• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Pemerintah Daerah Tentang Kesehatan Dan Pengaruhnya Terhadap Penganggaran Biaya Kesehatan Di Kota Pematangsiantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Persepsi Pemerintah Daerah Tentang Kesehatan Dan Pengaruhnya Terhadap Penganggaran Biaya Kesehatan Di Kota Pematangsiantar"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PEMERINTAH DAERAH TENTANG KESEHATAN

DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGANGGARAN BIAYA

KESEHATAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR

T E S I S

Oleh

RITHA NAINGGOLAN

057012025/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERSEPSI PEMERINTAH DAERAH TENTANG KESEHATAN

DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGANGGARAN BIAYA

KESEHATAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

RITHA NAINGGOLAN

057012025/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(3)

Judul Tesis : PERSEPSI PEMERINTAH DAERAH TENTANG KESEHATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGANGGARAN BIAYA KESEHATAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR

Nama Mahasiswa : Ritha Nainggolan Nomor Induk Mahasiswa : 057012025

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si) (Drs. Amru Nasution, M.Kes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 17 Maret 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si

Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PERSEPSI PEMERINTAH DAERAH TENTANG KESEHATAN

DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGANGGARAN BIAYA

KESEHATAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 17 Maret 2010

(6)

ABSTRAK

Pembiayaan kesehatan di Kota Pematangsiantar masih jauh dari yang diharapkan, sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 pembiayaan kesehatan di Kota Pematangsiantar antara 6-8% dari seluruh APBD. Kebijakan pembiayaan kesehatan sangatlah tergantung dari cara pandang dan persepsi pemerintah daerah tentang kesehatan. Persepsi maupun cara pandang para pengambil keputusan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti peran dan perilaku eksekutif dan legislatif.

Penelitian kualitatif untuk menganalisis persepsi pemerintah daerah yang terkait dengan penganggaran kesehatan di Kota Pematangsiantar. Informan dalam penelitian ini adalah eksekutif dan legislatif yang terlibat dalam penganggaran biaya kesehatan sebanyak 5 orang, didukung petugas program kesehatan di Puskesmas Kota Pematangsiantar sebanyak 102 orang. Pengumpulan data meliputi data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan data sekunder melalui cek data atau dokumen kepada 102 orang pelaksana program kesehatan di 17 puskemas serta instansi terkait. Data dianalisis dengan menggunakan teknik contents analysis.

Hasil penelitian menunjukkan informan eksekutif mengungkapkan persepsi lebih luas tentang program kesehatan yang bersifat lebih lengkap dibandingkan informan legislatif. Hal ini terkait dengan faktor fungsional eksekutif sebagai tenaga kesehatan, sehingga memiliki kerangka rujukan tentang kesehatan. Meski persepsinya baik namun anggaran sektor kesehatan di Kota Pematangsiantar tahun 2008 masih sebesar 8,16% dari total APBD. Jumlah ini belum sesuai dengan komitmen Bupati dan Walikota se-Indonesia tahun 2000 sebesar 15% alokasi anggaran pembangunan kesehatan. Anggaran pelaksanaan program kesehatan di Puskesmas Kota Pematangsiantar secara umum belum memadai untuk pelaksanaan program, sehingga tingkat pencapaian program kesehatan di puskesmas belum mencapai target.

  Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar disarankan memiliki perda tentang penarikan sumber-sumber yang dapat meningkatkan pendapat asli daerah khususnya di bidang kesehatan, membuat sistem advokasi dan sosialisasi serta pendidikan dan pelatihan tentang penyusunan anggaran kesehatan.

(7)

ABSTRACT

Health financing in Pematangsiantar City still far from the expected. Since the year 2003 up to year 2008 health financing ranges from 6-8% of the entire budget. Health financing policy is depend on the perspective and perceptions about the health of local government. Perception and perspective decision makers are influenced by various factors such as the role and behavior of the executive and legislative.

The purpose of this research was to analyze the perceptions of local government relating to health budgeting in Pematangsiantar City. Its type was qualitative research. Informants in this research were the executive and legislative budgeting involved in health care financing as much as 5 Informants, supported by the program officer at the health center Pematangsiantar of 102 informants. The data for this study were obtained through in-depth interviews based on interview guidelines. The data obtained were analyzed using content analysis techniques.

The results showed the perception of executive informants about health is more completed than perception of legislatif informant. Its was related to their function as health officer, therfore they had reference in health. Although the perception were good, but the health sector budget in the year 2008 Pematangsiantar still 8.16% of the total budget. This amount was not in accordance with the commitment of District and Mayors across Indonesia in 2000 for 15% of health development budget allocation. Budget implementation of health programs at the health center Pematangsiantar are generally not sufficient for the implementation of the program, so that the level of achievement of health programs in health centers have not reached the target.

Pematangsiantar District of Health recommended to have regulation in accordance with program requirements to increase budget in health sector, enhance advocacy and socialization that the health budget process..

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Persepsi Pemerintah Daerah tentang Kesehatan dan Pengaruhnya terhadap

Penganggaran Biaya Kesehatan di Kota Pematangsiantar".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K). dr.Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si dan Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes selaku anggota komisi penguji yang memberikan masukan kepada penulis dalam perbaikan dan penyempurnaan penulisan tesis ini sampai selesai.

Terima kasih kepada Walikota Pematangsiantar Ir. RE. Siahaan yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, serta menjadi informan. Terima kasih kepada seluruh informan: Bapak Drs. Midian Sianturi, Bapak dr. Ronald Saragih, Ibu Juniarito Pardede, SKM serta Bapak Drs. Zainal Purba, yang telah bersedia memberikan masukan dan keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada keluarga tercinta yang telah memberikan suport membantu dalam doa, moril dan materil. Khususnya kepada Ibunda Ny. Dolseria Nainggolan br. Siahaan dan anakku tercinta Tia Romarta Uli Siahaan.

Terima kasih juga para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Maret 2010 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Ritha Nainggolan, lahir pada tanggal 17 November 1961 di Pematangsiantar, anak ke tiga dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Almarhum Drs. FA Nainggolan dan Ibunda D. Br Siahaan.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Pematangsiantar selesai tahun 1973, Sekolah Menengah Pertama Negeri

1 Pematangsiantar selesai tahun 1976, Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Pematangsiantar selesai tahun 1980, Fakultas Kedokteran Gigi USU selesai tahun

1987.

Mulai bekerja sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil tahun 1987 di Puskesmas Seberlawan Kabupaten Simalungun, Tahun 1988 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di Puskesmas Seberlawan Kabupaten Simalungun sampai April tahun 1996. Tahun 1996 diangkat sebagai Kepala Seksi Penyuluhan Kesehatan Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun sampai tahun 2000. Tahun 2000 diangkat menjadi Kepala Sub Dinas Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun sampai akhir tahun 2005. Tahun 2006 pindah tugas ke Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar sebagai Kepala Sub Dinas Kesehatan Masyarakat sampai Agustus tahun 2008. Kemudian sejak September 2008 diangkat menjadi Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar sampai saat ini.

(12)

DAFTAR ISI

2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Persepsi ... 17

2.3. Perhatian... 19

2.4. Pemerintah Daerah ... 19

2.5. Anggaran Kesehatan ... 20

2.6. Landasan Teori... 27

2.7. Ruang Lingkup dan Kerangka Pikir Penelitian... 27

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 29

4.1. Gambaran Umum Kota Pematangsiantar... 33

4.2. Karakteristik Informan ... 33

(13)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 70

5.1. Persepsi tentang Kesehatan ... 70

5.2. Persepsi tentang Anggaran Kesehatan ... 74

5.3. Alokasi Anggaran Kesehatan... 79

5.4. Anggaran dan Pencapaian Program Kesehatan ... 84

5.5. Keterbatasan Penelitian... 89

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1. Kesimpulan ... 91

6.2. Saran... 93

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Karakteristik Informan ... 35 4.2. Matrik Jawaban Informan tentang Pentingnya Kesehatan di Kota

Pematangsiantar ... 36 4.3. Matrik Jawaban Informan tentang Upaya Promotif dalam Pelayanan

Kesehatan di Kota Pematangsiantar... 37 4.4. Matrik Jawaban Informan tentang Upaya Preventif dalam Pelayanan

Kesehatan di Kota Pematangsiantar... 39 4.5. Matrik Jawaban Informan tentang Upaya Kuratif dalam Pelayanan

Kesehatan di Kota Pematangsiantar... 40 4.6. Matrik Jawaban Informan tentang Upaya Reabilitatif dalam Pelayanan

Kesehatan di Kota Pematangsiantar... 42 4.7. Angaran Kesehatan di Puskesmas Kota Pematangsiantar tahun 2008... 63 4.8. Pencapaian Program Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kota

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Trend Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Usulan serta Alokasi Dana untuk Sektor Kesehatan di Kota Pematangsiantar tahun

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

(17)

ABSTRAK

Pembiayaan kesehatan di Kota Pematangsiantar masih jauh dari yang diharapkan, sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 pembiayaan kesehatan di Kota Pematangsiantar antara 6-8% dari seluruh APBD. Kebijakan pembiayaan kesehatan sangatlah tergantung dari cara pandang dan persepsi pemerintah daerah tentang kesehatan. Persepsi maupun cara pandang para pengambil keputusan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti peran dan perilaku eksekutif dan legislatif.

