• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Kota Sukabumi, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Kota Sukabumi, Jawa Barat)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN DAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

(STUDI KASUS: KOTA SUKABUMI, JAWA BARAT)

ANNISA TIARA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Kota Sukabumi, Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Annisa Tiara

(4)

ABSTRAK

ANNISA TIARA. Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Kota Sukabumi, Jawa Barat). Dibimbing oleh KHURSATUL MUNIBAH dan DYAH RETNO PANUJU.

Kedudukan Kota Sukabumi yang strategis di antara mega urban Jabodetabek dan Bandung Raya menjadikan Kota Sukabumi mengalami proses pembangunan yang sangat dinamis. Hal tersebut dapat berimplikasi pada tingginya perubahan penggunaan/penutupan lahan (LUCC) di Kota Sukabumi. Untuk mengetahui pola LUCC digunakan citra IKONOS tahun 2010 dan 2012. Selanjutnya regresi berganda dimanfaatkan untuk mengetahui faktor-faktor penentu LUCC. Skalogram diproses untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah dan analisis deskriptif digunakan untuk melihat keterkaitan antara LUCC

dengan tingkat perkembangan wilayah, serta analisis pembandingan pemanfaatan ruang untuk mengetahui konsistensi penggunaan/penutupan lahan tahun 2012 dengan RTRW. Hasil analisis spasial menunjukkan, dalam kurun waktu dua tahun Kota Sukabumi mengalami peningkatan lahan terbangun sebesar 2.8% serta penurunan lahan sawah dan lahan tidak produktif sebesar 1.2% dan 1.9%. Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Sukabumi antara lain ketersediaan lahan; jarak desa ke kecamatan; alokasi RTRW; jarak ke fasilitas ekonomi, pendidikan, dan kesehatan; Indeks Perkembangan Desa; serta pertambahan jumlah penduduk. Perubahan lahan tidak produktif menjadi lahan pertanian terjadi pada wilayah hirarki II dan III, sedangkan perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun serta lahan tidak produktif menjadi lahan terbangun terjadi pada semua hirarki. Penggunaan/penutupan lahan tahun 2012 konsisten untuk peruntukkan lahan terbangun sebesar 36.6%, konsisten belum terbangun sebesar 45.1%, dan inkonsisten sebesar 2.3%.

Kata kunci: perubahan penggunaan/penutupan lahan, faktor perubahan,

(5)

ABSTRACT

ANNISA TIARA. Land Use/Land Cover Changes and Its Affacting Factors (Case Study: Sukabumi City, West Java). Supervised by KHURSATUL MUNIBAH and DYAH RETNO PANUJU.

The strategic position of Sukabumi City between Jabodetabek and Bandung Raya intensified the development in this region. It implied to the high of land use/land cover change (LUCC) in Sukabumi City. We utilized IKONOS in 2010 and 2012 to determine LUCC pattern. Furthermore, multiple regression was employed to find out affecting factors of LUCC. Skalogram analysis was then utilized to find out the level of regional development, descriptive analysis to correlate LUCC and level of regional development, and benchmarking of current utilization to evaluate the conformity of current land use/land cover with Spatial Plan (RTRW). The spatial analysis showed that within two years, built up area of Sukabumi increased at 2.8% while rice field and unproductive land decreased at 1.2% and 1.9% respectively. Factors affecting of LUCC in Sukabumi City were the availability of land; distance to CBD, allocation of Spatial Plan (RTRW); distance to economic, education, and medical facilities; regional development index; and the increase of population. Unproductive land change into agricultural land occured in 2nd hierarchy and 3rd hierarchy, whereas agricultural land change into built up area and unproductive land change into built up area occured in all of the hierarchy. Land use/land cover in 2012 conformed with RTRW was 36.6%, while 45.1% was undeveloped, and 2.3% was unconfirmed the plan.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

PERUBAHAN PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN DAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

(STUDI KASUS: KOTA SUKABUMI, JAWA BARAT)

ANNISA TIARA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Kota Sukabumi, Jawa Barat) Nama : Annisa Tiara

NIM : A14090086

Disetujui oleh

Dr. Khursatul Munibah, M.Sc Pembimbing I

Dyah Retno Panuju, S.P, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah perubahan penggunaan lahan, dengan judul Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Kota Sukabumi, Jawa Barat).

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc dan Dyah Retno Panuju, S.P, M.Si selaku pembimbing skripsi atas teladan, bimbingan, ide, kritik, saran, kesabaran, motivasi, dan ilmu yang diajarkan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku dosen penguji, yang telah bersedia memberi masukan dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini. 3. Dr. Ir. Suwardi, M.Agr selaku pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama masa studinya.

4. Mama dan Papa yang selalu berada di samping penulis, senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, perhatian, motivasi, dan mendo’akan penulis setiap waktu. Kakakku tersayang Savira Adelia dan Twosan Syahbani, serta keponakanku Callia Ramadhani, kalian semua merupakan motivasi terbesar penulis.

5. Rangga Saputra atas perhatian, kesabaran, semangatnya, serta do’a yang tak pernah putus kepada penulis.

6. Teman-teman seperjuangan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial: Paping, Sulis, Esti, Dini, Lusy, Ega, Vita, dan Athu. Terima kasih atas bantuan dan motivasinya.

7. Rekan-rekan MSL’46, Abang dan Kakak MSL’45, terima kasih untuk kebersamaan dan dukungannya.

8. Staf tata usaha dan studio yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

9. Pak Ujang dan keluarga, terima kasih atas bantuannya selama di Sukabumi. 10.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan karya

ilmiah ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Bogor, Mei 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Kota 2

Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan 3

Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya 3 Perkembangan Wilayah dan Dinamika Perubahan Penggunaan Lahannya 4 Peranan Penginderaan Jauh dan SIG dalam Kajian Perubahan Penggunaan

Lahan 5

METODOLOGI PENELITIAN 7

Lokasi dan Waktu Penelitian 7

Bahan dan Alat 7

Metode Penelitian 7

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 13

Kondisi Geografis dan Administratif 13

Kondisi Iklim 14

Kondisi Topografi dan Ketinggian Wilayah 14

Kondisi Tanah dan Penggunaan Lahan 15

Kondisi Kependudukan 15

Kondisi Ekonomi 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2010 dan 2012 16

Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2010-2012 25 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan 29

Tingkat Perkembangan Wilayah 33

Keterkaitan Antara Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dengan Tingkat

Perkembangan Wilayah 37

Konsistensi/Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2012 dengan

Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2031 38

SIMPULAN DAN SARAN 41

Simpulan 41

Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 44

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Sekunder yang Digunakan untuk Penelitian 7 2. Variabel Bebas dan Tak Bebas untuk Mengidentifikasi

Faktor Penentu Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan 10 3. Variabel untuk Menentukan Tingkat Perkembangan Wilayah

dengan Analisis Skalogram 11

4. Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan 12 5. Pembagian Luas Wilayah Kecamatan di Kota Sukabumi 14 6. Luas Penggunaan/Penutupan Lahan Tiap Kecamatan 22 7. Matriks Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan

Tahun 2010-2012 27

8. Pola Dominan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan 28 9. Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Faktor yang Mempengaruhi

Perubahan Lahan Tidak Produktif menjadi Lahan Pertanian 31 10.Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Faktor yang Mempengaruhi

Perubahan Lahan Pertanian menjadi Lahan Terbangun 32 11.Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Faktor yang Mempengaruhi

Perubahan Lahan Tidak Produktif menjadi Lahan Terbangun 33 12.Nilai Indeks Perkembangan Desa (IPD) Tiap Kelurahan Tahun 2009 34 13.Nilai Indeks Perkembangan Desa (IPD) Tiap Kelurahan Tahun 2012 34

14.Tingkat Hirarki di Kota Sukabumi 35

15.Alokasi Rencana Tata Ruang Kota Sukabumi Tahun 2011-2031 39 16.Matriks Penggunaan Lahan Tahun 2012 dengan RTRW

Tahun 2011-2031 40

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram Alir Penelitian 8

2. Peta Administrasi Kota Sukabumi 13

3. Kenampakan Obyek Kebun Campuran Pada Citra IKONOS (Kiri)

dan Pengamatan Lapang (Kanan) 16

4. Kenampakan Obyek Kolam Pada Citra IKONOS (Kiri) dan

Pengamatan Lapang (Kanan) 17

5. Kenampakan Obyek Ladang Pada Citra IKONOS (Kiri) dan

Pengamatan Lapang (Kanan) 17

6. Kenampakan Obyek Lahan Terbangun (Pemukiman Teratur)

Pada Citra IKONOS (Kiri) dan Pengamatan Lapang (Kanan) 18 7. Kenampakan Obyek Lahan Terbuka Pada Citra IKONOS (Kiri) dan

