• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Kondisi Perairan Dan Hasil Tangkapan Ikan Di Muara - Muara Sungai Di Teluk Banten.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Kondisi Perairan Dan Hasil Tangkapan Ikan Di Muara - Muara Sungai Di Teluk Banten."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONDISI PERAIRAN DAN HASIL

TANGKAPAN IKAN DI MUARA - MUARA SUNGAI DI

TELUK BANTEN

SUGIARTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hubungan Antara Kondisi Perairan dan Hasil Tangkapan Ikan di Muara - muara Sungai di Teluk Banten, adalah benar karya saya dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Sugiarti

(4)

RINGKASAN

SUGIARTI. Hubungan Antara Kondisi Perairan dan Hasil Tangkapan Ikan di Muara - muara Sungai di Teluk Banten. Di bawah bimbingan SIGID HARIYADI DAN SYAHROMA HUSNI NASUTION.

Kondisi perairan di muara sungai di Teluk Banten yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, aktivitas kegiatan industri dan aktivitas manusia lainnya kemungkinan akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan di muara sungai tersebut. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengkaji keterkaitan antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di muara - muara sungai di Teluk Banten. Pengambilan contoh air, plankton dan ikan dilakukan pada bulan Mei, Juli dan Oktober 2013 di empat stasiun yaitu di Muara Sungai Wadas, Muara Sungai Cibanten, Muara Sungai Cengkok, dan Muara Sungai Pamong. Beberapa parameter fisika dan kimia dianalisis pada contoh air permukaan, kedalaman sechi dan dasar perairan. Pengambilan contoh plankton dilakukan pada lapisan permukaan perairan, lalu diidentifikasi dan dihitung jumlahnya. Pengambilan contoh ikan mengikuti operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan, dengan alat tangkap yang digunakan nelayan setempat di masing – masing stasiun pengamatan dan selanjutnya ikan dihitung jumlahnya dan diidentifikasi jenisnya. Contoh ikan yang mewakili setiap stasiun pengambilan contoh diperiksa isi lambungnya. Kualitas air dianalisis dengan metode Indeks Pencemaran. Tingkat kesuburan perairan ditetapkan dengan metode TRIX. Hasil tangkapan ikan dianalisis indeks keanekaragaman, indeks dominansi dan kelimpahan relatifnya. Keterkaitan antara kondisi perairan dengan hasil tangkapan ikan di perairan muara sungai Teluk Banten dilakukan menggunakan analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis) lalu dibuat matriksnya untuk setiap waktu pengamatan.

Kualitas air di empat muara sungai di Teluk Banten yaitu Wadas, Cibanten, Cengkok dan Pamong, berdasarkan Indeks Pencemaran tergolong tercemar ringan, dengan parameter penyebab pencemaran yaitu TSS dan fosfat yang melebihi baku mutu kualitas air untuk biota laut. Tingkat kesuburan perairan di keempat muara tersebut berkisar dari eutrofik sampai hipertrofik. Hasil tangkapan ikan Oktober 2013 umumnya tinggi dengan jenis ikan yang tertangkap dengan alat tangkap bagan lebih banyak dari alat tangkap jaring dan pukat. Berdasarkan analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis), parameter arus, suhu air, salinitas, amonia, dan kelimpahan plankton berkorelasi dengan keberadaan ikan-ikan di perairan muara Wadas, Cibanten dan Cengkok, sedangkan keberadaan ikan belanak (Mugil cephalus) di Muara Sungai Pamong lebih berkorelasi dengan kondisi parameter daya hantar listrik, TSS, dan pH. Berdasarkan matriks hubungan antara kualitas air, tingkat kesuburan perairan, kelimpahan plankton dan hasil tangkapan ikan, dapat disimpulkan bahwa kualitas air yang tercemar ringan dengan tingkat kesuburan yang tinggi dan kelimpahan plankton yang cukup, membuat hasil tangkapan di muara – muara sungai Wadas, Cibanten, Cengkok dan Pamong di Teluk Banten tergolong masih cukup tinggi. Kata kunci : Kondisi perairan, hasil tangkapan ikan, muara-muara sungai, Teluk

(5)

SUMMARY

SUGIARTI. Relationship Between Water Quality and Trophic Status with Fish Catched in Estuaries in Banten Bay. Supervised by SIGID HARIYADI and SYAHROMA HUSNI NASUTION.

Water condition in estuarines in Banten Bay which is affected with environmental condition, industrial activity and human activity may affect the number of fish catched in that estuarines. The aim of this research was to revealed the correlation between water condition and fish cathed in four estuarines in Banten Bay. Water, plankton and fish were sampled in May, July and October 2013 in estuarine at Wadas, Cibanten, Cengkok and Pamong area in Banten Bay. Several water quality parameters were analyzed on water samples from surface, sechi depth and bottom of water coloumn. Plankton were sampled in surface water then identified and quantified. Fishes were catched using fishing gear which used by fisherman in each sampling station and identified, then fish stomach of representative fish samples from each sampling stations was analyzed. Water quality was analyzed with Pollution Index methods. Trophic status was analyzed using TRIX methods. Correllation between water quality and trophic status on fish cathed was analyzed with CCA (Canoconical Corespondence Analysis), then the matrix between water condition and fish cathed was made every sampling time.

Water quality in four estuarine in Teluk Banten according to Pollution Index ia slighly polluted with TSS and fosfat were higher than stnadard of water quality for marine biota. Trophic status in four estuarines was range from eutrophic until hipertrophic. Fish catched in Oktober 2013 was highest than May and June 2013. According to CCA, there are some physical, chemical and biological factor that affected occurence of some fish species in four estuarines.Water temperature, current, salinity, ammonium and plankton abundande were affected the occurene of fishes in Wadas, Cibanten and Cengkok. Belanak fish in Pamong Estuarine was affected with conductivity, TSS and pH. According to the matrix between water condition, plankton abundance and fish catched in four estuarines in Banten Bay, showed that aquatic condition in four estuarines in Banten Bay still could support life of fishes in that estuarines, because of its trophic status that made fishes cathced in that estuarines were still high.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)
(8)

HUBUNGAN ANTARA KONDISI PERAIRAN DAN HASIL

TANGKAPAN IKAN DI MUARA - MUARA SUNGAI DI

TELUK BANTEN

SUGIARTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul “Hubungan Antara Kondisi Perairan dan Hasil Tangkapan Ikan di Muara - muara Sungai di Teluk Banten”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang membantu dalam penyusunan tesis ini yaitu:

1. Komisi pembimbing Bapak Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Syahroma Husni Nasution, M.Si, yang telah banyak memberikan saran, bimbingan, arahan serta motivasi sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Kepala LIPI, Sekretaris Utama LIPI, Kepala BOK LIPI dan Kepala Pusat Penelitian Limnologi LIPI Bapak Dr. Ir. Tri Widiyanto, MSi, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang S2 di Institut Pertanian Bogor melalui jalur karyasiswa LIPI tahun 2011.

3. Staf pegawai Pusat Penelitian Limnologi LIPI yang banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian.

4. Kepala Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu Kabupaten Serang Provinsi Banten beserta staf yang telah memberi fasilitas akomodasi dan bantuan selama penulis melakukan penelitian di Teluk Banten.

5. Orangtuaku, saudara-saudaraku, suami dan anak-anakku tercinta, Zahra Rajni Danica dan Faqih Haidar Amri yang memberi semangat kepada penulis dalam melaksanakan pendidikan dan menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak Sanjaya dan Bapak Jack sekeluarga yang telah memberi bantuan selama penulis melaksanakan penelitian di Teluk Banten.

7. Teman – teman seangkatan di SDP 2011 yang memberi kenangan tidak terlupakan selama menjalani pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor.

8. Sahabat- sahabatku terhebat, Dian, Umi, Fifi, Irna, Bu Is, Disti, Yuni, Neri, Tutik, Adek yang telah memberi semangat yang luar biasa kepada penulis selama penulis menjalani pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor.

Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………... i

DAFTAR TABEL……….……….. ii

DAFTAR GAMBAR……… ii

DAFTAR LAMPIRAN... iii

PENDAHULUAN………...……. 1

Latar Belakang………... 1

Perumusan Masalah…...………... 2

Tujuan Dan Manfaat………... 4

TINJAUAN PUSTAKA………... 5

Kualitas Perairan Muara Sungai... 5

Tingkat Kesuburan Perairan... 6

Perikanan Perairan Muara Sungai... 8

METODE... 10

Waktu dan Tempat Penelitian………... 10

Pengambilan dan Analisis Contoh………... 11

Pengambilan dan Analisis Contoh Air………... 11

Pengambilan dan Analisis Contoh Plankton……… 12

Pengambilan Data Hasil Tangkapan Ikan……...……... 13

Analisis Kebiasaan Makan Ikan ………... 13

Analisis Data……… 14

Penetapan Kualitas Perairan ... 14

Perhitungan Tingkat Kesuburan Perairan ... 14

Analisis Data Plankton dan Ikan... 15

Analisis Hubungan Antara Kondisi Perairan dan Hasil Tangkapan Ikan di Empat Muara Sungai di Teluk Banten... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN... 18

Kualitas Perairan di Empat Muara Sungai di Teluk Banten... 18

Tingkat Kesuburan di Empat Muara Sungai di Teluk Banten... 24

Kelimpahan Phytoplankton di Empat Muara Sungai di Teluk Banten... 25

Hasil Tangkapan Ikan Muara – muara Sungai di Teluk Banten... 27

Hasil Analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis) antara Kondisi Perairan dan Hasil Tangkapan Ikan di Empat Muara Sungai di Teluk Banten... ... 31

SIMPULAN DAN SARAN... 38

Simpulan... 38

Saran... 38

DAFTAR PUSTAKA... 39

LAMPIRAN... 44

(14)

DAFTAR TABEL

1. Deskripsi stasiun pengambilan contoh di perairan Teluk Banten... 11 2. Parameter dan metode analisis fisika dan kimia

air... 12 3. Alat, cara dan waktu operasi penangkapan ikan di masing-masing

stasiun pengamatan di muara sungai Teluk Banten... 13 4. Status kualitas air perairan muara sungai di Teluk Banten

berdasarkan metode Indek Pencemaran (IP)... 23 5. Jumlah genus fitopankton di empat muara sungai di Teluk Banten. 26 6. Indek keanekaragaman phytoplankton di empat muara sungai di

Teluk Banten... 26 7. Indeks keanekaragaman ikan, indek dominansi ikan dan ikan yang

dominan tertangkap di masing - masing stasiun pengamatan dan waktu pengamatan di empat muara sungai di Teluk Banten... 32 8. Komposisi isi lambung ikan hasil tangkapan nelayan di empat

muara sungai di Teluk Banten... 32 9. Matrik hubungan antara kualitas air, tingkat kesuburan,kelimpahan

plankton, dan hasil tangkapan ikan di empat muara sungai di Teluk Banten pada bulan Mei 2013... 35 10. Matrik hubungan antara kualitas air, tingkat kesuburan,

kelimpahan plankton, dan hasil tangkapan ikan di empat muara sungai di Teluk Banten pada bulan Juli 2013... 36 11. Matrik hubungan antara kualitas air, tingkat kesuburan,

kelimpahan plankton, dan hasil tangkapan ikan di empat muara sungai di Teluk Banten pada bulan Oktober 2013... 36

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir kerangka pemikiran... 3 2. Lokasi penelitian di Teluk Banten... 10 3. Suhu air di empat muara sungai di Teluk Banten... 18 4. Nilai daya hantar listrik di keempat muara sungai di Teluk

Banten... 18 5. Nilai arus di empat muara sungai di Teluk Banten... 19 6. Nilai kecerahan di empat muara sungai di Teluk Banten... 19 7. Nilai intensitas cahaya di empat muara sungai di Teluk Banten.... 20 8. Konsentrasi TSS di empat muara sungai di Teluk Banten... 20 9. Nilai salinitas di empat muara sungai di Teluk Banten... 20 10. Nilai pH di empat muara sungai di Teluk Banten... 21 11. Konsentrasi oksigen terlarut di empat muara sungai di Teluk

Banten... 21 12. Konsentrasi nitrit di empat muara sungai di Teluk Banten... 22 13. Konsentrasi nitrat di empat muara sungai di Teluk Banten... 22 14. Konsentrasi ammonia di empat muara sungai di Teluk Banten.... 22

(15)

15. Tingkat kesuburan perairan muara sungai di setiap stasiun pengamatan di Teluk Banten berdasarkan indeks TRIX (Trophical Index)... 24 16. Konsentrasi posfat di empat muara sungai di Teluk Banten... 25 17. Konsentrasi klorofil-a di empat muara sungai di Teluk Banten... 25 18. Kelimpahan relatif (%) jenis ikan hasil tangkapan nelayan di

Muara Sungai Wadas ( dari atas ke bawah: bulan Mei, Juli dan Oktober 2013)... 28 19. Kelimpahan relatif (%) jenis ikan hasil tangkapan nelayan di

Muara Sungai Cibanten ( dari atas ke bawah: bulan Mei, Juli dan Oktober 2013)... 29 20. Kelimpahan relatif (%) jenis ikan hasil tangkapan nelayan di

Muara Sungai Cengkok ( dari atas ke bawah: bulan Mei, Juli dan Oktober 2013)... 30 21. Hasil analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis)

antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di muara Sungai Wadas di Teluk Banten... 33 22. Hasil analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis)

antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di Muara Sungai Cibanten di Teluk Banten... 33 23. Hasil analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis)

antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di Muara Sungai Wadas di Teluk Banten... 34 24. Hasil analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis)

antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di Muara Sungai Pamong di Teluk Banten... 34

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kondisi umum stasiun pengamatan di muara sungai di Teluk Banten... 44 2. Alat tangkap perikanan yang digunakan nelayan untuk menangkap

ikan di stasiun 1, 2, 3 dan 4... 46 3. Hasil analisis kualitas air di empat muara sungai di Teluk Banten... 48 4. Hasil identifikasi phtytoplankton di empat muara sungai di Teluk

Banten... 49 5. Hasil tangkapan ikan di empat muara sungai di Teluk Banten... 51 6. Hasil analisis isi lambung ikan dari hasil tangkapan nelayan di

empat muara sungai di Teluk Banten... 53 7. Hasil Analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis)

antara Kondisi Perairan dan Hasil Tangkapan Ikan di empat muara sungai di Teluk Banten ... 56

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan muara atau estuarin merupakan bentang lahan yang menjadi tempat pertemuan antara air sungai dan air laut. Kawasan muara juga merupakan wilayah yang banyak dipengaruhi oleh interaksi antara proses daratan, sungai dan lautan. Daerah ini secara ekologis merupakan ekoton antara dua ekosistem dimana terjadi pertukaran materi, energi dan biota antara kedua ekosistem yang berdekatan tersebut. Perairan muara dapat digolongkan sebagai salah satu tipe perairan daratan selain sungai, waduk, rawa dan genangan air lainnya yang berada di daratan (Hartoto et al.2008).

Kekayaan jenis ikan di suatu perairan muara tergantung pada kombinasi faktor hidrologis (dominansi air tawar atau air laut) dan biogeografi (Baran 2000). Perairan muara sudah lama dikenal sebagai tempat pemijahan, tempat mencari makan, tempat asuhan dan tempat berlindung biota bahari yang ekonomis penting seperti ikan dan udang baik pada tingkat dewasa atau larva ( Bergan et al.2002). Perairan muara dari sungai air hitam atau sungai – sungai yang bukan berair hitam merupakan sumber karbon organik terlarut yang penting bagi ekosistem pantai di sekitarnya ( Alkhatib et al. 2007).

Perairan muara di iklim tropis merupakan salah satu ekosistem yang paling kompleks, dimana peningkatan aktivitas manusia, industrialisasi dan urbanisasi memberi banyak tekanan terhadap ekosistem ini. Aktivitas tersebut pada dasarnya akan mempunyai dampak langsung pada kualitas air, kuantitas dan kualitas fitoplankton dan komunitas biologis lainnya (Akoma, 2008). Kondisi wilayah pesisir dan muara di negara berkembang seperti Indonesia mengalami banyak tekanan akibat kompetisi pemanfaatan ruang dan sumber daya. Kondisi ini pada tahap selanjutnya dapat mengakibatkan penurunan produksi perikanan dan nilai sumber daya perairan muara.

Perairan Teluk Banten terletak di Kabupaten Serang Provinsi Banten pada posisi geografis 05o49’45”–06o02’00” LS dan 106o03’00”–106o16’00” BT, dibatasi oleh Tanjung Piatu di sebelah barat dan Tanjung Pontang di sebelah timur. Teluk ini berada pada 60 km sebelah barat kota Jakarta dengan panjang pantai 22 km dan luasnya kira-kira 150 km2. Teluk Banten memiliki kekayaan sumber daya perikanan yang sangat beragam baik dari komoditi ikan maupun komoditi perikanan lainnya seperti kerang-kerangan dan rumput laut Sumberdaya ikan di teluk ini sangat bervariasi, baik ikan demersal, pelagik dan ikan karang (Sari 2012). Berdasarkan BPS (2013), terdapat beberapa sungai yang bermuara di Teluk Banten yaitu sungai Ciujung, Cibanten, Kalimati, Ciruas, Cibeureun dan Cisaat.

(17)

lindung Cagar Alam Pulau Dua (Gumilar, 2012). Aktivitas di dalam Teluk Banten terdiri dari, lalu lintas kapal perikanan, lalu lintas kapal penumpang, persinggahan kapal-kapal besar (sebelah Barat), penangkapan ikan, penambangan pasir, budidaya rumput laut, budidaya kerang hijau, wisata bahari (memancing) dan sedang dikembangkan wisata bahari.

Berdasarkan penelusuran penulis, muara - muara sungai di Teluk Banten merupakan daerah penangkapan ikan, diantaranya adalah muara sungai Wadas, Terate, Cibanten, Cengkok dan Pamong. Hasil tangkapan ikan di muara – muara sungai tersebut menjadi sumber penghasilan bagi nelayan – nelayan terutama yang bermukim di tepi muara sungai Cibanten dan Cengkok, tetapi dengan bertambahnya aktivitas manusia di sekitar muara - muara sungai di Teluk Banten menjadi kekhawatiran bagi nelayan terkait hasil tangkapan ikan yang akan diperolehnya.

