KORELASI ANTARA PEMAHAMAN POLITIK
DENGAN TINGKAT KESADARAN POLITIK
PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA KISARAN
(STUDI KASUS : PEMILIHAN GUBERNUR SUMATERA UTARA 2013)ARTHUR OKTOBERIN
070906030
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
ARTHUR OKTOBERIN (070906030)
KORELASI ANTARA PEMAHAMAN POLITIK DAN KESADARAN POLITIK PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA KISARAN
(Studi Kasus : Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013)
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah: 1). Untuk mengetahui hal yang mendorong pekerja sektor informal ikut berpartisipasi dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013di Kota
Kisaran, 2). Untuk mengetahui kesadaran politik pekerja sektor informal di kota Kisaran
untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013, 3). Untuk mengetahui hubungan korelasional antara pemahaman politik dengan kesadaran politik pekerja sektor Informal di Kota Kisaran.
Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif kuantitatif, bertujuan untuk mengetahui korelasi antara variabel pemahaman politik dengan tingkat kesadaran politik. Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dengan analisis tabulasi tunggal dan tabulasi silang.
Hasil penelitian menunjukkan 1). Keikutsertaan pekerja sektor informal dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Kisaran didorong oleh adanya pemahaman dan kesadaran politik, 2). Kesadaran politik pekerja sektor informal akan meningkat apabila pekerja tersebut mendapatkan peningkatan kesejahteraan dalam
kehidupannya, 3). Terdapat korelasi / hubungan yang rendah antara pemahaman politik
dengan tingkat kesadaran politik pekerja sektor informal di Kota Kisaran.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE
ARTHUR OKTOBERIN (070906030)
THE CORRELATION BETWEEN POLITICAL UNDERSTANDING AND POLITICAL AWARENESS OF INFORMAL SECTOR WORKERS IN KISARAN
(Case Study : Governor Election Of North Sumatera 2013)
ABSTRACT
The purpose of the study was: 1). To study the factors that encourage informal sector workers participated in Governor election of North Sumatra in 2013 in Kisaran, 2). To determine the political consciousness of workers in the informal sector to participate in Governor election of North Sumatra in 2013 in Kisaran, 3). To determine the correlation between the political understanding and the political consciousness of informal sector in Kisaran.
This study is descriptive quantitative survey, aimed to determine the correlation between the variables of political understanding with political awareness. Data obtained from the results of the study will be analyzed with a single tabulation analysis and cross tabulation.
The results showed 1). The participation of the informal sector workers in Governor election of North Sumatra in 2013 in Kisaran driven by a lack of understanding and political awareness 2). Political awareness of the informal sector workers would increase if the workers get an increase in their prosperity. 3). There is a weak correlation between the political understanding and the level of political consciousness of workers in the informal sector in Kisaran.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang telah diberikan hingga detik ini, sehingga skripsi yang berjudul “Korelasi Antara Pemahaman Politik Dengan Tingkat Kesadaran Politik Pekerja Sektor Informal di Kota Kisaran” ini bisa terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan yang wajib dilaksanakan untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang sangat mendalam penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis, Parihutan Manik dan Tiar Hutagalung, atas segala bantuan tanpa akhir yang penulis dapatkan selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih. Untuk saat ini hanya terima kasihlah yang mampu penulis ungkapkan sebagai bentuk syukur atas betapa beruntungnya penulis memiliki ayah dan ibu yang luar biasa.
Penyelesaian penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari berbagai bantuan yang datang dari berbagai pihak, baik berupa masukan, motivasi maupun pengorbanan waktu. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Badaruddin selaku Dekan FISIP USU.
2. Bapak Drs. Zakaria Taher, M.Sp, selaku dosen pembimbing beserta Bapak Drs.
Tonny P. Situmorang, M. Si, selaku dosen pembaca. Terima kasih untuk semua bimbingan, masukan, motivasi dan kesediaan waktunya selama pengerjaan skripsi ini.
3. Ibu Dra. T. Irmayani M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Politik.
4. Seluruh staf pegawai FISIP USU, Kak Emma, Bang Rusdy, dan staf-staf lainnya
yang telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.
5. Tulang Martolop Sinambela, Tulang Ardi Hutagalung dan Bapak Agus Rangkuti,
atas semua dukungan dan motivasinya kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini.
6. Abang dan kakak tercinta, Hisar Dohardo Manik dan Anju Ciptani Putri Manik,
7. Semua rekan penulis di Departemen Ilmu Politik stambuk 2007, Ferry, Andre, William, Octo, Christian, Doan, Leo, Dony, Steven, Dino, Desmar, dan rekan-rekan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
8. Para sahabat penulis di kota Kisaran, yang tak pernah bosan menanyakan
kepastian tanggal wisuda kepada penulis, Pardo, Stiven, Dani, dan sahabat-sahabat lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
9. Dan kepada semua pihak yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu, yang
turut membantu penulis dalam merampungkan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karenanya, diharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini untuk ke depannya.
Medan, Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
1.3.Pembatasan Penelitian... 9
1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian... 10
1.4.2. Manfaat Penelitian... 10
1.5. Kerangka Teori 1.5.1. Pengertian Politik... 11
1.5.2. Pemahaman Politik... 12
1.5.3. Definisi Konseptual Pemahaman Tentang Politik... 14
1.5.4. Definisi Operasional Pemahaman Tentang Politik... . 15
1.5.5. Pengertian Kesadaran Politik ... 15
1.5.6. Cara-Cara Untuk Mencapai Kesadaran Politik ... 17
1.5.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Politik... 17
1.5.8. Definisi Konseptual Kesadaran Politik... 18
1.5.9. Definisi Operasional Kesadaran Politik... 18
1.5.10. Konsep Sektor Informal. ... 18
1.6. Metodologi Penelitian 1.6.1. Jenis Penelitian... 22
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data... 22
1.6.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 23
1.6.4. Teknik Analisis Data... 23
BAB II : Deskripsi Lokasi Penelitian
2.1. Deksripsi Kota Kisaran... ... 26
2.2. Keadaan Geografi Kota Kisaran... 29
2.3. Kependudukan Di Kota Kisaran... 31
2.3.1. Perkiraan Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Kisaran... 31
2.4. Sarana Kesehatan... 32
2.5. Agama dan Kepercayaan... 33
2.6. Penggunaan Lahan... 34
2.7. Pekerja Sektor Informal di Kota Kisaran... 36
BAB III : Penyajian Data dan Analisa Data 3.1. Karakteristik Responden Data... 40
3.2. Analisis Jawaban Responden Atas Kuesioner Penelitian... 42
3.3. Tabulasi Silang Pemahaman Politik Dengan Kesadaran Politik... 45
3.4. Uji Hipotesa / Korelasi... 46
3.5. Penjelasan Hubungan Yang Rendah Antara Pemahaman Politik Dengan Kesadaran Politik Pekerja Sektor Informal Di Kota Kisaran... 47
BAB IV : Penutup 4.1. Kesimpulan... 49
4.2. Saran... 49
Daftar Pustaka... 51
Daftar Lampiran :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
ARTHUR OKTOBERIN (070906030)
KORELASI ANTARA PEMAHAMAN POLITIK DAN KESADARAN POLITIK PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA KISARAN
(Studi Kasus : Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013)
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah: 1). Untuk mengetahui hal yang mendorong pekerja sektor informal ikut berpartisipasi dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013di Kota
Kisaran, 2). Untuk mengetahui kesadaran politik pekerja sektor informal di kota Kisaran
untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013, 3). Untuk mengetahui hubungan korelasional antara pemahaman politik dengan kesadaran politik pekerja sektor Informal di Kota Kisaran.
Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif kuantitatif, bertujuan untuk mengetahui korelasi antara variabel pemahaman politik dengan tingkat kesadaran politik. Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dengan analisis tabulasi tunggal dan tabulasi silang.