Pengamatan Lapang (Kanan) 19

8. Kenampakan Obyek Semak Belukar Pada Citra IKONOS (Kiri) dan

(13)

9. Kenampakan Obyek Sawah Pada Citra IKONOS (Kiri) dan

Pengamatan Lapang (Kanan) 20

10.Kenampakan Obyek Sungai Pada Citra IKONOS (Kiri) dan

Pengamatan Lapang (Kanan) 20

11.Luas Penggunaan/Penutupan Lahan tahun 2010 dan 2012 21 12.Sebaran Spasial Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2010

dan 2012 24

13.Luas Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2010-2012 26 14.Sebaran Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2010-2012 29 15.Sebaran Spasial Hirarki Wilayah Kota Sukabumi Tahun 2009 36 16.Sebaran Spasial Hirarki Wilayah Kota Sukabumi Tahun 2012 36 17.Luas Rata-Rata Perubahan Pada Tiap Hirarki Wilayah 37 18.Sebaran Alokasi Ruang Berdasarkan RTRW Kota Sukabumi 39 19.Sebaran Spasial Konsistensi/Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan

Lahan Tahun 2012 dengan RTRW Tahun 2011-2031 41

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Citra Ikonos Kota Sukabumi Tahun 2010 44

2. Citra Ikonos Kota Sukabumi Tahun 2012 45

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota merupakan tempat dengan konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya karena terjadi pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan aktivitas penduduknya (Pontoh dan Kustiawan, 2009). Perkembangan wilayah di perkotaan cenderung lebih pesat bila dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Hal ini karena aktivitas manusia di kawasan perkotaan berlangsung lebih dinamis.

Seiring dengan perkembangan suatu kota, berkembang pula beberapa masalah, salah satunya adalah semakin intensifnya perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai proses pertambahan luas suatu penggunaan lahan diikuti dengan berkurangnya luas tipe penggunaan lahan yang lain, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Martin, 1993 dalam Wahyunto et al., 2001).

Lingkungan kota cenderung berkembang secara ekonomis dan mengalami penurunan fungsi-fungsi ekologis dimana pembangunan fisik seperti pembangunan sarana dan prasarana semakin meluas. Pada tahap awal perkembangan kota, sebagian besar lahan merupakan ruang terbuka. Namun seiring meningkatnya taraf hidup, kemampuan, dan kebutuhan hidup manusia, maka ruang terbuka tersebut banyak dialihfungsikan menjadi kawasan terbangun seperti pemukiman, industri, jaringan jalan, perkantoran, perdagangan, dan lahan terbangun lainnya.

Kota Sukabumi merupakan kota yang memiliki posisi strategis yaitu berada diantara pusat pertumbuhan mega urban Jabodetabek dan Bandung Raya dan menjadi salah satu kawasan andalan dalam bidang perdagangan dan jasa dari 8 kawasan andalan di Jawa Barat (RTRW Jawa Barat tahun 2009-2029). Kondisi tersebut berimplikasi pada tingginya perubahan penggunaan lahan di Kota Sukabumi. Peningkatan lahan terbangun di Kota Sukabumi akan mengakibatkan ruang terbuka khususnya lahan pertanian di Kota Sukabumi menjadi semakin berkurang. Hal ini berpotensi menurunkan kemampuan pemasokan kebutuhan pangan masyarakat dari produksi lokal.

Mudhofir (2010) menyatakan bahwa lahan terbangun di Kota Sukabumi, dalam kurun waktu 1999-2006 mengalami peningkatan sebesar 14%. Sementara kawasan hijau mengalami penurunan sebesar 10% untuk persawahan dan 2% untuk kebun dan RTH. Hal ini menunjukkan dinamika kota yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat konversi yang terjadi dalam kurun waktu 2 tahun di Kota Sukabumi. Besar harapan bahwa lahan pertanian yang ada dapat terus dipertahankan dan perubahan penggunaan lahan dapat terus diawasi dengan tidak mengesampingkan nilai ekologis dari suatu lahan.

(16)

2

penginderaan jauh yang dapat memberikan informasi secara detail sehingga perubahan penggunaan/penutupan lahan dalam kurun waktu 2 tahun dapat terdeteksi. Sebagai penunjang dalam penyimpanan, analisis, serta penampilan kembali kondisi-kondisi alam Kota Sukabumi digunakan teknologi Sistem Informasi Geografis yang mampu mengolah data spasial dan atribut secara lebih efektif dan efisien.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi perubahan penggunaan/penutupan lahan periode tahun 2010-2012.

2. Menganalisis faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan/penutupan lahan.

3. Menganalisis keterkaitan antara perubahan penggunaan/penutupan lahan dengan tingkat perkembangan wilayah.

4. Menganalisis konsistensi/inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan dengan RTRW.

TINJAUAN PUSTAKA

Kota

Definisi kawasan perkotaan menurut Keppres No. 114 Tahun 1999 merupakan sebuah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kota merupakan bagian dari ruang muka bumi yang menjadi tempat pengharapan penduduk untuk tumpuan kehidupan.

Jayadinata (1992) menyatakan bahwa suatu hal yang khas bagi sebuah kota adalah bahwa kota umumnya mandiri atau serba lengkap (self-contained), yang berarti penduduk kota bukan hanya bertempat tinggal di dalam kota, tetapi juga bekerja mencari nafkah di dalam kota itu, sekaligus juga dapat melakukan aktivitas rekreasi di dalamnya. Hal ini berbeda dengan keadaan di pedesaan dimana penduduk desa umumnya pergi keluar desa untuk mencari nafkah.

(17)

3 Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan

Istilah penggunaan lahan (land use), berbeda dengan istilah penutupan lahan (land cover). Sutanto (1997) mendefinisikan penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Sistem penggunaan lahan dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian antara lain tegalan, sawah, ladang, kebun, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan sebagainya. Penggunaan lahan non pertanian antara lain penggunaan lahan perkotaan atau pedesaaan, industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 1989).

Identifikasi, pemantauan, dan evaluasi penggunaan lahan perlu selalu dilakukan pada setiap periode tertentu, karena hal tersebut dapat menjadi dasar untuk penelitian yang mendalam mengenai perilaku manusia dalam memanfaatkan lahan. Dengan demikian, penggunaan lahan menjadi bagian yang penting dalam usaha melakukan perencanaan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan keruangan di suatu wilayah. Prinsip kebijakan terhadap lahan perkotaan bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan dan pengadaan lahan untuk menampung berbagai aktivitas perkotaan. Dalam hubungannya dengan optimalisasi penggunaan lahan, kebijakan penggunaan lahan diartikan sebagai serangkaian kegiatan tindakan yang sistematis dan terorganisir dalam penyediaan lahan, serta tepat pada waktunya, untuk peruntukan pemanfaatan dan tujuan lainnya sesuai dengan kepentingan masyarakat (Suryantoro, 2002).

Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya

Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun industri (Kazaz dan Charles, 2001 dalam Munibah, 2008). Perubahan penggunaan/penutupan lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta penggunaan/penutupan lahan dari titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan penggunaan /penutupan lahan.

Nasoetion (1991) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses perubahan penggunaan lahan antara lain :

1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan. 2. Peningkatan jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas

diwilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman (komplek-komplek perumahan).

3. Transformasi struktur perekonomian yang akan menggeser kegiatan pertanian/lahan hijau khususnya di perkotaan.

(18)

4

Kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang relatif cepat lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Menurut Irawan (2005), hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah, sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. Wibowo (1996) menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan.