Penelitian kualitatif untuk menganalisis persepsi pemerintah daerah yang terkait dengan penganggaran kesehatan di Kota Pematangsiantar. Informan dalam penelitian ini adalah eksekutif dan legislatif yang terlibat dalam penganggaran biaya kesehatan sebanyak 5 orang, didukung petugas program kesehatan di Puskesmas Kota Pematangsiantar sebanyak 102 orang. Pengumpulan data meliputi data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan data sekunder melalui cek data atau dokumen kepada 102 orang pelaksana program kesehatan di 17 puskemas serta instansi terkait. Data dianalisis dengan menggunakan teknik contents analysis.

Hasil penelitian menunjukkan informan eksekutif mengungkapkan persepsi lebih luas tentang program kesehatan yang bersifat lebih lengkap dibandingkan informan legislatif. Hal ini terkait dengan faktor fungsional eksekutif sebagai tenaga kesehatan, sehingga memiliki kerangka rujukan tentang kesehatan. Meski persepsinya baik namun anggaran sektor kesehatan di Kota Pematangsiantar tahun 2008 masih sebesar 8,16% dari total APBD. Jumlah ini belum sesuai dengan komitmen Bupati dan Walikota se-Indonesia tahun 2000 sebesar 15% alokasi anggaran pembangunan kesehatan. Anggaran pelaksanaan program kesehatan di Puskesmas Kota Pematangsiantar secara umum belum memadai untuk pelaksanaan program, sehingga tingkat pencapaian program kesehatan di puskesmas belum mencapai target.

  Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar disarankan memiliki perda tentang penarikan sumber-sumber yang dapat meningkatkan pendapat asli daerah khususnya di bidang kesehatan, membuat sistem advokasi dan sosialisasi serta pendidikan dan pelatihan tentang penyusunan anggaran kesehatan.

(18)

ABSTRACT

Health financing in Pematangsiantar City still far from the expected. Since the year 2003 up to year 2008 health financing ranges from 6-8% of the entire budget. Health financing policy is depend on the perspective and perceptions about the health of local government. Perception and perspective decision makers are influenced by various factors such as the role and behavior of the executive and legislative.

The purpose of this research was to analyze the perceptions of local government relating to health budgeting in Pematangsiantar City. Its type was qualitative research. Informants in this research were the executive and legislative budgeting involved in health care financing as much as 5 Informants, supported by the program officer at the health center Pematangsiantar of 102 informants. The data for this study were obtained through in-depth interviews based on interview guidelines. The data obtained were analyzed using content analysis techniques.

The results showed the perception of executive informants about health is more completed than perception of legislatif informant. Its was related to their function as health officer, therfore they had reference in health. Although the perception were good, but the health sector budget in the year 2008 Pematangsiantar still 8.16% of the total budget. This amount was not in accordance with the commitment of District and Mayors across Indonesia in 2000 for 15% of health development budget allocation. Budget implementation of health programs at the health center Pematangsiantar are generally not sufficient for the implementation of the program, so that the level of achievement of health programs in health centers have not reached the target.

Pematangsiantar District of Health recommended to have regulation in accordance with program requirements to increase budget in health sector, enhance advocacy and socialization that the health budget process..

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendekatan pelayanan kesehatan yang digunakan pada abad ke-21, mengacu kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu seperti definisi sehat menurut WHO (World Health Organization), bahwa sehat merupakan suatu keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual. Sehat itu sendiri dapat diartikan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,spritual maupun sosial yang memungkinkan

setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU No 36

Tahun 2009).

Upaya mencapai kondisi sehat tersebut dilakukan upaya kesehatan

yaitu setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara

terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan

penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan

kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (UU No 36 Tahun 2009).

(20)

yang sama dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa memandang latar belakang agama, suku, jenis kelamin, dan tingkat sosial ekonomi harus memperhatikan hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Implementasi UU Nomor: 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor: 34 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, memungkinkan daerah untuk mengatur keuangannya sendiri. Bila dulu kesehatan dibiayai dari pusat, sekarang alokasi anggaran untuk kesehatan tergantung kepada Pemerintah Daerah (Pemda).

(21)

Perhatian pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan saat ini masih sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari alokasi anggaran untuk Departemen Kesehatan dari tahun ke tahun sangat rendah, kurang dari 5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun 1997/1998, alokasi anggaran untuk Departemen Kesehatan adalah 4,7% dari APBN dan hal ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 3,6%. Sementara itu di negara-negara yang sudah maju, alokasi anggaran untuk kesehatan mencapai 6%-15%. WHO menyatakan alokasi anggaran untuk kesehatan yang ideal adalah sekurang-kurangnya 5% dari anggaran belanja negara (APBN). Dari anggaran yang kecil ini, pengalokasiannya untuk pelayanan kesehatan masyarakat (promotif, kuratif, preventif dan rehabilitatif) sangat timpang atau tidak seimbang. Hal ini dapat dilihat dari alokasi anggaran rutin Departemen Kesehatan (Juanita, 2002).

Menurut Aryastami dkk. (2006), anggaran kesehatan sangat tergantung kepada pendapatan daerah dan anggaran daerah sepanjang adanya komitmen politik dari para penguasa daerah (pengambil keputusan). Komitmen para pengambil keputusan sangat mempengaruhi penganggaran atau alokasi biaya untuk sektor kesehatan.

(22)

outcome atau hasil akhir dari suatu sistem kesehatan. Laporan WHO tahun 2000

menunjukkan bahwa peranan dana sebagai salah satu input sangat menentukan derajat kesehatan suatu negara (Thabrany, 2005).

Menurut hasil penelitian Laode dkk. (2006) di Dinas Kesehatan Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, alokasi anggaran yang diperoleh Dinas Kesehatan pada era desentralisasi tidak sesuai dengan usulan anggaran, sehingga belum dapat mencukupi kebutuhan program dan ada beberapa kegiatan maupun program puskesmas yang tidak dapat dilaksanakan karena keterbatasan anggaran. Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap para Kasubdin Dinas Kesehatan Kabupaten Muna menunjukkan bahwa masih banyak program dan kegiatan-kegiatan di Dinas Kesehatan yang tidak terbiayai karena rendahnya alokasi anggaran. Hasil cross-check terhadap dokumen usulan anggaran dalam Dokumen Usulan Proyek (DUP) dan Rincian Anggaran Satuan Kerja (RASK) dan dokumen yang telah disahkan dalam Daftar Isian Proyek (DIP) dan Daftar Anggaran Satuan Kerja (DASK) menunjukkan bahwa masih banyak usulan anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Muna yang tidak diakomodasi, sehingga realisasi anggaran hanya berkisar antara 47%-55% dari usulan anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran yang diperoleh belum dapat mencukupi kebutuhan Dinas Kesehatan Kabupaten Muna.

(23)

kesehatan di daerah adalah skala prioritas bidang kesehatan di mata para pimpinan daerah dalam hal ini komitmen daerah (Harmana dan Wiku, 2006). Mutu pelayanan kesehatan pemerintah yang rendah diakibatkan oleh subsidi pemerintah yang terbatas. Kegagalan pemerintah dalam memberikan subsidi yang mencukupi bagi operasionalisasi maupun program/kegiatan, menyebabkan mutu pelayanan semakin rendah (Trisnantoro, 2006).