Hasil penelitian menunjukkan 1). Keikutsertaan pekerja sektor informal dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Kisaran didorong oleh adanya pemahaman dan kesadaran politik, 2). Kesadaran politik pekerja sektor informal akan meningkat apabila pekerja tersebut mendapatkan peningkatan kesejahteraan dalam
kehidupannya, 3). Terdapat korelasi / hubungan yang rendah antara pemahaman politik
dengan tingkat kesadaran politik pekerja sektor informal di Kota Kisaran.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE
ARTHUR OKTOBERIN (070906030)
THE CORRELATION BETWEEN POLITICAL UNDERSTANDING AND POLITICAL AWARENESS OF INFORMAL SECTOR WORKERS IN KISARAN
(Case Study : Governor Election Of North Sumatera 2013)
ABSTRACT
The purpose of the study was: 1). To study the factors that encourage informal sector workers participated in Governor election of North Sumatra in 2013 in Kisaran, 2). To determine the political consciousness of workers in the informal sector to participate in Governor election of North Sumatra in 2013 in Kisaran, 3). To determine the correlation between the political understanding and the political consciousness of informal sector in Kisaran.
This study is descriptive quantitative survey, aimed to determine the correlation between the variables of political understanding with political awareness. Data obtained from the results of the study will be analyzed with a single tabulation analysis and cross tabulation.
The results showed 1). The participation of the informal sector workers in Governor election of North Sumatra in 2013 in Kisaran driven by a lack of understanding and political awareness 2). Political awareness of the informal sector workers would increase if the workers get an increase in their prosperity. 3). There is a weak correlation between the political understanding and the level of political consciousness of workers in the informal sector in Kisaran.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kamus Besar Bahasa Indonesia1
Secara lebih terperinci, kelompok orang-orang yang bekerja sebagai tukang/penarik
becak, pedagang kaki lima, pedagang keliling (pedagang jajanan, pakaian, alat elektronik),
penyemir sepatu, pedagang asongan, pedagang warung, pembantu rumah tangga, loper koran,
sopir/kenek, pengamen, pemungut sampah, tukang catut, penjahit, kuli bangunan, tukang
patri, pemulung, pengemis dengan mudah dapat digolongkan sebagai pekerja/pelaku ekonomi
sektor informal
menjelaskan bahwa pengertian sektor informal
adalah, 1) lingkungan usaha tidak resmi; lapangan pekerjaan yang diciptakan dan diusahakan
sendiri oleh pencari kerja (seperti wiraswasta). 2) unit usaha kecil yang melakukan kegiatan
produksi dan/atau distribusi barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dan
penghasilan bagi mereka yang terlibat unit tersebut bekerja dengan keterbatasan, baik modal,
fisik, tenaga, maupun keahlian.
Di samping pengertian di atas, istilah sektor informal pada saat ini sudah sering sekali
terdengar dalam pembicaraan tentang dunia pekerjaan/pelaku ekonomi. Tetapi, hingga saat
ini masih banyak ditemukan pihak atau orang yang kurang tepat dalam mendefinisikan istilah
ini. Hal ini disebabkan luas dan kompleksnya cakupan sektor informal sehingga
mengakibatkan batasannya sulit dirumuskan secara tegas.
2
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan/Pusat Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-3). Jakarta: Balai Pustaka
2
Hart (1973)3
Pandangan tersebut kemudian dikembangkan Organisasi Buruh Internasional atau
International Labour Organization (ILO) lewat berbagai studinya yang dilakukan di dunia
ketiga. Beberapa ciri baku kegiatan sektor informal menurut ILO
adalah orang pertama yang melontarkan gagasan tentang sektor informal
secara eksplisit. Hart membagi orang yang bekerja di perkotaan menjadi tiga kelompok,
yaitu formal, informal sah dan informal tidak sah. Masing - masing kelompok tersebut
dibedakan menurut kegiatan yang dilakukan individu, jumlah pendapatan serta kontribusi
pengeluarannya. Kegiatan kelompok informal dicirikan dengan tingkat pendidikan formal
yang rendah, jumlah modal usaha yang kecil, perolehan upah rendah, dan bidang usaha yang
berskala kecil.
4
Berdasarkan hasil pengamatan para peneliti, hambatan yang mengekang kemajuan
sektor informal di daerah perkotaan adalah tidak adanya hukum/peraturan yang mampu
memberikan perlindungan (akomodatif) terhadap sektor ini. Sehingga, sektor informal
menjadi terkesan sebagai sektor yang berada di luar hukum. Keadaan ini mengakibatkan
adanya rasa apatis terhadap hukum dan politik di kalangan sektor informal. Apatisme
terhadap politik di kalangan sektor informal menimbulkan kesadaran politik yang apatis juga.
Hal ini dapat dilihat dalam setiap Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sering terdengar ucapan
dari para pelaku ekonomi sektor informal bahwa siapapun yang memenangkan Pilkada, adalah:
1) seluruh aktivitasnya bersandar pada sumberdaya sekitar; 2) skala usahanya relatif kecil dan merupakan usaha keluarga;
3) aktivitasnya ditopang oleh teknologi tepat guna dan bersifat padat karya; 4) tenaga kerjanya terdidik atau terlatih dalam pola pola tidak resmi; 5) seluruh aktivitasnya berada di luar jalur yang diatur pemerintah; 6) aktivitasnya bergerak dalam pasar yang sangat bersaing
3
Ketih Hart , “Informal Income Opportunities and Urban Employment in Ghana”, Journal of Modern African Studies , 11 (1) , 1973, hlm. 61-89
4
sektor informal akan tetap digusur atas nama ketertiban dan keindahan kota oleh kepala
daerah.
Menurut Survei LSI5, salah satu gejala penting dalam Pilkada hingga saat ini adalah
tingginya angka pemilih yang tidak ikut dalam pemilihan (golput). Di sejumlah wilayah,
angka golput ini bahkan mencapai hampir separuh dari jumlah DPT, seperti halnya yang
terjadi dalam Pilkada Kota Surabaya, Kota Medan, Kota Banjarmasin, Kota Jayapura, Kota
Depok dan Provinsi Kepulauan Riau. Jika kita bandingkan dengan pelaksanaan Pemilu
Legislatif dan Presiden, rata-rata golput Pilkada ini lebih besar (lihat Grafik 1). Pemilu
selama Orde Baru mempunyai partisipasi pemilih rata-rata di atas 90%, atau tingkat golput
rata-rata di bawah 10%. Pemilu 1999, diikuti oleh 93.3% dari total pemilih terdaftar. Atau
hanya 6.7%saja pemih yang tidak menggunakan hak pilihnya (golput). Partisipasi pemilih ini
turun menjadi 84.1% pada Pemilu Legislatif 2004. Angka partisipasi pemilih ini makin turun
saat Pemilu presiden, baik pada saat putaran pertama maupun kedua, dan turun lagi selama
pelaksanaan Pilkada.
Gambar 1. Partisipasi Pemilih (voter turnout) Dalam Beberapa Pemilu dan Pilkada Sumber. Lingkaran Survei Indonesia, Kajian Bulanan, Edisi 05 – September 2007
5
Pertanyaan yang timbul adalah : Mengapa masyarakat tidak memilih? Secara teoritis,
ada tiga teori besar yang menjelaskan mengapa seseorang tidak memilih. Pertama, teori
sosiologis. Seseorang tidak ikut dalam pemilihan dijelaskan sebagai akibat dari latar belakang
sosiologis tertentu, seperti agama, pendidikan, pekerjaan, ras dan sebagainya. Faktor jenis
pekerjaan juga dinilai bisa mempengaruhi keputusan orang ikut pemilihan atau tidak. Kedua,
teori psikologis. Keputusan seseorang untuk ikut memilih atau tidak ditentukan oleh
kedekatan dengan partai atau kandidat yang maju dalam pemilihan. Makin dekat seseorang
dengan partai atau kandidat tertentu, maka makin besar pula kemungkinan seseorang itu
untuk terlibat dalam pemilihan. Ketiga, teori ekonomi politik. Teori ini menyatakan bahwa
keputusan untuk memilih atau tidak dilandasi oleh pertimbangan rasional, seperti
ketidakpercayaan dengan pemilihan yang bisa membawa perubahan lebih baik, atau
ketidakpercayaan masalah akan bisa diselesaikan jika pemimpin baru terpilih, dan
sebagainya. Pemilih yang tidak percaya dengan pemilihan akan menciptakan keadaan lebih
baik, cenderung untuk tidak ikut memilih.6
Pemahaman akan politik sangat penting dalam menimbulkan seorang anggota
masyarakat untuk ikut berpartisipasi atau tidak dalam sebuah Pemilihan Umum (Pemilu).