Barlowe (1986) menyatakan bahwa dalam menentukan penggunaan lahan terdapat empat faktor penting yang perlu dipertimbangkan yaitu: faktor fisik lahan, faktor ekonomi, faktor kelembagaan, serta faktor kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat. Pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan terhadap makanan dan kebutuhan lain yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya lahan. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan penduduk. Demikian pula permintaan terhadap hasil non pertanian seperti kebutuhan perumahan dan sarana prasarana wilayah. Peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan material ini cenderung menyebabkan persaingan dalam penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Carolita (2005) menganalisis faktor-faktor perubahan penggunaan lahan di Jabotabek berdasarkan faktor fisik lahan seperti ketinggian, kemiringan lahan, jenis tanah, dan jenis penggunaan lahan sebelumnya; faktor sosial ekonomi seperti jarak dari pusat CBD ke pusat desa dan kepadatan penduduk; dan faktor arahan penggunaan lahan (RTRW). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor tingkat kelerengan 0 – 3%, ketinggian 250 – 400 m, jenis tanah, jarak dari pusat CBD ke pusat desa, penggunaan lahan sebelumnya, dan arahan penggunaan lahan secara statistik signifikan sebagai faktor penyebab perubahan penggunaan lahan menjadi urban, sedangkan kepadatan penduduk berpengaruh tidak nyata terhadap perubahan penggunaan lahan menjadi urban. Adapun Niin (2010) menyimpulkan bahwa faktor fisik lahan merupakan variabel yang paling konsisten mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lainnya diikuti faktor kebijakan penggunaan lahan dan faktor sosial ekonomi.

Perkembangan Wilayah dan Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan

(19)

5 masyarakat serta kebudayaannya yang serba sama yang mempunyai ciri yang khas, sehingga wilayah tersebut dapat dibedakan dari wilayah lain.

Suatu wilayah yang luas dapat mempunyai beberapa inti dengan hirarki tertentu. Wilayah dengan hirarki yang lebih tinggi merupakan pusat bagi beberapa wilayah dengan hirarki yang lebih rendah. Secara teoritis, hirarki wilayah sebenarnya ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan wilayah secara totalitas yang tidak terbatas ditunjukkan oleh kapasitas infrastruktur fisiknya saja tetapi juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia serta kapasitas-kapasitas perekonomiannya. Sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam penghitungan kapasitas pelayanan adalah sumberdaya buatan (sarana dan prasarana). Secara sederhana, kapasitas pelayanan infrastruktur atau prasarana wilayah dapat diukur dari jumlah sarana pelayanan, jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta kualitas sarana pelayanan. Semakin banyak jumlah dan jenis sarana pelayanan serta semakin tinggi aktivitas sosial ekonomi mencerminkan hirarki yang lebih tinggi (Rustiadi et al., 2009).

Suatu wilayah akan berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Komponen perkembangan wilayah akan berkembang sejalan dengan perkembangan wilayahnya. Perkembangan wilayah terutama di pusat-pusat pelayanan akan menjadi faktor potensial yang mempengaruhi kecepatan perubahan penggunaan lahan selama kurun waktu tertentu (Utoyo, 2012).

Pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya aktivitas pembangunan dan perekonomian akan mengakibatkan permintaan terhadap lahan semakin meningkat. Luas lahan yang relatif tetap di satu sisi dan permintaan lahan yang terus meningkat di sisi lain menyebabkan alih fungsi lahan di suatu wilayah tidak terelekkan. Oleh karenanya, makin tinggi tingkat perkembangan wilayahnya menuntut alokasi penggunaan lahan yang semakin berdaya guna. Tingginya ketersediaan sarana prasarana pelayanan dan jumlah penduduk menyebabkan makin pentingnya fungsi suatu lahan. Kondisi tersebut mengakibatkan lahan yang kurang produktif dialihkan menjadi lahan yang lebih produktif (Utoyo, 2012).

Kusnitarini (2006) menganalisis keterkaitan antara perkembangan wilayah dengan konversi lahan pertanian. Hubungan antara indikator perkembangan wilayah dengan perubahan penggunaan lahan ditunjukkan oleh keterkaitan positif antara indeks aksesibilitas ke fasilitas pendidikan dengan differential shift sawah serta indeks aksesibilitas ke fasilitas ekonomi dengan perubahan luas tegalan. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin meningkatnya perkembangan wilayah menyebabkan semakin banyak lahan pertanian yang dikonversi ke penggunaan lain (non pertanian).

Peranan Penginderaan Jauh dan SIG dalam Kajian Perubahan Penggunaan Lahan

(20)

6

Teknologi penginderaan jauh berkembang pesat seiring peranannya yang semakin diperlukan dalam proses pengambilan dan pengumpulan informasi mengenai objek yang diamati. Murai (1996) mengklasifikasikan tipe-tipe informasi yang bisa diekstrak melalui data penginderaan jauh, seperti tipe klasifikasi (land cover, vegetasi), deteksi perubahan (perubahan land cover), ekstraksi kualitas fisik (temperatur, komponen atmosfer, elevasi), ekstraksi indeks (indeks vegetasi, indeks kekeruhan), dan tipe identifikasi feature spesifik (identifikasi bencana alam seperti kebakaran hutan atau banjir, deteksi feature

arkeologi). Beberapa contoh manfaat dalam aplikasi penginderaan jauh adalah untuk mengidentifikasi penutupan lahan (land cover), untuk mengidentifikasi dan memonitor pola perubahan lahan, dan menjadi bahan pertimbangan dalam manajemen dan perencanaan wilayah.

Di dalam pembahasan perkembangan ekonomi suatu wilayah, penggunaan lahan merupakan salah satu indikator mengenai pertumbuhan suatu daerah baik di pedesaan maupun di perkotaan. Pemotretan udara yang berturutan memungkinkan seorang penafsir menilai pola penggunaan lahan pada dua atau beberapa tempat yang berbeda (Soenardi, 1989).

Seiring dengan makin berkembangnya teknologi, dikembangkan pula teknik manajemen data yang sangat membantu pekerjaan penafsir, yakni Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi, yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis serta keluaran (Aronoff, 1989). Tujuan pokok dari pemanfaatan sistem informasi geografis adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek.

(21)

7

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian berlokasi di wilayah Kota Sukabumi. Secara geografis Kota Sukabumi terletak antara 106° 45’ 50’’ Bujur Timur dan 106° 45’ 10’’ Bujur Timur, serta 6° 49’ 29’’ Lintang Selatan dan 6° 50’ 44’’ Lintang Selatan. Luas Kota Sukabumi adalah ± 48 km2. Waktu penelitian selama 8 (delapan) bulan, terhitung sejak bulan April hingga Desember 2013. Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat kamera digital untuk pengecekan lapang. Semua jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Sekunder yang Digunakan untuk Penelitian

No Jenis Data Sumber Keterangan

1. Citra IKONOS Tahun

Badan Pusat Statistik Untuk mengetahui hirarki

wilayah Kota Sukabumi dan

BAPPEDA Kota Sukabumi Untuk mengetahui alokasi

ruang menurut rencana tata ruang wilayah.

4. Peta Administrasi Tata Pemerintahan Setda

Kota Sukabumi

Untuk mengetahui batas wilayah administrasi Kota Sukabumi.

Metode Penelitian

(22)
(23)

9 1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi penyusunan proposal dan studi literatur untuk menambah informasi yang berkaitan dengan penelitian dan memperdalam pemahaman tentang kajian perubahan penggunaan/penutupan lahan.

2. Tahap Pengumpulan Data

Data penelitian dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi interpretasi penggunaan/penutupan lahan dari citra IKONOS tahun 2010 dan 2012, serta pengecekan lapang guna memperoleh informasi yang tidak terdapat dalam citra seperti jenis tanaman, pola tanam, pola usaha tani, penguasaan lahan, dan lain-lain.. Data sekunder meliputi data potensi desa tahun 2009 dan 2012, serta data peruntukan lahan yang bersumber dari RTRW tahun 2011-2031.

3. Tahap Analisis Data

Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan

Analisis citra IKONOS tahun 2010 dan 2012 dilakukan melalui interpretasi visual. Identifikasi obyek merupakan bagian pokok dalam interpretasi citra yang mendasarkan pada karakteristik dari masing-masing obyek. Berikut delapan unsur interpretasi, yaitu :

1. Rona. Rona adalah warna atau kecerahan relatif obyek pada citra. Rona cerah mengisyaratkan daerah dengan topografi tinggi dan kering sedangkan rona gelap daerah dengan topografi rendah dan basah (Sutanto, 1997).

2. Bentuk. Bentuk adalah kofigurasi atau kerangka suatu obyek (Sutanto, 1997). 3. Ukuran. Ukuran suatu obyek yang harus dipertimbangkan sehubungan

dengan skala citra (Sutanto, 1997).

