pihak penyuluh dalam rangka membina dan meningkatkan partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai rencana pencegahan kebakaran lahan ke depannya bagi pihak-pihak yang berkaitan.

Ruang Lingkup Penelitian

(21)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Partisipasi

Partisipasi petani merupakan hal yang penting dalam pencapain tujuan dari setiap program. Mardikanto (2010) mengemukakan bahwa partisipasi merupakan suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan secara aktif dan suka rela, baik karena alasan dari dalam maupun alasan dari luar, dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan, mencakup pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan yang dicapai. Sumaryadi (2010) mengartikan bahwa partisipasi adalah peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Selain itu Mubyarto (1984) mengartikan partisipasi sebagai kesediaan dari individu untuk membantu keberhasilan setiap program sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Cosen dan Uphoff (1977) juga mendefinisikan bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, keterlibatan dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan yang ditetapkan melalui sumbangan sumberdaya atau bekerjasama dalam organisasi, dan keterlibatan dalam menikmati manfaat dan evaluasi dalam pelaksanaan program.

(22)

5 Johnston (1982) yang dikutip Iqbal (2007) mengemukakan tingkat partisipasi berdasarkan pertanggungjawaban. Berdasarkan pertanggungjawaban tersebut partisipasi digolongkan menjadi: 1) partisipasi berdasarkan pesanan atau tekanan, pada partisipasi ini masyarakat tidak berperan dalam pengambilan keputusan, melainkan hanya menyediakan tenaga kerja dan materi untuk suatu kegiatan; 2) partisipasi sukarela, masyarakat menggunakan kebebasan untuk berpartisipasi atau tidak; 3) partisipasi memberi saran, dalam partisipasi ini berkesempatan terlibat lebih banyak sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan; 4) partisipasi inisiatif, partisipasi masyarakat dengan inisiatif sendiri untuk kelancaran suatu kegiatan; 5) partisipasi kreativitas, yaitu masyarakat berpartisipasi dalam menganalisis situasi, menentukan prioritas, perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi.

Hussein juga membedakan tingkat partisipasi menjadi beberapa tingkatan, namun kategori tingkatan yang digunakan adalah berdasarkan kedalaman partisipasi yang dilakukan. Tingkatan partisipasi tersebut adalah partisipasi yang bersifat dangkal dan partisipasi mendalam. Partisipasi yang dangkal maupun mendalam sama-sama dimulai dengan proses penggalian informasi secara kualitatif dan konsultatif, namun perbedaan antara keduanya hanya pada esensi, kegiatan dan tujuannnya Hussein (2000) seperti yang dikutip oleh Iqbal (2007).

Partisipasi menurut Arnstein (1969) dikelompokkan dalam tiga tingkatan partisipasi dengan delapan anak tangga. Delapan tangga partisipasi tersebut adalah 1) penanganan, 2) terapi, 3) informasi, 4) konsultasi, 5) konsiliasi, 6) kemitraan, 7) pendelegasian kekuatan, 8) pengawasan oleh masyarakat. Tangga pertama dan kedua dikelompokkan pada non partisipasi, pada tangga ketiga hingga kelima dikelompokkan menjadi partisipasi dorongan, sedangkan pada tangga keenam hingga tangga kedelapan dikelompokkan pada partisipasi berdasarkan kekuatan warga masyarakat. Partisipasi dalam pengelompokan ini, sudah dimulai pada tangga ketiga namun keputusan masih dibuat oleh pemegang kekuasaan, dalam hal ini partisipasi termasuk semu. Pada partisipasi tangga keempat, komunikasi telah bersifat dua arah, sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengar, namun belum ada jaminan bahwa aspirasi tersebut akan dilaksanakan. Tangga kelima sudah ada komunikasi yang berjalan dengan baik, ada negosiasi antara masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Tangga keenam pemerintah dan masyarakat merupakan mitra yang sejajar, pada tangga ketujuh pemerintah memberikan kewenangan pada masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, dan pada tangga kedelapan masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama.

Cosen dan Uphoff (1977) membedakan partisipasi dalam beberapa tahapan partisipasi. Tahapan tersebut adalah partisipasi pada tahap perencanaan, partisipasi pada tahap pelaksanaan, partisipasi dalam tahap pemanfaatan dan partisipasi pada tahap penilaian hasil pembangunan. Keterlibatan aktif masyarakat tersebut dalam bentuk keterlibatan fisik, material dan sikap.

(23)

6

lahan gambut. Konsep partisipasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep partisipasi yang dikemukakan oleh Cosen dan Uphoff. Penelitian ini fokus pada partisipasi dalam tahap pelaksanaan, dengan alasan bahwa dalam pencegahan kebakaran lahan di lokasi penelitian, petani belum dilibatkan dalam tahapan partisipasi selain pelaksanaan. Adanya anggapan bahwa petani merupakan pelaku utama yang sering beraktivitas di lahan, sehingga merupakan salah satu penyebab sumber api oleh karena itu petani diposisikan sebagai pelaksana pencegahan kebakaran lahan yang diberikan oleh pemerintah, perencanaan dan evaluasi dilakukan pihak pemerintah.

Masyarakat

Masyarakat merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam pelaksanaan upaya pencegahan kebakaran lahan. Masyarakat adalah semua kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Konsep masyarakat menurut Hughes et al. (2002) yang diacu oleh Utama (2010), masyarakat mengacu pada sekelompok orang yang tinggal di dalam wilayah teritorial yang sama dan saling berbagi budaya tertentu. Kebudayaan tersebut membuat masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang sama serta biasanya memiliki kesamaan bahasa.