(24)

467,506.63

Gambar 1.1. Trend APBD dan Usulan serta Alokasi Dana untuk Sektor Kesehatan di Kota Pematangsiantar tahun 2003-2008 (dalam jutaan rupiah)

Sumber: Data diolah dari APBD Kota Pematangsiantar Tahun 2003 s/d 2008.

(25)

pembangunan kesehatan masih sangat kurang yang tentu saja berdampak tidak terlaksananya beberapa program pembangunan kesehatan yang diusulkan.

Pengalokasian anggaran kesehatan sangat erat kaitannya dengan persepsi maupun cara pandang ataupun pemahaman para pengambil kebijakan di Kota Pematangsiantar tentang kesehatan. Bila saja para pengambil kebijakan memberi perhatian terhadap pembangunan sektor kesehatan maka porsi anggaran kemungkinan akan mendapat porsi yang sesuai dengan hasil komitmen tersebut. Akan tetapi, sering terjadi di berbagai daerah dan Kota Pematangsiantar khususnya, para pengambil kebijakan lebih beriorientasi terhadap pembangunan fisik sehingga usulan anggaran dari sektor kesehatan yang lebih berfokus kepada pembangunan non fisik menjadi terabaikan atau tidak mendapat persetujuan sehingga usulan anggaran tersebut tidak tertampung dalam APBD.

Kebijakan sistem pembiayaan kesehatan sangatlah tergantung dari cara pandang dan persepsi pemerintah daerah tentang kesehatan yang dalam hal ini para pengambil keputusan khususnya di Kota Pematangsiantar yang tentu saja berdampak terhadap dana yang akan dialokasikan. Persepsi maupun cara pandang para pengambil keputusan tentu saja dipengaruhi oleh berbagai kemungkinan faktor penyebab seperti pengetahuan para pengambil keputusan tentang kesehatan maupun kurangnya sosialisasi Dinas Kesehatan tentang program yang akan diusulkan serta

setting prioritas yang tidak jelas.

(26)

bersumber dari pemerintah daerah tidak sesuai dengan usulan maupun rencana yang diusulkan sebelumnya. Usulan anggaran untuk pembangunan kesehatan di Kota Pematangsiantar sering tidak ditampung di dalam APBD, seperti tahun 2008 usulan anggaran kesehatan sebesar Rp.76.315.320.000, namun yang disetujui hanya Rp. 38.157.600.000, sehingga banyak program maupun kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan disebabkan keterbatasan maupun tidak adanya anggaran untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Hal ini menyebabkan pembangunan kesehatan di Kota Pematangsiantar kurang berhasil dan bahkan sangat jauh dari target-target yang telah disusun sebelumnya.

(27)

Pembiayaan kesehatan bagi keluarga miskin diupayakan pemerintah melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Program Jamkesmas mulai digulirkan awal tahun 2008, tujuannya untuk meningkatkan akses keluarga miskin dan kurang mampu dengan menyediakan jaminan pelayanan kesehatan gratis pada rumah sakit, puskesmas atau penyedia layanan kesehatan lainnya. Melalui Jamkesmas diharapkan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat miskin makin meningkat dan pengelolaan keuangan lebih transparansi dan akuntabel (Depkes RI, 2008).

Pelayanan kesehatan di puskesmas dengan paradigma pembangunan kesehatan menjadi ‘paradigma sehat’, maka pembangunan kesehatan menjadi lebih fokus pada upaya preventif dan kuratif tanpa mengabaikan kuratif-rehabilitatif. Upaya pelayanan kuratif di puskesmas dilakukan melalui program kesehatan dasar sebagai program minimal yang harus dilaksanakan oleh tiap puskesmas, yang dikemas dalam “basic six” (Depkes RI, 2004)

(28)

Berdasarkan paparan di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang cara pandang atau persepsi pemerintah daerah tentang kesehatan dan pengaruhnya terhadap alokasi penganggaran biaya kesehatan di Kota Pemantang Siantar untuk menjamin pemeliharaan pelayanan kesehatan masyarakat serta tercapainya Indonesia Sehat 2010.

1.2. Permasalahan

Bagaimana persepsi Pemerintah Daerah tentang kesehatan dan pengaruhnya terhadap penganggaran biaya kesehatan dalam upaya pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Kota Pematangsiantar ?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis persepsi Pemerintah Daerah tentang kesehatan dan pengaruhnya terhadap penganggaran biaya untuk sektor kesehatan dan pencapaian program kesehatan di Kota Pematangsiantar.

1.4. Manfaat Penelitian

1 Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi para pemerintah daerah Kota Pematangsiantar sebagai pengambil kebijakan anggaran sektor kesehatan.

(29)
(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi

Secara umum perilaku mempunyai pengertian, segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh mahluk hidup dan perilaku itu sendiri dapat pula bersifat potensial yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi (Notoadmojo, 1984). Dengan kata lain bahwa persepsi tersebut merupakan bentuk perilaku manusia dalam tindakannya keseharian.

Defenisi lain dari persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan pada proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Stimulus yang diindera itu kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan, sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu (Walgito, 1980).

Setiap orang dapat berbeda persepsi meskipun objek yang dilihatnya sama dan setiap orang juga secara bebas dapat mempersepsikan segala sesuatunya dan tentu saja sangat tergantung kepada bagaimana seseorang itu melihat objek tersebut.

(31)

kognisi dan persepsi itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses yang dimulai dari diterimanya suatu rangsangan (penginderaan=sensation) yang meliputi objek, kualitas, hubungan antargejala, maupun peristiwa; interpretasi terhadap rangsangan-rangsangan tersebut sampai rangsangan-rangsangan itu disadari dan dimengerti. Oleh karena itu persepsi boleh dikatakan sebagai interpretasi/penafsiran dari pengalaman (the

interpretation of experience). Persepsi terjadi sesudah penginderaan.

(32)

persepsi dapat diubah melalui komponen kognisi atau pengamatan. Untuk menyimpulkan uraian di atas, Mar’at (1981) membuat Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1. Bagan persepsi Sumber : Mar’at (1981)

(33)

Persepsi merupakan aktifitas yang integrated dalam diri individu, maka apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam persepsi dapat dikemukakan karena perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu lain. Persepsi itu bersifat individual.

Proses pemaknaan yang bersifat psikologis sangat dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan dan lingkungan sosial secara umum. Sarwono mengemukakan bahwa persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan cara berpikir serta keadaan perasaan atau minat tiap-tiap orang sehingga persepsi seringkali dipandang bersifat subjektif. Karena itu tidak mengherankan jika seringkali terjadi perbedaan paham yang disebabkan oleh perbedaan persepsi antara 2 orang terhadap 1 objek.

Walgito (1980) juga mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) faktor yang berperan dalam persepsi yaitu:

1. Objek yang dipersepsi; objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor, namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu.

(34)

3. Perhatian; untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, dimana perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktifitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekelompok objek.

4. Makin diperhatikan sesuatu objek akan makin disadari objek itu dan makin jelas bagi individu (Harriman, 1958).

Berbagai penelitian yang dilakukan oleh Wertheimer, dkk., tentang persepsi yang melahirkan berbagai hukum-hukum yang dikemukakan oleh Walgito (1980) adalah sebagai berikut:

1. Hukum Pragnanz

Pragnanz artinya penting, meaningsful, penuh arti atau berarti. Jadi apa yang

dipersepsi itu mempunyai penuh arti atau meaningsful. 2. Hukum Figure-Ground

Dalam persepsi dikemukakan adanya dua bagian dalam perceptual field, yaitu

figure yang merupakan bagian yang dominan dan merupakan fokus perhatian dan

ground yang melatarbelakangi atau melengkapi. Hal ini juga bergantung pada

perhatian seseorang dalam mengadakan persepsi itu. 3. Hukum Kedekatan

Apabila stimulus itu saling berdekatan satu dengan yang lain, akan adanya kecenderungan untuk dipersepsi sebagai suatu keseluruhan atau suatu gestalt. 4. Hukum Kesamaan (similitary)

(35)

5. Hukum Kontinuitas

Stimulus yang mempunyai kontinuitas satu dengan yang lain, akan terlihat dari

ground dan akan dipersepsi sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan.