4. Tekstur. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra fotografi (Sutanto, 1997).

5. Pola. Pola adalah hubungan susunan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah dan akan membantu penafsir untuk mengenali obyek tersebut (Sutanto, 1997).

6. Bayangan. Bentuk bayangan dapat memberikan gambaran suatu obyek (membantu interpretasi) dan obyek di bawah bayangan hanya dapat memantulkan sedikit cahaya dan sukar diamati (menghalangi interpretasi) (Sutanto, 1997).

7. Situs. Situs adalah lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek lain, yang dapat berguna untuk membantu pengenalan suatu obyek (Sutanto, 1997). 8. Asosiasi. Asosiasi adalah keterkaitan antara obyek satu dengan obyek yang

lain (Sutanto, 1997).

Berdasarkan hasil interpretasi yang dilakukan dengan digitasi on screen

(24)

10

dari masyarakat sekitar yang tidak bisa didapat dari citra. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi, dilakukan proses tumpang tindih antara peta penggunaan/penutupan lahan tahun 2010 dengan peta penggunaan/penutupan lahan tahun 2012.

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan

Perubahan penggunaan/penutupan lahan yang dianalisis yaitu perubahan dari lahan tidak produktifmenjadi lahan pertanian, perubahan dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun, dan perubahan dari lahan tidak produktif menjadi lahan terbangun pada periode tahun 2010-2012. Analisis menggunakan regresi berganda dengan metode forward stepwise pada perangkat lunak Statistica 7. Pada Tabel 2 disajikan variabel data yang digunakan dalam analisis regresi berganda. Persamaan regresi berganda yang digunakan adalah:

Y = A0 + A1X1 + A2X2+ … + AnXnb

Analisis Keterkaitan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dengan Tingkat Perkembangan Wilayah

Tingkat perkembangan (hirarki) wilayah Kota Sukabumi tahun 2009 dan 2012 ditentukan dengan analisis skalogram. Hirarki ditentukan atas dasar jumlah fasilitas umum, yang dikelompokkan menjadi fasilitas ekonomi, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas sosial. Pada Tabel 3 disajikan variabel yang digunakan dalam analisis skalogram. Penentuan tingkat perkembangan wilayah di bagi menjadi tiga yaitu :

Hirarki I : Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar dari nilai stdev

Y1 Luas Lahan Tidak Produktif  Lahan Pertanian X8 Indeks Perkembangan Desa

Y2 Luas Lahan Pertanian  Lahan Terbangun X9 Pertambahan Jumlah Penduduk

Y3 Luas Lahan Tidak Produktif  Lahan Terbangun X10 Jarak ke Fasilitas Pendidikan

X1 Jarak Desa ke Kecamatan X11 Jarak ke Fasilitas Kesehatan

X2 Jarak Desa ke Walikota X12 Jarak ke Fasilitas Ekonomi

X3 Luas Lahan Pertanian 2010 X13 Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan

X4 Luas Lahan Tidak Produktif 2010 X14 Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan

X5 Luas Lahan Terbangun 2010 X15 Pertumbuhan Fasilitas Ekonomi

X6 Alokasi Lahan Terbangun X16 Pertumbuhan Fasilitas Sosial

(25)

11 Keterkaitan antara perubahan penggunaan/penutupan lahan dengan tingkat perkembangan wilayah dilihat berdasarkan analisis deskriptif antara perubahan penggunaan/penutupan lahan dari lahan tidak produktif menjadi lahan pertanian, lahan pertanian menjadi lahan terbangun, dan lahan tidak produktif menjadi lahan terbangun dengan hirarki wilayah.

Tabel 3. Variabel untuk Menentukan Tingkat Perkembangan Wilayah dengan Analisis Skalogram

Analisis Konsistensi/Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

Evaluasi penggunaan/penutupan lahan tahun 2012 dengan rencana tata ruang wilayah menggunakan proses analisis tumpang susun (overlay). Hasil analisis akan memperlihatkan penggunaan/penutupan lahan yang sudah konsisten dengan rencana tata ruang wilayah, inkonsisten dengan rencana tata ruang

Kelompok Nama Variabel Jumlah

Variabel

Fasilitas Pendidikan Jumlah Tk Negeri dan Swasta

5 Jumlah SD Negeri dan Swasta

Jumlah SMP Negeri dan Swasta Jumlah SMA Negeri dan Swasta Jumlah SMK Negeri dan Swasta

Fasilitas Kesehatan Jumlah Rumah Sakit

6

Fasilitas Ekonomi Jumlah Industri Kulit

(26)

12

wilayah, dan lahan yang masih dapat berubah fungsi pada masa yang akan datang (konsisten belum terbangun).

Secara umum, tahapan-tahapan penelitian berdasarkan tujuan, jenis data, teknik analisis data, dan keluaran disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan

(27)

13

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Kondisi Geografis dan Administratif

Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106o45’ 50’’ Bujur Timur dan 106o45’ 10’’ Bujur Timur, 6 o 49’ 29’’ Lintang Selatan dan 6o 50’ 44’’ Lintang Selatan yang berjarak 120 Km dari Ibukota Negara (Jakarta) dan 96 Km dari Ibukota Propinsi (Bandung). Wilayah Kota Sukabumi seluruhnya berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi yakni:

• Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Cisaat

• Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja

• Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Cisaat

• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Nyalindung

Gambar 2. Peta Administrasi Kota Sukabumi

(28)

14

Tabel 5. Pembagian Luas Wilayah Kecamatan di Kota Sukabumi

No. Kecamatan Jumlah

Sumber : BPS (Kota Sukabumi Dalam Angka, 2012)

Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Lembursitu dengan luas 8.9 km2 atau 18.5% dari total luas Kota Sukabumi, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil yaitu Kecamatan Citamiang dengan luas 4.0 km2 atau 8.4% dari total luas Kota Sukabumi.

Kondisi Iklim

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jarak dari pantai. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orographi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam setiap bulannya.

Secara umum Kota Sukabumi beriklim tropis dengan suhu udara minimum 15ºC dan suhu udara maksimum 30ºC. Rata-rata curah hujan tertinggi pada tahun 2011 terjadi pada bulan November dengan curah hujan 323 mm3 dengan jumlah hari hujan 27 hari. Sebagaimana daerah tropis lainnya, Kota Sukabumi mengenal 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dengan kondisi iklim mikro seperti ini, maka Kota Sukabumi relatif nyaman bagi manusia untuk tempat peristirahatan dan beraktivitas dalam berbagai aspek kehidupan.

Kondisi Topografi dan Ketinggian Wilayah

Wilayah Kota Sukabumi merupakan lereng selatan dari Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Secara morfologis Kota Sukabumi berada pada ketinggian rata-rata 550 meter di atas permukaan laut pada bagian selatan, 770 meter di atas permukaan laut pada bagian utara, dan rata-rata 650 meter di atas permukaan laut pada bagian tengah.

(29)

15 Kondisi Tanah dan Penggunaan Lahan

Kondisi tanah di Kota Sukabumi, terbentuk pada jaman kuarter dan merupakan batuan vulkanik Gunung Gede. Sebagian besar batuannya terdiri dari batuan Breksi Tufan dan Lahar, Andesit dengan Oligloklas Andesit, Piroksin, dan bahan Heron Blando. Tanah di wilayah Kota Sukabumi sebagian besar berupa lempung pasir yang mempunyai sifat fisik kurang baik untuk bangunan berat, karena berdasarkan informasi dari penelitian yang telah dilakukan tebal tanah penutup ini kurang dari 10 meter.

Karena sebagian daerahnya merupakan lereng Gunung Api (Gunung Gede), wilayah Kota Sukabumi mempunyai kecenderungan terkena bencana alam yang berkaitan dengan aktivitas gunung api seperti lahar, gempa bumi, dan longsor pada bagian atas lereng. Bencana alam yang kerap kali menimpa Kota Sukabumi adalah gempa bumi. Sedangkan gerakan tanah terdapat di daerah-daerah yang terjal dengan lereng yang tidak stabil.