Masyarakat desa dalam kehidupan sehari-harinya menampilkan perilaku yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Sebagian karakteristik kehidupan masyarakat dalam keadaan tertentu dapat digeneralisasikan. Karakteristik masyarakat desa menurut Ndraha 1987 yang dikutip oleh Ramli (2010), di antaranya adalah 1) masyarakat desa sebagian besar berkehidupan sederhana yang disebabkan secara ekonomi tidak mampu, secara budaya masyarakat desa tidak senang menyombongkan diri, 2) secara umum masyarakat desa menaruh curiga terhadap hal-hal baru yang belum dipahaminya, 3) menjunjung tinggi kesopanan terhadap orang lain, 4) memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi, 5) lugas, berbicara apa adanya, 6) tertutup dalam hal keuangan, 7) perasaan minder terhadap orang kota, 8) menghargai orang lain, 9) jika diberi janji maka akan selalu diingat, 10) suka bergotong royong, 11) demokratis, 12) religius. Beberapa karakteristik masyarakat tersebut dalam suatu waktu tidak dapat digeneralisasikan akibat terjadinya perubahan sosial yang besar seperti ekonomi, sosial, budaya dan politik. Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kumpulan individu yang bertempat tinggal menetap di sekitar lahan gambut di lokasi penelitian, di mana semua masyarakat tersebut memiliki mata pencaharian sebagai petani.

Kebakaran Lahan Gambut Lahan

(24)

7 luar kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan berbudidaya berupa tanah gambut.

Pembakaran dan Kebakaran Lahan Gambut

Kebakaran lahan adalah suatu keadaan di mana lahan dilanda api sehingga mengakibatkan kerugian obyek pengembangan ilmu pengetahuan, ekonomi dan ekologi ataupun lingkungan hidup (Perda Kalbar, 1998). Pembakaran merupakan suatu tindakan kesengajaan membakar yang dilakukan masyarakat dalam mengelola lahan untuk kegiatan pertanian/perladangannya, sementara kebakaran didefinisikan sebagai proses pembakaran yang menyebar secara bebas. Kebakaran lahan merupakan terbakarnya suatu areal yang menimbulkan bahaya dan mendatangkan bencana, hal ini dapat disebabkan melalui proses alami atau karena kelalaian manusia yang tidak dikendalikan. Kebakaran yang tidak dikendalikan menyebabkan api akan bertambah besar dan akan membakar semakin luas. Apalagi jika kebakaran tersebut terjadi pada lahan gambut. Kebakaran pada lahan gambut lebih berbahaya dari pada kebakaran pada lahan kering. Hal ini disebabkan kebakaran pada lahan gambut tidak hanya terjadi pada permukaan lahan, namun hingga lapisan gambut.

Hasil penelitian yang dilakukan Pasaribu dan Friyatno (2008) mengemukakan alasan berbahayanya kebakaran di lahan gambut disebabkan jika kebakaran terjadi di bawah permukaan, tidak ada alat yang mampu memadamkannya. Lahan gambut sangat sempurna menahan bara api, api dapat padam hanya dengan guyuran hujan yang turun dengan deras. Jika hujan yang turun relatif kecil (tidak sampai menggenangi lahan gambut), maka kebakaran lahan gambut akan semakin mengeluarkan asap yang lebih besar, selain itu api cepat menjalar pada bagian dalam lahan gambut yang kering, sehingga sering menyebabkan munculnya titik api baru di beberapa tempat.

Upaya Pencegahan Kebakaran Lahan

Upaya pencegahan kebakaran lahan gambut merupakan bagian dari kegiatan pengendalian kebakaran. Pengendalian kebakaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan mulai dari pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran di lahan (Kementan, 2014). Pencegahan kebakaran merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai antisipasi terjadinya kebakaran. Tindakan pencegahan lebih baik sebagai upaya pertama dari pada melakukan pemadaman maupun rehabilitasi yang lebih sulit dan membutuhkan biaya yang besar. Upaya pencegahan kebakaran ini bertujuan antara lain: mencegah kebakaran hutan dan lahan, meninimalkan terjadinya kebakaran, memperkecil dampak kebakaran serta memelihara dan menjaga sumber daya hutan dan lahan dari bahaya kebakaran tersebut.

(25)

8

pelatihan (Akbar, 2011). Hal ini sejalan dengan upaya pencegahan yang dikemukakan oleh Adinugroho dan Suryadiputra (2005), bahwa strategi yang dapat dijadikan acuan meliputi: system peringatan dini, peningkatan partisipasi masyarakat dan memasyarakatkan teknik-teknik ramah lingkungan dalam pencegahan kebakaran. Konsep sederhana untuk mencegah terjadinya proses pembakaran dengan menghilangkan salah satu dari komponen segitiga api (oksigen, sumber panas, akumulasi bahan bakar.

Pencegahan kebakaran lahan yang terjadi di Kalimantan Barat, pihak pemerintah telah mengupayakan pencegahan tersebut melalui penetapan kebijakan pembukaan lahan tanpa bakar. Kebijakan ini juga tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 tahun 2010. Peraturan tersebut mengenai mekanisme pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Kebijakan tersebut mengharuskan masyarakat melakukan pembukaan lahan dengan cara manual, mekanik maupun kimiawi.

Perda Kalimantan Barat Nomor 6 Tahun 1998, juga mengupayakan pencegahan kebakaran lahan di antaranya adalah menetapkan lembaga PUSDALKARHUTLADA (Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Daerah) Provinsi Kalimantan Barat, POSKOLAKDALKARHUT-LADA (Pos Komando Pelaksanaan Pengendalian Kebakaran hutan dan Lahan Daerah) Kabupaten/ Kota, SATLAKDALKARHUTLA (Satuan Pelaksanaan Pengendalian kebakaran Hutan dan Lahan) di tingkat kecamatan. Membentuk Satuan Tugas Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan (SATGASDAMKARHUTLA).