6. Hukum Kelengkapan atau Ketertutupan (closure)

Adanya kecenderungan orang mempersepsi sesuatu yang kurang lengkap menjadi lengkap, sehingga menjadi sesuatu yang penuh arti atau berarti.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Baltus (1983) adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan dan keterbatasan fisik dari alat indera dapat mempengaruhi persepsi untuk sementara waktu ataupun permanen.

2. Kondisi lingkungan.

3. Pengalaman masa lalu. Bagaimana cara individu untuk menginterpretasikan atau bereaksi terhadap suatu stimulus tergantung dari pengalaman masa lalunya.

4. Kebutuhan dan keinginan. Ketika seorang individu membutuhkan atau menginginkan sesuatu maka ia akan terus berfokus pada hal yang dibutuhkan dan diinginkannya tersebut.

5. Kepercayaan, prasangka dan nilai. Individu akan lebih memperhatikan dan menerima orang lain yang memiliki kepercayaan dan nilai yang sama dengannya. Sedangkan prasangka dapat menimbulkan bias dalam mempersepsi sesuatu.

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

(36)

1. Faktor Fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan lain-lain yang termasuk dengan apa yang disebut sebagai faktor-faktor personal yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimulus tersebut. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi ini lazim disebut sebagai kerangka rujukan, sedangkan didalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya. Misalnya seorang ahli komunikasi tidak akan memberikan pengertian apa-apa apabila seorang ahli kedokteran berbicara tentang fluor albus, adnesitis dan lain-lain, karena ahli komunikasi tidak memiliki kerangka rujukan untuk memahami istilah-istilah kedokteran.

2. Faktor Struktural

Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Bila kita mempersepsikan sesuatu, maka kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan, bukan melihat bagian-bagiannya lalu menghimpunnya. Misalnya untuk dapat memahami seseorang maka kita harus melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya dan dalam masalah yang dihadapi.

Menurut Krech dan Crutchfield Tahun 1977 dalam Mar’at (1981), ada empat dalil tentang persepsi yakni:

(37)

3. Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur pada umumnya ditentukan oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan

4. Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu dengan lainnya, cenderung ditanggapi bagian dari struktur yang sama.

2.3. Perhatian

Perhatian merupakan syarat psikologis dalam individu mengadakan persepsi, yang merupakan langkah persiapan yaitu adanya kesediaan individu untuk mengadakan persepsi. Ditinjau dari segi timbulnya perhatian, perhatian dapat dibedakan atas perhatian spontan dan perhatian tidak spontan (Walgito, 1980):

1. Perhatian Spontan

Perhatian yang timbul dengan sendirinya dan erat hubungannya dengan minat individu. Apabila individu telah menaruh minat pada sesuatu objek, maka terhadap objek itu biasanya timbul perhatian yang spontan.

2. Perhatian Tidak Spontan

Perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja, karena itu harus ada kemauan untuk menimbulkannya.

2.4. Pemerintah Daerah

(38)

Penyelenggaraan pemerintahan daerah kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari unsur staff yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi diwadahi dalam lembaga sekretariat, unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah, serta unsur pelaksanaan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah.

2.5. Anggaran Kesehatan

Perkembangan kesehatan sangatlah berpengaruh dan dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi. Berkaitan dengan hal tersebut, besarnya alokasi dana merupakan salah satu unsur strategis dalam pembangunan kesehatan. Tersedianya alokasi dana yang memadai dan pemanfaatan yang efisien, serta pemerataan akan mendukung suksesnya pembangunan kesehatan (Akhirani dan Trisnantoro, 2004).

Berbicara tentang anggaran kesehatan di Indonesia menurut Ascobat Gani (2006), ada 6 (enam) hal yang berkaitan yaitu:

1. jumlahnya kecil,

2. kurangnya biaya operasional ,

3. kurangnya biaya untuk preventif dan promosi, 4. terlambat realisasi

(39)

Pembiayaan kesehatan berubah setelah desentralisasi kabupaten/kota. Dana pembangunan kesehatan bisa berasal Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), pinjaman luar negeri yang ditanggung pemerintah pusat juga bisa dari APBD, namun demikian masih ada daerah yang terbatas dalam penganggaran kesehatannya baik oleh karena anggaran daerah terbatas sekali atau memang daerah tidak memprioritaskan pembangunan kesehatan. Untuk menyiasati keterbatasan anggaran kesehatan tersebut diperlukan langkah-langkah yaitu berupa:

1. Upaya meningkatkan anggaran kesehatan.

Perlu ada upaya dari Daerah untuk meningkatkan anggaran kesehatan secara sistematis. Salah satu yang bisa dilakukan adalah melakukan advocacy

2. Pemetaan (mapping) daerah yang tidak mampu.

Langkah selanjutnya yang penting dilakukan adalah mapping, seperti misalnya melakukan phisical capacity budget tiap kabupaten. Hal ini merupakan langkah untuk mengetahui daerah-daerah yang kurang mampu sehingga dapat dijadikan dasar dilakukannya prioritas subsidi dari Pusat.

3. Patokan persentase tidak tepat untuk menentukan besaran anggaran kesehatan daerah. Hal ini dikarenakan akan terdapat daerah kaya yang sangat berlebihan dan untuk daerah miskin sangat memberatkan. Untuk mengetahui besaran anggaran yang dibutuhkan, dianjurkan Daerah melakukan health account. Instrumen untuk

Health Account sudah dikembangkan oleh WHO.

(40)

Rendahnya biaya kesehatan yang langsung merupakan salah satu penyebab mutu pelayanan kesehatan belum seperti yang diharapkan. Perlu dipikirkan mekanisme yang bersifat langsung untuk meningkatkan anggaran kesehatan.

5. Menghitung biaya untuk keluarga miskin (gakin).

Kebutuhan biaya pelayanan kesehatan untuk gakin belum pernah dihitung secara akademik. Untuk itu perlu melakukan analisis biaya dengan terlebih dahulu mendefinisikan jenis pelayanan esensial untuk penduduk miskin. Di samping itu juga perlu dilakukan mapping penduduk miskin.

Ada dua kemungkinan yang menyebabkan rendahnya biaya kesehatan di Indonesia, yaitu keuangan negara yang memang minim untuk membiayai pelayanan kesehatan serta kesehatan tidak termasuk dalam prioritas pembangunan.

Kebijakan yang pernah disepakati oleh para Bupati dan Walikota dalam era desentralisasi adalah alokasi dana APBD sebesar 15%, namun persentase anggaran kesehatan dibanyak daerah hanya berkisar antara 2,5%-4,0% dan maksimal 7% (Brotowasisto, 2000). Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa besarnya pembiayaan kesehatan dalam era desentralisasi tergantung pada daerah. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran yang diperoleh oleh Dinas Kesehatan belum dapat mencukupi kebutuhannya.

(41)

anggaran tetapi tidak mendapat persetujuan dari eksekutif. Ada dua faktor yang memungkinkan terjadinya hal tersebut, yaitu:

1. rendahya pengetahuan tim anggaran eksekutif tentang kesehatan, sehingga kebijakan eksekutif dalam mengalokasikan anggaran APBD tidak didasarkan pada kebutuhan Dinas Kesehatan,

2. ketidakmampuan Sumber Daya Manusia (SDM) perencana Dinas Kesehatan dalam menyakinkan eksekutif tentang pentingnya pengalokasian anggaran untuk kegiatan tersebut.

Selain itu, hasil penelitian juga menjelaskan bahwa tidak dialokasikannya anggaran sesuai usulan, karena adanya kecenderungan Pemerintah Daerah untuk lebih memprioritaskan pembangunan fisik.

Arum (2006) menyatakan bahwa proses perencanaan dan penganggaran pada masa lalu bersifat top down, historical budget, waktu realisasi anggaran yang terlambat, pembangunan kesehatan berorentasi fisik, penganggaran yang komposisi investasi, operasional dan pemeliharaan yang tidak seimbang, dan proporsi biaya yang dikeluarkan berdasarkan tingkat institusional.

