• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati Beberapa Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati Beberapa Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA PATI BEBERAPA

VARIETAS UBI JALAR (

Ipomoea batatas

(L.) Lam.)

DIMAS IMAM ARIEFIANTO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati Beberapa Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

DIMAS IMAM ARIEFIANTO. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati Beberapa Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.). Dibimbing oleh SUTRISNO KOSWARA.

Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) adalah salah satu sumber karbohidrat di Indonesia yang masih belum banyak dikembangkan penggunaannya, walaupun produksi di Indonesia terhitung cukup melimpah. Pengolahan ubi jalar menjadi produk tepung pati dapat meningkatkan daya simpan ubi jalar, selain itu, dapat memberikan keuntungan lain seperti praktis dalam pengangkutan dan penyimpanan, dan dapat diolah menjadi beraneka ragam produk makanan. Ubi jalar memiliki varietas yang cukup beragam, dimana perbedaan varietas diduga memberikan pengaruh kepada sifat fisikokimia tepung pati yang dihasilkan. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh perbedaan varietas terhadap sifat fisikokimia pati ubi jalar yang dihasikan. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan yang berupa persiapan bahan baku tepung pati ubi jalar, dan penelitian utama, yaitu analisis fisikokimia sampel tepung pati ubi jalar dari varietas Sukuh, Cangkuang, AC dan Sawentar. Analisis kimia tepung pati ubi jalar meliputi analisis proksimat, kadar serat kasar, kadar pati, kadar amilosa dan amilopektin, dan nilai pH. Sedangkan analisis fisik tepung pati ubi jalar meliputi analisis densitas kamba, profil gelatinisasi pati, dan derajat putih. Hasil uji menunjukkan pati ubi jalar varietas AC memiliki karakteristik kimia dan fisik yang lebih unggul dibanding yang lain, karena dari karakteristik kimia, pati AC memiliki kadar karbohidrat dan total pati paling tinggi (99.16±0.09 %bk dan 86.91±0.57 %bk), dan dari karakteristik fisik, pati AC memiliki karakter derajat putih yang tinggi (83.27±0.31), memiliki swelling power dan kelarutan yang rendah (16.50±1.07 g/g dan 6.90±0.27 %), memiliki ketahanan dalam pemasakan paling baik, yang ditunjukkan oleh breakdown viscosity yang paling rendah (5183.33±24.38 cP) dan memiliki kecenderungan retrogradasi paling tinggi, yang ditunjukkan oleh setback viscosity yang paling tinggi (1328.00±14.73 cP). Karakteristik tersebut cocok dengan apa yang dibutuhkan untuk membuat produk pangan mi, yang merupakan produk utama yang dibuat dari pati ubi jalar. Namun, setiap varietas memiliki kelebihan dan kekurangan pada karakteristik fisikokimianya, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik untuk karakter produk pangan yang ingin dibuat menggunakan pati ubi jalar tersebut.

(6)

ABSTRACT

DIMAS IMAM ARIEFIANTO. Physicochemical Characterization of Sweet Potato (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Starch from Different Varieties. Supervised by SUTRISNO KOSWARA.

Sweet potato (Ipomoea batatas (L.) Lam.) is one of the sources of carbohydrate in Indonesia which still has limited usage, although production in Indonesia is relatively abundant. Sweet potato processing into starch can increase the shelf life of sweet potato, in addition, can provide other benefits such as practical in transport and storage, and can be processed into a wide range of food products. Sweet potato has a fairly diverse variety, where the differences in varieties are expected to give effect to the physicochemical properties of starch produced. The purpose of this research was to study the effect of different varieties to the sweet potato starch physicochemical properties. This research was conducted in two phases, preliminary research, production of raw materials, which is sweet potato starch, and primary research, the physicochemical analysis of sweet potato starch samples from Sukuh, Cangkuang, AC and Sawentar varieties. Chemical analysis of sweet potato starch consisted of proximate analysis, crude fiber content, starch, amylose and amylopectin content, and pH values. While physical analysis of sweet potato starch consisted of bulk density analysis, starch gelatinization profile, and degree of whiteness. The test results showed that the sweet potato starch from AC varieties has chemical and physical characteristics that was superior than others, because of the chemical characteristics, AC starch has the highest carbohydrate content and total starch content (99.16% ± 0.09 bk and 86.91 ± 0.57% bk), and from physical characteristics, AC starch has the character of high whiteness degree (83.27 ± 0.31), has the lowest swelling power and solubility (16.50±1.07 g/g and 6.90±0.27 %), has a good resistance in the cooking, which indicated by the lowest breakdown viscosity (5183.33 ± 24.38 cP) and also has the highest retrogradation tendency which indicated by the highest setback viscosity (1328.00 ± 14.73 cP). Those characteristics comply with what is needed to make noodle products, which are the main products that made from sweet potato starch. However, each variety has its advantages and disadvantages on the physicochemical characteristics, which can be tailored to the specific requirements for food products made using the sweet potato starch.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA PATI BEBERAPA

VARIETAS UBI JALAR (

Ipomoea batatas

(L.) Lam.)

DIMAS IMAM ARIEFIANTO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang dilaksanakan sejak Maret hingga November 2014 ini dapat terselesaikan dengan baik berkat dari dukungan berbagai pihak, baik secara langsung mapun tidak langsung. Terima kasih penulis sampaikan pada Ir Sutrisno Koswara MSi selaku dosen pembimbing akademik atas masukan dan perhatian yang diberikan selama penyelesaian tugas akhir ini. Seluruh teknisi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah membantu penulis selama melaksanakan tugas akhir.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada orang tua, kakak dan adik penulis yang selalu mengingatkan dan memberikan semangat. Kepada Striwicesa Hangganararas atas ilmu, saran, dan juga dukungan yang telah diberikan pada penulis. Kepada sahabat-sahabat penulis Nur Purnama Putra, Gilang Pamenan dan Tribowo Hernadi yang telah menghibur dan memberikan semangat kepada penulis. Kepada sahabat-sahabat di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB Mutiara Primaniarta, Devi Ardelia, Rizki Ardhiwan, Anjani Anggitasari, Zackuary, Rahmalia Susanti, Rita Astuti, Mala Mareta, dan Novandra Caniago yang telah menjadi teman belajar dan memberikan semangat hingga akhir perkuliahan. Kepada Arya Suryadilaga dan Muhammad Hamdani selaku teman seperjuangan yang telah memberikan banyak ilmu dan semangat hingga selesainya tugas akhir ini. Kepada teman kelompok bimbingan Ikhwan Dwi Arismanto dan Fairuz Fajriah yang memberikan informasi, saran, dan bantuan kepada penulis. Dan kepada pihak-pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum sempurna dan memerlukan saran dan masukan. Penulis berharap agar tugas akhir ini memberikan manfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan memberikan dampak terhadap perkembangan ilmu dan teknologi khususnya dalam bidang Ilmu dan Teknologi Pangan.

Bogor, Januari 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Bahan 2

Alat 2

Metode Penelitian 2

Pembuatan Pati Ubi Jalar 3

Analisis Karakter Fisikokimia Tepung Pati Ubi Jalar 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Pembuatan Pati Ubi Jalar 10

Kadar Air 12

Kadar Abu 13

Kadar Protein 14

Kadar Lemak 14

Kadar Serat Kasar 15

Kadar Karbohidrat 16

Kadar Total Pati 17

Kadar Amilosa dan Amilopektin 17

Nilai pH 18

Densitas Kamba 19

Kehalusan 20

Daya Pembengkakan (Swelling Power) dan Kelarutan (Solubility) 20

Kekuatan gel (Gel Strength) 22

Derajat Putih 22

(12)

SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 30

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Varietas ubi yang digunakan 11

Tabel 2. Kadar air pada empat varietas pati ubi jalar 12 Tabel 3. Kadar abu pada empat varietas pati ubi jalar 13 Tabel 4. Kadar protein pada empat varietas pati ubi jalar 14 Tabel 5. Kadar lemak pada empat varietas pati ubi jalar 15 Tabel 6. Kadar serat kasar pada empat varietas pati ubi jalar 16 Tabel 7. Kadar karbohidrat pada empat varietas pati ubi jalar 16 Tabel 8. Kadar total pati pada empat varietas pati ubi jalar 17 Tabel 9. Kadar amilosa dan amilopektin pada empat varietas pati ubi

jalar 18

Tabel 10. Nilai pH pada empat varietas pati ubi jalar 19 Tabel 11. Densitas kamba pada empat varietas pati ubi jalar 19 Tabel 12. Nilai kehalusan pada empat varietas pati ubi jalar 20 Tabel 13. Swelling power dan kelarutan pada empat varietas pati ubi jalar 21 Tabel 14. Gel strength pada empat varietas pati ubi jalar 22 Tabel 15. Nilai derajat putih pada empat varietas pati ubi jalar 23 Tabel 16. Data profil gelatinisasi pada empat varietas pati ubi jalar 26