Selain itu melakukan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembukaan lahan untuk pembangunan perkebunan, pertanian, transmigrasi, kehutanan dan lain-lain baik yang dilakukan perusahaan dan masyarakat. Menginventarisir daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan serta membuat peta kerawanan. Menyediakan peralatan pemadam kebakaran, baik peralatan perorangan maupun berkelompok. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan tenaga inti pemadam kebakaran hutan dan lahan terutama dari satuan tugas pemadam kebakaran hutan dan lahan beserta masyarakat. Melakukan kegiatan deteksi dini untuk mengetahui lebih awal kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Upaya pemerintah Kalimantan Barat dalam pencegahan kebakaran lahan gambut, sudah memiliki kelompok pemadam kebakaran yang dilengkapi unit kendaraan dan mesin pompa yang cukup baik untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan, lahan, maupun kebakaran lainnya. Upaya dalam mengantisipasi, pengendalian, serta pencegahan kebakaran hutan dan lahan diarahkan untuk meningkatkan peran serta dari semua pihak. Di antaranya dengan membentuk posko, apel siaga, kampanye, dan sosialisasi mengenai pengendalian kebakaran hutan dan lahan baik kepada aparat maupun masyarakat di kabupaten dan kota. Memberikan pelatihan kepada kelompok masyarakat peduli api dan bantuan peralatan pemadaman, serta melakukan pemetaan potensi sumber daya pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada unit usaha.

(26)

9 LSM, perusahaan, petugas pemadam kebakaran, b. Penyuluhan, c. Pelatihan pengendalian.

Partisipasi Petani dalam Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut

Pentingnya partisipasi petani dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran lahan gambut terdapat 3 asumsi dasar yaitu 1) rasio jumlah petugas yang menguasai wilayah hutan dengan luas wilayah yang harus dikuasainya sangat rendah, sehingga apabila petani tidak ikut berpartisipasi aktif dalam penjagaan keamanan hutan/ lahan maka kelestarian hutan/lahan akan terancam, 2) apabila petani memiliki kesadaran akan fungsi hutan/lahan serta tidak ada faktor lain yang memaksanya, maka harapan agar petani dapat ikut berpartisipasi aktif untuk menjaga keamanan hutan/lahan dari bahaya kebakaran maupun jenis kerusakan lainnya akan dapat terlaksana, 3) petani adalah salah satu unsur pembentuk sumber api yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Petani mau menyatu dan bisa terangsang, tergerak untuk menjaga hutan/lahan dari kerusakan apabila petani merasa dirinya berarti dalam proses pengelolaan hutan dan lahan, terdapat insentif, emosinya tergetar oleh harga diri yang tumbuh akibat penyertaan dirinya dalam pengelolaan hutan dan lahan tersebut, semangatnya terbangkitkan untuk sesuatu yang disadari sebagai hal yang patut diperjuangkan yaitu menjaga hutan dan lahan dari kerusakan. Peningkatan partisipasi/peran serta petani dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu dorongan dan rangsangan, insentif, kesempatan, kemampuan, bimbingan.

Implikasinya adalah apabila petani diberi lebih banyak kesempatan, ditingkatkan kemampuannya dengan cara memberikan peluang untuk mendapat lebih banyak pengalaman dan dimotivasi kemauannya untuk berpartisipasi maka intensitas partisipasi dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan akan meningkat. Kesempatan untuk berpartisipasi tidak hanya diberikan pada waktu pelaksanaannya saja tetapi juga dimulai dari saat pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, penilaian dan distribusi hasilnya (Adinugroho et al, 2005).

Partisipasi petani dalam pencegahan kebakaran lahan gambut dalam penelitian ini adalah partisipasi dalam a. Aspek teknis: 1) memantau aktivitas sekitar lahan, menyebarluaskan informasi larangan melakukan pembakaran, membuat sekat bakar, 2) Pembuatan sekat bakar dan penyiapan alat-alat dan sarana pemadam kebakaran, 3) melakukan pertemuan secara rutin antara masyarakat, LSM, perusahaan, petugas pemadam kebakaran, b. Penyuluhan, c. Pelatihan pengendalian kebakaran.

Sikap

(27)

10

Kerangka pemikiran kedua oleh para ahli di bidang psikologi sosial dan psikologi kepribadian yang diwakili Crave, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport. Menurut kelompok ini konsep mengenai sikap lebih komplek. Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud oleh kelompok ini adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

Kelompok kerangka pemikiran yang ketiga berorientasi pada skema triadik, di mana sikap menurut kelompok ini merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Seperti yang dikemukakan oleh salah satu dari kelompok ini yaitu Secord dan Bacman pada tahun 1964 bahwa sikap didefinisikan sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) dari seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.

Sikap belum merupakan suatu tindakan, namun sikap merupakan suatu faktor yang mendorong individu untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan penjelasan Mar’at (1981), bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan atau

action akan tetapi masih merupakan pre-disposisi tingkah laku. Hal ini sejalan dengan pengertian sikap menurut Aiken (1970) yang dikutip oleh Wawan dan Dewi (2011) bahwa sikap juga merupakan predisposisi atau kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif maupun negatif dengan intensitas yang moderat dan memadai terhadap objek, situasi, konsep atau orang lain.

Sikap menurut para psikologi sosial mutakhir diklasifikasikan dengan cara yang lebih popular dengan menggunakan dua pendekatan dan merupakan pengembangan dari dasar pemikiran para psikologi terdahulu. Adapun kedua pendekatan tersebut yang pertama bahwa sikap merupakan kombinasi reaksi afektif, perilaku dan kognitif terhadap suatu objek. Komponen-komponen tersebut mengorganisasikan sikap dari individu. Pada pendekatan kedua membatasi sikap hanya pada aspek afeksi, di mana sikap adalah penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek.

Sikap berdasarkan teori rangsang balas didefinisikan sebagai kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu jika menghadapi suatu rangsangan tertentu (Sarwono, 2010). Pengertian yang demikian senada dengan pengertian sikap yang dirumuskan oleh Spencer dan Spencer (1993) bahwa sikap (attitude) merupakan status mental seseorang atau kesiapan untuk merespon suatu situasi tertentu. Bonner (1953) mendefinisikan bahwa sikap merupakan sebuah persiapan untuk tindakan dalam arah tertentu.