Pemahaman politik juga akan membantu pemilih dalam memberikan hak pilihnya kepada Berdasarkan ketiga teori yang dikemukakan di atas dapat dilihat bahwa
kecenderungan yang paling banyak untuk tidak ikut dalam pemilu adalah teori sosiologis dan
teori ekonomi politik, dimana kita lihat kecenderungan yang sekarang terjadi di masyarakat
adalah sikap pragmatis dalam menjalankan kehidupan sehari hari, dimana masyarakat akan
tidak mau melakukan sesuatu apabila tidak membawa keuntungan kepada dirinya, khususnya
dari segi ekonomi. Satu hal lagi yang tidak dapat dipungkiri adalah masih rendahnya edukasi
kepada masyarakat khususnya di bidang pemahaman dan kesadaran politik mereka.
6
calon tertentu dalam sebuah Pemilu. Pemahaman politik yang sangat baik tentunya akan
menimbulkan kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik.
Sebagaimana diketahui bahwa kesadaran politik menyangkut pengetahuan, minat dan
perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik. Tingkat kesadaran politik
diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat menaruh perhatian terhadap masalah
kenegaraan dan pembangunan. Tingkat pendidikan politik di masyarakat itu sendiri
berbanding lurus dengan tingkat kesadaran berpolitik. Artinya, semakin kuat/tinggi tingkat
pendidikan politik dalam suatu kelompok masyarakat masyarakat maka kesadaran politiknya
juga akan semakin kuat/tinggi. Dengan memiliki tingkat kesadaran politik yang tinggi,
diharapkan terjadi pemulihan sistem politik yang berpegang erat pada Pancasila dan sekaligus
akan dapat menciptakan kesejahteraan bersama. Dan ketika tingkat kesadaran berpolitik
masyarakat sudah tinggi, maka niscaya dengan sendirinya sistem demokrasi akan berjalan
dengan baik yang dengan tentu didasari sikap patriotisme dan nasionalisme yang ada.
Pembangunan pengetahuan dan pemahaman warga negara terhadap konsep-konsep politik
dasar tertentu menjadi sangat penting untuk dilaksanakan. Karena tanpa adanya upaya
pembangunan kesadaran berpolitik, masyarakat yang memiliki kesadaran berpolitik politik
yang kritis tidak akan mungkin ditumbuhkan.
Sumatera Utara merupakan provinsi terbesar ketiga di Indonesia. Sebagai provinsi
yang besar, Sumatera Utara sangat memiliki arti bagi setiap partai politik untuk menjadi
daerah tempat mendulang suara di masa yang akan datang, khususnya dalam Pilpres 2014.
Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) telah dilakukan pada tanggal 7 Maret 2013
yang lalu. Pilgubsu kali ini diikuti lima pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, yaitu:
1. Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi yang diusung PKS, Partai Hanura, Partai Patriot
2. Chairuman Harahap-Fadly Nurzal yang diusung oleh Partai Golkar, PPP dan beberapa
partai lainnya,
3. Effendi Simbolon-Djumiran Abdi yang diusung oleh PDI-Perjuangan, PDS dan PPRN,
4. Gus Irawan Pasaribu-Soekirman yang diusung Partai Gerinda, PAN, Partai Barmas, Partai
Pelopor dan beberapa partai lainnya,
5. Amri Tambunan-Rustam Effendi (RE) Nainggolan yang diusung tunggal oleh Partai
Demokrat Sumatera Utara.
Selama kampanye terlihat hampir semua ketua partai pendukung calon gubernur dan
wakilnya turut serta dalam kampanye. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya arti
kemenangan sebagai gubernur Sumatera Utara bagi partai partai pendukung tersebut.
Salah satu pemerintah daerah di Provinsi Sumatera Utara adalah Pemerintah Daerah
Kabupaten Asahan, dengan ibukota Kisaran. Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara
tahun 2013 terdapat sekitar 70 ribu orang pemilih7
Jumlah penduduk Kabupaten Asahan berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 2000
adalah 935.855 jiwa (termasuk Kabupaten Batubara) termasuk penduduk yang bertempat
tinggal tidak tetap dan termasuk urutan ketiga terbesar di Sumatera Utara setelah Kabupaten . Jumlah ini tentunya sangat besar. Pemilih
tersebut apabila dibagi berdasarkan pekerjaannya terbagi menjadi dua kelompok yaitu:
kelompok yang bekerja di sektor informal dan yang bekerja di sektor formal. Sektor informal
merupakan bidang yang banyak ditekuni orang yang berasal dari berbagai tingkat pendidikan,
mulai dari tidak tamat SD sampai yang berpendidikan tinggi. Sebagaimana kita ketahui
bahwa di bidang sektor informal, tidak terdapat pengaruh/hubungan pendidikan seseorang
dengan usaha/kegiatan yang digelutinya.
7
Deli Serdang dan Kota Medan. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 1990 -
2000 berdasarkan angka terakhir SP 2000 adalah 0,58% per tahun.8
Jumlah penduduk Asahan pada bulan Juni tahun 2009 setelah terpisah dengan
Kabupaten Batubara diperkirakan sebesar 700.606 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar
188,36 jiwa per km2. Sebagian besar penduduk bertempat tinggal di daerah pedesaan yaitu
sebesar 70,58% dan sisanya 29,42% tinggal di daerah perkotaan. Jumlah rumah tangga
adalah sebanyak 168.019, dan setiap rumah tangga rata-rata dihuni oleh sekitar 4,2 jiwa.
Sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2009 hanya mencapai angka 1,71%.
Jika dilihat dari klasifikasi jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2009 lebih
sedikit dari penduduk perempuannya, dengan persentase sebesar 49,82% dengan rasio jenis
kelamin sebesar 99,28 yang artinya dari 100 penduduk perempuan terdapat kira-kira 9
penduduk laki-laki.9
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Asahan tampaknya menurun pada tahun
2009. Pada tahun 2008, TPAK di Asahan mencapai angka 63,59%. Tetapi angka ini menurun
menjadi 62,2% pada tahun 2009. Jika dilihat dari status pekerjaannya, hampir sepertiga
(31,07%) penduduk yang bekerja di Asahan adalah buruh atau karyawan. Penduduk yang
berusaha dengan dibantu anggota keluarga mencapai 9,85%, sedangkan penduduk yang Bila dilihat per kecamatan, maka Kecamatan Kisaran Timur merupakan kecamatan
dengan jumlah penduduk terbesar dengan tingkat persebaran penduduk sebesar 9,90%.
Sedangkan Kecamatan Sei Kepayang Timur adalah yang terkecil, yaitu 1,36%. Untuk
kecamatan terpadat, urutan pertama adalah Kecamatan Kisaran Barat, disusul Kisaran Timur
dengan kepadatan di atas 1.700 jiwa per km2, dan yang terjarang adalah Kecamatan Bandar
Pulau. Hal ini dapat dimaklumi karena Kecamatan Kisaran Barat dan Kisaran Timur terletak
di ibukota Kabupaten Asahan.
8
Sumatera Utara Dalam Angka 2011. BPS Sumut
9
bekerja sebagai pekerja keluarga mencapai 7,42%. Hanya 3,84% penduduk Asahan yang
menjadi pengusaha yang mempekerjakan buruh tetap/bukan anggota keluarganya.10
Permasalahan era reformasi saat ini adalah sering dikaitkannya pihak pihak sektor
informal dengan “money politic”. Tetapi penulis menganggap hal tersebut tentunya sangat
sulit sekali dibuktikan kebenarannya karena sulitnya menemukan bukti - bukti otentik
terhadap hal tersebut dan juga keterbatasan kemampuan penulis untuk mengungkapkan hal
tersebut. Penulis hanya mencoba menggali sejauh mana tingkat pemahaman para pekerja
sektor informal, dan bagaimana keinginan mereka untuk berpartisipasi dalam Pilgubsu 2013. Jumlah penduduk Asahan yang merupakan angkatan kerja pada Agustus 2009 adalah
sebanyak 292,16 ribu jiwa, yang terdiri dari 265,19 ribu jiwa dikategorikan bekerja dan
sebesar 26,97 ribu jiwa dikategorikan mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran
terbuka). Penduduk Asahan yang bekerja ini sebagian besar bekerja pada sektor pertanian
yaitu 48,15%. Sektor kedua terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Asahan adalah sektor
perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 16,81%. Sektor lain yang cukup besar
peranannya dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa. Dalam hal ini sektor jasa yang
dimaksud adalah jasa perorangan, jasa perusahaan dan jasa pemerintahan yaitu sebesar
12,13% saja. Selebihnya bekerja di sektor penggalian dan pertambangan, sektor listrik, gas
dan air minum, sektor bangunan, sektor angkutan dan komunikasi, serta sektor keuangan.