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan pati ubi jalar 4

Gambar 2. Pati ubi jalar dari keempat varietas 12

Gambar 3. Profil gelatinisasi pati 24

Gambar 4. Grafik perbandingan antar profil gelatinisasi pati ubi jalar 25

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil ANOVA dan uji Duncan nilai proksimat pati ubi jalar

dari keempat varietas 30

Lampiran 2. Hasil ANOVA dan uji Duncan nilai kadar pati, amilosa, amilopektin dan nilai pH pati ubi jalar dari empat varietas 32 Lampiran 3. Hasil ANOVA dan uji Duncan karakteristik fisik pati ubi

jalar dari empat varietas 33

Lampiran 4. Hasil ANOVA dan uji Duncan nilai profil gelatinisasi pati

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubi jalar adalah salah satu sumber karbohidrat di Indonesia yang masih belum banyak dikembangkan penggunaannya, walaupun produksi di Indonesia terhitung cukup melimpah. Berdasarkan Badan Pusat Statistik pada tahun 2012, produksi ubi jalar di Indonesia mencapai 2 483 460 ton/tahun. Kelebihan dari ubi jalar menurut Widodo (1989) adalah memiliki kandungan nutrisi yang baik, umur panen yang relatif pendek, dan produksi yang tinggi. Dengan segala kelebihan ini, tentu potensi untuk pemanfaatan ubi jalar bagi industri pangan juga sangat besar, apalagi penggunaan sumber karbohidrat diluar beras dan gandum sangat didukung oleh pemerintah sebagai bentuk diversifikasi pangan.

Ubi jalar umumnya dikonsumsi dalam bentuk segarnya yang telah direbus, dipanggang, ataupun dimasak dengan bahan-bahan lainnya. Selain itu, ubi jalar dapat diolah menjadi produk pangan seperti gaplek ubi jalar, keripik ubi jalar, tape ubi jalar, dan kue ubi jalar. Produk-produk ini cukup umum dikenal masyarakat karena rasanya yang cukup enak. Salah satu bentuk olahan dari ubi jalar adalah tepung pati ubi jalar. Tepung pati ubi jalar adalah hasil ekstraksi pati ubi jalar yang dikeringkan dan digiling sehingga menjadi tepung pati yang halus dan berwarna putih. Pati adalah bagian dari karbohidrat yang merupakan komponen utama dalam ubi jalar. Pengolahan ubi jalar menjadi produk pati memberi beberapa keuntungan seperti meningkatkan daya simpan, praktis dalam pengangkutan dan penyimpanan, dan dapat diolah menjadi beraneka ragam produk makanan (Winarno 1981). Hasil olahan utama yang dapat dibuat dari pati ubi jalar adalah produk mi (Collado 1997).

Menurut Kadarisman dan Sulaeman (1992) jenis ubi jalar mempengaruhi karakteristik pati ubi jalar yang dihasilkan. Oleh karena itu, penggunaan varietas yang berbeda dalam pembuatan pati ubi jalar diduga memberikan pengaruh yang cukup signifikan kepada sifat fisikokimia pati ubi jalar yang dihasilkan. Sehingga dalam penelitian ini dipelajari karakteristik fisikokimia pati ubi jalar yang dibuat dari beberapa varietas ubi jalar, dan diharapkan dapat ditentukan varietas-varietas ubi jalar apa yang tepat dengan karakteristik fisikokimia pati yang sesuai untuk pengaplikasian produk pangan yang diinginkan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik fisikokimia pati beberapa varietas ubi jalar yang yang berbeda.

Manfaat Penelitian

(16)

2

METODE

Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas Sukuh, AC, Cangkuang, dan Sawentar. Bahan lain yang dibutuhkan dalam pembuatan tepung pati ubi jalar adalah Na-Metabisulfit dan air. Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah n-heksana, eter, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, larutan H3BO3, amilosa murni, larutan NaOH, Na2S2O3,Fehling A dan B, Pb asetat, CaCo3, air destilata, indikator metil merah, methylene blue dan PP,larutan NaOH dan larutan H2SO4, larutan K2SO4, etanol, aseton, larutan HCl, KCl, KI, asam asetat, BaSO4, Na-CH3COO, CH3COOH pekat,dan HCl pekat.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian persiapan dan pembuatan tepung pati ubi jalar adalah timbangan, wadah plastik, pisau, abrasive peeler, panci, ember ukuran 25 L, rasper , cabinet dryer, pin disc mill, ayakan 150 mesh. Adapun alat-alat yang digunakan untuk pengujian sifat kimia dan fisik adalah cawan aluminium, oven pengering, desikator, neraca analitik, cawan porselen, gegep, tanur, labu kjeldahl 30 ml, sudip, pipet mohr 1/2/5/10/25 ml, pipet tetes, botol akuades, lap, batu didih, tissue, gunting, penangas, buret, erlenmeyer 250/300 ml, alat soxhlet, kertas saring, kapas wool, labu lemak, kondensor, labu ukur 50/100/250/500/1000 ml bertutup, gelas pengaduk, inkubator, pH meter, gelas piala, sentrifuse, tabung reaksi, tabung reaksi bertutup, gelas ukur, botol vial gelap, waterbath, spektrofotometer, Rapid Visco Analyzer(RVA), Whiteness meter, Digital sieve shaker, ayakan 120 mesh, Texture Analyzer, corong, aluminium foil, cawan porselen, cawan petri dan refrigerator.

Metode Penelitian

(17)

3

Pembuatan Pati Ubi Jalar

Pembuatan pati ubi jalar ini menggunakan metode Mesiana (2013). Kulit ubi jalar dikupas dengan menggunakan mesin abrasive peeler, kemudian dibersihkan kembali sisa-sisa kulit dan kotoran yang masih menempel pada ubi jalar yang telah dikupas. Setelah itu, ubi diparut dan direndam dengan larutan sulfit dengan konsentrasi 0.1%. Perbandingan antara larutan sulfit yang digunakan dengan hasil parutan ubi adalah 4:1. Tujuan penambahan larutan tersebut dalam pemarutan adalah untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan yang merusak warna ubi. Setelah ditunggu sekitar 15 menit, campuran ubi dan air tersebut disaring untuk memisahkan pati dan ampasnya. Pati ubi jalar berupa bagian cair sedangkan ampas merupakan bagian padatannya. Pati kemudian melalui proses pengendapan selama 16 jam dan pencucian sebanyak tiga kali atau sampai pati berwarna putih bersih, dan setelah itu pati diangkat dan dikeringkan dalam cabinet dryer sampai pati benar-benar terasa kering, dan ketika dihancurkan tidak membentuk gumpalan. Setelah itu pati kering digiling dengan pin disc mill dan dilakukan pengayakan pada 150 mesh untuk mendapat tepung pati. Diagram alir pembuatan pati ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1.

Analisis Karakter Fisikokimia Tepung Pati Ubi Jalar

Analisis Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992)

Cawan kosong dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (W2). Contoh sebanyak kurang lebih 1-2 g (W) dimasukkan ke dalam cawan, kemudian diletakkan pada oven bersuhu 105 oC selama 3 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan berisi contoh didinginakan dalam desikator kemudian ditimbang (W1). Kadar air dapat dihitung menggunakan perhitungan berikut:

Kadar air (g/ 100 g bahan basah) = (1) Kadar air (g/ 100 g bahan kering) =

(2)

Analisis Kadar Abu Metode Pengabuan Kering (SNI 01-2891-1992)

Cawan porselin dipanaskan dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Contoh sebanyak 2-3 g (W) dimasukkan dalam cawan porselin, kemudian dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 oC sampai pengabuan sempurna. Cawan berisi abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (W1). Kadar abu ditentukan menggunakan rumus:

Kadar abu (g/ 100 g bahan basah) = (3) Kadar abu (g/ 100 g bahan kering) =

(18)

4

(19)

5 Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 1995)

Analisis kadar protein metode Kjeldahl dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap penghancuran, tahap destilasi, dan tahap titrasi. Tahap pertama yang dilakukan adalah penghancuran (digestion). Pertama-tama sampel sebanyak (100 –250 mg) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Kemudian ditambahkan 1.0±0.1 g K2SO4, 40±10 mg HgO dan 2±0.1 ml H2SO4. Batu didih ditambahkan sebanyak 2-3 butir kemudian sampel dididihkan selama 1-1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan menjadi jernih. Tahap selanjutnya adalah tahap destilasi. Sejumlah kecil air destilata dilewatkan perlahan lewat dinding tabung. Kemudian isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air destilata. Air cucian dipindahkan ke labu destilata dan ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3. Erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator metilen red-metilen blue diletakkan di bawah kondensor. Ujung kondensor direndam di bawah larutan H3BO3. Destilasi dilakukan hingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Tahap terakhir, yaitu tahap titrasi, dilakukan dengan titrasi destilat yang telah diencerkan hingga 50 ml dengan HCl 0.02 N terstandar sampai terjadi perubahan menjadi abu-abu. Dilakukan juga penetapan blanko. Cara perhitungan kadar protein yaitu:

% N =

(5)

Kadar protein (g/ 100 g bahan basah) = (6) Kadar protein (g/ 100 g bahan kering) =

(7) Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992)

Labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama sekitar 15 menit, dinginkan dalam desikator, dan ditimbang (W2). Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 1-2 g (Wo) dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut heksana.