(42)

tren kenaikan, tapi bila dilihat nilainya masih jauh dari harapan, misalnya saran bank dunia biaya ideal Rp 42.000,00/kapita/tahun. Pada umumnya dana yang ada lebih mengarahkan pada kebijakan pembiayaan pembangunan (Gani, 2004). Pembangunan sektor sosial, seperti kesehatan dan pendidikan, tidak memberikan hasil yang langsung tampak dibandingkan dengan pembangunan fisik, seperti pembuatan jalan, gedung dan sebagainya. Dikhawatirkan, pemerintah daerah (pemda) cenderung mengutamakan pembangunan fisik untuk memperlihatkan kinerjanya. Padahal dampak jangka panjang dari kurangnya investasi di bidang kesehatan dan pendidikan sudah terasa saat ini dan akan makin parah di masa mendatang.

Muharso (2001), menyatakan bahwa sumber dana di tingkat kabupaten/kota begitu banyak. Selain DAU ada dana bagi hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta sumber daya alam, Dana Alokasi Khusus, pinjaman, sumbangan, serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa pajak, retribusi, dan keuntungan dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

(43)

tidak mudah. Dalam hal kesehatan ini, Pemerintah memang harus bertanggung jawab atas pemenuhan hak dasar rakyatnya berupa kesehatan. Namun kita juga menyadari bahwa tidak ada satu bangsapun di dunia yang menjadi sehat hanya dengan komitmen Pemerintah. Kesertaan masyarakat dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang baik sangat diperlukan. Dalam jangka panjang, keberhasilan pembangunan kesehatan hanya bisa dicapai bila masyarakat didorong untuk berperan serta aktif dalam memperoleh haknya memperoleh kesehatan (Anonymous, 2006).

Menurut Syaukani, dkk. (2003), hubungan legislatif dan eksekutif

mengandung implikasi positif dan negatif. Implikasi positif hubungan legislatif dan eksekutif, terutama peran legislatif yang diharapkan dapat lebih aktif dalam

menangkap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, kemudian mengadopsinya dalam berbagai bentuk kebijakan publik di daerah bersama-sama dengan eksekutif.

Implikasi negatif, apabila legislatif kurang aktif dalam menangkap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, sehingga serta kemungkinan terjadinya konflik berkepanjangan antara Eksekutif (Kepala Daerah) dengan Legislatif (DPRD). Hal

tersebut dapat terjadi karena:

1. Gaya kepemimpinan Kepala Daerah dengan Pimpinan DPRD; 2. Latar belakang kepentingan;

3. Latar belakang pengalaman dalam berpolitik dan penyelenggaraan pemerintahan.

(44)

menguntungkan masyarakat akan bisa terwujud bila legislatif mampu menjalankan

fungsinya dengan baik. Permasalahan yang mungkin muncul adalah, bahwa kebijakan publik tidak akan muncul bila anggota legislatif kurang mempunyai kemauan dan

kemampuan yang memadai sebagai wakil rakyat. Diperkirakan tidak semua wakil rakyat mampu menangkap aspirasi arus bawah dan memahami secara utuh kondisi

masyarakatnya, keinginan, harapan dan kebutuhannya. Bila ini terjadi maka kemungkinan akan muncul kebijakan daerah yang justru tidak memihak kepada

rakyat.

(45)

Memperhatikan berbagai permasalahan tersebut di atas, tampaknya diperlukan upaya untuk membangun komitmen pemerintah dengan legislatif, serta persepsi atau pandangan lembaga tinggi di daerah (eksekutif dan legislatif) dalam kerangka realisasi pembangunan kesehatan. Upaya-upaya dimaksud akan lebih tepat sasaran, bila didukung dengan data dan informasi yang lengkap dan akurat. Data dan informasi dapat dihimpun melalui berbagai cara, antara lain melalui suatu studi, kajian atau penelitian. Sebagai langkah awal dalam membangun komitmen pemerintah dan legislatif maka diperlukan penelitian yang berkaitan dengan persepsi atau pandangan legislatif terhadap pembangunan kesehatan di daerah.

2.6. Landasan Teori

Persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi dan persepsi itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan (Mar’at 1981). Kemudian menurut Jalaluddin Rakhmat, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (2005:51). Jadi persepsi merupakan pemahaman seseorang terhadap suatu objek tertentu secara keseluruhan.

(46)

mempengaruhi penganggaran atau alokasi biaya untuk sektor kesehatan. Salah satu faktor yang menentukan kecukupan alokasi anggaran kesehatan di daerah adalah skala prioritas bidang kesehatan di mata para pimpinan daerah dalam hal ini komitmen daerah (Harmana dan Wiku, 2006)

2.7. Ruang Lingkup dan Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun ruang lingkup dan kerangka konsep penelitian, selengkapnya pada Gambar 2.2 berikut ini.

Alokasi Anggaran Kesehatan Persepsi Pemerintah

Daerah tentang Kesehatan:

ƒ Upaya (Promotif, preventif, Kuratif, Rehabilitatif) ƒ Sarana

ƒ SDM Kesehatan ƒ

Hambatan-hambatan

Pencapaian Program Kesehatan

(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian untuk mengungkapkan fenomena atau isu tentang persepsi tentang kesehatan dan anggaran kesehatan serta bagaimana pencapaian program kesehatan (Hamidi, 2005).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Pemerintah Kota Pematangsiantar. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai November 2008.

3.3. Informan Penelitian

(48)

3.4. Metode Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri dengan menggunakan panduan wawancara (lampiran 1).

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, yang diperoleh dari:

1. Data primer bersumber dari wawancara mendalam kepada Kepala Seksi Perencanaan Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, Kepala Bappeda Kota Pematangsiantar, Ketua DPRD Kota Pematangsiantar serta Walikota Pematangsiantar, menggunakan panduan wawancara di mana hasil wawancara tersebut direkam secara langsung dengan menggunakan tape recorder. Wawancara mendalam ini dilaksanakan untuk memperoleh informasi tentang persepsi pemerintah daerah tentang kesehatan yang kaitannya dengan pengalokasian anggaran untuk sektor kesehatan

(49)

3.5. Definisi Istilah

1. Pemerintah Daerah adalah Kepala Pemerintahan (Walikota) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

2. Persepsi pemerintah daerah tentang kesehatan adalah pendapat atau tanggapan dalam bentuk ungkapan atau pernyataan dari Pemerintah Daerah (pengambil keputusan) yang dipengaruhi oleh informasi, pengalaman, wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan.

Secara spesifik definisi dari unsur-unsur persepsi tersebut adalah :

a. Informasi adalah keterangan atau pemberitahuan yang bersumber dari media cetak maupun media elektronik yang berkaitan dengan sektor kesehatan.

b. Pengalaman adalah aktivitas maupun bentuk kegiatan yang pernah dilaksanakan oleh seseorang pada masa lalu yang berkaitan dengan sektor kesehatan.

c. Wawasan adalah pemahaman maupun cara pandang seseorang terhadap sektor kesehatan

d. Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh seseorang dalam memahami sektor kesehatan.

(50)

4. Alokasi anggaran kesehatan adalah sejumlah biaya yang berasal dari APBD II (dua) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah untuk membiayai seluruh kegiatan maupun program yang berkaitan dengan pembangunan kesehatan.

5. Pencapaian program kesehatan adalah persentase keberhasilan pencapaian pelaksanaan program kesehatan di puskesmas, meliputi program KIA, Gizi, Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan, Pencebahan dan Pemberantasan Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Dasar dibandingkan sasaran program tersebut.

3.6. Metode Analisis Data

(51)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Kota Pematangsiantar

Kota Pematangsiantar berada di Provinsi Sumatera Utara pada garis 3001’09’’ - 2054’40’’ Lintang Utara dan 9906’23’’ - 9901’10’’ Bujur Timur, yang berada di tengah Kabupaten Simalungun, dengan jarak ke Ibukota Propinsi Sumatera Utara yaitu Kota Medan sejauh 128 km. Wilayah Kota Pematangsiantar memiliki luas daratan seluas 79,971 km2 yang terletak 400 meter di atas permukaan laut.