Beberapa riset tentang hubungan antara kondisi perairan dan kelimpahan ikan telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Pombo et al. (2005) di Ria de Aveiro di Portugal dan peneliti Hossain et al. (2012) di muara sungai Meghna di Bangladesh. Hossain et al. (2012) menemukan fakta bahwa distribusi ikan di muara sungai Meghna di Bangladesh dipengaruhi oleh suhu air dan curah hujan.

Berdasarkan kondisi di muara – muara sungai di Teluk Banten, riset mengenai kajian hubungan antara kualitas perairan dan hasil tangkapan ikan di muara sungai di Teluk Banten menjadi penting dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi perairan di muara – muara sungai di Teluk Banten, hasil tangkapan ikan di muara – muara sungai di Teluk Banten dan hubungan antara keduanya.

Perumusan Masalah

Muara - muara sungai di Teluk Banten memiliki sumber daya perikanan yang menjadi tumpuan hidup terutama masyarakat nelayan yang tinggal di sekitar muara - muara sungai tersebut. Aktivitas manusia yang padat baik di sekitar muara - muara sungai di Teluk Banten maupun di dalam perairan Teluk Banten dapat mengancam kondisi perairan muara - muara sungai di Teluk Banten dan mempengaruhi hasil tangkapan ikan sehingga kajian kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan penting dilakukan untuk mengetahui kondisi perikanan di muara -muara sungai di Teluk Banten. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Aspek kajian habitat muara - muara sungai di Teluk Banten meliputi kualitas perairan dan tingkat kesuburan lingkungan yang dipengaruhi oleh karakteristik fisik, kimia dan biologi sedangkan aspek sumber daya perikanan yaitu data hasil tangkapan ikan di muara - muara sungai di Teluk Banten. Karakteristik fisik lingkungan perairan meliputi suhu, total padatan tersuspensi (Total Suspended Solids/ TSS), intensitas cahaya, kecerahan dan kuat arus perairan, karakteristik kimia meliputi pH, salinitas, oksigen terlarut, nitrit, nitrat, amonia, posfat dan klorofil – a, serta karakteristik biologi meliputi kelimpahan plankton dan analisis lambung ikan.

Informasi mengenai hubungan antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan berdasarkan status kualitas air dan tingkat kesuburan perairan

(18)
(19)

serta data hasil tangkapan ikan dapat menjadi data dasar bagi pengelolaan sumberdaya perikanan muara -muara sungai di Teluk Banten.

Tujuan dan Manfaat Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kondisi perairan muara - muara sungai Teluk Banten.

2. Menganalisis hasil tangkapan ikan di muara - muara sungai Teluk Banten.

3. Mengkaji hubungan antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di muara-muara sungai di Teluk Banten.

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi pengelolaan sumber daya perikanan muara sungai Teluk Banten.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Perairan Muara Sungai

Kualitas air secara luas dapat diartikan sebagai faktor fisik, kimia dan biologi yang mempengaruhi kehidupan ikan dan organisme perairan lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Mukhtasor (2007), secara fisik, kondisi perairan muara, pesisir dan laut lepas dipengaruhi oleh siklus hidrologi, hidrodinamika, tofografi wilayah, tata ruang (zonasi), dan intensitas kegiatan pemanfaatan sumber daya alam, serta teknologi yang dipakai dalam kegiatan tersebut.

Menurut Albaret et al. (2004), fluktuasi faktor – faktor kimia – fisika di perairan muara seperti suhu, salinitas dan kekeruhan serta saat oksigen terlarut tidak berperan sebagai faktor pembatas, maka perairan muara tropika mampu mendukung kehidupan komuntas ikan yang cukup kaya. Menurut Bortone (2005), muara sungai secara alami adalah habitat dengan fluktuasi salinitas yang tinggi akibat perubahan - perubahan aliran dari perairan darat dan lautan yang mengakibatkan kondisi perairan yang berbeda setiap waktunya. Dinamika kondisi perairan muara tersebut mendukung keragaman jenis makhluk hidup dan produktifitasnya. Aliran air dari perairan darat secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi dan kelimpahan spesies ikan, yang berasal dari faktor – faktor seperti ketersediaan makanan, predasi dan kompetisi, produktivitas primer dan biomassa zooplanktonnya. Menurut Hartoto et al.

(2006), salinitas, unsur hara dan suhu merupakan karakteristik fisik yang keberadaannya di perairan muara dipengaruhi oleh pasang surut air. Kondisi fisik lingkungan yang bervariasi akibat pasang surut dan gelombang diperiaran muara menyebabkan perairan ini kaya akan nutrisi dan biota. Vegetasi dan fauna yang ada di perairan muara memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat akibat pasang surut air, sehingga interaksi yang terjadi dalam ekosistem muara menjadi kompleks.

(21)

Tingkat Kesuburan Perairan

Tingkat kesuburan perairan adalah deskripsi kualitatif yang menyatakan konsentrasi hara yang terdapat dalam suatu badan air. Ada beberapa macam penggolongan tingkat kesuburan berdasarkan seri oligotrofik-eutrofik. Beberapa parameter yang biasa dipakai untuk membuat pengelompokkan status trofik badan air, diantaranya adalah kandungan klorofil, kecerahan air, kadar oksigen, kandungan hara seperti unsur N dan P, konsentrasi silika, densitas alga dan spesies indikator, atau gabungan dari parameter-parameter tersebut (Sellers dan Markland 1986).

Salah satu indikator kesuburan perairan adalah oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya limbah organik di perairan. Hal ini disebabkan oksigen yang ada dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik menjadi zat anorganik. Oksigen terlarut merupakan salah satu penunjang utama kehidupan di laut. Sumber utama oksigen dalam air laut adalah udara melalui proses difusi dan dari proses fotosintesis fitoplankton. Oksigen terlarut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme (Simanjuntak 2007). Kandungan oksigen terlarut sangat penting bagi biota perairan untuk melangsungkan metabolisme tubuhnya (Effendi 2003).

Klorofil adalah molekul hijau yang terdapat pada sel tumbuhan yang berguna didalam fiksasi energi pada saat fotosintesis. Klorofil merupakan estimator yang paling sering digunakan untuk menghitung biomasa alga di perairan, berdasarkan beberapa pertimbangan seperti adanya pengukuran biomasa alga yang relatif tidak terpengaruh oleh substansi non alga, adanya pengukuran yang relatif akurat terhadap berat dan volume alga serta klorofil berlaku sebagai penghubung empirik antara konsentrasi nutrien dengan kondisi biologi di perairan.

Klorofil sendiri bukanlah molekul tunggal, melainkan terdiri atas beberapa molekul yang berkaitan yaitu klorofil a, klorofil b, klorofil c dan klorofil d. Klorofil a merupakan molekul yang terdapat pada semua sel tumbuhan sehingga konsentrasi klorofil a digunakan sebagai ukuran konsentrasi klorofil pada umumnya. Klorofil d hanya ditemukan pada marine red algae, tetapi klorofil b dan c banyak ditemui di perairan tawar. Struktur molekul dari klorofil a dan klorofil b terdiri atas struktur berbentuk cincin yang disebut porphyrin dan ekor

long organic phytol dimana pada pusat porphyrin terdapat molekul magnesium (APHA 2012).

Tingkat kecerahan adalah suatu angka yang menunjukkan jarak penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air laut yang masih bisa dilihat oleh mata manusia yang berada di atas permukaan air laut (Wibisono 2005). Kecerahan air bergantung kepada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Secchi disk dikembangkan oleh Profesor Secchi pada sekitar abad 19. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter dan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi 2003).

(22)

pertumbuhan yang mendukung produktivitas primer. Fosfat dan nitrat merupakan zat hara yang penting bagi pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton yang merupakan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan perairan (Simanjuntak dan Kamlasi 2012).

Nitrogen dalam perairan berasal dari beberapa sumber, antara lain hasil difusi dari atmosfir melalui permukaan perairan, hasil fiksasi, hasil degradasi bahan organik (sumber autochthonous dan allochthonous) dan buangan limbah organik dari aktivitas manusia, terutama yang masuk melalui aliran sungai. Distribusi N dalam air laut dipengaruhi oleh proses fotosintesis, gerakan massa air (adveksi-difusi) dan gerakan gravitasi residu organisme air. Proses fiksasi N2 bersifat endotermik yang dilakukan oleh blue green algae Trichodesmium spp. dan Calotrhrix scopulorum maupun bakteri Clostridium dan Azotobacter. Nitrogen dalam laut terdapat dalam bentuk senyawa atau spesiasi N2 (gas), NO3-N, NO2-N, NH3-N, N-organik dan partikulat N (Sanusi 2006). Komponen nitrit (NO2-N) sebenarnya jarang ditemukan karena mudah teroksidasi menjadi nitrat (NO3-N) (Wibisono 2005).