(28)

11 Pembentukan struktur sikap berdasarkan skema triadik terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Baron dan Byrne serta Myers dalam Wawan dan Dewi (2011). Ketiga komponen tersebut adalah kognitif, afektif dan konatif. McDavid dan Harari (1968) dalam Wawan dan Dewi (2011) juga mengungkapkan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yang terdiri dari kognitif, afektif dan perilaku. Kognitif didefinisikan sebagai kepercayaan dan ide-ide dari individu terhadap suatu objek, afeksi merupakan nilai yang mencakup perasaan dan emosi sedangkan perilaku atau yang disebut konasi merupakan sebuah kecenderungan untuk bertindak dan sering disebut sebagai predisposisi. Begitu juga dengan yang dikemukakan Zanden (1984), bahwa sikap merupakan kecenderungan belajar dan relatif abadi untuk mengevaluasi orang, acara atau situasi dengan cara tertentu dan bertindak sesuai dengan evaluasinya. Zaden juga mengungkapkan sikap terdiri dari tiga komponen yaitu komponen kognitif yang merupakan cara memandang suatu objek, peristiwa atau situasi-situasi tertentu, keyakinan dan ide-ide terhadap sesuatu. Komponen afektif merupakan perasaan atau emosi pada suatu objek, peristiwa atau representasi simbolik yang membangkitkan individu. Komponen perilaku merupakan kecenderungan atau disposisi untuk bertindak dengan cara tertentu yang mengacu pada beberapa objek, peristiwa atau situasi tertentu.

Mann (1969) yang dikutip oleh Azwar (2009) mengungkapkan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu terhadap sesuatu dan seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini). Hal ini terutama apabila menyangkut masalah isu yang kontroversial. Azwar sendiri lebih menekankan bahwa komponen kognisi berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Hal-hal yang dipercayai oleh seseorang merupakan stereotipe atau sesuatu yang telah terpolakan dalam fikirannya. Kepercayaan datang dari apa yang dilihat atau apa yang telah diketahui. Berdasarkan apa yang telah dilihat tersebut kemudian akan terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai karakter umum suatu objek. Apabila kepercayaan telah terbentuk, maka akan menjadi dasar pengetahuan bagi seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu.

Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Reaksi emosional individu terhadap suatu objek, pada umumnya banyak dipengaruhi oleh kepercayaan sebagai benar dan berlaku bagi objek tersebut. Adanya kepercayaan maka terbentuk perasaan suka atau tidak suka terhadap objek tersebut. Komponen konatif menunjukkan bagaimana kecenderungan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek yang dihadapi. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan membentuk sikap individual. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, tetapi juga meliputi bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang (Azwar, 2009).

(29)

12

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Partisipasi seseorang dalam suatu kegiatan maupun program banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sehubungan dengan hal tersebut, hasil penelitian Setyowati (2010) menyatakan bahwa partisipasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang secara nyata mempengaruhi partisipasi adalah tingkat pendidikan formal dan non formal, serta luas lahan garapan. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah intensitas pendampingan pada petani, manfaat yang dirasakan, dan aktivitas kelompok. Faktor eksternal lain seperti kegiatan penyuluhan, kelompok tani dan sumber informasi berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat.

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi partisipasi dikemukakan oleh Slamet (1994) adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok di dalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan. Slamet (1994) juga mengungkapkan bahwa secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, serta keterlibatan dalam kegiatan pembangunan.

Penelitian Supadi (2008) mengungkapkan faktor pendorong petani untuk berpartisipasi dalam menanam kedelai di antaranya adalah penyediaan teknologi yang sesuai, penyuluhan dan insentif yang dapat membantu permodalan petani. Hasil penelitian Herawati dan Pulungan (2006) juga mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi kontak tani dalam perencanaan program penyuluhan pertanian, faktor internal yang memiliki hubungan secara nyata dengan partisipasi kontak tani adalah pendidikan, pengalaman sebagai kontak tani, pekerjaan, dan pendapatan. Sementara faktor eksternal yang berhubungan secara nyata adalah intensitas penyuluhan, kekosmopolitan, frekuensi komunikasi, dan ikut organisasi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Lestari (2012) mengenai analisis partisipasi petani dalam kegiatan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu. Faktor-faktor internal yang berpengaruh terhadap partisipasi di antaranya umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, penguasaan lahan, etos kerja, sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah komunikasi kelompok, klik sosial, proses belajar di sekolah lapang.

Karakteristik Internal Petani

Karakteristik internal merupakan ciri-ciri khusus yang terdapat pada seseorang dan sangat menentukan kebutuhannya sehingga mampu mengarahkan kekuatan berdasarkan tuntutan pribadi seseorang tersebut. Pendapat Sampson (Rakhmat, 2001) menyatakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya merupakan faktor internal individu. Karakteristik individu petani dalam penelitian ini meliputi: umur, pendidikan, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, status lahan, dan jarak lokasi lahan.

Umur

(30)

15-13 25 tahun jika diberi bimbingan pembelajaran yang baik. Kemampuan tersebut akan terus tumbuh dan berkembang maksimal hingga usia 45 tahun. Pada usia 55 hingga 60 tahun kemampuan belajar yang dimiliki seseorang akan semakin berkurang (Padmowihardjo, 1994). Yuwono (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat persepsi petani hutan rakyat dipengaruhi secara nyata oleh faktor umur petani tersebut. Semakin tua umur petani maka persepsinya semakin rendah begitu juga sebaliknya. Umur dalam penelitian ini adalah jumlah tahun hidup petani.