Reflux dilakukan selama ± 6 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC hingga bobotnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang (W1). Kadar lemak dihitung dengan rumus:

Kadar lemak (g/ 100 g bahan basah) =

(8)

Kadar lemak (g/ 100 g bahan kering) =

(9) Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995)

(20)

6

diletakkan di dalam pendingin balik (wadah harus dalam keadaan tertutup). Selanjutnya gelas piala didihkan selama 30 menit dengan sesekali digoyang-goyangkan. Larutan NaOH 0.625 N ditambahkan sebanyak 200 ml. Didihkan kembali sampel selama 30 menit dengan pendingin balik sambil sesekali digoyang-goyangkan. Sampel disaring melalui kertas saring yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Residu dicuci di kertas saring dengan air mendidih kemudian dengan alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan dalam oven 110oC hingga tercapai berat konstan (1-2 jam). Setelah didinginkan dalam desikator, kertas saring ditimbang.

Kadar serat kasar (%bb) = (10)

Kadar serat kasar (%bk) =

(11)

Keterangan:

W = Berat sampel (g) W1 = Berat kertas saring (g)

W2 = Berat kertas saring + sampel kering (g)

Analisis Kadar Karbohidrat By Difference (Faridah dkk 2012)

Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein. Nilainya ditentukan menggunakan rumus :

Kadar karbohidrat (%) = (12) Analisis Kadar Total Pati (Apriyantono et al. 1998)

Hidrolisis Pati dengan Asam

Sampel tepung sebanyak 0.5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml. Ditambahkan 50 ml etanol dan diaduk selama 1 jam. Suspensi tersebut disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Residu yang terdapat pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 ml eter. Eter dibiarkan menguap dari residu, kemudian dicuci kembali dengan 150 ml alkohol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke erlenmeyer dengan cara pencucian dengan 200 ml air ditambah 20 ml larutan HCl 25%. Ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan di atas penangas air sampai mendidih selama 2.5 jam untuk menghidrolisis pati. Setelah didinginkan, larutan hasil hidrolisis dinetralkan dengan larutan NaOH 25% dan diencerkan sampai volume 500 ml dan dihomogenkan dan disaring untuk kemudian disebut sebagai larutan stok.

Penentuan Gula Pereduksi dengan Metode Lane Enyon

(21)

7 menunjukkan titik akhir titrasi. Analisis dilakukan melalui beberapa tahap yaitu; tahap persiapan sampel, standarisasi larutan fehling, dan pengerjaan sampel. Persiapan sampel dilakukan dengan melakukan pemanasan sebanyak 29 g sampel (bersama CaCO3) kemudian menjernihkannya dengan Pb asetat jenuh dan sampel diencerkan dalam labu takar 500 ml, setelah itu disaring dan kelebihan Pb asetat diendapkan dengan natrium oksalat, disaring kembali, kemudian diperoleh larutan siap uji. Dipipet 10 ml larutan sample siap uji dan dibubuhi 10 ml larutan campuran soxhlet dan 5ml larutan dekstrosa standar, larutan kemudian dididihkan dan dititrasi dengan cepat menggunakan larutan dekstrosa standar (5 g/liter) sebagai peniter, setelah sebelumnya ditambahkan larutan methilena biru sebagai indikator. Titrasi dilakukan hingga titik akhir (terlihat endapan merah bata, dan warna biru hilang). Sedangkan standarisasi larutan fehling dilakukan seperti tahap ini, hanya tanpa menggunakan sampel. Gula pereduksi dihitung sebagai kadar dekstrosa/glukosa (%).

Gula Pereduksi = x 100 % (13)

Keterangan:

A = volume peniter (dekstrosa) untuk standarisasi fehling (liter) B = volume peniter (dekstrosa) untuk sample (liter)

C = konsentrasi dekstrosa (g/liter) Fp = faktor pengenceran

W = berat sampel (g) Penentuan Kadar Pati Sampel

Nilai kadar total gula yang diperoleh dikalikan dengan faktor pengenceran. Kadar total pati dalam sampel diperoleh dengan mengalikan kadar total gula dengan faktor konversi 0.9.

Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin (Apriyantono et al., 1998) Pembuatan Kurva Standar

(22)

8

Analisis Sampel

Sebanyak 100 mg sampel ditimbang dan dimasukkan dalam labu ukur 100 ml, kemudian 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N ditambahkan ke dalam sampel. Larutan dipanaskan dalam water bath (air mendidih) selama 10 menit (sampai pati tergelatinisasi. Setelah itu, labu ukur yang berisi sampel didinginkan selama 1 jam dan ditambahkan akuades sampai tanda tera, kemudian dikocok. Sebanyak 5 ml larutan sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml yang telah diisi 40 ml akuades. Sebanyak 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan, kemudian ditambahkan air sampai tanda tera. Larutan sampel dikocok dan dibiarkan selama 20 menit. Larutan sampel diambil untuk dianalisis dengan spektrofotometer. Selain itu, dibuat juga larutan blanko dengan cara mencampurkan semua bahan kecuali sampel. Kadar amilosa diukur dengan cara sebagai berikut:

Kadar amilosa (%) = x 100% (14)

Keterangan:

A = konsentrasi amilosa dari kurva standar (mg/ml) Fp = faktor pengenceran

V = volume awal (ml) W = bobot awal (mg)

Kadar amilopektin diperoleh dari selisih antara kadar pati dengankadar amilosa sampel.

Nilai pH (Rahman 2007)

Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH 4 dan 7. Setelah dikalibrasi baru dilakukan pengukuran sampel dengan membuat suspensi sampel sebesar 10%. Densitas Kamba (Khalil 1999)

Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur hingga volumenya mencapai 100 ml kemudian beratnya ditimbang. Densitas kamba dinyatakan dalam satuan kg/m3 atau g/ml.

Densitas Kamba =

(15)

Daya Pembengkakan (Swelling Power) dan Kelarutan (Solubility) (Collado et. al 2001).

(23)

9 110°C hingga bobotnya tetap, kemudian ditimbang dan dihitung kenaikan bobotnya.

Kehalusan diukur dengan menggunakan alat Digital Sieve Shaker. Alat ini bekerja dengan menggunakan beberapa susunan ayakan atau saringan, serta menggunakan getaran berupa gelombang dengan satuan amplitudo. Pengaturan pengayakan yang digunakan adalah dengan getaran sebesar 60 amplitudo dan selama 15 menit, sedangkan ayakan yang digunakan yaitu ayakan 120 mesh. Pengukuran dilakukan dengan menimbang sejumlah sampel lalu ditaburkan secara merata pada ayakan paling atas. Kemudian ayakan ditutup dan alat dihidupkan. Lalu kehalusan diketahui dengan menghitung persentase jumlah sampel yang lolos ayakan. Kehalusan diukur dengan cara sebagai berikut:

% Kehalusan = 100% - (% sampel yang tidak lolos ayakan) (18) = 100% - ((D:W) x 100%)

Keterangan :

D = bobot sampel yang tertinggal di ayakan (g) W = bobot sampel (g)

Kekuatan Gel / Gel Strength (Faridah dkk 2012)

Kekuatan gel diukur dengan menggunakan alat Texture analyzer (TA-XT2). Pati dengan konsentrasi 10 % dipanaskan pada air mendidih selama 1 jam sambil diaduk. Pasta panas yang terbentuk dituangkan ke dalam tabung berdiameter 3 cm dengan tinggi 2 cm, kemudian didinginkan dan dimasukkan ke dalam refrigerator selama 16 jam. Setelah itu kekuatan gel sampel diukur dengan alat Texture analyzer. Data yang diperoleh dari grafik yang terbentuk diinterpretasikan sebagai kekuatan gel.