Penggunaan lahan di Kota Sukabumi dibedakan menjadi lahan sawah dan lahan bukan sawah (lahan kering). Lahan bukan sawah dibedakan atas lahan pekarangan/rumah, tegalan/kebun, kolam/tebat/empang dan lahan lainnya. Menurut penggunaannya, dari seluruh wilayah sebesar 1751 Ha (36.5%) digunakan untuk lahan sawah dan sisanya seluas 3049 Ha (63.5%) merupakan lahan kering. Fenomena yang terjadi didaerah perkotaan menunjukkan bahwa luas lahan sawah akan semakin berkurang sejalan dengan banyaknya pembangunan di bidang perumahan, perdagangan ataupun industri sehingga fungsi lahan pertanian berubah fungsi menjadi lahan bukan pertanian.

Kondisi Kependudukan

Pada Akhir Tahun 2011 berdasarkan hasil registrasi penduduk jumlah penduduk Kota Sukabumi tercatat sebanyak 356085 jiwa yang terdiri dari 180696 penduduk laki-laki (50.8%) dan 175389 penduduk perempuan (49.3%). Jumlah penduduk ini tersebar pada 7 kecamatan. Penyebaran tertinggi pada Kecamatan Cikole sebanyak 19.1% (68172 jiwa), Warudoyong 17.9% (63554 jiwa), Citamiang 15.7% (55973 jiwa) dan terendah di Kecamatan Baros sebesar 10.2% (36301 jiwa). Jika ditinjau dari luas wilayah Kota Sukabumi maka rata-rata penduduk per km² di Kota Sukabumi adalah 7418 jiwa/km2, dimana kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Citamiang dengan kepadatan penduduk 13855 jiwa/km². Hal ini memungkinkan karena luas wilayah Kecamatan Citamiang paling kecil diantara kecamatan yang lain dan merupakan wilayah yang dekat dengan pusat perbelanjaan, sedangkan yang terendah kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Lembursitu dengan kepadatan penduduk 4413 jiwa/km².

Kondisi Ekonomi

(30)

16

mencapai 5.92 trilyun rupiah, sedangkan atas dasar harga konstan mencapai 2.04 trilyun rupiah. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2010, dimana PDRB atas dasar harga berlaku tercatat sebesar 5.18 trilyun rupiah dan PDRB atas dasar harga konstan sebesar 1.9 trilyun rupiah.

Berdasarkan kontribusi terhadap perekonomian di wilayah Kota Sukabumi, sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB adalah dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, yaitu mencapai 46.8%. Urutan terbesar kedua dan ketiga adalah sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 15.6% dan 13.9%, sedangkan sektor yang kontribusinya paling kecil terhadap PDRB adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu 0.1%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2010 dan 2012

1. Interpretasi Visual Penggunaan/Penutupan Lahan Melalui Citra Ikonos Penggunaan/penutupan lahan yang dijumpai di Kota Sukabumi adalah: (1) kebun campuran, (2) kolam, (3) ladang, (4) pemukiman teratur, (5) pemukiman tidak teratur, (6) kawasan industri, (7) kawasan pendidikan dan perkantoran, (8) lahan tidak produktif, (9) sawah, dan (10) sungai. Berikut ini merupakan karakteristik dan definisi dari masing-masing kelas penggunaan/penutupan lahan: 1)Kebun Campuran

Kebun campuran didefinisikan sebagai kebun yang terdiri atas campuran vegetasi antara tanaman tahunan serta tanaman semusim dalam satu lahan. Pada citra IKONOS, kebun campuran memiliki tekstur yang kasar karena perbedaan jenis tanaman dengan rona yang gelap dan pola yang tidak teratur. Berdasarkan kondisi di lapangan, kebun campuran dijumpai disekitar permukiman atau di sepanjang jalan, terdiri dari campuran tanaman pisang, papaya, singkong, tomat, cabai, dan kacang panjang. Kenampakkan kebun campuran disajikan pada Gambar 3.

(31)

17 2)Kolam

Kolam didefinisikan sebagai cekungan di tanah yang agak luas dan dalam berisi air atau suatu perairan buatan yang luasnya terbatas dan sengaja dibuat manusia agar mudah dikelola dalam hal pengaturan air, jenis hewan budidaya, dan target produksinya. Pada citra IKONOS, kolam memiliki rona yang gelap dengan pola yang biasanya teratur, dan memiliki tekstur yang halus. Berdasarkan kondisi di lapangan banyak berupa kolam budidaya ikan mas dan ikan nila, berada dekat dengan pemukiman atau di halaman rumah, serta pada beberapa lokasi dijumpai kolam yang menempati lahan sawah. Kenampakkan kolam disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Kenampakan Obyek Kolam Pada Citra IKONOS (Kiri) dan Pengamatan Lapang (Kanan)

3)Ladang

Ladang didefinisikan sebagai area yang digunakan untuk kegiatan pertanian dengan jenis tanaman semusim di lahan yang kering. Pada citra IKONOS, ladang memiliki pola yang teratur dengan tekstur yang agak kasar. Berdasarkan kondisi di lapangan ladang merupakan lahan yang tidak diberi air/kering, berada dekat dengan jalan, sawah, dan permukiman. Jenis tanaman yang ditanam adalah cabai, tomat, singkong, atau jagung. Kenampakkan ladang disajikan pada Gambar 5.

(32)

18

4)Lahan Terbangun

Lahan terbangun terdiri dari pemukiman teratur, pemukiman tidak teratur, kawasan industri, serta kawasan pendidikan dan perkantoran.

Pemukiman teratur didefinisikan sebagai sekumpulan bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal dengan bentuk, ukuran dan jarak rumah satu dengan yang lain relatif seragam. Pada citra IKONOS, pemukiman teratur memiliki rona terang, tekstur kasar, pola teratur, dengan ukuran yang sedang hingga luas. Berdasarkan kondisi di lapangan, pemukiman teratur berada dekat dengan jalan utama.

Pemukiman tidak teratur didefinisikan sebagai sekumpulan bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal dengan bentuk, ukuran, dan jarak antar rumah yang tidak seragam. Pada citra IKONOS, pemukiman tidak teratur memiliki rona terang, tekstur kasar, pola tidak teratur, dan berasosiasi dengan kebun campuran. Berdasarkan kondisi di lapangan, kondisinya sangat padat di beberapa kelurahan terutama di pusat kota.

Kawasan industri didefinisikan sebagai areal yang digunakan untuk bangunan pabrik atau industri atau perusahaan. Pada citra IKONOS, kawasan industri memiliki rona yang cerah atau putih, pola teratur, tekstur halus dengan bentuk persegi panjang, ukuran agak besar serta berada dekat dengan jalan. Berdasarkan keadaan dilapang, atap dari bangunan ini terbuat dari seng sehingga menimbulkan warna putih pada citra.

Kawasan pendidikan didefinisikan sebagai bangunan yang memfasilitasi dalam proses kegiatan pendidikan sedangkan kawasan perkantoran didefinisikan sebagai balai tempat mengurus suatu pekerjaan. Pada citra IKONOS, kawasan pendidikan dan perkantoran memiliki pola yang teratur, dengan rona agak kecokelatan, dan biasanya berbentuk siku, berbentuk seperti huruf L, U, I, dan memanjang, apabila berada di kawasan permukiman, ukurannya lebih besar dari bangunan di sekitarnya. Berdasarkan kondisi dilapang, berada dekat dengan permukiman dan jalan, berada di tempat strategis yang didukung dengan adanya kemudahan sarana transportasi. Kenampakkan lahan terbangun disajikan pada Gambar 6.

(33)

19 5)Lahan Tidak Produktif

Lahan tidak produktif terdiri dari lahan terbuka dan semak belukar. Lahan terbuka didefinisikan sebagai lahan kosong yang tidak ditanami oleh vegetasi apapun dan tidak ada aktivitas yang dilakukan pada areal tersebut. Pada citra IKONOS, lahan terbuka memiliki rona yang terang atau berwarna cokelat dengan pola yang tidak teratur, dan tekstur yang halus. Berdasarkan kondisi di lapangan lahan terbuka ini biasanya hasil dari konversi lahan non terbangun dan terdapat lahan terbuka yang akan difungsikan sebagai jalan lingkar selatan. Kenampakkan lahan terbuka disajikan pada Gambar 7.

Semak belukar didefinisikan sebagai lahan kering yang ditumbuhi berbagai vegetasi alamiah homogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat dan didominasi vegetasi rendah (alamiah). Pada citra IKONOS, semak belukar memiliki rona yang agak gelap, pola yang tidak teratur, dengan tekstur yang agak kasar. Berdasarkan kondisi di lapangan, biasanya berada di pinggiran sungai atau jalan, dan di sekitar pemukiman dengan ketinggian vegetasi yang rendah. Kenampakkan semak belukar disajikan pada Gambar 8.