Pendidikan

Pendidikan termasuk salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pola pikir seseorang. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam kehidupannya, baik dalam keluarga maupun di masyarakat. Soekartawi (1995) mengatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mengubah pola pikir dan daya nalar petani. Sedangkan Mudyahardjo (2002) berpendapat bahwa pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat melalui kegiatan bimbingan maupun pengajaran, baik yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah guna untuk mempersiapkan mereka agar dapat memainkan peranan secara tepat di masyarakat dan di lingkungan kehidupannya. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka wawasan masyarakat akan semakin tinggi pula sehingga tingkat partisipasi dalam pelaksanaan suatu program juga makin meningkat (Lastinawati, 2011), hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nurmayanti (2010) pendidikan dapat mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang pada setiap tahapan kegiatannya, individu yang berpendidikan tinggi lebih banyak terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu kegiatan. Pendidikan dalam penelitian ini adalah jumlah tahun pendidikan formal yang pernah diikuti oleh responden.

Pendapatan

Pendapatan responden merupakan penghasilan yang diperoleh dari berbagai sumber baik dari pekerjaan yang tetap maupun pekerjaan sampingan. Pendapatan dalam penelitian ini adalah penghasilan responden selama satu bulan yang dinyatakan dalam rupiah. Mengenai pendapatan, penelitian yang dilakukan Puspasari (2010) menunjukkan tingkat pendapatan berhubungan sangat nyata terhadap persepsi petani mengenai manfaat pengembangan tanaman kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan maka persepsi terhadap suatu objek akan semakin baik, sehingga akan mempengaruhi partisipasi individu tersebut dalam suatu kegiatan. Beda halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan Yuwono (2006) bahwa tingkat ekonomi petani tidak berpengaruh nyata terhadap persepsi petani. Berdasarkan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Purwanti dan Rohayati (2014) menunjukkan bahwa pendapatan berpengaruh segnifikan terhadap partisipasi tenaga kerja pada industri kerupuk kedelai.

Jumlah Tanggungan Keluarga

(31)

14

sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Purwanti dan Rohayati (2014) bahwa jumlah tanggungan keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap partisipasi tenaga kerja wanita pada industri kecil kerupuk kedelai.

Luas Lahan Garapan

Luas lahan garapan bagi petani merupakan tumpuan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Makin luas lahan yang digarap petani dalam usaha pertanian, maka lahan semakin tidak efisien. Hal ini disebabkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada efisien akan berkurang. Sebaliknya pada lahan yang sempit upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik. Luas lahan dapat mempengaruhi sikap petani dalam melakukan penggarapan lahan tersebut. Semakin besar luas lahan yang digarap petani maka perilaku membakar lahan cenderung lebih tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramadoan (2013) menunjukkan bahwa luas lahan yang digarap oleh petani tidak berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi baik secara keseluruhan maupun pada setiap tahapan partisipasi. Alasan dalam penelitian tersebut adalah bahwa luas atau tidaknya lahan yang dimiliki tidak menyurutkan keinginan petani untuk melakukan kegiatan konservasi lahan.

Status Lahan

Status lahan merupakan status kepemilikan oleh petani. Status kepemilikan lahan dapat mempengaruhi perilaku petani dalam mengelola lahan dengan baik. Petani yang menggarap lahan milik sendiri cenderung lebih berhati-hati dalam pengolahannya. Bagi petani yang mengolah lahan milik sendiri akan memiliki semangat yang tinggi untuk memanfaatkan lahan garapannya seoptimal mungkin. Hasil penelitian Pujiastuti (2011) menunjukkan bahwa kepemilikan lahan berpengaruh sangat kuat terhadap keputusan responden untuk ikut serta dalam HTR.

Jarak Lokasi Lahan

Jarak lokasi lahan berkaitan dengan masalah aksesibilitas. Aksesibilitas merupakan kemudahan mencapai suatu wilayah dari wilayah lain yang berdekatan. Hasil penelitian Pujiastuti (2011) menunjukkan bahwa jarak lokasi lahan berpengaruh nyata secara statistik terhadap keputusan seseorang untuk ikut serta dalam program HTR. Dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa semakin jauh jarak lahan dengan tempat tinggal, semakin besar peluang orang tersebut untuk ikut serta.

Hasil penelitian tersebut bertentangan dengan logika umum yang biasanya bahwa semakin dekat dengan jarak tempat tinggal seseorang ke lahan usahanya, maka keinginannya untuk mengusahakan lahan tersebut lebih besar. Hal ini disebabkan karena semakin jauh jarak lahan hutan dengan desa peluang konflik dengan areal penggunaan lain lebih kecil sehingga masyarakat yang memiliki lahan yang lebih jauh memiliki peluang lebih besar untuk ikut serta dalam HTR.

Faktor Eksternal

(32)

15

Peran Penyuluh

Fungsi dalam beberapa literatur sering disamaartikan dengan peran maupun peranan. Fungsi penyuluh secara umum berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006, adalah memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha, mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya, meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha, membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan; membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha; menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; dan melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang maju dan moderen bagi pelaku utama secara berkelanjutan.

Peran utama penyuluh yang dikemukakan oleh Van den Ban dan Hawkins (1999) pada masa lalu dipandang sebagai alih teknologi dari peneliti ke petani. Sekarang peran penyuluhan lebih dipandang sebagai proses membantu petani untuk mengambil keputusan sendiri dengan cara menambah pilihan bagi mereka, dan dengan cara menolong mereka mengembangkan wawasan mengenai konsekuensi dari masing-masing pilihan yang diputuskan petani. Samsudin (1994) juga membagi peran penyuluhan pertanian menjadi 7 bagian: 1) menyebarkan ilmu dan teknologi pertanian, 2) membantu petani dalam berbagai kegiatan usahatani, 3) membantu dalam rangka usaha meningkatkan pendapatan petani, 4) membantu petani untuk menambah kesejahteraan keluarganya, 5) mengusahakan suatu perangsang agar petani lebih aktif, 6) menjaga dan mengusahakan iklim sosial yang harmonis, agar petani dapat dengan aman menjalankan kegiatan usahataninya, 7) mengumpulkan masalah-masalah dalam masyarakat tani untuk bahan penyusunan programa penyuluhan pertanian.