Kekuatan gel merupakan besarnya gaya (gf) yang diperlukan untuk memecah gel. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan probe silinder ukuran 0.5 r, kecepatan penetrasi 1 mm/ detik dan jarak pengukuran 15 mm.

Analisis Derajat Putih Dengan Whiteness Meter (Faridah dkk 2012)

Sampel ditaruh di cawan contoh yang telah dibersihkan sebelumnya secara beerlebih. Setelah itu, cawan contoh ditempatkan kedalam wadah contoh. Suhu contoh kemudian diseimbangkan dengan meletakkan wadah contoh diatas tempat pengukuran. Wadah contoh yang telah diseimbangkan suhunya kemudian dimasukkan ke tempat pengukuran, dimana alat Whiteness Meter menampilkan nilai derajat putih.

(24)

10

Nilai derajat putih sampel =

(19)

Analisis Profil Gelatinisasi Pati (Faridah dkk 2012)

Analisis profil gelatinisasi pati dilakukan dengan menggunakan instrumen Rapid visco analyzer (RVA). Kelebihan analisis profil gelatinisasi adalah tidak hanya dapat memberi informasi viskositas dalam suhu tertentu, namun dapat memberi data viskositas pati dalam dalam berbagai suhu, dan dapat memberikan informasi tentang karakteristik pati selama proses gelatinisasi, seperti suhu gelatinisasi, viskositas maksimum, kestabilan viskositas pasta selama pemanasan, viskositas setback, dan kestabilan viskositas pasta terhadap proses pengadukan. Untuk melakukan analisis profil gelatinisasi pati, pertama tama perangkat RVA dan software pengolah data TCW3 disiapkan dan dikalibrasi. Setelah itu,siapkan sampel dengan cara ditimbang air dan sampel yang dibutuhkan kedalam canister, lalu masukkan keduanya. Lalu paddle dimasukkan, lalu paddle digerakkan keatas dan kebawah untuk mendispersikan sampel. Setelah itu, canister dan paddle dipasang untuk dilaksanakan pengujian. Larutan pati dipanaskan sampai suhu 95 0

C dan mengalami gelatinisasi, dan melewati fase holding di suhu 950C, didinginkan ke suhu 500C, dan kembali melewati fase holding pada suhu 500C. Selama perubahan suhu tersebut, viskositas pati terus dibaca oleh RVA. Hasil analisis dapat dilihat dari jendela analysis result dari menu view.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Pati Ubi Jalar

Pati ubi jalar merupakan tepung hasil ekstraksi zat pati ubi jalar yang telah dikeringkan dan digiling sampai tingkat kehalusan tertentu. Secara garis besar, proses pembuatan pati ubi jalar dibagi menjadi lima tahap, yaitu penghancuran/penggilingan ubi jalar menjadi slurry, ekstraksi dan pemisahan pati dari ampas, pengendapan pati, pengeringan, dan penggilingan serta pengayakan pati kasar sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu. Ubi jalar yang digunakan adalah ubi jalar dari varietas Sukuh, Cangkuang, AC dan Sawentar. Alasan digunakannya keempat varietas tersebut adalah karena keempat varietas tersebut memiliki daging umbi berwarna putih atau mendekati warna putih, sehingga diharapkan diperoleh produk berupa pati berwarna putih bersih. Keterangan tentang keempat varietas tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

(25)

11 yang mengandung pati, sehingga terdapat kandungan pati yang terperangkap dalam sel tumbuhan tersebut (Pangestuti 2010).

Tabel 1. Varietas ubi yang digunakan

Varietas dan agak peka hama boleng Sumber: Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (2012)

Pada proses pembuatan pati, digunakan larutan sulfit sebagai bahan anti-browning dengan konsentrasi 0.1%. Perbandingan antara larutan sulfit yang digunakan dengan hasil parutan ubi adalah 4:1. Tujuan penambahan larutan tersebut dalam pemarutan adalah untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan yang merusak warna ubi. Konsentrasi sulfit sebesar 0.1% ini digunakan karena dibandingkan konsentrasi lain, konsentrasi sulfit 0.1% memberikan nilai β-karoten paling besar pada ubi jalar (Padmaningrum dan Utomo 2007), sehingga dianggap konsentrasi tersebut tidak merusak kandungan gizi pada produk pati. Secara visual, pati yang dihasilkan dari empat varietas memiliki warna putih, namun cenderung kusam jika dibandingkan dengan produk pati yang banyak beredar di pasaran seperti tapioka. Hal ini disebabkan oleh pigmen alami yang terdapat pada ubi jalar, seperti beta karoten. Hasil penelitian Kadarisman dan Sulaeman (1992) menyebutkan bahwa pati ubi jalar masih dapat mengandung beta karoten sebesar 147-1632 RE, tergantung varietas ubi jalar yang diolah menjadi pati. Kadarisman dan Sulaeman (1992) menyebutkan bahwa pati ubi jalar memiliki nilai derajat putih sekitar 80%. Penampakan pati ubi jalar dari keempat varietas dapat dilihat pada Gambar 2.

(26)

12

Gambar 2. Pati ubi jalar dari keempat varietas

Kadar Air

Kadar air suatu produk menunjukkan persentasi kandungan air dalam suatu produk. Nilai kadar air produk menjadi penting dalam produk kering seperti produk pati, karena kadar air yang rendah adalah faktor utama yang mebuat produk pati awet. Proses pengeringan pada produk pati dapat mengurangi kadar air hingga menhambat terjadinya pertumbuhan mikroba. Syarat kadar air yang aman untuk produk sejenis tepung yaitu kurang dari 14% sehingga dapat mencegah pertumbuhan kapang (Winarno 1981).

Kadar air produk pati dari keempat varietas ubi jalar berkisar antara 9.42±0.09 hingga 11.67±0.25 %bb. Hasil analisis kadar air dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 1), diketahui bahwa varietas berpengaruh secara signifikan (P<0.05) terhadap kadar air produk, dimana pati Cangkuang memiliki nilai tertinggi sebesar 11.67±0.25 %bb, sedangkan pati Sukuh dan AC memiliki nilai terendah, yaitu 9.42±0.09 % dan 9.47±0.38 %bb (Tabel 2).

Tabel 2. Kadar air pada empat varietas pati ubi jalar Varietas Kadar Air (%)

Sukuh 9.42 ± 0.09a

Cangkuang 11.67 ± 0.25c

AC 9.47 ± 0.38a

Sawentar 10.39 ± 0.52b

a-e

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

(27)

13 Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air pati keempat varietas masih memenuhi standar SNI yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional pada tahun 2011 untuk produk sejenis, yaitu tapioka, dimana tertera bahwa kadar air maksimal untuk produk tersebut adalah 14%. Melihat perlakuan pengeringan yang relatif sama untuk semua varietas ubi jalar, maka perbedaan kadar air produk yang dihasilkan diduga dikarenakan kadar air bahan mentah dan derajat keterikatan air yang berbeda pada pati dari setiap varietas ubi jalar. Menurut Winarno (1992), air yang terdapat dalam bahan makanan umumnya dipakai istilah air terikat (bound water), dimana derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan.

Kadar Abu

Kadar abu pada produk pangan menunjukkan kandungan mineral dari bahan pangan sebagai sisa dari pembakaran bahan organik yang ada pada bahan pangan (Fardiaz 1988). Kadar abu yang terdapat dalam produk sejenis tepung dapat berasal dari mineral yang secara alami terkandung didalam bahan pangan, serta dapat juga berasal dari kontaminasi dari tanah dan udara selama proses pengolahan. Kadar abu adalah salah satu syarat mutu yang tertera dalam SNI yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional pada tahun 2011 untuk produk sejenis, yaitu tapioka, dimana tertera bahwa kadar abu maksimal adalah 0.5% untuk produk tersebut.

Salah satu alasan mengapa kadar abu menjadi penting adalah karena kandungan mineral dalam produk pati dapat mengubah karakter dari pati, terutama viskositas setelah dipanaskan. Mason (2009) menyebutkan bahwa garam mineral seperti natrium klorida dalam konsentrasi tertentu dapat sedikit meningkatkan viskositas pasta pati, dan secara umum, garam-garam mineral mengurangi kemampuan gel pati untuk mengalami retrogradasi.