Struktur Wilayah Kota Pematangsiantar berwujud daerah perkotaan dengan pertanian berupa sawah dan ladang di pinggiran kota. Berhubung letaknya dekat garis khatulistiwa, Kota Pematangsiantar tergolong kedalam daerah tropis, daerah datar, beriklim sedang dengan suhu maksimum rata-rata 30,10C dan suhu maksimum rata-rata 20,60C.

Secara geografis wilayah Kota Pematangsiantar berbatasan dengan : sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Bahapal dan Desa Sinaksak, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Marihat Baris, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Karang Sari, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Talun Kondot.

Wilayah administrasi Kota Pematangsiantar terbagi dalam 8 kecamatan dan 43 kelurahan, dengan luas masing-masing kecamatan sebagai berikut:

(52)

4. Kecamatan Siantar Utara : 3,650 Km2 5. Kecamatan Siantar Timur : 3,520 Km2 6. Kecamatan Siantar Martoba : 19,022 Km2 7. Kecamatan Siantar Sitalasari : 22,723 Km2 8. Kecamatan Siantar Marimbun : 18,050 Km2

Jumlah penduduk Kota Pematangsiantar berdasarkan data Statistik Tahun 2008 adalah 249.983 jiwa dengan kepadatan penduduk 3.126 jiwa per km². Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Kota Pematangsiantar lebih banyak perempuan daripada laki-laki yaitu 126.999 jiwa perempuan dan laki-laki sebanyak 122.986 jiwa, dengan sex ratio sebesar 96,8%.

Sarana pelayanan kesehatan di Kota Pematangsiantar terdiri dari 17 unit puskesmas, 1 unit rumah sakit pemerintah daerah (RSUD. Dr. Djasamen Saragih), 1 unit rumah sakit TNI/tentara, serta 5 unit rumah sakit swasta (RS. Harapan, RS. Horas Insani, RS. Vita Insani, RS. Tiara, dan RS.Suaka Insan).

Setiap sarana pelayanan kesehatan dilengkapi dengan fasilitas yang digunakan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat, sesuai dengan tingkatan atau status sarana pelayanan kesehatan tersebut. Sebagai unit pelayanan kesehatan masyarakat yang utama, puskesmas mampunyai unit pelayanan seperti Puskesmas Pembantu sebanyak 10 unit.

(53)

Pengobatan Umum sebanyak 22 unit, praktek dokter (spesialis, umum dan gigi) sebanyak 147 unit (Pematangsiantar Dalam Angka, 2008).

Sumber daya manusia tenaga kesehatan di Kota Pematangsiantar secara keseluruhan berjumlah 896 orang, dengan persentase tertinggi adalah perawat dan bidan sebanyak 603 orang, sedangkan paling sedikit adalah tenaga sanitasi dan kesehatan masyarakat masing-masing 7 orang.

4.2. Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang, terdiri dari 4 orang mewakili eksekutif yaitu : Walikota Pematangsiantar, Kepala Badan Perencanaan Pembanguan Daerah (Bappeda) Kota Pematangsiantar, Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Seksi Perencanaan Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, serta 1 orang mewakili legislatif yaitu Komisi Kesehatan DPRD, dengan karakteristik seperti pada Tabel 4.1. berikut.

Tabel 4.1. Karakteristik Informan

Informan Jenis Kelamin Umur Pendidikan

Walikota Pematangsiantar Laki-laki 49 S.1 Pertanian Kepala Bappeda

Kota Pematangsiantar Laki-laki 52 S.1 Ekonomi

Kepala Dinas Kesehatan

Kota Pematangsiantar Laki-laki 46 S.1 Kedokteran Kepala Sub. Dinas Bina Program

dan Perencanaan Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar

Perempuan 38 S.1 Kesehatan Masyarakat Komisi Kesehatan DPRD

(54)

Berdasarkan Tabel 4.1. di atas menunjukkan sebagian besar informan berjenis kelamin laki-laki (4 orang) dan hanya 1 orang perempuan, berusia antara 38 sampai 52 tahun, dengan tingkat pendidikan seluruhnya adalah tingkat Sarjana (S.1) dengan jurusan yang bevariasi.

Walikota Pematangsiantar dilihat dari tugas dan fungsinya sebagai kepala pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan, termasuk sebagai penentu usulan anggaran bidang kesehatan sebelum diajukan ke DPRD. Kepala Badan Perencanaan Pembanguan (Bappeda) Kota Pematangsiantar berperan sebagai mediator antara usulan anggaran yang diajukan dari Dinas Kesehatan sebelum disampaikan ke Walikota.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar merupakan pelaksana kegiatan pembangunan di sektor kesehatan, dimana dalam hal perencanaan dibantu Kepala Sub Dinas Bina Program dan Perencanaan Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar. Komisi Kesehatan DPRD Kota Pematangsiantar merupakan pihak legislatif yang mempunyai peran atau hak budget, khusus untuk sektor kesehatan melakukan pengkajian tentang usulan anggaran kesehatan sebelum disahkan dalam APBN.

4.3. Persepsi tentang Kesehatan

a. Persepsi Pemerintah Daerah tentang Pentingnya Kesehatan

(55)

Tabel 4.2. Matrik Jawaban Informan tentang Pentingnya Kesehatan di Kota Pematangsiantar

Informan Jawaban

Walikota Ya….kesehatan sangat penting, karena merupakan sektor utama dalam

mencapai tujuan pembangunan nasional

Kepala Bappeda Berbicara tentang kesehatan terutama di kota Pematangsiantar sangat penting sekali karena menurut UUD 1945 yang dilakukan tentang kesehatan masyarakat. Jadi untuk itu kami menginginkan juga di Kota Pematangsiantar ini kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan karena beberapa hal yang perlu disampaikan disini tentang pelayanan kepada masyarakat terutama di puskesmas yang perlu pelayanan cepat kepada masyarakat.

Kepala Dinas Kesehatan

Beberapa indikator utama keberhasilan pembangunan merupakan hasil dari upaya kesehatan, karena itu pembangunan sektor kesehatan sangat penting

Kepala Sub Dinas Bina Program dan Perencanaan Dinas Kesehatan

Pembangunan sektor kesehatan ya….dapat dikatakan yang paling penting dari semua sektor, oleh karena itu dibutuhkan perencanaan yang baik, sehingga program kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Komisi

Kesehatan DPRD

Ya…., kesehatan itu sangat penting, mengapa saya katakan begitu, karena memang manusia yang sehat tentu pikirannya juga sehat. Ya itu otomatis juga sehat, apa namanya…rohani dan lain- lainnya

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, maka dapat diketahui seluruh informan mengemukakan bahwa sektor kesehatan merupakan hal yang penting sesuai dengan pemahaman dan pengetahuannya tentang kesehatan. Dari keseluruhan ungkapan informan terdapat hal yang lebih spesifik tentang kualitas pelayanan, yang diperoleh dari jawaban sebagai berikut”

Di Kota Pematangsiantar ini kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan karena beberapa hal yang perlu disampaikan disini tentang pelayanan kepada masyarakat terutama di puskesmas yang perlu pelayanan cepat kepada masyarakat.”

b. Persepsi Pemerintah Daerah tentang Upaya Kesehatan: Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif Kesehatan di Kota Pematangsiantar

(56)

Kota Pematangsiantar pada setiap informan relatif sama dengan tingkat pengetahuannya dan informasi tentang kesehatan yang diperolehnya, sesuai dengan item pertanyaan. Adapun jawaban informan dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3. Matrik Jawaban Informan tentang Upaya Promotif dalam Pelayanan Kesehatan di Kota Pematangsiantar

Informan Jawaban

Walikota Memang…dalam pembangunan kita bertujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Jadi ..ya.. kegiatan promotif harus ditingkatkan pada setiap sarana pelayanan kesehatan. Saya kira di Kota Siantar kegiatan promotif sudah dapat berjalan sesuai dengan program yang ada, meskipun disana sini masih perlu peningkatan

Kepala Bappeda Ya….promotif kan untuk meningkatkan kualitas kesehatan, seperti penyuluhan misalnya, untuk itu sarana kesehatan berperan utama dalam upaya ini. Namun sepengetahuan saya, di Kota Siantar promosi kesehatan baru belakangan ini disosialisasikan, ya.. mungkin karena program ini masih baru dikembangkan. Kepala Dinas

Kesehatan

Upaya kesehatan promotif merupakan tanggung jawab sektor kesehatan, disamping upaya lainnya. Untuk mendukung upaya ini di setiap unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas sudah ada program promkes dengan tujuan utama untuk meningkatkan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS). Di Kota Pematangsiantar upaya promkes ini kita upayakan dengan adanya program Promkes secara khusus didukung tenaga fungsional penyuluh kesehatan. Kepala Sub Dinas

Bina Program dan Perencanaan Dinas Kesehatan

Sesuai dengan kondisi kesehatan masyarakat saat ini, ya...perlu ditingkatkan. Oleh karena itu pemerintah membuat program Promkes, dimana progam ini merupakan bagian dari pembangunan kesehatan secara keseluruhan. Kita rencanakan di Kota Siantar promkes dapat dikembangkan dengan dukungan dari pemerintah dan masyarakat

Komisi

Kesehatan DPRD

Promotif...! itu penting saya kira... ya... pelayanan kesehatan memang harus terus diupayakan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dinas Kesehatan Kota Siantar dan jajarannya tentunya harus berperan lebih aktif lagi untuk melakukan pelayanan penyuluhan kepada masyarakat.