Spesiasi N yang tergolong dalam kelompok nutrien adalah NO3-N dan NH4-N. Senyawa N03-N dan NH4-N terlarut dalam air akan dimanfaatkan untuk membentuk biomassa fitoplankton melalui proses fotosintesis. N akan membentuk NO3-N dalam suasana aerobik, melalui proses nitrifikasi oleh bakteri Nitrocystis

oceanus (nitrobacter), sedangkan dalam suasana anaerobik akan terbentuk senyawa NH3-N melalui proses denitrifikasi oleh bakteri Pseudomonas spp, yang selanjutnya senyawa NH3-N ini akan mengalami ionisasi membentuk NH4-N (Sanusi 2006).

Unsur fosfor di perairan menurut Effendi (2003) tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Bentuk unsur fosfor berubah secara terus menerus di perairan, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral, selain itu fosfor juga berasal dari dekomposisi bahan organik. Sumber antrofogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari deterjen. Limpasan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor. Menurut Sanusi (2006), limbah deterjen yang masuk ke laut atau perairan estuari akan memberikan sumbangan fosfat dalam bentuk polifosfat, seperti Sodium hexametaphosphate (NA3(PO3)6); Sodium tripolyyphosphate (Na5P3O10); Tetra

sodium pyrophosphate (Na2P2O7).

(23)

(2006), berkurangnya oksigen terlarut mengakibatkan kematian organisme akuatik (asphyxiation) selain keracunan karena zat toksin yang diproduksi oleh fitoplankton, seperti dari genus Dinoflagelata.

Proses penguraian senyawa organik terjadi melalui aktivitas bakteri dan organisme pengurai lainnya, kemudian mengalami dekomposisi menjadi senyawa anorganik dan dimanfaatkan oleh organisme autotrof. Kandungan nutrien (fosfat, nitrat dan silikat) yang diperoleh dari proses penguraian tersebut memacu pertumbuhan fitoplankton, dan meningkatkan konsentrasi klorofil a. Konsentrasi zat hara yang tinggi dalam limbah – limbah dan melebihi nilai ambang batas maka akan terjadi eutrofikasi, yaitu kondisi perairan yang mengalami pengayaan zat hara yang ditandai dengan terjadinya blooming fitoplankton. Fenomena ini membahayakan kehidupan di perairan karena racun yang diproduksi akibat terjadinya blooming fitoplankton menyebabkan kematian berbagai jenis biota dan mengancam jiwa manusia (Simanjuntak dan Kamlasi 2012).

Perikanan Perairan Muara Sungai

Pengaruh antrofogenik baik kualitas maupun kuantitasnya yang masuk ke muara melalui sungai, akan mempengaruhi komposisi spesies ikan yang ada di muara (Bortone 2005). Vegetasi dan fauna yang ada di perairan muara lebih unik dan beragam dibandingkan dengan perairan tawar seperti sungai karena beberapa faktor fisik yang mempengaruhinya, seperti pergerakan air dan salinitas (Hartoto

et al. 2006).

Berdasarkan jenis makanannya, ikan – ikan muara dapat dibedakan menjadi ikan herbivora, contohnya Cyprinodon variegatus; ikan pemakan detritus, contohnya Mugil spp.; ikan pemakan plankton, seperti Anchoa spp. serta ikan karnivora seperti dari famili Sciaenidae (Bortone 2005). Berdasarkan fungsi perairan muara sebagai tempat memijah, Hartoto et al. (2006), membagi fauna ikan menjadi 4 jenis yaitu:

1. Jenis- jenis ikan yang seluruh siklus hidupnya di perairan muara. 2. Jenis-jenis ikan pendatang dari laut.

3. Jenis-jenis ikan yang bermigrasi dari perairan tawar untuk bereproduksi.

4. Jenis-jenis ikan air tawar yang migrasi ke perairan muara yang lebih hilir yang kadang-kadang untuk memijah.

Pillary dan Rosa (1963) membagi ke dalam beberapa tipe alat dan metode penangkapan, antara lain clap net, gill net, fixed bag net, lift net, cast net

dan trap.

Menurut Hartoto et al. (2006), sumber daya ikan di perairan muara memiliki nilai ekonomis penting dan dengan mudah dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat sekitarnya. Perikanan perairan muara di negara-negara berkembang daerah tropis seperti Indonesia, merupakan sumber pangan dan pendapatan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Wilayah pesisir ini atau zona pantai khususnya di daerah tropis diketahui merupakan wilayah yang penduduknya sangat padat dan umunya menempati wilayah sekitar muara. Nilai ekonomi ekosistem muara dinilai sangat tinggi meskipun wilayah muara areanya relatif kecil.

(24)

Menurut Blaber (2000), tipe perikanan dapat dibagi menjadi tiga sektor utama yakni tipe perikanan dimana nelayan mengkonsumsi seluruh hasil tangkapananya dan tidak menjualnya (perikanan subsistence), selanjutnya tipe perikanan dimana nelayan menjual dan mengkonsumsi sebagian hasil tangkapannya (perikanan artisanal) dan yang terakhir adalah nelayan menjual seluruh hasil tangkapannya (perikanan komersial).

Tipe perikanan dapat diartikan sebagai metode yang digunakan untuk penangkapan ikan dan jenis ikan yang ditangkap. Perikanan muara dan pantai umumnya multi spesies yang menggunakan beberapa metode penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dari sektor subsistence, artisanaldan komersial.

Berkaitan dengan keanekaragaman ikan di muara dengan kondisi habitatnya, populasi ikan di muara bervariasi baik secara temporal maupun spasial. Selain perbedaan lingkungan tahunan, perubahan dalam jangka waktu yang pendek seperti siklus siang/malam, mempengaruhi distribusi dan kelimpahan dari komunitas ikan mempengaruhi distribusi dan kelimpahan dari komunitas ikan (Noakes 1992, Helfman 1993, Axenrot et al. 2004).

Muara merupakan area transisi fisika dan biologi antara daratan, perairan tawar dan laut (Chowdhury et al. 2009). Diantara variabel lingkungan, salinitas, suhu, kekeruhan, oksigen terlarut dan fluktuasinya adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ekologi ikan muara (Whitefield 1999, Blaber 2000). Menurut Cyrus dan McLean (1996), komunitas ikan sangat dipengaruhi oleh suhu air muara, sedangkan menurut Maes et al. (2004), oksigen terlarut merupakan faktor penting bagi distribusi dan kelimpahan ikan.

(25)

METODE

Penelitian ini meliputi pengamatan kualitas air, plankton dan ikan di empat muara sungai di Teluk Banten. Pengamatan kualitas air untuk mengetahui kualitas air dan tingkat kesuburan di empat muara sungai di Teluk Banten. Data kelimpahan plankton untuk mengkaji status tingkat kesuburan yang berkaitan dengan plankton. Data hasil tangkapan ikan di empat muara sungai di Teluk Banten untuk mengetahui produksi perikanan yang berkaitan dengan tingkat kesuburan dan kualitas perairan. Lambung ikan juga dianalisis untuk mengetahui hubungan antara tingkat kesuburan perairan di empat muara sungai di Teluk Banten dengan produksi perikanannya.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Muara Sungai Wadas, Muara Sungai Cibanten, Muara Sungai Cengkok, dan Muara Sungai Pamong di Teluk Banten, Kabupaten Serang Provinsi Banten. Survey ke lokasi penelitian telah dilakukan pada bulan Mei dan Desember 2012 untuk mengetahui kondisi umum daerah penelitian serta penentuan stasiun pengambilan contoh air, plankton, dan ikan. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak tiga kali yaitu bulan Mei, Juli dan Oktober 2013. Analisis contoh air dilakukan di Laboratorium Pengendalian Pencemaran di Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor. Analisis contoh plankton dan ikan dilakukan di Laboratorium Biomikro 1 di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB).

Empat stasiun pengambilan contoh yang diambil, mewakili lokasi daerah penangkapan ikan di muara - muara sungai di Teluk Banten dengan karakteristik kondisi lingkungan di sekitar muara sungai yang berbeda-beda. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 dan deskripsi kondisi stasiun pengambilan contoh dapat dilihat pada Tabel 1.

(26)

Tabel 1. Deskripsi stasiun pengambilan contoh di muara – muara sungai di Teluk merupakan daerah pemukiman penduduk dan industri lainnya. Warna perairan yaitu hijau kecoklatan dengan dasar perairan lumpur berpasir serta tanaman vegetasi yaitu api – api (Avicennia spp.)

2 06o 01.334’ LS 106o 09.984’ BT

Muara Sungai Cibanten, di sekitar muara terdapat Pelabuhan Perikanan Karangantu, perumahan nelayan dan pelabuhan niaga kayu. Di luar muara merupakan daerah pemukiman di sebelah selatan Kabupaten Serang. Warna perairan adalah coklat dengan dasar perairan adalah lumpur serta tanaman vegetasi yang didominasi tanaman bakau ( Rhozophora mucronata) dan api –api (Avicennia spp.).

3 06o 01.433’ LS 106o 10.514’ BT

Muara Sungai Cengkok, di sekitar muara merupakan daerah pertambakan dan perumahan nelayan. Di luar muara merupakan daerah pemukiman di sebelah timur Kabupaten Serang. Warna perairan coklat dengan dasar perairan lumpur berpasir serta tanaman vegetasi di pinggir muara adalah api – api (Avicennia spp.).