Kadar abu pati keempat varietas ubi jalar berkisar antara 0.24±0.02 hingga 0.32±0.03 %bk. Hal ini menunjukkan bahwa produk ini memenuhi standar SNI untuk produk sejenis, yaitu tapioka, dimana kadar abu maksimum untuk produk ini adalah 0.5%

Tabel 3. Kadar abu pada empat varietas pati ubi jalar Varietas Kadar Abu (% bk)

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

(28)

14

itu, Kadarisman dan Sulaeman (1992) juga melaporkan bahwa perbedaan kandungan mineral pada umbi dapat disebabkan perbedaan kondisi tanah dan perawatan yang berbeda, seperti penambahan pupuk yang berbeda.

Kadar Protein

Kadar protein pati dari keempat varietas ubi jalar berkisar antara 0.42±0.05 hingga 0.61±0.01 %bk (Tabel 4). Hasil analisis kadar protein dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 1), diketahui bahwa varietas berpengaruh secara signifikan (P<0.05) terhadap kadar protein produk, dimana pati Cangkuang memiliki nilai tertinggi sebesar 0.61±0.01 %bk, diikuti pati Sukuh, AC dan Sawentar yang berada pada subset yang sama.

Tabel 4. Kadar protein pada empat varietas pati ubi jalar Varietas Kadar Protein (% bk)

Sukuh 0.43 ± 0.08a Cangkuang 0.61 ± 0.01b

AC 0.52 ± 0.07a

Sawentar 0.42 ± 0.06a

a-b

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Hasil analisis kadar protein pati menunjukkan bahwa produk pati ubi jalar dari keempat varietas tersebut memiliki kadar protein yang rendah (<1%), namun untuk produk pati kadar protein hanya sebagai penanda nilai gizi dan tidak menjadi spesifikasi mutu seperti yang tertera dalam dalam SNI tentang syarat mutu produk sejenis, yakni tapioka. Hanya saja, komponen non-starch seperti protein dapat mempengaruhi sifat fungsional dari pati itu sendiri, dimana protein dapat menyelimuti granula pati (membentuk kompleks dengan amilosa) sehingga dapat menghambat pengembangan dan menyebabkan pati menjadi sukar tergelatinisasi (Kilara 2006). Mason (2009) juga menyebutkan bahwa protein dapat menurunkan kelarutan pati dan memperlama waktu pemasakan karena protein dapat bersaing dengan pati dalam mengikat air, namun dapat meningkatkan viskositas gel, karena partikel pati dapat mengisi jaringan protein, sehingga membuat gel menjadi lebih rigid.

Kadar Lemak

(29)

15 Tabel 5. Kadar lemak pada empat varietas pati ubi jalar

Varietas Kadar Lemak(%bk)

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Kadar lemak pati keempat varietas ubi jalar berkisar antara 0.12±0.02 hingga 0.37±0.04 %bk (Tabel 5) dan berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 1), diketahui bahwa varietas berpengaruh secara signifikan (P<0.05) terhadap kadar protein produk, dimana pati Cangkuang, AC, dan Sawentar memiliki nilai tertinggi, sedangkan pati Sukuh berada pada subset yang memiliki nilai terendah, yaitu 0.12±0.02 %bk. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, produk ini memiliki kadar lemak yang rendah (<1%). Kadar lemak, seperti halnya kadar protein, hanya sebagai penanda nilai gizi dan tidak menjadi spesifikasi mutu untuk produk pati ubi jalar seperti yang tertera dalam dalam SNI tentang syarat mutu produk sejenis yakni tapioka. Namun, komponen lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa dan dapat membentuk lapisan hidrofobik pada permukaan granula pati sehingga dapat meningkatka suhu gelatinisasi dan menurunkan kelarutan, karena lemak yang meyelimuti granula menghambat panas dan menghalangi interaksi granula pati dan air (Mason 2009).

Kadar Serat Kasar

Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna, yang terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan sebagian kecil hemiselolosa (Fennema 2008). Serat kasar ditentukan dari residu setelah bahan diperlakukan dengan pencucian dengan asam kuat dan basa kuat. Kadar serat pada produk pati ubi jalar dapat meningkatkan nilai tambah produk, karena serat dikenal sebagai komponen yang memberikan efek positif bagi tubuh, terutama bagi pencernaan. Namun, di sisi lain, serat dapat mempengaruhi karakter fungsional dari produk pati. Mason (2009) menyebutkan bahwa selulosa dapat meningkatkan kemampuan gel pati untuk mengalami retrogradasi. Kadar serat kasar adalah salah satu syarat mutu yang tertera dalam SNI yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional pada tahun 2011 untuk produk sejenis, yaitu tapioka, dimana tertera bahwa kadar serat kasar maksimal adalah 0.4%.

(30)

16

Tabel 6. Kadar serat kasar pada empat varietas pati ubi jalar Varietas Kadar Serat Kasar (% bk)

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Hasil analisis kadar serat kasar dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 1), diketahui bahwa varietas berpengaruh secara signifikan (P<0.05) terhadap kadar serat kasar produk, dimana pati dari varietas Sawentar dan AC memiliki nilai tertinggi, sedangkan pati Cangkuang dan Sukuh memiliki nilai terendah. Perbedaan kandungan serat kasar pada produk pati diduga karena adanya perbedaan kandungan serat kasar pada tiap varietas ubi jalar. Kadarisman dan Sulaeman (1992) menyebutkan bahwa perbedaan kandungan serat pada umbi adalah karena perbedaan varietas dan kadar air umbi ketika pemanenan, dimana kadar air yang rendah pada umbi pada saat pemanenan dapat menyebabkan kandungan pati pada umbi berubah menjadi lignin dan selulosa.

Kadar Karbohidrat

Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi, seperti pati, pektin, selulosa dan lignin (Winarno 2002). Pada umumnya karbohidrat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Kadar karbohidrat dihitung menggunakan perhitungan by difference, yaitu selisih berat antara keseluruhan zat dengan kadar air, lemak, protein dan abu dari bahan.

Tabel 7. Kadar karbohidrat pada empat varietas pati ubi jalar Varietas Kadar Karbohidrat(%bk)

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

(31)

17 >95%. Hal ini wajar, mengingat produk pati ubi memang hasil ekstraksi pati yang notabene adalah zat karbohidrat.

Tapioka maupun pati dari sumber lainnya berpotensi untuk dijadikan salah satu pangan yang berkontribusi sebagai sumber karbohidrat yang menyumbang 4 kalori per g melalui pemanfaatannya pada berbagai pangan olahan. Menurut Copeland et al. (2009), pati berkontribusi 50-70% energi dalam pangan manusia, menyumbang langsung sumber glukosa yang esensial untuk otak dan sel darah merah untuk energi metabolisme.

Kadar Total Pati

Kadar total pati merupakan salah satu parameter mutu terpenting produk pati, baik sebagai bahan pangan maupun non pangan. Hal ini dikarenakan pati merupakan komponen utama yang diinginkan dari produk pati, dikarenakan produk pati sendiri merupakan hasil ekstraksi zat pati dari sumber pati itu sendiri.

Tabel 8. Kadar total pati pada empat varietas pati ubi jalar Varietas Kadar Total Pati(%bk)

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Kadar total pati produk pati ubi berkisar antara 77.89±0.48 hingga 86.91±0.57 %bk (Tabel 8). Kisaran hasil tersebut menunjukkan bahwa keempat produk pati telah memenuhi syarat mutu kadar pati berdasarkan SNI untuk produk sejenis, yaitu tapioka, dengan nilai minimum 75 %. Hasil ANOVA (Lampiran 2) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh secara signifikan (P<0.05) terhadap kadar total pati produk, dimana pati varietas AC memiliki kadar pati tertinggi, dan pati varietas Sawentar memiliki nilai kadar pati terendah. Kadar pati yang berbeda antar varietas disebabkan oleh kadar pati pada ubi jalar yang berbeda pada tiap varietas. Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (2012) menyebutkan bahwa kadar pati pada ubi jalar di Indonesia berkisar di antara 16-33%. Walaupun bervariasi, hasil uji kadar pati masih sesuai dengan hasil yang didapat Kadarisman dan Sulaeman (1992), yang melaporkan kadar pati produk pati ubi jalar ada di kisaran 82%.