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, maka dapat diketahui ada 2 (dua) informan yang mengemukakan upaya pelayanan promotif dan perkembangannya di Kota Pematangsiantar secara umum, sementara 2 (dua) orang lainnya mengungkapkan indikator upaya promotif yang diperoleh dari jawaban sebagai berikut”

(57)

tujuan utama untuk meningkatkan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)...”

Ya….promotif kan untuk meningkatkan kualitas kesehatan, seperti

penyuluhan misalnya, untuk itu sarana kesehatan berperan utama dalam

upaya ini....”

Informan yang mewakili legislatif (Komisi Kesehatan DPRD) mengungkapkan upaya promotif di Kota Pematangsiantar di ikuti dengan peningkatan peran Dinas Kesehatan, yang diperoleh dari jawaban sebagai berikut”

Promotif...! itu penting saya kira... ya... pelayanan kesehatan memang

harus terus diupayakan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat....”

Tabel 4.4. Matrik Jawaban Informan tentang Upaya Preventif dalam Pelayanan Kesehatan di Kota Pematangsiantar

Informan Jawaban

Walikota Pelayanan preventif, ya….itu kan konsepnya pencegahan, Jadi memang

mencegah tidak sakit masyarakat memang lebih baik, jadi perlulah lebih dikembangkan bagaimana sebaiknya melakukan pencegahan. Kegiatan preventif ini di Kota Siantar kita lakukan secara lintas sektor

Kepala Bappeda Menurut saya…. preventif dalam pelayanan kesehatan harus dikedepankan, ya….artinya mencegah kan lebih baik daripada mengobati, gitu kan… Namun kita sering kurang melakukan kegiatan preventif ini, kalau sudah sakit baru kita rasakan bahwa preventif itu penting. Sepanjang yang saya ketahui di Kota Siantar kegiatan preventif sudah berjalan sesuai program yang direncanakan. Kepala Dinas

Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang bersifat preventif atau pencegahan, merupakan kegiatan atau program kesehatan yang senantiasa dilakukan terus menerus, karena dampak setiap penyakit yang timbul akan lebih besar bagi penderita sendiri, keluarganya bahkan masyarakat disekitarnya, apalagi penyakit yang timbul tersebut adalah penyakit menular. Dalam program kesehatan di Kota Siantar, upaya preventif ini tetap kita utamakan disamping juga pelaksanaan upaya lainnya.

Kepala Sub Dinas Bina Program dan Perencanaan Dinas Kesehatan

Konsep preventif di sini kan mencegah orang sehat tidak sampai jatuh sakit. Oleh karena itu memang dalam perencanaan pembangunan kesehatan di Kota Siantar selalu kita anggarkan secara berimbang

Komisi

Kesehatan DPRD

(58)

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, maka dapat diketahui ada 2 (dua) informan yang mengemukakan upaya pelayanan preventif dan perkembangannya di Kota Pematangsiantar secara umum, sementara 2 (dua) orang lainnya mengungkapkan indikator upaya preventif dengan menjelaskan dari aspek program dan perencanaan yang diperoleh dari jawaban sebagai berikut”

Pelayanan kesehatan yang bersifat preventif atau pencegahan, merupakan kegiatan atau program kesehatan yang senantiasa dilakukan terus menerus, karena dampak setiap penyakit yang timbul akan lebih besar bagi penderita sendiri, keluarganya bahkan masyarakat disekitarnya, apalagi penyakit yang timbul tersebut adalah penyakit menular. Dalam program kesehatan di Kota Siantar, upaya preventif ini tetap kita utamakan disamping juga pelaksanaan upaya lainnya...”

Konsep preventif di sini kan mencegah orang sehat tidak sampai jatuh sakit.

Oleh karena itu memang dalam perencanaan pembangunan kesehatan di

Kota Siantar selalu kita anggarkan secara berimbang....”

Informan yang mewakili legislatif (Komisi Kesehatan DPRD) mengungkapkan upaya preventif di Kota Pematangsiantar di ikuti dengan peningkatan peran Dinas Kesehatan, yang diperoleh dari jawaban sebagai berikut”

Program kesehatan kan sebenarnya memang harus dilakukan untuk mencegah …itukan preventif. jadi saya kira preventif dalam sektor kesehatan perlu dilakukan. Khusus di Kota Siantar yasa kira… preventif harus ditingkatkan, ya.. disini peran Dinas Kesehatan harus ditingkatkan....”

Tabel 4.5. Matrik Jawaban Informan tentang Upaya Kuratif dalam Pelayanan Kesehatan di Kota Pematangsiantar

Informan Jawaban

(59)

Tabel 4.5. Lanjutan

Kepala Bappeda Kuratif itu kan pengobatan ya….jadi pengobatan bagi penduduk Kota Siantar saat ini sudah didukung dengan sarana pelayanan yang memadai, karena saya lihat perkembangan dan pertambahan rumah sakit swata cukup banyak, misalnya Rumah Sakit Vita Insani, menurut saya…. rumah sakit ini cukup besar lah…! Kepala Dinas

Kesehatan

Pelayanan kuratif atau pengobatan itu kan merupakan tugas dan fungsi sektor kesehatan, maka setiap sarana pelayanan kesehatan harus melakukan upaya kuratif secara optimal. Pencapaian upaya kuratif di puskesmas dan rumah sakit di Kota Siantar tentunya …ya. dapat dilihat dari indikator kinerja rumah sakit misalnya BOR rumah sakit sudah cukup baik. Peningkatan pengobatan di rumah sakit ini semakin berkembang karena sekarang kan…ada pelayanan pengobatan secara gratis bagi penduduk miskin yaitu Jamkesmas.

Kepala Sub

Upaya kesehatan dalam hal kuratif, menurut saya merupakan bagian terpenting dari program kesehatan. Jadi ya... dalam setiap perencanaan kegiatan kesehatan, bagian dari pengobatan masyarakat dialokasikan sesuai dengan kebutuhan. Program pengobatan saat ini saya kira mendapat dukungan yang baik dari pemerintah, dengan adanya anggaran kesehatan melalui Jamkesmas...ya...dengan demikian masyarakat miskin sangat terbantu.

Komisi Kesehatan DPRD

Kuratif dilakukan dengan pengobatan, begitukan kan ?… Menurut saya setiap orang yang sakit berhak mendapatkan pengobatan yang layak, itukan sudah sudah diatur dalam ketentuan pemerintah. Pengobatan masyarakat di Kota Siantar saat ini menurut saya sudah didukung dengan sarana dan tenaga kesehatan yang ada.

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, maka dapat diketahui ada 2 (dua) informan yang mengemukakan upaya pelayanan kuratif dan perkembangannya di Kota Pematangsiantar secara umum, sementara 2 (dua) orang lainnya mengungkapkan upaya kuratif dengan menjelaskan dari aspek program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bagi masyarakat miskin yang diperoleh dari jawaban sebagai berikut”

Pencapaian upaya kuratif di puskesmas dan rumah sakit di Kota Siantar tentunya …ya. dapat dilihat dari indikator kinerja rumah sakit misalnya BOR rumah sakit sudah cukup baik. Peningkatan pengobatan di rumah sakit ini semakin berkembang karena sekarang kan…ada pelayanan pengobatan secara gratis bagi penduduk miskin yaitu Jamkesmas...”