4 06o 00.051’ LS 106o 13.625’ BT

Muara Sungai Pamong, di sekitar muara merupakan daerah pertambakan dan pertanian. Di luar muara merupakan daerah pemukiman di sebelah timur Kabupaten Serang. Warna perairan adalah hijau kecoklatan dengan dasar perairan adalah lumpur berpasir serta tanaman vegetasi berupa pohon bakau ( Rhozophora mucronata).

Pengambilan dan Analisis Contoh Pengambilan dan Analisis Contoh Air

Contoh air diambil pada permukaan badan air, kedalaman secchi dan dekat dasar perairan menggunakan alat Van Dorn Water Sampler. Analisis fisika dan kimia contoh air yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2. Pengukuran kedalaman secchidilakukan dengan alat secchi disk. Alat diturunkan ke dalam air dan dicatat kedalaman air dimana keping secchi mulai tidak dapat dilihat dan kedalaman dimana keping secchi mulai dapat dilihat kembali oleh mata. Kedalaman secchi dihitung dari rata – rata kedalaman air dimana keping secchi

mulai tidak dapat dilihat ditambah dengan kedalaman dimana keping secchimulai dapat dilihat kembali oleh mata (APHA 2012).

Beberapa parameter fisika dan kimia dalam pengamatan kualitas air dilakukan secara in situ. Pengukuran pH, suhu air, oksigen terlarut, daya hantar listrik, dan salinitas dilakukan menggunakan alat Water Quality Checker(WQC) merk YSI yang telah terkalibrasi. Pengukuran intensitas cahaya dilakukan menggunakan alat lux meter. Pengukuran kecepatan arus dilakukan menggunakan alat Current meter.

(27)

dengan cara contoh air sebanyak 500 mL disaring dengan menggunakan kertas saring GF/A. Contoh air untuk analisis N-NO2, N-NO3, N-NH4, dan P-PO4 diawetkan dengan cara disimpan pada suhu 4oC. Analisis parameter TSS, klorofil, N-NO2, N-NO3, N-NH4dan P-PO4dilakukan berdasarkan APHA (2012).

Tabel 2. Parameter dan metode analisis fisika dan kimia air

No. Parameter Satuan Metode Ketelitian

1. Suhu air oC Elektrometri (WQC) 0,1 oC

2. Kecerahan meter Secchi disk 0,1 meter

3. Daya hantar listrik µS/cm Elektrometri (WQC) 0,01 µS/cm

4. Arus m/detik Elektrometri 0,01 m/detik

5. Intensitas cahaya lux Elektrometri 0,1 lux

6. TSS mg/L Gravimetri 0,1 mg/L

7. Salinitas promil Elektrometri (WQC) 0,1 promil

8. pH Elektrometri (WQC) 0,01

9. Oksigen terlarut mg/L Elektrometri (WQC) 0,01 mg/L

10. N-NO2 mg/L Spektrofotometri

(Sulfanilamide – NEDD

0,001 mg/L

11. N-NO3 mg/L Spektrofotometri (Brucine) 0,001 mg/L

12. N-NH4 mg/L Spektrofotometri (Phenat) 0,001 mg/L

13. P-PO4 mg/L Spektrofotometri (Asam askorbat) 0,001 mg/L

14. Klorofil-a mg/m3 Ekstraksi (Aseton) 0,001 mg/ m3

Pengambilan dan Analisis Contoh Plankton

Contoh plankton diambil dengan cara contoh air permukaan disaring dengan menggunakan plankton net no. 25. Contoh dalam botol plankton lalu diawetkan dengan larutan lugol sebanyak 1% untuk selanjutnya diidentifikasi dan dihitung kelimpahannya di laboratorium.

Identifikasi plankton mengacu pada Davis (1955) dan Smith (1977). Perhitungan jumlah plankton per liter dilakukan dengan menggunakan formulasi APHA (2012) sebagai berikut:

Keterangan:

N = Jumlah plankton per liter Acg = Luas gelas penutup (mm2) Aa = Luas lapang pandang (mm2) n = Jumlah plankton tercacah

P = Jumlah lapang pandang yang diamati

Vt = Volume contoh plankton yang tersaring (mL) Vcg = Volume plankton di bawah gelas penutup (mL) Vd = Volume contoh plankton yang disaring (Liter)

(28)

Pengambilan Data Hasil Tangkapan Ikan

Data hasil tangkapan ikan didapatkan dengan cara mengikuti satu jadwal operasi penangkapan nelayan di setiap harinya, dengan alat tangkap dan alat transportasi sesuai dengan yang biasa digunakan nelayan di masing-masing stasiun pengamatan. Alat tangkap, cara dan waktu pengoperasian di masing -masing stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3. Ikan hasil tangkapan untuk setiap jenis ikan diukur rata-rata berat dan panjangnya kemudian untuk setiap jenis ikan yang ditangkap, diambil contohnya minimal lima ekor untuk selanjutnya diawetkan dengan formalin 10% dan diidentifikasi di laboratorium dengan acuan referensi Saanin (1984) dan Weber & De Beaufort (1916).

Tabel 3. Alat, cara dan waktu operasi penangkapan ikan di masing – masing stasiun pengamatan di muara sungai Teluk Banten

Stasiun Alat tangkap Cara pengoperasian Waktu operasi penangkapan tertentu pula, kemudian jaring diangkat apabila ikan terkumpul cukup banyak perairan dengan jangka waktu tertentu dengan menggunakan jangkar atau pemberat

Pukul 07.00 – 11.00 WIB ( 4 jam)

Analisis Kebiasaan Makan Ikan

Kebiasaan makan ikan dilakukan berdasarkan Effendie (2002). Setiap jenis ikan yang berhasil ditangkap di semua stasiun pengamatan dibedah dan diambil isi lambungnya lalu dimasukkan kedalam botol film yang telah diberi label dan larutan formalin 4% sebagai pengawet. Jumlah ikan yang dianalisis adalah lima ekor ikan untuk setiap jenis ikan untuk setiap stasiun dan waktu pengamatan.

(29)

Isi lambung kemudian diencerkan dengan menggunakan aquades sebanyak 2 mL, diaduk sampai isi lambung tidak menggumpal/padat, dan selanjutnya dimasukkan kedalam Sedgwick Rafter Counting (SRC) dengan menggunakan pipet tetes sampai penuh dan tidak terjadi gelembung udara di bawah kaca penutup SRC cell. Selanjutnya SRC cell diamati dibawah mikroskop pada pembesaran 100 atau 400 kali untuk mengetahui isi lambung ikan. Jenis makanan yang ditemukan dipisah-pisahkan menurut kelompok yang ditetapkan dan berat totalnya, kemudian hasilnya dinyatakan dengan persen berat dari berat makanan keseluruhan.

Analisis Data Penetapan Kualitas Perairan

Penetapan status mutu perairan menggunakan Indek pencemaran dilakukan sesuai dengan metode penentuan status mutu air yang dijelaskan dalam Keputusan Mentri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang pedoman status mutu air (KNLH 203). Nilai indek pencemaran dihitung berdasarkan rumus IP. Hasil penghitungan nilai indeks pencemaran kemudian digunakan untuk menentukan status mutu perairan.

Keterangan :

IP : Indek Pencemaran

Ci : konsentrasi parameter kualitas air (i) (satuan disesuaikan dengan parameter kualitas air yang diamati)

Li : baku mutu kualitas air (i) (i) peruntukan air (j) (satuan disesuaikan dengan parameter kualitas air yang diamati)

Ci1/Lj)M : nilai maksimum Ci/Lij Ci1/Lj)R : nilai rata-rata Ci/Lij

Evaluasi terhadap nilai IP adalah :

0 ≤ PIj ≤ 1,0 memenuhi baku mutu (kondisi baik)

1,0 < PIj ≤ 5,0 tercemar ringan 5,0 < PIj ≤ 10 tercemar sedang PIj > 10 tercemar berat

Perhitungan Tingkat Kesuburan Perairan

Untuk menganalisis tingkat kesuburan maka dilakukan perhitungan tingkat kesuburan perairan sebagai indeks TRIX (Trophical Index ), berdasarkan rumus dari Vollenweider et al.(1998).

(30)

Keterangan:

K = scalling factor

n = jumlah parameter (4) yaitu ortoposfat, klorofil-a, oksigen saturasi dan nitrogen

M = nilai parameter

Log U = batas atas (rataan log M+ 2Sd) Log L = batas bawah (rataan log L– 2Sd) Kriteria:

TRIX < 2 = oligotrofik

2 ≤ TRIX < 4 = mesotrofik

4 ≤ TRIX < 6 = eutrofik

TRIX ≥ 6 = hipertrofik Analisis Data Plankton dan Ikan

Keanekaragaman plankton dan ikan

Untuk menentukan keanekaragaman ikan digunakan indeks Shannon-Wiener (Odum 1971; Krebs 1989) sebagai berikut:

Keterangan:

H’ = Indeks Keanekaragaman

Pi = kelimpahan relatif dari jenis biota ke-i yang besarnya antara 0 dan 1

ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu S = jumlah jenis

Penentuan kriteria:

H’ < 1 = keanekaragaman rendah 1 < H’ < 3 = keanekaragaman sedang H’ > 3 = keanekaragaman tinggi

Indeks Dominansi plankton dan ikan

Untuk mengetahui ada atau tidaknya biota yang mendominasi, digunakan Indeks Dominansi Simpson (Odum 1971; Krebs 1989).