Kadar Amilosa dan Amilopektin

Amilosa dan amilopektin adalah dua komponen karbohidrat yang membentuk granula pati. Amilosa mempunyai struktur lurus yang dominan

dengan ikatan α -(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai titik

(32)

18

perbandingan yang berbeda-beda, namun pada umumnya pati memiliki lebih banyak fraksi amilopektin daripada amilosa (Honestin 2007)

Tabel 9. Kadar amilosa dan amilopektin pada empat varietas pati ubi jalar Varietas Kadar Amilosa(%bk) Kadar Amilopektin(%bk)

Sukuh 8.36 ± 0.82a 72.73 ± 0.63b

Cangkuang 8.26 ± 0.47a 74.16 ± 0.04b

AC 8.77 ± 0.33a 78.14 ± 0.90c

Sawentar 8.34 ± 0.48a 69.55 ± 0.97a

a-c

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Kadar amilosa produk pati ubi berkisar antara 8.26±0.47 hingga 8.77±0.33 %bk (Tabel 9). Hasil ANOVA (Lampiran 2) menunjukkan bahwa varietas tidak berpengaruh secara signifikan (P<0.05) terhadap kadar total pati produk. Hasil ini menunjukkan bahwa produk pati ubi jalar ini memiliki kadar amilosa yang cukup rendah, karena menurut Fennema (2008), kebanyakan pati alami (tidak dimodifikasi) mengandung sekitar 25% amilosa. Kadar amilosa sangat berpengaruh terhadap profil gelatinisasi pati, seperti semakin tinggi kadar amilosa, maka semakin tinggi suhu gelatinisasi, semakin rendah viskositas puncak produk, dan semakin memiliki kecenderungan untuk retrogradasi (Fennema 2008).

Kadar amilopektin pati keempat varietas ubi jalar berkisar antara 69.55±0.97 hingga 78.14±0.90 %bk (Tabel 9) dan berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 2), diketahui bahwa varietas berpengaruh secara signifikan (P<0.05) terhadap kadar protein produk, dimana pati AC memiliki nilai tertinggi, yaitu 78.14±0.90 %bk sedangkan pati Sawentar berada pada subset yang memiliki nilai terendah, yaitu masing masing 69.55±0.97 %bk. Hasil ini sesuai dengan Fennema (2008) yang menyebutkan kebanyakan pati alami memiliki sekitar 75% kadar amilopektin. Semakin tinggi kadar amilopektin, umumnya semakin tinggi tingkat kejernihan gel yang terbentuk dari pati tersebut (Mason 2009)

Nilai pH

Nilai pH tapioka penting diperhatikan untuk aplikasi pada produk pangan, karena beberapa sifat fungsional pati dipengaruhi oleh pH. Menurut Mason (2009) ketika pH lingkungan berada diantara nilai 4-7, variasi dari pH hanya memberi efek kecil pada proses gelatinisasi pati. Namun, ketika pH lingkungan lebih kecil dari 3, granula pati mengalami swelling dan breakdown yang lebih cepat, dan bahkan dapat mengalami hidrolisis pada ikatan glikosidik pada suhu yang lebih tinggi. Sedangkan ketika berada di lingkungan yang memiliki pH sangat tinggi (pH>11), pati mengalami penurunan suhu gelatinisasi.

(33)

19 Sawentar (7.30±0.03). Produk pati yang memiliki pH pada kisaran normal dianggap dapat membentuk gel yang baik.

Tabel 10. Nilai pH pada empat varietas pati ubi jalar Varietas Nilai pH

Sukuh 6.60 ± 0.01c Cangkuang 5.18 ± 0.02a AC 6.32 ± 0.01b Sawentar 7.30 ± 0.03d

a-b

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Densitas Kamba

Densitas kamba merupakan perbandingan antara berat dengan volume bahan, yang memiliki satuan g/ml. Densitas kamba juga menunjukkan porositas bahan, yaitu banyaknya rongga yang terdapat diantara partikel-partikel bahan. Semakin tinggi densitas kamba menunjukkan produk semakin ringkas atau padat. Bila densitas kamba rendah maka massa yang kecil dapat memenuhi ruang yang besar. Menurut Kadarisman dan Sulaeman (1992), densitas kamba dari produk pati ubi jalar berkisar diantara 0.38 - 0.59 g/ml.

Tabel 11. Densitas kamba pada empat varietas pati ubi jalar Varietas Densitas Kamba(g/ml)

Sukuh 0.54 ± 0.00a

Cangkuang 0.55 ± 0.01a

AC 0.56 ± 0.00b

Sawentar 0.59 ± 0.00c

a-c

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

(34)

20

Kehalusan

Nilai kehalusan adalah persentase lolosnya bahan makanan berbentuk butiran atau atau bubuk ketika melewati suatu ayakan yang telah ditentukan ukurannya. Semakin tinggi presentase lolos suatu bahan, maka semakin tinggi nilai kehalusan bahan untuk ukuran ayakan tersebut. Nilai kehalusan ini menjadi sangat penting untuk produk pati, karena semakin tinggi nilai kehalusan, maka produk pati ketika digunakan akan menghasilkan produk pangan yang seragam, karena semakin kecil atau halus suatu partikel, semakin mudah untuk mencampurnya dengan bahan lain dan membuat adonan yang homogen. Pengujian produk pati ubi jalar ini menggunakan ayakan 120 mesh untuk mengukur nilai kehalusan produk pati.

Tabel 12. Nilai kehalusan pada empat varietas pati ubi jalar Varietas Kehalusan (%)

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Nilai kehalusan produk pati ubi jalar berkisar antara 97.41±0.48 hingga 99.25±0.46 (Tabel 12). Hasil ANOVA (Lampiran 3) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh secara signifikan (P<0.05) terhadap densitas kamba produk, dimana pati varietas Sawentar memiliki nilai kehalusan tertinggi, dan pati varietas Cangkuang memiliki nilai kehalusan terendah Nilai ini menunjukkan bahwa produk pati ubi jalar ini memiliki nilai kehalusan secara umum, dapat dilihat bahwa produk pati ubi jalar memiliki nilai kehalusan >95% pada ukuran ayakan 120 mesh. Produk sejenis pati sebenarnya tidak memiliki syarat mutu untuk kehalusan, namun menurut Pangestuti (2010) kebanyakan industri menggunakan ayakan 100-200 mesh untuk menghasilkan produk pati dengan kualitas yang baik.

Daya Pembengkakan (Swelling Power) dan Kelarutan (Solubility)

(35)

21 Tabel 13. Swelling power dan kelarutan pada empat varietas pati ubi jalar

Varietas Swelling

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Swelling power produk pati ubi jalar berkisar antara 16.50±1.07 hingga 18.45±0.60 g/g (Tabel 13). Kisaran ini sedikit dibawah kisaran nilai swelling power pati ubi jalar hasil penelitian Moorthy (2004), yaitu 20-25 g/g. Hasil ANOVA (Lampiran 3) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh secara signifikan (P<0.05) terhadap swelling power produk, dimana pati varietas Sawentar memiliki swelling power tertinggi, dan pati varietas AC dan Cangkuang memiliki nilai swelling power terendah. Sedangkan nilai kelarutan produk pati ubi jalar berkisar antara 6.90±0.27 hingga 9.63±0.13 % (Tabel 13). Kisaran ini dibawah kisaran nilai kelarutan pati ubi jalar hasil penelitian Moorthy (2004), yaitu 15-35 %. Hal ini kemungkinan terjadi karena banyaknya pengotor pada pati uji disbanding pati yang digunakan oleh Moorthy (2004). Hasil ANOVA dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 3) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh secara signifikan (P<0.05) terhadap kelarutan produk, dimana pati varietas AC memiliki kelarutan terendah, dan pati varietas Sukuh dan Cangkuang memiliki nilai kelarutan tertinggi. Menurut Zaidul et al. (2007), pati yang memiliki swelling power dan kelarutan yang rendah seperti AC cocok untuk diaplikasikan pada produk mi, karena swelling power dan kelarutan yang tinggi justru mengurangi ketegaran dan elastisitas mi, juga meningkatkan cooking loss.

(36)

22

Kekuatan gel (Gel Strength)

Gel merupakan jaringan tiga dimensi yang dihubungkan melalui ikatan hidrogen. Kekuatan gel merupakan besarnya beban (gram force atau gf) untuk melakukan deformasi gel sebelum terjadi pemecahan atau perusakan. Semakin besar kekuatan gel semakin besar beban yang dibutuhkan. Nilai gel strength pada empat varietas pati ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Gel strength pada empat varietas pati ubi jalar Varietas Gel Strength (gf)

Sukuh 356.57 ± 5.14d Cangkuang 164.53 ± 4.48b

AC 145.97 ± 6.18a

Sawentar 243.17 ± 5.22c

a-d

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Gel Strength produk pati ubi jalar berkisar antara 145.97±6.18 hingga 356.57±5.14 g/ml (Tabel 14). Hasil ANOVA dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 3) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh secara signifikan (P<0.05) terhadap gel strength produk, dimana pati varietas Sukuh memiliki gel strength tertinggi, dan pati varietas AC memiliki nilai gel strength terendah. Menurut Febriyanti (1990), gel strength dan daya tahan gel berhubungan dengan sifat retrogradasi dari pati. Oleh karena itu, gel strength dipengaruhi oleh kandungan amilosa yang memicu terjadinya retrogradasi. Secara umum, pati ubi jalar memiliki gel strength yang rendah jika dibandingkan pati yang berasal dari umbi lain (Mais 2008). Pati yang memiliki gel strength yang tinggi cenderung member tekstur yang lebih keras dan tegar pada produk yang diaplikasikan pati tersebut, salah satu contoh produknya adalah mi (Thao dan Noormhorm 2011).