Sementara Rogers dan Schoemaker (1986) mengatakan peran penyuluh sebagai agen pembaharu dalam menyebarkan inovasi antara lain membangkitkan kebutuhan untuk berubah, mengadakan hubungan untuk perubahan, mengidentifikasi masalah sasaran, memotivasi dan merencanakan tindakan perubahan, merencanakan aksi pembaharuan, menjaga keberlangsungan proses adopsi dan menghindarkan adanya penghentian proses adopsi, serta mencapai hubungan terminal.

(33)

16

Pendapat mengenai peran penyuluh yang dikemukakan oleh para ahli tersebut yaitu oleh Van den Ban dan Hawkins, Samsudin serta Rogers dan Schoemaker serta UU No 16 tahun 2006, mempunyai kesamaan yaitu bahwa peran penyuluh membantu petani dalam hal memberikan tambahan wawasan untuk mempertimbangkan pengambilan suatu keputusan yang tepat. Konsep peran penyuluh yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyuluh sebagai fasilitator, komunikator dan motivator.

Peran penyuluh sebagai fasilitator. Fasilitasi berdasarkan makna katanya adalah membuat sesuatu menjadi lebih mudah. Peran seorang fasilitator adalah menjadi pemandu dalam suatu proses maupun kegiatan. Seorang fasilitator selalu mencoba proses yang terbuka, inklusif dan adil sehingga semua individu dapat berpartisipasi secara seimbang dengan kondisi yang nyaman dan aman. Adapun tujuannya adalah agar semua pihak dapat berpartisipasi dengan bersungguh-sunggguh. Penyuluh sebagai seorang fasilitator senantiasa memberikan jalan keluar, kemudahan-kemudahan baik dalam menyuluh, proses belajar mengajar maupun mengenai fasilitas dalam usahataninya. Peran sebagai fasilitator dalam penyuluhan dapat berupa penyuluh memfasilitasi dalam hal kemitraan usaha, akses masalah pemasaran, permodalan dan lain sebagainya (Hasan, 2012). Peran penyuluh sebagai fasilitator dalam penelitian ini adalah penyuluh memfasilitasi masyarakat pada kegiatan penyuluhan dan pelatihan dalam pencegahan kebakaran lahan. Dalam hal ini menghubungkan dengan narasumber belajar, penataan situasi belajar dan pengarahan proses belajar.

Peran penyuluh sebagai komunikator. Pelaksanaan penyuluhan kepada petani tidak terlepas dari proses komunikasi. Proses ini terdapat penyampaian informasi kepada petani, dengan harapan petani tersebut dapat mengubah perilakunya dengan mau menerapkan informasi yang diterima. Berlo (1960) mengemukakan bahwa komunikasi secara umum sering diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Dalam komunikasi inovasi, proses komunikasi antar komunikator dalam hal ini penyuluh dan komunikan (petani) tidak berhenti hanya jika komunikator sudah menyampaikan inovasi maupun saat komunikan telah menerima pesan, namun komunikasi baru terjadi saat komunikan telah memberikan tanggapan terhadap inovasi tersebut. Peran penyuluh sebagai komunikator dalam penelitian ini adalah penyuluh menyampaikan informasi kepada petani mengenai upaya pencegahan kebakaran lahan.

(34)

17

Dukungan Lingkungan Sosial

Dukungan lingkungan sosial merupakan dukungan dari nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang dianut dan dipatuhi oleh masyarakat yang diduga dapat mempengaruhi sikap dan partisipasi petani. Faktor ini terdiri dari dukungan tokoh masyarakat, peranan kelompok, media informasi dan peran pemerintah.

Dukungan Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat merupakan elit masyarakat yang bertindak mewakili masyarakat maupun mengatasnamakan masyarakat di wilayahnya. Pada dasarnya tokoh masyarakat adalah orang-orang yang berpengaruh terhadap masyarakat. Tokoh masyarakat sendiri dapat digolongkan menjadi tokoh masyarakat formal dan non formal. Tokoh masyarakat formal adalah orang-orang yang diangkat dan dipilih oleh lembaga negara dan bersifat struktural, sedangkan tokoh masyarakat yang bersifat informal adalah orang-orang yang diakui oleh masyarakat karena dipandang pantas menjadi pemimpin yang disegani dan berperan besar dalam memimpin dan mengayomi masyarakat.

Masyarakat sebagai tokoh dapat berperan dalam menyebarluaskan informasi-informasi yang perlu diketahui petani dan memberikan dukungan-dukungan sosial kepada petani. Bentuk dukungan-dukungan tersebut dapat berupa: 1) dukungan instrumental yang merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan, 2) dukungan informasional yang meliputi pemberian informasi, saran atau umpan balik tentang situasi atau kondisi dari petani, 3) dukungan emosional dengan membuat individu memiliki rasa nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan serta 4) dukungan harga diri berupa penghargaan positif pada individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu.

Seorang tokoh mempunyai pengaruh yang besar dalam menggerakkan masyarakat luas. Hal ini disebabkan masyarakat umum lebih mudah menerima apa yang dijelaskan maupun yang disarankan oleh tokoh yang menjadi panutan (Bahtiar 2012). Besarnya pengaruh tokoh masyarakat tersebut, dapat mempengaruhi sikap petani untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Hasil penelitian Manollang (2013) mendapatkan bahwa peran tokoh masyarakat mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa. Adapun tokoh masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat yang bersifat non formal. Dukungan tokoh masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keikutsertaan figur pemimpin dalam mempengaruhi sikap petani dalam pencegahan kebakaran lahan gambut.