Keterangan :

C = Indeks Dominansi Simpson ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu

Pi =

H’ = -

∑ Pi ln Pi

s

i=1

C =

∑ ( ni/N)

2

(31)

Nilai Indeks Dominansi berkisar antara 0-1. Jika Indeks Dominansi (C) mendekati 0, maka hampir tidak ada spesies yang mendominasi suatu perairan. Jika Indeks Dominasi (C) mendekati nilai 1, maka ada salah satu jenis yang mendominasi jenis lain.

Kelimpahan relatif ikan

Perhitungan kelimpahan relatif setiap jenis ikan dilakukan dengan perhitungan prosentase jumlah. Persamaan yang digunakan mengacu pada Krebs (1989).

Keterangan:

KR = kelimpahan relatif (%) Ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah total individu

Analisis hubungan antara Kondisi Perairan dan Hasil Tangkapan Ikan di Empat Muara Sungai di Teluk Banten

Analisis hubungan antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di muara – muara sungai di Teluk Banten dilakukan dengan metode Correspondence Factorial (Faktorial Koresponden) yaitu dengan analisis CCA (Canonical Correspondence Analysis) (Legendre dan Legendre (1983); Bengen (2000)).

Analisis faktorial koresponden dapat mendeskripsikan pada berbagai tipe data yang berbeda, dependensi, dan korespondensi antara dua himpunan karakter I dan J (seperti aktivitas dan kelas umur atau spesies dan stasiun). Tujuan utama penggunaan analisis faktorial koresponden umumnya adalah untuk mencari hubungan antara modalitas dari dua karakter/variabel pada tabel/matriks data kontingensi, serta mencari hubungan yang erat antara seluruh modalitas karakter dan kemiripan antara individu berdasarkan konfigurasi jawabannya pada tabel/matriks data disjontif lengkap.

Dua tipe tabel/matriks data yang dapat diolah adalah:

1. Tabel kontingensi yang mempertemukan/menyilangkan n baris dan p kolom, dimana pada baris ke-i dan kolom ke-j bersisi nilai n (i, j) yang merupakan jumlah individu yang memiliki secara bersama karakter i dan karakter j.

2. Tabel logik/disjongtif lengkap (dikodefikasi dengan 0 dan 1) yang mempertemukan/menyilangkan baris ke i dan kolom ke j (bernilai 1 dan 0) berdasarkan terjadi atau tidaknya fenomena yang dipelajari untuk karakter baris ke i dan karakter kolom j. Kode logik ini memungkinkan pula kita menganalisis kolom – kolom dari suatu tabel yang berlainan tipe (campuran variabel biner, nominal, ordinal, diskret atau kontinyu).

Prinsip analisis faktorial koresponden dapat diuraikan berikut ini:

1. Analisis ini bertujuan merealisasikan satu (atau beberapa) grafik dari suatu tabel/matriks data, dengan mereduksi dimensi ruang representasi data, tanpa kehilangan banyak informasi pada waktu reduksi dilakukan.

2. Tabel kontingensi yang dianalisis berbeda dengan analisis komponen utama.

KR =

x 100

(32)

3. Analisis faktorial koresponden menggunakan jarak khi-kuadrat untuk membandingkan dua objek dalam pengukuran yang dapat mengkarak-terisasikan kemiripan (atau sebaliknya ketidakmiripan) antara mereka.

Tahapan hitungan analisis faktorial koresponden antara lain transformasi data, penghitungan akar ciri, penghitungan vektor ciri a yang berkaitan dengan akar ciri, koordinat titik – titik pada sumbu faktorial serta kontribusi.

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Perairan di Empat Muara Sungai di Teluk Banten

Hasil analisis contoh air dapat dilihat pada Lampiran 3. Beberapa parameter fisik yang diamati antara lain suhu, kecerahan, daya hantar listrik, arus, intensitas cahaya, salinitas dan TSS. Hasil pengukuran suhu air di empat muara sungai di Teluk Banten dapat dilihat pada Gambar 3. Suhu air di keempat muara berkisar antara 29 – 32,6 oC masih memenuhi baku mutu KNLH (2004) yaitu masih merupakan suhu perairan alami.

Gambar 3. Suhu air di empat muara sungai di Teluk Banten

Nilai daya hantar listrik dapat dilihat pada Gambar 4. Kisaran nilai daya hantar listrik di keempat muara sungai di Teluk Banten adalah 43,5 – 45,9 µS/cm.

Gambar 4. Nilai daya hantar listrik di keempat muara sungai di Teluk Banten

Hasil pengukuran kuat arus dapat dilihat pada Gambar 5. Kisaran nilai

Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten Muara Sungai Cengkok Muara Sungai Pamong

S

Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten Muara Sungai Cengkok Muara Sungai Pamong

(34)

Nilai tersebut didapat karena pada saat pengamatan arus relatif tenang dan pengukuran dilakukan pada pagi hari dengan cuaca cerah.

Gambar 5. Nilai arus di empat muara sungai di Teluk Banten

Nilai kecerahan di empat muara sungai di Teluk Banten dapat dilihat pada Gambar 6. Kecerahan di empat muara sungai di Teluk Banten antara 0,15 – 0,775 meter. Nilai kecerahan rendah disebabkan konsentrasi TSS yang tinggi walaupun pengukuran dilakukan pada pagi hari dengan intensitas cahaya yang berkisar antara 15800 – 58250 lux (Gambar 7). Kisaran konsentrasi TSS di keempat stasiun dari tiga kali pengambilan contoh air yaitu antara 92 sampai 685,5 mg/L (Gambar 8), melebihi baku mutunya yaitu 80 mg/L. Konsentrasi TSS di perairan Teluk Banten hasil penelitian penulis, rata-rata lebih besar dari hasil penelitian Purbani et al.

(2010), dengan rata-rata konsentrasi TSS di perairan Teluk Banten antara 48 sampai 156 mg/L, sementara hasil penelitian Helfinalis (2002), konsentrasi TSS di Teluk Banten masih lebih kecil dari 70 mg/L, sehingga terlihat adanya peningkatan konsentrasi TSS di Teluk Banten. Pengaruh TSS yang tinggi terhadap ikan menurut Tarigan dan Edward (2003) yaitu penyumbatan insang oleh partikel, perubahan perilaku ikan dalam bentuk penolakan ikan terhadap air keruh, hambatan makan dan peningkatan pencarian tempat berlindung.

Gambar 6. Nilai kecerahan di empat muara sungai di Teluk Banten 0

Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten Muara Sungai Cengkok Muara Sungai Pamong

a

Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten Muara Sungai Cengkok Muara Sungai Pamong

(35)

Gambar 7. Nilai intensitas cahaya di empat muara sungai di Teluk Banten

Gambar 8. Konsentrasi TSS di empat muara sungai di Teluk Banten

Nilai salinitas di empat muara sungai di Teluk Banten berkisar antara 28 – 29,7 % (Gambar 9). Pada perairan muara, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai (Boyd 1988).

Gambar 9. Nilai salinitas di empat muara sungai di Teluk Banten 0

Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten

Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten

Muara Sungai Cengkok Muara Sungai Pamong

K

Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten Muara Sungai Cengkok Muara Sungai Pamong

(36)

Parameter kimia yang diamati adalah pH, oksigen terlarut, nitrit (N-NO2), nitrat (N-NO3), ammonia (N-NH4), fosfat (P-PO4) dan klorofil – a. Nilai pH di empat muara sungai di Teluk Banten (Gambar 10), umumnya masih memenuhi baku mutu KNLH (2004), yang berkisar antara 7 – 8,5.

Gambar 10. Nilai pH di empat muara sungai di Teluk Banten

Konsentrasi oksigen terlarut di empat muara sungai di Teluk Banten (Gambar 11.), yaitu antara 5,07 – 9,87 mg/L, masih memenuhi baku mutu KNLH (2004) yang sebesar >5 mg/L. Perairan yang diperuntukkan untuk perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen terlarut tidak kurang dari 5 mg/L karena bila kkonsentrasinya kurang dari 2 mg/L dapat mengakibatkan kematian ikan (UNESCO 1992). Konsentrasi oksigen terlarut di empat muara sungai di Teluk Banten mendukung kesetimbangan transformasi ion-ion nitrogen di perairan yaitu nitrit, nitrat dan ammonia yang dapat dilihat pada Gambar 12, 13, dan 14.