Program pengobatan saat ini saya kira mendapat dukungan yang baik dari

pemerintah, dengan adanya anggaran kesehatan melalui

(60)

Informan yang mewakili legislatif (Komisi Kesehatan DPRD) mengungkapkan upaya kuratif di Kota Pematangsiantar di ikuti dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah, yang diperoleh dari jawaban sebagai berikut”

Kuratif dilakukan dengan pengobatan, begitukan… Menurut saya setiap

orang yang sakit berhak mendapatkan pengobatan yang layak, itukan sudah

sudah diatur dalam ketentuan pemerintah....”

Tabel 4.6. Matrik Jawaban Informan tentang Upaya Reabilitatif dalam Pelayanan Kesehatan di Kota Pematangsiantar

Informan Jawaban

Walikota Program kesehatan di Kota Siantar ini tentunya dilakukan secara komprehensif, termasuk kegiatan rehabilitatif itu tadi…jadi, Dinas Keshatan Kota Siantar beserta jajarannya perlu meningkatkan kinerjanya dalam pelayanan rehabilitatif kepada masyarakat.

Kepala Bappeda

Melakukan rehabilitasi menurut saya…perlu dilakukan pada masyarakat dengan kondisi kesehatan tertentu, karena dalam konteks pembangunan sektor kesehatan harus dilakukan secara terpadu, termasuk melakukan rehabilitatif, Dinas Kesehatan Kota Siantar dalam hal ini tentunya berupaya sesuai rencana program yang telah dibuat.

Kepala Dinas Kesehatan

Upaya kesehatan dalam aspek rehabilitatif ditujukan kepada orang yang akibat penyakit yang dideritnya membutuhkan penanganan lebih lanjut, ya…kegiatan penanganan ini diharapkan dapat mengupayakan kondisi pasien kembali berfungsi seperti semua, atau paling tidak mengurangi beban bagi keluarganya. Pelayanan rehabilitatif yang kita lakukan di Kota Siantar disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di masyarakat.

Rencana kegiatan atau program kesehatan di Kota Siantar, ya...tentunya mencakup seluruh aspek yang diwajibkan dalam konsep pembangunan kesehatan secara nasional, tentu.... ya termasuk upaya rehabilitatif. Upaya rehabilitatif yang kita lakukan di Kota Siantar mengacu kepada sasaran yang membutuhkannya, sesuai dengan kondisi kesehatannya.

Komisi Kesehatan DPRD

Melakukan rehabilitasi dalam program kesehatan, menurut saya penting juga dilakukan…… ya…. jadi dalam pembangunan kesehatan kegiatan rehabilitatif di Kota Siantar selayaknya dikembangkan dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan masyarakat di wilayah ini.

(61)

lainnya mengungkapkan upaya rehabilitatif dengan menjelaskan pentingnya pelayanan rehabilitatif dengan mempeetimbangkan kondisi kesehatan masyarakat secara komprehensif dan terpadu yang diperoleh dari jawaban sebagai berikut”

Program kesehatan di Kota Siantar ini tentunya dilakukan secara komprehensif, termasuk kegiatan rehabilitatif itu tadi…jadi, Dinas Keshatan Kota Siantar beserta jajarannya perlu meningkatkan kinerjanya dalam pelayanan rehabilitatif kepada masyarakat...”

Melakukan rehabilitasi menurut saya…perlu dilakukan pada masyarakat dengan kondisi kesehatan tertentu, karena dalam konteks pembangunan sektor kesehatan harus dilakukan secara terpadu, termasuk melakukan rehabilitatif, Dinas Kesehatan Kota Siantar dalam hal ini tentunya berupaya sesuai rencana program yang telah dibuat....”

Informan yang mewakili legislatif (Komisi Kesehatan DPRD) mengungkapkan upaya rehabilitatif di Kota Pematangsiantar disertai dengan kondisi kesehatan masyarakat, yang diperoleh dari jawaban sebagai berikut”

Melakukan rehabilitasi dalam program kesehatan, menurut saya penting juga dilakukan…… ya…. jadi dalam pembangunan kesehatan kegiatan rehabilitatif di Kota Siantar selayaknya dikembangkan dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan masyarakat di wilayah ini....”

(62)

Uraian berikut ini didasarkan kepada diferensiasi pada masing-masing informan.

a. Walikota Pematangsiantar

Walikota Pematangsiantar mengungkapkan penggunaan anggaran kesehatan secara efektif dan efisien juga perlu didukung dengan upaya Dinas kesehatan dalam sosialisasi program kesehatan misalnya dalam bentuk seminar maupun dalam bentuk advokasi. Kesepakatan Bupati-Walikota se Indonesia pada tahun 2000 tentang alokasi dana untuk sektor kesehatan sebesar 15 %, Walikota Pematangsiantar memberikan sikap yang sangat responsif terhadap hal tersebut. Walaupun kesepakatan tersebut merupakan hal yang positif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, walikota mengungkapkan perlu sinergi antar sektor dalam pembangunan, dalam hal ini alokasi anggaran 15% yang disepakati untuk sektor kesehatan, dapat diupayakan sehingga penggunaannya dikembangkan kepada sektor lain yang mendukung pembangunan kesehatan, yang diperoleh dari jawaban sebagai berikut”

“Pemerintah Kota sendiri menyediakan lebih dari 15 % untuk mendukung

program kesehatan secara meyeluruh melakui lintas sektor dan lintas program, misalnya perbaikan drainase dan sanitasi udara yang langsung dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat...”

(63)

Keterbatasan dana untuk pembangunan kesehatan yang memerlukan perimbangan dari sektor lain karena dana yang ada 1/3 untuk pembangunan dan 2/3 untuk belanja pegawai. Sebenarnya 1/3 ini sangatlah terbatas untuk dialokasikan untuk pembangunan kesehatan dan sektor lain. Namun pada saat sekarang ini dana dana tersebut terbatas hanya untuk pengadaan alat-alat kesehatan sehingga daerah mengakomodir. Diharapkan DAK tidak terbatas untuk pengadaan alat-alat saja tetapi juga memerlukan perbaikan sarana dan prasarana dan pemko sendiri mengakomodir kegiatan-kegiatan lain sehingga ada kebijakan yang menunjang kesehatan misalnya 9 bahan pokok, hasil pertanian digunakan pemeriksaan hasil laboratorium untuk menguji taksisitas misalnya yang langsung dikonsumsi masyarakat. Pembangunan fisik yang menunjang sektor kesehatan juga diupayakan seperti mengalokasikan dana untuk mendukung kesehatan di pusat pasar.

Usulan anggaran yang diajukan Dinas Kesehatan sering tidak terealisasi sesuai dengan usulan yang telah disampaikan kepada Pemerintah Kota Pematangsiantar. Namun menurut pandangan walikota, usulan tersebut bukan tidak terealisasi, namun kegiatan yang menyangkut usulan tersebut dilaksanakan oleh sektor lain yang mendukung, yang diperoleh dari jawaban sebagai berikut”

“Pemko mengkoordinir semua kegiatan ini, maka dibuatkan

Gambar

Gambar 1.1. Trend APBD dan Usulan serta Alokasi Dana untuk Sektor  Kesehatan di Kota Pematangsiantar tahun 2003-2008 (dalam
Gambar 2.1. Bagan persepsi Sumber : Mar’at (1981)
Gambar 2.2. Ruang Lingkup dan Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1.  Karakteristik Informan Jenis Kelamin Umur
+6

Referensi

Dokumen terkait

(3) bukti memilikiilmu pengetahuan dinilai dari keterampilannya, bukan dari sert ifikatnya, (4) biasanya tidak terlalu terikat dengan ketentuan yang ketat, (5) isi, staf

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Jika dibandingkan hasil grafik cangkang Pensi kalsinasi 300˚C dengan grafik XRD cangkang Pensi sebelum kalsinasi seperti pada Gambar 2 diperoleh bahwa terdapat

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Sampel yang berupa daun canar susu ( Smilax macrocarpa Blume) yang masih basah terlebih dahulu dikeringkan pada suhu kamar (bisa dengan cara diangin-angin), kemudian