Derajat Putih

Derajat putih atau tingkat keputihan merupakan karakteristik fisik yang menunjukkan daya memantulkan cahaya yang mengenai permukaan benda tersebut dibandingkan dengan standar (BaSO4). Semakin putih contoh, maka nilai derajat putih bahan pangan tersebut semakin tinggi. Produk pati yang memiliki derajat putih yang lebih tinggi menghasilkan produk pangan dengan kejernihan pasta yang lebih baik.

(37)

23 Tabel 15. Nilai derajat putih pada empat varietas pati ubi jalar

Varietas Derajat Putih

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap derajat putih produk pati. Selanjutnya, uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa masing masing varietas berada dalam subset yang berbeda, dimana varietas AC memiliki derajat putih yang terbesar, dan varietas Cangkuang menghasilkan produk dengan derajat putih paling kecil (Lampiran 3). Perbedaan nilai derajat putih antar varietas dapat disebabkan karena jumlah kandungan zat pigmen yang berbeda antar varietas. Kadarisman dan Sulaeman (1992) menyebutkan bahwa kandungan pigmen seperti beta karoten yang tinggi dapat mengurangi nilai derajat putih produk sejenis tepung. Pada varietas Cangkuang, hal ini kemungkinan terjadi, karena ubi jalar varietas Cangkuang memiliki daging berwarna putih kekuningan yang diduga memiliki kandungan zat pigmen seperti beta karoten yang cukup tinggi sehingga mengurangi derajat putih produk pati. Pati ubi jalar yang memiliki derajat putih lebih tinggi umumnya lebih disukai, sebab akan memberi penampakan yang lebih baik pada produk hasil olahan yang menggunakan pati ubi jalar, misalnya produk mi (Thao dan Noomhorm 2011).

Profil Gelatinisasi Pati

(38)

24

Gambar 3. Profil gelatinisasi pati

Suhu gelatinisasi dari semua produk pati ubi jalar yang diuji berkisar antara 72.57±0.25 hingga 79.30±0.00 oC (Tabel 15), suhu gelatinisasi terendah dimiliki oleh varietas Sukuh, dan suhu gelatinisasi tertinggi dimiliki oleh varietas AC berdasarkan hasil ANOVA (P<0.05) yang dilanjutkan dengan uji Duncan (Lampiran 4). Kisaran suhu gelatinisasi tersebut sesuai dengan kisaran yang dikemukakan Moorthy (2004), yaitu sekitar 66.0-86.3 oC. Suhu gelatinisasi memiliki hubungan dengan kadar amilosa pati, dimana semakin tinggi kadar amilosa pati, maka pada umumnya suhu gelatinisasi semakin tinggi (Fennema 2008). Pada produk pati ubi jalar yang diuji, kadar amilosa semua varietas tidak berbeda nyata, yaitu berada di sekitar 8%, sehingga tidak bisa dilihat pengaruh kadar amilosa dengan suhu gelatinisasi.

Viskositas puncak (maximum viscosity) produk pati dari keempat varietas ubi jalar berkisar antara 5183.33±24.38 hingga 6570.33±37.58 cP (Tabel 15), dimana varietas Cangkuang dan AC memiliki nilai viskositas puncak terendah, dan varietas Sukuh memiliki nilai viskositas tertinggi berdasarkan hasil ANOVA (P<0.05) yang dilanjutkan dengan uji Duncan (Lampiran 4). Selain suhu gelatinisasi, kadar amilosa juga terkait dengan nilai viskositas puncak, namun kali ini kadar amilosa memiliki korelasi negatif,,atau semakin tinggi kadar amilosa, pada umumnya semakin rendah viskositas puncak suatu pasta pati (Fennema 2008).

Breakdown viscosity (BV) produk pati dari empat varietas ubi jalar memiliki nilai 5183.33±24.38 hingga 6570.33±37.58 cP (Tabel 15). Varietas Sukuh memiliki nilai BV paling tinggi, sedangkan AC memiliki nilai BV paling rendah berdasarkan hasil ANOVA (P<0.05) yang dilanjutkan dengan uji Duncan (Lampiran 4). BV menunjukkan kestabilan pati selama pemanasan. Semakin tinggi BV, semakin rendah kestabilan pati terhadap pemanasan, karena itu berarti pasta pati semakin kehilangan sifat kekentalannya. Hilangnya kekentalan pasta pati disebabkan oleh pecahnya granula pati setelah melewati ukuran maksimum granula pati karena pemanasan yang kontinyu. Hal ini menyebabkan granula pati melepas amilosa dan amilopektin dari granula, dan kerusakan ini besifat irreversibel (Mason 2009). Salah satu keistimewaan pati ubi jalar adalah pati ubi

(39)

25 jalar memiliki nilai BV yang sangat rendah dibanding pati alami lain (Zaidul et al. 2007).

Keterangan: : Sukuh : Cangkuang

: AC : Sawentar

Gambar 4. Grafik perbandingan antar profil gelatinisasi pati ubi jalar

Ketika suhu pasta pati diturunkan menjadi 50 oC, pasta pati mengalami peningkatan viskositas dibanding pada saat holding yang disebabkan oleh terjadinya pembentukan kembali formasi amilosa dan amilopektin, oleh karena adanya interaksi intermolekular antar gugus hidroksil komponen pati, fenomena ini disebut setback, dan selisih antara viskositas pada keadaan tersebut dengan viskositas pada saat holding di 95 oC disebut dengan setback viscosity (SV). SV juga menunjukkan kemampuan pasta pati untuk mengalami proses retrogradasi. Semakin tinggi nilai SV, maka kemampuan pasta pati dalam proses retrogradasi semakin kuat (Li dan Yeh 2001). Setback viscosity juga memiliki hubungan dengan kadar amilosa, dimana semakin tinggi kadar amilosa, maka semakin tinggi setback viscositynya, karena setback viscosity adalah indikasi kecenderungan retrogradasi (Fennema 2008). Setback viscosity (SV) produk pati dari empat varietas ubi jalar memiliki nilai 1090.33±52.99 hingga 1328.00±14.73 cP (Tabel 16). Varietas Sukuh memiliki nilai SV paling rendah, sedangkan AC dan Sawentar memiliki nilai SV paling tinggi berdasarkan hasil ANOVA (P<0.05) yang dilanjutkan dengan uji Duncan (Lampiran 4). Parameter SV menjadi penting, sebab pada pati ubi jalar, nilai SV yang tinggi diinginkan, karena pati yang memiliki nilai SV yang tinggi baik untuk pembuatan mi, yang merupakan produk utama yang dibuat dari ubi jalar (Zaidul et al. 2007).

(40)

26

sekitar 8%, sehingga tidak bisa dilihat pengaruh kadar amilosa dengan semua karakter pada profil gelatinisasi pati. Data profil gelatinisasi pati ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Data profil gelatinisasi pada empat varietas pati ubi jalar

Varietas

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(41)

27 setiap varietas memiliki kelebihan dan kekurangan pada karakteristik fisikokimianya, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik untuk karakter produk pangan yang ingin dibuat menggunakan pati ubi jalar tersebut.

Saran

Perlu dilakukan analisis yang belum dilakukan pada penelitian ini seperti analisis kadar sulfit, kemampuan absorpsi minyak, dan freeze-thaw stability untuk penelitian selanjutnya pada pati ubi jalar. Perlu juga dipelajari mengenai pengaruh varietas ubi jalar terhadap kualitas produk pangan yang dibuat dengan menggunakan pati ubi jalar sehingga dapat dilihat pengaruh variasi karakteristik fisikokimia yang ada pada pati ubi jalar terhadap sifat kimia dan sifat fungsional produk pangan.

DAFTAR PUSTAKA

Abera S dan Rakshit K. 2003. Comparison of physicochemical and functional properties of cassava starch extracted from fresh root and dry chips.Starch/Stärke 55: 287-296.

[AOAC] Association of Analitycal Chemist. 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemist. Inc. Washington DC (US) : AOAC. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, dan Budijanto S. 1998.

Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. . Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Balagolapan C, Padmaja G, Nanda SK, dan Moorthy SN. 1988. Cassava in Food, Feed, and Industry. Florida (US): CRC Press Inc.,

Balai Penelitian Aneka Kacang Dan Umbi. 2012. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-Kacangan Dan Umbi-Umbian. Malang (ID): Balitkabi.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Gula. Jakarta (ID): BSN. (SNI 01-2892-1992)

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Tepung Terigu untuk Bahan Makanan. Jakarta (ID): BSN. (SNI 01-3751-1995)

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. Tapioka. Jakarta (ID): BSN. (SNI 3451:2011)

Charles AL, Chang YH, Ko WC, Sriroth K, dan Huang TC. 2004. Some physical and chemical properties of starch isolates of cassava genotypes. Starch/ Stärke 56 : 413-418.

Collado LS. 1997. Physical properties and utilization of sweet potato starch and flour. [Thesis]. Hong Kong (HK): The University of Hong Kong. Collado LS, Mabesa LB, Oates CG, Corke H. 2001. Bihon-types noodles from

heat moisture treated sweetpotato starch. Journal of Food Science 66(4): 604-609

(42)

28

Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan I. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Faridah DN, Kusnandar F, Herawati D, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2012. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fennema OR. 2008. Food Chemistry. New York (US): CRC Press.

Goldworth R. 1999. Abundant Plant Varieties. New York (US): World Wide Inc. Honestin T. 2007. Karakterisasi sifat fisiko kimia tepung ubi jalar. [Skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kadarisman D dan Sulaeman A. 1992. Teknologi Pengolahan Ubi Kayu dan Ubi Jalar. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan perilaku fisik bahan pakan lokal: kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan, dan bobot jenis. Media Peternakan Vol. 22 No 1:1-11.

Kilara A. 2006. Interactions of ingredients in food systems: an introduction. Di dalam: Gaonkar, A.G dan A. McPherson (eds). 2006. Ingredient Interactions: Effect on Food Quality. 2nd Edition. London (UK): CRC

Taylor & Francis,

Li JY dan Yeh AI. 2001. Relationship between thermal, rheological characteristics, and swelling power for various starches. Journal of Food Engineering 50: 141-148.

Mais A. 2008. Utilization of sweet potato starch,flour,and fibre in bread and biscuits: physic-chemical and nutritional characteristics. [Thesis]. Massey (NZ): Massey University.

Mason RW. 2009. Starch use in foods. Di dalam: BeMiller J dan Whitsler R (ed). Starch : Chemistry and Technology . New York (US): Academic Press. Mesiana C. 2013. Pemanfaatan tepung asia ubi jalar sebagai bahan pengisi dalam

pembuatan saus cabai. [Usulan Penelitian]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Moorthy SN. 2004. Tropical sources of starch. Di dalam: A.C.Eliasson (ed). Starch In Foods. Structure, function and applications. New York (US): CRC Press.

Mulyandari SH. 1992. Kajian perbandingan sifat-sifat pati umbi-umbian dan pati biji-bijian. [Skripsi]. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. . Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Padmaningrum RT dan Utomo MP. 2007. Perubahan warna dan kadar β-karoten dalam tepung ubi jalar (Ipomea batatas, L.) akibat pemutihan. Jurnal Penelitian Saintek. 12(2):153-170

Pangestuti BD. 2010. Karakterisasi tapioka dari beberapa varietas ubi kayu. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahman AM. 2007. Mempelajari karakteristik kimia dfan fisik tepung tapioka dan mocal sebagai panyalut kacang pada produk kacang salut. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(43)

29 Thao HM dan Noomhorm A. 2011. Physicochemical properties of sweet potato and mung bean starch and their blends for noodle production. Journal of Food Processing and Technology 2: 105.

Widodo Y. 1989. Prospek dan Strategi Pengembangan Ubi Jalar sebagai Sumber Devisa. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 8(4):83-88 Winarno FG. 1981. Bahan Pangan Terfermentasi. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

(44)

30

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil ANOVA dan uji Duncan nilai proksimat pati ubi jalar dari keempat varietas

ANOVA

Sum of

Squares

df Mean Square F Sig.

kadar_air

Between Groups 10.061 3 3.354 27.384 .000

Within Groups .980 8 .122

Total 11.041 11

kadar_abu

Between Groups .010 3 .003 6.952 .013

Within Groups .004 8 .000

Total .014 11

kadar_protein

Between Groups .094 3 .031 8.594 .007

Within Groups .029 8 .004

Total .123 11

kadar_lemak

Between Groups .163 3 .054 44.630 .000

Within Groups .010 8 .001

Total .172 11

kadar_serat_kasar

Between Groups .023 3 .008 10.144 .004

Within Groups .006 8 .001

Total .029 11

kadar_karbohidrat

Between Groups .545 3 .182 1.359 .323

Within Groups 1.069 8 .134

Total 1.613 11

Hasil uji Duncan kadar air pati ubi jalar

Duncan

Varietas N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Sukuh 3 9.420864

Ac 3 9.465852

Sawentar 3 10.388599

cangkuang 3 11.675773

(45)

31 Hasil uji Duncan kadar protein pati ubi jalar

Duncan

Varietas N Subset for alpha = 0.05

1 2

Sawentar 3 .4717

Sukuh 3 .4778

Ac 3 .5740

cangkuang 3 .6893

Sig. .082 1.000

Hasil uji Duncan kadar lemak pati ubi jalar

Duncan

Varietas N Subset for alpha = 0.05

1 2

Sukuh 3 .1214

Ac 3 .3682

sawentar 3 .3720

cangkuang 3 .4189

Sig. 1.000 .126

Hasil uji Duncan kadar serat kasar pati ubi jalar

Duncan

Varietas N Subset for alpha = 0.05

1 2

cangkuang 3 .1522

Sukuh 3 .1553

Ac 3 .2303

sawentar 3 .2495

(46)

32

Lampiran 2. Hasil ANOVA dan uji Duncan nilai kadar pati, amilosa, amilopektin dan nilai pH pati ubi jalar dari empat varietas

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

kadar_pati

Between Groups 83.982 3 27.994 130.543 .000

Within Groups .858 4 .214

Total 84.840 7

kadar_amilosa

Between Groups .310 3 .103 .336 .801

Within Groups 1.230 4 .308

Total 1.541 7

kadar_amilopektin

Between Groups 76.167 3 25.389 47.566 .001

Within Groups 2.135 4 .534

Total 78.302 7

ANOVA

Ph

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 6.961 3 2.320 8438.172 .000

Within Groups .002 8 .000

Total 6.964 11

Hasil uji Duncan kadar amilopektin pati ubi jalar

Duncan

Varietas N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Sawentar 2 69.5505

Sukuh 2 72.7344

Cangkuang 2 74.1591

Ac 2 78.1423

Sig. 1.000 .123 1.000

Hasil uji Duncan kadar pati dari pati ubi jalar

Duncan

Varietas N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Sawentar 2 77.8881

Sukuh 2 81.0971

Cangkuang 2 82.4229

Ac 2 86.9107

Gambar

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan pati ubi jalar
Tabel 1. Varietas ubi yang digunakan
Tabel 1. Berdasarkan  hasil ANOVA (Lampiran 1), diketahui bahwa varietas
Tabel 5. Kadar lemak pada empat varietas pati ubi jalar
+6

Referensi

Dokumen terkait

Resiko yang ditimbulkan dari adanya penyumbatan pada probe level dan impeller discharge pump pada Sewage Treatment Plant yaitu terjadinya high water level alarm yang

Untuk harga material dan upah tenaga kerja didapat dari hasil wawancara dengan pihak pelaksana proyek.. Untuk bobot biaya langsung secara umum sebesar 85% dari RAB,dan biaya tidak

Hasil dari penelitian ini adalah aplikasi pengenalan hari bersejarah Republik Indonesia yang dapat memberikan informasi tentang hari-hari bersejarah yang terdapat

Sesuai dengan permasalahan yang akan di bahas, maka pengumpulan data diperoleh dengan meneliti buku “Misteri Surah Yasin, Mengerti Kekuatan Jantung al- Qur’an

Secara simultan apakah terdapat pengaruh experiential marketing dan lokasi terhadap customer satisfaction pada Old Home 67 Cafe Sungailiat. 1.3

ellocetive efflclency of dryland farmlng, and (2) fo snalyze drylend maize ferming competitiveness in Kabupaten Tanah Laut South Kalimentan, and the efficiency

Salah satunya untuk membuat program aplikasi dari mata kuliah sistem digital yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Seven Segment merupakan salah satu gambaran cara kerja

Berdasarkan hasil Evaluasi Penawaran yang telah dilakukan oleh Pokja Pengadaan Barang / Jasa Satker.. BLKI Kendari, terhadap Dokumen Penawaran saudara untuk pekerjaan “Pengadaan