Gambar 11. Konsentrasi oksigen terlarut di empat muara sungai di Teluk Banten 6.8

Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten Muara Sungai Cengkok Muara Sungai Pamong

p

Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten Muara Sungai Cengkok Muara Sungai Pamong

(37)

Gambar 12. Konsentrasi nitrit di empat muara sungai di Teluk Banten

Gambar 13. Konsentrasi nitrat di empat muara sungai di Teluk Banten

Gambar 14. Konsentrasi ammonia di empat muara sungai di Teluk Banten 0.000

Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten Muara Sungai Cengkok Muara Sungai Pamong

K

Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten Muara Sungai Cengkok Muara Sungai Pamong

K

Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Mei Juli Oktober Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten Muara Sungai Cengkok Muara Sungai Pamong

(38)

Jumlah parameter yang digunakan untuk penetuan status mutu air berdasarkan metode Indeks Pencemaran (IP) yaitu delapan parameter meliputi salinitas, TSS, pH, oksigen terlarut, nitrit, nitrat, ammonia, dan fosfat, yaitu parameter analisis yang masuk dalam baku mutu kualitas air laut untuk biota yang tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomer 51 Tahun 2004 (KNLH 2004). Hasil penetapan kualitas perairan di empat muara sungai di Teluk Banten dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 . Status kualitas air perairan muara sungai di Teluk Banten berdasarkan metode Indek Pencemaran (IP)

Stasiun Lokasi Bulan

Pengamatan

Nilai IP Status kualitas air

1 Muara Sungai Wadas Mei 1,15 tercemar ringan

Juli 1,32 tercemar ringan

Oktober 0,99 tercemar ringan

2 Muara Sungai Cibanten Mei 1,21 tercemar ringan

Juli 1,49 tercemar ringan

Oktober 1,09 tercemar ringan

3 Muara Sungai Cengkok Mei 0,88 tercemar ringan

Juli 1,03 tercemar ringan

Oktober 0,79 tercemar ringan

4 Muara Sungai Pamong Mei 0,28 tercemar ringan

Juli 1,15 tercemar ringan

Oktober 0,58 tercemar ringan

Berdasarkan hasil analisis IP tersebut, keempat muara sungai di Teluk Banten yaitu Wadas, Cibanten, Cengkok dan Pamong memiliki kualitas air dalam kondisi tercemar ringan, sehingga masih menunjang kehidupan biota akuatik. Nilai suhu air, salinitas, intensitas cahaya dan kuat arus serta konsentrasi oksigen terlarut, N-NO2, N-NO3dan N-NH4masih menunjang kehidupan biota akuatik di keempat stasiun tersebut dengan nilai yang masih memenuhi baku mutu kualitas air laut untuk biota.

Kualitas perairan Teluk Banten umumnya masih baik berdasarkan Tobing (2009) yang menyatakan bahwa kualitas air Teluk Banten menunjang kehidupan biota bentos serta menurut Suwandana et al. (2011) yang penelitiannya

(39)

mengenai kondisi nutrien dan logam berat dan hasilnya yaitu konsentrasi nutrien dan logam berat di Teluk Banten masih lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi nutrien dan logam berat di Teluk Jakarta. Penelitian Khalifa et al. (2014) yang terkait dengan keberadaan pesut (Orcaella brevirostris ) di Teluk Banten, juga menyatakan bahwa perairan Teluk Banten masih tergolong baik dengan status tercemar ringan dan sedang.

Tingkat Kesuburan di Empat Muara Sungai di Teluk Banten

Tingkat kesuburan di keempat muara sungai yaitu berkisar dari eutrofik sampai hipertropik yaitu dengan nilai TRIX yang berkisar antara 4,42 sampai 10,644 (Gambar 15). Tingkat kesuburan tersebut dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi posfat dan konsentrasi klorofil-a di keempat stasiun. Konsentrasi fosfat yang tinggi terbukti dari adanya konsentrasi posfat yang melebihi baku mutu kualitas air laut untuk biota yaitu di Muara Sungai Wadas (stasiun 1) pada pengambilan contoh air di bulan Mei dan Oktober 2013, Muara Sungai Cibanten (stasiun 2) pada pengambilan contoh air di bulan Mei, Juli dan Oktober 2013 serta di Muara Sungai Cengkok (stasiun 3) pada pengambilan contoh air di bulan Mei dan Oktober 2013, sedangkan konsentrasi klorofil-a di keempat stasiun berkisar antara 0,853 sampai 11,919 mg/m3(Gambar 16 dan Gambar 17 )

Gambar 15. Tingkat kesuburan perairan muara sungai di setiap stasiun pengamatan di Teluk Banten berdasarkan indeks TRIX (Trophical Index)

Menurut Kennish et al. (2007), penyebab eutrofikasi di daerah muara sungai terdiri dari beberapa faktor yaitu pesatnya pembangunan di sekitar muara menyebabkan masuknya limbah yang tinggi kandungan nitrogen organiknya, aliran air yang masuk ke muara rendah, kedalaman perairan yang rendah, waktu tinggal air yang lama dan rendahnya flushing. Berdasarkan pernyataan Kennish et al. (2007) tersebut, kedalaman air yang rendah di empat muara sungai di Teluk Banten yang diamati, yaitu berkisar antara 0,98 - 1.5 meter selama tiga kali pengamatan di tahun 2013, serta pesatnya pembangunan di sekitar muara sungai menunjang kondisi perairan yang subur di muara sungai tersebut.

Konsentrasi P-PO4 dan klorofil-a di keempat muara sungai di Teluk Banten, belum menyebabkan blooming. Menurut Hakanson dan Bryan (2008), konsentrasi klorofil penyebab blooming yaitu apabila konsentrasinya lebih dari 20

0

(1) Wadas (2) Cibanten (3) Cengkok (4) Pamong

(40)

µg/L, didukung pula dengan konsentrasi oksigen terlarut dan nitrogen (N-NO2, N-NO3 dan N-NH4). Hal ini masih memenuhi baku mutu kualitas air untuk biota, sehingga tingkat kesuburan di keempat muara sungai di Teluk Banten masih menunjang kehidupan biota.

Gambar 16. Konsentrasi fosfat di empat muara sungai di Teluk Banten

Gambar 17. Konsentrasi klorofil-a di empat muara sungai di Teluk Banten

Kelimpahan Phytoplankton di Empat Muara Sungai di Teluk Banten

Tingkat kesuburan di keempat stasiun menunjang pertumbuhan ikan di keempat muara sungai di Teluk Banten karena mendukung pertumbuhan plankton sebagai makanan ikan di keempat muara sungai tersebut berdasarkan hasil analisis isi lambung ikannya.

Komposisi fitoplankton yang ditemukan di contoh air permukaan di keempat muara sungai di Teluk Banten meliputi tiga kelas yaitu kelas Bacillariophyceae, Cyanophyceae dan Dinophyceae (Tabel 5). Kelimpahan plankton dapat dilihat pada Lampiran 4. Kelas fitoplankton yang ditemukan, sama seperti yang dilaporkan oleh Alianto (2006). Populasi fitoplankton yang

0

MS Wadas MS Cibanten MS Cengkok MS Pamong

(41)

didominasi oleh Chaetocerous, sama seperti yang dilaporkan oleh Adnan et al.

(1998). Indeks keanekaragaman phytoplankton di keempat muara sungai di Teluk Banten umumnya sedang (Tabel 6).

Tabel 5. Jumlah genus phytoplankton di empat muara sungai di Teluk Banten

Tabel 6. Indek Keanekaragaman phytoplankton di empat muara sungai di Teluk

Mei Juli Okt Mei Juli Okt Mei Juli Okt Mei Juli Okt

Keaneka-ragaman (H’)

1,34 1,39 1,59 1,31 1,60 2,24 2,36 2,21 2,42 1,27 0,24 0,70

Jumlah

212 236 207 1755 7541 2560 905 1385 1175 428 1698 447

(42)

Hasil Tangkapan Ikan di Empat Muara Sungai di Teluk Banten

Data hasil tangkapan ikan dan kelimpahan relatif dari hasil tangkapan ikan di Muara Sungai Wadas (stasiun 1), Muara Sungai Cibanten (Stasiun 2), Muara Sungai Cengkok (stasiun 3) dan Muara Sungai Pamong (Stasiun 4), dapat dilihat pada lampiran 4. Data hasil tangkapan ikan diperoleh dengan mengikuti operasi nelayan di masing-masing stasiun pengamatan, menggunakan alat tangkap dan alat transportasi yang digunakan nelayan guna mendapatkan hasil tangkapan yang merupakan hasil tangkapan yang sehari- hari diperoleh nelayan. Kelimpahan relatif hasil tangkapan ikan di stasiun 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada Gambar 18, 19, dan 21. Hasil tangkapan ikan di Muara Sungai Pamong (stasiun 4) hanya satu jenis ikan yaitu ikan belanak (Mugil cephalus) dengan kelimpahan 100%.

Alat tangkap di empat muara sungai Teluk Banten (Wadas, Cibanten, Cengkok dan Pamong), ada tiga jenis yaitu jaring bondet, bagan dan jaring belanak. Jenis alat tangkap pertama yaitu jaring bendot (sejenis pukat) digunakan di dua stasiun yaitu Muara Sungai Wadas (stasiun 1) dan Muara Sungai Cengkok (stasiun 3). Alat transportasi untuk menangkap ikan berupa kapal besar. Operasi penangkapan melibatkan 3-5 nelayan dalam satu kapal. Berdasarkan pengamatan, ada sekitar 3-5 kapal nelayan setiap waktu operasi penangkapan pada jam 7 sampai 11 pagi. Nelayan melakukan dua kali operasi penangkapan setiap hari menangkap ikan.