Gambar 7. Kenampakan Obyek Lahan Terbuka Pada Citra IKONOS (Kiri) dan Pengamatan Lapang (Kanan)

Gambar 8. Kenampakan Obyek Semak Belukar Pada Citra IKONOS (Kiri) dan Pengamatan Lapang (Kanan)

6)Sawah

Sawah didefinisikan sebagai areal pertanian lahan basah atau lahan yang sering digenangi serta secara periodik atau terus menerus ditanami padi. Pada citra

(34)

20

teksturnya halus, dan biasanya berada dekat dengan jalan, sungai, atau permukiman. Berdasarkan kondisi dilapang, tanamannya di tanam secara teratur, jarak tanam relatif rapat, intensitas penanaman tiga kali dalam setahun dengan rata-rata pola tanam padi-padi-padi. Kenampakkan sawah disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Kenampakan Obyek Sawah Pada Citra IKONOS (Kiri) dan Pengamatan Lapang (Kanan)

7) Sungai

Sungai didefinisikan sebagai alur atau wadah air alami berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pada citra IKONOS, sungai memiliki pola yang berkelok-kelok, berbentuk memanjang dengan rona yang cerah dan tekstur yang halus. Berdasarkan kondisi lapang, disekitar sungai terdapat semak-semak serta beberapa permukiman. Sungai yang berada dekat dengan sawah berfungsi sebagai saluran irigasi. Kenampakkan sungai disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Kenampakan Obyek Sungai Pada Citra IKONOS (Kiri) dan Pengamatan Lapang (Kanan)

2. Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2010 dan 2012

(35)

21 pelayanan, serta perdagangan dan jasa (Keppres No. 114 Tahun 1999). Luas tipe penggunaan/penutupan lahan yang paling kecil di dua titik tahun tersebut adalah ladang dengan luas 11.9 ha (0.2%) pada tahun 2010 dan 4.6 ha (0.1%) pada tahun 2012. Luas masing-masing penggunaan/penutupan lahan tersebut disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Luas Penggunaan/Penutupan Lahan tahun 2010 dan 2012 Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa sawah merupakan penggunaan/penutupan lahan yang paling mendominasi secara luasan di Kota Sukabumi. Luas sawah terbesar berada pada Kecamatan Cibeureum (Tabel 6). Hal ini karena Kecamatan Cibeureum merupakan salah satu kecamatan baru di Kota Sukabumi, yang sebelumnya merupakan wilayah administrasi Kabupaten Sukabumi namun semenjak Kota Sukabumi mengalami pemekaran pada tahun 2000, Kecamatan Cibeureum secara administrasi termasuk kedalam wilayah Kota Sukabumi. Hal ini menjadikan Kecamatan Cibeureum masih memiliki lahan pertanian yang luas.

Penggunaan/penutupan lahan lain yang cukup luas di Kota Sukabumi adalah pemukiman tidak teratur sebesar 1424.9 ha (29.4%) pada tahun 2010 dan 1545.2 ha (31.9%) pada tahun 2012. Luas pemukiman tidak teratur terbesar berada pada Kecamatan Cikole. Hal ini karena Kecamatan Cikole merupakan wilayah yang dijadikan sebagai Central Business District (CBD) Kota Sukabumi sehingga wilayah ini menjadi pilihan utama bagi masyarakat untuk bertempat tinggal karena aksesibilitas yang mudah dan fasilitas yang memadai.

Penggunaan/penutupan lahan lainnya adalah kebun campuran dengan luas 927.3 ha (19.1%) pada tahun 2010 dan 951.8 ha (19.6%) pada tahun 2012. Luas kebun campuran terbesar berada pada Kecamatan Lembursitu. Sama halnya seperti Kecamatan Cibeureum, Kecamatan Lembursitu pun merupakan wilayah hasil pemekaran Kota Sukabumi sehingga penggunaan/penutupan lahannya masih didominasi oleh lahan-lahan pertanian. Hal inilah yang menjadikan Kota Sukabumi berbeda dari kota-kota lain di Indonesia, dimana Kota Sukabumi masih memiliki lahan-lahan pertanian yang cukup luas dan tersebar di setiap kecamatan.

Lahan tidak produktif memiliki luas 398 ha (8.2%) pada tahun 2010 dan 305.6 (6.3%) pada tahun 2012. Luas lahan tidak produktif terbesar berada pada

kcr klm ldg ptr ptt ind pnd ltp swh sng

927,3

(36)

22

Kecamatan Lembursitu. Keberadaan lahan tidak produktif di Kota Sukabumi ini salah satunya disebabkan oleh lahan absentia (guntai) yang sering dikonotasikan sebagai lahan tidur. Kondisi ini menjadikan pemanfaatan lahan menjadi tidak optimal.

Pemukiman teratur memiliki luas sebesar 124.1 ha (2.6%) pada tahun 2010 dan 131.8 ha (2.7%) pada tahun 2012. Luas pemukiman teratur terbesar berada pada Kecamatan Cibeureum. Hal ini karena Kecamatan Cibeureum telah direncanakan oleh pemerintah sebagai pusat pemukiman real estate karena wilayahnya masih memiliki hamparan lahan yang luas dan tidak memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Pemerintah memilih wilayah ini, karena wilayah CBD sudah sangat padat dengan penduduk dan lahan yang tersedia sudah sangat terbatas, sementara untuk pembangunan real estate dibutuhkan lahan yang luas dan harga tanah yang tidak terlalu mahal.

Kawasan industri memiliki luas 133.3 ha (2.7%) pada tahun 2010 dan 142.2 ha (2.9%) pada tahun 2012. Luas kawasan industri terbesar berada pada Kecamatan Lembursitu. Sementara, untuk kawasan pendidikan dan perkantoran memiliki luas 79.5 ha (1.6% ) pada tahun 2010 dan 81.4 ha (1.7%) pada tahun 2012, dengan luas terbesar berada pada Kecamatan Cikole sebagai CBD. Hampir seluruh aktifitas perkantoran dan pemerintahan terjadi di kecamatan ini.

Kolam memiliki luas 75.1 ha (1.5%) pada tahun 2010 dan 71.1 ha (1.5%) pada tahun 2012. Luas kolam terbesar berada pada Kecamatan Warudoyong pada tahun 2010 dan Kecamatan Cikole pada tahun 2012. Beberapa masyarakat menjalankan aktivitas budidaya perikanan karena Kota Sukabumi merupakan salah satu daerah penghasil benih dan bibit terbesar di Jawa Barat.

Ladang memiliki luas penggunaan/penutupan lahan terkecil baik pada tahun 2010 maupun 2012. Luas ladang terbesar berada pada Kecamatan Cikole. Sungai memiliki luas yang tetap dari tahun 2010 sampai tahun 2012 yaitu sebesar 36.4 ha atau sekitar 0.8% dari total luas wilayah Kota Sukabumi, dan yang terluas berada di Kecamatan Lembursitu.

Tabel 6. Luas Penggunaan/Penutupan Lahan Tiap Kecamatan

Kecamatan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2010

Kcr Klm Ldg Ptr Ptt Ind Pnd Ltp Swh Sng

(37)

23 Secara spasial, distribusi masing-masing penggunaan/penutupan lahan yang terdapat di Kota Sukabumi tahun 2010 dan 2012 dapat dilihat pada sebaran spasial penggunaan/penutupan lahan tahun 2010 dan 2012 (Gambar 12). Pada Gambar 12 tampak bahwa sawah dan pemukiman tidak teratur yang ditunjukkan oleh warna hijau dan merah muda mendominasi penggunaan/penutupan lahan tahun 2010 dan 2012.

Tampak perbedaan yang cukup nyata antara penggunaan/penutupan lahan di bagian utara dan di bagian selatan Kota Sukabumi. Pada bagian utara, penggunaan/penutupan lahan lebih didominasi oleh lahan terbangun seperti pemukiman tidak teratur, pemukiman teratur, serta kawasan pendidikan dan perkantoran. Sementara pada bagian selatan, penggunaan/penutupan lahan lebih didominasi oleh lahan pertanian seperti sawah dan kebun campuran. Hal ini karena pada bagian utara merupakan wilayah yang telah menjadi kota terlebih dahulu dibandingkan wilayah selatan yang merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Sukabumi. Sehingga wilayah bagian utara cenderung lebih maju dibandingkan wilayah bagian selatan. Wilayah yang dijadikan sebagai pusat kota pun berada di wilayah bagian utara, yaitu di Kecamatan Cikole. Perlu diketahui bahwa, Kota Sukabumi mengalami pemekaran wilayah pada tahun 2000 dimana wilayah awal hanya terdiri dari lima kecamatan dan kemudian dimekarkan menjadi 7 kecamatan.