Penyebaran penduduk Kabupaten Asahan sekitar 15 persen tinggal di Kota Kisaran,
dimana mayoritas penduduknya bekerja pada sektor perdagangan dan jasa. Penduduk yang
bekerja pada sektor perdagangan dan jasa ini mayoritas bekerja di sektor informal. Apabila
dikaitkan dengan Pilgubsu 2013, jumlah pemilih yang bekerja di sektor informal ini cukup
signifikan. Permasalahan yang timbul adalah, apakah tingkat partisipasi penduduk yang
bekerja di sektor informal sama signifikannya dengan jumlah mereka pada Pilgubsu 2013?
10
Penulis disini hanya memfokuskan pada ada-tidaknya korelasi (hubungan) antara pemahaman
politik dengan tingkat kesadaran politik pekerja sektor informal di Kota Kisaran (dalam hal
turut berpartisipasi dalam Pemilihan Gubsu 2013).
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apa yang membuat pekerja sektor informal ikut berpartisipasi dalam berpolitik?
2. Apakah terdapat korelasi antara pemahaman politik dengan tingkat kesadaran politik
pekerja sektor informal di Kota Kisaran?
1.3. Pembatasan Penelitian
Untuk dapat membuat sebuah penelitian lebih mendalam dan fokus maka perlu diadakan
pembatasan. Adapun batasan penelitian ini hanya difokuskan pada pemahaman politik.
Pembatasan dalam hal ini dimaksudkan hanya pada suatu kondisi seseorang dalam
menangkap materi yang berhubungan dengan politik, dan ditunjukkan dengan indikator:
1. Seseorang dapat mendeskripsikan pengertian politik secara awam.
2. Seseorang dapat menjelaskan jenis-jenis sistem politik yang berlaku di Indonesia
3. Seseorang mengetahui secara umum fungsi partai politik, dan
4. Seseorang bisa menjelaskan bahwa Pilgubsu 2013 merupakan bagian dari politik yang
ada di Indonesia)
Tingkat kesadaran politik ialah kondisi yang tanggap mengerti tentang hal yang
mencakup wawasan/pengetahuan politik, nilai-nilai dan orientasi politik, yang
memungkinkan seseorang untuk mengerti situasi, kondisi problematika masyarakatnya,
berpartisipasi pada kegiatan politik, dalam hal ini adalah Pemilihan Gubernur Sumatera Utara
tahun 2013
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan arah pelaksanaan penelitian, yang menguraikan apa
yang akan dicapai dan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan peneliti dan pihak lain yang
berhubungan dengan penelitian tesebut. Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hal yang mendorong pekerja sektor informal ikut berpartisipasi
dalam di Kota Kisaran
2. Untuk mengetahui kesadaran politik pekerja sektor informal di kota Kisaran untuk
berpartisipasi dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013
3. Untuk mengetahui hubungan korelasional antara pemahaman politik dengan
kesadaran politik pekerja sektor Informal di Kota Kisaran.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Tujuan akhir dari suatu penelitian ilmiah adalah agar dapat bermanfaat bagi suatu bidang
keilmuan. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat,
diantaranya:
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu akses untuk menambah
dan mengembangkan khasanah keilmuan secara umum, dan dalam bidang Ilmu
b. Secara praktis, diharapkan dapat menerangkan korelasi pemahaman politik dan
tingkat kesadaran politik pekerja sektor informal di Kota Kisaran.
1.5. Kerangka Teori
1.5.1. Pengertian Politik
Politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu“polis” yang berarti kota
atau negara. Istilah ini kemudian berkembang menjadi polities yang berarti warganegara,
politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti
pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.
Perhatian dan sentral politik adalah penyelesaian konflik antar manusia, proses
pembuatan putusan - putusan ataupun pengembangan kebijakan - kebijakan secara otoritas
yang mengalokasikan sumber - sumber dan nilai - nilai tertentu atau pelaksanaan kekuasaan
dan pengaruhnya di dalam masyarakat.11
Pengertian politik berdasarkan penggunaannya meliputi dalam arti kepentingan umum
dan politik dalam arti kebijakan (policy)12
11 Maran, Rafael Raga, 2001 Pengantar Sosiologi Politik. Rineke Cipta. Jakarta. Hal 58 12
Haryono, P. 2006. Menggali Latar Belakang Streotip dan Persoalan Etnis Cina di Jawa. Penerbit Mutiara Wacan. Semarang. Hal 116
. Dalam arti kepentingan umum baik yang berlaku
di bawah kekuasaan negara, di pusat maupun di daerah, lazim disebut politics (berarti suatu
rangkaian asas / prinsip keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu suatu keadaan yang akan kita kehendaki disertai dengan jalan cara
dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang kita inginkan). Politik dalam
arti kebijaksanaan (policy) adalah penggunaan pertimbangan - pertimbangan tertentu yang
dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita - cita atas keadaan yang kita
Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki.
Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan
kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam
beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang,
budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Politik yakni kesadaran
bermasyarakat, bukanlah sesuatu hal yang harus dihindarkan. Tetapi politik harus
diselenggarakan sesuai kebutuhan, dan politik harus dapat menjawab tantangan hari depan.
Dengan demikian dapat disimpulkan politik merupakan segala sesuatu yang
menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi
seseorang (private goals). Dan berhubungan dengan kewarganegaraan dalam bermasyarakat,
politik ini menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan
kegiatan-kegiatan perseorangan. Politik merupakan kesadaran bermasyarakat dan politik yang
dihadapi dalam permasalahan sehari-hari dalam masyarakat serta tentang negara dan
pemerintahan.
1.5.2. Pemahaman Politik
Pemahaman berasal dari kata “paham” yang artinya mengenal benar akan suatu hal.
Pemahaman (comprehention) diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan dengan sebaik-baiknya terhadap objek
yang dipelajari.
Pemahaman juga adalah mempertahankan, memperluas, menyimpulkan,
menggeneralisasikan, memberi contoh, menuliskan kembali, memperkirakan.13
13
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 134 Dengan
hubungan yang sederhana di antara fakta dan konsep dari suatu bahan yang telah
dipelajarinya.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemahaman adalah suatu
kemampuan berpikir seseorang untuk dapat menginterprestasikan materi yang diperoleh
dengan menjelaskan, menyimpulkan, serta merumuskannya dan memberikan contoh secara
benar. Seseorang yang paham berarti mereka mengerti secara benar apa yang diketahuinya.
Pengukuran pemahaman yang sering digunakan adalah kognitif, afektif, dan
psikomotorik14
Pemahaman seseorang terhadap suatu obyek atau peristiwa dimulai dari tahap awal
hingga tahap akhir yang menunjukkan seseorang tidak hanya mengetahui suatu masalah . Pemahaman merupakan salah satu tingkatan dari aspek perilaku kognitif.
Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis dan evaluasi/penilaian. Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Pengetahuan, adalah aspek yang paling penting, seseorang dituntut untuk mengenali dan mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah dan lain sebagainya, dan harus mengerti atau dapat menggunakannya
2) Pemahaman diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek dan materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebaik-baiknya terhadap objek yang dipelajari
3) Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dari situasi atau kondisi riil. Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
4) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis artinya menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, hal itu merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian- penilaian itu dilakukan berdasarkan berbagai kriteria yang telah ada.
14
tetapi juga mengerti serta memahami apa yang telah ia pelajari. Tingkatan pemahaman
menurut Buxton dalam Wahyudi15
a. Tingkatan pertama disebut tingkatan pemahaman meniru (role learning).
dibagi dalam empat tingkatan, sebagai berikut:
b. Tingkatan kedua disebut tingkatan pemahaman observasi (observational
understanding).
c. Tingkatan ketiga disebut tingkatan pemahaman pencerahan (insightful
understanding). Seseorang telah melakukan kegiatan dengan benar setelah beberapa waktu kemudian dia menyadari bagaimana dia telah berhasil menyelesaikan kegiatan tersebut.
d. Tingkatan keempat disebut tingkatan pemahaman relasional(rational understanding).
Pada tingkatan ini, seseorang tidak hanya tahu tentang penyelesaian suatu masalah, tetapi dia juga dapat menerapkannya pada situasi lain, baik yang relevan maupun yang lebih kompleks.