Peran Kelompok

(35)

18

Media Informasi

Informasi merupakan pengetahuan yang didapatkan dari belajar, pengalaman maupun intruksi. Seseorang yang menguasai informasi akan mendapat suatu rangsangan sehingga menimbulkan kreativitas untuk melakukan sesuatu. Informasi bagi petani sangat penting untuk memberdayakan kehidupannya agar lebih baik. Akses informasi merupakan kemudahan yang diberikan kepada seseorang maupun masyarakat untuk mempeeroleh informasi yang dibutuhkan (Kominfo, 2010). Wulandari dan Ratih (2007) juga mendefinisikan bahwa akses informasi adalah pencapaian, peralihan atau perolehan informasi tanpa atau dengan menggunakan alat komunikasi dan saluran media. Media sebagai alat akses informasi dalam penelitian ini adalah ketersediaan informasi mengenai pencegahan kebakaran lahan gambut.

Peran Pemerintah

Pemerintah berkewajiban untuk terus menerus berupaya memberdayakan masyarakatnya agar lebih berdaya. Pemerintah mengarahkan masyarakat agar dapat mencapai kehidupan yang lebih mandiri. Oleh karena itu pemerintah mempunyai peran menyiapkan arah untuk penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan, menggerakkan partisipasi masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan, pemerintah berperan melalui pemberian bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat. Pemerintah bergerak dibidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan dan peningkatan keterampilan serta pendanaan (Ilyas, 2014). Peran pemerintah dalam penelitian ini adalah dukungan pemerintah terhadap responden dalam upaya pencegahan kebakaran lahan melalui penyediaan sarana, dorongan pembentukan kelompok dan mengadakan pelatihan, serta penyuluhan khusus kebakaran lahan.

Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilakukan di antaranya adalah Penelitian yang dilakukan oleh Ramadoan (2013) mengenai partisipasi masyarakat pada kegiatan konservasi lahan, kasus peran Pendampingan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat (NTB). Keberadaan dan peran PKSM diharapkan mampu mendorong peningkatan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan evaluasi kegiatan konservasi lahan. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam melaksanakan konservasi lahan termasuk sudah tinggi. Faktor-faktor karakteristik individu yang berhubungan nyata terhadap tingkat partisipasi tersebut di antaranya umur, pendidikan non formal dan jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki. Faktor lain yang berhubungan sangat nyata adalah peran pendampingan PKSM sebagai analisator, stimulator, fasilitator, pendorong dan juga peran serta dari kelompok tani sebagai unit belajar, wahana kerjasama serta unit produksi.

(36)

19 Nurmayanti (2010) pada penelitiannya mengenai kajian partisipasi masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di daerah aliran sungai Cisadane Hulu menunjukkan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan di antaranya adalah tingkat pendidikan, luas lahan, tingkat pendapatan, persepsi, penyuluhan, ketersediaan sarana serta kelembagaan sosial. Sementara itu partisipasi pada tahap evaluasi hanya dipengaruhi oleh faktor intensitas penyuluhan. Tingkat partisipasi masyarakat dapat dijadikan salah satu tolak ukur dari keberhasilan program rehabilitasi hutan dan lahan di daerah aliran sungai Cisadane Hulu secara partisipatif.

Puspasari (2010) dalam penelitiannya mengenai persepsi dan partisipasi peladang berpindah dalam kegiatan pengembangan tanaman kehidupan model HTI terpadu di Kalimantan Barat, menunjukkan bahwa partisipasi peladang berpindah dalam kegiatan tersebut tergolong baik. Indikator karakteristik internal dan eksternal yang digunakan di antaranya adalah umur, tingkat pendidikan, luas lahan, pengalaman berusahatani, pendapatan, jumlah tenaga kerja, kekosmopolitan, tokoh masyarakat dan penyuluhan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa karakteristik internal yang berhubungan sangat nyata adalah luas lahan garapan terhadap partisipasi dalam kegiatan evaluasi, pendapatan terhadap partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan hasil dan kekosmopolitan terhadap partisipasi dalam evaluasi kegiatan. Sementara itu semua faktor eksternal tidak berhubungan nyata terhadap partisipasi dalam setiap tahapannya.

Penelitian Handayani (2008) mengenai partisipasi masyarakat kampung kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dicirikan dengan: sikap proaktif masyarakat masih rendah, partisipasi untuk kegiatan bersama dan frekuensi partisipasi masyarakat dalam kegiatan meningkatkan kualitas lingkungan masih berada dalam kategori sedang. Dalam penelitian tersebut faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan adalah pendapatan, ketersediaan sarana dan prasarana, serta persepsi. Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsung terhadap frekuensi partisipasi di antaranya adalah ketersediaan sarana dan prasarana, peran tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat, motivasi serta jumlah anggota keluarga.

Selain menganalisis partisipasi dalam penelitian tersebut juga menganalisis sikap masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap proaktif masyarakat di antaranya adalah pendidikan, pendapatan, serta kondisi sarana dan prasarana lingkungan pemukiman. Dengan demikian untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan, maka perlu dilakukan perbaikan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor pada individu-individu warga.

(37)

20

nilai. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa umumnya masyarakat memiliki sikap yang positif terhadap program pengembangan desa pesisir terpadu, namun aksi nyata belum terlihat dalam pemeliharaan lingkungan secara berkelanjutan. Sementara itu faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat adalah tingkat pengelolaan program dan karakteristik lingkungan sosial yang terdiri dari dukungan tokoh masyarakat, peran kelompok serta intensitas kegiatan program.

Malta (2011) dalam penelitiannya mengenai kompetensi petani jagung dalam berusaha tani di lahan gambut, kasus petani jagung di lahan gambut di desa Limbung Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat, menunjukkan bahwa sikap petani dalam berusahatani jagung di lahan gambut termasuk dalam kategori sedang. Faktor-faktor internal yang berhubungan dengan sikap petani di antaranya umur serta pengalaman berusahatani komoditas selain jagung. Sementara itu faktor eksternal yang berhubungan adalah interaksi dengan penyuluh dan sarana produksi yang tersedia. Upaya untuk mengembangkan sikap positif petani memerlukan adanya kegiatan penyuluhan, serta perlu diberi informasi terlebih dahulu mengenai inovasi atau teknologi yang dianjurkan.