(38)

24

(b)

(a

)

Ga

mbar

12. S

eb

ara

n S

pa

sial P

engguna

an/P

enutupan La

ha

n T

ahun 2010 (

a)

da

n 2012 (

(39)

25 Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2010-2012

Secara umum, terdapat 5 (lima) jenis penggunaan/penutupan lahan yang mengalami kenaikan luas, yaitu: kebun campuran, pemukiman teratur, pemukiman tidak teratur, kawasan industri, serta kawasan pendidikan dan perkantoran. Sementara itu, penggunaan/penutupan lahan lainnya menunjukkan kecenderungan penurunan, kecuali sungai yang memiliki luasan tetap dari tahun 2010 dan 2012 (Gambar 13).

Peningkatan luas tertinggi terjadi pada pemukiman tidak teratur sebesar 120.3 ha (2.5%). Peningkatan ini terjadi karena meningkatnya pertumbuhan penduduk di Kota Sukabumi yang mencapai 6.9% dari jumlah penduduk tahun 2009. Peningkatan jumlah penduduk memberikan konsekuensi terhadap kebutuhan akan tempat tinggal.

Penurunan luas tertinggi terjadi pada lahan tidak produktif sebesar 92.4 ha (1.9%). Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita yang dirangsang oleh kenaikan pendapatan rumah tangga berdampak pada kebutuhan akan bahan pangan yang terus meningkat. Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan tersebut, salah satunya caranya melalui pemberdayaan lahan kering tidak produktif dalam rangka memenuhi kecukupan pangan masyarakat. Pemberdayaan lahan tersebut dapat menekan biaya pengeluaran rumah tangga masyarakat untuk membeli bahan pangan seperti sayuran dan buah-buahan.

Penggunaan/penutupan lahan lain yang mengalami peningkatan adalah kebun campuran yaitu sebesar 24.5 ha (0.5%). Meskipun produktivitas usahatani lahan kering tidak setinggi produktivitas usahatani padi sawah, namun pemberdayaan lahan kering untuk kebun campuran cukup menguntungkan dari segi ekonomi dan dapat membantu menekan biaya hidup masyarakat untuk pembelian bahan pangan karena bahan pangannya dapat dihasilkan sendiri oleh petani.

Pemukiman teratur atau real estate mengalami peningkatan sebesar 7.7 ha (0.2%). Di wilayah perkotaan yang sedang tumbuh, persaingan dalam penggunaan lahan menjadi sangat keras karena banyak alternatif keperluan penggunaan, salah satunya untuk kawasan real estate. Peningkatan jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas diwilayah perkotaan berakibat pada semakin tingginya permintaan terhadap pemukiman-pemukiman teratur.

Kawasan industri serta kawasan pendidikan dan perkantoran masing-masing meningkat sebesar 8.9 ha (0.2%) dan 1.9 ha (0.04%). Masalah yang dihadapi suatu kota adalah bagaimana bisa meningkatkan kinerja kota sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian serta melengkapi sarana prasarana kota untuk melayani warganya secara memuaskan. Upaya yang dilakukan pemerintah yaitu dengan penyediaan berbagai fasilitas yang sesuai dengan tuntutan kehidupan.

(40)

26

Sawah mengalami penurunan sebesar 59.5 ha (1.2%). Perkembangan sektor industri, meningkatnya aktivitas dan ragam spesialisasi di luar bidang pertanian serta pertambahan jumlah penduduk yang antara lain disebabkan oleh adanya urbanisasi, akan mengakibatkan tekanan-tekanan terhadap lahan pertanian dan memicu terjadinya pergeseran pola penggunaan lahan. Kondisi tersebut pada gilirannya mengakibatkan peranan sektor pertanian terutama sawah yang semula mendominasi perekonomian wilayah telah bergeser ke sektor non pertanian.

Gambar 13. Luas Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2010-2012 Tabel 7 memberikan gambaran informasi perubahan penggunaan /penutupan lahan periode tahun 2010-2012 dan merupakan penjelasan yang lebih mendalam terhadap informasi yang terdapat pada Gambar 13. Pada periode tahun 2010-2012, lahan terbangun yang terdiri dari pemukiman teratur, pemukiman tidak teratur, kawasan industri, serta kawasan pendidikan dan perkantoran tidak mengalami perubahan ke penggunaan lahan lainnya. Jika suatu lahan telah dibangun untuk pemukiman, industri, pabrik, atau pendidikan, maka akan sulit sekali untuk berubah menjadi penggunaan lahan lainnya, misalnya pertanian. Penggunaan/penutupan lahan lain yang tidak mengalami perubahan adalah sungai, luasannya dari periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 adalah tetap sebesar 36.42 ha.

Kebun campuran dan sawah berubah paling besar menjadi pemukiman tidak teratur dengan luas masing-masing sebesar 54.4 ha dan 31.3 ha. Lahan sebagai suatu sumberdaya yang ketersediaanya bersifat fixed (tetap), sementara permintaan terhadap lahan cenderung semakin meningkat seiring dengan laju pertambahan penduduk. Hal ini mengakibatkan lahan pertanian terkonversi ke non pertanian dan ini banyak terjadi di wilayah pinggiran kota (urban fringe), dimana pada daerah-daerah yang produktivitas tanahnya cukup tinggi untuk tanaman pangan, areal perumahan berkembang sangat pesat. Posisi tawar penggunaan perumahan yang jauh lebih tinggi dari penggunaan tanaman pangan, menyebabkan penggunaan perumahan dapat dengan mudah memenangkan arena kompetisi penggunaan lahan. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah, agar lahan sawah tidak terus mengalami penurunan atau konversi, mengingat kebutuhan beras Kota Sukabumi dalam setiap tahunnya mencapai 68606 ton. Sedangkan produksi beras Kota Sukabumi dalam setiap tahunnya hanya mencapai

(41)

27 34000 ton, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan sekitar 50 persen. Dengan demikian, dalam setiap tahunnya Kota Sukabumi kekurangan beras sekitar 50 persen dari total kebutuhan (data Dinas Pertanian, Perikanan dan Ketahanan Pangan Kota Sukabumi).

Kolam berubah paling besar menjadi sawah yaitu sebesar 5.2 ha. Hal ini diduga karena perselingan antara sistem pertanian petani yaitu tanam padi dan pembiakan ikan. Sebagian petani memanfaatkan lahan sawah mereka pasca memanen gabah dengan merubahanya menjadi kolam ikan. Hal ini dapat memberikan keuntungan lebih untuk memenuhi kebutuhan hidup petani, selain itu perselingan antara kolam dan sawah dapat memutus mata rantai hama. Kolam-kolam ini awalnya adalah sawah yang kemudian dijadikan Kolam-kolam dan hal ini berlangsung setiap tahunnya, sehingga dominasi dari perubahan penggunaan lahan kolam adalah menuju ke sawah.

Ladang berubah paling besar menjadi lahan tidak produktif yaitu sebesar 3.85 ha. Hal ini diduga lahan-lahan tersebut ditinggal oleh pemiliknya dan menjadi lahan-lahan guntai, atau lahan tersebut merupakan lahan transisi sebelum diubah menjadi lahan terbangun.

Lahan tidak produktif berubah paling besar menjadi kebun campuran yaitu sebesar 72.1 ha. Lahan tidak produktif biasanya merupakan lahan transisi dari suatu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya. Lahan ini bisa saja dimanfaatkan untuk kebun campuran atau bahkan dikonversi menjadi lahan terbangun. Namun berdasarkan angka tersebut, perubahan menjadi kebun campuran adalah yang terbesar. Hal ini juga disebabkan lahan tidak produktif ini masih dapat dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan sebagai usaha dalam mengusung lahan pertanian berkelanjutan.