Berdasarkan tingkatan pemahaman diatas, dapat dikatakan bahwa sangatlah penting
untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pemahaman yang diperoleh atas pengalaman yang
telah dilalui. Seseorang dengan kemampuan kognitif tinggi biasanya lebih mudah memahami
dibandingkan dengan seseorang yang memiliki kemampuan kognitif rendah.
1.5.3. Definisi Konseptual Pemahaman Tentang Politik
Pemahaman tentang politik adalah suatu kondisi dimana seseorang mengerti secara
benar dan tahu akan permasalahan yang berhubungan dengan pemerintahanmaupun
kewarganegaraan dalam bermasyarakat dan hubungannya dengan lingkungan sosial
masyarakatnya. Pemahaman politik secara konseptual dapat diartikan sebagai suatu kondisi
seseorang dalam menangkap materi yang berhubungan dengan politik.
Setelah diketahui definisi konseptual pemahaman politik selanjutnya dijelaskan
definisi operasional pemahaman politik.
15
1.5.4. Definisi Operasional Pemahaman Tentang Politik
Pemahaman dalam hal tentang materi politik disini khususnya dipilih yaitu secara
umum yang biasa diketahui oleh masyarakat, di antaranya yaitu yang akan dijabarkan
kedalam beberapa indikator di bawah ini :
1. Mendeskripsikan pengertian politik
2. Menjelaskan tentang macam-macam sistem politik yang berlaku di Indonesia
3. Menganalisis tentang fungsi partai politik
4. Mendeskripsikan bentuk-bentuk partisipasi politik
1.5.5. Pengertian Kesadaran Politik
Kesadaran adalah suatu kondisi psikologis yang tanggap terhadap sesuatu hal,
sedangkan politik adalah segala hal ikhwal tentang negara. Jadi kesadaran politik berarti
suatu kondisi psikologis yang tanggap terhadap segala hal ikhwal negara16
Manusia yang sadar ialah manusia yang memiliki pandangan ideologi yang kritis, rasa
keterikatan dengan masyarakat tertentu dan mengenal kondisi komunitas tersebut. Manusia
yang memiliki rasa tanggung jawab individu dalam menghadapi problematikanya,
karakternya diformat oleh perasaan kolektif dan partisipasif dalam perjalanan dan pekerjaan
masyarakatnya. Dengan kesadaran itu ia benar-benar mengerti dan mampu menangkap situasi
dan kondisi zaman dan masyarakat setempat.
. Jika kesadaran
politik itu berarti tanggap terhadap segala hal ikhwal kenegaraan, hal ini berarti bahwa
apabila seseorang meningkatkan kesadaran politiknya, maka orang tersebut pasti lebih
tanggap terhadap hal ikhwal kenegaraan.
17
Kasadaran adalah pengetahuan yang kritis, pandangan yang benar terhadap realitas
dan pemahaman yang baik terhadap dunia dimana manusia itu hidup, kemudian berusaha
16
Naning, R. 1982. Aneka Asas Ilmu Negara. PT. Bina Ilmu. Surabaya. Hal 89
17
mengubahnya. Kesadaran adalah instrumen kritis yang digunakan oleh orang-orang tertindas
untuk menyingkap hakekat diri dan mereka yang menindasnya. Ketika mereka menyadari
hakekat penindasan dan mengerti bahwa ia hanyalah sekedar sandungan yang bisa dilewati,
saat itulah awal usaha mereka menuju pembebasan. Mengerti saja tidak cukup untuk
merealisasikan kebebasan. Karenanya, ia harus benar-benar menjadi kekuatan riil yang dapat
menggerakkan aksi perjuangan.18
1. pandangan yang komperehensif,
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran politik mencakup :
2. wawasan yang kritis,
3. rasa tanggung jawab, dan
4. keinginan untuk mengubah, dalam rangka mewujudkan kebebasan atau menghadapi
berbagai problematika sosial.
Sedangkan secara konsepsi politik, menurut Ruslan (2002), kesadaran politik adalah :
Pandangan universal yang mencakup wawasan politik, nilai-nilai dan orientasi politik, yang
memungkinkan seseorang untuk mengerti situasi, kondisi problematika masyarakatnya,
memecahkannya, memberikan keputusan dan menentukan pendirian terhadapnya, yang
mendorongnya untuk bergerak dalam rangka merubah atau mengembangkannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran politik merupakan
suatu kondisi seseorang yang tanggap terhadap suatu pandangan universal yang mencakup
wawasan politik, nilai-nilai dan orientasi politik, yang memungkinkan seseorang untuk
mengerti situasi, kondisi problematika masyarakat, dan dapat memecahkannya.
18
1.5.6. Cara-Cara Untuk Mencapai Kesadaran Politik
Kesadaran politik dapat dicapai melalui beberapa cara berikut, yaitu :
1. Arahan politik secara langsung. Arahan politik secara langsung dapat dilakukan baik
melalui jalur formal maupun nonformal, melalui penjelasan-penjelasan politik, melalui
usaha-usaha bimbingan, dan pengajaran pendidikan politik langsung, yang dilakukan oleh
para pemikir dan pemimpin politik.
2. Pengalaman politik yang didapatkan melalui partisipasi politik secara langsung.
3. Kesadaran yang muncul dari belajar secara mandiri. Misalnya membaca koran dan
buku-buku tentang politik, serta mengikuti berbagai peristiwa.
4. Kesadaran yang lahir melalui dialog-dialog kritis.
5. Ditambah dengan kesadaran politik yang merupakan hasil dari dua metode, yaitu
apprenticeship dan generalisasi. Metode – metode tersebut dapat menghantarkan
seseorang untuk mendapatkan kesadaran politik.
1.5.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Politik
Kesadaran politik dapat dipengaruhi banyak faktor. Dalam Ruslan (2002), faktor
yang mempengaruhi kesadaran politik yang terpenting diantaranya adalah:
1. Jenis kultur politik dimana individu itu tumbuh, dengan kata lain tabiat kepribadian
politik yang terbentuk darinya.
2. Berbagai revolusi dan perubahan budaya yang terjadi di masyarakat.
3. Berbagai kemampuan dan kecakapan khusus yang dimiliki individu, juga tingkat
pendidikannya.
4. Adanya pemimpin politik/sejumlah tokoh politik yang jenius yang mampu memberikan
1.5.8. Definisi Konseptual Kesadaran Politik
Kesadaran politik adalah suatu kondisi yang tanggap mengerti tentang hal yang
mencakup wawasan/pengetahuan politik, nilai-nilai dan orientasi politik, yang
memungkinkan seseorang untuk mengerti situasi, dan kondisi problematika
1.5.9. Definisi Operasional Kesadaran Politik
Kesadaran politik dapat dilihat melalui beberapa indikator yang meliputi :
1. Kesadaran dalam menyikapi realita yang terjadi sesuai dengan pandangan yang
terbentuk pada dirinya.
2. Kesadaran untuk membentuk organisasi/gerakan dalam mewujudkan cita-cita
bersama.
3. Kesadaran untuk mengerti akan problematika politik yang terjadi di masyarakatnya.
4. Kesadaran akan hakikat sikap politik dimana individu menjadi sadar dan mampu
memahami peristiwa politik serta sadar akan peristiwa atau masalah politik.
1.5.10. Konsep Sektor Informal
Konsep sektor informal muncul dalam konsep keterlibatan pakar-pakar
internasional dalam perencanaan pembangunan di dunia ketiga. Gejala ini muncul
setelah kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua. Pada
waktu itu muncullah gagasan-gagasan di tingkat internasional maupun nasional untuk
mempercepat laju pertumbuhan ekonomi pada negara-negara yang dimaksud. Melalui
lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang, seperti lembaga Bank Dunia (World
Bank), lembaga Keuangan Internasional (International Monetary Found, IMF) dan juga
melakukan berbagai studi dan mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam
pengambilan putusan menyangkut berbagai bidang yang dianggap mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi suatu negara berkembang. Pada tahun 1972 ILO meluncurkan
program untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep sektor informal yang
pertama kali diperkenalkan di ranah internasional.
Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul Kemiskinan Kota dan Sektor
Informal membahas perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus dengan
berbagai perdebatannya.19
19
Luthfi, Asrizal. 2008. Kemiskinan Kota dan Sektor Informal,
Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa konsep sektor
informal di negara sedang berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan
serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan di Afrika. Konsep ini
diperkenalkan oleh Keith Hart, seorang antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan
menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak terorganisir.
Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income Opportunities and Urban Employment in
Ghana, dikemukakan bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di Acca
dan kota-kota lain di Afrika bertentangan dengan apa yang selama ini diterima dalam
perbincangan tentang pembangunan ekonomi. Dalam laporannya kepada Organisasi Buruh
Sedunia (ILO), Hart mengajukan model dualisme terhadap kesempatan memperoleh
pendapatan pada angkatan kerja perkotaan. Konsep informalitas diterapkan kepada
bekerja sendiri (self-employed).
Namun, ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal yang diajukan Hart menjadi
hilang ketika telah dilembagakan dalam birokrasi ILO. Informalitas didefinisikan ulang
sebagai sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan. Sektor informal menunjuk kepada cara
perkotaan melakukan sesuatu dengan ciri-ciri:
(a) mudah memasukinya dalam arti keahlian, modal, dan organisasi;
(b) perusahaan milik keluarga;
(c) beroperasi pada skala kecil;
(d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan menggunakan teknologi sederhana; dan
(e) pasar yang tidak diatur dan berkompetitif.
Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor informal oleh ILO banyak
mendapatkan kritikan dari berbagai ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi,
khususnya Sosiologi Ekonomi. Mereka menganggap bahwa aktivitas sektor informal
merupakan suatu tanda berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat. Hal ini mirip
dengan yang disampaikan Hernando de Soto, seorang ekonom dari Peru yang banyak
dirujuk pemikirannya terutama yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal,
yang mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk dapat terintegrasi ke dalam
pasar disebabkan oleh kapitalisme yang semestinya mampu memperkaya orang-orang
yang terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat.
Sthurman dalam Manning20 dan Effendi21
(i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin;
mengemukakan istilah sektor informal
sebagai sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Alasan berskala kecil karena:
(ii) sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di
negara berkembang;
(iii) bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh
keuntungan;
(iv) umumnya mereka berpendidikan sangat rendah;
(v) mempunyai keterampilan rendah, dan
(vi) umumnya dilakukan oleh para migran.
20
Manning, Chris. 1987. “Penyerapan Tenaga Kerja di Perdesaan Jawa: Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak, dan Prospeknya di Masa Depan”, Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan. Yogyakarta, 1-3 Oktober 1987.
21
Dari ciri-ciri tersebut dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal
berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh pendapatan untuk dirinya
sendiri. Menurut Sthurman, konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun
bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi.
Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi untuk menentukan batasan
sektor informal baik dari sudut pandang operasional maupun penelitian.
Simanjuntak dalam Manning22 dan Effendi23
(i) kegiatan usaha umumnya sederhana;
, memberikan ciri-ciri yang tergolong
sebagai sektor informal, yaitu:
(ii) skala usaha relatif kecil;
(iii) usaha sektor informal umumnya tidak mempunyai izin usaha;
(iv) untuk bekerja di sektor informal lebih mudah daripada di sektor formal;
(v) tingkat pendapatan di sektor informal biasanya rendah;
(vi) keterkaitan sektor informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil; dan
(vii) usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam.
Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya pedagang kaki lima,
pedagang keliling, tukang warung, sebagian tukang cukur, tukang becak, sebagian
tukang sepatu, tukang loak serta usaha rumah tangga seperti: pembuat tempe, pembuat
kue, pembuat es mambo, pembuat barang anyaman dan lain-lain.
1.6. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian merupakan cara atau langkah yang harus ditempuh dalam
suatu penelitian ilmiah untuk memperoleh data guna menguji atau membuktikan
kebenaran suatu fenomena atau gejala. Agar dapat mencapai tujuan penelitian yang telah
ditentukan serta hasilnya dapat dipercaya, penelitian harus menggunakan langkah-langkah
1.6.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif kuantitatif.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, pendekatan ini digunakan
bertujuan untuk mengetahui korelasi antara variabel pemahaman politik dengan tingkat
kesadaran politik.
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari kuesioner
penelitian dan observasi langsung di tempat penelitian, yaitu jalan Diponegoro, jalan Sutomo
(jalan Listrik), di depan Stasiun Kereta Api Kisaran, Simpang Enam dan di sekitar tugu
Adipura kota Kisaran.
1.6.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini jumlahnya tidak diketahui secara pasti. Penulis telah
melakukan pencarian data ke BPS Kabupaten Asahan, dan hasilnya petugas mengatakan
untuk jumlah pekerja sektor informal di Kota Kisaran tidak dapat dirinci secara pasti.
Berdasarkan hal tersebut, dalam penarikan jumlah sampel maka penulis mengikuti pendapat
Maholtra24
Akibat tidak adanya kejelasan jumlah populasi sampel yang ada di lapangan, maka
penulis memutuskan untuk menentukan sampel penelitian menggunakan teknik accidental
sampling. Accidental sampling/Convenience sampling adalah teknik penarikan sampling yang menyatakan jumlah sampel atau responden untuk populasi yang tidak
diketahui, sampel atau responden yang diambil berjumlah 100 orang atau paling sedikit
empat atau lima kali jumlah sub variabel yang diteliti. Penulis menggunakan 100 orang
sebagai responden dalam penelitian ini.
24
probabilitas, dimana subyek dipilih karena mudahnya daya akses dan kedekatan mereka
kepada penulis. Subyek dipilih hanya karena mereka paling mudah untuk merekrut studi dan
peneliti tidak mempertimbangkan memilih mata pelajaran yang mewakili seluruh populasi.
Dengan kata lain, penulis mengambil sampel secara sembarang di lapangan berdasarkan
karakteristik sampel yang sesuai dengan apa dijabarkan penulis sebelumnya.
1.6.4. Teknik Analisis Data
Teknik analis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan dipersentasekan (Singarimbun)25
Teknik Analisis Tabel Tunggal merupakan suatu teknik analisis yang dilakukan
dengan membagi-bagikan variabel penelitian kedalam beberapa kategori yang dilakukan atas
dasar frekuensi. Tabel Tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang
terdiri dari kolom, yaitu sejumlah frekuensi dan persentase untuk setiap kategori
(Singarimbun)
. Data yang diperoleh dari hasil
penelitian akan dianalisis dalam beberapa tahap analisis, yaitu:
a. Analisis Tabel Tunggal
26
Teknik Analisis Tabel Silang merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk
menganalisis dan mengetahui hubungan variabel – variabel yang ada, sehingga dapat
diketahui apakah variabel tersebut bersifat positif atau negatif (Singarimbun) .
b. Analisis Tabel Silang
27
25Singarimbun,1995:273. Metode Penelitian Survey. Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia 26
Opcit 20
27
c. Uji Hipotesa
Uji hipotesa adalah pengujian data statistik untuk mengetahui apakah data hipotesa
yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk mengukur tingkat hubungan diantara dua
variabel yang dikorelasikan maka peneliti menggunakan rumus koefisien korelasi tata jenjang
(rank order correlation coefficient) oleh Spearman. Uji korelasi ini digunakan untuk
menunjukkan hubungan kedua variabel dimana tata data dimuat dalam ranking.
Selanjutnya, untuk mengukur kekuatan derajat hubungan digunakan nilai koefisien
korelasi sebagai berikut (Kriyantono)28
28Kriyantono, Rachmat. 2006.168-169. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media,
Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
:
< 0,20 : Hubungan rendah sekali/lemah sekali
0,20-0,39 : Hubungan rendah tapi pasti
0,40-0,70 : Hubungan yang cukup berarti
0,71-0,90 : Hubungan yang tinggi/kuat
> 0,90 : Hubungan yang sangat tinggi/kuat sekali.
1.7. Sistematika Penulisan
Dalam Sistematika Penulisan ini, secara terperinci akan disajikan sistematika yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dilakukan guna mempermudah dalam
memahami isi skripsi, yang dibagi ke dalam empat bab yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini dibagi ke dalam tujuh bagian, yaitu: Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Batasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi
BAB II : DESKRIPSI KOTA KISARAN
Dalam bab ini dibahas mengenai gambaran umum kota Kisaran, seperti profil daerah
hingga karakteristik penduduk, beserta gambaran singkat tentang pekerja sektor informal di
kota Kisaran.