Hasil tangkapan dengan alat tangkap bondet di Muara Sungai Wadas (stasiun 1) dan Muara Sungai Cengkok (stasiun 3) berbeda. Jenis ikan yang tertangkap di Muara Sungai Wadas (stasiun 1) lebih banyak yaitu 17 jenis dari 12 famili, sedangkan di Muara Sungai Cengkok (stasiun 3) hanya 15 jenis dari 11 famili. Tingkat kesuburan memang lebih tinggi di stasiun 1 dibandingkan stasiun 3. Jenis ikan yang tertangkap di kedua stasiun tersebut umumnya sama yaitu ikan ilat-ilat, ikan kade, kuniran, pirik, tembang, kepala batu, belanak dan kacang-kacang. Jenis ikan yang kelimpahannya banyak di kedua stasiun tersebut adalah ikan teri dan pirik. Menurut hasil wawancara dengan nelayan di Muara Sungai Wadas (stasiun 1), daerah ini merupakan habitat ikan teri sehingga hasil tangkapan ikan terinya cukup banyak.

Jenis ikan terbanyak hasil tangkapan nelayan di Muara Sungai Cibanten sama seperti halnya di Muara Sungai Wadas, pada tiga kali pengambilan contoh ikan adalah ikan teri (Stolephorus tri). Terlihat bahwa ikan teri menyumbang jumlah tangkapan ikan terbesar di kedua muara ini dibandingkan jenis ikan yang lain. Kelimpahan relatif ikan ini pada bulan Juli yaitu sebesar 30 % dan bulan Oktober yaitu sebesar 34,7%. Bagan dioperasikan selama 10 jam setiap hari waktu penangkapan.

Waktu operasional penggunaan jaring belanak di Muara Sungai Pamong (stasiun 4) yaitu 4 jam. Setiap hari penangkapan dilakukan dua kali operasi penangkapan dengan total operasi penangkapan yaitu delapan jam.

(43)
(44)
(45)
(46)

Jenis-jenis ikan hasil tangkapan di empat muara sungai di Teluk Banten, umumnya pendatang dari laut atau yang sebagian siklus hidupnya berada di perairan muara dan perairan laut. Kondisi yang sama tejadi juga di Muara Sungai layang Teluk Klabat (Hartoto et al.2008).

Hanya beberapa jenis ikan yang siklus hidupnya tinggal di perairan muara seperti ikan sriding (Ambassis sp.), yang cenderung lebih menyukai perairan dangkal atau menempati sekitar perairan muara dan tergolong ikan bentopelagik. Makanan utamanya berupa zooplankton (Cladocera dan Copepod) dan serangga.

Ikan belanak (Mugil cephalus) mempunyai preferensi habitat hidup di perairan pantai yang dangkal dan pada muara sungai. Ikan tersebut bermigrasi menjauhi pantai bila hendak memijah. Ikan ini tergolong ikan pelagik kecil yang biasanya memakan organisme-organisme kecil yag terdapat di dasar perairan atau yang berada di dalam lumpur serta sering sekali berupa ganggang.

Ikan tembang biasanya hidup di perairan pantai sampai ke muara sungai. Ikan ini termasuk ikan pelagik kecil yang menyukai makanan berupa plankton. Ikan pirik (Leiognathus sp.) memiliki ukuran relatif kecil, hidup di perairan dangkal hingga mencapai kedalaman 20 m. Makanan utama ikan pirik berupa zooplankton dan fitoplankton.

Indeks keanekaragaman ikan, indek dominansi ikan dan ikan dominan dari hasil tangkapan di Muara Sungai Wadas (stasiun 1), Muara Sungai Cibanten (stasiun 2) dan Muara Sungai Cengkok (stasiun 3) dapat dilihat pada Tabel 7. Indek keragaman umumnya sedang di ketiga muara sungai tersebut. Ikan dominan yang tertangkap berbeda-beda untuk setiap pengamatan di Muara Sungai Wadas, Muara Sungai Cibanten dan Muara Sungai Cengkok, kecuali Muara Sungai Pamong didominasi oleh ikan belanak karena alat tangkap yang spesifik yaitu jaring belanak.

Tingkat kesuburan di keempat stasiun menunjang pertumbuhan ikan di keempat muara sungai di Teluk Banten karena mendukung pertumbuhan plankton sebagai makanan ikan di keempat muara sungai tersebut berdasarkan hasil analisis isi lambung ikannya (Tabel 8) Berdasarkan komposisi jenis isi lambung ikan, sebagian besar ikan yang tertangkap di empat muara sungai di Teluk Banten merupakan ikan herbivora.

Hasil analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis) antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di muara sungai di Teluk Banten

Hasil analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis) antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di muara sungai di Teluk Banten dapat dilihat pada Gambar 21, 22, 23, dan 24. Ikan – ikan di Muara Sungai Wadas (stasiun 1), keberadaannya dipengaruhi oleh parameter fisika yaitu arus, suhu air, salinitas dan TSS. Parameter kimia yang mempengaruhi keberadaan ikan di stasiun 1 adalah pH dan amonia. Parameter biologi yang mempengaruhi keberadaan ikan di stasiun 1 adalah kelimpahan plankton. Parameter – parameter tersebut mempengaruhi ikan –ikan seperti teri, patik, pirik, beler dan tembang dari famili Leiognathidae dan Clupeidae (Gambar 21.). Ikan - ikan tersebut adalah ikan – ikan pelagis dan pemakan plankton.

(47)

Tabel 7. Indeks keanekaragaman ikan, indek dominansi ikan dan ikan yang dominan tertangkap di masing-masing stasiun pengamatan dan waktu pengamatan di empat muara sungai di Teluk Banten

Tabel 8. Komposisi isi lambung ikan hasil tangkapan nelayan di empat muara sungai di Teluk Banten

No. komposisi

Isi lambung ikan Kisaran prosentase pada lambung ikan (%)

Jenis ikan

1 Plankton 50 - 75 patik, pirik, beler, bondolan,

kuniran, tembang, bilis,kacang-kacang, payus, japuh, jejdot, tenggiri, kade, kepala batu, ilat-ilat, kiper, tunul, beronang, sriding, selar, selanget.

Serasah 25 - 50

2 Plankton 80 Teri, teri nasi, teri gepeng

Materi lain 20

4 Potongan ikan 10 kuro

Plankton 90

Faktor – faktor yang mempengaruhi keberadaan ikan di Muara Sungai Cibanten (stasiun 2), hampir sama dengan Muara Sungai Wadas (stasiun 1). Parameter arus, suhu air, salinitas, TSS, pH, amonia dan kelimpahan plankton Indek Muara Sungai Wadas Muara Sungai Cibanten Muara Sungai Cengkok Muara Sungai Pamong

Mei Juli Okt Mei Juli Okt Mei Juli Okt Mei Juli Okt

(48)

mempengaruhi keberadaan ikan – ikan dari famili Leiognathidae, Clupeidae, Mugilidae, Scombridae dan Trygonidae, yaitu ikan pirik, bondolan, tembang, belanak, tenggiri dan kacang- kacang (Gambar 22). Ikan – ikan tersebut adalah pemakan plankton.

Gambar 21. Hasil analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis) antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di muara Sungai Wadas di Teluk Banten

Gambar 22. Hasil analisis CCA (Canoconical Correspondence Analysis) antara kondisi perairan dan hasil tangkapan ikan di Muara Sungai Cibanten di Teluk Banten

Gambar

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2. Lokasi penelitian di muara-muara sungai di Teluk Banten
Tabel 1.  Deskripsi stasiun pengambilan contoh di muara – muara sungai di Teluk Banten
Tabel 2.  Parameter dan metode analisis fisika dan kimia air
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas serangan pengendalian pada 67,74,81,88 hst dengan menggunakan pestisida nabati dengan larutan serai 30 lebih baik

dikaitkan dengan analisa struktural: perbedaan dalam strategi di antara perusahaan. cukup penting untiik dikenai guna mempengaruhiposisi strukturai

dalam berpendapat dan juga dalam bermen atau berinteraksi didalam situasi kelompok. 6) HJK : perubahan aspek prilaku kejenuhan belajar yang diperlihatkan oleh HJK

Persepsi mengenai Kualitas Yang Dirasakan Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Wulansari (2013)), para konsumen seringkali menilai kualitas produk atau jasa tertentu atas

tersebut maka dapat dikatakan secara jelas bahwa baik dilihat dari analisis terhadap biaya tunai maupun biaya total, usahatani jagung petani responden di Desa

Kelompok Bungong Chirih telah mampu memproduksi aneka produk kerajinan tenun dari lidi nipah. Kelompok Bungong Chirih telah berhasil memproduksi memproduksi sebanyak 13

Tidak jarang akuntan publik memberikan jasa non audit kepada klien selama periode- periode pengauditan seperti : (a) konsultasi manajemen, (b) penyusunan sistem akuntansi,

Dalam analisis konjoin ini, mengidentifikasi bahwa hotel bintang dua yang paling diminati oleh konsumen jika memiliki fasilitas jaringan internet gratis di kamar dan di