Tabel 7. Matriks Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2010-2012 Penggunaan/ ket: kcr=kebun campuran, klm=kolam, ldg=ladang, ptr= pemukiman teratur, ptt= pemukiman tidak teratur, ind= kawasan industri, pnd= kawasan pendidikan dan perkantoran, ltp=lahan tidak produktif, swh=sawah, sng=sungai.

(42)

28

persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian. Persaingan dalam pemanfaatan tersebut muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu: (a) keterbatasan sumberdaya lahan, (b) pertumbuhan penduduk, dan (c) pertumbuhan ekonomi. Di setiap wilayah, luas lahan yang tersedia relatif tetap sehingga pertumbuhan penduduk akan meningkatkan kelangkaan lahan yang dapat dialokasikan untuk kegiatan pertanian maupun non pertanian. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk kegiatan non pertanian lebih tinggi disbanding permintaan lahan untuk kegiatan pertanian. Meningkatnya kelangkaan lahan yang dibarengi dengan meningkatnya permintaan lahan pada akhirnya menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian.

Perubahan kedua yaitu perubahan lahan tidak produktif menjadi lahan pertanian sebesar 72.1 ha (1.5%). Akibat pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita, maka kebutuhan bahan pangan terus mengalami peningkatan. Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan tersebut, salah satu upaya adalah dengan melakukan pemberdayaan pertanian pada lahan kering. Meskipun secara produktivitas, usahatani padi sawah jauh lebih tinggi dibandingkan usahatani lahan kering namun pemberdayaan lahan kering tidak produktif ini dirasa cukup menguntungkan bagi para petani. Petani dapat mengurangi biaya pengeluaran rumah tangga untuk pembelian bahan pangan karena bahan pangan tersebut dapat dihasilkan sendiri oleh petani melalui usahatani lahan kering seperti kebun campuran untuk menanam sayur dan buah-buahan.

Perubahan ketiga yaitu perubahan lahan tidak produktif menjadi lahan terbangun sebesar 43.8 ha (0.9%). Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan dengan semakin beragamnya fungsi di kawasan perkotaan seperti pemerintahan, perdagangan dan jasa, serta industri. Atas dasar hal tersebut, menjadi mudah dipahami jika meningkatnya aktivitas pembangunan dan perekonomian akan mengakibatkan permintaan terhadap lahan semakin meningkat. Luasan lahan yang relatif tetap di satu pihak dan permintaan lahan yang terus meningkat di pihak lain, menyebabkan alih guna lahan di suatu wilayah tidak terelakkan. Kondisi tersebut mengakibatkan lahan-lahan yang kurang produktif dialihkan menjadi lahan-lahan yang lebih produktif.

Tabel 8. Pola Dominan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan

Secara keseluruhan, Kota Sukabumi mengalami perubahan penggunaan/penutupan lahan sebesar 259.5 ha atau sekitar 5.4%. Wilayah yang dominan mengalami perubahan dapat dilihat pada sebaran spasial perubahan penggunaan/penutupan lahan (Gambar 14). Berdasarkan Gambar 14, Kecamatan Gunung Puyuh, Kecamatan Cikole, serta Kecamatan Lembursitu mengalami perubahan yang cukup signifikan bila dibandingkan kecamatan lain di Kota Sukabumi. Perubahan pada bagian utara (Kecamatan Gunung Puyuh dan Kecamatan Cikole) cenderung didominasi oleh lahan terbangun, sedangkan di bagian selatan (Kecamatan Lembursitu) cenderung didominasi oleh lahan-lahan

No Pola Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Lahan Pertanian  Lahan Terbangun 93.8 1.9

2 Lahan Tidak Produktif  Lahan Pertanian 72.1 1.5

(43)

29 pertanian seperti kebun campuran. Sebagai wilayah pusat dari Kota Sukabumi, perubahan tutupan lahan di Kecamatan Cikole lebih didominasi oleh perubahan menuju lahan terbangun sedangkan dari segi aksesibilitas, Kecamatan Gunung Puyuh memiliki akses yang lebih dekat dengan pusat kota bila dibandingkan Kecamatan Lembursitu. Kecamatan-kecamatan di bagian selatan masih didominasi oleh lahan-lahan pertanian dan perubahan lahan ke kawasan terbangun tidak terlalu tinggi. Jumlah penduduk di kecamatan bagian selatan cenderung lebih rendah bila dibandingkan kecamatan di bagian utara, sehingga kebutuhan area pemukiman relatif lebih rendah.

Gambar 14. Sebaran Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2010-2012

Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan

(44)

30

1. Perubahan Lahan Tidak Produktif Menjadi Lahan Pertanian

Perubahan lahan tidak produktif menjadi lahan pertanian disimbolkan dengan Y1. Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa variabel yang memiliki pengaruh sangat nyata dengan nilai p-level kurang dari 5% yaitu luas lahan tidak produktif tahun 2010, alokasi lahan terbangun, jarak ke fasilitas ekonomi, jarak ke fasilitas pendidikan, serta Indeks Perkembangan Desa (IPD) (Tabel 9). Pada model tersebut, didapatkan nilai R2 sebesar 0.928. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut mampu menjelaskan keragaman data sebesar 92.8% dan pemilihan variabel penduga yang mempengaruhi variabel tujuan sudah relatif tepat.

Variabel yang memiliki nilai koefisien terbesar adalah luas lahan tidak produktif tahun 2010 dengan nilai koefisiensi sebesar 0.755, artinya semakin luas lahan tidak produktif di suatu wilayah maka lahan yang dapat dimanfaatkan menjadi lahan pertanian akan semakin tinggi.

Variabel dengan nilai koefisien terbesar kedua adalah alokasi lahan terbangun dengan nilai koefisien sebesar -0.403, artinya semakin rendah alokasi lahan terbangun yang direncanakan oleh pemerintah di suatu wilayah maka lahan tidak produktif yang ada masih berpotensi dimanfaatkan sebagai lahan pertanian oleh masyarakat.

Selanjutnya adalah Indeks Perkembangan Desa (IPD) dengan nilai koefisien sebesar 0.383, artinya semakin tinggi nilai IPD suatu wilayah maka lahan tidak produktif berpotensi dimanfaatkan menjadi lahan pertanian terutama di wilayah yang memiliki ketersediaan fasilitas pertanian yang memadai.

Variabel yang memiliki pengaruh sangat nyata lainnya adalah jarak ke fasilitas pendidikan dengan nilai koefisiensi sebesar 0.352, artinya semakin jauh jarak suatu lahan dengan fasilitas pendidikan maka lahan tidak produktif masih berpotensi dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Hal ini karena lahan pertanian pada umumnya terletak di lahan yang jauh dari pusat kota, sedangkan fasilitas pendidikan pada umumnya berlokasi di wilyah pusat kota atau di kecamatan dimana lahan-lahan di sekitanya sudah didominasi oleh lahan terbangun.

Gambar

Tabel 1. Data Sekunder yang Digunakan untuk Penelitian
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Tabel 3. Variabel untuk Menentukan Tingkat Perkembangan Wilayah dengan Analisis Skalogram
Tabel 4. Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan Metodologi dan Kerangka Kerja Persiapan teknis yang perlu dilakukan adalah penjelasan oleh Ketua Tim mengenai penyamaan persepsi dan standar yang dipakai antara Ketua

Hal ini menunjukan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL yang dicampur dengan pakan basal dalam bentuk pelet tidak berpengaruh nyata terhadap

(1) Pemerintah Desa mengajukan bantuan keuangan khusus dengan menyampaikan usulan berupa surat permohonan bantuan keuangan yang disertai proposal atau dokumen yang

Sesuai  dengan  Pasal  3  Anggaran  Dasar  Perseroan,  maksud  dan  tujuan  Perseroan  adalah  berusaha  dalam  bidang  industri  konstruksi,  industri 

TOYOTA AVANZA G 2005 silver met tangan pertama pajak panjang barang mulus KM 91rb. Kramat Kwitang Senen

Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, maka kebijakan yang dapat diambil pemerintah daerah pada usahatani jagung di Bolaang Mongondow adalah dengan menurunkan harga pupuk sebesar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan R 2 L 1 (bambu dikeringkan 5 hari dan disimpan pada suhu dingin 8 0 C) mampu mempertahankan sifat organoleptik dan daya

Ritual yang terdapat dalam ziarah makam tersebut yang akan menjadi tujuan masyarakat ketika melakukan ziarah. Tujuan dalam melakukan ziarah tersebut