BAB III: PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA
Dalam bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan dari apa yang telah penulis
dapatkan selama masa penelitiannya.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian. Adapun isi dari bab ini adalah
kesimpulan dari penulis terhadap hasil akhir dari penelitian yang telah dilakukan oleh
penulis, berikut saran, yang ke depannya diharapkan mampu memberikan masukan positif
bagi pihak-pihak terkait ataupun bagi para peneliti dalam studi kasus yang sama di masa yang
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
2.1. Deskripsi Kota Kisaran
Kota Kisaran yang terletak pada bagian timur Provinsi Sumatera Utara dan berjarak
160 Km dari timur kota Medan, merupakan ibukota Kabupaten Asahan. Secara geografis,
Kabupaten Asahan terlatak pada 2030’00” - 3010’00” Lintang Utara, 99001 – 100000 Bujur
Timur, dengan ketinggian wilayah di atas 0 – 1000 m di atas permukaan laut.
Seperti umumnya daerah-daerah lainnya yang berada di Sumatera Utara, Kabupatan
Asahan termasuk daerah yang beriklim tropis dan memiliki dua musim, yaitu musim kemarau
dan musim hujan. Musim kemarau dan musim hujan biasanya ditandai dengan sedikit
banyaknya hari hujan dan volume curah hujan pada bulan terjadinya musim.
Menurut catatan Stasiun Klimatologi PTPN III Kebun Sei Dadap, pada tahun 2012
terdapat 90 hari hujan sebanyak 2.100 mm. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Maret
yaitu 337 mm dengan hari hujan sebanyak 9 hari. Sedangkan curah hujan paling kecil terjadi
pada bulan Februari sebesar 62 mm dengan hari hujan sebanyak 4 hari. Rata-rata curah hujan
tahun 2012 mencapai 175,08 mm/bulan.
Luas Kabupaten Asahan adalah 3.799,39 Km2 (379.939 Ha) dan terdiri dari 25
kecamatan dan 204 desa/kelurahan. Untuk administrasi wilayah sendiri, Kabupatan Asahan
berbatasan dengan:
Sebelah utara : Kabupaten Batu Bara
Sebelah selatan : Kabupaten Labuhan Batu Utara
Sebelah barat : Kabupaten Simalungun
Untuk daftar jumlah kecamatan di Kabupaten Asahan beserta luas wilayah dan jumlah
penduduknya akan dijabarkan pada tabel berikut :
Kecamatan
Luas Wilayah Penduduk (orang)
Km2 % Jumlah %
Bandar Pasir Mandoge 651,00 17,13 33.316 4,91
Bandar Pulau 433,00 11,41 20.803 3,07
Aek Songsongan 117,31 3,09 16.722 2,47
Rahuning 184,27 4,85 17.761 2,62
Pulau Rakyat 250,99 6,61 31.987 4,72
Aek Kuasan 95,23 2,51 23.176 3,42
Aek Ledong 82,13 2,16 19.977 2,95
Sei Kepayang 253,30 6,19 17.352 2,56
Sei Kepayang Barat 82,92 2,18 13.009 1,92
Sei Kepayang Timur 142,80 3,76 8.724 1,29
Tanjung Balai 55,61 1,46 35.401 5,22
Simpang Empat 130,44 3,44 40.011 5,90
Teluk Dalam 96,00 2,53 17.528 2,59
Air Batu 94,60 2,49 39.713 5,86
Sei Dadap 65,72 1,73 31.315 4,62
Buntu Pane 218,28 5,74 22.863 3,37
Tinggi Raja 125,56 3,30 18.360 2,71
Setia Janji 202,66 5,33 11.607 1,71
Meranti 90,75 2,39 19.660 2,90
Rawang Panca Arga 90,30 2,38 17.785 2,62
Air Joman 92,86 2,44 46.468 6,85
Silo Laut 89,45 2,35 20.456 3,02
Kisaran Barat 32,96 0,87 55.969 8,26
Kisaran Timur 38,92 1,02 69.771 10,29
Total 3.799,39 100,00 677.876 100,00
Sumber : Asahan Dalam Angka (2013)
Dari mulai berdirinya Kabupaten Asahan pada tanggal 15 Maret 1946, hingga saat ini
Kabupaten Asahan dipimpin oleh Bupati Asahan, yaitu:
1. Abdullah Eteng (15-3-1946 s/d 30-1-1954)
2. Rakutta Sembiring (1-2-1954 s/d 29-2-1960)
3. H. Abdul Aziz (1-3-1960 s/d 3-5-1960)
4. Usman J. S. (4-5-1960 s/d 10-5-1966)
5. H. A. Manan Simatupang (11-5-1966 s/d 31-1-1979)
6. Drs. Ibrahim Gani* (1-2-1979 s/d 2-3-1979)
7. DR. Bahmid Muhammad (2-3-1979 s/d 2-3-1984)
8. H. A. Rasyid Nasution, SH* (2-3-1984 s/d 17-3-1984)
9. A. Wahab Dalimunthe, SH* (17-3-1984 s/d 22-6-1989)
10.H. Zulfirman Siregar (22-6-1984 s/d 22-6-1989)
11.H. Rihold Sihotang periode I (22-6-1989 s/d 22-6-1994)
12.H. Rihold Sihotang periode II (22-6-1994 s/d Juli 1999)
13.Drs. H. Fachruddin Lubis* (Juli 1999 s/d 12-1-2000)
14.Drs. Hakimil Nasution* (12-1-2000 s/d 25-3-2000)
16.Ir. H. Syarifullah Harahap, MSi* (25-3-2005 s/d 8-8-2005)
17.Drs. H. Risuddin (8-8-2005 s/d 18-8-2010)
18.Drs. H. Taufan Gama Simatupang, MAP (19-8-2010 s/d sekarang)
(* Pelaksana Bupati)
2.2. Keadaan Geografi Kota Kisaran
Kota Kisaran yang merupakan ibukota Kabupaten Asahan adalah bagian dari
kecamatan Kisaran Barat, yang terletak di bagian tengah kabupaten Asahan. Kota Kisaran
memiliki luas wilayah 71,88 Km2, dengan persentase luas wilayah 1,89 % dari total wilayah
Kabupaten Asahan. Secara geografis, kota Kisaran terletak di antara 900 11’ – 1000 30’ -360
22’LU dengan administrasi batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah utara : kecamatan Meranti
Sebelah selatan : kecamatan Kisaran Barat
Sebelah barat : kecamatan Meranti
Sebelah timur : kecamatan Kisaran Timur
Wilayah Kota Kisaran bila ditinjau dari segi geografi fisik berada di dataran rendah.
Bentuk permukaan lahannya bervariasi, dari permukaan datar dan bergelombang hingga
berbukit. Kemiringan lahan di wilayah kota kisaran ini berada antara 0-5 % dibagian barat,
5-15 % di bagian timur dan selatan kecamatan, sedangkan perbukitan terdapat dibagian utama
kota dan ketinggian dari atas permukaan laut berada di antara 100- 500 meter.
Kota Kisaran termasuk wilayah yang beriklim tropis dengan temperatur udara
maksimum sebesar 38° C dan minimum 28° C. Kelembaban udara rata-rata sebesar 80%.
Banyaknya curah hujan 1.980 mm pertahun, dan rata-rata sekitar 165 mm perbulan. Intensitas
hujan yang terjadi di wilayah ini termasuk klasifikasi sedang. Musim penghujan terjadi antara
Kisaran sendiri merupakan sebuah kota yang terbagi menjadi dua kecamatan, yaitu
Kisaran Barat dan Kisaran Timur. Tiap kecamatan terbagi ke dalam beberapa kelurahan.
Kecamatan Kisaran Barat terdiri dari tiga belas kecamatan, yaitu :
1. Kelurahan Sei Renggas
2. Kelurahan Bunut
3. Kelurahan Bunut Barat
4. Kelurahan Sidomukti
5. Kelurahan Sidodadi
6. Kelurahan Dadimulyo
7. Kelurahan Kisaran Baru
8. Kelurahan Mekar Baru
9. Kelurahan Kisaran Barat
10. Kelurahan Tegal Sari
11. Kelurahan Sendang Sari
12. Kelurahan Kisaran Kota
13. Kelurahan Tebing Kisaran
Sedangkan Kecamatan Kisaran Timur terbagi ke dalam dua belas kelurahan yang di
antaranya adalah sebagai berikut :
1. Kelurahan Kisaran Timur
2. Kelurahan Teladan
3. Kelurahan Mutiara
4. Kelurahan Selawan
5. Kelurahan Siumbut-umbut
7. Kelurahan Gambir Baru
8. Kelurahan Karang Anyer
9. Kelurahan Lestari
10. Kelurahan Sentang
11. Kelurahan Kisaran Naga
12. Kelurahan Kedai Ledang
2.3. Kependudukan Di Kota Kisaran
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan
pada tahun 2012, jumlah penduduk di Kota Kisaran mencapai 125.740, dengan pembagian
wilayah penyebaran untuk Kecamatan Kisaran Barat sebesar 55.969 jiwa dan Kecamatan
Kisaran Timur sebesar 69.771 jiwa. Jumlah keseluruhan dari total penduduk Kota Kisaran
adalah sekitar 18,55 % dari total penduduk Kabupaten Asahan.