Akbar (2011) dalam penelitiannya mengenai studi sumber penyebab terjadinya kebakaran dan respon masyarakat dalam rangka pengendalian kebakaran hutan gambut di areal mawas Kalimantan Tengah, menunjukkan bahwa aktivitas pencegahan kebakaran hutan rawa gambut harus didasari atas pengetahuan tentang profil pengguna api rutin di lahan yang identik dengan sumber-sumber api pemicu kebakaran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sumber api rutin berasal dari petani ladang dan penangkap ikan, sedangkan pengguna api yang tidak rutin di antaranya adalah petani rotan, pencari rotan, pencari kulit gemor, pencari madu, pengayu, penambang emas, serta pengrajin perahu kelotok. Di samping itu hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa kegiatan pencegahan kebakaran yang mendapat respon dari masyarakat adalah semua pola penyuluhan dan penerapan teknologi yang umum dilakukan dalam pencegahan kebakaran kecuali persiapan bahan tanpa bakar dan pola tanam agroforestry.

(38)

21

Kerangka Berfikir dan Hipotesis Kerangka Berfikir

Kebakaran lahan gambut di Kalimantan Barat telah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu. Hingga saat ini kebakaran masih sering terjadi di setiap musim kemarau, sementara kerugian yang diakibatkan kebakaran menimbulkan permasalahan yang sangat besar, baik pada aspek ekonomi, kesehatan, maupun pada aspek sosial. Besarnya kerugian tersebut mendorong perlunya dilakukan pencegahan kebakaran dengan tujuan meminimalkan terjadinya kebakaran, dan meminimalkan dampak kebakaran serta menjaga sumberdaya hutan dari bahaya kebakaran lahan.

Berbagai upaya pencegahan kebakaran yang dilakukan pemerintah dalam pencegahan kebakaran lahan. Upaya tersebut diharapkan dapat mencapai tujuan dari pencegahan kebakaran lahan. Tercapainya upaya yang dilakukan pemerintah tidak terlepas dari keterlibatan petani sebagai pelaksana kegiatan tersebut, karena petani tersebut yang bersinggungan langsung dengan lahan gambut dan sering beraktivitas di lahan.

Penelitian ini ingin mengetahui sikap petani terhadap pengolahan lahan tanpa bakar dan tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut. Sikap mempengaruhi secara kuat terhadap segala keputusan yang diambil dalam kehidupan manusia. Sikap tidak menentukan tindakan khusus, namun mampu menunjukkan apakah seseorang kemungkinan melakukan suatu tindakan atau tidak, sehingga dengan demikian sikap sering dideskripsikan sebagai kecenderungan menanggapi atau dapat dikatakan sebagai pernyataan yang dicirikan dengan kesiapan untuk menanggapi. Sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar adalah sikap pada dimensi kognisi, afeksi dan konasi terhadap aspek sosialisasi pengolahan lahan tanpa bakar, perencanaan pengolahan tanpa bakar dan kerjasama pengolahan lahan tanpa bakar.

Partisipasi petani sangat mempengaruhi keberhasilan dalam upaya pencegahan kebakaran lahan. Partisipasi petani dalam pencegahan kebakaran lahan gambut adalah partisipasi dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut yang meliputi aspek teknis, partisipasi dalam penyuluhan khusus kebakaran dan partisipasi dalam pelatihan.

Sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar diduga berhubungan dengan karakteristik internal petani dan faktor eksternal, sikap petani juga diduga berhubungan dengan tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan. Faktor internal dan eksternal juga diduga berhubungan dengan tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut. Karakteristik internal yang diduga berhubungan dengan sikap dan partisipasi adalah umur, pendidikan, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, dan jarak lokasi lahan. Faktor eksternal yang diduga berhubungan dengan sikap dan partisipasi adalah peran penyuluh dan dukungan faktor sosial yang terdiri dari dukungan tokoh masyarakat, peran kelompok, media informasi dan peran pemerintah.

(39)

22

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis sebagai berikut:

1. Karakteristik internal berhubungan secara signifikan dengan sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar.

2. Faktor eksternal berhubungan secara signifikan dengan sikap petani dalam pengolahan lahan tanpa bakar.

3. Karakteristik internal berhubungan secara signifikan dengan partisipasi dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut.

4. Faktor eksternal berhubungan secara signifikan dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut.

5. Sikap petani berhubungan secara signifikan dengan partisipasi dalam pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut.

X1. Karakteristik Internal

X1.6 Jarak Lokasi Lahan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 2 Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik internal
Tabel 3 Jumlah dan persentase tanggapan responden terhadap peran penyuluh
Tabel 4 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tanggapan terhadap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan setelah hujan reda hama lalat buah paling banyak menyerang tanaman cabe,dan paling banyak pula terperangkap dalam cairan

analis literature adalah salah satu modalitas dari edukasi adalah dengan pemberian rencana tindakan tertulis bagi pasien asma atau lebih di kenal dengan written

1) Istri nelayan tradisional yang menekuni kegiatan produktif minimal 5 tahun. Dengan asumsi bahwa istri nelayan yang telah menekuni kegiatan produktif tersebut dianggap

Bapak Tamjidnor, S.Ag., M.Pd.I, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberikan arahan penulisan skripsi yang sesuai

Tiga dari empat jenis kejahatan kemanusiaan universal yang menjadi yurisdiksi ICC secara berurutan dirumuskan dalam pasal 6,7 dan 8 Statuta Roma 1998. Sedang perumusan yurisdiksi

Dari analisis ragam pada Tabel 1 menunjukan kombinasi perlakuan tata letak penanaman bujur sangkar dengan benih, umur bibit 6 dan 9 hari setelah semai serta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air tanah merupakan parameter yang paling berpengaruh terhadap hasil lateks tanaman karet klon PB260 dibandingkan dengan

Magang merupakan bagian dari pelatihan kerja bagi mahasiswa tingkat akhir atau mahasiswa yang mengambil mata kuliah tertentu yang berbobot 4 sks sebagai salah