2.3.1. Perkiraan Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Kisaran
Untuk estimasi perkiraan jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kota Kisaran,
dapat dirincikan pada tabel berikut:
Kelompok Umur
(dalam satuan tahun)
Kec. Kisaran Barat Kec. Kisaran Timur
0 – 4 5.293 7.081
5 – 9 5.060 6.732
10 – 14 5.562 7.042
15 – 19 5.719 7.354
25 – 29 4.691 5.761
Tabel 2.2.1. Perkiraan Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Kisaran Sumber : Asahan Dalam Angka (2013)
2.4. Sarana Kesehatan
Secara keseluruhan, sarana kesehatan yang tersedia untuk penduduk Kabupaten
Asahan sebetulnya masih bisa dikategorikan belum cukup memadai. Hal ini bisa dilihat dari
ketersediaan Rumah Sakit di daerah-daerah lain di Kabupaten Asahan, selain Kisaran. Dari
data yang penulis peroleh, Kisaran dan Kecamatan Sei Dadap adalah satu-satunya daerah di
Kabupaten Asahan yang memiliki bangunan Rumah Sakit. Kota Kisaran sendiri telah
memiliki sebuah Rumah Sakit Umum dan sembilan Rumah Sakit Swasta.
Klinik 2 4
Posyandu 73 81
Apotek Umum 12 5
Toko Obat 9 14
Dokter Umum 30 13
Dokter Gigi 6 3
Dokter Spesialis 19 -
Tenaga Bidan (Pemerintah) 62 70
Tenaga Bidan (Swasta) 52 17
Sumber : Asahan Dalam Angka (2013)
2.5. Agama dan Kepercayaan
Mayoritas penduduk di kota Kisaran adalah penganut agama Islam, dengan
penyebaran terbanyak terdapat di Kecamatan Kisaran Timur dengan jumlah penganut yang
mencapai 58.323 orang. Agama dengan penganut terbanyak kedua adalah Kristen Protestan,
disusul Buddha, Kristen Katolik dan Hindu. Rincian selengkapnya akan disertakan dalam
tabel berikut:
Agama Kec. Kisaran Barat Kec. Kisaran Timur
Islam 47.480 58.323
Kristen Protestan 4.043 9.246
Kristen Katolik 321 629
Buddha 4.052 1.552
Hindu 73 18
Khonghucu - 3
Jumlah 55.969 69.771
Berdasarkan data yang penulis dapatkan, dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan
lainnya, Kisaran adalah daerah dengan penyebaran penganut agama Buddha terbesar di
Kabupaten Asahan, dengan total penganut 5.604 orang.
Untuk kota yang tidak terlalu besar seukuran kota Kisaran, pembangunan rumah
ibadah bisa dikatakan cukup merata. Bisa dilihat dari penyebarannya yang bisa kita temukan
mulai dari tengah kota hingga pinggiran desa. Untuk perincian jumlah rumah ibadah di kota
Kisaran dapat dilihat pada tabel berikut:
Tipe Rumah Ibadah Kec. Kisaran Barat Kec. Kisaran Timur
Masjid 43 41
Musholla 57 61
Gereja Katolik 1 -
Gereja Protestan 10 30
Kuil - -
Vihara 2 -
Tabel 2.4.1. Jumlah Rumah Ibadah di Kota Kisaran
2.6. Penggunaan Lahan
Kota Kisaran dipandang sebagai suatu objek studi di mana di dalamnya terdapat
berbagai macam lapisan masyarakat yang sangat kompleks yang telah mengalami proses
interelasi antar manusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Hubungan tersebut
ternyata mengakibatkan terciptanya pola keteraturan penggunaan lahan.
Menurut Park (1936), masyarakat manusia terorganisir ke dalam 2 tingkat, yaitu:
a. Tingkat Natural. Pada Tingkat Natural proses-proses ekologis yang terjadipada
masyarakatmirip dengan apa yang terjadi pada kelompok tumbuh-tumbuhan dan
i. membutuhkan tempat untuk tinggal
ii. mengembangkan keturunannya
iii. membutuhkan tempat untuk mencari makan
b. Tingkat Novel. Pada Tingkat Novel proses interaksi yang terjadi semakin kompleks
karena manusia tidak lagi hanya dipandang sebagai makhluk berbudaya dan beragama
yang mempunyai kekuatan mencipta dan berkarya yang selalu berkembang baik dalam
kaitannya antara hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungannya dan
manusia dengan Tuhannya.
Dilihat dari kedua tingkat tersebut, sangat jelas terlihat pada wilayah kota Kisaran
bahwasannya kelompok manusia yang ada selalu ingin berkembang dan membutuhkan
lahan/tempat untuk perkembangannya.
Ditinjau dari pendekatan ekonomi untuk struktur ruang kota / struktur penggunaan
lahan kota hal yang perlu mendapat perhatian adalah masalahtransportasi dan titik simpul
(pertemuan beberapa jalur transportasi) dalam suatu sistem transportasi. Apabila wilayah kota
mempunyai jaringan transportasi yang baik maka kota tersebut mempunyai peran yang cukup
besar terhadap perkembangan kota.
Kemudian masalah penggunaan lahan perkotaan dapat kita lihat dengan jelas
bahwasanya hanya orang-orang yang mampu menahan paling tinggilah yang dapat memiliki
tempat yang diinginkan, dengan demikian orang yang tidak dapat menawar dengan tinggi
maka akan tinggal lebih jauh dari pusat kota yang nilai lahannya lebih rendah namun biaya
transportasinya mahal.
Pola penggunaan lahan di wilayah Kota Kisaran mencerminkan suatu cara
penggunaan lahan yang cukup baik. Penggunaan lahan terbesar adalah perkebunan milik
swasta yang terdiri dari perkebunan karet dan kelapa sawit seluas 2.255 Ha. Lahan
hanya terdapat di 6 kelurahan, yaitu kelurahan Bunut, Bunut Barat, Sidomukti, Sidodadi,
Dadimulyo dan Sei Renggas.
Penggunaan lahan yang cukup luas lainnya adalah untuk perumahan danpekarangan
seluas 752 Ha. Penggunaan lahan terluas untuk perumahan dan pekarangan ini terdapat di
kelurahan Dadimulyo dengan luas lahan 105 Ha, diikuti kelurahan Sidodadi seluas 79
Ha.Persawahan hanya terdapat di tiga kelurahan yaitu kelurahan Sidodadi, Dadimulyo dan
Sei Renggas, dengan masing-masing luas 25 Ha, 20 Ha dan 10 Ha. Sedangkan penggunaan
lahan yang terkecil adalah rawa-rawa seluas 34 Ha yang terdapat di lima kelurahan. Untuk
penggunaan lahan lainnya yang berupa badan jalan, jalan kereta api dan lainnya dengan luas
lahan 250 Ha.
2.7. Pekerja Sektor Informal di Kota Kisaran
Pekerja sektor informal yang diamati dalam penelitian ini adalah pekerja sektor
informal yang berada di Diponegoro, jalan Sutomo (jalan Listrik), depan Stasiun Kereta Api
Kisaran, Simpang Enam dan di sekitar tugu Adipura kota Kisaran. Di mana pola ruang
aktivitas pedagang sektor informal sangat dipengaruhi oleh aktivitas sektor formal dalam
menjaring konsumennya. Lokasi pekerja sektor informal sangat dipengaruhi oleh hubungan
langsung dan tidak langsung dengan berbagai kegiatan formal dan kegiatan informal atau
hubungan pekerja sektor informal dengan konsumennya. Untuk dapat mengenali penataan
ruang kegiatan pekerja sektor informal, maka harus mengenal aktivitas pekerja sektor
informal melalui pola penyebaran, pemanfaatan ruang berdasarkan waktu berdagang dan